Upload
vutram
View
229
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
NASKAH AKADEMIK
RAPERDA KAB. TUBAN TAHUN 2018
Tentang
PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH
KABUPATEN TUBAN
KEPADA PIHAK KETIGA
BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT DAERAH
PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN
2018
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diundangkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah yang sekarang menjadi Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang, BUMD masih
menjadi perhatian, sebagai salah satu badan usaha yang diadakan
sebagai penunjang pembangunan perekonomian di daerah, terutama
di era otonomi daerah. Meskipun tidak dapat dipungkiri masih
terdapat aturan hukum yang masih tumpang tindih pengaturannya1.
Pembangunan perekonomian di daerah merupakan
pencerminan kehendak untuk terus-menerus meningkatkan
kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat di daerah secara adil dan
merata, serta mengembangkan kehidupan masyarakat dan
penyelenggaraan perekonomian di daerah khususnya Kabupaten
Tuban yang maju dan demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-
1 Hari Surbakti, 2016, Penerapan Prinsip Good Corporate Governance Dalam Pengelolaan Badan Usaha
Milik Daerah (BUMD) Kota Bandung Dihubungkan Dengan Undang-Undang Pemerintahan Daerah. Diakses tgl 25
April 2018.
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 3
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya
disebut UUD NRI Tahun 1945).
Keberadaan Undang-Undang dalam tata hukum nasional
sebagai suatu norma yang menjabarkan Pancasila dan UUD NRI
Tahun 1945, sebagai suatu nilai filosofis di dalam undang-undang
adalah sebagai sebuah kemutlakan. Sebagai landasan filosofis adalah
pandangan hidup bangsa Indonesia dalam berbangsa dan bernegara,
yaitu Pancasila. Penjabaran nilai-nilai Pancasila dalam hukum
mencerminkan suatu keadilan, ketertiban, dan kesejahteraan yang
diinginkan oleh masyarakat Indonesia. Rumusan Pancasila terdapat di
dalam pembukaan (preambule) UUD NRI Tahun 1945, yang terdiri dari
empat alinea. Alinea ke-empat muat rumusan tujuan negara dan
dasar negara. Dasar negara adalah Pancasila sedangkan ke-empat
pokok pikiran di dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 pada
dasarnya mewujudkan cita hukum (rechtsidee) yang menguasai
hukum dasar negara baik tertulis maupun tidak tertulis.
Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional
diperlukan berbagai sarana penunjang, antara lain berupa tatanan
hukum yang mendorong, menggerakkan, dan mengendalikan berbagai
kegiatan pembangunan di bidang ekonomi. Dalam UUD NRI Tahun
1945 Bab XIV tentang Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan
Sosial, Pasal 33 ayat (1) dirumuskan bahwa “Perekonomian disusun
sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan”; ayat (2)
“Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 4
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara”. Ayat (3)
“Bumi,air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai
oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat”; ayat (4) “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan
atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efIsiensi
berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian,
serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi
nasional”; dan ayat (5) “ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan
pasal ini diatur dalam undang-undang”.
Dengan memperhatikan hal dalam pengaturan diatas maka
dunia usaha dalam hal tersebut merupakan kegiatan perekonomian
yang amat penting pada kehidupan suatu negara. Pengaruh
keberadaannya sangat luas dan hampir mempengaruhi seluruh
kehidupan masyarakat dan negara. Hal ini dapat terlihat dari
pungutan pajak yang terbesar dari negara adalah berasal dari
kegiatan dunia usaha. Kegiatan dunia usaha menjadi tumpuan bagi
masyarakat, khususnya para pengusaha dan pekerja untuk
mendapatkan rezeki, berupa keuntungan atau upah dari nilai tambah
yang dihasilkan perusahaan. Dunia usaha juga membawa negara dan
masyarakat kepada peningkatan pengetahuan dan teknologi yang
mengacu negara kearah modernisasi dan pembangunan2.
2 BPHN, Laporan Akhir Tim Analisis dan Evaluasi Hukum tentang Bentuk-Bentuk Badan Usaha Di Luar PT
dan Koperasi, Tahun 2003
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 5
Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional
diperlukan kerjasama masyarakat dan pemerintah. Masyarakat
sebagai pelaku utama pembangunan ekonomi dan pemerintah selaku
regulator berkewajiban mengarahkan, membimbing, melindungi agar
langkah kegiatan dapat serasi dalam satu kesatuan langkah menuju
tercapainya pembangunan nasional3. Pemerintah selaku regulator
telah melaksanakan pembangunan di segala bidang dengan titik berat
pada bidang ekonomi yang didukung dengan tatanan hukum untuk
wadah usaha yang memadai agar dapat mendorong, mengerakan dan
mengendalikan berbagai kegiatan ekonomi. Sebagai salah satu
tatanan hukum untuk wadah usaha berbentuk badan hukum yang
telah berhasil diusahakan adalah peraturan tentang Perseroan
Terbatas4 yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2003 tentang Badan Usaha Milik Negara untuk badan usaha yang
dimiliki oleh Negara.
Namun demikian untuk menampung badan usaha milik daerah
(selanjutnya disebut BUMD) sebagai bagian integral dari dunia usaha
di daerah yang memiliki kedudukan, potensi dan peran yang sangat
penting dan sekaligus untuk mewujudkan tujuan pembangunan perlu
diatur pula tatanan hukum yang lebih jelas untuk wadah BUMD.
3 NA RUU tentang Usaha Perseorangan dan Badan Usaha Bukan Badan Hukum, Disampaikan pada acara
Sosialisasi RUU Usaha Perseorangan dan Badan Usaha Bukan Badan Hukum 4 Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas ini yang sebelumnya diatur dalam UU No. 1 Tahun 1995
sebagai pengganti Pasal 36 sampai dengan Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan peraturan yang diatur dalam Ordonansi Maskapai Andil Indonesia
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 6
Dengan otonomi Daerah di Kabupaten Tuban dalam upaya
peningkatan ekonominya melalui peningkatan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) dapat membentuk BUMD sendiri, baik untuk tujuan
Public Service, Profit Oriented atau kombinasi keduanya. Dalam
bahasa Inggris bentuk usaha atau bentuk hukum perusahaan disebut
company atau corporation. Bentuk hukum badan usaha masing-
masing memiliki karakteristik tersendiri. Inilah yang menjadi penting
diperhatikan oleh daerah dalam pemilihan bentuk hukum badan
usahanya sesuai tujuan pembentukannya. Daerah dalam membentuk
BUMD didasarkan pada potensi, karakteristik dan kebutuhan daerah
tersebut. Pemerintah Daerah dapat membentuk BUMD5.
Implementasi otonomi daerah telah membawa iklim baru pada
semua Kabupaten dan Kota di Indonesia. Daerah diberi lebih banyak
tanggung jawab untuk mengelola semua sumber daya lokal yang ada
di daerahnya masing-masing. Dalam melakukan penyertaan modal
pada Pihak Ketiga, Pemerintah Kabupaten Tuban tentunya harus
mengikuti syarat-syarat umum penyertaan modal, yang diatur dalam
Peraturan Perundang--undangan dimana penyertaan modal adalah
penanaman dana daerah pada perusahaan di daerah yang bergerak
di bidang-bidang tertentu.
5 Dhimas Tetuko Kusumo,dkk, Kajian Yuridis Bentuk Hukum Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Di Bidang
Perbankan Pasca Berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah,, Privat Law Vol. IV No 1 Januari-Juni 2016, hal 21. Dijelaskan juga bahwa Pembaharuan definisi BUMD yang secara eksplisit ditegaskan dalam Pasal 1 angka 40 Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang berbunyi “Badan Usaha Milik Daerah yang selanjutnya disingkat BUMD adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Daerah”. Sebelumnya definisi tersebut tidak ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah tidak ditemukan.
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 7
Pada dasarnya semua bidang usaha untuk melakukan
penanaman modal daerah, dalam upaya daerah untuk meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) terbuka bagi seluruh bidang ekonomi
dan tidak hanya perbankan6. Namun, hal ini harus tetap
memperhatikan manfaat penyertaan modal ini bagi masyarakat
daerah Kabupaten Tuban. Hasil dari penanaman modal ini tentunya
juga harus sesuai dengan banyaknya modal yang ditanam dan dapat
dirasakan oleh masyarakat Kabupaten Tuban sebagai hasil dari
penanam modal. Hal ini sesuai dengan pasal 41 ayat (1) Undang-
Undang No. 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara yang
menyebutkan Pemerintah dapat melakukan investasi jangka panjang
untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat
lainnya.
Pihak Ketiga dapat berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas
(PT) yang dapat dikategorikan sebagai perseroan terbatas bersifat
tertutup. Perseroan tertutup, pada dasarnya berbeda dangan
perusahaan perorangan. Bahkan mirip dengan perusahaan perseroan
yang dikenal dalam kehidupan masyarakat dengan bentuk
Perusahaan Dagang (PD). Coraknya sebagian tetap tertutup, dan
sebagian lagi terbuka dengan acuan sebagai berikut:
a. Seluruh saham atau modal perseroan, dibagi menjadi dua
kelompok.
6 Mudrajad Kuncoro, Otonomi dan Pembangunan Daerah, (Jakarta: Erlangga,
2004) hal. 82.
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 8
b. Satu kelompok saham tertentu, hanya boleh dimiliki orang atau
kelompok tertentu saja. Modal demikian, misalnya
dikelompokkan atau digolongkan kepada saham istimewa dan
hanya dimiliki oleh orang tertentu dan kelompok tertentu dan
terbatas.
Kelompok modal yang lain boleh dimiliki secara terbuka oleh
siapapun, di sebut Perseroan Terbatas (PT) terbuka. Namun bukan
berarti PT tersebut memperdagangkan sahamnya di bursa.
Berdasarkan penjelasan yang ringkas di atas maka dapat
disimpulkan. Pihak Ketiga berbentuk PT adalah termasuk perseroan
terbatas yang bersifat sebagian tertutup. Saham pada Pihak Ketiga
dapat dimiliki oleh banyak pihak dalam hal ini dimiliki oleh
Pemerintah Daerah Kabupaten Tuban, namun tidak dapat dimiliki
oleh masyarakat secara umum.
Pemerintah Kabupaten Tuban membutuhkan pengaturan
dengan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Tuban sebagai dasar
penyertaan modal pada pihak ketiga. Undang-Undang No. 1 Tahun
2004 Tentang Perbendaharaan Negara mewajibkan setiap pemerintah
daerah untuk menyimpan anggarannya pada Bank Pembangunan
Daerah (BPD) pada masing-masing daerahnya. Pihak Ketiga sebagai
bank daerah juga berkewajiban untuk menyalurkan dana yang
dikumpulkan pemerintah daerah sebagai tambahan modal bank
daerah, kepada masyarakat Kabupaten Tuban sebagai bantuan kredit
pada masyarakat (bisa perorangan dan/atau Badan Hukum).
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 9
Modal yang disertakan pada Pihak Ketiga merupakan kekayaan
daerah yang dipisahkan. Kekayaan daerah yang dipisahkan adalah
kekayaan daerah yang dipisahkan dalam bentuk Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD) yang secara fisik merupakan bentuk saham yang
dipegang daerah, yang pengelolaannya dipegang oleh Badan Usaha
Milik Daerah. Seperti halnya modal Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
Penanaman modal yang dilakukan Pemerintah Kabupaten
Tuban tentunya juga harus memiliki peranan yang sangat penting
bagi masyarakat Kabupaten Tuban sendiri. Tentu, dalam hal ini
pemerintah diharuskan untuk melihat terlabih dahulu melihat
keuntungan-keuntungan yang akan di dapat oleh daerah. Setelah
tersebut barulah pemerintah Kabupaten Tuban bisa untuk berupaya
memenuhi syarat-syarat penanaman modal daerah pada perusahaan-
perusahaan daerah.
Jenis penyertaan modal yang dilakukan pemerintah Kabupaten
Tuban pada Pihak Ketiga merupakan jenis penanaman modal atau
investasi secara langsung. Investasi surat berharga, adalah wadah
dan pola pengelolaan dana bagi sekumpulan investor dalam
instrument-instrumen investasi yang tersedia di pasar dengan cara
membeli unit penyertaan reksadana. Menurut pasal 1, ayat (27)
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
Reksadana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun
dana dari masyarakat Pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 10
dalam portofolio Efek oleh Manajer Investasi. Investasi yang dilakukan
oleh pemerintah dapat dilakukan dalam 2 (dua) bentuk/jenis, yaitu :
Investasi langsung, adalah menempatkan uang secara langsung
pada perusahaan, proyek, atau bisnis dengan harapan bisa
memperoleh hasil yang diinginkan. Polanya bisa bermacam-macam,
perusahaan yang menjalankan bisnis berbentuk perseroan terbatas
atau CV, dana yang dihasilkan dapat ditukarkan pada perusahaan
tersebut. Dengan kata lain dana menjadi equity pada perusahaan.
Dana yang sudah dalam bentuk equity biasanya akan dipakai sebagai
modal tambahan. Hasil yang diperoleh berupa deviden akan dibagikan
setiap akhir tahun. Model ini tidak berbeda dangan membeli saham di
pasar modal. Hanya saja, saham di pasar modal dengan mudah bisa
diperjualbelikan dan harganya bisa naik turun. Sementara, jika
menempatkan dana sebagai saham di perusahaan yang belum go
public, harganya lebis bersifat statis.
Pemerintah Kabupaten Tuban dalam hal ini melakukan setoran
kepada Pihak Ketiga dalam rangka untuk meningkatkan Pendapatan
Asli Daerah (PAD) Kabupaten Tuban yang masih terbilang kecil dari
pada daerah Kabupaten/Kota lain dalam Provinsi Jawa Timur.
Kabupaten Tuban melakukan suatu usaha dangan melakukan
investasi atau penanaman modal langsung.
Untuk menjaga persaingan yang sehat pemerintah daerah tidak
cukup hanya menata aturan tetapi harus memberikan gairah berupa
kebijakan yang kondusif dan adil kepada pelaku usaha khususnya
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 11
BUMD. Hal ini akan membawa dampak secara kelembagaan terhadap
badan usaha. Tidak semua kegiatan usaha telah difomilkan menjadi
undang-undang, masih beberapa kegiatan usaha yang belum
terjamah oleh peraturan yang lebih tinggi. Penataan ini terus menerus
diadakan pengkajian yang dilakukan oleh instansi teknik. Perubahan
usaha yang berada disektor perdagangan tidak lepas dari turun
naiknya pengaruh keadaan perekonomian internasional maupun
nasional.
Untuk itu, perlu kiranya segara dibentuk perangkat hukum
(peraturan) untuk melakukan penyertaan modal kepada BUMD yang
telah terbentuk di Kabupaten Tuban. Keperluan akan perangkat
peraturan bagi penyertaan modal terhadap pihak ketiga di Kabupaten
Tuban ini, lebih dikarenakan berkembangnya sector perekonomian di
Kabupaten Tuban. Tentu saja pembentukan peraturan daerah
mengenai penyertaan modal daerah kepada pihak ketiga di Kabupaten
Tuban ini perlu didahului dengan penelitian pendahuluan yang
memadai. Mengenai hal-hal apa yang akan dan harus diatur, apa
yang menjadi landasan filosofis, yuridis dan sosiologisnya serta
bagaimana asas-asasnya, sehingga dapat dipertanggungjawabkan
secara akademis. Atas dasar hal itu maka Kabupaten Tuban merasa
perlu untuk membuat Naskah Akademik (NA) bagi pembentukan
peraturan daerah penyertaan modal daerah kepada pihak ketiga, agar
terwujud peraturan perundang-undangan yang baik dan
implementatif.
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 12
B. Identifikasi Masalah
Pembuatan Naskah Akademik ini menggunakan batasan –
batasan pemikiran pada 3 permasalahan inti yaitu :
1. mengapa perlu dibuat rancangan peraturan daerah Kabupaten
Tuban tentang Penyertaan Modal Daerah Kepada Pihak Ketiga ?
2. apa pertimbangan filosofis, yuridis dan sosiologis pembentukan
rancangan peraturan daerah Kabupaten Tuban tentang
Penyertaan Modal Daerah Kepada Pihak Ketiga?
3. apa sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan,
jangkauan serta arah pengaturan rancangan peraturan daerah
Kabupaten Tuban tentang Penyertaan Modal Daerah Kepada
Pihak Ketiga?
C. Tujuan dan Kegunaan Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik
Sesuai dengan batasan permasalahan diatas, maka tujuan
penyusunan naskah akademik ini adalah dirumuskan sebagai
berikut:
1. Merumuskan permasalahan hukum yang dihadapi sebagai
alasan pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten
Tuban tentang Penyertaan Modal Daerah Kepada Pihak Ketiga
sebagai dasar hukum solusi permasalahan dalam kehidupan
berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 13
2. Merumuskan pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis,
yuridis pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten
Tuban tentang Penyertaan Modal Daerah Kepada Pihak Ketiga.
3. Merumuskan sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup
pengaturan, jangkauan, dan arah pengaturan dalam Rancangan
Peraturan Daerah Kabupaten Tuban tentang Penyertaan Modal
Daerah Kepada Pihak Ketiga.
Sedangkan kegunaan dari Naskah Akademik ini adalah sebagai
acuan dalam pembuatan rancangan peraturan daerah tentang
Penyertaan Modal Daerah Kepada Pihak Ketiga di Kabupaten Tuban.
D. Metode Penelitian Naskah Akademik
1. Jenis Penulisan
Penulisan naskah akademik ini merupakan naskah akademik
yang bersifat kualitatif, yang didasarkan pada data (bahan hukum
dan informasi). Penulisan naskah akademik ini lebih mengacu pada
data yang bukan dalam bentuk angka. Sedangkan karakteristik dari
penulisan naskah akademik ini sendiri ialah studi literatur dan
kepustakaan dengan analisis terhadap hipotesis yang diperoleh.
Dilihat dari sifat tujuan penulisan, maka naskah akademik ini
termasuk dalam penulisan yang bersifat deskriptif, dimana menurut
Rianto Adi, penelitian ataupun penulisan yang bersifat deskriptif ini
bertujuan untuk menggambarkan secara cermat dan detail terhadap
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 14
fakta-fakta ataupun karakteristik, serta menentukan frekuensi dari
sesuatu hal yang terjadi.7
2. Metode Penulisan
Adapun metode penulisan yang digunakan adalah metode
Yuridis Normatif yaitu mengkaji secara komprehensif aspek hukum
ketentuan ketentuan perundang-undangan yang terkait dengan
pembentukan peraturan daerah Kabupaten Tuban mengenai
Penyertaan Modal Daerah Kepada Pihak Ketiga sebagai legal
instrument dalam merumuskan kebijakan publik di sektor
perekonomian di daerah khususnya di Kabupaten Tuban. Adapun
metode pendekatan yang digunakan antara lain: Pertama metode
pendekatan perundang-undangan atau dikenal dengan istilah statuta
approach. Kedua, metode pendekatan konsep (Conceptual approach)
yaitu penulis hendak menawarkan konsep dalam merumuskan
kebijakan Penyertaan Modal Daerah Kepada Pihak Ketiga.
3. Bahan Hukum
Adapun bahan hukum dalam penulisan naskah akademik ini
dibagi ke dalam tiga ketegori antara lain:
1. Bahan Hukum Primer:
a. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
7 Adi, Rianto. 2005. Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Jakarta: Granit, hlm 25
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 15
b. UU 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang – undangan.
c. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang
Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan
Propinsi Jawa Timur.
d. Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4286).
e. Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4355).
f. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4724).
g. Undang Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4756.
h. Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 16
Nomor , Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor .
i. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
j. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi
Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4812) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2011 tentang
Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008
tentang Investasi Pemerintah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 124, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5261);
k. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2012
tentang Pedoman Pengelolaan Investasi Pemerintah Daerah;
l. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015
tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah;
2. Bahan Hukum Sekunder:
Adapun bahan hukum sekunder terdiri dari buku-buku
yang terkait dengan topik penulisan, hasil-hasil penelitian yang
relevan dengan topik penulisan, makalah, jurnal, Surat Kabar,
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 17
pendapat dari pakar yang ahli dibidang hukum mengenai
Penyertaan Modal Daerah Kepada Pihak Ketiga.
3. Bahan Hukum Tersier
Adapun bahan hukum tersier terdiri dari ensiklopedia
hukum, kamus bahasa Indonesia dan kamus bahasa Inggris.
4. Teknik Memperoleh Bahan Hukum dan Informasi
Adapun teknik memperoleh bahan hukum melalui studi
kepustakaan pada Perpustakaan Daerah Kota Malang, Perpustakaan
Pusat Universitas Brawijaya, Pusat Dokumentasi Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Studi dokumentasi dan
informasi hukum, penelusuran melalui internet, dan konsultasi
dengan pakar yang ahli dibidang Penyertaan Modal Daerah Kepada
Pihak Ketiga.
5. Teknik Analisis Bahan Hukum
Penulisan naskah akademik ini diawali dengan pengumpulan
data, bahan hukum dan infromasi yang berkaitan dengan pokok
permasalahan yang akan dibahas. Kemudian data, bahan hukum dan
informasi yang telah terkumpul tersebut pada akhirnya akan
dianalisis untuk kemudian dipakai dalam pemecahan terhadap
masalah yang akan dibahas dalam penulisan.
Analisis yang digunakan dalam naskah akademik ini adalah
deskriptif-analitis. Dalam penulisan naskah akademik ini, yang
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 18
dilakukan penulis ialah pertama mendikripsikan, mengidentifikasi
dan menganalisis tentang pelaksanaan dari peraturan perundang-
undangan tentang Penyertaan Modal Daerah Kepada Pihak Ketiga.
Kemudian yang kedua menganalisis urgensi pembentukan peraturan
daerah tentang Penyertaan Modal Daerah Kepada Pihak Ketiga, dan
yang ketiga adalah menawarkan gagasan kongkrit dan solutif
mengenai konsep peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah
yang efektif sebagai sarana mendorong terwujudnya peraturan daerah
yang mampu untuk mewujudkan tujuan dan fungsi hukum
perusahaan.
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 19
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS
A. Gambaran Umum Kabupaten Tuban
Kabupaten Tuban merupakan salah satu kabupaten yang
terletak di Propinsi Jawa Timur. Kabupaten Tuban terletak pada
111,30’–112,35’ BT dan 6,40’- 7,18’ LS. Batas Daerah, disebelah utara
berbatasan dengan Laut Jawa. Sebelah timur dengan Kabupaten
Lamongan. Sebelah selatan dengan Kabupaten Bojonegoro dan
disebelah barat dengan Propinsi Jawa Tengah. Luas Wilayah Daratan,
Kabupaten Tuban adalah 1.839,94 Km2 dengan panjang pantai 65
Km dan luas wilayah lautan sebesar 22.608 km2.
Diagram 1
PETA ADMINISTRASI KABUPATEN TUBAN
Pada bulan Agustus 2005, Kabupaten Tuban mengalami
pemekaran kecamatan dari 19 kecamatan menjadi 20 kecamatan.
Kecamatan yang berkurang luas wilayahnya adalah 3 kecamatan
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 20
yaitu Kecamatan Semanding, Rengel dan Soko. Kecamatan Grabagan
adalah pemekaran dari 3 kecamatan tersebut. Kecamatan yang
mempunyai luas wilayah yang paling luas adalah Kecamatan
Montong, yaitu 8.04 persen dari total luas Kabupaten Tuban.
Sedangkan kecamatan yang mempunyai luas wilayah paling kecil
adalah Kecamatan Tuban dengan luas 21,29 km2 atau 1,16 persen
dari total luas Kabupaten Tuban.
a. Letak Geografis
Kabupaten Tuban Provinsi Jawa Timur merupakan wilayah
yang berada di jalur pantai utara (Pantura) Pulau Jawa, terletak pada
koordinat 111o 30’ sampai dengan 112o 35’ Bujur Timur dan 6o 40’
sampai dengan 7o 18’ Lintang Selatan. Jarak dari ibukota Propinsi
Jawa Timur sekitar 103 km ke arah barat dengan jarak tempuh 1 jam
30 menit. Luas wilayah Kabupaten Tuban 183.994.562 Ha yang
secara administrasi terbagi menjadi 20 Kecamatan dan 328
desa/kelurahan. Panjang pantai 65 km membentang dari arah timur
Kecamatan Palang sampai barat Kecamatan Bancar, Sedangkan luas
wilayah lautan meliputi 22.608 Km2.
b. Geologi
Secara geologi Kabupaten Tuban termasuk dalam cekungan
Jawa Timur utara yang memanjang pada arah barat – timur mulai
dari Semarang sampai Surabaya. Sebagian besar Kabupaten Tuban
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 21
termasuk dalam Zona Tuban yang didominasi endapan yang
umumnya berupa batuan karbonat. Zona Tuban didominasi oleh
perbukitan kapur.
c. Topografi
Ketinggian daratan di Kabupaten Tuban berkisar antara 5 – 182
meter diatas permukaan laut (dpl). Bagian utara berupa dataran
rendah dengan ketinggian 0 – 15 meter diatas permukaan laut, bagian
selatan dan tengah juga merupakan dataran rendah dengan
ketinggian 5 – 500 meter. Daerah yang berketinggian 0 – 25 m
terdapat disekitar pantai dan sepanjang Bengawan Solo sedangkan
daerah yang berketinggian diatas 100 meter terdapat di Kecamatan
Montong. Luas lahan pertanian di Kabupaten Tuban adalah
183.994,562 Ha yang terdiri lahan sawah seluas 54.860.530 Ha dan
lahan kering seluas 129.134.031 Ha.
d. Iklim
Kabupaten Tuban merupakan kawasan yang beriklim kering
dengan variasi agak kering sampai dengan sangat kering meliputi
areal seluas 174.298,06 Ha (94,73%) dari luas wilayah Tuban,
sedangkan sisanya kurang lebih 9.696,51 Ha (5,27%) merupakan
Kawasan yang cukup basah. Penduduk merupakan faktor penting
dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Karena
disamping menjadi obyek pembangunan penduduk sekaligus menjadi
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 22
pelaku pembangunan. Oleh karena itu sangatlah penting untuk
mendapatkan data yang akurat tentang jumlah penduduk yang ada
disuatu daerah. Beberapa metode dipakai dalam menghitung jumlah
penduduk di Kabupaten Tuban diantaranya adalah melalui Sensus
Penduduk, Survei Kependudukan, Registrasi Penduduk dan
Penghitungan Kepadatan Penduduk. Jumlah penduduk di Kabupaten
Tuban per 31 Desember 2012 menurut hasil proyeksi penduduk
mencapai 1.290.394 jiwa dengan komposisi jumlah penduduk laki-
laki 645.264 jiwa dan penduduk perempuan berjumlah 645.130 jiwa.
B. Kajian Teoritis Serta Kajian Terhadap Konsep Penyertaan
Modal Daerah Kepada Pihak Ketiga di Kabupaten Tuban
B.1. Asas Hukum Dalam Hukum Perusahaan mengenai BUMD.
1.1. Tinjauan Tentang Asas-asas hukum
Pembentukan hukum, baik berupa Undang-undang,
Peraturan Pemerintah dan peraturan perundangan-undangan
lainnya meliputi ke-empat unsur hukum yaitu asas, kaedah,
lembaga dan proses. Menurut Mochtar Kusumaatmadja; ”Hukum
positif yang baik (dan karenanya efektif) adalah hukum yang sesuai
dengan living law yang sebagai inner order dari masyarakat
mencerminkan nilai-nilai yang hidup di dalamnya”.
Hukum bukanlah terbatas pada kaedah yang tertera dalam
peraturan perundang-undangan saja, akan tetapi di dalamnya juga
mengandung asas-asas hukum yang berlaku dan diterima dalam
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 23
masyarakat yang merupakan hasil proses hukum tersebut yang
merupakan hukum yang hidup (the living law) di tengah
masyarakat.
Menurut teori Stuffen (Stuffenth theory), Pancasila sebagai
perjanjian luhur Bangsa Indonesia, dalam pembentukan sistem
hukum telah ditempatkan dalam posisi teratas sebagai sumber dari
segala sumber hukum, sejalan dengan nafas pembentukan
Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan. Dalam pembentukan hukum
positif maknanya harus sejalan dan dijiwai dengan kandungan
maksud dalam sila-sila Pancasila dan ruh yang terdapat dalam
UUD NRI Tahun 1945, baik pembukaan maupun pasal-pasal.
Konsep pembentukan hukum dengan memperhatikan asas-asas
hukum Pancasila sebagai bentuk ketaatan terhadap asas bagi
perumusan dan peraturan perundang-undangan sebagai sumber
hukum. Ketaatan kepada asas memiliki sifat absolut bagi
pembentukan undang-undang, karena asas adalah bagian dari
hukum yang hidup (living law) yang dapat menghidupkan guna
mendukung daya kerja (workablity) suatu peraturan perundang-
undangan. Pembentukan hukum dengan mengabaikan asas-asas
hukum berdampak kepada sikap masyarakat yang anomali
terhadap hukum.
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 24
Sudikno Mertokusumo (berdasarkan pendapat Bellefroid, van
Eikema Hommes, The Liang Gie dan P. Scholten), menyimpulkan
bahwa :
“Asas hukum atau prinsip hukum adalah bukanlah peraturan
hukum konkrit, melainkan merupakan pikiran dasar yang umum
sifatnya atau merupakan latar belakang dari peraturan yang
konkrit yang terdapat dalam dan di belakang setiap sistem
hukum yang terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan
putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat
diketemukan dengan mencari sifat-sifat umum dalam peraturan
konkrit tersebut8”.
Senada dengan pendapat di atas, Satjipto Rahardjo
mengatakan bahwa asas hukum merupakan ”jantungnya”
peraturan hukum dan memiliki posisi sebagai ratio legis, yang
akan memberikan bantuan dalam memahami peraturan-peraturan
hukum9.
Dengan demikian, asas hukum bukanlah peraturan yang
bersifat nyata melainkan berupa sebuah pondasi pikiran atas
kebenaran, doktrin atau proposisi yang mendasari lahirnya kaidah
hukum yang terjelma dalam hukum positif. Begitu pula dalam
8 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, Penerbit Liberty, Yogyakarta,
cetakan ketiga, 2002, hlm. 34 9 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum , Citra Aditya Bakti, Bandung, cetakan ke IV, 1996, , hlm. 45-
47
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 25
sistem hukum perusahaan, sistem hukum yang dibangun tidak
terlepas dari asas-asas hukum yang mendasarinya sebagai ratio
legis dari sistem tersebut.
1.2. Beberapa Asas Hukum Dalam Praktik Hukum Perusahaan
mengenai BUMD.
Hukum Perusahaan adalah hukum yang mengatur tentang
tata kerja perusahaan, dari mulai pendirian, cara mendirikan dan
pelaksanaan suatu badan usaha. Dalam praKtik hukum
perusahaan, BUMD dapat dikenal dengan badan usaha berbentuk
badan hukum dan tidak berbentuk badan hukum.
Asas-asas tersebut seperti akan dijelaskan di bawah ini :
a. Asas-asas Hukum Perjanjian
Asas ini dapat ditemukan dalam pengertian Perseroan
Terbatas sebagai salah satu bentuk badan usaha yang berbadan
hukum, dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas Pasal 1 ayat (1) disebutkan bahwa : “Perseroan
terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal,
didirikan berdasarkan perjanjian....dst”. Dari definisi tersebut dapat
diketahui bahwa PT sebagai badan usaha didirikan atas dasar
perjanjian yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih.
Dengan adanya perjanjian para pihak yang dituangkan
dalam akta notaris dalam bentuk anggaran dasar perseroan
terbatas maka berlakulah asas-asas hukum perjanjian dalam
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 26
pendirian, pelaksanaan perseroan tersebut. Asas-asas umum
hukum perjanjian tersebut antara lain ;
(1) Asas Konsensualisme;
(2) Asas Kebebasan Berkontrak;
(3) Asas Pacta sunt servanda;
(4) Asas Keseimbangan;
(5) Asas Itikad Baik (good faith);
(6) Asas Kepatutan;
(7) Asas Kebiasaan;
(8) Asas Moral;
b. Asas Tanggung Jawab Sosial & Lingkungan (Corporate Social
Responsibility/CSR)
Asas tanggung jawab sosial ini merupakan asas yang
mengharuskan setiap pelaku usaha (perusahaan) guna ikut
mewujudkan upaya pembangunan ekonomi berkelenjutan guna
meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang
bermanfaat, baik bagi pelaku usaha (perusahaan), komunitas
setempat dimana pelaku usaha (perusahaan) menjalankan
usahanya, maupun bagi masyarakat pada umumnya. Hal ini
sangat penting demi terjalinnya hubungan pelaku usaha
(perusahaan) yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan
lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat.
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 27
Asas ini sudah diterapkan di Indonesia dengan dinyatakan
secara tegas dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas. Pada Pasal 74 disebutkan :
“Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang
dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib
melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan”.
c. Asas Corporate Separate Legal Personality
Asas ini dikenal dalam Perseroan Terbatas, yang esensinya
bahwa suatu perusahaan, dalam hal ini PT, mempunyai
personalitas atau kepribadian yang berbeda dari orang yang
menciptakannya. Doktrin dasar PT adalah bahwa perseroan
merupakan kesatuan hukum yang terpisah dari subjek hukum
pribadi yang menjadi pendiri atau pemegang saham dari perseroan
tersebut. Ada suatu tabir (veil) pemisah antara perseroan sebagai
suatu legal entity dengan para pemegang saham dari perseroan
tersebut. Asas ini secara konkrit dapat ditemukan pada Pasal 3
ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas yang menentukan Pemegang Saham Perseroan tidak
bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas
nama perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian
Perseroan melebihi saham yang dimilikinya.
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 28
d. Asas Piercing the Corporate Veil
Berkaitan dengan asas Corporate Separate Legal Personality
tersebut di atas yang membatasi tanggung jawab pemegang saham,
dalam hal-hal tertentu pembatasan tersebut dapat diterobos
dengan syarat dan keadaan tertentu. Sehingga tanggung jawab
pemegang saham tidak lagi terbatas pada nilai pemilikan
sahamnya. Penerobosan keterbatasan tanggung jawab pemegang
saham Perseroan Terbatas tersebut dikenal dengan asas Piercing
the Corporate Veil.
Dalam Undang-Undang PT Tahun 2007 hal ini diatur pada
Pasal 3 ayat (2), dimana dalam ayat tersebut diketahui untuk dapat
terjadinya Piercing the Corporate Veil harus memenuhi syarat
sebagai berikut :
(1) persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau
tidak terpenuhi;
(2) pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun
tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan
perseroan semata-mata untuk kepentingan pribadi;
(3) pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam
perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan;
atau
(4) pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun
tidak langsung secara melawan hukum menggunakan
kekayaan perseroan, yang mengakibatkan kekayaan
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 29
perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang
perseroan.
e. Asas Fiduciary Duty
Esensi dari asas ini bahwa Direksi sebagai salah satu organ
dalam Perseroan Terbatas yang yang bertanggung jawab penuh
atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan
perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar
pengadilan. Sebagaimana halnya tanggung jawab terbatas
pemegang saham PT, keterbatasan tanggung jawab itu juga
berlaku terhadap anggota direksi meskipun tidak secara tegas
dinyatakan dalam pasal-pasal Undang-Undang PT.
Hal tersebut dapat diketahui dari Pasal 97 ayat (3) Undang-
Undang PT Tahun 2007 yang mengatur bahwa setiap anggota
direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang
bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Dari
ketentuan itu secara acontrario dapat diartikan bahwa apabila
anggota direksi tidak bersalah dan tidak lalai menjalankan
tugasnya, maka berarti direksi tidak bertanggung jawab penuh
secara pribadi.
f. Asas Fiduciary Skill & Care
Asas ini menekankan bahwa seorang direksi suatu perseroan
haruslah seseorang yang memiliki keahlian dan kecakapan dalam
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 30
melakukan perbuatan hukum dan harus memiliki tanggung jawab
sebagai ”bapak rumah yang baik” dalam mengelolan perseroan.
g. Asas Domisili
Asas domisili adalah asas yang menngharuskan suatu badan
usaha mempunyai tempat kedudukan yang biasanya disebutkan
dalam akta pendirian tempat kedudukan (domisili) ini berfungsi
sekaligus sebagai kantor pusat suatu badan usaha. Domisili atau
tempat kedudukan badan usaha ini untuk mempermudah suatu
badan usaha dalam mengadakan hubungan hukum dengan pihak
lain.
h. Asas Kekeluargaan
Asas kekeluargaan ini merupakan suatu asas yang
dinyatakan secara konstitusional dalam UUD 1945 pada Pasal 33
ayat (1) yang menyebutkan bahwa Perekonomian disusun sebagai
usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Dimaksudkan
bahwa dalam melakukan pengurusan perusahaan, direksi,
pemegang saham dan komisaris serta karyawan yang bekerja
dalam perusahaan dituntut untuk membangun sistem
kekeluargaan sebagai bangsa Indonesia dengan menghormati dan
menjunjung tinggi keberagaman. Asas kekeluargaan dimaksud
tidak diartikan sebagai semangat nepotistik yang bersifat
kekerabatan (family system)
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 31
B.2. Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pembentukan Badan
Usaha Milik Daerah Bidang Pariwisata di Kabupaten Tuban
Pemerintah daerah Kabupaten Tuban terus didorong untuk
mandiri dari sisi anggaran belanja dan secara berangsur
meminimalkan ketergantungan dari pemerintah pusat. Dan, sudah
lama pula diidamkan BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) sebagai
salah satu mesin pengisi pundi-pundi pendapatan asli daerah.
Namun, dilema BUMD juga ada, setidaknya terdapat dua sisi.
Pertama, dari sisi eksternal, UU No. 5 Tahun 1962 sebagai payung
hukum pendirian BUMD sudah dicabut, karena tidak mampu
mengikuti perkembangan zaman, yang “divonis” para pengamat
sebagai penyebab BUMD tidak sinergis berinovasi.
Pemerintah pusat juga masih terkesan setengah hati. Di
Kementerian Dalam Negeri, BUMD hanya diurusi pejabat setingkat
kepala subdirektorat. Bandingkan dengan BUMN, yang dibina
kementerian sendiri, yakni Menteri BUMN. Karena hanya dibina
pejabat setingkat kepala subdirektorat di Kemendagri menjadikan
BUMD lebih dilihat sebagai urusan pemerintahan, bukan sebagai
lembaga bisnis. Masalah ini sering menjadi kendala berkembangnya
BUMD sebagai entitas bisnis.
Kedua, dari sisi internal. Sisi ini bicara tentang manajemen
BUMD. Pola manajemen dan rekrutmen personalia yang terlalu
berbau birokratis dianggap sebagai salah satu tumpulnya ketajaman
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 32
kuku enterpreneur BUMD. Lalu diperparah masuknya pengaruh
kalangan politisi dalam manajemen BUMD.
Tak heran banyak jajaran direksi BUMD di daerah diisi oleh
pengurus atau pesanan dari partai politik tertentu. Kentalnya warna
birokrasi dan pengaruh politisi ini menyebabkan BUMD tak mampu
hidup, bahkan menjadi beban terhadap anggaran daerah. Sebab, para
direksi maupun pengawas BUMD adalah orang-orang yang kurang
memahami bisnis. Padahal, BUMD harus luwes dan lincah di tengah
kancah dunia bisnis.
Oleh karena itu, pemerintah daerah Kabupaten Tuban, dalam
membentuk BUMD dalam bentuk Perusahaan Umum Daerah atau
menggantinya berbentuk PERSERODA, sebisa mungkin menyerahkan
pengelolaannya kepada orang-orang yang memiliki etos bisnis. Selain
itu, kita juga berharap bahwa dengan dibentuknya Peraturan Daerah
Kabupaten Tuban tentang BUMD dibidang pariwisata yang dinilai
salah satu penyebab sisi lemah karena belum memiliki dasar
eksistensi ini, tidak menjadi faktor penghambat semangat Pemkab
Tuban. Sebab, banyak daerah lain BUMD-nya berhasil dan maju.
Kabupaten Tuban sudah menyiasati persoalan payung hukum
ini dengan menjadikan BUMD di bidang pariwisata sebagai Perseroda.
Caranya, dengan menjadikan aset BUMD sebagai setoran modal
BUMD berbentuk PERSERODA lewat inbreng. Dengan demikian, aset
BUMD menjadi aset yang sudah dipisahkan dari aset pemerintah
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 33
daerah. Pijakannya Pasal 332 UU No. 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah.
Ketika sudah menjadi Perseroda, secara hukum BUMD
mengikuti UU Perseroan Terbatas. Cara ini lebih memberi kepastian
hukum kepada pengelola BUMD serta menjadikan gerak bisnis BUMD
lebih luwes dan lincah. Birokratisasi pengambilan keputusan bisnis
bisa diminimalkan.
Alasan bahwa BUMD dikhawatirkan tidak bisa menjalankan
fungsi public services karena harus dikelola dengan pendekatan bisnis
murni, harus dihilangkan. Tentu ada inovasi-inovasi yang bisa
dimainkan. Misalnya, meski BUMD berbentuk perseroan daerah,
pemerintah daerah sebagai pemilik saham bisa menitipkan kebijakan
tersebut dalam setiap rapat umum pemegang saham, yang harus
berlangsung setiap tahun.
C. Kajian terhadap praktik penyelenggaraan, kondisi yang ada,
serta permasalahan yang dihadapi dalam Penyertaan Modal
kepada Pihak Ketiga di Daerah.
Pasal 334 ayat (2) “ Dalam hal perusahaan umum Daerah akan
dimiliki oleh lebih dari satu Daerah, perusahaan umum Daerah tersebut
harus merubah bentuk hukum menjadi perusahaan Perseroan Daerah”
Dan pasal 339 ayat (3) menyebutkan “ Dalam hal pemegang saham
perusahaan perseroan Daerah terdiri atas beberapa Daerah dan bukan
Daerah, salah satu Daerah merupakan pemegang saham mayoritas.”
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 34
menyiratkan bahwa Pemerintah Daerah dapat menyertakan modal
pada BUMD lain sebagai pemilik saham minoritas.
Berdasarkan narasi di atas maka setidaknya terdapat 3 saluran
Penyertaan Modal Daerah yang terkait dengan Badan Usaha yang
dapat terjadi pada neraca Pemerintah Daerah :
1) Penyertaan Modal Daerah pada BUMD, dimana Daerah
dimaksud bertindak sebagai pemilik (bagian modal mayoritas);
2) Penyertaan Modal Daerah pada BUMD lain;
3) Penyertaan Modal Daerah pada BUMN.
Meski begitu modal yang ditanamkan pada satu BUMD harus
tetap dimiliki oleh daerah lain sebagai mayoritas atau Pemerintah
Pusat dalam kerangka BUMN. Pemerintah Daerah dan Direksi
memiliki kewajiban bersama untuk menjaga agar salah satu daerah
atau pemerintah dapat menjadi mayoritas dan tidak berubah menjadi
Non-BUMD ketika Modal tergerus menjadi kurang dari 51%.
Dalam kegiatan perekonomian Indonesia, badan usaha
berbentuk badan hukum banyak digunakan dan dipilih karena
karakteristik badan hukum itu sendiri yaitu sebagai subjek hukum
selain orang perorangan (person) yang antara lain mempunyai hak
dan kewajiban. Badan Hukum sebagai subjek hukum mencakup hal-
hal seperti:
a. sebagai suatu perkumpulan orang (organisasi usaha)
b. dapat melakukan perbuatan hukum dalam hubungan-
hubungan hukum
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 35
c. mempunyai harta kekayaan tersendiri
d. mempunyai pengurus
e. mempunyai hak dan kewajiban
f. dapat menggugat dan digugat di depan pengadilan.
Beberapa badan usaha berbentuk badan hukum antara lain
Perseroan Terbatas, Persero dan Perum yang merupakan Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) termasuk dalam hal ini badan usaha
berbentuk badan hukum yang dikelola pemerintah daerah seperti
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
BUMD menurut UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah adalah badan usaha yang seluruh atau
sebagian besar modalnya dimiliki oleh Daerah. Terdapat dua bentuk
BUMD, yaitu: 1) Perusahaan Umum Daerah adalah BUMD yang
seluruh modalnya dimiliki oleh satu Daerah dan tidak terbagi atas
saham, dan 2) Perusahaan Perseroan Daerah adalah BUMD yang
berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham
yang seluruhnya atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen)
sahamnya dimiliki oleh satu Daerah. Dari pengamatan terhadap
peraturan perundang-undangan ditemukan belum adanya Undang-
undang tentang Badan Usaha Milik Daerah pengganti UU Nomor 5
Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah sebagai payung hukum
BUMD. Kondisi ini sangat berbeda dengan Badan Usaha Milik Negara
dimana telah memiliki payung hukum yaitu Undang-undang Nomor
19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 36
Konsep pengelolaan BUMD non persero (Perusahaan
Daerah/Perusahaan Umum Daerah) dimungkinkan dengan model
pengelolaan BUMD dengan sistem ”swakelola mandiri”. Konsep
pengelolaan ini menggunakan sistem pengawasan ataupun
pembinaan secara bertanggungjawab dan intensif. Pengelolaan BUMD
dilakukan dengan pengawasan dan pembinaan secara langsung oleh
pemangku kebijakan yang dilakukan oleh kepala daerah selaku
pemegang otoritas tertinggi di pemerintah daerah. Kewenangan
pemerintah daerah selaku pemegang otoritas dapat melakukan
”intervensi kebijakan” dalam konteks yang positif terkait kinerja dari
BUMD melalui dewan pengawas. UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintah Daerah menyebutkan bahwa dalam pengelolaan BUMD
salah satunya harus mengandung unsur tata kelola perusahaan yang
baik. Namun demikian, peraturan pemerintah maupun peraturan lain
yang mengatur lebih lanjut ketentuan mengenai tata kelola
perusahaan yang baik dalam pengelolaan BUMD tersebut belum
dikeluarkan. Sementara konsep pengelolaan BUMD persero (Perseroan
Terbatas/Perusahan Perseroan Daerah), berdasarkan Permendagri
Nomor 3 Tahun 1998 tentang Badan Hukum BUMD, menyatakan
bahwa BUMD berbentuk perseroan terbatas tunduk pada UU Nomor
40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan peraturan
pelaksanaannya.
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 37
D. Kajian terhadap Implikasi Penerapan Sistem Baru yang akan
diatur dalam Peraturan Daerah terhadap Aspek Kehidupan
Masyarakat
Di Neraca Pemerintah, Penyertaan Modal Pemerintah Daerah
pada perusahaan negara/daerah, lembaga keuangan negara, atau
badan hukum lainnya dicatat sebagai Investasi jangka panjang
permanen di sisi Aset10. Sebaliknya, Penyertaan Modal daerah pada
Neraca BUMD dicatat sebagai Ekuitas. Menurut PSAK (2002) pasal 49,
Ekuitas adalah hak residual atas aktiva perusahaan setelah dikurangi
semua kewajiban.
Bentuk BUMD dilihat dari bentuk ekuitasnya, terbagi ke dalam
2 bentuk yaitu (UU 23/2014) Perumda, BUMD yang ekuitasnya tidak
terbagi atas saham, dan Perseroda, BUMD yang ekuitasnya terbagi
atas saham. Ditinjau dari sumbernya, beberapa komponen yang
membentuk ekuitas yaitu (PSAK 21):
(a) Jumiah uang yang diterima.
(b) Setoran saham dalam bentuk uang, sesuai transaksi nyata.
(c) Besarnya tagihan yang timbul atau hutang yang dikonversi
menjadi modal.
(d) Setoran saham dalam dividen saham dilakukan dengan harga
wajar saham,
(e) Nilai wajar aktiva bukan kas yang diterima.
10
Buletin Teknis Nomor 02 Tahun 2005 tentang Penyusunan Neraca Awal
Pemerintah Daerah
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 38
(f) Setoran saham dalam bentuk barang (inbreng)
Nilai Ekuitas dari Perumda bergantung kepada kemampuan
Direksi dan Manajemen Perumda untuk menghasilkan Laba/rugi.
Pada Perumda, pemisahan antara laba atau rugi yang dihasilkan
tanpa ada aturan lebih lanjut, nyaris tidak ada. Seperti disebutkan
PSAK 21 bahwa besarnya hutang yang timbul merupakan salah satu
unsur lazim pencatatan Pengurangan ekuitas, maka ketika merugi
dan tidak berhutang, nilai Ekuitas yang ditanamkan oleh Pemerintah
langsung terpengaruh. Lain dengan Perseroda dimana tanggung jawab
pemodal sebatas pada saham yang dimilikinya, pada Perumda, ketika
berutang, pemilik modal bertanggungjawab atas utang yang dimiliki
Perumda untuk dapat terus beroperasi.
Oleh karena itu, sulit untuk mengatakan bahwa Penyertaan
Modal Daerah pada BUMD berbentuk Perumda sebagai Investasi
tanpa ada penghitungan akan laba yang dikontribusikan yang
diharapkan sebelumnya. Pada titik tertentu Penyertaan Modal Daerah
pada BUMD berbentuk Perumda yang cenderung terus menerus
merugi sebagai tren dari sisi Neraca Pemerintah Daerah lebih tepat
dikategorikan sebagai Belanja daripada Investasi.
Manajemen pengelolaan keuangan yang baik dari Daerah dan
BUMD terhadap ekuitas dapat diperlihatkan melalui sudut pandang
corporate finance. Tujuan dari Corporate Finance adalah
pemaksimalan nilai dari seluruh usaha, jika lebih sempit,
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 39
pemaksimalan nilai ekuitas, dan lebih sempit lagi pemaksimalan
harga saham bagi perusahaan terbuka .
Satu hal yang perlu dicatat mengenai hubungannya dengan
BUMD adalah, BUMD memiliki ketentuan mengenai kepemilikan
ekuitas yang dimiliki pemerintah daerah sebesar 51%. Dan dari lebih
dari 1000 BUMD yang ada di Indonesia, tidak lebih dari 10 yang telah
mencatatkan namanya di pasar modal, yang menyebabkan pada titik
ini, BUMD tidak dapat dielaborasi dengan pemaksimalan nilai saham.
Kondisi pengelolaan BUMD masih belum optimal antara lain
terlihat dari pengelolaan yang masih terjebak dalam pola kerja
birokrasi daripada sebagai perusahaan yang berorientasi pada
kepuasan pelanggan, pelayanan yang diberikan belum maksimal,
serta adanya praktek mismanagement yang mengarah pada inefisiensi
dan kecurangan (fraud) dalam pengelolaan BUMD.
Dalam Pembinaan dan Pengembangannya BUMD di Kabupaten
Tuban relatif masih kecil penerimaan laba perusahaan daerah sebagai
salah satu sumber PAD daerah, kecuali pada daerah-daerah tertentu,
adalah bahwa kebanyakan usahanya relatif berskala menengah dan
kecil, di samping banyak pula diantaranya yang belum
diselenggarakan berdasarkan asas ekonomi perusahaan, namun
relatif lebih banyak didasarkan atas pertimbangan pelayanan publik.
Tambahan pula menurut UU No. 23 Tahun 2014 yang
mendasarinya, terdapat rincian yang menetapkan bahwa penggunaan
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 40
laba bersih perusahaan, setelah terlebihdulu dikurangi penyusutan,
ditetapkan sebagai berikut:
(1) Perusahaan Daerah yang memiliki modal seluruhnya terdiri dari
kekayaan daerah yang dipisahkan adalah:
(a) untuk dana pembangunan daerah 30%;
(b) untuk anggaran belanja daerah 25%;
(c) untuk cadangan umum, sosial dan pendidikan, jasa
produksi, sumbangan dana pensiun dan sokongan sejumlah
45%.
(2) Perusahaan daerah yang sebagian modalnya terdiri dari kekayaan
daerah yangdipisahkan setelah dikeluarkan zakat yang dipandang
perlu adalah
(a) untuk dana pembangunan daerah 8%;
(b) untuk anggaran belanja daerah 7%; dan
(c) selebihnya (85%) untuk pemegang saham dan untuk
cadangan umum.
Dengan demikian Bagian laba perusahaan daerah yang
jumlahnya relatif kecil di berbagai daerah menjadi semakin kecil lagi
dengan penetapan bagian daerah dalam penggunaan keuntungan
bersihnya yang diperuntukkan bagi penerimaan daerah yang relatif
kecil pula. Bahkan adakalanya pula pada daerah tertentu dan tahun-
tahunanggaran tertentu praktis Bagian laba perusahaan daerah itu
“tidak terealisir” karena daerah sendiri terpaksa menambah
permodalan (atau investasi) pada BUMD yang bersangkutan yang
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 41
jumlahnya sama atau bahkan melebihi Bagian laba perusahaan
daerah yang seharusnya disetorkan dalam mendukung APBD daerah
yangbersangkutan.
Dari laporan hasil studi Biro Analisa Keungan Daerah
Kemenkeu tentang Analisis Kinerja BUMN Non PDAM dikemukakan
bahwa berbagai permasalahan yang dihadapi BUMD dalam perjalanan
hidupnya dapat disimpulkan sebagai berikut:
(1) lemahnya kemampuan manajemen perusahaan;
(2) lemahnya kemampuan modal usaha;
(3) kondisi mesin dan peralatan yang sudah tua atau ketinggalan
dibandingkan usaha lain yang sejenis;
(4) lemahnya kemampuan pelayanan dan pemasaran sehingga sulit
bersaing;
(5) kurang adanya koordinasi antar BUMD khususnya dalam
kaitannya dengan industri hulu maupun hilir;
(6) kurangnya perhatian dan kemampuan atas pemeliharaan aset
yang dimiliki,sehingga rendahnya produktivitas, serta mutu dan
ketepatan hasil produksi;
(7) besarnya beban administrasi, akibat relatif besarnya jumlah
pegawai dengankualitas yang rendah; dan
(8) masih dipertahankannya BUMD yang merugi, dengan alasan
menghindarkanPHK dan “kewajiban” pemberian pelayanan
umum bagi masyarakat.
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 42
Selain dari pada itu, dari berbagai pengamatan dan keluhan
yang seringkalidisampaikan oleh pihak internal maupun eksternal
dari perusahaan daerah sendiri adalah adanya berbagai kendala lain
dalam pembinaan dan pengembangan usaha BUMD tersebut.
Diantaranya dirasakan adanya campur tangan pemerintah daerah
yang cukup besar atas jalannya organisasi BUMD serta adanya
keterbatasankewenangan tertentu dalam operasionalisasi perusahaan.
Selanjutnya seringkali pula dalam penempatan direksi tidak terlepas
dari pertimbangan KKN atau kedekatan para calonnya dengan
pimpinan daerah. Dalam hubungan ini banyak pula penempatan
direksi dan bahkan tenaga kerja yang kurang didasarkan pada
pertimbangan profesionalisme, keahlian dan keterampilaan, bahkan
adakalanya penempatan di perusahaan daerah itu sebagai “tempat
buangan” bagi pejabat tertentu yang tergeser kedudukannya.
Pemberdayaan BUMD dalam Peningkatan Ekonomi Daerah
Pemberdayaan masyarakat (beserta kelembagaannya, termasuk
BUMD) menurut Ginandjar Kartasasmita adalah upaya untuk
meningkatkan harkat dan lapisan masyarakat yang dalam kondisi
sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap
kemiskinan dan keterbelakangan.Ini berarti bahwa memberdayakan
itu adalah memampukan dan memandirikan masyarakat beserta
kelembagaannya, disini termasuk badan usaha milik daerah.
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 43
Khusus dalam hal BUMD, upaya memberdayakan itu haruslah
pertama dimulai dengan menciptakan suasana atau iklim yang
memungkinkan potensinya untuk berkembang. Ini dengan landasan
pertimbangan bahwa setiap masyarakat dankelembagaannya,
memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Maka dengan
pemberdayaan itu pertama-tama merupakan upaya untuk
membangun daya dengan mendorong, memotivasi dan
membangkitkan kesadaran akan potensi (dan daya) yang dimilikinya
serta berupaya untuk mengembangkannya. Selanjutnya, yang kedua,
adalah memperkuat potensi atau daya yang dimiliki tersebut, dimana
untuk ini diperlukan langkah-langkah yang lebih positif dan nyata,
penyediaan berbagai input yang diperlukan, serta pembukaan akses
kepada berbagai peluang sehingga semakin berdaya memanfaatkan
peluang.
Akhirnya, yang ketiga, dimana memberdayakan berarti pula
melindungi,sehingga dalam proses pemberdayaan haruslah dicegah
agar jangan pihak yang lemah menjadi bertambah lemah, tapi dapat
hidup dengan daya saing yang memadai.
Dalam kaitan dengan perbaikan kinerja BUMD dikemukakan
berbagai langkah dan tindakan yang dapat dilakukan
dalammemperbaiki kinerja usaha BUMD, dengan tindakan-tindakan
yang sifatnya strategis yang dapat dikelompokkan dalam tiga bagian
strategi, yaitu strategi pengusahaan,strategi penumbuhan dan strategi
penyehatan perusahaan yang dapat diringkaskan sebagai berikut:
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 44
1. Strategi Pengusahaan Perusahaan, yang dapat dilakukan
dengan langkah atau tindakan memperbaiki kinerja
perusahaan, diantaranya dengan
(a) Mengatasi kelemahan internal yang diantaranya melalui
penetapan kembali core business, likuidasi unit bisnis yang
selalu rugi, dan memperbaiki sistem manajemen organisasi;
(b) Memaksimumkan kekuatan internal, yang antara lain
dengan caramengkonsentrasikan bisnis pada usaha yang
berprospek tinggi, memperluaspasar dengan
mempertahankan dan mencari pelanggan baru, serta
mencariteknik produksi baru yang dapat meningkatkan
efisiensi usaha;
(c) Mengatasi ancaman eksternal, yang diantaranya dengan cara
memperbaiki mutu produk dan jasa, meningkatkan kualitas
SDM serta meningkatkankreativitas dan keaktifan tenaga
pemasaran dalam mencari terobosan baru;dan
(d) Memaksimumkan peluang eksternal, yang antara lain
melalui upayakerjasama yang saling menguntungkan dengan
perusahaan sejenis atau yangdalam keterkaitan. Dan
kerjasama ini dapat dilakukan dalam bentuk joint venture,
BOT, BOO atau bentuk kerjasama lainnya.
2. Strategi Penumbuhan Perusahaan, adalah bertujuan untuk
menumbuhkan danmengembangkan perusahaan sesuai dengan
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 45
ukuran besaran yang disepakatiuntuk mencapai tujuan jangka
panjang perusahaan.
BUMD dikatakan tumbuh jika perusahaan daerah itu
berhasil meningkatkan antara lain, volume penjualan,pangsa
pasar, besarnya laba dan aset perusahaan. Beberapa tindakan
yang dapatdilakukan agar perusahaan terus tumbuh
berkembang diantaranya adalahmengkonsentrasikan bisnis
pada produk yang representatif, melakukanperluasan pasar,
pengembangan produk baru, dan integrasi horizontal
dan/atauvertikal.
3. Strategi Penyehatan Perusahaan, yaitu yang dilakukan melalui
pendekatanstrategik dan pendekatan operasional.
Dalam pendekatan strategik, misalnya,jika terjadi
kesalahan strategis seperti ketidakmampuan perusahaan
dalammemenuhi kebutuhan konsumen sesuai dengan misinya,
maka perlu dilakukanpenilaian menyeluruh terhadap bisnis
yang dilakukan untuk perubahan danpenyempurnaannya.
Sedangkan dengan pendekatan operasional ditujukan
untukmelakukan perubahan operasi perusahaan tanpa
merubah strategi bisnis. Dalamhubungan ini langkah-langakah
yang biasa diambil perusahaan dalam rangkapenyehatan
operasi diantaranya adalah:
a. Meningkatkan penghasilan yang diperoleh dengan berbagai
teknik bisnis,misalnya pemotongan harga, peningkatan
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 46
promosi, penambahan dan perbaikan pelayanan
konsumen, memperbaiki saluran distribusi
danmemperbaiki kualitas produk, dan
b. Melaksanakan pemotongan biaya (penghematan). Biaya-
biaya yang tidak memiliki keterkaitan langsung dengan
kegiatan operasional pokokperusahaan yang segera
membentuk penghasilan, biasanya menjadi pilihan pertama
untuk diturunkan, seperti misalnya biaya-biaya
administrasi,penelitian dan pengembangan, dan
pemasaran.
Karena BUMD merupakan bagian dari organ pemda, maka sulit
untuk mendapatkan fasilitas dari lembaga penunjang, misalnya bank,
perizinan, dan lain-lain.
Otonomi daerah, selain memberikan keleluasaan kepada daerah
untuk mengelola daerahnya masing-masing, juga memberikan
kesempatan kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) untuk
mengelola potensi-potensi bisnis yang ada di daerah. Seiring dengan
semangat otonomi tadi, BUMD-BUMD baru pun bermunculan. Namun
tidak sedikit dari BUMD yang didirikan itu, hanya sekedar pajangan.
Karena belum memiliki core business. Seorang direksi BUMD
menuturkan, perusahaanya sudah dibentuk berikut organnya, tapi
core businessnya belum jelas.
Dari sisi kelembagaan, BUMD, adalah, bagian dari struktur
birokrasi pemerintah daerah. Di mana, pengelola tidak profesional.
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 47
Kebanyakan adalah pegawai pemda yang akan pensiun dan tidak
punya pengalaman dan wawasan entrepreneurship. tidak ada otonomi
bagi manajemen. Karena BUMD merupakan bagian dari organ pemda,
maka sulit untuk mendapatkan fasilitas dari lembaga penunjang,
misalnya bank, perizinan, dll. Kreditur sulit menetapkan siapa yang
bertanggung jawab dan kolateral yang diminta.
Pengelolaan BUMD, harus berlandaskan UUD NRI Tahun 1945:
Pasal 33 ayat (3): Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh negara, dan dipergunakan untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat. Namun pedoman hukumnya masih
berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah,
pasal 331, disebutkan, pemerintah daerah dapat memiliki BUMD yang
pembentukan, penggabungan, pelepasan kepemilikan, dan/atau
pembubarannya ditetapkan dengan Perda yang berpedoman pada
peraturan perundang-undangan.
Otonomi daerah berarti juga otonomi dalam sektor ekonomi,
tidak hanya otonomi sektor politik. Jadi diperlukan landasan hukum
yang dapat menjadi pijakan atau pedoman BUMD yang tangguh dan
dapat berperan sebagai lembaga bisnis yang profesional, mandiri dan
dapat berkiprah serta memenuhi tuntutan bisnis domestik & global.
BUMD harus didaya gunakan sebagai lembaga bisnis yang menjadi
sumber pendapatan asli daerah (PAD) bagi kemakmuran masyarakat.
Dari sisi kelembagaan, dapat berbentuk Perumda dan Perseroda. Di
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 48
sini peran bupati hanya bertindak sebagai pemilik yang mempunyai
kewenangan hanya sebagai pemegang saham mayoritas.
Pemerintah daerah tidak mencampuri operasional BUMD
Perseroda. Keberhasilan direksi BUMD diukur berdasarkan kinerja
dan memakai ukuran/prinsip manajemen keuangan yang sehat.
Sebelum diangkat menjadi direksi, masing-masing direksi membuat
kontrak manajemen sesuai prinsip Good Corporate Governance (GCG).
Porsi kepemilikan saham BUMD bidang Pariwisata, khususnya
yang berbentuk Perseroda harus minimal 51%. Porsi ini merupakan
amanat konstitusi pasal 33 ayat (3). Privatisasi dapat diterima
sepanjang pemda Kabupaten Tuban masih sebagai pemegang saham
mayoritas, dan hasilnya untuk kepentingan BUMD, bukan untuk
dipergunakan menambah kekurangan APBD. Sebenarnya sistim
profitisasi adalah prinsip ideal dalam pengelolaan BUMD. Profitasi
berarti kepemilikan BUMD tetap ditangan pemerintah daerah, tapi
cara pengelolaan murni bisnis tanpa campur tangan pemerintah
dalam operasionalnya BUMD, yang sesuai dengan amanat konstitusi.
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 49
BAB III
EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN
PERUNDANGUNDANGAN TERKAIT
Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
menyatakan Surplus penerimaan negara/daerah dapat digunakan
untuk membiayai pengeluaran negara/daerah tahun anggaran
berikutnya dan penggunaan surplus penerimaan negara/daerah
sebagaimana dimaksud adalah untuk membentuk dana cadangan
atau penyertaan pada Perusahaan Negara/Daerah yang harus
memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari DPR/DPRD. Dalam
hubungan antara pemerintah dan perusahaan negara, perusahaan
daerah, perusahaan swasta, dan badan pengelola dana masyarakat
ditetapkan bahwa pemerintah dapat memberikan
pinjaman/hibah/penyertaan modal kepada dan menerima
pinjaman/hibah dari perusahaan negara/daerah setelah mendapat
persetujuan DPR/DPRD. Pemerintah dapat memberikan
pinjaman/hibah/penyertaan modal kepada dan menerima
pinjaman/hibah dari perusahaan negara/daerah.
Pemberian pinjaman/hibah/penyertaan modal dan penerimaan
pinjaman/hibah sebagaimana dimaksud diatas terlebih dahulu
ditetapkan dalam APBN/APBD. Disamping itu, dalam keadaan
tertentu, untuk penyelamatan perekonomian nasional, Pemerintah
Pusat dapat memberikan pinjaman dan/atau melakukan penyertaan
modal kepada perusahaan swasta setelah mendapat persetujuan DPR.
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 50
Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas juga
menjelaskan, dalam hal pendiri adalah badan hukum negara atau
daerah, diperlukan Peraturan Pemerintah tentang penyertaan dalam
Perseroan atau Peraturan Daerah tentang penyertaan daerah dalam
Perseroan. Dalam Keuangan Negara, penyertaan modal negara
menjadi Kekayaan Negara yang dipisahkan yaitu kekayaan negara
yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
untuk dijadikan penyertaan modal negara pada Persero dan/atau
Perum serta perseroan terbatas lainnya.
Pemerintah daerah dapat melakukan penyertaan modal pada
suatu Badan Usaha Milik Pemerintah dan/atau milik swasta.
Penyertaan modal tersebut dapat ditambah, dikurangi, dijual kepada
pihak lain, dan/atau dapat dialihkan kepada badan usaha milik
daerah. Pemerintah daerah dapat memiliki BUMD yang pembentukan,
penggabungan, pelepasan kepemilikan, dan/atau pembubarannya
ditetapkan dengan Perda yang berpedoman pada peraturan
perundang-undangan.
Istilah Badan Usaha Milik Daerah atau disingkat BUMD tidak
terlepas dari perkembangan kebijakan terkait dengan Badan Usaha
Milik Negara. Pada awalnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
adalah perusahaan-perusahaan negara baik yang berbentuk badan-
badan berdasarkan hukum perdata maupun yang berbentuk badan
hukum berdasarkan hukum publik antara lain yang berdasarkan
Undang-Undang Perusahaan Indonesia/Indonesische Bedrijvenwet,
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 51
Staatsblad Tahun 1927 Nomor 419 dan perusahaan-perusahaan milik
negara yang didirikan berdasarkan undang-Undang Kompatilbilitet
Indonesia (Staatsblad Tahun 1925 Nomor 448). Dalam rangka
mensikronkan segala kegiatan ekonomi pada saat itu, Pemerintah
mengeluarkan Perpu nomor 17 Tahun 1960 tentang Perusahaan
Negara. Selanjutnya, dalam rangka menertibkan usaha negara
berbentuk Perusahaan Negara terutama karena ada banyak usaha
negara dalam bentuk Perusahaan Negara yang inefisien, maka
Pemerintah menerbitkan Perpu Nomor 1 Tahun 1969 tentang Bentuk-
Bentuk Usaha Negara. Dalam Perpu ini, ditetapkan bahwa usaha-
usaha negara berbentuk perusahaan dibedakan dalam Perusahaan
Jawatan (Perjan) yang didirikan dan diatur menurut ketentuan-
ketentuan dalam Indonesische Bedrijvenwet (Staatsblad Tahun 1927
Nomor 419), Perusahaan Umum (Perum) yang didirikan dan diatur
berdasarkan ketentuan UU 19 Prp. Tahun 1960 tentang Perusahaan
Negara, dan Persero yang merupakan penyertaan negara pada
perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang
Hukum Dagang atau KUHD (Wetboek Van Koophandel, Staatsblad
Tahun 1847 Nomor 23).
Seiring dengan perkembangan zaman serta dalam rangka
menjamin kepastian dan penegakan hukum mengingat terjadinya
dualisme pengaturan pada Perseroan Terbatas yang selama ini diatur
dalam KUHD (Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23) dan Ordonansi
Maskapai Andil Indonesia (Ordonnantie op de Indonesische
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 52
Maatschappij op Aandeelen, Staatsblad 1939: 569 jo.717) Pemerintah
menerbitkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan
Terbatas sebagai penganti Buku Kesatu Titel Ketiga Bagian Ketiga
Pasal 36 sampai dengan Pasal 56 Kitab Undang-undang Hukum
Dagang (Wetboek van Koophandel, Staatsblad 1847: 23) yang
mengatur mengenai Perseroan Terbatas berikut segala perubahannya,
terakhir dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1971 dan Ordonansi
Maskapai Andil Indonesia (Ordonnantie op de Indonesische
Maatschappij op Aandeelen, Staatsblad 1939: 569 jo.717).
Sejalan dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995,
Pemerintah menerbitkan beberapa peraturan pemerintah sebagai
peraturan pelaksana Perpu Nomor 1 Tahun 1969 yaitu Peraturan
Pemerintah Nomor Nomor 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan
Perseroan (Persero) dan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1998
tentang Perusahaan Umum.Namun demikian, mengingat bahwa Perpu
1 Tahun 1969 dan kedua Peraturan Pemerintah tersebut dianggap
sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, serta didorong
dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
keuangan Negara, Pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor
19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara yang hanya
mengatur dua bentuk hukum badan usaha negara yaitu Perum dan
Persero. Sementara Perjan, dengan terbitnya Undang-Undang ini,
harus dirubah bentuk hukumnya menjadi Perum atau Persero.
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 53
Istilah BUMD diilhami dari terbitnya Peraturan Pemerintah
Nomor 12 Tahun 1998 dan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun
1998. Namun demikian, definisi BUMD sampai sekarang belum
ditetapkan secara baku oleh peraturan perundang-undangan. Berbeda
dengan BUMN yang definisinya telah ditetapkan Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN. Dilain pihak, istilah BUMD
telah tertuang baik dalam Peraturan Mendagri Nomor 3 Tahun 1999
tentang Bentuk Hukum BUMD, tertuang dalam Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1999 yang dirubah menjadi Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah maupun dalam banyak
Undang-Undang Sektoral seperti UU 1/2004 tentang Perbendaharaan
Negara, UU Kelistrikan, UU Minerba, UU Pelayaran, UU Jalan, dsb.
Hal ini dapat dimaklumi karena pendirian dan pengaturan BUMD
sampai saat ini masih tunduk dengan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1962 Tentang Perusahaan Daerah walaupun undang-undang
ini telah dicabut dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1969,
namun karena ditegaskan bahwa UU 5/1962 tidak berlaku sejak
diterbitkannya undang-undang pengganti, dan sampai sekarang
belum ada undang-undang penggantinya, maka UU 5/1962 masih
berlaku sampai sekarang.
UU 5/1962 tentang Perusahaan Daerah merupakan undang-
undang yang penyusunannya diilhami dari terbitnya Perpu Nomor 17
Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara. Berdasarkan UU 5/1962,
Perusahaan Daerah adalah perusahaan yang seluruh atau sebagian
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 54
besar modalnya berasal dari kekayaan daerah yang dipisahkan.
Mengingat bahwa pembinaan pemerintahan daerah berada di bawah
tanggungjawab Menteri Dalam Negeri, maka peraturan pelaksana UU
5/1962 diterbitkan oleh Mendagri baik berupa Instruksi Mendagri,
Keputusan Mendagri, maupun Peraturan Mendagri. Sejak terbitnya
UU 1/1995 tentang Perseroan Terbatas dan Permendagri Nomor
3/1999 tentang Bentuk Hukum BUMD, maka sebagian BUMD ada
yang berbentuk Perseroan Terbatas, seperti misalnya PT. Jaya Ancol,
PT. Riau Airlines, PT. Ratax, dsb. Mengingat definisinya sampai
sekarang belum baku, maka BUMD yang berbadan hukum Perseroan
Terbatas terkadang tidak mencerminkan mayoritas kepemilikan
Daerah di perusahaan tersebut. Contoh yang paling nyata adalah PT.
Delta Tbk yang dianggap sebagai BUMD DKI Jakarta. Pemda DKI
Jakarta hanya pemegang saham minoritas dalam PT. Delta Tbk.
sehingga saham pengendali berada di tangan swasta sepenuhnya.
Namun, karena ada unsur Pemda di dalamnya, maka Pemda
menganggap PT. Delta Tbk. sebagai BUMD. Jika berkaca dari definisi
BUMN, maka hal ini seharusnya tidak terjadi jika definisi BUMD
sudah ditetapkan. Ketidakjelasan definisi BUMD berdampak negatif
terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan sektoral yang
memberikan priviledge atau keistimewaan dalam melakukan usaha
dengan tujuan untuk lebih meningkatkan pendapatan daerah namun
pada kenyataannya perusahaan-perusahaan perseroan terbatas yang
dianggap sebagai BUMD justru memberikan keuntungan yang lebih
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 55
besar kepada pengusaha swasta karena Pemda hanyalah pemegang
saham minoritas.
Dengan demikian, Badan Usaha semakin berkembang
keberadaannya, ada yang berbentuk badan hukum (berbadan hukum)
dan ada yang bukan berbentuk badan hukum (non badan hukum).
Badan usaha berbadan hukum seperti PT, PN, PD dan Koperasi telah
memiliki peraturan yang memadai, yang dibentuk dengan
memperhatikan perubahan sosial di Indonesia. Sedangkan badan
usaha non badan hukum seperti Firma dan CV (persekutuan
komanditer), sampai saat ini belum mempunyai peraturan khusus
yang memadai, melainkan masih mengacu pada KUHD dan KUH
Perdata yang sudah tidak relevan dengan perkembangan sosial
ekonomi negara.
Sejak diundangkannya Undang-Undang No. 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa
kali terakhir dengan Undang - Undang Nomor 9 Tahun 2015, Badan
Usaha Milik Daerah (BUMD) baru didefinisikan secara jelas, yaitu
dalam BAB XII tentang BUMD yang terdiri dari 13 pasal. Terhadap
perusahaan-perusahaan milik daerah yang sudah mulai beroperasi
sebelum UU ini berlaku, wajib untuk menyesuaikan dengan
ketentuan dalam UU ini dalam jangka waktu paling lama tiga tahun
terhitung sejak UU berlaku.
Sebelumnya, BUMD sebagai perusahaan milik daerah diatur
dengan UU No. 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah, sehingga
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 56
seluruh perusahaan milik pemerintah daerah disebut Perusahaan
Daerah. Namun, dengan berlakunya UU No. 23 Tahun 2014, UU No. 5
Tahun 1962 tersebut menjadi tidak berlaku, hanya saja peraturan
pelaksananya selama tidak bertentangan dengan UU No. 23 Tahun
2014 dinyatakan masih tetap berlaku.
Istilah perusahaan daerah berubah menjadi BUMD sejak
adanya Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 5 Tahun 1990 tentang
Perubahan Bentuk BUMD ke Dalam Dua Bentuk Perumda dan
Perseroda, penggunaan istilah perusahaan daerah bergeser menjadi
BUMD. Sesuai Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 5 Tahun 1990
tersebut, Menteri Dalam Negeri telah memerintahkan kepada para
Kepala Daerah untuk mengganti bentuk Perusahaan Daerah menjadi
Perusahaan Umum Daerah (Perumda) atau Perusahaan Perseroan
Daerah (Perseroda). Namun, instruksi tersebut tidak diikuti terbitnya
peraturan pelaksana pengelolaan BUMD dengan bentuk yang baru.
Selanjutnya, pada tahun 1998, tepatnya berdasarkan Peraturan
Menteri Dalam Negeri No. 3 Tahun 1998 tentang Bentuk Hukum
BUMD, BUMD dibagi dalam dua bentuk yaitu Perusahaan Daerah dan
Perseroan Terbatas, sehingga istilah Perusahaan Daerah kembali
muncul, dan jika dilihat dari penggunaan istilahnya, Permendagri No.
3 Tahun 1998 mengelompokkan Perusahaan Daerah sebagai salah
satu bentuk dari BUMD.
Jika dibandingkan antara satu peraturan dengan peraturan
perundang-undangan lainnya terkait BUMD, tidak dipungkiri masih
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 57
terdapat aturan yang berbeda dalam menginterpretasikan BUMD dan
beberapa penjelasannya tidak lagi relevan dengan UU No. 23 Tahun
2014. Bahkan, masih terdapat BUMD yang belum siap mengganti
penyelenggaraan perusahaan daerahnya dengan mekanisme BUMD
sesuai UU No. 23 Tahun 2014 karena masih menggunakan
mekanisme Perusahaan Daerah berdasarkan UU No. 5 Tahun 1962,
sedangkan UU tersebut sudah tidak berlaku lagi. Kondisi ini
berpotensi menimbulkan permasalahan legalitas penyelenggaraan
BUMD di masa depan, terlebih lagi dengan belum diterbitkannya
peraturan pemerintah sebagai ketentuan lebih lanjut pengelolaan
BUMD sebagaimana dimaksud pada Pasal 343 ayat (2) UU No. 23
Tahun 2014.
BUMD itu sendiri terbagi menjadi dua jenis, yaitu perusahaan
umum daerah (Perumda) dan perusahaan perseroan daerah
(Perseroda). Pendirian BUMD ditujukan untuk:
a) memberikan manfaat bagi perkembangan perekonomian Daerah
pada umumnya;
b) menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan
barang dan/atau jasa yang bermutu bagi pemenuhan hajat
hidup masyarakat sesuai kondisi, karakteristik, dan potensi
Daerah yang bersangkutan berdasarkan tata kelola perusahaan
yang baik; dan
c) memperoleh laba dan/atau keuntungan.
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 58
Sedangkan Pendirian BUMD didasarkan pada kebutuhan
Daerah dan kelayakan bidang usaha BUMD yang akan dibentuk.
Sumber modal BUMD terdiri dari penyertaan modal daerah, pinjaman,
hibah, dan sumber modal lainnya yang terdiri dari kapitalisasi
cadangan, keuntungan revaluasi aset, dan agio saham. Penyertaan
modal tersebut harus ditetapkan dengan Perda. Penyertaan modal
dimaksud dapat dilakukan dalam rangka pembentukan BUMD
maupun penambahan modal BUMD, baik berupa uang ataupun
barang milik daerah. Terkait dengan barang milik daerah yang
disertakan, harus dinilai sesuai nilai riil pada saat barang milik
daerah tersebut akan dijadikan penyertaan modal.
Pada UU No. 23 Tahun 2014 juga dijelaskan bahwa bahwa
bentuk hukum BUMD terdiri dari Perumda dan Perseroda. Ciri-ciri
Perumda sebagaimana diatur pada Pasal 334 sampai dengan Pasal
338 adalah sebagai berikut:
a) Permodalan
Perumda adalah BUMD yang seluruh modalnya dimiliki oleh
satu daerah dan tidak terbagi atas saham. Dalam hal Perumda akan
dimiliki oleh lebih dari satu daerah, Perumda tersebut harus merubah
bentuk hukum menjadi Perseroda. Perumda juga dapat membentuk
anak perusahaan dan/atau memiliki saham pada perusahaan lain.
b) Organ
Perumda terdiri atas:
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 59
(1) Kepala daerah selaku wakil daerah sebagai pemilik modal;
(2) Direksi; dan
(3) Dewan pengawas.
c) Laba
Laba Perumda ditetapkan oleh kepala daerah selaku wakil
daerah. Laba yang menjadi hak daerah disetor ke kas daerah setelah
disahkan oleh kepala daerah sebagai pemilik modal. Laba tersebut
dapat ditahan atas persetujuan kepala daerah, dengan tujuan
reinvestment berupa penambahan, peningkatan, dan perluasan
prasarana dan sarana pelayanan fisik dan nonfisik serta untuk
peningkatan kuantitas, kualitas, dan kontinuitas pelayanan umum,
pelayanan dasar, dan usaha perintisan.
d) Restrukturisasi
Perumda dapat melakukan restruksturisasi untuk menyehatkan
perusahaan umum Daerah agar dapat beroperasi secara efisien,
akuntabel, transparan, dan profesional.
e) Pembubaran Perumda
Pembubaran Perumda ditetapkan dengan Perda. Kekayaan
perumda yang dibubarkan menjadi hak daerah dan dikembalikan
kepada daerah.
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 60
Sedangkan, Perseroda diatur di dalam Pasal 339 sampai
dengan Pasal 342, yang mana ciri-cirinya sebagai berikut:
a) Permodalan
Perseroda adalah BUMD yang berbentuk perseroan terbatas
yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruhnya atau paling
sedikit 51% sahamnya dimiliki oleh satu daerah. Setelah pendiriannya
ditetapkan dengan Perda, selanjutnya pembentukan badan hukumnya
dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai perseroan terbatas.
Modal Perseroda terdiri dari saham-saham, dalam hal pemegang
saham perusahaan perseroan daerah terdiri atas beberapa daerah dan
bukan daerah, salah satu daerah merupakan pemegang saham
mayoritas. Perseroda dapat membentuk anak perusahaan dan/atau
memiliki saham pada perusahaan lain. Pembentukan anak
perusahaan tersebut didasarkan atas analisa kelayakan investasi oleh
analis investasi yang profesional dan independen.
b) Organ
Perseroda terdiri atas:
(1) Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS);
(2) Direksi; dan
(3) Komisaris.
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 61
c) Pembubaran
Perseroda dapat dibubarkan dan kekayaan Perseroda yang
dibubarkan menjadi hak daerah dan dikembalikan kepada daerah.
Sebagai informasi, perbedaan keduanya adalah sebagai berikut:
Aspek Hukum Perusahaan Umum
Daerah
Perusahaan Perseroan
Daerah
Kepemilikan Modal Perusahaan umum
Daerah adalah
BUMD yang
seluruh modalnya
dimiliki oleh satu
daerah dan tidak
terbagi atas
saham.11[6]
Perusahaan Perseroan
Daerah adalah BUMD
yang berbentuk perseroan
terbatas yang modalnya
terbagi dalam saham yang
seluruhnya atau paling
sedikit 51% sahamnya
dimiliki oleh satu
daerah.12[7]
Organ Perusahaan Terdiri atas Kepala
Daerah selaku
Organ perusahaan
perseroan Daerah terdiri
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 62
Wakil Daerah
sebagai Pemilik
modal, direksi dan
dewan
pengawas.13[8]
atas rapat umum
pemegang saham, direksi,
dan komisaris,
selanjutnya diatur dalam
Peraturan Pemerintah.14[9]
UU No. 23 Tahun 2014 juga memaparkan unsur-unsur yang
harus diatur pada ketentuan lebih lanjut terkait pengelolaan BUMD
setidaknya harus memuat:
a) tata cara penyertaan modal;
b) organ dan kepegawaian;
c) tata cara evaluasi;
d) tata kelola perusahaan yang baik;
e) perencanaan, pelaporan, pembinaan, pengawasan;
f) kerjasama;
g) penggunaan laba;
h) penugasan Pemerintah Daerah;
i) pinjaman;
j) satuan pengawas intern, komite audit dan komite lainnya;
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 63
k) penilaian tingkat kesehatan, restrukturisasi, privatisasi;
l) perubahan bentuk hukum;
m) kepailitan; dan
n) penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan.
Eksistensi BUMD saat ini dalam teori property rights dan
principal agent. Dalam teori property rights dikemukakan esensinya
perusahaan swasta dimiliki oleh individu-individu, yang bebas
menggunakan, mengelola, dan memberdayakan aset- aset privatnya.
Konsekuensinya, mereka akan mendorong semaksimal mungkin
usahanya agar efisien. Property rights swasta telah menciptakan
insentif bagi terciptanya efisiensi perusahaan. Sebaliknya BUMD tidak
dimiliki oleh individual, tetapi oleh Pemerintah Daerah. Dalam
realitas, pengertian Pemerintah Daerah menjadi kabur dan tidak jelas.
Jadi, seolah-olah justru tanpa pemilik. Akibatnya manajemen BUMD
menjadi kekurangan insentif untuk mendorong efisiensi. Dalam toeri
principal agent diungkapkan peta hubungan antara principal (pemilik
perusahaan,
untuk BUMN adalah pemerintah daerah) dan agent
(perusahaan, yakni BUMD). Disektor swasta, manajemen perusahaan
(sebagai agen) tunduk dan loyal kepada pemilik atau pemegang saham
(shareholders). Pada BUMD manajemen tidak jelas harus loyal kepada
siapa.
Output dari kebijakan tentang penyertaan modal daerah pada
pihak ketiga adalah terbentuknya suatu bentuk usaha bersama
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 64
antara pemerintah daerah dengan pihak ketiga, diantaranya adalah
pihak swasta. Dalam konsep stakeholder economy tentunya hal ini
akan memberikan implikasi positif terhadap kinerja perusahaan
untuk bisa dikelola secara efisien dan efektif. Dengan lebih tertatanya
perusahaan secara organisasi/kelembagaan, sumber daya manusia
serta struktur keuangan dan permodalan, diharapkan kinerja
perusahaan akan menjadi lebih baik.
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 65
BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS
Pemikiran akan landasan filosofis, sosiologis dan yuridis
merupakan aktualisasi dari teori Keberlakuan Hukum (Gelding
Theory). Teori ini didasari pada pemahaman bahwa perundang-
undangan yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu
syarat filosofis, sosiologis dan yuridis. Implementasi dari teori
keberlakuan hukum ini, telah menjadi bagian dari salah satu asas
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, yang diatur
dalam Pasal 5 huruf d Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, yaitu asas
dapat dilaksanakan.
Untuk mewujudkan materi muatan peraturan perundangan
yang sesuai asas-asas peraturan perundangan yang baik diperlukan
dasar untuk menjadi pijakan tentang dibentuknya sebuah peraturan
perundangan. Asas-asas peraturan perundangan di atas memberikan
pemahaman bahwa setiap Pembentukan Peraturan
Perundangundangan harus memperhitungkan efektivitas Peraturan
Perundangundangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara
filosofis, sosiologis, maupun yuridis.
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 66
A. Landasan Filosofis
Bahwa dalam konteks penyelenggaraan Pemerintahan daerah
proses legislasi daerah merupakan sebuah keniscayaan dalam rangka
mengakomodir segenap kepentingan di daerah. Proses pembentukan
Peraturan daerah maupun produk hukum daerah lainnya secara
prinsipil merupakan konsekuensi logis dari kemandirian daerah
dalam kerangka otonomi. dengan demikian produk hukum yang lahir
sejatinya merupakan bentuk konsensus yang mengikat warga negara
secara lokalistik.
Pada konteks ini perlu dipahami bahwa hidup sebagai bangsa
dan negara adalah hidup dinamis yang perlu terus menerus ditinjau
sambil dijalankan. Kesadaran adalah tujuannya, kesadaran adalah
kondisi ketika peninjauan atau refleksi yang kita lakukan bertemu
dengan praktik berbangsa dan bernegara yang tidak jauh atau
semakin mendekati hakikat yang harus dicapai. Berbicara tentang
hakikat hidup berbangsa dan bernegara, ada beberapa isu mendasar
yang perlu diperhatikan, yaitu faham kebangsaan, kemanusiaan,
negara hukum atau negara kekuasaan, keadilan sosial, dan
kedaulatan rakyat.
Menurut Jimly Asshidiqie organisasi negara hadir dan
diperlukan oleh warga masyarakat politik agar kepentingan mereka
bersama dapat dilindungi atau dipromosikan melalui pembentukan
dan penggunaan mekanisme yang disebut negara. Jika negara-bangsa
yang didirikan disandarkan pada prinsip kedaulatan rakyat dan
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 67
ditujukan kepada seluruh bangsa yang terdiri atas beragam suku,
budaya, dan agama, maka mekanisme demokrasi menjadi satu-
satunya pilihan dalam proses pembentukan kesepakatan bersama.
Dalam konsepsi demokrasi mengutamakan adanya dan pentingnya
pluralisme dalam masyarakat.15 Di sisi lain, demokrasi tidak mungkin
terwujud jika disertai absolutisme dan sikap mau benar sendiri.
Demokrasi mengharuskan sikap saling percaya (mutual trust) dan
saling menghargai (mutual respect) antara warga masyarakat di bawah
tujuan yang lebih besar, yaitu kemaslahatan umum.16 Proses
kompromi yang didasari sikap saling percaya (mutual trust) dan saling
menghargai (mutual respect) dalam kontrak sosial menentukan cita-
cita nasional dan prinsip-prinsip kehidupan berbangsa dan
penyelenggaraan negara yang merdeka dan berdaulat. Kontrak sosial
tersebut yang mengikat seluruh komponen bangsa dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Menurut Arief Sidharta,17 Scheltema, merumuskan
pandangannya tentang unsur-unsur dan asas-asas Negara Hukum itu
secara baru, yaitu meliputi 5 (lima) hal sebagai berikut:
15
Jimly, Asshiddiqie, 2005 Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Cetakan Kedua, Jakarta: Konstitusi Press, hal 257.
16Nurcholish Madjid, 2003, Indonesia Kita, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama bekerja sama
dengan Universitas Paramadina Jakarta dan Perkumpulan Membangun Kembali Indonesia, hal 98-99. 17
B. Arief Sidharta, “Kajian Kefilsafatan tentang Negara Hukum”, dalam Jentera (Jurnal
Hukum), “Rule of Law”, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Jakarta, edisi 3 Tahun II,
November 2004, hal.124-125.
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 68
1. Pengakuan, penghormatan, dan perlindungan Hak Asasi
Manusia yang berakar dalam penghormatan atas martabat
manusia (human dignity).
2. Berlakunya asas kepastian hukum. Negara Hukum untuk
bertujuan menjamin bahwa kepastian hukum terwujud dalam
masyarakat. Hukum bertujuan untuk mewujudkan kepastian
hukum dan prediktabilitas yang tinggi, sehingga dinamika
kehidupan bersama dalam masyarakat bersifat „predictable‟.
Asas-asas yang terkandung dalam atau terkait dengan asas
kepastian hukum itu adalah:
a. Asas legalitas, konstitusionalitas, dan supremasi hukum;
b. Asas undang-undang menetapkan berbagai perangkat
peraturan tentang cara pemerintah dan para pejabatnya
melakukan tindakan pemerintahan;
c. Asas non-retroaktif perundang-undangan, sebelum mengikat
undang-undang harus lebih dulu diundangkan dan
diumumkan secara layak;
d. Asas peradilan bebas, independent, imparial, dan objektif,
rasional, adil dan manusiawi;
e. Asas non-liquet, hakim tidak boleh menolak perkara karena
alasan undang-undangnya tidak ada atau tidak jelas;
f. Hak asasi manusia harus dirumuskan dan dijamin
perlindungannya dalam undang-undang atau UUD.
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 69
3. Berlakunya Persamaan (Similia Similius atau Equality before the
Law) Dalam Negara Hukum, Pemerintah tidak boleh
mengistimewakan orang atau kelompok orang tertentu, atau
memdiskriminasikan orang atau kelompok orang tertentu. Di
dalam prinsip ini, terkandung (a) adanya jaminan persamaan
bagi semua orang di hadapan hukum dan pemerintahan, dan
(b) tersedianya mekanisme untuk menuntut perlakuan yang
sama bagi semua warga Negara.
4. Asas demokrasi dimana setiap orang mempunyai hak dan
kesempatan yang sama untuk turut serta dalam pemerintahan
atau untuk mempengaruhi tindakan-tindakan pemerintahan.
Untuk itu asas demokrasi itu diwujudkan melalui beberapa
prinsip, yaitu:
a. Adanya mekanisme pemilihan pejabat-pejabat publik
tertentu yang bersifat langsung, umum, bebas, rahasia, jujur
dan adil yang diselenggarakan secara berkala;
b. Pemerintah bertanggungjawab dan dapat dimintai
pertanggungjawaban oleh badan perwakilan rakyat;
c. Semua warga Negara memiliki kemungkinan dan
kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam proses
pengambilan keputusan politik dan mengontrol pemerintah;
d. Semua tindakan pemerintahan terbuka bagi kritik dan
kajian rasional oleh semua pihak;
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 70
e. Kebebasan berpendapat/berkeyakinan dan menyatakan
pendapat;
f. Kebebasan pers dan lalu lintas informasi;
g. Rancangan undang-undang harus dipublikasikan untuk
memungkinkan partisipasi rakyat secara efektif.
5. Pemerintah dan Pejabat mengemban amanat sebagai pelayan
masyarakat dalam rangka mewujudkan kesejahteraan
masyarakat sesuai dengan tujuan bernegara yang
bersangkutan. Dalam asas ini terkandung hal-hal sebagai
berikut:
a. Asas-asas umum pemerintahan yang layak;
b. Syarat-syarat fundamental bagi keberadaan manusia yang
bermartabat manusiawi dijamin dan dirumuskan dalam
aturan perundang-undangan, khususnya dalam konstitusi;
c. Pemerintah harus secara rasional menata tiap tindakannya,
memiliki tujuan yang jelas dan berhasil guna (doelmatig).
Artinya, pemerintahan itu harus diselenggarakan secara
efektif dan efisien.
Dalam konteks menjalankan menjalankan fungsi pemerintahan
dan masyarakat (civil society) sebagaimana diutarakan oleh Ibnu
Tricahyo18 bahwa negara selalu dipasangkan dengan warga atau
rakyat. Dimana ada negara disitu selalu ada warga atau rakyat.
18
Ibnu, Tricahyo, 2005, Urgensi Pengaturan tentang Pelayanan Publik, Makalah tidak dipublikasikan, hal 1
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 71
Bagaimana kedua hal ini berhubungan? Negara sering dilihat sebagai
suatu kontrak antar warga/rakyat di mana rakyat menyerahkan
sebagian haknya untuk menjadi kekuasaan negara yang
direpresentasikan oleh pejabat negara dan birokrasinya. Sebaliknya
kekuasaan justru seringkali mempengaruhi (bahkan menentukan
perkembangan masyarakat).
Demikian halnya kekuasaan juga bisa dilihat sebagai gejala
sosial atau produk dari perkembangan sosial (independent variable).
Kekuasaan mencerminkan pemenuhan pelayanan dan perlindungan
rakyatnya, sehingga corak dari pelaksanaan kekuasaan seperti ini
lebih populis dan responsif atas kebutuhan pelayanan kepada
warganya. Pemerintahan yang populis seperti ini menjadi trend
negara-negara dunia untuk merubah paradigma dari negara
kekuasaan menjadi negara hukum yang melaksanakan fungsi
pelayanan. Dengan fungsi pelayanan publik sebagai pergeseran
paradigma global yang melingkupi segala sektor pemerintahan (untuk
meninggalkan tipe negara kekuasaan), tidak relevan kalau seminar ini
ingin mengerucutkan pada pemenuhan hak dasar bagi segenap warga
negara.19
Pendapat diatas diperkuat oleh Jazim Hamidi bahwa
kecenderungan dunia dalam penyelenggaraan negara dan pelayanan
publiknya, dewasa ini sudah mengalami pergeseran paradigma
bernegara yang digunakan yaitu dari state oriented menuju civilize
19
Ibnu, Tricahyo, Ibid hal 1
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 72
oriented.20 Hal ini sejalan dengan derasnya tuntutan akan peran serta
masyarakat dalam era gelombang demokrasi partisipatif menuju
terciptanya kehidupan bermasyarakat yang lebih demokratis,
transparan, akuntabel, damai, dan sejahtera. Adalah wajar, kalau
semua pemerintahan di dunia sekarang ini berada dalam tekanan
untuk dapat bekerja lebih baik: efektif, efisien, ekonomis (to maximize
results and minimize costs). Upaya-upaya yang dilakukan seperti
reinventing, reengineering, horizontal administration, responsive
government dan lain sebagainya semuanya telah dilakukan agar
pemerintahan dapat dijalankan secara lebih efektif dan efisien.
Tantangan ini telah merubah peran pemerintah dari sekedar
memberikan pelayanan seadanya secara rutin menjadi melayani
semua kebutuhan pelayanan masyarakat dengan mutu yang tinggi
(high quality services). Konsekuensinya, semua pemerintahan di dunia
bersaing untuk menggagas inisiatif baru tentang upaya meningkatkan
standar kinerja pelayanannya agar dapat memenuhi dan kalau bisa
melebihi keinginan dan harapan masyrakat.
Berdasarkan kedua pendapat diatas penulis berpendapat bahwa
dalam konteks penyelenggaraan negara tidak bisa dilihat dari aspek
negara (state) maupun aspek masyarakat yang dilakukan secara
parsial. Karena konsep pembangunan pada sasarannya adalah
terwujudnya kesadaran kolektif antara negara dan masyarakat
20
Jazim Hamidi, Paradigama Baru Kebijakan Pelayanan Publik Yang Pro Civil Society Dan Berbasis Hukum, Makalah tidak dipublikasikan. hal 1
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 73
sehingga akan melahirkan hubungan kemitraan yang oleh penulis
paradigma yang akan digagas justru berorientasi pada negara-
masyarakat (state and civilized oriented).21
Adapun argumentasi sebagai dasar penguatan atas hadirnya
paradigma baru sebagaimana dimaksud maka penulis mengemikakan
unsur-unsur penting pada konteks perwujudan paradigma yan
berorientasi pada negara dan masyarakat sipil.
Pembagian kewenangan dalam pemerintahan yang bersifat
desentralisrik disadari sangat diperlukan dan tepat untuk diterapkan
di negara yang memiliki sebaran wilayah yang luas dengan penduduk
yang padat serta dengan keanekaragaman budaya yang majemuk
21
Masyarakat sipil (civil society) adalah elemen penting demokrasi dalah relasi antara negara (state) dan rakyat. Di Indonesia, dalam kurun waktu tidak lebih dari satu dasa warsa, wacana masyarakat sipil telah menjadi isu strategis. Penguatan masyarakat sipil menjadi gerakan yang terus dilakukan melalui berbagai pembaharuan dan revitalisasi konsep sesuai dengan kondisi dan masalah kemasyarakatan. Oleh karena itu peletakkan dasar kekuatan demokrasi pada masyarakat sebagai “jiwa” dan “civil society building” pada negara akan menjadi alternatif pilihan dalam transisi menuju demokrasi. Gerakan masyarakat sipil merupakan upaya untuk memerdekakan masyarakat menuju kemandirian dan kebebasan dari intervensi kekuatan negara. Pada negara-negara berkembang masih banyak dijumpai kekuatan negara yang berlebihan, yang pada intinya akan memandulkan secara sistematis peran-peran masyarakat politik (political society), sehingga tidak mampu untuk melakukan dan terlibat dalam mekanisme kontrol kebijakan negara yang otoriter. Peminggiran kekuatan masyarakat mengakibatkan negara semakin kuat serta menghegemoni masyarakat. Hal ini mengakibatkan penguasa berbuat “semaunya” tanpa batas demi kelanggengan kekuasaannya. Istilah masysrakat sipil, menurut Ernest Gelner, bisa dirumuskan sebagai satu set institusi non-pemerintah yang beragam dan cukup kuat untuk memberi keseimbangan pada negara, pada saat yang sama, tidak menghalangi negara untuk mengisi perannya sebagai penjaga perdamaian dan arbitrator antar kepentingan-kepentingan utama, bisa menghalangi atau mencegah negara mendominasi dan mengecilkan masyarakat. Sedangkan menurut Cicero, masyarakat sipil identik dengan negara, maka istilah ini dipahami sebagai organisasi-organisasi masyarakat yang terutama bercirikan kesukarelaan dan kemandirian yang tinggi berhadapan dengan negara, serta keterikatannya dengan norma-norma atau niali-nilai hukum yang dipatuhi warga. Formasi masyarakat sipil berhubungan dekat dengan despotisme, karena di bawah sistem ini kesadaran sosial ditindas dan dieksploitir, maka muncullah kesadaran perlawanan dari masyarakat bawah. Namun aktualisasi civil society bisa berbeda pada setiap negara bergantung pada struktur, budaya, kondisi politik dan perubahan masyarakat setempat. Lihat dalam Muchammad Ali Safaat dkk, 2000, Duri Dalam Demokrasi (Menengok Peran Militer di Indonesia), Malang. Yayasan Enlighment. hal 43-44
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 74
seperti Indonesia ini. Adanya desentralisasi ini, dimaksudkan untuk
memudahkan koordinasi dalam pemerintahan, karena sistem
desentralisasi lebih demokratis dan implementasi kekuasaan
diselaraskan dengan karakter budaya dan kebiasaan daerah masing-
masing.
Sejak Indonesia merdeka hingga sekarang, sistem desentralisasi
tetap diterapkan untuk memudahkan koordinasi kekuasaan dan
pemerintahan, disamping untuk mengakomodasi keberagaman
wilayah Indonesia. Hal tersebut, sebagaimana dinyatakan dalam
Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI Tahun 1945), tetap
menjadi landasan konstitusi pemerintahan Republik Indonesia,
karena di dalam Pasal 18 ayat (1) menyatakan: “Negara Kesatuan
Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah
provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,
kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur
dengan undang-undang”.
Pada era reformasi ini, undang-undang yang dimaksud oleh
Pasal 18 ayat (1) adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintah Daerah. Pasal 2 ayat (2) dan (3) undang – undang
tersebut menyebutkan :
(2) Pemerintahan daerah ayat (1) mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan.
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 75
(3) Pemerintahan daerah ayat (2) menjalankan otonomi seluas-
luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan
Pemerintah, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah.
Kewenangan untuk menjalankan otonomi yang seluas – luasnya
sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 2 ayat (3) diatas
menyebabkan daerah dapat mengatur daerahnya sendiri tanpa
menunggu kebijakan dari pemerintah pusat. Hal ini semata – mata
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam
hubungannya dengan penyelenggaraan ketebukaan informasi publik
adalah untuk memberikan dan menjamin hak setiap orang untuk
mendapatkan informasi publik dalam rangka :
a. menjamin hak setiap orang untuk mengetahui rencana dan
proses pengambilan keputusan publik serta alasan
pengambilan kebijakan publik;
b. mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan
keputusan publik;
c. mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang
baik yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta
dapat dipertanggungjawabkan;
d. mendorong peningkatan kualitas aspirasi masyarakat dalam
memberikan masukan bagi pengambilan kebijakan publik;
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 76
e. memastikan bahwa setiap orang mengetahui alasan
kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang
banyak;
f. meningkatkan kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan
pemerintahan daerah.
Sebagai suatu negara yang mempunyai falsafah hidup
pancasila, maka Indonesia dalam menjalankan tindakannya harus
pula berlandaskan pancasila. Salah satu sila terkait dengan keadaan
bangsa yang majemuk dalam hubungannya dengan peraturan
perundang – undangan adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Hal tersebut bermakna bahwa pemerintah harus
melakukan suatu tindakan guna mewujudkan keadilan sosial
tersebut. Perlu ditekankan sekali lagi bahwa keadilan sosial tersebut
tidak memihak pada salah satu golongan tetapi terhadap semua
golongan.
Salah satu cara yang digunakan untuk mencapai hal tersebut
adalah dengan membuat suatu peraturan perundang – undangan.
Peraturan perundang – undangan dapatlah kita pandang sebagai
usaha dari pemerintah untuk mewujudkan tujuan bangsa. Usaha
pencapaian tujuan bangsa dengan peraturan perundang – undangan
dengan catatan harus benar – benar suatu peraturan perundang –
undangan yang dibutuhkan oleh masyarakat dan memihak
masyarakat (civil society).
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 77
Dalam lingkup daerah, UUD NRI Tahun 1945 menyebutkan
tentang bagaimana daerah menjalankan pemerintahan. Dalam pasal
18 UUD 1945 disebutkan bahwa daerah berdasarkan asas otonomi
dan dengan tugas pembantuan kecuali hal – hal yang hanya menjadi
kewenangan pemerintah (pusat) dengan tujuan untuk mensejahterkan
rakyat.
Pemberian otonomi seluas – luasnya tersebut semata – mata
digunakan untuk mengembangkan potensi daerah dan untuk
mempercepat kesejahteraan masyarakat. Potensi yang dimaksud
tersebut dibeberapa daerah adalah berbeda sehingga untuk
pengembangannya pun berbeda pula antar daerah.
Pengembangan potensi daerah dengan tujuan mensejahterakan
masyarakat salah satunya bisa dicapai dengan pembuatan peraturan
daerah. Pembuatan peraturan daerah tersebut penting kiranya yang
digunakan sebagai instrumen ataupun pedoman pelaksanaan
pembangunan serta kebijakan daerah. Selain sebagai acuan
pembangunan daerah tersebut, perda diperlukan sebagai landasan
hukum bagi pengambilan suatu kebijakan.22
Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui
peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat.
Untuk menjalankan otonomi maka Pemerintah daerah memiliki
22
Landasan hukum tersebut diperlukan mengingat Indonesia merupakan negara hukum yang
berarti bahwa segala macam tindakan pemerintah harus didasarkan pada hukum yang berlaku.
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 78
kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan,
peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat
yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Partisipasi
masyarakat dalam perencanaan pembangunan merupakan instrumen
yang sangat penting untuk mencapai kesejahteraan sosial. Oleh sebab
itu secara substansi penyusunan dan penetapan kebijakan di daerah
hendaknya Pemerintah Daerah selalu berorientasi pada peningkatan
kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan
dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat.
Penyelenggaraan penanaman modal melalui Rencana Umum
Penanaman Modal diarahkan kepada penyelenggaraan pemerintahan
Kabupaten Tuban yang baik untuk mewujudkan kesejahteraan,
Selain sebagai upaya untuk mewujudkan kesejahteraan tersebut,
yaitu meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian pelaku
usaha untuk melindungi diri, mengangkat harkat dan martabat
pelaku usaha dengan cara menghindarkan dari akses negatif,
meciptakan sistem perlindungan yang mengandung unsur kepastian
hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan
informasi. Penyelenggaraan penyertaa modal di daerah kepada pihak
ketiga sebagai wujud penyelenggaraan pemerintah dalam kerangka
NKRI untuk mencapai cita-cita dan tujuan berbangsa dan bernegara
sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945.
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 79
B. Landasan Sosiologis
Kabupaten Tuban dalam upayanya untuk memenuhi
kebutuhan investasi, juga melakukan persiapan terhadap SDM yang
dibutuhkan. Tidak dapat dipungkiri bahwa banyak perusahaan yang
masuk ke kabupaten Tuban memerlukan tenaga kerja lokal. Pemda
tentu juga memiliki ketentuan terhadap penyerapan tenaga kerja
daerah, sehingga ada keuntungan yang selaras. Sejak awal dibukanya
investasi, Kabupaten Tuban sudah mencanangkan aturan yang
menyebut bahwa perusahaan harus menyerap tenaga kerja lokal
sebagai bentuk komitmen mereka untuk memajukan dan
mewujudkan potensi SDM yang berguna.
Untuk mempersiapkan SDM yang memiliki kemampuan serta
perilaku kerja yang sesuai dengan kebutuhan perushaan, Pemerintah
Kabupaten Tuban memiliki MoU perusahaan lewat Sekolah Menegah
kejuruan. Perusahaan dapat memberikan kegiatan sepeti pelatihan,
beasiswa pendidikan, alat latih, dan kunjungan lapangan pada siswa
SMK sebagai wujud keseriusan mereka untuk membantu peningkatan
kualitas SDM. Dengan begitu, ada transfer informasi yang berjalan
dan menguntungkan bagi kedua belah pihak. Hal tersebut diwajibkan
mengingat banyak masyarakat Tuban yang membutuhkan
kesempatan untuk bekerja, sedangkan kebutuhan perusahaan tentu
beragam. Sehingga tenaga kerja lokal dapat terserap dengan baik dan
pemerataan ekonomi dapat terwujud. Menurut Data BPS Kabupaten
Tuban Tahun 2013, dua lapangan kerja utama dengan jumlah pekerja
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 80
yang tinggi adalah pada sektor pertanian (280.474 orang) dan 10
perindustrian (93.595 orang).12 Sedangkan 207.910 orang tersebar di
sektor pertambangan, jasa, keuangan, transportasi, konstruksi, dan
lainnya. 12 Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun Keatas Yang Bekerja
Menurut Lapangan Kerja23,
Sudah menjadi kewajiban setiap investor yang masuk ke
Kabupaten Tuban untuk mendaftar dan melaporkan keinginan
mereka untuk berinvestasi. Dalam bidang apapun, kesadaran untuk
mengikuti aturan dan syarat yang berlaku di kapubaten Tuban
memang menjadi hal yang kadang kala memberatkan calon investor.
Rumitnya bagian-bagian yang harus dilewati terkadang malah
menciutkan keinginan pelaku investasi. Namun Pemda Tuban dengan
sadar memahami kondisi tersebut. Karena itu pemerintah melakukan
penyederhaan perijinan melalui pembentukan Badan Pelayanan
Perijinan Terpadu Daerah (BPPT). Melalui BPPT, pemerintah dapat
mempermudah laju investor dalam kaitann mengurus ijin. Berikut ini
adalah beberapa jenis perizinan yang dikelola oleh BPPT : (a) Izin
usaha Industri, (b) izin Usaha Perdagangan, (c) Tanda Daftar gudang,
(d) Tanda Daftar Perusahaan, (e) Izin Pemasangan Reklame, (f) Izin
Pemasangan Reklame, (g) Izin Pemasangan Reklame non Komersial,
(h) Izin Usaha Pendirian Hotel, (i) Izin Usaha Rumah Makan, (j) Izin
23
BPS Kabupaten Tuban : Tuban Dalam Angka 2014, Hal. 47.
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 81
Usaha Rekreasi Hiburan Umum, (k) Izin Usaha Jasa Konstruksi, dan
lainnya.
Untuk mempermudah calon investor masuk ke Kabupaten
Tuban, pemerintah juga membuat langkah yang berkaitan dengan
aturan. Tentu aturan yang dibuat tidak serta merta hanya berfokus
pada kepentingan investor saja, melainkan juga kepentingan
pemerintah. Perlu adanya campur tangan dari Pemerintah Kabupaten
Tuban untuk mengawasi investasi yang masuk sehingga dapat
menumbuhkan pola yang baik. Produk hukum yang ada tentu
menguntungkan pihak-pihak yang terkait, seperti Peraturan Daerah
Tentang Pennaman Modal, Pelayan Terpadu Satu Pintu (PTSP),
Pendelegasian Wewenang Penandatanganan Perijinan. Dengan hal
tersebut, ritme investasi yang masuk bisa lebih terkendali dan lebih
berkualitas, sehingga pemerintah tidak dibuat rugi dan investor
merasa nyaman/aman berinvestasi.
Untuk meningkatkan pertumbuhan investasi di Tuban,
pemerintah juga melakukan promosi untuk memperkenalkan bidang-
bidang yang layak dijadikan investasi. Dalam promosi ini pemerintah
melakukan penerbitan sebuah buku yang berisi tentang potensi dan
produk unggulan yang dimiliki Kabupaten Tuban. Buku tersebut
berisi tentang dinamika sosial secara umum di Tuban dan yang paling
penting adalah potensi setiap kecamatan yang dibagi berdasarkan
beberapa aspek, contohnya pertanian, peternakan, pariwisata,
industri, serta lainnya. Dengan begitu, pemerintah bisa menampilkan
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 82
produk daerahnya pada calon investor sehingga mereka dapat
memilih bidang yang dikehendaki dengan cara yang lebih mudah.
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) merupakan kunci utama
pertumbuhan ekonomi nasional. Penanaman Modal Dalam Negeri
(PMDN) akan membawa menuju kearah kemajuan teknologi.
Kemajuan teknologi pada gilirannya membawa kearah spesialisai dan
penghematan produksi dalam skala yang luas. Investasi di bidang
barang modal tidak hanya meningkatkan produksi tetapi juga
meningkatkan penggunaan tenaga kerja.
C. Landasan Yuridis
Sebagai salah satu prinsip yang diakui, negara hukum
Indonesia memiliki prinsip yang berbeda dengan negara hukum
kebanyakan. Negara hukum Indonesia tersebut, diidealkan harus
mengacu pada Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945 yang memang mengatur tentang tujuan
bernegara.24 Selain itu, prinsip negara hukum ini juga harus
dilandaskan pada asas dan konsep Pancasila yang diantaranya
mengandung (1) Asas ketuhanan (mengamanatkan bahwa tidak boleh
ada produk hukum nasional yang anti agama dan anti ajaran agama),
(2) asas kemanusiaan (mengamanatkan bahwa hukum nasional harus
24 Alinea keempat Pembukaan UUD NRI 1945 menyatakan bahwa negara
berkewajiban melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia
serta untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 83
menjamin dan melindungi hak asasi manusia), (3) asas kesatuan dan
persatuan (mengamanatkan bahwa hukum Indonesia harus
merupakan hukum nasional yang berlaku bagi seluruh bangsa
Indonesia, serta berfungsi sebagai pemersatu bangsa), (4) asas
demokrasi (mengamanatkan bahwa kekuasaan harus tunduk pada
hukum yang adil, dan demokratis), serta (5) asas keadilan sosial
(mengamanatkan bahwa semua warga negara mempunyai hak yang
sama dan bahwa semua orang sama di hadapan hukum).25
Berdasarkan konsep negara hukum ini, menurut Jimly
Asshiddiqie, diidealkan bahwa dalam sebuah negara, yang harus
dijadikan panglima tertinggi dalam kehidupan kenegaraan adalah
hukum, bukan politik ataupun ekonomi.26 Selain itu, gagasan negara
hukum itu juga harus dibangun dengan mengembangkan perangkat
hukum itu sendiri sebagai suatu sistem fungsional yang berkeadilan.
Sistem tersebut kemudian dikembangkan dengan menata supra
struktur dan infra struktur kelembagaan politik, ekonomi dan sosial
yang tertib dan teratur, serta pembangunan budaya dan kesadaran
hukum yang rasional dan impersonal dalam kehidupan berbangsa.27
Sebagai konsekuensi diterapkannya konsep negara hukum di
Indonesia tersebut, maka sesungguhnya setiap kebijakan maupun
tindakan pemerintah harus pula berdasarkan pada hukum dan
25 Abdul Wachid, Quick Count: Hak atas Informasi atau Pembohongan
Publik?, Jurnal Konstitusi Vol. 6 Nomor 3, Jakarta, 2009, hlm. 3 26 Jimly Asshiddiqie, Gagasan Negara Hukum Indonesia, Artikel tanpa tahun,
hlm. 1 27 Ibid
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 84
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini sesungguhnya
bertujuan sebagai konsep pengawasan bertingkat agar setiap
kebijakan yang dibuat seluruhnya dapat terintegrasi, tidak saling
bertentangan, dan tidak akan dimungkinkannya tindakan pemerintah
yang semena-mena dan tanpa landasan yang jelas. Sehingga,
berdasarkan uraian tersebut, maka Rancangan Peraturan Daerah ini
menggunakan dasar hukum sebagai berikut:
1. Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia
tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2014
Nomor 224, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5597), Sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 2 tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang
(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2015 Nomor 24,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5657);
3. Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik
Indoneisa tahun 2011 Nomor 82, Tambahan lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5234);
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 85
4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal.;
Meningkatnya investasi yang masuk ke Kabupaten Tuban, baik
lokal maupun asing tentu menambah tingkatan ekonomi. Hal tersebut
didukung oleh kinerja pemrintah yang membuat dan mengembangkan
kebijakan terkait investasi yang selama ini sudah ada di Kabupaten
Tuban. Dengan adanya kebijakan yang disusun pemerintah
membuktikan bahwa ada kemudahan bagi investor untuk
menanamkan modalnya. Pemerintah juga tidak sembarangan dalam
membuat kebijakan tersebut. Ada beberapa hal yang diperhatikan
pemerintah yang berkaitan dengan investasi, sehingga investor tidak
asal menanamkan modal, tetapi juga membantu pemerintah untuk
memajukan daerahnya. Pemerintah Daerah tidak hanya perlu
membuat undang-undang terkait yang harus dijalani dan
diperhatikan oleh pelaku investasi. Di sisi lain, pemerintah juga harus
memberikan pelayanan dan fasilitas yang mendukung jalannya
investasi. Kabupaten Tuban secara berkala telah melakukan beberapa
hal yang digunakan untuk mendukung Iklim investasi yang baik dan
bermanfaat. Perlu bagi Kabupaten Tuban untuk merancang kebijakan
yang berkesinambungan dengan kebutuhan yang saling melengkapi
antara pemerintah dengan pelaku investasi. Sehingga keuntungan
dan manfaat dari masing-masing pihak terdistribusi dengan baik.
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 86
BAB V
JANGKAUAN DAN ARAH MATERI MUATAN
RANCANGAN PERATURAN DAERAH
Berdasarkan kajian dari aspek filosofis, yuridis dan sosiologis
terhadap Rencana Umum Penanaman Modal di Kabupaten Tuban,
maka disarankan agar materi muatan Rancangan Peraturan Daerah
tentang Rencana Umum Penanaman Modal hendaknya mengatur
sebagai berikut:
A. KETENTUAN UMUM
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kabupaten Tuban.
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah
sebagai unsur penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
3. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya
disingkat APBD adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah Kabupaten Tuban.
4. Modal Daerah adalah kekayaan daerah yang tidak dipisahkan
baik berwujud uang maupun barang yang dapat dinilai dengan
uang antara lain berbentuk Tanah, Bangunan, Mesin-mesin,
Surat-surat berharga, Fasilitas dan hak-hak lainnya.
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 87
5. Penyertaan Modal adalah pengalihan kekayaan yang tidak
dipisahkan menjadi kekayaan yang dipisahkan untuk
diperhitungkan sebagai modal atau saham Pemerintah
Kabupaten Tuban pada Badan Usaha Milik Daerah.
6. Pendapatan Daerah adalah hak Pemerintah Daerah yang diakui
sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun
bersangkutan;
7. Pihak Ketiga adalah instansi atau badan usaha dan/atau
perseorangan yang berada di luar organisasi pemerintah daerah
antara pemerintah pusat, pemerintah daerah lainnya, badan
usaha milik daerah, usaha koperasi dan swasta nasional.
B. MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud penyertaan modal adalah untuk memperoleh manfaat
ekonomi dan mendorong pertumbuhan perekonomian daerah melalui
penguatan struktur permodalan dan peningkatan kapasitas usaha
Badan Usaha Milik Daerah.
Tujuan penyertaan modal adalah untuk meningkatkan
produktivitas kinerja Badan Usaha Milik Daerah yang efektif, efisien
sekaligus dapat memberikan kontribusi kepada peningkatan
Pendapatan Asli Daerah dari bagian laba yang diperolehnya guna
menunjang pembangunan daerah.
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 88
C. NILAI PENYERTAAN MODAL DAERAH
Pemerintah Daerah melakukan penyertaan modal dalam bentuk
uang kepada :
a. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM);
b. Perusahaan Daerah Minyak dan Gas Bumi Kabupaten Tuban
(PD. Migas);
c. Perseroan Terbatas Ronggolawe Sukses Mandiri
d. Perusahaan Daerah Aneka Tambang
e. Perseroan Terbatas Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur
Rincian penyertaan modal sebagai berikut :
a. Jumlah penyertaan modal kepada Perusahaan Daerah Air
Minum sebesar Rp 27.075.045.531,85 (dua puluh tujuh
milyar tujuh puluh lima juta empat puluh lima ribu lima ratus
tiga puluh satu rupiah delapa lima sen):
- Penyertaan modal sampai dengan 31 Desember 2014 sudah
dipenuhi sebesar Rp. 17.625.045.531,85 (tujuh belas milyar
enam ratus dua puluh lima juta empat puluh lima ribu lima
ratus tiga puluh satu rupiah lima tiga sen);
- Jumlah sisa penyertaan modal yang belum diserahkan
kepada Perusahaan Daerah Air Minum sebesar Rp.
9.450.000.000,00 (sembilan milyar empat ratus lima puluh
juta rupiah);
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 89
b. Jumlah penyertaan modal kepada Perusahaan Daerah Minyak
dan Gas Bumi sebesar Rp. 721.400.000,00 (tujuh ratus dua
puluh satu juta empat ratus ribu rupiah);
c. Jumlah penyertaan modal kepada Perseroan Terbatas
Ronggolawe Sukses Mandiri sebesar Rp. 7.232.000.000,00
(tujuh milyar dua ratus tiga puluh dua juta rupiah);
- Penyertaan modal sampai dengan tanggal 31 Desember 2016
sudah dipenuhi sebesar Rp. 3.000.000.000,00 (tiga milyar
rupiah);
- Jumlah sisa penyertaan modal yang belum diserahkan
kepada Perseroan Terbatas Ronggolawe Sukses Mandiri
sebesar Rp. 4.232.000.000,00 (empat milyar dua ratus tiga
puluh dua juta rupiah).
d. Jumlah penyertaan modal yang telah diserahkan kepada
Perusahaan Daerah Aneka Tambang sebesar Rp.
408.245.000,00 (empat ratus delapan juta dua ratus empat
puluh lima ribu rupiah).
e. Jumlah penyertan modal yang telah diserahkan kepada
Perseroan Terbatas Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur
sebesar Rp. 54.354.601.000,00 (lima puluh empat milyar tiga
rutus lima puluh empat juta enam ratus satu ribu rupiah).
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 90
D. PENGANGGARAN
Penganggaran penyertaan modal setiap tahun ditetapkan pada
Peraturan Daerah tentang APBD. Penganggaran penyertaan modal
dikelompokkan ke dalam Pengeluaran Pembiayaan Daerah Jenis
Penyertaan Modal Pemerintah Daerah.
E. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bupati melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
penyertaan modal daerah kepada Badan Usaha Milik Daerah; Dalam
melaksanakan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Bupati dibantu oleh Sekretaris Daerah dan Satuan
Kerja Perangkat Daerah di Lingkungan Pemerintah Daerah; Dalam
melaksanakan pengawasan, Bupati dibantu oleh Inspektorat Daerah.
F. HASIL USAHA
Besarnya hak Pemerintah Daerah atas penyertaan modal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sebesar 55 % (lima puluh lima
persen) dari laba bersih setelah dipotong pajak sesuai Peraturan
Daerah Kabupaten Tuban tentang Pendirian Perusahaan Daerah.
Besarnya deviden dan/atau hak Pemerintah Daerah atas
Penyertaan Modal pada PT. Bank Jatim disesuaikan dengan
ketentuan yang berlaku dalam Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS). Besarnya hak Pemerintah Daerah disetor ke Kas Umum
Daerah sebagai penerimaan pendapatan daerah
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 91
G. PENATAUSAHAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN
Penatausahaan dan pertanggungjawaban pengelolaan
penyertaan modal Pemerintah Daerah dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Badan Usaha Milik
Daerah sebagai penerima penyertaan modal Pemerintah Daerah, wajib
menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada Bupati setiap
tahun berupa Laporan Kinerja dan Laporan Keuangan Perusahaan
yang telah diaudit sesuai ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
H. KETENTUAN PENUTUP
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Daerah Kabupaten Tuban.
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 92
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan kajian yang telah dilakukan dalam Bab I sampai
dengan Bab V terkait dengan Penyertaan Modal Kepada Pihak Ketiga
di Kabupaten Tuban, maka dapat disimpulkan:
1. Investasi di Kabupaten Tuban saat ini tengah dalam fase
peningkatan. Perkembangan tersebut akibat semakin
meningkatnya kinerja BUMD di Kabupaten Tuban yang
memerlukan penyertaan Modal dari pemerintah daerah dalam
pengembangan perekonomian di daerah khususnya di
Kabupaten Tuban.
2. Perekonomian di Kabupaten Tuban berkembang dengan pesat.
Perkembangan tersebut harus diiringi dengan peningkatan
penyertaan modal bagi BUMD di Kabupaten Tuban.
3. Penyertaan Modal Daerah kepada Pihak Ketiga disusun oleh
Pemerintah Kabupaten Tuban dengan menetapkan produk
hukum daerah berbentuk peraturan daerah.
B. Saran
Atas kesimpulan yang telah disampaikan, maka disarankan
agar Pemerintah Kabupaten Tuban:
1. Menyusun Rencana Penyertaan Modal Daerah kepada pihak
ketiga dalam meningkatkan kinerja BUMD di daerah.
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 93
2. Menetapkan Peraturan Daerah tentang Penyertaan Modal
kepada Pihak Ketiga.
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 94
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Abdulkadir Muhammad. 2010. Hukum Perusahaan Indonesia. PT.
Citra Aditya Bakti : Bandung
Christine S.T. Kansil. 2005. Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek
Hukum dalam Ekonomi). Jakarta:Pradnya Paramita
Jamal Wiwoho. 2011. Hukum Perbankan Indonesia. Surakarta:UNS
Press
Mulhadi. 2010. Hukum Perusahaan, Bentuk-bentuk Badan Usaha di
Indonesia. Bogor :Ghalia Indonesia
Peter Mahmud Marzuki. 2014. Penelitian Hukum(Edisi Revisi). Jakarta
: Kencana Prenada Media Group
Riris Prasetyo. 2015. “Strategi Peningkatan Kinerja BUMD”. Makalah.
Disampaikan pada sosialisasi dari Kementrian Dalam Negeri di
Surakarta, pada tanggal 22 Oktober 2015.
Sherly Simanjuntak dan Mahendra Putra Kurnia. 2013. “Analisis
Yuridis Terhadap Perubahan Status Badan Hukum Bank
Pembangunan Daerah Kaltim (BPD Kaltim) dari Perusahaan
Daerah Menjadi Perseroan Terbatas”. Jurnal Beraja Niti.Volume
2 Nomor 10. Samarinda :Fakultas Hukum Universitas
Mulawarman
Yudho Taruno Muryanto dan Djuwityastuti. 2014. “Model Pengelolaan
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)dalam Rangka Mewujudkan
Good Corporate Governance”. Jurnal Hukum Yustisia. Volume
88.Surakarta : Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 95
Peraturan Perundang-undangan
UU No. 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah
UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana
telah diubah dua kali terakhir dengan Undang - Undang Nomor
9 Tahun 2015
Permendagri No. 3 Tahun 1998 tentang Bentuk Hukum BUMD
Permendagri No. 22 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Bank
Perkreditan Rakyat Milik Pemerintah Daerah
Permendagri No. 2 Tahun 2007 tentang Organ dan Kepegawaian
Perusahaan Daerah Air Minum
Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 50 Tahun 1999 tentang
Kepengurusan Badan Usaha Milik Daerah
Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 5 Tahun 1990 tentang Perubahan
Bentuk BUMD ke Dalam Dua Bentuk Perumda dan Perseroda.
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 96
LAMPIRAN
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 97
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 98
NASKAH AKADEMIK RAPERDA KAB. TUBAN TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KAB. TUBAN KEPADA PIHAK KETIGA Page 99