4
6 ABU BAKR AS- SIDDIQ Sebenarnya tak perlu heran tatkala Muhammad menerangkan ke- padanya tentang tauhid dan dia diajaknya lalu menerimanya. Bahkan yang lebih mengherankan lagi bila Muhammad menceritakan kepada- nya mengenai gua Hira dan wahyu yang diterimanya, ia mempercayai- nya tanpa ragu. Malah keheranan kita bisa hilang, atau berkurang, bila kita ketahui bahwa Abu Bakr adalah salah seorang pemikir Mekah yang memandang penyembahan berhala itu suatu kebodohan dan ke- palsuan belaka. Ia sudah mengenai benar Muhammad — kejujurannya, kelurusan hatinya serta kejernihan pikirannya. Semua itu tidak memberi peluang dalam hatinya untuk merasa ragu, apa yang telah diceritakan kepadanya, dilihatnya dan didengarnya. Apalagi karena apa yang di• ceritakan Rasulullah kepadanya itu dilihatnya memang sudah sesuai dengan pikiran yang sehat. Pikirannya tidak merasa ragu lagi, ia sudah mempercayainya dan menerima semua itu. Keberaniannya menerima Islam dan menyiarkannya Tetapi apa yang menghilangkan kekaguman kita tidak mengubah penghargaan kita atas keberaniannya tampil ke depan umum dalam si- tuasi ketika orang masih serba menunggu, ragu dan sangat berhati-hati. Keberanian Abu Bakr ini patut sekali kita hargai, mengingat dia peda- gang, yang demi perdagangannya diperlukan perhitungan guna menjaga hubungan baik dengan orang lain serta menghindari konfrontasi dengan mereka, yang akibatnya berarti menentang pandangan dan kepercayaan mereka. Ini dikhawatirkan kelak akan berpengaruh buruk terhadap hu• bungan dengan para relasi itu.

Muhammad Husain Haekal - Abu Bakar as Siddiq

Embed Size (px)

DESCRIPTION

sejarah

Citation preview

Page 1: Muhammad Husain Haekal - Abu Bakar as Siddiq

6 ABU BAKR AS-SIDDIQ

Sebenarnya tak perlu heran tatkala Muhammad menerangkan ke- padanya tentang tauhid dan dia diajaknya lalu menerimanya. Bahkan yang lebih mengherankan lagi bila Muhammad menceritakan kepada- nya mengenai gua Hira dan wahyu yang diterimanya, ia mempercayai- nya tanpa ragu. Malah keheranan kita bisa hilang, atau berkurang, bila kita ketahui bahwa Abu Bakr adalah salah seorang pemikir Mekah yang memandang penyembahan berhala itu suatu kebodohan dan ke- palsuan belaka. Ia sudah mengenai benar Muhammad — kejujurannya, kelurusan hatinya serta kejernihan pikirannya. Semua itu tidak memberi peluang dalam hatinya untuk merasa ragu, apa yang telah diceritakan kepadanya, dilihatnya dan didengarnya. Apalagi karena apa yang di• ceritakan Rasulullah kepadanya itu dilihatnya memang sudah sesuai dengan pikiran yang sehat. Pikirannya tidak merasa ragu lagi, ia sudah mempercayainya dan menerima semua itu.

Keberaniannya menerima Islam dan menyiarkannyaTetapi apa yang menghilangkan kekaguman kita tidak mengubah

penghargaan kita atas keberaniannya tampil ke depan umum dalam si- tuasi ketika orang masih serba menunggu, ragu dan sangat berhati-hati. Keberanian Abu Bakr ini patut sekali kita hargai, mengingat dia peda- gang, yang demi perdagangannya diperlukan perhitungan guna menjaga hubungan baik dengan orang lain serta menghindari konfrontasi dengan mereka, yang akibatnya berarti menentang pandangan dan kepercayaan mereka. Ini dikhawatirkan kelak akan berpengaruh buruk terhadap hu• bungan dengan para relasi itu.

Berapa banyak orang yang memang tidak percaya pada pandangan itu dan dianggapnya suatu kepalsuan, suatu cakap kosong yang tak me- ngandung arti apa-apa, lalu dengan sembunyi-sembunyi atau berpura-pura berlaku sebaliknya hanya untuk mencari selamat, mencari keuntungan di balik semua itu, menjaga hubungan dagangnya dengan mereka. Sikap munafik begini kita jumpai bukan di kalangan awamnya, tapi di kalang• an tertentu dan kalangan terpelajarnya juga. Bahkan akan kita jumpai di kalangan mereka yang menamakan diri pemimpin dan katanya hendak membela kebenaran. Kedudukan Abu Bakr yang sejak semula sudah dikatakan oleh Rasulullah itu, patut sekali ia mendapat penghargaan, patut dikagumi.

Usaha Abu Bakr melakukan dakwah Islam itulah yang patut di• kagumi. Barangkali ada juga orang yang berpandangan semacam dia, merasa sudah cukup puas dengan mempercayainya secara diam-diam dan tak perlu berterang-terang di depan umum agar perdagangannya

Page 2: Muhammad Husain Haekal - Abu Bakar as Siddiq

1. ABU BAKR PADA MASA NABI 7

selamat, berjalan lancar. Dan barangkali Muhammad pun merasa cukup puas dengan sikap demikian itu dan sudah boleh dipuji. Tetapi Abu Bakr dengan menyatakan terang-terangan keislamannya itu, lalu meng- ajak orang kepada ajaran Allah dan Rasulullah dan meneruskan dakwah- nya untuk meyakinkan kaum Muslimin yang mula-mula untuk memper- cayai Muhammad dan mengikuti ajaran agamanya, inilah yang belum pernah dilakukan orang; kecuali mereka yang sudah begitu tinggi jiwanya, yang sudah sampai pada tingkat membela kebenaran demi kebenaran. Orang demikian ini sudah berada di atas kepentingan hidup pribadinya sehari hari. Kita lihat, dalam membela agama, dalam ber- dakwah untuk agama, segala kebesaran dan kemewahan hidup duniawi- nya dianggapnya kecil belaka.

Demikianlah keadaan Abu Bakr dalam persahabatannya dengan Muhammad, sejak ia memeluk Islam, hingga Rasulullah berpulang ke sisi Allah dan Abu Bakr pun kemudian kembali ke sisi-Nya.

Abu Bakr orang pertama yang memperkuat agamaTeringat saya tatkala Hamzah bin Abdul Muttalib dan Umar bin

Khattab masuk Islam, betapa besar pengaruh mereka itu dalam mem• perkuat Islam, dan bagaimana pula Allah memperkuat Islam dengan kedua mereka itu. Keduanya terkenal garang dan berpendirian teguh, kuat, ditakuti oleh lawan. Juga saya ingat, betapa Abu Bakr ketika ia masuk Islam. Tidak ragu kalau saya mengatakan, bahwa dialah orang pertama yang ditempatkan Allah untuk memperkuat agama-Nya. Orang yang begitu damai jiwanya, tenang, sangat lemah lembut dan perkasa. Matanya mudah berlinang begitu melihat kesedihan menimpa orang lain. Ternyata orang ini menyimpan iman yang begitu kuat terhadap agama baru ini, terhadap Rasul utusan Allah. Ternyata ia tak dapat ditaklukkan.

Adakah suatu kekuatan di dunia ini yang dapat melebihi kekuatan iman! Adakah suatu kemampuan seperti kemampuan iman dalam hidup ini! Orang yang mengira, bahwa kekuatan despotisma dan kekuasaan punya pengaruh besar di dunia ini, ia sudah terjerumus ke dalam jurang kesalahan. Jiwa yang begitu damai, begitu yakin dengan keimanannya akan kebenaran, yang mengajak orang berdakwah dengan cara yang bijaksana dan nasihat yang baik, dengan cara yang lemah lembut, yang bersumber dari akhlak yang mulia dan perangai yang lembut, bergaul dengan orang-orang lemah, orang-orang papa dan kaum duafa, yang dalam penderitaannya sebagai salah satu sarana dakwahnya — jiwa ini• lah yang sepantasnya mencapai sasaran sebagaimana dikehendaki, karena ia mudah diacu dan keluar sesuai dengan pola yang ada padanya.