46
Nabi Muhammad saw. adalah pemimpin dunia yang terbesar sepanjang sejarah. Karena hanya dalam waktu 23 tahun (kurang dari seperempat abad), dengan biaya kurang dari satu persen biaya yang dipergunakan untuk revolusi Perancis dan dengan korban kurang dari seribu orang. Beliau telah menghasilkan tiga karya besar yang belum pernah dicapai oleh pemimpin yang manapun di seluruh dunia sejak Nabi Adam as. sampai sekarang. Tiga karya besar tersebut adalah: 1. ِ لهِ الُ دْ يِ حْ وَ ت(mengesakan Tuhan) Nabi Besar Muhammad saw. telah berhasil menjadikan bangsa Arab yang semula mempercayai Tuhan sebanyak 360 (berfaham polytheisme) menjadi bangsa yang memiliki keyakinan tauhid mutlak atau monotheisme absolut. 2. ِ هَ م الُ دْ يِ حْ وَ ت(kesatuan ummat) Nabi Besar Muhammad saw. telah berhasil menjadikan bangsa Arab yang semua selalu melakukan permusuhan dan peperangan antar suku dan antar kabilah, menjadi bangsa yang bersatu padu dalam ikatan keimanan dalam naungan agama Islam. 3. ِ هَ مْ و ك حْ ل اُ دْ يِ حْ وَ ت(kesatuan pemerintahan) Nabi Besar Muhammad saw. telah berhasil membimbing bangsa Arab yang selamanya belum pernah memiliki pemerintahan sendiri yang merdeka dan berdaulat, karena bangsa Arab adalah bangsa yang selalu dijajah oleh Persia dan Romawi, menjadi bangsa yang mampu mendirikan negara kesatuan yang terbentang luas mulai dari benua Afrika sampai Asia. Hak Kewajiban Antara Rakyat Dan Penguasa Muslim 20 January 2009 1 Komentar

Nabi Muhammad Saw

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Nabi Muhammad Saw

Nabi Muhammad saw. adalah pemimpin dunia yang terbesar sepanjang sejarah. Karena hanya dalam waktu 23 tahun (kurang dari seperempat abad), dengan biaya kurang dari satu persen biaya yang dipergunakan untuk revolusi Perancis dan dengan korban kurang dari seribu orang. Beliau telah menghasilkan tiga karya besar yang belum pernah dicapai oleh pemimpin yang manapun di seluruh dunia sejak Nabi Adam as. sampai sekarang. Tiga karya besar tersebut adalah:

1. �له� اإل �د� ي �و�ح� (mengesakan Tuhan) ت

Nabi Besar Muhammad saw. telah berhasil menjadikan bangsa Arab yang semula mempercayai Tuhan sebanyak 360 (berfaham polytheisme) menjadi bangsa yang memiliki keyakinan tauhid mutlak atau monotheisme absolut.

2. �م�ة� األ �د� ي �و�ح� (kesatuan ummat) ت

Nabi Besar Muhammad saw. telah berhasil menjadikan bangsa Arab yang semua selalu melakukan permusuhan dan peperangan antar suku dan antar kabilah, menjadi bangsa yang bersatu padu dalam ikatan keimanan dalam naungan agama Islam.

3. �و�م�ة� �ح�ك ال �د� ي �و�ح� (kesatuan pemerintahan) ت

Nabi Besar Muhammad saw. telah berhasil membimbing bangsa Arab yang selamanya belum pernah memiliki pemerintahan sendiri yang merdeka dan berdaulat, karena bangsa Arab adalah bangsa yang selalu dijajah oleh Persia dan Romawi, menjadi bangsa yang mampu mendirikan negara kesatuan yang terbentang luas mulai dari benua Afrika sampai Asia.

Hak Kewajiban Antara Rakyat Dan Penguasa Muslim

20 January 2009 1 Komentar

Kesempurnaan agama islam meliputi segala aspek kehidupan seorang manusia, baik kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat dan negara. Hal ini cukup jelas sebagaimana disampaikan sahabat yang mulia Salman Al Farisiy radhiyallahu ‘anhu ketika ditanya seorang yahudi:

�ل� �م� ك ل �ه� و�س� �ي �م� ص�ل�ى الله� ع�ل �ك �ي �ب �م� ن �م�ك �ه� ق�د� ع�ل ق�يل� ل�ج�ل� اء�ة� ق�ال� ف�ق�ال� أ �خ�ر� �ى ال ي�ء. ح�ت ش�

Beliau ditanya: “Apakah benar Nabi kalian telah mengajari kalian segala sesuatu sampai masalah buang hajat? Beliau menjawab: “Ya”.

Diriwayat Imam Muslim dalam shahihnya kitab Aththahaarah, Bab Al Istithabah No. 380

Page 2: Nabi Muhammad Saw

Demikianlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengajarkan kepada kaum muslimin segala sesuatu yang berguna dan mendekatkan diri mereka kepada syurga dan memperingatkan mereka dari semua perkara yang mendekatkan mereka ke neraka, sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam :

�ه� م�ت� �د�ل� أ �ن� ي �ه� أ �ي �ان� ح�ق3ا ع�ل �ال� ك �ل�ي إ �ي6 ق�ب �ب �ن� ن �ك �م� ي �ه� ل �ن إ

�ه�م� �م�ه� ل �ع�ل ر� م�ا ي ه�م� ش� �ذ�ر� �ن �ه�م� و�ي �م�ه� ل �ع�ل �ر� م�ا ي ي ع�ل�ى خ�Sungguh tidak ada seorang nabipun sebelumku kecuali wajib baginya untuk menyampaikan kepada umatnya kebaikan yang diketahuinya kepada mereka dan memperingati mereka dari kejelekan yang diketahuinya untuk mereka.Diriwayat Imam Muslim dalam Shohihnya, Kitab Alimaroh, Bab wajubul wafa’ bibai’atil kholifah al awal fal awal no. 3431.

Permasalahan wali amr atau penguasa atau pemerintah merupakan salah satu perkara penting yang telah dijelaskan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sehingga Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Wajib diketahui bahwa kepemimpinan negara merupakan salah satu kewajiban agama yang agung, bahkan agama tidak dapat ditegakkan kecuali dengannya. Hal ini karena tidak sempurna kemaslahatan bani adam kecuali dengan berkumpul karena sebagian mereka membutuhkan sebagian yang lainnya. Dalam perkumpulan ini mesti harus ada pemimpinnya” .(Lihat As Siyaasah Asy Syar’iyah Fi Ishlahi Arro’iya wal Ra’iyah, karya Syeikhul Islam ibnu Taimiyah, Tahqiiq Abu Abdillah Ali Muhammad Al Maghribiy, darul Arqom, Kuwait hal.217).

Tentunya penguasa atau pemerintah islam ini memiliki kewajiban dan hak-hak yang harus diketahui mereka dan rakyatnya agar terjadi keseimbangan interaksi diantara mereka. Hendaknya setiap dari mereka bertakwa kepada Allah dan melaksanakan tugas kewajiban masing-masing agar terwujud masyarakat dan negara yang baik.

Hubungan Antara Pemerintah Dan Rakyat:

Hubungan pemerintah dengan rakyat dan sebaliknya sangat diperhatikan dalam agama Islam, karena ada padanya kemashlahatan besar bagi manusia dalam kehidupan dunia dan akheratnya. Oleh karena itu Syeikh Muhammad bin Abdillah bin Subail menyatakan: “Sesungguhnya para wali amr (penguasa atau pemerintah) memiliki hak-hak yang agama islam wajibkan kepada rakyatnya, bahkan menegaskan perhatiannya terhadap hal ini dan pelaksanaannya. Hal ini karena kemaslahatan umat dan masyarakat tidak terwujudkan dengan sempurna dan teratur kecuali dengan kerja sama antara pemerintah dan rakyatnya dan dengan melaksanakan seluruh kewajiban yang diwajibkan atas mereka serta menunaikan amanah dan tanggung jawabnya” .(Dinukil dari Fiqhu Al Siyasah As Syari’ah Fi Dhu’il Qur’an Was Sunnah Wa Aqwal Salaful umat, karya Kholid bin Ali Al ‘Ambariy, Riyadh hal 207. lihat Al Adilah Asy Syar’iyah Fi Bayaani Haqi ra’iy war ra’iyah, karya Syeikh Muhammad bin Abdillah bin Subail, darus Salaf, Riyadh, KSA, hal 24).

Page 3: Nabi Muhammad Saw

Namun hendaknya hubungan ini berjalan diatas dasar Al Qur’an dan Sunnah serta tidak keluar dari contoh amalan para salaful umat; para sahabat dan orang yang setelah mereka.

A. Hubungan Pemerintah dengan Rakyat

Hendaknya seorang penguasa (pemerintah) memperhatikan dengan baik keadaan dan kondisi rakyatnya dan mengerahkan segala kemampuannya untuk mewujudkan kemaslahatan rakyat baik maslahat dunia atau agama serta memberikan rahmat dan kecintaan kepada mereka.Dalam kaitan ini Kholifah Ali bin Abi Tholib radhiyallahu ‘anhu berkata: “Masukkan kedalam hatimu sifat rahmat, cinta dan lemah lembut kepada rakyat, janganlah kamu menjadi singa yang ganas (kejam) yang siap memakan mereka dan mencari-cari kesalahan mereka. Sebab mereka itu adalah saudara seagama dan teman kamu sesama makhluk yang mesti memiliki ketergekinciran dan kelemahan. Maka berilah mereka ampunan dan maaf seperti yang kamu inginkan dari mereka, karena kamu diatas mereka dan kholifah diatas kamu dan Allah diatas segala-galanya”.(Lihat Nadzoraat Ta’shiliyah Aqdiyah, Fiqhiyah wa Ushuliyah, ‘Ilmiyah wa Ijtima’iyah, karya DR. Sulaimaan bin Abdillah Aba Al Khoil, cetakan pertama tahun 1424/2003 M, Dar Al ‘Ashimah, Riyadh, KSA. Hal 27-28).

Hubungan ini hendaklah diperkokoh dengan adanya upaya penguasa atau pemerintah untuk bercampur dan bergaul langsung dengan rakyat serta mengunjungi mereka untuk mencari tahu kebutuhan dan keadaan mereka, sebagaimana yang telah dilakukan Khalifah Umar bin Al Khathab radhiyallahu ‘anhu ketika beliau tidak tidur sebelum mengelilingi kota untuk mencari orang-orang yang membutuhkan bantuan dan perhatiannya.

(Lihat Nadzoraat Ta’shiliyah Aqdiyah, Fiqhiyah wa Ushuliyah, ‘Ilmiyah wa Ijtima’iyah, karya DR. Sulaimaan bin Abdillah Aba Al Khoil, cetakan pertama tahun 1424/2003 M, Dar Al ‘Ashimah, Riyadh, KSA. Hal 27-28).

Kewajiban Pemerintah dan Hak Rakyat :

Kekuasaan dan kepemimpinan adalah amanat yang sangat berat, sehingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyatakan kepada Abu dzar Al Ghifaariy radhiyallahu ‘anhu:

ي? �ام�ة� خ�ز� �ق�ي �و�م� ال �ه�ا ي �ن �ة� و�إ م�ان� �ه�ا أ �ن �ك� ض�ع�يف? و�إ �ن �ا ذ�رF إ ب

� �ا أ ي�ه� ف�يه�ا �ي �ذ�ي ع�ل �د�ى ال �ح�قKه�ا و�أ �خ�ذ�ه�ا ب �ال� م�ن� أ �د�ام�ة? إ و�ن

Wahai Abu Dzar seseungguhnya kamu seorang yang lemah, sedangkan ia (kepemimpinan/kekuasaan) adalah amanah dan dihari kiamat ia adalah kehinaan dan penyesalan kecuali orang yang mengambilnya dengan benar dan menunaikan kewajibannya.Diriwayatkan Imam Muslim dalam shohihnya, kitab Al Imaarah, Bab Karahatul Imaarah Bighairi Dharurah, No. 3404.

Memang kekuasaan adalah amanat yang tidak mempu menunaikannya dengan baik kecuali orang yang memang mampu memanggulnya, oleh karena itu perlu sekali diketahui kewajiban

Page 4: Nabi Muhammad Saw

penguasa dan hak rakyatnya dengan harapan mereka (pemerintah) dapat menunaikan amanah ini dengan benar dan baik.Diantara kewajiban terpenting pemerintah adalah :

1. Kewajiban pokok.

Kewajiban pokok dan asas pemerintah yang sesuai dengan Syari’at Islam adalah berusaha merealisasikan tujuan diadakannya imamah (kepemimpinan) yaitu sebagai Imamatu Addin wa Siyaasaatu Addunya (pemimpin agama dan pengatur dunia).Tujuan pertama: Menegakkan agama atau menegakkan syari’at, ini meliputi penjagaan dan pelaksanaannya.Menjaga agama dapat dilihat dari hal berikut:- menyebarkan dan mendakwahkannya dengan tulisan, lisan dan pedang (senjata)- menjawab dan memerangi syubhat dan kebatilan- menjaga pertahanan dan keamanan nagara dan rakyat sehingga kaum muslimin mendapatkan rasa aman atas agama, jiwa, harta dan kehormatannya.Sedangkan pelaksanaannya meliputi:- penegakan syariat dan hukuman-hukuman pidana (hudud) serta pelaksanaan hukum-hukum syariat lainnya yang meliputi pengambilan zakat, pembagian harta rampasan perang, pengaturan ketentaraan yang berjihad untuk menegakkan panji Islam, mengangkat para qadhi (hakim) syar’I uantuk menghukum manusia dengan hukum Islam, melaksanakan penerapan hukum dan hudud yang telah disyariatkan Allah kepada hambaNya.- Membawa manusia patuh pada hal diatas dengan ancaman (tarhiib) dan targhib (motivasi).Tujuan kedua: Mengatur dunia dengan dasar agama dengan kata lain berhukum dengan hukum islam dalam seluruh aspek kehidupannya

2. Kewajiban pendukung.

Pemerintah juga memiliki kewajiban yang menjadi sarana dalam mewujudkan tujuan-tujuan diatas, diantaranya:- Menunaikan hak-hak harta ke baitul mal- Memberikan perhatian kepada orang-orang yang mendasari segala perbuatannya dengan manhaj salaf dan tidak pernah memprovokasikan, menyebarkan perselisihan dan perpecahan.- Mengawasi pengaturan seluruh kegiatan negara dan mencari tahu keadaan rakyatnya- Lemah lembuh dan menasehati rakyatnya- Menjadi contoh teladan yang baik bagi rakyatnya.(Diambil secara ringkas dari Nadzaarat Ta’shiliyah hal 31-33).

B. Hubungan Rakyat terhadap Pemerintah :

Demikian juga hubungan rakyat kepada pemimpin atau pemerintah merupakan perkara penting untuk mewujudkan tujuan kepemimpinan islam. Oleh karena itu hendaknya setiap rakyat menerapkan ajaran Al Qur’an dan Sunnah dalam hubungan dengan pemerintah.

Kewajiban Rakyat dan Hak pemerintah :

Page 5: Nabi Muhammad Saw

Sebagaimana pemerintah memeiliki kewajiban dan rakyat memiliki hak, maka rakyatpun memiliki kewajiban dan pemerintahpun memiliki hak-hak yang harus dipenuhi rakyatnya. Diantaranya:

1. Ikhlas dalam menasehati dan mendo’akannya

Awal hak penguasa atas rakyatnya adalah ikhlas, nasehat dan mendo’akan kebaikan kepada mereka, sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam perintahkan dalam hadits Tamim Ad Daari radhiyallahu ‘anhu yang berbunyi:

�ه� ول س� �ر� �ه� و�ل �اب �ت �ك �له� و�ل �م�ن� ق�ال� ل �ا ل �ن �ص�يح�ة� ق�ل الدKين� الن�ه�م� �م�ين� و�ع�ام�ت ل �م�س� �م�ة� ال �ئ و�أل�

“Agama adalah nasehat.” Kami bertanya,”Untuk siapa?” Beliau menjawab, “Untuk Allah ta’ala , KitabNya, RasulNya, pemimpin dan umumnya kaum muslimin.”

Dan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

Oا �ئ ي �ه� ش� �وا ب ر�ك �ش� �د�وه� و�ال� ت �ع�ب �ن� ت Oا أ ث �ال� �م� ث �ك ض�ى ل �ر� �ن� الله� ي إ�اص�ح�وا �ن �ن� ت ق�وا و�أ �ف�ر� �ل� الله� ج�م�يعOا و�ال� ت ب �ح� �ص�م�وا ب �ع�ت �ن� ت و�أ

�م� ك م�ر�� ه� الله� أ م�ن� و�ال�

Sesungguhnya Allah meridhoi tiga perkara pada kalian: menyembahnya dan tidak menyekutukannya, berpegang teguh kepada tali Allah dan tidak berpecah belah dan menasehati orang yang Allah jadikan penguasa kalian.Hadits ini ringkasan dari hadits yang diriwayatkan imam Muslim dalam Shohihnya kitab Al Aqdhiyah, bab An Nahyi ‘an katsrotil Masaail min ghoiri hajah, no.3236 tanpa lafadz ن�� و�أ

�م� ك م�ر�� أ الله� ه� و�ال� م�ن� �اص�ح�وا �ن .dan Ahmad bin Hambal dalam Musnadnya no.8444 ت

Nasihat kepada para pemimpin dan penguasa, merupakan suatu kewajiban, dikarenakan mereka pasti berbuat kekurangan, tidak maksum dari ketergelinciran dan kesalahan. Pemimpin kaum muslimin ini terkadang dari kalangan para ulama ataupun penguasa.(lihat Nadzaraat Ta’shiliyah hal 29).

Nasihat kepada para ulama dilakukan dengan menyebarkan ilmu dan keutamannya. Berbaik sangka kepada mereka dan menghormatinya. Adapun kepada para penguasa, dapat dilakukan dengan beberapa hal berikut ini :- Membantu dan mentaati mereka dalam kebenaran.- Menyadarkannya ketika lalai dengan cara lemah lembut.- Merapatkan kekuatan dan persatuan dengan mereka.- Menahan mereka dari berbuat kedzaliman dengan cara yang baik.

Page 6: Nabi Muhammad Saw

Ibnu Shalaah rahimahullah berkata, “Nasihat kepada para penguasa dilakukan dengan membantu dan mentaatinya dalam kebenaran. Menegur dan menyadarkannya dengan lemah lembut dan halus. Tidak melakukan penyerangan kepadanya dan hendaklah mendoakannya untuk mendapatkan taufiq Allah serta mengajak orang membantu mereka.”(Lihat Iqadzul Himam hal.128)

Demikian juga Al Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan makna nasihat kepada para penguasa dengan menyatakan, “Membantu tugas kewajiban yang dibebankannya. Menegurnya ketika lalai, menyatukan kekuatan dan hati rakyat di bawah (kepemimpinan) mereka. Dan yang lebih besar lagi ialah mencegah mereka dari berbuat dzalim dengan cara yang baik.”(Fathul Bari Syarh Shohih Al Bukhari karya Imam Al Haafidz Ibnu Hajar rahimahullah , maktabah Salafiyah, Mesir. 1/136).

Imam Syaukani rahimahullah memberikan nasehat kepada kita seputar nasehat kepada wali amr dalam pernyataan beliau: “Namun sudah seharusnya orang yang melihat kesalahan imam pada sebagian perkara untuk menasehatinya dan tidak menampakkan celaan dikhalayak ramai, bahkan seharusnya berbuat seperti yang dijelaskan dalam hadits yaitu untuk mengajaknya dan berduaan lalu memberikan nasehat kepadanya. Janganlah merendahkan sulton Allah (penguasa).”(Lihat: As Sail Al Jaraar Al Mutadaffiq ‘Alaa Hadaa’iq Al Azhaar, karya Muhammad bin Ali Asy Syaukani, Tahqiq Mahmud Ibrohim Zaid, darul Kutub Ilmiyah, Baerut 4/446)

Hal ini juga dijelaskan Syeikh Abdurrahman bin Naashir As Sa’diy rahimahullah dalam pernyataan beliau: “Adapun nasehat kepada para pemimpin kaum muslimin, mereka adalah para wali amr yang meliputi pemerintah pusat sampai amir, Qadhi (hakim) dan sampai orang yang memiliki kekuasaan pada mereka baik besar atau kecil. Ketika mereka ini memiliki tugas dan kewajiban yang lebih besar dari selain mereka, maka wajib memberikan nasehat kepada mereka sesuai martabat dan kedudukannya. Hal ini dapat diwujudkan dengan meyakini keimamahan mereka, mengakui kekuasaannya, kewajiban mentaatinya dalam perkara yang baik dan tidak memberontak, mengajak rakyat untuk mentaatinya dan mematuhi perintah mereka yang tidak menyelisihi perintah Allah dan RasulNya. Juga memberikan nasehat semampunya dan menjelaskan perkara yang mereka belum tahu dari perkara yang mereka butuhkan dalam mengatur rakyatnya –hal ini dilakukan sesuai keadaan- serta mendoakan mereka kebaikan dan taufiq, karena baiknya mereka adalah kebaikan bagi rakyatnya. Demikian juga tidak mencela dan mencaci mereka serta menyebarkan aib dan cela mereka, karena hal ini menimbulkan keburukan, kerugian dan kerusakan yang besar.Diantara nasehat kepada penguasa juga adalah berhati-hati dan memberi peringatan terhadap hal-hal diatas. Sudah menjadi kewajiban orang yan gmelihat kesalahan mereka untuk menasehatinya dengan cara tersembunyi, tidak terbuka (dihalayak ramai) dengan lemah lembut dan ungkapan yang pas dengan kedudukan mereka namun dapat mencapai maksud yang diinginkan. Karena ini yang seharusnya dilakukan pada setiap orang dan khususnya para penguasa, sebab mengingatkan mereka dengan cara seperti ini dapat menimbulkan kebaikan yang banyak dan menjadi tanda kejujuran dan keikhlasan”.(Lihat: Ar Riyaadh Al Nadhiroh Wal Hadaaiq Al Niyaroh Al Zaahiroh Fi Al ‘Aqoid wa Al funun Al Mutanawwi’ah Al fakhiroh, karya Syeikh Abdurrohman bin Naashir As Sa’diy, Muassasah As Sa’diyah, Riyadh, KSA hal 49-50)

Page 7: Nabi Muhammad Saw

Adapun mendoakan kebaikan untuk para penguasa termasuk amalan taqarrub yang agung dan ketatan yang paling utama serta termasuk nasehat kepada Allah dan hambaNya.(sebagaimana dinyatakan Syeikh Bin Baaz rahimahullah (Mufti agung KSA yang lama) dalam Tanya jawab yang dimuat dalam Al Ma’lum Min Waajib Al ‘Alaqah Baina Al Haakim wa Al Mahkuum, disusun oleh Abu Abdillah bin Ibrohim Al Bulaithiih Al Waabiliy hal 21).

Mendoakan kebaikan untuk pemerintah merupakan salah satu pokok aqidah ahlu sunnah wal jamaah sebagaimana di sampaikan Imam At Thahawiy rahimahullah dalam Aqidahnya: “Kita mendoakan untuk mereka (penguasa) kebaikan dan keselamatan”.(Lihat Syarh Al Aqidah Al Thohawiyah karya Ali bin Ali bin Muhammad bin Abil Izz , tahqiiq Abdullah bin Abdilmuhsin At Turkiy dan Syu’aib Al Arnaauth, cetakan kedua tahun 1423-1993 M, Muassasah Ar Risalah, Bairut, hal 540).

Sehingga Al Fudhail bin Iyaadh rahimahullah berkata: “Seandainya kami memiliki satu doa yang mustajab, tentulah kami akan mendoakan penguasa dengannya” juga menyatakan dalam penukilan yang lain: “Seandainya aku mendapatkan hak di Baitulmal, tentu aku akan mengambi yang halalnya dan aku buatkan dengan harta itu makanan yang paling baik. Lalu akau undang orang-orang sholih dan yang memiliki keutamaan dari orang pilihan dan orang baik. Ketika mereka selesai maka akau katakana: ‘marilah kita berdoa kepada rabb kita agar memberikan taufiq kepada raja kita dan seluruh orang yang memimpin perkara kita”.(Lihat: Fiqhu Al Siyasah As Syari’ah karya Al Anbariy hal 210 menukil dari kitab Siroojul Muluuk karya Abu Bakr Al ThurThusiy hal 100).

Bahkan Imam Al Barbahariy rahimahullah menjadikan perkara ini sebagai alamat ahlus sunnah dalam pernyataan beliau: “Jika kamu melihat seseorang mendoakan kejelekan untuk penguasa, maka ketahuilah ia adalah pengikut hawa nafsu (shohibul hawa) dan jiak kamu melihat seseorang mendoakan kebaikan untuk penguasa, maka ketahuilah ia shohibus sunnah (pengikut sunnah)-Insya Allah-”.Al Fudhail bin Iyaadh rahimahullah berkata: “Seandainya kami memiliki satu doa, kami hanya memperuntukkan penguasa’. Karena kita diperintahkan untuk mendoakan penguasa mendapat kebaikan dan tidak diperintahklan mendoakan kejelekan pada mereka, walaupun mereka berbuat jahat dan dzolim. Sebab kejahatan dan kedzoliman mereka berakibat pada diri mereka dan kaum muslimin dan kebaikan mereka untuk diri mereka dan kaum muslimin jua”.(Lihat Wujubu Tha’atus Sulthoon Fi Ghairi Makshiyatirrahman biddalil Assunnah wal Qur’an, karya Muhammad bin Naashir Al ‘Urainiy, cetakan pertama 1415 H, Qashiim, KSA. Hal 21-22 dan Fiqhu Al Siyasah As Syari’ah karya Al Anbariy hal 210, keduanya menukil dari Thobaqaat Al hanaabilah karya Ibnu Abi Ya’laa 2/36).

2. Menghormati dan memuliakannya serta tidak menghinakannya.

Menghormati dan memuliakan wali amri baik penguasa atau ulama merupakan satu kewajiban dalam Islam. Sedangkan mencela dan melecehkan serta merendahkan kedudukan mereka terlarang. Semua ini untuk menumbuhkan perasaan segan dan takut dalam diri rakyat agar mereka tidak berbuat kerusakan, keburukan, permusuhan dan pembangkangan. Untuk itulah Imam Ibnu Jumaah rahimahullah menjelaskan hak para penguasa dalam pernyataan beliau: “Hak yang keempat: mengetahui kedudukan mereka dan kewajiban meninggikan kedudukannya,

Page 8: Nabi Muhammad Saw

sehingga diperlakukan sesuai dengan kewajiban tersebut berupa penghormatan dan pemuliaan serta keagungan yang telah Allah berikan kepada mereka. Oleh karena itu para ulama besar dari kalangan par imam islam mengagungkan kehormatan mereka dan memenuhi panggilan mereka dengan sikap zuhud, wara’ dan tidak tamak terhadap milik para penguasa tersebut”.(Lihat Fiqhu Al Siyasah As Syari’ah karya Al Anbariy hal 211 dan Nadzaarat Ta’shiliyah karya Abal Khoil hal 30 menukil dari Tahriirul Ahkaam fi tadbiir Ahlil Islam karya Ibnu jumaah, tahqiiq Fuad Abdulmun’im, Dar Ats Tsaqaafah hal 63).

Demikian juga Sahl bin Abdillah At Tusturi rahimahullah menyatakan: “Manusia selalu dalam kebaikan selama memuliakan pemguasa dan ulama. Jika mereka mengagungkan keduanya niscaya Allah akan memperbaiki dunia dan akheratnya mereka dan jika mereka merendahkan (melecehkan) keduanya maka Allah akan menghancurkan dunia dan akherat mereka”.(Lihat Muamalatul Hukkaam Fi Dhu’I Al Kitab Was Sunnah karya Abdussalaam bin Barjas, cetakan ketiga tahun 1415 H. hal 32 menukil dari Tafsir Al Qurthubiy 5/260-261).

Hal ini telah dijelaskan dalam hadits Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda:

�و�م� م�ه� الله� ي �ر� ك� �ا أ �ي ل�ط�ان� الله� ف�ي الد�ن م� س� �ر� ك

� م�ن� أ�ه� الله� ه�ان

� �ا أ �ي ل�ط�ان� الله� ف�ي الد�ن �ه�ان� س� �ام�ة� و�م�ن� أ �ق�ي ال�ام�ة� �ق�ي �و�م� ال ي

Barang siapa memuliakan sulton Allah (penguasa) didunia maka Allah akan memuliakannya pada hari kiamat dan barang siapa yang menghinakan sultan Allah didunia maka Allah hinakan pada hari kiamat.(Diriwayatkan Imam Ahmad dalam Musnadnya 5/42, At Tirmidziy dalam sunannya kitab Al Fitaan ‘An Rasulullah bab Ma Jaa fil Khulafa’ No.3150. lihat Silsilah Al Ahadits Ash Shohihah karya Syeikh Muhammad Nashiruddin Al Albaniy 5/376).

Imam Thawuus rahimahullah seorang tabiin berkata: “Empat orang yang dihormati menurut sunnah Rasul yaitu ulama, orang yang berusia lanjut, sulton (penguasa) dan orang tua”.(Lihat Fiqhu Al Siyasah As Syari’ah karya Al Anbariy hal 212 menukil dari Syarhu Sunnah karya Al Baghowiy 13/41).

Sungguh tepat pernyataan Syeikh Mahmud bin Isma’il Al Hairabatiy : “Wajib kewibawaan (penguasa) ada sehingga bila rakyatnya melihatnya atau mereka berada jauh darinya, mereka takut (berbuat macam-macam). Penguasa zaman sekarang ini wajib memiliki lebih lengkap dalam bersiasah (politik) dan lebih berwibawa, karena manusia zaman sekarang tidak sama seperti orang terdahulu, karena zaman kita ini zamannya orang bodoh dan celaka. Jika sulton (penguasa) diantara mereka lemah atau tidak memiliki kecakapan dalam siasah (politik) dan kewibawaan, maka pasti menjadi sebab kehancuran negara dan kerusakan akan menimpa agama dan dunia. (Demikian juga menyebabkan) penguasa tidak dianggap apa-apa dan mereka tidak mendengar perkataannya dan tidak pula mematuhi perintahnya serta seluiruh makhluk membencinya”.

Page 9: Nabi Muhammad Saw

(Lihat Fiqhu Al Siyasah As Syari’ah karya Al Anbariy hal 212 menukil dari pernyataannya dalam kitab Addurah Al Ghorra’ Fi Nashehati As Salaathin wal Qudhah wal Umara’ karya Muhammad bin Isma’il hal 223-224).

Syeikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah menyampaikan pernyataan seputar permasalahan ini: “Alangkah indahnya pemahaman manhaj salaf shalih dalam bermu’amalah dengan penguasa. Yaitu dengan tidak menjadikan kesalahan penguasa sebagai jalan membangkitkan amarah manusia dan sampai menjauhkan hati mereka dari para wali umur, sebab ini adalah kerusakan dan salah satu dasar terjadinya fitnah diantara manusia. Sebagaimana memenuhi hati (dengan kebencian) terhadap wali umur (penguasa) mengakibatkan kejelekan, fitnah dan kekacauan, demikian juga memenuhi hati (dengan kebencian) terhadap ulama mengakibatkan pelecehan kedudukan ulama dan setelah itu melecehkan ketinggian syariat yang mereka emban. Jika seseorang berusaha merendahkan kewibawaan ulama dan penguasa maka lenyaplah syariat dan keamanan. Hal ini terjadi karena bila ulama berbicara maka manusia tidak memepercayai ucapan mereka dan jika penguasa berbicara mereka langgar lalu terjadilah keburukan dan kerusakan”.(Lihat Muamalatul Hukkam hal 32-33 dan Nubdzah Mufidah ‘An Huquuq Wulati Al Amr karya DR. Abdulaziz bin Ibrohim Al’Askar cetakan kedua tahun 1417/1996 M hal 15-16).

3. Mematuhi dan mentaatinya pada perkara yang bukan maksiat.

Diantara hak pemerintah adalah dipatuhi dan ditaati dalam semua perintah atau larangannya kecuali dalam kemaksiatan. Ini termasuk hak terpenting dan terbesar pemerintah atas rakyatnya dan menjadi kewajiban paling besar bagi rakyat terhadap pemerintahnya.

Mematuhi dan mentaati pemerintah dalam perkara yang tidak maksiat merupakan satu kewajiban yang disepakati ahlus sunnah wal jamaah dan menjadi salah satu pokok yang membedakannya dari ahlil bidah.(Lihat Muamalatul Hukkam hal 75)

Hal ini didasari dengan firman Allah :

“Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul(-Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. 4:59)

Ayat yang mulia ini menunjukkan kewajiban mematuhi dan mentaati wali umur (pemerintah). Hal ini dijelaskan dalam hadits-hadits yang shohih berlaku pada selain kemaksiatan, diantaranya:

�م�ر� �ذ�ا أ �ة� ف�إ �م�ع�ص�ي �ال �ؤ�م�ر� ب �م� ي م�ع� و�الط�اع�ة� ح�ق6 م�ا ل الس�م�ع� و�ال� ط�اع�ة� �ة. ف�ال� س� �م�ع�ص�ي ب

Page 10: Nabi Muhammad Saw

Mendengar (mematuhi) dan mentaati adalah satu kewajiban selama tidak diperintahkan dengan kemaksiatan. Maka jika diperintah kepada kemaksiatan tidak ada (kewajiban) mendengar dan mentaatinya.Diriwayatkan imam Al Bukhori dalam shohihnya kitab Al Jihad was Siyar bab As Sam’ wa Thoat lil imaam Ma lam Takun makshiyatan no. 2738

Dalam lafadz Muslim dan Ibnu majah:

�ر�ه� �ح�ب� و�ك م�ع� و�الط�اع�ة� ف�يم�ا أ � الس� �م ل �م�س� ء� ال �م�ر� ع�ل�ى الم�ع� و�ال� �ة. ف�ال� س� �م�ع�ص�ي �م�ر� ب �ن� أ �ة. ف�إ �م�ع�ص�ي �ؤ�م�ر� ب �ن� ي �ال� أ إ

ط�اع�ة�Seorang muslim wajib mendengar dan mentatai (penguasa) dalam apa yang sesuai dengannya dan tidak ia sukai (tidak sesuai dengannya) kecuali jika diperintah bermaksiat. Maka jika diperintah bermaksiat tidak ada kepatuhan dan tidak ada juga ketaatan. Diriwayatkan imam Al Bukhori dalam shohihnya kitab Al Jihad was Siyar bab As Sam’ wa Thoat lil imaam Ma lam Takun makshiyatan no. 2738.

Syeikh Abdirrohman bin Nashir As Sa’diy rahimahullah berkata: “Kemudian Allah perintahkan untuk mentaatiNya dan mentaati RasulNya. Ini dengan melaksanakan seluruh perintah kedunya berupa kewajiban dan sunnah, dan menjauhi segala larangannya. Juga Allah memerinthkan kita untuk mentaati ulul amri, mereka adalah pemimpin manusia dari kalangan penguasa, pemerintah dan ulama pemberi fatwa. Sebab tidak istiqomah perkara agama dan dunia manusia keculai dengan mentaati dan tunduk patuh kepada mereka sebagai ketatan kepada Allah dan mengharap pahala dariNya. Namun dengan syarat mereka tidak memerintahkan kepada kemaksiatan. Jika mereka memerintahkan demikian, maka tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam kemaksiatan kepada Allah yang maha pencipta”. (lihat :Taisir Karimir rahmaan karya Syeikh Abdurrohman bin Nashir As Sa’diy, Tahqiq Abdurrahman bin Mu’allaa Al Luwaihiq, cetakan pertama tahun 1421/2000 M, Muassasat Ar Risaalah, hal 183-184).

Dalam ayat diatas Allah mewajibkan kita mentaati wali umur dan tidak mengecualikannya kecuali pada kemaksiatan, sehingga selain kemaksiatan kita masih diwajibkan mentaatinya. (lihat Nadzaraat Ta’shiliyah hal 29).

Oleh karena itu Al Mubarokfuri rahimahullah menyatakan: “Terdapat dalam hadits, penjelasan bahwa jika imam memerintahkan perkara sunnah atau mubah maka wajib ditaati”. (Dari Nubdzah Mufidah hal 17 menukil dari Tuhfatul Ahwadzi Syarah Sunan At Tirmidziy 5/365).

Ketaatan ini tetap ada walaupun pemerintah atau penguasa berbuat jahat dan dzolim atau tidak menunaikan hak rakyatnya, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

Page 11: Nabi Muhammad Saw

س�ول� الله� ص�ل�ى الله� �ج�ع�ف�ي� ر� �ز�يد� ال �ن� ي �م�ة� ب ل �ل� س� أ س��ا �ن �ي �ن� ق�ام�ت� ع�ل �ت� إ �ي أ ر�

� �ي� الله� أ �ب �ا ن �م� ف�ق�ال� ي ل �ه� و�س� �ي ع�ل�ع�ر�ض� �ا ف�أ ن م�ر�

� �أ �ا ف�م�ا ت �ا ح�ق�ن �ع�ون �م�ن �ا ح�ق�ه�م� و�ي �ون �ل أ �س� اء� ي م�ر�� أ

و� ف�ي� �ة� أ �ي �ان �ه� ف�ي الث ل

� أ �م� س� �ه� ث �ع�ر�ض� ع�ن �ه� ف�أ ل� أ �م� س� �ه� ث ع�ن

�ط�يع�وا م�ع�وا و�أ �س. و�ق�ال� اس� �ن� ق�ي ع�ث� ب �ش� �ه� األ� �ة� ف�ج�ذ�ب �ث �ال الث�م� �ت �م� م�ا ح�مKل �ك �ي �وا و�ع�ل �ه�م� م�ا ح�مKل �ي �م�ا ع�ل �ن ف�إ

Salamah bin Yazid Al Ju’fiy bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam seraya berkata: “Bagaimana pendapat engkau jika penguasa yang memerintahkan kami menuntut haknya dan tidak menunaikan hak kami, apa yang engkau perintahkan kepada kami? Lalu Rasulullah berpaling darinya, kemudian salamah bertanya lagi kedua kali atau ketiga kalinya. Lalu Al Asy’ats bin Qais dan berkata: patuhi dan taatilah, karena mereka akan menanggung tanggung jawabnya dan kalian menanggung tanggung jawab kalian.”Dalam lafadz Muslim yang lainnnya:

س�ول� الله� ص�ل�ى الله� �س. ف�ق�ال� ر� �ن� ق�ي ع�ث� ب �ش� �ه� األ� ف�ج�ذ�ب�وا �ه�م� م�ا ح�مKل �ي �م�ا ع�ل �ن �ط�يع�وا ف�إ م�ع�وا و�أ �م� اس� ل �ه� و�س� �ي ع�ل

�م �ت �م� م�ا ح�مKل �ك �ي و�ع�لLalu Al Asy’ats bin Qais menariknya dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: patuhi dan taatilah, karena mereka akan menanggung tanggung jawabnya dan kalian menanggung tanggung jawab kalian.Diriwayatkan Imam Muslim dalam shohihnya kitab Al Imaaroh bab Fi thaatul al Umara’ wa In Mana’u Huquuq, no.3433.

Demikian juga sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

�ا �ن �ا ك �ن س�ول� الله� إ �ا ر� �م�ان ق�ال� ق�ل�ت� ي �ي �ن� ال �ف�ة� ب ع�ن� ح�ذ�ي�ر� ي �خ� اء� ه�ذ�ا ال �ح�ن� ف�يه� ف�ه�ل� م�ن� و�ر� �ر. ف�ن ي �خ� رF ف�ج�اء� الله� ب �ش� ب

�ع�م� �ر? ق�ال� ن ي رK خ� �ك� الش� اء� ذ�ل �ع�م� ق�ل�ت� ه�ل� و�ر� ر6 ق�ال� ن ش��ف� ق�ال� �ي �ع�م� ق�ل�ت� ك ر6 ق�ال� ن �ر� ش� ي �خ� �ك� ال اء� ذ�ل ق�ل�ت� ف�ه�ل� و�ر�

�ي �ت ن �س� �ون� ب �ن ت �س� �ه�د�اي� و�ال� ي �د�ون� ب �ه�ت �م�ة? ال� ي ئ� �ع�د�ي أ �ون� ب �ك ي

�اط�ين� ف�ي ي �ه�م� ق�ل�وب� الش� �وب �ق�وم� ف�يه�م� ر�ج�ال? ق�ل ي و�س�

Page 12: Nabi Muhammad Saw

�ن� س�ول� الله� إ �ا ر� �ع� ي ص�ن� �ف� أ �ي �س. ق�ال� ق�ل�ت� ك �ن �م�ان� إ ث ج�

ك� �ن� ض�ر�ب� ظ�ه�ر� �م�ير� و�إ �أل� �ط�يع� ل م�ع� و�ت �س� �ك� ق�ال� ت �ت� ذ�ل ك د�ر�� أ

�ط�ع� م�ع� و�أ �ك� ف�اس� �خ�ذ� م�ال و�أDari Huzaifah bin Al Yamaan, beliau berkata: Aku bertanya: Wahai Rasulullah! Sesungguhnya kami dulu berada dalam keburukan, lalu Allah mendatangkan satu kebaikan dan kami berada padanya. Apakah ada keburukan dibelakang kebaikan ini? Beliau menjawab: Ya, ada. Aku bertanya: apakah ada kebaikan dibelakang keburukan tersebut? Beliau menjawwab: ya. Lalu aku bertanya lagi: Apakah ada keburukan dibelakang kebaikan ini?beliau menjawab: Ya. Aku bertanya lagi: Bagaimana? Dan beliaupu nmenjawab: “Akan ada setelah ku para pemimpin yang tidak mengambil petunjukku dan tidak mencontoh teladanku. Lalu akan muncul pada mereka para tokoh berhati syeitan dalam bentuk manusia”. Huzaifah berkata: Aku bertanya: “bagaimana aku berbuat wahai Rasululloh jika menjumpainya? Lalu ia berkata: patuhi dan taati pemimpin, walaupun punggungmu dipukul dan hartamu dirampas, maka patuhlah dan taatlah!.Diriwayatkan Imam Muslim dalam shohihnya kitab Al Imaaroh bab wujubu Mulazamatu jamaatul muslimin ‘inda dzuhuril Fitan, no.3435.

Hadits yang mulia ini menjelaskan perintah Allah untuk mentaati wali umur walaupun mereka menyiksa kita dan merampas harta kita. Janganlah hal tersebut membawa kita tidak taat dan patuh kepada mereka, karena kejahatan tersebut tanggung jawab mereka dan akan mereka dapati perhitungannya dihari kiamat nanti.Hal ini semua menampakkan keindahan ajaran Islam dan kelengkapannya.

4. Membela dan menolongnya

Diantara hak penguasa adalah dibela dan dibantu dalam merealisasikan tugas kewajiban mereka. Imam Ibnu Jumaah rahimahullah menjelaskan hal ini dalam pernyataan beliau: “Hak yang ketiga: membela mereka secara lahir dan batin dengan mengerahkan segala kemampuan untuk itu, karena ada padanya pembelaan terhadap kaum muslimin dan menghentikan gangguan orang jahat” dan beliau menyatakan pula: “hak yang kedelapan: menolong meringankan beban yang diemban mereka berupa perwujudan kemaslahatan umat dan membantu mewujudkannya dengan segenap kemampuan, Allah berfirman:Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa (QS. 5:2)(lihat Nadzaaraat Ta’shiliyah hal 30).

Menolong dan membela pemerintah dapat diwujudkan dalam beberapa hal berikut ini:

1. Wajib bagi kaum muslimin untuk saling tolong menolong (kerja sama) dengan pemerintah dalam seluruh perkara yang dapat mewujudkan kemajuan dan kebaikan serta perkembangan dalam semua bidang luar negeri dengan jihad harta dan jiwa dan kedalam negeri dengan menambah kemakmuran, realisasi kemajuan industri, pertanian, perbaikan moral dan kemasyarakatan serta membangun masyarakat yang baik. Berikut juga pelaksanaan undang-undang dan hukum syariat dan amar makruf nahi mungkar , baik yang berhubungan dengan

Page 13: Nabi Muhammad Saw

kemaslahatan umum atau khusus. Juga memberikan nasehat dan usul serta informasi baru yang dapat memberikan kemajuan dan menuntun serta mengarahkan manusia dalam keadaan damai atau perang.(Lihat Al Fiqh Al Islaamiy wa Adilatuhu karya DR. Wahbah Az Zuhailiy 5/710).

2. Rakyat wajib membela pemerintah dalam kebenaran, walaupun mereka tidak menunaikan hak-hak rakyatnya, karena membela mereka merupakan pembelaan terhadap agama dan pengokohan kaum muslimin, apalagi bila adal sekelompok pembangkang yang ingin memberontak atau keluar dari ketaatannya. Hal ini diperintahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sabdanya:

ق� �ش� �ن� ي �ر�يد� أ ج�ل. و�اح�د. ي �م� ج�م�يع? ع�ل�ى ر� ك م�ر�� �م� و�أ �اك �ت م�ن� أ

�وه� �ل �م� ف�اق�ت �ك ق� ج�م�اع�ت Kف�ر� و� ي� �م� أ ع�ص�اك

Siapa yang mendatangi kalian dalam keadan perkara kalian berada dalam satu pimpinan, lalu ia hendak mematahkan tongkat (persatuan kalian) atau memecah belah jamaah kalian maka bunuhlah ia.Diriwayatkan Imam Muslim dalam shohihnya kitab Al Imaaroh bab Hukmu man Faraqa Amrul Muslimin wahua Mujtama’, no.3443

Dan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam:

�ط�ع�ه� �ي �ه� ف�ل �ب ة� ق�ل �م�ر� �د�ه� و�ث �ع�ط�اه� ص�ف�ق�ة� ي �م�امOا ف�أ �ع� إ �اي و�م�ن� بخ�ر� �ق� اآل� �وا ع�ن �از�ع�ه� ف�اض�ر�ب �ن �ن� ج�اء� آخ�ر� ي �ط�اع� ف�إ ت �ن� اس� إ

Barang siapa telah membai’at seirang imam, lalu memberikan hasil tangan (kesetiaan) dan buah hatinya maka memberilah jika mampu. Jika ada orang lain datang menentangnya maka bunuhlah yang kedua tersebut.Diriwayatkan Imam Muslim dalam shohihnya kitab Al Imaaroh bab Wujubul Wafa’ Lil Kholifah Al Awal Fal Awal, no.3431.

Imam Nawawi rahimahullah mengomentari hadits ini dengan pernyataan beliau: “Makna hadits ini, tolaklah yang kedua, karena ia telah memberontak kepada imam. Jika tidak dapat dicegah kecuali dengan perang dan pembunuhan maka diperangi dan jika peperangan menuntut pembunuhannya maka boleh dibunuh”.(Syarah Shohih Muslim karya Imam Nawawi 14/234).

3. Membelanya dengan pernyataan dan perbuatan, dengan harta dan jiwa secara lahir dan batin, sembunyi dan terang-terangan.(Lihat Tahrir Al ahkam karya Ibnu Jumaah hal 63).

Page 14: Nabi Muhammad Saw

Semoga Allah memperbaiki dan menunjuki kaum muslimin dan pemimpin mereka kejalan yang diridhoi dan dibimbing kearah yang lurus. Demikian makalah ini dibuat mudah-mudahan bermanfaat.

Penulis: Kholid Syamhudi, Lc.

Page 15: Nabi Muhammad Saw

Kirim Artikel   Print Artikel

Jumat, 11 Juni 2004

Lima Kewajiban Pemimpin

Seseorang ketika ditunjuk sebagai pemimpin atau pejabat maupun legislatif, maka pada waktu itu pulalah hakekatnya ia menerima suatu amanah yang harus di pelihara dan ia tunaikan dengan sebaik-baiknya. Karena pada prinsipnya, pemimpin atau pejabat di pilih adalah untuk mengurusi urusan-urusan rakyat atau masyarakat yang memilihnya. Dan itulah amanah yang wajib ia tunaikan.

Malahan sebaliknya, ketika seseorang terpilih sebagai pemimpin maka rakyat wajib menyerahkan urusan kenegaraan atau pemerintahan kepada si pemimpin tersebut. Rakyat harus mendukungnya, memberikan saran dan kritik yang positif dan bersifat membangun.

Dalam ajaran Islam, pemimpin harus memiliki kewajiban-kewajiban pokok yang jadi hak rakyat yang memilihnya, antara lain kewajiban-kewajiban itu adalah :

Pertama, memelihara hak beragama warga negara, termasuk dalam hal ini adalah seorang pemimpin harus memberikan rasa aman, kemudahan dan kebebasan kepada setiap warga negara untuk menjalankan ajaran agamanya masing-masing.

Kedua, menegakkan keadilan dalam segala bidang, khususnya dalam bidang hukum.

Ketiga, siap menerima pengaduan, kritik, saran dan dialog dengan segala lapisan masyarakat. Kewajiban ini sebagai akibat logis dari keharusan seorang pemimpin berbuat adil dan ingin kebijakannya didukung oleh rakyatnya, maka ia harus siap menerima kritik, saran dan bersedia berdialog dengan rakyatnya.

Keempat, mempunyai tipe kepemimpinan dengan kualitas dan gaya yang kondusif serasi yang sifatnya jujur. Sesuai era reformasi sekarang ini dengan internal, kekuatan informasi, pembersihan sisa kekuatan status quo dan penataan berbagai institusi-demokratisasi di segala bidang.

Kelima, memberikan fasilitas dan sarana untuk memudahkan warga negara melakukan kegiatan atau aktifitas dan hasil ekonomi secara merata. Kesemuanya ini dilakukan agar bisa hidup adil makmur dan merata.

Page 16: Nabi Muhammad Saw

Munculnya Seorang Pemimpin dalam Masyarakat Islam

Sedikit banyak, teori tentang kemunculan seorang pemimpin dalam masyarakat Islam tidak berbeda dengan teori umum yang berkembang sebagaimana telah dikemukakan pada bagian awal. Hal ini dapat dilihat dari beberapa pandangan utama dalam masyarakat Islam tentang siapa yang layak menyandang predikat sebagai seorang pemimpin.

Namun demikian, Islam adalah agama yang tidak bebas dari sistem nilai budaya tempat dimana Islam itu bermula. Banyak pakar yang beranggapan bahwa Arab dan Islam memiliki hubungan yang sangat erat, keduanya saling mempengaruhi sehingga sedikit banyak Islam dipengaruhi oleh Arab dan demikian juga sebaliknya, Arab banyak dipengaruhi Islam.

Dalam konteks ini, barulah kita dapat memahami mengapa tradisi Arab sebelum Islam yang berkaitan dengan kepemimpinan masih melekat kuat dalam masyarakat Arab. Masyarakat Arab Mekkah percaya bahwa pemimpin itu lahir dari suku yang paling utama, yakni suku Quraisy. Namun tidak hanya itu, mereka juga mengakui konsensus akan pengangkatan seorang pemimpin.

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa kemunculan seroang pemimpin dalam masyarakat Arab-Islam, bahkan hingga kini, terbagi kepada dua hal. Pertama, teori keturunan (berdasarkan klan, qabilah), dan kedua, teori sosial (social consensus).

Pada teori yang pertama, masyarakat Islam percaya bahwa bangsa Arab adalah seseorang yang memiliki bakat kepemimpinan yang kuat. Hal ini disebabkan kekuatannya dalam menghafal, kekuatan fisiknya dan keberaniannya. Tidak hanya itu, secara kultural, umat Islam mendasarkannya dengan beberapa pemimpin religius yang memainkan peran dalam panggung sejarah umat Islam adalah orang Arab.

Adapun keyakinan orang Arab Mekkah pada masa sebelum Islam yang memandang Quraisy sebagai suku yang paling mulia dan utama adalah disebabkan oleh sifat amanahnya yang menjaga dan melindungi Ka’bah selama bertahun-tahun. Ka’bah sendiri memang memiliki perngaruh tertentu bagi masyarakat Arab Mekkah pada masa itu.

Kedua, konsensus sosial. Kasus ini dapat dilihat dari penunjukan Muhammad sebagai orang yang dipercaya semua pemuka kabilah. Muhammad pada saat itu hanyalah seorang remaja dan belum memiliki pengaruh apapun, namun dengan berbagai pertimbangan, semua kabilah ini mempercayai Muhammad untuk mengambil keputusan manakala terjadi perselisihan diantara kabilah-kabilah untuk meletakkan kembali hajar aswad yang jatuh dari tempatnya. Peristiwa inilah yang kemudian menyebabkan Muhammad diberi gelar Al-Amin, artinya orang yang terpercaya.

Kedua fenomena ini dapat dijadikan acuan dasar untuk memahami teori kemunculan seorang pemimpin dalam masyarakat Islam. Dengan begitu, meskipun tidak berada dalam masyarakat Arab, umat Islam dapat menentukan seorang pemimpin berdasarkan konsensus sosial atau kesepakatan berdasarkan musyawarah dengan didasarkan pada beberapa kriteria tertentu.

Page 17: Nabi Muhammad Saw

 

Tipologi Ideal Kepemimpinan Islam

Sebagaimana telah dikemukakan pada bagian awal bahwa sesungguhnya tidak ada kepemimpinan ideal yang merujuk pada satu tipe saja, namun pemimpin ideal atau pemimpin efektif adalah pemimpin yang sanggup menyesuaikan diri dan organisasinya dengan lingkungan yang dihadapinya.

Namun demikian, konsep idealitas itu dapat dipahami dalam empat kata kunci, yakni keadilan (qisth, equalizing, leveling), amanah (accountability), dakwah (sociality), dan ummah (collectivity) yang akan melahirkan konsep “civil leadership” atau kepemimpinan yang terwujud dan diperkuat dengan konsep keumatan.

Oleh karena itu, untuk tetap melihat posisi manusia sebagai makhluk paling mulia yang dipilih Tuhan sebagai pengelola alam ini, maka paling tidak, kita dapat mengidentifikasi beberapa prinsip pokok dalam kepemimpinan Islam secara konseptual, dan hubungan hubungan antar individu atau antar kelompok dalam konteks praktis.

Prinsip Pertama: Saling menghormati dan memuliakan

Prinsip Kedua: Menyebarkan kasih sayang

Prinsip Ketiga: Keadilan

Prinsip Keempat: Persamaan

Prinsip Kelima: Perlakuan yang sama

Prinsip Keenam: Berpegang pada akhlak yang utama

Prinsip Ketujuh: Kebebasan

Prinsip Kedelapan: Menepati janji

Demikianlah beberapa prinsip kepemimpinan ideal yang dikehendaki dalam kepemimpinan Islam yang secara keseluruhan menggambarkan keempat kata kunci di atas tadi. Tidak hanya sesuai dengan ajaran Islam secara teologis, tetapi juga sejalan dengan aturan-aturan kemanusiaan atau kehidupan sosial.

Kepemimpinan Islam harus dipahami sebagai suatu aktivitas yang bertitik-tolak, berawal dan berujung pada kepentingan umat. Apa yang dilakukan oleh seorang pemimpin bukanlah keinginan-keinginan sekelompok atau sebagian-sebagian saja melainkan untuk kepentingan seluruh umat.

Page 18: Nabi Muhammad Saw

Dalam konteks organisasi, mungkin pengertian ini akan sedikit berbeda mengingat lingkupnya yang lebih kecil. Namun semua prinsip ini tetap dapat dijadikan sebagai pedoman dasar dalam menjalankan amanah kepemimpinan untuk tetap menghidupkan organisasi dalam kondisi apapun.

 

Komunikasi dan Motivasi dalam Kepemimpinan Islam

Sejalan dengan teori yang umum berkembang, komunikasi dan motivasi adalah kunci keberhasilan sebuah proses kepemimpinan dalam Islam. Komunikasi merupakan jembatan yang menghubungkan antara aspirasi bawahan dengan kebijakan seorang pemimpin. Tidak hanya itu, komunikasi juga merupakan sarana untuk mempertahankan kinerja seluruh komponen dari proses kepemimpinan tersebut.

Seorang pemimpin dituntut untuk mampu berkomunikasi secara efektif. Dalam konteks kepemimpinan Islam, yang dimaksudkan dengan komunikasi efektif itu paling tidak memiliki 8 indikator penting.

Pertama, qaulan karima atau komunikasi dengan bahasa atau kata-kata yang mulia. adalah komunikasi yang beretika.

Kedua, qaulan maysura. Ucapan yang mudah dipahami, lunak dan lemah. Seorang pemimpin yang baik adalah mereka yang dapat memberikan rasa aman dan menjamin rasa keadilan. Melalui kata-katanya yang menenangkan dan menyejukkan, seorang pemimpin dapat mengurangi beban dan masalah yang dihadapi masyarakat.

Ketiga, qaulan layyina. Kata-kata yang lemah-lembut dan santun. Kegagalan komunikasi seorang pemimpin dengan siapapun biasanya sangat ditentukan oleh sikap yang tidak santun ketika berkomunikasi.

Keempat, qaulan ma’rufa. Secara bahasa berarti perkataan yang ma’ruf. Dengan demikian, ia mengandung pengertian perkataan yang menggambarkan kearifan. Perkataan yang arif akan menggambarkan kebijaksanaan. Dan perkataan yang sopan menggambarkan sikap terpelajar dan kedewasaan.

Kelima, qaulan sadida. Wahbah al-Zuhaily mengartikan qaulan sadîda  sebagai ucapan yang tepat dan bertanggung jawab, yakni ucapan yang tidak bertentangan dengan ajaran agama. Hal ini berkenaan dengan konsistensi seorang pemimpin dengan nilai-nilai yang dianutnya. Seorang pemimpin yang baik adalah yang dapat dengan teguh mempertahankan prinsip yang dipegangnya.

Keenam, qaulan baligha. Jalaludin Rakhmat mendefinisikan istilah ini menjadi dua pengertian: Pertama, qawlan baligha terjadi bila komunikator menyesuaikan pembicaraanya dengan sifat-sifat khalayak yang dihadapinya. Kedua, qawlan baligha terjadi bila komunikator mampu menyentuh komunikannya pada hati dan otaknya sekaligus.

Page 19: Nabi Muhammad Saw

Dengan demikian yang dimaksud dengan qawlan baligha adalah perkataan yang disesuaikan dengan bahasa komunikannya. Hal ini senada dengan keberadaan seorang rasul yang diutus sesuai dengan bahasa kaumnya (Q.S.[14]: 4)

Ketujuh, qaulan tsaqila. Perkataan yang berbobot, yang tidak sia-sia dan tidak bertentangan dengan wahyu atau al-Qur’an. Perkataan yang berbobot juga mengandung pengertian perkataan yang sulit dibantah kebenarannya. Seorang pemimpin yang baik akan memiliki kharismatika tertentu jika perkataannya selalu berbobot. Hal ini sekaligus mencerminkan kecerdasan dan kepekaannya dalam menghadapi masalah.

Kedelapan, qaulan adzima. Perkataan yang dahsyat atau perkataan yang dapat mendatangkan perubahan. Pemimpin yang hebat adalah mereka yang dapat memotivasi bawahannya dengan perkataan yang dapat mengubah mereka menjadi lebih kreatif, aktif dan produktif. Hal ini juga berkaitan dengan kemampuan seorang pemimpin dalam memberikan motivasi kepada bawahannya.

Namun tidak hanya kata-kata, perbuatan yang bertolak belakang dengan ucapan seringkali menjadi faktor kegagalan dalam komunikasi. Oleh karena itu, seorang pemimpin dalam masyarakat Islam hendaknya memiliki konsistensi antara perkataan dengan perbuatannya sehingga tidak terjadi kesenjangan dalam komunikasi dan proses kepemimpinan secara keseluruhan.

  Disarikan dari http//www.alharamain.or.id

  KH.Mawardi Labay el-Sulthani, Lidah Tidak Bertulang, (Jakarta: Al-Mawardi Prima, 2002), hlm. 35

  Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi,  terj.  Bahrun Abu Bakar,  et. al.,  (Semarang: Toha Putra, 1993), Jilid 15, hlm. 51

  KH.Mawardi Labay, op.cit., hal. 42

  Wahbah al-Zuhaily, Tafsir  Munir, (Beirut: Dar al-Fikr), Jilid 3, hal. 260

  Jalaluddin Rakhmat, Islam Aktual, (Bandung: Mizan, 1991), hlm. 83

Page 20: Nabi Muhammad Saw

"Sesungguhnya terdapat dalam diri Rasul teladan yang baik bagi yang mengharapkan (ridha) Allah dan ganjaran di hari kemudian." (QS. Al-Ahzab : 21).

Keteladanan Rasulullah dalam memimpin tak diragukan lagi. Tindak-tanduk dan sepak terjang beliau dalam memimpin merupakan cermin pribadi mulia. Sebagai sosok pemimpin, beliau selalu mengedepankan nilai akhlak. Tataran ini kerap menjadi panutan generasi di masa dan sesudahnya.

Tataran akhlak yang ditampilkan Rasulullah bukan saja menjadi perisai kepribadian, melainkan juga mampu meluluhkan kekerasan hati siapa pun yang memusuhinya. Itulah sebabnya, Rasulullah dapat dikategorikan sebagai manusia istimewa. Keistimewaaan ini merupakan muara penyebarluasan rahmat bagi alam semesta.

Keistimewaan yang ada dalam diri Rasulullah dapat kita selusuri dari rangkaian ayat-ayat Al-Qur'an. Pada Al-Qur'an, kita temukan para nabi sebelum nabi Muhamad SAW selalu diseru oleh Allah SWT dengan nama-nama mereka, "Ya Adam..., Ya Musa..., Ya Isa..., dan sebagainya.

Tetapi terhadap nabi Muhamad SAW, Allah sering memanggilnya dengan panggilan kemuliaan, seperti "Ya ayyuhan Nabi..., Ya ayyuhar Rasul..., atau memanggilnya dengan panggilan-pangilan mesra, seperti "Ya ayyuhal muddatstsir, atau ya ayyuhal muzzammil (wahai orang yang berselimut)."

Kalau pun ada ayat yang menyebut namanya, nama tersebut dibarengi dengan gelar kehormatan. Perhatikan firman Allah dalam Al-Qur'an surat Ali Imran : 144, Al-Ahzab : 40, Al-Fath : 29, dan Al-Shaff : 6.

Dalam kaitan ini dapat dipahami mengapa Al-Qur'an berpesan kepada kita pada saat memanggil nama Rasul jangan seenaknya. "Janganlah kamu menjadikan panggilan kepada Rasul di antara kamu, seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian yang lain..." (QS. An-Nur : 63).

pola kepemimpinan Rasululluh.

Pertama, pemimpin yang zuhud. Gambaran ini dapat kita simak dari salah satu riwayat, Rasulullah bersabda, "Tuhanku telah menawarkan kepadaku dengan menukar bukit-bukit di Mekkah menjadi emas. Tetapi aku mengatakan kepadaNya : Ya Allah, aku lebih suka makan sehari dan lapar pada hari berikutnya, jika aku dalam keadaan lapar, maka aku akan mengingatMu. Dan jika aku dalam keadaan kenyang, maka aku pun dapat memujiMu serta bersyukur atas nikmat-nikmatMu."

Kedua, pemimpin yang amanah dan profesional. Rasulullah pernah bersabda bahwa pemimpin adalah pelayan umat. Sikap amanah dan profesional Rasulullah ini diikuti oleh khalifah Abu Bakar.

Ketiga, Nabi SAW pemimpin yang dicintai Allah. Ada perbedaan yang signifikan antara sikap Allah terhadap kepemimpinan Nabi SAW dengan kepemimpinan Nabi-nabi sebelumnya.

Page 21: Nabi Muhammad Saw

Sebelum menjadi khalifah, Abu Bakar RA adalah seorang pedagang kain, beliau selalu sibuk dengan dagangannya itu. Setelah beliau baru dilantik menjadi khalifah, pada esok harinya dengan membawa beberapa helai kain di tangannya, beliau berjalan menuju pasar untuk berjualan seperti biasa.

Ketika itu beliau berjumpa dengan sahabat Umar RA. Umar bertanya kepadanya, "Mau pergi ke mana engkau?" Abu Bakar RA menjawab, "Saya akan pergi ke pasar." Lalu Umar berkata lagi, "Jika kamu menyibukan diri dalam perdagangan di pasar, maka siapakah yang akan menjalankan tugas-tugas khalifah?"

Kemudian Abu Bakar menjawab, "Lalu bagaimana saya harus membiayai keluarga saya?" Umar berkata, "Marilah kita menjumpai Abu Ubaidah RA (Julukan Rasululllah sebagai penjaga amanah Baitul Mal) agar ia menentukan uang gajimu." Keduanya pun menjumpai Abu Ubaidah RA lalu ditetapkan tunjangan gaji bagi Abu Bakar sama dengan yang biasa diberikan kepada seorang Muhajirin, tidak kurang dan tidak lebih.

Pada suatu hari, istrinya berkata kepada Abu Bakar RA, "Saya ingin membeli sedikit manisan." Abu Bakar menjawab, "Saya tidak memiliki uang yang cukup untuk membelinya." Istrinya berkata, "Jika engkau ijinkan, saya akan mencoba untuk menghemat uang belanja kita sehari-hari, sehingga saya dapat membeli manisan itu." Akhirnya Abu Bakar pun menyetujuinya.

Maka mulai saat itu, istri Abu Bakar menabung sedikit demi sedikit uang belanja mereka setiap hari. Beberapa hari kemudian, uang itu pun terkumpul untuk membeli makanan yang diinginkan oleh istrinya. Setelah uang itu terkumpul, istrinya menyerahkan uang itu kepada suaminya untuk dibelikan bahan makanan tersebut.

Namun Abu Bakar berkata, "Nampaknya dari pengalaman ini, ternyata uang tunjangan yang kita peroleh dari Baitul Mal itu melebihi keperluan kita." Lalu Abu bakar RA mengembalikan lagi uang yang sudah dikumpulkan oleh istrinya itu ke Baitul Mal. Dan sejak hari itu, uang tunjangan beliau telah dikurangi sejumlah uang yang dapat dihemat oleh istrinya.

Ketiga, Nabi SAW pemimpin yang dicintai Allah. Ada perbedaan yang signifikan antara sikap Allah terhadap kepemimpinan Nabi SAW dengan kepemimpinan Nabi-nabi sebelumnya.

Perbedaan sikap itu dapat kita temukan dari beberapa ayat Al-Qur'an. Salah satu contoh. Nabi Musa AS Bermohon kepada Allah menganugerahkan kepadanya kelapangan dada, serta memohon agar Allah memudahkan segala persoalannya. "Wahai Tuhanku, lapangkanlah dadaku dan mudahkanlah untukku urusanku." (QS. Thaha : 25-26).

Sedangkan Nabi Muhamad SAW memperoleh anugerah kelapangan dada tanpa mengajukan permohonan. Perhatikan firman Allah dalam surat Alam Nasyrah, "Bukankah kami telah melapangkan dadamu?" (QS. Alam Nasyrah : 1).

Page 22: Nabi Muhammad Saw

Akhirnya, mencermati keistimewaan Rasulullah sebagai pemimpin, seharusnya kita dapat memetik hikmah dari beliau dan diterapkan dalam kehidupan keseharian.

Page 24: Nabi Muhammad Saw

Kronika

Galeria Mangozie Tulisan Mangozie

Kuliah

Dasar Manajemen Dakwah Manajemen Masjid Perk. Teknologi Komunikasi

Download

Antivirus Download Manager e-Book Freeware IslamSoft MP3 Gratis

Kepemimpinan dalam IslamKategori: Manajemen dan Leadership | 15-10-2008 | 11:34:13

Munculnya Seorang Pemimpin dalam Masyarakat Islam

Page 25: Nabi Muhammad Saw

Sedikit banyak, teori tentang kemunculan seorang pemimpin dalam masyarakat Islam tidak berbeda dengan teori umum yang berkembang sebagaimana telah dikemukakan pada bagian awal. Hal ini dapat dilihat dari beberapa pandangan utama dalam masyarakat Islam tentang siapa yang layak menyandang predikat sebagai seorang pemimpin.

Namun demikian, Islam adalah agama yang tidak bebas dari sistem nilai budaya tempat dimana Islam itu bermula. Banyak pakar yang beranggapan bahwa Arab dan Islam memiliki hubungan yang sangat erat, keduanya saling mempengaruhi sehingga sedikit banyak Islam dipengaruhi oleh Arab dan demikian juga sebaliknya, Arab banyak dipengaruhi Islam.

Dalam konteks ini, barulah kita dapat memahami mengapa tradisi Arab sebelum Islam yang berkaitan dengan kepemimpinan masih melekat kuat dalam masyarakat Arab. Masyarakat Arab Mekkah percaya bahwa pemimpin itu lahir dari suku yang paling utama, yakni suku Quraisy. Namun tidak hanya itu, mereka juga mengakui konsensus akan pengangkatan seorang pemimpin.

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa kemunculan seroang pemimpin dalam masyarakat Arab-Islam, bahkan hingga kini, terbagi kepada dua hal. Pertama, teori keturunan (berdasarkan klan, qabilah), dan kedua, teori sosial (social consensus).

Pada teori yang pertama, masyarakat Islam percaya bahwa bangsa Arab adalah seseorang yang memiliki bakat kepemimpinan yang kuat. Hal ini disebabkan kekuatannya dalam menghafal, kekuatan fisiknya dan keberaniannya. Tidak hanya itu, secara kultural, umat Islam mendasarkannya dengan beberapa pemimpin religius yang memainkan peran dalam panggung sejarah umat Islam adalah orang Arab.

Adapun keyakinan orang Arab Mekkah pada masa sebelum Islam yang memandang Quraisy sebagai suku yang paling mulia dan utama adalah disebabkan oleh sifat amanahnya yang menjaga dan melindungi Ka’bah selama bertahun-tahun. Ka’bah sendiri memang memiliki perngaruh tertentu bagi masyarakat Arab Mekkah pada masa itu.

Kedua, konsensus sosial. Kasus ini dapat dilihat dari penunjukan Muhammad sebagai orang yang dipercaya semua pemuka kabilah. Muhammad pada saat itu hanyalah seorang remaja dan belum memiliki pengaruh apapun, namun dengan berbagai pertimbangan, semua kabilah ini mempercayai Muhammad untuk mengambil keputusan manakala terjadi perselisihan diantara kabilah-kabilah untuk meletakkan kembali hajar aswad yang jatuh dari tempatnya. Peristiwa inilah yang kemudian menyebabkan Muhammad diberi gelar Al-Amin, artinya orang yang terpercaya.

Kedua fenomena ini dapat dijadikan acuan dasar untuk memahami teori kemunculan seorang pemimpin dalam masyarakat Islam. Dengan begitu, meskipun tidak berada dalam masyarakat Arab, umat Islam dapat menentukan seorang pemimpin berdasarkan konsensus sosial atau kesepakatan berdasarkan musyawarah dengan didasarkan pada beberapa kriteria tertentu.

Page 26: Nabi Muhammad Saw

Tipologi Ideal Kepemimpinan Islam

Sebagaimana telah dikemukakan pada bagian awal bahwa sesungguhnya tidak ada kepemimpinan ideal yang merujuk pada satu tipe saja, namun pemimpin ideal atau pemimpin efektif adalah pemimpin yang sanggup menyesuaikan diri dan organisasinya dengan lingkungan yang dihadapinya.

Namun demikian, konsep idealitas itu dapat dipahami dalam empat kata kunci, yakni keadilan (qisth, equalizing, leveling), amanah (accountability), dakwah (sociality), dan ummah (collectivity) yang akan melahirkan konsep “civil leadership” atau kepemimpinan yang terwujud dan diperkuat dengan konsep keumatan.

Oleh karena itu, untuk tetap melihat posisi manusia sebagai makhluk paling mulia yang dipilih Tuhan sebagai pengelola alam ini, maka paling tidak, kita dapat mengidentifikasi beberapa prinsip pokok dalam kepemimpinan Islam secara konseptual, dan hubungan hubungan antar individu atau antar kelompok dalam konteks praktis.

Prinsip Pertama: Saling menghormati dan memuliakan

Sebagaimana Allah telah memuliakan manusia, adalah suatu keharusan untuk setiap manusia untuk saling menghormati dan memuliakan, tanpa memandang jenis suku, warna kulit, bahasa dan keturunannya. Bahkan Islam mengajarkan untuk menghormati manusia walaupun telah meninggal dunia.

Pernah diriwayatkan dalam suatu hadits bahwa Nabi Muhammad SAW berdiri khusyu’ menghormati jenazah seorang Yahudi. Kemudian seseorang berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya dia jenazah Yahudi”. Nabi SAW bersabda: “Bukankah dia juga adalah seorang berjiwa ?”. (HR. Imam Muslim).

Apa yang dilakukan oleh Nabi adalah sebuah tindakan mulia dengan memberikan penghormatan kepada orang lain meskipun memiliki keyakinan yang berbeda. Dalam konteks organisasi dan kepemimpinan, perbedaan merupakan sesuatu yang lumrah terjadi dan semua itu hendaknya disikapi secara bijaksana dengan tetap memegang prinsip menghormati dan memuliakan sehingga tidak ada satu pihak pun yang merasa dirugikan.

Prinsip Kedua: Menyebarkan kasih sayang

Hal ini merupakan eksplorasi dari risalah Islam sebagai ajaran yang utuh, karena dia datang sebagai rahmat untuk seluruh alam (rahmatan lil ‘alamin). Maka Nabi SAW bersabda: “Tidak akan terlepas kasih sayang kecuali dari orang-orang yang hina”.

Kasih sayang menjadi kunci dalam pergaulan kehidupan manusia dalam konteks apapun, tidak terkecuali dalam konteks organisasi. Seorang pemimpin yang memiliki sifat berkasih-sayang akan dipandang sebagai panutan yang selalu memberikan perlindungan kepada pengikutnya. Pemimpin yang berkasih-sayang juga memberikan rasa aman kepada para pengikutnya. Semua

Page 27: Nabi Muhammad Saw

tindakannya dilakukan atas dasar kasih-sayang terhadap seluruh pengikutnya dan perkembanagan organisasi yang dipimpinnya.

Prinsip Ketiga: Keadilan

Secara teologis, salah satu golongan yang dijanjikan memperoleh ganjaran sorga adalah pemimpin yang adil. Hal ini menggambarkan bahwa pemimpin yang adil tidak hanya menjadi panutan pengikutnya, tetapi juga dihargai oleh Tuhan. Islam mengajarkan kita untuk menegakkan keadilan bahkan dalam keadaan perang sekalipun. Dan Islam menjadikan berlaku adil kepada musuh sebagai hal yang mendekatkan kepada ketaqwaan (QS. Al-Maidah: 8). Untuk merealisasikan hal ini, Islam tidak hanya menyuruh berbuat adil, tapi juga mengharamkan kezaliman dan melarangnya sangat keras.

Dalam konteks organisasi, keadilan seorang pemimpin sering menjadi faktor yang menentukan kinerja dan motivasi seorang bawahan. Perlakuan yang dianggap tidak adil akan mendatangkan masalah yang lebih besar yang tidak hanya akan merugikan pemimpin secara individu—dalam bentuk kehilangan sumber daya manusia, tetapi juga pengurangan kualitas organisasi secara keseluruhan. Oleh karena itu, prinsip keadilan hendaknya dipandang sebagai titik pijakan yang paling penting dalam memimpin dan mengelola organisasi.

Prinsip Keempat: Persamaan

Prinsip ini adalah cabang dari prinsip sebelumnya yaitu keadilan. Persamaan sangat ditekankan khususnya di hadapan hukum. Ia seringkali dipandang sebagai faktor yang membedakan antara satu orang dengan yang lain adalah taqwa dan amal shaleh, (iman dan ilmu). (QS. Al-Hujurat:13).

Dalam konteks organisasi, persamaan berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban yang dimiliki seseorang dalam lingkungan organisasi yang dimaksud. Masing-masing tidak hanya memiliki wewenang dan tanggung jawab, tetapi juga hak-hak tertentu. Jika hak dan kewajiban ini tidak berjalan secara wajar akan melahirkan konflik internal yang dalam jangka panjang akan merugikan organisasi secara keseluruhan.

Prinsip Kelima: Perlakuan yang sama

Organisasi dihuni oleh orang-orang yang berbeda. Tidak hanya memiliki perbedaan sifat dan karakter, tetapi juga perbedaan latar belakang, tidak jarang perbedaan keyakinan dan pemahaman atas sesuatu. Untuk menjaga stabilitas organisasi, hendaknya seorang pemimpin memperhatikan prinsip ini, memperlakukan mereka secara sama—berdasarkan ukuran-ukuran tertentu.

Secara praktis, seorang pemimpin dapat membalas suatu kebaikan,  misalnya dengan memberikan penghargaan (reward) kepada mereka yang memiliki prestasi dengan tidak melihat perbedaan yang ada diantara mereka. Demikian juga ketika menerapkan hukuman atau sanksi. Hal ini akan berhubungan dengan etos kerja seluruh pengikut dalam organisasi.

Prinsip Keenam: Berpegang pada akhlak yang utama

Page 28: Nabi Muhammad Saw

Yang dimaksud dengan akhlak utama adalah beberapa perilaku yang mencerminkan keutamaan, khususnya yang berkaitan dengan pergaulan hidup diantara sesama manusia. Diantara beberapa akhlak utama itu adalah; lemah-lembut, mudah memaafkan, berlapang dada, bersabar, gemar menolong dan lain-lain.

Islam mengajarkan agar kita memiliki akhlak mulia sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Jika semua umat muslim tidak mampu memenuhi persyaratan ini, hendaknya seorang pemimpin memenuhi berbagai kriteria ini, sebab bagaimana pun seorang pemimpin adalah sosok yang diteladani dan diikuti, tidak hanya apa yang diucapkannya tetapi juga apa yang dilakukannya.

Pemimpin yang lemah-lembut akan dipandang sebagai orang yang santun dan tidak pernah meremehkan orang lain. Ketika menemukan kesalahan dari pengikutnya, ia akan menegur dengan hati-hati dan tetap menghargai kehormatannya. Pemimpin yang mudah memaafkan bukanlah pemimpin yang lemah, justru sifat ini merupakan gambaran dari kekuatan untuk memahami kesalahan yang dilakukan dalam batasan-batasan tertentu. Ia juga menggambarkan cara berpikir yang positif.

Pemimpin yang selalu berlapang dada akan menerima semua kritikan dari bawahan sehingga lebih mudah memperbaiki kualitas kepemimpinannya di masa yang akan datang. Kesabaran adalah salah satu sifat yang wajib dimiliki seorang pemimpin. Tidak semua pengikut yang bergabung dalam organisasi memiliki kecerdasan dan keterampilan yang sama. Boleh jadi seorang pemimpin membutuhkan waktu lebih banyak dalam mengarahkan atau memberikan suatu pentintah kepada bawahan, atau dalam situasi persaingan organisasi, seorang pemimpin yang sabar tidak akan cepat terpengaruh dan tergesa-gesa dalam mengambil keputusan.

Oleh karena itu, moralitas atau akhlak menjadi kunci dalam menjalankan kepemimpinan—terlebih dalam kehidupan organisasi baik formal maupun informal.

Prinsip Ketujuh: Kebebasan

Islam adalah agama yang menghargai kebebasa. Bahkan Islam tidak menyukai pemaksaan, temasuk dalam agama. Hal ini disebabkan oleh pandangan Islam sendiri dalam memahami manusia yang telah dibekali akal dan pikiran sehingga dapat menentukan pilihan atas dasar pertimbangannya tanpa dipengaruhi pihak mana pun. Kebebasan adalah bentuk penghargaan atas status manusia sebagai makhluk yang paling mulia.

Namun demikian, kebebasan yang dimaksud bukanlah melepaskan diri dari segala ketentuan dan ikatan untuk menuruti hawa nafsu sehingga seseorang dapat melanggar hak-hak orang lain yang justru menjadi pangkal dari kekacauan dan kerusakan. Syaikh Muhammad Abu Zahrah mengatakan bahwa kebebasan yang hakiki dimulai dengan membebaskan jiwa dan nafsu mengikuti syahwat dan menjadikannya tunduk kepada akal dan hati.

Dalam konteks organisasi, setiap orang memiliki kebebasan dalam batasan-batasan tertentu yang disepakati sebagai nilai-nilai atau norma-norma organisasi. Masing-masing bebas mengutarakan

Page 29: Nabi Muhammad Saw

pikirannya selama tidak menyinggung dan mengganggu hak orang lain. Pemimpin yang memegang prinsip ini tidak akan bersikap sewenang-wenang terhadap bawahannya.

Prinsip Kedelapan: Menepati janji

“Kami tidak butuh janji, tetapi bukti!” Ungkapan inilah yang sering muncul dalam tuntutan banyak orang ketika mulai kehilangan kepercayaan terhadap pemimpin mereka. Fenomena ini membuktikan bahwa sesungguhnya orang-orang yang kita pimpin selalu mengevaluasi kinerja kita selaku pemimpin. Kesadaran semacam inilah yang seringkali tidak dimiliki oleh para pemimpin sehingga mereka mengumbar janji tanpa menepatinya.

Dalam ajaran Islam, menepati janji merupakan jaminan untuk mempertahankan kepercayaan dalam kehidupan antar-manusia. Bahkan, melanggar janji merupakan satu tanda dari kemunafikan. Nabi SAW bersabda: “Tanda orang munafik itu ada tiga; bila berbicara dia berbohong, bila berjanji dia melanggarnya dan bila diberi amanat dia mengkhianatinya”.

Seorang pemimpin sebaiknya tidak banyak menjanjikan sesuatu kepada bawahannya, tetapi jika harus berjanji maka harus ditepati. Dalam konteks organisasi profesional, menepati janji dapat menjadi salah satu kunci keberhasilan seseorang dalam memimpin. Reputasi seorang pemimpin salah satunya ditentukan dengan sikap disiplinnya terhadap janji. Hilangnya kepercayaan bawahan, atau bahkan kolega organisasi seringkali disebabkan oleh perilaku pemimpin yang mudah melanggar janji.

Demikianlah beberapa prinsip kepemimpinan ideal yang dikehendaki dalam kepemimpinan Islam yang secara keseluruhan menggambarkan keempat kata kunci di atas tadi. Tidak hanya sesuai dengan ajaran Islam secara teologis, tetapi juga sejalan dengan aturan-aturan kemanusiaan atau kehidupan sosial.

Kepemimpinan Islam harus dipahami sebagai suatu aktivitas yang bertitik-tolak, berawal dan berujung pada kepentingan umat. Apa yang dilakukan oleh seorang pemimpin bukanlah keinginan-keinginan sekelompok atau sebagian-sebagian saja melainkan untuk kepentingan seluruh umat.

Dalam konteks organisasi, mungkin pengertian ini akan sedikit berbeda mengingat lingkupnya yang lebih kecil. Namun semua prinsip ini tetap dapat dijadikan sebagai pedoman dasar dalam menjalankan amanah kepemimpinan untuk tetap menghidupkan organisasi dalam kondisi apapun.

Komunikasi dan Motivasi dalam Kepemimpinan Islam

Sejalan dengan teori yang umum berkembang, komunikasi dan motivasi adalah kunci keberhasilan sebuah proses kepemimpinan dalam Islam. Komunikasi merupakan jembatan yang menghubungkan antara aspirasi bawahan dengan kebijakan seorang pemimpin. Tidak hanya itu, komunikasi juga merupakan sarana untuk mempertahankan kinerja seluruh komponen dari proses kepemimpinan tersebut.

Page 30: Nabi Muhammad Saw

Berbeda dengan konsep kepemimpinan komunitas perusahaan, kepemimpinan Islam adalah konsep yang universal. Ia terikat serangkaian etika dan moral tertentu yang secara keseluruhan merupakan bagian yang melekat dengan diri pemimpin yang bersangkutan. Meskipun tidak ada manusia yang sempurna, kepemimpinan Islam menuntut seorang pemimpin yang mendekati sempurna dalam ukuran rata-rata kebanyakan manusia yang dipimpinnya.

Salah satu faktor yang paling menentukan kepemimpinan Islam adalah keterampilan berkomunikasi dan memberikan motivasi kepada orang-orang yang bekerja dan berjuang dengannya. Hal ini juga mengandung pengertian bahwa pemimpin harus menjadi seseorang yang pantas untuk diteladani. Bukankah akan terdengar ironis jika seorang pemimpin meminta bawahannya untuk bekerja keras sementara ia berleha-leha? Motivasi macam apa yang diharapkan dalam kondisi ini?

Seorang pemimpin dituntut untuk mampu berkomunikasi secara efektif. Dalam konteks kepemimpinan Islam, yang dimaksudkan dengan komunikasi efektif itu paling tidak memiliki 8 indikator penting.

Pertama, qaulan karima atau komunikasi dengan bahasa atau kata-kata yang mulia. Yang dimaksudkan dengan perkataan yang mulia adalah komunikasi yang beretika. Menurut Al-Mawardi, perkataan yang mulai adalah ucapan-ucapan baik yang mencerminkan kemuliaan. Al-Maraghi, mengartikan dengan perkataan yang mulia.

Sedangkan Hamka dalam Tafsir Al-Azhar mengartikannya dengan perkataan yang pantas, kata-kata yang mulia, kata-kata yang keluar dari mulut yang beradab bersopan santun. Kata-kata yang mulia lebih lanjut menurut Hamka adalah kata-kata yang membesarkan hati dan memberikan motivasi, yang menimbulkan kegembiraan kembali pada cahaya mata yang mulai kuyu karena tekanan umur, diiringi dengan kasih mesra, yang datang dari lubuk hati yang tulus dan ikhlas.

Kedua, qaulan maysura. Yang dimaksud qaulan maysura ucapan yang mudah dipahami, lunak dan lemah lembut yang seperti ucapan yang diucapkan oleh orang kaya yang dermawan kepada mereka yang tidak mampu untuk menolong orang yang papa, maka perkataan yang mulia ini dapat menjadi obat penawar kegundahan.

Seorang pemimpin yang baik adalah mereka yang dapat memberikan rasa aman dan menjamin rasa keadilan. Melalui kata-katanya yang menenangkan dan menyejukkan, seorang pemimpin dapat mengurangi beban dan masalah yang dihadapi masyarakat.

Pemimpin juga hendaknya tidak menggunakan kata-kata yang secara umum membuat masyarakat menjadi bingung dengan apa yan dikatakannya karena sebaiknya pemimpin menggunakan bahasa yang mudah dipahami semua orang.

Ketiga, qaulan layyina. Yang dimaksud dengan qaulan layyina adalah kata-kata yang lemah-lembut dan santun. Kegagalan komunikasi seorang pemimpin dengan siapapun biasanya sangat ditentukan oleh

Page 31: Nabi Muhammad Saw

sikap yang tidak santun ketika berkomunikasi. Islam mengajarkan agar sesuatu itu disampaikan secara santun sehingga dapat diterima dengan baik oleh siapapun.

Keempat, qaulan ma’rufa. Secara bahasa berarti perkataan yang ma’ruf. Dengan demikian, ia mengandung pengertian perkataan yang menggambarkan kearifan. Perkataan yang arif akan menggambarkan kebijaksanaan. Dan perkataan yang sopan menggambarkan sikap terpelajar dan kedewasaan.

Komunikasi menggambarkan sejauhmana kedalaman pengetahuan dan wawasan seorang pemimpin. Jika seorang pemimpin tidak memiliki pengetahuan yang luas, maka ia tidak akan dapat bersikap arif, demikian juga dalam hal menyampaikan gagasannya kepada orang lain.

Kelima, qaulan sadida. Wahbah al-Zuhaily mengartikan qaulan sadîda sebagai ucapan yang tepat dan bertanggung jawab, yakni ucapan yang tidak bertentangan dengan ajaran agama. Hal ini berkenaan dengan konsistensi seorang pemimpin dengan nilai-nilai yang dianutnya. Seorang pemimpin yang baik adalah yang dapat dengan teguh mempertahankan prinsip yang dipegangnya. Karena pada hakikatnya kepemimpinan merupakan amanah dari Allah, maka ia akan menjalankan amanah itu sesuai dengan ajaran Allah.

Keenam, qaulan baligha. Jalaludin Rakhmat mendefinisikan istilah ini menjadi dua pengertian: Pertama, qawlan baligha terjadi bila komunikator menyesuaikan pembicaraanya dengan sifat-sifat khalayak yang dihadapinya. Kedua, qawlan baligha terjadi bila komunikator mampu menyentuh komunikannya pada hati dan otaknya sekaligus.

Dengan demikian yang dimaksud dengan qawlan baligha adalah perkataan yang disesuaikan dengan bahasa komunikannya. Hal ini senada dengan keberadaan seorang rasul yang diutus sesuai dengan bahasa kaumnya (Q.S.[14]: 4)

Oleh karena itu, seorang pemimpin yang baik adalah orang yang paling mengerti masyarakat yang dipimpinnya. Masalah apa yang mereka hadapi, apa yang mereka butuhkan, bagaimana manyampaikan gagasan yang dapat mereka pahami dengan bahasa dan kapasitas kemampuan intelektual mereka dan sebagainya. Dengan demikian, kecerdasan intelektual seseorang belumlah cukup untuk menjadi seorang pemimpin yang baik hingga ia benar-benar memahami siapa yang dihadapinya.

Ketujuh, qaulan tsaqila. Perkataan yang berbobot, yang tidak sia-sia dan tidak bertentangan dengan wahyu atau al-Qur’an. Dengan demikian, perkataan yang harus disampaikan oleh seorang pemimpin adalah perkataan yang berbobot seperti al-Qur’an.

Perkataan yang berbobot juga mengandung pengertian perkataan yang sulit dibantah kebenarannya. Seorang pemimpin yang baik akan memiliki kharismatika tertentu jika perkataannya selalu berbobot. Hal ini sekaligus mencerminkan kecerdasan dan kepekaannya dalam menghadapi masalah.

Page 32: Nabi Muhammad Saw

Kedelapan, qaulan adzima. Perkataan yang dahsyat atau perkataan yang dapat mendatangkan perubahan. Pemimpin yang hebat adalah mereka yang dapat memotivasi bawahannya dengan perkataan yang dapat mengubah mereka menjadi lebih kreatif, aktif dan produktif. Hal ini juga berkaitan dengan kemampuan seorang pemimpin dalam memberikan motivasi kepada bawahannya.

Namun tidak hanya kata-kata, perbuatan yang bertolak belakang dengan ucapan seringkali menjadi faktor kegagalan dalam komunikasi. Oleh karena itu, seorang pemimpin dalam masyarakat Islam hendaknya memiliki konsistensi antara perkataan dengan perbuatannya sehingga tidak terjadi kesenjangan dalam komunikasi dan proses kepemimpinan secara keseluruhan.[]

  Disarikan dari http//www.alharamain.or.id

  KH.Mawardi Labay el-Sulthani, Lidah Tidak Bertulang, (Jakarta: Al-Mawardi Prima, 2002), hlm. 35

  Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi,  terj.  Bahrun Abu Bakar,  et. al.,  (Semarang: Toha Putra, 1993), Jilid 15, hlm. 51

  KH.Mawardi Labay, op.cit., hal. 42

  Wahbah al-Zuhaily, Tafsir  Munir, (Beirut: Dar al-Fikr), Jilid 3, hal. 260

  Jalaluddin Rakhmat, Islam Aktual, (Bandung: Mizan, 1991), hlm. 83

2 Komentar untuk tulisan Kepemimpinan dalam Islam

1. Komentar dari:adoel - 29-11-2008 pukul 10.30

bisa nggak di tampilin tafsir munir wahbah zuhaily

2. Komentar dari:virtuoz - 16-12-2008 pukul 13.34

ke depan mudah-mudahan isinya tambah banyak deh. termasuk beberapa karya pemikir Islam, khususnya yang berkenaan dengan manajemen dan kepemimpinan. wish me luck! thx

Tuliskan Komentar.

Nama (harus diisi)

Page 33: Nabi Muhammad Saw

Email (disembunyikan) (harus diisi)

Website

Type the two words:Type what you hear:Incorrect. Try again.

Jejak-jejak

Coretan

Agama dan Filsafat

Bersihkan 173

02p1GsGN6o609

manual_challenge

Kirimkan Komentar

Submit Comment

Cari

Page 34: Nabi Muhammad Saw

Cultural Studies Ensiklopedia Dakwah Hot Coffee for Soul Islam dan Dakwah Kolom Komunikasi dan Media Litera Manajemen Dakwah Manajemen dan Leadership Parenting Socialita Youngsters

Portofolio

Book Cover Bulletin Bandung Agamis Bulletin KPI Bulletin PPM-UIN Bandung Jurnal Prophetica Wallpaper

Linkso Amazon.com o Badreligion.com o Chit-chat o Dailymotion.com o Daluang.com o DeviantArt.com o Download.com o Galuh-Purba.com o Hosting Murah o Indofiles.net o Kopinet.info o Manajemendakwah.com o Reference.com o Upload, Share, Download

mangozie.com©2009. All Rights Reserved. mangozie.com Themes designed by mangozie