13
Nabi bersabda: ”Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim”. (HR. Ibnu Majah) Menuntut ilmu artinya berusaha menghasilkan segala ilmu, baik dengan jalan bertanya, melihat, ataupun mendengar. Perintah kewajiban menuntut ilmu terdapat dalam hadis Nabi Muhammad saw.: ٍ ةَ مِ لْ سُ مَ وٍ مِ لْ سُ مِ ّ لُ ك ىٰ لَ عٌ ةَ ضْ يِ رَ فِ مْ لِ عْ ل اُ # بَ لَ ط) ر# لب د ا# ب ع/ ن# برواه ا( . "Menuntut ilmu adalah fardhu bagi tiap-tiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan." (HR. Ibn Abdul Barr) Dari hadis di atas dapat kita ambil pengertian, bahwa Islam mewajibkan pemeluknya untuk menuntut ilmu, baik bagi laki-laki ataupun perempuan. Dengan ilmu yang dimilikinya, seseorang dapat mengetahui segala bentuk kemaslahatan dan jalan kemanfaatan. Dengan ilmu pula, ia dapat menyelami hakikat alam, mengambil pelajaran dari pengalaman yang didapati oleh umat terdahulu, baik yang berhubungan dengan masalah-masalah akidah, ibadah, ataupun yang berhubungan dengan persoalan keduniaan. Nabi Muhammad saw. bersabda: ْ / نَ مَ ، وِ مْ لِ عْ ل ا88 ِ # بِ ة8 ْ يَ لَ عَ فَ هَ ر88 ِ خٰ اْ الَ ادَ رَ اْ / نَ مَ ، وِ مْ لِ عْ ل ا8 ِ # بِ ة88 ْ يَ لَ عَ ف اَ بْ B نُ ّ د8 الَ ادَ رَ اْ / نَ م. ِ مْ لِ عْ ل اِ # بِ ةْ يَ لَ عَ ف اَ مُ هَ ادَ رَ ا) ة ي ل ع ق ف ت م( "Barang siapa menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmunya; dan barang siapa yang ingin (selamat dan berbahagia) di akhirat,

Nabi Bersabda

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Nabi Bersabda

Nabi bersabda: ”Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim”. (HR. Ibnu Majah)

Menuntut ilmu artinya berusaha menghasilkan segala ilmu, baik dengan jalan bertanya, melihat, ataupun mendengar. Perintah kewajiban menuntut ilmu terdapat dalam hadis Nabi Muhammad saw.:

لمة لم ومس## ##ل مس## ة على ك . )رواه طلب العلم فريض##ابن عبد البر(

"Menuntut ilmu adalah fardhu bagi tiap-tiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan."  )HR. Ibn Abdul Barr(

Dari hadis di atas dapat kita ambil pengertian, bahwa Islam mewajibkan pemeluknya untuk menuntut ilmu, baik bagi laki-laki ataupun perempuan. Dengan ilmu yang dimilikinya, seseorang dapat mengetahui segala bentuk kemaslahatan dan jalan kemanfaatan. Dengan ilmu pula, ia dapat menyelami hakikat alam, mengambil pelajaran dari pengalaman yang didapati oleh umat terdahulu, baik yang berhubungan dengan masalah-masalah akidah, ibadah, ataupun yang berhubungan dengan persoalan keduniaan.  Nabi Muhammad saw. bersabda:

##ه من اراد الدنيا فعليه بالعلم، ومن اراد االخ##رة فعلي)متفق عليه( بالعلم، ومن اراد هما فعليه بالعلم.

"Barang siapa menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmunya; dan barang siapa yang ingin (selamat dan berbahagia) di akhirat, wajiblah ia memiliki ilmunya pula; dan barang siapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-keduanya pula." )HR.Bukhari dan Muslim(

Islam mewajibkan kita untuk menuntut berbagai macam ilmu dunia yang memberi manfaat dan dapat menuntun kita mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan dunia. Hal tersebut dimaksudkan agar tiap-tiap muslim tidak picik, dan agar setiap muslim dapat mengikuti

Page 2: Nabi Bersabda

perkembangan ilmu pengetahuan yang dapat membawa kemajuan bagi segenap manusia yang ada di dunia ini dalam batasan yang diridhai oleh Allah swt.

Demikian pula Islam mewajibkan kita menuntut ilmu akhirat, karena dengan mengetahuinya kita dapat mengambil dan menghasilkan suatu natijah, yakni ilmu yang dapat diamalkan sesuai dengan perintah syara'.

Dalam hadis ini, Rasulullah SAW dengan tegas menyatakan bahwa menuntut ilmu itu hukumnya wajib atas setiap muslim, bukan bagi sebahagian orang muslim saja. Lalu, “ilmu” apakah yang dimaksud dalam hadis ini? Penting untuk diketahui bahwa ketika Allah Ta’ala atau Rasul-Nya Muhammad SAW menyebutkan kata “ilmu” saja dalam Al Qur’an atau As-Sunnah, maka ilmu yang dimaksud adalah ilmu agama, termasuk kata “ilmu” yang terdapat dalam hadis di atas.

KEDUDUKAN ORANG YANG BERILMU

Jika ditinjau dari segi orang yang memiliki ilmu dengan orang yang tidak memiliki ilmu, maka sungguh jauh sekali perbedaannya. Baik dari segi nilainya maupun derajatnya, sebagaimana firman Allah swt.:

م##ا ذين ال يعلم##ون ان ذين يعلم##ون وال قل هل يستوى الر اولوا االلباب. (۹)الزمر: يتذك

" Katakanlah, 'Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?' Sebenarnya hanya orang yang berakal sehat yang dapat menerima pelajaran."  )QS. Az-Zumar/39: 9(

Dalam ayat yang lain Allah swt. berfirman:

##وا العلم درجت. يرفع الل##ه ذين اوت ##وا منكم وال ذين امن ال(۱۱)المجادلة:

Page 3: Nabi Bersabda

" Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat."  )QS. Al-Mujãdalah/58: 11(

Ayat-ayat tersebut menggambarkan, betapa tingginya nilai dan derajat orang yang berilmu. Dengan ilmu manusia akan memperoleh segala kebaikan, dan dengan ilmu pula manusia akan memperoleh kedudukan yang mulia. Walaupun dimungkinkan pada suatu ketika pandangan manusia terhadap ilmu atau pemilik ilmu menjadi kabur, karena kerasnya pengaruh benda-benda dan pergeseran nilai kehidupan yang lain, tetapi kita yakin pada suatu ketika manakala bahaya yang ditimbulkan oleh benda-benda atau lainnya telah menghebat, niscaya orang akan kembali lagi mencari ilmu untuk mengatasi masalah yang ada sebagai pengobatnya.

Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. Az-Zumar [39]: 9).

“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa darjat.” (Al-Mujadilah:11)

Dalam hadis lainnya dijelaskan bahwa ilmu yang wajib dituntut adalah ilmu yang bermanfaat. Yang bukan hanya benar, tapi juga dapat mendekatkan diri kita kepada Allah SWT dan dapat memberi kebahagiaan bagi kita, keluarga, dan masyarakat baik di dunia mau pun di akhirat.

Allah berfirman, “Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering) nya, nescaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat (ilmu dan hikmah) Allah. Sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi Maha bijaksana.” (QS Lukman [31] : 27)

Kita menuntut ilmu dunia selama 12 tahun dari tahun 1 hingga tahun 6, disambung pula dengan tingkatan 1 hingga tingkatan 5 dan selepas itu melanjutkan pelajaran ke universiti. Setiap hari paling tidak 5 jam kita mempelajari ilmu dunia. Tapi pernahkah kita menghitung berapa lama kita belajar ilmu agama? Adakah sejam sehari? atau hanya sejam atau dua jam dalam satu minggu??

Tentu saja bukan maksud kita menyanggah kepentingan ilmu dunia. Mempelajari ilmu dunia yang bermanfaat adalah fardu kifayah. Sejarah Islam menunjukkan bahwa meski pun umat Islam gemar mempelajari ilmu agama, namun ilmu dunia mereka juga tinggi. Angka yang dunia pakai sekarang adalah angka Arab (Arabic Numeral) yang diperkenalkan sarjana Muslim kepada dunia. Bukan angka Romawi atau Eropa! Aljabar (Algebra), Algoritma yang mengembangkannya adalah sarjana Muslim: Al Khawarizm. Demikian pula di bidang

Page 4: Nabi Bersabda

kedoktoran dikenal Avicenna (Ibnu Sinna), di bidang sosial Averroes (Ibnu Rusyid), dan sebagainya. Kimia (Chemical) juga berasal dari bahasa Arab Alkimia (Alchemy).

Salah satu fenomena yang cukup memprihatinkan pada zaman kita saat ini adalah rendahnya semangat dan motivasi untuk menuntut ilmu agama. Ilmu agama seakan menjadi suatu hal yang remeh dan terpinggirkan bagi mayoritas kaum muslimin. Berbeda halnya dengan semangat untuk mencari ilmu dunia. Seseorang bisa jadi mengorbankan apa saja untuk meraihnya. Kita begitu bersabar menempuh pendidikan mulai dari awal di sekolah dasar hingga puncaknya di perguruan tinggi demi mencari pekerjaan dan penghidupan yang layak. Mayoritas umur, waktu dan harta kita, dihabiskan untuk menuntut ilmu dunia di bangku sekolah. Bagi yang menuntut ilmu sampai ke luar negeri, mereka mengorbankan segala-galanya demi meraih ilmu dunia: jauh dari keluarga, jauh dari kampung halaman, dan sebagainya. Lalu, bagaimana dengan ilmu agama? Terlintas dalam benak kita untuk serius mempelajarinya pun mungkin tidak. Apalagi sampai mengorbankan waktu, harta dan tenaga untuk meraihnya. Tulisan ini kami maksudkan untuk mengingatkan diri kami pribadi dan para pembaca bahwa menuntut ilmu agama adalah kewajiban yang melekat atas setiap diri kita, apa pun latar belakang profesi dan pekerjaan kita.

Kewajiban Menuntut Ilmu Agama

Sebagian di antara kita mungkin menganggap bahwa hukum menuntut ilmu agama sekedar sunnah saja, yang diberi pahala bagi yang melakukannya dan tidak berdosa bagi siapa saja yang meninggalkannya. Padahal, terdapat beberapa kondisi di mana hukum menuntut ilmu agama adalah wajib atas setiap muslim (fardhu ‘ain) sehingga berdosalah setiap orang yang meninggalkannya. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مسلم كل على فريضة العلم طلب

Page 5: Nabi Bersabda

”Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim”. )HR. Ibnu Majah. Dinilai shahih oleh Syaikh Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Ibnu Majah no. 224(

Dalam hadits ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tegas menyatakan bahwa menuntut ilmu itu hukumnya wajib atas setiap muslim, bukan bagi sebagian orang muslim saja. Lalu, “ilmu” apakah yang dimaksud dalam hadits ini? Penting untuk diketahui bahwa ketika Allah Ta’ala atau Rasul-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan kata “ilmu” saja dalam Al Qur’an atau As-Sunnah, maka ilmu yang dimaksud adalah ilmu syar’i )ilmu agama(, termasuk kata “ilmu” yang terdapat dalam hadits di atas.

Sebagai contoh, berkaitan dengan firman Allah Ta’ala,

علما زدني رب وقل

“Dan katakanlah,‘Wahai Rabb-ku, tambahkanlah kepadaku ilmu’“. )QS. Thaaha [20] : 114(

maka Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah berkata,

علما) : ( زدني رب وجل عز ألن  وقوله ؛ العلم فضل في الداللة واضحشيء من االزدياد بطلب وسلم عليه الله صلى نبيه يأمر لم تعالى الله

يجب ما معرفة يفيد الذي رعي الش العلم بالعلم والمراد ، العلم من إالوما ، وصفاته بالله والعلم ، ومعامالته عباداته أمر من المكلف على

النقائض عن وتنزيهه ، بأمره القيام من له يجب

“Firman Allah Ta’ala (yang artinya),’Wahai Rabb-ku, tambahkanlah kepadaku ilmu’ mengandung dalil yang tegas tentang keutamaan ilmu. Karena sesungguhnya Allah Ta’ala tidaklah memerintahkan Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta tambahan sesuatu kecuali (tambahan) ilmu.Adapun yang dimaksud dengan (kata) ilmu di sini adalah ilmu syar’i. Yaitu ilmu yang akan menjadikan seorang

Page 6: Nabi Bersabda

mukallaf mengetahui kewajibannya berupa masalah-masalah ibadah dan muamalah, juga ilmu tentang Allah dan sifat-sifatNya, hak apa saja yang harus dia tunaikan dalam beribadah kepada-Nya, dan mensucikan-Nya dari berbagai kekurangan”. )Fathul Baari, 1/92(

Dari penjelasan Ibnu Hajar rahimahullah di atas, jelaslah bawa ketika hanya disebutkan kata “ilmu” saja, maka yang dimaksud adalah ilmu syar’i. Oleh karena itu, merupakan sebuah kesalahan sebagian orang yang membawakan dalil-dalil tentang kewajiban dan keutamaan menuntut ilmu dari Al Qur’an dan As-Sunnah, namun yang mereka maksud adalah untuk memotivasi belajar ilmu duniawi. Meskipun demikian, bukan berarti kita mengingkari manfaat belajar ilmu duniawi. Karena hukum mempelajari ilmu duniawi itu tergantung pada tujuannya. Apabila digunakan dalam kebaikan, maka baik. Dan apabila digunakan dalam kejelekan, maka jelek. )Lihat Kitaabul ‘Ilmi, hal. 14(

Ilmu Apa Saja yang Wajib Kita Pelajari?

Pertama, ilmu tentang pokok-pokok keimanan, yaitu keimanan kepada Allah Ta’ala, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari akhir.

Ke dua, ilmu tentang syariat-syariat Islam. Di antara yang wajib adalah ilmu tentang hal-hal yang khusus dilakukan sebagai seorang hamba seperti ilmu tentang wudhu, shalat, puasa, haji, zakat. Kita wajib untuk mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan ibadah-ibadah tersebut, misalnya tentang syarat, rukun dan pembatalnya.

Ke tiga, ilmu tentang lima hal yang diharamkan yang disepakati oleh para Rasul dan syariat sebelumnya. Kelima hal ini disebutkan dalam firman Allah Ta’ala,

Page 7: Nabi Bersabda

ö  والبغي واإلثم بطن وما منها ظهر ما الفواحش ربي م حر إنما قلعلى تقولوا وأن سلطانا به ل ينز لم ما بالله تشركوا وأن الحق بغير

تعلمون ال ما الله

“Katakanlah,’Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui’”. )QS. Al-A’raf [7]: 33(

Kelima hal ini adalah haram atas setiap orang pada setiap keadaan. Maka wajib bagi kita untuk mempelajari larangan-larangan Allah Ta’ala, seperti haramnya zina, riba, minum khamr, dan sebagainya, sehingga kita tidak melanggar larangan-larangan tersebut karena kebodohan kita.

Ke empat, ilmu yang berkaitan dengan interaksi yang terjadi antara seseorang dengan orang lain secara khusus )misalnya istri, anak, dan keluarga dekatnya( atau dengan orang lain secara umum. Ilmu yang wajib menurut jenis yang ke empat ini berbeda-beda sesuai dengan perbedaan keadaan dan kedudukan seseorang. Misalnya, seorang pedagang wajib mempelajari hukum-hukum yang berkaitan dengan perdagangan atau transaksi jual-beli. Ilmu yang ke empat ini berbeda-beda sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing. )Lihat Miftaah Daaris Sa’aadah, 1/156(

Dari penjelasan Ibnul Qoyyim rahimahullah di atas, jelaslah bahwa apa pun latar belakang pekerjaan dan profesi kita, wajib bagi kita untuk mempelajari ilmu-ilmu tersebut di atas. Menuntut ilmu agama tidak hanya diwajibkan kepada ustadz atau ulama. Demikian pula kewajiban berdakwah dan memberikan nasihat kepada kebaikan, tidak hanya dikhususkan bagi para ustadz atau para da’i. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Page 8: Nabi Bersabda

النعم حمر لك يكون أن من لك خير رجال بك الله يهدى ألن فوالله

“Demi Allah, jika Allah memberikan petunjuk kepada satu orang saja melalui perantaraanmu, itu lebih baik bagimu dibandingkan dengan unta merah (yaitu unta yang paling bagus dan paling mahal, pen.)”. )HR. Bukhari dan Muslim(

 Hukum Mengajarkan Ilmu

Seseorang yang telah mempelajari dan memiliki ilmu, maka yang menjadi kewajibannya adalah mengamalkan segala ilmu yang dimilikinya, sehingga ilmunya menjadi ilmu yang manfaat; baik manfaat bagi dirinya sendiri ataupun manfaat bagi orang lain.

Agar ilmu yang kita miliki bermanfaat bagi orang lain, maka hendaklah kita mengajarkannya kepada mereka. Mengajarkan ilmu-ilmu kepada orang lain berarti memberi penerangan kepada mereka, baik dengan uraian lisan, atau dengan melaksanakan sesuatu amal dan memberi contoh langsung di hadapan mereka atau dengan jalan menyusun dan mengarang buku-buku untuk dapat diambil manfaatnya.

Mengajarkan ilmu memang diperintah oleh agama, karena tidak bisa disangkal lagi, bahwa mengajarkan ilmu adalah suatu pekerjaan yang ssangat mulia. Nabi diutus ke dunia ini pun dengan tugas mengajar, sebagaimana sabdanya:

ما. )رواه البيهقى( بعثت الكون معل" Aku diutus ini, untuk menjadi pengajar." )HR. Baihaqi(

Sekiranya Allah tidak mengutus rasul untuk menjadiguru bagi manusia, guru dunia, tentulah manusia tinggal dalam kebodohan sepanjang masa.

Walaupun akal dan otak manusia mungkin dapat menghasilkan berbagai ilmu pengetahuan, namun disisi lain masih ada juga hal-hal yang tidak dapat dijangkaunya, yaitu hal-hal yang berada di luar akal manusia. Untuk itulah Rasulullah diutus di dunia ini.

Page 9: Nabi Bersabda

Mengingat pentingnya penyebaran ilmu pengetahuan kepada manusia secara luas, agar mereka tidak berada dalam kebodohan dan kegelapan, maka diperlukan kesadaran bagi para mu‘allim )guru(, dan ulama untuk beringan tangan menuntun mereka menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Hal tersebut dikarenakan  para guru dan ulama yang suka menyembunyikan ilmunya, maka mereka akan mendapatkan ancaman, sebagaimana sabda Nabi saw.:

من سئل عن علم فكتمه الجم#ه الل#ه ي#وم القيام#ة بلج#امار. )رواه احمد(من الن

" Barang siapa ditanya tentang sesuatu ilmu, kemudian menyembunyikan (tidak mau memberikan jawabannya), maka Allah akan mengekangnya (mulutnya), kelak di hari kiamat dengan kekangan (kendali) dari api neraka."  )HR. Ahmad(

Oleh karena itu, marilah kita menuntut ilmu pengetahuan, sesempat dan sedapat mungkin dengan tidak ada hentinya, tanpa absen sampai ke liang kubur, dengan ikhlas dan tekad akan mengamalkan dan menyumbangkannya kepada masyarakat, agar kita semua dapat mengenyam hasil dan buahnya.

C. MENUNTUT ILMU SEBAGAI IBADAH

Dilihat dari derajat dan kedudukan ilmu, sungguh menuntut ilmu itu memiliki nilai dan pahala yang sangat mulia disisi Allah swt. Selain itu, menuntut ilmu juga bernilai ibadah sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw.:

م اية من كتاب الله خير من عبادة سنة. الن تغدو فتعل" Sungguh sekiranya engkau melangkahkan kaki di waktu pagi (maupun petang), kemudian mempelajari satu ayat dari Kitab Allah (Al-Qur'an), maka pahalanya lebih baik daripada ibadah satu tahun. "

Page 10: Nabi Bersabda

Dalam hadis lain dinyatakan:

بيل الل##ه حتى من خ##رج في طلب العلم فه##و في س##يرجع. )رواه الترمذى(

" Barang siapa yang pergi untuk menuntut ilmu, maka dia telah termasuk golongan sabilillah (orang yang menegakkan agama Allah) hingga ia pulang kembali. "  )HR. Tirmidzi(

Mengapa menuntut ilmu itu sangat tinggi nilainya dilihat dari segi ibadah? Karena amal ibadah yang tidak dilandasi dengan ilmu yang berhubungan dengan itu, akan sia-sialah amalnya. Syaikh Ibnu Ruslan dalam hal ini menyatakan:

اعماله مردودة ال تقبل.  وكل من بغير علم يعمل

" Siapa saja yang beramal (melaksanakan amal ibadah) tanpa dilandasi ilmu, maka segala amalnya akan ditolak, yakni tidak diterima.