Upload
gigih-rahmadani-maris
View
691
Download
54
Embed Size (px)
DESCRIPTION
nekropsi unggas
Citation preview
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Usaha peruggasan, khususnya ayam (broiler maupun layer) mempunyai
arti ekonomis yang sangat penting dibandingkan dengan jenis usaha peternakan
lainnya. Alasan yang pertama, teknik beternak ayam relatif lebih mudah sehingga
dapat dilakukan oleh banyak orang. Kedua, harga produknya murah dan nilai
giziny tinggi. Ketiga, produk utama dan sampingannya dapat dimanfaatkan.
Perkembangan usaha tersebut cukup pesat, hal ini dapat dilihat dari populasinya
yang tinggi (Tarmudji, 2005). Pesatnya perkembangan tersebut didorong oleh
kebutuhan manusia tehadap daging ayam maupun telur ayam. Namun usaha
peternakan ayam ini merupakan suatu usaha yang mempunyai risiko tinggi,
karena sewaktu-waktu dapat terjadi wabah penyakit menular. Oleh sebab itu,
pengelolaannya perlu dilakukan secara efisien dan professional (Tarmudji, 2005).
Penyakit infeksius yang disebabkan oleh virus pada suatu peternakan
ayam pedaging, petelur maupun pembibitan ayam merupakan suatu permasalahan
yang harus senantiasa diwaspadai, karena sedikit saja kontrol terhadap penyakit
viral ini berkurang, maka akan muncul wabah dalam suatu populasi yang akan
mengakibatkan kerugian ekonomi pada peternak.
Penyakit viral arthritis pada ayam, sepintas lalu tidak sepopuler penyakit-
penyakit infeksius yang disebabkan oleh virus lainnya seperti Newcastle Disease
(ND), Infectious Bronchitis (IB), Infectious Laryngotracheitis (ILT) dan lain-
1
lainnya. Viral arthritis adalah suatu penyakit infeksius yang disebabkan oleh avian
reovirus dan menyebabkan kelemahan pada kaki, pincang dan rusaknya tendon
gastrocnemius. Avian reovirus selain menyebabkan viral arthritis, juga
diperkirakan menjadi penyebab dari stunting syndrom, enteritis/malabsorption
syndrom dan penyakit pada saluran pernafasan.
Mobilitas ayam yang terserang penyakit ini akan terganggu, karena
ketidaknormalan fungsi organ geraknya. Kerugian yang disebabkan oleh infeksi
reovirus dapat berupa penurunan bobot badan, produksi telur, mutu karkas,
kematian, dan banyaknya ayam yang harus dikeluarkan. Virus ini mungkin tidak
banyak berperan dalam menimbulkan kematian atau banyaknya ayam yang harus
dikeluarkan, tetapi adanya penyakit ini dalam suatu peternakan akan
menyebabkan pertumbuhan yang tidak merata, sehingga akan menghasilkan
keseragaman populasi yang buruk (Dharmayanti dkk, 2000).
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah kasus ini adalah:
Bagaimana anamnesa dan gejala klinis dari unggas yang
diperiksa ?
Bagaimana perubahan patologi anatomi dari nekropsi unggas
yang diperiksa?
Bagaimanakah diagnosa sementara dari unggas yang telah
diperiksa?
2
1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah kasus ini adalah untuk mengetahui
tentang penyebab penyakit dari ayam yang telah dinekropsi dengan melihat
kerusakan yang terjadi pada organ secara makroskopis dan mikroskopis.
1.4 Manfaat
Manfaat dari pembuatan makalah kasus ini adalah membantu diagnosa
dokter hewan dalam menentukan kasus penyakit pada ayam tersebut.
3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Etiologi Penyakit Chronic Respiratory Disease (CRD)
Penyebab penyakit viral arthritis adalah Reovirus dari family Reoviridae.
Materi genetik virus tersusun atas RNA beruntai ganda (ds-RNA), dan disebelah
luarnya terdapat kapsid dengan 92 kapsomer. Bentuk virus ikosahedral dan
berukuran diameter berkisar 75 nm.
Viral arthritis disebabkan oleh virus dari genus Orthoreovirus, famili
Reoviridae (FRANCKI et al., 1991 dalam SHAPOURI et al., 1996). Virus
tersebut tidak mempunyai envelop, berbentuk simetris ikosahedral dan
mengandung asam inti RNA beruntai ganda. Reovirus resisten terhadap panas,
dapat stabil pada suhu 60°C selama 6–10 jam, 56°C selama 22–24 jam, 37oC
selama 15–16 minggu dan 22oC selama 48–51 minggu, 4oC selama 3 tahun, -
20oC selama 4 tahun dan -63oC selama 10 tahun. Reovirus tidak sensitif terhadap
eter tapi cukup peka terhadap kloroform. Reovirus tahan pada pH 3 dan in aktif
dengan etanol 70% dan iodin organik 0,5%.
Viral arthritis pertama kali dilaporkan pada tahun 1957. Sejak saat itu
beberapa negara melaporkan adanya peningkatan penyakit ini pada peternakan
komersial (WHITEMAN dan BICKFORD, 1979). Di India, avian reovirus
pertama kali dilaporkan oleh CHAUHAN et al. (1988) dengan ditemukannya lima
serum positif avian reovirus dari sembilan ayam yang terserang arthritis pada flok
dengan populasi 220 ekor. Pada tahun 1983, pernah terjadi wabah viral
4
arthritis/tenosinovitis pada peterna-kan komersial di Washington bagian Barat.
Sumber dari infeksi ini ternyata adalah ayam umur sehari yang disuplai dari
peternakan pembibitan terinfeksi (DHILLON et al., 1986). Sementara itu,
kejadian viral arthritis di Indonesia belum dilaporkan secara resmi. Tetapi gejala
klinis serupa telah banyak terjadi pada peternakan pembibitan di Indonesia.
Ayam tipe pedaging mempunyai kepekaan lebih tinggi terhadap virus ini
dibandingkan dengan ayam tipe petelur (JONES dan KIBENGE, 1984). Hal ini
di-sebabkan karena pertumbuhan bobot badan yang cepat pada ayam tipe
pedaging, sehingga secara fisik tendon menanggung beban yang lebih berat,
sehingga menjadi faktor predisposisi dari penyakit ini. Di samping itu, tendon
ayam tipe pedaging mempunyai kekuatan yang lebih rendah dan mempunyai
struktur jaringan ikat fibrous yang lebih terbuka dibandingkan dengan tipe petelur
2.2 Patogenesis Penyakit
Penularan penyakit terjadi secara vertikal melalui telur dan secara
horizontal dari unggas sakit ke unggas sehat baik secara langsung maupun tidak
langsung. Penularan tidak langsung terjadi dengan perantaraan manusia, hewan
liar atau peralatan kandang. Unggas yang pernah terinfeksi CRD dan telah
sembuh atau unggas penderita menjadi sumber penularan ke unggas sehat yang
lain.
M. gallisepticum masuk ke saluran pernapasan dan menyerang silia dan
permukaan mukosa saluran pernapasan. Karena Mycoplasma menghasilkan
5
macam-macam metabolit, materi toksik dan pengurangan asam amino, asam
lemak dan precusor DNA menyebabkan membran mukosa saluran pernapasan
mengalami kerusakan. Kemampuan mengeluarkan lendir dan efek antimikrobial
dari lendir berubah, motilitas silia menurun. Akibatnya M. gallisepticum mudah
masuk paru-paru dan kantung udara. Jenis-jenis mikroba lain disaluran napas
bagian atas menjadi mudah menyerang.
Dari saluran pernapasan, M.gallisepticum mudah mencapai aliran darah
dan tersebar keseluruh tubuh termasuk: persendian, ovarium dan oviduk.
Akibatnya fungsi penghasil telur menjadi terganggu sehingga produksi telur turun,
kematian embrio meningkat. Jika terjadi penyakit yang kronis Mycoplasma
berkembang biak di oviduk dan jaringan sekitar ovarium menyebabkan telur yang
dihasilkan mengandung mycoplasma.
Tanpa komplikasi unggas yang terserang CRD tidak menampakan gejala
yang jelas. Pada unggas yang gejala klinisnya jelas dapat dilihat ingus keluar dari
lubang hidung, batuk dan bersuara pada waktu bernapas. Suara ini lebih jelas bila
malam hari. Adakalanya unggas yang terserang menunjukkan gejala muka
bengkak akibat adanya eksudat dalam sinus infra orbitalis.
2.3 Gejala Klinis dan Perubahan Patologi Anatomi
Penyakit yang berhubungan dengan organ gerak seperti otot, tulang, dan
persendian pada umumnya menimbulkan manifestasi klinik seperti pincang,
kesulitan bergerak, lumpuh, dan kelainan dari tubuh (BLOOD dan RADOSTITS,
6
1989). Demikian juga dengan viral arthritis, gejala umum yang dapat diamati pada
ayam yang terserang penyakit ini berupa pem-bengkakan tendon metatarsal
ekstensor dan digital fleksor (ROSENBERGER dan OLSON, 1991).
Dari flok yang terinfeksi, 1–10% menunjukkan kepincangan dengan
derajad yang bervariasi, ke-bengkakan sendi lutut dapat terjadi pada salah satu sisi
atau keduanya. Beberapa ayam yang terserang tampak malas untuk bergerak,
tidak dapat makan dan minum, sehingga ayam cepat mengalami dehidrasi dan
akhirnya mati (MILLS, 1986).
Hal serupa juga diungkapkan oleh WHITEMAN dan BICKFORD (1979),
bahwa tanda–tanda awal penyakit ini adalah adanya kepincangan dan
pembengkakan tendon. Kepincangan pada ayam akibat penyakit ini terjadi pada
ayam umur 6–7 minggu (BAINS et al., 1979). Ayam yang terserang terkadang
masih dalam kondisi yang baik, tetapi beberapa ekor ayam tampak menunjukkan
kekerdilan. Kematian pada kasus ini biasanya cukup rendah (WHITEMAN dan
BICKFORD, 1979).
Penyakit koksidiosis dapat memperparah gejala klinis penyakit ini (RUFF
dan ROSENBERGER, 1984). Interaksi dari koksidia dan reovirus secara
bersamaan akan memperburuk pembengkakan yang ditimbulkan oleh reovirus
dibandingkan jika ayam terinfeksi dengan reovirus saja. COOK et al. (1983),
dari hasil eksperimennya menyimpulkan bahwa kejadian abnormalitas pada kaki
(kelemahan atau kepincangan) yang disebabkan oleh kekurangan biotin, niasin,
dan asam folat akan bertambah parah jika terjadi infeksi dari reovirus. MILLS
7
(1986), menyatakan bahwa tendon yang terserang biasanya menjadi keras, fibrosis
dan mengalami perlekatan dengan kulit sehingga tendon menjadi tidak berfungsi.
Pada kasus lebih lanjut akan menyebabkan rusaknya tendon gastrocnemius pada
salah satu kaki atau pada kedua kaki (WHITEMAN dan BICKFORD, 1979) serta
akan terjadi nekrosis dari kaput femoralis (VAN DER HEIDE et al., 1981) yang
me-ngakibatkan ayam kehilangan mobilitas.
Gambaran patologi
Pada awalnya, lesi mengeluarkan eksudat bening yang selanjutnya akan
berubah menjadi purulen (ber-nanah). Terdapat akumulasi fibrin pada tendon
yang bengkak atau dapat terjadi hemoragi di atas persendian lutut. Pada kejadian
yang kronis, terdapat pengerasan dan penyatuan selubung tendon dan tulang
rawan per-sendian mengalami erosi (BAINS, 1979). Lesi yang sama juga dapat
ditemukan pada persendian lainnya seperti persendian bahu (BAINS, 1979).
Peradangan menyeluruh dapat terjadi pada daerah persendian lutut dan
tarsometatarsal (KERR dan OLSON, 1969 dalam ROSENBERGER dan OLSON,
1991). MILLS (1986) menyatakan bahwa tendon yang mengalami penebalan dan
udema jaringan persendian, dapat diikuti dengan eksudasi yang tidak nyata. Lesi
sering mengalami infeksi sekunder, sehingga eksudasi berubah menjadi purulen
atau mengalami perkejuan. Pada kasus lebih lanjut, akumulasi fibrin akan dapat
dilihat bersamaan dengan adanya infeksi Staphylococcus aureus (MILLS, 1986).
8
2.5 Diagnosa
Diagnosa penyakit berdasarkan gejala klinis, isolasi dan identifikasi virus.
Antigen dalam jaringan dapat dideteksi dengan FAT dan AGP, sedangkan
antibody serum tertular atau yang telah divaksinasi dideteksi dengan SN atau
ELISA.
Diagnosa Banding
Avian Infectious Synovitis sering dikelirukan dengan arthritis akibat
infeksi bakteri atau akibat kelainan anatomis diskondroplasia atau oleh material
toksik lainnya.
2.5 Pencegahan dan Pemberantasan
Ayam yang terinfeksi harus diisolasi, kandang dibersihkan dengan
seksama, sehingga dapat me-ngurangi meluasnya penyakit ini dalam suatu
populasi. Penggunaan desinfektan kurang efektif untuk me-ngeliminir virus ini,
tapi larutan iodin organik 0,5% dapat digunakan untuk mengeliminir virus ini
(ROSENBERGER dan OLSON, 1991).
Tidak ada obat yang efektif untuk penyakit ini. Tindakan yang efektif
dilakukan adalah dengan vaksinasi dan menjaga kebersihan kandang. Jenis vaksin
yang dapat digunakan ada 2 yaitu vaksin aktif dan inaktif. Vaksinasi pada ayam
budi daya dapat dilakukan 3 kali, mulai umur sehari, 30 hari dan terakhir sebelum
bertelur. Sistem all in all out juga dapat mengurangi insiden penyakit ini.
9
BAB 3 MATERI DAN METODE
3.1 Prosedur nekropsi / otopsi :
Proses nekropsi atau otopsi dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu:
1. Sebelum hewan dieutanasi, dipelajari terlebih dahulu diagnosis secara
klinis (menurut pemeriksa sebelumnya / keterangan dari pemilik) dan
dilakukan diagnosis sementara yang paling sesuai.
2. Jika unggas masih dalam keadaan hidup, diperiksa terlebih dahulu tubuh
bagian luar dan diamati gejala klinis tertentu.Diperiksa secara teliti adanya
parasit eksternal pada bulu dan kulit. Diamati warna pial dan cuping
telinga. Diperhatikan pula terhadap kemungkinan adanya diare, leleran
dari paru, nares dan mata serta kemungkinan adanya kebengkakan dan
perubahan warna daerah facial.
3. Unggas yang masih dalam kondisi hidup dapat dibunuh (eutanasi) dengan
cara mematahkan leher pada persendian atlanto-occipitalis, emboli udara
kedalam jantung.
4. Bangkai hendaknya dibasahi dengan air terlebih dahulu untuk menghindari
bulu tidak berterbangan, karena hal tersebut dapat menyebabkan
pencemaran.
5. Bangkai dibaringkan pada bagian dorsal dan dibuat suatu irisan pada kulit
di bagian medial paha dan abdomen pada kedua sisi tubuh. Paha ditarik ke
bagian lateral dan diteruskan irisan dengan pisau sampai persendian coxo
10
femoralis. Irislah kulit pada bagian medial dari kaki / paha dan periksa otot
dan persendian pada daerah tersebut.
6. Buat irisan melintang pada kulit daerah abdomen, lalu kulit ditarik ke
bagian anterior dan irisan tersebut diteruskan ke daerah thorax sampai
mandibula. Irisan pada kulit juga diteruskan ke bagian posterior di daerah
abdomen.
7. Perhatikan warna, kualitas, dan derajat dehidrasi dari jaringan sub-kutan
dan otot-otot dada.
8. Buat irisan pada otot di daerah brachialis (kiri dan kanan) untuk
memeriksa nervus dan plexus brachialis.
9. Buat irisan melintang pada dinding peritoneum, di daerah ujung sternum
(procesus xyphoideus) ke arah lateral. Di buat juga suatu irisan
longitudinal di daerah abdomen melalui linea mediana ke arah posterior
sampai daerah kloaka. Cara ini akan membuka cavum abdominalis.
10. Buat suatu irisan longitudinal melalui m. pectoralis pada kedua sisi
sternum sepanjang persendian kostokondral semua costae mulai dari
posterior ke anterior. Pada bagian anterior, irisan pada kedua sisi thorax
harus bertemu pada daerah rongga dada, setelah memotong tulang
choracoid dan clavicula. Cara ini akan membuka rongga dada.
11. Periksa kantung udara di daerah abdominalis dan thorakalis. Periksa juga
letak berbagai organ di dalam cavum thorax dan abdominalis sesuai
11
posisinya tanpa menyentuh organ tersebut. Jika akan mengambil sampel
untuk isolasi bakteri, jamur, virus harus dilakukan secara aseptis.
12. Perhatikan kemungkinan terhadap adanya cairan, eksudat, transudat atau
darah di dalam rongga perut dan rongga dada.
13. Saluran pencernaan dapat dikeluarkan dengan memotong oesophagus pada
bagian proksimal proventrikulus. Tarik seluruh saluran pencernaan ke arah
posterior dengan memotong mesenterium sampai pada daerah kloaka.
Periksa bursa fabrisius terhadap abnormalitas tertentu.
14. Hepar, lien dikeluarkan dan dilakukan pemeriksaan.
15. Buat irisan secara longitudinal pada proventrikulus, ventrikulus,
intestinum tenue, coecum, colon dan cloaka. Periksa terhadap
kemungkinan adanya lesi dan penyakit.
16. Saluran reproduksi dikeluarkan dan oviduct di iris secara longitudinal
kemudian periksa ovarium yang meliputi stroma dan folikelnya.
17. Periksa ureter dan ren pada posisinya. Organ tersebut dikeluarkan untuk
dilakukan pemeriksaan yang lebih lanjut.
18. Nervus dan plexus ischiadichus di periksa setelah otot abductor pada
bagian medial paha dipisahkan.
19. Bangkai di balik hingga kepala menghadap operator.
20. Dibuat irisan pada sisi kiri sudut mulut, diteruskan ke pharynx,
oesophagus dan ingluvies. Periksa terhadap adanya abnormalitas pada
organ tersebut.
12
21. Periksa glandula thyroidea dan parathyroidea di daerahtrachea.
22. Iris secara longitudinal melalui larynx, trachea, bronkus sampai ke pulmo.
Organ tersebur dapat dikeluarkan secara bersamaan setelah pulmo
diangkat dari perlekatannya. Pemeriksaan pulmo terhadap ukuran, warna,
konsistensi bidang irisan dan uji apung.
23. Pemeriksaan jantung terhadap keadaan perikardium, ukuran, warna dan
apek cordis. Jantung diperiksa dengan membuat irisan longitudinal melalui
atrium dan ventrikel kiri dan kanan atau irisan melintang di daerah
ventrikel.
24. Paruh dipotong bagian atas secara melintang di daerah dekat mata
sehingga cavum nasi dan sinus infraorbitalis dapat diperiksa terhadap
adanya cairan.
25. Semua persendian diperiksa dengan membuat irisan pada kulit diantara
kaput dan sulkus persendian. Pemeriksaan tendo, khususnya tendo
gastrocnemius dan tendo flexor digitalis.
26. Untuk memeriksa otak, kulit dan tulang leher di daerah persendian diiris
sehingga foramen magnum dan medulla oblongata kelihatan. Otak dapat
dikeluarkan sebagai berikut : kulit di daerah kepala dibuka, kemudian
dibuat irisan dengan gunting dari foramen magnum ke arah os frontalis
yang membentuk sudut 40 pada kedua sisi tulang tengkorak.Selanjutnya
dibuat irisan melintang yang menghubungkan kedua sudut mata luar.
Melalui irisan tersebut tengkorak dibuka. Setelah tengkorak terbuka,
13
meninges di iris, kemudian bulbus olfactorius, nervi cranialis dipotong
sambil mengeluarkan seluruh bagian otak. Hypofisis cerebri yang masih
terlekat pada tulang tengkorak dikeluarkan dengan mengiris durameter
yang mengelilingi sella tursica. Sinus paranasales dan sinus lainnya
diperiksa dengan membuat suatu potongan melalui garis median hidung.
3.2 Prosedur Pengambilan Sampel Histopatologi
Untuk pemeriksaan histopatologi, organ yang dicurigai mengalami
perubahan patologi dan diduga dapat membantu dalam meneguhkan diagnosa
yaitu proventrikulus, duodenum, bursa fabrisius, paru-paru, hati, ren dan otak
diamati kemudian dipotong dengan ukuran sekitar 3 x 2 x 2 cm dan disimpan
didalam botol yang berisi larutan formalin 10%. Usahakan untuk mengambil
jaringan dari daerah yang abnormal dan normal secara bersama-sama. Tahap
berikutnya adalah pemotongan organ untuk pembuatan histopat. Organ dipotong
dengan ukuran 2 - 3 mm kemudian dimasukkan ke dalam petrydisck. Hasilnya
diamati dibawah mikroskop terhadap perubahan yang tampak dari setiap organ.
Semua perubahan patologik yang ditemukan dicatat, diagnosa sementara / post
mortem dibuat disertai penanganan kasus secara cepat.
14
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Signalemen
1. Tanggal Seksi : 12 Juni 2012
2. Pemilik : -
3. Alamat : Pasar Keputran
4. Jenis Hewan : Itik
5. Jenis Kelamin : Jantan
6. Umur : -
7. Tanggal Kematian : 12 Juni 2012
8. Lamanya Sakit : Tidak diketahui
9. Tanda Kematian : Tanpa di sembelih
10. Vaksinasi : Pernah / Tidak pernah*
11. Tanggal Vaksinasi : -
15
4.2 Anamnesa
Tidak dapat dilakukan anamnesa karena tidak bertemu langsung dengan
pemilik itik tersebut.
4.3 Gejala Klinis
Itik datang dengan kondisi nafas bersuara (mengorok) dan keluar transudat
dari sinus, ayam pincang, bulu kusam, dan terlihat lemas.
Gambar 1. Kondisi itik sebelum disembelih
4.4 Hasil Nekropsi
Otak
Tidak terdapat kelainan pada otak
Sinus
Terdapat transudat keluar dari sinus.
Rongga Mulut
Pada rongga mulut penuh dengan eksudat.
Saluran Pernafasan
Trachea
16
Pada trachea terjadi pendarahan (haemorrhagi) yang ditandai dengan
adanya ptechiae
Gambar 2. Haemorrhagi pada trachea
Paru-paru
Paru-paru terlihat belang dikarenakan adanya haemorrhagi
Gambar 3. Haemorrhagi pada paru-paru
Hati
Hati tampak normal
Gambar 4. Hati itik
Jantung
Terdapat warna kehitaman pada jantung
Gambar 5. Warna merah kehitaman pada jantung
Limpa
Tidak terdapat kelainan pada limpa
17
Ginjal
Tidak terdapat kelainan pada ginjal
Saluran Pencernaan
Oesophagus
Oesophagus tidak mengalami kelainan
Proventriculus dan Ventriculus
Proventriculus dan ventriculus terlihat normal
Gambar 6. Proventriculus dan ventriculus normal
Duodenum
Terdapat penebalan dindig duodenum disertai sedikit ptechiae
Gambar 7. Penebalan dan ptechiae pada dinding usus
Caecum
Tidak terdapat kelainan pada caecum
Gambar 8. Caecum normal
Pankreas
Pankreas juga tidak mengalami perubahan
18
Nervus Ischiadicus
Nervus ischiadicus terlihat asimetris
Gambar 9. Nervus ischiadicus asimetris
Saluran Reproduksi
Tidak terdapat kelainan pada saluran reproduksi
4.5 Histopatologi Organ
Trachea
Deskripsi lesi
-Infiltrasi sel radand dan eritrosit di dalam sel kelenjar trachea
-Terjadi rupture pada epitel trachea
Paru-paru
Deskripsi lesi
-terjadi rupture pada septa alveoli
-adanya infiltrasi eritrosit dan sel radang pada septa alveoli
-terjadi penebalan pada septa alveoli
-sel-sel alveoli tampak tidak seragam ukurannya
19
4.6 Diagnosa
Berdasarkan hasil perubahan patologi anatomi yang tampak diduga itik
menderita Chronic Respiratory Disease (CRD)
4.7 Pembahasan
Berdasarkan perubahan patologi anatomi yaitu haemorraghi pada trcahea,
paru, dan jantung serta terdapat transudat pada sinus juga kepincangan yang
dibuktikan dengan asimetrisnya nervus ischiadicus mengarah pada perubahan
patologi anatomi penyakit Chronic Respiratory Disease (CRD). Penebelan
dinding usus juga terlihat. Nafas itik juga terlihat berat dan terdengar suara ngorok
saat itik bernafas. Pada pemeriksaan histopatologi didapatkan kerusakan pada sel
epitel trachea dan rupture pada septa alveoli. Terjadinya kerusakkan silia dan
permukaan mukosa saluran pernapasan. Dari pemeriksaan Patologi anatomi dan
juga pemeriksaan histopatologi dapat meneguhkan diagnose bahwa penyebab
penyakit adalah penyakit CRD. Namun jika pemeriksaan patologi masih belum
dapat meneguhkan diagnose dapat diteruskan dengan pemeriksaan microbiologi
untuk menentukan jenis bakteri penyebab penyakit dari itik.
Dalam pemeriksaan laboratoris membutuhkan waktu yang lama kurang
lebih 2 minggu untuk mendapatkan hasil lab, sebagai dokter hewan selama
20
menunggu hasil laboratorium kita harus memberikan multivitamin dan mineral
kepada ternak kita untuk meningkatkan imun tubuh unggas agar unggas dapat
bertahan terhadap lingkungan disekitar. Hal ini dapat mencegah kematian ternak
masal akibat suatu penyakit yang belum diketahui agen penyebabnya.
21
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari hasil nekropsi yaitu;
1. Itik datang dengan kondisi tubuh lemas, muka pucat, bulu kusam,
nafas terlihat berat dan ngorok serta keluar transudat dari sinus.
2. Perubahan patologi anatomi yang terlihat yaitu haemorraghi pada
trachea, paru-paru, dan jantung. Terlihat pula penebalan pada
dinding usus, serta nervus ischiadicus asimetris.
3. Dari gejala klinis dan perubahan patologi anatomi diduga itik
menderita Chronic Resiratory Disease (CRD).
5.2 Saran
Chronis Respiratory Disease (CRD) merupakan penyakit dengan tingkat
morbiditas yang tinggi, infeksi sekunder dapat memperparah penyakit ini.
Tidakan vaksinasi dan biosecurity dapat mengurangi potensi penyakit.
22
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012 . CRD kasus Penyakit Pernapasan yang Tidak Pernah Tuntas.
http://www.majalahinfovet.com/2007/10/crd-kasus-penyakit-
pernafasan-yang.html
Anonimus. 2008 . Biangnya CRD Kompleks. Info Medion. http://info.
medion.co.id/index.php/artikel/broiler/penyakit/crd-kompleks
Setiawan, Iwan. 2010 . Chronic Respiratory Disease (CRD). http:// www.
centralunggas.blogspot.com/2010/09/chronic-respiratory-disease-
crd.html
Sofyadi, Cahyan. - . Penyakit Ngorok pada Ayam dan Cara Mengatasinya.
http://www.deptan.go.id/daerah_new/banten/dispertanak_pandeglang/
artikel_10a.htm
Yudi. 2009 . Penyakit bakterial Unggas. http://drhyudi.blogspot.com/2009/02/
penyakit-bakterial-unggas.html
23