14
4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan Nata-de-coco Pada pembuatan nata-de-coco, digunakan air kelapa yang sebelumnya telah disaring dengan kain kasa untuk membersihkan air kelapa dari sisa-sisa kotoran dan sisa kulit kelapa yang ada di dalamnya. Setelah itu, air kelapa dipanaskan untuk mensterilisasi air kelapa dari mikroorganisme, seperti jamur dan bakteri lalu ditambahkan gula pasir, amonium sulfat, dan asam asetat glasial. Gula pasir berguna untuk sumber makanan tambahan dan sumber karbon bagi bakteri Acetobacter xylinum. Amonium sulfat berguna untuk sumber nitrogen bagi pertumbuhan bakteri sedangkan asam asetat untuk mengatur pH pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum, yaitu sekitar pH 5. Setelah campuran mendidih dan larut sempurna, dalam keadaan masih panas, sebagian larutan dimasukkan ke wadah plastik sedangkan sisanya disimpan dalam botol untuk starter dan ditutup dengan kertas untuk mencegah kontaminasi dengan bakteri luar. Sebelum dimasukkan starter bakteri Acetobacter xylinum, campuran perlu didiamkan hingga temperatur kamar dan keasaman harus dijaga tetap pada sekitar pH 5. Hal ini bertujuan untuk mengoptimalkan pertumbuhan bakteri penghasil nata karena temperatur optimum Acetobacter xylinum adalah sekitar 25-30 o C dan pH optimumnya antara pH 5,4 - 6,2 (Krystynowicz et al., 2005). Penambahan starter tersebut dilakukan dengan metode aseptik untuk menjaga larutan tetap dalam keadaan steril. Pertumbuhan bakteri ditandai dengan kekeruhan setelah dilakukan inkubasi, dengan diikuti oleh pembentukan lapisan transparan berwarna putih di permukaan medium, yang merupakan gel nata-de-coco yang telah terbentuk. Pada pembuatan nata-de-coco ini, fermentasi dilakukan dengan inkubasi selama 4 hari dan tidak boleh digoyang supaya dihasilkan pembentukan gel nata-de-coco yang baik. Gel yang terbentuk disebut pellicle. Ketebalan pellicle bergantung pada masa pertumbuhan mikroba. Semakin lama pendiaman proses fermentasi maka gel yang dihasilkan akan semakin tebal. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi proses pembentukan nata-de-coco, sangat berhubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum, di antaranya adalah dipengaruhi oleh sumber nutrisi bakteri (sumber nitrogen dan karbon), temperatur ruangan selama fermentasi, tingkat keasaman medium (pH), dan oksigen. Selain itu diperlukan juga ketelitian dan sterilitas alat dalam proses pembuatannya.

nata de guava reaksi pmbentukan.pdf

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: nata de guava reaksi pmbentukan.pdf

4 Hasil dan Pembahasan

4.1 Pembuatan Nata-de-coco

Pada pembuatan nata-de-coco, digunakan air kelapa yang sebelumnya telah disaring dengan

kain kasa untuk membersihkan air kelapa dari sisa-sisa kotoran dan sisa kulit kelapa yang

ada di dalamnya. Setelah itu, air kelapa dipanaskan untuk mensterilisasi air kelapa dari

mikroorganisme, seperti jamur dan bakteri lalu ditambahkan gula pasir, amonium sulfat, dan

asam asetat glasial. Gula pasir berguna untuk sumber makanan tambahan dan sumber karbon

bagi bakteri Acetobacter xylinum. Amonium sulfat berguna untuk sumber nitrogen bagi

pertumbuhan bakteri sedangkan asam asetat untuk mengatur pH pertumbuhan bakteri

Acetobacter xylinum, yaitu sekitar pH 5.

Setelah campuran mendidih dan larut sempurna, dalam keadaan masih panas, sebagian

larutan dimasukkan ke wadah plastik sedangkan sisanya disimpan dalam botol untuk starter

dan ditutup dengan kertas untuk mencegah kontaminasi dengan bakteri luar. Sebelum

dimasukkan starter bakteri Acetobacter xylinum, campuran perlu didiamkan hingga

temperatur kamar dan keasaman harus dijaga tetap pada sekitar pH 5. Hal ini bertujuan untuk

mengoptimalkan pertumbuhan bakteri penghasil nata karena temperatur optimum

Acetobacter xylinum adalah sekitar 25-30 oC dan pH optimumnya antara pH 5,4 - 6,2

(Krystynowicz et al., 2005). Penambahan starter tersebut dilakukan dengan metode aseptik

untuk menjaga larutan tetap dalam keadaan steril. Pertumbuhan bakteri ditandai dengan

kekeruhan setelah dilakukan inkubasi, dengan diikuti oleh pembentukan lapisan transparan

berwarna putih di permukaan medium, yang merupakan gel nata-de-coco yang telah

terbentuk.

Pada pembuatan nata-de-coco ini, fermentasi dilakukan dengan inkubasi selama 4 hari dan

tidak boleh digoyang supaya dihasilkan pembentukan gel nata-de-coco yang baik. Gel yang

terbentuk disebut pellicle. Ketebalan pellicle bergantung pada masa pertumbuhan mikroba.

Semakin lama pendiaman proses fermentasi maka gel yang dihasilkan akan semakin tebal.

Faktor-faktor lain yang mempengaruhi proses pembentukan nata-de-coco, sangat

berhubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri Acetobacter

xylinum, di antaranya adalah dipengaruhi oleh sumber nutrisi bakteri (sumber nitrogen dan

karbon), temperatur ruangan selama fermentasi, tingkat keasaman medium (pH), dan

oksigen. Selain itu diperlukan juga ketelitian dan sterilitas alat dalam proses pembuatannya.

Page 2: nata de guava reaksi pmbentukan.pdf

Proses terbentuknya pellicle merupakan rangkaian aktivitas bakteri Acetobacter xylinum,

yang merupakan bakteri paling subur penghasil selulosa dengan menggunakan nutrien dalam

medium air kelapa dan gula pasir berupa glukosa. Secara unik, barisan pori-pori dalam

bakteri, mengeluarkan kristal-kristal kecil rantai glukosa yang kemudian bersatu ke dalam

mikrofibril. Sekumpulan mikrofibril tersebut mengakibatkan suatu susunan, yang

membentuk pita (ribbon). Seiring waktu, pita ini menunjukkan sel Acetobacter xylinum yang

menghasilkan suatu rantai selulosa (Gambar 4.1).

Gambar 4. 1 Pembentukan selulosa dari sel bakteri Acetobacter xylinum

Mekanisme pembentukan selulosa bakteri nata-de-coco terdiri dari tiga tahap reaksi. Tahap

pertama adalah hidrolisis kandungan utama gula pasir, yaitu sukrosa yang menghasilkan

fruktosa dan glukosa. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

O

OH

OH

OH

CH2OH

CH2OHOH

OHO

OHOCH2

CH2OH

CH2OH

OH

OH

OHO

O

OH OH

OH

OH

CH2OH

+enzim sukrase

+ H2O

Sukrosa β-D-fruktosa α-D-glukosa

Gambar 4. 2 Reaksi hidrolisis sukrosa

Pada Gambar 4.2, sukrosa dihidrolisis dengan menggunakan enzim sukrase atau enzim

invertase, yaitu suatu jenis protein yang berperan sebagai katalis dalam pengubahan sukrosa

menjadi glukosa dan fruktosa (Poedjiadi, 1994).

32

Page 3: nata de guava reaksi pmbentukan.pdf

Tahap kedua adalah reaksi perubahan intramolekular α-D-glukosa menjadi β-D-glukosa

dengan menggunakan enzim isomerase yang terdapat pada bakteri Acetobacter xylinum.

Proses pengubahan ini disebabkan glukosa yang berperan dalam pembentukan selulosa

adalah glukosa dalam bentuk β (Gambar 4.3).

O

OH OH

OH

OH

CH2OH

O

OH

OH

OH

OH

CH2OH

enzim isomerase

α-D-glukosa β-D-glukosa

Gambar 4. 3 Reaksi perubahan α-D-glukosa menjadi β-D-glukosa

Tahap ketiga adalah reaksi intermolekul glukosa melalui ikatan 1,4 β-glikosida (Gambar

4.4).

O

OH

OH

OH

OH

CH2OH

+

O

OH

OH

OH

OH

CH2OHO

OH

O

OH

OH

CH2OH

O

OH

OH

CH2OH

OH

β-D-glukosa β-D-glukosa ikatan 1,4-β-glikosida

Gambar 4. 4 Reaksi pembentukan ikatan 1,4-β-glikosida

Tahap keempat yang merupakan tahap terakhir adalah reaksi polimerisasi. Reaksi

polimerisasi ini merupakan reaksi pembentukan selulosa bakteri nata-de-coco, dengan unit

ulangnya adalah selobiosa. Jenis polimerisasinya adalah polimerisasi kondensasi, dengan

mengeliminasi air (Gambar 4.5).

O

OH

O

OH

OH

CH2OH

O

OH

OH

CH2OH

OHpolimerisasi

O

O

O

OH

OH

CH2OH

O

OH

OH

CH2OHO

O

OH

OH

CH2OH

+ H2O

ikatan 1,4-β-glikosida selulosa (unit ulang selobiosa)

Gambar 4. 5 Reaksi pembentukan selulosa bakteri nata-de-coco

33

Page 4: nata de guava reaksi pmbentukan.pdf

34

4.2 Proses Pencucian Nata-de-coco

Gel nata-de-coco yang terbentuk lalu dicuci dengan air mendidih untuk membersihkan

permukaan gel tersebut dari sisa-sisa komponen medium. Proses pencucian lalu dilanjutkan

dengan membandingkan dua metode pencucian. Kedua metode ini bertujuan untuk

membersihkan membran dari mikroorganisme, bakteri yang masih menempel pada

permukaan membran sehingga menghalangi ikatan hidrogen antar rantai molekul glukosa.

Metode pertama dilakukan dengan menggunakan larutan basa NaOH 1 % (w/v) dan asam

asetat glasial 1% (v/v). Pada penelitian sebelumnya, hasil pencucian dengan metode ini telah

dibuktikan dapat membersihkan membran dengan efektif sehingga membran nata-de-coco

dapat digunakan sebagai studi lanjut untuk proses pembuatan membran selulosa asetat, yang

dapat berfungsi sebagai membran pemisah ultrafiltrasi (Yuliani, 2006).

Dengan menggunakan metode pertama sebagai pembanding, dilakukan metode kedua, yaitu

pencucian membran nata-de-coco dengan menggunakan ultrasonik pada 3 variasi waktu, 0,5,

1, dan 1,5 jam. Sehari-hari, alat ultrasonik banyak digunakan untuk mencuci berbagai alat

dan komponen, seperti perhiasan, jam, alat-alat optik, alat elektronik, dan lain-lain. Prinsip

kerja alat ultrasonik adalah dengan memanfaatkan vibrasi dari gelombang ultrasound.

Vibrasi ultrasonik ini ditransmisikan melalui alat transduser, yang terhubung dengan

kontainer cairan untuk membersihkan suatu komponen. Transduser tersebut akan mendapat

signal untuk mengaktifkan gelombang ultrasonik dalam air secara elektronik. Mekanisme

utama dari pembersihan dengan ultrasonik adalah pertama-tama kontainer yang berisi cairan

akan mengalami pergerakan sehingga timbul gelembung-gelembung kecil yang semakin

lama semakin besar. Gelembung-gelembung tersebut lalu pecah akibat vibrasi gelombang

ultrasonik. Pemecahan gelembung yang semakin besar, akan menghasilkan gelombang

dengan tekanan tinggi dan memecahkan tegangan permukaan cairan sehingga dapat

memisahkan dan mengangkat kotoran-kotoran serta kontaminan pada permukaan komponen

(Moulson et al., 2003).

Pada penelitian ini, membran nata-de-coco dicuci ke dalam alat ultrasonik yang berisi air

sehingga dapat meminimalkan penggunaan zat-zat kimia. Metode ultrasonik ini diharapkan

dapat memberikan kemurnian selulosa yang sama baiknya dengan perendaman dalam basa,

bahkan diharapkan menghasilkan membran yang lebih efektif. Setelah dilakukan pencucian,

gel nata-de-coco ditekan menggunakan alat hydraulic press. Perlakuan ini bertujuan untuk

mendapatkan film tipis nata-de-coco yang homogen dan siap digunakan untuk proses

karakterisasi.

Page 5: nata de guava reaksi pmbentukan.pdf

4.3 Pengukuran Permeabilitas Air

Sebelum membran nata-de-coco dikarakterisasi dengan menggunakan alat sel filtrasi,

membran dikompaksi terlebih dulu selama 30 menit pada tekanan 2 bar untuk

menghomogenkan dan memadatkan pori membran. Pengukuran permeabilitas air dilakukan

setiap 5 menit hingga diperoleh nilai fluks yang konstan. Hasil pengukuran fluks air dengan

metode pencucian basa dan variasi waktu ultrasonik adalah sebagai berikut :

0

5

10

15

20

25

30

0 10 20 30 40

t (menit)

J (L

/m2 ja

m)

Ultrasonik 0,5 jamUltrasonik 1 jamUltrasonik 1,5 jamBasa

Gambar 4. 6 Pengaruh metode pencucian membran yang berbeda terhadap fluks air

Pada Gambar 4.6, dapat dilihat bahwa nilai fluks air yang paling tinggi adalah nilai fluks

membran hasil pencucian basa. Nilai fluks ini tidak jauh berbeda jika dibandingkan dengan

membran hasil pencucian dengan ultrasonik selama 1 jam sedangkan nilai fluks yang paling

rendah ditunjukkan oleh membran hasil pencucian ultrasonik selama 1,5 jam.

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan persamaan Hagen-Poiseuille (asumsi semua pori

memiliki jari-jari yang sama) :

J = xPr∆∆

τηε8

2

............................................................................(4.1)

Persamaan ini dengan ε sama dengan np (jumlah pori) dikalikan luas pori dan dibagi dengan

luas membran (ε = np π r2/Am), menunjukkan bahwa nilai fluks sebanding dengan gaya

dorong tekanan (∆P), berbanding terbalik dengan ketebalan membran (∆x),dan viskositas (η)

(Mulder, 1996). Jadi, seharusnya, membran dengan ketebalan paling tipis, memiliki nilai

fluks yang paling tinggi. Namun, hasil penelitian tidak menunjukkan hal demikian (Tabel

4.1).

35

Page 6: nata de guava reaksi pmbentukan.pdf

36

Tabel 4. 1 Pengaruh metode pencucian membran terhadap ketebalan dan nilai fluks

Perlakuan pencucian d (mm) J (L/m2 jam)

Basa 0,06 ± 0,02 27,01 ± 12,75

Ultrasonik 0,5 jam 0,03 ± 0,01 14,98 ± 6,58

Ultrasonik 1 jam 0,05 ± 0,00 26,09 ± 5,38

Ultrasonik 1,5 jam 0,08 ± 0,03 6,00 ± 2,56

Tabel 4.1 menunjukkan ketebalan membran yang berbeda-beda pada tiap perlakuan

pencucian, walaupun kondisi awal dijaga konstan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa

semakin lama waktu pencucian dengan ultrasonik maka permukaan membran akan semakin

mengkerut dan semakin diperoleh permukaan dengan tekstur tebal dan kasar. Oleh karena

itu, membran dengan pencucian ultrasonik selama 1,5 jam, memberikan ketebalan yang

paling besar, yaitu 0,08 mm.

Dari nilai fluks yang diperoleh, dapat terlihat bahwa membran hasil pencucian dengan

ultrasonik 0,5 jam, yang paling tipis, ternyata tidak memberikan nilai fluks yang paling

tinggi. Hal ini disebabkan ukuran pori membran hasil pencucian ultrasonik selama 0,5 jam

yang lebih rapat dan lebih kecil dibandingkan dengan membran hasil perlakuan pencucian

yang lain.

4.4 Pengukuran Permeabilitas Dekstran

Nilai fluks dekstran diperoleh berdasarkan pengukuran permeabilitas dekstran yang

dilakukan dengan cara yang sama seperti pengukuran permeabilitas air, hanya larutan umpan

diganti menjadi larutan dekstran. Dekstran merupakan polisakarida linier yang larut dalam

air. Polimer linier ini mampu menyesuaikan orientasi rantainya melewati pori membran,

seperti yang diilustrasikan pada Gambar 4.7. Hal ini berbeda jika digunakan larutan umpan

berupa molekul protein dalam larutan yang berbentuk globular dengan ikatan hidrogen kuat.

Molekul globular ini tidak dapat menyesuaikan bentuk saat melewati pori membran sehingga

dengan mudah dapat terejeksi oleh membran. Oleh karena itu, molekul globular protein

dengan berat molekul yang sama dengan dekstran linier, akan memiliki nilai fluks lebih

rendah dan nilai rejeksi lebih tinggi (Baker, 2004). Pada penelitian ini, digunakan tiga

larutan dekstran dengan berat molekul yang berbeda, yaitu dekstran T-70 (Mw = 70.000

Dalton), dekstran T-500 (Mw = 500.000 Dalton), dan dekstran T-2000 (Mw = 2000.000

Dalton).

Page 7: nata de guava reaksi pmbentukan.pdf

Gambar 4. 7 Ilustrasi larutan dekstran linier dan molekul globular protein melewati

membran (Baker, 2004)

Pengukuran fluks berguna untuk mengukur banyaknya spesi tertentu yang dapat melewati

membran sehingga terjadi proses pemisahan yang efektif. Pada Tabel 4.2, dapat dilihat

bahwa nilai fluks dekstran yang baik terdapat pada membran hasil pencucian basa dan

membran hasil pencucian ultrasonik selama 1 jam. Hal ini disebabkan, pada kedua metode

pencucian tersebut, membran dapat memberikan perbedaan nilai fluks yang signifikan antara

ketiga larutan dekstran yang berbeda berat molekulnya sedangkan pada membran hasil

pencucian ultrasonik selama 0,5 jam dan 1,5 jam, tidak memberikan perbedaan nilai fluks

yang berarti ketika dilakukan pengujian dengan ketiga larutan dekstran yang berbeda (Tabel

4.2).

Tabel 4. 2 Data nilai fluks membran dari dekstran T-70, T-500, dan T-2000

Ultrasonik

0,5 jam

Ultrasonik

1 jam

Ultrasonik

1,5 jam

Basa

Dekstran (Dalton) J (L/m2 jam) J (L/m2 jam) J (L/m2 jam) J (L/m2 jam)

70.000 8,81 23,24 3,06 19,16

500.000 8,44 17,12 2,83 15,70

2.000.000 7,58 12,43 2,45 10,80

37

Page 8: nata de guava reaksi pmbentukan.pdf

Gambar 4.8, menunjukkan bahwa waktu pencucian ultrasonik akan mempengaruhi nilai

fluks membran. Membran hasil pencucian ultrasonik selama 0,5 dan 1,5 jam, memberikan

nilai fluks dekstran yang rendah sedangkan membran hasil pencucian ultrasonik selama 1

jam memberikan nilai fluks dekstran paling tinggi dan paling mendekati dengan nilai fluks

membran hasil pencucian basa. Faktor penyebabnya dapat dilihat dari analisa morfologi

membran, yang menunjukkan bahwa membran hasil pencucian ultrasonik selama 0,5 jam

memiliki struktur membran yang rapat dan membran hasil pencucian ultrasonik selama 1,5

memiliki struktur membran yang tebal dan kasar sehingga nilai fluks yang diperoleh kedua

membran tersebut rendah. Nilai fluks paling tinggi diperoleh membran hasil pencucian

ultrasonik selama 1 jam karena struktur membran tersebut lebih renggang dibandingkan

dengan kedua membran yang lain.

0

5

10

15

20

25

0,0 0,5 1,0 1,5 2,0

waktu pencucian, t (jam)

J (L

/m2 ja

m)

Dekstran T-70Dekstran T-500Dekstran T-2000

Gambar 4. 8 Pengaruh nilai fluks membran terhadap waktu pencucian dengan ultrasonik

Perbedaan struktur membran ini disebabkan oleh perlakuan waktu pencucian dengan

ultrasonik. Awalnya, pencucian membran dengan ultrasonik selama 0,5 jam, akan

menyebabkan bakteri yang masih menempel pada membran lisis atau pecah akibat vibrasi

dari alat ultrasonik. Hal ini akan menyebabkan meningkatnya kemurnian selulosa sehingga

ikatan antar rantai semakin kuat dan struktur semakin rapat. Penambahan waktu pencucian

hingga 1 jam, menyebabkan adanya serat-serat membran yang mulai merenggang sehingga

hal ini yang menyebabkan membran hasil pencucian ultrasonik selama 1 jam, memberikan

nilai fluks paling tinggi. Semakin lama pencucian dengan ultrasonik, hingga 1,5 jam,

menyebabkan serat-serat antar rantai selulosa menjadi tidak beraturan. Hal ini disebabkan

vibrasi dari alat ultrasonik dengan waktu yang semakin lama, akan memberikan energi

getaran yang lebih tinggi sehingga dapat terjadi degradasi mekanik pada membran.

38

Page 9: nata de guava reaksi pmbentukan.pdf

4.5 Pengukuran Nilai Rejeksi

Nilai rejeksi menunjukkan kemampuan suatu membran dalam menahan suatu spesi tertentu.

Hasil penentuan persen rejeksi membran pencucian basa dan variasi waktu ultrasonik, dapat

ditunjukkan pada Gambar 4.9.

0

1020

30

40

5060

70

4 5 6 7log berat molekul dekstran (Dalton)

%R

Ultrasonik 0,5 jamUltrasonik 1 jamUltrasonik 1,5 jamBasa

Gambar 4. 9 Pengaruh metode pencucian membran terhadap persen rejeksi

Ukuran pori membran hasil pencucian ultrasonik selama 0,5 jam yang lebih kecil

dibandingkan yang lain dan struktur membran yang rapat, menyebabkan nilai rejeksi yang

paling baik diberikan pada membran tersebut. Dari grafik log berat molekul dekstran

terhadap persen rejeksi ini, tidak diperoleh niai MWCO (Molecular Weight Cut Off ), yaitu

nilai yang menunjukkan suatu batasan nilai berat molekul yang dapat ditahan oleh membran

dan nilai ini hanya dapat ditentukan jika nilai rejeksi mencapai 90 %. Hal ini disebabkan

pada penelitian ini, didapat hasil sintesis membran nata-de-coco dengan ukuran pori yang

besar sehingga untuk mendapatkan nilai MWCO, perlu digunakan senyawa standar lain

dengan berat molekul lebih besar dari 2000.000 Dalton.

Tabel 4. 3 Data persen rejeksi dari dekstran T-70, T-500, dan T-2000

Ultrasonik

0,5 jam Ultrasonik

1 jam Ultrasonik 1,5

jam Basa

Dekstran (Dalton) %R %R %R %R

70.000 43,28 38,25 36,50 28,72

500.000 49,41 45,62 44,56 46,49

2.000.000 53,91 53,60 53,74 49,42

39

Page 10: nata de guava reaksi pmbentukan.pdf

Pada Tabel 4.3, dapat terlihat bahwa nilai rejeksi pada tiap metode pencucian, tidak

memberikan perbedaan nilai yang jauh berbeda. Berdasarkan nilai rejeksi yang diperoleh,

membran nata-de-coco hasil penelitian ini dapat dikelompokkan sebagai membran

mikrofiltrasi.

4.6 Kekuatan Mekanik Membran

Pengujian kekuatan mekanik pada membran, dilakukan melalui uji tarik. Dari uji tarik ini

akan diperoleh data kekuatan tarik (stress), regangan (strain), dan modulus elastis Young.

Modulus elastis Young merupakan ukuran ketahanan deformasi suatu membran, yang

didapat dari hasil pengukuran tegangan (σ), dibagi dengan regangan (strain) atau elongasi.

Tabel 4. 4 Data uji tarik membran

Stress (MPa) Strain (%) Modulus Young (MPa)

Basa 86,59 5,49 2769,77

Ultrasonik 0,5 jam 47,29 2,08 2656,2

Ultrasonik 1 jam 60,50 5,07 3143,97

Ultrasonik 1,5 jam 28,37 5,81 605,09

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa membran hasil pencucian ultrasonik selama 1 jam memiliki

kekuatan mekanik yang paling baik Hal ini dapat terlihat dari nilai Modulus Young yang

paling tinggi. Lamanya pencucian dengan ultrasonik (1,5 jam), menyebabkan kekuatan

mekanik membran menurun, yang menunjukkan membran semakin rapuh.

Hasil ini disebabkan pencucian dengan ultrasonik dapat mendegradasi suatu polimer, seperti

selulosa (Schnabel, 1981). Degradasi yang dapat terjadi adalah degradasi mekanik.

Degradasi ini terjadi akibat adanya inisiasi mekanik disertai dengan pemutusan rantai pada

polimer. Pengkerutan atau berlipatnya rantai inter dan intramolekular dapat menyebabkan

regangan (stretching) sebagian makromolekul, yang dapat menyebabkan pemutusan rantai.

Pemutusan ikatan dapat terjadi jika terdapat energi yang cukup terkonsentrasi dalam segmen

tertentu makromolekul, sebagai akibat ketidakhomogenan distribusi tegangan dalam molekul

(Schnabel, 1981). Alat ultrasonik memberikan inisiasi mekanik berupa gelombang kejut

yang digunakan selama proses pencucian. Hal ini dapat menyebabkan putusnya ikatan

dalam rantai selulosa sehingga kekuatan mekanik membran menurun.

40

Page 11: nata de guava reaksi pmbentukan.pdf

41

Dalam pengaruh mekanik, suatu polimer linier diperpanjang dalam arah tegangan sehingga

ikatan yang berada di tengah rantai menjadi tegang, sementara bagian polimer yang lain

tidak berpengaruh (Schnabel, 1981). Pembuktian berubah atau tidaknya konformasi dari

struktur polimer tersebut, dapat dilakukan dengan menggunakan metode spektroskopi 13C-

NMR (Clasen, 2001). Semakin lama molekul berada dalam keadaan tereksitasi secara

mekanik (keadaan tegang) maka pemutusan ikatan akan lebih cepat terjadi (Schnabel, 1981).

Hasil pengamatan pada membran dengan pencucian ultrasonik selama 1,5 jam, menunjukkan

permukaan membran yang berkerut dan menebal di bagian tengahnya serta bertekstur kasar

sedangkan pada membran hasil pencucian ultrasonik selama 0,5 dan 1 jam, tidak

menunjukkan hal tersebut. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa membran dengan

pencucian ultrasonik terlalu lama dapat menyebabkan degradasi mekanik hingga terjadinya

penurunan kekuatan mekanik akibat adanya ikatan rantai polimer yang terputus. Ikatan rantai

polimer yang terputus tersebut akan menyebabkan penurunan berat molekul membran.

Penentuan berat molekul dan distribusi berat molekul suatu polimer yang memiliki

kekentalan tinggi seperti selulosa (nata de coco), dapat dilakukan dengan menggunakan

metode light scattering. Metode light scattering ini sangat baik digunakan untuk polimer

dengan berat molekul yang besar karena jumlah scattered light dari larutan polimer, akan

meningkat seiring dengan penambahan berat molekul sehingga pengukuran akan lebih

akurat. Batas berat molekul untuk pengukuran suatu polimer dengan metode ini adalah pada

rentang 5000-10.000, di bawah batas tersebut, jumlah scattered light terlalu kecil untuk

diukur secara akurat.

4.7 Analisa Morfologi Membran

Analisa morfologi dilakukan pada penampang lintang dan permukaan membran dengan

menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM). Oleh karena ketebalan membran yang

berbeda-beda pada tiap metode pencucian maka pada analisa SEM ini, perlu digunakan

perbesaran yang berbeda pada pemotretan bentuk lintang penampang membran untuk

memfokuskan dan mengoptimalkan gambar yang diperoleh.

Page 12: nata de guava reaksi pmbentukan.pdf

(a)Penampang lintang dengan perbesaran 300x (b)Permukaan dengan perbesaran 5000x

Gambar 4. 10 Morfologi membran nata-de-coco

(a)Penampang lintang dengan perbesaran 2000x (b)Permukaan dengan perbesaran 5000x

Gambar 4. 11 Morfologi membran hasil pencucian dengan basa

Dari Gambar 4.11, dapat dilihat serat-serat halus selulosa pembentuk membran nata-de-coco

pada permukaan dan penampang lintang membran. Membran nata-de-coco ini memiliki

struktur berlapis-lapis yang rapat dan bersifat hidrofil. Morfologi membran hasil pencucian

dengan basa, menunjukkan struktur membran yang lebih rapat dibandingkan dengan

membran tanpa perlakuan pencucian. Hal ini menunjukkan bahwa pencucian dengan basa

dapat meningkatkan kemurnian selulosa sehingga ikatan hidrogen antar rantai selulosa

semakin kuat dan struktur menjadi lebih rapat. Analisa morfologi membran dengan

pencucian menggunakan variasi waktu ultrasonik Gambar 4.12 sampai dengan 4.14,

menunjukkan bahwa semakin lama waktu pencucian membran dengan menggunakan

ultrasonik, akan menyebabkan morfologi penampang lintang membran semakin rapat dan

semakin bertekstur kasar.

42

Page 13: nata de guava reaksi pmbentukan.pdf

(a)Penampang lintang dengan perbesaran 1000x (b)Permukaan dengan perbesaran 5000x

Gambar 4. 12 Morfologi membran hasil pencucian dengan ultrasonik 0,5 jam

(a)Penampang lintang dengan perbesaran 2000x (b)Permukaan dengan perbesaran 5000x

Gambar 4. 13 Morfologi membran hasil pencucian dengan ultrasonik 1 jam

(a)Penampang lintang dengan perbesaran 1500x (b)Permukaan dengan perbesaran 5000x

Gambar 4. 14 Morfologi membran hasil pencucian dengan ultrasonik 1,5 jam

43

Page 14: nata de guava reaksi pmbentukan.pdf

44

Gambar 4.12 menunjukkan membran hasil pencucian dengan ultrasonik selama 0,5 jam,

memiliki bentuk penampang lintang yang sangat tipis dengan permukaan membran yang

tersusun dari serat-serat yang rapat. Hal ini menunjukkan bahwa membran tersebut sangat

tipis namun berstruktur rapat sehingga walaupun tipis, membran tersebut memiliki nilai fluks

rendah. Pada membran hasil pencucian dengan ultrasonik selama 1 jam (Gambar 4.13),

dapat terlihat bentuk penampang lintang membran yang lebih tebal dan serat-serat pada

permukaan membran yang mulai merenggang, lebih tidak rapat dibandingkan membran hasil

pencucian ultrasonik selama 0,5 jam. Hal ini yang menyebabkan nilai fluks membran lebih

tinggi walaupun membran tersebut lebih tebal. Pada membran hasil pencucian dengan

ultrasonik selama 1,5 jam (Gambar 4.14), terlihat bahwa bentuk penampang lintang

membran semakin tebal, lapisan (lamela) membran bergelombang, mengkerut, dan menebal

di bagian tertentu. Pada permukaan membran terlihat serat-serat selulosa yang semakin tidak

beraturan, yang kemungkinan disebabkan terjadinya degradasi mekanik pada membran

tersebut akibat terlalu lama pencucian dalam alat ultrasonik.

Dari analisa SEM, membran nata-de-coco dapat dikelompokkan dalam membran simetris.

Pembentukan membran simetris ini terjadi akibat proses pembuatan membran nata-de-coco

melalui pertumbuhan selulosa di permukaan medium saat fermentasi oleh bakteri

Acetobacter xylinum.