128
Munajat Buaya Darat Kitab Puisi Mashuri Yogyakarta 2013

Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

  • Upload
    others

  • View
    27

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

Munajat Buaya Darat

K i t a b P u i s i

Mashuri

Yogyakarta

2013

Page 2: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

ii Munajat Buaya Darat

Sidobali UH II No. 419 Timoho Yogyakarta

Telp. 0274-2643064

Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengutip, memfotokopi, memindahkan isi buku, baik sebagian maupun seluruhnya tanpa seizin penulis dan peberbit

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMER 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA.

1. Barangsiapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 49 Ayat (1) dan Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/ atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagai dimak-sud pada Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Penata letak/Desain cover Alek Subairi

Sumber gambar coverNational Geographic

Cetakan pertama, 2013

MUNAJAT BUAYA DARATMashuri

Gress Publising, Yogyakarta

halaman x+118

Ukuran: 13,5 X 20

ISBN: 978-602-96826-8-7

Page 3: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

iiiMashuri

SEKAPUR SIRIH

PENGAKUAN PENYAIR JADI-JADIAN

MENULIS puisi bagi saya adalah sebuah kebutuhan. Saya tak

peduli jargon sebagian orang yang menganggap akhir romantik

peran penyair, juga ihwal zaman yang cenderung anti-puisi,

bahkan pada dogma mereka yang masih bersikukuh dengan

tugas kepenyairan dengan terus mengibarkan tanggung jawab

penyair pada dunia dan nasib kemanusiaan. Dalam proses

penulisan ini, saya hanya ingin bertanggung jawab pada diri

saya sendiri. Tanpa menulis puisi, saya merasa ada yang hilang

dari diri saya dan saya membutuhkannya untuk menambal

yang tanggal itu. Tentu saya tak bisa abai pada kewajiban,

semacam tanggung jawab profesi, tetapi kewajiban saya

berjalan bersama puisi-puisi saya.

Page 4: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

iv Munajat Buaya Darat

Meski demikian, saya merasa tak setiap saat saya dihadiri

puisi, sehingga tak setiap saat saya menjadi ‘penyair’. Puisi

kerap kali mengembara karena ia kadang serupa udara yang

bergerak bebas, meski di dalam diri saya sudah menyiapkan

ruang bermain, pikatan, tempat nan indah agar ia mau diam

di sana, bahkan berdiwana pada jiwa saya. Ia hanya mau

datang ketika saya mengundang dengan ikhtiar tertentu atau

tergetar atau tergoda ketika berhadapan dengan hal-ihwal

atau peristiwa yang mengusik rasa kemanusiaan saya, meski

sepele dan remeh-temeh. Karena itu, saya sering mendaku

diri sebagai penyair jadi-jadian. Sebagaimana harimau jadi-

jadian, yang tidak setiap saat menjadi harimau, kecuali jika

ruh harimau merasukinya, saya pun begitu. Hanya pada saat

saya kehadiran puisi, saya menjadi ‘penyair’. Selebihnya saya

bukan siapa-siapa.

Saya pun kerap menjadi pembaca puisi saya sendiri,

belajar darinya dan pada saat tertentu juga bertukar-tengkar

dengannya. Puisi, bagi saya, seringkali lebih cerdas dan

lebih menggemaskan daripada saya. Dalam posisi ini saya

tak peduli dan saya wajib berendah hati untuk memasu

sekian pengalaman darinya. Saya merasa telah demikian

dihargai dengan kehadiran puisi-puisi itu, meski tidak setiap

saat. Meski saya harus sabar menunggu dan bersiap dengan

menggali kenaifan diri, beredar dalam sekian pengalaman

dan tak lelah membaca berbagai gelaran, baik yang tersurat

maupun tersirat.

Begitulah pengalaman kerja kepenulisan saya. Dari kerja

itu, tak semua puisi lahir menjadi tulisan yang matang,

bahkan kadang setengah matang, seringkali malah mentah.

Page 5: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

vMashuri

Beberapa yang matang atau setengah matang terkumpul

dalam buku-buku puisi saya, buku-buku kumpulan karya

bersama, tersiar di media massa, ngendon di surat undangan

pernikahan sahabat, sementara itu terdapat ratusan bakal

puisi yang tertinggal di kertas-kertas yang telah lenyap karena

dilalap banjir dan disantap rayap, SMS pada kekasih yang

sudah terhapus, status di jejaring sosial yang tertimbun status

baru, dan tilas lainnya.

Munajat Buaya Darat adalah kumpulan buku puisi saya

yang keempat yang saya ikhtiarkan menjadi tulisan yang

matang karena sebagian besar di antaranya telah mengalami

publikasi dan penyuntingan kembali. Penyusunan Munajat

Buaya Darat mengalami proses panjang, dengan menambal

dan mengurangi. Tak semua puisi yang pernah tersiar ke

publik, atau yang terbiar sebagai bacaan sendiri, bisa begitu

saja menjadi bagian darinya.

Sejatinya buku puisi ini adalah kumpulan puisi kelima

saya, karena Patigeni yang saya rencanakan menjadi

kumpulan puisi keempat harus rela abadi menjadi manuskrip

karena kesulitan mewujudkannya dalam bentuk buku. Bukan

rahasia lagi, menerbitkan buku puisi pada era kini di sebuah

negeri yang bernama Indonesia adalah kemewahan yang luar

biasa, wabil khusus bagi penyair jadi-jadian seperti saya. Saya

berhutang budi pada begitu banyak pihak dalam mewujudkan

buku ini.

Kepada penerbit Gress Publishing, saya haturkan terima

kasih sebanyak-banyaknya yang telah memberi saya ke-

mewahan karena bersedia menerbitkan kumpulan puisi saya.

Kepada Prof. Dr. Faruk, S.U. saya haturkan terima kasih tak

Page 6: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

vi Munajat Buaya Darat

berbilang karena menyempatkan diri di sela waktunya yang

padat-merapat untuk memberi epilog. Juga pada kawan-

kawan di Surabaya, Yogyakarta, Jakarta, dan segenap pusat-

pusat di Jawa Timur, seperti Lamongan, Gresik, Bojonegoro,

Sidoarjo, Ngawi, Jombang, Mojokerto, Ponorogo, Banyuwangi,

Situbondo, Pasuruan, Malang, Madura, dan lainnya, saya

haturkan terima kasih yang tak kuasa dihitung dengan

angka.

Sebagaimana yang saya nukil pada awal, menulis puisi

sebagai kebutuhan saya, tetapi puisi tetaplah puisi. Ia tidak

hadir dari langit kekosongan belaka. Ia pun tak mudah dikotak

dalam sebuah tempat yang rapat dan kedap suara. Jika di

antara Pembaca, ada yang bersua, bahkan mungkin akrab,

dengan puisi saya, tentu itu karena kemurahan pembaca yang

telah meluangkan waktu untuk menyapanya. Adapun jika ada

yang memeroleh sekeping kemanfaatan, bahkan mungkin

sejumput berkah, tentu itu bukan wilayah saya dan puisi-puisi

saya…

Demikianlah sekapur sirih dari saya: penyair jadi-jadian.

Selebihnya, wallahu waliyyuttariq!

Siwalanpandji Sidoardjo, Desember 2012

MASHURI

Page 7: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

Buat dua cahaya mata

Mayang Khalila PosmodernaDamar Renaisan Falah Failasuf

Page 8: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

viii Munajat Buaya Darat

DAFTAR ISI

Sekapur SirihPENGAKUAN PENYAIR JADI-JADIAN .......................................................... iii

PATIGENITukang Potong ..................................................... 2Perempuan Bertubuh Ombak ................................ 4Luka Adammakna ............................................... 6Percakapan Taman ............................................... 9Khidr ................................................................. 11Siwalan Perawan ................................................. 14Obat Hati ............................................................ 15Munajat Buaya Darat ........................................... 17Lelaki yang Menggali Kuburnya Sendiri ................. 21Aku Bangun Kubah di Lembahmu ........................ 23Patigeni ............................................................... 28Malaikat Rangkap ................................................ 30Jejaring .............................................................. 31Suara Mendaki .................................................... 32Kemarin .............................................................. 34Ladang Pengantin ................................................ 35Hari .................................................................... 36Lorong Tak Berujung ............................................ 38Puisi yang Sama .................................................. 40Tanjung Cintaku .................................................. 41Gaung Kedung .................................................... 43

Page 9: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

ixMashuri

PEJANTAN MATAHARIMeja Perjamuan ................................................... 46Sihir Pesisir ......................................................... 48Ke Dinding .......................................................... 50Kesabaran Abad ................................................... 51Laut yang Cidera.................................................. 53Kupu ................................................................... 55Amsal Gulma....................................................... 57Perempuan Laut .................................................. 58Rindu Bidadari .................................................... 59Yang Terkubur Laut .............................................. 60Jelaga .................................................................. 62Cucu Tarub .......................................................... 63Bintang Jatuh di Hatiku........................................ 64Sepanjang Tubuh ................................................. 66Hujan ................................................................. 68Pejantan Matahari ................................................ 69Peta Hati ............................................................. 70Rol ...................................................................... 72Imaji Bebuahan ................................................... 74Hati Gunung ........................................................ 75Kitab Perempuan ................................................. 78

ASMARASUPIDarah Hitam ........................................................ 80Buku Masa Lalu ................................................... 85

Page 10: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

x Munajat Buaya Darat

Kerudung Bergambar Ular .................................... 86Bulu Burung ........................................................ 87Nujum Maut ........................................................ 88Surat Malaikat ..................................................... 89Tebing Kuda Lumping .......................................... 90Dadar Rembulan .................................................. 92Kahyangan Api .................................................... 93Ziarah Matahari ................................................... 95Sesat Sesaat ......................................................... 96Hantu Lempung .................................................. 97Luka Laut ............................................................ 98Belukar Langit ..................................................... 99Asmarasupi ........................................................ 101Ziarah ke Sintal Pinggulmu................................... 102Ciuman Gula Merah ............................................. 104Mantram Kolam .................................................. 105Ilusi Musim ......................................................... 106Cenayang Dermaga .............................................. 107Berkah Gravitasi .................................................. 108

Epilog ..................................................................... 110LULUR KYAI DI TUBUH BERDAKIProf. Dr. Faruk, S.U.

RIWAYAT PUBLIKASI ............................................... 116TENTANG PENULIS ................................................. 117

Page 11: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

1Patigeni

PATIGENI

Page 12: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

2 Munajat Buaya Darat

Tukang Potong

Ia selalu siap dengan gunting dan sisir

Di bawah pohon yang demikian pesing, anyir

Oleh kencing pejalan, juga kencingnya

Juga kencing pelacur-pelacur yang saban malam

Ngelindur di bawah pohon

Di dekat neon

Tempatmu dulu pernah bermain mercon

Sambil mengintip pemulung mandi, juga gembel

Yang mengurut tubuhnya, agar daki yang lagi menempel

Di tubuh dan pergi

Seperti kereta yang datang dan berangkat

Di stasiun, tempat segala yang muda, jompo

Terangkut

Suaranya selalu bersuling: “antara Wonokromo

Dan Semut”

Ia akan menjambak-jambak rambutmu, agar kau

Tak kantuk, agar kau terjaga dan sadar

Bahwa ada yang berkurang dari dirimu

“Berjagalah, agar aku tetap ingat

Yang harus aku babat adalah rambutmu, bukan kuping

Atau lehermu yang tak terawat”

Ia selalu siap dengan gunting dan sisir

Meski kadang-kadang datang seorang perempuan

Yang mengaku bunting dan menyoalnya dengan nyinyir

Page 13: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

3Patigeni

: “Kau laki-laki tak pernah membuktikan kelelakianmu

Kepadaku”

Ia tersenyum diam-diam, sambil menggumam

Aku sudah tahu, seberapa lebat rambut yang masih

Menempel di tubuhmu, dan yang sudah jatuh

Ke debu

Sidoarjo, 2007

Page 14: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

4 Munajat Buaya Darat

Perempuan Bertubuh OmbakLa, tout n‘ est qu‘ ordre et beaute

Luxe, calme, et volupte

Charles Baudelaire

tarianmu surga yang tak pernah selesai; langkahmu seperti

pengemis yang berdoa dari rumah ke rumah untuk sejumput

derma — atau sia-sia, karena dunia begitu luka terpahat di

lenganmu, merintih di antara selendang, senyum, kerling

dan ranum dada yang memesona; merintih dalam ria

dari jendela ini, kuintai langkahmu; tapi langkahmu bagai

jejak-jejak ombak di pantai sehingga aku tak menemu

tilasnya; ah, adakah arah terbujur ke barat atau timur atau

berhenti dan gugur, karena riuh gerakmu tak juga terindera di

mata; ibarat batu yang tampak tapi lekas lepas menuju muara

tapi aku hanya bisa berbisik dari daun jendela yang tertutup

ini, di sebalik tirai, seperti katup jantung dikurung seribu

sangsai; sebentuk iman yang meyakini detak tak mungkin

berhenti jika surga masih membayang dan neraka rumahkan

cendawan, di sebuah musim, saat hujan tak lagi asing

aku pun mengerti, pinggulmu seamsal rotasi segala

khayali, tentang hidup, kuyup tubuh, juga helaan yang

mengusir seringai serigala dari kelenjar tuk bertukar-tengkar

dengan geletar ranjang dan altar; aku pun tak peduli

apakah telingamu tergetar oleh ingin, sebentuk suara yang

merumrum dada, sebentuk kehendak yang berontak di otak,

sehingga kau wartakan asa lewat buntal pinggulmu nan

sintal dan sentausa

Page 15: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

5Patigeni

sungguh, kuingin kau berlari di sepanjang suara; menukik

ke lubuk musik, seperti bima, agar tarianmu yang berputar-

putar di retas geletar, di liar yang mengguncang, juga

pada jejak gerak dalam diam, merajam kesunyianku, agar

sahwatku sempurna dan ibu terjelma dari mimpi, agar dunia

tempat nafasmu bersua dengan udara, tempatku bercakap

denganmu dalam gelap jiwa, selalu menyisakan pesona;

meski kita sama sepaham: kesakitan adalah bahasa yang

tak pernah mangkir dari makna; meski kita juga sepaham:

kesakitan tak kenal kata.

aku kembali tertawan nganga, seperti 100 tanda yang

bertugur percuma, saat seseorang mengubur tubuhmu

dan hanya menyisakan kepala, agar aku dan sejuta mata

merajam kepalamu dengan tatapan batu-mata; aku pun

semakin kosong dan luka; diam-diam aku berharap dengan

harapan-harapan ganjil, tak genap, karena…

mungkin tarianmu semakin indah dan bergelora, saat

pelupukmu terpejam dan kau melangkah di antara buih,

ombak dan riak dada bergetih, yang tak letih pulang-pergi

antara riang-sepi, jalang-suci, nyata-mimpi; pantai singgahan

pun semakin mengabadikan gelayutmu dari satu langkah

ke langkah lainnya, dari satu gerak ke gerik berikutnya,

sehingga kau terus mengimani: “sungguh, tubuh surga tak

pernah selesai diluluri”

Surabaya, 2007

Page 16: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

6 Munajat Buaya Darat

Luka Adammakna :Ceritera Bunda

dalam kitab yang tak pernah kau baca, aku menemukan

cerita; cerita yang sering kau dongengkan kepadaku ketika

malam telah menjelma jubah hitam; malam yang mengurung

sekaligus membebaskanku dalam gelap; aku pun seringkali

bertanya, bagaimana kau bisa mengingat kisah-kisah di

lembar yang tak pernah kau gelar di matamu, bagaimana kau

bisa begitu detil menyentil kisah-kisah gumpil yang terwarta,

bagaimana kau bisa padahal kau tak pernah membacanya,

bagaimana…

sedangkan aku masih suntuk meraba; mendedah lelakonnya

seperti seorang kanak yang baru belajar mengenali alur yang

terus mengalir di arus yang bernama waktu; berakrab dengan

tunas, dengan nafas tetumbuh, dengan riuh permainan yang

bergemuruh di pembuluh darah; bahkan pada tokoh-tokoh

yang menjadi pilar dan berjalin-kelindan dengan nasib, aku

pun masih asing —aku pun menghapalkannya, sebagaimana

aku menghafalkan doa-doa yang kau titipkan kepadaku,

agar aku mengingatnya: baik sebelum atau sesudah tidur;

doa yang katamu, bisa melunturkan kisah-kisah sampah dan

menguburkan kisah-kisah berhikmah di sanubariku...

dalam kitab yang tak pernah kau baca itu, aku mengenal

diriku sendiri —sebagaimana aku mengenal diriku ketika

bibirmu mulai melisankan dongeng pengantar kantukku; aku

pun bertugur di karang dan sendiri, menatap gelombang dan

sendiri —aku menjadi sosok yang berdiri di antara kata-kata

Page 17: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

7Patigeni

yang berlompatan dari bibirmu dari otak dari perasaanmu;

aku pun menjadi sosok dari aksara-aksara yang tertata di

lembar-lembar lontar, terbias dalam pikiran dan nafasku; aku

menjadi...

tapi sepi sering menjadikanku bagai tikus, aku diperaja di

antara tetikus di antara sesawah, kekali, juga bilik yang

pernah kau beri nama: sunyi... aku selalu merasa terasing dan

sendiri, meski riuh suara bercericit, bagai pintu besi berkarat

yang digebrakkan langit, langit hatiku; bahkan pada malam

yang telah membungkusku dengan baju kegelapan, aku begitu

sering tergagap... untuk menemukan suaramu dan tidak

sendiri terpenjara dalam gelap, ah

aku begitu merindukan suaramu, suara-suara yang menuntunku

untuk menemukan liuk jejalan, sesapa, juga kutipan-kutipan

percakapan yang membuatku sering terpana: “bukankah segala

peristiwa itu terjadi di antara kita, dibungkus dalam kata-kata

yang bisa kita temukan dalam peta...”

tapi dalam kitab yang tak pernah kau baca itu, aku juga sering

terbata; aku seperti berhadapan dengan diriku sendiri, bercakap

dengan diriku sendiri, dan menjadi diriku sendiri —meski

ketika aksara itu berdiam, aku pun terpagut dalam malam,

tenggelam dalam kubangan yang tak aku pahami, beku, bagai

pelaut yang tercerabut dari laut tempatnya bersujud...

mungkin dalam kitab yang tak pernah kau baca itu, dalam

Page 18: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

8 Munajat Buaya Darat

dongeng yang kau ucapkan dalam tidur-tidurku, kisah-kisah

itu adalah kisah yang pernah mewarnai ingatanku, kisah

yang pernah menjadi dasar dari perjalanan hidupku dan

pernah aku lalui dalam waktu yang lain, dalam sebuah nasib

mungkin, karena itu aku sering begitu berkarib, juga sering

terasing, tersalib…

aku pun terhajar untuk menemukan makna adamku...

Sidoarjo, 2007

Page 19: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

9Patigeni

Percakapan Taman

: Hani’atul Mariah

ketika kita bercakap cinta, aku teringat jelaga

yang menempel di langit-langit kita; jelaga itu tidak saja

membuatku terjaga tetapi melesakkan pikiranku pada muasal

sorga pertama: waktu aku terbaptis sebagai muasalmu

karena igaku ‘lah berlepasan dan menujum wujudmu

menjadi perempuan

”tetapi aku bukan diciptakan dari iga...,” aku masih

bisa mendengar raung igaumu, dulu, ketika malam merapat

ke pintu kalbu dan langit-langit bersekat jelaga semata;

jendela jiwaku pun hanya lubang yang teramat rapuh

dijadikan suluh; jendela yang tak kuasa menjadi mata

rumah, jendela yang terjela oleh bingkainya sendiri dan tak

berempah;

ketika kau bertanya ihwal cinta, aku pun terbata; lalu

kugurat di sebalik tudungku bahwa rahasia tak lagi terpeta

dalam kata semata; aku telah menjemput wujudmu sebagai

perempuan, tanpa perlu mengingat awal penciptaan sebagai

sorga

“tetapi aku ingin kau percaya, aku bukan tercipta

dari igamu yang patah,” aku masih ingat desahmu; aku lalu

meraba dadaku, kutemukan batu-batu tumbuh; aku pun tak

lagi berkiblat pada hikayat para penista; sungguh, kita tak

lagi harus terpenggal di awal sesal yang kita sebut dosa asal

ketika kau berkisah cinta tanpa sesal dan ingatan

dosa asal, aku pun memagutmu tanpa rapal; meski kelak

kita terbuang dari taman fi rdausi dan tercampak ke jejak

Page 20: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

10 Munajat Buaya Darat

purba untuk merajut sorga sendiri, tapi kita masih mengingat

ada taman penuh angan di rumah ingatan; kita pun masih

menulis kepastian di dedaunan bagai embun yang jatuh

ketika rembulan melingkar purnama dan menyisakan

cahayanya esok pagi

ketika aku berkata: “tiada cinta yang lain, selainmu,”

taman-taman pun tercipta di antara kita; fi rdaus baru

terbangun di dadaku, dengan sepetak bunga-bunga,

sepasang bangku dan di sana: ada kau, aku dan cinta.

Sepanjang hati, kulihat matamu terjaga, aku pun tak lagi

menyoal ihwal jelaga.

“aku pun tak lagi menyoal iga,” katamu.

Surabaya, 2007

Page 21: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

11Patigeni

Khidr

1/

: Perburuan

Seperti Musa, aku pun tertumbuk hal ihwal indera:

kulit yang masih sakit ketika dicambuk, mata yang perih

ketika disiram lendir jeruk, juga bibir yang tak bisa diam

ketika ada sinyal yang merajam lubuk kalbu; kaki hatiku

masih saja berlari dari nyeri ke nyeri; tapi aku ingin bertemu

dirimu, menjadi tamu dalam tabir yang selalu mengundang

para fakir untuk mengalir, di ruang tamumu, Khidr…

Dengan bekal peta yang terwarta dari ayat-ayat tua,

aku memburumu di ruang-simpang sekaligus temu; ruang

antara kali dan laut, antara api dan maut; tapi awamku

selalu batu; batu yang tak bisa diam saat ritus rajam

melabuh: aku pun bergemuruh.

Kita bertemu…

Tapi isyarat yang kau humbalangkan ke indera,

kembali aku maknai sebagai manusia; aku pun terjungkal

dan terus saja melipat angan dan akal; perburuanku padamu

hanyalah sekat yang membuat kita tak pernah bersua di satu

meja, dalam sebuah perjamuan yang kau janjikan di ujung

altar: “Kau pasti tak bisa bersabar, kau pasti ingkar”

Seperti Musa, aku pun tersia di ujung rahasia; aku

terbakar!

Page 22: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

12 Munajat Buaya Darat

2/

: amputasi kepala

Akulah murid yang telah menancapkan lidi ke mata,

lalu memenggal kepala dan menyerahkan kepadamu; tapi

kepercayaanku pada dunia masih juga penuh, kesangsianku

pada jalan-jalan kesunyian pun semakin menubuh; lalu apa

yang bisa aku pasu dari diri yang palsu, apa yang bisa aku

timba dari usia yang tersia dalam waktu

Aku ingat kalijaga, orang tua itu, ketika ia menunggu

di tepi alir berharap dirimu nan hadir; ia ‘lah dermakan

hidup dan diri di jalan sunyi tanpa riak dan geletar,

sedangkan aku masih saja berkisar antara liang penuh

onak dan pusar; haruskah aku menyapih diri lalu menyulut

kemenyan, wangi, sebagai sesaji dari hati yang tertambat di

alir yang kau naungi

Dari penggalan kepalaku, aku masih juga sempat

mendengar bibirku bernyanyi, bahkan pinggulku memutar

memintal ombak dan gelombang; lalu apa yang bisa aku

harapkan dari diri yang tak pernah sampai di lubuk sepi,

yang tak pernah bisa mengecup inti api yang telah kau semai

di jejak-jejakku, yang selalu gusar dalam sunyi…

Page 23: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

13Patigeni

3/

: Surat pembuka

Bagai orang mabuk kepayang, aku membaca surat

berayat tujuh, berlipat-lipat; aku kirimkan kepadamu dengan

jiwa-raga terbata; tubuhku pun ambruk-melayang, seperti

tersengat bisa ular paling berbisa; tapi aku selalu saja

ingin mengulang kata demi kata dari surat itu, agar tuah

terjela dan gapura terbuka, agar aku bisa kembali berjumpa

denganmu lalu saling bertukar sapa: “bagaimana kabar dunia

entah”

Lewat surat pula, aku berharap ada yang bisa aku buka

dari kunci yang mematri batas di antara kita, sehingga aku

bisa melihat bibirmu, matamu dan sekujur tubuhmu yang

sering kau samarkan dalam bujur tak dikenal, mendurhakai

akal, lusuh dan kumal; sehingga aku bisa mendekapmu

kembali, sebagai pengobat dari rindu yang tak terperanai.

Tapi begitu surat itu aku baca, kunang-kunang

langsung memburu indera, kunang-kunang yang berbaris

secara ritmis sambil memasang sebuah peringatan: “Berilah

surat pembuka ke lukamu, luka kerinduan yang selalu

membuatmu ingat dan berharap…”

Aku pun mengirim kembali surat pembuka kitab

ke alamatmu, surat berayat tujuh, tapi tubuhku perlahan

melepuh bagai katak yang masuk ke air yang mendidih dan…

aih!

Surabaya, 2007

Page 24: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

14 Munajat Buaya Darat

Siwalan Perawan

1

di bebuah siwalan, bibirmu membekas

serupa pendaras

menyadap nira, di batas mayang dan bunga

kubayangkan arak tua berserak di meja

di pundi-pundi, di perjamuan

kita pun diamuk mabuk; meski geluduk meruntuhkan

gumuk

yang berdiam di lembah pelupukku

2

aih, sungguh jernih liurmu; kubagi dalam diri

di kesementaraanku yang abadi

meski maut seputih tulang, aku tak peduli

kerna di pantaimu, segala cinta jelma samudera

digemuruhkan renjana; meski hening dan papa

3

di belah pelepah ini, bebuah bagai pipi

ronamu terbagi

saat pendaki istirah di tepi, bertopang kaki

mimpi

Surabaya, 2007

Page 25: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

15Patigeni

Obat Hati

obat hati yang kau tawarkan kepadaku adalah bir

dengan gambar yang selalu kutuju: tubuh berlendir

tapi lekuk penuh rangsang itu tak kunjung telanjang

meski sejak 17 tahun, aku memelototinya dengan

segenap pandang; kini, di usiaku yang ke-31

sosok itu masih saja mengenakan gaun ungu

malah aku yang sering telanjang begitu menenggak

isinya: ah, dasar keparat juga

bir cap daging bersungging; aku selalu bergelap

untuk menguji nyali tentang kesabaran

dan kepastian menunggu; aku pun sering mengigau

“hai kau yang kekal di gambar, jika kau tak kunjung

melepas baju, bagaimana bisa aku mengupas

tubuhmu

jangan biarkan aku menunggu, dengan mengompas

anak-anak di gang, agar aku bisa mereguk dan memelototi

tubuhmu yang selalu saja utuh”

dan obat hati yang kau tawarkan kepadaku membuat

hatiku semakin tak tentu; sakit hatiku semakin kumat

dan dalam kurun 17-31 tahun, aku hanya menemukan

diriku bergumul dengan ingatan-ingatan retak

pada perempuanku yang luka dan sengak

Page 26: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

16 Munajat Buaya Darat

pada dadaku yang koyak

juga pada rinduku yang boyak

dan ingin kembali ke rahim bunda –memintal jejak

: “o bunda, aku kini telanjang dan ingin kembali kepadamu

masihkah rahimmu terbuka terima kekafi ranku”

sungguh, obat hati yang kau tawarkan kepadaku

selalu membuatku selalu seperti kanak-kanak

: kencing di jalan, di got, ambruk di lorong-lorong gelap

menuju rumah, menuju kepulanganku yang indah

tapi tak pernah

Surabaya, 2007

Page 27: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

17Patigeni

Munajat Buaya Darat : hotel itu bernama Surabaya

selat itu menyekat pipih geografi , kau menyebutnya: Surabaya

kota yang terbaca dari titik kecil: noktah hitam di peta,

di pinggir delta, di tepi laut Jawa

kau berhayat di antara kiblat-kiblatnya

ketika kita bertemu tanpa sekat, lalu kau

melihat sebarisan malaikat —di Ampel, di Bungkul, berjamaat

atau tak terangkul di seberang semak-keramat

tapi aku terasing, buta, serupa pejalan yang tak sempat

melihat ujung tubuh: ber-Hujung Galuh, be-ruh

aku pun tak mampir berlabuh, tak parkir ke riuh

: bongkar-muat, ganti cawat, atau angkat sauh

kau tetap saja berkisah dengan angka, tahun-tahun

tapi aku seperti tersekat di seperempat abad pertama

pasca 1900: saat segala genap menjadi ganjil

dan segala luapan demikian gigil

saat gelora masih membenih di asa: meletup ke degup

indra, seperti pelari dengan api

yang tak redup, meski hati terseret ke jalan-jalan mati

jalan penuh mimpi!

lalu kau sebut 45: aku pun tersudut ke ruang nganga,

aku tak ingat sungguhkah gaung itu meraung

demikian agung; adakah tonggak: lingga yang menancap

tanah demikian tegap; lalu kau acungkan sahwat

: o, pahlawan, pahlawanku bertugu

tapi aku pun seasing budak belian kembali,

Page 28: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

18 Munajat Buaya Darat

ketika segala temali mengikatku lagikutapaki jalan-jalan penuh hantu, perempatan berbatukulihat mercu suar membubung tinggi, berkabutaku terpana ke pesona : di lorong-lorong renjana aku dipersilah dengan pantun penuh gairah:

“Tanjung Perak, kapale kobongmangga pinarak, kamare kosong!

kapal di Tanjung Perak terbakar gosongsilahkan singgah sejenak, kamarnya kosong!”

kau pun beringsut, seperti seorang yang mengigautapi aku bersorak, tanpa risau:“inilah Surabaya, hotel tempat singgahtapi bukan tempat berlibur, atau mengubur darahsegalanya lemburseperti juga kapal-kapal yang berhenti laluberangkat, berganti-gantidi sini, segala ranjang tak cukup dipandangtapi dieramisilahkan merangkak, sebab segala sprei tak sengaktak ada jerami, tak ada jejakkecuali apak selangkang sendiri, yang kumalketika segala kemudi kembali ke asalke tujuan awaldi sini, kamar telah menjadi lingkar

Page 29: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

19Patigeni

dan tak kenal bujur sangkar”kau pun turun, menghitung kesunyian demi kesunyiantapi biografi telah terbelah, garis-garis itu saling patah kau dapati dirimu batu

tak berayah-beribu —kau sangsikan jejak-jejak panjang, segepok riwayat nan keropokihwal pertempuran di delta antara ikan-buayalalu segalanya menjadi namakota, jalan, kampung, sungai, juga lorong-lorong keparattempat buaya darat bermunajat… kau pun sangsikan segala sebab; kerna tak ada warta yang lebih nyata kecuali kata-kata dustayang diulang ke berjuta

aku pun tersampir seperti gombal lusuh

di pinggir lenguh —aku tak hirau pada riuhsejarah ingatanmukudapati tubuhku, kurayakan tubuhkuseperti persinggahan di tengah perjalananyang tak mengenal kenangkenanganku pun hilang bersama sunyi : perempuanyang selalu berharap diairi, di semak, di makamdi rumah-rumah yang berjajar dengan geletar

ketika kau mabuk

dan ambruk kedalaman luka tak berufuk

: silam!

Page 30: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

20 Munajat Buaya Darat

kuangkat bir hitam, kuingat pada anak terkutuk

: diriku yang adam!

aku bangkit, kuangkat sauh, kulenguh langit

: “beri aku harapan untuk berlayar ke cakrawala

tanpa rasa luka oleh perih kenang dan ingatan pada usia”

di seberang, kubangun kota-kota di hatiku

dengan batu-batu yang kucuri dari persinggahanku

agar aku tidak melupakanmu,

melupakan angka-angka

yang sempat kau hitung dengan deret aritmatika

yang tak kunjung kau ketahui jumlahnya

—kecuali waktu yang terus berputar

kau tetap tak tak ingin sesat di silam

dan terbenam bersama jangkar malam

: kini telah 180 derajat berputar

tak ada alasan untuk membangun sangkar

kuharap di milenium ini, kau tak lagi terpaku

pada paku silammu yang abadi

tapi mengandangkannya di kalbu

lalu kau tulis deret rumus baru

: bahwa zaman telah berganti

hotel itu harus diperbarui, dicat dan pugar kembali

atau disucikan api…

Surabaya, 2006-2007

Page 31: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

21Patigeni

Lelaki yang Menggali Kuburnya Sendiri

lelaki itu menggali tanah di beranda

ia biarkan pintu rumahnya terbuka, ia sudah lupa

kapan terakhir menjumlah usia, juga

menghitung para tetangga

ia hanya ingat: ada harta karun yang belum kunjung

tergali menjadi unggun kencana

ia terus mencangkul, meski banyak mata menatapnya

banyak yang menyindir, bahkan mencibir,

bahwa takdir tak bisa dipelintir

ia sudah pesan pada istri pertama: “jangan ganggu aku

sebab aku sedang meneguhkan keyakinan kelelakianku

ke pusar tanahku”

pada istri kedua ia telah pamit untuk menggamit

kembali sunyi yang tak pernah teraih

sejak mereka bertemu di taman, ketika si istri masih perawan

dan ia, yang sudah beristri itu, mengaku bujang

lelaki itu jatuh cinta; dan ia mengaku, itulah cinta pertamanya

ia juga sudah pamit pada istri ketiga, agar si istri

terus mengajari anak-anaknya agar tak takut bermimpi;

ia juga berpesan: “doakan aku

karena aku sedang memburu kalbu yang hilang

dilindas waktu, aku sedang menguji kesetiaan hatiku

pada batu-batu”

Page 32: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

22 Munajat Buaya Darat

kini lelaki itu tampak tabah, ia terus menggali tanah

terus menekuri nyeri yang sempat terlintas

ketika mata cangkul mengkilap menyergap nafas

lelaki itu terus mencari, bahkan ia sudah lupa

pada rumahnya, tetangga, istri-anaknya,

konon, ia pun sudah lupa cara meminta

lelaki itu menggali dan menggali

sambil terus meyakini bahwa di balik bumi

ia bakal menemukan apa yang dicarinya selama ini

harta karun tersembunyi: “istri keempatnya yang aduhai”

Surabaya, 2007

Page 33: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

23Patigeni

Aku Bangun Kubah di Lembahmu

1/

Aku bangun kubah di lembahmu; aku eja tetanaman

yang menjalar di tebing-tebingmu, lalu kusandarkan

punggung di ujung bak seorang penafsir yang getir:

‘hadirmu kembali menciderai ingatanku, hadirmu kembali

mengembalikanku ke awal ketika aku lupa cara menghapal

dan aku harus terus menuntun hasrat ke balik surat-surat

yang mencatat pertemuan dan khianat…’

Tapi aku telah kembali dan kau pun tertemali; kuguyur

kesepianku di gurat daun-daun yang menghijau… juga di

nafas gunung yang melambungkan asap-asap kemabukan

—bibirku meracau, kembali mengeja tubuhmu, tanah, akar-

akar tunjang, juga kengangaan yang tercipta di antara ruang-

ruang kita, ketika kubah masih terbata untuk memenuhi

lembah dan mimpi mengusir lamunan ke pinggir keraguan:

bahwa gairah akan tergadai jika laut tak kunjung pasang di

dada, dan perut masih menagih janji pada rumput-rumput

Aku bangun kubah di lembahmu, tetapi aku masih saja

asing dengan aksara yang berpilin di antara pilar-pilarmu, di

antara kaki-kakimu yang menapak jejak dan meretak sampai

ke keningku…

Page 34: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

24 Munajat Buaya Darat

2/

Belatung bersayap hinggap di ubun-ubun

Gelap, embun menuntun harap

Pada maut

Tapi mautku lebih menikam dari seribu

Malam, yang diungsikan rembulan

Dan bintang

Page 35: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

25Patigeni

3/

Ketika kutatap abjad-abjad yang terpahat di pintu

Aku pun lupa, haruskah aku mengetuk dulu, atau

mengutipnya

Karena ingatan berlari lewat jendela

Dan mendesingkan sebuah peluru

: sungguhkah sesuatu yang pernah tertangkap

Berlalu, atau terjebak di kamar-kamar gelap

Aku pun lupa, bacaanku menguar di udara

Bak angsa-angsa yang beterbangan

Tanpa menyisakan jejaknya

Kusebut sajakku dengan lupa, sebagaimana aku

Lupa memberikan satu ketukan

Di pintu, agar sebuah ruang terbuka

Dan ruang lain memberikan segalanya

Juga rahasia

Page 36: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

26 Munajat Buaya Darat

4/

Arak-arakan berjalan, lelaki menabuh genderang

Merak, harimau, kuda, dihadirkan di awan

Awan pikiran

Perihal cinta dan kerinduan

Untuk membunuh

Page 37: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

27Patigeni

5/

Bagai bunga yang tumbuh di tepi taman

Aku sembah batu-batu

Aku baptis kesepianku lewat gerimis

Lewat amis air mata-air yang mengukir ritmis kata

Secawan puja ke langit tak terpeta

Kusebut: sajakku luka,

Aku terluka

Surabaya, 2007

Page 38: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

28 Munajat Buaya Darat

Patigeni

pada hari ketiga pengasinganku dari cahya, dinding-

dinding kamar begitu cepat melebar dan menyempit; aku

seperti roti panggang yang dibolak-balik: diperlonggar dan

dihimpit; kulitku seakan dilepas dari urat-dagingku, nyali

dan hatiku berantakan, tersekat di ruang-ruang di luar diriku

uap arak tua menyeruak paru-paru, kerongkonganku

dicekik tangan-tangan raksasa; aku merasa mataku

berloncatan ke lantai, ke dinding, ranjang, juga atap-atap,

juga ke sebalik bulu dan rambut yang tumbuh dengan lebat;

aku mencuri pandang di kegelapan —aku saksikan dadaku

bergetar, tanganku melambai dalam kulai, bibirku mencipta

tebing yang tersungging dari senyum tak pasti, karena aku

pun tak bisa memilah: “sungguhkah aku berduka atau

bersuka… ,“ kerna maut telah jelma pisau terbang mencari

mangsa; maut yang membuatku karib sekaligus takut, maut

yang entah di mana hulu dan muaranya yang kelepaknya

bak sayap-sayap kelelawar menggetarkan malam

aku saksikan berpuluh kanak-kanak dirantai, lalu

dibantai; kepalanya menggelinding memenuhi ruang

heningku; aku melihat berjuta pria dikebiri; jeritnya

membuat kaktus, hatiku hangus; aku melihat beratus wanita

ditusuk bawuknya; getar tertahannya menderakan bilur biru

di dada; aku juga menyaksikan berjuta-juta manusia berkulit

lebam di panggang di bawah terik, tapi terus dihardik

sebagai budak…

aku saksikan begitu banyak terngkorak berjejalan di

goa bawah tanah, aku saksikan… telingaku pun mendengar

Page 39: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

29Patigeni

suara pekik, seperti gemuruh, seperti aum, seperti suara

cicak, seperti suara angin, seperti suara gobang yang

ditebaskan ke leher, aku mendengar seperti suaraku sendiri

yang tiba-tiba lantang, berteriak: ‘cukup!”

setelah itu, mataku terbuka; tak ada damar di kamar;

senja sepertinya begitu lekas berguling ke malam

begitu aku ke luar kamar, aku saksikan bintang-

bintang bersinar; ternyata malam masih gelap, ternyata

dunia demikian senyap

Surabaya, 2008

Page 40: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

30 Munajat Buaya Darat

Malaikat Rangkap

malaikat itu bangkit dari tidurku, tubuhnya kemilau oleh mimpi

ia kusebut dengan putih

tapi tak ada sayap di punggungnya, sayap yang mengisi

impian kanakku, sayap yang selalu membuatku ingin terbang

ke awan dan bercakap dengan gemintang

begitu ia tumbuh dengan tubuhku, aku pun melabuh asaku

ke ratap, lalu berharap

ada yang datang dengan sayap gelap dan mendekapku

ketika aku terjaga, ada yang bangkit dari igaku

tubuhnya kelam

ia pun aku sapa malaikat hitam

sayapnya tumbuh di tubuhku, melebihi malam

sayap yang selalu memberiku tabir agar aku tak telanjang

ketika sujudku selalu di ranjang, selalu merajut kesunyian

dari gaduh…

setubuh.

Surabaya, 2008

Page 41: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

31Patigeni

Jejaring

jejaring itu mengingatkanku pada ikan

ikan yang terbang dari buritan, ketika sakal menghajar

lambung kapal

tapi jejaring itu kini telah menjebak tubuhku

sendiri —kulitku pun perih, lapar menghantarkanku

pada sia-sia

dahaga mengirimkan pesan terakhirnya bahwa aku

tersudut di ruang yang tak terkenali, jiwaku

tertemali…

aku pun rindu ikan yang beterbangan

meski sakal menghajar harapanku

karena sekat waktu begitu keparat merapatku

ke karang

bagai badai yang bergandengan dengan hujan

dan merajam pelayaranku

Surabaya, 2008

Page 42: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

32 Munajat Buaya Darat

Suara Mendaki

Ketika suaramu bagai musik yang mendaki

dari bukit ke bukit,

aku pun tercuri

tapi suaramu terlalu sunyi, sedang

langit tak berpesan apapun untuk sepi

sungguhkah kau tak akan berhenti

di ujung tapal, ketika aku masih hapal pada abjad

yang tertera di keningmu

dan melati yang terurai di sepanjang rambut

juga pada suaramu yang meningkahi dinding-dinding

hatiku, hingga dingin aku rasai

api

di malam itu, sungguh suaramu bagai tubuh

yang gemulai, menari

dan mengundangku terusir dari desir sepi

menyulap kelaminku menjadi tonggak penuh mimpi

berpahat ritus-ritus panjang, ranjang

juga lenguh tertahan

dari kesementaraan

tapi ketika suaramu bagai pelarian yang turun

dari lembah ke lembah

aku pun terjajah untuk mengenal kata pertama

sebagaimana sabda yang mendepakku dari remah

pohon silsilah

Page 43: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

33Patigeni

lalu aku terbata menyetubuhi kekosongan darah

sebagai pendosa

“ah, Eva, di mana aku bisa merampok suaramu

dalam pita yang kelak aku sebut sebagai sumbu

dari pelarianku yang percuma dari darah di aorta…”

Surabaya, 2008

Page 44: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

34 Munajat Buaya Darat

Kemarin

hari ini tersisa nasi basi

ada tubuhmu di situ

diam-diam, aku memunguti ulat

yang tumbuh di matamu

tapi pelupukmu bagai sumur

yang mengubur hari lalu

ketika aku terjaga, kelopakmu membuka

aku lihat kupu-kupu beterbangan

dari retina

aku ingin menangkapnya

tapi matamu berkelebat dari barat

ke timur, seperti penggali kubur

yang berhasrat menanam mayat secepatnya…

Surabaya, 2008

Page 45: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

35Patigeni

Ladang Pengantin

Kutemukan sajak-sajak kecil di ladang pengantinku

Pupus daunnya hijau muda, pucuk rantingnya

seramping lembing patah

Aromanya yang murni dan bening

membuatku ingin terbaring,

memanjatkan imaji ke tebing tinggi, teriring musik

bisik sesinom yang bersijuntai oleh angin

Mata mungilnya nan teduh

menggiring anganku pada mempelaiku nan jauh

Aku pun merawatnya seperti pembuka huma

yang telah berwindu dirundung rindu tanah

dengan kalbu yang selalu digelayuti gulma tak menentu

Kelak ketika musim terlewati dan jisim berganti

mempelaiku akan turun ke ladang persemaianku

menawarkan seribu surga yang berpangkal

pada sajakku yang mulai tumbuh, meski ada yang terpenggal

Ketika ia menyibak rambutnya dan membiarkan

seluruh kata luruh ke tubuh, jumbuh ke lenguh,

aku angkat anggur dan mawar

Anggur guyur kerongkonganku, mawar bakar kelenjarku

Hingga aku lebur ke tungku….

Sajak-sajakku menjadi saksi pernikahanku

dan selalu menitipkan sejarahnya di tubuhku

: ihwal tamsil sederhana, sebuah sua, pusar renjana

kata, -di luar kata

Surabaya, 2008

Page 46: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

36 Munajat Buaya Darat

Hari

di pagi yang kerontang, aku menggaris matahari

sinarnya giras mewarnai cakrawala

tak ada tilas malam di pucuknya, kecuali gigil

yang membuat bundar itu gumpil

dan sebuah noktah hitam di pusar

sebagai tanda: semalam ada yang hilang sasar

aku pun berharap air turun

di kedung, ikan-ikan ‘lah meraung

dengan mata letih aku terpejam, mengundang nuh

datang, dan melabuh bah ke haribaan

sebagai impian akut

perihal hujan

siangnya awan berarak di angkasa

tanganku masih tetap tengadah, meski aku tahu

jemariku telah merajut neraka yang sama semalam

ketika nanti tetes pertama datang

dan seseorang menginginkan sebuah kepulangan

yang indah

tanpa air mata…

Page 47: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

37Patigeni

senja pun hamil tua

dan malamnya, jabang terlontar dari celah langit

dalam wujud rintik

sedangkan aku pun berbalik ke bilik

merenda kembali bara, sambil berharap

di ujung pagi sana

surga masih setia…

Surabaya, 2008

Page 48: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

38 Munajat Buaya Darat

Lorong Tak Berujung

rahasia yang berkumpar di bayangmu membuatku piatu

hidup begitu asing seperti pemancing

tak berumpan dan berkail

di kapal, aku hanya menghapal depa laut

yang tak kunjung susut aku layari

ah, masihkah kau sembunyi di balik ufuk

sambil mencecap remah roti, menuang anggur ke cawan

malam, dan membunyikan lonceng

tanda kebaktian

di buih yang memutih, dan selalu ada, aku menangkap

maut —seperti kepastian ombak yang tak lelah gerak

mencari jejak, berburu tenang

yang terbuai di tepian…

tapi sungguh

bukan itu yang aku kenang; bayangmu seperti liliput

yang bertabir kabut

dan aku tercuri dari waktu

dan rahasiamu masih saja mengasingkanku

di haluan, di buritan, aku hanya menangkap permukaan

ah, sungguhkah aku harus memburu bayangmu

di balik gelombang —yang bisa menawanku dalam ragu

karena geraknya tak tentu

kelak, aku pun tetap bisu, pulang dengan kehampaan

sambil bersandar di pelabuhan

dan semakin terasa asing di goa

pencarianku

tapi sungguh, aku bukan musa yang terbakar di tursina

Page 49: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

39Patigeni

aku hanya pelaut yang berburu bayangmu

dan berharap, rahasiamu tercetak di pasir-pasir pantaiku

bak perempuan bertubuh perak

Surabaya, 2008

Page 50: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

40 Munajat Buaya Darat

Puisi yang Sama

aku tuang kembali ingatanku di batu dan berharap

waktu menumbuhkan lumutnya

tapi aku selalu berujung di jalan yang sama:

tak ada persimpangan, tak ada rambu

juga tak ada sunyi yang bisa aku paku

ke gelisahku

aku pun mereguk kesepianku sendiri dan berharap

sepi menghampiriku

agar aku bisa mengenal lagi puisi yang tertulis

ritmis di pusat perigi

lalu aku bisa memasunya meski lukaku masih nyeri

meski aku begitu berharap memar jiwaku terobati

tapi nyeriku terus berbiak di sepanjang benak

ingatanku beronak, berontak

dan aku tercampak ke sepi yang sama

aku pun menimba puisi di ruang batinku

dengan rima yang itu-itu juga, dengan luka

yang entah bagaimana bisa aku terjemahkan ke ruang

di luar kata…

aku tuang kembali ingatanku di batu dan berharap

puisi itu menuntunku ke ruang gelap

tapi aku tak menemukan sisa senyap

yang lain, selalu saja sama, selalu saja sewarna…

Surabaya, 2008

Page 51: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

41Patigeni

Tanjung Cintaku

di situs yang tumbuh dari terumbu, aku pahatkan rindu

cintaku nan jauh telah batu: kisah-kisah

terjarah, doa-doa percuma

dan mantra: hanya nyanyi yang hilang bunyi

aku pun asing pada tanah sendiri

aku lalu lingkarkan pena di mata arca

di gapura

berharap hujan tak datang, meski mendung seperti karpet tebal

aku menyelam di matanya, membuka luka lama

tapi hanya lumut, bisu, susut dan kuyu

aku pun terlontar ke lalu dengan tubuh kaku

aku beri sesaji di pipinya yang letih

tapi uap dupa hanya menambah gelap rahasia

cintaku pun beratap daun pisang, ketika hujan menyapa

dan membangkitkan bau tanah

tanah asing kembali bergasing

cintaku pun berpusing dari relief ke relief

yang kini tinggal tebing —sungguhkah di sana, abjad

terpahat, atau hanya sekelebat jemari

yang ingin berkirim pesan, menggunting zaman

agar kini bisa melaut ke kabut

dan mengutip rahasia-rahasia usia yang hanyut…

sungguh rinduku masih berderap

meski waktu memalung dan gelap

Page 52: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

42 Munajat Buaya Darat

di sisi karang, di ujung tanjung,

aku pun menemukan secuil jawab

cintaku mengekal di batu apung

yang disangga laut dan lembah lembab

di situs itu, aku pun menawar luka rindu

dengan syair, pasir, juga buih yang terus mengalir

nyanyiku bukan mantra yang dirapal pelaut

tapi lagu siul agar angin tak bersiut

di situs itu, hanya kaktus yang tak lekang berakhir

ia bagai penyihir yang berharap keajaiban

agar batu kapur itu hidup dari dengkur

lalu berkisah tentang harapan dan cinta

terlarang, sebagaimana kisah-kisahku

yang ditabukan waktu

dan kini diburu rindu

Lamongan, 2008

Page 53: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

43Patigeni

Gaung Kedung

jauh di lubuk kedung, aku saksikan bunga-bunga mekar

mawar serupa vagina, sedangkan melati adalah puting-

puting putih —seorang lelaki bangkit dari kursi, ia yang tak

sedia sebut nama, mencabut rumput penuh tanah

di jemarinya, angin berpusing seperti bulir-bulir tasbih

yang dipelintir lirih; ia tak berkata tapi matanya telah

membuat

seluruh arus menghunus suaranya

“aku tak mau dihakimi karena cinta, aku tak mau disebut

sunyi dan maut karena tubuh…”

tapi jauh di kedung hatiku, aku menangkap ikan

-ikan berenang, sisiknya coklat oleh lumpur, matanya gelap

oleh debur; sungai-sungai seakan bertemu di perasaanku

sungguh, gemuruh renjana membuat lengan imanku meronta

—aku pun bersila, posisi lelaki itu semula;

menatap aliran air sampai tetes akhir, sampai aku tak ingat

hitungan-hitungan

bulir-bulir tasbih pun berulir hingga desir pelirku mengungsi

ke tepi…

lalu aku pukulkan martir ke kalbu

biar pun berdarah, batu pecah, lumut-lumut basah

aku tak peduli perasaanku tergerus arus sungaiku

sendiri,

Page 54: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

44 Munajat Buaya Darat

tapi jauh di dasar, aku berharap mawar

dan melati tak pernah lari dari altar

dan sesekali tumbuh menjadi perempuan bertubuh liar

dan lelaki itu tak akan berhenti menggeletar...

Surabaya, 2008

Page 55: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

45Pejantan Matahari

PEJANTAN MATAHARI

Page 56: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

46 Munajat Buaya Darat

Meja Perjamuan : hening ikan asin

di meja, hanya ada lauk kerupuk.

di plastik pembungkus, aku melihat rumus

kedaluwarsa, juga pikiranmu yang terhunus

sia-sia.

ah, betapa kau sudah capai memetik cabai

di kebun, sebagai sambal

sehingga kau biarkan trasi sepi sendiri

di cobek.

kacang panjang pun kering tergolek

semua seiring denting harapan yang terpenggal

dan lantak di sprei

pada dinihari kita yang perih

tapi kau masih saja berkata bak orang buta:

‘bukankah kau ingin cinta yang sederhana

seperti nasi dan kerupuk

juga menu kekosongan di meja perjamuan kita

yang lapuk

aku hanya menangkap sisa amuk

aku pun merutuk: “beri aku ikan asin!

beri aku ikan yang selalu bisa menemani

meski sudah jadi bangkai

berhari-hari, ikan yang selalu bisa memberi

arti dari dingin karena selalu terjaring

di bawah terik matahari dan angin,

ikan yang selalu sedap menghias di meja

mungkin juga ranjang, dengan sengak menantang

sehingga percakapan kita tak lagi

Page 57: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

47Pejantan Matahari

bak orang bisu dan tuli”

maafkan aku, Sepia.

di meja, aku selalu ingat ranjang kita yang penguk

tempat aku belajar mengeja dan terbata-bata

menyantap sambal hambar tubuhmu tanpa lauk

Surabaya, 2009

Page 58: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

48 Munajat Buaya Darat

Sihir Pesisir : Herry Lamongan

mampirlah ke rumahku di pesisir, tempat pasir sering

mangkir dari takdir; pasir yang saban hari tak lelah merekam

jejak-sementara dan menjadi muara segala tubuh berpeluh;

tubuh melaut yang tak pernah mengeluh tapi menyepuh

keluh dengan kasidah panjang: debur gelombang

kau akan mendengar karang ditanak ombak,

tubuh ditabuh riak, kau akan melihat jejak-jejak geraham

gemeretak; jejak yang membuatku tetap tegak meski arak

menggelegak dan menyentak labirin kerongkonganku hingga

serak, kau akan menyaksikan segalanya... meski ada gerak

nan liar yang terpendam dalam diam, yang berpusar dalam

samar...

mampirlah ke rumahku; kau akan mengerti arti dari

tepi: sepi tapi berapi, sepi yang membahasakan buih ke

perih tak terpahami; bahasa ombak yang menuntun mata

ke palung tak berujung... ; sepi yang katupkan ufuk dengan

cakrawala, rapatkan hiruk dengan rahasia; tepi biduk asa

yang tak berbingkai

kau akan digamit zenit yang menyentuh langit; doa-

doa yang berdesing mengakrabi hening; kau juga akan

mendengar hingar doa yang meruap arus pasir, memberi ruh

pada pesisir, agar tubuh tak lagi berlabuh untuk peluh, tapi

jelma lengan-lengan panjang yang menderapkan sejuta harap

ah, tapi kerap doa-doa pun berkesumba, memasu

sumur gelap

mampirlah... biar kau tahu, kini arus ‘lah berubah;

banyak kanak belajar menghajar nyawa; mereka

Page 59: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

49Pejantan Matahari

menghamburkan pasir di udara, dengan hembusan nafas

yang telah terampas dari puja; mereka membuat patung pasir

gaib sebagai kiblat malaikat pencabut nyawa berdiwana...

kau akan mendengar begitu dupa dibakar, doa-sesat

dihentakkan: pasir-pasir akan beterbangan ke ruang samar,

memintal korban, memburu setiap lubang tubuh dengan

lenguh: ‘bangkitlah kesakitan!’ pasir pun merasuk dan

menyerbu darah dengan kekuatan-kekuatan jelaga, sampai

terdengar ratap, ratap panjang.... semuanya menyingkir,

memberi jalan bagi kematian mengukir akhir siksa

pantai pun senyap, matahari gelap, awan berhenti,

angin menepi

biar kau tahu ketika pasir-pasir itu menyatu darah,

mengalir di aorta, lalu bebulir itu lurus ke jantung berdegup:

asal-akhir takdir Sang Hidup; pasir itu terus berasus ke ruas

nafas, hingga segalanya pun redup; jantung pun langsung

memberi jalan pada Sang Maut bertitah: “berhentilah

langkah, berhentilah darah!”

mampirlah ke pesisir, kini banyak kanak memainkan

takdir, bermain sihir pasir, rapalkan mantra pengusir alir-

Khidr; mereka berlarian di pantai-pantai seperti setapak

tanpa akhir; membangun bukit dan patung pasir seamsal

jasad yang ‘lah lumat; mulut mereka merajut puja-doa, meski

sering pinta berkesumba, tapi kerap pula doa-doa merah

--doa kaum teraniaya...

Lamongan, 2009

Page 60: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

50 Munajat Buaya Darat

Ke Dinding : almarhum Syaikhuna

Reranting jalan itu menyatu ke ufukmu

Kaki langit yang menyimpan beribu lubuk

dada; kalbumu pun bermadah: “mesralah dengannya,

karena ia hijau seperti daun, ia merah seperti buah,

ia adalah apa yang kalian kira…”

Ulat-ulat pun memburumu di setiap dahan dan cabang

berharap bisa menjadi kepompong dan kupu-kupu

Lalu beterbangan di taman penuh bunga

Tetapi hanya gerak yang memusar di reranting

Getar melingkar yang menyatu dengan urat kayu, getah kulit,

gurat daun, juga rindang rimba yang membuatmu berbeda

yang kelak menjadikan kupu-kupu itu ada

di taman yang entah bernama apa

Surabaya, 2009

Page 61: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

51Pejantan Matahari

Kesabaran Abad :D. Zawawi Imron

di balik tanah kapur, bumimu

kutemukan ratap-kubur, gelap-debur, muasal asal

juga sisa garam yang asin dan terasa kekal

di tebing pantaimu

serupa kisah-kisah karang, puisi-puisi terjal

juga aksara yang berdebur laksana selaksa gelombang

melebur lebar —dileburkan angin, dilebarkan akal

lalu kuingat desing angin yang pernah kau lentingkan

dalam percakapan malam, ketika

kita reguk kegelapan

demi terang dan pencerahan

desing itu terus memburuku

: “lebih baik berputih tulang

daripada berputih pandang”

peluru-bayu itu terus memburuku

aku pun berlari ke jejak yang terperca

berkaca, bahkan menyeberangi kekota ingat

menambat hasrat ke celah antara —serupa selat Madura

membalik dusta di mata

menyulap bencana menjadi kencana

lalu mengerling pada desing anginmu yang lain

desing yang menghias dedinding nafas

: “bila buruk muka, kenapa cermin yang dibelah…”

aku ‘rus berlari dan berdusta...

serasa berabad-abad, aku melepas dan menahan nafas

meski serapah menggenang di darah

menggulung waktu

Page 62: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

52 Munajat Buaya Darat

memanggil-manggil kenangan merah

untuk berdiwana di aorta, tapi…

kini aku termangu di kapal penyeberangan

mencoba menyeberangi dua luka yang saling berjauhan

antara maut dan kemaluan

antara nyali dan kehormatan

antara kawan dan lawan

antara kita

ah, di balik tanah kapur, bumimu

kutemukan alir air, juga anyir, muasal asal

juga sisa garam yang asin dan terasa kekal

sekekal perih ketika garam diparamkan ke luka

lukaku, mungkin lukamu jua

yang disayat dengan pisau berkarat

dalam kesabaran abad

Surabaya-Sumenep, 2009

Page 63: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

53Pejantan Matahari

Laut yang Cidera

akhirnya kau ciderai juga lautku

laut biru yang terhampar, angin yang terhantar

juga geletar yang menguap ke lengkung gelap angkasa

mencipta hujan —hujan lambang…

kini lautku sehingar mimpi; kau tak henti mengalirkan

lelimbah, sampah api, sepi yang ternoda

juga kebusukan cinta.

aku pun sembunyi di ruang rahasia,

kotak tak persegi, sebentuk palung asa

yang retak di dasar jejakku,

mungkin juga menukik ke bilik rindu

yang diratapi segala batu hulu-kalbu

bahkan karang yang terjal dan tegak pun

tak lagi bernyanyi, ketika gelombang menghantari bunyi

: ombak yang menabuh, lenguh camar yang menubuh

juga pantai-pantai yang menjadi labuh…

tetabuhan seakan hilang, ambruk ke relung tak terpahamkan.

jiwaku pun tak cukup meratap, aku kembali gelap.

kukayuh sampan dalam keterpurukan

bak nelayan yang hilang ingatan

melayari puing-puing laut

melayari kesunyianku yang kau renggut

melayari bunyi maut yang kau rajut jadi takut

hanya pada malam, ketika gemintang menghias angkasa,

Page 64: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

54 Munajat Buaya Darat

aku temukan jiwa —diriku yang terbelah

aku tulis rasi-rasi yang menari di mata

mencarikan jejak mimpi baru dan peta

mimpi lautku yang ternoda, cidera, terberai

mimpi yang bisa membuatku tetap menatap api

sebagai api, mimpi sebagai mimpi…

aku pun mengapung, terasing.

dalam keterasinganku, kusebut kembali ibu

ia pun hadir lewat takdir perahu

di pangkuannya, aku gambar kembali mula biru

bak kanak yang belajar mewarna

lalu menciptakan laut baru di seberang sana

laut dengan irama-irama yang tak jauh dari riak rumah

rumah muasalku; air tanahku

“nyiur melambai…”

Surabaya, 2009

Page 65: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

55Pejantan Matahari

Kupu

: SDD

di atas teratak, senyummu tebarkan kupu-kupu

ombak-ombak pun menjemputnya

membawanya pada laut mimpi yang bergesa

nun suar yang terpahat di ujung gelombang

menyaksikan pertemuan laut-darat, adat karang

tanpa langgam ingatan

—tapi tetap kutemukan bibirmu menyemai kepala putik

dengan serbuk sari yang terberai di pantai

di atas pasir, kuingat metamorfose yang ganjil

: larung yang berawal dari hujan, kurung daun, menyungai

mengekal di muara usia; sebuah perjumpaan awal kala

ketika benih turun di lelumpur kabut, menjelma

gerak; gerak yang melangkah, memancar pada diam

surya, lalu cahayanya berpendar menjelma sesayap

sayap mimpi

senyap yang melenggang di antara buih,

mengerjap dan pergi

selepas pasang, di gigir malam, tubuhmu memualam

tapi senyummu yang tergurat pada pepuing pelangi

masih menggenang cakrawala mimpi

kutemukan hijau, kuning, merah dan seutas tilas

nafas yang merayu kemudi, menyabda kincir mati

lewat angin kau berkata: “aku tak perlu sematkan nama

waktu

dalam tarianku, aku telah kupu”

Page 66: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

56 Munajat Buaya Darat

mungkin harus kulepas bingkaimu

seperti kulepas kekupu ke gerbang waktu

kekupu yang terperangkap dalam senyummu

sesayap yang melulur sekujurmu…

Surabaya, 2009

Page 67: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

57Pejantan Matahari

Amsal Gulma

kau tanam rumput di hatiku dan aku selalu mencabutnya

karena kuingin padi itu tumbuh tanpa gulma

bisakah kau sejenak istirah, di pematang:

jarak di antara lahan dan tangan, agar kau tahu,

ada yang tak bisa diringkas dari tanah ini,

meski jejak-jejaknya telah lunas dari mimpi,

karena dihempas hujan dan dibakar matahari

dan panenku: hanya sisa-sisa harap dari ratap,

agar esok lebih elok dari kelokan gelap

yang dititipkan waktu ke dadaku

Surabaya, 2009

Page 68: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

58 Munajat Buaya Darat

Perempuan Laut

Diammu adalah mukjizat batu

Tak seperti tubuh perempuan keramatku

yang berambut gelombang, berpaha karang

dan bersusu hantu-hantu

Tapi sihir bebunyian terus berkejaran di alir air

Kau pun melarutkan tubuh ke tetabuhan alam

Gerakmu mencair bersama bayang silam

Merajam mimpiku dengan riak dan pasang

Meski suaramu tak lagi beku di palung laut

Tapi aku masih menangkap sunyi di bibirmu

seperti perempuanku yang terus berlari

dalam rindu, dan tak kunjung berhenti di pantaiku

Surabaya, 2009

Page 69: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

59Pejantan Matahari

Rindu Bidadari :Nawangwulan

akulah peneguh rahasia itu. kuingin kau tahu aku

bukan laki-laki atau perempuan. aku adalah aku. aku ayah

sekaligus ibu bagi anakku, langit sekaligus bumi bagi jiwaku.

aku hitam sekaligus putih. aku matahari sekaligus rembulan

bagi bumi.

jika selendang harapan itu sudah kau genggam,

bukan berarti aku harus membunuh sisi diriku dan

menyerahkannya pada hampa. aku akan tetap bersiteguh

dengan darah di nadiku, pada kengangaan yang terpatri

antara tubuh dan ruh; aku masih bersetia dengan sengkarut

yang terpahat di jalanku. jangan pernah katakan: aku hanya

perempuan. haruskah aku ajarkan kepadamu, bagaimana

cara melenggang, menarikan tarian-tarian awan, bagaimana

cara terbang dan bagaimana cara menghidupi kematian?

aku ingin kau tahu, di atas tubuhku, sekat-sekat telah

sekarat. aku bebas terbang, menari, dan menggumankan

serapah pada angkasa, pada lingga-yoni, pada kuntum

kamboja, pada tunas-tunas kecambah pada segala hal yang

abadi. aku bebas menyerapah, bebas mengurung sabda

ke palung renjana: kun! aku pun bebas mendedahkan:

abrakadabra! sehingga segalanya tercipta dari ombak ludah

dan lidahku. Sebab segala sabda telah menggumpal di

bibirku dan menjelma kutuk rindu.

Surabaya, Tahun Dal 1943

Page 70: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

60 Munajat Buaya Darat

Yang Terkubur Laut

di palung mata, aku lihat relung batu

batu yang terpahat di antara gunduk tanah

basah oleh hujan yang terus menderas dari batas

pelupuk

waktuku pun langsung menyingkir dari anyir darah

yang masih terindera, yang mengalir dari ufuk

ke ufuk pelautku

—sungai pun tumbuh, menggenang

bersama terumbu, laut pasang

kapal-kapal pun berkabar: pelabuhan kini tinggal kenang

aku pun melihat nyiur yang meronta

angin yang mempermainkan mayangnya, juga layar

yang terus berkibar menjauh

suara kecipak yang menabuh cakrawala

seperti bunyi kendang yang bertalu-talu di angkasa

kupingku berdenging oleh serangga kasat mata

pikiranku bagai ikan-ikan yang diracun nelayan

menggelepar

aku pun sangsi pada sauh yang ‘lah diangkat

sebagai kesangsianku pada air yang mengalir

ke langit

kerna nun jauh, aku lihat kabut, awan gemawan

juga seringai kutukan laut pada anak-anaknya

serupa senja saat malam menerkamnya dengan perkasa

Page 71: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

61Pejantan Matahari

saat laut susut, keraguanku pun mengkristal di udara

pasir-pasir pantai yang kemilau oleh garam

yang disapih malam, mendekapku dengan kepastian

: tak ada jejak di sana, kecuali dua sandal yang telah bercerai

demikian percuma dengan tuannya

kerna kaki telanjang yang buntung itu berserak

di tepi geladak, kaki yang senja tadi masih menapak

dengan lagak seorang laki-laki

aku tak bisa berteriak, bibirku gentar oleh kengerian

doa kanak-kanakku pun berjejalan:

‘semoga dengan kaki tanpa alas itu, ia yang mati

di laut, tak kembali

untuk mencari perutnya yang terburai, kepalanya

yang meledak bersama ikan-ikan buruan

dan harapannya yang tak pernah pupus menjadi

tunas-tunas

keberanian bagi yang hidup’

Surabaya, 2009

Page 72: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

62 Munajat Buaya Darat

Jelaga

Bagai kupu, aku terbang di antara lingkar kelopak

Warna, mencari batas antara mata dan tangkai —sampai

Detik pun pudar dalam diam, menyimpan beribu gerak

Sayap;

Tapi tak ada yang menyembul dari gerumbul

Lembayung, kecuali sisa suwung yang tergesa disergap gaung;

Riak pun pelan-pelan menangkup daunan

Dada pun kembali beralih rupa dengan jelaga:

Mengikat bebayang, agar tidak lari ke selat tak tercatat

Ke ruang dua darat, ruang yang tak kunjung merapat ke kiblat

Bagai kupu, aku pun beterbangan di antara warna

Hitam-putih

Mata, sebagai saksi peta yang dibutakan indera

Lalu bermain catur di angkasa, menimang bidak, usia, juga

Petak yang bernama: jeda

Sambil terus bermadah perihal metamorfosa

Surabaya, 2009

Page 73: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

63Pejantan Matahari

Cucu Tarub

sekujur tubuh kami pualam, hitam, tenggelam di tanah, ketika nafas kami menghirup udara pertamakami hanya mengenal malamkami terus berlagu bulan, karena pada bulan, kami tahuada yang tersimpan di sana, terpintal di antara cahyayang lengkung dan lapang, seamsal bunda khayalan dengan jari-jemari menjahit kantung pelakian

bila gerhana tiba, tanah kami seperti wabahkami lalu bertalu, merasukkan antan ke lumpang kayuagar bebunyi bisa menjelma sesaji, memecah ngeriyang tiba-tiba berenang ke sanubariserupa bilur luka yang mempertegas duka lama

lewat wastu puja, kami tahuada yang raib dan tak lewat pintu kami seakan terusir dari tanah dan segala tanda di sepanjang jalan, hanya rambu yang mengingatkan kami pada pasir hisapdan ruang bawah tanah, yang gelap

sungguh kami ‘lah dikutuk cintapurba; sudah bermusim, kami dendangkan madahmerajut kembali ingatan-ingatan jauhagar jiwa kami yang terbelah kembali utuhserupa retina Tarub yang tak kunjung redup ketika di angkasa

melingkar purnama

Surabaya, 2010

Page 74: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

64 Munajat Buaya Darat

Bintang Jatuh di Hatiku

Senja mulai pudar, sayangku. Mega-megah telah

beralih rupa. Udara telah basah. Jangan diam mematung,

mari berarak menapaki jejak bunga, memberi pesan pada

waktu, agar ia sabar menunggu. Memberi kesan pada

ruang agar ia tak pongah pada lapang. Siapa tahu kita bisa

menemukan kuntum rekah di sela batu, siapa tahu kita bisa

memasu rindu di hulu kalbu, pusar segala rahasia bertumpu

Aku tak tahu sampai di mana kau simpan bentang

rahasia, sehingga aku tak menemu pucuk buhulnya. Aku

pun hanya bisa menebak, ada yang semerbak di ruang

dadamu, seperti aliran kesturi, seperti buai mimpi-mimpi,

seperti dunia kecil dengan beribu-ribu peri. Aku pun ingin

sabar menunggu seperti keinginanku pada waktu, tapi…

“Aku akan memilihmu, bila ada bintang jatuh di

hatiku,” katamu.

Aku bebal membacanya, sayangku. Tidak tahukah

kau bahwa bintang tak pernah hilang dari langit hatiku dan

aku tak ingin bintang itu jatuh dan menerpamu. Aku hanya

berharap cintaku membawamu pada api janji, meski api itu

diam-diam kau simpan dalam kegelapan, kau lipat di balik

jubah malam, kau ungsikan ke daratan yang tak pernah aku

kenal; sayangku, meski aku tak merasakan pijar bara dan

hanya menyaksikan gelap semata, aku ingin bila malam

telah tenggelam dan esok menjelang, kau sudah berkubang

dengan sebuah harapan dan memberiku secercah fajar.

Tapi ketika kita sampai di taman, di dekat lampu yang

benderang, aku tersudut ke tubir maut. Begitu wajahmu

Page 75: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

65Pejantan Matahari

tengadah karena bintang jatuh di ujung cakrawala, aku

melihat setitik cahaya yang membuatku begitu aniaya. Aku

melihat di lehermu masih terkerat bekas cupang; tergurat

merah-rangsang.

Sungguh bintang itu telah jatuh, sayangku, dan

menimbun hatiku.

Surabaya, 2010

Page 76: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

66 Munajat Buaya Darat

Sepanjang Tubuh

di sepanjang pantai yang membentang di tubuhku

tak kutemu laut biru,

hanya karang, buih, juga kaktus yang menghunus luka

sebentuk onak yang tertanam dalam lubuk dada

sebentuk gunduk pasir dengan silsilah patah,

atau kulit lepuh-keriput yang tak berjarak dari ruang

indah dan maut

cakrawala mataku pun rumpang di ujung pandang

dan tenggelam dalam bayang-bayang laut

di sepanjang nyiur yang membujur di tubuhku

tak juga kutemukan teduh

hanya arus kubur yang terus berdebur

daun melambai mengundang panas-bumi

lekuk tubuh pun ditandai dengan titik muai

mati seakan terlipat hening di angin

yang bersarang di paru-paru dan bunting…

di sepanjang sesaji doa yang terpeta di tubuhku

tak kutemu harap dan rindu

kata bergempa, beranak serapah

linu bibir mengalir hampa

diri membeku di sudut peta; tangan patah sebelum tengadah

seluruh pinta berdurja dan luruh percuma

tuah-kalam hanyut di alir tak teraih, berarak

tuju tiada, melebur ke sumur tanpa gaung-tak berukur:

sirna!

Page 77: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

67Pejantan Matahari

ah, kenapa aku terungsi dari tubuh, kenapa…

di sepanjang papirus yang berarus di tubuhku

kutulis kembali amis diri

ingatan kubentang; celah-retak memanjang

di antara sisa tubuh yang kelewat sekarat tuk dicatat,

ditabalkan lewat suara-suara hikmat

: “bahkan bila surga mengusirku di purba

kini pun aku tak mengingatnya…”

di sepanjang tubuhku, ada yang terus hanyut

dan tak teraih…

seperti menerka dalam palung laut

dan lengkung kangkung bergalih

Surabaya, 2010

Page 78: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

68 Munajat Buaya Darat

Hujan

masihkah kau dengar hujan yang terus memukul

dadamu, meski kau sudah beringsut ke balik selimut,

menutup telingamu dengan kapas sejumput, atau

mengkhayalkan kisah-kisah nun jauh ke padang tak

berumput; tapi sungguh kau tetap tersedak jua oleh suapan

suara yang berulang-ulang, merenggut…

kau mungkin terus bertanya ihwal muasal, namun

hujan itu bukan karena langit murus atau sumur surga

terguling lalu mengalirkan airnya; bukan pula karena batara

guru mencipta kala baru saat bersenda di angkasa dan

melihat uma tersingkap auratnya; bukan pula karena para

malaikat sedang mencuci singgasana di sana…

jika kau pasang kuping di sekujur tubuhmu, kau akan

tahu, sungguh hujan itu telah menyatu di aortamu, berpusar

di degup jantungmu, dan terus-menerus mengalirkan suara-

suara seperti air yang tak berhenti mengalir di sebuah mata

air

Surabaya, 2010

Page 79: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

69Pejantan Matahari

Pejantan Matahari

karena namamu, aku pergi ke bantaran kabut

serupa cahya tanpa mata, aku diam dalam kata;

di sajak, kuhantarkan jejak meski lantak

luka disamarkan balutan rima,

meski wajah ditembus sinar dengan bias berlaksa..

namamu serupa pisau di ingatanku

menyeretku ke galau batu-batu

hingga riwayatku tumbuh di debu

sekarat terjerat muasal, dipenggal tumbal

hayat

esok, bila ada yang berkokok, sebut ia pejantan

matahari

ia yang didahului fajar, geletarkan birahi

tepati janji pada pagi

karena namamu, aku pergi mengikuti sepi

Surapringga, 2010

Page 80: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

70 Munajat Buaya Darat

Peta Hati

meski kau diam bagai batu karang, tangan-tangan

gelombang seolah terulur, merangkai debur

ke tugurmu; debur itu nyanyikan irama purba

dari rindu tak habis-habisnya —serupa tembangku

yang meringkus denah kamar, meski malam bisu

dan rembulan diarak awan, dikurung mendung

seperti cahaya yang melesak ke debum,

seperti suara yang terserak antara riang bintang

dan tangis langit yang menggaris perasaan

o cawan arak kemabukan, o kendali segala renjana,

dengarlah macapat kelahiran yang dibisukan asa

tangkaplah kidung agung yang menderas tanpa kata

meski nyanyiku bak koral memencil ke kolam

dan berharap riak-riak menunjukkan makna gelombang

tapi bunyi meruap ke gelap nadi, bersimaharaja darah

hingga segala alir di tubuh tersepuh gelisah

segala pertemuan nihil, sua pun gigil, serupa kata tak sampai

di telinga, api tak juga tersulut di tungku

ah, kenapa segalanya bisu dan tinggal lelatu

o sang dewi tembikar, aku ingin ingkar dari hingar

aku ‘kan mendengar heningmu berkumandang di padang-

padang buruan cinta, aku ‘kan mendengar madah…

kau seakan membaptis tangis sebagai milik pecundang,

dan gerimis hanya setia pada ketiadaan

Page 81: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

71Pejantan Matahari

o mawar pusar duka, rauplah dadaku yang kuyup ungu,

jelanglah layarku ke pantaimu; bentang hatiku

tak akan tertutup meski senja jingga dan dunia diambang fana

kebangkrutanku hanya milik sejarah

biarlah kupacu perahu ke segala arah

bak petualang, meski nanti mati di jazirah tak dikenal

dan disepikan dari ombak yang terpintal

dari batas dan tapal, asal aku mampu menghapal

kelopak, duri dan tangkaimu…

sungguh dalam diammu, bunyi semakin riuh bernyanyi

aku menangkapnya lewat hati tak terbagi, meski jiwaku

segelap hantu dan mengasinganku ke ranah tak tentu

suara-suara itu terus bersekutu dengan sundal jiwaku,

terus menyembahmu, menyekutukan segala rindu

dengan harum daging yang menguar dari bayang-bayang

samar, keluar dari tubuh pualammu yang pudar

Surabaya, 2010

Page 82: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

72 Munajat Buaya Darat

Rol

kuingat sepetak kota yang penah kuinjak dalam peta-peta

pikiranku, tapi titik-titik itu tak jua bermakna; hanya sepenggal

garis-garis banal yang terus mengikat akal bahwa ruang tercipta

saat aku menyandarkannya di pinggul rupawan, lalu bergoyang

serupa gerak kuda beban menuruni cadas bebatuan

tapi kota itu tak pernah hilang sungguh; aroma hujan terus

berhamburan di sepanjang trotoar, mimpi-mimpi juga terbiar

bercabang; segalanya masih terus menghuni jalanan; juga detak

retak jantung, saraf-sarafku yang lurus mengurung; juga…

segalanya jelma pohonan di kanan kiri khayalan,

hadir dan sangsi pada keabadian

: gambar hidup yang selalu bergelombang…

tapi tiap kali aku terpejam, kota itu hadir bak tontonan,

sekejap berkejapan, bahkan seluruh pagar, gapura, juga wanita-

wanita yang tak pernah selesai berahi saling nungging di kali,

yang lelaki lulurkan liur beracun sambil terus berkumur;

dan mengubur seonggok daging; aku saksikan bayi atau

anjing atau tahi yang tiba-tiba melompat dari lubang…

aku pernah memberi nama pada kota itu, meski nama itu timbul

tenggelam di sela keraguan, seragu letak kakiku yang gagu

saat sebuah nama hanya sinyal yang tak penuh dari tubuh;

ketika kata merapuh dan segala tanda melepuh

akil pun tumbuh bersama riuh ruh; pikiran pun menyulap

nama, menjadi jelaga dan gelap semata

Page 83: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

73Pejantan Matahari

kota itu pun ragu maujudkan diri, meski di mimpi

sepi tiba-tiba berlari mendahului pesta mawar api

ingatan pun berkabut saat mata menangkap

beribu renggut; gelap berpesta, maut menggurita

dan menelan segalanya, juga peta-peta,

garis-garis, rencana nama-nama

bahkan noktah yang hendak dibuat di kepala dan dada

Surabaya, 2010

Page 84: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

74 Munajat Buaya Darat

Imaji Bebuahan

dari tubuhmu, aroma buah menebar di udara

cuping pembauanku menangkapnya dalam bulatan-bulatan

gaib, merasuk ke lubuk hidungku –menjelma peta

kebun maya

mata pikiranku mencoba mengenali lingkar-lingkar,

lekuk, juga lebar bebau itu

mungkin apel, yang menempel di reranting ramping,

serupa lenganmu

tetapi wewangi itu menggiringku khayalku ke bebuah

yang lain, bebuah yang dulu mampu menawar dahaga

kanakku

–aku terpaku, aku ingat ibu

lalu tubuhmu berubah seperti pohon, dengan rambut daun,

lengan dahan, dan kaki-kaki berupa batang

menancap di tanah; akar-akarmu serupa sepatu mungil

yang lincah

dan di antara dua bahu itu, aku menangkap sepasang buah

–entah kadar keranumannya

ah, apakah aromanya akan berkendara di udara

dan dengan ajaib menarikku ke lelubang gaib, serupa lubang

hidungku: yang pengap, berbulu dan merah-merih

aku ragu pada khayalku; aku ingin bau itu berbuah

di pikiranku —matang dalam nafas-nafsuku

yang berpilin, licin, sedenting jemarimu saat membelaiku

Yogyakarta, 2010

Page 85: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

75Pejantan Matahari

Hati Gunung

1

gunung itu masih tersimpan di hatimu

aku tak mengerti apakah magma itu diam

atau berdentam; aku hanya menangkap

nyeri di wajahmu, serupa luka terpendam

yang kau tutup dengan bedak dan param

2

di sini aku bayangkan gunung itu serupa piramida

: bisu dan tua

di rahimnya aku bisa bersua dengan usia, sisa-sisa

tahta, juga seonggok bangkai berharta

sungguh aku ingin kau menemukannya sebagai kencana

bukan hanya kutuk buku-buku

kematian yang terbuka: penuh debu dan pesta maut

tak habis-hasinya

Page 86: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

76 Munajat Buaya Darat

3

ketika tubuhmu bergempa, kau muntahkan batu-batu dari

mulutmu

tapi tak ada jerit yang memekak di telinga kecuali getar dada

menahan lara, kecuali bayang-bayang asap yang mengepul

dari ubunmu, kecuali caya panas matamu yang membakar…

batu-batumu, asapmu, juga panas matamu melulur sekujur

rinduku, membuatku berkeping seperti genting aus

“kenapa kau alirkan lahar itu ke getar dan pusar arus

yang membuhul kalbu kita, yang kudus…”

Page 87: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

77Pejantan Matahari

4

tak ada piramida di sana

selain segitiga tinggal rangka

juga debu-debu yang menutup pintu peta

kota-kota

5

selepas melepas merah itu kau berlalu

kerudung kau sampirkan di bahu

rambutmu masih panjang

tergerai di pinggangmu yang penuh harapan

ah, masih membekas sintal pinggulmu di jemariku

seperti lempung yang liat, sekenyal coklat…

Yogyakarta, 2010

Page 88: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

78 Munajat Buaya Darat

Kitab Perempuan

kitab perempuan itu telah terbuka

ada pembatas halaman warna merah, juga

huruf yang ringkih dan sebuah sketsa

aku baca dari pojok kiri: aku tangkap wilayah sunyi

remang; bayang-bayangnya mencuri pandangku

aku menemukan rumput, lalat, juga

bangkai-bangkai burung yang diserpih ulat

seluruhnya mengalir di antara warna-warna, hiasan pagina, juga

lubang ngengat; seluruhnya tersimpan rapat

meski secuil sinyal terus menggeliat untuk dicatat

korneaku, tapi seluruhnya memaksaku membacanya

--sungguh, aku tak mungkin penuh merengkuhnya

aku lalu beralih ke pojok kanan

dan aku hanya bersua dengan hampa

: lembaran tanpa kata, nir sketsa…

Yogyakarta, 2010

Page 89: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

79Asmarasupi

ASMARASUPI

Page 90: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

80 Munajat Buaya Darat

Darah Hitam

‘dalam Para Ratu, ia titisan Wisnutapi siapa yang sungguh tahu’

hikayat memahat Rajasa di pohon hayatpenuh liuk dan liku; akar-akarnya meliarmembayang di batang-batang hitamdaun-daunnya bersepuh tembaga seperti sebuah tekad baja: “tulang igayang lepas dan harus dirampas”ia terlahir dari darah hitam yang memanasdi sumbu waktudihidupi oleh api, nyala abadi dari tungku hati

sungguhkah ia tak punya pilihan kecuali harus meraihatau tak punya angan kecuali harus menggapai.

dilampauinya lalu, ditujunya mimpi —seindahnegeri dewa-dewa-- sebuah masa depan yang bernyawaia tak lagi ingat ibu, ayah, juga darahyang membasah, melayah di sekujur pembuluhnya, tak lagi ia harapkan lagi tangan-tangan trahuntuk menuntunnya menaiki tangga, bahkan pada pelangiia telah berjanji akan menaiki nirwana, dengan kaki sendiri

sejarah mencatat lewat gurat...

sahdan, di sebuah negeri, ketika segala rakyatdemikian taat; tak ada khianatkecuali satu hasrat pada tahta, juga wewangian kembang ketika musim kawin tiba

Page 91: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

81Asmarasupi

ada pusat, pusar, juga muasal geletaria pun menjulang dengan lidah jalang, keramatkemarahan memintal hari depandengan perintah-gairah, dengan letupberdegup di sepanjang jazirah: kuasa Jawa

pada masa kanak, ia ‘lah bermimpi riakmenjejakkan jejak di bebatu waktumengukir segala tabir dengan satu sentuh: tubuhonak pun memberinya bukti, bahwa hiduptak seteguh mati; ia tetap berderapmeski segala lampu redup, meski segala dunia gelapmeski segala waktu dirampatkan ke titik tak teraihdalam kelahiran: awal segala raihanlewat keabadian maut, ia pun memahat usia menitipkannya pada kakang kawah, adi ari-aripuser, juga darah yang menyemburdari liang garba, muasal segala, muasal nyawa…

ia mencuri wahyu dari sebuah waktusambil melampirkan waktu lain, menanamkan benih laindi lipatan angka dan masa yang lainlalu riwayat mencatat: ia menjadi perompak, pencuririak yang tuju ombak, seorang yang diberkati, sakti, dengan berpundi-pundi ruh sucitapi sungguhkah berkat, juga keramat, hanya bukti, bahwa mimpi tak bisa lari dari hatisungguhkah garis edar tak mesti keluar lingkar

Page 92: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

82 Munajat Buaya Darat

sebab segala nubuat tak mesti tersesat ke ingkarsegalanya mungkin, seperti batu tulis menulis sabak hitamseperti siang yang digantikan malam

nama-nama sampiran, seperti Bango Samparanmemberi arti tentang nasib dan perjudianjuga sekilas nama yang memberi bukti artisebuah pencurian hati,juga pertaruhan yang berarti, nanti.ia pun bangkit dari sangit, melangitkan diri, segera didapatkan nama yang ber-isinama yang terakit dari bait-bait putih, langgam sutra penuh hati, mimpi ilahidi jati Lohgawe: seperti nirwana yang kembalitersaji di belantara kini...ia bisa memetik mimpi, lewat kakimembuka mata dan hati pada tafsir sucibahwa nasib sungguh tak tersalib, jalan yang harus dikarib...

ia lalu meniti pelangi lewat gapura abdikepada sang akuwu, ia menjalani lakukepada sang kalbu, ia deraskan rinduarus nasib pun menderas seperti air terjunyang akan terus turun dari tebing, teriring ke lembah.

ingatan pun mencatat :saat kuda-kuda berhenti, kereta pun berhentisepertinya segala nafsu berhenti

Page 93: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

83Asmarasupi

nafas merambati batas; diam, segalanya hamparanbersepuh kembang; jika malam, gelap pun penuh bintang, seindah taman swargaloka, sang Indah bermadahpuja-puji, doa panjang, juga alunan musikyang mengusik raga, menukik jiwa..sang Bayu pun terpanah… angin pun berlayar dari satu jeda ke jeda lainnyairama gegap, seperti kuda yang tersentaktangan-tangan gaib, tangan angin tergeragapmenyingkap jarit tuk pertamabuat mata yang tak pernah lelap pada warna: mata seorang perjaka

‘dari kandang ke kandanghanya tetes air yang terdengar dari pandang ke pandangsinar Dedes yang mengukir getar’ ‘dawai telah dipetik, sunyi terbetiksesuap denting sunyi, berderap-derap bising bunyitubuh seakan mengungkai perih, labuh diri ke apiruh seperti bangkai, busuk tapi suci’

sebuah rahasia telah terwarta, sebuah angan telahmenuliskan rumusnya: gending-gending perang bertahtadi gendang telingasegala indera terpusat ke pusar tak terabamerabuk segala geletar, menggunduk liarsebuah impian telah menemukan pintu dan jendela

Page 94: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

84 Munajat Buaya Darat

rumah khayalan pun dibangun, api pun berunggun bejana ditengadahkan, piring dan meja disiapkan: pejamuan siap digelar bersama iringan-iringansegala rempah-rempah tertuang, menyedapkan masakan-masakan mimpi yang masih mentah, dan perlu diberi baraia membara seperti langit senjatapi bukan senja yang tergambar: kecuali geletar fajarmerah menyambut matahari, merah Venus...

dari pinggir ia menyisir; dari alir ia mengukir takdiria lalu membatukan arah pada waktuada siasat, ada muslihat, bahkan ada niat-niatyang tak tercatat: sebab hati begitu dalam untuk diselamiberbekal Venus, ia hunus arus: Gandring pun digiringke dingin dinding; keris telah menggaris batasantara warangka dan rangka, antara upas dan nafaslautan kutuk mengganas, ketika batas datang demikian lekas

sang Empu pun mengukir nujum dalam waktu...

di waktu lain, ia terus meluruskan impian

ia talkin tubuh-tubuh dingin ke balik dinding

ia menanting ingin, menantang angin

lontar pun menulis: “cuaca begitu gerimis, dan terus

gerimis...”

Surabaya-Yogyakarta, 2009-2011

Page 95: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

85Asmarasupi

Buku Masa Lalu

aku buka buku berpuluh malam

seperti penunggang kuda yang melalang padang

berbentang-bentang

tapi tak ada tapak yang bisa kujadikan petak

huruf-huruf tegak, saling bergandengan,

memagari kisah-kisah yang berkelit-jumpalitan

alur pun terus berarus keluasan

jika kau bertanya dari mana aku memulai

aku tak tahu di mana mangsi menitik pertama kali

bunyi pun hanya degup dada sendiri

seperti derap kuda yang tak kenal mati darah

terus mendaras langkah, nir denah

tapi bukankah degup menyimpan batasnya

di tapal, aku menyaksikan baju-baju lusuh

yang ditanggalkan moyang, centang-pukang, bersulam-

tambal

kudaku mengendus petualang-petualang

yang tercacah di punggung waktu, dengan banal

buku-buku kututup --buku-buku masa lalu yang redup

jika kau bertanya dari mana aku mengakhiri

aku tak mengerti di mana letak titik yang pasti

Yogyakarta, 2011

Page 96: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

86 Munajat Buaya Darat

Kerudung Bergambar Ular

di kerudungmu, gambar-gambar ular meliuk dan melingkar

seperti akar-akar masa lalu

aku menemu raut ibu di situ --dan kenang itu selalu biru

sewarna cairan sabun di botol mainanmu, yang

menciptakan gelembung-gelembung

gelembung yang lekas pecah, gelembung yang sejenak

menitipkan riak bahgia

ketika angin menyibak dan kerudungmu berkibar

aku menangkap dua gunduk bundar yang semakin besar

--gambar

ular itu seakan semakin berbiak, liar

kenanganku pun retak, memar

Yogyakarta, 2011

Page 97: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

87Asmarasupi

Bulu Burung: Kim

kucuri bulu burung dari cupu mangsi, burung tak bernama

kulihat tilas dawat muncrat dari ujungnya

khayalku berlari ke ceruk perigi

menjemput gelap, memungut sayap-sayap

imaji yang tumbuh di lenganku

kepakku mengayuh tubuh ke udara

partikel-partikel tak berwarna menyanggah tungkai

terkulai, aku pun mengapung di dua dunia

--khayalan dari khayalan

dengan terbata, aku berpulang ke palung kata

mengais nama, menggaris busur-lintang dari kedalaman

beriktiar menggelar pagar dari diri yang kian ngambang

Yogyakarta, 2011

Page 98: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

88 Munajat Buaya Darat

Nujum Maut

dalam remang epitaf, aku temu namamu tanpa penanda waktu

aku mencatat jejak tanggal yang tanggal dari batu

tapi api itu masih berapi dan menyepi di tepi prasasti

segalanya terpendam seperti matahari dalam malam

seperti janji kata pada bunyi, seperti hasrat yang diam di urat

nadi, seperti aku sepasang mata yang lelah membaca

nujum yang tergurat di dedaun

nasib, yang bakal terbelah atau menyatu

di ujung titik atau berbalik…

dalam bayang-bayang, ketika cahaya papa, aku mengetuk jendela

rahasia

tapi di baliknya, tak ada sungkawa, tak ada maut, hanya kabut

tak habis-habisnya

dalam remang nisan itu, hanya kelahiran,

juga perpindahan bentang angka-angka

Yogyakarta, 2011

Page 99: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

89Asmarasupi

Surat Malaikat

kau tulis surat dengan bulu yang kaucabut dari sayapku

namun aku tak menemukan aksara-aksara merah di sana

tak ada jejak luka –aku menangkap nyala berderap dari dada

penuh sepatu-sepatu cinta, aku melihat rumbai-rumbai

mahkota bertata kepala-kepala mutiara, aku menemu rindu

yang lebih keras dari seluruh batu— namun di tilas sayapku

masih membercak darah kering; aku pun tersudut di dinding

seperti pesakitan, seperti malaikat yang tersekat; terjela

oleh hasrat, sendiri, dalam bebayang samar tergetar pada

gamang…

karena jemarimu, surat itu menjelma angin yang

menemukan pusarnya

Yogyakarta, 2011

Page 100: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

90 Munajat Buaya Darat

Tebing Kuda Lumping

di meja perjamuan hanya tersedia ruang

ruang hampa: kau menyebutnya segitiga, tapi hanya lengang

sisi tak rata, taplak, juga gelas dan cawan, sepiring ingatan

atau lauk yang terkutuk untuk busuk.

kau berkata: bersantaplah!

tapi aku rindu paku, rindu beling yang meruncing.

aku rindu pada darah yang mengental dari daging dingin.

lalu kau suguhkan harapan-harapan, seperti ruang

dengan kursi panjang, meja, dengan daftar antrian.

kau berikan aku catatan-catatan, bahwa aku urutan

kesekian, bahwa segala yang kutunggu, hanya rindu

yang terbujur bersama kubur segala batu.

kubaca abjad yang terpahat, kuingat nisan-nisan biru

kuingat kedamaianmu, tapi aku terus mengigau

tentang seng karatan, tentang daging mentah, juga tembang risau

bersama desau ruh

yang meluruh bersama waktu, mewaktu di meja.

kau kembali berkata: bersantaplah!

aku pun terbanting dari dinding-dinding dingin.

kubaca arah angin; dengan mantra, kuraih tebing.

pada jam yang terus kuputar, aku melingkar,

aku pacu kuda liar.

pada puting-puting jarum, kurangkum angka

kulahap kaca, kusantap bingkai jeda

hingga kurasakan paku, beling dan sembilu tumbuh

di mulutku.

Page 101: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

91Asmarasupi

kurasakan kembali darah

berdarah seperti dulu —sekerat daging dan seikat urat

yang merindu, terus menunggu disayat...

Surabaya, 2011

Page 102: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

92 Munajat Buaya Darat

Dadar Rembulan

di wajanmu, telur rembulan tampak muram

bundarnya membayang korona di tungku pendiangan,

ketika ia pecah dan menjelma cairan kental

kita saling diam, mengeja gelembung minyak

yang menyambar

larut pada riak-riaknya, hanyut di antara kepul asap,

panas, juga sengak yang mendadak menyeruak

di halaman depan pembauan

kita masih saling diam meski kita tahu dari mana ia bermula

bukankah ia dari petarangan yang ‘lah lama dieram induknya

tapi rembulan tak kunjung pudar, lingkarnya masih tegar

semakin memberi batas antara alum dan segar, semangkin

tegas memantulkan wajah kita yang memar

perapian pun terus terus berkobar-kibar…

selepas bara padam

di wajanmu, wajah kita terangkum dalam telur dadar

yang kelewat matang, seperti rembulan

nyaris tenggelam

Yogyakarta, 2011

Page 103: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

93Asmarasupi

Kahyangan Api

di tumpukan batu, kutulis masa lalu dari darah beku

sebab bara yang menguar dari rahim bumi telah

menuntunku

pada tanya: di mana letak kesumat bersenandung,

letak kubur sangkar burung-burung, dan

akhir kembara para capung

lalu kumaknai tumpah darah sebagai ritus puja

seperti anak turun jawadwipa yang menghunus kesumat

sampai kubur terbuka…

mengabadikan amarah di kepala, mengukirnya

pada hiasan dampar tahta

bahasa dendam telah menjadi cakap semesta

aku patri seluruh nyali di antara pepohon jati

di gunduk kapur yang menolak sepi

dari tubuh, tumbuh mimpi dari belati

kahyangan pun tercipta dari api

supata pun membanjiri seluruh tepi:

“aku hanya seorang pencari linggar kering,

daun-daun jati yang luruh saat kemarau.

aku hanya pencipta terompah dari galih utuh”

kalam itu meledak di kepalaku lebih menghentak dari peluru

logam panas telah mengorak tengkorakku

suara-suara menabuh gendang di tubuhku yang legam

aku bercakap dalam rumah siput di telinga,

Page 104: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

94 Munajat Buaya Darat

bercakap dengan lorong-lorong gelap tanpa cahaya,

aku berbahasa halilintar meski tak seorang pun mampu

mendengar…

ketika daun luruh dan mengirimkan pesannya ke pangkuan

kuhikmati tanah putihku yang berlabur kapur dan bebatuan

kugenggam kesumatku dengan dendang pemburu

kucamkan nyala di otakku bahwa silsilah yang terpahat di

batu-batu

telah melarungkan api ke tepi waktu

aku pun terbakar, terpapar dan lapar

lewat barisan pohon jati, kucari peta tanah, denah rumah,

dan dendang purwa ihwal zaman pertama

di sana, seonggok daun lebih bermakna dari berlaksa kata

setiap kepala dipenggal dan dihargai dengan puja

aku pun berlagu seperti serdadu yang mendengungkan mars

ke sarang lebah, berharap madu turun ke tanah

seperti hujan darah yang bersudah…

kahyangan api semakin berkobar di dadaku

tapi telapakku yang berlapis terompah galih kayu

menolak pulang ke rumah batu

ketika sabda terus mengiang di gendang telinga

dan mengingatkanku pada muasal segalanya

aku rebut sabda dan membaptis diriku sebagai pewaris dunia

Surabaya—Yogyakarta, 2011

Page 105: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

95Asmarasupi

Ziarah Matahari

di makam, tak kutemukan arah malam

kecuali jalan setapak, makadam, yang dikirimkan siang

tak juga kutemukan pusar langit

kecuali getar wingit

Yogyakarta, 2011

Page 106: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

96 Munajat Buaya Darat

Sesat Sesaat

ketika matahari bias ke barat, aku daras kitab lama

tak berpelekat. aku saksikan neraka berhamburan ke udara.

gumpalan magma bergulung bak punggung onta raksasa,

merayap dari gegunduk gelap ke rumah-rumah beratap sirap.

mencipta perayaan merah yang meriah; dari tubir kawah,

memancar bunga api serupa hujan cahaya pada pesta raya.

pijarnya melata ke penjuru sepi, ke tepi negeri-negeri; air

yang mengalir di antara lembah dan batu-batu bagai kuah

bumbu, kepulkan asap merah dadu, aroma daging panggang

lebur dengan peluh. dari balik tebing, terdengar lengking

melagu, menggunting heningku yang berabu; hingar pula

bermacam logam beradu. iramanya tegakkan seluruh bulu

tubuh

aku tutup kembali kitab, sebagaimana senja yang

sebentar menutup tirai kala di cakrawala yang lembab; aku

buka buku baru, siapa tahu di lelembarnya, tersimpan surga

yang tak bisa aku lukis dengan kata-kata berwarna; tapi jika

nanti yang tergurat dan muncrat ke mata tetaplah neraka,

aku akan berkata: ‘aku tak akan menyesal tersesat di ruang

yang sama; kamar penuh siksa penantian, tapi sarat warna

pesta...’

Surabaya, 2011

Page 107: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

97Asmarasupi

Hantu Lempung

hantu itu datang dengan segumpal tanah

lempung titipan seorang tua, entah dari masa apa

dan lewat jalan pesisir utara

ia berderap dengan asap tanah; pesannya dibungkus

papirus, bergurat abjad

abjad yang kini sampai kepadaku

seperti gurat paku: hampir mati dan kaku

di atas serpih batu, hantu itu membacanya sambil berlagu:

“aku datang menyerahkan lempung ini kepadamu

kerna kau tak kunjung membentuknya sebagai tembikar..

tidakkah kau tahu ada cacing di rahimnya;

cacing itu dikirim sebagai penggembur tanahmu yang

cengkar”

aku tatap mata hantu itu dan ia segera tahu

aku tak butuh tanah, aku tak ingin cacing di dalamnya

menjelma ular, lalu melingkar di kepala seperti mahkota

hantu itu segera berlalu, tapi lebih dulu

menjejalkan tanah itu ke kupingku, lalu membakarnya

dengan nyala neraka yang sudah dikirim lebih dulu ke dunia

lewat moyangnya yang pertama

begitu telingaku bergemuruh, api membubung tinggi

di netraku, abadi

dalam jiwaku

Yogyakarta, 2012

Page 108: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

98 Munajat Buaya Darat

Luka Laut

ketika kutatap senja di gigir selat, yang begitu

ingin kulupa, aku terbayang luka lama:

perihal karang terjal, ombak

juga kapal-kapal yang terserak…

pada suar, aku pancang tonggak

kubaca cakrawala dengan mata picak sebelah

kubiarkan mata yang lain berhibuk di lubuk

tak terpeta, sambil terus bertanya benarkah

garis telah dimistarkan, benarkah ritmis hujan

telah dinotasikan...

kupingku pun seakan tercemar riuh camar,

ketika nyeri terhantar bersama gelombang

dan beribu-ribu buih memercik ke tepi perih

kuraba arus tapi terlalu aus dirumuskan

kubaca pusaran, tapi terlalu liar dihelakan

aku pun bersampan dengan lebam silam

hasratku menggebu bergelayut ke sudut malam,

seperti penyepuh waktu yang labuh ke batu

bersembunyi dari biru tatu

: ombak luka yang tak habis-habisnya bertandang

bak serdadu yang dihela genderang perang

dan menyerbu ke palagan

Yogyakarta, 2012

Page 109: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

99Asmarasupi

Belukar Langit

belukar itu menjalar di langit-langit kita

liar

di dinding, kita pun menggambar apel, ular,

juga udara di ranjang yang cemar

—rautmu tersamar antara laki-laki

dan perempuan pegandrung mawar

aku pun bertanya: ‘kenapa kau lilit kekarmu

dengan ungu sprei; bukankah tubuhmu hanya ritus yang abai

pada anggur dan roti, dan tak ada celah di bawah perut

yang pasti...’

di kamar, tak ada jarum jam bergetar

kecuali detak jantungku yang bersipukul

dengan nafasmu

—menggeletar

waktu seakan mengukir kesetiaan batu-batu, mengeras

di dadaku

aku gentar bak batang kelapa dipanjat pemetik:

‘maukah kau menjadi perempuanku atau...’

kulihat rautmu seliar belukar di langit-langit kita

ah, sungguhkah sodom-gomora dulu, bersirayu...

tapi kau terus mengigal seperti penayub yang

tak pernah dihampiri mata redup:

‘aku perempuan adam, seperti siang

yang bersirapat dengan malam...’

Page 110: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

100 Munajat Buaya Darat

di sisa malam,

belukar itu semakin liar menjalar di langit-langit kita

gambar-gambar di dinding menjadi berdaging

ular bangkit, melata

liurnya mengguratkan bisa di lekuk apel merah

taringnya seakan tembus ke dada kita

udara pun bising oleh riuh tanpa kata

Yogyakarta, 2012

Page 111: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

101Asmarasupi

Asmarasupi

mataku bergulung ke lengkung kembang bakung

di kainmu : gaun batik berwiru

aku pun terasing ke dua dunia semu

sunyi berderap di dada, menitipkan gelapnya

yang purwa

riuh melesat ke retina, mewasiatkan binarnya

yang purna

aku serupa capung mengapung di atas dua cekung

berbayang:

lembah hitam dengan pucuk rumput diam

jurang berwarna rangsang terpercik sisa bohlam

ketika kainmu berkibar dan menjelma layar di peraduan kita

yang bergetar —bunga bakung itu pun mekar

seiring peta-peta tubuhmu yang samar…

Yogyakarta, 2012

Page 112: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

102 Munajat Buaya Darat

Ziarah ke Sintal Pinggulmu

di pinggulmu yang sintal, aku saksikan beribu tanggal

terajah; aku membaca sebagai seorang peziarah

buta, yang telah menemukan peta-arah tuk pertama

tapi kau terus saja bergoyang dan bergoyang

hingga aku rasakan bumiku beringsut bersama rambut

dulu hitam kini sudah beruban dan kusut

aku hanya bisa berharap ketelanjanganmu

seperti pengantin baru yang mabuk setubuh

o pengantin porselinku, lolosi gaunmu

agar aku bisa melihat lekuk yang masih berceruk

di tubuhmu, agar aku bisa berbisik dengan ular

yang lidahnya sudah tanggal di antara tanggal-tanggal

yang tergurat di kulitmu —ular yang terus saja melingkar

berganti kulit, ular yang begitu setia dengan usia

dengan sisiknya yang selalu mengaburkan lalu

dan kini; aku pun menuruni lembah laki-laki

seperti perjaka yang telah menitipkan kemaluannya

ke batu, dan hanya berharap ada yang hidup dari masa lalu

sebab kelak bagai buaian kanak-kanak yang berayun

dan bertumpu bambu —seperti jam yang menghitung waktu

menunggu ada yang meledak atau terjatuh

Page 113: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

103Asmarasupi

di pinggulmu, aku saksikan berpuluh-puluh peluh

luluh —seperti kehadiranku yang hanya sekilas dan rapuh

menjemput tanggal yang masih tertinggal di buntal

pantatmu, meski aku tahu, bumiku tak lagi berhenti

di kaki, tapi terus saja bergeser dari satu mimpi

ke tepi lainnya, membuat peta-arahnya sendiri

o pengantin keramikku, inikah jejak jangak yang kau

sisakan dalam risauku yang berkepanjangan

di kursi mempelaiku yang terpelanting dalam dingin dan

angan…

Surabaya, 2012

Page 114: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

104 Munajat Buaya Darat

Ciuman Gula Merah

kucium ranum wajahmu seperti angin teluk

membungkuk ke pantai

kau gentar bak batang manggar mekar,

yang dipanjat pendaras lontar

batang lehermu bergetar, menahan nafas

aku bayangkan nira itu meleleh dari bibirmu

serupa pelepah mayang yang ditebah parang dan basah

dan bibirku menyaru bumbung bambu

yang menampung seluruhmu

aku pun mengubah curah itu menjadi bongkah legit

dengan lebih dulu mendidihkannya di tungku

hatiku —yang panas, bergelora, dan sangit...

Yogyakarta, 2012

Page 115: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

105Asmarasupi

Mantram Kolam :plung!

di gigir kolam

serupa serdadu lari dari perang

tampangku membayang rumpang

mataku berenang

bersama ikan-ikan, jidatku terperangkap

koral di dasar yang separuh hitam

dan gelap

tak ada kecipak yang bangkitkan getar

dada, menapak jejak luka yang sama

di medan lama

segalanya dingin, serupa musim yang dicerai

matahari

aku terkubur sendiri di bawah timbunan

rembulan

segalanya tertemali sunyi

mungkin…

“plung!”

aku pernah mendengar suara itu

tapi terlalu purba untuk dikenang sebagai batu

yang jatuh

kerna kini kolam tak beriak

aku hanya melihat wajah sendiri, berserak

Banyuwangi, 2012

Page 116: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

106 Munajat Buaya Darat

Ilusi Musim

aku hanya musim yang dikirim rubah hutan

kenangan —memungut bebuah, dedaun, juga

unggas—yang pernah mampir di pinggir semi

semarakkan jamuan, yang kelak kita sebut

pertemuan awal, meski kita tahu, tatap mata

itu tak lebih hanya mengenal kembali peta

lama, yang pernah tergurat berjuta masa

bila aku hujan, itu adalah warta kepada ular

sawah hasratku, yang tergetar oleh percumbuan

yang kelak kita sebut sebagai cinta, entah yang

pertama atau ke seribu, kerna di situ, aku mampu

mengenal kembali siku, lingkar, bulat, penuh

di situ, aku panas, sekaligus dingin

sebagaimana unggas yang pernah kita lihat

di telaga, putih, tetapi bayangannya selalu

mengirimkan warna sayu, kelabu

dan kita selalu ingin mengulang-ulangnya

dengan atau tanpa cerita tentang musim

yang terus berganti…

Magelang, 2012

Page 117: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

107Asmarasupi

Cenayang Dermaga

mimpi, puisi dan dongeng

yang terwarta dari pintumu

memanjang di buritan

kisah itu tak sekedar mantram

dalihmu tuk bersandar bukan gerak ingkar

ia serupa pendulum

yang dikulum cenayang

dermaga

ia hanya titik imaji

dari hujan yang berhenti

serupa ruh terjungkal, aura terpenggal dan kekal

tertambat di terminal awal

tapi ritusmu bukan jadwal hari ini

dalam kematian, mungkin kelahiran

kedua

segalanya mengambang

bak hujan yang kembali

meski pantai

telah berpindah dan waktu pergi

menjaring darah kembali

Sidoarjo, 2012

Page 118: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

108 Munajat Buaya Darat

Berkah Gravitasi :GD

bak pucuk bambu yang merindu rembulan, aku ziarahi

hidupmu yang bernisan

tapi kau masih penari yang tak bisa berhenti,

gerakmu memusar ke luar lingkar, merasuk ke dalam sangkar

melejit di arus langit

terus berotasi di dalam dan di luar orbit

hingga kepalaku terpenggal oleh arus hasrat sendiri:

mimpi perang bintang dan bulan sabit!

aku pun berdoa: ‘o bumi, berikan berkah gravitasi

matahari…’

tapi doaku semakin menenggelamkanku ke dinding

bumi, sedang kau semangkin

berputar, melenting

aku pun terbiar di altar, rubuh

memeluk lutut, sambil menjemput rerumput yang mulai

tumbuh

di sela lantai —siapa tahu, aku bisa melantai

seperti kau memulai, dulu, lalu beterbangan di antara

gemintang,

rembulan, juga

batu-batu yang bersitumbuh di orbit segala galaksi

—siapa tahu, juga terbit di hatiku…

bak pucuk bambu yang merindu rembulan, aku ziarahi

hidupmu yang bernisan

Page 119: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

109Asmarasupi

meski aku tahu, aku tak akan pernah bersua

denganmu di ruang tamu penuh angka;

aku hanya orang asing

yang bergasing, dan bermuasal angin

tapi kini aku sedang memintal mimpi dengan kuyup rindu

yang berarus kalbu

berpusing dari rasi ke matahari, dari bumi ke luar bimasakti

aku pun terus merapal jampi: “o gravitasi matahari,

datanglah,

tarik diriku ke garis edar bintang-bintang, sebentar keluar

dari tubuh bumiku sendiri...”

begitu retina dada terbuka,

kakiku masih berakar di di koordinat bumi yang sama

mungkinkah kelak kita akan bertemu, meski aku telanjang

karena bajuku bakal terbakar atmosfermu, terpanggang

Surabaya, 2012

Page 120: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

110 Munajat Buaya Darat

EPILOG

LULUR KYAI DI TUBUH BERDAKIProf. Dr. Faruk, S.U.*

Tukang Potong

Ia selalu siap dengan gunting dan sisirDi bawah pohon yang demikian pesing, anyir Oleh kencing pejalan, juga kencingnyaJuga kencing pelacur-pelacur yang saban malamNgelindur di bawah pohonDi dekat neon Tempatmu dulu pernah bermain merconSambil mengintip pemulung mandi, juga gembelYang mengurut tubuhnya, agar daki yang lagi menempelDi tubuh dan pergi Seperti kereta yang datang dan berangkatDi stasiun, tempat segala yang muda, jompoTerangkut

Page 121: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

111Mashuri

Suaranya selalu bersuling: “antara WonokromoDan Semut”

Ia akan menjambak-jambak rambutmu, agar kauTak kantuk, agar kau terjaga dan sadarBahwa ada yang berkurang dari dirimu

“Berjagalah, agar aku tetap ingatYang harus aku babat adalah rambutmu, bukan kupingAtau lehermu yang tak terawat”

Ia selalu siap dengan gunting dan sisirMeski kadang-kadang datang seorang perempuanYang mengaku bunting dan menyoalnya dengan nyinyir: “Kau laki-laki tak pernah membuktikan kelelakianmuKepadaku”

Ia tersenyum diam-diam, sambil menggumamAku sudah tahu, seberapa lebat rambut yang masih Menempel di tubuhmu, dan yang sudah jatuh

Ke debu

Sidoarjo, 2007

Pesan puisi ini sebenarnya sederhana, sebuah ajaran atau

kebijakan yang mungkin banyak orang tahu. Tentang sebuah

kekuatan dan kekuasaan yang di hadapannya manusia tak

bisa berkutik, hanya bisa berserah diri seperti orang yang

menyerahkan seluruh rambutnya dan mungkin juga nasib dan

nyawanya kepada tukang cukur. Tidak ada yang tahu, tidak

ada pula yang bisa menebak, apakah tukang cukur itu akan

Page 122: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

112 Munajat Buaya Darat

setia mencukur rambut atau malah ia tiba-tiba memutuskan

untuk memotong leher pelanggannya. Memang ada yang

mencoba melawan kekuasaan itu. Namun, meskipun diam,

si tukang cukur, kekuatan dan kekuasaan itu tetap tidak

bergeming. Ia masih menjadi pemegang kekuasaan mutlak

karena pengetahuannya mengenai segala detail dari diri yang

mencoba melawan itu.

Imaji dan pesan puisi ini mirip dengan “Mata Pisau”

Sapardi Djoko Damono berikut ini.

Mata pisau itu tak berkejap menatapmu

kau yang baru saja mengasahnya

berfi kir: ia tajam untuk mengiris apel

yang tersedia di atas meja

sehabis makan malam;

ia berkilat ketika terbayang olehnya urat lehermu..

Namun, bila dalam puisi Sapardi di atas ancaman ke-

kua saan yang bisa mematikan itu cenderung berasal dari

diri manusia sendiri, semacam ironi dari pepatah lama,

“mulutmu, harimaumu”, manusia termakan dan terbunuh

oleh perbuatannya sendiri yang telah mengasah pisau itu

hingga berkilat, dalam puisi Mashuri tentang tukang cukur ini

kekuasaan itu merupakan sesuatu yang eksternal, yang ada

di luar manusia. Karena itu, di dalam puisi Sapardi tidak ada

kesan ketidakberdayaan manusia, yang ada hanyalah kesan

bahwa manusia harus selalu waspada dengan perbuatannya

dan hidupnya sendiri, sedangkan di dalam puisi Mashuri di

atas ketidakberdayaan manusia, kenaifan manusia, sangatlah

nyata. Memang, ada juga pesan mengenai keharusan untuk

Page 123: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

113Mashuri

waspada itu. Hanya saja, kewaspadaan itu bukan datang dari

diri manusia sendiri, melainkan dari kekuatan yang sama yang

juga ada di luarnya. Bahkan, dalam hal yang kemudian ini puisi

Mashuri di atas memperlihatkan citraan yang bisa dikatakan

tidak logis, kontradiktif. Yang harus waspada adalah si tukang

cukur karena ia bisa tiba-tiba mengalihkan sasaran pemotongan

, dari potong rambut jadi potong leher atau kuping. Akan tetapi,

si tukang cukur justru menyuruh orang lain, si pelanggan, yang

waspada. Kecenderungan ini semakin menegaskan kemutlakan

kekuasaan eksternal itu di satu pihak dan ketidakberdayaan

atau kepatuhan yang juga mutlak dari manusia terhadapnya.

Biarpun yang melakukan kesalahan adalah si tukang cukur,

yang disalahkan adalah justru pelanggannya.

Manusia di dalam puisi Sapardi di atas adalah manusia

yang sendirian, yang ada di dalam rumah, mungkin di bagian

dapur dari rumah itu sehingga manusia itu terpisah dari

manusia yang lain. Pada manusia yang seperti ini pertarungan

terjadi bukan dengan manusia lain, melainkan dengan

dirinya sendiri. Inilah persoalan manusia kota, manusia kelas

menengah ke atas kalau tidak bisa dikatakan manusia borjuis.

Halnya berbeda dari manusia di dalam puisi Mashuri di atas.

Di dalam puisi penyair yang kemudian ini manusianya adalah

manusia yang ada di tempat terbuka, hidup bersama manusia

lain, tidak hanya si tukang cukur, melainkan juga beberapa

manusia yang lainnya. Mereka menyerupai sebuah komunitas

manusia kelas rendah yang hidup di sekitar stasiun. Manusia

ini adalah manusia komunal yang bisa dikatakan saling

berkomunikasi satu sama lain dalam posisi yang setara. Hanya

dalam hubungan dengan si tukang cukur hubungan mereka

tampak hierarkis. Mereka adalah manusia kelas rendah yang

Page 124: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

114 Munajat Buaya Darat

secara ekonomi maupun social termasuk manusia yang juga

tidak berdaya sebagaimana posisi mereka di hadapan si

tukang cukur tersebut. Inilah manusia proletar, mungkin juga

manusia petani, manusia pinggiran kota, bisa juga manusia

pedesaan yang di dalamnya pertarungan terjadi bukan dalam

diri sendiri, melainkan dengan orang lain, yang di dalamnya

kekuasaan ada di luar diri, bukan dalam diri sendiri.

Dibandingkan dengan dunia tempat hidup manusia

Sapardi, manusia-manusia yang ada dalam puisi Mashuri

itu adalah manusia-manusia yang hidup dalam lingkungan

yang kotor, jorok, tetapi tetap mempunyai keinginan untuk

“mandi” dan “mencukur rambut” untuk membersihkan

“daki”. Namun, karena kekuasaan, yang katakanlah “suci”,

ada di luar diri mereka, mereka tidak akan penah bisa menjadi

bagian darinya. Halnya berbeda dengan manusia Sapardi. Baik

ketidakberdayaan maupun kekuasaan ada dalam diri manusia

itu sendiri. Manusia dapat menjadi bagian dan menyatu

dengan kekuasaan yang “suci” itu. Apakah dengan demikian,

manusia-manusia “Mashuri” itu benar-benar jauh dan tidak

punya sama sekali “kesucian” di dalam diri mereka. Mashuri,

sebagaimana yang terlihat dalam beberapa puisinya yang

lain dalam kumpulan ini, tampaknya sangat terobsesi untuk

menemukan kekayaan dalam kemiskinan, kebahagiaan dalam

kesengsaraan, keberadaan dalam ketiadaan, kesucian dalam

kekotoran. Puisi kedua, yaitu yang berjudul “Perempuan

Bertubuh Ombak” menggambarkan kembali dengan sangat

jelas kecenderungan yang demikian.“mungkin tarianmu semakin indah dan bergelora, saat pelupukmu terpejam dan kau melangkah di antara buih, ombak dan riak dada bergetih, yang

Page 125: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

115Mashuri

tak letih pulang-pergi antara riang-sepi, jalang-suci, nyata-mimpi; pantai singgahan pun semakin mengabadikan gelayutmu dari satu langkah ke langkah lainnya, dari satu gerak ke gerik berikutnya, sehingga kau terus mengimani: “sungguh, tubuh

surga tak pernah selesai diluluri”

Tentu saja, “tubuh surga tak pernah selesai diluluri” ka -

re na tubuh itu adalah tubuh manusia kelas rendah yang

penuh daki, tubuh para pendosa yang jauh dari yang suci,

yang ada di luar kekuasaan. Manusia “Sapardi” yang tidak

berada di tempat terbuka mungkin hanya butuh lulur sekali

kalau tidak bisa dikatakan tak membutuhkannya sama sekali.

Tubuh manusia Sapardi adalah tubuh si tukang cukur yang

bergulat dengan dirinya sendiri, antara ingat atau alpa dalam

menjalankan tugasnya sebagai tukang cukur. Tubuh manusia

Sapardi, dalam konteks Mashuri yang bertradisi NU, dapatlah

disebut sebagai tubuh “Kyai”.

Pertanyaan yang kemudian muncul, apakah manusia-

manusia Mashuri itu membutuhkan merasa dirinya kotor dan

selalu gatal karena daki yang begitu tebal melekat di tubuh

mereka, apakah mereka membutuhkan lulur, ataukah Mashuri

saja yang kurang kerjaan?

Yogyakarta, 22 12 12

*)Guru Besar Sastra

Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Page 126: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

116 Munajat Buaya Darat

RIWAYAT PUBLIKASI

KE-63 puisi dalam buku ini pernah dipublikasikan di berbagai media massa dan jurnal sastra antara tahun 2007—2012, seperti Jurnal Sajak, Jurnal Puisi Amper, Kompas, Koran Tempo, Jawa Pos, Pikiran Rakyat, Suara Merdeka, Surabaya Post, Jurnal Nasional, dan lainnya. Beberapa di antaranya sudah disunting lagi.

Sementara itu endorsmen yang tertera pada sampul belakang dikutip dari beberapa tulisan, baik berupa esai tersiar, berita koran, maupun makalah. Rinciannya sebagai berikut.1. Pendapat Prof. Dr. Faruk, S.U. (guru besar sastra Universitas

Gadjah Mada Yogyakarta) dinukil dari Epilog “Lulur Kyai di Tubuh Berdaki”.

2. Pendapat Akhudiat (penyair dan dramawan) dinukil dari pengantar bakal antologi bersama “Mengantar Kumpulan Puisi Mesin & Hantu.”

3. Pendapat Arif Bagus Prasetyo (penyair dan kritikus sastra) dinukil dari catatan kuratorial “Lima Penyair Menebus Kota” dalam Rumah Pasir, antologi puisi penyair Jawa Timur (Festival Seni Surabaya 2008).

4. Pendapat Kris Budiman (kritikus seni dan semiolog) dinukil dari makalah “Ngaceng Tapi Retak” dalam Diskusi Empat Buku Puisi di Utan Kayu, Jakarta, pada 29 Oktober 2007.

5. Pendapat Beni Setia (sastrawan dan esais) dinukil dari “Belajar Sentosa dengan Arif” yang tersiar di Jawa Pos edisi Minggu, 15 Agustus 2010.

6. Kutipan Koran Tempo edisi Rabu, 14 Maret 2007, berjudul “Mashuri, Wayang, dan Kekinian”.

7. Kutipan Kompas edisi Senin, 2 Mei 2005 berjudul “Orisinalitas dan Kekhasan Karya Sastra”.

Page 127: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

117Mashuri

TENTANG PENULIS

MASHURI lahir di desa Wanar, Lamongan, Jawa Timur, pada

tanggal 27 April 1976. Jebolan dua pondok pesantren di daerah

kelahirannya. Pernah memasu pengetahuan pada Jurusan

Sastra Indonesia Universitas Airlangga, Konsentrasi Pemikiran

Islam Pascasarjana IAIN Sunan Ampel, dan S2 Ilmu Sastra

Universitas Gadjah Mada. Belajar berkesenian dan nyantrik di

Komunitas Teater Gapus dan Forum Studi Sastra dan Seni Luar

Pagar (FS3LP), Surabaya.

Selama ini menulis puisi, cerpen, novel, esai, karya

jurnalistik dan penelitian sastra. Tulisan-tulisannya tersiar di

berbagai media massa, seperti Kompas, Koran Tempo, Media

Indonesia, Jawa Pos, Republika, Sinar Harapan, Pikiran Rakyat,

Suara Pembaruan, Seputar Indonesia, Rakyat Merdeka, Jurnal

Nasional, Suara Merdeka, Karya Dharma, Surabaya Post,

Duta Masyarakat, Surabaya News, Lampung Post, Surya,

Memorandum, Radar Surabaya, majalah Aksara Imajio, majalah

Kidung, majalah Jayabaya, majalah Suluk, tabloid Telunjuk,

majalah Damarjati, majalah IAIN News, serta tersiar di jurnal

kebudayaan/sastra seperti Jurnal Kebudayaan Kalam, Jurnal

Puisi, Jurnal Sajak, Jurnal Kritik, Jurnal Puisi Amper, Jurnal

Aksara, Jurnal Thought, Jurnal Atavisme, Jurnal Jembatan

Merah, Jurnal Sundih, Buletin Sastra Epik, Jejak, Gatra, Situs,

On-Off, Jombangana, dan sejumlah media lainnya.

Buku puisi tunggalnya Jawadwipa 2003 (Gapus, 2003),

Pengantin Lumpur (DK-Jatim, 2005), Ngaceng (Pustaka

Pujangga, 2007), dan Patigeni (Manuskrip, 2009). Novel

Page 128: Munajat Buaya Daratgaleribukujakarta.com/Wp-content/Uploads/2020/03/MBD-CETAK-OKE.pdfSumber gambar cover National Geographic Cetakan pertama, 2013 MUNAJAT BUAYA DARAT Mashuri Gress

118 Munajat Buaya Darat

pertamanya Hubbu (Gramedia, 2007) menjadi pemenang

pertama dalam Sayembara Roman Dewan Kesenian Jakarta

(DKJ) 2006. Novel keduanya yang akan segera terbit berjudul

Posmoderna. Karya lainnya terdapat dalam puluhan antologi

karya bersama, di antaranya Menguak Tanah Kering,

Manifesto Surrealisme, Permohonan Hijau, Puisi Tak Pernah

Pergi, Antologi Penyair Jawa Timur 2004, Black Forest, Festival

Mei, Khianat Waktu, Pelayaran Bunga, Rumah Pasir, 100 Puisi

Terbaik Indonesia 2008, Reasons to Harmoy, Kidung Tanjung,

Pesta Penyair, dan lain-lainnya.

Selain sayembara novel, beberapa kali memenangkan

sayembara perhelatan penulisan/sastra, di antaranya peme-

nang lomba puisi, lomba kritik seni, revieuw karya sastra,

dan lainnya. Pernah mengikuti berbagai ajang seni dan sastra,

seperti Majelis Sastra Asia Tenggara (Mastera) di Bogor dan

Brunai Darussalam, Ubud Writer and Reader Festival di Bali,

Lampion Sastra di Taman Ismail Marzuki Jakarta, Festival Mei

di Bandung, Festival Seni Surabaya, Festival Cak Durrasim,

serta berbagai festival dan temu sastra lainnya. Sering terlibat

dalam beberapa inventarisasi dan penelitian sastra, seperti

cerita rakyat/sastra lisan, sastra koran, naskah kuno, sejarah

lisan, folklor, dan sebagainya.

Untuk menyambung hidup, sejak 1999—2011, bekerja

sebagai wartawan/redaktur di sebuah koran lokal di Surabaya,

dan sejak 2006 berhikmat sebagai peneliti sastra di Balai

Bahasa Jawa Timur.

Kini tinggal di Sidoarjo. Alamat surat: Balai Bahasa Jawa

Timur d/a Jalan Siwalanpanji, Buduran, Sidoarjo 61252.

Email: [email protected].