104
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Amidasi Senyawa Etil p-metoksisinamat Melalui Reaksi Langsung dengan Iradiasi Microwave Serta Uji Aktivitas Sebagai Antiinflamasi SKRIPSI MUHAMMAD REZA NIM: 1111102000120 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA APRIL 2015

MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Amidasi Senyawa Etil p-metoksisinamat Melalui ReaksiLangsung dengan IradiasiMicrowave Serta Uji Aktivitas

Sebagai Antiinflamasi

SKRIPSI

MUHAMMAD REZANIM: 1111102000120

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANPROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTAAPRIL 2015

Page 2: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

i

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Amidasi Senyawa Etil p-metoksisinamat Melalui ReaksiLangsung dengan IradiasiMicrowave Serta Uji Aktivitas

Sebagai Antiinflamasi

SKRIPSIDiajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi

MUHAMMAD REZANIM: 1111102000120

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANPROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTAAPRIL 2015

Page 3: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah benar hasil karya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan benar.

Nama : Muhammad Reza

NIM : 1111102000120

Tanda Tangan :

Tanggal : April 2015

Page 4: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Nama : Muhammad RezaNIM : 1111102000120Program Studi : Strata-1 FarmasiJudul Skripsi : Amidasi Senyawa Etil p-metoksisinamat Melalui Reaksi

Langsung dengan Iradiasi Microwave Serta Uji AktivitasSebagai Antiinflamasi

Disetujui Oleh:

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Ismiarni Komala, M.Sc., Ph.D., Apt.

NIP. 197806302006042001

Yardi, Ph.D., Apt.

NIP. 197411232008011014

Mengetahui,

Ketua Program Studi FarmasiFakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt.

Page 5: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

iv

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh:Nama : Muhammad RezaNIM : 1111102000120Program Studi : Strata-1 FarmasiJudul Skripsi : Amidasi Senyawa Etil p-metoksisinamat Melalui Reaksi

Langsung dengan Iradiasi Microwave Serta Uji AktivitasSebagai Antiinflamasi

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Pengujidan diterimasebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelarSarjana Farmasipada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran danIlmu Kesehatan (FKIK), Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif HidayatullahJakarta

DEWAN PENGUJI

Pembimbing 1 : Ismiarni Komala, M.Sc., Ph.D., Apt. ( )

Pembimbing 2 : Yardi, Ph.D., Apt. ( )

Penguji 1 : Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt. ( )

Penguji 2 : Lina Elfita, M.Si., Apt. ( )

Ditetapkan di : Ciputat

Tanggal : April 2015

Page 6: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

v

ABSTRAK

Nama : Muhammad RezaProgram Studi : Strata-1 FarmasiJudul Skripsi : Amidasi Senyawa Etil p-metoksisinamat Melalui Reaksi

Langsung dengan Iradiasi Microwave Serta Uji AktivitasSebagai Antiinflamasi

Etil p-metoksisinamat (EPMS) merupakan senyawa yang terkandung dalam

Kencur (Kaempferia galanga Linn.) yang memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi.

Modifikasi struktur EPMS melalui amidasi dapat meningkatkan aktivitas

antiinflamasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan struktur

aktivitas senyawa amida turunan EPMS terhadap antiinflamasi. Amidasi EPMS

dilakukan dengan mereaksikannya dengan etanolamin dan dietanolamin dengan

perbandingan 5 mmol:10 mmol. Hasil amidasi EPMS dengan etanolamin

menghasilkan N-(hidroksietil)-p-metoksi sinamamida dengan rendemen 61,32%

dan amidasi EPMS dengan dietanolamin menghasilkan N,N-bis-(hidroksietil) -p-

metoksi sinamamida dengan rendemen 92,62%. Pengujian aktivitas antiinflamasi

dilakukan secara in vitro menggunakan metode inhibisi denaturasi BSA dan

didapatkan hasil bahwa aktivitas N-(hidroksietil)-p-metoksi sinamamida dan N,N-

bis-(hidroksietil)-p-metoksi sinamamida lebih besar dibandingkan dengan EPMS.

Hal ini menujukkan bahwa adanya gugus amida pada EPMS dapat meningkatkan

aktivitas antiinflamasi.

Kata kunci : etil p-metoksisinamat, amidasi, etanolamin, dietanolamin,Bovine Serum Albumin

Page 7: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

vi

ABSTRACT

Name : Muhammad RezaStudy Program : Bachelor of PharmacyTitlel : The Amidation Process of Ethyl p-metoxycinnamate

Using Microwave Irradiation Method and Determinationof Anti-inflammatory Activity

Ethyl p-metoxycinnamate (EPMC) is a compound which is contained in Kencur

(Kaempferia galangal Linn.) which has anti-inflammatory activity. The EMPC

structural modification through amidation process can increased the anti-

inflammatory activity. The aims of this study were to determine the structure

activity relationship of EPMC amides derivative to the anti-inflammatory activity.

The amidation process of EPMC has been done by treatment using ethanolamine

and diethanolamine with the ratio concentration of 5 mmol:10 mmol, respectively.

The result showed that the amidation of EPMC using ethanolamine produced N-

(hydroxyethyl)-p-metoxycinnamamide with a yield of 61.32% while diethanol-

amine produced N,N-bis-(hydroxyethyl)-p-metoxycinnamamide with a yield of

92.62%. The anti-inflammatory activity performed in in vitro using the inhibiton

denaturation process of Bovine Serum Albumin (BSA) method and showed that

N-(hydroxyethyl)-p-metoxycinnamamide and N,N-bis-(hydroxyethyl)-p-

metoxycinnamamide has a higher activity than EPMC. This shows that the amide

group on EPMC can increase the anti-inflammatory activity.

Keywords : Ethyl-p-metoxycinnamate, amidation, ethanolamine,diethanolamine, Bovine Serum Albumin

Page 8: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur penulis ucapkan

kehadirat Allah SWT yang senantiasa mencurahkan nikmat dan rahmat-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini hingga selesai. Penulisan skripsi

yang berjudul “Amidasi Senyawa Etil p-metoksisinamat Melalui Reaksi Langsung

dengan Iradiasi Microwave Serta Uji Aktivitas Sebagai Antiinflamasi” bertujuan

untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK), Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Pada kesempatan ini, penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan

dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini,

sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis

mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada:

1. Ismiarni Komala, M.Sc., Ph.D., Apt. dan Yardi, Ph.D., Apt., selaku dosen

pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, waktu, tenaga, saran,

dan dukungan dalam penelitian ini.

2. Dr. Arief Sumantri, SKM, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt., selaku Kepala Program Studi Farmasi dan Ofa

Suzanti Betha, M.Si., Apt., selaku Sekretaris Program Studi Farmasi Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan banyak motivasi, bantuan, serta

ilmu pengetahuan yang telah diberikan kepada penulis.

4. Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt., dan Lina Elfita, M.Si., Apt., selaku dewan

penguji yang telah banyak memberikan bimbingan, saran, dan dukungan dalam

penelitian ini.

5. Seluruh dosen di Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, atas

ilmu pengetahuan yang telah diberikan kepada penulis.

6. Kedua orang tua, ayahanda tersayang Mul Agustus dan ibunda tercinta Siti

Hasanah yang selalu memberikan kasih sayang, doa yang tak pernah terputus

dan dukungan baik moril maupun materil. Tak ada satu hal pun di dunia ini yang

dapat membalas semua kebaikan, cinta, dan kasih sayang yang telah kalian

Page 9: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

viii

berikan kepada anakmu, semoga Allah selalu memberikan keberkahan, kesehatan,

keselamatan, perlindingan, cinta, dan kasih sayang kepada kedua orang tua

penulis tercinta.

7. Kepada abangku Ahmad Yani, S.S., dan kakakku Dewi Mardasari, S.Pdi.,

tersayang yang selalu memberikan arahan dan semangat. Kedua adikku tersayang,

Adinda Amalia Silmina dan Izzah Amalina yang selalu memberikan semangat

dan doa hingga penelitian ini berjalan dengan lancar.

8. Seluruh keluarga besar Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

yang telah memberikan kesempatan, dan kemudahan untuk melakukan

penelitian serta dukungan yang amat besar.9. Syarifatul Mufidah, yang telah memberikan ilmu, pengalaman dan bimbingan

dalam melaksanakan penelitian ini, serta Aziz Iqbal Iraqia, Rhesa Ramdhan dan

Muhammad Haidar Ali atas segala pengertian, semangat, perhatian, dan

bantuannya.

10. Dan tak lupa kepada Gina Kholisoh yang telah memberikan dukungan, semangat

dan doanya sehingga penelitian ini berjalan dengan lancar.

11. Teman-teman Program Studi Farmasi Angkatan 2011 yang telah memberi

banyak semangat dan kebersamaannya, terimakasih atas kerjasama dalam

penelitian ini.

12. Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah

memberikan dukungan hingga terwujudnya skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun penulis

berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu

pengetahuan pada umumnya, dan ilmu farmasi pada khususnya. Akhir kata, penulis

berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah

membantu penulis dalam penelitian ini.

Ciputat, April 2015

Penulis

Page 10: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

ix

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGASAKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Muhammad Reza

NIM : 1111102000120

Program Studi : Strata-1 Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK)

Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah

saya, dengan judul:

AMIDASI SENYAWA ETIL P-METOKSISINAMAT MELALUI REAKSI

LANGSUNG DENGAN IRADIASIMICROWAVE SERTA UJI AKTIVITASSEBAGAI ANTIINFLAMASI

Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain, yaitu Digital

Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.

Demikian pernyataan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Ciputat

Pada Tanggal : April 2015

Yang Menyatakan,

(Muhammad Reza)

Page 11: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

x

DAFTAR ISI

HalHALAMAN JUDUL........................................................................................ iHALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS........................................... iiHALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................... iiHALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... ivABSTRAK........................................................................................................ vABSTRACT...................................................................................................... viKATA PENGANTAR...................................................................................... viiHALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH................. ixDAFTAR ISI ................................................................................................... xDAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiiDAFTAR TABEL............................................................................................ xiiiDAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xivDAFTAR ISTILAH......................................................................................... xvBAB 1 PENDAHULUAN................................................................................ 1

1.1. Latar Belakang................................................................................ 11.2. Rumusan Masalah........................................................................... 31.3. Tujuan Penelitian............................................................................ 31.4. Manfaat Penelitian.......................................................................... 41.5. Hipotesis......................................................................................... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 52.1. Senyawa Etil p-metoksisinamat (EPMS)....................................... 52.2. Amida............................................................................................. 62.3. Reaksi Pembuatan Amida............................................................... 72.4. Perkembangan Amidasi pada AINS............................................... 92.5. Etanolamin...................................................................................... 102.6. Dietanolamin.................................................................................. 112.7. Iradiasi Microwave......................................................................... 12

2.7.1. Prinsip Dasar Mekanisme Reaksi dengan Metode IradiasiMicrowave............................................................................ 12a. Mekanisme secara polarisasi dipolar................................ 12b.Mekanisme secara konduksi............................................. 13

2.7.2. Pengaruh Iradiasi Microwave terhadap Laju Reaksi............ 132.8. Identifikasi...................................................................................... 14

2.8.1. Kromatografi........................................................................ 14a. Kromatografi Lapis Tipis.................................................. 14b. Kromatografi Gas.............................................................. 17

2.8.2. Spektrofotometri................................................................... 18a. Spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infra Red).......... 18b. Spektrofotometri UV-Vis.................................................. 20c. Spektrofotometri Resonansi Magnetik ............................ 21

2.9. Inflamasi........................................................................................ 222.9.1.Pengertian Inflamasi............................................................. 222.9.2.Mekanisme Terjadinya Inflamasi......................................... 232.9.3.Jenis Inflamasi...................................................................... 24

Page 12: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

xi

2.9.4.Obat Antiinflamasi............................................................... 252.9.5.Mekanisme Kerja Antiinflamasi dalam Menghambat

Denaturasi Protein................................................................ 26BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN........................................................ 28

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian........................................................ 283.1.1. Tempat................................................................................. 283.1.2. Waktu................................................................................... 28

3.2. Alat dan Bahan.............................................................................. 283.2.1. Alat...................................................................................... 283.2.2. Bahan................................................................................... 28

3.3. Prosedur Penelitian........................................................................ 293.3.1. Amidasi Etil p-metoksisinamat........................................... 293.3.2. Identifikasi Senyawa............................................................ 293.3.3. Pembuatan Reagen untuk Uji Antiinflamasi....................... 303.3.4. Uji In vitro Antiinflamasi.................................................... 31

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................... 324.1. Amidasi Etil p-metoksisinamat..................................................... 32

4.1.1. Reaksi Amidasi dengan Etanolamin................................... 334.1.2. Reaksi Amidasi dengan Dietanolamin................................ 35

4.2. Identifikasi Senyawa Hasil Amidasi............................................. 364.2.1. Senyawa A........................................................................... 384.2.2. Senyawa B........................................................................... 42

4.3. Pengujian Aktivitas Antiinflamasi dan Hubungan StrukturAktivitas Senyawa Hasil Modifikasi............................................ 47

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN........................................................... 505.1. Kesimpulan................................................................................... 505.2. Saran............................................................................................. 50

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 51LAMPIRAN..................................................................................................... 57

Page 13: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

xii

DAFTAR GAMBAR

HalGambar 2.1 Etil p-metoksisinamat.................................................................. 5Gambar 2.2 Jalur asam sikimat dalam biosintesa fenilpropanoid untuk

menghasilkan etil p-metoksisinamat........................................... 6Gambar 2.3 Struktur umum amida.................................................................. 6Gambar 2.4 Reaksi umum sintesis pembentukan amida................................. 7Gambar 2.5 Reaksi pembentukan amida......................................................... 8Gambar 2.6 Reaksi umum sinteis pembentukan amida melalui iradiasi

microwave................................................................................... 9Gambar 2.7 Reaksi amidasi asam karboksilat dengan urea melalui iradiasi

microwave................................................................................... 9Gambar 2.8 Struktur senyawa etanolamin...................................................... 10Gambar 2.9 Struktur senyawa dietanolamin................................................... 11Gambar 2.10 Pergerakan molekul dipolar teradiasi microwave....................... 13Gambar 2.11 Mekanisme konduksi partikel bermuatan teradiasi microwave.. 13Gambar 2.12 Skema kromatografi lapis tipis....................................................17Gambar 2.13 Alur mediator yang berasal dari asam arakidonat dan tempat

kerja obat.....................................................................................24Gambar 4.1 Mekanisme amidasi etil p-metoksisinamat dengan etanolamin

dan dietanolamin.........................................................................33Gambar 4.2 Reaksi amidasi etil p-metoksisinamat dengan etanolamin..........34Gambar 4.3 KLT senyawa hasil amidasi etanolamin (Senyawa A)............... 34Gambar 4.4 Reaksi amidasi etil p-metoksisinamat dengan dietanolamin...... 35Gambar 4.5 KLT senyawa hasil amidasi dietanolamin (Senyawa B).............36Gambar 4.6 KLT senyawa dengan eluen etil asetat:metanol perbandingan

9:1 (visualisasi UV λ 245 nm).................................................... 37Gambar 4.7 Pola fragmentasi massa senyawa A............................................ 39Gambar 4.8 (a) Struktur senyawa A; (b) Struktur etil p-metoksisinamat....... 40Gambar 4.9 Pola fragmentasi massa senyawa B.............................................44Gambar 4.10 (a) Struktur senyawa B; (b) Struktur etil p-metoksisinamat....... 44Gambar 4.11 Bagan persentase inhibisi etil p-metoksisinamat dan senyawa

turunannya...................................................................................48Gambar 4.12 Struktur EPMS dan senyawa modifikasi.....................................49

Page 14: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

xiii

DAFTAR TABEL

HalTabel 4.1 Daftar daerah spektrum IR senyawa A............................................ 39Tabel 4.2 Data pergeseran kimia (δ) spektrum 1H NMR senyawa A

(CD3OD, 500 MHz).........................................................................40Tabel 4.3 Data pergeseran kimia (δ) spektrum 13C NMR senyawa A

(CD3OD, 500 MHz).........................................................................41Tabel 4.4 Daftar daerah spektrum IR senyawa B............................................ 43Tabel 4.5 Data pergeseran kimia (δ) spektrum 1H NMR senyawa B

(CD3OD, 500 MHz).........................................................................45Tabel 4.6 Data pergeseran kimia (δ) spektrum 13C NMR senyawa B

(CD3OD, 500 MHz).........................................................................46Tabel 4.7 Hasil uji antiinflamasi natrium diklofenak dan senyawa

modifikasi EPMS.............................................................................48

Page 15: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

HalLampiran 1 Kerangka Penelitian.................................................................. 57Lampiran 2 Identifikasi Etil p-metoksisinamat.............................................58Lampiran 3 Hasil Optimasi Metode Reaksi Amidasi................................... 63Lampiran 4 Tabel Hasil Uji Antiinflamasi................................................... 65Lampiran 5 Perhitungan Reaksi....................................................................66Lampiran 6 Dokumentasi..............................................................................67Lampiran 7 Spektrum IR Senyawa A........................................................... 71Lampiran 8 Spektrum GCMS Senyawa A....................................................72Lampiran 9 Spektrum 1H NMR Senyawa A.................................................74Lampiran 10 Spektrum 13C NMR Senyawa A................................................77Lampiran 11 Spektrum IR Senyawa B........................................................... 80Lampiran 12 Spektrum GCMS Senyawa B.................................................... 81Lampiran 13 Spektrum 1H NMR Senyawa B................................................. 83Lampiran 14 Spektrum 13C NMR Senyawa B................................................ 86

Page 16: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

xv

DAFTAR ISTILAH

AINS : Anti Inflamasi Non SteroidBSA : Bovine Serum AlbuminCOX : Siklooksigenaseg : gramGCMS : Gas Chromatography Mass SpectrofotometryIC : Inhibitor ConcentrationIR : Infra RedKLT : Kromatografi Lapis TipisNMR : Nuclear Magnetic ResonanceUV : Ultra Violet

Page 17: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta1

BAB 1PENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangIndonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati terbesar

kedua di dunia. Keanekaragaman hayati Indonesia terdiri atas 25.000-30.000

spesies tanaman yang merupakan 80% dari jenis tanaman di dunia dan 90%

dari jenis tanaman asia, dimana sekitar tujuh ribu spesies tanaman di

Indonesia digunakan masyarakat sebagai obat (Pramono E, 2002). Disisi lain

berdasarkan pemetaan riset yang dilakukan oleh Dewan Riset Nasional

tahun 2006 – 2007 untuk bidang kesehatan dan obat menunjukkan bahwa

aktivitas riset yang paling tinggi adalah riset obat alami dari senyawa aktif

alam (Menteri Kesehatan RI, 2013). Keanekaragaman hayati dan banyaknya

riset di bidang bahan obat alami akan mendorong perkembangan industri

bahan baku obat alami.

Salah satu tanaman di Indonesia yang berpotensi sebagai obat adalah

kencur (Kaempferia galanga L.). Kencur termasuk ke dalam famili

Zingiberaceae dan merupakan tanaman asli india yang penyebarannya sudah

memasuki kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia. Rimpang kencur

secara empiris telah dimanfaatkan dalam mengobati berbagai penyakit

seperti radang lambung, radang anak telinga, influenza pada bayi, masuk

angin, sakit kepala, batuk, memperlancar haid, mata pegal, keseleo, diare,

menghilangkan darah kotor dan mengusir lelah (Al-Fattah, 2011).

Penelitian sebelumnya telah melaporkan mengenai aktivitas kencur,

diantaranya adalah aktivitas ekstrak etanol kencur sebagai penyembuh luka

(Tara et al, 2006), aktivitas ekstrak minyak atsiri kencur sebagai antibakteri

dan antifungi (Tewtrakul et al, 2005), aktivitas ekstrak etanol kencur sebagai

analgesik dan antiinflamasi (Vittalro et al, 2011), dan aktivitas kencur

sebagai antioksidan (Mekseepralard, 2010).

Kandungan metabolit sekunder dalam ekstrak rimpang kencur

diantaranya adalah Beta-sitosterol (9,88%), asam propionat (4,71%),

pentadekan (2,08%), asam tridekanoat (1,81%), 1,21-docosadiene (1,47%)

Page 18: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2

dan etil p-Metoksisinamat (80,05%) (Umar et al, 2012). Senyawa etil

p-metoksisinamat merupakan senyawa potensial sebagai bahan dasar sintesa

untuk turunan sinamat karena memiliki gugus fungsi ester yang sangat

reaktif sehingga mudah ditransformasikan dengan gugus fungsi lainnya

seperti gugus amina. Transformasi gugus fungsi ester menjadi gugus fungsi

amida dapat dilakukan dengan mereaksikan langsung dengan pereaksi

senyawa amina seperti etanolamin pada kondisi tertentu (Barus, 2009).

Dalam penelitian Umar et al, menyatakan bahwa etil p-metoksisinamat

menghambat aktivitas COX-1 (42,9%) dan COX-2 (57,82%), dengan

masing-masing nilai lC50 1,12 µM dan 0,83 µM. Dengan demikian

membuktikan bahwa aktivitas kencur sebagai antiinflamasi dihasilkan dari

penghambatan COX-1 dan COX-2.

Penggunaan antiinflamasi non steroid memiliki kelemahan, salah

satunya adalah kurang selektif dalam menghambat COX-1 dan COX-2

dengan efek samping iritasi gastrointestinal dan ulserasi (P. K. Moore et al,

2000; Nazeruddin G. M. et al, 2010). Oleh karena itu, dikembangkan desain

modifikasi obat senyawa antiinflamasi dengan subtitusi gugus amina.

Dimana dari beberapa penelitian menyatakan bahwa pengembangan obat

dengan subtitusi gugus amina pada obat antiinflamasi non steroid dapat

meningkatkan analgesik, gastroprotektif dan aktivitas antiinflamasi (Kumar

et al, 2010). Efek gastroprotektif meningkat karena kecenderungan obat

antiinflamasi non steroid mengalami proses hidrolisis pada bagian usus kecil

(Rakesh et al, 2010).

Untuk mengeksplorasi hubungan struktur terhadap aktivitas senyawa

etil p-metoksisinamat sebagai agen antiinflamasi, maka akan dilakukan

penelitian tentang pengaruh subtitusi gugus amina pada struktur ester.

Penelitian akan dilakukan dengan melihat hubungan struktur terhadap

aktivitas antiinflamasi produk amidasi senyawa etil p-metoksisinamat.

Beberapa penelitian telah dilakukan terkait modifikasi struktur

senyawa etil p-metoksisinamat dengan subtitusi gugus amina, diantaranya

modifikasi struktur etil p-metoksisinamat melalui proses amidasi dengan

etanolamin (Barus, 2009) dan amidasi dengan dietanolamin (Bangun, 2011).

Page 19: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3

Pada penelitian tersebut metode amidasi konvensional yang dilakukan

memiliki banyak kekurangan seperti waktu reaksi yang lama, serta bahan

dan alat yang digunakan banyak. Selain itu pada penelitian tersebut belum

dilakukan uji aktivitas antiinflamasi. Sehingga menarik untuk dikembangkan

proses amidasi melalui rekasi langsung dengan iradiasi microwave (Ferroud

et al, 2008; Khalafi et al, 2003) serta uji aktivitas antiinflamasi dari senyawa

hasil amidasi tersebut. Proses sintesis kimia organik dengan menggunakan

iradiasi microwave memiliki kelebihan seperti waktu reaksi lebih cepat,

produk lebih bersih, selektivitas lebih tinggi, dan hasil yang lebih baik

(Bhuiyan, 2011).

Dalam penelitian ini, uji aktivitas antiinflamasi menggunakan metode

penghambatan denaturasi protein secara in vitro dengan Bovine Serum

Albumin (BSA). Uji ini dipilih karena sederhana, mudah, memerlukan

sedikit sampel dan analisanya cepat. Denaturasi protein pada jaringan adalah

salah satu penyebab penyakit inflamasi dan artritis. Produksi dari antigen-

auto pada penyakit artritis dapat mengakibatkan denaturasi protein secara

in vivo. Oleh karena itu, penggunaan suatu agen tertentu yang bisa

mencegah denaturasi protein akan bermanfaat dalam pengembangan obat

antiinflamasi (Chatterjee et al., 2012).

1.2. Rumusan Masalah

a. Apakah amidasi senyawa etil p-metoksisinamat dapat dilakukan melalui

reaksi langsung dengan iradiasi microwave?

b. Bagaimana hubungan struktur aktivitas antiinflamasi senyawa yang

dihasilkan dari amidasi etil p-metoksisinamat?

1.3. Tujuan Penelitian

a. Melakukan amidasi senyawa etil p-metoksisinamat melalui reaksi

langsung dengan iradiasi microwave.

b. Mengetahui hubungan struktur aktivitas antiinflamasi senyawa hasil dari

proses amidasi etil p-metoksisinamat.

Page 20: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4

1.4. Hipotesis

a. Amidasi etil p-metoksisinamat melalui reaksi langsung dengan iradiasi

microwave akan merubah gugus ester pada etil p-metoksisinamat

menghasilkan senyawa turunan yang mengandung gugus amida.

b. Penambahan gugus amida pada senyawa etil p-metoksisinamat akan

mempengaruhi aktivitas sebagai agen antiinflamasi.

1.5. Manfaat Penelitiana. Mendapatkan senyawa turunan etil p-metoksisinamat yang mengandung

gugus amida yang diharapkan dapat memberikan informasi baru

mengenai hubungan struktur senyawa etil p-metoksisinamat terhadap

aktivitas antiinflamasi.

b. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

mengenai proses amidasi senyawa etil p-metoksisinamat melalui reaksi

langsung dengan iradiasi microwave dan uji aktivitas antiinflamasi dari

senyawa tersebut.

Page 21: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta5

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Senyawa Etil p-metoksisinamat (EMPS)Etil p-metoksisinamat atau C12H14O3 termasuk turunan asam sinamat,

dimana asam sinamat adalah turunan senyawa fenil propanoat. Senyawa

EPMS berbentuk kristal putih kekuningan, memiliki aroma yang khas,

mempunyai berat molekul 206 g/mol dan titik leleh 47-52oC (Mufidah,

2014). Senyawa EPMS merupakan golongan senyawa ester yang

mengandung cincin benzena dan gugus metoksi yang bersifat nonpolar dan

juga gugus karbonil yang mengikat etil yang bersifat sedikit polar. Sehingga

dalam ekstraksinya dapat menggunakan pelarut-pelarut yang mempunyai

variasi kepolaran yaitu etanol, etil asetat, metanol, air dan heksana (Barus,

2009).

Gambar 2.1 Etil p-metoksisinamat (Barus, 2009).

Etil p-metoksisinamat merupakan turunan sinamat yang biosintesanya

termasuk jalur sikimat. Pembentukan asam sikimat dimulai dengan

kondensasi aldol antara suatu tetrosa, yakni eritrosa, dan asam

fosfoenolpiruvat. Pada kondensasi ini, gugus metilen C=CH2 dari asam

fosfoenolpiruvat berlaku sebagai nukleofil dan beradisi dengan gugus

karbonil C=O dari eritrosa, menghasilkan suatu gula yang terdiri dari 7

atom karbon. Selanjutnya, reaksi yang analog (intramolekuler)

menghasilkan asam 5-dehidrokuinat yang mempunyai lingkar

sikloheksana, yang kemudian diubah menjadi asam sikimat. Reaksi pararel

yang sejenis terhadap tirosin yang mempunyai tingkat oksidasi yang lebih

tinggi menghasilkan asam p-kumarat. (Bangun, 2011).

Page 22: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

6

Gambar 2.2 Jalur asam sikimat dalam biosintesa fenilpropanoid untuk

menghasilkan etil p-metoksisinamat (Bangun, 2011).

2.2. AmidaSuatu amida ialah senyawa yang mempunyai nitrogen trivalent terikat

pada suatu gugus karbonil. Suatu amida diberi nama asam karboksilat

induknya, dengan mengubah imbuhan asam…-oat (atau-at) menjadi amida

(gambar 2.3).

Gambar 2.3 Struktur umum amida (Fessenden and Fessenden, 1999).

Amida disintesis dari derivat asam karboksilat dan ammonia atau amina

sesuai gambar 2.4.

Page 23: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

7

Gambar 2.4 Reaksi umum sintesis pembentukan amida (Fessenden and

Fessenden, 1999).

Seperti asam karboksilat, amida memiliki titik leleh dan titik didih

yang tinggi karena adanya pembentukan ikatan hidrogen. Amida mampu

membentuk ikatan hidrogen intermolekular selama masih terdapat hidrogen

yang terikat pada nitrogen. Senyawa ini juga sangat istimewa karena

nitrogennya mampu melepaskan elektron dan mampu membentuk suatu

ikatan pi dengan karbon karbonil. Pelepasan elektron ini menstabilkan

hibrida resonansi (bresnick, S.M.D., 1996).

2.3. Reaksi Pembuatan Amida

Amida asam lemak pada industri oleokimia dapat dibuat dengan

mereaksikan asam lemak atau metal ester asam lemak dengan suatu amina

(Maag, 1984). Amida asam lemak dibuat secara sintetis pada industri

oleokimia dalam proses batch, dimana ammonia dan asam lemak bebas

bereaksi pada suhu 200oC dan tekanan 345-690 kpa selama 10-12 jam.

Dengan proses tersebutlah dibuat amida primer seperti lauramida,

stearamida serta lainnya.

Amida primer juga dibuat dengan mereaksikan ammonia dengan metal

ester asam lemak. Reaksi ini mengikuti konsep HSAB diamana H+ dari

ammonia merupakan hard acid yang mudah bereaksi dengan hard base

CH3O- untuk membentuk metanol. Sebaliknya NH2- lebih soft base

Page 24: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

8

dibandingkan dengan CH3O- akan terikat dengan R-CO+ yang lebih soft

acid dibandingkan H+ membentuk amida.

Gambar 2.5 Reaksi pembentukan amida.

Senyawa amina yang digunakan untuk reaksi tersebut antara lain

etanolamin dan dietanolamin, yang jika direaksikan dengan asam lemak

pada suhu tinggi, 150oC-200oC akan membentuk suatu amida dan

melepaskan air (gambar 2.5). Reaksi amidasi antara alkil klorida lebih

mudah dengan gugus amina dibandingkan dengan terjadinya reaksi

esterifikasi dengan gugus hidroksil, juga sebelumnya telah teruji dengan

adanya reaksi antara laurel anhidrida dengan propanolamin untuk

membentuk senyawa N,N-dilauroil propanolamin (Cho dan Kim, 1985).

Adanya amina apabila direaksikan dengan ester baru terjadi pada suhu

tinggi dan sangat lambat sekali apabila dilakukan pada suhu rendah dengan

bantuan katalis basa Lewis NaOMe yang lebih kuat dari trietilamin. Reaksi

amidasi antara amina dan ester dengan bantuan katalis NaOMe baru dapat

terjadi pada suhu 100o-120oC, sedangkan apabila tidak digunakan katalis

maka reaksi baru dapat berjalan pada suhu 150o-250oC (Gabriel, R., 1984).

Reaksi amidasi juga dapat terjadi dengan mereaksikan amina dengan

ester atau asam karboksilat melalui irradiasi microwave. Reaksi itu

terbentuk tanpa menggunakan katalis, bebas pelarut dan reaksinya

berlangsung cepat dengan reaksi umum pada gambar 2.6 (Ferroud et al,

2008).

Page 25: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

9

Gambar 2.6 Reaksi umum sintesis pembentukan amida melalui iradiasi

microwave (Ferroud et al, 2008).

Selain itu reaksi amidasi dapat terjadi dengan mereaksikan (1

mmol) ester atau asam karboksilat dengan (2 mmol) urea dan (1 mmol)

imidazol sebagai katalis melalui irradiasi microwave. Reaksi tersebut

terjadi pada daya iradiasi 300 watt selama 90-360 second dengan yield 47-

88%. Reaksi pembentukan amida dapat dilihat pada gambar 2.7 (Khalafi et

al, 2003).

Gambar 2.7 Reaksi amidasi asam karboksilat dengan urea melalui iradiasi

microwave (Khalafi et al, 2003).

2.4. Perkembangan amidasi pada AINS

Salah satu pengembangan dan modifikasi struktur AINS adalah dengan

menambahan gugus amina yang bertujuan untuk mengurangi efek samping

AINS terhadap gastrointestinal dengan meningkatnya selektifitas

penghambatan COX-2 dan menurunkan selektifitas penghambatan COX-1

(S. Kalgutkar, Amit et al, 2000).

Modifikasi ibuprofen menjadi turunan amida menggunakan amina

alifatik atau aromatik yang berbeda menghasilkan peningkatan aktivtas

analgesic, gastroprotektif dan aktivitas inflamasi (Kumar, Manoj et al,

2010). Efek gastroprotektif meningkat karena kecenderungan obat

antiinflamasi non steroid mengalami proses hidrolisis pada bagian usus

kecil (Rakesh et al, 2010). Selain ibuprofen, modifikasi struktur senyawa

antiinflamasi dengan penambahan gugus amina juga dilakukan pada

Page 26: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

10

indometasin dan asam meklofenamat, dimana turunan amida dari

indometasin menghasilkan efek penghambatan selektif COX-2 dan

menghilangkan efek samping pada gastrointestinal (S. Kalgutkar, Amit et

al, 2000).

2.5. EtanolaminEtanolamin atau sering disebut dengan 2-aminoetanol atau

MonoEtanolAmina (MEA) merupakan sebuah larutan kental, alkohol

amino yang bersifat higroskopis dengan bau ammonia. Didistribusikan

dalam jaringan biologis dan merupakan komponen dari lesitin. Biasa

digunakan sebagai surfaktan, reagen fluorimetrik, dan untuk

menghilangkan CO2 dan H2S dari gas alam dan gas lainnya (Pubchem).

Gambar 2.8 Struktur senyawa etanolamin (Pubchem).

Berat molekul = 61,08. Etanolamin diperoleh dalam skala besar

dengan amonolisis etilen oksida. Etanolamin adalah cairan viskos dengan

berat jenis 1,02, bersifat higroskopis, berbau amoniak, titik lebur = 10,3oC

dan titik didih 170,8oC. Senyawa ini dapat bercampur dengan air, methanol

dan aseton. Larut pada suhu 25oC dalam benzene, 14% eter, 2,1% CCl4,

02% n-heptan (Merck, 1976).

Etanolamin digunakan untuk menghilangkan gas asam dari pipa gas.

Etanolamin mengasorpsi CO2 dan H2S, tapi dietanolamin mampu

mengabsorpsi karbonil sulfide. Karena bersifat basa lemah, etanolamin

dapat menghasilkan senyawa lain dengan gas asam dimana senyawa ini

akan terurai oleh aliran uap dan etanolamin dapat diregenerasi kembali

untuk dipakai (Wittcoff, H. A, 2004).

Page 27: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

11

2.6. Dietanolamin

Dietanolamin merupakan cairan tidak berwarna atau sedikit berwarna,

memiliki rumus kimia (HOCH2CH2)2NH. (Departemen Kesehatan RI,

1995). Dietanolamin pertama kali diperoleh dengan mereaksikan dua mol

dietanolamin dengan satu mol asam lemak. Senyawa ini diberi nama

Kritchevsky amida sesuai dengan nama penemunya. Bahan baku yang

digunakan dalam produksi dietanolamin dapat berupa asam lemak,

trigliserida atau metil ester. Dietanolamin biasanya diproduksi secara kimia

konvensional pada temperatur 150oC selama 6-12 jam (Herawan, dkk.

1999). Dietanolamin adalah senyawa yang terdiri dari gugus amina dan

dialkohol. Dialkohol menunjukkan adanya dua gugus hidroksil pada

molekulnya. Dietanolamin juga dikenal dengan nama

bis(hydroxyethyl)amine, diethylolamine, diolamine hydroxydiethylamine

dan 2,2-iminodiethanol.

Sifat- sifat dietanolamin adalah sebagai berikut (Pubchem):

Rumus molekul: C4H11NO2

Berat Molekul : 105,13564 gr/mol

Densitas : 1,0966 gr/cm3 pada suhu 20oC

TitikLebur : 28oC (1 atm)

TitikDidih : 269oC (1 atm)

Kelarutan : Sangat larut dalam air dan etanol, sedikit larut

dalam etil eter dan benzen

Gambar 2.9 Struktur senyawa dietanolamin (Pubchem).

Page 28: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

12

2.7. IradiasiMicrowaveEnergi alternatif “iradiasi microwave” dapat digunakan untuk proses

sintesis senyawa organik. Dalam spektrum radiasi elektromagnetik, daerah

radiasi gelombang mikro terletak antara radiasi inframerah dan gelombang

radio. Gelombang mikro mempunyai panjang gelombang 1 mm – 1 m

dengan frekuensi antara 0,3 – 300 GHz. Pada umumnya, untuk

menghindari interferensi, peralatan microwave biasanya diatur dengan

panjang gelombang 12,2 cm dengan frekuensi 2,45 GHz (Lidstrom et al,

2001). Radiasi gelombang mikro merupakan radiasi nonionisasi yang dapat

memutuskan suatu ikatan sehingga menghasilkan energi yang

dimanifestasikan dalam bentuk panas melalui interaksi antara zat atau

medium. Energi tersebut dapat direfleksikan, ditransmisikan atau

diabsorbsikan (Varma, 2001).

2.7.1. Prinsip Dasar Mekanisme Reaksi dengan Metode IradiasiMicrowave

Secara teoritis ada dua proses mekanisme yang terjadi pada

metode iradiasi microwave, yaitu mekanisme polarisasi dipolar dan

mekanisme secara konduksi.

a. Mekanisme secara polarisasi dipolar

Prinsip dari mekanisme ini adalah terjadinya polarisasi

dipolar sebagai akibat adanya interaksi dipol-dipol antara

molekul-molekul polar ketika di radiasikan dengan microwave.

Dipol tersebut sangat sensitif terhadap medan listrik yang

berasal dari luar sehingga dapat mengakibatkan terjadinya

rotasi pada molekul tersebut sehingga menghasilkan sejumlah

energi (Lidstrom et al, 2001). Energi yang dihasilkan pada

proses tersebut adalah energi kalor sehingga hal tersebut

dikenal dengan istilah efek termal (pemanasan dielektrik)

(Perreux, 2001). Ilustrasi suatu pergerakan molekul secara

mekanisme polarisasi dipolar saat molekul diradiasi

microwave dapat dilihat pada gambar 2.10.

Page 29: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

13

Gambar 2.10 Pergerakan molekul dipolar teradiasi

microwave (Kingston, 1988)

b. Mekanisme secara konduksiMekanisme secara konduksi terjadi pada larutan-larutan

yang mengandung ion. Bila suatu larutan yang mengandung

partikel bermuatan atau ion diberikatan suatu medan listrik

maka ion-ion tersebut akan bergerak. Pergerakan tersebut akan

mengakibatkan peningkatan kecepatan terjadinya tumbukan

sehingga akan mengubah energi kinetik menjadi energi kalor.

Mekanisme konduksi suatu larutan yang mengandung partikel

bermuatan saat diradiasi microwave dapat diihat pada gambar

2.11.

Gambar 2.11 Mekanisme konduksi partikel bermuatan

teradiasi microwave (Kingston, 1988)

2.7.2. Pengaruh IradiasiMicrowave terhadap laju reaksiKetergantungan konstanta laju reaksi (k) terhadap suhu dapat

dinyatakan dengan persamaan Arrhenius:

RTEaAeK /

Dimana Ea adalah energi aktifasi dari suatu reaksi (dalam

kiloJoule per mol), R adalah konstanta gas (8,314 J/K.mol), T adalah

suhu mutlak, dan e adalah basis dari skala logaritma. Besaran A

menyatakan frekuensi tumbukan dan dinamakan faktor frekuensi.

Page 30: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

14

Faktor ini dapat dianggap sebagai konstanta untuk sistem reaksi

tertentu dalam kisaran suhu yang cukup lembut (Chang, 2005).

Microwave dapat menginduksi kenaikan vibrasi suatu molekul

sehingga berpengaruh terhadap faktor A pada persamaan di atas

(Lidstrom et al, 2001). Kenaikan harga A akibat kenaikan vibrasi

suatu molekul berbanding lurus dengan harga K, sehingga K pun

juga meningkat. Bila harga K suatu reaksi meningkat maka laju

reaksi akan ikut meningkat.

Metode pemanasan dengan gelombang mikro ini memiliki banyak

keunggulan, seperti waktu reaksi lebih cepat, produk lebih bersih,

selektivitas lebih tinggi, dan hasil yang lebih baik. Hal ini menjadi

alternatif utama untuk memperoleh hasil sintesis dari berbagai senyawa

organik yang lebih efisien, dengan operasional yang sederhana dan kondisi

reaksi yang ringan (Bhuiyan et al, 2011).

2.8. Identifikasi2.8.1. Kromatografi

Kromatografi adalah metode fisika untuk pemisahan, dalam

mana komponen-komponen yang akan dipisahkan didistribusikan

antara dua fase, salah satunya merupakan lapisan stasioner dengan

permukaan yang luas, dan fase yang lain berupa zat alir (fluid)

yang mengalir lambat (perkolasi) menembus atau sepanjang lapisan

stasioner itu. Fase stasioner dapat berupa zat padat atau cairan, dan

fase geraknya dapat berupa cairan atau gas (Underwood, 1989).

a. Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh

Izmailoff dan Schraiber pada tahun 1938. KLT merupakan

bentuk kromatografi planar, selain kromatografi kertas dan

elektroforesis. Berbeda dengan kromatografi kolom yang mana

fase diamnya diisikan atau dikemas di dalamnya, pada

kromatografi lapis tipis, fase diamnya berupa lapisan yang

seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang

Page 31: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

15

didukung oleh lempeng kaca, pelat aluminium, atau pelat

plastik. Meskipun demikian, kromatografi planar ini dapat

dikatakan sebagai bentuk terbuka dari kromatografi kolom

(Gandjar dan Rohman, 2007).

Cara pemisahan dengan adsorpsi pada lapisan tipis

adsorben yang dikenal dengan kromatografi lapis tipis (thin

layer chromatography atau TLC) telah meluas penggunannya

dan diakui merupakan cara pemisahan yang baik, khususnya

untuk kegunaan analisis kualitatif. Kini TLC dapat digunakan

untuk memisahkan berbagai senyawa seperti ion-ion organik,

kompleks senyawa-senyawa organik dengan anorganik, dan

senyawa-senyawa organik baik yang terdapat di alam dan

senyawa-senyawa organic sintetik (Adnan, 1997).

Kelebihan pengguanaan kromatografi lapis tipis

dibandingkan dengan kromatografi kertas ialah karena

dihasilkannya pemisahan yang lebih sempurna, kepekaan yang

lebih tinggi, dan dapat dilaksanakan dengan lebih cepat.

Banyak pemisahan yang memakan waktu berjam-jam bila

dikerjakan dengan kromatografi kertas, tetapi dapat

dilaksanakan hanya beberapa menit saja bila dikerjakan dengan

TLC (thin layer chromatography) (Adnan, 1997).

Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan

penjerap berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30

μm. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam dan

semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik

kinerja KLT dalam hal efisiensi dan resolusinya (Gandjar dan

Rohman, 2007).

Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi

lebih sering dengan mencoba-coba karena waktu yang

diperlukan hanya sebentar. Sistem yang paling sederhana

adalah campuran dua pelarut organik karena daya elusi

campuran kedua pelarut ini mudah diatur sedemikian rupa

Page 32: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

16

sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal (Gandjar dan

Rohman, 2007).

Berikut adalah petunjuk dalam memilih dan

mengoptimasi fase gerak :

1) Fase gerak harus memiliki kemurnian yang sangat tinggi

karena KLT merupakan teknik yang sensitif.

2) Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga

harga Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan

pemisahan.

3) Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar

seperti silika gel, polaritas fase gerak akan menentukan

kecepatan migrasi solute yang berarti juga menentukan nilai

Rf. Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar seperti

dietil eter ke dalam pelarut non polar seperti metil benzen

akan meningkatkan harga Rf secara signifikan.

4) Solut-solut ionic dan solut-solut polar lebih baik digunakan

campuran pelarut sebagai fase geraknya, seperti campuran

air dan metanol dengan perbandingan tertentu. Penambahan

sedikit asam etanoat atau ammonia masing-masing akan

meningkatkan solut-solut yang bersifat basa dan asam

(Gandjar dan Rohman, 2007).

Mengidentifikasi noda-noda dalam kromatografi lapis tipis

sangat lazim menggunakan harga Rf (Retordation Factor)

Harga Rf beragam mulai dari 0 sampai 1. Faktor-faktor yang

mempengaruhi: Struktur kimia dari senyawa yang sedang

dipisahkan, Sifat penjerap, Tebal dan kerataan dari lapisan

penjerap, Pelarut dan derajat kemurniannya, Derajat kejenuhan

uap pengembang dalam bejana, Teknik percobaan, Jumlah

cuplikan yang digunakan, Suhu dan Kesetimbangan

(Sastrohamidjojo, 1985).

Page 33: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

17

Gambar 2.12 Skema kromatografi lapis tipis

b. Kromatografi Gas

Kromatograf gas merupakan salah satu metode pemisahan

di mana fase bergeraknya adalah gas dan zat terlarut terpisah

sebagai uap. Pemisahan tercapai dengan partisi sampel antara

fase gas bergerak dan fase diam berupa cairan dengan titik didih

tinggi (tidak mudah menguap) yang terikat pada zat padat

penunjangnya (Khopkar, 2003).

Sampel diinjeksikan melalui suatu sampel injection port

yang temperaturnya dapat diatur, senyawa-senyawa dalam

sampel akan menguap dan akan dibawa oleh gas pengemban

menuju kolom. Zat terlarut akan teradsorpsi pada bagian atas

kolom oleh fase diam, kenudian akan merambat dengan laju

rambatan masing-masing komponen yang sesuai dengan nilai

koefisien partisi masing-masing komponen tersebut.

Komponen-komponen tersebut terelusi sesuai dengan urut-

urutan makin membesarnya nilai koefisisen partisi menuju ke

detektor. Detektor mencatat seluruh sederetan sinyal yang

timbul akibat perubahan konsentrasi dan perbedaan laju elusi.

Page 34: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

18

Pada alat pencatat sinyal ini akan tampak sebagai kurva antara

waktu terhadap komposisi aliran gas pembawa.

Ada beberapa kelebihan kromatografi gas, diantaranya

kita dapat menggunakan kolom lebih panjang untuk

menghasilkan efisiensi pemisahan yang tinggi. Gas dan uap

mempunyai viskositas yang rendah, demikian juga

kesetimbangan partisi antara gas dan cairan berlangsung cepat,

sehingga analisis relatif cepat dan sensitivitasnya tinggi. Fase

gas dibandingkan fase cair tidak bersifat reaktif terhadap fase

diam dan zat-zat terlarut. Kelemahannya adalah teknik ini

terbatas untuk zat yang mudah menguap (Khopkar, 2003).

2.8.2. Spektrofotometria. Spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infra Red)

Spektroskopi adalah studi mengenai interaksi antara

energy cahaya dan materi. Warna-warna yang Nampak dan

fakta bahwa orang bias melihat adalah akibat-akibat absorpsi

energy oleh senyawa organik maupun anorganik, yang

merupakan perhatian primer bagi ahli kimia organik ialah fakta

bahwa panjang gelombang pada suatu senyawa organik

menyerap energy cahaya, bergantung pada struktur senyawa itu.

Oleh karena itu teknik-teknik spektoskopi dapat digunakan

untuk menentukan struktur senyawa yang tidak diketahui dan

untuk mempelajari karakteristik ikatan dari senyawa yang

diketahui (Fessenden dan Fessenden, 1986).

Analis spektoskopi inframerah mencakup beberapa

metode yang berdasarkan atas absorpsi atau refleksi dari radiasi

elektromagnetik (Rousessac dan Rousessac, 2000). Spectrum

inframerah berada di antara daerah sinar tampak dan daerah

microwave. Daerah spectrum yang paling baik digunakan untuk

berbagai keperluan praktis dalam kimia organik adalah antara

4000-400 cm-1. Rentang bilangan gelombang inframerah dibagi

dalam tiga daerah, inframerah jauh (200-10 cm-1), inframerah

Page 35: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

19

tengah (4000-200 cm-1) dan inframerah dekat (12500-4000 cm-

1) (Watson, 2009).

Dua jenis instrument yang biasa digunakan untuk

memperoleh spectrum inframerah yaitu instrument disperse,

yang menggunakan suatu monokromator untuk memilih

masing-masing bilangan gelombang secara berurutan untuk

memantau intensitasnya setelah radiasi telah melewati sampel,

dan instrument transformasi Fourier, yang menggunakan suatu

interferometer. Instrument transformasi Fourier menghasilkan

sumber radiasi dengan masing-masing bilangan gelombang

dapat dipantau dalam ± 1 detik pulsa radiasi tanpa memerlukan

disperse. Dalam suatu instrument inframerah transformasi

Fourier (Fourier transform onfrared, FT-IR), prinsipnya adalah

monokromator digantikan oleh suatu interferometer.

Interferometer menggunakan cermin bergerak untuk

memindahkan bagian radiasi yang dihasilkan oleh satu sumber,

sehingga menghasilkan suatu interferogram yang dapat diubah

dengan menggunakan suatu persamaan yang disebut

‘Transformasi Fourier’ untuk mengekstraksi spectrum dari suatu

seri frekuensi yang bertumpang tindih (Watson, 2009).

Spektorskopi FTIR memiliki banyak keunggulan

disbanding spektroskopi inframerah diantaranya yaitu lebih

cepat karena pengukuran dilakukan secara serentak (simultan),

serta mekanik optic lebih sederhana dengan sedikit komponen

yang bergerak (Suseno dan Firdausi, 2008).

Jika sinar infamerah dilewatkan melalui sampel senyawa

organik, maka terdapat sejumlah frekuensi yang diserap dan ada

yang diteruskan atau ditransmisikan tanpa diserap. Serapan

cahaya oleh molekul tergantung pada struktur elektronik dari

molekul tersebut. Moleku yang menyerap energy tersebut

terjadiperubahan energy vibrasi dan perubahan tingkat energy

rotasi. Pada suhu kamar, molekul senyawa organik dalam

Page 36: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

20

keadaan diam, setiap ikatan mempunyai frekuensi yang

karakteristik untuk terjadinya vibrasi ulur (stretching vibration)

dan vibrasi tekuk (bending vibrations) dimana sinar inframerah

dapat diserap pada frekuensi tersebut (Suseno dan Firdausi,

2008).

b. Spektrofotometri UV-VisSpektrofotometri serap merupakan pengukuran interaksi

antara radiasi elektromagnetik panjang gelombang tertentu

yang sempit dan mendekati monokromatik, dengan molekul

atau atom dari suatu zat kimia. Hal ini didasarkan pada

kenyataan bahwa molekul selalu mengabsorbsi cahaya

elektromagnetik jika frekuensi cahaya tersebut sama dengan

frekuensi getaran dari molekul tersebut. Elektron yang terikat

dan elektron yang tidak terikat akan tereksitasi pada suatu

daerah frekuensi yang sesuai dengan cahaya ultraviolet dan

cahaya tammpak (UV-Vis) (Roth et al., 1994).

Spektrum absorbsi daerah ini adalah sekitar 220 nm

sampai 880 nm dan dinyatakan sebagai spektrum elektron.

Suatu spektrum ultraviolet meliputi daerah bagian ultraviolet

(190-380 nm), spektrum Vis (Visible) bagian sinar tampak

(380-780 nm).

Pengukuran dengan alat spektrofotometer UV-Vis

didasarkan pada hubungan antara berkas radiasi

elektromagnetik yang ditransmisikan (diteruskan) atau yang

diabsorbsi dengan tebalnya cuplikan dengan konsentrasi dari

komponen penyerap. Hubungan tersebut dinyatakan dalam

Hukum Lambert-Beer (Sastroamidjojo, 1985) :

A = a . b . c

Keterangan :

(a) Daya Serap ; (b) Tebal Kuvet ; (c) Konsentrasi larutan ; (A)

Serapan

Page 37: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

21

Instrumentasi dari spektrofotometer UV-Vis ini dapat

diuraikan sebagai berikut :

1. Suatu sumber energi cahaya yang berkesinambungan yang

meliputi daerah spektrum yang mana alat tersebut dirancang

untuk beroperasi.

2. Suatu monokromator, yakni sebuah piranti untuk

memencilkan pita sempit panjang gelombang dari spektrum

lebar yang dipancarkan oleh sumber cahaya.

3. Suatu wadah untuk sampel (dalam hal ini digunakan kuvet).

4. Suatu detektor, yang berupa transduser yang merubah

energi cahaya menjadi suatu isyarat listrik.

5. Suatu amplifier (pengganda) dan rangkaian yang merubah

energi cahaya menjadi suatu isyarat listrk.

6. Suatu sistem baca dimana diperagakan besarnya isyarat

listrik yang ditangkap.

c. Spektrofotometri Resonansi Magnetik

Radiasi pada daerah frekuensi radio digunakan untuk

mengeksitasi atom-atom, biasanya proton-proton atau atom-

atom karbon-13, sehingga spinnya berubah dari sejajar menjadi

sejajar melawan medan magnet yang digunakan. Rentang

frekuensi yang dibutuhkan untuk eksitasi dan pola-pola

pembagian kompleks yang dihasilkan sangat khas pada struktur

kimia molekul tersbut (Watson, 2009).

Spektra NMR biasanya ditentukan dari larutan substansi

yang akan dianalisis. Untuk itu pelarut yang digunakan tidak

boleh mengandung atom hidrogen karena akan mengganggu

puncak spectrum. Ada dua cara untuk mencegah gangguan oleh

pelarut. Kit dapat menggunakan pelarut seperti tetraklormetana,

CCl4 yang tidak mengandung hidrogen atau pelarut yang atom

hidrogennya telah diganti dengan isotopnya yaitu deuterium,

sebagai contoh CDCl3. Atom-atom deuterium mempunyai sifat

magnetik yang sedikit berbeda dengan hidrogen, sehingga

Page 38: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

22

mereka akan menghasilkan puncak pada area spectrum yang

berbeda (Sudjadi, 1983).

Instrumen NMR terdiri atas komponen-komponen

sebagai berikut (Willard et al., 1988) :

1. Magnet untuk memisahkan energi spin nuklir.

2. Paling tidak terdapat dua saluran frekuensi radio, satu untuk

stabilisasi medan/frekuensi dan satu untuk memberikan

frekuensi radio untuk energi penyinaran. Yang ketiga dapat

digunakan untuk masing-masing inti yang akan dipisahkan.

3. Probe sampel yang mengandung kumparan untuk kopling

sampel dengan bidang frekuensi radio.

4. Detektor untuk memproses sinyal NMR.

5. Generator (Sweep Generator) untuk menyapu bersih baik

medan magnet maupun frekuensi radio melalui frekuensi

resonansi sampel.

6. Rekorder untuk menampillkan spectrum.

2.9. Inflamasi2.9.1. Pengertian Inflamasi

Inflamasi adalah reaksi kompleks dalam jaringan ikat vascular

yang terjadi karena rangsangan eksogen dan endogen. Inflamasi

merupakan respon normal, pelindung terhadap cedera jaringan

yang disebabkan oleh trauma fisik, bahan kimia berbahaya atau

agen mikrobiologis, yang berupaya untuk menonaktifkan atau

menghancurkan organisme asing, menghilangkan iritasi yang

merupakan tahap pertama perbaikan jaringan. Proses inflamasi

biasanya mereda pada proses penyelesaian atau penyembuhan tapi

kadang-kadang berubah menjadi radang yang parah, yang mungkin

jauh lebih buruk dari penyakit ini dan dalam kasus ekstrim, juga

dapat berakibat fatal (Sen et al, 2010).

Kemerahan, suhu yang meningkat, pembengkakan, nyeri, dan

hilangnya fungsi adalah tanda klasik dari inflamasi. Inflamasi dapat

Page 39: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

23

diprovokasioleh berbagai agen berbahaya, bahan asing, toxines,

infeksi, bahan kimia, patogen, reaksi kekebalan tubuh dan luka

fisik (Sen et al, 2010).

2.9.2. Mekanisme Terjadinya InflamasiTerjadinya inflamasi adalah reaksi setempat dari jaaringan atau

sel terhadap suatu rangsang atau cedera, terjadinya rangsangan

untuk dilepaskannya zat kimia tertentu yang akan menstimulasi

terjadinya perubahan jaringan pada reaksi radang tersbut,

diantaranya histamin, serotonin, bradikinin, leukotrin, dan

protaglandin. Histamin bertanggung jawab pada perubahan yang

paling awal yaitu menyebabkan vasodilatasi pada arteriol yang

didahului dengan vasokontriksi awal dan peningkatan

permeabilitas kapiler, hal ini menyebabkan perubahan distribusi sel

darah merah. Oleh karena aliran darah yang lambat, seldarah merah

akan mengguumpal, akibatnya sel darah putih terdesak ke pinggir.

Semakin lambat aliran darah maka sel darah putih akan menempel

pada dinding pembuluh darah. Perubahan permeabilitas yang

terjadi menyebabkan cairan keluar dari pembuluh darah dan

berkumpul dalam jaringan. Bradikinin bereaksi lokal menimbulkan

rasa sakit, vasodilatasi, meningkatkan permeabilitas kapiler.

Sebagai penyebab radang. Prostaglandin berpotensi kuat setelah

bergabung dengan mediator lainnya (Mansjoer, 1999).

Proses inflamasi dimulai dari stimulus yang akan

mengakibatkan kerusakan sel, sebagai reaksi terhadap kerusakan

sel maka sel tersebut akan melepaskan beberapa fosfolipid yang

diantaranya adalah asam arakidonat. Setelah asam arakidonat

tersebut bebas akan diaktifkan oleh beberapa enzim, diantaranya

siklooksigenase dan lipooksigenase. Enzim tersebut merubah asam

arakidonat ke dalam bentuk yang tidak stabil (hidroperoksid dan

endoperoksid) yang selanjutnya dimetabolisme menjadi leukotrin,

protaglandin, prostasiklin, dan tromboksan. Bagian prostaglandin

Page 40: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

24

dan leukotrin bertanggung jawab terhadap gejala-gejala peradangan

(Katzung, 1998).

Gambar 2.13 Alur mediator yang berasal dari asam arakidonat dan

tempat kerja obat (Katzung, 2012).

2.9.3. Jenis InflamasiPada umunya inflamasi terbagi menjadi dua jenis, yaitu

inflamasi akut dan inflamasi kronis.

a. Inflamasi akut

Inflamasi akut merupakan tanggapan awal dari tubuh

untuk mengambil faktor risiko seperti infeksi atau trauma. Hal

Page 41: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

25

tersebut bersifat spesifik dan pertahan pertama tubuh terhadap

bahaya (Sen et al, 2010).

Fitur utama dari peradangan akut antara lain:

1) Akumulasi cairan dan plasma di lokasi terkena

dampak.

2) Aktivasi intravaskular datar atau memungkinkan.

3) Polymorph-nuklir neutrofil sebagai sel inflamasi.

b. Inflamasi Kronis

Inflamasi kronis terjadi bila faktor-faktor risiko yang

memperpanjang dari inflamasi akut tidak dihapus. Hal ini

terjadi untuk durasi yang lebih lama dan terkait dengan adanya

makrofag, limfosit, sel darag proliferasi, fibrosis dan nekrosis

jaringan. Makrofag menghasilkan beberapa produk biologis

aktif yang menyebabkan kerusakan jaringan dan karakteristik

fibrosis peradangan kronis (Sen et al, 2010).

Reaksi inflamasi terjadi dalam mekanisme yang berbeda

pada tiap fase, seperti:

1) Fase akut: vasodilatasi lokal sementara dan

penigkatan permeabilitas kapiler.

2) Fase sub-akut: infiltrasi atau leukosit dan fagositosis

sel.

3) Fase kronis proleferatif: kerusakan jaringan dan

fibrosis (Sen et al, 2010).

2.9.4. Obat AntiinflamasiObat-obat antiinflamasi adalah golongan obat yang memiliki

aktivitas menekan atau mengurangi peradangan. Aktivitas ini dapat

dicapai melalui berbagai cara yaitu menghambat pelepasan

prostaglandin dari sel-sel tempat pembentukannya. Berdasarkan

mekanime kerjanya, obat-obatan antiinflamasi terbagi dalam

golongan steroid yang terutama bekerja dengan cara menghambat

pelepasan prostaglandin dari sel-sel sumbernya dan golongan non

steroid yang bekerja melalui mekanisme lain seperti inhibisi

Page 42: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

26

siklooksigenase yang berperan pada biosintesis protaglandin

(Setyarini, 2009).

Obat-obat antiinflamasi sangat efektif menghilangkan rasa

nyeri dan inflamasi dengan menekan produksi prostaglandin dan

metabolisme asam arakidonat dengan cara penghambatan

siklooksigenase dan lipooksigenase pada kaskade inflamasi.

Penekanan prostaglandin sebagai mediator inflamasi pada jaringan

menyebabkan kurangnya rasa nyeri dan pembengkakan sehingga

fungsi otot dan sendi membaik (Setyarini, 2009).

2.9.5. Mekanisme Kerja Antiinflamasi dalam MenghambatDenaturasi Protein

Inflamasi adalah proses yang kompleks, seirng dikaitkan

dengan rasa sakit dan melibatkan kejadian seperti peningkatan

permeabilitas pembuluh darah, penigkatan denaturasi protein dan

alterasi membran (Umapathy et al, 2010). Ciri-ciri jaringan yang

telah mengalami nekrosis yaitu kematian lokal dalam tubuh

makhluk hidup, menunjukkan bahwa komposisi protein mengalami

perubahan besar. Denaturasi protein disebabkan oleh aksi panas,

alrutan asam atau alkali, elektrolit, alkohol, dan beberapa agen

lainnya yang menghasilkan perubahan pada kelarutan albumin dan

globulin, terutama pada titik isoelektrik (Opie El, 1961).

Denaturasi protein adalah sebuah proses dimana protein

kehilangan struktur tersier dan struktur sekunder oleh senyawa

eksternal, seperti asa kuat atau basa kuat, garam organik, pelarut

organik dan pemanasan. Pada umunya protein kehilangan fungsi

biologisnya ketika didenaturasi. Misalnya enzim kehilangan

aktivitasnya karena subtrat tidak dapat lagi mengikat pada gugus

aktifnya (Verma et al, 2011).

Dalam pengembangan AINS, prinsip denaturasi dalam uji

antiinflamasi sering digunakan seperti pada uji antiinflamasi

dengan albumin telur (Chandra, 2012) dan uji dengan B ovine

Serum A lbumin (BSA) (Williams et al., 2008). Denaturasi

Page 43: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

27

protein pada jaringan adalah salah satu penyebab penyakit

inflamasi dan artritis. Produksi dari antigen-auto pada penyakit

artritis dapat mengakibatkan denaturasi protein secara in vivo.

Oleh karena itu, penggunaan suatu agen tertentu yang bisa

mencegah denaturasi protein akan bermanfaat pada

pengembangan obat antiinflamasi (Chatterjee et al., 2012).

Beberapa metode in vitro lain dapat digunakan untuk

mengetahui potensi atau aktivitas antiinflamasi dari suatu obat,

kandungan kimia dan preparat herbal. Teknik-teknik yang bisa

digunakan antara lain adalah pelepasan fosforilasi oksidatif (ATP

biogenesis terkait dengan respirasi), penghambatan denaturasi

protein, stabilisasi membran eritrosit, stabilisasi membran

lisosomal, tes fibrinolitik dan agregasi trombosit (Oyedapo et

al., 2010. Selain itu uji antiinflamasi secara in vitro juga bisa

dilakukan dengan melihat efek inhibisi pada siklooksigenase

menggunakan kit khusus uji skrining siklooksigenase (Umar et

al., 2012).

Beberapa AINS seperti indometasin, ibufenak, asam

flufenamik dan asam salisilat memiliki kemampuan dalam

mencegah denaturasi BSA yang dipanaskan pada pH patologis

yakni 6,2-6,5. Selain itu beberapa ekstrak dan komponen murni

tumbuhan seperti ekstrak Boehmeria jamaicensis (Urb), fenil

propanoid, eugenol, polisulfid, dibenzil trisulfid dapat

menghambat denaturasi BSA, memiliki aktivitas sebagai

antioksidan dan merupakan kandidat obat antiinflamasi. Pada uji

BSA, jika senyawa sampel menghambat denaturasi dengan persen

inhibisi >20% maka dianggap memiliki aktivitas antiinflamasi dan

layak untuk dikembangkan lebih lanjut. (Williams et al., 2008).

Page 44: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta28

BAB 3METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian3.1.1. Tempat

Penelitian Amidasi senyawa etil p-metoksisinamat melalui

reaksi langsung dengan iradiasi microwave serta uji aktivitas

sebagai antiinflamasi dilaksanakan di Laboratorium Penelitian I,

Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia, Laboratorium Kimia

Obat, dan Laboratorium Analisa Obat dan Pangan Halal, Program

Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan.

3.1.2. WaktuPenelitian ini dimulai pada bulan Februari 2015 sampai

dengan April 2015.

3.2. Alat dan Bahan3.2.1. Alat

Spektrofotometri ¹H-NMR dan 13C-NMR (500 MHz,

JEOL), spektrofotometer UV-Vis (HITACHI), vacuum rotary

evaporator (SB-1000 Eyela), digital water bath (SB-100 Eyela),

spektrofotometri IR (SHIMADZU), GCMS (AGILENT

TECHNOLOGIES), Microwave Oven (SAMSUNG), shaking

bath, lemari pendingin, Plat aluminium TLC silica gel 60 F254

(Merck), oven, timbangan analitik, statif, labu reaksi, corong,

erlenmeyer, gelas piala, rak, tabung reaksi, chamber KLT,

termometer, pipet eppendorf, mikropipet, batang pengaduk, pinset,

kertas saring, alumunium foil, vial uji, botol, pH meter, labu takar,

gelas ukur, corong pisah, magnetik stirer.

3.2.2. Bahan

Senyawa etil p-metoksisinamat, natrium diklofenak

(SIGMA-ALDRICH), natrium sulfat (Merck), natrium klorida

(Merck), methanol p.a (Merck), tris base (SIGMA-ALDRICH),

Page 45: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

29

etanolamin (Merck), ditenolamin (Merck), dan Bovine

Serum Albumin (SIGMA-ALDRICH). Pelarut dan bahan

pembantu lain seperti aquades, etil asetat, n-heksan, methanol.

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1 Amidasi Etil p-metoksisinamata. Reaksi Amidasi Etanolamin

Sebanyak 1,060 gram EPMS (5 mmol) dilarutkan ke dalam 10

mL etanolamin kemudian diiradiasi dalam microwave oven

tanpa modifikasi dengan kekuatan 600 watt selama 5 menit

dalam erlenmeyer tertutup. Kemudian hasil reaksi dipartisi

dengan aquades dan etil asetat. Lapisan etil asetat dikeringkan

dengan Na2SO4 anhidrat lalu diuapkan dan dimurnikan dengan

pelarut heksan (Modifikasi Khalafi et al, 2003).

b. Reaksi Amidasi Dietanolamin

Sebanyak 1,030 gram EPMS (5 mmol) dilarutkan ke dalam 10

mL dietanolamin kemudian diiradiasi dalam microwave oven

tanpa modifikasi dengan kekuatan 300 watt selama 6 menit

dalam erlenmeyer tertutup. Kemudian hasil reaksi dipartisi

dengan aquades dan etil asetat. Lapisan etil asetat dikeringkan

dengan Na2SO4 anhidrat lalu diuapkan dan dimurnikan dengan

pelarut heksan (Modifikasi Khalafi et al, 2003).

3.3.2 Identifikasi Senyawa

a. Identifikasi OrganoleptisSenyawa yang didapat dari hasil modifikasi diidentifikasi

warna, bentuk dan juga bau.

b. Pengukuran titik leleh

Senyawa yang didapat dari hasil modifikasi diidentifikasi titik

lelehnya menggunakan alat apparatus melting point.

c. Identifikasi Senyawa Menggunakan FTIR

Sedikit sampel padat (kira-kira 1 - 2 mg), kemudian

ditambahkan bubuk KBr murni (kira-kira 200 mg) dan diaduk

Page 46: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

30

hingga rata. Kemudian sampel (pelet KBr yang terbentuk)

diambil dan kemudian ditempatkan dalam tempat sampel pada

alat spektroskopi inframerah untuk dianalisis (Hidayati, 2012).

d. Identifikasi Senyawa Menggunakan GCMSKolom yang digunakan adalah HP-5MS (30 m × 0,25 mm ID

× 0,25 µm); suhu awal 70oC selama 2 menit, dinaikkan ke

suhu 285oC dengan kecepatan 20oC/min selama 20 menit.

Suhu MSD 285oC. Kecepatan aliran 1,2 mL/min dengan split

1:100. Parameter scanning dilakukan dari massa paling rendah

yakni 35 sampai paling tinggi 550 (Umar et al, 2012).

e. Identifikasi Senyawa Menggunakan 1H-NMR dan 13C-

NMRSedikit sampel padat (kira-kira 10 mg), kemudian dilarutkan

dalam pelarut kloroform bebas proton (khusus NMR), setelah

dilarutkan kemudian dimasukkan ke dalam tabung khusus

NMR untuk kemudian dianalisis.

3.3.3 Pembuatan Reagen untuk Uji Antiinflamasi

a. Larutan TBS (Tris Buffer Saline) pH 6.3Sebanyak 1,21 g Tris base dan 8,7 g NaCl dilarutkan dalam

1000 mL aquades. Kemudian adjust pH sampai 6,3

menggunakan asam asetat glacial (Mohan, 2003).

b. Penyiapan variat konsentrasi Na DiklofenakPembuatan larutan induk sebesar 10000 ppm Na dikolfenak

dengan pelarut Metanol. Kemudian dilakukan pengenceran

menjadi 1000, 100, 10 dan 1 ppm.

c. Penyiapan variat konsentrasi EPMS dan senyawahasil modifikasi (sampel).

Pembuatan larutan induk sebesar 10000 ppm baik senyawa

hasil modifikasi maupun EPMS dengan pelarut metanol.

Kemudian dilakukan pengenceran menjadi 1000, 100, 10 dan

1 ppm.

Page 47: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

31

d. Pembuatan BSA 0,2 % (w/v)Sebanyak 0.2 g BSA dilarutkan dalam TBS 100 mL

(Williams et al., 2008).

3.3.4 Uji In vitro Antiinflamasi (Williams et al., 2008)

Pengujian Aktivitas Senyawa Hasil Modifikasi Terhadap

denaturasi BSA :

a. Pembuatan Larutan Uji

Larutan Uji (5 mL) terdiri dari 50 µL larutan sampel yang

kemudian ditambah dengan BSA hingga volume 5 mL

sehingga didapatkan variat konsentrasi menjadi 100, 10, 1, 0.1

dan 0.01 ppm.

b. Pembuatan Larutan Kontrol PositifLarutan kontrol positif (5 mL) terdiri dari 50 µL larutan

natrium diklofenak yang kemudian ditambah dengan BSA

hingga volume 5 mL sehingga didapatkan variat konsentrasi

menjadi 100, 10, 1, 0.1 dan 0.01 ppm.

c. Pembuatan Larutan Kontrol Negatif.

Larutan kontrol negatif (5 mL) terdiri dari 50 µL methanol

yang kemudian ditambah dengan BSA hingga volume 5 mL.

Setiap larutan di atas dipanaskan selama 5 menit pada suhu

72±1oC. Lalu didinginkan dan diukur turbiditasnya dengan

spektrofotometer (HITACHI) diukur pada gelombang 660 nm.

Persentase inhibisi dari denaturasi atau presipitasi BSA

dikalkulasikan dengan rumus berikut:

100negatif kontrol Abs

sampel Abs-negatif kontrol AbsInhibisi %

Pada uji BSA, jika senyawa sampel menghambat denaturasi

dengan persen inhibisi >20% maka dianggap memiliki aktivitas

antiinflamasi (Williams et al., 2008).

Page 48: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta32

BAB 4HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini dilakukan modifikasi senyawa etil p-metoksisinamat

menjadi senyawa amida. Modifikasi dilakukan bertujuan untuk melihat pengaruh

gugus fungsi amida terhadap aktivitas antiinflamasi dari kerangka asam p-

metoksisinamat. Uji antiinflamasi dilakukan secara in vitro dengan melihat daya

inhibisi terhadap denaturasi protein menggunakan Bovine Serum Albumin (BSA).

4.1. Amidasi Etil p-Metoksisinamat

Hubungan struktur dan aktivitas senyawa antiinflamasi non steroid

(AINS) pada turunan asam arilasetat menunjukkan bahwa dengan

pembentukan gugus amida dapat mempengaruhi aktivitas antiinflamasi

(Siswandono, 2008). Amidasi pada ibuprofen, indometasin, dan asam

meklofenamat dapat meningkatkan aktivitas antinflamasi (Kumar, Manoj et

al, 2010; S. Kalgutkar, Amit et al, 2000). Etil p-metoksisinamat telah

diketahui memiliki aktivitas antiinflamasi (Umar et al, 2012). Untuk

meningkatkan aktivitas antiinflamasi dari etil p-metoksisinamat, dipandang

perlu untuk merubah gugus ester pada etil p-metoksisinamat menjadi bentuk

amidanya, karena dari beberapa penelitian di atas terbukti bahwa gugus

amida berperan penting terhadap aktivitas antiinflamasi suatu obat.

Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan modifikasi senyawa etil p-

metoksisinamat yang mempunyai gugus ester menjadi bentuk amida.

Reaksi amidasi etil p-metoksisinamat dilakukan dengan mereaksikan

langsung etanolamin dan dietanolamin dengan etil p-metoksisinamat melalui

iradiasi microwave tanpa menggunakan katalis dan pelarut pada suhu tinggi.

Reaksi amidasi ini didasari oleh prinsip HSAB (hasd soft acid base). Dimana

H+ dari gugus NH dari etanolamin dan dietanolamin merupakan asam kuat

(hard acid) yang mudah bereaksi dengan –OC2H5 dari etil p-metoksisinamat

yang merupakan basa kuat (hard base). NH- pada gugus NH dari etanolamin

dan dietanolamin merupakan basa lunak (soft base) yang akan bereaksi

Page 49: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

33

membentuk ikatan dengan p-metoksisinamat (R-CO+) yang merupakan

asam lemah (soft acid) (Pearson, 1968). Mekanisme amidasi etil p-

metoksisinamat dengan etanolamin dan dietanolamin dapat dilihat pada

gambar 4.1.

Gambar 4.1 Mekanisme amidasi etil p-metoksisinamat dengan etanolamin

dan dietanolamin

4.1.1. Reaksi Amidasi dengan Etanolamin

Reaksi amidasi dilakukan dengan mereaksikan etil p-

metoksisinamat dengan etanolamin sebagai reagen. Reaksi ini

ditujukan untuk mengubah gugus ester menjadi gugus amida dengan

penambahan amin primer. Senyawa amida yang terbentuk selanjutnya

diujikan aktivitas antiinflamasinya. Reaksi ini berlangsung melalui

iradiasi microwave pada daya 600 watt selama 5 menit dalam

erlenmeyer tertutup. Pemilihan daya dan waktu tersebut berdasarkan

data optimasi (Lampiran 3). Reaksi ini dilakukan dalam erlenmeyer

tertutup dimana reaksi dilakukan berulang dengan perbandingan

reaksi EPMS (5 mmol) dan etanoalmin (10 mmol). Reaksi amidasi etil

p-metoksisinamat dengan etanolamin dapat dilihat pada gambar 4.2.

Page 50: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

34

Gambar 4.2 Reaksi amidasi etil p-metoksisinamat dengan etanolamin

Hasil reaksi berupa cairan kental berwarna kuning. Kemudian

hasil reaksi dipartisi menggunakan akuades dan etil asetat. Lapisan

etil asetat dikeringkan dengan Na2SO4 anhidrat lalu diuapkan. Hasil

reaksi yang telah diuapkan berbentuk cairan kental berwarna kuning

kemudian dimurnikan dengan n-heksan dan akan membentuk serbuk

berwana krem. Hasil reaksi selanjutnya diamati dengan Kromatografi

Lapis Tipis (KLT) dengan menggunakan eluen campuran etil asetat

dan metanol perbandingan 9:1.

Gambar 4.3 KLT senyawa hasil amidasi etanolamin (Senyawa A)

dengan eluen etil asetat:metanol 9:1 (visualisasi UV λ 245 nm)

Keterangan: (a) etil p-metoksisinamat; (b) Senyawa A

Dari hasil KLT dapat terlihat spot baru yang mengindikasikan

bahwa proses amidasi telah berhasil seperti terlihat pada gambar 4.3.

Reaksi amidasi dengan etanolamin bertujuan untuk mengganti gugus

a b

Page 51: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

35

fungsi ester dari etil p-metoksisinamat sehingga terbentuklah N-

(hidroksietil)-p-metoksisinamamida. Reaksi ini menghasilkan

rendemen produk sebanyak 61,32% dengan perhitungan sebagai

berikut:

%32,61100gram 1,06gram 0,65rendemen %

4.1.2. Reaksi Amidasi Dietanolamin

Reaksi amidasi dilakukan dengan mereaksikan etil p-

metoksisinamat dengan dietanolamin sebagai reagen. Reaksi ini

ditujukan untuk mengubah gugus ester menjadi gugus amida dengan

penambahan amin sekunder. Senyawa amida yang terbentuk

selanjutnya diujikan aktivitas antiinflamasinya. Reaksi ini berlangsung

melalui iradiasi microwave pada daya 300 watt selama 6 menit dalam

erlenmeyer tertutup. Pemilihan daya dan waktu tersebut berdasarkan

data optimasi (Lampiran 3). Reaksi ini dilakukan dalam erlenmeyer

tertutup dimana reaksi dilakukan berulang dengan perbandingan

reaksi EPMS (5 mmol) dan dietanoalmin (10 mmol). Reaksi amidasi

etil p-metoksisinamat dengan dietanolamin dapat dilihat pada gambar

4.4.

Gambar 4.4 Reaksi amidasi etil p-metoksisinamat dengan

dietanolamin

Hasil reaksi berupa cairan kental berwarna kuning. Kemudian

hasil reaksi dipartisi menggunakan akuades dan etil asetat. Lapisan etil

asetat dikeringkan dengan Na2SO4 anhidrat lalu diuapkan. Hasil

reaksi yang telah diuapkan berbentuk cairan kental berwarna kuning

Page 52: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

36

kemudian dimurnikan dengan n-heksan dan akan membentuk serbuk

berwana krem. Hasil reaksi selanjutnyadiamati dengan Kromatografi

Lapis Tipis (KLT) dengan menggunakan eluen campuran etil asetat

dan metanol perbandingan 9:1.

Dari hasil KLT dapat terlihat spot baru yang mengindikasikan

bahwa proses amidasi telah berhasil seperti terlihat pada gambar 4.5.

Reaksi amidasi dengan dietanolamin bertujuan mengganti gugus

fungsi ester dari etil p-metoksisinamat sehingga terbentuklah N,N-bis-

(hidroksietil)-p-metoksisinamamida. Reaksi ini menghasilkan

rendemen produk sebanyak 92,62% dengan perhitungan sebagai

berikut:

%62,92100gram 03,1gram 0,954rendemen %

Gambar 4.5 KLT senyawa hasil amidasi dietanolamin (Senyawa B)

dengan eluen etil asetat:metanol 9:1 (visualisasi UV λ 245 nm)

Keterangan: (a) etil p-metoksisinamat; (b) Senyawa B

4.2. Identifikasi Senyawa Hasil AmidasiSenyawa hasil modifikasi dapat diidentifikasi dengan melihat

perbandingan nilai Rf seluruh senyawa yang di KLT menggunakan eluen etil

a b

Page 53: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

37

asetat : metanol dengan perbandingan 9:1 (gambar 4.6). Nilai Rf yang

didapat adalah sebagai berikut:

Etil p-metoksisinamat : 0,9

Senyawa amidasi etanolamin (Senyawa A) : 0,65

Senyawa amidasi dietanolamin (Senyawa B) : 0,55

Berdasarkan nilai Rf, dapat diketahui tingkat kepolaran dari senyawa

modifikasi. Etil p-metoksisinamat memiliki nilai Rf tertinggi yang

menujukkan bahwa senyawa etil p-metoksisinamat memiliki polaritas yang

rendah. Senyawa A memiliki nilai Rf yang lebih rendah dibandingkan etil p-

metoksisinamat. Hal ini dapat dilihat dari nilai Rf etil p-metoksisinamat yaitu

0,9 dan nilai Rf senyawa A adalah 0,65. Gugus etil pada ester diganti

menjadi etanolamin, dimana gugus amina (NH) dan gugus hidroksi (OH)

yang terdapat pada etanolamin meningkatkan polaritas dari senyawa tersebut.

Selanjutnya senyawa B memiliki nilai Rf yang lebih rendah dari senyawa A.

Hal ini dapat dilihat dari nilai Rf senyawa A adalah 0,65 dan nilai Rf

senyawa B adalah 0,55. Gugus hidroksi (OH) pada senyawa B lebih banyak

dibandingkan senyawa A, sehingga meningkatkan polaritasnya.

Gambar 4.6 KLT senyawa dengan eluen etil asetat:metanol perbandingan 9:1

(visualisasi UV λ 245 nm).

Etil p-metoksisinamat

Senyawa ASenyawa B

Page 54: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

38

4.2.1. Senyawa ASenyawa hasil amidasi etil p-metoksisinamat dengan etanolamin

memiliki karakteristik sebagai berikut:

Warna : krem

Bau : Tidak berbau

Bentuk : Serbuk

Pengukuran titik leleh dilakukan menggunakan alat melting

point. Rentang titik leleh senyawa A hasil amidasi etil p-

metoksisinamat dengan etanolamin ada pada 121oC-125oC.

Elusidasi struktur senyawa A dilakukan dengan analisa

menggunakan Spektrofotometri IR, GCMS, 1H NMR, dan 13C NMR.

Hasil analisis Spektrofotometri IR menunjukkan penafsiran spektrum

IR senyawa A dari berbagai bilangan gelombang absorbansi gugus

fungsi yang spesifik seperti yang tertera pada tabel 4.1 (Lampiran 7).

dari data tersebut dapat dilihat pita absorbansi pada bilangan

gelombang ν 3000-2500 cm-1 menandakan adanya CH pada aromatik.

Selain itu keberadaan aromatik juga ditandai dengan munculnya pita

absorbansi pada bilangan gelombang ν 1596,16 cm-1 (C=C). Pada

bilangan gelombang ν 886,33 cm-1 menandakan bahwa gugus

aromatik tersebut tersubtitusi para. Pada bilangan gelombang ν

1648,24 cm-1 menandakan adanya gugus karbonil (C=O) pada

senyawa A dan juga terdapat gugus eter (C-O) yang ditandai oleh pita

absorbansi pada bilangan gelombang ν 1250,89 cm-1. Kemudian

ditemukan pita absorbansi pada bilangan gelombang ν 3500-2500 cm-1

yang merupakan frekuensi serapan spesisfik dari OH yang terdapat

pada etanolamin. Keberadaan NH ditandai oleh pita absorbansi pada

bilangan gelombang ν 3411,29 cm-1 dan pada bilangan gelombang ν

1067,5 cm-1 menandakan keberadaan C-N. Hal ini memperkuat bahwa

etil p-metoksisinamat telah bereaksi dengan etanolamin membentuk

amida.

Page 55: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

39

Tabel 4.1 Daftar daerah spektrum IR senyawa A

Ikatan Daerah Absorpsi (ν, cm-1)O-H 3500-2500N-H 3411,29C-N 1067,5C-H 3000-2500C=C 1596,16C=O 1648,24C-O 1250,89

Aromatik posisi para 886,33

Selanjutnya analisa menggunakan GCMS. Hasil interpretasi Gas

Chromatography-Mass Spectroscopy (GCMS) menunjukkan bahwa

senyawa A muncul pada waktu retensi 12,714 dan memiliki berat

molekul 221,0 g/mol dengan fragmentasi massa 176; 161; 133; 102;

dan 77 (Lampiran 8). Adapun pola fragmentasi yang terjadi pada

senyawa tersebut dapat dilihat pada gambar 4.7.

Gambar 4.7 Pola fragmentasi massa senyawa A

Data analisa spektrum IR dan Interpretasi GCMS selanjutnya

dikonfirmasi dengan analisa 1H NMR dan 13C NMR. Interpretasi

analisa NMR berupa nilai pergeseran kimia (δ) dalam satuan ppm

(Pavia et al, 2008). Adapun hasil analisis senyawa A dengan 1H NMR

(Lampiran 9) ditunjukkan pada tabel 4.2 dengan panduan gambar 4.8.

Page 56: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

40

Gambar 4.8 (a) senyawa A; (b) etil p-metoksisinamat

Tabel 4.2 Data pergeseran kimia (δ) spektrum 1H NMR senyawa A

(CD3OD, 500 MHz)

Senyawa A Etil p-metoksisinamat (Mufidah, 2014)

Posisi Pergeseran Kimia (δ,ppm) Posisi Pergeseran Kimia (δ, ppm)

- - 15 1,33 (t, 3H, J = 7,15)- - 14 4,25 (q, 2H, J = 7,15)

14 3,34 (t, 2H, J = 5,85) - -15 3,65 (t, 2H, J = 5,85) - -2 6,49 (d, 1H, J = 15,6) 2 6,31 (d, 1H, J = 15,6)3 7,48 (d, 1H, J = 15,5) 3 7,65 (d, 1H, J = 16,25)

5 &9 6,94 (d, 2H, J = 8,45) 5 &9 6,90 (d, 2H, J = 9,05)6 & 8 7,50 (d, 2H, J = 9,05) 6 & 8 7,47 (d, 2H, J = 8,45)

11 3,81 (s, 3H) 11 3,82 (s, 3H)

Dari data di atas, pergeseran kimia pada 1,33 ppm dan 4,25 ppm

sudah tidak muncul dimana itu menandakan senyawa A sudah tidak

memiliki gugus ester. Spektrum 1H NMR memberikan sinyal pada

pergeseran kimia 3,34 ppm dan 3,65 ppm yang masing-masingnya

berbentuk triplet dengan integrasi 2 proton. Hal ini menandakan

bahwa senyawa A memiliki gugus alkana (CH2CH2) dimana satu CH2

berikatan dengan NH dan satunya lagi berikatan dengan OH. Sinyal

(a)(a)

(b)

Page 57: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

41

CH2 yang berikatan dengan OH akan muncul lebih downfield

dibandingakan dengan sinyal CH2 yang berikatan dengan NH. Hal ini

disebabkan atom oksigen (O) lebih elektronegatif dari pada atom

nitrogen (N). Kemudian pada pergeseran kimia 6,49 ppm dan 7,48

ppm berbentuk singlet dengan integrasi 1 proton dengan nilai

konstanta kopling 15,6 dan 15,5. Sinyal tersebut menunjukkan gugus

olefin pada senyawa A. Suatu puncak dengan konstanta kopling (J)

11-18 Hz dapat mengindikasikan bahwa proton tersebut memiliki

konfigurasi trans (Pavia et al, 2008). Kemudian pada pergeseran

kimia 6,94 ppm-7,50 ppm (4H) merupakan proton-proton dari benzen

dengan dua subtitusi. Pola sinyal ini menunjukkan bahwa 2 proton

ekivalen terkopling secara orto dengan 2 proton ekivalen lainnya,

yang menunjukkan bahwa sinyal ini adalah sinyal H5/9 dan H6/8.

Kemudian pada pergeseran kimia 3,81 ppm berbentuk singlet dengan

integrasi 3 proton. Sinyal ini menunjukkan CH3 yang berikatan

dengan oksigen (-OCH3, metoksi), sehingga sinyal lebih downfield.

Selanjutnya hasil analisa menggunakan 13C NMR senyawa

amidasi ditunjukkan pada tabel 4.3 dengan panduan gambar 4.8.

Tabel 4.3 Data pergeseran kimia (δ) spektrum 13C NMR senyawa A

(CD3OD, 500 MHz)

Senyawa A etil p-metoksisinamat (Hasali et al, 2013)

Posisi Pergeseran Kimia (δ,ppm) Posisi

Pergeseran Kimia (δ, ppm) etilp-metoksisinamat (Hasali et al,

2013)14 43,26 - -- - 15 14,60

11 55,93 11 55,8915 61,82 - -- - 14 60,77

6 & 8 115,45 6 & 8 114,772 119,38 2 116,284 128,98 4 127,65

5 & 9 130,52 5 & 9 130,193 141,63 3 144,127 162,72 7 161,291 169,48 1 167,55

Page 58: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

42

Dari data di atas menunjukkan bahwa senyawa A memiliki 10

sinyal atom karbon (C) dimana 4 atom karbon (C) pada benzen

muncul dengan 2 sinyal saja karena ekivalen. Pada pergeseran kimia

169,48 ppm adalah karbon quartener pada gugus karbonil (C=O).

Pergeseran kimia pada 119,38 ppm dan 141,63 ppm menunjukkan

karbon-karbon yang terdapat pada gugus olefin. Pada pergeseran

kimia 115,45 ppm, 128,98 ppm, 130,52 ppm dan 162,72 ppm

merupakan karbon pada benzen dimana pada pergeseran 115,45 ppm

dan 130,52 ppm merupakan sinyal 4 karbon yang ekivalen. Kemudian

pergeseran kimia 55,93 merupakan karbon yang berikatan pada

oksigen (-OCH3, metoksi). Pergeseran kimia pada 43,26 ppm dan

61,82 ppm merupakan karbon pada etanolamin dimana karbon pada

pergeseran kimia 43,26 ppm berikatan dengan amina (NH) dan karbon

pada pergeseran kimia 61,82 ppm berikatan dengan hidroksi (OH).

Hal ini sesuai dengan teori bahwa karbon yang terikat pada gugus

amina akan memberikan nilai pergeseran kimia antara 30-60 ppm

(Pavia et al, 2008).

4.2.2. Senyawa B

Senyawa hasil amidasi etil p-metoksisinamat dengan

dietanolamin memiliki karakteristik sebagai berikut:

Warna : krem

Bau : Tidak berbau

Bentuk : Serbuk

Pengukuran titik leleh dilakukan menggunakan alat melting

point. Rentang titik leleh senyawa B hasil amidasi etil p-

metoksisinamat dengan etanolamin ada pada 92oC-95oC.

Elusidasi struktur senyawa B dilakukan dengan analisa

menggunakan Spektrofotometri IR, GCMS, 1H NMR, dan 13C NMR.

Hasil analisis Spektrofotometri IR menunjukkan penafsiran spektrum

IR senyawa B dari berbagai bilangan gelombang absorbansi gugus

fungsi yang spesifik seperti yang tertera pada tabel 4.4 (Lampiran 11).

Page 59: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

43

dari data tersebut dapat dilihat pita absorbansi pada bilangan

gelombang ν 2958,93-2841,27 cm-1 menandakan adanya CH pada

aromatik. Selain itu keberadaan aromatik juga ditandai dengan

munculnya pita absorbansi pada bilangan gelombang ν 1585,55 cm-1

(C=C). Pada bilangan gelombang ν 886,33 cm-1 menandakan bahwa

gugus aromatik tersebut tersubtitusi para. Pada bilangan gelombang ν

1648,24 cm-1 menandakan adanya gugus karbonil (C=O) dan juga

terdapat gugus eter (C-O) yang ditandai oleh pita absorbansi pada

bilangan gelombang ν 1259,57 cm-1. Kemudian ditemukan pita

absorbansi pada bilangan gelombang ν 3500-3000 cm-1 yang

merupakan frekuensi serapan spesisfik dari OH yang terdapat pada

etanolamin. Keberadaan C-N ditandai oleh pita absorbansi pada

bilangan gelombang ν 1195,92 cm-1. Hal ini memperkuat bahwa etil p-

metoksisinamat telah bereaksi dengan dietanolamin membentuk amida.

Tabel 4.4 Daftar daerah spektrum IR senyawa B

Ikatan Daerah Absorpsi (ν, cm-1)O-H 3500-3000C-N 1195,92C-H 2958,93-2841,27C=C 1585,55C=O 1648,24C-O 1259,57

Aromatik posisi para 886,33

Selanjutnya analisa menggunakan GCMS. Hasil interpretasi Gas

Chromatography-Mass Spectroscopy (GCMS) menunjukkan bahwa

senyawa B muncul pada waktu retensi 14,334 dan memiliki berat

molekul 265,1 g/mol dengan fragmentasi massa 220,1; 161; 133; 103;

dan 77 (Lampiran 12). Adapun pola fragmentasi yang terjadi pada

senyawa tersebut dapat dilihat pada gambar 4.9.

Page 60: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

44

Gambar 4.9 Pola fragmentasi massa senyawa B

Data analisa spektrum IR dan Interpretasi GCMS selanjutnya

dikonfirmasi dengan analisa 1H NMR dan 13C NMR. Interpretasi

analisa NMR berupa nilai pergeseran kimia (δ) dalam satuan ppm

(Pavia et al, 2008). Adapun hasil analisis senyawa B dengan 1H NMR

(Lampiran 13) ditunjukkan pada tabel 4.5 dengan panduan gambar

4.10.

Gambar 4.10 (a) senyawa B; (b) etil p-metoksisinamat

(a)

(b)

Page 61: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

45

Tabel 4.5 Data pergeseran kimia (δ) spektrum 1H NMR senyawa B

(CD3OD, 500 MHz)

Senyawa B Etil p-metoksisinamat (Mufidah, 2014)

Posisi Pergeseran Kimia (δ,ppm) Posisi Pergeseran Kimia (δ, ppm)

- - 15 1,33 (t, 3H, J = 7,15)- - 14 4,25 (q, 2H, J = 7,15)

14 3,62 (t, 2H, J = 5,85) - -17 3.72 (t, 2H, J = 5,20) - -

15 & 18 3.76 (t, 4H, J = 5,85) - -2 7,00 (d, 1H, J = 15,6) 2 6,31 (d, 1H, J = 15,6)3 7,53 (d, 1H, J = 14,9) 3 7,65 (d, 1H, J = 16,25)

5 &9 6,93 (d, 2H, J = 9,10) 5 &9 6,90 (d, 2H, J = 9,05)6 & 8 7,55 (d, 2H, J = 9,10) 6 & 8 7,47 (d, 2H, J = 8,45)

11 3,82 (s, 3H) 11 3,82 (s, 3H)

Dari data di atas, pergeseran kimia pada 1,33 ppm dan 4,25 ppm

sudah tidak muncul dimana itu menandakan senyawa B sudah tidak

memiliki gugus ester. Kemudian pada pergeseran kimia 7,00 ppm dan

7,53 ppm berbentuk singlet dengan integrasi 1 proton dengan nilai

konstanta kopling 15,6 dan 14,9. Sinyal tersebut menunjukkan gugus

olefin pada senyawa B. Suatu puncak dengan konstanta kopling (J)

11-18 Hz dapat mengindikasikan bahwa proton tersebut memiliki

konfigurasi trans (Pavia et al, 2008). Kemudian pada pergeseran

kimia 6,93 ppm-7,55 ppm (4H) merupakan proton-proton dari benzen

dengan dua subtitusi. Pola sinyal ini menunjukkan bahwa 2 proton

ekivalen terkopling secara orto dengan 2 proton ekivalen lainnya,

yang menunjukkan bahwa sinyal ini adalah sinyal H5/9 dan H6/8.

Kemudian pada pergeseran kimia 3,82 ppm berbentuk singlet dengan

integrasi 3 proton. Sinyal ini muncul lebih downfield yang

menunjukkan CH3 pada metoksi (-OCH3). Kemudian pada pergeseran

kimia 3,62 ppm – 3,76 ppm merupakan sinyal proton yang terdapat

pada dietanolamin.

Selanjutnya hasil analisa menggunakan 13C NMR senyawa

amidasi ditunjukkan pada tabel 4.6 dengan panduan gambar 4.10.

Page 62: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

46

Tabel 4.6 Data pergeseran kimia (δ) spektrum 13C NMR senyawa B

(CD3OD, 500 MHz)

Senyawa B etil p-metoksisinamat (Hasali et al, 2013)

Posisi Pergeseran Kimia (δ,ppm) Posisi

Pergeseran Kimia (δ, ppm) etilp-metoksisinamat (Hasali et al,

2013)14 51,40 - -17 52,75 - -- - 15 14,60

11 55,92 11 55,8915 61,18 - -18 61,50 - -- - 14 60,77

6 & 8 115,77 6 & 8 114,772 116,61 2 116,284 129,29 4 127,65

5 & 9 130,76 5 & 9 130,193 143,72 3 144,127 162,77 7 161,291 170,09 1 167,55

Dari data di atas menunjukkan bahwa senyawa B memiliki 12

sinyal atom karbon (C) dimana 4 atom karbon (C) pada benzen

muncul dengan 2 sinyal saja karena ekivalen. Pada pergeseran kimia

170,09 ppm adalah karbon quartener pada gugus karbonil (C=O).

Pergeseran kimia pada 116,61 ppm dan 143,72 ppm menunjukkan

karbon-karbon yang terdapat pada gugus olefin (alkena). Pada

pergeseran kimia 115,77 ppm, 129,29 ppm, 130,76 ppm dan 162,77

ppm merupakan karbon pada benzen dimana pada pergeseran 115,77

ppm dan 130,76 ppm merupakan sinyal 4 karbon yang ekivalen.

Kemudian pergeseran kimia 55,92 merupakan karbon yang berikatan

pada oksigen (-OCH3, metoksi). Kemudian pada pergeseran kimia

51,40 ppm dan 52,75 ppm merupakan karbon dari dietanolamin yang

terikat dengan nitrogen (N). Dan pada pergeseran kimia 61,18 ppm

dan 61,50 ppm merupakan karbon dari dietanolamin yang terikat

dengan hidroksi (OH). Sinyal karbon yang terikat pada OH lebih

downfield dari pada karbon yang terikat pada N karena O lebih

elektronegatif dibandingkan dengan N.

Page 63: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

47

4.3.Pengujian Aktivitas Antiinflamasi dan Hubungan Struktur AktivitasSenyawa Hasil Modifikasi

Pada penelitian ini, uji aktivitas antiinflamasi in vitro dengan prinsip

penghambatan denaturasi protein (William et al, 2008) dipilih untuk

melakukan skrining awal antiinflamasi pada senyawa hasil modifikasi.

Denaturasi protein pada jaringan adalah salah satu penyebab penyakit

inflamasi dan artritis. Produksi dari antigen-auto pada penyakit artritis dapat

mengakibatkan denaturasi protein secara in vivo. Oleh karena itu,

penggunaan suatu agen tertentu yang bisa mencegah denaturasi protein akan

bermanfaat pada pengembangan obat antiinflamasi (Chatterjee et al.,

2012). Antiinflamasi Non Steroid (AINS) selain memiliki mekanisme

antiinflamasi dengan menghambat enzim siklooksigenase (Vane, 1987), juga

memiliki mekanisme penghambatan denaturasi protein yang memiliki peran

penting sebagai antirematik (Mizushima, 1964; Umapathy et al, 2010).

Uji aktivitas antiinflamasi dengan metode penghambatan denaturasi

Bovine Serum Albumin (BSA) ini dilakukan pada dua senyawa yaitu etil p-

Metoksisinamat, N-(hidroksietil)-p-metoksi sinamamida dan N,N-bis-

(hidroksietil)-p-metoksi sinamamida dengan Na diklofenak sebagai kontrol

positif. Uji penghambatan denaturasi BSA dengan % inhibisi >20%

dianggap memiliki aktivitas antiinflamasi (Williams et al, 2008).

Penelitian uji aktivitas antiinflamasi ini dilakukan dengan melihat efek

penghambatan denaturasi pada protein. Natrium diklofenak dalam uji ini

aktif memberikan efek antidenaturasi protein dimulai dari konsentrasi 10

ppm dengan persen inhibisi 24,93% dan pada konsentrasi 100 ppm mampu

menghambat denaturasi protein sebesar 97,43% (tabel 4.7). Hasil penelitian

menunjukkan bahwa pada senyawa N-(hidroksietil)-p-metoksi sinamamida

aktif menghambat denaturasi protein pada konsentrasi 1 ppm, 10 ppm dan

100 ppm dengan persen inhibisi terbesar pada konsentrasi 100 ppm yaitu

78,62% (tabel 4.7). Dan pada senyawa N,N-bis-(hidroksietil)-p-metoksi

sinamamida aktif menghambat denaturasi protein pada konsentrasi 0,1 ppm,

1 ppm, 10 ppm, 100 ppm, dimana persen inhibisi terbesar terdapat pada

konsentrasi 100 ppm yaitu 74,15 %. Aktivitas antiinflamasi EPMS dengan

Page 64: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

48

menghambat denaturasi protein terjadi pada konsentrasi 0,1 ppm, 1 ppm, 10

ppm dan 100 ppm dimana persen inhibisi terbesar terdapat pada konsentrasi

100 ppm yaitu 54,94%.

Tabel 4.7 Hasil uji antiinflamasi natrium diklofenak, EPMS dan Senyawa

Hasil Modifikasi

No Sampel Konsentrasi(ppm) % Inhibisi SD

1 Natrium diklofenak

0,1 1,59 0,361 2,99 0,76

10 24,93 1,84100 97,43 0,62

2 Etil p-metoksisinamat (EPMS)

0,1 30,91 3,101 36,48 6,45

10 43,18 2,06100 54,94 2,43

3 N-(hidroksietil)-p-metoksisinamamida

0,1 15,37 3,421 61,14 1,40

10 70,20 4,81100 78,62 5,24

4 N,N-bis-(hidroksietil)-p-metoksisinamamida

0,1 48,88 1,011 59,47 3,49

10 65,16 2,60100 74,15 4,00

Gambar 4.11 Bagan persentase inhibisi etil p-metoksiinamat dan turunannya

Page 65: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

49

Gambar 4.12 Struktur EPMS dan senyawa modifikasi

Berdasarkan data persen inhibisi EPMS dapat dianalisa bahwa

modifikasi EPMS menjadi bentuk amidanya dapat mempengaruhi aktivitas

antiinflamasi. Hal ini ditunjukkan pada senyawa N-(hidroksietil)-p-metoksi

sinamamida dimana pada 1 ppm, 10 ppm dan 100 ppm memiliki persen

inhibisi yang lebih besar dibandingkan persen inhibisi dari EPMS. Sehingga

dapat disimpulkan aktivitas antiinflamasi EPMS meningkat setelah

dimodifikasi menjadi N-(hidroksietil)-p-metoksi sinamamida. Begitu juga

dengan N,N-bis-(hidroksietil)-p-metoksi sinamamida, dimana pada

konsentrasi 0,1 ppm, 1 ppm, 10 ppm, dan 100 ppm memiliki persen inhibisi

yang lebih besar dibandingkan dengan EPMS. Sehingga dapat disimpulkan

aktivitas antiinflamasi meningkat setelah dimodifikasi menjadi N,N-bis-

(hidroksietil)-p-metoksi sinamamida. Kemudian aktivitas antiinflamasi

senyawa N-(hidroksietil)-p-metoksi sinamamida lebih besar dibandingkan

senyawa N,N-bis-(hidroksietil)-p-metoksi sinamamida. Dari data tersebut

dapat disimpulkan bahwa bentuk amin sekunder memiliki aktivitas

antiinflamasi yang lebih baik dari bentuk amin tersier. Aktivitas

antiinflamasi dengan menghambat denaturasi protein BSA menurut Sadler

dan Tucker dapat terjadi karena adanya interaksi antara molekul sampel

dengan tirosin aromatik, treonin alifatik dan residu lisin dari BSA (Williams

et al, 2002). Selain itu aktivitas antiinflamasi dengan menghambat denaturasi

BSA juga terjadi karena molekul sampel dapat menghambat kerusakan

bentuk sekunder dan tersier dari protein BSA, dimana denaturasi protein

terjadi karena terputusnya ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik dan ikatan

garam yang terdapat dalam bentuk sekunder dan tersier protein (Ophardt,

2003).

Page 66: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta50

BAB 5KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan1. Amidasi etil p-metoksisinamat dengan etanolamin dan dietanolamin

telah berhasil dilakukan melalui iradiasi microwave menghasilkan

senyawa N-(hidroksietil)-p-metoksi sinamamida (BM. 221) dan

senyawa N,N-bis-(hidroksietil)-p-metoksi sinamamida (BM. 265,1).

2. Hubungan struktur aktivitas hasil modifikasi etil p-metoksisinamat

terhadap aktivitas antiinflamasi menunjukkan bahwa penambahan

gugus amida dapat meningkatkan aktivitas antiinflamasi.

5.2. Saran

1. Perlu dilakukan analisa HSQC pada senyawa untuk menetukan letak

karbon pada senyawa tersebut.

2. Perlu dilakukan uji antiinflamsi sevara in vivo untuk penelitian lebih

lanjut.

Page 67: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

51

DAFTAR PUSTAKA

Adnan, M. 1997. Teknik Kromatografi Untuk Analisis Bahan Makanan.Yogyakarta: Penerbit Andi.

Al-Fattah, Muhammad Hatta. 2011. Mukjizat Pengobatan Herbal dalam Al-Qur’an. Mirqat: Jakarta.

Bangun, Robijanto. 2011. Semi Sintesis N,N-Bis(2-Hidroksietil)-3-(4-Metoksifenil) Akrilamida Dari Etil p-metoksisinamat Hasil IsolasiRimpang Kencur (Kaempferia Galanga, L) Melalui Amidasi DenganDietanolamin. Medan: Universitas Sumetra Utara.

Barus, Rosbina. 2009. Amidasi Etil p-Metoksi Sinamat yang Diisolasi dariKencur (Kaempferia Galanga, Linn). Medan: Sekolah Pasca SarjanaUniversitas Sumatera Utara.

Bhuiyan., Hossain., Mahmud and Al-Amin, M. 2011. Microwave-assistedEfficient Synthesis of Chalcones as Probes for Antimicrobial Activities.Chemistry Journal. 3(2) : 2465 – 2479.

Bresnick. S. M. D. 1996. Intisari Kimia Organik. Hipokrates. Jakarta.

Chandra, Sangita. 2012. Evaluation of in vitro anti-inflammatory activity ofcoffee against the denaturation of protein. Asian Pacific Journal ofTropical Biomedicine S178-S180.

Chang, Raymond. 2005. KIMIA DASAR: Konsep-Konsep Inti Edisi Ketiga Jilid2. Erlangga: Jakarta.

Chatterjee, Priyanka; Sangita Chandra; Protapaditya Dey; Sanjib Bhattacharya.2012. Evaluation of Anti-Inflammatory Effects of Green Tea and BlackTea : A Comparative in vitro Study. J. Adv. Pharm Technol Res Vol 3 (2)136- 138.

Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta.

Ferroud, Clotilde; Marie Godart; Sthephane Ung; Helene Borderies; Alain Guy.2008. Microwaves-assisted solvent-free synthesis of N-acetamides byamidation or aminolysis. Tetrahedron Letters 49 (2008) 3004–3008.

Fessenden. R. J. dan J. Fessenden. 1999. Kimia Organi. Edisi Ketiga. Jilid 2.Erlangga. Jakarta.

Gabriel. R. 1984. Selective Amidation of Fatty Methyl Esters With N-(2-Aminoethyl) Ethanolamine Under Base Catalysis. J. Am. Oilchem. Soc. 61. 965.USA.

Page 68: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

52

Gandjar, G.H., dan Rohman, A., 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar:Yogyakarta.

Hasali, Nor Hazwani Mohd; Muhammad Nor Omar; Ahmad Muzammil Zuberdi;Helmi Yousif AlFarra. 2013. Biotransformation of Ethyl p-Methoxycinnamate from Kaempferia galanga L. Using Aspergillus niger.International Journal of Biosciences (IJB), Vol. 3, No. 7, p. 148-155.

Hidayati, Nur; SM Widyastuti; Subagus Wahyuono. 2012. Isolasi Dan IdentifikasiSenyawa Antifungal Akar Acacia Mangium Dan AktivitasnyaTerhadap Ganoderma Lucidum. Sekolah Pasca Sarjana : UniversitasGadjah Mada.

Kalgutkar, Amit S.; Brenda C.; Scott W. R.; Alan B. M.; Kevin R. K.; Rory P. R.;Lawrence J. M.. 1999. Biochemically based design of cyclooxygenase-2(COX-2) inhibitors: Facile conversion of nonsteroidal antiinflammatorydrugs to potent and highly selective COX-2 inhibitors. J. Med . Chem.2000, 43 , 2860-2870.

Katzung, G.B. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik edisi 6. Salemba Medika.Jakarta.

Katzung, B.G. 2012. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 10. Jakarta: EGC.

Khalafi-Nezhad, Ali; Babak Mokhtari; Mohammad Navid Soltani Rad. 2003.Direct preparation of primary amides from carboxylic acids and urea usingimidazole under microwave irradiation.Tetrahedron Letters 44 (2003)7325–7328.

Khopkar, S.M, 2003, Konsep Dasar Kimia Analitik, Jakarta, UI-Press.

Kingston HM & Jassie LB. 1988. Introduction to Microwave Sample PreparationTheory and Practice. ACS publishing.

Kumar, Manoj et al. 2010. Synthesis, Pharmacological and ToxicologicalEvaluation of Amide Derivates of Ibuprofen. International Journal ofChemTech Research Vol. 2, No. 1, pp 233-238.

Lidstrom, P., Tierney, J., Wathey, B., & Westman, J. 2001. Microwave AssistedOrganic Synthesis – A Review. Tetrahedron , 9225-9283.

Maag. H. 1984. Fatty Acid Derivates Important Surfactans For House HoldCosmetic And Industrial Purpose. J. Am. Oil. Chem. Soc. 61. 259.

Mansjoer, S. 1999. Mekanisme Kerja Obat Antiradang. Media Farmasi Indonesia.7(1): Hal. 34.

Page 69: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

53

Mekseepralard, Chantana, Narisa Kamkaen, dan Jenny M. Wikinson. 2010.Antimicrobial and Antioxidant Activities of Traditional Thai HerbalRemedies for Aphthous Ulcers. Phytother. Res. 24: 1514–1519 (2010).

Menteri Kesehatan RI. 2013. Peraturan Menteri Kesehatan Republik IndonesiaNomor 87 tahun 2013 tentang Peta Jalan Pengembangan Bahan BakuObat. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta.

Merck., (1976) “The Merck Index”, Merck and CO.Inc, New Jersey.U.S.A.

Mizhushima, Y. 1964. Inhibition of Protein Denaturation by Antirheumatic orAntiphlogistic Agents. Arch. Int. Pharmacodyn., 149, 1-7.

Mohan, Chandra. 2003. Calbiochem; Buffer. CALBIOCHEM® and OncogeneReseaarch Products.

Mufidah, Syarifatul. 2014. Modifikasi Struktur Senyawa Etil p-metoksisinamatyang Diisolasi dari kencur (Kaempferia galanga Linn.) MelaluiTransformasi Gugus Fungsi Serta Uji Aktivitas Sebagai Antiinflamasi.Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.

Nazeruddin, G. M. dan S. B. Suryawanshi. 2010. Sythesis of Novel Mutual Pro-drugs by Coupling of Ibuprofen (NSAID) with Sulfa Drugs. J. Chem.Pharm. Res., 2010, 2(4):508-512.

Opie EL. On The Relation of Necrosis and Inflamation to Denaturation ofProteins. J Exp Med. 1961; 115; 597-608. [PMCID: PMC2137504][PubMed: 14482110].

P. K. Moore; Al-Swayeh, O.A.; R.H. Clifford; P.del Soldato;. 2000. AComparison of the Anti-inflammatory and Anti-nociceptive Activity ofNitroaspirin and Aspirin. British Journal of Pharmacology 343-350.

Pavia, D.L, et al. 2008. Introduction to Spectroscopy, Fourth Edition. UnitedStates of America: Brooks Cole.

Pearson, R.G., 1968, Hard Soft Acids and Bases, HSAB, Part I. FundamentalPrinciples, J. Chem. Educ., 45, 581.

Perreux, L., Loupy, A. 2001. A Tentative Rationlization of Microwave Effect inOrganic Syntheis According to The Reaction Medium, and MechanisticConsiderations. Tetrahedron, 57, p.9199-9223.

Pramono E. The commercial use of traditional knowledge and medicinal plants inIndonesia. Submitted for multi-stakeholder dialoque on trade, intellectualproperty and biological resources in Asia, 2002.

Page 70: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

54

Pubchem. Akses online via http://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/ (diakses padatanggal 6 Juli 2014).

Rakesh R. Somani and Dinesh T. Makhija. 2010. Improvement of GI Tolerance ofNSAIDs using oral prodrug approach. Der Pharmacia Lettre, 2010, 2(2):300-309.

Roth, H.J. et al. 1994. Analisis Farmasi, cetakan kedua diterjemahkan olehSardjono Kisman dan Slamet Ibrahim. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.

Rousessac, Francis dan Rouessac, Annick. 2000. Chemical Anlysis ModernInstrumentation Methods and Techniques. John Wiley & Sons, LTD:England.

Sadler PJ, Tucker A. Proton NMR studies of bovine serum albumin. Assignment ofspin systems. Eur J Biochem 1992; 205: 631–43.

Sastrohamidjojo, Hardjono. 1985. Kromatografi. Yogyakarta: Liberty.

Sen, S. et al. 2010. Analgesic and Anti-inflamantory Herbs: A Potential Source ofModern Medicine. IJPSR, 2010; Vol. 1 (11): 32-44 ISSN: 0975-8232.

Setyarini, Holida. 2009. Uji Daya Antiinflamasi Gel Ekstrak Etanol Jahe 10%(Zingiber officinale roscoe) yang Diberikan Topikal Terhadap Udem KakiTikus yang Diinduksi Karagenan. Surakarta: Fakultas Farmasi UniversitasMuhammadiyah Surakarta.

Siswandono dan Bambang Soekardjo. 2008. Kimia Medisinal. Surabaya:Airlangga University Press.

Sudjadi. 1983. Penentuan Struktur Senyawa Organik. Fakultas Farmasi UGM.Bandung: Ghalia Indonesia.

Suseno, Jatmiko Endro dan Firdausi, K. Sofjan. 2008. Rancang bangunSpektroskopi FTIR (Fourier Transform Infra Red) untuk PenentuanKualitas Susu Sapi. Berkala Fisika Vol. 11, No. 1, Januari, hal. 23-38,ISSN: 1410-9662.

Tara V., Shanbag; Sharma Candrakala; Adiga Sachidananda; BairyLaximinarayana Kurady; Shenoy Smita; Shenoy Ganesh. 2006. WoundHealing Activity Of Alkoholic Extract of Kaempferia Galanga in WistarRats. Indian J.Physiol Pharmacol 50 (4) : 384-390.

Tewtrakul, Supinya; Supreeya Yuenyongsawad; Sopa Kummee; LatthyaAtsawajaruwan. 2005. Chemical Components and Biological Activities ofVolatile Oil of Kaempferia galanga Linn. Songklanakrin J. Sci.Technol Vol. 27 (Suppl. 2) : Thai Herbs.

Page 71: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

55

Umapathy E, Ndebia EJ, Meeme A, Adam B, Menziwa P, Nkeh-Chungag BN, etal. An Experimental Evaluation of Albuca Setosa Aqueous Extract onMembrane Stabilization, Protein Denaturation and White Blood CellMigration During Acute Inflammation. J Med Plant Res. 2010; 4: 789-795.

Umar, Muhammad I.; Mohd Zaini Asmawi; Amirin Sadikun; Item J. Atangwho 1;Mun Fei Yam; Rabia Altaf; Ashfaq Ahmed. 2012. Bioactivity-GuidedIsolation of Ethyl-p-methoxycinnamate, an Anti-inflammatory Constituent,from Kaempferia galanga L. Extracts. Molecules, 17, 8720-8734.

Underwood, A. L. 1989. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.

Vane, J.R. & Botting, 1987, R. Inflammation and The Mechanism of Action ofAnti-inflammation Drugs, FASEB J., 1, 89-96.

Varma, R. S. 2001. Solvent free Accelerated Organic Synthesis using Microwave,Pure Appl. Chem, 73, 193-198, IUPAC.

Verma, et al. 2011. Antidenaturation and Antioxidant Activities of AnnonaCherimola In-Vitro. India: International Journal of Pharma and BioSciences. Vol 2. ISSN: 0975-6299.

Vittalro, Amberkar Monhabu; Tara Shanbag; Meena Kumari K; K.L Bairy;Smita Shenoy. 2011. Evaluation of Antiinlammatory and analgesicactivities of alcoholic extract of Kaempeferia Galangan in rats. IndianJ.Physiol Pharmacol 55 (1) : 13-24.

Watson, D, G,. 2009. Analisis Farmasi: Buku Ajar untuk Mahasiswa Farmasi danPraktisi Kimia Farmasi. Penerjemah: Winny R. Syarief, Edisi Kedua.Jakarta: EGC.

Willard, Hobart H.; Lynne L. Merritt, Jr.; John A. Dean; Frank A. Settle, Jr. 1988.Instrumental Methods of Analysis Seventh Edition. WadsworthPublishing Company. California.

Williams, LAD; A.O Connar; L. Latore; O Dennis; S. Ringer; J.A Whittaker; JConrad; B.Vogler; H Rosner; W Kraus. 2008. The In Vitro Anti-denaturation Effects Induced by Natural Product and Non-steroidalCompounds in Heat Treated (Immunogenic) Bovine Serum Albumin isProposed as a Screening Assay for the Detection of Anti-inflammatorycompounds, without the Use of Animals, in the Early Stages of The DrugDiscovery Process. West Indian Medical Journal 57 (4):327.

Williams LAD, Vasquez EA, Milan PP, Zebitz C, Kraus W. In vitro anti-inflammatory and anti-microbial activities of phenylpropanoids from Piperbetle (Piperaceae). In Proceeding of the Phytochemical Society of Europe:Natural products in the new millennium: Prospects and industrial

Page 72: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

56

application. AP Rauter, PB Palma, J. Justino, Araujo ME, Santos SP (Eds).Kluwer Academic Publisher, Dordrecht. The Netherlands. 2002; 74: 221-7.

Wittcoff. H. A. 2004. Industrial Organic Chemicals. Second Edition Wiley. InterScience. New York.

Page 73: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

57

Lampiran 1. Kerangka Penelitian

Senyawa Etil p-metoksisinamat

Karakterisasi

Amidasi

Etanolamin Dietanolamin

Senyawa A Senyawa B

Identifikasi Struktur Senyawa

Uji Aktivitas Antiinflamasi

Menentukan Hubungan Struktur dan Aktivitas

Page 74: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

58

Lampiran 2. Identifikasi Etil p-metoksisinamat (Mufidah, 2014)

a. Organoleptis Etil p-metoksisinamat

Senyawa Etil p-metoksisinamat diisolasi dari rimpang kencur (Kaempferia

galanga Linn.) yang diperoleh dari kebun balittro (Balai Penelitian Tanaman

Rempah dan Obat) di wilayah Sukabumi, Jawa Barat. Etil p-metoksisinamat

berwujud kristal putih kekuningan, memiliki aroma yang khas, mempunyai

titik leleh 47-52oC.

b. Spektrum IR Etil p-metoksisinamat

Hasil analisis Spektrofotometri IR menunjukkan penafsiran spektrum IR

senyawa isolat kencur (Etil p-metoksisinamat ) dari berbagai bilangan

gelombang absorbansi gugus fungsi yang spesifik seperti yang tertera pada

gambar dan tabel berikut:

Page 75: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

59

Ikatan Daerah Absorbansi (ν, cm-1)C=O 1704,18C-O 1367,59-1321,3

C-H Aril 3007,15-3045,73C=C Aril 1629,92-1573,02

C-H Alifatik 2979,18-2842,23C-O Aril 1252,82-1210,38; 1029,07

Aromatik posisi para 829,43

c. Spektrum GC-MS Etil p-metoksisinamatHasil interpretasi Gas Chromatography-Mass Spectroscopy (GC-MS)

menunjukkan bahwa senyawa isolat kencur (Etil p-metoksisinamat) muncul

pada waktu retensi 9,932 dan memiliki berat molekul 206,0 g/mol dengan

fragmentasi massa pada 161; 134; 118; 103; 89; 77; 63; dan 51. Adapun

spektrum GC-MS dan fragmentasi yang terjadi pada senyawa isolat kencur

(Etil p-metoksisinamat) adalah sebagai berikut:

Page 76: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

60

Page 77: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

61

d. Spektrum 1H-NMR Etil p-metoksisinamat

Page 78: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

62

Hasil analisis 1H-NMR menggunakan pelarut CDCl3 menunjukkan nilai

pergeseran kimia (δ) sebagai berikut:Posisi Pergeseran Kimia (δ, ppm) (CDCl3)

15 1,33 (t, 3H, Ј=7,15)14 4,25 (q, 2H, Ј=7,15)2 6,31 (d, 1H, Ј=15,6)3 7,65 (d, 1H, Ј=16,25)

5 & 9 6,90 (d, 2H, Ј=9,05)6 & 8 7,47 (d, 2H, Ј=8,45)

11 3,82 (s, 3H)

Struktur Etil p-metoksisinamat

Spektrum 1H-NMR memberikan sinyal pada pergeseran kimia 1,33 ppm (3H)

berbentuk triplet dan juga pada 4,25 ppm (2H) berbentuk quartet. Sinyal ini lebih

downfield karena berikatan dengan oksigen. Spektrum 1H-NMR juga memberikan

sinyal pada pergeseran kimia 3,82 ppm (3H) berbentuk singlet. Sinyal ini lebih

downfield karena berikatan dengan Oksigen (-OCH3, metoksi). Pergeseran kimia

6,31 ppm (1H) berbentuk doublet memiliki hubungan dengan puncak pada

pergeseran kimia 7,65 ppm (1H) berbentuk doublet, dengan rentang nilai

konstanta kopling yang dekat yaitu 15,6 dan 16,26 Hz. Bentuk tersebut adalah

olefin dengan proton berkonfigurasi trans. Kemudian pada pergeseran kimia 6,9

ppm-7,4 ppm (4H) merupakan proton-proton dari benzen dengan dua subtitusi.

Pola sinyal ini menunjukkan bahwa 2 proton yang ekivalen terkopling secara

ortho dengan 2 proton yang ekivalen lainnya, yang kemudian menunjukkan

bahwa sinyal ini adalah sinhyal H 5/9 dan H 6/8. Dari data yang diperoleh,

senyawa hasil isolasi dari kencur (Kaempferia galanga L.) adalah etil p-

metoksisinamat.

Page 79: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

63

Lampiran 3. Hasil Optimasi Metode Reaksi Amidasi

1. Optimasi Amidasi EPMS dengan Etanolamin

Bahan Reaksi Daya (Watt) Waktu (Min) Rendemen (%)1,03 gram EPMS + 10 mL Etanolamin 300 5 54,361,05 gram EPMS + 10 mL Etanolamin 450 5 58,091,06 gram EPMS + 10 mL Etanolamin 600 5 61,321,04 gram EPMS + 10 mL Etanolamin 800 5 54,80

Gambar 1. a- EPMS; b-Senyawa A;1- Senyawa A (450 w, 5 min); 2-

Senyawa A (600 w, 5 min); 3-Senyawa A (800 w, 5 min).

Gambar 2. a-300 w; b-450 w; c-600w; 800 w.

2. Optimasi Amidasi EPMS dengan Dietanolamin

Bahan Reaksi Daya (Watt) Waktu (Min) Rendemen (%)0,2 gram EPMS + 10 mL Dietanolamin 450 20 -*0,2 gram EPMS + 10 mL Dietanolamin 450 25 -*0,2 gram EPMS + 10 mL Dietanolamin 450 30 -*

Bahan Reaksi Daya (Watt) Waktu (Min) Rendemen (%)0,2 gram EPMS + 10 mL Dietanolamin 300 20 8,650,2 gram EPMS + 10 mL Dietanolamin 300 30 5,230,2 gram EPMS + 10 mL Dietanolamin 300 60 5,710,2 gram EPMS + 10 mL Dietanolamin 300 90 -*0,2 gram EPMS + 10 mL Dietanolamin 300 6 Spot Baru**0,2 gram EPMS + 10 mL Dietanolamin 300 10 Spot Baru**0,2 gram EPMS + 10 mL Dietanolamin 300 15 Spot Baru**

Ket: *reaksi tidak berhasil; **reaksi berhasil, jumlah yang direaksikan sedikitsehingga tidak dihitung rendemen

a b 1 2 3a b c d

Page 80: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

64

Bahan Reaksi Daya (Watt) Waktu (Min) Rendemen (%)1,03 gram EPMS + 10 mL Dietanolamin 300 6 92,621,03 gram EPMS + 10 mL Dietanolamin 300 10 50,191,03 gram EPMS + 10 mL Dietanolamin 300 15 39,90

Gambar 3. a- EPMS; b-Senyawa B;1-(450 w, 20 min); 2-(450 w, 25 min);

3-(450 w, 30 min).

Gambar 4. a- EPMS; b-Senyawa B;1-(300 w, 20 min); 2-(300 w, 30 min);3-(300 w, 60 min); 4-(300 w, 90 min).

Gambar 5. a- EPMS; b-Senyawa B;1-(300 w, 6 min); 3- (300 w, 15 min).

Gambar 6. a- EPMS; b-Senyawa B;2-(300 w, 10 min).

Gambar 7. a-Senyawa B (300 w, 6 min); b-Senyawa B (300 w, 10 min); c-Senyawa B (300 w, 15 min).

a b 1 2 3 a b 1 2 3 4

a b 1 3 a b 2

a b c

Page 81: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

65

Lampiran 4. Tabel Hasil Uji Antiinflamasi

SampelN-(hidroksietil)-p-

metoksisinamamida

Uji 1 Uji 2 Uji 3%

inhibisirata-rata

SDKontrolnegatif0,705

Kontrolnegatif0,705

Kontrolnegatif0,606

Abs % inh Abs % inh Abs % inh0,1 ppm 0,611 13,20 0,609 13,60 0,489 19,31 15,37 3,421 ppm 0,282 60,00 0,277 60,70 0,226 62,71 61,14 1,4010 ppm 0,249 64,70 0,195 72,30 0,160 73,60 70,20 4,81100 ppm 0,174 75,30 0,170 75,90 0,093 84,65 78,62 5,24

SampelN,N-bis-

(hidroksietil)-p-metoksi

sinamamida

Uji 1 Uji 2 Uji 3%

inhibisirata-rata

SDKontrolnegatif0,806

Kontrolnegatif1,088

Kontrolnegatif0,701

Abs % inh Abs % inh Abs % inh0,1 ppm 0,404 49,80 0,568 47,80 0,357 49,05 48,88 1,011 ppm 0,342 57,50 0,397 63,50 0,299 57,40 59,47 3,4910 ppm 0,271 66,40 0,360 66,90 0,265 62,17 65,16 2,60100 ppm 0,240 70,20 0,237 78,20 0,182 74,05 74,15 4,00

Etil p-metoksisinamat

(EPMS)

Uji 1 Uji 2 Uji 3%

inhibisirata-rata

SDKontrolnegatif1,002

Kontrolnegatif1,002

Kontrolnegatif0,206

Abs % inh Abs % inh Abs % inh0,1 ppm 0,676 32,60 0,674 32,80 0,150 27,34 30,91 3,101 ppm 0,602 39,90 0,597 40,50 0,146 29,04 36,48 6,4510 ppm 0,557 44,40 0,593 40,80 0,115 44,35 43,18 2,06100 ppm 0,449 55,20 0,577 52,40 0,088 57,23 54,94 2,43

Natrium diklofenak

Uji 1 Uji 2%

inhibisirata-rata

SDKontrolnegatif1,030

Kontrolnegatif2,040

Abs % inh Abs % inh0,1 ppm 1,012 1,84 2,013 1,34 1,59 0,361 ppm 0,994 3,53 1,990 2,45 2,99 0,7610 ppm 0,760 26,23 1,558 23,63 24,93 1,84100 ppm 0,022 97,87 0,062 96,99 97,43 0,62

Page 82: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

66

Lampiran 5. Perhitungan Reaksi

a. Perhitungan untuk reaksi amidasi dengan etanolaminPerbandingan reaksi:Etil p-metoksisinamat (EPMS) : etanolamin (5 mmol:10 mmol)EPMS (BM. 206 gr/mol) terpakai:

gram 1,03mg 1030mg/mmol 206mmol 5

BMmolgram

Etanolamin (BM. 61 gr/mol; ρ = 1,20 kg/L) terpakai:

gram 0,62mg 610mg/mmol 61 mmol 10

BMmolgram

mL 10 dilebihkanmL 0,598L 0,000598kg/L 02,1

kg 00061,0MV

VM

b. Perhitungan untuk reaksi amidasi dengan dietanolaminPerbandingan reaksi:Etil p-metoksisinamat (EPMS) : dietanolamin (5 mmol:10 mmol)EPMS (BM. 206 gr/mol) terpakai:

gram 1,03mg 1030mg/mmol 2065mmol

BMmolgram

Dietanolamin (BM. 105 gr/mol; ρ = 1,097 kg/L) terpakai:

gram 1,05mg 1050mg/mmol 051mmol 10

BMmolgram

mL 10 dilebihkanmL 0,957L 000957,0kg/L 097,1

kg 00105,0MV

VM

Page 83: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

67

Lampiran 6. Dokumentasi

Gambar 1.Produk amidasi dietanolamin

Gambar 2.Produk amidasi etanolamin

Gambar 3.Hasil amidasi dietanolamin sebelum

dimurnikan

Gambar 4.Hasil amidasi etanolamin sebelum

dimurnikan

Page 84: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

68

(Lanjutan)

Gambar 5.N-(2-hidroksietil)-p-metoksi sinamamida

Gambar 6.N,N-bis-(2-hidroksietil)-p-metoksi

sinamamida

Gambar 7.Proses eluensi KLT

Gambar 8.Kristal EPMS

Page 85: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

69

(Lanjutan)

Gambar 9.Alat pH meter

Gambar 10.Pengukuran pH Tris Buffer Saline

Gambar 11.Uji BSA

Gambar 12.BSA setelah didenaturasi

Page 86: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

70

(Lanjutan)

Gambar 13.GCMS

Gambar 14.Microwave

Gambar 15.TBS dan NaCl

Gambar 16.Dietanolamin dan Etanolamin

Gambar 17.Na diklofenak dan BSA

Gambar 18.AlatMelting Point

Page 87: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

71

Lampiran 7. Spektum IR Senyawa A

Page 88: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

72

Lampiran 8. Spektrum GCMS Senyawa A

Page 89: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

73

(Lanjutan)

Page 90: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

74

Lampiran 9. Spektrum 1H NMR Senyawa A

Page 91: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

75

(Lanjutan)

Page 92: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

76

(Lanjutan)

Page 93: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

77

Lampiran 10. Spektrum 13C NMR Senyawa A

Page 94: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

78

(Lanjutan)

Page 95: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

79

(Lanjutan)

Page 96: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

80

Lampiran 11. Spektum IR Senyawa B

Page 97: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

81

Lampiran 12. Spektrum GCMS Senyawa B

Page 98: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

82

(Lanjutan)

Page 99: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

83

Lampiran 13. Spektrum 1H NMR Senyawa B

Page 100: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

84

(Lanjutan)

Page 101: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

85

(Lanjutan)

Page 102: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

86

Lampiran 14. Spektrum 13C NMR Senyawa B

Page 103: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

87

(Lanjutan)

Page 104: MUHAMMAD REZA-FKIK.pdf

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

88

(Lanjutan)