4
Shofiyyah Taqiyyah 1206250090 Indonesia and Natural Resources Curse Indonesia merupakan negeri kaya raya yang memliki sejuta pesona dan menjanjikan berjuta impian, bagaimana tidak? Sampai saat ini, Indonesia masih tetap menduduki negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah 17.504 pulau, termasuk 9.634 pulau yang belum diberi nama dan 6.000 pulau yang tidak berpenghuni dan memiliki 3 dari 6 pulau terbesar di dunia yaitu Pulau Kalimantan, Sumatera, dan Papua. Indonesia juga merupakan negara maritim terbesar di dunia dengan perairan seluas 93.000 Km 2 dan panjang pantai 81.000 Km atau hampir 25% panjang pantai dunia. Kekayaan alam di Indonesia tidak akan pernah habis dibicarakan, mulai dari penghasil gas alam cair (LNG) terbesar di dunia (20% dari suplai seluruh dunia), produsen timah terbesar di dunia, pengekspor terbesar kayu lapis di dunia (80% pasar dunia), penghasil cengkeh dan pala terbesar di dunia, dan penghasil minyak sawit (CPO) dan karet alam terbesar kedua di dunia. Berbagai sumber yang menyebutkan mengenai keanekaragaman sumber daya alam di Indonesia mungkin belum mencapai seluruhnya, karena sampai saat ini berbagai penemuan kekayaan alam Indonesia terus berkembang, ditambah lagi pemerintah Indonesia tidak benar-benar mengetahui jumlah seluruh kekayaan alam Indonesia. Sebagai negeri yang diberikan anugerah yang tak terkira oleh Sang Maha Pencipta, Indonesia sudah seharusnya menjadi negara yang makmur dan terpandang di dunia. Namun, sampai saat ini, kondisi Indonesia justru menjadi sebuah paradoks “kutukan sumber daya alam” atau yang lebih dikenal dengan natural resources curse . Kutukan tersebut bukanlah suatu yang diturunkan oleh nenek moyang masyarakat Indonesia tetapi suatu paradoks yang diberikan oleh para ahli ekonomi barat untuk menggambarkan realita suatu negeri yang kaya raya, terutama dalam sumber daya alam tak terbarukan seperti mineral dan minyak bumi, tetapi pertumbuhan ekonominya lebih rendah dibandingkan negara yang tidak memiliki banyak kekayaan alam. Tidak salah memang, jika Indonesia akhirnya

Natural Resources Curse

Embed Size (px)

DESCRIPTION

fs

Citation preview

Page 1: Natural Resources Curse

Shofiyyah Taqiyyah1206250090

Indonesia and Natural Resources Curse

Indonesia merupakan negeri kaya raya yang memliki sejuta pesona dan menjanjikan berjuta impian, bagaimana tidak? Sampai saat ini, Indonesia masih tetap menduduki negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah 17.504 pulau, termasuk 9.634 pulau yang belum diberi nama dan 6.000 pulau yang tidak berpenghuni dan memiliki 3 dari 6 pulau terbesar di dunia yaitu Pulau Kalimantan, Sumatera, dan Papua. Indonesia juga merupakan negara maritim terbesar di dunia dengan perairan seluas 93.000 Km2 dan panjang pantai 81.000 Km atau hampir 25% panjang pantai dunia. Kekayaan alam di Indonesia tidak akan pernah habis dibicarakan, mulai dari penghasil gas alam cair (LNG) terbesar di dunia (20% dari suplai seluruh dunia), produsen timah terbesar di dunia, pengekspor terbesar kayu lapis di dunia (80% pasar dunia), penghasil cengkeh dan pala terbesar di dunia, dan penghasil minyak sawit (CPO) dan karet alam terbesar kedua di dunia. Berbagai sumber yang menyebutkan mengenai keanekaragaman sumber daya alam di Indonesia mungkin belum mencapai seluruhnya, karena sampai saat ini berbagai penemuan kekayaan alam Indonesia terus berkembang, ditambah lagi pemerintah Indonesia tidak benar-benar mengetahui jumlah seluruh kekayaan alam Indonesia.

Sebagai negeri yang diberikan anugerah yang tak terkira oleh Sang Maha Pencipta, Indonesia sudah seharusnya menjadi negara yang makmur dan terpandang di dunia. Namun, sampai saat ini, kondisi Indonesia justru menjadi sebuah paradoks “kutukan sumber daya alam” atau yang lebih dikenal dengan natural resources curse. Kutukan tersebut bukanlah suatu yang diturunkan oleh nenek moyang masyarakat Indonesia tetapi suatu paradoks yang diberikan oleh para ahli ekonomi barat untuk menggambarkan realita suatu negeri yang kaya raya, terutama dalam sumber daya alam tak terbarukan seperti mineral dan minyak bumi, tetapi pertumbuhan ekonominya lebih rendah dibandingkan negara yang tidak memiliki banyak kekayaan alam. Tidak salah memang, jika Indonesia akhirnya menjadi sebuah paradoks “kutukan sumber daya alam”. Hal tersebut terbukti dari posisi Indonesia yang menempati urutan ke-68 negara termiskin di dunia dengan jumlah pendapatan kotor yang hanya mencapai 3.900 dollar per tahunnya. Indonesia memang masih lebih baik dari negara India, Kamboja, dan Filipina, tetapi posisi Indonesia lebih buruk dibanding negara Sri Lanka dan Georgia.

Paradoks “kutukan sumber daya alam” ini pada dasarnya tidak muncul begitu saja, tetapi disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu buruknya manajemen sumber daya alam, tingginya angka korupsi, dan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Manajemen sumber daya alam di Indonesia sudah diwarnai dengan kepentingan masing-masing sektor dan menimbulkan konflik antar sektor yang ditengarai oleh regulasi setiap sektor yang tidak memiliki keterkaitan antar sektor lainnya, sektor-sektor yang terkait dalam kasus ini seperti sektor kementrian energi dan mineral, kementrian kehutanan, kementrian pertanian, kementrian kelautan dan perikanan, dan lingkungan hidup. Disamping itu, berbagai kasus korupsi di Indonesia tidak henti bermunculan, berdasarkan survey Bribe Payer Index (BPI) 2011 Transparency International, yang dilakukan terhadap 28 negara, menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara keempat terkorup di dunia. Dan berdasarkan hasil analisis audit BPK tahun 2008-2010 kementrian ESDM menempati urutan ke-5 dari 10 lembaga yang berpotensi terkorup di Indonesia.

Page 2: Natural Resources Curse

Shofiyyah Taqiyyah1206250090

Faktor kualitas sumber daya manusia yang disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan di Indonesia, menjadi salah satu penyebab utama dari permasalahan ini. Pasalnya, masyarakat Indonesia sejak dulu telah terbiasa memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia sehingga kurang memikirkan keberlangsungan hidup di masa depan. Selain itu, kekayaan alam di Indonesia justru lebih banyak yang dieksploitasi yaitu dengan mengekspor bahan bakar mineral, tembaga, karet, dll. Saat ini, Indonesia masih lebih cenderung mengekspor kekayaan alam ke luar negeri daripada melakukan upaya inovasi untuk memanfaatkan, mengembangkan, dan melestarikan kekayaan alam untuk Indonesia sendiri. Hal tersebut terbukti dari jumlah paten internasional yang didaftarkan Indonesia yang hanya berjumlah enam buah hingga tahun 2009, jauh di bawah Amaerika Serikat dan Jepang yang mencapai puluhan ribu. Bahkan dalam hal pendaftaran logo (trademark), Indonesia masih tertinggal jauh, hanya sejumlah 15 buah, dibandingkan China 84.000 logo, Thailand 386 logo, Malaysia 513 logo, dan Filipina 54 logo.

Dapat dikatakan paradoks “kutukan sumber daya alam” utamanya disebabkan oleh kondisi Indonesia yang masih labil, padahal pada tahun 2015 nanti, kemerdekaan Indonesia sudah berumur 70 tahun. Namun, Indonesia masih terus dikendalikan oleh berbagai pihak dan belum mampu mengatur negerinya sendiri. Kendali Indonesia terhadap pemanfaatan sumber daya alam masih sangat rendah, salah satu kasusnya yaitu PT. Freeport yang sejak pembukaan pertambangan tersebut telah menghasilkan sekitar 7,3 juta ons tembaga dan 724,7 juta ons emas, bahkan ketika emas dan tembaga mulai menipis di sana, ternyata di bawah lapisan emas dan tembaga lebih tepatnya di kedalaman 400 meter ditemukan kandungan mineral yang harganya lebih mahal dari emas yaitu uranium. Dengan jumlah hasil tambang yang sedemikian melimpah, justru belum membuat masyarakat Indonesia sejahtera, hal itu diesebabkan oleh eksploitasi kekayaan alam Indonesia masih terus dikuasai asing.

Melihat kelabilan Indonesia saat ini, bisa dikatakan Indonesia masih terus dijajah oleh pihak asing, tetapi bedanya dahulu dijajah untuk mengambil rempah-rempah, sedangkan sekarang untuk mengambil minyak bumi, emas, perak, batu bara, hasil hutan, dll. Kekayaan sumber daya alam memang tidak selamanya menjadi sebuah keuntungan bagi suatu negara, bisa jadi justru menjadi sebuah petaka ketika negara tersebut tidak mampu mengelolanya dengan baik. Sudah saatnya kemajuan ekonomi Indonesia tidak hanya bertumpu pada sumber daya alam tanpa ada upaya inovasi yang mengandalkan sumber daya manusia. Jika terus seperti saat ini, Indonesia akan terus tertinggal jauh dan tidak mampu bersaing dengan negara lain yang tidak sekaya Indonesia. Sudah seharusnya juga pemerintah Indonesia mengembangkan pengelolaan sumber daya alam secara mandiri dan sistematis sehingga tidak lagi memunculkan masalah dilema manajemen sumber daya alam Indonesia. Dan sudah menjadi kewajiban kita bersama, untuk lebih memikirkan dan melakukan berbagai upaya inovasi dalam bidang teknologi untuk memaksimalkan potensi sumber daya alam Indonesia agar kelak negeri kita tercinta ini menjadi surga dunia bagi para penghuninya. Source:ekonomi.kompasiana.com, satunegeri.com, arrahamah.com, anneahira.com