9
B. PEMBAHASAN 1. Yang dimaksud Kaum Murji’ah Kata“Murji’ah” berasal dari kata “arja’a” atau “arja” yang mempunyai beberap pengertian diantaranya: “Penundaan”,“Mengembalikan”umpamanya bagi orang yang sudah mukmin. Tapi berbuat dosa besar sehinggga matinya belum bertaubat, orang itu hukumanya di Tunda, dikembalikan Urusanya kepada Allah kelak. “Memberi pengharapan”. Yakni bagi orang Islam yang melakukan dosa besar tidak dihukum kafir melainkan tetap mukmin dan masih ada harapan untuk memperoleh pengampunan dari Allah. “Menyerahkan”maksudnya menyerahkan segala persoalah tentang siapa yang benar dan siapa yang salah hanya kepada keputusan Allah kelak. Dari beberapa pengertian diatas bisa kita menyimpulkan tentang pengertian dari Murji’ah. Adapun yang di maksud kaum Murji’ah di sini ialah suatu golongan atau kaum orang-orang yang tidak mau ikut terlibat dalam mengkafirkan tehadap sesama umat Islam seperti dilakukan kaum Khawarij yang mengatakan bahwa semua yang terlibat dalam tahkim adalah kafir, dan mengatakan bahwa orang Islam yang berdosa besar juga kafir. Bagi mereka, soal kafir atau tidaknya orang-orang yang terlibat dalam tahkim dan orang Islam yang berdosa besar, kita tidak tahu dan tidak dapat menentukan sekarang. Mereka mempunyai pandangan lebih baik menangguhkan penyelesain persoalan tersebut dan menyerahkanya kepada keputusan Allah di hari kemudian yakni pada hari perhitungan sesudah hari Kiamat nanti. Karena mereka berpendirian menangguhkan atau menunda persoalan tersebut, mereka kemudian disebut kaum Murji’ah.[2] 2. Latar belakang Sejarah berdirinya Kaum Murji’ah. Golongan Murji’ah ini mula-mula timbul di Damaskus, pada akhir abad pertama hijrah. Dinamakan “Murji’ah” karena golongan ini menunda atau mengembalikan tentang hukum orang mukmin yang berdosa besar dan belum bertobat sampai matinya, orang itu belum dapat dihukumi sekarang. Ketentuan persoalannya ditunda atau dikembalikan terserah kepada Allah di hari akhir nanti. Lahirnya aliran Murji’ah disebabkan oleh kemelut politik setelah meninggalnya Khalifah Utsman bin Affan, yang di ikuti oleh kerusuhan dan pertumpahan darah. Kemelut polotik itu berlanjut dengan terbunuhnya Khalifah Ali yang diikuti pula kerusuhan dan pertumpahan darah. Di saat-saat demikian, lahirlah aliran Syi’ah dan aliran Khawarij. Syi’ah menentang

murjiah

  • Upload
    mhi24

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: murjiah

B. PEMBAHASAN

1. Yang dimaksud Kaum Murji’ah

Kata“Murji’ah” berasal dari kata “arja’a” atau “arja” yang mempunyai beberap pengertian

diantaranya:

“Penundaan”,“Mengembalikan”umpamanya bagi orang yang sudah mukmin. Tapi

berbuat dosa besar sehinggga matinya belum bertaubat, orang itu hukumanya di

Tunda, dikembalikan Urusanya kepada Allah kelak.

“Memberi pengharapan”. Yakni bagi orang Islam yang melakukan dosa besar tidak

dihukum kafir melainkan tetap mukmin dan masih ada harapan untuk memperoleh

pengampunan dari Allah.

“Menyerahkan”maksudnya menyerahkan segala persoalah tentang siapa yang benar

dan siapa yang salah hanya kepada keputusan Allah kelak.

Dari beberapa pengertian diatas bisa kita menyimpulkan tentang pengertian dari Murji’ah.

Adapun yang di maksud kaum Murji’ah di sini ialah suatu golongan atau kaum orang-orang

yang tidak mau ikut terlibat dalam mengkafirkan tehadap sesama umat Islam seperti

dilakukan kaum Khawarij yang mengatakan bahwa semua yang terlibat dalam tahkim adalah

kafir, dan mengatakan bahwa orang Islam yang berdosa besar juga kafir. Bagi mereka, soal

kafir atau tidaknya orang-orang yang terlibat dalam tahkim dan orang Islam yang berdosa

besar, kita tidak tahu dan tidak dapat menentukan sekarang. Mereka mempunyai pandangan

lebih baik menangguhkan penyelesain persoalan tersebut dan menyerahkanya kepada

keputusan Allah di hari kemudian yakni pada hari perhitungan sesudah hari Kiamat nanti.

Karena mereka berpendirian menangguhkan atau menunda persoalan tersebut, mereka

kemudian disebut kaum Murji’ah.[2]

2. Latar belakang Sejarah berdirinya Kaum Murji’ah.

Golongan Murji’ah ini mula-mula timbul di Damaskus, pada akhir abad pertama hijrah.

Dinamakan “Murji’ah” karena golongan ini menunda atau mengembalikan tentang hukum

orang mukmin yang berdosa besar dan belum bertobat sampai matinya, orang itu belum dapat

dihukumi sekarang. Ketentuan persoalannya ditunda atau dikembalikan terserah kepada Allah

di hari akhir nanti.

Lahirnya aliran Murji’ah disebabkan oleh kemelut politik setelah meninggalnya Khalifah

Utsman bin Affan, yang di ikuti oleh kerusuhan dan pertumpahan darah. Kemelut polotik itu

berlanjut dengan terbunuhnya Khalifah Ali yang diikuti pula kerusuhan dan pertumpahan

darah. Di saat-saat demikian, lahirlah aliran Syi’ah dan aliran Khawarij. Syi’ah menentang

Page 2: murjiah

Bani Umayah karena membela Ali dan Bani Umayyah dianggap sebagai penghianat,

mengambil alih kekuasaan dengan cara penipuan.[3]

Di antara Syi’ah dan Khawarij di satu pihak dan Bani Umayyah di pihak lain yang saling

bermusuhan dan menumpahkan darah itu, tampillah segolongan yang di sebut Murji’ah.

Seperti halnya lahirnya aliran Khawarij, demikian juga halnya munculnya aliran Murji’ah

adalah dengan latar belakang politik. Sewaktu pusat pemerintahan Islam pindah ke

Damaskus. Maka mulai kurang taatnya beragama kalangan penguasa Bani Umauyyah,

berbeda dengan Khulafur-Rasyidin. Tingkah laku pengusa tampak semakin kejam. Sementara

ummat Islam bersikap diam saja. Timbul persoalan: “Bolehkah ummat Islam berdiam saja

dan wajibkah kepada khalifah yang dianggapnyazalim?”.

Orang-orang murjiah berpendapat bahwa seorang muslim boleh saja shalat di belakang

seorang yang sholeh ataupun di belakang orang fasiq. Sebab penilaian baik dan buruk itu

terserah kepada Allah. Soal ini mereka tangguhkan dan karena itu pulalah mereka dinamakan

golongan Murji’ah yang yang berarti melambatkan atau menagguhkan tentang balasan Allah

sampai nanti.

Dipandang dari sisi politik, pendapat golongan Murji’ah memang menguntungkan penguasa

Bani Umayyah. Sebab dengan demikian berarti membendung kemungkinan terjadinya

pemberontakan terhadap Bani Umayyah sekalipun khalifah dan pembantu-pembantunya itu

kejam, toh mereka itu muslim juga. Pendapat ini berbeda dengan pendirian golongan

khawarij yang mengatakan bahwa berbuat zalim, berdosa besar itu adalah kafir.

Pada masa pemerintahan Umar Bin Khattab beberapa daerah takluk ke dalam kekuasaannya.

Syria jatuh pada tahun 638 M, disusul Mesir pada 641M, lalu Persia 642 M jatuh ketangan

ummat Islam. Berarti ada tiga kerajaan besar dengan kekayaan yang cukup dan tinggi

peradabanya, masuk kedalam kekuasaan Islam. Masing-masing daerah ini menjadi wilayah

gubernur dengan pusat pemerintahan tetap di Madinah. Masing-masing daerah diperintah

seorang gubernur.

Ada beberapa hal yang perlu di perhatikan. Bahwa meluasnya wilayah Islam ke tiga daerah

tersebut:

Pertama, penduduk dari wilayah Persia, Syria dan Mesir itu masing-masing telah

mengenal peradaban dan agama-agama lama seperti peradaban agama-agama Mesir,

Babilon, Persia, Yahudi dan Nasrani juga peradaban keagamaan dan filsafat Yunani

(Hellenisme dan Platonisme). Pengaruh Yunani terutama menjadi makin tampak

disebabkan imperium Romawi Timur telah berabad-abad memerintah Syria dan

Mesir, takala Khalifah Umar membebaskanya.

Page 3: murjiah

Kedua, setelah daerah-daerah ini masuk imperium Islam banyaklah penduduk-

penduduk daerah itu yang menukar agamanya kepada Islam baik dengan jalan

perkawinan ataupun dengan jalan pelajaran semata-mata. Hal ini terjadi dengan

pesatnya terutama disebabkan pada zaman itu rakyat umum telah biasa untuk

menuruti sikap pemimpin-pemimpinnya. Apalagi raja-rajanya, panglima-panglimanya

atau pendeta dan orang-orang kayanya masuk Islam, maka mereka pun masuk

Islamlah pula.

Ke dua hal di atas tentu saja terpengaruh pada jalan pikiran umat Islam umumnya, sebab

umat islam yang baru ini (rakyat-rakyat Persia, Mesir dan Syria) telah membaea pula

peradabannya dan cara-cara pemikiranya ke dalam tubuh masyarakat Islam sendiri.

Dan ini menjadi persoalanya baru pula di kalangan umat Islam. Harus diperiksa (diseleksi)

manakala dari peradaban dan pemikiran itu sesuai dan dapat diterima Islam, dan mana pula

yang bebeda, bertentangan dan di tolak oleh agama Islam.

Untuk itu terjadilah pertukaran pikiran di antara mereka. Dan dari sini timbullah perselisihan-

perselisihan pendapat. Kalau dalam tubuh umat Islam Arab sendiri telah timbul benih-benih

pembahasan dan perselisihan pendapat tentang soal-soal pemikiran (filsafat) keagamaan (soal

qaddar Tuhan) maka dengan pembahasan-pembahasan baru ini menjadilah dunia pembahasan

itu bertambah besar dan meluas. Melihat baik dilihat pada lingkungannya ataupun dilihat

pada unsur-unsur yang terdapat di dalamnya.

Pembahasan itu makin menjadai-jadi dan telah berupa suatu pembicaraan soal ketuhanan

yang khusus bersifat ilmu pengetahuan.Lalu timbullah istilah ilmu kalam yang berarti ilmu

yang berbicara (berdebat) sebagai nama baru bagi Ilmu Tauhid atau Ilmu Ushuluddin yang

telah ada.

3. Aliran dalam Kaum Murji’ah dan tokoh-tokohnya

Al Bagdhadi membagi aliran Murjiah kepada tiga golongan besar, yaitu:

Murjiah dalam pengaruh faham Qadariah dengan pendukung-pendukungnya:

Ghailan

Abi Syamar

Muhammad bin Syahib al Basri

Mereka ini menganut paham kehendak bebas yang dikaitkan ketentuan-ketentuan efektif

Tuhan terhadap setiap kejadian.

Murjiah dalam pengaruh faham Jabariah dengan pendukung-pendukungnya:

Jaham bin Safwan

Page 4: murjiah

Yaitu yang menganut paham bahwa iman dan kufur adalah terletak di hati dan bukan terletak

pada perbuatan manusia. Oleh karena itu, orang yang menyembah berhala dan matahari

dianggap tetap beriman.[4]

Murji’ah yang tidak dalam pengaruh faham Jabariah atau Qadariah dan mereka ini

terbagi dalam lima golongan:

Yunusiah

Ghassaniah

Tsaubaniah

Thumaniah

Marisiah

Tokoh-tokoh Murji’ah, di samping yang telah di sebutkan dalam pimpinan golongan-

golongan di atas, dikenal pula:

Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib

Sa’id bin Zubair (seorang wara’ dan zuhud termasuk tabi’in)

Abu Hanifah (Imam Mazhab)

Abu Yusuf

Muhammad bin Hasan

Dan lain-lain dari ahli Hadis.[5]

4. Pemikiran Teologi Kaum Murji’ah

Kaum Murji’ah dilihat dari sisi pemikiran teologi mereka dapat di beradakan dalam dua

golongan[6], yang mana dua golongan ini sangat jauh berbeda dari satu dengan yang lainya,

yaitu:

© Golongan Moderat

Ialah golongan yang berpendapat bahwa orang Islam yang berdosa besar tidak Kafir dan ia

tidak akan kekal di dalam neraka, akan tetapi di sikasa di dalam neraka sesuai dengan

besarnya dosa yang pernah ia lakukan, dan kemudian setelah menjalani siksaan ia akan keluar

dari neraka. Dan bisa saja jika dosanya di ampuni Tuhan, maka ia sama sekali tidak masuk

neraka.

© Golongan Ekstrim.

Ialah golongan yang berpendapat iman ialah keyakinan di dalam Hati. Apabila seseorang di

hatinya telah meyakini tidak ada tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad rasul Allah,

meskipun ia meyatakan kekafiran dengan lidah, menyembah berhala, mengikuti agama

Page 5: murjiah

Yahudi, dan Nasrani, memuja salib, mengakui trinitas, kemudian mati, orang seperti ini tetap

mukmin yang sempurna imannya di sisi Allah dan ia termasuk golongan Ahli Surga.

Selanjutnya golongan Murji’ah Ekstrim terpecah kepada beberapa golongan, antara lain:

a) Al Jahmiyah

Adalah para pengikut Jahm bin Shafwan. Dan golongan ini berpendapat bahwa orang Islam

yang percaya kepada Tuhan dan kemudian menyatakan kekufuran secara lisan ia tidak

menjadi kafir, karena iman dan kufr tempatnya di dalam hati, bukan pada bahagian lain dari

tubuh manusia. Bahkan orang seperti ini juga tidak menjadi kafir, walaupun ia menyembah

berhala, menjalankan ajaran-ajaran agama Yahudi atau agama Kristen dengan menyembah

salib, menyatakan percaya pada trinitas, kemudian mati. Orang demikian bagi Allah tetap

merupakan seorang mukmin yang sempurna imannya.[7]

b) Al Shalihiyah

Adalah para pengikut Abu al Hasan Shalih Ibnu ‘Amar Al Shalih. Golongan ini berpendapat,

iman ialah mengenal Tuhan dan kufr ialah tidak mengenal Tuhan. Menurut golongan ini,

sembahyang tidaklah merupakan ibadah kepada Allah, karena yang di sebut ibadah ialah

iman kepada-Nya, dalam arti mengenal Tuhan. Lebih dari itu golongan ini berpendapat

bahwa sembahyang, zakat, puasa, dan haji hanya menggambarkan kepatuhan dan tidak

merupakan ibadah kepada Allah. Yang di sebut ibadah hanyalah iman. Iman tidak bertambah

dan tidak berkurang.

c) Al Yunusiyah

Adalah pengikut Yunus Ibnu ‘Aun Al Numairi. Menurut golongan ini iman ialah mengenal

Allah, hati tunduk pada-Nya, meninggalkan rasa takabbur, dan mencintai-Nya dalm hati.

Apalagi yang tersebut ini terhimpun pada diri seseorang maka ia adalah seorang mukmin.

Sedangkan yang sealin dari itu bukanlah termasuk iman. Oleh karena di dalam pandangan

kaum Murji’ah, yang di sebut Iman itu hanyalah mengenal Tuhan, golongan Al Yunusiyah

berkesimpulan bahwa melakukan maksiat atau pekerjaan-pekerjaan jahat tidak merusak iman

seseorang.

d) Al Ubaidiyah

Golongan ini adalah pengikut ‘Ubaid Ibnu Mahran Al Muktab. Dan dalm pandangan

golongan ini ,mereka berpandapat jika seseorang mati dalam keadaaan beriman, dosa-dosa

dsan perbutan jahat yang di kerjakan tidak akan merugikan bagi yang bersangkutan.

Perbuatan jahat banyak atau sedikit, tidak merusak iman. Sebaliknya, perbuatan baik, banyak

atau sedikit, tidak akan merubah atau memperbaiki kedudukan orang yang musrik atau orang

yang kafir.

Page 6: murjiah

e) Al Ghassaniyah

Adalah pengikut Ghassan Al Kufi. Golongan ini berpendapat, iman ialah mengenal Allah dan

Rasul-Nya serta mengakui apa yang di turunkan Allah kepada Rasul secara global, tidak

secara rinci. Iman itu bisa bertambah dan tidak bisa berkurang. Selain itu golonagn ini juga

berpendapat, jiak seseorang mengatakan: “saya tahu bahwa Tuhan Mengharamkan memakan

babi, tetapi saya tidak tahu apakah babi yang diharamkan itu adalah itu adalah kambing ini

atau yang selainya”, maka orang tersebut tetap mukmin. Dan jika seseorang mengatakan: “

Saya tahu bahwa tuhan mewajibkan haji ke Ka’anh, tetapi saya tidak tahudimana letaknya

ka’bah itu, apakah di India atau di tempat lain”, orang demikina juga tetap mukmin.

5. Alam Pemikiran Kaum Murji’ah

Pemimpin Murji’ah ini adalah Hasan Bin Bilal Al Muzni, Abu Salat As Samman, Tsauban

Dlirir Bin Umar. Penyair yang terkenal pada pemerintahan Bani Umayyah ialah Tsabit Bin

Quthanah, mengarang syair iktikad kaum Murji’ah.

Apabila yang menjadi asas golongan Mu’tazilah ialah “Usulu I-Khomsah”, dan golongan

Syi’ah dengan berasas tentang “Imamah”, maka asas golongan Murji’ah tentang batasan

pengertian “Iman”.

Menurut Ahli Sunnah bahwa iman itu sendiri terdiri dari tiga unsur, yaitu: membenarkan

dengan hati, mengikrarkan dengan lisan, dan menyertai dengan amal perbuatan seperti shalat,

puasa, zakat, haji. Masing-masing adalah termasuk bagian Iman.

Ahmad Amin menerangkan:“Kebanyakan golongan Murjiah berpendapat bahwa Iman ialah

hanya membenarkan dengan hati saja. Atau dengan kata lain Iman ialah makrifat kepada

Allah dengan hati, bukan pengertian lahir. Apabila seseorang beriamn dengan hatinya, maka

dia adalah mukmin dan muslim, sekalipun lahirnya dia Yahudi atau Nasrani dan meskipun

lisanya tidak mengucapkan syahadat dua. Mengikrarkan dengan lisan dan amal perbuatan

seperti shalat, puasa dan sebagainya, itu bukan bagian daripada iman.”

Alasan merekan bahwa Al Quran itu diturunkan dalam bahasa Arab. Iman menurut bahasa

ialah membenarkan dengan hati saja. Sedangkan amal perbuatan dengan anggota badan

menurut bahasa bukan termasuk membenarkan dengan hati – tashdiq – tidak termasuk bagian

dari iman. Dalam Al Quran diterangkan tentang kisah saudara-saudara Nabi Yunus a.s.

وما انت بمؤمن لنا اى بمصدق ماحدثناك بھ

Artinya: “Tidaklah kamu itu orang yang beriman kepadaku. Artinya mempercayai apa yang

kami katakan kepadamu tentangnya.”

Menurut hadits, iman ialah :

أإلیمان ان تؤمن باهللا ومالئكتھ وكتبھ ورسلھ اى تصدق

Page 7: murjiah

Artinya: “Iman ialah percaya kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan

Rasul-rasul-Nya.” artinya: membenarkan.

Selanjutnya diterangkan:“Sebagian dari golongan Murji’ah berpendapat bahwa iman itu

terdiri dari dua unsur , yaitu membenarkan dengan hati, dan mengikrarkan dengan lisan.

Membenarkan dengan hati saja tidak cukup, dan mengiikrarkan dengan lisan sajapun tidak

cukup, tetapi harus dengan bersama kedua-duanya. Supaya seseorang menjadi mukmin.

Karena orang yang membenarkan dengan hati dan menyatakan kebohongannya dengan lisan,

tidak dinamakan mukmin.”

Golongan-golongan lain berpendapat bahwa iman itu terdiri dari tiga unsur, yaitu:

membenarkan dengan hati, mengikrarkan dengan lisan dan beramal dengan anggota badan.

Sekalipun iman menurut bahasa itu berarti membenarkan dengan hati, tetapi dalam syara’ itu

ada hal-hal yang berubah dari arti menurut bahasa. Yang mempunyai pengertian tersendiri

dalam istilah. Seperti shalat menurut bahasa ialah doa. Tetapi dalam syara’ diartiakn sebagai

berikut:

تكبیر ومختتمة بالتسلیمالصالة ھى اقوال واحوال وافعال مخصوصة مفتتحة بال

Artinya: “Shalat ialah bacaan, tingkah laku dan perbuatan tertentu yang dimulai takbir dan

diakhiri dengan salam.”

Firman Allah:

Artinya:“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil

dan pilihan[8] agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul

(Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. dan Kami tidak menetapkan kiblat yang

menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang

mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa Amat

berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan

menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada

manusia.” (Al Baqarah: 143)

Lafaz “iman” dalam ayat tersebut, yang dimaksud ialah “shalat”nya kaum muslimin

menghadap ke arah Baitul Maqdis sebelum perintah menghadap ke arah Masjidil Haram,

seperti diterangkan dalam ayat:

Artinya: “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit[9], Maka sungguh

Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah

Page 8: murjiah

Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada, Palingkanlah mukamu ke arahnya. dan

Sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al kitab (Taurat dan Injil)

memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya;

dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.(Al-Baqarah : 144)

Seandainya “iman itu cukup hanya denagn hati, maka banyak orang-orang Yahudi dan

Nasrani tergolong Mukmin. Sebab mereka mengetahui Nabi Muhammad SAW, sebagaiman

pula nenek moyang mereka juga mengetahuinya, diperoleh keterangan dari kitab-kitab Taurat

dan Injil.

Golongan Murji’ah bertentangan dengan golongan Mu’tazilah dan Khawarij. Diterangkan

“Golongan-golongan Mu’tazilah dan Khawariz sangat menentang golongan Murji’ah tentang

pengertian iman. Karena kedua golongan tersebut mensyaratkan iman dengan melaksanakan

taat kepada Allah, menjahui hal-hal yang maksiat, dan mereka menjadikan amal perbuatan

sebagoan daripada iman. Golongan Khawarij menganggap Mu’tazilah menganggapnya

berada dalam suatu posisi di antara dua posisi, tidak mukmin dan tidak juga kafir, sedangkan

golongan Murji’ah berpendapat: bahwa orang yang berdosa besar itu mukmin. Sebab dia

membenarkan dengan hatinya, dikatakan fasiq karena melakukan dosa besar. Bahkan di

antara mereka sendiri adanya yang mengatakan bahwa tidak betul menamakan orang yang

berdosa besar itu fasiq secara mutlaq, tetapi dikatakan fasiq dalam hal demikian.”

Masalah iman ini menimbulkan beberapa masalah. Seperti apakah iman itu dapat bertambah

atau tidak. Karena golongan Murji’ah berpendirian bahwa iman itu mrmbenarkan dalam hati

saja atau membenarakan dengan hati fan mengikrarkan dengan lisan itu adakalanya benar dan

tidak. Maka iman itu tidak bisan bertambah atau berkurang.

Adapun pihak-pihak yang berpendirian bahwa amal perbuatan itu termasuk ke dalam

pengertian iman, sedangkan amal perbuatan itu bisa banyak bisa sedikit, maka iman itu dapat

bertambah dan berkurang. Berdasarkan ayat:

Artinya: “Dan apabila diturunkan suatu surat, Maka di antara mereka (orang-orang munafik)

ada yang berkata: "Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turannya)

surat ini?" Adapun orang-orang yang beriman, Maka surat ini menambah imannya, dan

mereka merasa gembira.” (At Taubah: 124)

Sebagaimana Ahli Hadits mengatakan :

ت وینقص بالعصیانیزیدبالطاعا.وعمل باألركان.اإلیمان معرفة بالقلب واقرار باللسان .

Artinya: “Iman ialah mengetahui dengan hati, mengikrarkan dengan lisan dan beramal

dengan anggota badan, bertambah sebab taat dan berkurang sebab bermaksiat.”

Tentang orang yang berdosa besar, ada beberapa pendapat:

Page 9: murjiah

1. Golongan Mu’tazilah dan Khawariz berpendapat bahwa orang yang berdosa itu kekel

dalam neraka, tidak akan di keluarkan selama-lamanya, berdasarkan ayat:

Artinya: “Dan Barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar

ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia

kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.”(An-Nisa-14)

Artinya: “Dan Barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja Maka

balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan

mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.”(An-Nisa: 93)

Golongan Murji’ah mentakwilkan ke dua ayat tersebut :

a. Ayat pertama: orang yang bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya itu tetap mukmin,

tidak melampaui had-had-Nya, tetapi hanya sebahagianya saja. Orang yang melampaui atau

melanggar semua had-had-Nya, itu dinamakan orang kafir.

b. Ayat kedua: bahwasanya yang di maksud membunuh (manusia) dalam ayat tersebut

ialah orang kafir.

2. Golongan Murji’ah berpendirian bahwa orang yang berdosa besar itu tidak kekal dalam

neraka selamanya. Sesungguhnya Allah tidak akan mengingkari janji pahala, sedangkan janji

ancamanya boleh jadi di penuhi. Sebab pahala adalah anugrah-Nya, bukanlah suatu

kekurangan. Dalam hal ini golongan Mu’tazillah berpendirian sebaiknya yaitu Allah wajib

melaksanakan balasan pahala dan siksaan.

Beberapa paham Murji’ah mempengaruhi Ahli Sunnah seperti diterangkan: “Dan

kepercayaan-kepercayaan Murji’ah telah banyak masuk ke dalam Ahli Sunnah. Seperti

pendapat tentang tidak kekalnya orang mukmin yang maksiat di dalam neraka, dan pendapat

tentang wewenang mengingkari ancaman siksa bukan janji pahala dan sebagainya.”

Sebenarnya pendirian-pendirian golongan Murji’ah yang lunak tentang iman, sangat

membahayakan. karena tidak ekstrim seperti golongan-golongan Mu’tazilah dan Khawariz.

bersifat irja’ menagguhkan ketentuan hukum orang yang berdosa besar, maka diketahui

bahwa pada waktu itu banyak penguasa yang berbuat maksiat dan dosa, karenanya pendapat-

pendapat golongan Murji’ah tersebut bertendensi politis. [10]