34
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perjalanan sejarah telah melahirkan banyak karya dibidang kesusastraan Islam. Khususnya puisi yang kaya dengan muatan makna yang dalam. Pembahasan mengenai syair-syair ini pun masih menjadi bahan yang menarik untuk dikaji dan dilakukan penelitian, bahkan telah banyak hasil penelitian yang membahas karya-karya tersebut. Pesona yang dipancarkan dari syair-syair tersebut dikarenakan penggunaan bahasa simbolik, yang mengandung kedalaman makna dan pemikiran sang penyair. Selain itu syair tersebut tak hanya mewakili satu bidang pengetahuan saja, tapi mencakup bidang pengetahuan lainnya. dalam syair-syair tersebut menunjukan sisi-sisi lain dari Islam yaitu sisi keindahan yang bisa menarik pemeluknya menuju ke arah yang lebih baik. Namun demikian, penggunaan bahasa simbolik yang digunakan dapat menimbulkan banyak pertentangan 1

Muhammad Iqbal

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Muhammad Iqbal

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perjalanan sejarah telah melahirkan banyak karya dibidang kesusastraan

Islam. Khususnya puisi yang kaya dengan muatan makna yang dalam.

Pembahasan mengenai syair-syair ini pun masih menjadi bahan yang menarik

untuk dikaji dan dilakukan penelitian, bahkan telah banyak hasil penelitian yang

membahas karya-karya tersebut.

Pesona yang dipancarkan dari syair-syair tersebut dikarenakan penggunaan

bahasa simbolik, yang mengandung kedalaman makna dan pemikiran sang

penyair. Selain itu syair tersebut tak hanya mewakili satu bidang pengetahuan

saja, tapi  mencakup bidang pengetahuan lainnya. dalam syair-syair tersebut

menunjukan sisi-sisi lain dari Islam yaitu sisi keindahan yang bisa menarik

pemeluknya menuju ke arah yang lebih baik.

Namun demikian, penggunaan bahasa simbolik yang digunakan dapat

menimbulkan banyak pertentangan pemahaman, tapi berangkat dari sinilah

muncul berbagai dimensi estetika dalam Islam.

Pembahasan mengenai syair tentunya tak terlepas dari sosok yang bernama

Muhammad Iqbal. Beliau adalah seorang penyair yang sangat terkenal lewat

syair-syairnya yang penuh optimisme dan semangat serta kontribusi pemikiran

yang ia berikan tak hanya dalam bidang sastra Islam tapi juga filosofis.

Dalam kajian ini kami akan membahas seputar kehuidupan Iqbal dan kontribusi

apa yang diberikan beliau kepada Islam serta apa saja karya-karya yang telah

dilahirkan.

Pembahasan dalam makalah ini akan dibagi kedalam beberapa poin. Poin

pertama adalah pendahuluan yang akan mengantarkan kita pada pembahasan inti

1

Page 2: Muhammad Iqbal

seputar Iqbal. Selanjutnya  akan membahas seputar perjalanan hidup Iqbal,

bagaimana latar belakang keluarga yang telah mencetak penyair sefenomenal

Iqbal. Setelah itu akan dibahas mengenai kehausan Iqbal terhadap ilmu

pengetahuan serta bagaimana Iqbal mampu meraih kegemilangannya dalam dunia

sajak. Selanjutnya akan dikaji juga mengenai sebagian karya Iqbal dan terakhir

adalah kesimpulan.

Semoga beberapa poin yang disajikan dalam makalah ini akan memberikan

sedikit gamabaran mengenai sosok penyair seperti Muhammad Iqbal.

B. Rumusan Masalah

Adapun masalah yang akan saya angkat dalam penulisan makalah ini yaitu :

a. Tentang riwayat hidup Muhammad Iqbal

b. Tentang karakteristik Muhammad Iqbal

c. Tentang pemikiran-pemikiran Muhammad Iqbal

C. Tujuan Masalah

Adanya tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk menambah wawasan

dari ayng tidak tahu menjadi tahu.

2

Page 3: Muhammad Iqbal

BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Singkat Muhammad Iqbal

Muhammad Iqbal lahir di Sialkot, Punjab, 9 Nopember 1877. Menguasai

bahasa Arab dan Persia pada usia muda, disamping bahasa Urdu sebagai bahasa

ibu, Iqbal telah menjadi dosen di Universitas Lahore pada usia 24. Kemudian

melanjutkan studinya ke Universitas Cambridge di Inggris, dan meraih gelar

doktor pada usia 30 dari Universitas Munich, Jerman dengan disertasi berjudul

Perkembangan Metafisika di Persia, yang mengungkap sejumlah aspek

mistisisme Islam. Di samping berpraktek sebagai pengacara, Iqbal terjun ke

politik dan menjadi anggota parlemen daerah Punjab tahun 1920.1

Iqbal dikenal sebagai filosof penyair yang menggagas wacana tentang ide

negara Islam bagi masyarakat India di propinsi-propinsi berpenduduk mayoritas

Muslim.2 Ide inilah yang pada 1947 direalisasikan Muhammad Ali Jinnah dengan

membentuk negara Islam Pakistan, sembilan tahun setelah kematian Iqbal pada

21 April 1938.

Posisi sentralnya sebagai filosof mengemuka dalam kuliah-kuliahnya yang

kemudian dibukukan dengan judul The Reconstruction of Religious Thought in

Islam yang menjadi topik utama bahasan makalah ini. Karya-karyanya yang lain

1 Wasiullah Khan, “Muhammad Iqbal” dalam Great Muslims of 20th Century, dalam www. islam101.com.2 Dr Hasan Asari, MA, Modernisasi Islam, Tokoh, Gagasan, dan Gerakan, (Bandung : Citapusaka Media, 2002), hal. 164.

3

Page 4: Muhammad Iqbal

berupa kumpulan puisi seperti Bal-i Jibril (Sayap Jibril), Payam-i Mashriq

(Pesan dari Timur), Gulshan-i Raz-i Jadid (Taman Misteri Baru), Asrar-i Khudi

(Rahasia Diri), yang keseluruhannya kemudian dihimpun dalam Kulliyat-i Iqbal

yang diterbitkan pertama kali dalam dua bahasa; Urdu dan Persia.

Iqbal sebagaimana diakuinya sendiri adalah pengikut dan banyak dipengaruhi

pemikiran dan gagasan-gagasan Shah Wali Allah Dihlawi, Sayyed Ahmad Khan

dan Jamaluddin al-Afghani. Iqbal juga, sebagaimana dapat dibaca dalam karya

utamanya, adalah pengikut yang kritis dari pemikiran Al-Ghazali dan Immanuel

Kant, tetapi banyak berseberangan pandangan dengan Mu’tazilah dan Al-Asy’ari

sekaligus, dan juga dengan pengikut aliran filsafat Yunani, terutama Ibnu Rusyd

dan Al-Farabi.

Terhadap dua yang disebut terakhir, misalnya, Iqbal menyayangkan mereka

yang membutuhkan waktu sampai 200 tahun untuk menyadari semangat Al-

Qur’an adalah anti-klasik. “Mereka mempelajari Al-Qur’an di bawah sorotan

filsafat Yunani,” sesalnya. Kesadaran yang terlambat itu menyebabkan Al-

Ghazali mendasarkan agama kepada skeptisisme filsafat, “satu dasar yang agak

kurang aman bagi agama dan tak seluruhnya dibenarkan oleh semangat Al-

Qur’an.”3

Kritik tajamnya terhadap filsafat Yunani dia ungkapkan dengan menilai Ibnu

Rusyd sebagai orang yang telah kehilangan pandangan tentang cita-cita besar dan

3 Muhammad Iqbal, Pembangunan Kembali Alam Pikiran Islam, terj. Osman Raliby, (Jakarta : Bulan Bintang, 1983), hal. 35.

4

Page 5: Muhammad Iqbal

bermanfaat dalam Islam, dan secara tidak sadar membantu pertumbuhan filsafat

(Yunani), yang sesungguhnya mengaburkan pandangan manusia terhadap dirinya

sendiri, terhadap dunianya, dan juga terhadap Tuhannya.

Demikian pula dengan Al-Asy’ari yang dalam pandangan Iqbal

berusaha membela pemikiran tradisional mereka tetapi dengan menggunakan

dialektika Yunani sebagai senjata. Akan halnya Mu’tazilah, Iqbal menyebut

mereka sebagai pihak yang tak sanggup melihat bahwa dalam kerajaan

pengetahuan ilmiah maupun keagamaan, kemerdekaan pikiran yang mutlak

bebas dari pengalaman nyata adalah tidak mungkin.4

B. Pendidikan dan Karir Pekerjaannya

Ia lahir di sebuah kota bernama Sialkot, sebuah kota peninggalan Dinasti

Mughal India pada tanggal 22 Februari 1873.

Ayahandanya Syaikh Nur Muhammad memiliki kedekatan dengan

kalangan Sufi. Karena kesalehan dan kecerdasannya, penjahit yang cukup berhasil

ini dikenal memiliki perasaan mistis yang dalam serta rasa keingintahuan ilmiah

yang tinggi. Tak heran, jika Nur Muhammad dijuluki kawan-kawannya dengan

sebutan "Sang Filosof tanpa guru" (un parh falsafi)5

Ibunda Iqbal, Imam Bibi, juga dikenal sangat relegius. Ia membekali

kelima anaknya, tiga putri dan dua putra, dengan pendidikan dasar dan disiplin

keislaman yang kuat. Di bawah bimbingan kedua orangtuanya yang taat inilah

Iqbal tumbuh dan dibesarkan. Kelak di kemudian hari, Iqbal sering berkata bahwa

4 Ibid., hal. 36.5 Ibid,.24

5

Page 6: Muhammad Iqbal

pandangan dunianya tidaklah dibangun melalui spekulasi filosofis, tetapi diwarisi

dari kedua orangtuanya tersebut.

Pada tahun 1895 ia pergi ke Lahore, salah satu kota di India yang menjadi

pusat kebudayaan, pengetahuan dan seni. Di kota ini ia bergabung dengan

perhimpunan sastrawan yang sering diundang musyara'ah, yakni pertemuan-

pertemuan di mana para penyair membacakan sajak-sajaknya. Ini merupakan

tradisi yang masih berkembang di Pakistan dan India hingga kini. Di kota Lahore

ini, sambil melanjutkan pendidikan sarjananya ia mengajar filsafat di Government

College. Pada tahun 1897 Iqbal memperoleh gelar B.A., kemudian ia mengambil

program M.A. dalam bidang filsafat. Pada saat itulah ia bertemu dengan Sir

Thomas Arnold—orientalis Inggris yang terkenal—yang mengajarkan filsafat

Islam di College tersebut. Antara keduanya terjalin kedekatan melebihi hubungan

guru dan murid, sebagaimana tertuang dalam sajaknya Bang-I Dara6

Dengan dorongan dan dukungan dari Arnold, Iqbal menjadi terkenal

sebagai salah satu pengajar yang berbakat dan penyair di Lahore. Sajak-sajaknya

banyak diminati orang. Pada tahun 1905, ia belajar di Cambridge pada R.A.

Nicholson, seorang spesialis dalam sufisme, dan seorang Neo-Hegelian, yaitu

Jhon M.E.McTaggart. Iqbal kemudian belajar di Heidilberg dan Munich. Di

Munich ia menyelesaikan doktornya pada tahun 1908 dengan disertasi, The

Development of Metaphysics in Persia.(disertasi ini kemudian diterbitkan di

London dalam bentuk buku, dan dihadiahkan Iqbal kepada gurunya, Sir Thomas

Arnold). Setelah mendapatkan gelar doktor, ia kembali ke London untuk belajar

di bidang keadvokatan sambil mengajar bahasa dan kesusastraan Arab di

Universitas London. Selama di Eropa Iqbal tidak pernah bosan menemui para

ilmuwan untuk mengadakan berbagai perbincangan tentang persoalan-persoalan

keilmuan dan kefilsafatan. Ia juga memperbincangkan Islam dan peradabannya.

Di samping itu Iqbal memberikan ceramah dan berbagai kesempatan tentang

Islam. Isi ceramahnya tersebut dipublikasikan dalam berbagai penerbitan surat

6 Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama),182

6

Page 7: Muhammad Iqbal

kabar. Ternyata setelah menyaksikan langsung dan mengkaji kebudayaan Barat,

ia tidak terpesona oleh gemerlapan dan daya pikat kebudayaan tersebut. Iqbal

tetap concern pada budaya dan kepercayaannya.

 

C. Karya-karya Muhammad Iqbal

1. Asrar-i Khudi (Rahasia Pribadi), (1915)

2. Bang-i Dara (Seruan dari Perjalanan), (1924)

3. The Recunstruction of Relegious Thought in Islam, (1930)

4. Payam-i Masyriq (Pesan dari Timur), (1923)

 

D. Pemikiran Filsafat Iqbal

Filsafat (Al-hikmah; al-falsafah) Islam merupakan salah satu tradisi

intelektual besar dunia Islam, dan telah mempengaruhi disamping dipengaruhi

oleh banyak perspektif intelektual lain, termasuk teologi skolastik (kalam) dan

sufisme doktrinal (al-ma’rifah; ‘irfan). Filsafat Islam lahir dari spekulasi filosofis

tentang warisan filsafat Yunani, tetapi berbeda dengan sumbernya, filsafat Islam

berkonsentrasi pada apa yang disebut Seyyed Hossein Nasr sebagai “filsafat

kenabian”.7

Iqbal justru bergerak lebih jauh. Ia mempertajam pemikirannya

tentang bahasan seputar filsafat ketuhanan. Menurutnya, ambisi agama terbang

lebih tinggi dari ambisi filsafat. Agama, dalam hal ini, Islam, tidak puas hanya

dengan konsepsi saja, tetapi berusaha mencari pengetahuan yang lebih mesra

7 Seyyed Hossein Nasr, entri Filsafat, dalam John L. Esposito, (ed.), Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, Jilid 2 (Bandung : Mizan, 2001), hal. 71.

7

Page 8: Muhammad Iqbal

tentang Obyek dari yang dikejarnya. Aplikasi pengetahuan itu dimanifestasikan

dalam tindakan menyembah atau shalat.8

Dalam pandangan Iqbal, ada perbedaan prinsip antara filsafat dengan

agama. Semangat filsafat adalah semangat bebas bertanya dan mencurigai semua

yang memiliki otoritas. Filsafat berfungsi mengusut penerimaan-pemerimaan

yang tidak kritis dari pikiran manusia sampai ke dasarnya yang paling

tersembunyi sekalipun. Dalam pengusutan dan penjelajahan tersebut akhirnya

akan bermuara kepada penolakan atau penerimaan yang jujur bahwa akal semata

tidaklah sanggup mencapai kebenaran yang hakiki.9

Sebaliknya, agama berangkat dengan dasar iman yang sifatnya

dogmatik. Untungnya, iman tidaklah semata faktor perasaan tetapi

membutuhkan akal sebagai alat penjelas. Tetapi menyesuaikan agama dengan

akal tidaklah berarti mengakui kelebihan filsafat atas agama. Meski filsafat

memiliki kewenangan mempersoalkan agama, tetaplah hal itu harus mengacu

kepada sifat agama itu sendiri, yakni agama tidak semata menyangkut akal, dan

tidak pula semata menyangkut intuisi, melainkan meliputi keduanya.10

Akal sebagai wilayah kajian filsafat dan akal beserta intuisi sebagai

wilayah agama, dideskripsikan Iqbal dengan membuat pembedaan : Filsafat

bertujuan mencari kebenaran relatif, agama mencari kebenaran absolut. Filsafat

merumuskan aspek temporer kebenaran, agama merumuskan aspek keabadian

8 Iqbal, op.cit., hal. 135.9 Ibid., hal. 31.10 Ibid., hal. 32.

8

Page 9: Muhammad Iqbal

kebenaran. Agar dapat sampai kepada tujuan masing-masing, filsafat berangkat

melalui pengujian intelektual dan agama melalui pengujian pragmatis. Pengujian

intelektual yang dimaksud Iqbal adalah pemahaman kritis tanpa asumsi dasar apa

pun dari pengalaman manusia, dengan tujuan hendak menemukan apakah

pemahaman manusia tentang sesuatu itu dapat membimbingnya ke arah

kebenaran yang sama sifatnya dengan yang diungkapkan agama. Adapun

pengujian pragmatis lebih mengacu kepada hasil akhir.11 Dengan kata lain, Iqbal

nampaknya hendak mengatakan pengujian intelektual yang dilakukan filosof

berorientasi kepada metode, dan pengujian pragmatis yang dilakukan para Nabi

berorientasi kepada tujuan.

Dalam kalimat lain, Iqbal membedakan filsafat sebagai pandangan

akal tentang benda-benda tanpa merasa perlu menggagasnya sebgai sebuah

sistem. Filsafat memandang Hakikat dari jauh, agama mencari hubungan yang

lebih akrab dengan Hakikat. Filsafat adalah teori, dan agama adalah pengalaman

dan pendekatan yang digunakan untuk membuktikan kebenaran atau

ketidakbenaran teori itu.12

Filosof-Filosof yang Mempengaruhi Iqbal

11 Ibid., hal. 62.12 Ibid., hal. 103.

9

Page 10: Muhammad Iqbal

Iqbal adalah filosof Muslim yang banyak dipengaruhi oleh banyak filosof

Barat seperti Thomas Aquinas, Bergson, Nietzsche, Hegel dan masih banyak lagi

yang lainnya.13 Di antara sekian banyak filosof, menurut Donny Gahral, Nietzsche

dan Bergsonlah yang paling banyak mempengaruhi Iqbal, oleh karena itu

pemikiran kedua filosof ini akan dipaparkan sebagai berikut:

Nietzsche dan Bergson sangat mempengaruhi Iqbal khususnya konsepnya

tentang hidup sebagai kehendak kreatif yang terus bergerak menuju realisasi.

Manusia sebagai kehendak kreatif tidak bisa dibelenggu oleh hukum mekanis

maupun takdir sebagai rencana Tuhan terhadap manusia yang ditetapkan sebelum

penciptaan. Namun semangat relegius Iqbal menyelamatkannya dari sikap

atheisme yang dianut Nitzsche sebagai konsekuensi kebebasan kreatif manusia.

Iqbal masih mempertahankan Tuhan dan mengemukakan argumentasi yang bisa

mendamaikan kemahakuasaan Tuhan dengan kebebasan manusia.

Iqbal juga menolak konsep Nitzsche maupun Bergson tentang kehendak

sebagai sesuatu yang buta, khaotis, tanpa tujuan. Iqbal mengatakan bagaimanapun

orang sadar bahwa dalam kehendaknya ia memiliki tujuan karena kalau tidak buat

apa ia berkehendak, namun Iqbal menolak tujuan sebagai tujuan yang bukan

ditetapkan oleh manusia sendiri melainkan oleh takdir atau hukum evolusionistik. 

1. Friedrich Nietzsche

Filsafat Nietzsche (1844-1900) adalah filsafat kehendak untuk

penguasaan. Konsep Nietzsche tentang kehendak untuk penguasaan berkaitan

erat dengan konsep lebenphi-losophie tentang hidup. Tradisi lebenphi-

losophie memandang hidup bukan sebagai proses biologis, melainkan sebagai

sesuatu yang mengalir, meretas, dan tidak tunduk pada apa pun yang

mematikan gerak hidup. Nietzsche memandang hidup sebagai insting atas

pertumbuhan, kekekalan dan pertambahan kuasa. Pendeknya, hidup menurut

Nietzsche adalah kehendak untuk penguasaan.

13 Donny Gahral Adian, Muhammad Iqbal, (Bandung: Teraju),.34

10

Page 11: Muhammad Iqbal

Berdasarkan konsep hidup sebagai kehendak untuk penguasaan,

Nietzsche secara revolusioner mendekonstruksi tiga warisan klasik yang

menjadi pondasi dasar peradaban Barat: filsafat, moralitas, dan agama

(Yudeo-Kristiani) yang dinilainya tidak mewadahi kehendak untuk

penguasaan. Tiga serangkai yang membawa peradaban Barat menuju pada

kehancuran bukan kemajuan. Ketiga warisan klasik peradaban Barat itu

menurut Nietzche berlawanan dengan konsepnya tentang hidup.

Dengan nada ironis Iqbal pernah melukiskan Nietzsche sebagai jenius

yang kesepian dan tersesat. Bahkan nyaris putus asa. Ia merindukan seseorang

yang bisa ia patuhi untuk membimbing kekuatan-kekuatan batin dalam

kehidupan ruhaninya. Nietzsche sesungguhnya sadar akan kebutuhan

ruhaninya, tetapi ia telah gagal menumbuhkna sifat-sifat ketuhanan yang tak

terbatas dalam dirinya. Kekuatan-kekuatan batinnya malah menjadi tidak

produktif karena Nietzsche menciptakan solusi di luar kehidupan ruhaninya

melalui gagasan-gagasan semacam radikalisme aristokrasi.

Iqbal memang terinspirasi Nietzsche, terutama dalam semangatnya.

Hal ini tampak dari puisi lainnya tentang Nietzsche bahwa kita dapat meraih

semangat yang positif dan harapan dari ketulushatiannya:

Jika kau nada lembut, jangan datang padanyaGemuruh topannya adalah musik yang ditiup seruling penanyaIa celupkan pisau bedah ke lubuk hati BaratTangannya berlumuran darah setelah membersihkan darah salib KristusPada pembangunan Ka’bah, ia mendirikan rumah berhala sendiriHatinya adalah seorang mukmin, namun otaknya kafirPergilah dan bakar dirimu di api unggun raja Namrudz iniAgar taman bunga Ibrahim berbunga dari api azar

 2. Henry Bergson

Henry Bergson (1859-1941) merupakan tokoh yang bisa dibilang

paling berpengaruh terhadap pemikiran Iqbal, khususnya tentang intuisi dan

élan vital. Bergson mengemukakan adanya dua cara pengenalan yaitu analisis

11

Page 12: Muhammad Iqbal

dan intuisi. Analisis adalah aktivitas intelektual yang mengenali objek dengan

observasi bergerak mengitari objek atau dengan memisahkan bagian-bagian

konstituen objek kajiannya. Analisis bekerja dengan simbol-simbol tersebut

selalu berupa generalisasi abstrak yang melenyapkan keunikan individu

Intuisi, di lain pihak, menurut Bergson merupakan semacam rasio

simpati yang mana subjek peneliti menempatkan dirinya dalam objeknya

untuk menemukan apa yang unik dalamnya dan oleh karenanya tidak dapat

diekspresikan. Berpikir secara intuitif adalah berpikir dalam durasi. Durasi

sendiri dipahami sebagai waktu dalam bergerak berkelanjutan (continuous

flow) dan bukan waktu yang terspesialisasi oleh rasio menjadi momen-momen

atau titik-titik dalam garis. Rasio hanya mampu memahami bagian-bagian

statis dan tidak mampu menangkap pergerakan terus-menerus (durasi).

Elan Vital merupakan suatu kesadaran dari mana tumbuh kehidupan

dan semua kemungkinan kreatifnya. Evolusi bersifat kreatif dan tidak

deterministik seperti dikemukakan Darwin dan Marx karena masa depan

bersifat terbuka. Bergson menolak, berdasarkan argumen élan vitalnya,

adanya tujuan final yang ditetapkan di depan.

 D. Filosof-Filosof yang Mempengaruhi Iqbal

Iqbal adalah filosof Muslim yang banyak dipengaruhi oleh banyak filosof

Barat seperti Thomas Aquinas, Bergson, Nietzsche, Hegel dan masih banyak lagi

yang lainnya.14 Di antara sekian banyak filosof, menurut Donny Gahral, Nietzsche

dan Bergsonlah yang paling banyak mempengaruhi Iqbal, oleh karena itu

pemikiran kedua filosof ini akan dipaparkan sebagai berikut:

Nietzsche dan Bergson sangat mempengaruhi Iqbal khususnya konsepnya

tentang hidup sebagai kehendak kreatif yang terus bergerak menuju realisasi.

Manusia sebagai kehendak kreatif tidak bisa dibelenggu oleh hukum mekanis

maupun takdir sebagai rencana Tuhan terhadap manusia yang ditetapkan sebelum

penciptaan. Namun semangat relegius Iqbal menyelamatkannya dari sikap

14 Donny Gahral Adian, Muhammad Iqbal, (Bandung: Teraju),.34

12

Page 13: Muhammad Iqbal

atheisme yang dianut Nitzsche sebagai konsekuensi kebebasan kreatif manusia.

Iqbal masih mempertahankan Tuhan dan mengemukakan argumentasi yang bisa

mendamaikan kemahakuasaan Tuhan dengan kebebasan manusia.

Iqbal juga menolak konsep Nitzsche maupun Bergson tentang kehendak

sebagai sesuatu yang buta, khaotis, tanpa tujuan. Iqbal mengatakan bagaimanapun

orang sadar bahwa dalam kehendaknya ia memiliki tujuan karena kalau tidak buat

apa ia berkehendak, namun Iqbal menolak tujuan sebagai tujuan yang bukan

ditetapkan oleh manusia sendiri melainkan oleh takdir atau hukum evolusionistik. 

1. Friedrich Nietzsche

Filsafat Nietzsche (1844-1900) adalah filsafat kehendak untuk

penguasaan. Konsep Nietzsche tentang kehendak untuk penguasaan berkaitan

erat dengan konsep lebenphi-losophie tentang hidup. Tradisi lebenphi-

losophie memandang hidup bukan sebagai proses biologis, melainkan sebagai

sesuatu yang mengalir, meretas, dan tidak tunduk pada apa pun yang

mematikan gerak hidup. Nietzsche memandang hidup sebagai insting atas

pertumbuhan, kekekalan dan pertambahan kuasa. Pendeknya, hidup menurut

Nietzsche adalah kehendak untuk penguasaan.

Berdasarkan konsep hidup sebagai kehendak untuk penguasaan,

Nietzsche secara revolusioner mendekonstruksi tiga warisan klasik yang

menjadi pondasi dasar peradaban Barat: filsafat, moralitas, dan agama

(Yudeo-Kristiani) yang dinilainya tidak mewadahi kehendak untuk

penguasaan. Tiga serangkai yang membawa peradaban Barat menuju pada

kehancuran bukan kemajuan. Ketiga warisan klasik peradaban Barat itu

menurut Nietzche berlawanan dengan konsepnya tentang hidup.

Dengan nada ironis Iqbal pernah melukiskan Nietzsche sebagai jenius

yang kesepian dan tersesat. Bahkan nyaris putus asa. Ia merindukan seseorang

yang bisa ia patuhi untuk membimbing kekuatan-kekuatan batin dalam

kehidupan ruhaninya. Nietzsche sesungguhnya sadar akan kebutuhan

ruhaninya, tetapi ia telah gagal menumbuhkna sifat-sifat ketuhanan yang tak

13

Page 14: Muhammad Iqbal

terbatas dalam dirinya. Kekuatan-kekuatan batinnya malah menjadi tidak

produktif karena Nietzsche menciptakan solusi di luar kehidupan ruhaninya

melalui gagasan-gagasan semacam radikalisme aristokrasi.

Iqbal memang terinspirasi Nietzsche, terutama dalam semangatnya.

Hal ini tampak dari puisi lainnya tentang Nietzsche bahwa kita dapat meraih

semangat yang positif dan harapan dari ketulushatiannya:

Jika kau nada lembut, jangan datang padanyaGemuruh topannya adalah musik yang ditiup seruling penanyaIa celupkan pisau bedah ke lubuk hati BaratTangannya berlumuran darah setelah membersihkan darah salib KristusPada pembangunan Ka’bah, ia mendirikan rumah berhala sendiriHatinya adalah seorang mukmin, namun otaknya kafirPergilah dan bakar dirimu di api unggun raja Namrudz iniAgar taman bunga Ibrahim berbunga dari api azar

 2. Henry Bergson

Henry Bergson (1859-1941) merupakan tokoh yang bisa dibilang

paling berpengaruh terhadap pemikiran Iqbal, khususnya tentang intuisi dan

élan vital. Bergson mengemukakan adanya dua cara pengenalan yaitu analisis

dan intuisi. Analisis adalah aktivitas intelektual yang mengenali objek dengan

observasi bergerak mengitari objek atau dengan memisahkan bagian-bagian

konstituen objek kajiannya. Analisis bekerja dengan simbol-simbol tersebut

selalu berupa generalisasi abstrak yang melenyapkan keunikan individu

Intuisi, di lain pihak, menurut Bergson merupakan semacam rasio

simpati yang mana subjek peneliti menempatkan dirinya dalam objeknya

untuk menemukan apa yang unik dalamnya dan oleh karenanya tidak dapat

diekspresikan. Berpikir secara intuitif adalah berpikir dalam durasi. Durasi

sendiri dipahami sebagai waktu dalam bergerak berkelanjutan (continuous

flow) dan bukan waktu yang terspesialisasi oleh rasio menjadi momen-momen

atau titik-titik dalam garis. Rasio hanya mampu memahami bagian-bagian

statis dan tidak mampu menangkap pergerakan terus-menerus (durasi).

14

Page 15: Muhammad Iqbal

Elan Vital merupakan suatu kesadaran dari mana tumbuh kehidupan

dan semua kemungkinan kreatifnya. Evolusi bersifat kreatif dan tidak

deterministik seperti dikemukakan Darwin dan Marx karena masa depan

bersifat terbuka. Bergson menolak, berdasarkan argumen élan vitalnya,

adanya tujuan final yang ditetapkan di depan.

E. Pemikiran-Pemikiran Muhammad Iqbal

1. Filsafat Ego atau Khudi

Konsep tentang hakikat ego atau individualitas merupakan konsep

dasar dari filsafat Iqbal, dan menjadi alas penopang keseluruhan struktur

pemikirannya. Masalah ini dibahas dalam karyanya yang ditulis dalam bahasa

Persia dengan bentuk matsnawi berjudul Asrar-i Khudi; kemudian

dikembangkan dalam berbagai puisi dan dalam kumpulan ceramah yang

kemudian dibukukan dengan judul The Reconstruction of Relegious Thought

in Islam15

Menurut Iqbal, khudi, arti harfiahnya ego atau self atau individualitas,

merupakan suatu kesatuan yang riil atau nyata, adalah pusat dan landasan dari

semua kehidupan, merupakan suatu iradah kreatif yang terarah secara

rasional. Arti terarah secara rasional, menjelaskan bahwa hidup bukanlah

suatu arus tak terbentuk, melainkan suatu prinsip kesatuan yang bersifat

mengatur, suatu kegiatan sintesis yang melingkupi serta memusatkan

kecenderungan-kecenderungan yang bercerai-berai dari organisme yang hidup

ke arah suatu tujuan konstruktif. Iqbal menerangkan bahwa khudi merupakan

pusat dan landasan dari keseluruhan  kehidupan. Hal ini tercantum pada

beberapa matsnawinya dalam Asrar-i Khudi.

Bentuk kejadian ialah akibat dari khudiApa saja yang kaulihat ialah rahasia khudiDijelmakannya alam cita dan pikian murniApa guna wujudmu melainkan untuk mengembangkan dayamu?

15 Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama),185

15

Page 16: Muhammad Iqbal

Kalau kau perkuat dirimu dengan khudiKau akan pecahkan dunia sesuka khudimu;Jika kau hendak hidup, isilah dirimu dengan khudiApakah mati sebenarnya? Melepaskan semua khudi Kenapa berkhayal itulah terpisahnya roh dari tubuhBermukimlah dalam khudi, penaka YusufMajulah dari rebutan yang satu ke rebutan yang lainPikirkanlah khudimu dan jadilah beraksi

Jadilah manusia-Tuhan, kandunglah rahasia dalammu. Ego bagi Iqbal adalah kausalitas pribadi yang bebas. Ia mengambil

bagian dalam kehidupan dan kebebasan Ego mutlak. Sementara itu, aliran

kausalitas dari alam mengalir ke dalam ego dan dari ego ke alam. Karena itu,

ego dihidupkan oleh ketegangan interaktif dengan lingkungan. Dalam keadaan

inilah Ego Mutlak membiarkan munculnya ego relatif yang sanggup

berprakarsa sendiri dan membatasi kebebasan ini atas kemauan bebasnya

sendiri. Menurut Iqbal, nasib sesuatu tidak ditentukan oleh sesuatu yang

bekerja di luar. Takdir adalah pencapaian batin oleh sesuatu, yaitu

kemungkinan-kemungkinan yang dapat direalisasikan yang terletak pada

kedalaman sifatnya.

Untuk memperkuat ego dibutuhkan cinta (intuisi) dan ketertarikan,

sedangkan yang memperlemahnya adalah ketergantungan pada yang lain.

Untuk mencapai kesempurnaan ego maka setiap individu mesti menjalani tiga

tahap. Pertama, setiap individu harus belajar mematuhi dan secara sabar

tunduk kepada kodrat makhluk dan hukum-hukum ilahiah. Kedua, belajar

berdisiplin dan diberi wewenang untuk mengendalikan dirinya melalui rasa

takut dan cinta kepada Tuhan seraya tidak bergantung pada dunia. Ketiga,

menyelesaikan perkembangan dirinya dan mencapai kesempurnaan spiritual

(Insan Kamil).

2. Filsafat Ketuhanan

16

Page 17: Muhammad Iqbal

Tuhan sebagai objek kajian metafisika memiliki kekhususan dibanding

kedua objek metafisika lainnya. Apabila manifestasi lahiriah dari semesta

maupun jiwa dapat ditangkap indra, maka hal yang sama tidak berlaku bagi

realitas ketuhanan. Tuhan adalah suatu yang mutlak tidak ditangkap indra.

Metafisika yang mengkaji tentang Tuhan disebut filsafat ketuhanan

(teologi naturalis) untuk membedakannya dari teologi adikodrati atau teologi

wahyu. Apabila filsafat ketuhanan mengambil Tuhan sebagai titik akhir atau

kesimpulan seluruh pengkajiannya, maka teologi wahyu sebagai titik awal

pembahasannya.

Filsafat ketuhanan berurusan dengan pembuktian kebenaran adanya

Tuhan yang didasarkan pada penalaran manusia. Filsafat ketuhanan tidak

mempersoalkan eksistensi Tuhan, disiplin tersebut hanya ingin

menggarisbawahi bahwa apabila tidak ada penyebab pertama yang tidak

disebabkan maka kedudukan benda-benda yang relatif-kontigen tidak dapat

dipahami akal.

Paling tidak, terdapat tiga argumen besar dalam filsafat ketuhanan:

argumen kosmologis, argumen teologis, dan argumen ontologis. Argumen

kosmologis mengemukakan bahwa Tuhan harus ada, karena kalau tidak maka

akan ada rangkaian kausalitas yang tak terhingga untuk menjelaskan

peristiwa-peristiwa. Argumen teologis mengemukakan bahwa dari struktur

finalitas realitas dapat ditariik kesimpulan adanya Sang Pencipta yang

menetapkan struktur tersebut. Sedangkan argumen ontologis mengemukakan

bahwa Tuhan ada karena kita memikirkannya dan memprediksikan eksistensi

terhadap Dirinya.16

Iqbal secara tegas menolak argumen-argumen para filosof skolastik

tersebut. Baginya argumen-argumen ini telah menemui kegagalan. Di

samping tampak sebagai suatu interpretasi pengalaman yang dibuat-dibuat,

menurutnya argumen-argumen itu mengundang pula kesesatan logis. Iqbal

16 Donny Gahral Adian, Muhammad Iqbal, (Bandung: Teraju),.60

17

Page 18: Muhammad Iqbal

mengungkapkan bahwa di antara penyebab kegagalan argumen-argumen ini

adalah karena dipaksakannya dualisme epistemologis, yaitu pemisahan antara

pikiran dan wujud (being). Padahal dalam argumen-argumen itu sendiri

sesungguhnya telah tersirat bahwa pikiran dan wujud pada akhirnya

merupakan satu kesatuan.

Iqbal sepakat dengan Kant bahwa rasio manusia memiliki keterbatasan

dalam mengetahui hakikat Tuhan. Namun keterbatasan rasio tidak menjadikan

Iqbal seorang skeptis seperti Kant, ia tetap meyakini bahwa manusia mampu

memperoleh pengetahuan tentang Tuhan secara langsung melalui proses

intuisi dalam pengalaman relegius. Dalam hal ini konsep intuisi Iqbal berbeda

dengan konsep intuisi kaum mistikus. Apabila kaum mistikus menekankan

kontak langsung dengan Tuhan lewat proses intuisi, Iqbal menolaknya dengan

mengatakan bahwa apa yang pertama-pertama tersingkap secara kuat lewat

intuisi adalah keberadaan ego atau diri yang kreatif dan bebas.

Filsafat ketuhanan Iqbal berbeda dengan filsafat ketuhanan

kontemplatif karena Iqbal berangkat dari filsafat manusia yang menekankan

pengetahuan langsung tentang keberadaan ego atau diri yang bebas-kreatif.

Metafisika gerak Iqbal mengemukakan bahwa manusia bukanlah

benda statis tetapi suatu aktivitas gerak dinamis-kreatif yang terus merindu

akan kesempurnaan. Hidup keberagamaan sendiri menurut Iqbal adalah suatu

proses evolusi yang dapat dibagi menjadi tiga tahap, iman, pemikiran dan

penemuan. Pada tahap pertama yaitu tahap iman kita menerima apa yang

difirmankan Tuhan tanpa keraguan sedikitpun. Pendeknya segala sesuatu yang

berasal dari Tuhan adalah mutlak benar karena berasal dari Tuhan dan bukan

konstruksi manusia. Pada tahap kedua yaitu tahap pemikiran. Kita tidak

sekadar menaati secara buta firman Tuhan melainkan mulai memikirkan

maksud dari firman tersebut atau singkatnya kita mencoba memahami secara

18

Page 19: Muhammad Iqbal

rasional apa yang kita percayai.17[ Dan pada tahap terakhir yaitu tahap

penemuan kita mencapai kontak langsung dengan realitas ultim yang

merupakan sumber semua hukum dan kenyataan.18

Menurut Iqbal agama bukan sekadar sekumpulan ajaran untuk

menekan aktivitas nafsu instingtif manusia (agama sebagai instrumen moral)

seperti diklaim para psikoanalisis (Freud, Jung). Bagi Iqbal, agama lebih dari

sekadar etika yang berfungsi membuat orang terkendali secara moral. Fungsi

sesungguhnya adalah mendorong proses evolusi ego manusia di mana etika

dan pengendalian diri menurut Iqbal hanyalah tahap awal dari keseluruhan

perkembangan ego manusia yang selalu mendampakan kesempurnaan.

Dengan kata lain, agama justru mengintegrasikan kembali kekuatan-kekuatan

pribadi seseorang.

BAB III

PENUTUP

17 Thomas Aquinas, seorang teolog-filosof termasyhur Abad Pertengahan, mengemukakan suatu diktum berbunyi: fides quaerit intelectum atau iman mencari penjelasan rasional.18 Donny Gahral Adian, Muhammad Iqbal, (Bandung: Teraju),.94

19

Page 20: Muhammad Iqbal

A. Kesimpulan

Dari makalah yang saya tullis maka dapatlah kesimpulan tentang riwayat

Muhammad Iqbal dan pembuktian adanya tuhan sebab Muhammad Iqbal

beranggapan bahwa tuahan itu ialah iradah yang abadi. Adapun ajaran-ajaran

Muhammad Iqbal yaitu diantaranya filssafat dan lain-lain. Dan Muhammad Iqbal

dalam memproses adanya tuhan dengan memahami dengan menggunakan metode

intuisi-intuisi yang merupakan suatu mata bahu yang tajam tetapi tidak boleh

disamakan dengan sifat kemanusiaan yang utuh.

B. Kritik Dan Saran

Bahwasanya dalam makalah ini masih banyak sekali kekirangan dan

kesalahan yang harus kita benahi bersama, maka kritik dan saran dari teman-teman

semua sangat kami harapkan untuk perbaikan makalah ini untuk lebih baik dan yang

baik.

DAFTAR PUSTAKA

Mustofa. 2007. filsafat islam. Bandung : CV Pustaka Setia

20

Page 21: Muhammad Iqbal

Adian, Donny Gahral, Muhammad Iqbal, Teraju, Bandung: 2003

Iqbal, Muhammad, Rekonstruksi Pemikiran Agama dalam Islam, Lazuardi,

Yogyakarta: 2002

Esposito, John L., (ed.), Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, Jilid 2 (Bandung :

Mizan, 2001).

Farnell, Lewis R, The Attributes of God (Oxford : Clarendon Press, 1925).

Hasan Asari, Dr, MA, Modernisasi Islam, Tokoh, Gagasan, dan Gerakan, (Bandung :

Citapusaka Media, 2002)

Nasution, Dr Hasyimsyah, MA, Filsafat Islam (Jakarta : Gaya Media Pratama,

2002).

Iqbal, Muhammad, Pembangunan Kembali Alam Pikiran Islam, terj. Osman Raliby,

(Jakarta : Bulan Bintang, 1983).

Khan, Wasiullah, “Muhammad Iqbal” dalam Great Muslims of 20th Century, dalam

www. islam101.com.

Tafsir Al-Muntakhab, Edisi Arab-Indonesia (Kairo : Universitas Al-Azhar,

Kementerian Wakaf dan Majelis Tinggi Urusan Agama Islam Republik Arab

Mesir, 1421 H), http ://www. awkaf.org.

Thawil Akhyar Dasoeki, Sebuah Kompilasi Filsafat Islam ,

Semarang : Dina Utama, 1993

M. M. Sharif, Iqbal : Tentang Tuhan dan Keindahan, Bandung : CV.

Mizan, tt

21

Page 22: Muhammad Iqbal

22