72
Resume Logam Transisi dan Senyawa Koordinasi Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kimia Anorganik Oleh Mutiara Ismet BP 1520413001 Dosen Pengajar Prof. Dr. Syukri Arief, M.Eng. PROGRAM PASCA SARJANA KIMIA (STRATA DUA) FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS ANDALAS PADANG

Mutiara Ismet_Logam Transisi Dan Senyawa Koordinasi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

senyawa koordinasi

Citation preview

Page 1: Mutiara Ismet_Logam Transisi Dan Senyawa Koordinasi

Resume

Logam Transisi dan Senyawa KoordinasiDiajukan untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah Kimia Anorganik

Oleh

Mutiara Ismet

BP 1520413001

Dosen Pengajar

Prof. Dr. Syukri Arief, M.Eng.

PROGRAM PASCA SARJANA KIMIA (STRATA DUA)

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2015

Page 2: Mutiara Ismet_Logam Transisi Dan Senyawa Koordinasi

A. Unsur Transisi

Unsur-unsur transisi adalah unsur logam yang memiliki kulit elektron d atau

f yang tidak penuh dalam keadaan netral atau kation. Unsur transisi terdiri atas 56

dari 103 unsur. Logam-logam transisi diklasifikasikan dalam blok d, yang terdiri

dari unsur-unsur 3d dari Sc sampai Zn, 4d dari Y ke Ag, dan 5d dari Hf sampai

Au, dan blok f, yang terdiri dari unsur lantanoid dari La sampai Lu dan aktinoid

dari Ac sampai Lr. Kimia unsur blok d dan blok f sangat berbeda.

Sifat logam transisi blok d sangat berbeda antara logam deret pertama (3d)

dan deret kedua (4d), walaupun perbedaan deret kedua dan ketiga (5d) tidak

terlalu besar. Jari-jari logam dari skandium sampai tembaga (166 sampai 128 pm)

lebih kecil daripada jari-jari itrium, Y, sampai perak, Ag, (178 sampai 144 pm)

atau jari-jari, lantanum, sampai emas (188 sampau 146 pm). Lebih lanjut,

senyawa logam transisi deret pertama jarang yang berkoordinasi 7, sementara

logam transisi deret kedua dan ketiga dapat berkoordiasi 7-9. Cerium, Ce,

(dengan radius 182 pm) ~ lutetium, Lu, (dengan radius 175 pm) terletak antara La

dan Hf dan karena kontraksi lantanoid, jari-jari logam transisi deret kedua dan

ketiga menunjukkan sedikit variasi.

Logam transisi deret kedua dan ketiga berbilangan oksida lebih tinggi lebih

stabil dari pada keadaan oksidasi tinggi logam transisi deret pertama. Contohnya

meliputi tungsten heksakhlorida, WCl6, osmium tetroksida, OsO4, dan platinum

heksafluorida, PtF6. Senyawa logam transisi deret pertama dalam bilangan

oksidasi tinggi adalah oksidator kuat dan oleh karena itu mudah direduksi. Di

pihak lain, sementara senyawa M(II) dan M(III) umum dijumpai pada logam

transisi deret pertama, bilangan oksidasi ini jarang dijumpai pada unsur-unsur di

deret kedua dan ketiga. Misalnya, hanya dikenal sedikit senyawa Mo(III) atau

W(III) dibandingkan dengan senyawa Cr (III).

Pada tulisan ini, difokuskan pada unsur transisi periode 4 atau logam deret

pertama. Unsur-unsur tersebut terdiri dari unsur skandium (Sc), titanium (Ti),

vanadium (V), kromium (Cr), mangan (Mn), besi (Fe), kobalt (Co), nikel (Ni),

tembaga (Cu), dan sengan (Zn). Sifat-sifat umum dari unsur periode 4:

Semua unsur merupakan logam

Memiliki beberapa bilangan oksidasi

Penghantar listrik dan panas yang baik

Banyak dipergunakan sebagai katalis.

Page 3: Mutiara Ismet_Logam Transisi Dan Senyawa Koordinasi

Bersifat reduktor

Memiliki titik leleh dan titik didih relatif tinggi, kecuali Zn

Bersifat paramagnetik, karena elektron-elektron tidak berpasangan

Dapat mengeluarkan elektron-elektronnya dari kulit yang lebih dalam

Dapat membentuk senyawa kompleks

Mempunyai ion/senyawa berwarna, kecuali dalam senyawa dengan biloks

Zn=+2, Sc= +3, Cu= +1

Ditemukan di alam dalam bentuk mineral bijih (dalam senyawa sulfida,

oksida, dan karbonat)

Memiliki penampilan identik

Tabel 1.Kelektronegatifan unsur transis deret pertama

Tabel 2. Sifat fisika logam unsur transisi

Page 4: Mutiara Ismet_Logam Transisi Dan Senyawa Koordinasi

Gambar 1. Bilangan oksidasi unsur transisi periode 4 (Bilangan oksidasi yang paling

stabel berwarna merah)

Gambar 2. Energi ionisasi unsur transisi periode 4

B. Senyawa Koordinasi

Senyawa kompleks merupakan senyawa yang tersusun dari suatu ion logam

pusat dengan satu atau lebih ligan yang menyumbangkan pasangan elektron

bebasnya kepada ion logam pusat. Donasi pasangan elektron ligan kepada ion

logam pusat menghasilkan

ikatan kovalen koordinasi sehingga senyawa kompleks juga disebut senyawa

koordinasi. Jadi semua senyawa kompleks atau senyawa koordinasi adalah

Page 5: Mutiara Ismet_Logam Transisi Dan Senyawa Koordinasi

senyawa yang terjadi karena adanya ikatan kovalen koordinasi antara logam

transisi dengan satu atau lebih ligan. Senyawa kompleks sangat berhubungan

dengan asam dan basa lewis dimana asam lewis adalah senyawa yang dapat

bertindak sebagai penerima pasangan bebas sedangkan basa lewis adalah

senyawa yang bertindak sebagai penyumbang pasangan elektron.

Senyawa kompleks dapat diuraikan menjadi ion kompleks. Ion kompleks

adalah kompleks yang bermuatan positif atau bermuatan negative yang terdiri

atas sebuah logam atom pusat dan jumlah ligan yang mengelilingi logam atom

pusat. Logam atom pusat memiliki bilangan oksida nol, positif sedangkan ligan

bisa bermuatan netral atau anion pada umumnya. Suatu ligan setidaknya memiliki

satu pasang elektron valensi yang tak terikat. Ligan bertindak sebagi basa lewis.

Sedangkan logam (atom pusat) sebagai asam lewis.

Gambar 3. Co merupakan logam atom pusat; NH3 dan Cl merupakan ligan

Beberapa contoh senyawa kompleks yaitu :

- [Co3+,(NH3)6]3+ - [Ni0(CN)4]4-

- [Fe2+,(CN)6]4- - [Co+,(CO)4]3

1. Ligan

Ligan adalah suatu ion atau molekul yang memiliki sepasang elektron

atau lebih yang dapat disumbangkan. Ligan merupakan basa lewis yang

dapat terkoordinasi pada ion logam atau sebagai asam lewis membentuk

senyawa kompleks. Ligan dapat berupa anion atau molekul netral ( Cotton

dan Wilkinson, 1984 ). Jika suatu logam transisi berikatan secara kovalen

koordinasi dengan satu atau lebih ligan maka akan membentuk suatu

senyawa kompleks, dimana logam transisi tersebut berfungsi sebagai atom

Page 6: Mutiara Ismet_Logam Transisi Dan Senyawa Koordinasi

pusat. Logam transisi memiliki orbital d yang belum terisi penuh yang

bersifat asam lewis yang dapat menerima pasangan elektron bebas yang

bersifat basa lewis. Ligan pada senyawa kompleks dikelompokkan

berdasarkan jumlah elektron yang dapat disumbangkan pada atom logam.

a. Ligan Monodentat

Ligan yang terkoordinasi ke atom logam melalui satu atom saja

disebut ligan monodentat, misalnya F-, Cl-, H2O dan CO.

Kebanyakan ligan adalah anion atau molekul netral yang merupakan

donor elektron. Beberapa ligan monodentat yang umum adalah F-,

Cl-, Br-, CN-, NH3, H2O, CH3OH, dan OH-.

b. Ligan Bidentat

Jika ligan tersebut terkoordinasi pada logam melalui dua atom

disebut ligan bidentat. Ligan ini terkenal diantara ligan polidentat.

Ligan bidentat yang netral termasuk diantaranya anion diamin,

difosfin, dieter.

Gambar 4. Ligan bidentat

c. Ligan Polidentat

Ligan yang mengandung dua atau lebih atom, yang masing

masing serempak membentuk ikatan dua donor elektron kepada

ion logam yang sama. Ligan ini sering disebut ligan kelat karena

ligan ini tampak nya mencengkeram kation di antara dua atau lebih

atom donor. Contohnya adalah bis-difenilfosfina-etana(I).

Page 7: Mutiara Ismet_Logam Transisi Dan Senyawa Koordinasi

Gambar 5. Ligan polidentat

Tabel 3. Beberapa contoh ligan

Page 8: Mutiara Ismet_Logam Transisi Dan Senyawa Koordinasi

2. Tata Nama Senyawa Koordinasi

Tata cara penamaan senyawa kompleks antara lain dipublikasikan oleh

IUPAC dalam Nomenclature of Inorganic Chemistry. Beberapa aturan dasar

dalam penamaan senyawa kompleks dijelaskan berikut ini.

a. Penulisan nama senyawa kompleks

Dalam menuliskan nama dari suatu senyawa kompleks,

beberapa aturan dasar adalah sebagai berikut :

1. Nama ion positif dalam senyawa kompleks dituliskan di awal,

diikuti nama ion negatif

2. Untuk menuliskan nama ion kompleks, nama ligan dituliskan

pertama dan diurutkan secara alfabetis (tanpa memandang jenis

muatannya), diikuti oleh nama logam

Contoh :

[CoSO4(NH3)4]NO3

tetraamminsulfatkobalt (III) nitrat

K4[Fe(CN)6]

kalium heksasianoferat (II)

3. Jika dalam senyawa kompleks ada sejumlah ligan yang sama,

biasanya digunakan awalan di, tri, tetra, penta, heksa, dan

seterusnya untuk menunjukkan jumlah ligan dari jenis itu. Suatu

pengecualian terjadi jika nama dari suatu ligan mengandung

suatu angka, misalnya dipiridil atau etilendiamin. Untuk

menghindari kerancuan dalam kasus semacam itu, digunakan

awalan bis, tris, dan tetrakis sebgai ganti di, tri, dan tetra, dan

nama dari ligan ditempatkan dalam tanda kurung.

Contoh :

[Co(en)3]2(SO4)3

Tris(etilendiammin)kobalt(III) sulfat

[Co(en)2(ONO)Cl]Cl

Bis(etilendiammin)nitritokobalt(III) klorida

Contoh lain :

Senyawa [Cu(py)2Cl2], (py adalah ligan piridin), tidak

dinamakan sebagai diklorodipiridintembaga (II). Kompleks

Page 9: Mutiara Ismet_Logam Transisi Dan Senyawa Koordinasi

tersebut dinamakan sebagai kompleks

diklorobis(piridin)tembaga(II). Penamaan tersebut dikarenakan

kompleks mengandung 2 ligan piridin, bukan 1 ligan dipiridin.

(a) (b)

Gambar 6. a.ligan piridin b. ligan dipiridin

Aturan Penulisan Nama Ligan

(a) Nama dari ligan yang bermuatan negatif beri akhiran –o, contohnya:

(b) Ligan

yang

tidak

bermuatan atau netral tidak diberi akhiran khusus. Contohnya

meliputi NH3 (amina), H2O (akua), CO (karbonil) dan NO (nitrosil).

Ligan N2 dan O2 disebut dinitrogen dan dioksigen. Ligan organik

biasanya disebut dengan nama lazimnya, contohnya fenil, metil,

etilendiamin, piridin, trifenilfosfin

(c) Walaupun jarang ada, ligan yang bermuatan positif diberi akhiran –

ium, misalnya NH2NH3+ (hidrazinium)

Beberapa ligan yang cukup rumit strukturnya atau memiliki nama yang

cukup panjang dapat dituliskan dengan menggunakan singkatan tertentu.

Beberapa nama ligan yang umumnya disingkat dapat dilihat dalam tabel

berikut.

F- fluoro

Cl- kloro

Br- bromo

I- iodo

H- hidrida

OH- hidrokso

O2- okso

O2-2 perokso

HS- merkapto

S2- thio

CN- siano

NO2- nitro

Page 10: Mutiara Ismet_Logam Transisi Dan Senyawa Koordinasi

Nama ligan Simbol/singkatan

Etilendiamin

Piridin

Propilendiammin

Dietilendiammin

Trietilendiammin

Bipiridin

Etilendiamintetraasetat

Dimetilglioksimat

Fenantrolin

en

py

pn

dien

trien

bipy

EDTA

DMG

Phen

Aturan Penulisan Nama Logam

a. Nama logam pusat dalam ion kompleks dituliskan paling akhir

b. Logam pada kompleks negatif (anion) diberi akhiran –at

Contoh : Na[Co(CO)4] = natrium tetrakarbonilkobaltat (I)

c. Logam pada kompleks netral atau kompleks positif (kation) tidak

diberi akhiran khusus

Contoh :

[Co(NO2)3(NH3)3] = Triammindinitrokobalt(III)

[CoSO4(NH3)4]NO3 = Tetraamminsulfatokobalt(III)

d. Muatan dari logam pusat ditunjukkan dengan angka Romawi yang

langsung dituliskan di belakang nama logam tersebut

b. Penulisan rumus molekul senyawa kompleks

Dalam menuliskan rumus molekul senyawa kompleks, ada

beberapa aturan yang harus iikuti, yaitu sebagai berikut :

1. Ion kompleks dituliskan dalam tanda kurung persegi “ […..]”

2. Logam dituliskan pertama, diikuti ligan

3. Ligan dituliskan setelah logam dengan urutan :

ligan negatif – ligan netral – ligan positif

4. Urutan penulisan ligan dengan muatan yang sama disesuaikan

dengan urutan abjad

Page 11: Mutiara Ismet_Logam Transisi Dan Senyawa Koordinasi

Contoh :

triammintrinitrokobalt (III) = [Co(NO2)3(NH3)3]

kalium nitrosilpentasianoferat(II) = K[Fe(CN)5NO]

c. Ligan ambidentat

Beberapa jenis ligan memiliki lebih dari satu pasang elektron

bebas yang bisa digunakan dalam pembentukan ikatan, sehingga

dapat terikat pada logam melalui atom yang berbeda. Ligan semacam

ini disebut sebagai ligan ambidentat.

Contoh :

NO2- : nitro ONO- : nitrito

Ligan nitro berikatan dengan logam melalui pasangan elektron

bebas pada atom N. Adapun ligan nitrito berikatan dengan logam

melalui psangan elektron bebas yang dimiliki oleh atom O

SCN- : tiosianato NCS- : isotiosiano

Tiosianat terikat pada logam melalui atom S. Sedangkan

isotiosianta membentuk ikatan dengan logam melalui pasangan

elektron bebas yang dimiliki oleh atom N.

Atom pada ligan yang berikatan dengan logam dapat pula

ditunjukkan dengan menuliskannya dalam huruf kapital

Contoh :

[Co(NH3)5(NO2)]Cl2 (kuning-kecoklatan)

Pentaamminnitrokobalt(III) klorida

pentaamminnitrito-N-kobalt(III) klorida

[Co(NH3)5(ONO)]Cl2 (merah)

Pentaamminnitritokobalt(III) klorida

Pentaamminnitrito-O-kobalt(III) klorida

Page 12: Mutiara Ismet_Logam Transisi Dan Senyawa Koordinasi

d. Ligan jembatan

Pada sejumlah kompleks, terdapat lebih dari satu atom logam

sebagai atom pusat dari kompleks tersebut. Kedua atom logam

dihubungkan oleh ligan yang berfungsi sebagai jembatan dengan

menghubungkan 2 atom logam tersebut. Ligan semacam ini disebut

sebagai ligan jembatan

Ligan yang berfungsi sebagai ligan jembatan pada penulisannya

diberi awalan μ. Jika ada dua atau lebih ligan jembatan, dinyatakan

sebagai di-μ atau μ-di,tri-μ atau μ-tri, dan seterusnya

Urutan ligan jembatan dalam penulisan nama kompleks

disesuaikan secara alfabetis dengan ligan-ligan lainnya dalam

kompleks tersebut

Contoh :

Oktaammine μ-dihidroksodikobalt(III) sulfat

3. Bilang Oksidasi dan Struktur Senyawa Koordinasi

Senyawa molekular yang mengandung logam transisi blok d dan ligan

disebut senyawa koordinasi. Bilangan koordinasi ditentukan oleh ukuran

atom logam pusat, jumlah elektron d, efek sterik ligan. Dikenal kompleks

dengan bilangan koordinasi antara 2 dan 9. Khususnya kompleks bilangan

koordinasi 4 sampai 6 adalah yang paling stabil secara elektronik dan secara

geometri dan kompleks dengan bilangan koordinasi 4-6 yang paling banyak

dijumpai (Gambar 7). Kompleks dengan berbagai bilangan koordinasi

dideskripsikan di bawah ini.

Bilangan Koordinasi Struktur

2 Linear

4 Tetrahedral atau square planar

Page 13: Mutiara Ismet_Logam Transisi Dan Senyawa Koordinasi

6 Oktahedral

Tabel 4. Bilangan koordinasi dan struktur

Gambar 7. Bilangan koordinasi 4-6

Isomer adalah senyawa yang memiliki rumus kimia yang sama, akan

tetapi memiliki penataan struktur yang berbeda. Tidak hanya dalam senyawa-

senyawa organik, senyawa kompleks juga mengalami isomerisasi. Banyak

senyawa koordinasi dengan struktur/rumus kimia yang cukup rumit. Selain

itu bervariasinya jenis ikatan dan struktur geometris yang mungkin terbentuk

memungkinkan banyaknya jenis isomer yang berbeda dalam senyawaan

kompleks. Alfred Werner telah berusaha mengklasifikasikan jenis-jenis

isomeri yang terjadi dalam senyawa kompleks. Werner menggolongkan

Page 14: Mutiara Ismet_Logam Transisi Dan Senyawa Koordinasi

isomeri senyawa kompleks menjadi beberapa macam, yaitu isomer

polimerisasi, ionisasi; ikatan terhidrat; koordinasi, posisi koordinasi, isomer

geometris dan isomer optis. Sampai saat ini, penggolongan isomer yang telah

dilakukan oleh Werner tersebut masih dipakai secara luas di bidang kimia.

Jenis isomeri yang paling penting dan paling sering teramati dalam

senyawa kompleks adalah isomer geometris dan isomer optis.

a. Isomer geometris

Isomer geometris, yang kadang-kadang juga disebut sebagai isomer cis-

trans, disebabkan oleh perbedaan letak atom atau gugus atom dalam ruang.

Pada senyawa kompleks, isomeri semacam ini terjadi pada kompleks dengan

struktur dua substituen atau dua macam ligan. Substituen dapat berada pada

posisi yang bersebelahan atau berseberangan satu sama lain. Jika gugus

substituen letaknya bersebelahan, maka isomer tersebut merupakan isomer

cis. Sebaliknya jika substituen berseberangan satu sama lain, isomer yang

terjadi merupakan isomer trans.

Contoh isomeri geometris pada segiempat planar seperti yang terjadi

pada kompleks [Pt(NH3)2Cl2]. Isomer cis dan trans dari kompleks ini masing-

masing ditunjukkan dalam Gambar (1) dan (2)

Isomer cis dari kompleks [Pt(NH3)2Cl2] diperoleh dengan menambahkan

NH4OH kedalam suatu larutan ion [PtCl4]2-. Sedangkan isomer trans dari

kompleks yang sama dapat disintesis dengan mereaksikan [Pt(NH3)4]2+ dan

HCl,

Gambar 8. Isomer cis kompleks [Pt(NH3)2Cl2]

Gambar 9. Isomer trans kompleks [Pt(NH3)2Cl2]

Page 15: Mutiara Ismet_Logam Transisi Dan Senyawa Koordinasi

Gambar 12. Isomer cis kompleks diglisinaplation(II)

Gambar 13. Isomer trans kompleks diglisinaplation(II)

Selain pada kompleks segi empat planar, isomer geometris juga dapat

terjadi pada suatu kompleks oktahedral disubstitusi, seperti pada kompleks

[Cr(NH3)4Cl2]+ . Isomer cis dari kompleks ini berwarna violet, sehingga

dapat dibedakan dari isomer trans-nya yang berwarna hijau.

Isomer cis dan trans dari kompleks ini ditunjukkan dalam Gambar (3)

dan (4).

Suatu kompleks dengan ligan bidentat yang asimetris (misalnya

glisinato) juga dapat menghasilkan isomer geometris.

Contoh isomer semacam ini ditunjukkan pada gambar 5 dan 6, yang

masing-masing menunjukkan isomer cis dan trans dari kompleks

diglisinaplation(II)

Gambar 10. Isomer cis kompleks [Cr(NH3)4Cl2]+

Gambar 11. Isomer trans kompleks [Cr(NH3)4Cl2]+

Page 16: Mutiara Ismet_Logam Transisi Dan Senyawa Koordinasi

b. Isomer optis

Isomer optis adalah isomer yang dicirikan dari perbedaan arah

pemutaran bidang polarisasi cahaya. Senyawa yang dapat memutar bidang

polarisasi cahaya dikatakan sebagai senyawa optis aktif. Isomer yang dapat

memutar bidang polarisasi cahaya ke arah kanan (searah jarum jam) disebut

dextro (d atau +). Sebaliknya isomer dari senyawa yang sama dan memutar

bidang polarisasi ke arah kiri (berlawanan arah jarum jam) disebut levo (l

atau -).

Pada senyawa-senyawa organik, isomeri optis terjadi pada senyawa yang

memiliki atom C asimetris. Meskipun demikian, tidak berarti senyawa-

senyawa kompleks yang merupakan senyawaan anorganik tidak memiliki

isomer optis. Hasil pengamatan terhadap berbagai senyawa kompleks

menunjukkan bahwa pada senyawa kompleks juga dapat terjadi isomeri

optis. Suatu molekul senyawa komplek yang asimetris (tidak memiliki

bidang simetri) sehingga tidak dapat diimpitkan dengan bayangan

cerminnya, akan bersifat optis aktif dan memiliki isomer optis.

Pada senyawa kompleks, isomer optik umum dijumpai dalam kompleks

oktahedral yang melibatkan gugus bidentat dan memiliki isomer cis dan

trans. Isomer cis dari kompleks semacam ini tidak memiliki bidang simetri,

sehingga akan memiliki isomer optis. Misalnya pada kompleks [Co(en)2Cl2]+,

yang memiliki bentuk isomer geometris cis dan trans. Bentuk isomer cis

sendiri dari kompleks tersebut aktif secara optis, dan memiliki isomer d dan

l. Dengan demikian, jumlah total dari seluruh isomer yang dimiliki oleh

kompleks [Co(en)2Cl2]+ adalah tiga isomer. Salah satu isomer yang tidak

aktif secara optis (dalam hal ini isomer trans dari kompleks [Co(en)2Cl2]+

disebut sebagai bentuk meso dari kompleks tersebut. Isomer-isomer dari

kompleks ini ditunjukkan pada Gambar berikut.

Page 17: Mutiara Ismet_Logam Transisi Dan Senyawa Koordinasi

Gambar 12. Isomer cis –d kompleks [Co(en)2Cl2]+

Gambar 13. Isomer cis –l kompleks [Co(en)2Cl2]+

c. Isomer Ionisasi

Isomerisasi jenis ini menunjukkan isomer-isomer dari suatu kompleks

yang jika dilarutkan dalam air akan menghasilkan ion yang berbeda.

Misalnya kompleks [Co(NH3)5Br]SO4 yang berwarna merah-violet. Suatu

larutan berair dari kompleks ini akan menghasilkan endapan putih BaSO4

dengan larutan BaCl2, yang memastikan adanya ion SO42- bebas. Sebaliknya

[Co(NH3)5SO4]Br berwarna merah. Larutan dari kompleks ini tidak

memberikan hasil positif terhadap uji sulfat dengan BaCl2. Larutan akan

memberikan endapan AgBr berwarna krem dengan AgNO3, yang

memastikan adanya ion Br- bebas. Berarti pada kompleks [Co(NH3)5Br]SO4

dilepaskan ion SO42-, sedangkan kompleks [Co(NH3)5SO4]Br melepaskan Br-.

Karena memiliki rumus komposisi kimia yang sama tetapi jika dilarutkan

dalam air akan menghasilkan ion yang berbeda, kedua kompleks tersebut

dikatakan merupakan isomer ionisasi.

Contoh lain dari isomer ionisasi adalah [Pt(NH3)4Cl2]Br2 dan

[Pt(NH3)4Br2]Cl2 dan [Co(en)2NO2.Cl]SCN, [Co(en)2NO2.SCN]Cl; dan

[Co(en)2Cl.SCN]NO2.

Salah satu bentuk isomer lain, yaitu isomer hidrasi, seringkali

digolongkan sebagai bagian dari isomer ionisasi. Pada isomer hidrasi, salah

satu atau lebih ligan digantikan oleh air kristal. Adanya isomer hidrasi dapat

dicirikan antara lain dari perubahan warna, pengukuran konduktivitas,

ataupun pengukuran kuantitas ion yang terendapkan. Contoh dari isomer

hidrasi misalnya :

[Cr(H2O)6]Cl3 (ungu, tiga mol ion Cl terendapkan)

[Cr(H2O)5Cl]Cl2.H2O (hijau, dua mol ion Cl terendapkan)

[Cr(H2O)4Cl2]Cl.2H2O (hijau tua, satu mol ion Cl terendapkan)

en en

Page 18: Mutiara Ismet_Logam Transisi Dan Senyawa Koordinasi

d. Isomer Koordinasi

Suatu senyawa kompleks dapat memiliki isomer koordinasi jika senyawa

kompleks tersebut terbentuk dari ion positif dan negatif yang keduanya

merupakan ion kompleks. Dengan kata lain senyawa kompleks yang

terbentuk dari kation dan anion yang merupakan ion kompleks dapat

membentuk isomer koordinasi. Isomerisasi dapat terjadi melalui pertukaran

sebagian atau seluruh ligannya.

Beberapa contoh senyawa kompleks yang memiliki isomer koordinasi

adalah sebagai berikut :

- [Co(NH3)6]3+[Cr(CN)6]3-, membentuk isomer [Cr(NH3)6]3+

[Co(CN)6]3-

- [Co(NH3)6]3+[Cr(C2O4)3]3-,membentuk isomer [Co(C2O4)3]3+

[Cr(NH3)6]3-

- [Pt(NH3)4]2+[PdCI4]2- , membentuk isomer [Pt(NH3)3I]+

[Pd(NH3)CI3]- ; dan isomer [Pd(NH3)3I]+[Pt(NH3)CI3]- ; dan isomer

[Pd(NH3)4]2+[PtCI4]2-

Jika diperhatikan, contoh-contoh tadi menunjukkan bahwa pembentukan

isomer koordinasi mengikuti suatu pola yang dapat dituliskan sebagai berikut

:

[M(A)x]+a[M’(B)y]-b membentuk isomer [M(B)y]+b[M’(A)x]-a

e. Isomer Ikatan

Sejumlah senyawa kompleks memiliki ligan yang merupakan ligan

ambidentat. Karena ligan semacam ini memiliki lebih dari satu atom yang

dapat menyumbangkan pasangan elektron bebas dalam pembentukan ikatan,

maka logam pusat dapat terikat dengan atom yang berbeda pada ligan

tersebut. Dengan demikian terbentuklah isomer ikatan.

Beberapa contoh ligan ambidentat yang dapat membentuk isomer ikatan

adalah sebagai berikut :

Ligan Contoh isomer dalam senyawa

NO2 (nitro) dan nitrito (ONO) [(NH3)5Co-NO2]Cl2 dan [(NH3)5Co-

Page 19: Mutiara Ismet_Logam Transisi Dan Senyawa Koordinasi

ONO]Cl2

[(NH3)5Ir-NO2]Cl2 dan [(NH3)5Ir-ONO]Cl2

-SCN (tiosianato) dan –NCS

(isotiosianato)

[{(C6H5)P}2Pd(-SCN)2] dan

[{(C6H5)3P}2Pd(-NCS)2}]

[(OC)5Mn-SCN] dan [(OC)5Mn-NCS]

4. Ikatan pada Senyawa Koordinasi

Teori mengenai ikatan dalam senyawa kompleks mulai berkembang sekitar

tahun 1930. Sampai dengan saat ini ada 3 teori yang cukup menonjol :

Teori Ikatan Valensi (TIV)

Teori ini menyatakan bahwa dalam senyawa terbentuk ikatan kovalen

koordinasi antara ligan dengan atom, dimana pasangan elektron bebas

disumbangkan oleh ligan dan logam menyediakan orbital kosong untuk ditempati

oleh PEB yang disumbangkan oleh ligan

Teori Medan Kristal

Menurut teori ini, ikatan antara logam dan ligan dalam senyawa kompleks

murni merupakan interaksi elektrostatik.

Teori Orbital Molekul

Dalam teori orbital molekul, interaksi antara ligan dengan logam pusat dapat

berupa interaksi ionik maupun pembentukan ikatan kovalen, dengan

menggunakan pendekatan mekanika gelombang

a. Teori Ikatan Valensi (Valence Bond Theory)

Teori ini dikemukakan oleh Linus Pauling sekitar tahun 1931. Teori ini

menyatakan bahwa ikatan antara ligan dengan logam merupakan ikatan kovalen

koordinasi, dengan pasangan elektron bebas yang disumbangkan oleh ligan.

Logam pusat menyediakan orbital-orbital kosong yang telah mengalami

hibridisasi untuk ditempati oleh PEB dari ligan. Jenis hibridisasi orbital

menentukan bentuk geometris senyawa kompleks yang terbentuk. Pembentukan

ikatan dalam senyawa kompleks juga dapat ditinjau sebagai reaksi Asam-Basa

Lewis, dimana ligan merupakan Basa Lewis yang memberikan PEB.

Page 20: Mutiara Ismet_Logam Transisi Dan Senyawa Koordinasi

Hibridisasi Geometris Contoh

sp2 Trigonal planar [HgI3]-

sp3 Tetrahedral [Zn(NH3)4]2+

d2sp3 Oktahedral [Fe(CN)6]3-

dsp2 Bujur sangkar/ segi empat planar [Ni(CN)4]2-

dsp3 Bipiramida trigonal [Fe(CO)5]2+

sp3d2 Oktahedral [FeF6]3-

Pembentukan ikatan melibatkan beberapa tahapan, meliputi promosi

elektron; pembentukan orbital hibrida; dan pembentukan ikatan antara logam

dengan ligan melalui overlap antara orbital hibrida logam yang kosong dengan

orbital ligan yang berisi pasangan elektron bebas.

Pada hibridisasi yang melibatkan orbital d, ada dua macam kemungkinan

hibridisasi. Jika dalam hibridisasi orbital d yang dilibatkan adalah orbital d yang

berada di luar kulit dari orbital s dan p yang berhibridisasi, maka kompleks yang

terbentuk disebut sebagai kompleks orbital luar, atau outer orbital complex.

Sebaliknya, jika dalam hibridisasi yang dilibatkan adalah orbital d di dalam kulit

orbital s dan p yang berhibridisasi, maka kompleks tersebut dinamakan kompleks

orbital dalam atau inner orbital complex. Umumnya kompleks orbital dalam lebih

stabil dibandingkan kompleks orbital luar, karena energi yang dilibatkan dalam

pembentukan kompleks orbital dalam lebih kecil dibandingkan energi yang

terlibat dalam pembentukan kompleks orbital luar. Untuk menghibridisasi orbital

d yang berada di dalam orbital s dan p diperlukan energi yang lebih kecil, karena

tingkat energinya tidak terlalu jauh.

Contoh :

[Ni(CO)4]; memiliki struktur geometris tetrahedral

Ni28 : [Ar] 3d8 4s2

Page 21: Mutiara Ismet_Logam Transisi Dan Senyawa Koordinasi

hibridisasi d2sp3

: [Ar]

3d8 4s2 4p0

Elektron pada orbital 4s mengalami promosi ke orbital 3d, sehingga orbital

4s kosong dan dapat mengalami hibridisasi dengan orbital 4p membentuk orbital

hibrida sp3.

Ni28 : [Ar]

3d8 4s 4p

Orbital hibrida sp3 yang telah terbentuk kemudian digunakan untuk

berikatan dengan 4 ligan CO yang masing-masing menyumbangkan pasangan

elektron bebas

[Ni(CO)4] : [Ar]

3d10 sp3

Karena semua elektron berpasangan, maka senyawa bersifat diamagnetik

[Fe(CN)6]3-; memiliki bentuk geometris oktahedral

Fe26 : [Ar] 3d6 4s2

Fe3+ : [Ar] 3d5 4s0

: [ Ar]

3d5 4s1 4p0

Dua buah elektron pada orbital d yang semula tidak berpasangan

dipasangkan dengan elektron lain yang ada pada orbital d tersebut, sehingga 2

orbital d yang semula ditempati oleh kedua elektron tersebut kosong dan dapat

digunakan untuk membentuk orbital hibridal d2sp3

Fe3+ : [Ar]

hibridisasi sp3

Page 22: Mutiara Ismet_Logam Transisi Dan Senyawa Koordinasi

Karena orbital d yang digunakan dalam hibridisasi ini berasal dari orbital d

yang berada disebelah dalam orbital s dan p, maka kompleks dengan orbital

hibrida semacam ini disebut sebagai kompleks orbital dalam (inner orbital

complex)

[Fe(CN)6]3- : [Ar]

3d6 d2sp3

Orbital hibrida d2sp3 yang terbentuk diisi oleh pasangan elektron bebas

dari ligan CN-

Dalam kompleks terdapat satu elektron yang tidak berpasangan, sehingga

kompleks bersifat paramagnetik.

[Ni(CN)4]2-, memiliki bentuk geometris segiempat planar

Ni28 : [Ar] 3d8 4s2

: [Ar]

3d8 4s2 4p0

Ni2+ : [Ar]

Salah satu elektron pada orbital d yang tidak berpasangan dipasangkan

dengan elektron lain, sehingga salah satu orbital d kosong dan dapat digunakan

untuk membentuk orbital hibrida dsp3

[Ni(CN4)]2- : [Ar]

3d8 dsp3

Semua elektron dalam kompleks ini berpasangan sehingga kompleks

bersifat diamagnetik

membentuk orbital hibrida dsp3

Page 23: Mutiara Ismet_Logam Transisi Dan Senyawa Koordinasi

Sebagian besar kompleks lebih memilih konfigurasi kompleks orbital dalam,

karena energi yang diperlukan saat hibridisasi untuk melibatkan orbital d sebelah

dalam lebih kecil dibandingkan energi yang diperlukan untuk melibatkan orbital

d sebelah luar. Meskipun demikian, jika dilihat dari pengukuran momen

magnetnya, beberapa kompleks ternyata berada dalam bentuk kompleks orbital

luar.

Contoh :

Ion [FeF6]3-, memiliki bentuk geometris oktahedral. Jika diasumsikan

kompleks ini merupakan kompleks orbital dalam dengan hanya satu elektron

yang tidak berpasangan, maka seharusnya momen magnet senyawa adalah

sebesar 1,73 BM. Menurut hasil pengukuran, momen magnet ion [FeF6]3- adalah

sebesar 6,0 BM, yang akan sesuai jika terdapat lima elektron tidak berpasangan.

Berarti ion Fe3+ dalam kompleks mengalami hibridisasi sp3d2 dengan melibatkan

orbital d sebelah luar, dan disebut sebagai kompleks orbital luar (outer orbital

complex).

Fe26: [Ar] 3d6 4s2

Fe3+: [Ar] 3d5 4s0

: [Ar]

3d5 4s1 4p0 4d0

Elektronetralitas dan Backbonding

Dalam TIV, reaksi pembentukan kompleks merupakan reaksi Asam Basa

Lewis. Atom logam sebagai asam Lewis mendapatkan elektron dari ligan yang

bertindak sebagai basa Lewis, sehingga mendapatkan tambahan muatan negatif.

Dengan demikian densitas elektron pada atom logam akan menjadi semakin besar

sehingga kompleks menjadi semakin tidak stabil. Pada kenyataannya senyawa

kompleks merupakan senyawa yang stabil, sehingga diasumsikan walaupun

mendapatkan tambahan muatan negatif dari PEB yang didonorkan oleh ligan,

atom pusat memiliki muatan yang mendekati nol atau hampir netral. Ada dua

pendekatan yang dapat digunakan untuk menerangkan hal ini :

membentuk orbital hibrida sp3d2

Page 24: Mutiara Ismet_Logam Transisi Dan Senyawa Koordinasi

(1) Elektronetralitas

Ligan donor umumnya merupakan atom dengan elektronegativitas yang

tinggi, sehingga atom ligan tidak memberikan keseluruhan muatan negatifnya,

sehingga elektron ikatan tidak terdistribusi secara merata antara logam dengan

ligan

(2) Backbonding

Pada atom logam dengan tingkat oksidasi yang rendah, kerapatan elektron

diturunkan melalui pembentukan ikatan balik (backbonding) atau resonansi

ikatan partial. Ionpusat memberikan kembali pasangan elektron kepada ligan

melalui pembentukan ikatan phi (π).

Teori Ikatan Valensi cukup mudah untuk dipahami, dapat meramalkan

bentuk geometris dari sebagian besar kompleks, dan berkesesuaian dengan sifat

kemagnetan dari sebagian besar kompleks.

Meskipun demikian, ada beberapa kelemahan dari Teori Ikatan Valensi ini.

Sebagian besar senyawa kompleks merupakan senyawa berwarna, TIV tidak

dapat menjelaskan warna dan spektra elektronik dari senyawa kompleks. Selain

itu, meskipun berkesesuaian dengan sifat kemagnetan senyawa, TIV tidak dapat

menjelaskan mengapa kemagnetan senyawa dapat berubah dengan kenaikan

suhu. Teori Ikatan Valensi tidak dapat memberikan penjelasan yang memuaskan

mengapa sejumlah kompleks berada dalam bentuk kompleks orbital luar.

Kelemahan-kelemahan dari TIV ini dapat dijelaskan dengan lebih baik oleh Teori

Medan Kristal (Crystal Field Theory).

b. Teori Medan Kristal (Crystal Field Theory)

Teori ini mula-mula diajukan oleh Bethe (1929) dan Vleck (1931 – 1935),

dan mulai berkembang sekitar tahun 1951. Teori ini merupakan usaha untuk

menjelaskan hal-hal yang menjadi kelemahan dari Teori Ikatan Valensi.

Dalam Teori Medan Kristal (TMK), interaksi yang terjadi antara logam

dengan ligan adalah murni interaksi elektrostatik. Logam yang menjadi pusat dari

kompleks dianggap sebagai suatu ion positif yang muatannya sama dengan

tingkat oksidasi dari logam tersebut. Logam pusat ini dikelilingi oleh ligan-ligan

bermuatan negatif atau ligan netral yang memiliki pasangan elektron bebas

Page 25: Mutiara Ismet_Logam Transisi Dan Senyawa Koordinasi

(PEB). Jika ligan merupakan suatau spesi netral/tidak bermuatan, maka sisi dipol

negatif dari ligan terarah pada logam pusat. Medan listrik pada logam akan saling

mempengaruhi dengan medan listrik ligan.

Dalam Teori Medan Kristal, berlaku beberapa anggapan berikut :

a. ligan dianggap sebagai suatu titik muatan

b. tidak ada interaksi antara orbital logam dengan orbital ligan

c. orbital d dari logam kesemuanya terdegenerasi dan memiliki energi

yang sama, akan tetapi, jika terbentuk kompleks, maka akan terjadi pemecahan

tingkat energi orbital d tersebut akibat adanya tolakan dari elektron pada ligan,

pemecahan tingkat energi orbital d ini tergantung orientasi arah orbital logam

dengan arah datangnya liga

Bentuk Orbital-d

Karena orbital d seringkali digunakan pada pembentukan ikatan dalam

kompleks, terutama dalam teori TMK, maka adalah penting untuk mempelajari

bentuk dan orientasi ruang orbital d. Kelima orbital d tidak identik, dan dapat

dibagi menjadi dua kelompok; orbital t2g dan eg. Orbital-orbital t2g –dxy; dxz; dan

dyz– memiliki bentuk yang sama dan memiliki orientasi arah di antara sumbu x, y,

dan z. Orbital-orbital eg –dx2-y2 dan dz2– memiliki bentuk yang berbeda dan

terletak di sepanjang sumbu.

x x y

z

dxy

zy

dyzdxz

y

x

dx2-y2 dz2

y

x

Page 26: Mutiara Ismet_Logam Transisi Dan Senyawa Koordinasi

Kompleks Oktahedral

Pada kompleks oktahedral, logam berada di pusat oktahedron dengan ligan di

setiap sudutnya. Arah mendekatnya ligan adalah sepanjang sumbu x, y dan z.

Karena orientasi arah orbital dx2-y2 dan dz2 adalah sepanjang sumbu x; y; z, dan

menghadap langsung ke arah mendekatnya ligan, maka kedua orbital tersebut

mengami tolakan yang lebih besar dari ligan dibandingkan orbital dxy; dxz dan dyz

yang berada di antara sumbu-sumbu x; y; dan z. Dengan demikian orbital d pada

kompleks oktahedral mengalami pemecahan (splitting) tingkat energi dimana

orbital-orbital eg memiliki tingkat energi yang lebih besar dibandingkan orbital

t2g.

(a) (b)

Gambar a. kompleks oktahedral

Gambar b. pemecahan energi yang terjadi pada orbital d menjadi orbital eg

dan t2g

Jarak antara kedua tingkat energi ini diberi simbol 0 atau 10Dq. Setiap

orbital pada orbital t2g menurunkan energi kompleks sebesar 0,40, dan

sebaliknya setiap orbital pada orbital eg menaikkan energi kompleks sebesar

0,60. Tingkat energi rata-rata dari kedua tingkat energi orbital t2g dan eg

merupakan energi hipotetik dari orbital d yang terdegenerasi.

Besarnya harga o terutama ditentukan oleh kuat atau lemahnya suatu

ligan. Semakin kuat medan suatu ligan, makin besar pula pemecahan tingkat

energi yang disebabkan, sehingga harga 0 juga semakin besar. Harga 0 dalam

dxy∆o

0,6∆o

0,4∆o

Page 27: Mutiara Ismet_Logam Transisi Dan Senyawa Koordinasi

suatu kompleks dapat ditentukan melalui pengukuran spektra UV-Vis dari

kompleks. Kompleks akan menyerap energi pada panjang gelombang yang sesuai

untuk mempromosikan elektron dari tingkat energi t2g ke tingkat eg. Panjang

gelombang yang diserap dapat ditentukan berdasarkan puncak serapan dari

spektrum serapan UV-Vis.

Karena setiap orbital t2g menurunkan energi sebesar 0,40 dari tingkat

energi hipotetis, setiap elektron yang menempati orbital t2g akan meningkatkan

kestabilan kompleks dengan menurunkan energi kompleks sebesar 0,40.

Besarnya penurunan energi ini disebut sebagai Energi Stabilisasi Medan Kristal

(CFSE, Crystal Field Stabilization Energy). Sebaliknya, setiap elektron di orbital

eg akan menurunkan kestabilan kompleks dengan menaikkan energi kompleks

sebesar 0,60.

Tabel berikut menunjukkan besarnya CFSE untuk kompleks dengan

konfigurasi d0 – d10.

Jumlah elektron dKonfigurasi

CFSEt2g eg

1 -0,40

2 -0,80

3 -1,20

4 (kompleks high

spin)-0,60

4 (kompleks low

spin)-1,6∆0

5 (kompleks high

spin)0

5 (kompleks low

spin)-2,0∆0

6 (kompleks high

spin)-0,4∆0

6 (kompleks low

spin)-2,4∆0

7 (kompleks high -0,8∆0

Page 28: Mutiara Ismet_Logam Transisi Dan Senyawa Koordinasi

spin)

7 (kompleks low

spin)-1,8∆0

8 -1,2∆0

9 -0,6∆0

10 0

Besarnya harga ∆0 ditentukan oleh jenis ligan yang terikat dengan logam

pusat. Untuk ligan medan lemah (weak field ligand), perbedaan selisih energi

antara orbital t2g dan eg yang terjadi dalam splitting sangat kecil, dengan demikian

elektron-elektron akan mengisi kelima orbital tanpa berpasangan terlebih dahulu.

Kompleks dengan ligan medan lemah semacam ini disebut sebagai kompleks spin

tinggi (high spin complex).

Ligan medan kuat (strong field ligand) menyebabkan perbedaan energi yang

besar antara orbital t2g dengan orbital eg. Karena energi yang diperlukan untuk

menempatkan elektron ke orbital eg yang tingkat energinya lebih tinggi lebih

besar dibandingkan energi yang diperlukan untuk memasangkan elektron,

elektron akan mengisi orbital t2g terlebih dahulu hingga penuh sebelum mengisi

orbital eg.

Besrnya harga ∆o dapat ditentukan secara Spektrofotometri UV-Vis.

Kompleks akan menyerap cahaya dengan frekuensi yang berkesesuaian dengan

energi yang diperlukan untuk mengeksitasikan elektron dari orbital t2g ke orbital

eg (v = ∆0/h, h= konstanta Planck). Dari pita serapan ini dapat dilihat intensitas

maksimum dari serapan oleh kompleks terletak pada frekuensi berapa.

Menurut hasil studi eksperimen dari spektra sejumlah kompleks dengan

berbagai macam jenis logam pusat dan ligan, ternyata ligan-ligan dapat diurutkan

sesuai kemampuannya untuk menyebabkan pemecahan tingkat energi pada

orbital d. Deretan ligan ini disebut Deret Spektrokimia.

I-< Br- < Cl- < F- < OH- < C2O42- < H2O < NCS- < py < NH3 < en < bipy

< o-phen < NO2- < CN-

Distorsi Tetragonal dalam Kompleks Oktahedral (Distorsi Jahn Taller)

Page 29: Mutiara Ismet_Logam Transisi Dan Senyawa Koordinasi

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, tolakan oleh elektron dari keenam

ligan dalam suatu kompleks oktahedral memecah orbital d menjadi orbital t2g dan

eg. Jika elektron-elektron d dari logam tersusun/terdistribusi secara sistematis,

maka elektron-elektron tersebut akan memberikan tolakan yang setara pada

keenam ligan, sehingga kompleks merupakan suatu oktahedral sempurna. Akan

tetapi jika elektron d terdistribusi secara tidak merata dalam orbital (memiliki

penataan yang asimetris), maka ada ligan yang mengalami gaya tolak yang lebih

besar dibandingkan ligan yang lainnya. Dengan demikian struktur kompleks

menjadi terdistorsi.

Orbital-orbital eg berhadapan langsung dengan ligan, sehingga penataan

elektron yang asimetris dalam orbital eg akan menyebabkan ligan mengalami

tolakan yang lebih besar dibandingkan ligan lainnya dan menghasilkan distorsi

yang signifikan. Sebaliknya orbital-orbital t2g tidak berhadapan langsung dengan

ligan, sehingga penataan elektron yang asimetris dalam orbital t2g tidak

memberikan pengaruh yang signifikan terhadap struktur kompleks, distorsi yang

terjadi biasanya sangat lemah sehingga tidak terukur.

Penataan simetrisJumlah elektron

dt2g eg Medan

ligan Contoh

d0 kuat atau

lemah

TiIVO2; [TiIVF6]2-; [TiIVCl6]2-

d3 kuat atau

lemah

[CrIII(oksalat)3]3-; CrIII(H2O)6]3+

d5 lemah [MnIIF6]4-; [FeIIIF6]3-

d6 kuat [FeII(CN)6]4-; [CoIII(NH3)6]3+

d8 lemah [NiIIF6]4-; [Ni(H2O)6]2+

d10 kuat atau

lemah

[ZnII(NH3)6]2+; [ZnII(H2O)6]2+

Penataan asimetrisJumlah t2g eg Medan Contoh

Page 30: Mutiara Ismet_Logam Transisi Dan Senyawa Koordinasi

elektron d ligan

d4 lemah Cr(+II); Mn(III+)

d7 kuat Co(+II); Ni(+III)

d9 kuat dan lemah Cu(+II)

Jika orbital dz2 berisi lebih banyak elektron dibandingkan orbital dx2-y2,

maka ligan yang berada pada sumbu z akan mengalami gaya tolak yang lebih

besar dibandingkan keempat ligan lainnya (yang berada pada sumbu x dan y).

Gaya tolak yang tidak seimbang tersebut akan menghasilkan distorsi berupa

perpanjangan oktahedron di sepanjang sumbu z, dan disebut sebagai distorsi

tetragonal. Lebih tegasnya, distorsi berupa pemanjangan sumbu x semacam ini

disebut sebagai elongasi (perpanjangan) tetragonal.

Sebaliknya, jika orbital yang berisi lebih banyak elektron adalah orbital dx2-

y2, elongasi akan terjadi sepanjang sumbu x dan sumbu y, sehingga ligan dapat

lebih mendekat ke arah logam pusat melalui sumbu z. Berarti akan ada empat

ikatan yang panjang dan dua ikatan yang lebih pendek, dan struktur yang

terbentuk mirip dengan oktahedron yang ditekan sepanjang sumbu z. Distorsi

semacam ini disebut kompresi tetragonal.

Distorsi berupa elongasi tetragonal lebih sering terjadi dibandingkan

kompresi tetragonal.

Gambar (c) dan (d)

Page 31: Mutiara Ismet_Logam Transisi Dan Senyawa Koordinasi

Gambar (c) Elongasi tetragonal yang terjadi pada suatu kompleks

oktahedral. Elektron-elektron pada orbital dz2 menimbulkan gaya tolak yang

meneybabkan ligan pada sumbu z menjauh dari logam pusat

Gambar (d) Kompresi tetragonal. Elektron-elektron pada orbital dx2-y2

menimbulkan gaya tolak yang cukup kuat sehingga ligan-ligan yang terikat pada

sumbu x dan y menjauh dari logam pusat.

Dapat disimpulkan bahwa jika pengisian orbital dx2-y

2 dan dz2 tidak sama,

maka akan terjadi distorsi. Hal ini disebut sebagai Distorsi Jahn Taller.

Teorema Jahn-Taller menyatakan bahwa : “sistem molekuler yang tidak

linear dalam suatu keadaan elektron yang terdegenerasi tidaklah stabil; dan akan

mengalami distorsi untuk menurunkan simetrinya dan menghilangkan degenerasi

yang terjadi”.

Kompleks Segi Empat Planar

Jika logam pusat dalam kompleks memiliki konfigurasi d8, maka enam

elektron akan mengisi orbital t2g dan dua elektron akan mengisi orbital eg.

Penataan elektronnya ditunjukkan dalam Gambar (a). Orbital-orbital terisi oleh

eletron secara simetris, dan suatu kompleks oktahedral terbentuk.

∆E

Gambar (e) Gambar (f)

eg

t2g

Page 32: Mutiara Ismet_Logam Transisi Dan Senyawa Koordinasi

Gambar (e) Penataan elektron yang simetris di orbital t2g dan eg pada logam

dengan konfigurasi elektron d8

Gambar (f) Pemecahan tingkat energi orbital eg, untuk mencapai

kestabilan, kedua elektron mengisi orbital dz2 yang tingkat energinya lebih rendah

Elektron yang berada pada orbital dx2-y

2 mengalami tolakan dari empat ligan

yang berada pada sumbu x dan y; sementara elektron yang ada pada orbital dz2

hanya mengalami tolakan dari dua ligan yang berada pada sumbu z. Jika medan

ligan cukup kuat, maka perbedaan energi di antara dua orbital ini (orbital dx2-y

2

dan dz2) menjadi lebih besar dibandingkan energi yang diperlukan untuk

memasangkan elektron. Pemecahan orbital eg ini ditunjukkan pada Gambar(f).

Dalam kondisi demikian, kompleks akan menjadi lebih stabil jika orbital dx2-

y2 kosong dan kedua elektron yang seharusnya menempati orbital eg ditata secara

berpasangan pada orbital dz2 . Dengan demikian, empat buah ligan dapat terikat

dalam kompleks pada sumbu x dan y dengan lebih mudah karena tidak

mengalami tolakan dari orbital dx2-y

2 yang telah kosong. Sebaliknya ligan tidak

dapat mendekati logam pusat melalui sumbu z, karena mengalami tolakan yang

sangat kuat dari orbital dz2 yang terisi dua elektron. Oleh karena itu hanya

terbentuk empat ikatan antara logam pusat dengan ligan, dan struktur geometris

kompleks menjadi segiempat planar.

Kompleks segiempat planar terbentuk pada ion logam dengan

konfigurasi elektron d8 dan ligan yang memiliki medan yang sangat kuat,

misalnya [NiII(CN)4]2-. Semua kompleks Pt(II) dan Au(II) merupakan kompleks

segi empat planar, meskipun dengan ligan medan lemah.

Besarnya pemecahan energi orbital eg tergantung pada jenis ligan dan logam

yang menjadi ion pusat. Pada kompleks segiempat planar dari CoII; NiII dan CuII,

orbital dz2 memiliki tingkat energi yang hampir sama dengan orbital dxz dan dyz.

Sedangkan dalam kompleks [PtCl4]2-, orbital dz2 memiliki tingkat energi yang

lebih rendah dibandingkan orbital dxz dan dyz.

Kompleks Tetrahedral

Orientasi ruang dari suatu kompleks dengan geometris tetrahedral

dapat dihubungkan sebagai suatu kubus, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar

(g).

Page 33: Mutiara Ismet_Logam Transisi Dan Senyawa Koordinasi

(g)

Gambar g. Struktur kompleks tetrahedral sebagai suatu kubus

Berdasarkan gambar tersebut, ligan berada di antara sumbu-sumbu x, y dan

z. Sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya, orbital-orbital t2g (dxy, dxz, dan

dyz) berada di antara sumbu x, y dan z, sementara orbital-orbital eg (dx2-y

2 dan dz2)

berada dalam posisi yang berimpit dengan sumbu x, y dan z. Oleh karena itu,

pada kompleks tetrahedron, ligan berada lebih dekat dengan orbital-orbital t2g,

meskipun posisi ligan tidak tepat berimpit dengan orbital-orbital tersebut. Oleh

karena itu, pada kompleks tetrahedron terjadi pemecahan energi yang

berkebalikan dengan pemecahan energi pada kompleks oktahedron.

Pada kompleks tetrahedron, terjadi pemecahan tingkat energi dimana orbital

t2g mengalami kenaikan tingkat energi (karena berada dalam posisi yang lebih

berdekatan dengan ligan) sementara orbital eg mengalami penurunan tingkat

energi. Pemecahan tingkat energi dalam kompleks tetrahedron ditunjukkan dalam

Gambar (h).

Ligan

Logam pusat

Page 34: Mutiara Ismet_Logam Transisi Dan Senyawa Koordinasi

Gambar (h) Pemecahan tingkat energi yang terjadi dalam kompleks

tetrahedron

Untuk membedakannya dengan kompleks oktahedron, selisih energi antara

orbital eg dan t2g dalam kompleks tetrahedron diberi notasi ∆t

Setiap elektron yang menempati orbital eg maupun t2g dalam kompleks

tetrahedron memberikan kontribusi terhadap harga CFSE dari kompleks

tetrahedron. Setiap elektron pada orbital eg akan menurunkan energi sebesar

0,6∆t, sementara setiap elektron yang menempati orbital t2g akan menaikkan

energi sebesar 0,4 ∆t. Secara sederhana, harga CFSE dari suatu kompleks

tetrahedral dapat dirumuskan sebagai berikut :

CFSE tetrahedron = -0,6∆t + 0,4∆t

Besarnya CFSE dari suatu kompleks tetrahedron diramalkan lebih kecil

dibandingkan CFSE kompleks oktahedron. Hal ini dikarenakan jumlah ligan yang

terikat dalam kompleks tetrahedron juga lebih sedikit, hanya ada empat ligan,

sementara pada kompleks oktahedron ada 6 ligan yang terikat pada logam pusat.

Selain itu, berbeda dengan kompleks oktahedron dimana arah orbital tepat

berimpit dengan arah datangnya ligan, ligan yang terikat pada kompleks

tetrahedron tidak tepat berimpit dengan orbital.

c. Teori Orbital Molekul (Molecular Orbital Theory)

Teori Medan Kristal didasarkan atas asumsi bahwa interaksi yang terjadi

antara ligan dan logam pusat murni merupakan interaksi elektrostatik. Teori ini

dapat menjelsakan bentuk geometris; spektra; dan kemagnetan dari senyawa

kompleks dengan memuaskan. Meskipun demikian, teori ini mengabaikan

kemungkinan terbentuknya ikatan kovalen dalam kompleks, hal ini ternyat

bertentangan dengan fakta yang diperoleh sdari sejumlah eksperimen. Beberapa

kelemahan dari Teori Medan Kristal adalah sebagai berikut :

∆E (∆t)

Page 35: Mutiara Ismet_Logam Transisi Dan Senyawa Koordinasi

1. Sejumlah senyawa dengan tingkat oksidasi nol (misalnya pada kompleks

[Ni(CO)4] tidak mengalami gaya tarik-menarik elektrostatik antara logam dengan

ligan, sehingga dapat dipastikan bahwa ikatan yang terbentuk dalam kompleks

merupakan suatu ikatan kovalen

2. Urutan ligan dalam spektrokimia tidak dapat dijelaskan hanya dengan

berdasarkan pada keadaan elektrostatik

3. Bukti dari spektrum resonansi magnetik inti dan resonansi spin elektron

menunjukkan keberadaan densitas elektron tidak berpasangan pada ligan, hal ini

mengindikasikan adanya pembagian elektron bersama, sehingga dapat

diasumsikan terjadi kovalensi dalam kompleks

Teori Orbital Molekul (Molecular Orbital Theory) melibatkan pembentukan

ikatan kovalen. Dalam Teori Orbital Molekul (TOM), ikatan dalam kompleks

terjadi melalui pembentukan orbital molekul. Orbital molekul merupakan orbital

yang terbentuk sebagai kombinasi antara orbital atom yang dimiliki logam

dengan orbital atom yang dimiliki oleh ligan. Oleh karena itu orbital molekul

dapat dipelajari dengan menggunakan pendekatan Linear Combination Atomic

Orbital (LCAO).

Setiap penggabungan orbital atom menjadi orbital molekul akan

menghasilkan orbital bonding (orbital ikatan) dan orbital antibonding (orbital anti

ikatan). Bagaimana orbital molekul ini terbentuk akan dibahas lebih terperinci

dalam Ikatan Kimia.

Pembentukan orbital σ

Pembentukan ikatan melalui orbital σ yang paling sederhana dapat

dicontohkan dalam pembentukan ikatan antar atom hidrogen dalam molekul H2.

orbital σ* (orbital molekul antibonding)

HH

Page 36: Mutiara Ismet_Logam Transisi Dan Senyawa Koordinasi

Dari diagram di atas dapat dilihat bahwa tiap atom H memiliki masing-

masing satu buah elektron pada orbital 1s. kedua orbital atom H tersebut

kemudian bergabung membentuk orbital molekul σ, sehingga terbentuk dua

macam orbital, orbital σ yang merupakan orbital bonding, dan orbital σ* yang

merupakan orbital antibonding. Sesuai dengan aturan Hund, maka mula-mula

elektron dari salah satu atom H mengisi orbital molekul σ yang terbentuk,

kemudian elektron dari atom H yang lain juga mengisi orbital σ tersebut. Dengan

terbentuknya orbital molekul yang diisi oleh elektron dari kedua atom H, maka

terbentuklah ikatan antar atom H tersebut menjadi molekul H2. Molekul H2 ini

merupakan molekul yang stabil, karena elektron-elektronnya berada pada orbital

molekul σ yang tingkat energinya lebih rendah dibandingkan tingkat energi

orbital atom pembentuknya.

Pembentukan orbital molekul ini dapat digunakan untuk menjelaskan

ketidakstabilan dari molekul He2. Perhatikan diagram berikut :

Setiap atom Helium memiliki dua elektron pada setiap orbital 1s. saat

orbital-orbital atom 1s dari kedua atom Helium tersebut membentuk orbital

molekul, terbentuk 2 macam orbital molekul pula, orbital σ dan σ*. Elektron-

elektron mula-mula mengisi orbital bonding σ yang tingkat energinya lebih

rendah, kemudian mengisi orbital antibonding σ*. Karena baik orbital bonding

orbital σ (orbital molekul bonding)

H2

orbital σ* (orbital molekul antibonding)

orbital σ (orbital molekul bonding)

He He

He2

Page 37: Mutiara Ismet_Logam Transisi Dan Senyawa Koordinasi

maupun orbital antibonding sama-sama terisi elektron, maka keduanya akan

saling meniadakan, sehingga molekul He2 menjadi sangat tidak stabil.

Kedua contoh diatas menunjukkan pembentukan orbital molekul untuk

molekul diatomik yang heterogen, sehingga orbital atom yang digunakan dalam

pembentukan orbital molekul memiliki tingkat energi yang sama. Pada molekul

diatomik yang heterogen, atom yang lebih elektronegatif orbital atomnya

memiliki tingkat energi yang lebih rendah. Perbedaan tingkat energi antar orbital

atom dari dua atom berbeda yang saling berikatan merupakan ukuran dari sifat

ionik ikatan yang terbentuk antara kedua atom tersebut. Sedangkan perbedaan

tingkat energi antara orbital bonding molekul yang terbentuk dengan orbital atom

(dari atom yang tingkat energinya lebih rendah) merupakan ukuran sifat kovalen

ikatan yang terbentuk. Untuk lebih jelasnya, perhatikan ilustrasi yang diberikan

dalam diagram berikut :

Pada diagram tersebut, atom B memiliki tingkat energi yang lebih rendah

dibandingkan orbital atom A. Oleh karena itu, orbital molekul (OM) σ yang

terbentuk memiliki karakteristik yang lebih mirip dengan orbital atom B. Selisih

energi antara orbital atom A dan orbital atom B, dinotasikan dengan a,

menunjukkan ukuran sifat ionik ikatan yang terbentuk antara A dan B. Sedangkan

selisih energi antara OM σ dengan orbital atom B, dinotasikan dengan b,

menunjukkan sifat kovalen ikatan AB.

1s

1sA

B

AB

orbital σ

orbital σ*

a

b

Page 38: Mutiara Ismet_Logam Transisi Dan Senyawa Koordinasi

Pembentukan orbital molekul σ dalam senyawa kompleks

Pada senyawa kompleks, orbital molekul terbentuk sebagai

gabungan/kombinasi dari orbital atom logam dengan orbital atom dari ligan.

Orbital atom logam dapat bergabung dengan orbital atom ligan jika orbital-orbital

atom tersebut memiliki simetri yang sama.

Untuk logam transisi pertama, orbital yang dapat membentuk orbital molekul

adalah orbital-orbital eg (dx2-y

2 dan dz2), 4s, 4p, 4px, 4py dan 4pz. Orbital-orbital t2g

(dxy, dxz dan dyz) dari logam tidak dapat membentuk orbital σ karena orientasi

arahnya yang berada di antara sumbu x, y dan z. Oleh karena itu ketiga orbital

tersebut disebut sebagai orbital nonbonding. Meskipun tidak dapat membentuk

oribtal σ, orbital-orbital t2g tersebut dapat membentuk orbital molekul π dengan

orbital atom dari ligan yang tidak searah dengan orbital atom logam.

Ligan dapat membentuk orbital molekul dengan orbital logam jika posisinya

segaris dengan logam, atau berada tepat pada sumbu/garis penghubung ion pusat

dan ligan. Adapun orbital atom dari ligan yang dapat bergabung dengan orbital

atom dari logam adalah orbital s atau orbital hasil hibridisasi antara orbital s dan

p.

Karena jauh lebih banyak orbital dan elektron yang terlibat, maka diagram

pembentukan orbital molekul dalam senyawa kompleks lebih rumit dibandingkan

diagram pembentukan orbital molekul untuk molekul diatomik sederhana.

Umumnya orbital atom dari ligan tingkat energinya lebih rendah dibandingkan

orbital atom dari logam pusat, sehingga karakteristik dari orbital molekul yang

terbentuk lebih mirip dengan karakteristik orbital atom ligan dibandingkan orbital

atom logam. Berikut ini contoh diagram pembentukan orbital molekul untuk

kompleks [Co(NH3)6]3+

Page 39: Mutiara Ismet_Logam Transisi Dan Senyawa Koordinasi

Pada kompleks [Co(NH3)6], orbital-orbital 4s, 4px, 4py, 4pz, 3dx2-y

2, dan 3dz2

dari logam Co bergabung dengan keenam orbital px dari atom ligan NH3

membentuk orbital molekul. Orbital molekul σ yang terbentuk masing-masing

diisi dengan sepasang elektron dari ligan NH3. Orbital 3dxy, 3dxz, dan 3dyz dari

Co3+ tidak bergabung membentuk orbital molekul, ketiga orbital tersebut

merupakan orbital nonbonding (non ikatan) dalam kompleks ini. Selisih antara

3d

x2-y2 z2 xy xz yz

4s

4p

orbital non bonding

σs

σp

σd

σ*s

σ*p

σ*d

6 orbital px dari 6 ligan NH3,masing-masing berisi 2 elektron

∆0

Page 40: Mutiara Ismet_Logam Transisi Dan Senyawa Koordinasi

tingkat energi nonbonding dengan orbital σ* (orbital antibonding) merupakan

harga Δ0 dari kompleks tersebut. Dalam TOM, splitting/pemecahan tingkat energi

yang terjadi merupakan akibat dari kovalensi. Makin besar kovalensi,makin

besarpula harga Δ0. Dalam kompleks [Co(NH3)6]3+ tersebut, harga Δ0 cukup besar,

sehingga semua elektron lebih memilih untuk mengisi orbital nonbonding,

kompleks merupakan kompleks low spin. Karena semua elektron dalam

kompleks berpasangan, maka dapat diramalkan bahwa kompleks tersebut bersifat

diamagnetik.

Pada kompleks [CoF6]3-, selisih tingkat energi antara orbital nonbonding

dengan orbital antibonding /orbital σ* yang terbentuk relatif cukup kecil,

sehingga elektron dapat mengisi orbital σ* terlebih dahulu. Kompleks ini

merupakan kompleks high spin. Diagram pembentukan orbital molekul pada

kompleks [CoF6]3- dapat dilihat berikut ini :

Orbital-orbital 3dx2-y

2; 3dz2; 4s; 4px; 4py; dan 4pz dari logam bergabung

dengan 6 buah orbital px dari keenam ligan F- yang mengelilingi logam pusat

tersebut. Orbital-orbital t2g dari logam membentuk orbital nonbonding atau non-

3d

x2-y2 z2 xy xz yz

4s

4p

orbital non bonding

σs

σp

σd

σ*s

σ*p

σ*d

6 orbital px dari 6 ligan F-, masing-masing berisi 2 elektron

∆0

Page 41: Mutiara Ismet_Logam Transisi Dan Senyawa Koordinasi

ikatan. Selisih tingkat energi antara orbital nonbonding ini dengan orbital

antibonding σ* yang terbentuk dinotasikan dengan Δ0. Pada kompleks [CoF6]3-,

karena harga Δ0 relatif cukup kecil, maka sebelum mengisi orbital nonbonding

secara berpasangan, elektron dari ligan mengisi orbital σ* terlebih dahulu.

Akibatnya setiap orbital σ* yang merupakan orbital antibonding masing-masing

terisi satu buah elektron. Terisinya orbital antibonding ini mengakibatkan ikatan

antara logam Co dengan ligan NH3 tersebut menjadi lebih lemah. Karena dalam

kompleks terdapat sejumlah elektron yang tidak berpasangan, maka dapat

diramalkan bahwa kompleks [CoF6]3- merupakan kompleks yang bersifat

paramagnetik.

Pembentukan orbital π

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, orbital σ dapat terbentuk antar

orbital atom dengan simetri yang sama. Adapun orbital π dapat terbentuk antara

orbital px, py, pz, dxy, dxz, dan dyz dari logam dengan orbital atom dari ligan yang

tidak searah dengan orbital logam. Salah satu contoh bagaimana orbital π dapat

terbentuk antara orbital atom dari logam dengan orbital atom yang dimiliki ligan

ditunjukkan dalam gambar berikut :

Gambar (i)

Page 42: Mutiara Ismet_Logam Transisi Dan Senyawa Koordinasi

Gambar (i) Kombinasi orbital dxz dari logam dengan orbital py dan pz dari

ligan

Dari Gambar (i) di atas dapat dilihat bahwa orbital dxz berada sejajar

dengan orbital py dan pz dari ligan, sehingga kombinasi dari orbital atom logam

dan orbital atom ligan tersebut dapat menghasilkan orbital molekul π.

Selain dari penggabungan orbital dxz dari logam dengan orbital py dan pz,

orbital molekul π juga dapat terbentuk dari penggabungan antara orbital pz dari

logam dengan orbital pz dari ligan. Ilustrasi kedua orbital atom tersebut dapat

dilihat pada gambar di bawah ini.

(j)

Gambar (j) Posisi orbital atom pz dari logam dan orbital pz ligan

berada dalam posisi yang sejajar, sehingga juga dapat bergabung dan

menghasilkan orbital molekul π.

Jika pada pembentukan ikatan σ ligan berperan sebagai Basa Lewis yang

menyumbangkan pasangan elektron, maka dalam pembentukan ikatan π ini, ligan

dapat bertindak sebagai asam Lewis yang menerima pasangan elektron yang

didonorkan oleh logam.

Adanya ikatan π akan memperkuat ikatan antara logam dengan ligan,

sehingga meningkatkan kestabilan kompleks. Selain itu, konsep mengenai

pembentukan ikatan π juga dapat menjelaskan urutan kekuatan ligan dalam Deret

Spektrokimia.

Page 43: Mutiara Ismet_Logam Transisi Dan Senyawa Koordinasi

Ligan dapat berperan sebagai akseptor π atau donor π, tergantung keterisian

orbital π yang dimiliki oleh ligan tersebut.

(a) Ligan akseptor π

Sejumlah ligan seperti CO, CN- dan NO+ memiliki orbital π kosong yang

dapat bertumpang tindih dengan orbital t2g dari logam, membentuk ikatan π.

Interaksi semacam ini seringkali disebut sebagai pembentukan ikatan balik

(backbonding). Tingkat energi dari orbital π yang dimiliki ligan ini seringkali

lebih tinggi dibandingkan tingkat energi dari logam, sehingga dapat menaikkan

harga ∆0. Ligan-ligan semacam ini merupakan ligan medan kuat dan pada Deret

Spektrokimia berada di sebelah kanan.

(b) Ligan Donor π

Sejumlah ligan tertentu memiliki orbital π yang telah terisi elektron dan

mengalami overlap dengan orbital t2g dari logam, menghasilkan ikatan π. Rapatan

elektron akan ditransfer dari ligan menuju logam melalui ikatan π ini. Selain dari

ikatan π yang terbentuk tadi, transfer elektron dari ligan ke logam juga terjadi

melalui ikatan σ. Interaksi semacam ini lebih sering terjadi pada kompleks dari

logam dengan bilangan oksidasi yang tinggi, sehingga logam tersebut

”kekurangan elektron”. Orbital π dari ligan biasanya memiliki tingkat energi yang

lebih rendah dibandingkan orbital t2g logam, sehingga delokalisasi elektron π dari

ligan melalui cara ini akan memperkecil harga ∆0. Ligan yang merupakan donor π

terletak di sebelah kiri dari Deret Spektrokimia

Page 44: Mutiara Ismet_Logam Transisi Dan Senyawa Koordinasi

5. Pemanfaatan Senyawa Koordinasi

Aplikasi senyawa kompleks sangat beragam dan banyak sekali karena

penelitian tentang senyawa kompleks terus berkembang dan perkembangannya

sangat pesat sekali sejalan dengan perkembangan IPTEK. Dalam makalah ini

diuraikanhanya sebagian kecil saja aplikasi senyawa kompleks tersebut.

Kobalt merupakan salah satu logam unsur transisi dengan konfigurasi

elektron 3d7 yang dapat membentuk kompleks. Kobalt yang relatif stabil berada

sebagai Co(II) ataupun Co(III). Namun dalam senyawa sederhana Co, Co(II)

lebih stabil dari Co(III). Ion – ion Co2+ dan ion terhidrasi [Co(H2O)6]2+ stabil di

air. Kompleks kobalt dimungkinkan dapat terbentuk dengan berbagai macam

ligan, diantaranya sulfadiazin dan sulfamerazin. Sulfadiazin dan sulfamerazin

merupakan ligan yang sering digunakan untuk obat antibakteri. Keduanya

merupakan turunan dari sulfonamid yang penggunaannya secara luas untuk

pengobatan infeksi yang disebabkan oleh bakteri Gram-positif dan Gram negatif

tertentu, beberapa jamur, dan protozoa.

Salah satu keistimewaan dari reaksi kompleks adalah reaksi pergantian ligan

melalui efek trans. Reaksi pergantian ligan ini terjadi dalam kompleks oktahedral

dan segi empat. Ligan –ligan yang menyebabkan gugus yang letaknya trans

terhadapnya bersifat labil, dikatakan mempunyai efek trans yang kuat.

Untuk mengetahui kemampuan senyawa kompleks dengan ligan- ligan feroin

berinteraksi dengan gas NO2, maka perlu dilakukan penelitian meliputi sintesis

dan karakterisasi senyawa kompleks Co(II) menggunakan ligan bipiridin dan

sianida serta mempelajari interaksinya dengan gas NO2. Hasil penelitian ini

diharapkan dapat meningkatkan pemahaman reaksi subtitusi kompleks melalui

efek trans dan hasilnya digunakan sebagai acuan dalam pemanfaatan senyawa

kompleks sebagai absorben gas NOx, sehingga dapat mengurangi dampak negatif

pencemaran lingkungan seperti polusi udara.

Berbagai senyawa kompleks yang mempunyai struktur planar N4, telah

terbukti mempunyai kemampuan untuk mereduksi oksigen dengan 4-elektron

transfer proses. Proses logam yang berkarat karena oksidasi pada permukaan

logam adalah proses yang sangat familier.

Proses respirasi biologis pada makhluk hidup dimana terjadi perubahan

oksigen menjadi air pada hemoglobin adalah proses yang penting. Proses reduksi

Page 45: Mutiara Ismet_Logam Transisi Dan Senyawa Koordinasi

oksigen yang langsung menjadi air tanpa hasil samping adalah proses sempurna

4-elektron transfer (O2 + H+ + 4e- → H2O) pada hemoglobin.

Proses reduksi oksigen melalui senyawa kompleks Cytochrome-c Oxidase

(Cyt-c) merupakan contoh proses seperti pada elektroda positif fuel cell (katoda).

Pada proses biologis, transfer 4-elektron berjalan tanpa hasil sampingan

peroksida (H2O2). Sedangkan pada katoda fuel cell, dimana saat ini state-of-the-

art katalis adalah platina (Pt) yang mereduksi oksigen dengan 2-elektron transfer

(O2 + 2H+ + 2e- → H2O2) menghasilkan peroksida dan selanjutnya tereduksi lagi

menjadi air (H2O2 + 2H+ + 2e- → 2H2O). Sehingga terdapat 2 tahapan reaksi yang

berlangsung pada katoda. Untuk itu dengan senyawa kompleks yang menyerupai

struktur Cyt-c, dimana model planar katalis lebih memungkinkan untuk

mereduksi oksigen dengan mudah, maka pada makalah akan dikenalkan katalis

yang mampu mereduksi oksigen dengan bentuk planar berlogam center Fe, Co,

dan Cu dengan ligan yang berbeda. Dengan adanya aplikasi senyawa kompleks

ini, diharapkan problem drop potensial yang disebabkan oleh peroksida pada

katoda dimana menjadi penyebab utama turunnya potensial fuel cell, menjadi

berkurang atau tidak ada, karena reaksi yang terjadi adalah 4-elektron transfer

proses.

Senyawa kompleks renium-186 fosfonat, 186Re-HEDP

(HEDP=hydroxyethyli dienediphosphonate) dan 186Re-EDTMP

(EDTMP=ethylenediaminetetra methylphosphonate), dewasa ini telah luas

digunakan sebagai penghilang rasa nyeri tulang yang disebabkan oleh metastasis

kanker prostat, payudara, paru-paru dan ginjal ke tulang.

Penggunaan radiofarmaka tersebut merupakan pengganti penggunaan

analgesik, hormon, kemoterapi, dan narkotik yang diketahui memberikanefek

samping yang tidak diinginkan. Metode preparasi dan uji kualitas senyawa

kompleks 186Re-HEDP dan 186Re-EDTMP telah dikembangkan untuk tujuan

produksi komersial.Penentuan kemurnian radiokimia dengan kromatografi kertas

dalam berbagai kepolaran pelarut menunjukkan kemurnian radiokimia diatas 90%

sampai hari ketiga setelah proses penandaan dilakukan.

Disamping itu hasil pengujian menunjukkan pula bahwa larutan senyawa

kompleks bebas pirogen dan steril. Hasil uji pada binatang percobaan tikus putih

menunjukkan kandungan senyawa kompleks di dalam darah mencapai puncaknya

pada 5 menit setelah penyuntikan. Sedangkan ekskresi radiofarmaka kedua

Page 46: Mutiara Ismet_Logam Transisi Dan Senyawa Koordinasi

kompleks di dalam urin menunjukkan adanya keradioaktifan sekitar 41% dan

38,5 % dalam bentuk perenat, 186ReO4 -, setelah 20 jam penyuntikan. Hasil

biodistribusi dan pencitraan (imaging) menggunakan kamera gamma terhadap

mencit dan tukus putih normal menunjukkan bahwa senyawa kompleks 186Re-

HEDP dan 186Re-EDTMP terakumulasi cukup nyata di tulang.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi IPTEK dalam bidang

kedokteran nuklir sangat didukung oleh perkembangan iptek di bidang

radiofarmaka. Dengan perkembangan iptek radio farmaka telah berhasil

dilakukan diagnosa dini dan terapi terhadap penyakit kangker menggunakan radio

nuklida yang sesuai. Penyakit kanker telah menghantui masyarakat dunia karena

banyak menyebabkan kematian. Kedokteran nukilr telah menerapkan deteksi ini,

berbagai macam kanker dan cara terapi yang efektif dengan memanfaatkan

radiasi dari radio isotop yang diberikan kadalam tubuh atau sel kanker tang

bersangkutan. Radio isatop yang dapat digunakan untuk terapi kanker diantaranya

adalah Ytrium-90 (90Y) yang merupakan radio isotop pemancar sinar b dengan

energi 2,28 Mev dan waktu paro (T1/2) 64,1 jam. Itrium-90 yang digunakan

untuk terapi dapat diperoleh dari hasil peluruhan stronsium-90 (90Sr) dapat

dipisahkan dari induknya 90Sr (campuran 90Sr - 90Y ) yang merupakan radio

nuklir dan hasil belah 235U. Metode emisahan yang telah dikembangkan saat ini

adalah metode ekstraksi pelarut dan kromatografi kolm dengan menggunakan

penukar ion.

Pemupukan dalam kegiatan budidaya tebu memegang peranan yang teramat

penting, selain dapat meningkatkan produksi biomassanya, pupuk juga dapat

meningkatkan keragaman dan kualitas hasil yang diperoleh. Masalah utama

penggunaan pupuk N pada lahan pertanian adalah efisiensinya yang rendah

karena kelarutannya yang tinggi dan kemungkinan kehilangannya melalui

penguapan, pelindian dan immobilisasi. Untuk itu telah dilakukan penelitian

peningkatan efisiensi pemupukan N dengan rekayasa kelat urea-humat pada jenis

tanah yang mempunyai tekstur kasar (Entisol) dengan menggunakan tanaman

tebu varietas PS 851 sebagai tanaman indikator.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelapisan urea dengan asam humat

yang berasal dari Gambut Kalimantan sebesar 1% menghasilkan pupuk urea yang

lebih tidak mudah larut daripada yang dilapisi asam humat dari Rawa Pening.

Dengan pelepasan N yang lebih lambat diharapkan keberadaan N di dalam tanah

Page 47: Mutiara Ismet_Logam Transisi Dan Senyawa Koordinasi

lebih awet dan pemupukan menjadi lebih efisien. Pupuk urea-humat telah

diaplikasikan ke tanah

Psamment (Entisol) yang kandungan pasirnya tinggi (tekstur kasar) untuk

mewakili jenis-jenis tanah yang biasa ditanami tebu dengan tekstur yang paling

kasar. Respons tanaman tebu varietas PS 851 menunjukkan kinerja pertumbuhan

yang lebih baik di tanah Vertisol.

Rekayasa kelat urea-humat secara fisik dan kimia terbukti meningkatkan

efisiensi pemupukan N pada tanaman tebu. Penelitian ini memperlihatkan bahwa

memang efisiensi pemupukan N pada tanah Entisol dan Vertisol rendah, bahkan

di Entisol lebih rendah (hanya sekitar 25 %). Aplikasi pupuk urea-humat pada

tanah Vertisol dan Entisol terbukti meningkatkan efisiensi pemupukan N hingga

50 %. Di tanah Entisol bahkan efisiensi pemupukan yang lebih tinggi dicapai

pada dosis pupuk yang lebih rendah.

Rhodamin B Nama Kimia : N-[9-(2-Carboxyphenyl)-6-(diethylamino)-

3Hxanthen- 3-ethyethanaminium chlorida. Sinonim: tetra ethylrhodamine; D &

C Red No. 19; Rhodamine B Chloride; C. l. Basic Violet 10; C. l. 45170. dan

metanil yellow Nama kimia : 3-[[4-(phenylamino) phenyl] azo]; C.I. Acid yellow

36; merupakan zat warna sintetik yang umum digunakan sebagai pewarna tekstil.

Walaupun memiliki toksisitas yang rendah, namun pengkonsumsian rhodamin B

dalam jumlah yang besar maupun berulang-ulang menyebabkan sifat kumulatif

yaitu iritasi saluran pernafasan, iritasi kulit, iritasi pada mata, iritasi pada saluran

pencernaan, keracunan, dan gangguan hati/liver (Trestiati, 2003). Rhodamin B

memiliki LD50 sebesar 89,5 mg/kg jika diinjeksikan pada tikus secara intravena.

Sedangkan untuk metanil yellow dapat menyebabkan iritasi pada mata jika

dikonsumsi dalam jangka panjang . Kuning metanil juga dapat bertindak sebagai

tumor promoting agent dan menyebabkan kerusakan hati. Metanil yellow

memiliki acute oral toxicity (LD50) sebesar 5000mg/kg pada tikus percobaan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Eddy Setyo Mudjajanto dari Institut

Pertanian Bogor (IPB), menemukan banyak penggunaan zat pewarna rhodamin B

dan metanil yellow pada produk makanan industri rumah tangga. Rhodamin B

dan metanil yellow sering dipakai untuk mewarnai kerupuk, makanan ringan,

terasi, kembang gula, sirup, biskuit, sosis, makaroni goreng, minuman ringan,

cendol,manisan, gipang, dan ikan asap. Makanan yang diberi zat pewarna ini

biasanya berwarna lebih terang.

Page 48: Mutiara Ismet_Logam Transisi Dan Senyawa Koordinasi