51
Nekrolisis Epidermal Toxik Definisi Nekrolisis epidermal toksik adalah suatu penyakit kulit akut yang ditandai dengan epidermolisis menyeluruh .(1) Umumnya merupakan penyakit yang berat, lebih berat daripada steven Johnson sindrom. (2) Alan Lyell mendeskripsikan nekrolisis epidermal toksik sebagai suatu erupsi yang menyerupai luka bakar pada kulit. Nekrolisis epidermal toksik adalah kelainan kulit yang memerlukan penanganan segera yang paling banyak disebabkan oleh (3) obat-obatan. (1,3) Meskipun begitu, etiologi lainnya, termasuk infeksi, keganasan, dan vaksinasi, juga bisa menyebabkan penyakit ini. Nekrolisis epidermal toksik merupakan varian yang paling berat dari penyakit bulosa seperti eritema multiforme dan sindrom Stevens-Johnson. Semua kelainan tersebut memberikan gambaran lesi kulit yang menyebar luas, dan terutama pada badan dan wajah yang melibatkan satu atau lebih membran mukosa. (3) Dahulu staphylococcal scaled skin sindrom dimasukkan dalam NET tetapi sekarang dipisahkan karena terapi dan prognosisnya berbeda. (1) Patofisiologi Patofisiologi terjadinya nekrolisis epidermal toksik belum jelas, namun, dipercaya bahwa fenomena imun kompleks yang bertanggung jawab. (1,2,3) Salah satu teori menyatakan akumulasi metabolit obat pada epidermis secara genetik dipengaruhi oleh proses imunologi setiap 1

Nekrolisis Epidermal ToxikLL.doc

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Nekrolisis Epidermal ToxikLL.doc

Nekrolisis Epidermal Toxik

Definisi

Nekrolisis epidermal toksik adalah suatu penyakit kulit akut yang ditandai dengan

epidermolisis menyeluruh.(1) Umumnya merupakan penyakit yang berat, lebih berat

daripada steven Johnson sindrom.(2) Alan Lyell mendeskripsikan nekrolisis epidermal

toksik sebagai suatu erupsi yang menyerupai luka bakar pada kulit. Nekrolisis

epidermal toksik adalah kelainan kulit yang memerlukan penanganan segera yang

paling banyak disebabkan oleh(3) obat-obatan.(1,3) Meskipun begitu, etiologi lainnya,

termasuk infeksi, keganasan, dan vaksinasi, juga bisa menyebabkan penyakit ini.

Nekrolisis epidermal toksik merupakan varian yang paling berat dari penyakit bulosa

seperti eritema multiforme dan sindrom Stevens-Johnson. Semua kelainan tersebut

memberikan gambaran lesi kulit yang menyebar luas, dan terutama pada badan dan

wajah yang melibatkan satu atau lebih membran mukosa.(3) Dahulu staphylococcal

scaled skin sindrom dimasukkan dalam NET tetapi sekarang dipisahkan karena terapi

dan prognosisnya berbeda.(1)

Patofisiologi

Patofisiologi terjadinya nekrolisis epidermal toksik belum jelas, namun, dipercaya

bahwa fenomena imun kompleks yang bertanggung jawab.(1,2,3) Salah satu teori

menyatakan akumulasi metabolit obat pada epidermis secara genetik dipengaruhi oleh

proses imunologi setiap individu. Limfosit T CD8+ dan makrofag mengaktifkan

proses inflamasi yang menyebabkan apoptosis sel epidermis.(3)

Gejala klinis

Pasien mungkin menampakkan gejala-gejala prodromal 2-3 hari seperti malaise, rash,

demam, batuk, arthralgia, mialgia, rhinitis, headache, anorexia, serta mual dan

muntah, dengan atau tanpa diare. Gejala dan tanda prodromal lainnya yang dapat

berkembang seperti konjungtivitis (32%), faringitis (25%), dan pruritus (28%). Pada

fase akut (8-12 hari) terjadi demam yang persisten, pengelupasan epidermis, dan

terlibatnya membran mukosa. Komplikasi berupa stomatitis dan mukositis, nyeri pada

saat menelan sehingga pasien beresiko tinggi untuk terjadinya dehidrasi dan

malnutrisi. Konjungtiva biasanya terlibat 1-3 hari sebelum munculnya lesi kulit.

1

Page 2: Nekrolisis Epidermal ToxikLL.doc

Erosi mukosa pipi, hidung, faring, dan trakeobronkial dapat terjadi. Erosi juga dapat

terjadi pada esofagus, perineum, vagina, uretra serta mukosa usus. (3)

Tanda vital pasien dapat didapatkan hiperpireksia, hipotensi sekunder sampai

hipovolemia dan takikardi. Pada pameriksaan kulit didapatkan: (2,3)

Lesi kulit dimulai dengan nyeri/rasa terbakar, panas, eritematous, macula

morbiliform secara simetris pada wajah dan dada sebelum menyebar ke

seluruh badan.

Nikolsky sign positif (1,2,3)

Krusta hemoragik pada bibir

Konjungtivitis umumnya ditemukan sebelum terjadi pengelupasan epidermis.

Pneumonia merupakan komplikasi yang paling berat dan merupakan

kegagalan nafas akut dan membutuhkan intubasi.

Gambaran Histopatologi

Secara histologi, terdapat penebalan nekrosis epidermis dengan tanda inflamasi

dermis atau epidermis. Bisa terdapat pelepasan dan pengelupasan epidermis. Nekrosis

sel satelit dapat terlihat, sampai nekrosis eosinofil secara luas. (3) Pada stadium dini

tampak vakuolisasi dan nekrosis sel sel basal sepanjang perbatasan dermal dan

epidermal.(1,2)

2

Page 3: Nekrolisis Epidermal ToxikLL.doc

Pemeriksaan penunjang

Tes-tes laboratorium hanya bisa membantu dalam menentukan terapi simptomatik

atau suportif. Pemeriksaan radiologi tidak spesifik namun foto thoraks dapat

dilakukan untuk mengetahui adanya inflamasi trakeobronkial yang menyebabkan

pneumonia.(3) Kimia darah dilakukan untuk menilai keseimbangan cairan tubuh. (2)

Sindrom Stevens-Johnson

Sindrom Steven-Johnson (SSJ) merupakan suatu kumpulan gejala klinis erupsi

mukokutaneus yang ditandai oleh trias kelainan pada kulit vesikulobulosa, mukosa

orifisium serta mata disertai gejala umum berat.(1,2,3,4) Sinonimnya antara lain : sindrom

de Friessinger-Rendu, eritema eksudativum multiform mayor,(1,2) eritema poliform

bulosa, sindrom muko-kutaneo-okular, dermatostomatitis, dll.(3)

Patofisiologi

Etiologi SSJ sukar ditentukan dengan pasti, karena penyebabnya berbagai faktor,

walaupun pada umumnya sering berkaitan dengan respon imun terhadap obat.

Beberapa faktor penyebab timbulnya SSJ diantaranya : infeksi (virus, jamur, bakteri,

parasit), obat (salisilat, sulfa, penisilin, etambutol, tegretol, tetrasiklin, digitalis,

kontraseptif), makanan (coklat), fisik (udara dingin, sinar matahari, sinar X), lain-lain

(penyakit polagen, keganasan, kehamilan).(4,6) Patogenesis SSJ sampai saat ini belum

jelas walaupun sering dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe III (reaksi

kompleks imun) yang disebabkan oleh kompleks soluble dari antigen atau

metabolitnya dengan antibodi IgM dan IgG dan reaksi hipersensitivitas lambat

(delayed-type hypersensitivity reactions, tipe IV) adalah reaksi yang dimediasi oleh

limfosit T yang spesifik.(4,6)

Gejala klinis

Gejala prodromal berkisar antara 1-14 hari berupa demam, malaise, batuk, koriza,

sakit menelan, nyeri dada, muntah, pegal otot dan atralgia yang sangat bervariasi

dalam derajat berat dan kombinasi gejala tersebut.(6)

3

Page 4: Nekrolisis Epidermal ToxikLL.doc

Setelah itu akan timbul lesi di : (1,4)

Kulit berupa eritema, papel, vesikel, atau bula secara simetris pada hampir

seluruh tubuh.

Mukosa berupa vesikel, bula, erosi, ekskoriasi, perdarahan dan kusta berwarna

merah. Bula terjadi mendadak dalam 1-14 hari gejala prodormal, muncul pada

membran mukosa, membran hidung, mulut, anorektal, daerah vulvovaginal,

dan meatus uretra. Stomatitis ulseratif dan krusta hemoragis merupakan

gambaran utama.

Mata : konjungtivitis kataralis, blefarokonjungtivitis, iritis, iridosiklitis,

kelopak mata edema dan sulit dibuka, pada kasus berat terjadi erosi dan

perforasi kornea yang dapat menyebabkan kebutaan. Cedera mukosa okuler

merupakan faktor pencetus yang menyebabkan terjadinya ocular cicatricial

pemphigoid, merupakan inflamasi kronik dari mukosa okuler yang

menyebabkan kebutaan. Waktu yang diperlukan mulai onset sampai terjadinya

ocular cicatricial pemphigoid bervariasi mulai dari beberapa bulan sampai 31

tahun.

 

DIAGNOSIS

Diagnosis ditujukan terhadap manifestasi yang sesuai dengan trias kelainan kulit,

mukosa, mata, serta hubungannya dengan faktor penyebab yang secara klinis terdapat

lesi berbentuk target, iris atau mata sapi, kelainan pada mukosa, demam.(4)

4

Page 5: Nekrolisis Epidermal ToxikLL.doc

Selain itu didukung pemeriksaan laboratorium antara lain pemeriksaan darah tepi,

pemeriksaan imunologik, biakan kuman serta uji resistensi dari darah dan tempat lesi,

serta pemeriksaan histopatologik biopsi kulit. Anemia dapat dijumpai pada kasus

berat dengan perdarahan, leukosit biasanya normal atau sedikit meninggi, terdapat

peningkatan eosinofil.(4) Kadar IgG dan IgM dapat meninggi, C3 dan C4 normal atau

sedikit menurun dan dapat dideteksi adanya kompleks imun beredar. Biopsi kulit

direncanakan bila lesi klasik tak ada. Imunoflurosesensi direk bisa membantu

diagnosa kasus-kasus atipik. (3)

Diagnosis banding

Diagnosis banding utama adalah nekrosis epidermal toksik (NET) dimana manifestasi

klinis hampir serupa tetapi keadaan umum NET terlihat lebih buruk daripada SSJ. (1,2,3,6) 

Prognosis

Pada kasus yang tidak berat, prognosisnya baik, dan penyembuhan terjadi dalam

waktu 2-3 minggu. Kematian berkisar antara 5-15% pada kasus berat dengan berbagai

komplikasi atau pengobatan terlambat dan tidak memadai. Prognosis lebih berat bila

terjadi purpura yang lebih luas. Kematian biasanya disebabkan oleh gangguan

keseimbangan cairan dan elektrolit, bronkopneumonia, serta sepsis.(4,6)

Erythema Multiforme

Definisi

Eryhtema multiforme merupakan suatu penyakit akut dan merupakan penyakit kulit

yang self-limiting dan merupakan erupsi kulit yang meradang. Bercak kemerahan

terbentuk dari bintik-bintik merah di kulit, yang kadang-kadang tampak keunguan

atau berisi cairan di tengahnya. Ia juga biasanya mengenai daerah mulut, mata dan

permukaan-permukaan lain yang lembab.(3) Dinamakan erythema multiforme karena

munculnya variasi bentuk multiforme dengan derajat tinggi dalam presentasi

klinisnya.

5

Page 6: Nekrolisis Epidermal ToxikLL.doc

Variasi ini menyebabkan erythema multiforme ini dibagi menjadi dua kelompok yang

saling tumpang tindih yaitu eritema multiforme minor dan eritema multiforme mayor

atau lebih dikenali dengan Stevens-Johnson’s syndrome.(1,3)

Epidemiologi

Eritema multiforme secara predominan diteliti pada dewasa muda dan sangat jarang

pada anak-anak. Biasanya lebih mengenai pada pria tanpa mempedulikan ras dan

warna kulit. Peneliti lain menganggap eritema multiforme ini merupakan penyakit

yang biasa pada ahli kulit. Dari penelitian mereka mendapatkan separuh dari kasus

mengenai golongan muda (di bawah 20 tahun). Jarang didapatkan mengenai anak-

anak di bawah 3 tahun dan mereka yang berusia di atas 50 tahun. Laki-laki biasanya

lebih banyak mengenai eritema multiforme berbanding wanita tanpa ada predileksi

ras. Sepertiga dari eritema multiforme kambuh sementara musim biasanya

mempengaruhi. (3)

Patofisiologi dan Penyebab

Patofisiologi penyakit ini belum terlalu dimengerti tetapi muncul pendapat yang

mengatakan penyakit ini melibatkan reaksi hipersensitivitas yang memicu berbagai

stimulus, biasanya bakteri, virus atau produk-produk kimia.(1,2,3) Penelitian prospektif

internasional yang terbaru menunjukkan penyebab mayor dari eritema multiforme ini

adalah virus herpes. Virus herpes yang paling sering menyerang adalah virus HSV I

dan II. Tercatat serangan herpes labialis pada penyakit ini diperkirakan sebesar 50%.

Herpes labialis biasanya menyerang pada lesi kutan (cutaneous lesion), muncul secara

simultan dan juga muncul setelah lesi target erythema multiforme muncul. Herpes

labialis menyerang lesi target pada erythema multiforme dalam waktu 3-14 hari.

Dilaporkan kebanyakan kasus pada anak-anak dan dewasa muda disebabkan oleh

virus HSV tipe I, tetapi ada juga yang mengatakan golongan ini masih bisa terkena

erytheme multiforme akibat serangan virus HSV tipe II. Selain virys herpes (HSV),

erythema multiforme bisa disebabkan oleh orf, Histoplasma capsulatum, dan virus

Epstein-Barr. (3)

6

Page 7: Nekrolisis Epidermal ToxikLL.doc

Gambaran histopatologik

Gambaran histopatologik berupa infiltrate limfosit dermal-epidermal junction dan

sekitar pembuluh darah dermal, dermal edema, nekrosis keratinosit epidermal, dan

pembentukan bulla subepidermal. Penelitian histology dan immunokimia mendapati

pada erytheme multiforme mempunyai densitas tinggi pada infiltrate sel yang kaya

dengan limfosit-T. (3)

Kriteria diagnostic

Kriteria diagnostik untuk erythema multiforme ialah adanya lesi target pada kulit

yang diameternya kurang dari 3 cm, mengenai kurang dari 20% permukaan tubuh,

dengan penglibatan minimal dari membrane mukosa yang biasanya bisa dilihat lewat

biopsi. Lesi kutaneus secara tipikal adalah simetrik, dan melibatkan ekstremitas, yang

biasanya predileksinya pada tangan bagian dorsal dan ekstensor.(2,3)

Dari penelitian, hampir kesemua lesi muncul dalam waktu 24 jam dan muncul

sempurna setelah 72 jam. Di dapatkan juga gatal dan rasa terbakar yang muncul

diantara lesi-lesi. Lesi primer biasanya berbentuk bundar, papul kemerahan yang

biasanya menetap dikulit selama 7 hari atau lebih. Beberapa papul-papul kemerahan

ini biasanya berubah menjadi lesi target.(3)

Lesi target berupa perubahan warna zona konsentrik, dengan tengahnya yang agak

kehitaman atau zona keunguan dengan zona kemerahan di bagian luarnya. Lesi target

selalunya membentuk vesikel atau krusta di zona tengah selepas beberapa hari.

Beberapa lesi mempunyai tiga zona yang berbeda warna dengan pinggir kemerahan,

putih di tengah dan hitam di bagian yang paling dalam. Kadangkala, ia membentuk

lesi iris karena terdapat gambaran seperti pelangi (rainbow-like appearance).(3)

PEMFIGUS FULGARIS

Definisi

Pemfigus berasal dari bahasa Yunani pemphix yang berarti gelembung atau melepuh.

Pemfigus dideskripsikan sebagai kelompok penyakit bullosa kronik, yang diberi nama

oleh Wichman pada tahun 1791.

7

Page 8: Nekrolisis Epidermal ToxikLL.doc

Istilah pemfigus masuk dalam kelompok penyakit melepuh autoimun pada kulit dan

membrane mukosa yang ditandai oleh adanya lepuhan intradermal dan ditemukannya

antibody immunoglobulin G (IgG) dalam sirkulasi yang melawan permukaan sel

keratinosit. Yang termasuk dalam penyakit pemfigus adalah pemfigus vulgaris (PV),

pemfigus folliaceus dan paraneoplastik pemfigus dengan kasus pemfigus vulgaris

yang terbanyak yaitu sekitar 70 %. (1,3)

Patofisiologi

PV adalah penyakit autoimun, intraepithelial, penyakit melepuh yang menyerang kulit

dan membrane mukosa yang ditandai dengan didapatkannya antibodi dalam sirkulasi

yang menyerang permukaasn sel keratinosit. Pada tahun 1964, autoantibodi

menyerang permukaan keratinosit digambarkan pada pasien pemfigus. Observasi

klinik dan experimental menunjukkan autoantibody dalam sirkulasi merupakan

pathogen. Predisposisi immunogenetik tak bisa dipungkiri. Lepuhan yang terjadi pada

PV berehubungan dengan ikatan autoantibody IgG pada permukaan molekul sel

keratinosit. Antibodi interseluler atau PV ini berikatan dengan desmosom keratinosit

dan dengan area bebas desmosom pada membran sel keratinosit. Ikatan autoantibody

menyebabkan kehilangan adhesi sel, disebut akantolisis.(3)

PV antigen: adhesi intraseluler pada epidermis melibatkan beberapa molekul

permukaan sel keratinosit. Antibodi pemfigus mengikat molekul permukaan sel

keratinosit desmoglein 1 dan desmoglein 3. ikatan antibodi dengan desmoglein

menyebabkan efek langsung terhadap adheren desmosomal atau mungkin memacu

proses seluler yang menghasilkan akantolisis. Antibodi spesifik untuk antigen

desmosomal juga didapatkan pada pasien PV, meskipun begitu, peran antigen pada

patogenesis penyakit masih belum diketahui. Antibodi: pasien dengan penyakit aktif

mempunyai autoantibodi dalam sirkulasi dan terikat pada jaringan dari subklas IgG1

dan G4.(3)

Gejala klinis

PV menunjukkan lesi pada mulut pada 50-70% pasien, dan hampir semua pasien

mengalami lesi pada mukosa. Lesi mukosa mungkin merupakan tanda awal sekitar 5

bulan sebelum lesi kulit berkembang. Pada kulit, terjadi lesi kutaneus.

8

Page 9: Nekrolisis Epidermal ToxikLL.doc

Lesi pada PV adalah lepuhan yang kaku, yang bisa terdapat pada kulit normal tapi

bisa ditemukan pada kulit eritematous. Kulit yang terlibat sering terasa nyeri tapi

jarang gatal.(1,3)

Pada pemeriksaan fisik didapatkan mukosa merupakan tempat yang pertama kali

terserang. Pasien dengan lesi mukosa mungkin didaptkan oleh dokter gigi, dokter

bedah oral, atau ahli ginekologi. Pada membran mukosa didapatkan: (1,2,3)

Bulla yang intak jarang pada mulut. Biasanya ditemukan berbentuk

tidak teratur, erosi pada ginggiva, buccal, atau palatin yang nyeri dan

lambat membaik.

Membrane mukosa yang paling sering adalah cavum oral yang terlibat

pada hampir semua pasien PV dan kadang merupakan satu-satunya

area yang terlibat. Erosi mungkin bisa terlihat di suatu daerah cavum

oral. Erosi mungkin menyebar sampai ke laring yang menyebakan

serak. Pasien sering tidak bisa makan atau minum secara adekuat

karena erosi.

Permukaan mukosa lainnya dapat terlibat termasuk konjungtiva,

esofagus, labia, vagina, serviks, penis, uretra, dan anus.

Pemeriksaan penunjang

Dalam menegakkan diagnosis dilakukan: histopatologi, direct immunofluorescence

(DIF), dan indirect immunofluorecence (IDIF) dan biopsi kulit. Penemuan histologi

menggambarkan lepuhan intradermal. Perubahan awal terdiri dari edema dengan

kehilangan ikatan interseluler pada lapisan basal. Lepuhan kulit mengandung sel

akantolitik. Pemeriksaan histopatologi dapat dilakukan untuk membedakan PV

dengan pemfigus folliaceus.(3)

9

Page 10: Nekrolisis Epidermal ToxikLL.doc

Staphylococcal scalded skin syndrome

Definisi

Staphylococcal scalded skin syndrome (SSSS) merupakan suatu penyakit yang

ditandai dengan bengkak kemerahan pada kulit yang tampak seperti terbakar (scald),

makanya ia dinamakan staphylococcal scalded skin syndrome. SSSS disebabkan oleh

pelepasan dua eksotoksin (toksin epidermolitik A dan B) yang berasal dari strain

toksigenik bakteri Staphylococcus aureus.(1,2,3) Desmosom adalah merupakan sebagian

dari sel kulit yang bertanggungjawab sebagai perekat kepada sel-sel kulit. Toksin

yang mengikat pada molekil di antara desmosom dikenali sebagai Desmoglein 1 dan

kemudiannya memisah sehingga kulit menjadi tidak utuh. SSSS juga dikenali sebagai

Penyakit Ritter’s atau Penyakit Lyell’s apabila ia muncul pada bayi atau anak-anak.(3)

Epidemiologi

SSSS lebih sering muncul pada anak-anak dibawah 5 tahun, biasanya pada neonatus.

Antibody pelindung terhadap eksotoksin staphylococcal biasanya didapat ketika usia

anak-anak yang menjadikan SSSS lebih jarang terjadi pada remaja dan dewasa.

Kurangnya imunitas spesifik terhadap toksin dan system renal clearance yang

immature (toksin biasanya dikeluarkan dari tubuh lewat ginjal) menjadikan neonatus

sebagai yang palin berisiko. Individu dengan immunokompromi dan individu dengan

gagal ginjal, tanpa mengira umur, bisa juga berisiko menndapat SSSS.(3)

Patofisiologi

SSSS bermula dari infeksi staphylococcus yang memproduksi 2 eksotoksin (toksin

epidermolitik A dan B). kedua-dua toksin ini menyebabkan pemisahan intraepidermal

ke lapisan granular oleh desmoglein 1 yang merupakan protein desmosomal yang

memediasi pelekatan sel-sel keratinosit dalan lapisan granular sehingga akhirnya

menyebabkan kulit menjadi tidak utuh. Pembawa dewasa yang asimtomatik

memaparkan bakteri kausatif ini di tempat penjagaan anak. Pembawa S aureus lewat

nasal yang asimtomatik muncul 20-40% pada orang sehat, yang mana organisma

tersebut terisolasi di tangan, perineum dan axilla dalam proporsi kecil dari seluruh

populasi.(3)

10

Page 11: Nekrolisis Epidermal ToxikLL.doc

Gambaran Klinik

SSSS biasanya dimulai dengan demam, gelisah dan kemerahan meluas pada kulit.

Dalam waktu 24-48 jam terbentuk benjolan-benjolan berisi cairan. Benjolan-benjolan

ini mudah pecah, dan meninggalkan kesan yang tampak seperti terbakar. Karakteristik

lesi termasuklah. (1,2,3)

Bulla-bulla besar di axilla, skrotum dan lubang-lubang tubuh seperti hidung

dan telinga.

Bintik-bintik kemerahan menyebar ke bagian tubuh yang lain seperti lengan,

kaki dan trunkus. Pada neonatus, lesi sering pada area popok atau sekeliling

tali pusat.

Lapisan atas kulit mulai mengelupas, meninggalkan luka terbuka yang

lembab, merah dan nyeri.

Simptom-simptom lain adalah seperti nyeri di area sekitar tempat infeksi, kelemahan

dan dehidrasi.

HERPES ZOOSTER

Herpes zooster (shingles) adalah suatu infeksi yang menyebabkan erupsi kulit yang

terasa sangat nyeri berupa lepuhan yang berisi cairan.(1,2)

Penyebab

Penyebab herpes zoster adalah virus varicella-zoster, virus yang juga menyebabkan

cacar air.(1,2,3)

Faktor Risiko

Herpes zooster bisa terjadi pada usia berapapun tetapi paling sering terjadi pada usia

diatas 50 tahun. Selain itu herpes zoster terjadi jika virus kembali aktif, misalnya jika

terdapat gangguan pada sistem kekebalan tubuh (misalnya karena aids atau penyakit

hodgkin) atau obat-obatan yang mempengaruhi sistem kekebalan.(3)

11

Page 12: Nekrolisis Epidermal ToxikLL.doc

Patofisiologi

Infeksi awal oleh virus varicella-zoster berakhir dengan masuknya virus ke dalam

ganglia (badan saraf) pada saraf spinalis maupun saraf kranialis dan virus menetap

disana dalam keadaan tidak aktif. Herpes zooster selalu terbatas pada penyebaran akar

saraf yang terlibat di kulit (dermatom).

Gejala dan Tanda

Selama 3-4 hari sebelum timbulnya herpes zoster, penderita merasa tidak enak badan,

menggigil, demam, mual, diare atau sulit berkemih. Penderita lainnya hanya

merasakan nyeri, kesemutan atau gatal di kulit yang terkena. Muncul sekumpulan

lepuhan kecil berisi cairan dikelilingi oleh daerah kemerahan, yang terbatas pada

daerah kulit yang dipersarafi oleh saraf yang terkena.

Lepuhan paling sering muncul di batang tubuh dan biasanya hanya mengenai satu sisi

(kanan saja atau kiri saja). Daerah yang terkena biasanya peka terhadap berbagai

rangsangan (termasuk sentuhan yang sangat ringan) dan bisa terasa sangat nyeri.

Lepuhan mulai mengering dan membentuk keropeng pada hari kelima setelah

kemunculannya. Lepuhan yang luas atau menetap lebih dari 2 minggu biasanya

menunjukkan bahwa sistem kekebalan penderita tidak berfungsi sebagaimana

mestinya.

Komplikasi

Sebagian besar penderita mengalami penyembuhan tanpa meninggalkan gejala sisa.

Tetapi bisa terbentuk jaringan parut yang luas meskipun tidak terjadi infeksi bakteri

sekunder. Jika mengenai saraf wajah yang menuju ke mata bisa menimbulkan

masalah yang cukup serius. (3)

12

Page 13: Nekrolisis Epidermal ToxikLL.doc

Selain itu infeksi ini dapat meninggalkan gejala sisa berupa neuralgia pasca-herpetik,

yang berupa nyeri di daerah kulit yang dipersarafi oleh saraf yang terkena. Nyeri ini

bisa menetap selama beberapa bulan atau beberapa tahun setelah terjadinya suatu

episode herpes zoster. Nyeri bisa dirasakan terus menerus atau hilang-timbul dan bisa

semakin memburuk pada malam hari atau jika terkena panas maupun dingin.

Varicella 

EpidemilogiInsiden terbanyak varisela terjadi pada usia 1-6 tahun dan hanya terjadi 10% pada usia

lebih dari 14 tahun. Pada usia 1-14 tahun angka mortalitas varisela adalah 2 per

100.000 kasus. Angka mortalitas pada anak dengan immunocompromised lebih besar.

Kejadian varisela dapat menjadi lebih berat pada neonatus, tergantung periode infeksi

pada ibu (Mehta, 2006).(1,3,7)

 EtiologiVarisela merupakan penyakit infeksi akut, disebabkan oleh varicella zoster virus

(VZV). VZV adalah virus DNA yang tergolong dalam group herpesvirus, subfamily

Alphaherpesvirinae. VZV mempunyai DNA sekuens sendiri dan amplop glikoprotein.

VZV sulit diisolasikan pada kultur sel dan tumbuh paling baik tetapi lambat pada

human diploid fibroblast cells (Mehta, 2006; Fox & Sande, 2001, CDC, 2005).(1,7)

  PatofisiologiVarisela sangat menular, penularannya mencapai 80-90% pada kontak serumah.

Transmisi virus varisela zoster dapat terjadi melalui droplet respirasi yang

mengandung virus, serta kontak langsung dengan lesi dimana pada papula dan vesikel

terdapat populasi yang tinggi dari virus. Varisela infeksius mulai 2 hari sebelum lesi

pada kulit muncul dan berakhir ketika muncul krusta, umumnya 5 hari setelahnya.

Varisela maternal dengan viremia dapat menyebar secara transplasenta menuju fetus

dan menyebabkan varisela neonatus (Mehta, 2006).

VZV masuk melewati traktus respiratorik dan konjungtiva. Kemudian virus

bereplikasi di daerah masuknya (nasofaring) dan limfonodi regional di sekitarnya.

13

Page 14: Nekrolisis Epidermal ToxikLL.doc

Viremia primer terjadi 4-6 hari setelah infeksi dan menyebarkan virus ke seluruh

organ, seperti liver, limpa, dan ganglia sensori. Replikasi selanjutnya muncul pada

visera, diikuti dengan viremia sekunder, dengan infeksi virus pada kulit (CDC, 2005).

  Faktor ResikoFaktor resiko yang mendukung terjadinya varisela berat, meliputi. (3,7)

1. Neonatus, terutama pada ibu yang seronegatif.

2. Usia dewasa

3. Terapi steroid

4. Keganasan

5. Kondisi immunocompromised

6. Kehamilan

 Manifestasi Klinis

Inkubasi : Berlangsung selama 10-14 hari

Prodromal :

1. Terjadi pada hari 1 hingga hari ke 3

2. Berupa nyeri perut, sakit kepala, anoreksia, batuk dan coryza, sakit

tenggorokan, perasaan lemah (malaise)

3. Kadang-kadang terdapat kelainan scarlatinaform atau morbiliform (2)

 Erupsi (rash):

1. Pada anak yang sehat terdapat sekitar 250-500 lesi.

2. Dimulai dengan gejala-gejala sistemik ringan diikuti dengan munculnya

makula-makula merah (seperti embun di atas mahkota mawar merah) yang

kemudian dengan cepat berubah menjadi vesikel kecil dengan tepi yang

eritema, berisi cairan jernih, tidak memperlihatkan cekungan di tengah

(unumbilicated). Kemudian menjadi pustula, dan terakhir menjadi krusta.

3. Isi vesikel berubah menjadi keruh dalam 24 jam.

4. Biasanya vesikel menjadi kering sebelum isinya menjadi keruh.

5. Dalam 3-4 hari erupsi tersebar. Ruam pada umumnya muncul di kepala dan

telinga, kemudian menyebar secara sentrifugal ke wajah, leher, badan dan

ekstremitas.

14

Page 15: Nekrolisis Epidermal ToxikLL.doc

6. Erupsi ini disertai perasaan gatal.(1,7)

7. Pada suatu saat terdapat bermacam-macam stadium erupsi; ini merupakan

tanda khas penyakit varisela.

8. Vesikel tidak hanya terdapat di kulit melainkan juga di selaput lendir mulut,

dan beberapa terlihat di orofaring.

 Konvalescen: Lesi biasanya pecah membentuk krusta setelah 6 hari (2-12 hari) dan sembuh

sempurna dalam 16 hari (7-34 hari). Erupsi yang berkepanjangan atau lamanya

pembentukan krusta dan penyembuhan dapat terjadi pada imunitas seluler yang tidak

cocok.(3)

 

Wajah seorang penderita cacar air

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium Pemeriksaan laboratorium tidak dibutuhkan untuk diagnosis karena varisela dapat

terlihat dari gejala klinis. Kebanyakan pada anak-anak dengan varisela terjadi

leukopeni pada 3 hari pertama, kemudian diikuti dengan leukositosis. Leukositosis

mengindikasikan adanya infeksi bakteri sekunder, tetapi tidak selalu. Kebanyakan

pada anak-anak dengan infeksi bakteri sekunder tidak terjadi leukositosis.

Pemeriksaan serologi digunakan untuk mengkonfirmasi infeksi yang lalu untuk

menentukan status kerentanan pasien. Hal ini berguna untuk menentukan terapi

pencegahan pada dewasa yang terekspos dengan varisela. Identifikasi virus varisela

zoster secara cepat diindikasikan pada kasus yang parah atau penyakit belum jelas

15

Page 16: Nekrolisis Epidermal ToxikLL.doc

yang membutuhkan pengobatan antiviral dengan cepat. Metode yang paling spesifik

yang digunakan adalah Indirect Fluorescent Antibody (IFA), Fluorescent Antibody to

Membrane Antigen (FAMA), Neutralization Test (NT), dan Radioimmunoassay (RIA).

Tes serologis tidak diperlukan pada anak, karena infeksi pertama memberikan

imunitas yang pasti pada anak.

  RadiologiFoto toraks : Anak-anak dengan suhu yang tinggi dan gangguan respirasi seharusnya

dilakukan foto toraks untuk mengkonfirmasi atau menyingkirkan adanya pneumonia.

  Diagnosa BandingBeberapa penyakit mempunyai ruam yang sama dengan varisela antara lain (William,

2002; Mehta, 2006):

1. Small pox/ cacar (ruam terkonsentrasi pada ekstremitas dan muncul pada fase

yang sama)

2. Infeksi coxsackie virus (lebih sedikit ruam dan tidak menyebabkan krusta)

3. Impetigo (lebih sedikit ruam, tidak ada vesikel klasik, pewarnaan gram positif,

respon terhadap agen antimikroba, lesi perioral atau periferal)

4. Papular urtikaria (riwayat gigitan serangga, ruam nonvesikuler)

5. Skabies (tidak ada vesikel yang khas)

6. Parapsoaris (jarang terjadi pada anak di bawah 10 tahun, kronik atau rekuren,

sering terdapat riwayat varisella sebelumnya)

7. Ricketsialpox (bekas gigitan kutu, ruam yang lebih kecil, tidak berkrusta),

dermatitis herpetiformis (urtikaria kronis, pigmentasi residual)

8. Dermatitis kontak

9. Infeksi enterovirus

10. Infeksi Herpes Simplex Virus

  

KomplikasiResiko komplikasi varisela bervariasi berdasarkan umur. Komplikasi jarang terjadi

pada anak-anak yang sehat, namun sering mengenai orang-orang dewasa di atas 15

tahun dan bayi di bawah 1 tahun (CDC, 2005).

16

Page 17: Nekrolisis Epidermal ToxikLL.doc

1. Infeksi Bakteri Sekunder. Varisela menyebabkan pasien lebih mudah

menderita infeksi bakteri sekunder.

2. Komplikasi pada CNS (sistem saraf pusat)

3. Pneumonia. Pneumonia biasa terjadi pada penderita yang imunocompremised,

wanita hamil, atau dewasa dan sering menjadi fatal. Batuk, dyspnea,

tacyphnea, rales, dan sianosis muncul 3-4 hari setelah onset dari ruam.

4. Herpes zoster. Merupakan komplikasi yang lambat terjadi pada varisela, yaitu

beberapa bulan sampai tahun setelah infeksi primer. Terjadi pada 15% pasien

varisela. Disebabkan oleh adanya virus yang menetap di ganglion sensoris.

Gejalanya rash vesikular unilateral, terbatas pada 1-3 dermatom. Rash ini

menimbulkan rasa nyeri pada anak-anak yang lebih tua dan dewasa.

5. Otitis media (5%)

6. Hepatitis

7. Hepatitis berat dengan manifestasi klinis jarang terjadi pada anak-anak sehat

dengan varisela.

8. Glomerulonefritis

9. Haemorrhagic varicella

 TerapiTerapi yang diberikan pada varisela bersifat suportif, meliputi (Mehta, 2006; William,

2002):

1. Penjagaan hidrasi pada anak diperlukan, karena saat anak sakit nafsu makan

berkurang. Pada anak yang mendapat pengobatan Ancyclovir, obat akan

mengkristal di tubulus renalis, sehingga perlu hidrasi yang adekuat.

2. Kebersihan menyeluruh tetap harus dijaga (memotong kuku dan

membersihkan badan). Melarang anak menggaruk ruam untuk menghindari

skar pada kulit. Memotong kuku, memakaikan sarung tangan dan kaos kaki

saat tidur dapat menghindarkan garukan pada ruam.

3. Pemberian makanan yang sehat dan bergizi, tanpa pembatasan makanan.

4. Tidak ada pembatasan aktivitas pada anak-anak dengan varisela tanpa

komplikasi.

5. Kompres dingin, mandi yang teratur untuk mengurangi gatal

6. Obat antiviral

7. Obat antihistamin

17

Page 18: Nekrolisis Epidermal ToxikLL.doc

8. Obat antipiretik

 PrognosisAnak-anak sehat dengan varisela mempunyai prognosa baik. Sedangkan anak-anak

yang imunocompremise mempunyai resiko yang lebih besar untuk menjadi parah dan

meninggal. Angka mortalitas pada varisela neonatus mencapai 30%. Episode ulangan

varisela jarang terjadi oleh karena imunitasnya yang bertahan seumur hidup (Mehta,

2006).

 

Dermatitis herpetiformis Dermatitis herpetiformis (DH) adalah penyakit multisistim dengan manifestasi

primer pada kulit. Pada tahun 1884 Louis Duhring pertama kali menerangkan

gambaran klinis DH. Dalam tahun 1888 Broq melaporkan penderita dengan kelainan

yang sangat mirip dan menamakannya Dermatite polymorphe prurigineuse. Pada

tahun 1940 Costello memperlihatkan kegunaan ulfapiridin untuk pengobatan DH.

Pierard dan Whimster serta Mac Vicar dkk pada awal tahun 1960 menemukan

bahwalesi dini DH ditandai dengan adanya mikroabses netrofil pada papila dermis.

Tahun 1967 Cormane menemukan bahwakulitpenderita DH mengandung timbunan

IgA granuler pada ujung papila dermis.(9)

Hubungan antara DH dan kelainan usus halus mula-mula diselidiki oleh Marks pada

tahun 1966. Kemudian Fry dick dan Shuster dkk menamakan kelainan usus halus

tersebut sebagai Gluten - sensitive – enteropathy. Penyakit ini merupakan penyakit

kronis dengan keluhan subyektif sangat gatal dan menimbulkan lesi papulovesikuler

berkelompok. Hubungan yang erat antara lesi pada kulit dan GSE menyokong

pendapat bahwa DH adalah penyakit sistemik. Perjalanan penyakit ditandai dengan

remisi dan eksaserbasi .

Biasanya menetap secara tidak terbatas walaupun dengan derajat penyakit yang

berbeda. Awitan dapat terjadi pada setiap usia tetapi yang paling sering adalah dekade

ke 2, ke 3 atau ke 4. (9)

18

Page 19: Nekrolisis Epidermal ToxikLL.doc

Insidensi dan prevalensi DH tidak diketahui dan bergantung dari ras dan etnik. Di

Swedia dan Finlandia insidensi yang dilaporkan berkisar antara 0,86 sampai 1,45 per

100.000 populasi pertahun dengan prevalensi 10 sampai 39 per 100.000. Di Jepang

kasus ini sangat jarang. Perbedaan ini terjadi karena kemungkinan perbedaan

haplotype. Di Unit Kulit dan Kelamin RSCM pada tahun 1985 tercatat 5 kasus baru

dan pada tahun 1986 ditemukan 7 kasus baru. Insidensi laki-laki : perempuan adalah

3 : 2. Dalam 2 dekade terakhir ini telah terjadi perkembangan pesat dalam

pengetahuan tentang DH termasuk penemuan imunoreaktan pada kulit, penemuan

tentang hubungan antara DH dan GSE dan penemuan tentang hubungan yang erat

dengan histokompatibilitas antigen tertentu. (9)

Etiopatogenesis

Di antara penderita DH, 77% 87% memiliki antigen HLA B8 dan hampir 90%

memiliki antigen HLA DW3 . Antigen permukaan ini ditandai oleh gen yang terikat

dekat gen respon imun sehingga terdapat peningkatan respon imun terhadap berbagai

antigen termasuk self. Jadi DH merupakan akibat dari respon imun yang terlalu aktif

terhadap antigen yang ada secara alamiah. (1,9)

Gluten ialah protein yang terdapat pada gandum dan jawawut serta serta berperan

pada patogenesis DH. Pemberian gluten, akan menyebabkan peradangan mukosa

usus halus sehingga menimbulkan destruksi vili dan terjadi atrofi mukosa. Sel plasma

pada mukosa membentuk IgA yang khas . Belum diketahui apakah IgA terikat pada

antigen yang ditemukan pada usus halus, kemudian beredar dan tertimbun pada kulit

atau apakah IgA yang terbentuk khas untuk protein kulit. Ditemukan nya IgA dan

komplemen di seluruh kulit, menimbulkan perkiraan bahwa diperlukan faktor

tambahan untuk menerangkan permulaan lesi. Dengan faktor tambahan ini, IgA

mengaktifkan komplemen (mungkin melalui alternative - pathway), sehingga terjadi

kemotaksis netrofil yang melepaskan enzimnya yang mengakibatkan terjadinya

kerusakan jaringan. (9)

Terikatnya IgA pada struktur kulit menyebabkan dilepaskannya substansi inflamasi

sehingga timbul pruritus dan lesi papulovesikuler. Setelah diet bebas gluten, mukosa

usus normal kembali dan diikuti dengan hilangnya lesi kulit . Hipotesis lain

19

Page 20: Nekrolisis Epidermal ToxikLL.doc

menyatakan bahwa antigen dan struktur kulit normal (yang mungkin serabut retikulin)

mempunyai persamaan antigenik sehingga IgA yang dimaksudkan untuk melawan

antigen dapat bereaksi silang dengan struktur kulit (retikulin). (9)

Gejala klinisAwitan biasanya bertahap selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan, tetapi

kadang-kadang eksplosif dalam beberapa jam atau hari. Faktor pencetusnya yaitu

penyakit virus, ingesti gluten atau yodium dalam jumlah besar dan disfungsi tiroid.

Predileksi lesi ialah di daerah ekstensor ekstremitas, bokong, skalp, sakrum, bahu,

lipat ketiak bagian posterior, punggung bagian atas, muka dan batas rambut. Lesi

awal berupa papul eritem atau plakat urtikaria. Papul dengan cepat menjadi vesikel

dengan ukuran 1 10 mm. (1,2,9)

Vesikel atau bula bila tidak pecah menjadi purulen. Biasanya lesi berbentuk

herpetiformis dan simetris tetapi dapat juga tersebar . Pada telapak tangan dan kaki

dapat timbul bula coklat (hemoragis) terutama pada daerah yang mendapat tekanan

lebih besar. Lesi pada mukosa jarang terdapat tetapi mungkin timbul terutama bila

ditemukan banyak bula. Pada stadium Ian jut, mungkin hanya ditemukan krusta,

pigmentasi dan skar berkelompok pada tempat predileksi. (2,9)

Gejala yang paling menonjol adalah rasa gatal yang hebat. Penderita dapat

memperkirakan tempat lesi baru akan timbul 8 - 12 jam sebelumnya karena terdapat

rasa terbakar dan tersengat. Gejala akan berkurang bila vesikel telah pecah. Perjalanan

penyakit ini panjang, dapat lebih dari 10 tahun. Yang khas ialah terjadinya remisi

spontan selama kira-kira 1 minggu dan kemudian tiba-tiba muncul lagi sekelompok

lesi. Keadaan umum penderita tidak terpengaruh.(9)

Campbell melaporkan bahwa lesi DH akan timbul pada daerah dengan trauma bila

terapi dapson dihentikan. Ini sesuai dengan fenomena Koebner.

KJ per-os, tetrahidrofurfuril ester dari asam nikotinat, jodida dan ion chaotropic bila

diaplikasikan pada kulit normal penderita akn menimbulkan lesi yang mirip DH. (9)

Histopatologi

20

Page 21: Nekrolisis Epidermal ToxikLL.doc

Gambaran histologis DH yang paling baik terlihat pada daerah eritem sebelum

menjadi vesikel dan pada daerah perivesikuler. Pada ujung papila dermis terdapat

akumulasi netrofil dan sedikit eosinofil yang makin lama makin besar dan membentuk

mikroabses. Setelah timbul mikroabses terjadi pemisahan antara ujung papila dermis

dan epidermis sehingga terbentuk vesikel dini yang multilokuler karena interpapillary

ridge epidermis tetap melekat pada dermis.Dalam 1 2 hari rete ridge ini terlepas

sehingga terjadi vesikel unilokuler dan baru tampak secara klinis. Pada saat ini

mungkin masih terlihat mikroabses pada bagian tepi vesikel. Dennis subpapila

menunjukkan infiltrasi netrofil yang hebat dan sedikit eosinofil. (9)

Eosinofil juga terlihat dalam cairan vesikel. Kebanyakan netrofil menunjukkan

disintegrasi inti menjadi debu inti. Pada pembuluh darah subpapila terdapat infiltrat

perivaskuler yang terdiri atas sel-sel mononuklear, netrofil dan eosinofil.

Pemeriksaan dengan mikroskop elektron memperlihatkan vakuola subepidermal pada

papila dermis yang normal yang berdekatan dengan lesi . Lesi yang sudah tua

menunjukkan vesikel subepidermal yang sulit dibedakan dengan penyakit dengan

erupsi bula subepidermal lain seperti pemfigoid bulosa, eritema multiforme, erupsi

obat berbentuk bula dan herpes gestasionis. Lesi pada telapak tangan menunjukkan

banyak ekstravasasi sel darah merah pada papila dermis. (9)

Imunologi85% 90% pasien DH mempunyai IgA granuler pada dermo-epidermal junction dan

10% 15% sisanya mempunyai timbunan IgA linier. Jadi dilihat dari segi imunologis,

DH ada 3 macam yaitu:

1.DH like dengan IgA linier pada lamina lusida.

2.DH like dengan IgA linier di bawah BMZ.

3.True DH dengan IgA granuler.

Penderita dengan IgA linier mempunyai patofisiologi yang berbeda dengan DH dan

termasuk kelompok penyakit LinearlgA Dermatosis

Pada penderita DH, IgA ditemukan pada seluruh kulit dan juga pada mukosa mulut.

Dengan perkembangan antibodi monoklonal dapat ditentukan komposisi subklas IgA

21

Page 22: Nekrolisis Epidermal ToxikLL.doc

yaitu IgA1. Pada penderita DH juga ditemukan rantai J yaitu rantai penggabung IgA

polimerik. IgA polimerik lebih sering dihasilkan oleh mukosa. Jadi mungkin dapat

disimpulkan bahwa IgA pada DH berasal dari mukosa. Hal ini tidak ditemukan pada

penderita Linear IgA Dermatosis, sehingga lebih menyokong pendapat bahwa kedua

penyakit ini mempunyai patofisiologi yang berbeda

Dengan mikroskop imunoelektron terlihat bahwa IgA ditimbun pada papila dermis

dekat berkas mikrofibriler. Yaoita menyebutkan struktur ini sebagai kompleks

komponen fibriler yang diselubungi dengan substansia amorf sehingga merupakan

sistim serabut mikrofibriler elastin yang abnormal. Pada kulit normal dan perilesi juga

ditemukan C3, C5, properdin dan properdin faktor

Kadang-kadang terlihat juga Clq dan C4. Hanya 25 30% penderita DH yang

mempunyai IgA containing circulating immune complex dalam serumnya dengan

kadar 0,331 ug/ml 26 ug/ml (n < 0,2 ug/ml) dan kadarnya tidak berhubungan dengan

beratnya penyakit. Pembentukan kompleks imun ini dapat dirangsang dengan

makanan gandum. Kadarnya meningkat dalam 90 150 menit setelah ingesti gandum.

15 35% penderita DH memiliki antibodi antiretikulin dan antibodi ini hilang setelah

diet bebas gluten. In vitro, gliadin gandum terikat pada serabu seperti retikulin pada

kulit manusia normal dan penderita DH yaitu pada papila dermis

Antibodi antiendomisium terdapatpada 60 70% penderita DH dan ini bersifat sangat

spesifik sehingga menentukan diagnosis walaupun imunofluoresensi langsung dan

histopatologis meragukan. Juga terdapat peningkatan insidensi antibodi antigluten,

ANA, antibodi antitiroid dan antibodi anti sel parietal gaster. Hal ini menggambarkan

banyak reaksi autoimun pada individu dengan haplotipe HLA B8/DW3

Diagnosis bandingLinear IgA dermatosis secara klinis tidak dapat dibedakan dengan DIP). Pada linear

IgA dermatosis tidak ada predisposisi genetik dan tidak ada GSE sehingga diet bebas

gluten tidak akan memperbaiki lesi kulit. Pemfigus vulgaris pada stadium permulaan

dapat mempunyai gejala klinis yang mirip DH.Pemfigoid bulosa dibedakan dari DH

22

Page 23: Nekrolisis Epidermal ToxikLL.doc

secara histologis dan imunologis. Lesi DH sangat gatal, oleh karena itu harus

dibedakan dengan skabies, pedikulosis dan neurodermatitis. (9)

Epidermolisis Bullosa

Epidermolisis Bullosa atau Mechanobullous Disease adalah istilah yang digunakan

pada sekumpulan kelainan bawaan kulit yang ditandai dengan bulla yang dapat timbul

spontan atau karena gesekan atau trauma dalam berbagai tingkatan. Epidermolisis

Bullosa Herediter pertama kali dilaporkan oleh Koebner (1886). (1,8)

Di bagian Ilmu Kesehatan Anak FK USU telah dilaporkan 2 kasus EB sejak tahun

1982. Rook memperkirakan insiden EB yang autosomal resessif 1 dalam 300.000

kelahiran hidup sedangkan EB bentuk autosomal dominan 1 dalam 50.000 kelahiran

hidup. Pertama-tama klasifikasi hanya didasarkan pada adanya jaringan parut yang

terbentuk kemudian, tetapi dengan makin canggihnya peralatan diagnostik yang ada,

maka terdapat berbagai variasi klasifikasi yang didasarkan kepada penurunan

genetik, gambaran klinis maupun pemeriksaan histologik. Dengan menggunakan

mikroskop biasa hanya dapat dibedakan letak bula pada dermis atau epidermis, tetapi

mikroskop imuno flurosensi dapat menentukan letak bula di daerah perbatasan

dermisepidermis dengan memperhatikan letak antigen pemfigoid, proteoglikan dan

Jaringan kolagen di lamina basalis. Sedangkan mikroskop elektron dapat melihat

letak bula intraepidermal, intra dermal maupun perbatasan dermis dan epidermis. (8)

Bauer dan Eriggaman (1979) membagi Epidermolisis Bullosa atas Non-Scarring EB

dan Scarring EB sedangkan Hurwitz (1981) membuat penggolongan utama yang

membagi EB atas pemeriksaan mikroskop elektron. Penyakit ini cukup menimbulkan

masalah penatalaksanaan terutama segi perawatan untuk menghindari trauma dan

infeksi serta perawatan terhadap komplikasi yang timbul.(8)

IMPETIGO

Impetigo adalah infeksi pada kulit yang disebabkan oleh bakteri. Bakteri penyebabnya

dapat satu atau kedua dari Stafilokokus aureus dan Streptokokus hemolitikus B grup

A. Impetigo mengenai kulit bagian atas (epidermis superfisial). Impetigo adalah

infeksi kulit yang sering terjadi pada anak-anak. Impetigo umumnya mengenai anak

23

Page 24: Nekrolisis Epidermal ToxikLL.doc

usia 2-5 tahun. Impetigo terdiri dari dua jenis, yaitu impetigo krustosa (tanpa

gelembung cairan, dengan krusta/keropeng/koreng) dan impetigo bulosa (dengan

gelembung berisi cairan).(1,2,3)

Impetigo adalah infeksi kulit yang mudah sekali menyebar, baik dalam keluarga,

tempat penitipan atau sekolah. Impetigo menyebar melalui kontak langsung dengan

lesi (daerah kulit yang terinfeksi). Di Inggris kejadian impetigo pada anak sampai usia

4 tahun sebanyak 2,8% pertahun dan 1,6% pada anak usia 5-15 tahun. Sekitar 70%

merupakan impetigo krustosa. (1)

Pasien dapat lebih jauh menginfeksi dirinya sendiri atau orang lain setelah menggaruk

lesi. Infeksi seringkali menyebar dengan cepat pada sekolah atau tempat penitipan

anak dan juga pada tempat dengan higiene yang buruk atau tempat tinggal yang padat

penduduk. Impetigo dapat timbul sendiri (primer) atau komplikasi dari kelainan lain

(sekunder) baik penyakit kulit (gigitan binatang, varizela, infeksi herpes simpleks,

dermatitis atopi) atau penyakit sistemik yang menurunkan kekebalan tubuh (diabetes

melitus, HIV)

Vesikel (gelembung berisi cairan dengan diameter <0,5cm) yang timbul

sampai bulla (gelembung berisi cairan berdiameter >0,5cm) kurang dari 1 cm

pada kulit yang utuh, dengan kulit sekitar normal atau kemerahan. Pada

awalnya vesikel berisi cairan yang jernih yang berubah menjadi berwarna

keruh

Atap dari bulla pecah dan meninggalkan gambaran “collarette” pada

pinggirnya. Krusta “varnishlike” terbentuk pada bagian tengah yang jika

disingkirkan memperlihatkan dasar yang merah dan basah

Bulla yang utuh jarang ditemukan karena sangat rapuh

Bila impetigo menyertai kelainan kulit lainnya maka, kelainan itu dapat

menyertai dermatitis atopi, varisela, gigitan binatang dan lain-lain.

Lesi dapat lokal atau tersebar, seringkali di wajah atau tempat lain, seperti

tempat yang lembab, lipatan kulit, ketiak atau lipatan leher.

Tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening di dekat lesi.

Pada bayi, lesi yang luas dapat disertai dengan gejala demam, lemah, diare.

Jarang sekali disetai dengan radang paru, infeksi sendi atau tulang.

24

Page 25: Nekrolisis Epidermal ToxikLL.doc

gambar 1. impetigo bulosa gambar 2. impetigo bulosa

Diagnosis banding lainnya dari impetigo bulosa :

Eritema multiforme bulosa : vesikel atau bulla yang timbul dari plak

(penonjolan datar di atas permukaan kulit) merah, berdiameter 1-5cm, pada

daerah dalam dari alat gerak (daerah ekstensor)

Lupus eritematosa bullosa : lesi vesikel dan bula yang menyebar dapat gatal,

seringkali melibatkan bagian atas badan dan daerah lengan

Pemfigus bulosa : vesikel dan bula timbul cepat dan gatal menyeluruh, dengan

plak urtikaria

Herpes simplex : vesikel berkelompok dengan dasar kemerahan yang pecah

menjadi lecet dan tertutup krusta, biasanya pada bibir dan kulit

Gigitan serangga : bulla dengan papul pruritus (gatal) berkelompok di daerah

yang terkena gigitan

Pemfigus vulgaris : bulla yang tidak gatal, ukuran bervariasi dari 1 sampai

beberapa sentimeter, muncul bertahap dan menjadi menyeluruh, lecet muncul

seminggu sebelum penyembuhan dengan hiperpigmentasi (warna kulit yang

lebih gelap dari sebelumnya), tidak ada jaringan parut

Sindrom steven-johnson : vesikulobulosa (lesi gelembung mulai dari vesikel

sampai bulla) yang melibatkan kulit, mulut, mata dan genitalia; sariawan yang

dalam degan krusta akibat perdarahan adalah gambaran khas.

25

Page 26: Nekrolisis Epidermal ToxikLL.doc

Luka bakar : terdapat riwayat luka bakar derajat dua

Toxic epidermal necrolysis : seperti sindrom steven-johnson yang diikuti

pengelupasan kulit badian atas (epidermis) secara menyeluruh.

Varisela :  vesikel pada dasar kemerahan bermula di badan dan menyebar ke

tangan kaki dan wajah; vesikel pecah dan membentuk krusta; lesi terdapat

pada beberapa tahap (vesikel, krusta) pada saat yang sama.(1,3)

PEMFIGUS VULGARIS

Definisi

Adalah salah satu penyakit berlepuh dengan pembentukan bula di atas kulit normal

dan selaput lendir.(1,2,3)

Penyebab dan epidemiologi

Penyebab yang pasti belum diketahui; diduga berhubungan dengan autoimun. Umur

pada dasawarsa ke-5 dan ke-6; dapat juga semua umur. Frekuensi yang sama pada

pria dan wanita.(1,3)

Gejala penyakit

Keadaan umum penderita biasanya buruk. Enam puluh persen lesi biasanya pada

kepala berambut dan mukosa mulut. Gambaran awal berupa erosi dengan krusta, dan

beberapa bulan kemudian baru timbul bula generalisata. Mukosa lain yang diserang:

mata, hidung, laring, faring, serviks, vulva dan uretra. Bula berdinding kendur, jika

pecah timbul krusta yang dapat bertahan lama. Eritema, hipo / hiperpigmentasi. Tanda

Nikolsky selalu positif; penderita mengeluh gatal dan nyeri.(2,3)

Pemeriksaan kulit

• Lokalisasi : Generalisata.

• Efloresensi/sifat-sifatnya : Bula berdinding kendur, eritema, krusta, erosi, dan

hipo-/hiperpigmentasi.

Gambaran histopatologi

26

Page 27: Nekrolisis Epidermal ToxikLL.doc

Pada epidermis ditemukan bula suprabasal, akantolisis epitel pada dasar bula. Dengan

mikroskop elektron ditemukan perlunakan semen interselular, kerusakan desmosom

dan tonofibril.

Pemeriksaan laboratorium

1. Imunologi: Tes imunofluoresensi langsung didapatkan antibodi intraselular

tipe IgG & C3. Tes imunofluoresensi tak langsung didapatkan antibodi

pemfigus pada IgG.

2. Tes Nikolsky selalu positif.

3. Pemeriksaan sel Tzanck selalu positif

Diagnosis banding

1. Dermatitis herpetiformis

2. Pemfigoid bulosa

3. Sindrom Steven-Johnson

PEMFIGUS FOLIASEUS

Definisi

Adalah salah satu bentuk pemfigus yang memberi gejala klinik berupa vesikel-vesikel

berdinding tipis yang mudah pecah.(3)

Penyebab dan epidemiologi

Penyebab belum diketahui dengan jelas diduga akibat suatu proses autoimun.

Umumnya terjadi antara 40—50 tahun dengan frekuensi yang sama pada pria dan

wanita. Dapat terjadi pada semua bangsa di seluruh dunia dan tidak dipengaruhi

musim atau iklim.(1,3)

Gejala penyakit

Gejalanya tidak seberat pemfigus vulgaris. Perjalanan penyakit terjadi kronik dengan

remisi temporer. Penyakit mulai dengan vesikel/bula berukuran kecil, berdinding

kendur yang kemudian pecah menjadi erosi dan eksudatif. Yang khas adalah eritema

menyeluruh yang disertai banyak skuama kasar, sedangkan bula kendur hanya sedikit.

Penderita mengeluh gatal dan badan menjadi berbau busuk.(2,9)

27

Page 28: Nekrolisis Epidermal ToxikLL.doc

Pemeriksaan kulit

Lokalisasi: Kulit kepala, wajah, dada, dan daerah seboroik; bersifat

simetris.

Efloresensi: Eritema menyeluruh disertai skuama kasar. Vesikel atau

bula lentikular berdinding kendur hanya sedikit; daerah

erosif generalisata.(2)

Gambaran histopatologi

Epidermis : Ditemukan akantolisis dengan bula subkorneal.

Dermis :Tampak pelebaran masing-masing pembuluh darah disertai sebukan

sel-sel radang seperti eosinofil, limfosit dan sel plasma.

Pemeriksaan laboratorium

1. Imunologi: IgG.

2. Tes Nikoisky positif

3. Percobaan Tzanck memberi hasil positif.

Diagnosis banding

1. Eritroderma

2. Sindroma Stevens-johnson

3. Pemfigus vulgaris

Prognosis

Dengan kortikosteroid, penyakit ini punya prognosis yang baik.

28

Page 29: Nekrolisis Epidermal ToxikLL.doc

PEMFIGUS ERITEMATOSUS (sindroma Senear-Usher)

Definisi

Adalah salah satu bentuk pemfigus dengan gejala klinis yang lebih jinak, serta tidak

mempengaruhi keadaan umum.(2,7)

Penyebab dan epidemiologi

• Penyebab : Diduga berkaitan dengan proses autoimun.

• Umur : Lebih banyak pada dewasa.

• Jenis kelamin : Lebih sering pada wanita.(2)

Gejala singkat penyakit

Keadaan umum penderita biasanya baik. Lesi mula-mula sedikit, dapat berlangsung

berbulan-bulan dan sering disertai remisi. Kelainan kulit berupa bercak-bercak

eritema berbatas tegas dengan skuama tebal. Eksudasi dan krusta di wajah

menyerupai kupu kupu, sehingga mirip lupus eritematosus dan dermatitis seboroika.

Kelainan dapat juga generalisata. Penyakit ini dapat berubah menjadi pemfigus

vulgaris atau foliaseus.(1,2)

29

Page 30: Nekrolisis Epidermal ToxikLL.doc

Pemeriksaan kulit

• Lokalisasi: Kedua sisi batang hidung dan pipi, mirip gambar kupu

kupu;juga dada, punggung, kulit kepala dan ekstremitas.

• Efloresensi: Eritema berbatas tegas dengan skuama tebal disertai

eksudasi dan krusta yang berwarna kuning coklat.

Gambaran histopatologi:

• Epidermis : Akantolisis, hiperkeratosis folikular dan bula subkornea.

• Dermis : Ditemukan papilomatosis dan pelebaran pembuluh darah di ujung stratum papilare.

Pemeriksaan laboratorium

1. Imunologi: terdapat IgG.

2. Test Nikolsky.

3. Pemeriksaan sel Tzanck.

Diagnosis banding

1. Lupus eritematosus

2. Dermatitis herpetiformis

3. Pemfigoid bulosa

30

Page 31: Nekrolisis Epidermal ToxikLL.doc

PEMFIGUS VEGETANS

Merupakan bentuk jinak dari pemfigus vulgaris dan sangat jarang ditemukan.(1,2)

Penyebab dan epidemiologi

• Penyebab : Belum jelas, diduga autoimun.

• Umur : Lebih banyak menyerang usia muda.

• Jenis kelamin : Frekuensi yang sama pada pria dan wanita.

Gejala singkat penyakit

Terdapat 2 tipe yaitu tipe Neumann : Bula-bula kendur yang menjadi erosif, kemudian

menjadi vegetatif dan proliferatif papilomatosa dan tipe Hallopeau (pyodermite

vegetante): lesi primer berupa pustula-pustula yang menyatu, meluas ke arah tepi,

selanjutnya mengalami vegetasi membentuk daerah hitam kasar menyerupai beludru.(2)

Pemeriksaan kulit

Lokalisasi : Mulut, wajah, ketiak, kelamin, intertrigo, perineum, umbilikus, hidung, ekstremitas dan kulit kepala.

Efloresensi : Bula kendur, erosi, vegetatif, proliferatif papilomatosa, sehingga

permukaan tampak menjadi kasar.

Pemeriksaan histopatologi

Tipe Neumann : Mula-mula menyerupai pemfigus vulgaris, kemudian timbul

proliferasi papil ke atas, pertumbuhan epidermis ke bawah, dan terdapat abses-abses

intraepidermal. Tipe Hallopeau : Lesi awal sama dengan tipe Neumann; terdapat

akantolisis suprabasal, hiperplasia epidermis dengan banyak eosinofil; abses

eosinofilik pada lesi vegetatif. Pada keadaan lanjut terdapat papilomatosis dan

hiperkeratosis tanpa abses.(2)

Pemeriksaan laboratorium

Imunologi: IgG.

31

Page 32: Nekrolisis Epidermal ToxikLL.doc

Diagnosis banding

Karena tergolong penyakit kulit berlepuh maka harus didiagnosis banding dengan

pemfigus vulgaris, dermatitis herpetiformis dan pemfigus bulosa.(1,2,3)

PEMFIGOID BULOSA

Adalah penyakit kronik yang ditandai dengan bula besar berdinding tegang di atas

kulit yang eritematosa.(1,2)

Penyebab dan epidemiologi

• Penyebab : Belum jelas, diduga autoirnun

• Umur : Semua umur, terutama pada orang tua.

• Jenis kelamin : Frekuensi yang sama pada pria dan wanita

Gejala singkat penyakit

Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan: Keadaan umum

baik, sakit ringan, sering disertai rasa gatal; kelainan kulit terutama bula, dapat

bercampur dengan vesikel berdinding tegang, terkadang hemoragik; daerah sekitar

merah.

Pemeriksaan kulit

Lokalisasi :Ketiak, lengan bagian fleksor, lipat paha dan mulut.

32

Page 33: Nekrolisis Epidermal ToxikLL.doc

Efloresensi/sifat-sifat: Bula numular sampai plakat berisi cairan jernih dengan

dinding tegang, terkadang hemoragik. Jika bula pecah terlihat daerah erosif numular

hingga plakat, bentuk tak teratur.(1,2,3)

Gambaran histopatolog

Kelainan dini berupa celah di perbatasan dermis-epidermis dan bula subepidermal.

Sel irifiltrat utama ialah eosinofil, limfosit, dan sel-sel polinuklear, tersebar di dalam

dermis.(2)

Pemeriksaan laboratorium

1. Imunologi IgG & C3 tersusun seperti pita di BMZ (basement membrane zone)

2. Tes KJ biasanya memberi hasil negatif.

3. Tes Nikolsky biasanya negatif.

4. Pemeriksaan sel Tzanck biasanya positif.

Diagnosis banding

Pemfigoid bulosa harus didiagnosis banding dengan pemfigus vulgaris, penyakit

Duhring dan sindroma Stevens-Johnson. Dengan melihat umur, keadaan umum,

gambaran klinis dan histopatologis, ketiga penyakit dapat saling dibedakan.(1,2)

33

Page 34: Nekrolisis Epidermal ToxikLL.doc

DERMATOSIS PUSTULOSA SUBKORNEAL

Definisi

Tergolong penyakit kulit berlepuh dengan gejala timbulnya pustula di atas daerah

yang eritematosa.(2)

Penyebab dan epidemiologi

• Penyebab :Belum jelas, diduga suatu penyakit autoimun.

• Epidemiologi :Banyak menyerang kelompok umur pertengahan; wanita lebih

sering daripada pria.

Gejala singkat penyakit

Pustula terletak superfisial seperti pada impetigo bulosa, berbentuk anular dan

menjalar secara serpiginosa. Kadang-kadang terdapat vesikel yang kemudian menjadi

pustulosa.

Pemeriksaan kulit

• Lokalisasi : Daerah perut, ketiak dan lipatan-lipatan. Lesi di mukosa jarang

dan biasanya ringan.

• Efloresensi : Pustula miliar sampai lentikular, dengan gambaran anular atau

serpiginosa

Gambaran histopatologi:

Pada epidermis didapati pustula subkorneal dengan infiltrasi neutrofil. Pada dermis

ditemukan spongiosis dan sebukan neutrofil dan eosinofil di sekitar pembuluh darah.

Pemeriksaan laboratorium

Kultur cairan pustula adalah steril. Pemeriksaan imunofluoresensi tak langsung

tampak gambaran yang mirip dengan pemfigoid bulosa.

34

Page 35: Nekrolisis Epidermal ToxikLL.doc

Diagnosis banding

Dermatitis herpetiformis, eritema multiforme, psoriasis pustulosa atau bakteri-id

pustulosa. Dari gejala klinis, pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan

histopatologi, penyakit ini dapat dipastikan.

35