Upload
gusdhor
View
1.716
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Irving Kristol, tokoh penting dalam perkembangan kelompok neokonservatif
(neocons) Amerika Serikat (AS) yang sering disebut sebagai the godfather of
neoconservatism, menggambarkan neocons adalah kelompok yang sebelumnya
menganut nilai-nilai liberal tetapi merasa tidak sepaham dengan garis politik yang
diambil sebagian besar kelompok liberal sehingga memutuskan untuk beralih ke
konservatif. Liberalisme dipandang telah gagal merespon realita sosial politik AS tahun
1960-an sehingga membuat sebagian kalangan liberal kecewa dan memilih untuk
berpindah jalur ke konservatif.1
Perkembangan selanjutnya kelompok ini merumuskan dan meyakini ideologi
Pax-Americana yang meyakini ‘takdir’ kepemimpinan global AS dan mencegah
kemungkinan munculnya hegemon tandingan yang bisa mendekati kekuatannya.
Neocons menginginkan dunia di bawah kekuasaan superpower AS yang tak tertandingi.
Dalam pandangan kelompok ini, dunia hanya akan bisa mencapai perdamaian melalui
kepemimpinan kuat AS dan setiap rezim yang dianggap mengancam kepentingan AS
akan dihadapi secara agresif dengan pre emptive strike.2
Pasca peristiwa 11/9, situasi dunia pasca serangan itu telah berubah secara
dramatis. Dunia yang diharapkan lebih aman pasca perang dingin justru tidak terwujud.
Faktanya, kecenderungan AS untuk mencari ‘musuh baru’ ini menjadi ‘core’ dalam
kebijakan luar negerinya pasca perisitiwa ini diarahkan pada kelompok Islam Politik.
Kelompok ini dianggap berbahaya karena menginginkan hukum Islam diterapkan yang
1 Samuel Francis. 1993. Beautiful Losers: Essays on The Failure of American Conservatism. Missouri: University of Missouri Press, hal. 95.2 www.newamerican centuries.com-pax-americana diakses 22/6/ 2006
1
akan mengancam demokrasi liberal karena ideologi yang bertolak belakang dan
kebenciannya pada barat yang sekuler.
Neocons sempat berjaya dimasa pemerintahan Ronald Reagan (1981-1989) yang
dikenal luas sebagai sosok politisi konservatif yang sangat anti-Sovyet. Bagi Reagan,
Amerika tidak boleh percaya pada para pemimpin Uni Sovyet karena mereka akan
menggunakan cara apapun untuk mencapai tujuannya, termasuk agresi, penggunaan
mata-mata, penggunaan militer dan nuklir.3 Selama dua periode pemerintahan Reagan,
posisi dan pengaruh neocons makin kuat. Persebarannya telah mengarah pada banyak
institusi, baik pemerintah maupun non-pemerintah. Posisi-posisi strategis di
Departemen Pertahanan dan Departemen Luar Negeri dikuasai oleh neocons.4
Beberapa neocons yang terlibat dalam pemerintahan Reagan antara lain Jeane
Kirkpatrick (Duta Besar AS di PBB), Richard Perle (Staf Ahli Menteri Pertahanan), dan
Elliot Abrams (Stah Ahli Menteri Luar Negeri).5 Dimasa Bush saat ini neocons kembali
berjaya setelah tenggelam dimasa Bush senior dan Bill Clinton, diantaranya dua nama
neocons terakhir berada di posisi penting dalam pemerintahan Bush. Setelah jatuhnya
Sovyet, Islam Politik di Timur Tengah dan negara mayoritas Muslim menjadi lebih aktif
dan kuat secara politis seperti Partai Islam di Mesir, Pakistan, dan Indonesia yang jelas
akan mengancam kepentingan dan ideologi Pax-Americana neocons. Mereka
ditempatkan sebagai musuh utama AS versi neocons dalam War on Terrorism yang
dipicu kasus 11/9.
3 James Mac Gregor Burns et al. 1993. Government by the People . Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall, , hal. 635-136.4Trotskyism to Anachronism: The Neoconservative Revolution”, www.foreignaffairs.org/19950701fareviewessay5058/john-b-judis/trotskyism-to-anachronism-the neoconservative revolution.html, diakses 22/6/2006.5 Lee Edwards. 1999. The Conservative Revolution: The Movement That Remade America. New York: The Free Press, , hal 247.
2
1. Rumusan Masalah
Dari latar belakang penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah peranan kelompok neoconservatif terhadap kebijakan anti Islam
Politik AS pasca 11/9 dalam kasus perang Afghanistan dan Irak?
2. Keaslian Penelitian
Dari beberapa literatur yang dikaji penulis memang terdapat beberapa topik
khusus tentang Neocons dan Islam Politik sebagai topik yang terpisah. Sejauh
pengetahuan penulis belum ada tulisan khusus yang menampilkan neocons sebagai
faktor utama kebijakan anti Islam Politik AS pasca 11/9. Penulis memilih topik ini
sebagai bahan penelitian untuk memenuhi syarat mengakhiri studi dalam program Ilmu
Politik konsentrasi Hubungan Internasional.
3. Tujuan Penelitian
Peneliti sangat berharap hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi
semua peneliti ilmu politik terutama Hubungan Internasional. Tulisan ini berusaha
menggambarkan peran kelompok neoconservatif dalam kebijakan AS terhadap Islam
politik pasca 11/9 dalam kerangka war on terrorism. Secara struktural AS dan sekutu-
sekutunya menjadikan Islam politik sebagai teroris yang membahayakan dunia dan
layak diperlakukan diluar kerangka hukum seperti dalam kasus penjara Guantanamo,
Abu Gharib dan Bagram. Jika dicermati lebih jauh tidak semua Islam politik identik
dengan kekerasan dan teror sehingga kebijakan AS ini seharusnya disikapi secara
proporsional oleh negara lain.
Terakhir, penulis berharap penelitian ini berguna bagi pembuat kebijakan,
khusunya Indonesia yang mayoritas Muslim, untuk lebih cermat dalam mengambil
kebijakan terutama terkait dengan kelompok Islam Politik dimana ada kelompok pro-
3
kekerasan seperti Jamaah Islamiyah maupun yang kontra seperti Hizbut Tahrir dan
PKS. Kemudian, tulisan ini diharapkan bisa menjadi wacana lain diluar media yang
mayoritas pro barat dengan kekuatan strukturalnya.
B. Review Literatur
Fawaz Gergez dalam bukunya ”Amerika dan Islam Politik: Benturan Peradaban atau
Benturan Kepentingan” menggambarkan kebijakan anti Islam-Politik yang dijalankan
dimasa Bush senior dan Bill Clinton. Pendekatan AS terhadap kaum muslim saat itu
dibentuk dengan beberapa inkonsistensi, ketegangan, dan keraguan yang muncul dari
ketidakmampuan Washington memprediksi dampak luar negeri saat Islam Politik
berkuasa. Menurut Gergez, ada 3 hal yang mendasari posisi AS. Pertama, AS tidak
ingin terlihat tidak bersahabat dengan negara-negara Islam yang akan memperparah
sikap mereka pada AS seperti kasus revolusi Iran. Kedua, AS ragu-ragu untuk secara
terbuka mendukung kelompok Islam kecuali menguntungkan kepentingan regional dan
sekutunya. Ketiga, didalam lingkaran pembuat kebijakan luar negeri AS terdapat
ketidakyakinan tentang kemungkinan terjadinya hubungan yang baik antara negara
Islam dan demokrasi.6
Dia juga membuktikan bahwa kebijakan AS didorong oleh para pembentuk opini,
diarahkan oleh emosi-emosi publik, media, serta pertimbangan-pertimbangan politis
dalam negeri semata. Selain itu juga ada faktor budaya, sejarah, keamanan dan politik
yang menjadi dasar kecurigaan dan ambivalensi AS pada Islam Politik meski ancaman
militer Islam telah berakhir diakhir abad ke-17. Tantangan relijius dan intelektual terus
6 Fawaz A. Gergez. 1999. America and Political Islam: Clash of Civilization or Clash of Interest?. New York: Cambridge University Press. hal. 4.
4
memenuhi imajinasi banyak orang Barat; Islam Politik tidak sejalan dan anti demokrasi
dan mereka terlahir sebagai ”para perebut kekuasaan” (irredentist).
Terakhir, Gergez, memetakan 2 paradigma akademis dan para pembentuk opini
dalam memandang Islam Politik. Pertama, Konfrontasionalis, yang melabeli semua
aktivis Islam dengan fundamentalis dan dalam prakteknya Islam dan demokrasi
berlawanan serta anti Barat sebagaimana totalitarian komunis. Pendukungnya
diantaranya Bernard Lewis, Gilles Kepel, Samuel Huntington, dan Amos Perlmutter.
Kedua, akomodasionis, juga mengkritik posisi AS dalam pengembangan senjata
pemusnah masal besar-besaran dikawasan Timur Tengah dan menganggap kebangkitan
Islam sebagai hasil kepedihan sosial, ekonomi, dan politik; akarnya lokal. Mereka juga
menentang adanya sikap anti Barat yang inherent dalam Islam Politik seperti pendapat
Konfrontasionalis serta memilah-milah mereka dalam menggunakan militer. Tokohnya
seperti Jochen Hippler, Graham Fuller dan Dian .O. lesser.7
Tulisan ini cukup membantu penelitian penulis meski berangkat dari sudut yang
berbeda. Jika Gergez banyak bicara tentang banyak hal sebagai penyebab kebijakannya
pada Islam Politik, maka, penelitian ini mengerucutkan penyebabnya pada satu
kelompok utama yang memiliki ideologi dan kepentingan yang berlawanan dengan
kepentingan dan ideologi Islam Politik. Kekuatan jaringan kelompok ini yang menyebar
mulai dari lingkaran kekuasaan, media, NGO, dan akademisi menjadi faktor utama
menguatnya kebijakan anti Islam Politik dimasa George Bush.
Ide anti Islam Politik ini didukung oleh Samuel Huntington dalam tulisan terbarunya
”Who Are We: The Challenge to American National Identity”. Jika dalam “The Clash of
Civilizations and the Remaking of World Order”, Huntington masih tidak terlalu tegas
menyebut Islam sebagai alternatif musuh baru Barat, dalam buku ini dia menggunakan
7 Gergez, Opcit, hal. 31-39.
5
bahasa yang lebih lugas, bahwa musuh utama Barat pasca Perang Dingin adalah Islam
yang dia tambah dengan predikat “fundamentalis”, ''militan'' atau “politik” Namun, dari
berbagai penjelasannya, definisi ''Islam militan'' melebar ke mana-mana, ke berbagai
kelompok dan komunitas Islam, sehingga definisi itu menjadi kabur.
Dia menempatkan satu sub-bab Militant Islam vs America, yang menekankan,
bahwa saat ini, Islam politik telah menggantikan posisi Soviet sebagai musuh utama AS.
Pasca 11/9, menurutnya, War on Terrorism adalah War on Islam bagi kaum muslim
diiringi kebencian atas AS karena dukungan AS pada Israel, dominasi dan eksploitasi
AS serta budaya sekuler yang bertentangan dengan Islam. Huntington menyebut
diantara Islam militan adalah Iran, Sudan, Thaliban, dan kelompok-kelompok Islam
yang anti AS, demokrasi liberal, dan ekonomi kapitalis dan ingin merubahnya dengan
menyerang orang, struktur, dan institusinya.8
Topik ini jelas amat banyak dikaji oleh para peneliti politik internasional karena
menjadi isu internasional seiring AS yang menjadikannya sebagai ‘core’ dalam
kebijakan keamanannya dalam paket War on Terrorism. Sejauh pengetahuan penulis
belum ada tulisan khusus yang menampilkan neocons sebagai akar permusuhan AS
terhadap Islam Politik terutama pasca 11/9 dan penulis memilih topik ini sebagai bahan
penelitian untuk memenuhi syarat mengakhiri studi dalam program Ilmu Politik
konsentrasi Hubungan Internasional.
C. Kerangka Analisa
1. Landasan Teoritik
a. Pengambilan Keputusan Kebijakan Luar Negeri
8 Samuel P Huntington. 2004. Who Are We; The Challenge To America’s National Identity. New York: Simon & Schuster Paperbacks, hal. 357-362.
6
Para analis kebijakan AS umumnya mengikuti salah satu dari tiga model berikut
dalam proses formulasi kebijakan luar negeri dan seberapa banyak dia merefleksikan
sentimen populer: The democratic model; pluralist model; atau ruling elite model.
Pertama, democratic model, model ini berpegang bahwa kebijakan merefleksikan
pilihan-pilihan publik melalui proses pemilu dan institusi-institusi perwakilan baik
secara langsung maupun tidak langsung. Dalam pandangan ini, berbagai kebijakan
diformulasikan 'by the people, for the people', dan pemerintah adalah penyambung
mulut terpercaya masyarakat. Namun, ada hal yang tidak terbukti dari pernyataan diatas
karena banyak rakyat AS yang tidak ikut memilih, dan para pejabat tidak selalu punya
persepsi akurat atas pilihan-pilihan publik, atau mengabaikannya sama sekali.
Democratic model cenderung naif dan bahkan lebih sulit untuk diaplikasikan pada arena
yang lebih tertutup dari foreign policy-making dibanding wilayah kebijakan lain.9
Kedua, pluralist model, yang melihat pembuatan kebijakan AS sebagai sebuah
"highly politicized conflict resolution process".10 Mayoritas publik tidak mendapat
informasi, tidak tertarik, dan tidak pula aktif dalam decision-making process, pengaruh
mereka ada ditangan kelompok-kelompok kepentingan, masing-masing
merepresentasikan satu bagian dari masyarakat. Pembuatan keputusan terdiri dari
bargaining and compromise diantara pusat-pusat persekutuan kekuasaan. Kekuasaan
terdesentralisasi, didistribusikan dalam beberapa segi, seperti kesejahteraan,
pengetahuan, dan kepentingan. Disini, mayoritas publik tidak terlibat.11
9 Brewer, T.L. 1992. American Foreign Policy: A Contemporary Introduction, 3rd ed. Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall, hal. 34.10 Dumbrell, J. 1990. The Making of US Foreign Policy. Manchester: Manchester University Press, hal. 53.11 Kegley & Wittkopf, op cit, hal. 295.
7
Model ini telah dikritik karena terlalu bersandar pada ukuran empiris dan
behaviourism, saat beroperasi dibawah asumsi-asumsi normatif yang meragukan dan
tidak demokratis. Sebagaimana dalam model sebelumnya, kebijakan luar negeri kurang
sesuai dalam kerangka ini dibanding kesesuaiannya pada kebijakan domestik. Namun,
kemampuan pluralisme untuk memahami salah satu sistem politik terkompleks di dunia,
dan komprominya atas demokrasi ideal dan berbagai realitas politik yang keras, telah
menjadikannya satu eksplanasi yang lebih populer dari yang lain.
Terakhir, ruling elite model berasumsi keberadaan elit politik yang relatif kecil dan
bersatu menggunakan kekuasaannya untuk mendapatkan kepentingan-kepentingannya
melalui pilihan-pilihan kebijakannya. Elit kadang terdiri dari sedikit keluarga kaya,
kadang berbentuk apa yang disebut "military industrial complex", mungkin juga aktor-
aktor dari kelompok yang lebih berbeda. Para eksponen model ini biasanya berpendapat
atas perubahan-perubahan sistemik dan struktural dalam masyarakat, sebagai what holds
(elites) together is their common interest in preserving a system that assures their
continued accumulation of wealth and enjoyment of socdial privilege.12 Para elit pada
dasarnya konservatif dan hanya akan menyetujui perubahan-perubahan yang
menguntungkan dalam kebijakan.
Teori ini didukung bukti kondisi kontemporer AS saat ini. Terdapat kemiripan
dalam latar belakang dan kultur dari para pembuat kebijakan, yang cenderung pada pria
kulit putih, Protestan, dari keturunan Anglo-Saxon dan dari kalangan bisnis.13 Alternatif
12 Brewer, op cit, p. 40.13 As quoted in Mervin, op cit, p. 133. Also see Schlesinger, A. 2004. War and the American Presidency. W.W. Norton & Company dalam http://www.basicint.org/pubs/Papers/2004nc02.htm--basicdiscussionp1 diakses 29/5/2007
8
lain diluar mainstream ini seringkali tidak diperhatikan, dan perselisihan kebijakan
cenderung terjadi didalam kerangka kerja ideologi yang lebih sempit. 14
Rulling elites model ini dipakai untuk menjelaskan kebijakan luar negeri AS dalam
memerangi Islam Politik diputuskan melalui pengaruh policy influencers di dalam dan
diluar pemerintahan Bush sebagai rulling elites. Dengan mengacu pada asumsi model
ini, dapat dianalisis pula langkah-langkah kelompok neoconservatif dalam merumuskan
kebijakan luar negeri yang mereka ajukan.
Dalam Konstitusi AS, keputusan kebijakan luar negeri berada di tangan presiden
dan Kongres. Kebijakan luar negeri yang dihasilkan oleh eksekutif harus mendapat
persetujuan legislatif agar dapat diimplementasikan.15 James McGregor Burns, Jack
Thomas E. Cronin, Walter Peltason, dan David B. Magleby menggambarkan alur
perumusan kebijakan luar negeri AS dalam diagram 1.
Diagram 1
Alur Perumusan Kebijakan Luar Negeri AS
14 USA. 1787. The Constitution of the United States of America dalam ttp://www.basicint.org/pubs/Papers/2004nc02.htm--basicdiscussionp1 diakses 29/5/200715 Kennet Janda, Jeffrey M. Berry, and Jerry Goldman. 1992. The Challenge of Democracy: Government in America, Third Edition. Boston: Houghton Miflin Company, hal. 742
9
Diagram 1 menggambarkan bahwa dalam perumusan kebijakan luar negeri AS,
presiden tidak dapat melepaskan diri dari berbagai masukan dari para penasihatnya, baik
staf pribadi yang berkantor di Gedung Putih maupun para anggota kabinet yang
tergabung dalam National Security Council (NSC). Tidak tertutup kemungkinan, para
penasihat itu tidak hanya memberikan masukan tentang kebijakan luar negeri yang
harus diambil AS, tapi juga memberikan pengaruh agar presiden mengikuti nasihat yang
diajukannya. Pengaruh tidak hanya berasal dari orang dalam pemerintahan, tapi juga
dari luar pemerintahan, seperti interest groups, media massa, dan publik.
Kebijakan anti Islam Politik AS diputuskan Bush lahir dari proses pemilihan
rasional yang dilakukan oleh para perumus kebijakan. Proses pemilihan rasional itu
dijalankan oleh para perumus kebijakan luar negeri yang terdiri dari lima pihak yang
10
mewakili lembaga, yaitu Dick Cheney (Wakil Presiden), Collin Powell (Departemen
Luar Negeri), Donald Rumsfeld (Departemen Pertahanan), dan Condoleeza Rice
(Penasihat Keamanan Nasional) diawal masa pemerintahan Bush.
Mereka tergabung dalam National Security Council (NSC) yang dibentuk
Kongres pada 1947 untuk membantu presiden mengintegrasikan kebijakan luar negeri,
ekonomi, dan militer yang mempengaruhi keamanan nasional. NSC bekerja langsung di
bawah presiden dan secara hukum terdiri dari presiden, wakil presiden, menteri luar
negeri, dan menteri pertahanan. Di samping itu, direktur CIA, kepala staf Gedung Putih,
Jaksa Agung, dan penasihat keamanan nasional juga terlibat di dalamnya.16
b. Policy Influencer System
Karena penelitian ini menggunakan kebijakan luar negeri suatu negara sebagai
unit analisis dan kelompok kepentingan dalam suatu negara sebagai unit eksplanasinya,
maka dapat dikatakan kebijakan luar negeri yang dianalisis mendapatkan pengaruh dari
para aktor politik domestik. Maka, teori policy influencer system Coplin merupakan
kerangka analisis yang tepat untuk dipakai dalam penelitian ini. Coplin memandang
teori ini sebagai salah satu kunci untuk memahami efek perilaku aktor politik domestik
terhadap pengambilan keputusan kebijakan luar negeri dengan menganalisis hubungan
keduanya. Aktor politik domestik disebut Coplin sebagai policy influencers. Seringkali
dalam birokrasi mereka juga berperan sebagai pengambil keputusan.17
Hubungan antara pengambil keputusan dengan policy influencers terjadi secara
timbal balik. Di satu sisi, pengambil keputusan membutuhkan policy influencers karena
mereka merupakan sumber dukungan baginya. Di sisi lain, policy influencers
16 Ibid., hal 642-649. 17 Coplin, Op.Cit., hal. 73-74.
11
membutuhkan pengambil keputusan untuk mempermudah jalan tuntutannya diputuskan
sebagai suatu kebijakan. Apabila tuntutan policy influencers tidak dipenuhi pengambil
keputusan, maka dapat dipastikan sebagian atau bahkan seluruh dukungan policy
influencers kepada pengambil keputusan akan hilang. Pengambil keputusan tidak selalu
menanggapi tuntutan itu secara positif. Tetapi, para pengambil keputusan pada akhirnya
akan mengakomodasi sampai batas tertentu untuk bisa mengabaikan tuntutan itu.18
Coplin membedakan policy influencers menjadi empat macam.19 Pertama,
bureaucratic influencer, misalnya beberapa individu atau organisasi dalam lembaga
pemerintah yang membantu para pengambil keputusan dalam menyusun dan
melaksanakan kebijakan luar negeri. Anggota birokrasi yang bertindak sebagai policy
influencer kadang juga menjadi pengambil keputusan. Bureaucratic influencer memiliki
akses langsung kepada para pengambil keputusan dengan memberikan informasi kepada
mereka sekaligus melaksanakan kebijakan luar negeri yang diputuskan. Karenanya,
bureaucratic influencer memiliki pengaruh sangat besar dalam pengambilan keputusan.
Kedua, partisan influencer, kelompok yang bertujuan untuk menerjemahkan
tuntutan-tuntutan masyarakat menjadi tuntutan-tuntutan politis terkait kebijakan
pemerintah. Mereka berupaya mempengaruhi kebijakan dengan cara menekan para
penguasa dan dengan menyediakan orang-orang yang bisa berperan dalam pengambilan
keputusan. Misalnya partai politik dalam sistem demokrasi.
Ketiga, interest influencer, yakni sekelompok individu yang bergabung bersama
karena mempunyai kepentingan sama. Interest influencer memakai beberapa metode
untuk membentuk dukungan terhadap kepentingannya. Mereka biasanya melancarkan
kampanye dengan menulis surat yang tidak hanya diarahkan kepada para pengambil
18 Ibid., hal. 75-76.19 Ibid., hal. 82-91.
12
keputusan, tapi juga bureaucratic dan partisan influencer. Mereka juga bisa
menjanjikan dukungan finansdial atau mengancam menarik dukungan. Jika tidak
berperan dalam menentukan kebijakan luar negeri, interest influencer pasti berperan
dalam mengkritisi para pengambil keputusan kebijakan luar negeri.
Keempat, mass influencer, yang terwujud dalam opini publik yang dibentuk oleh
media massa. Para pengambil keputusan menggunakan opini publik bukan untuk
membentuk kebijakan luar negeri tapi untuk merasionalisasinya. Pendapat dari
kelompok ini sering menjadi pertimbangan para pengambil keputusan untuk menyusun
kebijakan luar negeri. Keempat tipe policy influencers itu tidak selalu memiliki
pandangan sama terhadap suatu kebijakan. Perbedaan juga kerap dimiliki dengan para
pengambil keputusan. Untuk menganalisis hubungan tersebut, Coplin menjelaskannya
melalui diagram 2.20
Diagram 2
Proses Pengambilan Keputusan Kebijakan Luar Negeri21
Policy Influencers
Lingkungan Interaksi Kebijakan
Internasional Bidang Isu Luar
Negeri
Pengambil Keputusan
Kebijakan Luar Negeri
20 Ibid., hal 101.21 William D Coplin. 1992. Pengantar Politik Internasional: Suatu Telaah Teoreti terj. Marsedes Marbun, Edisi Kedua. Bandung: Sinar Baru, hal. 101.
13
Dalam model pengambilan keputusan kebijakan luar negeri ini, lingkungan
internasional bertindak sebagai rangsangan, bagi para pengambil keputusan serta bagi
policy influencers. Tanda panah menyilang diatas masing-masing menunjukkan input
yang diterima untuk dijadikan pertimbangan pengambil keputusan kebijakan luar negeri
dan policy influencers. Karena perbedaan pandangan dalam melihat situasi
internasional, keduanya lantas mengambil posisi berbeda dalam menanggapi satu isu.
Karenanya, policy influencers akan berupaya mempengaruhi para pengambil keputusan
melalui interaksi bidang isu yang ditunjukkan dengan tanda panah yang bertemu.
Berikutnya, tanda panah lurus menunjukkan interaksi bidang isu yang berhasil
melahirkan kebijakan luar negeri.22
Teori ini digunakan untuk menganalisis kedudukan neocons sebagai policy
influencers yang mempengaruhi pengambil keputusan dan menjelaskan teknik neocons
mempengaruhi kebijakan luar negeri AS. Dengan menggunakan analisis teori ini, dapat
terlihat model peran yang digunakan neocons. Nampak pula hubungan timbal balik
antara kelompok neocons dengan Presiden Bush sebagai pengambil keputusan tertinggi
dalam merespon isu-isu yang berkembang dalam perumusan kebijakan luar negeri AS
terkait dengan perang melawan terorisme.
Mekanisme kerja neocons sebagai salah satu policy influencers dapat
digambarkan dalam diagram 3 sebagai berikut;
Diagram 3
22 Ibid.
14
Peran Neocons Sebagai Policy Influencers Kebijakan Anti Islam Politik AS
unilateral neocons berperan dalam
konfrontasionis preemptive mempengaruhi kebija
neocons Bush kan anti Islam Politik .
pertarungan
kepentingan
akomodasionis
kelompok lain
keterangan:
: pengaruh satu arah
: pengaruh dua arah/saling mempengaruhi
: hasil dari upaya mempengaruhi
(sumber: diolah dari berbagai sumber)23
Berdasarkan penggambaran Diagram 3, nampak neocons yang menghendaki
kebijakan unilateral preemptive konfrontasionis terhadap Islam Politik saling berebut
pengaruh dengan kelompok lain yang menginginkan kebijakan akomodasionis. Kedua
kubu memiliki pandangan yang berbeda terkait dengan kebijakan luar negeri yang mesti
23 Lihat Gergez, Fawaz A. 1999. America and Political Islam: Clash of Civilization or Clash of Interest?.Ibid. Dan Huntington, Samuel.P. 2004. Who Are We? The Challenges To America’s National Identity. Ibid.
15
diputuskan Bush dalam memerangi terorisme. Perbedaan itu memunculkan pertarungan
kepentingan yang akhirnya dimenangkan neocons setelah Bush lebih memilih
mengakomodasi usulan kebijakan luar negeri dari neocons dipicu kasus 11/9.
Dengan demikian, neocons memiliki pengaruh kuat terhadap kebijakan luar
negeri AS dalam memerangi terorisme di bawah kepemimpinan Bush. Kekuatan
pengaruh neocons nampak dengan melihat kebijakan luar negeri AS dalam memerangi
terorisme yang berpijak pada pemikiran bahwa negara-negara pendukung terorisme
harus diserang lebih dahulu (preemptive) secara unilateral sebelum mereka menyerang
AS. Bukti paling konkrit mengenai hal itu adalah invasi AS ke Irak (2003) yang
dilaksanakan dengan strategi preemptive strike dalam kerangka aksi unilateral.
2. Peringkat Analisis
Menurut Mohtar Mas’oed, ada dua hal yang perlu dilakukan dalam memilih
peringkat analisis. Pertama, menentukan unit analisis, yaitu yang perilakunya hendak
dideskripsikan, dijelaskan, dan diramalkan (karena itu disebut pula variabel dependen).
Kedua, menentukan unit eksplanasi, yaitu yang dampaknya terhadap unit analisis
hendak diamati (bisa juga disebut variabel independen).24 Dengan kata lain, unit
eksplanasi merupakan faktor yang mempengaruhi unit analisis.
Menurut Patrick Morgan, ada lima tingkat analisis untuk memahami perilaku
aktor hubungan internasional.25 Pertama, tingkat analisis individu, yang melihat
fenomena hubungan internasional sebagai interaksi perilaku individu-individu. Kedua,
tingkat analisis kelompok individu, yang berasumsi bahwa individu umumnya
24 Mohtar Mas’oed. 1990. Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi, Edisi Revisi. Jakarta: LP3ES, hal. 35.25 Patrick Morgan. 1982. Theories and Approaches to International Politics: What Are We Think? New Brunswick: Transaction, , seperti dikutip oleh Mas’oed dalam Ibid., hal. 40-42.
16
melakukan tindakan internasional dalam kelompok. Ketiga, tingkat analisis negara-
bangsa, yang menekankan perilaku negara-bangsa sebagai faktor penentu. Keempat,
tingkat analisis kelompok negara-bangsa, yang beranggapan bahwa hubungan
internasional merupakan pola interaksi yang dibentuk oleh kelompok negara-bangsa.
Kelima, tingkat analisis sistem internasional, yang dianggap sebagai penyebab
terpenting terjadinya perilaku dan interaksi aktor-aktor internasional.
Berdasarkan peringkat analisis Morgan, penelitian ini menggunakan tingkat
analisis negara-bangsa sebagai unit analisis dan tingkat analisis kelompok individu
sebagai unit eksplanasi. Dalam tingkat analisis negara-bangsa, dipelajari proses
pembuatan keputusan hubungan internasional, yaitu kebijakan luar negeri, oleh suatu
negara-bangsa sebagai unit utuh yang mendominasi hubungan internasional. Level
analisis kelompok individu berasumsi peristiwa internasional sebenarnya ditentukan
oleh sekelompok individu yang tergabung dalam birokrasi, departemen, badan
pemerintahan, organisasi, atau kelompok kepentingan.
Unit analisis atau Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kebijakan luar
negeri anti Islam Politik AS pasca peristiwa 11/9. Sementara, unit eksplanasi atau
variabel independennya adalah perilaku, aksi, dan tindakan kelompok neoconservatif
dalam upayanya mempengaruhi pengambilan keputusan kebijakan luar negeri AS. Jadi,
analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis reduksionis, yang berarti
unit analisis memiliki peringkat lebih tinggi daripada unit eksplanasi.26
3. Definisi konseptual dan Operasional
a. Kebijakan luar negeri
26 Ibid., hal. 39.
17
Barston, mendefinisikan kebijakan luar negeri sebagai kebijakan komprehensif
ditujukan pada satu negara atau komunitas internasional untuk mencapai tujuan nasional
yang disebut dan aksi telah diwujudkan.27 Paul R. Viotti dan Mark V. Kauppy
mendefinisikannya sebagai keputusan dan perilaku yang ditempuh oleh negara-negara
dalam interaksinya dengan negara lain atau dalam organisasi internasional.28 Sedangkan,
George Modelski menilai kebijakan luar negeri adalah sistem aktivitas yang
dikembangkan oleh komunitas-komunitas untuk mengubah perilaku negara lain dan
untuk menyesuaikan aktivitasnya dengan lingkungan internasional.29
Berdasarkan pendapat Barston, Viotti dan Kauppy, dan Modelski dapat ditarik
sebuah definisi bahwa kebijakan luar negeri adalah suatu keputusan politik yang
dihasilkan dalam sistem politik suatu negara untuk merespon situasi internasional dalam
kaitan hubungan negara itu dengan aktor internasional lain demi mencapai tujuan dan
kepentingan nasional negara.
Secara operasional, konsep kebijakan luar negeri dalam penelitian ini mengacu
pada kebijakan luar negeri AS dalam memerangi Islam politik baik berupa gerakan, dan
negara pasca 11/9. Kebijakan itu dapat dilihat mulai dari proses perumusan kebijakan
dalam sistem politik AS hingga diimplementasikan di lingkungan internasional
untuk.Tujuannya adalah untuk mengamankan lingkungan internasional dari ancaman
terorisme Islam yang berpotensi mengganggu AS sebagai negara hegemon dunia jika
bersatu dalam Khilafah.
b. Neoconservatif
27 Barston. R. P. 1988. Modern Diplomacy.London and New York: Longman. 28 Paul R. Viotti dan Mark V. Kaupp.1999. International Theory: Realism, Pluralism, Globalism and Beyond, Third Edition. Boston: Allyn and Bacon, hal. 478.29 George Modelski dalam Kegley dan Wittkopf, Op.Cit., hal. 39.
18
Situs wikipedia mendefinisikan neoconservatif sebagai varian dari ideologi
konservatif yang sering dinilai sebagai gelombang baru paham konservatif. Ideologi ini
sering dilekatkan pada sekelompok individu yang mendukung kebijakan luar negeri
yang dijalankan secara agresif dan radikal. Di samping itu, neoconservatif juga dipakai
untuk mendeskripsikan pihak-pihak yang mengadopsi kebijakan luar negeri unilateral.
Kebanyakan orang yang dianggap neoconservatif adalah anggota Partai Republik.30
Sekelompok individu yang menganut paham ini percaya bahwa dunia hanya bisa
mencapai perdamaian melalui kepemimpinan kuat AS. Setiap rezim yang mengancam
kepentingan AS akan dihadapi secara agresif dengan pre emptive strike. Agenda kaum
neoconservatif ini telah dirumuskan pada musim semi 1997 dengan program Project for
American New Century yang didanai oleh industri persenjataan dan energi yang
bertujuan untuk mencetak blueprint tatanan dunia pasca perang dingin dengan tanpa
ancaman militer yang bisa ‘mendekati’ AS.31
Jadi, kelompok neoconservatif adalah sejumlah orang yang bergabung bersama
membentuk suatu perkumpulan karena memiliki kepercayaan bahwa Amerika
seharusnya, dengan dirinya sendiri dan militer, jika diperlukan, menyebarkan ideologi
kebebasan dan pasar bebas keseluruh dunia. Secara operasional, paham neoconservatif
diimplementasikan oleh sekelompok orang yang berafiliasi pada Partai Republik dan
meyakini bentuk serangan preemptive secara unilateral layak dan harus dilakukan oleh
AS pada setiap kekuatan yang mengancam hegemoni dan nilai-nilai AS.
c. Islam Politik
Banyak istilah yang dipakai akademisi barat dan pembuat kebijakan AS terhadap
Islam Politik; Islamist, fundamentalist, militant, extremist, fascist, dan radical Islam,
30 “Neoconservatism in the United States,” dalam www.wikipedia.org/wiki/Neoconservatism_in_the_ United_States, diakses tanggal 25/12/2006.31 “Neocon Quiz,” Loc.Cit.
19
untuk mendeskripsikan kelompok yang ingin memformalkan hukum Islam dan,
umumnya, anti Barat yang sekuler. Mereka adalah kelompok dengan ideologi relijius
yang mendukung interpretasi literalistik teks-teks suci Islam, hukum Syari’ah, dan
negara Islam dan menekankan bahwa interpretasi Islam yang benar hanya berdasar pada
al-Qur'an, dan hadits. Mereka yakin bahwa berbagai permasalahan di dunia berakar dari
pengaruh sekulerisme dan jalan menuju kedamaian dan keadilan hanya jika kembali
pada dasar-dasar ajaran Islam, serta menolak Bid’ah (inovasi dalam agama). 32
Disisi lain, istilah "Islamist" dan "Islamism" digunakan dalam beberapa
publikasi muslim di negeri-negeri Islam untuk menggambarkan organisasi-organisasi
domestik dan transnasional yang berusaha menerapkan hukum Islam. Website
berbahasa Inggris Al Jazeera, misalnya, menggunakan istilah ini mengacu pada
kelompok seperti Islamic Salvation Front di Aljazair, dan Jamaah Islamiyah serta
Ikhwanul Muslimin, keduanya kelompok Islamis Mesir. 33
Islam politik yang dimaksud disini adalah kelompok, gerakan, partai, dan atau
negara yang berusaha untuk mendirikan negara Islam dan/atau menjadikan hukum Islam
sebagian maupun keseluruhan sebagai konstitusi negara baik melalui perang atau
kekerasan, pemilu, dan transformasi dalam masyarakat serta kombinasi dari ketiganya.
Al-Qaidah dan Jamaah Islamiyah adalah contoh untuk kategori pertama. Untuk kategori
kedua, Ikhwanul Muslimin, FIS Aljazair, dan PAS di Malaysia adalah contohnya.
Hizbut Tahrir serta Majelis Mujahidin Indonesia untuk kategori ketiga.
D. Hipotesis
32 Islamic Fundamentalism dalam www.wikipedia.org.enwiki/org/wiki/Islamic-Fundamentalism.htm diakses 14/4/2007.33 Islamist and Islamism dalam http://www.geocities.com/martinkramerorg/Terms.htm diakses 14/4/2007.
20
Dengan memahami latar belakang masalah dan kerangka pemikiran yang
dipakai, dapat ditemukan jawaban bahwa kelompok neoconservatif memiliki jaringan
kerja yang sangat luas. Jaringan neocons tidak hanya tersebar di birokrasi pemerintahan
Bush, melainkan juga di luar pemerintahan seperti media massa, korporasi, dan lembaga
think tank. Keluasan jaringan itu menjadikan kelompok ini dapat dengan mudah
memasuki dan berperan besar kedalam akses politik yang dipakai untuk mencapai
tujuan serta mendapatkan kepercayaan besar dari Bush.
Pilihan rasional dalam memilih alternatif kebijakan luar negeri dipandang perlu
diambil AS dalam konteks perang melawan terorisme. Yang lebih menguatkan lagi,
tuntutan itu didukung Cheney, Powell dan Rice yang juga memiliki peran penting dalam
perumusan kebijakan. Tuntutan neocons makin dipercaya Bush karena pembantu-
pembantu dekatnya yang menduduki posisi penting juga menyepakati tuntutan itu.
Kemudian, peran neocons menjadi faktor utama kebijakan anti Islam politik
pasca 11/9 yang di buktikan dengan menempati posisi-posisi strategis dalam
pemerintahan dan peran mereka dalam perumusan kebijakan dalam war on terrorism
dengan invasi ke Afghanistan dan Irak. Kebijakan luar negeri AS yang tidak
memberikan kesempatan pada kelompok ini untuk berkuasa diberbagai negara, meski
secara demokratis, adalah bukti nyata peran sentral neocons dalam kebijakan ini dimasa
kepemimpinan Bush.
E. Metodologi
Tipe penelitian ini adalah eksplanatif, yakni menganalisis dan menjelaskan
hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis. Variabel yang
dijelaskan adalah hubungan antara perilaku kelompok neoconservatif dengan kebijakan
21
luar negeri AS dalam memerangi kelompok Islam-politik pasca 11/9. Penelitian ini
menggunakan pendekatan studi kepustakaan, dengan mengumpulkan data-data sekunder
dari berbagai bahan, seperti: buku teks, terbitan berkala, jurnal, majalah, surat kabar,
dokumen, makalah, dan bahan-bahan lainnya.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
kualitatif. Analisis kualitatif dilakukan dimulai dengan spesifikasi teori dan membangun
kerangka berfikir berdasarkan teori pembuatan kebijakan luar negeri dan sistem
pengaruh kebijakan yang menjelaskan jaringan, posisi, reputasi tokoh-tokoh neocons,
dan kronologi dalam mempengaruhi kebijakan anti Islam Politik AS sebagai indikator
peran. Langkah kedua, spesifikasi data terkait kebijakan War on Terrorism dan
keterlibatan neocons dan kepentingannya dalam perang Afghanistan dan Irak yang
dijelaskan melalui kronologi perannya, kemudian dikaitkan dengan data lainnya untuk
mendapatkan kejelasan, kemudian data tentang pernyataan dan publikasi para pembuat
kebijakan dan neocons terkait Islam Politik. Ketiga, pengumpulan data tentang fakta-
fakta diatas dan terakhir analisis data dan publikasi.34
F. Sistematika Penulisan
Penelitian ini terbagi dalam 5 bab, pada bab I adalah bab pendahuluan yang
meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, kerangka
pemikiran yang terdiri dari landasan teori dan metodologi penelitian yang terdiri dari
definisi konseptual dan operasional, tipe dan jangkauan penelitian, teknik pengumpulan
dan analisis data, serta sistematika penulisan.
34 Peter Burnham, et al, Research Methods in Politics, dalam bahan bacaan SPHI 605 Metode Penelitian HI.
22
Dalam bab II dipaparkan akar pemikiran neocons dari Leon Trotsky dan Leo
Strauss yang berintikan pada paham internasionalisme Pax-Amerika bahwa status
hegemoni AS dan nilai-nilai demokrasi liberal adalah baik bagi dunia. Kemudian
dipaparkan dimasa pemerintahan Richard Nixon, Gerald Ford, dan Jimmy Carter adalah
pemerintahan awal yang memperoleh serangan ideologi neocons. Meskipun usaha ini
tidak memuaskan karena ketiga presiden itu tidak memperlihatkan keinginan untuk
mengakomodasi pemikiran neoconservatif. Diluar itu, neocons juga melakukan ekspansi
pemikiran dan perluasan jaringan sebagai usaha awal untuk membangun landasan
kokoh kelompok ini untuk berperan dalam pengambil keputusan.
Hasil dari usaha itu mulai nampak ketika Ronald Reagan terpilih sebagai
presiden AS tahun 1980 dimana pemikiran neocons sering menjadi rujukannya dalam
mengambil keputusan tentang kebijakan luar negeri. Kondisi serupa juga terjadi pada
masa George H.W. Bush meski dimasa keduanya neocons belum memiliki kekuatan
jaringan yang cukup untuk berperan agar mereka sepenuhnya mengikuti ideologinya,
meskipun posisi strategis sebagai menteri pertahanan telah diduduki. Keadaan seperti
itu berlanjut pada era Bill Clinton, bahkan cenderung lebih parah. Indikasinya, Clinton
sama sekali tidak mengakomodasi satupun figur neoconservatif untuk memperkuat
kabinetnya dan cenderung berpijak kebijakan yang mengedepankan ekonomi,
diplomasi, dan perundingan damai multilateral.
Sedangkan di Bab III, dideskripsikan persebaran jaringan neocons yang tidak
hanya di lingkaran kekuasaan George W. Bush, tetapi juga di dunia akademis, media
massa, Kongres, korporasi, dan kelompok lobi Yahudi di AS sehingga memudahkannya
memasuki lini-lini kekuasaan dan berperan dalam pembuatan kebijakan. Dari bab ini
diketahui bahwa dimasa pemerintahan Bush neocons telah berhasil menjadi kelompok
23
kepentingan utama yang dipercaya Bush dalam perumusan kebijakan luar negeri setelah
perjuangan selama sekkitar empat puluh tahun sebagaimana yang dipaparkan di bab II.
Di bagian ini juga ditemukan bahwa neocons berhasil menempatkan tokoh-tokohnya
dalam posisi strategis dalam pembuatan kebijakan. Mereka diantaranya Dick Cheney,
Rumsfeld, Wolfowitz, dan Richard Perle.
Bab IV berisi penjelasan tentang perdebatan dikalangan ilmuwan dan politisi
neocons tentang perlunya musuh bersama baru pasca runtuhnya Soviet. Setelah melalui
diskursus yang panjang, para tokoh neocons seperti Fukuyama, Huntington, dan
Wolfowitz, akhirnya sepakat menempatkan Islam Politik sebagai ancaman baru bagi
peradaban barat. Kemudian, disini juga dipaparkan kronologi peran kelompok neocons
terhadap perumusan kebijakan anti Islam politik dimasa pemerintahan Bush dengan
melihat kasus perang Afghanistan dan Irak. Terakhir, di bab ini ditampilkan bukti-bukti
keterlibatan neocons dalam tragedi 11/9 dan berbagai klaim mereka dan Bush untuk
justifikasi perang Irak dan Afghanistan yang hampir semuanya tidak terbukti.
Bab IV merupakan bab kesimpulan yang berisi hasil pengujian Argumen Utama
dan kesimpulan penelitian.
24
BAB II
PEMIKIRAN DAN SEJARAH NEOCONSERVATIF AMERIKA
A. Akar Pemikiran Neocons
Konservatif dari asal katanya sendiri berarti memelihara (conserve), sedang
dalam politik, maknanya adalah melawan perubahan dalam kaitan dengan tradisi politik
dari berbagai pemerintahan, partai politik, dan konservatisme yang berbeda-beda, maka,
untuk memberikan penilaian perlu diketahui perubahan apa yang ditentangnya. Doktrin
neocons sering dipandang sebagai bentuk dari "ultra-conservatism"-realisme tradisional
yang berubah menjadi rekasioner ekstrim. Banyak peneliti juga memandangnya sebagai
pemikiran yang sama sekali baru. 35
Sesungguhnya, akar intelektual neoconservatif di AS dapat dilacak kembali
setengah abad lalu dari dua sumber penting, salah satunya sumber kiri. Sumber pertama
diarahkan melalui ideologi trotskyism, dengan ide revolusi dan oposisi permanen
terhadap Stalinism. Pemikiran yang dijadikan rujukan kalangan neoconservatif adalah
Leon Trotsky (1879-1940), ilmuwan sosialis Uni Sovyet penganut Yahudi yang
memiliki peran penting, bersama Vladimir Lenin, menggerakkan dan
mengorganisasi Red Army untuk menjatuhkan Tsar Nicholas dari kekuasaannya pada
tahun 1917.36
Trotsky memiliki impian untuk menyebarkan revolusi sosialis secara global. Dia
percaya bahwa negara sosialis baru tidak akan mampu melawan tekanan kapitalis dunia
jika revolusi sosial tidak secara cepat digerakkan ke banyak negara. Dalam negara yang
35 Ted Honderich. 2005. Conservatism: Burke, Nozick, Bush, Blair?. London: Pluto Press. Hal. 6.36 Lind, M. 2003. How Neoconservatives Conquered Washington-and Launched a War. Salon, 9 April. At http://archive.salon.com/opinion/feature/2003/04/09/neocons/index1.html, diakses 16/6/2006.
25
belum mengalami revolusi demokratis borjuis, kaum proletar perlu melakukan revolusi
sosialis permanen. Melalui idenya tentang Fourth International (FI), Trotsky lalu
menggagas sebuah revolusi sosialis dunia.37
FI adalah organisasi komunis internasional yang bekerja menentang kapitalisme
dan stalinisme, terdiri dari para pengikut Trotsky, dan berjuang untuk kemenangan kelas
pekerja atas sosialisme. Tahun 1938, Trotsky dan pengikutnya, dikeluarkan dari Uni
Sovyet karena menganggap Komintern telah kalah oleh Stalinisme dan
ketidakmampuannya memimpin kelas pekerja internasional.38 Dalam permanent
revolution, Trotsky percaya bahwa revolusi sosialis hanya bisa berhasil apabila revolusi
itu meluas sampai di luar batas Rusia yang berujung pada runtuhnya kekuatan
kapitalisme Eropa dimanapun berada.39
Trotsky, mendukung revolusi proletar, seperti dalam teorinya tentang
"permanent revolution" diatas, dan percaya bahwa negara para pekerja tidak akan dapat
menahan tekanan para kapitalis jahat dunia kecuali revolusi sosialis yang cepat terjadi
serentak di negara-negara lain. Teori ini menentang pandangan kaum Stalinis bahwa
"socialism in one country" dapat dibangun di Sovyet sendiri.40 Kemudian, Trotsky dan
pendukungnya sangat menentang totaliterisme pemerintahan Joseph Stalin. Mereka
berpendapat bahwa sosialisme tanpa demokrasi adalah tidak mungkin.
Kemudian, tiadanya demokrasi di Sovyet, mereka menyimpulkannya bukan lagi
negara para pekerja sosialis, tapi negara pekerja yang buruk. Para penganut paham
37 “Trotskyism,” dalam www.wikipedia.org/wiki/Trotskyism, diakses tanggal 8/03/2007.38 The Transitional Program. Retrieved February 10, 2005 dalam Fourth International in http://www.answers.com/topic/fourth-international diakses 26/5/2007.39 Carlton Clymer Rodee et.al. 2000. Pengantar Ilmu Politik, terj. Zulkifly Hamid. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, hal. 175.40 Trotsky, In Defence of October dalam The Transition Program Loc.Cit.
26
Trotsky mempercayai upaya Stalin untuk membangun sosialisme di satu negara dari
pada menggagas revolusi dunia telah menciptakan negara pekerja yang buruk. Pada
tahun 1939, gerakan Trotskyist terbagi dua; James Burnham dan Max Shactman yang
lalu mendeklarasikan diri untuk menentang nazi Jerman dan komunisme Sovyet. Max
Schachtman, Trotskyist Amerika yang sangat berpengaruh yang berpindah haluan dari
pendukung Sovyet menjadi oposisi komunisme dan sekutu informal kaum hawkish
Washington pada 1970-an.
Sekilas, Trotskyisme dengan neocons nampak berbeda. Trotskyisme
menekankan pada sosialis, sedangkan neocons pada demokrasi. Letak kesamaan
Trotsky dengan neocons bukan pada idenya, tetapi pada gagasan untuk
menyebarkannya kedunia. Impian Trotsky tentang revolusi sosialis dunia diadopsi
neocons untuk menyebarkan demokrasi liberal ke seluruh dunia. Terlihat adanya
semacam pembalikan ide dari sosialis ke demokrasi. Karena itu, neocons sering disebut
sebagai Trotskyisme terbalik (inverted Trotskyism) yang bertujuan mengekspor
demokrasi, sedangkan Trotskyist ingin mengekspor sosialisme.41
Menurut mantan neocons, Michael Lind, gagasan Trotsky masuk ke AS dan
menjadi rujukan neocons melalui Schactman (1904-1972), yang berpendapat bahwa AS
telah didominasi oleh masyarakat kelas baru pasca borjuis. Lind melihat konsep revolusi
demokrasi global neocons berasal dari visi revolusi permanen Trotsky dalam Fourth
International. Dia juga menjelaskan bahwa organisasi serta ideologi gerakan neocons
berasal dari liberal kiri. 42
41 “Neoconservatism in the United States,” Loc.Cit.42 Shactman dikenal sebagai penyebar paham Trotsky di AS yang mendirikan Independent Socialist League (1948), sebuah organisasi Marxis-Leninis anti-Stalin. Sepuluh tahun kemudian organisasi itu bergabung dengan Partai Sosialis. Disini, Shactman dan para pengikutnya gencar menyuarakan persamaan hak-hak sipil bagi warga negara AS. Shactman banyak mempengaruhi gerakan sosialis di AS yang mendapatkan dukungan dari kelompok sayap kiri di Partai Demokrat. Lihat www.wikipedia.org/wiki/Max_Shactman, diakses tanggal 6/7/2006.
27
Atas dasar pemikiran di atas, neocons merumuskan pahamnya dalam identitas
Wilsonian Idealists. Keyakinan bahwa kebijakan luar negeri AS seharusnya diarahkan
untuk mempromosikan nilai-nilai ideal Amerika. Untuk melakukannya, ada dua model
Wilsonian yang dipakai. Pertama, soft Wilsonians, yang meyakini organisasi multilateral
seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merupakan alat utama untuk
mempromosikan nilai-nilai ideal Amerika sehingga hukum internasional merupakan
instrumen yang penting. Kedua, hard Wilsonians, alat utamanya adalah power.
Neocons sangat sepakat dengan tujuan-tujuan idealis Wodrow Wilson untuk
menyebarkan nilai-nilai ideal pemerintahan, ekonomi, dan budaya Amerika ke luar.
Nilai-nilai ideal Amerika itu tercermin dalam demokrasi liberal. Karena itu, neocons
lebih menekankan prinsipnya pada pengembangan demokrasi liberal melalui kebijakan
luar negeri yang agresif.43
Bagi neocons, pengembangan demokrasi liberal adalah tujuan utama demi
mewujudkan pemerintahan demokrasi modern di seluruh dunia. Kristol menegaskan
bahwa tujuan politik dan historis neocons adalah mengubah bentuk Partai Republik dan
konservatisme Amerika pada umumnya ke dalam jenis baru politik konservatif yang
sesuai dengan pemerintahan demokrasi modern.44
Paham ini dikembangkan dan diekspor ke berbagai negara melalui kebijakan
luar negeri yang agresif dan unilateralis. Kebijakan luar negeri multilateral dipandang
tidak cukup mampu untuk merealisasikan cita-cita ideal Amerika itu. Neocons menolak
ketergantungan AS pada organisasi internasional dan perjanjian internasional untuk
mencapai tujuan mereka. AS harus meninggalkan kebijakan luar negerinya yang
tradisional untuk beralih menjadi kebijakan hegemonik imperialis. Caranya adalah
43 “Neoconservatism in the United States,” Loc.Cit.44 Irving Kristol, “The Neoconservative Persuasion,” dalam www.weeklystandard.com/Content/ Public/Articles/000/000/003/000tzmlw.asp?pg=2, diakses 6/7/2006.
28
dengan menerapkan serangan preemptive melawan negara manapun yang mengancam
kepentingan AS dalam menyebarkan demokrasi liberal.45
Tentang kepentingan nasional, neocons memandang kepentingan nasional
negara kecil berakhir di batas negaranya, sehingga kebijakan luar negerinya hampir
selalu defensif. Sementara, negara besar besar seperti AS memiliki kepentingan yang
lebih luas melintasi batas-batas wilayah nasional dan regional. Karena salah satu
kepentingan AS adalah menyebarkan demokrasi liberal, maka AS selalu merasa
berkewajiban untuk mempertahankan negara demokratis yang terancam oleh negara
non-demokratis dan bertanggung jawab mendemokratiskan negara yang tidak
demokratis menurut Standar nilai-nilai AS.46
Sumber kedua, kaum neocons lain sangat dipengaruhi oleh filosuf Leo Strauss,
filsuf politik Universitas Chicago yang merupakan imigran Yahudi dari Jerman (1899-
1973), yang meyakini kebenaran esensial bahwa masyarakat manusia hanya dapat
dipahami dengan Machiavelian elite, yakni pembagian dua jenis manusia yang baik dan
buruk dan otoritas kebenaran harus diberikan pada pihak-pihak yang punya kekuatan
untuk berhubungan dengan kebenaran. Beberapa neocons berpengaruh belajar darinya
di University of Chicago., dan mengakui pengaruhnya atas mereka Namun, Strauss
sesungguhnya bukan termasuk neocons, tapi seorang konservatif yang mempengaruhi
neoconservatif.47
Saat hidup, Strauss sebenarnya tidak pernah terlibat gerakan politik. Tetapi,
banyak muridnya (Podhoretz, Kristol, Kirkpatrick, Martin Diamond) dan pengikutnya
(Paul Wolwofitz, Abram Shulsky, Carnes Lord) yang terpengaruh pemikirannya terlibat
45 Irwin Stelzer, “Neoconservatives and Their Critics,” dalam Stelzer (ed.), Op.Cit., hal. 3.46 Kristol, “The Neoconservative Persuasion,” Loc.Cit.47 “Talk: Neoconservatism in the United States,” Loc.Cit.
29
dalam perumusan kebijakan diawal kemunculan neocons hingga sekarang. Strauss
memandang dirinya sendiri sebagai teman demokrasi liberal.48 Baginya, sistem ini
adalah bentuk pemerintahan terbaik yang bisa direalisasikan. Sistem ini adalah satu-
satunya alternatif bagi manusia modern dan AS dilihatnya sebagai republik demokrasi.
Dia amat menentang komunisme.49
Menurut MacDonald, Strauss memiliki identitas Yahudi yang sangat kuat.
Bahkan, dia memandang pemikiran filosofisnya sebagai alat untuk meyakinkan
eksistensi kaum Yahudi yang terdiaspora. Dia sangat menentang nazisme Jerman yang
anti Yahudi. Identitas Yahudinya yang kuat dapat dilacak dalam tulisannya; Leo
Strauss: Political Philosopher and Jewish Thinker: “I believe I can say, without any
exaggeration, that since a very, very early time the main theme of my reflections has
been what is called the ‘Jewish ‘Question’.”50
Dua kutub pemikiran berbeda ini terikat bersama dari permulaan oleh oposisi
bersama pada Sovyet dan penekanan bahwa AS harus mengadopsi kebijakan garis keras
menghadapi ancaman komunisme. Posisi mereka positif selama 1980-an saat pemilihan
Reagan, yang mereka anggap sebagai salah satu neocons terbesar. Dimasa Clinton,
mereka membentuk semacam `pemerintahan republikan dipengasingan’, mengkritik
Presiden, yang sangat tidak disukai karena terlalu 'menolak resiko'.51
Sedangkan tidak ada garis pembagian mutlak diantara mazhab pemikiran
neocons dan mazhab yang berpengaruh lain di Amerika, dan saat para pendukungnya
terkadang berbeda dari mereka sendiri, neocons mendapatkan, selama perjuangan dalam
48 Weinstein, Op.Cit., hal. 207-212.49 Kristol, Op.Cit., hal. 7-9. Lihat juga Nicholas Xenos, “Leo Strauss and the Rethoric of the War on Terror,” dalam www.logosjournal.com/issue_3.2/mason.htm, diakses tanggal 8 Agustus 2005.50 Leo Straus dalam Kevin MacDonald, “Thinking About Neoconservatism,” dalam www.vdare.com/ misc/macdonald_neoconservatism.htm, diakses tanggal 9/10/2006.51 Perle, R. 2003. "Interview". PBS Frontline: Truth, War and Consequences, July 10. At http://www.pbs.org/wgbh/pages/frontline/shows/truth/interviews/perle.html, diakses 24/7/2006.
30
beberapa dekade, sebuah kohesi intelektual yang tidak ada bandingannya di
Washington. Pada posisi ini, neocons menganur beberapa asumsi sentral berikut:
1. AS harus menjaga posisinya sebagai hegemon dan mencegah munculnya setiap rival
baru yang mendekati kekuatannya.
2. AS tidak boleh surut dari peran ini, yang dalam istilah Project for the New American
Century (PNAC), secara aktif "membentuk satu abad baru yang sesuai dengan prinsip-
prinsip dan kepentingan AS", memastikan bahwa tidak akan muncul super power yang
muncul menyaingi AS. Lebih jauh, imperium Amerika adalah baik untuk orang
Amerika sendiri dan seluruh dunia, karena AS dilihat memiliki sejarah menghormati
Hak Asasi Manusia (HAM) dan motif-motifnya yang murni. Seperti ungkapan
komentator neocons, "The international environment is far more likely to enjoy peace
under a single hegemon. Moreover, we are not just any hegemon. We run a uniquely
benign imperium".52
3. AS harus mengekspor liberal democracy barat dan free-market capitalism ke negara-
negara yang tidak demokratis. Dengan kata lain, neokon berkeyakinan bahwa AS
mempunyai hak, dan, lebih jauh kewajiban untuk membawa HAM, kebebasan, dan
demokrasi keseluruh dunia. Pada prakteknya, fokusnya hampir semuanya dijalankan di
Timur Tengah, sedikit di Asia Tengah dan Timur dan hampir tidak ada di Afrika,
Amerika Latin, dan Meksiko. Kesetiaan atas doktrin ini yang menyeabkan 'reverse
domino effect' kadang membuat neocons dilabeli "Wilsonianism in boots". Mereka
lebih membanggakan nilai dibanding institusi, kekuatannya bukan dalam selembar
52 Seperti dikutip dalam Rogers, P. 2004. A War on Terror: Afghanistan and After. London: Pluto Press, hal. 67.
31
kertas tapi dalam kekuasaan, dan merupakan perkawinan antara idealisme dan
pragmatisme.53
4. AS seharusnya menggunakan kekuatannya sebagai unilateral solutions jika
berhubungan dengan keuntungan bagi AS. Neocons meremehkan kesepakatan dan kerja
sama internasional dan lebih cenderung memakai koalisi atas satu misi dibanding
sebaliknya. Mereka segan menyerahkan tiap bagian dari keamanan AS pada badan asing
yang bukan kepanjangan tangan dari kekuasaan AS. Tokoh neocons terkemuka, Robert
Kagan, memandang multilateralisme "the weapon of the weak" dan Richard Perle
menganjurkan pada Presiden; "reshape fundamental attitudes towards (international)
norms, or we are going to have our hands tied by an antiquated international system that
is not capable of defending us". Sejak jatuhnya Sovyet, neocons melihat peluang untuk
meningkatkan dominasi AS dengan mengintervensi dunia tanpa hambatan seperti di era
perang dingin.54
5. AS harus lebih bisa mengenali dan menerapkan perlunya military solutions bagi
masalah-masalah internasional. Ideologi ini ditandai dengan memusatkan perhatian
pada perjuangan konstan dan dengan kekerasan, mendukung masa depan dunia
Manichean dimana kekuatan baik dan buruk senantiasa berperang, dan kemudian
cenderung melihat stabilitas Timur Tengah saat ini sebagai stagnasi. Neocons
menganggap dirinya sebagai "pemikir besar, mendalam, dan secara intelektual lebih
mudah memahami sesuatu dibanding kebanyakan orang di Washington",55 dan cepat
mengkritisi apa yang mereka lihat dengan tenang.
53 Boot, M. 2004a. "Q&A: Neocon Power Examined". Empire Builders: Neoconservatives and their Blueprint for US Power. The Christian Science Monitor. http://www.csmonitor.com/specials/neocon/boot.html, diakses 20/7/2006.54 Kaiser, R.G. 2003. "U.S. Risks Isolation, Breakdown of Old Alliances in Case of War." The Washington Post, March 16, hal. A12.55 Ibid, p. A12.
32
Neoconservatisme saat ini dibentuk oleh kekuatan sosial, politik, budaya, yang
telah berjalan cukup lama. Orang Amerika telah lama memandang dirinya dan
negaranya berbeda dari bangsa-bangsa dimasa Old World dan tidak mempercayai
aliansi-aliansi gaya Eropa. Kegley dan Wittkopf menekankan bahwa sejarah unik AS
telah membawa pada beberapa asumsi, inter alia bahwa perubahan dan pembangunan
adalah mudah, bahwa semua hal baik berjalan bersama (maka tidak perlu kompromi),
dan bahwa AS selalu bertindak terhormat dalam berhubungan dengan negara lain.56
Ringkasnya, neocons berkeyakinan bahwa Amerika seharusnya, dengan dirinya
sendiri dan militer, jika diperlukan, menyebarkan ideologi kebebasan dan pasar bebas
keseluruh dunia. Kemauan menyatakan ideologi ini dan dengan menjalankannya secara
ekstrim seperti yang dijalankan pemerintahan Bush saat ini adalah sebuah fenomena
baru. Sebenarnya, hal ini juga berakar pada keyakinan mendalam banyak orang
Amerika bahwa mereka dan negaranya menduduki tempat istimewa di dunia. Jadi,
neocons dan orang Amerika umumnya cenderung memandang sistem politiknya sebagai
satu sistem yang dapat digeneralisasi (misalnya dapat diekspor), mengagumi
individualisme dan melihat negaranya sebagai contoh kebebasan.
B. Sejarah Perkembangan Neocons dalam Politik Amerika
1. New Left dan Counterculture
Tahun 1970-an awal, Michael Harrington, ilmuwan sosialis editor majalah
Dissent, pertama kali memakai istilah neoconservatif. Dia mencirikan neocons yang
sebelumnya leftists – dipakai untuk mengejek "socialists for Nixon" – berpindah haluan
ke kanan. Neocons cenderung masih mendukung sosial demokrasi, tapi membedakan
56 Kegley, C.W. & Wittkopf, E.R. 1996. American Foreign Policy, 5th ed. New York: St. Martin's Press, hal. 260.
33
dirinya dengan beraliansi dengan pemerintah Nixon terkait kebijakan luar negeri,
khususnya terhadap dukungannya atas perang Vietnam dan oposisi pada Sovyet.
Mereka masih mendukung welfare state, tapi dalam bentuk kontemporernya. Harrington
mengacu pada gerakan perpindahan sekelompok individu yang semula berpaham liberal
dan kemudian beralih menjadi konservatif pada 1960-an. Kelompok yang berganti
paham ini disebutnya sebagai konservatif baru atau neoconservatif.57
Neocons memandang bahwa national security harus dijaga dengan
mempromosikan kebebasan dan demokrasi keluar negeri melalui dukungan pada
gerakan-gerakan pro demokrasi, bantuan asing, dan bahkan intervensi militer. Ini adalah
perpindahan dari konservatif tradisional yang mendukung rezim bersahabat terkait
perdagangan dan anti-komunisme meski hingga melanggar sistem demokrasi yang ada.
Paul Berman dalam bukunya Terror and Liberalism menggambarkannya sebagai,
"Freedom for others means safety for ourselves. Let us be for freedom for others."
Irving Kristol, tokoh yang disebut sebagai the godfather of neoconservatism,
menggambarkan neocons sebagai golongan yang sebelumnya menganut nilai-nilai
liberal tetapi merasa tidak sepaham dengan garis politik yang diambil sebagian besar
kelompok liberal sehingga memutuskan untuk beralih ke konservatif. Liberalisme
dipandang telah gagal merespon realitas sosial politik saat itu sehingga membuat
sebagian kalangan liberal kecewa dan memilih berpindah menjadi konservatif.58
Menurutnya, gerakan neocons berawal dari kelompok intelektual liberal yang
relatif kecil tapi berbakat yang memisahkan diri dari kelompok kiri pro Sovyet dan
kaum radikal anti Amerika. Kristol mendeskripsikan kelompok neocons berasal dari
57 “Talk: Neoconservatism in the United States,” dalam www.wikipedia.org/wiki/Talk: Neoconservatism_in_the_United_States, diakses 8/8/2005.58 Samuel Francis, Beautiful Losers: Essays on The Failure of American Conservatism (Missouri: University of Missouri Press, 1993), hal. 95.
34
kelas menengah ke bawah atau keluarga kelas pekerja miskin. Mereka adalah generasi
yang terkena dampak dari Great Depression,59 merupakan veteran Perang Dunia II yang
menerima prinsip-prinsip New Deal,60 dan kurang sepakat dengan isolationism,61 yang
kemudian bernaung dalam paham konservatif Amerika.62
Generasi pertama neocons berasal dari keluarga imigran Eropa Timur yang
masuk ke AS dimasa Great Depression. Krisis pada 1930-an itu telah meningkatkan
jumlah imigran dan memperkenalkan mereka pada ide-ide sosialisme dan komunisme
baru. Kejatuhan Stalin dari kekuasaan Sovyet pada tahun 1953 mendorong peningkatan
gerakan New Left63 di AS. New Left menjadi sangat populer di kalangan anak-anak dari
keluarga komunis garis keras. Oposisi terhadap New Left dan Uni Sovyet
mengakibatkan neoconservatif muncul sebagai kelompok penting pertama dari kelas
pekerja yang mengkritik kebijakan sosial.64
Kiprah neocons dalam pentas politik AS makin nampak ketika mereka
menentang Counterculture. Counterculture di tahun 1960-an di AS muncul sebagai
59 Yakni kejatuhan ekonomi terparah dalam sejarah dunia pada 1929-1940. Dimulai dengan kejatuhan pasar saham tahun 1929 yang menyebabkan produksi barang menurun tajam, banyak perusahaan jatuh, bank kehabisan dana dan angka pengangguran meningkat drastis. Lihat An Outline of American History, diterbitkan oleh United States Information Agency pada tahun 2004, hal. 254. 60 Yakni program Franklin D. Roosevelt untuk mengatasi dampak dari Great Depression. Program ini mensahkan intervensi negara pada aktivitas perekonomian. Prinsip laissez-faire (perekonomian tanpa intervensi) yang semula dijadikan ideologi dalam aktivitas ekonomi ditinggalkan. Melalui New Deal, Roosevelt melibatkan negara dalam aktivitas perekonomian dengan mengesahkan beberapa peraturan dan menerapkan sejumlah langkah untuk mengendalikan perekonomian masyarakat. Di antaranya adalah kebijakan inflasi mata uang yang moderat, penyediaan fasilitas kredit untuk industri dan pertanian, serta aturan-aturan dalam penjualan surat berharga di bursa saham. Lihat Ibid., hal. 258-259.61 Yakni perspektif kebijakan luar negeri yang meyakini bahwa AS tidak seharusnya berperan sebagi polisi dunia. Artinya, imperialisme Amerika adalah cita-cita yang harus ditentang. Lihat www.csmonitor.com/cgi-bin/neoconquiz.pl, diakses tanggal 6/7/2006. 62 Irving Kristol. 1995. Neoconservatism: The Autobiography of An Idea. New York: The Free Press, h. x. 63 yakni gerakan politik yang dikendalikan oleh para aktivis kampus di seluruh AS tahun 1960-an untuk menciptakan masyarakat Amerika yang lebih demokratis. Gerakan ini dipengaruhi oleh gerakan hak-hak sipil untuk memperjuangkan kewarganegaraan penuh bagi warga kulit hitam dengan melawan diskriminasi warga kulit putih dan hitam. Agendanya adalah menuntut persamaan hak bagi seluruh warga AS, menolak sistem demokrasi representatif, dan mendorong demokrasi partisipatoris. Lihat Allen Weinstein dan David Rubel, The Story of America: Freedom and Crisis From Settlement to Superpower .2002. New York: An Agincourt Press Production, hal. 609-610. dalam LocCit.64 “Neoconservatism in the United States,” dalam www.wikipedia.org/wiki/Neoconservatism_in_the_ United_States, diakses tanggal 6/7/2006.
35
reaksi atas norma-norma sosial yang ketat pada 1950-an dan intervensi militer ke
Vietnam. Tensi yang dikembangkan dimasa ini termasuk eksperimentasi generasi muda
dengan narkoba, hubungan ras, moral seksual, dan hak-hak wanita.65
Ira Chernus, profesor University of Colorado, berpendapat bahwa counterculture
yang akan menghapus otoritas nilai-nilai tradisional dan norma-norma moral. Karena
neocons percaya bahwa hakikat manusia yang selfish sejak lahir, mereka percaya bahwa
masyarakat tanpa nilai yang diterima secara umum berdasarkan agama atau tradisi
lampau akan berakhir dengan perang satu sama lain. Mereka juga percaya bahwa nilai
sosial yang paling penting adalah kekuatan, khususnya kekuatan mengontrol gerak hati
alami (natural impulses).66
Menurut Peter Steinfels, ahli sejarah neocons, neocons "menekankan pada
hubungan luar negeri yang muncul pasca New Left dan counterculture yang telah
menyatukan neoconservatisme...sumber esensial dari keinginannya, bukanlah militer
atau geopolitik atau bisa berpengaruh di luar negeri semata; tapi hal domestik, kultural,
dan ideologis." Neocons menekankan bahwa militer AS harus cukup kuat untuk
mengontrol dunia, atau dunia akan jatuh dalam kerusuhan. 67
Kedua paham yang baru muncul ini menginspirasi Presiden Johnson untuk
mencetuskan program Great Society pada 1965. Namun, banyak ide dari program ini
tidak disepakati kaum liberal dan memunculkan perselisihan paham di antara mereka.68
65 Elizabeth Nelson (1989) The British Counterculture 1966-73: A Study of the Underground Press. London: Macmillan. dalam Counterculture dalam http://www.answers.com/topic/counterculture diakses 26/5/2007. 66 Ira Chernus, Monsters To Destroy: The Neoconservative War on Terror and Sin. Boulder, CO: Paradigm Publishers, 2006. ISBN 1-59451-276-0 dalam Neoconservative: Definition and views dalam http://en.wiki.globaltruth.org/Neoconservatism diakses 29/5/200767 John Dean, Worse Than Watergate: The Secret Presidency of George W. Bush (Little. Brown, 2004) ISBN 0-316-00023-X (hardback) -- Deeply critical account of neo-conservatism in the administration of George W. Bush. dalam Neoconservative: Definition and views Loc. Cit.68 Pada 1965, Johnson mencanangkan program reformasi Great Society dengan tujuan menghilangkan sekat-sekat rasialisme antara warga kulit putih dan hitam. Hal ini dijalankan dengan meningkatkan kualitas pendidikan, mengatasi kemiskinan, dan menyediakan pelayanan kesehatan bagi semua rakyat Amerika tanpa melihat warna kulit. Lihat Weinstein dan Rubel, Op.Cit., hal. 603. Keberhasilan Great
36
Mereka tidak percaya pandangan human nature dan realitas sosial ekonomi yang
mendasari program itu.69 Mereka lebih senang mengusung ide-ide kebebasan hak warga
sipil dan integrasi sosial serta mendukung gagasan persamaan hak Martin Luther King.70
Pertentangan di kalangan intelektual liberal ini berakibat pada pecahnya
persekutuan mereka. Sejumlah intelektual nampak mengalami peralihan nilai dari
liberal ke konservatif. Pada akhirnya, peralihan nilai itu membuat sejumlah intelektual
yang selalu mengenalkan dirinya sebagai kaum liberal secara tak sadar menemukan
dirinya menjadi sosok konservatif. Mereka lalu memilih untuk memisahkan diri dan
melancarkan gerakan eksodus menuju paham konservatif. Eksodus itu menandai awal
kelahiran neocons.71
Disaat yang sama, muncul ketidakpuasan di kalangan mahasiswa AS terhadap
kelompok liberal. Demonstrasi pecah di kampus-kampus besar seperti Berkeley,
Cornell, Wisconsin, Harvard, Yale, dan Michigan untuk menentang pemimpin serta
anggota senat berhaluan liberal. Aksi ini berkembang menjadi gugatan terhadap otoritas
pembuat kurikulum dan tuntutan kebebasan dari hukuman dalam kelas. Maka, kalangan
neocons meresponnya melalui berbagai artikel di media massa.72
Commentary menjadi media massa utama gerakan neocons waktu itu (awal
1970-an). Majalah yang didirikan oleh Kristol dan Norman Podhoretz itu banyak
memuat analisis antiliberal dalam berbagai isu sosial. Sejumlah artikel dengan judul
Society pada tahun 1964-1965 membuat dukungan masyarakat terhadap pemerintah Johnson kian menguat. Namun, dukungan itu melemah tahun 1966 karena banyak program yang dijalankan dengan dana kurang dan beberapa di antaranya tidak memenuhi harapan. Meski demikian, program ini tetap berhasil mengurangi angka kemiskinan. Terbukti, antara tahun 1965-1968, pendapatan keluarga kulit hitam meningkat dari 54 persen menjadi 60 persen dari pendapatan keluarga kulit putih. Lihat An Outline of American History, Op.Cit., hal. 351.69 Kristol, Op.Cit., hal. x.70 “Neoconservatism in the United States,” Loc.Cit. 71 Kristol, Loc.Cit.72 Robert Nisbet. 1989. Conservatism: Dream and Reality. Minneapolis: University of Minnesota Press, hal. 100.
37
eksplisit mengkritisi kalangan liberal seperti “The Limits of Social Policy”,dan
“Liberalism vs Liberal Education” memenuhi halaman Commentary.73
Tyrell, Jr. menilai penulisan berbagai artikel di media massa tersebut
mencitrakan neocons sebagai sebuah komunitas intelektual. Citra ini sangat nyata bila
menelusuri aktivitas para tokohnya. Banyak figur neocons yang bekerja di lembaga-
lembaga riset, media massa, dan think tank ternama. Banyak pula yang mengajar di
universitas-universitas bergengsi, terutama Harvard University.74
Karenanya, neocons sangat dikenal oleh publik AS sebagai gerakan intelektual.
Tidak sekadar gerakan intelektual pasif, neocons dianggap Theodore H. White juga
sebagai “action intellectuals” dengan koneksi ke berbagai universitas terbaik di AS dan
akses langsung ke elit politik, dan memiliki hubungan baik dengan elemen-elemen
utama gerakan buruh. Ditambah ikatan kuat dengan lembaga-lembaga berpengaruh dan
think tank beranggaran jutaan dolar.75
Dari sejarahnya, ide awal neocons adalah anti otoriterisme komunis Soviet dan
counterculture. Kemudian, mereka berkembang menjadi kelompok dengan ideologi
rasis Pax-Americana dan justru meyakini otoriterisme Amerika dalam wujud dominasi
militer, ekonomi, dan politik AS adalah yang terbaik bagi orang Amerika dan dunia.
2. Gerak Awal Neoconservatif (1969-1981)
Gerak neocons pada tahun 1970-an nampak dari sikap oposisinya terhadap
Senator George McGovern, Menteri Luar Negeri Henry Kissinger, dan Presiden Jimmy
Carter. Pada tahun 1972, McGovern terpilih sebagai kandidat presiden Partai Demokrat 73 Lee Edwards. 1999. The Conservative Revolution: The Movement That Remade America. New York: The Free Press, hal 195.74 Banyaknya figur neoconservatif di Harvard, Emmet Tyrell menyebut universitas itu sebagai colony of neoconservatives. Lihat R. Emmet Tyrell, Jr. 1992. The Conservative Crack-Up. New York: Simon and Schuster, hal. 77. 75 Edwards, Op.Cit., hal 196.
38
setelah mengalahkan Senator Henry Jackson. Oleh beberapa intelektual liberal yang
tergabung dalam Partai Demokrat, pencalonan ini ditentang karena McGovern –yang
akhirnya dikalahkan Richard Nixon dalam pemilihan presiden 1972- juga kandidat yang
mengusung ide-ide New Left.76
Pada era Nixon dan Gerald Ford, neocons menunjukkan sikap oposisi terhadap
Kissinger yang memiliki strategi untuk menarik Sovyet menuju tatanan perdamaian
baru melalui balance of power dengan Cina dan pertukaran dagang untuk diplomasi
serta kerja sama militer.77 Kebijakan luar negeri AS di bawah komando Nixon, Ford,
dan Kissinger terlalu liberal, lunak, dan tidak menunjukkan kemauan untuk
membendung ekspansi Sovyet.78
Nominasi presiden Partai Demokrat pada 1974 kembali membawa kekecewaan
kalangan neocons. Jackson yang untuk kedua kalinya dicalonkan neocons mengalami
kekalahan dari Carter yang selanjutnya terpilih menjadi presiden (1976). Dua kali
kegagalan neocons dalam memenangkan nominasi kepresidenan Partai Demokrat
membuat neocons berpikir ulang tentang keberadaannya disana. Mereka merasakan
Partai Demokrat tidak lagi cocok sebagai tempat bernaung dan memilih untuk
bergabung dengan Partai Republik.79
Pindahnya beberapa intelektual liberal ke Partai Republik merupakan puncak
dari eksodus kaum liberal ke konservatif. Bagi para mantan intelektual liberal, Partai
Republik terasa begitu asing di masa awal mereka bergabung. Secara tradisional, Partai
Republik banyak dihuni oleh komunitas bisnis dan sedikit kaum intelektual, kebijakan
luar negerinya cenderung isolasionis, dan kampanye melawan New Deal masih terus
76 Kristol, Neoconservatism: The Autobiography of An Idea, Op.Cit., hal. x-xi.77 “Trotskyism to Anachronism: The Neoconservative Revolution,” Loc.Cit.78 Ikenberry, Op.Cit., hal. 9.79 Kristol, Loc.Cit.
39
didengungkan. Namun, setelah bergabunganya para mantan intelektual liberal, partai ini
mulai memodernisasi diri pada pertengahan tahun 1970-an.80
Steinfels mencatat, pertengahan 1970-an sebagai masa ekspansi pemikiran
neocons ke wilayah publik. Beberapa intelektualnya seperti Glazer, Wilson, Bell,
Nisbet, dan Lipset, dan Kahn yang rajin menerbitkan buku dan menyebarkan opini di
media massa. Ide-ide neocons tidak hanya terpublikasiklan di Commentary dan The
Public Interest, tetapi juga banyak memenuhi kolom The New York Times, Sunday
Magazine, Atlantic Monthly, Encounter, Change, Science, dan Daedalus. Di samping
itu, mereka juga aktif mengemukakan gagasan-gagasannya dalam diskusi dan seminar
di kampus-kampus elit seperti Harvard, Berkeley, Chicago, dan Stanford.81
Ekspansi pemikiran ini memberikan dampak besar terhadap meluasnya jaringan
neocons. Beberapa lembaga menjalin koneksi dengan kelompok ini, di antaranya Rand
Institute, Hudson Institute, dan Freedom House. Penggagas gerakan neocons, Kristol
dan Bell terlibat dalam institusi–institusi strategis seperti AEI, Aspen Institute, Institute
for Contemporary Studies, Heritage Foundation, Georgetown Center for Strategic and
International Studies. Pada masa ini mereka juga mulai memiliki akses langsung dengan
elit politik AS di Kongres dan Gedung Putih. Bahkan, salah seorang dari mereka,
Zbiegniew Brzezinski, diangkat Carter sebagai penasihat kebijakan luar negeri.82
Selama pemerintahan Carter, neocons memperingatkan adanya penguatan
militer Sovyet dan ekspansi Sovyet ke Afrika dan Timur Tengah, tetapi mereka
cenderung membesar-besarkan bahaya tersebut. Mereka melihat penguatan Sovyet tidak
sebagai usaha untuk meraih superioritas militer di atas AS. Mereka terlalu merendahkan
80 Ibid.81 Peter Steinfels. 1979. The Neoconservatives: The Men Who Are Changing America’s Politics. New York: Simon & Schuster, hal 7-8.82 Steinfels, Op.Cit., hal. 9-11.
40
pentingnya superioritas armada militer AS dan melebih-lebihkan pentingnya misil
Sovyet. Mereka juga mengabaikan perekonomian Sovyet.83
3. Neoconservatif Dimasa Ronald Reagan (1981-1989)
Sepanjang 1970-an, Jeane Kirkpatrick mengkritik Partai Demokrat, meski dia
masih sebagai anggotanya, karena nominasi figur anti perang George McGovern.
Kirkpatrick berubah haluan ke neoconservatif dari dulunya demokrasi liberal. Semasa
keberhasilan kampanye Ronald Reagan tahun 1980, dia diangkat sebagai penasehat
kebijakan luar negeri dan kemudian dinominasikan sebagai duta besar AS untuk PBB,
posisi yang dipegangnya selama 4 tahun. Dia dikenal anti komunis dan toleran terhadap
diktator sayap kanan (yang dia sebut "moderately repressive regimes"), dia menyatakan
bahwa AS seharusnya tidak membantu menurunkan rezim sayap kanan jika hanya akan
digantikan rezim sayap kiri yang kurang demokratis dan mendukung Sovyet.
Dibawah doktrin Kirkpatrick diatas, pemerintah Reagan awalnya mendukung
Diktator semacam Augusto Pinochet di Chili dan Ferdinand Marcos di Filipina. Pada
1980-an, generasi kedua neocons, seperti Elliot Abrams, menekankan atas kebijakan
nyata untuk mendukung demokrasi melawan diktator sayap kiri dan kanan. Generasi ini
lebih mendukung ide penggantian rezim untuk menjadikannya lebih bisa menerima dan
sesuai dengan nilai-nilai AS. Kepercayaan atas universalitas demokrasi menjadi kunci
nilai neocons yang memainkan peran penting dalam kebijakan luar negeri AS pasca
perang dingin.
Menurut Lee Edwards, Doktrin Kirkpatrick pada akhirnya berkembang menjadi
Dokrin Reagan. Sebagian neocons berpendapat bahwa “without the neoconservatives,
83 “Trotskyism to Anachronism: The Neoconservative Revolution,” Loc.Cit.
41
there would not be a Reagan Doctrine.”84 Selama dua periode pemerintahan Reagan,
pengaruh kelompok neoconservatif makin kuat. Persebaran neocons telah mengarah
pada banyak institusi, baik pemerintah maupun non-pemerintah. Posisi-posisi strategis
di Departemen Pertahanan dan Departemen Luar Negeri dikuasai oleh neocons.85
Beberapa neocons yang terlibat dalam pemerintahan Reagan antara lain
Kirkpatrick (Duta Besar AS di PBB), Perle (Staf Ahli Menteri Pertahanan), dan Elliot
Abrams (Stah Ahli Menteri Luar Negeri).86 Bagi kelompok neoconservatif, jabatan yang
dipegang Kirkpatrick sangat strategis karena berkaitan erat dengan misi untuk
membawa kepentingan AS di forum internasional melalui PBB. Kirkpatrick sendiri
amat dikenal atas pendirian antikomunisnya dan toleransinya terhadap kediktatoran
sayap kanan. Dia berargumen bahwa pengambilalihan pemerintahan kiri oleh
kediktatoran sayap kanan dapat diterima karena mereka berperan sebagai benteng
melawan ekspansi kepentingan Sovyet.87
Presiden Reagan tidak menginginkan intervensi jangka panjang untuk membuat
revolusi sosial di dunia ketiga yang banyak disarankan penasehat neoconsnya. Dia lebih
senang dengan kampanye cepat untuk menyerang atau menjatuhkan kelompok teroris
atau pemerintahan kiri, seperti serangan ke Grenada dan Libya, dan milisi bersenjata
sayap kiri di Amerika tengah, termasuk mendanai Contras yang berusaha menjatuhkan
pemerintah Sandinista Nicaragua.
Yang tepenting, Reagan mengambil posisi berbeda dengan neocons terkait
dengan Uni Sovyet dibawah Mikhail Gorbachev, yang mengedepankan strategi
konsiliasi terhadap perlucutan senjata dan liberalisasi. Reagan juga berseberangan
84 Edwards, Loc.Cit.85 “Trotskyism to Anachronism: The Neoconservative Revolution,” Loc.Cit.86 Edwards, Op.Cit., hal 247.87 “Neoconservatism in the United States,” Loc.Cit.
42
dengan neocons pada 1983 saat menolak terus terlibat dalam perang sipil Lebanon dan
mengacuhkan Israel. Banyak neocons menjadi kurang suka pada Reagan karenanya,
seperti Norman Podhoretz yang menyamakannya dengan Neville Chamberlain.
Meskipun demikian, umumnya, neocons melihat jatuhnya Sovyet karena posisi garis
keras Reagan karena pengaruh mereka.
4. George H.W. Bush dan Neoconservatif (1989-1993)
Selama 1990-an, neocons kembali berada disisi oposisi terhadap kebijakan luar
negeri AS, baik dimasa presiden dari partai Republik George H. W. Bush dan
penerusnya dari Demokrat, Presiden Bill Clinton. Banyak kritik diberikan pada neocons
yang kehilangan pengaruhnya mengikuti jatuhnya Uni Sovyet yang menyatakan
kehilangan ini karena skandal Iran-Contra mereka dimasa Reagan.
Para penulis neocons sangat penting dalam memberikan masukan kebijakan luar
negeri pasca perang dingin baik dimasa George H. W. Bush dan Bill Clinton, yang
mereka kritik atas pengurangan anggaran militer dan tidak adanya idealisme dalam
promosi kepentingan Amerika. Mereka menuduh pemerintah kurang memiliki
“kejelasan moral” dan keyakinan untuk mencapai kepentingan strategis internasional
AS secara unilateral.88
Khususnya terhadap kebijakan George H. W. Bush dan Ketua Joint Chiefs of
Staff Jendral Colin Powell yang tidak menurunkan kekuasaan Saddam Hussein pasca
perang teluk pertama 1991. Beberapa tokoh neocons memandang kebijakan ini, serta
88 Halper, Stefan & Clarke, Jonathan, America Alone: The Neo-Conservatives and the Global Order (Cambridge University Press, 2004) ISBN 0-521-83834-7 dalam Neoconservative: Definition and views Loc. Cit.
43
keputusan untuk tidak mendukung kelompok lokal seperti Kurdi dan Syi’ah saat
perlawanannya pada Saddam pada 1991-1992 , sebagai pengkhianatan atas prinsip-
prinsip demokrasi. Ironisnya, beberapa dari mereka yang menjadi target kritik yang
sama kemudian menjadi pendukung fanatik kebijakan neocons. Tahun 1992, mengacu
pada perang teluk pertama, Wakil Menteri pertahanan yang kedepannya menjadi Wakil
Presiden Dick Cheney, menyatakan:
"Jika kami yang pergi kesana, kami pasti masih akan punya pasukan di Baghdad
sekarang. Kami akan menjalankan pemerintahan. Kami tidak akan dapat mengeluarkan
seorangpun dan membawa setiap orang untuk pulang..."
"Dan pertanyaan di benak saya adalah berapa korban tentara Amerika lagi untuk harga
Saddam? Dan jawabannya tidak sebanyak sekarang. Jadi, kami pikir kami benar, baik
saat kami memutuskan mengusirnya dari Kuwait, tapi juga saat presiden membuat
keputusan bahwa kami akan mencapai tujuan-tujuan kami dan kami tidak akan mundur
dari usaha mengambil alih dan memerintah Irak."
Dalam beberapa tahun perang Irak, banyak pendukung neocons mendorong
penurunan Saddam Hussein. Pada 19 Pebruari 1998, sebuah surat terbuka untuk
Presiden Clinton ditandatangani belasan tokoh neocons, berikutnya, kelompok-
kelompok terkait seperti PNAC, mendesak tindakan keras untuk menurunkan Saddam.
Neocons juga menjadi anggota dari blue team, yang mendukung kebijakan konfrontasi
terhadap China dan dukungan militer yang kuat bagi Taiwan.
5. Bill Clinton dan Terpiggirkannya Neoconservatif (1993-2001)
Terpilihnya Bill Clinton sebagai Presiden AS pada tahun 1992 menjadi awal dari
tersingkirnya kelompok neoconservatif dalam lingkaran pengaruh pengambilan
44
keputusan. Setelah menikmati masa kejayaan pada pemerintahan Reagan dan berhasil
membujuk Bush untuk menyerang Irak, neoconservatif terpinggirkan dimasa Clinton.
Clinton lebih banyak terfokus pada permasalahan ekonomi daripada militer dan power
politics.
Robert Zoellick, ‘senior policymaker’ pada dua masa pemerintahan Bush senior,
banyak berpengaruh padanya. Dari perspektifnya, AS dapat dengan baik melayani
kepentingan ekonominya dengan bertindak sebagai katalis utama dari serangkaian
struktur integrasi ekonomi yang akan meningkatkan kemakmuran global.
Pertama, mereka akan memperdalam hubungan keamanan dan ekonomi resmi
dengan Eropa Barat dan Jepang. Kedua, AS akan meraih strata kedua partner-partner
potensial di Amerika Latin, Asia Timur, dan Eropa Timur untuk mengembangkan
hubungan institusi yang erat seperti North American Free Trade Association (NAFTA)
dan Asia-Pacific Economic Cooperation Forum (APEC). Ketiga, Russia, China, dan
negara Timur Tengah yang dimasa depan mungkin dibawa kedalam sistem ini. Strategi
ekonomi ini menyertakan kepemimpinan global AS yang tak tergantikan, karena posisi
ini mendukung pembentukan institusi ekonomi regional dimana AS berfungsi sebagai
poros utamanya
Dengan mengelaborasi ide-ide Zoellick, Clinton mengembangkan strategi Big
emerging Markets (BEM) yang menjadi inti kebijakan luar negerinya. Strategi ini
mengidentifikasi 10 pendorong ekonomi regional yang dianggap bisa membawa pada
pertumbuhan ekonomi-perdagangan terpimpin dan berhubungan baik dengan AS. "Big
Ten plus”, India, Indonesia, Korea, Meksiko, Brazil, Argentina, Polandia, Turki, dan
Afrika Selatan plus Taiwan dan Hong Kong—negara yang ekspansinya dapat
menguntungkan pasar-pasar tetangganya. Selain itu, Clinton cenderung pada upaya-
45
upaya penciptaan perdamaian melalui jalur diplomasi. Hal itu dapat dilihat dari
usahanya untuk mensponsori terciptanya perjanjian damai antara Israel-Palestina di
Oslo tahun 1993.89
Dengan kebijakan semacam ini hilanglah pengaruh neocons dalam pemerintahan
Clinton. Kemudian, neocons membentuk sebuah perkumpulan bernama Project for New
American Century (PNAC) tahun 1997. PNAC adalah proyek non-profit yang bertujuan
untuk meningkatkan kepemimpinan global AS. Meski berdiri pada tahun 1997,
sebenarnya gagasan untuk membangun proyek ini telah dicetuskan lima tahun
sebelumnya oleh Wolfowitz ketika menjadi pejabat Pentagon.90
Pada 26 Januari 1998, PNAC mengirimkan surat kepada Clinton mendesak agar
AS bersikap lebih tegas terhadap Irak. Neocons yakin kebijakan luar negeri AS di Irak
telah gagal. Karenanya, ancaman di Timur Tengah makin serius bagi AS pasca Perang
Dingin. Saddam Hussein dianggap memiliki senjata pemusnah masal yang dapat
mengancam kepentingan AS. Karena itu, untuk melindungi kepentingan AS di kawasan
Timur Tengah, AS harus menjatuhkan Saddam dari kekuasaan melalui berbagai cara
termasuk serangan militer. Hal ini perlu dijadikan tujuan kebijakan luar negeri AS.91
Namun, Clinton mengabaikan desakan tersebut. Dia lebih memilih mendukung
perjanjian antara PBB dan Irak pada 1998 untuk melakukan inspeksi senjata pemusnah
masal di wilayah Irak. Ketika inspektur PBB tidak menemukan bukti adanya senjata
pemusnah masal, Clinton tidak melakukan langkah militer seperti yang diinginkan
neocons. Clinton hanya mengirimkan sedikit misil ke Baghdad dalam beberapa momen
89 Ikenberry, Loc.Cit.90 Tahun 1992, Wolfowitz merumuskan sebuah rencana strategis pertahanan berjudul Defense Planning Guidance. Dokumen itu berisi blue print hegemoni AS di dunia. Setelah Sovyet runtuh, tidak satu negara pun yang mampu menandingi AS dalam perang konvensional. Namun, bukan berarti ancaman terhadap AS berakhir. Sebab masih ada kompetitor-kompetitor potensial yang harus dicegah untuk tampil sebagai pemain global. Lihat Trias Kuncahyono. 2005. Irak Korban Ambisi Kaum Hawkish. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, hal 27.91 www.newamericancentury.org/iraqclintonletter.htm, diakses 10/9/2006.
46
dan tidak pernah mengancam Saddam dengan kekuatan AS yang sesungguhnya.
Serangan militer dijalankan hanya ketika Irak mengancam AS, tetapi ketika ancaman itu
dihentikan serangan militer diakhiri.92
Kebijakan ini mengecewakan neocons karena Clinton dinilai tidak serius dalam
mengamankan kepentingan AS. Maka, pada 29 Mei 1998, PNAC mengirimkan surat
kepada Ketua DPR Newt Gingrich dan Pemimpin Mayoritas Senat Trent Lott agar
mendesak Clinton mengubah strategi kebijakan luar negeri AS. Mereka
merekomendasikan kedua pemimpin lembaga legislatif itu sebuah perubahan
substansial kebijakan luar negeri yang dapat mendorong Saddam jatuh dari
kekuasaannya. Kebijakan Clinton yang terlalu lunak harus diubah menjadi kebijakan
yang lebih keras, yaitu serangan militer.93
Untuk meloloskan ide-ide neocons, PNAC juga melakukan usaha lain. Di
legislatif, PNAC mempelopori pembuatan rancangan undang-undang dan mendorong
pengesahan Iraqi Liberation Act. PNAC juga menyalurkan dana jutaan dolar AS uang
pajak kepada kelompok oposisi Irak yang digalang oleh Ahmad Khalabi dan Kongres
Nasional Irak. Di luar itu, mereka membentuk Committee for the Liberation Irak untuk
menyebarkan gagasan kepada publik AS tentang perlunya memerangi Irak.94
Meskipun berbagai cara telah dilakukan untuk mengarahkan kebijakan luar
negeri AS kearah militer, namun, kebijakan luar negeri AS tidak berubah. Hingga akhir
masa kepemimpinannya, Clinton tidak melakukan serangan militer untuk menjatuhkan
Saddam. Presiden ke-42 AS ini telah mengabaikan desakan PNAC dan mengabaikan
neocons sama sekali.
92 Ikenberry, Loc.Cit.93 www.newamericancentury.org/iraqletter1998.htm, diakses tanggal 10/9/2006. Isi surat selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 3 laporan penelitian ini.94 Kuncahyono, Op.Cit., hal 5-6.
47
6. George W. Bush dan Kejayaaan Neoconservatif
a. Serangan 11/9 dan kemenangan ideologis neocons
Pada awal kampanye dan pemerintahannya, Bush tidak menunjukkan dukungan
kuat terhadap prinsip-prinsip neocons. Seperti saat kampanye Bush menyatakan
penentangannya atas ide “nation building” dan kebijakan awal konfrontasi dengan
China ditanganinya tanpa konfrontasi besar-besaran seperti yang dianjurkan para
pemikir neocons. Diawal pemerintahannya, beberapa neocons mengkritik Bush yang
dinilai tidak cukup mendukung Israel dan menyatakan bahwa kebijakan luar negeri
Bush tidak ada bedanya dengan Clinton.
Pengaruh neocons dalam pemerintah Bush mulai menguat pasca 11/9 saat
terjadinya perpindahan terstruktur ancaman komunisme kedalam Islam Politik.
Kemudian, Bush menginvasi Afghanistan, untuk menurunkan Taliban yang dituduh
melindungi Osamah bin Laden diikuti Irak, dengan alasan pemerintahnya diktator dan
mendukung terorisme, berhubungan dengan Al-Qaidah, memiliki senjata biologi dan
kimia, serta penolakan mematuhi resolusi-resolusi PBB terkait inspeksi senjata
pemusnah masal Irak dan blacklisting terhadap berbagai gerakan Islam.
Serangan 11/9 berhasil memposisikan AS dan Israel dalam posisi sebagai negara
demokrasi yang terancam oleh serangan teoris Muslim. Mereka, kemudian, memiliki
musuh bersama baru yang harus dilawan dan dihancurkan bersama. Lebih jauh,
beberapa neocons telah lama mendukung taktik pre-emptive attacks Israel, khususnya
serangan Israel tahun 1980-an terhadap fasilitas, yang diklaim, nuklir Libya dan Irak.
48
b. Doktrin Bush
Doktrin ini dimunculkan pasca 11/9, terkait dengan konsep bahwa negara yang
menjadi tempat para teroris adalah juga musuh AS. Neocons “memenangkan” posisi
ideologis pasca 11/9. Thomas Donnelly, rekan tetap thinktank neocons berpengaruh,
American Enterprise Institute (AEI), yang sudah berada dibawah pengaruh neocons
sejak dimasa Reagan menyatakan dalam "The Underpinnings of the Bush doctrine"
bahwa:
"Premis fundamental doktrin Bush adalah benar: AS punya alat—ekonomi, militer,
diplomatik—untuk merealisasikan tujuan-tujuan geopolitik ekspansifnya. Lebih jauh,
dan khususnya dalam melihat reaksi politik domestik pada serangan 11/9, kemenangan
di Afghanistan dan kemampuan luar biasa yang didemonstrasikan Presiden Bush dalam
memfokuskan memfokuskan perhatian nasional, sama benarnya bahwa Amerika
memiliki keinginan dan kekuatan politik yang diperlukan untuk menjalankan strategi
ekspansif."95
Dalam publikasi yang lain "The Case for American Empire" dalam media
konservatif Weekly Standard, Max Boot menyatakan bahwa "Respon paling realistis
terhadap terorisme adalah Amerika memainkan peran imperiumnya." Dia membantah
sentimen yang mengatakan bahwa AS harus menjadi satu bangsa yang lebih baik hati
dan lembut, harus menjauhkan diri dari misi keluar negeri, harus menjadi, dalam frase
Pat Buchanan, 'sebuah negara republik, bukan imperium', dan membantahnya sebagai
pendapat terbelakang. Serangan 11/9 adalah hasil dari ambisi dan keterlibatan AS di
luar negeri yang kurang ekspansif dalam mencapai tujuan. Presiden Bush telah
menyatakan penghargaannya atas buku Natan Sharansky, The Case For Democracy,
95 Neoconservative: Definition and views Loc. Cit.
49
yang mempromosikan sebuah filosofi kebijakan luar negeri yang sangat dekat dengan
neoconservatif. Presiden Bush menyebutnya "glimpse of how I think".96
Tahun 2005, para pendukung utama neocons menduduki pos-pos penting disisi
Bush, Wakil Presiden Dick Cheney, Menlu Condoleezza Rice, dan Menteri Pertahanan
Donald Rumsfeld. Namun, ada sedikit ganjalan dalam pemerintahan. Mantan Menlu
Colin Powell (dan Kementeriannya secara keseluruhan) banyak dilihat sebagai
penentang ide-ide neocons. Namun, pengunduran diri Powell dan pengangkatan Rice,
diikuti pengunduran diri masal di departemen luar negeri, pengaruh neocons di dalam
pemerintahan Bush semakin tak terbendung lagi.
Doktrin ini telah menjadi alat efektif dan mematikan dalam perang melawan
terorisme. Dengan mengklaim suatu negara sebagai tempat terorisme, Bush dapat
menginvasi, menempatkan militer, memberi sanksi, hingga mengucilkan negara,
organisasi, dan individu tertuduh seperti yang dijalankan di Afghanistan, Irak, Suriah,
Iran, dan organisasi-organisasi yang di klaim mendanai atau terkait terorisme.
96 Irving Kristol, “What is a Neoconservative?” Newsweek, January 19, 1976. dalam Neoconservative: Definition and views Loc. Cit.
50
BAB III
JARINGAN DAN POSISI KELOMPOK NEOCONSERVATIF
A. Peran Kelompok Kepentingan
Kelompok kepentingan (interest group) juga disebut pressure group atau lobby
group adalah kelompok atau individu terorganisir yang berbagi tujuan-tujuan umum
dan secara aktif berusaha mempengaruhi para pembuat kebijakan pemerintah dengan
metode langsung dan tidak, termasuk mengarahkan opini publik, melobi, dan
berkampanye. Di Washington sendiri terdapat 600 organisasi yang namanya dimulai
dengan American atau Americans pada D.C. telephone directory nya. 97
Hubungan berbagai kelompok kepentingan terorganisir merupakan salah satu
ciri unik sistem pembuatan kebijakan AS. Lebih dari 5,000 Political Action Committees
(PACs) dan kelompok lain berusaha mempengaruhi para pembuat kebijakan di Kongres
dan Eksekutif. Industri lobbying yang besar tumbuh selama tahun pemilihan umum dan
para anggotanya seringkali berkontribusi pada kampanye pemilu para kandidat.98
97 Steffen W. Schmidt, Mark.C. Shelley and Barbara A. Bardes. 1985. American Government and Politics Today. New York Los Angeles San francisco: West Publishing Company: hal. 201.98 Merriam-Webster Dictionary. 2004b. Military-Industrial Complex. Dalam http://www.m-w.com/cgi-bin/dictionary?book=Dictionary&va=military-industrial+complex, diakses 9/9/2006.
51
Koalisi dibangun diantara kelompok kepentingan, anggota Kongres dan agensi-
agensi eksekutif. Kelompok pro-Israel seperti American Israel Public Affairs Committee
(AIPAC) adalah diantara yang terbaik didanai di AS, dan sangat membatasi opsi-opsi
kebijakan Timur Tengah, siapapun yang berada di White House. Berbagai kelompok
lobi dan korporasi juga berperan dalam memperebutkan pengaruh. Korporasi
multinasional seringkali disubsidi, dan sebagai balas budi dia memenuhi beberapa peran
bagi pemerintah, seperti menyebarkan budaya dan teknologi Amerika keluar negeri.99
Military-Industrial Complex, yakni sebuah aliansi informal dari militer dan
departemen-departemen pemerintah dengan industri-industri pertahanan, juga
memainkan peran besar dalam formulasi kebijakan luar negeri. Sebagai hasil
perlombaan senjata perang dingin, industri pertahanan telah mencapai satu hubungan
dependen saling menguntungkan antara masyarakat, korporasi, dan pemerintah. Fakta
bahwa anggaran pertahanan masih sama dengan perang dingin dimasa Clinton dan
bahwa level penjualan senjata keluar negeri naik adalah hal yang wajar mengingat satu
dari 16 pekerja AS bersandar pada industri senjata untuk hidupnya. Pentagon sendiri
mensubsidi 170,000 kontraktor senjata.100
Hal ini tidak mengindikasikan bahwa secara sendiri military-industrial complex
melakukan konspirasi terhadap publik AS yang tidak bersalah dan hanya satu tangan
yang memformulasikan semua keputusan. Hasil-hasil poling telah menunjukkan publik
secara konsisten terbagi antara yang ingin anggaran pertahanan lebih banyak dan
sedikit.101
Lobi pertahanan adalah salah satu aktor penting. Militer juga tidak dapat
disalahkan sendiri sebagai pendorong perang. Dalam perang Vietnam, pandangan
99 Kegley & Wittkopf, op cit, hal. 303.100 Hilsman, op cit, hal. 207.101 Kegley & Wittkopf, op cit, hal. 297.
52
umum melihat keterlibatan perang langsung di Asia sebagai keputusan blunder. Seperti
negara demokrasi lain, AS mengoperasikan sistem monitor sipil atas militer.102
Akhirnya, sebelum lahirnya PNAC 1997, beberapa think tanks dan firma
konsultan memberikan pengaruh yang besar terhadap pemerintah. Personel Pentagon
sebelumnya atau para elit akademis dan bisnis banyak memenuhi posisi berbagai think
tanks ini. Council on Foreign Relations (CFR), think thanks berhaluan neoconservatif,
menyalurkan pilihan-pilihan para anggota masyarakat yang paling prestisius dan well-
connected kedalam proses pembuatan kebijakan. Majalahnya, Foreign Affairs, dianggap
sebagai kepanjangan mulut tidak resmi kebijakan pemerintah dan publikasi paling
bepengaruh terhadap kebijakan luar negeri.103
B. Sumber-sumber Kebijakan Luar Negeri dalam Badan-badan Eksekutif
1. Kekuasaan Konstitisional Presiden
Konstitusi AS memberikan presiden kekuasaan yang luas. Pasal II bagian 2
konstitusi AS menyerahkan kekuasaan eksekutif pemerintah di tangan presiden dengan
sumpah untuk menjaga, melindungi, dan mempertahankan konstitusi AS. Selain itu
pasal ini juga menunjuknya sebagai “Commander in Chief of the Army and Navy of
United States”, dan melakukan perjanjian dengan persetujuan sedikitnya dua pertiga
senator. Kekuasaan tambahan lainnya berdasarkan pasal ini adalah hak untuk menunjuk
duta besar, para menteri publik, dan konsul. Disisi lain, presiden punya sumber-sumber
102 Brewer, op cit, hal. 54.103 Program on International Policy Attitudes (PIPA) press release, Large Majority Perceives Bush Administration Still Saying Irak Supported Al-Qaidah, Had WMD, 20 Agustus 2004 dalam Elsje Fourie, Neoconservatism And Us Foreign Policy: A View From Venus Part II: The Bush Presidency And The War In Irak, dalam http://www.basicint.org/pubs/Papers/2004nc02.htm--basicdiscussionp2 diakses 29/5/2007.
53
kekuatan dalam proses pengambilan kebijakan luar negeri yakni; tradisi, preseden, dan
kepribadian presiden.104
Pertama, presiden punya akses informasi dari CIA, State Department, dan Defense
Department yang membuatnya mampu membuat keputusan secara cepat. Disini tentu
saja individu-individu utama dalam ketiga lembaga tersebut sangat berpengaruh pada
kebijakan luar negeri AS yang dihasilkan yang ternyata ditempati tokoh-tokoh neocons.
Kedua, presiden adalah pemimpin legislatif yang dapat mempengaruhi jumlah
dana yang akan dialokasikan di berbagai program yang berbeda. Dalam kasus kebijakan
anti Islam Politik berbagai proposal dana dari LSM, lembaga penelitian, dan think tank
yang berorientasi neoconservatif mendapat kucuran dana yang mudah dan besar dari
pemerintah AS yang dibahas dalam bab berikutnya.
Ketiga, presiden secara moral dapat mengatasnamakan negara dalam kebijakan
luar negerinya. Sebagai kepala negara terbesar di dunia, sekali dibuat sebuah komitmen
untuk AS olehnya, sulit bagi Kongres atau siapapun untuk mengabaikannya.105
2. Sumber Kekuasaan pembuatan Kebijakan Luar Negeri AS
Setidaknya ada 4 sumber kekuasaan dalam pembuatan kebijakan luar negei dalam
badan eksekutif; Department of State, National Security council, Intelligence
community and informational program, dan Department of defense.
a. Department of State
Prinsipnya, Department of State adalah sebuah badan eksekutif yang paling terkait
secara langsung dengan urusan luar negeri. Saat presiden baru terpilih, dia biasanya
104 Holsti, K.J. 1995. International Politics: A Framework for Analysis, 7th ed. Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall, p. 263.105 Steffen W. Schmidt, Mark.C. Shelley ,and Barbara A. Bardes. IbidHal. 595-597
54
berkata pada publik AS bahwa dia mengangkat Menlu barunya sebagai pemimpin
kebijakan luar negeri bangsa. Sehingga, orang yang duduk di posisi ini mencerminkan
apa yang hendak dijalankan oleh presiden sendiri.
b. National Security Council (NSC)
Tugas NSC dirumuskan dalam National Security Act tahun 1947 adalah
memberikan nasihat pada presiden atas integrasi kebijakan domestik, luar negeri, militer
terkait keamanan nasional. Tujuan yang lebih besar adalah memberikan kontinuitas
kebijakan dari satu pemerintahan ke pemerintahan selanjutnya.
c. Intelligence Community
Badan ini terdiri dari empat puluh atau lebih badan atau biro pemerintah yang
terlibat dalam aktivitas intelejen. Pada 24 Januari 1978, presiden Carter mengeluarkan
Executive Order 12036 dimana dia secara formal menentukan anggota utama resmi
komunitas intelejen; Central Intelligence Agency (CIA), National Securit Agency
(NSA), Defense Intelligence Agency (DIA), Office within deparment of Defense,
Bureau of Intelligence and Research in the Department of State, Federal Bureau of
Investigation, Army Intelligence, Air Force Intelligence, Department of Treasury, Drug
Enforcement Administration, dan Department of Energy.
d. Department of Defense(DOD)
DOD dibuat tahun 1947 untuk menjalankan semua aktivitas militer AS dibawah
yurisdiksi satu departemen yang dipimpin oleh seorang Secretary of Defense dari
kalangan sipil. Disisi lain, Joint Chiefs Of Staff, yang terdiri dari para komandan dari
tiap badan militer dan seorang ketua, dibuat untuk memformulasikan strategi militer
terunifikasi. Badan ini memiliki lebih dari satu juta pegawai sipil dan dua juta personel
militer. Mayoritas anggaran badan ini dihabiskan untuk kontrak dengan firma-firma
55
sipil, karenanya, tidak mengejutkan sebuah hubungan simbiotik telah dibangun antara
para kontraktor pertahanan sipil dengan DOD. Pada 1969, Lockhead Aircraft memiliki
210 pegawai mantan DOD, Boeing 169, Mcdonnell Douglas Corporation 141, General
Dynamics Corporation 113, dan North American Rockwell Corporation 104. Militer
juga memiliki tangan politik yang kuat; DOD mempekerjakan lebih dari 350 lobbyists,
2,850 orang Public Relations di dalam dan luar negeri AS. 106
C. Jaringan Neocons Didalam dan Diluar pemerintahan
1. Neocons Didalam Kepresidenan dan Kongres
Jika definisi neocons di bab sebelumnya dipakai, sangat sedikit neocons 'sejati'
dalam Senate ataupun House. Namun, hal ini tidak mengingkari keberadaan neocons
disepanjang spektrum politik AS dan yang di bab sebelumnya telah dipaparkan
munculnya satu generasi konservatif baik dalam Republikan dan Demokrat, dengan
banyak perwakilan yang menyetujui garis besar agenda neocons pemerintah Bush.
Kemudian, meskipun sedikit inisiatif neocons yang telah dihasilkan dalam kongres,
legislatif secara konsisten berjalan seiring pemerintah Bush dan keberhasilan neocons
telah menempel pada dukungan legislatif, secara langsung maupun tidak.
Selama masa pemulihan perang Irak, hingga akhir 2006, hampir tidak ada
tuntutan pada pemerintah untuk keluar dari Irak dan kritik atas klaim-klaim kepemilikan
atas WMD Irak. Demikian pula, sedikit anggota Kongres yang mempertanyakan
parameter-parameter dasar yang dirancang Bush untuk 'War on Terror'. Dalam
gelombang patriotisme pasca 11/9, para politisi nampak hati-hati menampakkan
106 Ibid. hal. 597-605
56
kekritisan berlebihan dan keputusan untuk perang terlihat seperti "dijalankan dengan
kaca mata kalkulasi politik domestik dibanding dari kepentingan kelompok".107
Partai Republik telah memegang mayoritas House of Representatives sejak
1994, dan 2002 Senat pun dikuasai. Artinya, dukungan bagi Bush saat itu masih terjaga.
Delapan puluh satu Demokrat juga memilih perang ke Irak. Hanya setelah Bush
meminta $87 miliar untuk rekonstruksi Irak dan Afghanistan di bulan September 2003
kemudian sikap permisif ini berubah dan Kongres menerapkan persyaratan lebih ketat
untuk pemakaian uang itu. Dominasi eksekutif tidak berarti bahwa Bush sendiri
neocons. Dia menjadi Presiden dengan platform anti-nation-building yang
meminggirkan peacekeeping dan mencirikan kekuatan AS berlebihan dan terlalu
banyak terlibat urusan negara-negara lain.108
Terlebih lagi, neocons tidak sungguh-sungguh mendukung Bush selama awal
kampanye presidennya, yang takut kebijakannya akan sama seperti ayahnya. Beberapa
bahkan mendukung Senator Arizona John McCain.109 Norman Podhoretz, yang
dianggap sebagai salah satu grandfathers of neoconservativism, mengakui dukungan
awalnya untuk Senator McCain saat Presiden Bush menganugerahinya Presidential
Medal of Freedom.110
Salah satu alasan pemilihan Cheney sebagai pendamping Bush adalah untuk
menenangkan pihak yang menginginkan meningkatnya pengaruh dan kontrol AS di
107 Elsje Fourie, Neoconservatism And Us Foreign Policy: A View From Venus Part II: The Bush Presidency And The War In Irak, dalam Loc.Cit.108 Dziubinski, M.G. & Yetiv, S.A. 2003. "National Security, Budgeting, and Policy Priorities: The Role and Importance of Candidate and President Bush." In America's War on Terror, edited by P. Hayden et al. Aldershot: Ashgate. hal. 46. dalam Loc.Cit.109 Lind, op cit.110 Janofsky, M. 2004. "Author of Bush Doctrine Honors a Devoted Fan". The New York Times, June 24. dalam Loc.Cit.
57
Timur Tengah. Selain memberikan jaminan bahwa Wapres yang berpengalaman akan
menutup kekurangpengalaman dan pengetahuan Presiden. Musim panas tahun 2000,
seorang wartawan menanyai Bush, yang saat itu sebagai kandidat calon presiden,
tentang Taliban dan dia hanya mengangkat bahu tidak tahu apa yang harus dia katakan.
Wartawan itu harus membantunya sedikit dengan menyatakan “diskriminasi perempuan
di Afghanistan”, agar Bush sadar. Dia menjawab; “ Taliban di Afghanistan! Tentu saja.
Penindasan. Saya kira anda bicara tentang salah satu grup rock.”.111
Pasca 11/9, Bush telah memberikan dukungannya pada neocons; ideologi
unilateralis dan meyakini American exceptionalist, seperti dalam ucapannya "at some
point, we may be the only ones left. That's OK with me. We are America". Doktrin
Bush, yang diterjemahkan dalam beberapa pidatonya segera pasca 11/9 dan digunakan
sebagai dasar menyerang Afghanistan, merefleksikan ambisi neocons dan
penyederhanaan moral dengan tidak membuat perbedaan antara teroris dan negara
tempat mereka beroperasi.
Sebagai pendatang baru dalam urusan politik dunia, Bush membanggakan
dirinya atas keyakinan dan ketepatan akan instingnya dari pada kerumitan intelektual-
dia menyatakan dirinya, "I'm not a textbook player. I'm a gut player",112 dan "I don't do
nuance". Dia amat terkenal dengan kebiasaan tidak membaca surat kabar, karena
menurutnya "a lot of times there's opinions mixed in with news", karenanya dia
bergantung pada sumber-sumber obyektif yang memberitahunya apa yang perlu
dilakukan, neocons.113
111 Woodward, B. 2002. Bush at War. London: Simon & Schuster, hal. 81. dalam Loc.Cit.112 Ibid, hal. 137.113 Bush, G.W. 2003. Special Report with Brit Hume: An Exclusive Interview with President Bush" (transcript), September 23. Fox News. dalam http://www.foxnews.com/story/0,2933,98111,00.html, diakses 22/01/2007.
58
Bush menjalankan manajemen model lepas tangan (hands-off) yang dia yakini
mencegahnya dari keruwetan yang mengganggu pembuatan keputusan. "I'm confident
in my management style. I'm a delegator because I trust the people I've asked to join the
team. I'm willing to delegate. That makes it easier to be President," ungkapnya dalam
wawancara dengan Diane Sawyer dari ABC Desember 2003. Seperti ungkap Lind
bahwa, Bush telah "menyerap kombinasi budaya Texas; machismo, anti-intellectualism
dan overt religiosity", pemadat dimasa muda, play boy kurang terdidik, gagal dalam
bisnis sebelum menjadi gubernur Texas, fundamentalis Kristen yang pro-Zionisme yang
mempermudah siapapun didekatnya untuk mengambil keuntungan dari sedikitnya
pengalaman dan pengetahuannya.114
Dari fakta-fakta diatas dapat disimpulkan bahwa Bush adalah pembuat kebijakan
yang mudah dipengaruhi dengan peran yang dihormati dan terlalu berkuasa. Karenanya,
para penasehatnya - birokrasi pembuat kebijakan eksekutif – menjadi sangat penting,
dan didalamnya dapat ditemukan figur beserta pemikiran neocons. Jaringan ini
mengikat sekelompok pembuat kebijakan dan intelektual dalam aliansi yang kuat dalam
kepresidenan serta Kongres.
2. Neocons dalam Think Tanks dan Birokrasi
a. Think Thanks dan Tokoh neocons diseputar Bush
Neocons dapat dibagi kedalam dua kelompok; praktisi dan ideologis, dimana
yang pertama sebagai pendukung terkuat doktrin ini, terdiri dari para intelektual
pertahanan dari East Coast yang sering bertemu dan telah mencurahkan bagian akhir
114 Presidency of George W. Bush dalam http://en.wikipedia.org/wiki/Presidency_of_George_W._Bush diakses 1/7/2007.
59
karirnya untuk mendukung perubahan rezim di Irak. Meskipun mayoritas dari mereka
telah menduduki pos-pos di pemerintahan dimasa Reagan, Nixon dan diawal
pemerintah Bush, bahkan hingga saat ini masih menduduki posisi penting, mereka
dipandang terlalu kontroversial untuk menduduki posisi-posisi tertinggi.115
Pimpinan kelompok ini dan individu yang paling mencerminkan neocons
modern adalah mantan deputi Menteri Pertahanan Paul Wolfowitz. Dibawah kebijakan
menteri pertahanan tahun 1992, Wolfowitz menyusun draf Defense Planning Guidance
yang menyatakan bahwa containment bukanlah strategi yang tepat pasca perang dingin,
mendukung AS memastikannya sebagai satu-satunya superpower, dan yang pertama
kali berisi aksi militer pre-emptive dalam kebijakan pemerintah.116
Hanya lima hari setelah serangan 11/9, Wolfowitz menganjurkan untuk
menyerang Irak pada pertemuan NSC.117 Menurutnya, Setelah serangan 11/9 yang
dibutuhkan Amerika adalah satu pemikiran ideologis yang siap dengan blueprint detail
dan masuk akal untuk meresponnya. Blueprint tersebut telah dirumuskan Wolfowitz
dalam Defense Planning Guidance tahun 1992 untuk alasan dan konteks yang berbeda,
dan draf Wolfiwitz lah yang akhirnya dipilih Bush. 118
Neocons lain, Richard Perle, adalah mantan kepala Defense Policy Board
(kelompok kuat pemberi nasehat pada pemerintah) dan menjadi dewan penasehat
hingga Pebruari 2004. Perle secara konsisten menjadi salah satu yang paling vokal
115 Istilah "East Coast" seringkali diasosiasikan dengan wilayah timur laut dan Mid-Atlantik AS, khususnya untuk konsep-konsep budaya seperti "Eastern college" atau "East-coast liberal" atau "I-95 Corridor". Bagian tenggara pantai Amerika dari Virginia hingga Florida secara kultural lebih berhubungan dengan Selatan Amerika yang lebih luas. Lihat http://en.wikipedia.org/wiki/East_Coast_of_the_United_States diakses 30/8/2007.116 PBS. 2003a. Analyses: 1992: First Draft of a Grand Strategy. Frontline: Truth, War and Consequences. http://www.pbs.org/wgbh/pages/frontline/shows/Irak/themes/1992.html, diakses 22/5/2006.117 Seperti dikutip dalam Woodward, 2002, op cit, 91.118 Halper & Clarke, op cit, hal. 10.
60
mendukung penurunan Saddam, menentang détente dan putaran kedua Strategic Arms
Limitation Treaty negotiations tahun 1970-an. Perle telah memiliki pengaruh dalam
pemerintahan jauh melewati peran resminya: dia mengakui menelpon penulis naskah
pidato Bush sesaat setelah serangan 11/9 memberi nasehat agar Bush memberikan
peringatan keras pada negara pendukung terorisme.119
Para intelektual neocons bersuara lantang melalui berbagai think tanksnya
seperti American Enterprise Institute, Center for Security Policy, dan PNAC.
Penandatanganan PNAC termasuk tokoh-tokoh terkemuka seperti Cheney, Jeb Bush
(adik Bush), Libby, Rumsfeld, Huntington, Fukuyama dan Wolfowitz. Para think tank
ini telah menjadi agitator bagi penurunan Saddam Hussein setidaknya sejak menulis
surat pada Clinton 1998 memintanya menjadi prioritas utama pemerintahannya. 120
Hampir semua neocons ideologis punya satu hal yang sama, yaitu hubungan
dekat dengan Cheney yang menjadi Wakil Presiden paling berpengaruh dan berkuasa
dalam sejarah AS. Cheney ditunjuk memimpin periode transisi dimasa pemilihan Bush
November 2000 hingga pengangkatannya dua bulan kemudian, dan telah menggunakan
posisinya untuk mengangkat sekelompok sekutu neoconsnya. Cheney sering disebut
"Bush's personal CIA", dan juga suara terakhir yang ingin didengar Bush sebelum
membuat keputusan-keputusan penting.121
Cheney menghabiskan sebagian besar harinya bersama Bush, dan memiliki
akses besar yang belum pernah terjadi sebelumnya di pertemuan-pertemuan dan
119 Perle, op cit.120 Wilson, op cit.121 Lechelt, J. 2003. The Loyal Foot Soldier: Vice President Cheney in the War on Terror. In America's War on Terror, edited by P. Hayden et al. Aldershot: Ashgate, hal. 65. dalam Elsje Fourie, Neoconservatism And Us Foreign Policy: A View From Venus Part II: The Bush Presidency And The War In Irak. Loc.Cit.
61
intelejen sensitif NSC. Cheney bertemu Bush setiap pagi dan kemudian beberapa waktu
dihari khusus serta memimpin disamping Bush pada pertemuan-pertemuan staf
kebijakan-ekonomi di White House dan mendapat dua kantor di White House dan
House of Representatives.122
Sesaat pasca 11/9, Bush menugasi Cheney memprediksi intelejen domestik
terkait ancaman senjata kimia dan biologi. Pengaruhnya yang kuat dilihat dari profilnya
yang tidak menonjolkan diri dan fakta bahwa dia tidak dilihat sebagai rival bagi Bush
karena Cheney berulangkali menunjukkan ketidakmauannya dicalonkan menjadi
Presiden. Dia bertemu secara pribadi dengan para pemimpin Arab yang dia kunjungi,
menyisihkan Menteri Luar Negeri saat itu, Colin Powell.123
Cheney dan Rumsfeld termasuk neocons praktisi yang menonjolkan ideologi
unilateralismenya, seperti terlihat dalam penarikan AS dari perjanjian Anti-Ballistic
Missile (ABM) Desember 2001 dan memblok usaha-usaha internasional untuk
memperkuat konvensi senjata biologi, bahkan meski serangan antraks di musim gugur
2001 nyata menunjukkan bahaya terorisme biologis. Sepanjang 2002, pemerintah
melanjutkan secara intensif kampanye menentang International Criminal Court (ICC)
yang memiliki yurisdiksi terhadap warga AS. Tapi pada awalnya mereka tidak meyakini
nation-building dan terlalu berambisi mengubah tatanan dunia dan dengan 11/9
segalanya menjadi lebih mudah.124
Mengikuti 11/9, perencanaan perang Irak dimulai akhir tahun 2001 dimana
ketika itu para anggota kabinet dilaporkan memberitahukan para pejabat tinggi militer 122 LeMann, N. 2001. Letter From Washington: The Quiet Man. The New Yorker, May 7. At http://newyorker.com/archive/content/?040906fr_archive06, diakses 20/7/2006.123 Blumenthal, S. 2004. America's Military Coup. The Guardian, May 13. At http://www.guardian.co.uk/Irak/Story/0,2763,1215613,00.html, diakses 10/03/2007.124 Hoffmann, op cit.
62
bahwa tidak hanya Irak yang akan menjadi target perubahan rezim tapi juga Syria, Iran,
Lebanon, Somalia, Sudan dan Libya.125 Kebanyakan neocons dipandang kaum militer
sebagai 'chickenhawks', yang tidak pernah bertugas di militer (atau jika sudah, tidak
pernah ikut berperang).
Richard Gephardt, Tom Daschle, Al Gore, George McGovern, Jimmy Carter,
Walter Mondale, John Kerry dan banyak lagi orang penting Demokrat justru telah
bertugas di militer. Kebalikannya, hanya sedikit orang berpengaruh di Republik
melakukannya: Roy Blunt, Tom Delay, Rudy Giuliani, George Pataki, John Ashcroft,
Jeb Bush, Carl Rove, Gingrich, Cheney, Wolfowitz, Feith, Perle, Abrams-tidak pernah
berperang. Pendukung neocons yang paling berpengaruh di pers pun punya sangat
sedikit pengalaman, termasuk Sean Hannity, Rush Limbaugh, Bill O'Reilly, Pat
Buchanan, Bill Kristol, dan lainnya. Mereka seringkali tidak dipercayai oleh pasukan
militer karir di pemerintahan, beberapa bahkan menuduhnya serampangan dalam
mengirimkan pasukan.126
Selama proses perancangan perang, Bush menyaksikan konflik antar
departemen, khususnya antara departmen luar negeri dan pertahanan yang tidak pernah
terjadi sebelumnya yang terjadi secara terbuka dan intens. Presiden, biasanya tidak
menoleransi ketidaksepemahaman dalam pemerintahannya, menoleransi pertentangan
diantara anggota NSC akan menunjukkan ketidakmampuan atau ketidakmauan untuk
menerapkan aturan.127
125 Drew, op cit.126 Lind, op cit.127 Drew, op cit.
63
Powell yang menentang perang- setidaknya diawal- dilaporkan berani
mempertanyakan kebijakan Bush, You understand the consequences? You know that
you're going to be owning (Irak)?128 Hasilnya, Powell dikeluarkan dari posisi pembuat
keputusan utama masalah ini. Departemen Pertahanan dilaporkan kadang gagal
menghadiri pertemuan antar departemen yang dirancang staf NSC untuk menyelesaikan
perbedaan-perbedaan kebijakan.129
Dominasi atas DepHan ini dengan jelas ditampilkan dalam kegagalan DepLu
mengiringi Future of Irak Project, yang dibebani perencanaan pembangunan pasca
perang Irak sebesar $5 juta untuk proyek diikuti 13 jilid rekomendasi kontrol ekstensif.
Namun, karena pemikiran detail tentang situasi pasca perang mengindikasikan adanya
potensi masalah dan biaya, yang dinilai memperlemah posisi AS, proyek inipun tidak
dihiraukan.130 Para pejabat lain yang melanggar disiplin administrasi
menggelembungkan prediksi-prediksi keuangan biaya perang menghadapi hukuman
serupa: ketua penasehat ekonomi White House dipaksa mundur setelah memperkirakan
keseuruhan biaya perang antara $100 dan $200 miliar.131
Sebagaimana dijelaskan diawal, peran National Security Advisor bervariasi dari
satu pemerintah ke pemerintah berikutnya, dengan pengecualian, dia biasanya tidak
punya peran besar dalam membuat kebijakan luar negeri. Kantor ini dibuat sebagiannya
untuk bertindak sebagai 'wasit' diantara para pembuat kebijakan, hubungan antara
National Security Advisor dan presiden adalah faktor penentu kekuatan pengaruh NSC.
128 Woodward, 2004, op cit, hal. 320.129 Thomas, E. et al, 2003, op cit.130 Fallows, op cit.131 Ibid.
64
Hal ini terbukti benar, dalam kasus Condoleezza Rice, seorang realis, yang
menjaga tetap sangat low profile sepanjang proses perang. Namun, dia punya hubungan
sangat khusus dengan Bush, dan, menurut Woodward, adalah satu-satunya orang yang
pendapatnya tentang perang disampaikan secara langsung (dia merekomendasikan
perang).132 Rice hampir selalu menyetujui Bush sepanjang waktu, dan kurang
memberikan perhatian pada perselisihan didalam NSC. Seorang mantan pejabat tinggi
mengkritiknya dengan menyatakan; “She thinks her job is just to figure out what the
president is trying to say and then to say it more articulately”.133
Peran CIA dalam perang secara khusus patut diperhatikan. Organisasi ini telah
gagal berulang kali di Irak, cuci tangan dari usaha kudeta yang gagal di berbagai negara,
perencanaan pembunuhan, dan ingkar janji. Tahun 1991, ribuan warga Kurdi dan Syiah
dieksekusi Saddam Hussein setelah CIA mendorong mereka memberontak, tapi
kemudian mengabaikan dukungan militer untuk mereka. Saat itu, Direktur CIA, George
Tenet, memperkirakan peluang sukses aksi seperti ini nol, dan mengusulkan hanya
invasi militer penuh akan meyakinkan warga Irak akan ketulusan AS dan mendapatkan
kepercayaan mereka. 134
Sedemikian jauh aksi-aksi CIA di negara lain dan yang justru dilupakan adalah
kewajiban utama badan ini; mengumpulkan dan menganalisa data. CIA justru lebih
banyak melakukan peringatan berlebihan dibanding berkonsentrasi menemukan, jika
ada, hubungan intelejen Saddam dan Bin Laden atau kemampuan dan kepemilikan
WMD Irak. Klaim bahwa Al-Qaidah telah mencari uranium dari Niger telah lama tidak
dipercayai didalam komunitas intelejen, tapi tidak satupun menentang pidato Bush.
132 Woodward 2004, op cit, hal. 276.133 Thomas, E. et al, 2003, op cit.134 Woodward 2004, op cit, hal. 74.
65
Dalam banyak kasus, pemerintah memotong komite intelejen. Pemerintah juga menolak
data intelejen Perancis yang telah lama ditempatkan di dalam rezim Baathist yang
menyatakan tidak adanya WMD.135 Greg Thielman, mantan pimpinan Strategic,
Proliferation and Military Affairs pada biro intelejen Deplu, juga menuduh adanya
manipulasi besar-besaran fakta ini telah terjadi, dan faktanya tidak ada WMD.136
Peran dan praktek di lembaga think tanks dan para tokoh neocons di seputar
Bush menuju pada satu arah; yakni mengambalikan dekade seperti perang dingin
dimana nilai dan kekuatan Amerika dan sekutu dapat disatukan dalam perang ideologi
suci yang digabungkan dengan promosi keamanan nasional Amerika. Dengan cepat, AS
mulai menunjukkan kebutuhan lebih besar pada unilateralisme dan kekuatan militer.
b. Biografi Think Tanks Utama Neocons
Think tanks memiliki peran yang cukup besar dalam mempengaruhi perumusan
kebijakan luar negeri AS. Sebagai pusat gerakan di luar pemerintahan, think tanks
menghasilkan berbagai pemikiran strategis untuk kebijakan pemerintah. Dari sini,
kemudian, mereka melancarkan kritik dan tuntutan eksternal kepada pemerintah untuk
mengikuti hasil pemikirannya.
Pada sisi lain, mereka juga berperan sebagai lembaga tangki pemikir yang hasil
kajiannya digunakan pemerintah untuk mengambil keputusan. Dalam posisi demikian,
bisa jadi kebijakan pemerintah bertumpu pada gagasan-gagasan yang diwacanakan
kelompok kepentingan ini. Kalangan neocons berkiprah dalam dua cabang itu. Think
Tanks yang dipegang atau dimasuki neocons selain berperan sebagai lembaga
135 Margolis, op cit.136 Thielmann, G. 2003. "Interview". PBS Frontline: Truth, War and Consequences, July 10. At http://www.pbs.org/wgbh/pages/frontline/shows/truth/interviews/thielmann.html, diakses 7/3/2007. untuk update investigasi atas kegagalan intelejen ini bisa dilihat pada BASIC web site http://www.basicint.org/Irak_update.htm
66
pengkritik kebijakan, juga bertindak sebagai mitra kerja pemerintah yang hasil
pemikirannya melandasi kebijakan yang diambil. Berikut ini adalah gambaran identitas
dan aktivitas mereka di berbagai think tanks.
1. American Enterprise Institute (AEI)
AEI adalah sebuah lembaga think tanks konservatif yang didirikan 1943, dengan
misi "membela prinsip-prinsip serta meningkatkan institusi kebebasan AS dan
kapitalisme demokrasi, pembatasan peran pemerintah, mendukung perusahaan privat,
dan kebebasan dan tanggungjawab individu, kebijakan luar negeri yang efektif dan
waspada, akuntabilitas politik, serta debat terbuka." AEI menyatakan diri sebagai
organisasi nonprofit independen. Pembiayaannya dari hibah dan kontribusi dari
berbagai yayasan, korporasi, dan individu. AEI muncul sebagai salah satu arsitek utama
kebijakan publik pemerintahan kedua Bush. Lebih dari dua lusin alumni AEI bertugas
dalam pos kebijakan atau salah satu panel dan komisi di pemerintahan Bush.
Sebagai organisasi nonprofit, institusi ini didanai oleh sejumlah yayasan,
perusahaan, dan individu. AEI menerima lebih dari 30 juta dolar AS dari beberapa
penyandang dana, antara lain Bradley Foundation, Castle Rock Foundation, Earhart
Foundation, JM Foundation, Microsoft Corporation, Philip M. McKenna Foundation,
John M. Olin Foundation, Sarah Scaife, dan Smith Richardson Foundation.137
AEI banyak dikritik atas agenda politiknya yang pro-zionis dan neoconservatif.
Pada 18 Mei 2003, BBC menampilkan program "The War Party", Meyrav Wurmser,
istri dari anggota AEI David Wurmser dan anggota The Hudson Institute, menyatakan
bahwa mayoritas dari anggotanya adalah Yahudi dan mereka semua pro-Israel, sebagian
137 American Enterprise Institute dalam http://www.answers.com/topic/american-enterprise-institute diakses 26/5/2007
67
lebih fanatik dari yang lain. Para anggota AEI yang dipercayai presiden AS diantaranya;
Christopher DeMuth, pejabat dimasa Reagan, telah menjadi presiden AEI sejak 1986
dan Lee Raymond, mantan CEO ExxonMobil, juga wakil ketua dewan penasehat AEI.
Sejumlah Ilmuwan dan rekanannya; John R. Bolton. Lynne Cheney, istri Dick
Cheney. David Frum, rekan tetap, penulis dan juru tulis Bush. Reuel Marc Gerecht
seorang rekan tetap, direktur timur tengah PNAC dan mantan spesialis ahli timur tengah
CIA. Ayaan Hirsi Ali, mantan politisi Belanda, aktivis perempuan kanan dan
pengkritik Islamisme dan hukum Syar'iah. Frederick Kagan, sejarawan penandatangan
PNAC Rebuilding America's Defenses (2000) bersama dengan Robert bersaudara dan
ayahnya rekan tetap neocons, Donald Kagan. Jeane Kirkpatrick mantan perwakilan
permanen AS di PBB dan rekanan senior AEI hingga meninggal tahun 2006.
2. Center for Security Policy
Center for Security Policy (CSP) memiliki misi untuk mempromosikan
perdamaian internasional melalui kekuatan adidaya AS. Meski mengidentifikasikan
dirinya sebagai organisasi non-partisan, CSP memiliki ikatan kuat dengan Partai
Republik dan pemerintahan Bush. Dua anggotanya bergabung dalam Departemen
Pertahanan di bawah pimpinan Rumsfeld, yakni Perle dan Feith. Anggota lain yang
dikenal luas di AS adalah Gaffney dan James G. Roche. Oleh sebab itu, sulit dibantah
jika lembaga yang berdiri tahun 1988 ini tidak berafiliasi dengan neocons.138
CSP dikenal memiliki ideologi konservatif yang kuat. Hal ini bisa disimak dari
tujuan strategis untuk “promote peace through US strength” yang dilandasi kuat pada
keinginan mengokohkan peran AS di pentas dunia dengan mengandalkan hegemoni
138 www.wikipedia.org/wiki/Center_for_Security_Policy, diakses 7/3/2007.
68
Amerika. Untuk itu, pengembangan senjata nuklir perlu dilakukan untuk dapat semakin
menegaskan kekuatan hegemonik AS tanpa tertandingi negara-negara lain.139
Di samping itu pula, dukungan terhadap Israel juga merupakan titik krusial.
Sebagai sekutu utama di Timur Tengah, negara Yahudi itu diharapkan dapat menjamin
stabilitas politik dan keamanan di kawasan tersebut tanpa melupakan kepentingan-
kepentingan strategis AS. Untuk tujuan ini, CSP mendapat dukungan dari kelompok
lobi Yahudi, JINSA dan Jewish Institue for International Affairs. Hal ini tidak
terelakkan karena Perle dan Feith juga merupakan anggota JINSA. Terhadap perjanjian
non-proliferasi nuklir yang digagas PBB, organisasi perdamaian dan segala sesuatu
yang meminggirkan peran Amerika, CSP menempatkan diri sebagai pengkritik.
Untuk memasukkan pemikirannya kepada pemerintahan Bush, selain
mengandalkan Perle dan Feith, CSP menerbitkan publikasi Occasional Papers Series
yang ditulis para pemikir neoconservatif dan selanjutnya dikirimkan kepada para
pengambil kebijakan di jajaran pemerintahan Bush. Tidak hanya itu, lembaga ini juga
membeli tayangan spot televisi guna memasukkan iklan berisi pemikiran strategis yang
diproduksinya.140
Sama halnya dengan lembaga neocons lain, penyokong dana CSP juga
merupakan lembaga donor neocons seperti Scaife Foundation, John M. Olin
Foundation, Bradley Foundation. Ditambah pula Shelby Culolom Foundation, William
H. Donner Foundation, dan JM Foundation.141
3. Hudson Institute
Hudson Institute (HI) mulai beroperasi dalam kancah politik AS sejak tahun
1961. Didirikan di New York oleh Herman Kahn dan beberapa anggota RAND
139 Ibid.140 Ibid.141 www.wikipedia.org/wiki/Center_for_Security_Policy, diakses tanggal 14/7/2006.
69
Corporation, HI memiliki misi mempromosikan perubahan kebijakan publik dengan
mengacu pada nilai-nilai Amerika. Komitmen terhadap free market dan tanggung jawab
individu, kepercayaan terhadap kekuatan teknologi dalam mendorong masyarakat
menuju kemajuan, penghargaan terhadap pentingnya agama dan budaya dalam
hubungan antar manusia, serta dorongan terhadap peningkatan keamanan nasional
Amerika menjadi dasar pemikiran HI untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah.142
Setelah kematian Kahn, institusi ini memindahkan kantor pusatnya ke
Indianapolis pada 1984 dan selanjutnya pada 2004 memusatkan segala aktivitasnya
dalam kancah pemikiran dan penelitian di Washington. Penyandang dana kegiatan
Hudson Institute adalah perusahaan-perusahaan seperti Monsanto, Du-Pont, Sandoz,
Dow-Elanco, Ciba-Geigy, ConAgra, Cargill, dan Procter & Gamble. Politisi papan atas
yang berafiliasi dengan Hudson Institute adalah mantan Wakil Presiden Dan Quayle dan
Gubernur Indiana Mitch Daniels. Selain itu, sejumlah neocons juga menjadi anggota
lembaga ini; antara lain Perle, Podhoretz, Abrams, Irwin Stelzer, dan Donald Kagan.143
4. Committee for the Liberation of Irak
Committee for the Liberation of Irak (CLI) adalah kelompok kepentingan yang
memiliki tujuan untuk menjatuhkan Saddam Hussein dari kursi kepresidenan Irak.
Dalam pernyataan resminya, mereka menegaskan untuk "promote regional peace,
political freedom and international security through replacement of the Saddam Hussein
regime with a democratic government that respects the rights of the Iraqi people and
ceases to threaten the community of nations."144
Organisasi ini dibentuk dengan meniru model kesuksesan lobi dan kampanye
uintuk memperluas aliansi NATO. Karena kesamaan tujuannya dengan PNAC, CLI
142 www.wikipedia.org/wiki/Hudson_Institute, diakses tanggal 14/7/2006.143 Ibid.144 www.wikipedia.org/wiki/Committee_for_the_ Liberation_of_Irak, diakses 14/7/2006.
70
memiliki hubungan yang sangat erat dengan think tank utama neoconservatif tersebut.
Di samping itu pula, koneksi erat disambung dengan AEI. Kedekatan ini disebabkan
angota-anggota CLI juga terlibat dalam jajaran PNAC dan AEI. Anggotanya, yang
kebanyakan berpaham neoconservatif, adalah individu-individu berpengalaman dalam
pentas politik dan kancah pemikiran strategis Amerika. Tercatat sebagai figur-figur
penopang kelompok ini adalah Gingrich, mantan Menteri Luar Negeri George Schultz,
dan Senator Arizona John McCain. Ditambah pula anggota pemerintahan Bush seperti
Perle dan Randy Scheunemann serta Kirkpatrick, Cohen, Bruce Jackson, William
Kristol, Gary Schmitt, dan James Woolsey.145
5. Foundations for the Defense of Democracies
Foundations for the Defense of Democracies (FDD) adalah organisasi non-profit
yang didirikan tidak lama setelah serangan 11 September 2001. Organsiasi yang
berpusat di Washington ini menempatkan riset dan pendidikan perang melawan
terorisme sebagai aktivitas utamanya. Mereka menghasilkan analisis terhadap ancaman
teroris global serta mengeksplorasi faktor-faktor sejarah, budaya, filosofis, dan ideologi
yang mendorong terorisme dan mengancam jaminan kebebasan individual dalam
masyarakat demokratis. Pendiri dan penasihat organisasi ini adalah para neocons
William Kristol, Perle, Forbes, Kirkpatrick, Woolsey, Gingrich, dan Jack Kemp.146
Program FDD bertumpu pada sokongan terhadap gerakan pro-demorasi,
aktivitas antiterorisme di dunia Islam, dan gerakan perlawanan Islam radikal. Lembaga
ini bekerja sama dengan banyak kelompok pro-demokrasi di kawasan Timur Tengah
dan aktif mendorong Irak menuju pemerintahan demokratis. Selain itu, FDD
memberikan beasiswa bagi mahasiswa AS untuk belajar ke negara-negara Timur
145 Ibid.146 www.wikipedia.org/wiki/Foundation_for_the_Defense_of_Democracies, diakses 7/3/2007.
71
Tengah guna mempelajari penanganan terorisme. Di situ mereka berdiskusi dengan
mahasiswa lain dari Turki, Jordania, Israel, India, dan negara-negara lain tentang
pembasmian terorisme di negara masing-masing. Banyak alumni program ini yang
kemudian bekerja di institusi intelijen dan pertahanan.147
FDD mengkombinasikan riset kebijakan, pelatihan demokrasi, komunikasi
strategis, dan jurnalisme investigatif untuk mencapai tujuan. Mereka berkonsentrasi
pada upaya untuk membentuk opini dan memenangkan perang pemikiran di media
massa, kampus, komunitas kebijakan, baik di dalam maupun luar negeri. Untuk
melaksanakan semua programnya, institusi ini mendapatkan dana dari DepLu.148
6. Jewish Institute for National Security Affairs
Sebagai gerakan penyokong kepentingan Yahudi, neocons tak dapat dilepaskan
dari keterkaitannya dengan kelompok lobi Yahudi. Salah satu lembaga Yahudi yang
banyak diperkuat neocons adalah Jewish Institute for National Security Affairs
(JINSA). JINSA adalah organisasi penghasil pemikiran strategis tentang kepentingan
keamanan nasional AS. Tujuannya ada tiga, yaitu mendorong kebijakan keamanan
nasional AS yang efektif dan kuat, mendidik para figur pemimpin AS agar
memperhatikan kepentingan vital terkait dengan hubungan AS dan Israel, dan
memperkuat kerjasama AS dengan sekutu-sekutu demokratisnya di seluruh dunia.149
JINSA menegaskan bahwa Israel memiliki peran besar dalam menjaga
kepentingan AS, terutama di Timur Tengah. Maka, terdapat titik singgung antara
kebijakan pertahanan AS dengan keamanan Israel, yakni kebijakan AS di Timur Tengah
selalu mendukung kepentingan keamanan wilayah Israel. Maka dari itu, JINSA
147 Ibid.148 Ibid.149 www.jinsa.org/about/about.html, diakses 14/7/2006.
72
mendukung perubahan rezim di negara-negara pendukung terorisme seperti Irak,
Suriah, Afghanistan, Iran, Lebanon, dan Libya.150
Bagi kelompok lobi ini, kepemilikan senjata pemusnah masal oleh suatu negara
merupakan ancaman teror bagi AS, Israel, dan kepentingannya. Karenanya, tokoh-tokoh
JINSA seringkali mendesak pemerintah AS agar memperkuat keamanan nasional
Amerika dan memberi pelajaran negara-negara pendukung terorisme. Tokoh-tokoh
tersebut adalah mereka yang amat dikenal dengan ideologi neoconservatifnya seperti
Kirkpatrick, Perle, Ledeen, dan Woolsey. Keterlibatan neocons di JINSA menancap
kuat melalui program pertukaran taktik dan pengalaman menghadapi teroris antara AS
dan Israel tahun 2002. Fokus utama program ini adalah pengiriman para elit pertahanan
AS ke Israel untuk memberikan pelatihan dalam menangkal terorisme.151
7. Center for Strategic and International Studies
Sebagai lembaga pemikir strategi kebijakan luar negeri, Center for Strategic and
International Studies (CSIS) yang berdiri pada 1964 di Washington tidak lepas dari
bidikan kelompok neoconservatif. Di lembaga think tank ini, pemikiran neoconservatif
terepresentasi pada sosok Fred C. Ikle sebagai personel yang turut mewarnai hasil
rumusan pemikiran kebijakan luar negeri dan pertahanan AS. Pada periode pertama
pemerintahan Bush, CSIS dipimpin oleh mantan Menteri Pertahanan John Hamre yang
menjabat sejak tahun 2000.152
Isu-isu strategis yang berkaitan dengan politik, ekonomi, dan keamanan menjadi
sasaran kajian CSIS. Lembaga ini fokus pada semua aspek kebijakan luar negeri dan
pertahanan, terutama dengan tren dan isu yang sedang muncul serta yang memiliki efek
150 www.wikipedia.org/wiki/Jewish_Institute_for_National_Security_Affairs, diakses 7/3/2007.151 Ibid.152 www.wikipedia.org/wiki/Center_for_Strategic_and_International_Studies, diakses 14/7/2006.
73
jangka panjang di lingkup internasional. Termasuk di antaranya kajian tentang terorisme
global di kawasan Timur Tengah.153
8. National Endowment for Democracy
National Endowment for Democracy (NED) adalah organisasi non-profit, berdiri
tahun 1983, yang berkeinginan mendorong tatanan masyarakat demokratis di seluruh
dunia. Direktur NED terdiri dari 5 orang; Bayh, Frank Carlucci (Carlyle Group), dan
Wesley Clark, serta pemikir neoconservatif, Novak (AEI) dan Fukuyama.154
Meskipun dikelola oleh kalangan non-pemerintah, pendanaan kegiatan NED
berasal dari sumbangan pemerintah melalui Kongres. NED pertama kali didanai oleh
Presiden Reagan tahun 1982 dan dibentuk oleh studi awal yang ditanggung American
Political Foundation. Sumber dana NED berasal dari anggaran AS yang mengalir ke
Departemen Luar Negeri melalui US Agency for International Development (USAID).
Juga dari Smith Richardson Foundation, John M. Olin Foundation, dan Bradley
Foundation. Di dalam negeri, dana itu didistribusikan kepada Center for International
Private Enterprise, National Democratic Institute of International Affairs, International
Republic Institute , dan Free Trade Union Institue.155
Di luar AS, NED secara berkala juga menyediakan dana bagi perkembangan
demokrasi. Setiap kali diadakan pemilu di negara-negara tertentu, NED selalu
mendukung kandidat yang mendukung hak-hak perusahaan AS untuk berinvestasi di
negara-negara tersebut. Sebelum Pemilu 1990 di Nikaragua, Presiden Geroge H.W.
Bush mengirim 9 juta dolar AS kepada NED dengan alokasi 4 juta dolar AS untuk
menyumbang kampanye kandidat oposisi Violeta Chamorro yang akhirnya meraih suara
mayoritas sebesar 55%. NED juga merupakan instrumen kebijakan luar negeri AS
153 Ibid.154 www.wikipedia.org/wiki/National_Endowment_for_Democracy, diakses 7/3/2007.155 Ibid.
74
karena hasrat kuatnya untuk mendanai gerakan pro-demokrasi. NED membantu
mendorong terpilihnya pemerintahan secara demokratis di Bulgaria (1990), Albania
(1990), Mongolia (1996), Filipina (1986), dan Ukraina (2004). Semua langkah itu
dilakukan sebagai upaya untuk memperluas pengaruh AS.156
9. Heritage Foundation
Heritage Foundation (HF) adalah lembaga think tank kebijakan publik
berorientasi konservatif yang sangat berpengaruh di Washington. Didirikan pada tahun
1973, ini bertujuan untuk merumuskan dan mempromosikan kebijakan yang
berdasarkan pada pembatasan peran pemerintah, kebebasan individu, nilai-nilai
Amerika, dan konsep pertahanan nasional yang kuat. Lembaga ini adalah pusat riset dan
pendidikan yang berupaya menawarkan solusi terhadap segala permasalahan
berdasarkan ide, prinsip, dan tradisi yang bisa membuat Amerika jaya. Dalam situs
resminya, HF menyatakan bahwa visinya adalah membangun sebuah Amerika yang
menumbuhkan kebebasan dan kemakmuran. Tentu, semua itu dilandasi oleh nilai-nilai
konservatif ya)ng harus dipromosikan secara agresif dengan pemasaran ide yang
inovatif tanpa dana dari pemerintah.157
Heritage Foundation memiliki staf ahli yang mempunyai pengalaman bertahun-
tahun di dunia bisnis maupun politik. Mereka rajin mengirimkan solusi atas
permasalahan yang dihadapi Amerika ke eksekutif, legislatif, dan media massa. Tujuan
akhir dari solusi tersebut adalah membangun Amerika yang lebih aman, lebih bebas,
lebih kuat, lebih makmur, dan lebih jaya.158
Pertama muncul, HF dipimpin aktivis konservatif Paul Weyrich. Sejak 1974,
presiden lembaga ini Edwin Feulner Jr., yang sebelumnya staf anggota Kongres Phil
156 www.wikipedia.org/wiki/National_Endowment_for_Democracy, diakses 14/7/2006.157 www.heritage.org/About/aboutHeritage.cfm, diakses tanggal 14/3/2006.158 www.wikipedia.org/wiki/Heritage_Foundation, diakses tanggal 14/7/2006.
75
Crane. Hingga tahun 2001, HF menerbitkan majalah Policy Review, jurnal kebijakan
publik berpengaruh yang kemudian diambil alih The Hoover Institution. Di kalangan
think tank yang berkedudukan di Washington, Heritage Foundation menempati posisi
terpandang. Banyak personelnya menempati posisi berpengaruh dalam bisnis dan
pemerintahan AS seperti Paul Bremer, John F. Lehman, Richard Allen.159
Dana HF berasal dari Amway Corporations, Bradley Foundation, John M. Olin
Foundation, dan Scaife Foundation. Untuk perorangan, Richard Mellon Scaife dan
Josep Coors (pemilik Coors Brewing Company) tercatat sebagai penyandang dana di
samping banyak penyandang dana kecil lain. Disamping itu, Heritage juga menerima
ratusan ribu dolar dari Korea Selatan, yakni Samsung dan Corea Foundation.160
Hubungan erat antara neocons dan lembaga donor yang mayoritas berhubungan
erat dengan korporasi-korporasi raksasa AS memberikan kemudahan bagi neocons
untuk menjalankan semua agendanya. Posisi ini diperlancar dengan para tokohnnya
yang juga memiliki posisi strategis dalam pemerintahan bahkan sebagian adalah mantan
direktur atau CEO yang menjadi pejabat atau sebaliknya. Investasi jaringan ini tak akan
mudah hancur meski misalnya Bush atau Partai Republik tidak berkuasa lagi.
3. Neocons dalam Korporasi dan Lobi Yahudi
a. Korporasi
Dalam proses pembuatan kebijakan luar negeri AS, beberapa kelompok
kepentingan mempunyai pengaruh lebih besar dari yang lain. Ada dua kelompok
kepentingan yang sangat berperan dalam memasukkan agenda neocons menjadi
159 Ibid.160 Ibid.
76
mainstream. Yang pertama adalah korporasi, khususnya perusahaan dalam military-
industrial complex. Mayoritas neocons di pemerintahan memiliki kepentingan bisnis
dan mengambil keuntungan dari 'pintu yang terbuka' diantara para eselon tertinggi di
lingkungan privat dan publik.
Contoh paling menonjol adalah konglomerasi multinasional Halliburton.
Halliburton telah mempunyai posisi di dalam White House setidaknya sejak 1992,
ketika anak cabangnya Kellogg-Brown & Root (KBR) mendapat kontrak
menguntungkan program logistik tambahan sipil / 'Logistics Civil Augmentation
Program' (LOGCAP), yang digambarkan oleh Briody sebagai "cek kosong yang efektif
dari pemerintah". Tahun 1997, Halliburton kalah dalam penawaran kontrak LOGCAP
pada pesaingnya DynCorp. Tapi Angkatan Bersenjata masih memberikan kontrak tanpa
penawaran pada Halliburton untuk membangun beberapa basis militer di Balkan, dan
Halliburton, begitu membuat para pemimpin pemerintah terkesan hingga Wapres Al
Gore memberikan penghargaan "Hammer" atas efisiensinya.161
Ikatan erat antara pemerintah dan perusahaan mungkin menjelaskan mengapa
politisi karir seperti Cheney, dengan tanpa pengalaman bisnis, dijadikan CEO dari 1995
hingga nominasinya sebagai Wapres 1999. Dimasanya Halliburton mendapatkan
pengaruh dan keuntungan terbesarnya di Washington: pendanaan LOGCAP naik dari
$144 juta tahun 1994 menjadi $423 juta 1996, dan pada 2001 KBR sekali lagi
memenangkan LOGCAP, saat itu untuk jangka waktu dua kali dari normalnya yang
lima tahun. Selama dua tahun awal masa jabatan Cheney, pengeluaran perusahaan untuk
161 Briody, D. 2004. Profits of War. The Guardian, July 22. hal. 16. dalam Elsje Fourie, Neoconservatism And Us Foreign Policy: A View From Venus Part II: The Bush Presidency And The War In Irak. Loc.Cit.
77
lobbying ke Kongres jatuh dari $1.2 juta menjadi hanya $600 000.162 Cheney terus
menerima gaji yang ditangguhkan dari mantan atasannya hingga 2005.
Perang Afghanistan dan Irak telah menjadi perang yang sangat menguntungkan
bagi Halliburton yang membangun 1,000 sel tahanan di teluk Guantanamo, serta di
Bagram dan Kandahar. Dalam apa yang secara luas dikritik sebagai proses penawaran
yang tidak kompetitif, Halliburton memenangkan kontrak terbesar yang diberikan pada
perusahaan untuk membangun kembali infrastruktur minyak Irak (firma jasa ladang
minyak terbesar di dunia). Perusahaan ini sekarang dibawah investigasi resmi dengan
berbagai tuntutan; melanggar sanksi sebelum perang Irak dan di Iran, penipuan,
penyuapan dan kolusi dengan pemerintah AS.163
Menurut Singer, pemerintah AS di Irak mempekerjakan setidaknya 15,000
tenaga kontraktor sipil privat (umumnya mantan militer), dari lebih dari 30 negara.164
Kemudian merencanakan untuk membuat 14 landasan abadi di Irak yang telah
menciptakan pekerjaan untuk beberapa dekade untuk perusahaan-perusahaan militer
privat (PMCs).165 Jumlahnya dalam dua perang teluk menggambarkan kenaikan
penggunaan PMCs: selama perang teluk 1 1991 untuk tiap satu kontraktor terdapat 50
personel militer terlibat. Pada perang 2003, rasionya 1 banding 10. Disamping konflik
potensial terkait kepentingan, tren ini juga memunculkan masalah kontrol dan
akuntabilitas di dalam Angkatan Bersenjata, seperti pelanggaran di Abu Ghraib.166 Para
162 Singer, P.W. 2004. Warriors for Hire in Irak. The Brookings Institution, April 15. At http://www.brookings.edu/views/articles/fellows/singer20040415.htm, diakse 19/10/2006.163 CBS, 2004. New Fuel to Halliburton Fraud Fire. CBS Evening News, August 18. At http://www.cbsnews.com/stories/2004/08/17/eveningnews/main636644.shtml, diakses 25/10/2006.164 Ibid.165 Spolar, C. 2004. 14 'Enduring Bases' Set in Irak. Chigago Tribune, March 23.166 See Isenberg, D. 2004. A Fistful of Contractors: The Case for a Pragmatic Assessmentof Private Military Companies in Irak. BASIC Research Report 2004.2 September. dalam http://www.basicint.org/pubs/Research/2004PMC.htm.
78
kontraktor ini semakin berperan penting digaris depan pertempuran tanpa proteksi,
peraturan, dan perhatian publik atas tindakan-tindakannya.
Perusahaan-perusahaan lain juga mengeksploitasi koneksinya dengan tokoh
neocons terkemuka. Pada 2002, Lockheed Martin, Boeing dan Northrop Grumman-tiga
besar pabrik senjata AS-yang menerima lebih dari $42 miliar kontrak di Pentagon.167
Carlyle Group, dana ekuitas privat berbasis Washington, memiliki reputasi menyewa
para mantan pejabat publik seperti George H.W. Bush dan James Baker, mantan Menlu
yang memimpin kampanye resmi untuk menghentikan penghitungan ulang di Florida
tahun 2000.168 The Economist telah menuduh perusahaan ini, yang juga menjalankan
beberapa aset keluarga Bin Laden, atas praktek kronisme dan monopoli. 169
Jendral Jay Garner ditunjuk sebagai direktur Pentagon's Office of
Reconstruction and Humanitarian Assistance untuk Irak berdasarkan pengalamannya
dalam mengamankan area pengungsi Kurdi di utara Irak di akhir operasi Desert Storm
1991. Meski penunjukannya kontroversial, namun, karena dia Presiden sebuah
perusahaan senjata yang menjual, diantaranya, rudal Patriot yang dipakai dengan
pengaruh besar di Israel dan Irak posisinya aman. Seperti yang diungkap seorang analis,
"'Sangat tidak sesuai untuk seorang berfungsi di dalam peran administratif dan
kemanusiaan sekaligus berperan dalam perusahaan yang berfungsi menyediakan alat
untuk menyukseskan operasi militer AS. "170
167 Hartung, W.D. 2004. Making Money on Terrorism. The Nation, February 5. dalam http://www.thenation.com/doc.mhtml?i=20040223&c=2&s=hartung, diakses 5/7/2006.168 The Economist. 2003. "C for Capitalism". The Economist, June 26, hal. 24.169 Ibid, hal. 24.170 Armstrong as quoted in Morgan, O. 2003. US Arms Trader to Run Irak. The Observer, March 30. At http://observer.guardian.co.uk/business/story/0,6903,925309,00.html, diakses 7/6/2006.
79
Perang Irak memainkan peran penting dalam meningkatkan anggaran militer
dari $315 miliar menjadi $379 miliar antara 2001 dan 2003.171 Kebanyakan korporasi ini
dan yang serupa, kemudian, mempunyai motif dan alat untuk menjadi pendukung kuat
perang. Salah satu motif utama adalah minyak. Minyak telah lama menjadi alasan
kehadiran AS di Saudi dan kawasan teluk. Ketergantungan minyak AS terus naik: tahun
2000, 60% kebutuhan minyaknya dari impor, dibanding 42% tahun 1990.172 Industri
minyak adalah salah satu pedukung utama kampanye Bush.
Insentif-insentif ekonomi telah memainkan satu peran penting dalam
mempengaruhi para pembuat kebijakan. Hal ini mungkin lebih memotivasi neocons
seperti yang dijalankan Perle, Wolfowitz dan rekan-rekannya. Salah satu trademarks
seorang neocons sejati adalah tidak terlalu memperhatikan implikasi-implikasi finansial
dari kebijakan yang dijalankan karena dibelakangnya adalah korporasi besar. Cheney
dan Bush adalah politisi karir dan juga figur penting korporasi sebelum dan sesudahnya.
Condoliza Rice adalah mantan anggota dewan direksi Texaci Chevron, Ketua Dewan
Keamanan Nasional (NSC) dan sekarang menteri Luar Negeri.173
Asisten Menteri Ekonomi, Khatlee B. Cooper, adalah pimpinan The Economist
dan manajer divisi energi dan ekonomi Exxon Mobil. Lalu, Christine Whitmark,
Administrator Badan Perlindungan Lingkungan, adalah pemegang saham Exxon Mobil.
Berikutnya, Gale Norton, Menteri Dalam Negeri, bekerja di firma hukum sayap kanan
yang didanai Exxon Mobil, Amoco, Chevron, dan Ford. Donald Evans, Menteri
Perdagangan yang dulunya CEO for Tom Brown Inc. (perusahaan gas dan minyak di
171 Rogers, op cit, hal. 83.172 Ibid, hal. 59.173 John Perkins. 2005. Confession of an Economic Hit Man. Jakarta: Abdi Tandur. Hal. 88.
80
Danver). Paul H. O’Neill, Bendahara Negara, adalah penyokong AEI dan direktur
Institute for International Economics yang keduanya disponsori Exxon Mobil.174
Sedangkan, Grup Carlyle, sebuah korporasi ekuitas swasta dengan aset $ 12-14
miliar yang bergerak di bidang pertahanan, telekomunikasi global, dan investor bank
dan perusahaan asuransi dimana milyaran dolar dana pensiun dan investor berduit mulai
dari Singapura hingga Abu Dhabi disimpan disini. Lima pemain sentral dalam pintu
putar bisnisnya adalah Bush senior, Bush junior, Sekretaris Pertahanan Thomas
Rumsfeld, mantan Menlu James baker III, Wapres Dick Cheney, dan Frank Carlucci.
Koneksi Bush dan carlyle dalam perang melawan teror bisa dibuktikan lewat investasi
utama di KorAm bank di Korsel dan perusahaan telekomunikasi Mercury. 175
Berikutnya, dalam kampanye presiden Bush jr., Enron adalah salah satu
kontributor terbesar selain Exxon Mobil dengan lebih dari tiga perempat juta dolar
selama delapan tahun termasuk kampanyenya sebagai Gubernur Texas. Yang lebih
hebat lagi, lebih dari setengah kontributor utama kampanyenya ternyata memiliki
hubungan dengan Enron, salah satunya adalah Morgan Stanley Bank, Anderson
Consulting, Credit Suisse First Boston, Citigroup`s Salomon Smith Barney, dan bank of
America. Sebelum kejatuhannya, pemerintah Bush menggunakan kekuasaannya untuk
mencegahnya. Dia menaikkan harga listrik di Caliornia yang dibeli Enron dengan
memanipulasi pasokan listrik. 176
Sementara itu, hubungan erat Exxon-neocons dalam Partai Republik bisa dilihat
dari sumbangannya yang besar dibanding Demokrat terhadap kandidat kongres dalam
tiap-tiap pemilu. Pada rentang 1990-2006, Demokrat hanya mendapatkan sumbangan $
174 Exxon Mobil dalam www.opensecrets.org/orgs/summary.asp?ID=D000000129&nAME=Exxon+Mobil diakses 13/2/2007.175 Bernd Hamm. 2005. The Bush gang Kelompok Elit yang Menghancurkan; Serangan Neoconservatif terhadap Demokrasi dan Keadilan. Jakarta: PT. INA PUBLIKATAMA. Hal. 61-2.176 Huck Gutman. Bush’s biggest Donors had Link To Enron, common Dream 15-01- 2002. dalam Ibid.
81
1,176,106 atau 13 persen. Disisi lain, Republik mendapatkan $ 7,844,664 atau 87 persen
dari total bantuan dalam rentang waktu yang sama177
Dari temuan terkait hubungan neocons dengan sejumlah korporasi besar diatas
menunjukkan kekuatan keuangan yang mendukung neocons dalam memperjuangkan
ideologi dan agenda-agendanya. Disini terungkap bahwa neocons tidak akan pragmatis
dalam perjuangannya terkait pendanaan bahkan mereka menggunakannya untuk
mempermudah tercapainya target-target mereka. Korporatokrasi Amerika versi neocons
sebagaimana yang dipaparkan John Perkins benar-benar terjadi. Hubungan saling
menguntungkan antara korporasi dan birokrasi dijalankan dengan baik oleh para kader
neocons didalamnya untuk ambisi rasisnya dalam ideologi Pax Americana.
b. Lembaga Donor
Disamping korporasi, Organisasi-organisasi neocons lebih sering didanai secara
langsung oleh yayasan atau lembaga donor konservatif. Berikut profil beberapa lembaga
donor konservatif yang secara terang-terangan membantu pendanaan neocons:
1. Bradley Foundation
Bradley Foundation adalah lembaga donor berpengaruh dengan aset sebesar
setengah miliar dolar AS. Mereka menyediakan dukungan penting bagi kelompok yang
menuntut invasi ke Irak sebagai respon atas serangan 11/9 seperti PNAC dan John M.
Olin Centre for Strategic Studies. Pada 2003, Presiden Bradley Foundation, Michael S.
Joyce menyatakan bahwa Bush telah dipengaruhi oleh neoconservatif. Lembaga ini juga
mendanai kegiatan AEI, Heritage Foundation, CSP, dan NDD.178
Bradley Foundation didirikan dua bersaudara Lynne dan Harry dengan tujuan
untuk memperkuat kapitalisme demokrasi AS, institusi, dan juga prinsip-prinsipnya.179
177 Exxon Mobil dalam Loc.Cit.178 www.wikipedia.org/wiki/Bradley_Foundation, diakses 9/9/2006.179 www.bradleyfdn.org/board.html, diakses tanggal 14/8/2006.
82
Untuk itu, lembaga ini akan mendukung siapapun yang memiliki kepedulian terhadap
penyebaran nilai-nilai demokrasi AS, seperti pembatasan peran pemerintah dan
peningkatan partisipasi masyarakat menuju masyarakat yang bebas. Sebab, Bradley
Foundation meyakini masyarakat bebas adalah masyarakat terbaik.180
2. Scaife Foundation
Scaife Foundation adalah lembaga donor milik keluarga Scaife yang tersebar
dalam empat institusi: Sarah Mellon Scaife, Carthage , Allegheny, dan Scaife Family
Foundation. Keempat lembaga yang tergabung dalam Scaife Foundation ini mewarisi
kekayaan Richard Mellon Scaife, seorang pengusaha yang memimpin perusahaan
minyak raksasa Mellon Industrial Oil. Scaife Foundation pertama kali aktif mendanai
kegiatan konservatif pada tahun 1973 ketika Richard Mellon masih menduduki kepala
lembaga ini. Kemudian, berlanjut pada tahun 1993, Scaife dan Chartage mengucurkan
dana sebesar 17,6 juta dolar kepada 150 think tank konservatif.181
Program pendanaan dari Scaife terutama ditujukan kepada program kebijakan
publik yang berkonsentrasi pada isu internasional dan isu domestik skala besar.182
Program-program yang digulirkan kelompok neocons sangat sejalan dengan hal ini.
Karena itu, tak heran selama kurun waktu 1985-2001, Scaife Foundation mendonasikan
uang jutaan dolar kepada lembaga-lembaga neocons. Heritage Foundation memperoleh
15,86 juta dolar, AEI menerima 4,41 juta dolar, CSIS mendapatkan 6,69 juta dolar, dan
1,8 juta dolar disumbangkan kepada Hudson Institute.183
3. John M. Olin Foundation
180 www.bradleyfdn.org/programs.html, diakses 14/9/2006.181 www.mediatransparency.org/funderprofile.php?funderID=3, diakses 9/9/2006.182 www.scaife.com/sarah.html, diakses 9/9/2006.183 www.sourcewatch.org/index.php?title=Scaife_Foundations, diakses 14/9/2006.
83
Lembaga didirikan tahun 1953 oleh John Merril Olin (1892-1982), pengusaha
yang bergerak dalam bidang industri. Olin memiliki komitmen tinggi untuk
menegakkan prinsip-prinsip kebebasan ekonomi politik kapitalis Amerika. Tujuan
utama dari John M. Olin Foundation adalah mendukung proyek yang memperkuat
institusi ekonomi, politik, kapitalis Amerika. Juga, mempromosikan pemahaman
bersama yang mendorong studi yang berkaitan dengan hubungan kebebasan ekonomi
dan politik.184 Pada tahun 2001, lembaga ini mengucurkan dana 20,483 juta dolar AS
kepada sejumlah institusi, termasuk institusi neoconservatif seperti PNAC, AEI, CSIS,
CSP, NED, Hudson Institute, dan Heritage Foundation. Dana besar juga diberikan untuk
mengembangkan pemikiran neoconservatif di kampus-kampus elit Amerika.185
c. Lobi Yahudi
Beberapa pejabat berhaluan neocons mempunyai ikatan erat dengan partai sayap
kanan Israel, Likud dan/atau organisasi-organisasi domestik pro-Israel seperti JINSA
dan AIPAC. Ariel Sharon adalah sekutu penting dalam "War on Terror" yang
memandang perlawanan Palestina sama dengan serangan teroris di AS. Perle telah
dianugerahi oleh Zionist Organisation sebagai "pro-Israel activist" dan rekan dari partai
Likud. Dia berpendapat bahwa hak-hak pendudukan Tepi Barat tidak dapat dibatalkan
dan pendudukan kembali wilayah dibawah otoritas Palestina sekarang ini, "even though
the price in blood would be high".186 Tahun 1970, dia dikeluarkan dari posisinya
sebagai ajudan Senator Henry Jackson saat FBI menemukannya tengah mendiskusikan
informasi rahasia dengan pejabat kedutaan Israel.187
184 www.jmof.org/, diakses tanggal 14/9/2005.185 www.sourcewatch.org/index.php?title=John_M._Olin_ Foundation, diakses tanggal 14/9/2006.186 Lobe, J. 2004. Spy Probe Scans Neocon-Israel Ties. Inter-Press Service, September 1. At http://domino.ips.org/ips/eng.NSF/vwWEBMainView?SearchView&Query=%28jim+lobe%29+&SearchMax=100&SearchOrder, diakses 7/10/2006.187 Lobe, op cit.
84
Kejadian Perle tahun 1970 bukanlah kasus tunggal dimana FBI sekarang tengah
meninjau serangkaian investigasi kontra-intelejen terkait hubungan antara para pejabat
tinggi pemerintah dan Israel yang tidak pernah dilanjutkan. Menurut FBI, kantor
Douglas Feith tahun 2001 menyediakan informasi sangat rahasia, termasuk draf
kebijakan AS terhadap Iran, untuk AIPAC, yang kemudian diberikan pada kedutaan
Israel. Dua dekade sebelumnya, Feith juga diturunkan dari posisi Middle East Analyst
dimasa Reagan dengan tuduhan serupa. Seorang deputi Perle juga telah dituntut karena
menyetujui ekspor bahan-bahan sensitif ke Israel tanpa mengikuti prosedur tepat. 188
Relevansi lobi Israel terhadap perang Irak adalah isu yang hangat, tapi
kebanyakan mengarah pada isu untuk membentuk negara tetangga Israel yang lebih
simpatik, demokratis, dan terkontrol yang memainkan peran dalam kebijakan invasi.
Tahun 1996, Perle dan Feith mengarang sebuah makalah untuk masukan, yang sekarang
terkenal, bagi perdana menteri dari partai Likud Netanyahu berjudul’ "A Clean Break: A
New Strategy for Securing the Realm". Makalah ini secara eksplisit meminta AS dan
Israel bersama-sama "fokus menurunkan Saddam Hussein – sebuah target penting Israel
berdasarkan hak-haknya – sebagai sarana mencegah ambisi regional Syria", dan
memperingatkan bahwa " masa depan Irak dapat mempengaruhi strategi keseimbangan
di timur tengah secara keseluruhan.189 Penekanan Wolfowitz bahwa "jalan ke timur
tengah melalui Baghdad," juga mengacu pada bantuan Saddam pada para pembom
bunuh diri Palestina, menekankan bahwa Saddam adalah hambatan terbesar proses
perdamaian dan menurunkannya akan membawa kedamaian bagi Israel.190
188 Marshall, J.M. 2004. Iran-Contra II?. The Washington Monthly, September. At http://www.washingtonmonthly.com/features/2004/0410.marshall.html, diakses 7/10/2006.189 Institute for Advanced Strategic and Political Studies. 1996. Study Group on a New Israeli Strategy Toward 2000: A Clean Break: A New Strategy for Securing the Realm. At http://www.israeleconomy.org/strat1.htm, diakses 7/10.2006.190 seperti dikutip dalam Drew, op cit.
85
Lobi Israel, tidak bisa disamakan dengan komunitas Yahudi-Amerika yang lebih
bervariasi, telah menjalankan teknik lobi ekonomi yang jauh lebih baik dan berpengaruh
dibanding kelompok lobi manapun. Lobinya sering dibagi kedalam berbagai kebijakan
domestik Israel, tapi mereka lebih bersatu jika berkaitan dengan kebijakan AS terhadap
Israel. Mereka mendukung pendanaan berskala besar bagi Israel-yang telah menerima
lebih dari $70 miliar sejak 1979-serta perlindungan diplomatik tanpa syarat dari AS di
PBB dan bantuan lainnya.191
Yang lebih buruk, mereka juga dikenal berhubungan dengan kampanye rahasia
dan mendaftar hitamkan pengkritik dalam pemerintahan dan diluar. Parahnya, kritik
pada Israel di AS hanya dibatasi hanya dari right-wing (Buchanan) dan left-wing
(Chomsky). Hal ini menjadikan kritik memusat pada hak-hak Israel untuk eksis dalam
keamanan dan kedamaian, tapi tidak misalnya, memberikan syarat bantuan pada
perilaku tidak manusiawi Israel.192
Meski tidak bisa dikatakan bahwa lobi Israel mengontrol sepenuhnya kebijakan
luar negeri AS, karena, kebijakan luar negeri AS secara kontinyu dipengaruhi oleh
berbagai aktor. Namun, military-industrial-petroleum complex dan lobi Israel tidak
diragukan lagi berperan sebagai dua alasan terbesar untuk invasi ke Irak. Berbagai motif
dan kepentingan dibalik keputusan jelas ditemukan dalam pernyataan Wolfowitz dalam
wawancara dengan Vanity Fair bahwa "For reasons that have a lot to do with the U.S.
government bureaucracy we settled on the one issue that everyone could agree on which
was weapons of mass destruction as the core reason".193
191 Lind, M. 2002. Distorting U.S. Foreign Policy: The Israel Lobby and American Power. Prospect, April 2002.192 Ibid.193 Ibid
86
Kuatnya lobi Yahudi bisa dilihat dari nama-nama afiliasi neocons-zionis di
dalam pemerintahan Bush:
1. Ari Fleischer – Juru Bicara Resmi White House, tokoh penting dalam komunitas
Yahudi, dilaporkan telah memegang kewarganegaraan Israel.
2. Richard Perle – salah satu Penasehat Kebijakan Luar Negeri Bush dan pimpinan
Dewan Kebijakan Pertahanan Pentagon. Dia telah bekerja bagi Bush sebagai Jewish
national security campaign advisor. Seorang agen Israel, Perle dipecat dari kantor
Senator Henry Jackson pada 1970-an setelah National Security Agency (NSA)
menangkapnya telah meloloskan dokumen sangat rahasia kekedutaan Israel. Kemudian,
dia bekerja di firma senjata Israel firm, Soltam.
3. Paul Wolfowitz – mantan Menteri Pertahanan dan, penasehat kampanye kebijakan
luar negeri Yahudi Bush, yang memiliki hubungan dekat dengan agen dan militer Israel.
4. Douglas Feith – Pejabat DepHan, Penasehat Kebijakan Pentagon, dan menjadi
penasehat khusus Perle. Dia sangat pro ekstrimis Israel, yang mendukung kebijakan anti
Arab dimasa lalu. Dia dekat dengan kelompok ekstrim, Zionist Organization of
America, yang bahkan menyerang orang Yahudi yang tidak sepakat dengan pandangan
ekstrimnya. Dia sering bicara dalam konferensi ZOA. Feith menjalankan firma hukum
kecil, Feith & Zell, yang hanya punya satu kantor internasional, di Israel. Mayoritas
kerja legalnya mewakili kepentingan militer Israel. Dalam website firmanya, disebutkan
bahwa Feith "represents Israeli Armaments Manufacturer."
5. Elliott Abrams – Penasehat NSC. Dimasa Reagan, Abrams adalah Asisten Menlu
urusan Amerika Latin yang berperan penting dalam skandal Iran-Contra, yang
melibatkan penjualan senjata ilegal AS ke untuk memerangi Irak, dan secara ilegal
mendanai pemberontak kontra pemerintah Sandinista Nicaragua. Dia juga secara aktif
87
membohongi tiga komite Kongres atas keterlibatannya dan menghadapi tuntutan pidana
berat berdasar kesaksian bohongnya. Abrams dinyatakan bersalah pada 1991 atas dua
tindak pidana ringan dan dihukum setahun masa percobaan dan 100 jam untuk
pelayanan masyarakat. Setahun kemudian, Bush Sr. memberikan pengampunan penuh.
6. Dov Zekheim – Asisten Menteri Pertahanan. Dia penasehat kebijakan luar negeri
Yahudi Bush dan dilaporkan telah memegang paspor Israel.
7. Richard Haass – Direktur Perencanaan Kebijakan kementerian Luar Negeri dan
National Security Programs dan Senior Fellow di Council on Foreign Relations (CFR).
Dia salah satu hawkish yang sangat pro-Yahudi Israel dalam pemerintahan pertama
Bush (Sr) yang duduk dalam NSC, dan konsisten mendukung invasi Irak.
8. Henry Kissinger – salah satu penasehat Defense Policy Board Pentagon. Dia ikut
terlibat dalam kasus kriminal Watergate, pembantaian masal di Asia tenggara,
mensponsori diktator Chili dan memperoleh keuntungan investasi di Yugoslavia dan
mendukung invasi ke Irak. Kissinger adalah Ariel Sharon-nya AS.
9. James Schlesinger – salah satu penasehat Pentagon, Schlesinger juga menduduki
posisi Defense Policy Board di Pentagon dan penasehat pro-ekstrimis Israel lain.
10. Robert Zoellick – perwakilan perdagangan AS, di posisi level kabinet. Dia adalah
penasehat pro-ekstrimis Israel dalam pemerintahan Bush (Jr) yang mendukung invasi
Irak dan menciptakan pemerintahan boneka.
11. Marc Grossman – urusan Politik dibawah Menlu. Dia adalah Direktur Jendral
Foreign Service dan Director of Human Resources kementerian luar negeri. Dia adalah
salah satu pejabat Yahudi dari pemerintahan Clinton yang dipromosikan Bush ke pos
lebih tinggi. Dia diplomat AS yang mendukung tindakan pembalasan pada Meksiko jika
memilih menentang invasi ke Irak di Dewan Keamanan.
88
12. Robert Satloff – penasehat NSC, serta direktur eksekutif "think tank," lobi Israel,
Washington Institute for Near East Policy. Banyak ahli lobi Israel datang dari sini,
seperti Martin Indyk.
13. Mel Sembler - Presiden Bank Ekspor-Impor AS. Seorang tokoh dari Jewish
Republican dan mantan ketua pembiayaan Nasional Republican National Committee.
Bank Export-Import memfasilitasi hubungan dagang antara bisnis AS dan negara-
negara luar, khususnya yang memiliki masalah keuangan.
14. Joshua Bolten – Direktur Kebijakan Utama Bush, seorang bankir dan mantan
pembantu legislatif. Tokoh utama masyarkat Yahudi.
15. Steve Goldsmith – Penasehat Senior dan penasehat kebijakan domestik Yahudi
Presiden Bush. Dia juga penghubung White House Office of Faith-Based and
Community Initiatives (White House OFBCI) dalam Kantor Eksekutif Presiden. Mantan
wali kota Indianapolis ini adalah teman baik Ehud Olmert dan sering mengunjungi
Israel memberikan pelatihan para wali kota tentang privatisasi.
16. Daniel Saul Golding- ketua NASA, National Aeronautics and Space
Administration. Sisa orang dari masa kepemimpinan Clinton, Golding seringkali dipuji
media Israel sebagai seorang teman Israel.
17. Adam Goldman – penghubung khusus White House untuk masyarakat Yahudi.
18. Joseph Gildenhorn – penghubung khusus kampanye Bush untuk komunitas
Yahudi. Dia juga ketua keuangan DC untuk kampanye Bush, sekaligus koordinator
kampanye, dan mantan duta besar AS untuk Swiss.
19. Christopher Gersten – mantan Direktur Eksekutif Republican Jewish Coalition,
dilaporkan sangat pro-Israel dan anak-anaknya dibesarkan secara Yahudi.
20. Mark Weinberger – Asisten Sekretaris Bendahara negara.
89
21. Samuel Bodman - Deputi Sekretaris Departemen Perdagangan. Dia adalah ketua
CEO dari Cabot Corporation di Boston, Massachusetts.
22. Bonnie Cohen – Asisten Sekretaris State for Management.
23. Ruth Davis – Direktur Foreign Service Institute, yang melapor pada Kantor
dibawah Secretary for Management. Kantornya bertanggungjawab atas pelatihan semua
staf Departemen Luar Negeri (termasuk duta besar).
24. Lincoln Bloomfield - Asisten Menlu untuk urusan Politik Militer.194
Hubungan mutualisme neocons dan lobi Yahudi yang direkatkan dengan
hubungan uang dan keturunan (Yahudi) dapat dengan mudah terjalin dengan adanya
kepentingan dan musuh bersama. Ancaman Islam politik ketika berkuasa, utamanya di
Timur Tengah, tentu akan menjadi ancaman bagi eksistensi negara Israel dan akan
mengubah rezim-rezim pro AS menjadi Iran baru yang tidak akan memberikan akses
minyak bagi kepentingan AS.
4. Neocons dalam Media dan Opini Publik
Kendati sudah hampir mengontrol semua yang dibutuhkan untuk mempengaruhi
kebijakan luar negeri, neocons, masih perlu dukungan, atau setidaknya tidak ditentang,
publik AS. Faktanya, pasca 11/9, berbagai poling menunjukkan bahwa mayoritas warga
saat itu mendukung perang. Publik yang dulu menolak draf Wolfowitz's –dan visi
neoconsnya satu dekade sebelumnya- tahun ini hanya sedikit yang keberatan.195
Untuk meyakinkan warga AS akan ide-idenya, neocons menggunakan sekutu-
sekutu kunci lain. Yang pertama dan utama adalah media, yang membantu mereka
194 Zionist in the bush administration dalam http://www.care2.com/news/member/798880044/307663 diakses 29/5/2007.195 Lambro, D. 2003. Americans Support War in Irak 2-1, Poll Finds. The Washington Times, December 22. At http://washingtontimes.com/national/20031222-120239-5311r.htm, diakses 24/8/2006.
90
'menghomogenkan' pandangan-pandangan yang mereka anggap benar. Contohnya
adalah Fox News Channel, bagian dari imperium media Rupert Murdoch dengan lebih
dari 130 koran, 25 majalah dan beberapa saluran televisi. Ciri khas program Fox yang
menjual emosi, dijalankan secara eksklusif oleh rating dan dikemas sebagai komoditi
untuk dijual pada penonton, telah menjadikannya saluran berita paling populer di AS.
Para reporternya kritis, seringkali secara terbuka menolak pandangan-pandangan
bintang tamnya, dan sangat berpegang pada rating. Mereka secara terbuka
mengeksploitasi mispersepsi dan bias: banyak penelitian telah menunjukkan bahwa
mayoritas warga AS berpegang pada satu kesan yang salah atas perang Irak, bahwa
persepsi,dari poling dan rating, yang menyatakan mayoritas warga AS mendukung
perang dimana sumbernya adalah media tertentu, diantaranya adalah Fox News. Fox
telah menjadi, meminjam istilah Halper dan Clarke, sebuah "electronic tabloid,
engaging people's emotions of fear, dread, anger and revenge".196
Lebih jauh, Fox mempunyai ikatan dengan pemerintah AS. John Ellis, kepala
bagian keputusan jaringan yang juga keponakan pertama George W. Bush, adalah
orang yang bertanggungjawab atas klaim pengumuman kemenangan Bush pada pemuli
tahun 2000; stasiun-stasiun lain kemudian mengikutinya meski perhitungan resmi masih
belum pasti. Woodward mencatat bagaimana CEO Fox, Roger Ailes-yang dijuluki
"Bush's media guru"-menasehatinya, yang melanggar protokol pemerintah resmi, bahwa
publik ingin melihat Bush bertindak lebih keras di Afghanistan.197
Fox bukanlah satu-satunya, Conservative talk radio, adalah contoh sempurna
media neocons yang diprovokatori oleh Rush Limbaugh, yang menjadi media efektif
196 Halper &Clarke, op cit, hal.10.197 Woodward 2002, op cit, 207.
91
propaganda. Neocons juga telah menggunakan hubungannya dengan media dalam cara
lain; istri mantan Duta Besar Joseph Wilson terbongkar ke pers rahasianya sebagai agen
intelejen CIA yang dibocorkan oleh seorang pejabat senior White House setelah Wilson
mengetahui bahwa klaim yang menghubungkan Nigerian yellowcake dengan Al-Qaidah
dipalsukan. Ini adalah kriminal, yang dapat dihukum dengan 10 tahun penjara.
Sementara itu, kurangnya perdebatan antar elit dan di dalam Kongres cenderung
membatasi perdebatan di media. Hal ini terbukti pasca 11/9, ketika tendensi untuk
'berjalan bersama negara' mencegah media dan publik mempertanyakan pertanyaan-
pertanyaan kritis tentang 'War on Terror'. Hal ini ditambah dengan publik AS yang
cenderung permisif dan mendukung setiap tindakan pemerintah dalam kondisi krisis,
yang menghasilkan 92% rating untuk persetujuan kampanye anti terorisme Oktober
2001198 -yang serupa dengan mandat terbuka neocons. Serangan terhadap World Trade
Centre mendekatkan pada debat publik terbuka ke tahap tertentu, meski jika perdebatan
ini kemudian 'terbuka' sebagai kebijakan luar negeri menjadi lebih diperdebatkan.199
Serangan ini juga berfungsi mengurangi keengganan AS untuk mengorbankan
tentaranya, memaksanya untuk menghadapinya dalam cara yang belum pernah
dilakukan. Seperti dalam perang Vietnam, yang menunjukkan AS mau menerima
jumlah korban tertentu, tapi hanya jika mereka percaya ini untuk keadilan dan memang
dibutuhkan. Setelah 11/9, sebab inilah yang terus ditampilkan kepada warga AS,
ketakutan dan kemarahan yang diciptakan media memainkan peran penting untuk
menerima perang melawar terorisme ini. Untuk beberapa bulan pasca 11/9, warga AS
198 Kull, S. 2004. Voice of a Superpower. Foreign Policy, May/June. Dalam http://www.foreignpolicy.com/users/login.php?story_id=2539&URL=http://www.foreignpolicy.com/story/cms.php?story_id=2539&page=3, diakses 7/08/2006.199 Bennett, W.L. 1994. The Media and the Foreign Policy Process. In The New Politics of American Foreign Policy, edited by D.A. Deese. New York: St. Martin's Press, hal. 18.
92
seolah-olah menjadi subyek ancaman teror senjata biologi, apa yang disebut media
sebagai 'dirty bombs' serta skuad bunuh diri baru Islam militan yang mengerikan.
Selain itu, terdapat lima media massa utama neocons yang memiliki pengaruh
besar dalam pembentukan opini publik karena komitmennya pada neoconservatisme.
a. Commentary
Commentary didirikan sejak tahun 1945 sebagai media utama kelompok
neoconservatif. Misinya sejalan pula dengan misi neocons untuk menyebarkan
demokrasi liberal berdasarkan pada nilai-nilai Amerika. Untuk itu, Commentary
berupaya membentuk opini publik dalam isu-isu politik, budaya, agama, kebijakan
sosial, dan hubungan luar negeri. Bertindak sebagai editor majalah ini adalah salah
seorang tokoh pelopor gerakan neoconservatif, Norman Podhoretz.200
Majalah ini merupakan suara terdepan komunitas Yahudi AS dan neocons dalam
menyebarluaskan pemikirannya selain isu Yahudi dan Israel. Hal ini wajar karena media
yang terbit tiap bulan ini dipublikasikan oleh institusi gerakan Yahudi, American Jewish
Committee. Commentary dikenal atas dukungan kuatnya pada Israel, oposisinya
terhadap Palestina, serta dukungan terhadap kebijakan luar negeri unilateral. Pasca 11/9,
melalui berbagai artikelnya, majalah ini mendesak pemerintah AS untuk mengubah
rezim di Irak dengan menyerang wilayah negara itu serta negara lain yang dianggap
memusuhi kepentingan Israel dan AS seperti Iran, Suriah, Lebanon, Jordania, Libya.201
b. The Weekly Standard
The Weekly Standard adalah majalah politik neoconservatif mingguan yang
terbit pertama kali pada tanggal 18 September 1995 yang diterbitkan oleh News
200 www.commentarymagazine.com/HTMLStubPage.asp, diakses tanggal 7/2/2007.201 www.wikipedia.org/wiki/Commentary_Magazine, diakses tanggal 12/2/2007.
93
America Incorporated.202 Editor adalah William Kristol yang dibantu oleh Fred Barnes
sebagai editor eksekutif.203 Majalah ini berada dalam kepemilikan konglomerat media
Rupert Murdoch; pemimpin gerakan neocons pro-Israel yang berpengaruh. Majalah ini
sangat populer di kalangan pemerintahan Bush. Kantor Sekretariat Wakil Presiden
Cheney secara rutin mendapat kiriman majalah ini secara gratis.204
c. The National Interest
The National Interest adalah jurnal internasional yang dikenal luas publik
Amerika. Distribusinya tidak hanya terbatas di AS, tapi juga merambah ke Eropa dan
Asia. Didirikan pada tahun 1985 oleh Irving Kristol, The National Interest kini
dipublikasikan oleh Nixon Center. Jurnal ini tidak hanya dibatasi pada analisis foreign
policy secara sempit, tetapi berusaha menarik perhatian menuju gagasan yang lebih luas
pada jalan perbedaan sosial budaya, inovasi teknologi, sejarah, dan agama yang
memberikan dampak terhadap perilaku negara.205
Pada tahun 1989, The National Interest mempublikasikan artikel kontroversial
Fukuyama The End of History, yang menilai sejarah telah berakhir dengan kemenangan
kapitalisme terhadap komunisme. Artikelnya yang berbobot dan persebarannya yang
luas menjadikan jurnal ini sebagai media yang sangat berpengaruh dalam hal ulasan
terhadap kebijakan luar negeri AS. Tak jarang, media-media lain (New York Times,
London Spectator Inggris, Shin Dong-A Korea Selatan, dan Europaische Rundschau
Austria) mengutip analisis yang muncul dalam jurnal tersebut, tak terkecuali analisis
dari para neocons yang tergabung di dalamnya, Kristol, Ikle, dan Daniel Pipes.206
202 www.weeklystandard.com/AboutUs/default.asp, diakses tanggal 7/2/2007.203 www.weeklystandard.com/AboutUs/default.asp#Masthead, diakses tanggal 7/2/2007.204 www.wikipedia.org/wiki/The_Weekly_Standard, diakses tanggal 7/2/2007.205www.nationalinterest.org/ME2/dirsect.asp?sid=1CC7F100AE244FA7AA2F839DA4788984&nm= About+TNI, diakses tanggal 12/2/2007.206 www.wikipedia.org/wiki/The_National_Interest, diakses tanggal 12/2/2007.
94
d. Public Interest
Public Interest adalah jurnal budaya dan politik neoconservatif yang didirikan
Irving Kristol pada tahun 1965. Jurnal ini berperan besar menumbuhkan gerakan
neoconservatif secara pesat hingga saat ini. Editornya adalah Irving Kristol dan Nathan
Glazer dengan kontributor Fukuyama, Charles Krauthammer, William Kristol, Charles
Murray, dan George F. Will.207
e. National Review
National Review, yang berkedudukan, terbit pertama kali pada tahun 1955 di
New York. Sejak awal, majalah yang didirikan William F. Buckley ini telah
menegaskan diri sebagai majalah politik konservatif.208 Ketika pemikiran neoconservatif
menanjak dalam pentas politik Amerika, National Review memberikan porsi besar
dalam mempublikasikan gerakan konservatif baru itu. Lima puluh tahun setelah
pendiriannya, National Review dipandang sebagai salah satu terbitan yang paling
berpengaruh secara politik. Argumen-argumen yang beredar di majalah ini sering
dikutip oleh para komentator politik dalam diskusi-diskusi di stasiun televisi maupun
radio. Kontributor majalah ini antara lain William F. Buckley Jr., Ledeen, Novak, David
Frum, dan Rich Lowry (editor).209
Dari paparan diatas dapat disimpulkan jaringan neocons diluar pemerintahan
juga sangat kuat sehingga dapat meminimalisir ide-ide yang menentang agenda-agenda
mereka. Keberhasilan mereka menguasai media global semacam Fox jelas
memperlancar apa yang mereka persiapkan untuk menjadi opini dunia dan menjadikan
207 www.wikipedia.org/wiki/The_Public_Interest, diakses tanggal 12/2/2007.208 www.sourcewatch.com/index.php?title=National_Review, diakses tanggal 12/2/2007.209 www.wikipedia.org/wiki/The_National_Review, diakses tanggal 12/2/2007.
95
propaganda rasis terkait internasionalisme nilai-nilai Amerika yang baik bagi dunia
sebagai hal yang tidak perlu dikecam.
D. Peran dan Posisi Strategis Neocons dalam Kebijakan Anti Islam Politik
Dari paparan diatas jelas bahwa neocons berhasil mengambil peran dan
menguasai sepenuhnya empat sumber kekuasaan dalam pembuatan kebijakan luar
negeri; Departemen Luar Negeri, Dinas Intelejen, Departemen Pertahanan, dan National
Security Council. Di DepHan, neocons terdiri dari Rumsfeld, Wolfowitz, Feith, dan
Perle. Di Departemen Luar Negeri, Bolton, Armitage, dan Zoellick ditambah Reuel
Marc Gerecht dan James Woolsey yang pernah menduduki posisi penting di CIA.
Sementara di NSC, ada Abrams sebagai staf. Mereka semua bergabung bersama dengan
Cheney yang dibantu stafnya, Libby, untuk meloloskan kepentingan neocons lewat jalur
perumusan kebijakan pemerintah dan memperkuat posisi di hadapan Bush.
Posisi ini masih ditopang kekuatan di luar pemerintahan dengan diciptakan
interkoneksitas antara neocons di dalam dan luar pemerintahan. Mereka yang terlibat
dalam pengambilan keputusan disokong oleh produk-produk pemikiran yang dihasilkan
sejumlah think tank dan didukung oleh media massa berpengaruh seperti FoxNews serta
media nekons lain semacam The Weekly Standard, Commentary, The National Interest,
Public Interest, National Review, serta PNAC yang rajin mengirimkan surat-surat berisi
tuntutan kebijakan kepada Bush. Ditambah lembaga-lembaga donor yang tidak segan-
segan mengalirkan dana jutaan dolar untuk kepentingan neocons.
96
Dengan demikian, dalam bab ini dihasilkan temuan bahwa neocons merupakan
satu-satunya kelompok kepentingan yang memiliki peran dan pengaruh kuat terhadap
kebijakan luar negeri Bush yang dipicu kasus 11/9. Usulan-usulannya adalah usulan
kebijakan yang mempunyai rasionalitas tinggi dengan didukung opini media dan
kejelasan rujukan ideologis dari ide-idenya. Keluasan jaringan dan posisi serta
rasionalitas kebijakan itulah yang pada akhirnya berimbas pada munculnya kepercayaan
Presiden Bush terhadap mereka untuk menyusun kebijakan “war on terrorism” terhadap
Islam Politik yang di eksekusi dalam perang Afghanistan dan Irak.
BAB IV
PERAN DAN AKSI KELOMPOK NEOCONSERVATIF TERHADAP
PEMBUATAN KEBIJAKAN ANTI ISLAM POLITIK DALAM PERUMUSAN
PERANG AFGHANISTAN DAN IRAK
A. War on “Political Islam” Terrorism
1. Islam Politik dan Neocons Pasca Perang Dingin
Berbedanya fokus kebijakan luar negeri AS di era kepresidenan George H. W.
Bush dan Bill Clinton mencerminkan ‘kebingungan’ menanggapi kejatuhan Uni Sovyet
yang diikuti dengan berakhirnya Perang Dingin. Sementara itu, bagi neocons seperti
97
Kristol dan Kirkpatrick memandang bahwa era baru ini harus disikapi dengan kebijakan
luar negeri baru. Dalam pemikiran neocons, kebijakan luar negeri AS pasca Perang
Dingin harus didasarkan konsep kepentingan nasional, balance of power, dan
keuntungan militer serta ekonomi. Beberapa neocons muda seperti Muravchik, Charles
Krauthammer, dan Ben Wattenberg berargumen bahwa meski Perang Dingin telah
berakhir, AS harus tetap melanjutkan perang suci untuk pengembangan demokrasi
global yang disebut Wattenberg sebagai manifest destiny.210
Francis Fukuyama menceritakan, dalam suatu kesempatan pada awal 1990-an,
beberapa neocons yakni Irving Kristol, Bea, William Kristol, Kirkpatrick, Wolfowitz,
Podhoretz, Krauthammer, Cohen, Huntingron, Daniel Pipes, Marty Feldstein, Peter
Rodman, dan dia sendiri mendiskusikan strategi baru yang mesti diambil AS pasca
Perang Dingin. Saat itu Krauthammer melontarkan ide unipolaritas AS. Ide tentang
unipolar moment itu kemudian ditegaskannya dalam artikel di Foreign Affairs terbitan
musim dingin 1990-1991. Bagi Krauthammer, era pasca Perang Dingin adalah saat bagi
Amerika menunjukkan kekuatan hegemonik unipolarnya.211
Dari hasil forum tersebut, Samuel Huntington memperkenalkan Istilah 'perang
peradaban' dalam bukunya yang berpengaruh The Clash of Civilization and the
Remaking of World Order (1996) untuk memperkenalkan Islam Politik sebagai
ancaman serius bagi peradaban barat pasca perang dingin. Ide ini sudah diperkenalkan
Huntington sejak 1993 di jurnal Foreign Affairs. Dia melihat bahwa sumber utama
konflik dalam dunia baru bukanlah ideologi, politik atau ekonomi, tetapi budaya.
Budaya dalam manifestasi yang lebih luas adalah peradaban yakni suatu unsur yang
210 Ibid.211 Francis Fukuyama. Summer 2004. The Neoconservative Moment. dalam The National Interest, Volume 76, hal. 57.
98
membentuk pola kohesi, disintegrasi dan konflik.212
Ia menilai bahwa perang antarklan, antarsuku, antaretnik, antaragama dan
antarbangsa merupakan suatu fenomena umum. Perang Dingin adalah penyimpangan
sejarah dan tidak substansial serta tak membahayakan. Perang Teluk I, menurut
Huntington, adalah perang peradaban pertama pasca Perang Dingin. Meskipun ia
mengidentifikasi sembilan peradaban kontemporer, namun hanya dua peradaban yang
menjadi favorit pembahasannya yakni Barat dan Islam. Tujuh peradaban dunia lain
adalah peradaban Cina, Jepang, Amerika Latin, Afrika, Hindu, Budha, dan Kristen
Ortodoks. Huntington bahkan tidak memasukkan Yahudi sebagai peradaban.213
Bagi Huntington, Islam sejak awal merupakan agama pedang dan
mengagungkan kejayaan militer. Islam berasal dari kalangan suku nomaden Badui Arab
yang suka perang dan kekerasan menjadi simbol fondasi Islam. Muhammad adalah
panglima perang yang gigih dan handal. Lebih jauh Huntington menganalisis bahwa
Alquran dan ajaran Islam mengajarkan untuk melawan orang-orang kafir dan hanya
mengandung sedikit larangan tentang penggunaan kekerasan, bahkan konsep
antikekerasan tidak ada dalam doktrin dan praktek seorang muslim.214
Secara akademis, Huntington sebenarnya gagal mengidentifikasi nilai-nilai,
institusi dan pola pikir sembilan peradaban yang ia klasifikasi. Pembagiannya
merupakan wujud simplifikasi yang tidak berdasar, dan juga tumpang tindih antara
agama dan teritorial. Baginya, tantangan para pengambil keputusan di Barat adalah
bagaimana membuat Barat semakin kuat dan menjaga peradaban lain agar tetap
terkontrol terutama Islam. Islami Politik, menurutnya, merupakan salah satu aspek
212 Samuel Huntington. 2003. Benturan Peradaban dan Masa Depan Politik Dunia. Jogjakarta: Qalam. Hal. 23-25.213 Ibid. hal.55.214 Ibid.hal. 500-1.
99
fundamentalisme Islam yang mencakup ide-ide, praktik, retorika, dan ”pengembalian”
kembali ajaran Islam pada sumber-sumber aslinya yaitu al-Qur’an dan hadits.
Berkuasanya Islam Politik, dalam pandanganya, adalah upaya sistematis untuk
menggantikan hukum dan peradaban barat dengan Islam. Kebangkitan kelompok ini
dapat dilihat dengan semakin semaraknya perilaku sosial agamis seperti pemakaian
jilbab dan penolakan minuman keras, kegiatan keagamaan, dominasi oposisi Islam
Politik terhadap pemerintah sekuler, dan solidaritas internasional masyarakat dan
negeri-negeri Islam. Dalam manifestasi politik, Huntington menyamakan Islam Politik
dengan Marxisme yang mengajukan pandangan tentang masyarakat yang sempurna,
berkomitmen pada perubahan fundamental, dan status quo.215
Pada tataran praktis, tesis Huntington ternyata yang paling mudah dicerna oleh
pengambil kebijakan politik luar negeri Amerika yang dikuasai kalangan
neoconservatif. Karena, menurutnya, kebangkitan Islam adalah produk dari
kemerosotan kekuatan dan citra barat. Jika hal ini dibiarkan terjadi, maka, cita-cita dan
institusi barat pun akan segera sirna dan digantikan peradaban baru Islam.216 Namun,
bagi neocons sejati seperti Huntington, kemerosotan ini bukanlah karena kesalahan nilai
barat yang diyakininya universal, melainkan karena ’ketidaksesuaian’ antara upaya-
upaya barat – khususnya AS – mempropagandakan universalitas kebudayaan barat
dengan kemampuan mengimplementasikannya.217
Kejatuhan Uni Sovyet justru memperkuat anggapan masyarakat barat akan
validitas yang bersifat universal dalam demokrasi liberal sehingga dapat diterima secara
global. Disisi lain, universalisme ini dipandang masyarakat dunia lain, khususnya umat
Islam, sebagai imperialisme. Fase baru pertarungan Barat melawan Islam menemukan
215 Ibid. hal. 186-7.216 Ibid. hal.98.217 Ibid. hal.336.
100
momentumnya pada peristiwa 11/9. Barat tidak lagi malu-malu menyebut Islam Politik
sebagai musuhnya dengan alasan yang dapat diterima secara global; fundamentalisme
dan terorisme.
Sementara itu, kendati menganggap kapitalisme adalah akhir dari sejarah
peradaban, Francis Fukuyama pun memandang Islam Politik sejalan dengan
Huntington. Menurutnya, Islam lebih rentan diserang oleh demokrasi liberal dan
revivalis fundamentalis tak lebih dari kekuatan yang melawan ancaman nilai-nilai
liberal terhadap masyarakat Islam tradisional karena selema satu setengah abad terakhir
demokrasi liberal telah berhasil menarik pengikut yang banyak dan kuat di dunia Islam.
Untuk sebagian besar dunia, menurutnya, tidak ada lagi ideologi yang universal yang
dapat menantang demokrasi liberal, tak ada prinsip legitimasi universal selain
kedaulatan rakyat 218
Adalah benar bahwa konstitusi Islam merupakan sebuah ideologi yang
sistematik dan koheren, seperti halnya liberalisme dan komunisme, dengan kodenya
sendiri mengenai moralitas dan doktrin keadilan politik dan sosial. Seruan Islam secara
potensial adalah universal menjangkau semua manusia sebagai manusia. Dan Islam
telah berhasil mengalahkan demokrasi liberal di sebagian besar dunia Islam, dengan
menempatkan ancaman mengerikan terhadap praktik-praktik liberal bahkan di negara
yang ia tidak memiliki kekuasaan politik. Fukuyama pun berkesimpulan bahwa Islam
Politik adalah ancaman bagi barat.219
Dalam tulisan terbarunya, Huntington menggambarkan sejarah kemunculan AS
sebagai negara hegemon tidak pernah lepas dari adanya musuh ideologis. Musuh yang
dapat menyatukan kekuatan bangsa Amerika dan sekutu-sekutunya dalam satu fron
218 Francis Fukuyama. 2004. The End of History and The Last Man. Qalam. Jogjakarta.hal. 77-8219 Ibid.
101
kebenaran. Musuh ideologis pertama AS adalah Jepang dalam perang dunia II.
Kemudian komunis kolektif Uni Sovyet sebagai rival ideologis di Perang dingin. Pasca
perang dingin, lawan ideologis utama yang banyak diperkirakan oleh ilmuwan dan
politisi AS adalah China, namun, ternyata China tidak mempromosikan ideologi non
demokratis ke masyarakat lain dan dianggap bukan musuh berbahaya.
Setelah itu, Russia dianggap akan kembali menjadi rival AS dengan bangkitnya
nasionalis Rusia otoriter dilengkapi sumber daya alam, manusia, dan senjata nuklir
untuk menantang AS dan mengancam keamanan AS. Namun, diakhir dekade ini,
ekonomi Rusia mengalami stagnasi, demografi yang menurun, kelemahan militer
konvensional, korupsi, dan otoritas politik yang lemah membuatnya lebih layak
dikasihani. Kesulitan juga terjadi saat AS mencoba mengarahkan status musuh utama
pada kelompok negara yang digelari AS dengan ”rogue states” juga ”axes of evil” yakni
Irak (sebelum di invasi), Iran, Korea utara, Kuba, Libya, dan Syria, kemudian kelompok
teroris, mafia narkoba, maupun cyberterrorism yang bersifat lokal. 220
Kemudian pandangan diarahkan pada Islam Politik yang dilambangkan oleh Iran,
Sudan, Libya, Afghanistan (dibawah Thaliban), dan dalam beberapa level beberapa
negara muslim lain, serta kelompok yang diklaim teroris seperti Hamas, Hizbullah,
Islamic jihad, dan Al-Qaidah. Lima dari tujuh negara kategori teroris AS adalah negara
muslim. Huntington juga berargumen bahwa ’cultural gap’ antara Islam dan Kristen
serta Anglo-Protestanism memperkuat kualifikasi Islam sebagai musuh utama
disamping Islam sebagai tantangan potensial prinsip-prinsip demokrasi liberal yang
ditekankan Huntington sebagai the core of American creed. Serangan 11/9 diikuti invasi
220 Samuel P. Huntington. 2004. Who Are We? The Challenges To America’s National Identity. New York, London, Toronto, Sydney; Simon & Schuster Paperbacks. Hal. 261-263.
102
ke Afghanistan dan Irak yang dilabeli ”war on terrorism” menempatkan Islam Politik
sebagai musuh utama AS abad ke-21.221
Masih menurutnya, abad ke-21 adalah abad agama. Model sekuler barat tengah
ditantang dan berikutnya digantikan. Negara sekuler Iran dijatuhkan Revolusi Islam
Iran, visi Turki sekuler Attaturk juga ditantang meningkatnya kehadiran gerakan politik
Islam yang sempat memenangkan pemilu tahun 2002, konsep demokrasi parlementer,
sekuler, dan sosialis Nehru di India dibayangi gerakan keagamaan dan politik, serta
afiliasinya, BJP, Israel versi Ben-Gurion yaitu demokrasi sosialis Yahudi sekuler
dihadang oleh kelompok-kelompok Yahudi ortodoks. Di dunia Arab, nasionalisme Arab
Nasheer telah digantikan oleh Islam Politik dengan hampir selalu meraih suara
signifikan dan terus menguat dalam pemilu diawal abad baru ini. 222
Dia juga menggeneralisasi dengan menyebutkan Islam, dalam beberapa dekade
terakhir, memerangi Protestan, Katolik, Kristen Ortodoks, Hindu, Yahudi, Han China,
dan Budha tanpa menyebutkan alasan perang itu. Pasca 11/9, menurutnya, War on
Terrorism adalah War on Islam bagi kaum muslim diiringi kebencian atas AS karena
dukungan AS pada Israel, dominasi dan eksploitasi AS serta budaya sekuler yang
bertentangan dengan Islam. Huntington menyebut diantara Islam militan adalah Iran,
Sudan, Thaliban, dan kelompok-kelompok Islam yang anti AS, demokrasi liberal, dan
ekonomi kapitalis dan ingin merubahnya dengan menyerang orang, struktur, dan
institusinya.223 Maka, dengan berbagai kualifikasi tersebut resmilah Islam Politik
menjadi musuh utama AS versi neoconservatif.
Pengaruh ide ini pada Bush juga dapat dilacak dari berbagai pidatonya. Secara
terbuka saat memberikan sambutannya tentang terorisme di National Endowment for
221 Ibid. hal. 263-264.222 Ibid. hal. 356-357.223 Ibid. hal. 357-362.
103
Democracy, Ronald Reagen Building and International Trade Center pada 6 Oktober
2005, presiden AS George W. Bush menyebutkan apa yang ditakutinya dari Islam
Politik yakni negara Islam Global / Khilafah jika negeri-negeri Islam berhasil disatukan:
"The militants believe that controlling one country will rally the Muslim masses,
enabling them to overthrow all moderate governments in the region, and establish a
radical Islamic empire that spans from Spain to Indonesia,"224 Dari ucapannya ini jelas
sekali Bush sedang menuding langsung kepada kaum muslim yang ingin berjuang
mengembalikan Negara Islam secara khusus.
Kelompok ini dituduh ekstrimis dan ingin menghilangkan pengaruh dominasi
AS dan Barat di Timur Tengah. Perlawanan terhadap AS muncul karena AS ingin
menegakkan demokrasi dan keamanan, dan membantu mencapai "cita-cita umat Islam"
diseluruh dunia ke arah 'kebebasan'. Mereka dituduh ingin mengeksploitasi kekosongan
kekuasaan yang muncul jika AS mundur dari Irak dan akan dijadikan pangkalan untuk
menyerang dan memerangi negara 'moderat' di negeri-negeri muslim. Ia menambahkan,
selama beberapa tahun ini, kelompok Islam ini menjadikan Mesir, Arab Saudi, Pakistan
dan Yordania sebagai tempat potensial untuk mengambil alih kekuasaan.225
Sebenarnya, Ideologi Islamlah yang dikhawatirkan oleh AS yang jika diterapkan
oleh kaum muslim pasti akan menjadi lawan serius ideologi Kapitalisme. Ideologi Islam
akan menyatukan umat Islam dibawah naungan Khilafah Islam, sebuah negara yang
berideologi Islam dan bersifat global. Umat Islam di bawah Khilafah juga akan
menerapkan syariat Islam untuk mengatur kehidupan mereka sehari-hari. Dengan
penerapan ideologi Islam berikut sistemnya, AS dan Kapitalisme akan mudah
ditinggalkan dan dilupakan karena kebijakan standar ganda AS di dunia Islam selama
224 Time Magazine 6 Octoboer 2005 dalam www.time.com diakses 8/4/2006.225 Ibid
104
ini. Yang paling penting dengan adanya negara ini tentu akan mengganggu kepentingan
politik dan ekonomi AS di Timur Tengah.
2. Biografi Politik Tokoh-Tokoh Kunci Neocons
Untuk mengetahui gambaran peran, posisi, dan reputasi para tokoh utama
neocons dalam proses kebijakan luar negeri AS perlu diketahui biografi mereka.
1. Dick Cheney
Richard Bruce Cheney adalah Wakil Presiden AS selama pemerintahan Bush Jr.
Sebelumnya, dia menjabat Menteri Pertahanan pada masa pemerintahan George H.W.
Bush (1989-1993) dan Kepala Staf Gedung Putih (1975-1977) menggantikan Donald
Rumsfeld di bawah pemerintahan Gerald Ford. Di samping itu, ia bergabung dalam
Council on Foreign Relations, American Enterprise Institute (AEI), Jewish Institute for
National Security Affairs (JINSA), yang semuanya berkoneksi dengan PNAC, lembaga
think tank neoconservatif yang didirikan Cheney dan neocons lainnya.226
Cheney dipandang sebagai wakil presiden paling berpengaruh dalam sejarah AS.
Dialah yang memasukkan tokoh-tokoh neocons seperti Rumsfeld, Wolfowitz, Bolton,
dan Abrams ke lingkaran dalam pengambilan keputusan kebijakan luar negeri AS. Dia
juga dilaporkan berkali-kali mengunjungi kantor CIA untuk mendesak lembaga intelijen
itu agar segera membuktikan kepemilikan senjata pemusnah masal di Irak serta
keterlibatan Al-Qaidah dalam serangan 11 September 2001.227
Lelaki kelahiran 1941 ini adalah sosok yang berani mengambil risiko dan sangat
agresif. Hal itu tercermin dalam pandangannya mengenai keamanan nasional dan
kebijakan luar negeri. Jalan pikiran Cheney selalu mengarah pada kesimpulan bahwa
226 www.sourcewatch.org/index.php?title=Dick_Cheney, diakses tanggal 7/3/2007.227 Ibid.
105
lebih baik bagi AS untuk bertindak meskipun itu berarti berisiko bertindak sendirian,
daripada diam saja. Pikiran semacam ini dilandasi oleh pertimbangan rasionalitas bahwa
AS akan terancam jika tidak mengambil tindakan apapun.228
Mantan Chief Executive Officer (CEO) Halliburton ini memiliki hubungan
khusus dengan Bush. Keduanya adalah pengusaha minyak yang sama-sama pernah
kuliah di Yale University. Cheney sangat mengagumi Winston Churcill, Perdana
Menteri Inggris pada masa Perang Dunia II. Ia terpengaruh oleh pendapat Churchill
tentang bagaimana seorang pemimpin mesti bersikap, yakni mengakui ada bahaya dan
berani menghadapinya dan bukannya berharap bahaya itu hilang dengan sendirinya.229
2. Donald Rumsfeld
Donald Henry Rumsfeld lahir pada tahun 1932, Menteri Pertahanan ini adalah
salah satu penandatangan deklarasi berdirinya PNAC. Rumsfeld memiliki ikatan kuat
dengan komunitas intelijen serta menjadi anggota AEI dan Bilderberg Group. Dia juga
penyandang dana Center for Security Policy (CSP).230
Perjalanan politiknya dimulai ketika dia terpilih menjadi anggota Kongres
mewakili Illinois pada usia 30 tahun. Selanjutnya, ia terus menjabat hingga pada 1969
ketika Richard Nixon memilihnya menjadi Duta Besar AS untuk NATO (1969-1974).
Ketika Nixon mundur, lulusan Princeton University ini ditunjuk menjadi ketua tim
transisi kepresidenan oleh Gerald Ford. Lalu, pada masa pemerintahan Ford, dia
menjabat Kepala Staf Gedung Putih dan kemudian ditunjuk sebagai Menteri Pertahanan
menggantikan James Schlesinger.231
3. Paul Wolfowitz
228 Trias Kuncahyono. 2005. Irak Korban Ambisi Kaum Hawkish. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, hal. 21-23.229 Kuncahyono, Loc.Cit.230 www.sourcewatch.org/index.php?title=Donald_Rumsfeld, diakses tanggal 7/3/2007.231 Ibid.
106
Paul Dundee Wolwofitz yang lahir pada 1943 ini dikenal sebagai sosok pemikir
strategis ulung. Deputi Menteri Pertahanan ini adalah arsitek utama perang Irak tahun
2003. Pada masa pemerintahan Bush sr. (1989-1993), Wolfowitz menjabat sebagai Staf
Ahli Menteri Pertahanan yang bertanggung jawab untuk membentuk kembali strategi
dan kebijakan militer AS pasca Perang Dingin. Melalui pemikirannya dalam Defense
Planning Guidance (1992), dia menjadi tokoh kunci War on terrorism pasca 11/9.232
Karier politiknya dimulai tahun 1973-1977 dengan memegang beberapa posisi
di Arms Control and Disagreement Agency. Lalu, menjabat Wakil Pembantu Menteri
Pertahanan untuk Program Regional (1977-1982), Direktur Penyusunan Kebijaksanaan
Departemen Luar Negeri (1981-1982), dan Asisten Menteri Luar Negeri Urusan Asia
Timur dan Pasifik (1982-1986). Selanjutnya, Wolfowitz diangkat menjadi Duta Besar
AS untuk Indonesia (1986-1989).233
Wolfowitz dikenal sangat anti-Saddam dan pro-Israel. Ia memandang Irak dan
beberapa negara lain sebagai negara-negara agresor potensial. Sebagai pelopor
berdirinya PNAC, pandangan ahli keamanan internasional ini tentang premptive strike
mulai digagas pada tahun 1990 saat menjadi asisten Cheney (Menhan). Sebagai
Direktur Dewan Perencana Pertahanan Pentagon, dia bertugas merumuskan strategi
pertahanan AS. Hasilnya adalah Defense Planning Guidance yang merekomendasikan
prioritas militer AS pasca Perang Dingin menuju dominasi AS di dunia. Gagasan
Wolfowitz ini kemudian disebut Doktrin Wolfowitz yang lalu menjadi Doktrin Bush.234
4. Richard Perle
Dijuluki Prince of Darkness karena pendirian garis kerasnya terhadap isu
keamanan nasional. Perle juga memiliki identitas neocons amat kental. Karirnya dalam
232 Neocons Key Figures, dalam www.csmonitor.com/specials/neocon/index.html, diakses 7/3/2007.233 Kuncahyono, Op.Cit., hal. 25-28.234 Ibid.
107
pemerintahan dimulai tahun 1981 sebagai Asisten Menteri Pertahanan untuk Kebijakan
Keamanan Internasional hingga 1987. Asisten Menteri Pertahanan ini adalah salah satu
pendiri dua lembaga think tank: CSP dan JINSA. Dia juga anggota AEI dan Penasihat
Foundation for the Defense of Democracies (FDD) serta Direktur Jerusalem Post.235
5. Douglas Feith
Dimasa pertama jabatan Bush, Feith menjabat sebagai Asisten Menteri
Pertahanan untuk Masalah Kebijakan, serta Direktur CSP. Ketika Reagan berkuasa,
Feith juga bergabung dalam Departemen Pertahanan sebagai Asisten Deputi untuk
Urusan Kebijakan Negosiasi. Sebelumnya, dia bekerja pada National Security Council
(NSC) spesialis permasalahan Timur Tengah. Pada tahun 1992, dia menjadi Wakil
Presiden Dewan Penasihat JINSA. Feith sangat dikenal atas dukungan kuatnya pada
Partai Likud Israel. Atas dukungannya itu serta pengabdiannya dalam melayani
kepentingan Israel dan Yahudi, pada tahun 1997 Feith mendapat penghargaan dari
Organisasi Zionis Amerika yang berafiliasi dengan Partai Likud.236
6. Lewis Libby
Lewis Libby adalah Kepala Staf dan Penasihat Keamanan Nasional Wakil
Presiden. Bersama Wolfowitz, Kristol, dan Kagan; Libby adalah perumus dokumen
strategi PNAC berjudul Rebuilding America’s Defenses: Strategy, Forces, and
Resource for a New Century yang terbit tahun 2000. Libby juga merupakan anggota
Dewan Penasihat Pusat Studi Rusia dan Eurasia RAND Corporation, sebuah lembaga
think tank konservatif yang pemikirannya sering menjadi rujukan pemerintah AS.237
Bersama Cheney, Karl Rove dan Lewis "Scooter" Libby, dituntut karena
mengungkap identitas rahasia agen CIA Valerie Plame pada para wartawan dalam
235 “Necons Key Figures,” Loc.Cit.236 Ibid.237 Ibid.
108
skandal kebocoran CIA / CIA leak scandal. Libby mengundurkan diri pada 28 Oktober
2006, beberapa jam setelah dakwaan oleh grand jury atas banyak sumpah palsu,
pernyataa bohong, dan gangguan selama kasus berlangsung.238
7. John Bolton
Sejak Reagan dan George H.W. Bush berkuasa, dia selalu berkutat pada
perumusan strategi pengontrolan senjata. Dimasa W. Bush, dia menjabat sebagai
Asisten Menteri Luar Negeri untuk Urusan Kontrol Persenjataan. Sebelum masuk
pemerintahan Bush, Bolton adalah Wakil Presiden AEI. Di kalangan intelijen, Bolton
sangat terkenal dengan berbagai temuannya atas kepemilikan senjata pemusnah masal di
Irak, Libya, Suriah, dan Kuba.239 Pada 7 Maret 2006, Bush menominasikan John Bolton
sebagai Dubes AS untuk PBB.240
8. Elliot Abrams
Karir politik Elliot Abrams bermula saat bergabung dalam tim penasihat Senator
Henry Jackson diawal 1970-an. Sesudah itu, dia bergabung dalam Departemen Luar
Negeri dimasa Reagan. Selama kepemimpinan Bush pada 2001-2005, Abrams menjabat
Asisten Khusus Presiden untuk Urusan Hubungan Afrika Utara dan Timur Jauh serta
juga staf NSC. Pada 1990-1996, Abrams termasuk pimpinan Hudson Institute sebelum
akhirnya mendirikan Ethics and Public Policy Center dan turut membidani terbentuknya
PNAC. Menantu Podhoretz ini juga menjabat sebagai Kepala US Commission on
International Religious Freedom.241
9. William Kristol
238 Presidency of George W. Bush dalam http://en.wikipedia.org/wiki/Presidency_of_George_W._Bush diakses 1/7/2007.239 Ibid.240 Presidency of george W. Bush dalam Loc.Cit241 Ibid.
109
William Kristol adalah anak kandung Irving Kristol. Selama masa pertama
kekuasaan Bush, Kristol menjadi tokoh paling penting di PNAC, sebab dialah
pemimpin yang merumuskan strategi lembaga ini dalam mencapai cita-cita
neoconservatif. Di samping itu, ia juga menjabat sebagai editor majalah neoconservatif
berpengaruh, The Weekly Standard, serta penasihat FDD, sebuah organisasi think tank
kontra-teroris. Kristol bergabung pula dalam Manhattan Institute, John M. Ashbrook
Center for Public Affairs, dan Shalem Foundation.242
10. Norman Podhoretz
Podhoretz termasuk salah satu pendiri gerakan neoconservatif AS. Dia banyak
mengkaji persoalan sosial, budaya, dan internasional dalam berbagai artikel yang
dipublikasikannya serta diskusi di ruang publik. Seperti halnya para aktivis gerakan
neocons pada masa awal; sebelum pindah haluan ke konservatif baru pada tahun 1970-
an, Podhoretz juga memiliki pandangan politik liberal. Dia menjadi bagian dari
Coalition for a Democratic Majority yang dibentuk Senator Jackson pada tahun 1973.
Bersama istrinya, Midge Decter, Podhoretz mendirikan Committee for the Free World
pada awal tahun 1980-an. Dengan Decter dan menantunya (Abrams), dia juga
menandatangani dokumen berdirinya PNAC.243
Pada masa pemerintahan Bush, Podhoretz bekerja sebagai editor majalah
Commentary. Di majalah neoconservatif yang diterbitkan American Jewish Committe
itu, Podhoretz sering mengungkapkan gagasan-gagasannya yang berpijak pada
pemikiran neoconservatif. Podhoretz telah menulis sembilan buku; satu diantaranya,
Breaking Ranks (1979), berisi argumennya bahwa eksistensi Israel adalah titik krusial
bagi strategi militer AS.244
242 Lihat www.washingtonpost.com/wp-dyn/articles/A132-2004Dec14html, diakses 7/3/2007.243 Ibid.244 Ibid.
110
11. Robert Kagan
Dalam berbagai artikelnya, Robert Kagan banyak menulis tentang strategi dan
diplomasi AS di pentas internasional. Salah seorang pimpinan PNAC ini bekerja
sebagai penulis pidato Menteri Luar Negeri George P. Shultz pada 1984-1985. Setelah
itu, dia ditarik Abrams untuk menjadi Deputi Kebijakan di Bureau of Inter-American
Affairs pada Departemen Luar Negeri. Kagan adalah anggota senior the Carnegie
Endowment for International Peace (CEIP). Dia juga kolumnis hubungan internasional
di The Washington Post serta kontributor The New Republic dan The Weekly Standard.
Buku hasil karangannya yang menjadi best seller adalah Of Paradise and Power:
America and Europe in the New World Order yang memaparkan keharusan bagi AS
untuk berperan sebagai pemimpin dunia melebihi Eropa di tata dunia baru. Istri Kagan,
Victoria Nuland, adalah Deputi Penasihat Keamanan Nasional Cheney.245
12. Michael Ledeen
Michael Ledeen dipandang oleh banyak pengamat sebagai salah satu tokoh
neocons paling radikal. Radikalismenya nampak dari desakannya terhadap Bush untuk
mengubah rezim di Iran, padahal tokoh neocons lain tidak memiliki pemikiran semacam
itu. Buku hasil pemikiran radikalnya adalah The War Against the Terror Masters, yang
menuntut perubahan rezim di Irak, Iran, Suriah, dan Saudi Arabia. Untuk memuluskan
tuntutannya, pada tahun 2001 Ledeen mendirikan Coalition for Democracy in Iran.246
Ledeen menanamkan pengaruh terhadap Bush melalui tangan Karl Rove,
penasihat utama presiden. Dia adalah pemasok utama pandangan-pandangan Rove yang
dipaparkan pada Bush. Di samping itu, dia juga memiliki kedekatan dengan Perle
karena tergabung dalam komisi yang sama di AEI. Kedekatan itu menjadikan dia
245 Ibid.246 Ibid.
111
memiliki kemudahan untuk menanamkan pengaruh ke dalam pemerintahan Bush. Di
sisi lain, dia juga anggota Dewan Penasihat JINSA.247
Dari profile para tokoh neocons tersebut dapat diketahui betapa besar peran,
pengaruh, dan kedekatan mereka pada Bush dalam perumusan kebijakan.
3. Keterlibatan Neocons dalam 11/9
Ini adalah kisah resmi pemerintah AS, sebagaimana dilaporkan korporasi media
AS. Pagi hari 11 September 2001, dalam satu jam empat pesawat jet penumpang Boeing
telah dibajak oleh sembilan teroris Arab dengan bersenjata kotak cutter. Pilot teroris itu
mengambil alih kontrol pesawat dan mengubah targetnya menuju New York dan
Washington. Dua pesawat sengaja ditabrakkan ke WTC yang menyebabkan menara
kembar itu meleleh rangka bajanya mengakibatkan hancurnya gedung kebanggaan AS
itu. Pesawat ketiga dengan sengaja ditabrakkan ke Pentagon. Para pesawat tersebut
berusaha melawan para pembajak dan menjadi penyebab jatuhnya pesawat tersebut di
Pennsylvania. Itu adalah penyerangan terhadap pesawat AS pertama yang disutradarai
oleh Osamah bin Laden, pemimpin Al-Qaidah, yang dikenal samar-samar sebagai
sebuah organisasi teroris internasional yang dibentuk orang-orang Arab.248
Adanya konspirasi keterlibatan pemerintah AS dalam serangan 11/9 banyak
diperbincangkan baik dari dalam maupun luar negeri AS. Jerry D. Gray, seorang
mantan mekanik pesawat dan pengajar New Saudi Mechanics, mengemukakan bukti-
bukti konspirasi terkait pesawat-pesawat penerbangan yang digunakan. Pertama, pada
25 Oktoer 1999, jet-jet tempur Angkatan Udara AS segera bertaburan diudara untuk
menyergap sebuah pesawat pribadi yang keluar jalur penerbangannya dan kehilangan
247 Ibid.248 Hamm. Ibid. hal.116.
112
kontak dengan menara pengawas di jalur bebas udara. Akhirnya, diketahui pesawat itu
menggunakan autopilot dan jatuh sendiri ketika kehabisan bahan bakar di ladang jagung
kawasan Dakota. Namun, tak ada perlakuan atau perhatian yang sama saat empat
pesawat dibajak pada peristiwa serangan11/9.249
Keempat pesawat tersebut melakukan manuver dan menyimpang dari jalur
penerbangan resmi. Semuanya terbang diatas wilayah udara yang paling dilarang di
wilayah udara AS dan tidak ada reaksi apapun dari Angkatan Udara (AU) AS hingga
akhirnya terlambat. Padahal, prosedur standar sistem keamanan AS sudah baku. Begitu
ada pesawat keluar jalur yang ditentukan, maka secara otomatis dan spontan, AU akan
segera meluncurkan jet-jet tempurnya untuk melakukan penyergapan. Lalu, dimanakan
jet-jet ini ketika empat pesawat ini terbang di wilayah udara paling terlarang AS dan
apakah wilayah udara diatas ladang jagung lebih penting dari New York dan Pentagon
sehingga didiamkan oleh para pembuat kebijakan?.
Padahal dalam berita resmi jelas sekali disebutkan bahwa pada 11 September
2001, antara pukul 08.10 pagi, pesawat terbang, yang akhirnya menghantam gedung
WTC dan Pentagon, telah dibajak. Sebelum pukul 08.15, pengawas lalu lintas udara
telah mengetahui bahwa pesawat ini dalam masalah besar. Sesuai prosedur baku, AU
seharusnya spontan meluncurkan jet-jet tempurnya untuk menyelidiki hingga
membomnya untuk menghindari bahaya yang lebih besar dari pesawat yang keluar jalur
penerbangan tanpa alasan yang dikonfirmasikan. Pesawat American Airlines dengan
nomor penerbangan 11 mengudara pukul 07.59 menabrak Menara Utara WTC pada
08.45. Setidaknya, pengawas lalu lintas udara mengetahui pesawat itu dalam masalah
setidaknya 35 menit sebelum menabrak WTC.
249 Jerry D. Gray. 2004. (9-11) The Hard Evidence Exposed!!! The Real Truth. Jakarta: Sinergi Publishing. Hal. 7
113
Sedangkan, pesawat United Airlines dengan nomor penerbangan 175 yang
mengudara pukul 08.10 menghantam menara selatan WTC pada 09.03. pukul 09.06
pagi, harian New York Daily News memberitakan bahwa kepolisian New York telah
mengirim sebuah pesan yang menyatakan, “ini sebuah serangan teroris, beritahukan
Pentagon.” Tetap, tak satupun jet-jet tempur AU AS yang mengudara untuk
menyergapnya. Pada pukul 09.35, pesawat American Airlines bernomor penerbangan
77 terus dimonitor radar sejak keberangkatannya dari Chicago, mulai berputar diatas
Pentagon (wilayah paling terlarang dan teraman di AS, namun, tetap, tidak satupun jet
tempur AU yang muncul). Pada 09.40, satu jam setelah FAA (Federal Aviation
Administration) mengetahui pesawat pertama telah dibajak, keajaiban pun terjadi, AU
akhirnya meluncurkan jet-jet tempurnya. Padahal, skuadron AU Andrew hanya berjarak
12 mil dari Gedung Putih.250
Hari minggu 16 September 2001, wakil Presiden Dick Cheney memberikan
wawancara dalam siaran NBC “Meet The Press”. Dia memberikan kesan bahwa
perintah tingal landas pesawat militer untuk menghadang American Airlines nomor
penerbangan 77, sebelum jatuh di Pentagon, membutuhkan perintah langsung dari
presiden.251 Hanya 72 jam setelah kejadian, FBI telah mengeluarkan 19 nama yang
dituduh sebagai pembajak. Pada 21 September 2001, nama-nama itu sudah
dipublikasikan secara umum. Sembilan belas orang tersebut berasal dari Arab Saudi
bukan Afghanistan dan Irak yang kemudian diserang. Hebatnya lagi, sepuluh tersangka
pembajak dan ikut meledakkan dirinya tersebut ternyata masih hidup!!! Lima
diantaranya dikonfirmasikan oleh Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Prince Saud al-
Faisal, tidak terlibat; Saeed al-Ghamdi, Mohand Al-Shehri, Abdul Aziz al-Omari, dan
250 Ibid. hal. 8-10251 Mathis Brocker. 2006. Konspirasi 11.9. Jakarta: PT. Ina Publikatama. Hal.218.
114
Salem al-Hazmi. Bahkan dalam daftar penumpang keempat pesawat tersebut tidak ada
nama-nama Arab atau Timur Tengah.252
Jerry juga menampilkan bukti yang tidak masuk akal lainnya, sebelum serangan
11/9, tidak pernah ada dalam sejarah gedung yang terbuat dari struktur baja runtuh, baik
sebagaian atau keseluruhan, hanya karena kebakaran tujuh detik karena tabrakan
pesawat. Dari jarak 34 kilometer utara WTC, di universitas Columbia, tercatat getaran
berskala 0.6 skala richter gempa saat runtuhnya gedung tersebut. Gedung dengan rangka
baja kuat semacam ini dibangun dengan sangat kuat dan dirancang menahan gempa,
angin, dan kerusakan karena waktu. Tabrakan pesawat tidak akan bisa menghancurkan
gedung ini, bahkan, tembakan bom pada gedung Empire State pada Perang Dunia II
tidak merusaknya. Struktur tower WTC ini tidak akan hancur karena api tabrakan
pesawat kecuali dengan menyebarkan bahan peledak dan diledakkan bersama-sama
pada titik-titik kunci rangka besinya.253
Hal-hal tak biasa juga terjadi sebelum ledakan tersebut; ribuan saham United
Airlines dan American Airlines tiba-tiba dan dalam waktu singkat laku terjual sebelum
peristiwa 11/9. Kemudian, berbagai transaksi keuangan secara elektronik dengan total
lebih dari 100 juta dolar melalui WTC terjadi secara cepat sebelum gedung itu hancur.
Lalu, perusahaan minyak AS, Unocal, sebelum 2001 mengajukan permintaan
membangun jalur pipa minyak melintasi Afghanistan yang permintaan itu telah
dipertimbangkan Carlyle Corporation sebelum 2001.254 Yang lebih mengherankan,
kotak hitam keempat pesawat itu jatuh dan tidak ditemukan serta pembicaraan
handphone penumpang pesawat yang dibajak tidak muncul di rekening telepon mereka.
Terakhir, cerita tragis John O’Neal, pemburu teroris paling top di AS yang
252 www.cnn.com/SPECIALS/2001/tradecenter/victems/ua93.victims.html dalam Ibid.hal.40-51.253 Ibid. hal.60-2.254 Ibid.hal.91
115
mengundurkan diri dari pekerjaannya karena frustasi dihalang-halangi dalam pelacakan
Bin Laden yang juga menjadi korban dalam WTC.255
Dilain pihak, usaha-usaha mengungkap fakta berlawanan dengan versi
pemerintah pun dibungkam. Ketua fraksi mayoritas Senat, Tom Daschle dan anggota
Partai Demokrat lainnya menginginkan klarifikasi lewat suatu komisi penyelidikan
berbagai kejadian serangan 11/9. Presiden Bush dan Cheney mendesak untuk
menghentikannya karena akan mengurangi sumber daya untuk perang melawan
terorisme. Dengan ini, secara resmi pemerintah AS telah menutup-nutupi dan
mengaburkan latar belakang 11/9. Untuk melengkapi strategi pengaburan ini dibentuk
Information Awareness Officer (Kantor Informasi Kesiagaan) yakni kantor dis-
informasi dan propaganda. Tugasnya adalah memeriksa email dan pembicaraan telepon
di seluruh AS apakah mengandung teror atau tidak.256 Brock dan Gray sama-sama
menyimpulkan hal ini tidak mungkin dilakukan selain oleh para pemegang kekuasaan
dan kebijakan; kelompok neoconservatif.
B. PERAN NEOCONS DALAM PERANG AFGHANISTAN DAN IRAK
1. Timeline Perumusan Kebijakan Perang
Keputusan untuk menyerang Afghanistan ditentukan dalam waktu singkat tapi
melalui proses perdebatan panjang. Disebut singkat, karena keputusan itu ditetapkan
hanya beberapa hari setelah serangan 11 September. Namun, perdebatan yang terjadi di
antara para pengambil keputusan memperlihatkan suatu pertentangan besar yang
berjalan dalam jangka panjang. Disamping itu, keterkaitan antara Al-Qaidah sebagai
255 Ibid. Mathis Brocker. 2006. Konspirasi 11.9. Jakarta: PT. Ina Publikatama.hal.224.256 Ibid. Brocker. Hal.249-250
116
sebuah gerakan Islam Politik dan isu terorisme Islam yang tengah dikembangkan juga
mempermudah diterimanya isu ini oleh publik Amerika.
Setelah pidato merespon serangan 11/9, Bush bertemu dengan para penasihatnya
di NSC dan menyatakan telah menemukan bukti keterlibatan Osama di balik serangan
itu. Direktur CIA George Tenet mengatakan bahwa Al-Qaidah dan Taliban di
Afghanistan pada dasarnya adalah sama. Menjelang tidur pada hari itu, Bush menulis
dalam catatan hariannya: "The Pearl Harbor of the 21st century took place today . . . .
We think it's Osama bin Laden."257
Di hari yang sama, Bush menggelar rapat NSC yang dihadiri semua anggota
NSC. Kubu realis mengajak Bush agar mengarahkan sasaran hanya pada Afghanistan,
tetapi kelompok neoconservatif mempengaruhi agar tidak hanya memikirkan
Afghanistan, melainkan juga Irak. Meski bertentangan, namun pada intinya mereka
sepakat untuk memerangi terorisme dan negara tempatnya beroperasi.258
Keputusan pemerintahan Bush untuk berperang disambut oleh Kongres melalui
persetujuan yang diberikan pada tanggal 14 September 2001. Kongres memberikan
kewenangan pada Bush menggunakan semua langkah yang perlu untuk melawan
individu, kelompok, atau negara pendukung dan pelindung Al-Qaidah yang dituduh
menyerang AS pada 11/9.259
Dengan persetujuan itu, berarti Bush dibebaskan untuk menyerang individu,
kelompok, atau negara yang dianggap teroris pengancam AS dan kepentingannya.
Mandat dari Kongres menjadikan Bush memiliki legitimasi kuat melawan teroris. Bush
257 “September 11, 2001 Attacks Timeline,” www.september11news.com/DailyTimelineSept11.htm, diakses 13/7/2007.258 Woodward, Bush at War,Op.Cit., hal. 49.259 “The Joint Resolution Authorizing the Use of Force Against Terrorists,” dalam www. september11news.com/PresidentBush.htm, diakses 12/7/2007.
117
tidak perlu lagi berpikir soal legitimasi, melainkan yang harus dipikirkan adalah negara
mana yang harus diserang, Afghanistan atau Irak.
Hasil rapat NSC di Camp David tanggal 15 September 2001 menjawabnya
melalui keputusan untuk menyerang Afghanistan. Hasil ini telah mengecewakan
kelompok neoconservatif. Tetapi, bagi neocons hasil tersebut tidak perlu
dipermasalahkan sebab masih ada waktu untuk mempengaruhi Bush agar menyerang
Irak. Afghanistan lantas dijadikan sasaran antara bagi kelompok neoconservatif sebelum
masuk pada sasaran utama, yaitu Irak.
Dalam perkembangan berikutnya, terbitnya resolusi PBB, persetujuan Kongres,
dan keputusan untuk menyerang Afghanistan dimanfaatkan kelompok neoconservatif di
luar pemerintahan untuk mengirimkan surat terbuka bernada dukungan memerangi
terorisme kepada Bush pada tanggal 20 September 2001. Surat dari PNAC itu menyebut
Osama sebagai sasaran utama. Karena itu, PNAC setuju digunakannya aksi militer
untuk menggempur Afghanistan yang diyakini sebagai tempat persembunyian Osama
dan Al-Qaidah. Di samping itu, PNAC juga menyerukan penggulingan Saddam. Oleh
sebab itu, dukungan penuh terhadap oposisi Irak harus diberikan.260
Sejak awal pemerintahan Bush, Al-Qaidah sebenarnya sudah menjadi target.
Pada Maret 2001, dua bulan setelah Bush dilantik, NSC sudah menyusun langkah
strategis menghadapi ancaman Al-Qaidah. Empat bulan sebelum tragedi WTC,
Wolfowitz, Armitage, dan Abrams membahas berbagai langkah strategis itu dan
memasukkan alternatif untuk minta bantuan Pakistan menekan Taliban. Bulan Agustus
2001, draf rencana itu disampaikan pada Cheney, Powell, Rumsfeld, dan Rice. Pada
tanggal 4 September 2001, mereka menandatangani draf itu dan ketika serangan teroris
260 www.newamericancentury.org/Bushletter.htm, diakses 13/7/2007.
118
terjadi pada tanggal 11 September 2001, draf itu ada di tangan Rice untuk mendapatkan
persetujuan presiden.261
Artinya, sejak semula Al-Qaidah telah menjadi agenda sasaran serangan AS dan
serangan 11/9 mempercepat realisasi itu hingga memunculkan opsi lain untuk
menggempur Irak. Baik kelompok neoconservatif maupun realis menyepakati bahwa
jaringan Al-Qaidah harus secepatnya dimatikan. Tidak ada perdebatan di antara kedua
kelompok kepentingan itu ketika rencana menyerang Afghanistan didiskusikan.
Perdebatan hanya terjadi ketika opsi menginvasi Irak dimunculkan oleh neocons.
Pertentangan neocons dengan realis dalam berbagai rapat pada pertengahan
September 2001 terletak pada keputusan siapakah yang harus diserang lebih dulu. Bagi
neocons, Irak ada di urutan teratas karena negara tersebut memasok senjata pemusnah
masal bagi Al-Qaidah. Setelah itu, baru kemudian menginvasi Afghanistan sebagai
pelindung Osama. Sedangkan, kubu realis hanya bertumpu pada penyerangan terhadap
Afghanistan. Invasi ke Irak sama sekali tidak pernah dipikirkan sebab negara itu tak
memiliki kaitan dengan serangan teroris 11 September 2001. Pada akhirnya,
pertentangan itu -untuk sementara- dimenangkan kubu realis yang terwujud dalam
invasi ke Afghanistan pada tanggal 7 Oktober 2001.
Meskipun demikian, neocons tidak lantas putus asa. Tokoh-tokoh neocons
berpendapat bahwa penyingkiran Saddam merupakan fase kedua dari perang melawan
terorisme. Bahkan, selanjutnya, keinginan kelompok inilah yang terlihat jelas dalam
kebijakan luar negeri AS di bawah Bush. Berbagai upaya dilakukan Bush untuk
mewujudkan keinginan itu. Ia meminta Kongres untuk memberi mandat menggunakan
261 “Timeline of Counterterrorism Planning,” dalam www.archives.cnn.com/2002/ALLPOLITICS/ 08/05/wh.alqaeda.timeline/index.html, diakses 13/7/2007.
119
kekuatan militer demi melucuti Saddam. Ia juga menyatakan AS akan tetap bertindak
atas nama sendiri meskipun DK PBB tidak mendukungnya.
Sebenarnya, dimasa pertama Bush memerintah (2001-2005) terjadi perebutan
pengaruh antara neocons yang terepresentasi oleh Cheney, Rumsfeld, dan Wolfowitz
melawan realis yang diwakili Powell. Bob Woodward mencatat, persaingan di antara
mereka bermula pada rapat National Security Council (NSC) tanggal 12 September
2001 dengan agenda membahas respon AS terhadap serangan teroris sehari sebelumnya.
Terdapat perbedaan tajam antara dua kubu mengenai langkah yang harus diambil dalam
memerangi terorisme. 262
Rumsfeld mengarahkan rapat agar tak hanya berkonsentrasi pada perlawanan
menghadapi Al-Qaidah, tapi juga menyerang Irak. Powell langsung menunjukkan reaksi
tak setuju dengan menegaskan bahwa pembahasan harus terfokus pada Al-Qaidah, tidak
melebar ke Irak. Menurut Powell, rakyat AS menjatuhkan dukungannya pada tindakan
melawan Al-Qaidah, bukan Irak. Bush sebagai pemimpin kemudian menengahi
perdebatan itu dan menegaskan bahwa yang paling penting adalah memutuskan rencana
militer untuk memerangi teorisme, bukan membahas Irak maupun Al-Qaidah.263
Sebelum itu, sore hari setelah WTC runtuh, Wolfowitz menuding Irak sebagai
dalang di balik aksi teror 11 September 2001. Dia melobi Cheney untuk menguraikan
analisis bahwa Irak juga terlibat peledakan WTC tahun 1993. Untuk menguatkan itu,
mantan Direktur CIA James Woolsey ditugaskan untuk mencari bukti yang mengaitkan
Al-Qaidah dengan Irak.264 Selain Wolfowitz, Rumsfeld pada hari itu juga langsung
menegaskan dalam sidang kabinet bahwa Saddam harus menjadi target utama perang
262 Bob Woodward, Bush at War. 2002. New York: Simon & Schuster. hal. 49.263 Ibid. 264 Michael Elliot dan James Carney, ”First Stop, Irak,” dalam www.cnn.com/2003/ALLPOLITICS/ 03/24/timep.saddam.tm/index.html, diakses 13/7/2007.
120
melawan terorisme. Inilah momen yang ditunggu-tunggu neocons yang sejak jauh hari
sebelumnya meyakini Irak sebagai sumber ketidaktentraman.265
Wolfowitz mengklaim bahwa CIA telah mengumpulkan fakta-fakta nyata
tentang adanya hubungan di tingkat pejabat senior di Irak dengan Al-Qaidah.
Menurutnya, hubungan itu telah berjalan selama hampir satu dekade. Bush dalam
pidatonya juga menegaskan: “Saddam Hussein melindungi dan membantu para teroris,
termasuk anggota Al-Qaidah.”266 Karenanya, sasaran yang dituju dalam perang melawan
terorisme adalah Osama bin Laden beserta jaringan Al-Qaidah yang bersembunyi dalam
perlindungan Taliban di Afghanistan serta Saddam yang dianggap sebagai pemasok
senjata bagi Al-Qaidah.
Perdebatan berikutnya terjadi dalam konferensi pers yang diadakan di Gedung
Pentagon pada tanggal 13 September 2001 antara Powell dan Wolfowitz. Kepada pers,
Wolfowitz mengatakan bahwa AS akan memperluas kampanye melawan teror menuju
Irak. Di samping Afghanistan dan Al-Qaidah, rezim Saddam juga merupakan
permasalahan serius. Wolfowitz nampak berupaya memasukkan Irak sebagai target
utama perang melawan teroris. Powell yang berada di samping Wolfowitz langsung
menjauh untuk menunjukkan ketidaksetujuannya dan berkata: “Ending terrorism is
where I would like to leave it, and let Mr. Wolfowitz speak for himself.”267
Powell bersitegang dengan Wolfowitz. Ia menyatakan ketidaksetujuannya atas
ide Wolfowitz untuk menginvasi negara-negara pendukung teroris. Powell lebih sepakat
untuk membujuk rezim pendukung teroris agar mengakhiri dukungannya. Tetapi,
Powell seolah berjalan sendiri di tengah kepungan neocons. Pada sisi lain, arus
265 Trias Kuncahyono. 2005. Irak Korban Ambisi Kaum Hawkish. Jakarta: Penerbit Buku Kompas hal. 34.266 “Senjata Pemusnah Massal yang Tetap Menjadi Misteri,” Loc.Cit.267 Woodward, Loc.Cit.
121
dukungan kepada neocons makin menguat karena Penasihat Kemanan Nasional
Condoleezza Rice juga sependapat dengan rencana neocons.
Selanjutnya, pada pertemuan di Camp David 15 September 2001, pertentangan
kembali terjadi. Para tokoh neocons dalam kabinet Bush kembali menegaskan
keinginannya untuk menjatuhkan Saddam. Wolfowitz mengatakan jika tindakan militer
dilancarkan pada rezim Taliban yang melindungi Al-Qaidah, maka aksi militer juga
harus dilakukan pada Irak. Alasannya, Irak juga terkait dengan Al-Qaidah. Saddam
memiliki senjata pemusnah masal dan kapanpun bisa menggunakannya untuk
mengancam AS. Membiarkan Saddam tetap berkuasa adalah kesalahan besar.268
Bagi Wolfowitz, momentum tragedi 11/9 adalah saat yang tepat untuk
menghancurkan negara-negara pendukung terorisme, terutama Irak. Namun, Powell
menentang rencana ambisius itu dan kembali menegaskan pandangannya untuk lebih
konsentrasi pada Al-Qaidah. Powell mengatakan bahwa koalisi internasional hanya
akan terbentuk untuk menyerang Al-Qaidah dan Taliban di Afghanistan, tidak sampai
ke Irak.269 Karena perbedaan yang tajam itulah, maka diadakan voting yang
dimenangkan kubu Powell. Rumsfeld pada waktu itu memilih abstain. Hasil lain dari
rapat tersebut adalah keputusan untuk membentuk Dewan Perang.270
Perbedaan pendapat antara dua kubu yang diwakili Powell dan Cheney-
Rumsfeld-Wolfowitz itu bertolak pada strategi yang mesti diambil AS dalam
memerangi terorisme. Powell berpendapat bahwa sebelum serangan militer terhadap
sarang teroris dilakukan, harus ditempuh terlebih dulu upaya-upaya diplomatik. Ia
menentang gagasan Wolfowitz yang ingin mengakhiri negara-negara sponsor terorisme.
268 Ibid.269 Elliot dan Carney, Loc.Cit.270 Kuncahyono, Op.Cit., hal. 97-98.
122
Sejalan dengan pandangan realisnya, Powell lebih menginginkan tindakan multilateral
daripada unilateral.
Di pihak lain, kubu garis keras pimpinan trio Cheney-Rumsfeld-Wolfowitz
mendesak AS secepatnya melancarkan serangan ke Afghanistan. Upaya diplomatik
multilateral tak perlu dilakukan karena hal itu adalah langkah sia-sia. Setelah
Afghanistan dihancurkan, baru kemudian menjatuhkan Saddam dari tampuk
kekuasaannya di Irak. Kubu yang sering disebut hawkish ini menyatakan secara
diplomatik AS semestinya bertindak secara sepihak apabila dianggap perlu dan
melenyapkan negara-negara pendukung teroris.271
Di tengah perdebatan dalam kabinet itu, think tank utama neoconservatif,
PNAC, turut menyemarakkan persaingan melalui surat-surat yang dikirimkannya
kepada Bush. Inti dari semua surat yang dikirimkan oleh PNAC adalah AS di bawah
kepemimpinan Bush harus secepatnya mengganti kepemimpinan Saddam di Irak
dengan suatu kepemimpinan demokratis yang bersahabat dengan AS.272
Pertarungan kepentingan antara neocons dan realis berlangsung terus-menerus
sejak dilancarkannya perang melawan terorisme hingga keputusan menginvasi Irak pada
tahun 2003. Kelompok neoconservatif berpendapat bahwa Saddam merupakan ancaman
bagi kepentingan AS karena memiliki senjata pemusnah masal. Karena itu, cara sama
seperti yang dilakukan di Afghanistan harus pula diterapkan untuk melawan Saddam.
Wolfowitz bahkan berkata: “Melucuti Saddam Hussein dan perang terhadap terorisme
tidak hanya berhubungan, keduanya adalah satu dan sama.”273
271 Ibid., hal. 64-65.272 Berdasarkan data dari situs resmi PNAC, lembaga ini mengirimkan surat dukungan atas kebijakan war on terrorism dan tuntutan untuk menggulingkan Saddam sebanyak tiga kali kepada Bush. Pertama, pada tanggal 20 September 2001, bertepatan dengan pidato Bush untuk mendeklarasikan perang melawan terorisme di hadapan Kongres. Kedua, pada tanggal 3 April 2002. Ketiga, pada tanggal 23 Januari 2003, bulan ketika Bush memutuskan untuk menginvasi Irak. Lihat www.newamericancentury.org/ Bushletter.htm, diakses tanggal 7/6/2006.273 The Washington Post, 17 Oktober 2002, seperti dikutip oleh Kuncahyono, Op.Cit., hal. 67.
123
Dalam kabinet Bush, keinginan untuk menumbangkan Saddam pertama kali
diusulkan oleh Rumsfeld dan Wolfowitz pada rapat kabinet sehari pasca 11/9. Hal itu
sudah menjadi target PNAC yang terungkap dalam dokumen Rebuilding America’s
Defenses: Strategy, Forces, and Resources For a New Century tahun 2000.274
Pada bulan November 2001, dalam suatu serangan di Afghanistan ditemukan
seperangkat komputer beserta dokumennya yang menyingkap upaya jaringan Osama
mendapatkan senjata pemusnah masal. Tudingan langsung diarahkan ke Irak sebagai
pemasok senjata bagi Al-Qaidah. Salah satu pejabat Gedung Putih mengatakan: “Irak
was the easiest place they could get them from. The eureka moment was that realization
by the President that were a WMD to fall into (terrorists') hands, their willingness to use
it would be unquestioned. So we must act pre-emptively to ensure that those who have
that capability aren't allowed to proliferate it.”275
Sejak saat itulah ide serangan militer ke Irak mulai dipertimbangkan Bush.
Tanda-tanda AS akan menyerang Irak mulai kelihatan dalam State of the Union Address
di hadapan Kongres tanggal 29 Januari 2002. Bersama Iran dan Korea Utara, Irak
dianggap sebagai poros kejahatan (axis of evil). Irak disebut sebagai negara pemroduksi
senjata pemusnah masal. Irak juga dituding sebagai negara pendukung terorisme.
Menurut Bush, Irak melanggar kesepakatan seperti yang ditekennya pada 1991, yakni
memusnahkan senjata kimia, senjata biologi, dan senjata nuklir yang dimilikinya.
Dengan senjata nuklir serta gudang senjata kimia dan biologi yang dimilikinya,
Saddam dapat mewujudkan ambisinya untuk menaklukkan Timur Tengah. Saddam juga
dituding membantu dan melindungi para teroris, termasuk anggota Al-Qaidah. Kata
Bush, ancaman yang dihadapi rakyat Irak bukan berasal dari negara lain tapi dari
274 A Report of The Project for the New American Century, Rebuilding America’s Defense: Strategy, Forces, and Resources For a New Century, September 2000, hal. 9-11. 275 Ibid.
124
pemerintahnya sendiri. Karena itu, Saddam sudah selayaknya disingkirkan untuk
membebaskan rakyat Irak. Apalagi, Irak terus memperlihatkan kebenciannya pada
Amerika dan mendukung teror.276
Untuk merealisasikannya, pada bulan Maret 2002, Bush mengutus Cheney
melawat ke Timur Tengah untuk mencari dukungan membangun koalisi menghadapi
Irak. Namun, lawatan Cheney tidak menghasilkan keinginan seperti yang diharapkan.
Negara-negara Arab di kawasan Timur Tengah menolak bergabung dengan AS.277
Setelah kegagalan Cheney itu, kalangan neocons terus mendesakkan niatnya
kepada Bush agar secepatnya menyerang Irak. Dalam setiap kali briefing di kalangan
intelijen, Cheney selalu memulai dengan pertanyaan: "Tell me about Irak, tell me about
Irak, tell me about Irak. What's the status of their WMDs? What's their support of
terrorism?" Jika anggota senior intelijen menjawab mereka hanya menemukan sedikit
informasi tentang Irak (no smoking guns on WMD or terrorism), Cheney langsung
berpesan : "Try harder. Need to know more."278
Tidak cukup dengan kalangan intelijen, Cheney juga mengunjungi Capitoll Hill.
Di hadapan anggota Senat, dia berkata bahwa pertanyaannya sekarang bukan lagi
apakah AS akan menyerang Irak, tapi kapan AS akan menyerang Irak. Kelompok
neoconservatif berpandangan menunda serangan ke Irak berarti memberikan Saddam
waktu dan peluang untuk menyempurnakan senjata pemusnah masal. "Time is not on
our side, and Saddam is running out the clock," kata Frank Gaffney, Jr., Direktur Center
for Security Policy (CSP), salah satu think tank neoconservatif.279
276 Kuncahyono, Op.Cit., hal. 74-76.277 “Perang ‘Melawan’ Saddam,” dalam Republika, tanggal 14 Maret 2002.278 Elliot dan Carney, Loc.Cit.279 Daniel Eissenberg, “We’re Taking Him Out,” dalam www.archives.cnn.com/2002/ALLPOLITICS/ 05/06/time.out/index.html, diakses 19/1/2007.
125
Melihat gerak neocons yang demikian gencar mempengaruhi Bush, Powell
merasa khawatir. Powell lalu meminta waktu khusus untuk bertemu Bush guna
membicarakan kasus Irak. Bush menurutinya dengan mengundangnya ke Gedung Putih
tanggal 5 Agustus 2002. Dalam suatu kesempatan makan malam yang juga dihadiri
Rice itu, Powell menganjurkan untuk melibatkan komunitas internasional untuk
mengatasi Irak. Kata Powell, DK PBB siap memaksa Saddam untuk menerima tim
inspeksi senjata pertama kali sejak 1998.280
Powell mengatakan bahwa perang akan menggoyang stabilitas hubungan dengan
sekutu AS seperti Arab, Mesir, dan Jordania serta menyedot energi yang besar. Aliran
dan harga minyak juga akan terganggu secara dramatis. Karenanya, bagi Powell PBB
harus dilibatkan dalam permasalahan ini dan di sisi lain juga merekrut aliansi untuk
menginternasionalisasi permasalahan. Kata Powell pada Bush: "You can still make a
pitch for a coalition or U.N. action to do what needs to be done."281
Bush merespon saran Powell itu dengan mengajak anggota Dewan Perang lain
untuk membicarakan opsi yang diajukan Powell pada tanggal 26 Agustus 2002. Dalam
pertemuan di Crawford Texas, Powell kembali mengatakan membawa kasus Irak ke
PBB akan menjaga dukungan internasional dan menutup opsi lain. Cheney dan
Rumsfeld menyetujuinya. Rapat itu pun menyepakati membawa kasus Irak ke Dewan
Keamanan PBB pada bulan September untuk mendapatkan resolusi.282
Namun, tanpa sepengetahuan Powell, Cheney memotong niat itu. Ketika
berpidato di Konvensi Nasional Veteran Perang ke-103 di Nashville tanggal 27 Agustus
2002, Cheney mengutarakan pandangan garis kerasnya melawan Saddam. Secara
280 Woodward, “Plan of Attack: Cabinet Divided,” Loc.Cit.281 Ibid.282 Ibid.
126
terbuka Bush mengatakan apa yang akan dilakukan AS setelah perubahan rezim di Irak.
Ini membuktikan keinginannya untuk menjatuhkan Saddam.
“A return of inspectors would provide no assurance whatsoever of his compliance with U.N. resolutions. On the contrary, there is a great danger that it would provide false comfort that Saddam was somehow 'back in the box.' There is no doubt that Saddam Hussein now has weapons of mass destruction (and) there is no doubt that he is amassing them to use against our friends, against our allies and against us. Regime change in Irak would bring about a number of benefits to the region, including the chance to promote the values that can bring lasting peace.”283
Langkah Cheney memotong Powell dilandasi oleh pandangan bahwa kelompok
neoconservatif dalam posisi terpojok karena penentangan dari para mantan pejabat AS
pada masa George H.W. Bush yang juga rekan kerjanya waktu itu. Pada bulan Agustus
2002, ketika perdebatan tentang strategi menghadapi Irak mengemuka di ruang publik,
mantan Penasihat Keamanan Nasional Brent Scowcroft, mengirimkan pesan antiperang.
Begitu pula dengan mantan Menteri Luar Negeri James Baker dan Henry Kissinger
yang juga mendesak untuk menghindari aksi unilateral. Karenanya, Cheney minta ijin
Bush untuk merespon semua pendapat itu melalui sebuah pidato. Bush pun
menyetujuinya tanpa bertanya dulu apa yang ingin disampaikan Cheney.284
Pidato Cheney membuat Powell terkejut. Ia tak mengira dia telah melangkah
sejauh itu. Powell dan Cheney memang terlihat saling bersaing. Dalam hal jabatan,
persaingan itu selalu dimenangkan Cheney. Setidaknya, dia pernah dua kali memiliki
posisi yang setingkat lebih tinggi di atas Powell. Yakni ketika masa George H.W. Bush,
Cheney menjadi menteri pertahanan, sedangkan Powell menjabat kepala staf gabungan.
Kini, ketika Cheney dipercaya sebagai wakil presiden, Powell menjabat setingkat di
bawahnya sebagai menteri luar negeri. Ketidakharmonisan hubungan Cheney-Powell
terungkap dalam buku Powell berjudul My American Journey (1995). Di situ dia
283 Ibid.284 Ibid.
127
menulis ketika mereka berdua menjadi pejabat pemerintahan Bush senior: "He and I had
never, in nearly four years, spent a single purely social hour together."285
Pidato Cheney itu dimaknai sebagai deklarasi perang melawan Irak. Powell
langsung merasa dirinya diabaikan oleh Bush. Padahal sebelum pidato Cheney itu,
Powell sempat berkata pada media: "The president has been clear that he believes
weapons inspectors should return."286 Akibat dari pidato itu, pertentangan Powell dan
Cheney kian memuncak. Sejak saat itu pula pertarungan kubu neoconservatif dengan
realis tentang strategi serangan menjadi semakin sengit.
Setelah pidato itu, dukungan untuk menyingkirkan Saddam makin kuat di
lingkungan Bush. Pada tanggal 6 September 2002, NSC mengadakan pertemuan di
Camp David untuk mempersiapkan pidato Bush di hadapan PBB. Dalam pertemuan itu,
Cheney sekali lagi mengatakan: “To ask for a new resolution would put them back in
the hopeless soup of U.N. process. All Bush needed to say in his speech was that
Hussein was bad and that the president reserved the right to act unilaterally.”287
Powell melawannya dengan menguraikan efek dari aksi unilateral. Salah satunya
reaksi internasional akan negatif dan akibatnya kedutaan AS terpaksa ditutup. Powell
tetap berpegang bahwa Bush telah memberi PBB kesempatan dan untuk itu resolusi
merupakan jalan terbaik. Cheney membalas dengan mengatakan bahwa isunya bukanlah
resolusi PBB tetapi ancaman Saddam yang nyata. Dia berpegang pada laporan intelijen
yang membuktikan kepemilikan senjata pemusnah masal Irak. Powell kembali
mengingatkan bahwa perang akan memicu konsekuensi yang tidak bisa diprediksi dan
tak terbayangkan.288
285 Ibid.286 Ibid.287 Ibid.288 Ibid.
128
Pada pidato di PBB tanggal 12 September 2002, Bush sepertinya berpihak
kepada Powell dengan menyerukan PBB menerbitkan resolusi baru. Namun,
kenyatannya Bush juga memperingatkan agar maksud dan tujuan AS untuk menyerang
Irak juga tidak diragukan. Intinya, Bush ingin berkata bahwa tindakan menyerang tidak
akan terhindarkan.289 Kata Bush dalam pidato itu:
“As we meet today, it’s been almost four years since the last inspector set foot in Irak. We know that Saddam Hussein pursued weapons of mass murder even when inspectors were in his country. Are we to assume that he stopped when they left? The history, the logic and the facts lead to one conclusion: Saddam Hussein’s regime is a grave and gathering danger . . . . Delegates to the General Assembly, we have been more than patient. We’ve tried sanctions. We’ve tried the carrot of oil for food and the stick of coalition military strikes. But Saddam Hussein has defied all these efforts and continues to develop weapons of mass destruction. The first time we may be completely certain he has nuclear weapons is when, God forbid, he uses one. We owe it to all our citizens to do everything in our power to prevent that day from coming.” 290
Dengan demikian, Bush memperlihatkan tanda tetap berpegang pada pandangan
neocons bahwa Saddam harus tetap digulingkan. Namun, Bush juga memberikan
kesempatan agar pandangan realis untuk mengirimkan inspektur senjata PBB juga
diakomodasi. Yang pasti, apapun hasilnya, Irak sudah pasti diserang. Pada tanggal 2
Oktober 2002, Bush secara khusus bertemu para pemimpin Kongres di Gedung Putih.
Hadir pada pertemuan itu adalah Ketua DPR Dennis Hastert, Pemimpin Minoritas DPR
Dick Gephardt, Pemimpin Mayoritas Senat Tom Daschle, dan Pemimpin Minoritas
Senat Trent Lott. Dalam pembicaraan selama satu jam itu, Bush dan pemimpin Kongres
menyepakati penyelesaian diplomatik, dan jika perlu secara militer.291
Sehari setelah pertemuan itu, Bush mengatakan bahwa serangan militer benar-
benar akan dilakukan jika Saddam tidak memusnahkan senjata pemusnah masal.
“Saddam harus melucuti senjatanya. Jika dia memilih sebaliknya dan tetap pada
289 Kuncahyono, Op.Cit., hal. 114290 Alan Brinkley dan Davis Dyer (ed.), The American Presidency (New York: Houghton Mifflin Company, 2004), hal. 540-541. dalam LocCit.291 “DPR AS Setuju,” dalam Jawa Pos, 3 Oktober 2002.
129
pendiriannya, penggunaan kekerasaan tidak bisa dihindari,” ancam Bush di Rose
Garden, Gedung Putih.292 Pernyataan itu dipertegas lagi saat pidato mingguan di radio
tanggal 5 Oktober 2002. Bush mengaku ia tak punya pilihan lain kecuali menyerang
karena ancaman terhadap rakyat Amerika sangat gawat dan terus menguat. “Andai
rezim Irak tetap menentang, pengerahan militer tak terhindarkan lagi,” lanjutnya.293
Persetujuan lisan dari pimpinan Kongres berlanjut pada dukungan resmi secara
kelembagaan. Pada 10 Oktober 2002, resolusi untuk menyerang Irak Bush disetujui
DPR untuk disahkan lewat voting dengan hasil 296-133. Senat juga mengeluarkan
putusan akhir menyetujui resolusi hasil keputusan Bush yang sudah disahkan oleh DPR
itu lewat voting dengan hasil 77-23.294 Isi resolusi itu terfokus pada pemakaian kekuatan
untuk dua hal: membela keamanan nasional AS atas ancaman terus-menerus dari Irak
dan menegakkan serta menerapkan di lapangan semua resolusi PBB terhadap Irak.295
Bagi Bush, hasil voting itu menyampaikan pesan jelas kepada rezim Saddam
untuk segera melucuti senjata dan mematuhi semua resolusi PBB atau dipaksa dengan
kekerasan. “Tidak ada pilihan bagi pemerintah Irak. Tidak ada negosiasi. Waktu Irak
sebagai negara yang melanggar hukum akan berakhir,” tandas Bush.296 Dengan bekal
resolusi itu, Bush punya kekuasaan untuk menggunakan kekuatan militer guna
memaksakan perintah PBB agar Saddam memusnahkan senjata pemusnah masal.
Resolusi itu memang mendorong Bush supaya tetap bekerja sama dengan PBB. Tapi,
dia juga bisa menempuh langkah militer tanpa persetujuan PBB.
Karena itu, Bush meyetujui pengiriman tim inspeksi senjata PBB yang dipimpin
Hans Blix ke Irak. Laporan tim inspeksi senjata PBB pada awal Januari 2003 yang
292 “Bush: Serangan Tak Terelakkan,” dalam Jawa Pos, 4 Oktober 2002.293 “Bush: Perang ke Irak Tak Terhindarkan,” dalam Republika, 7 Oktober 2002.294 “Kongres Setuju, Selangkah Lagi Aksi Militer AS ke Irak,” dalam Jawa Pos, 13 Oktober 2002.295 “Bush: Serangan Tak Terelakkan,” Loc.Cit.296 “Rakyat Saddam Tak Sabar,” dalam Jawa Pos, 12 Oktober 2002.
130
mengatakan bahwa tak ada senjata pemusnah masal di Irak tidak dipercayai oleh Bush.
Bush menuduh Blix sebagai pembohong dan dia merasakan kebenaran pernyataan
Cheney bahwa tim inspeksi tidak akan efektif. Bush lebih percaya laporan intelijen yang
disodorkan Cheney. Maka, Bush memutuskan bahwa perang tidak bisa ditunda lagi.
Rice adalah orang pertama yang dimintai pendapat Bush tentang keputusan
untuk berperang dan ia menyetujuinya. Setelah membuat keputusan tersebut, tanggal 13
Januari 2003 Bush mengundang khusus Powell ke Gedung Putih untuk membicarakan
hal itu, mengingat Powell tidak sepakat perang. Dalam pertemuan itu, Powell masih
berupaya membujuk Bush untuk membatalkan keputusannya. Ia mengingatkan Bush
berbagai konsekuensi yang akan menghadang jika AS menyerang Irak seperti yang
dikatakannya pada jamuan makan malam tanggal 5 Agustus 2002.297
Tetapi, Bush menegaskan bahwa pertemuan itu bukan diskusi, melainkan
informasi keputusan untuk berperang seorang presiden kepada anggota kabinetnya.
Powell pun tidak bisa berbuat apa-apa selain menyetujui keputusan itu. Sebagai satu-
satunya orang yang secara aktif dan serius mendesakkan jalur diplomasi daripada
perang, Powell merasa Bush sedang meyakinkan dirinya agar mendukung keputusan itu.
Sebagai seorang prajurit berprestasi yang telah menerima banyak penghargaan, Powell
menunjukkan kesetiaan dan loyalitasnya dengan mendukung keputusan presiden meski
bertentangan dengan pendapatnya.298
AS lantas mengultimatum jika sampai tanggal 17 Maret 2003, Saddam belum
menghancurkan senjata pemusnah masalnya, maka Irak akan diserang. Sebelum itu,
pada konferensi pers yang diadakan tanggal 7 Maret 2003, Bush kembali menegaskan
niatnya untuk menginvasi Irak dengan atau tanpa persetujuan DK PBB.299 Akhirnya,
297 Ibid.298 Ibid.299 Riza Sihbudi, “Mungkinkah Perang Dicegah,” dalam Republika, 17 Maret 2003.
131
tiga hari setelah batas ultimatum tersebut (20 Maret 2003), AS melancarkan serangan
militer ke Irak tanpa dukungan PBB sebagai wujud kemenangan lobi neocons.
2. Kronologi Klaim-Klaim Alasan dan Bukti Untuk Perang
Pada 20 September 2001, sebelum sesi bersama Kongres, Presiden Bush
mengklaim bahwa Osama bin Laden dan jaringan teroris Al-Qaidah bertanggungjawab
pada serangan 11/9. Dia juga mengutuk rezim Taliban di Afghanistan karena membantu
dan melindungi Al-Qaidah. Bush mengatakan, “Our enemy is a radical network of
terrorists, and every government that supports them” dan bahwa perang melawan
terorisme “will not end until every terrorist group of global reach has been found,
stopped, and defeated.”300
Bush pada November 2001 di Rose Garden ceremony, saat menyambut pekerja
bantuan Heather Mercer dan Dayna Curry yang diselamatkan dari Afghanistan, berkata
“If anybody harbors a terrorist, they’re a terrorist. If they fund a terrorist, they’re a
terrorist. If they house terrorists, they’re terrorists. . . . If they develop weapons of mass
destruction that will be used to terrorize nations, they will be held accountable.”301
Dari sinilah, presiden menghubungkan war on terrorism dengan negara tempat
beroperasi dan weapons of mass destruction (WMD), mengklaim bahwa negara yang
mengembangkan WMD selalu menjadi bagian dari definisi terorisnya. Kemudian, dia
tidak membedakan teroris dengan negara tempat beroperasi yang mungkin tidak ada
kaitannya dengan aktivitas itu.
Kongres meluluskan resolusi bersama segera setelah 11/9 yang secara khusus
memberikan otoritas untuk merespon “against those nations, organizations, or persons
300 Charles V. Peña Irak: The Wrong War. Policy Analysis: December 15, 2003, No. 502 dalam www.foreignpolicy.com/Ning/ archive/archive/106/letters.pdf diakses 7/4/2007.301 White House, “President Welcomes Aid Workers Rescued from Afghanistan,” news release, November 26, 2001, http://www.whitehouse.gov/news/releases/2001/11/20011126-1.html. dalam Ibid
132
he determines planned, authorized, committed, or aided the terrorist attacks that
occurred on September 11, 2001, or harbored such organizations or persons,”—
jaringan teroris Al-Qaidah dan Taliban di Afghanistan— presiden menghabiskan
sepanjang tahun 2002 menyusun landasan perubahan rezim di Irak dibanding
memfokuskan perang melawan Al-Qaidah.302
Menurut Institut Internasional Studi Strategis, Military Balance 2002–2003,
pengeluaran pertahanan Irak adalah $1.4 miliar tahun 2001 (dibandingkan dengan AS
yang mencapai $330 billion).303 Tentara Irak terdiri dari 350,000 orang (mayoritas
adalah warga sipil wajib militer kurang terlatih) dan punya 3 divisi lapis baja, 3 divisi
mekanik, dan 11 divisi infantri, sebagaimana divisi Pengawal Republik, dan 4 brigade
khusus Pengawal Republik. Disamping 3 Angkatan Bersenjata Irak yang relatif kecil,
semua divisi selain Pengawal Republik dilaporkan hanya punya kemampuan 50 persen
dalam efektivitas pertempuran. Terlebih lagi, tentara ini (termasuk elit Pengawal
Republik) hanya dilengkapi perlengkapan militer tua dari Soviet dan China—seperti
tank tempur utama T-55, T-62 dan Type-59—dan setengah perlengkapan militernya
kekurangan spare part.304 2
Demikian pula kondisi Angkatan Udaranya, dengan pesawat tempur tua warisan
Soviet—seperti MiG-21 dan MiG-23—dan sedikit Mirage F-1 Perancis.
Kemampuannya hanya 55 persen dan ‘didukung’ para pilot kurang pengalaman; pilot-
pilot senior punya 90–120 jam terbang per tahun dan pilot junior kurang dari 20 jam
dibanding dengan AU AS dengan 205 jam per tahun.305
302 Washington Post online, March 15, 2002, http://www.washingtonpost.com/wp-dyn/articles/A29575-2002Mar14.html.dalam Ibid.303 International Institute for Strategic Studies (IISI), Military Balance 2002–2003 (London: Oxford University Press, 2002), hal. 241, 279.dalam LocCit.304 International Institute for Strategic Studies (IISI). 2002. Military Balance 2002–2003. London:: Oxford University Press. hal. 105-6.305 Ibid. hal. 106.
133
Analis Militer Anthony Cordesman dari CSIS membuat laporan yang diterbitkan
setahun sebelum perang bahwa Irak telah kekurangan dana, spare parts, dan
kemampuan produksi untuk menjaga kualitas pasukannya. Irak tidak mampu
merekapitalisasi semua aspek struktur pasukannya, dan sekitar dua pertiga tank dan
pesawatnya sudah tak layak pakai menurut standar barat. Disisi lain, AS telah
melakukan upgrade dalam semua aspek kemampuan militer dan intelijennya.306
Ketidakmampuan Irak untuk merekapitulasi dan memodernisasi pasukannya
bermakna kemampuan berperangnya sangat lemah. Dengan kata lain, tentara Irak
bukanlah ancaman serius bagi negara-negara tetangganya apalagi bagi AS.
Tentu saja, bukan militer Irak saja yang dipotret pemerintahan Bush sebagai
ancaman bagi AS melainkan kepemilikan WMD. Berbicara di Nashville, Tennessee,
Agustus 2002, Wapres Dick Cheney menyatakan bahwa “Saddam Hussein will acquire
nuclear weapons fairly soon” dan bahwa “there is no doubt that Saddam Hussein now
has weapons of mass destruction; there is no doubt that he is amassing them to use
against our friends, against our allies, and against us.”307
Di Cincinnati, Ohio, Oktober 2002, presiden menyatakan: Irak’s weapons of
mass destruction are controlled by a murderous tyrant, who has already used chemical
weapons to kill thousands of people. This same tyrant has tried to dominate the Middle
East, has invaded and brutally occupied a small neighbor, has struck other nations
without warning, and holds an unrelenting hostility towards the United States. Bahkan 3
hari sebelum perang, Cheney menegaskan, “We know he’s (Saddam Hussein’s)
306 Anthony H. Cordesman If We Fight Irak: Irak and the Conventional Military Balance. Center for Strategic and International Studies, January 31, 2002, hal. 1. dalam Charles V. Peña. Ibid.307 “In Cheney’s Word’s: The Administration Case for Removing Saddam Hussein,” New YorkTimes, August 27, 2002, hal. A8. dalam Charles V. Peña. Ibid.
134
absolutely devoted to trying to acquire nuclear weapons, and we believe he has, in fact,
reconstituted nuclear weapons.”308
Jika semula para pejabat AS mengimplikasikan keyakinan dimana WMD Irak
ditempatkan, tapi, setelah enam bulan mencari, David Kay, yang mengepalai 1,400
orang tim inspeksi di Irak, bersaksi di Kongres bahwa AS masih belum menemukan
persediaan senjata Irak dan hanya menemukan “WMD-related program activities.”309
Menurut Kay, “It clearly does not look like a massive, resurgent program, based
on what we discovered.” Lebih lanjut, Kay menambahkan bahwa “information found to
date suggests that Irak’s large-scale capability to develop, produce, and fill new CW
munitions was reduced—if not entirely destroyed— during Operations Desert Storm
and Desert Fox, 13 years of U.N. sanctions, and U.N. inspections.”310
Bush mengklaim tahun 2003 dalam State of the Union address (dan 3 pernyataan
pemerintahan Bush bulan itu) bahwa Saddam Hussein sedang mencari “significant
quantities of uranium from Africa” yang sekarang banyak diragukan.311 Sedangkan,
tabung-tabung aluminum yang dibeli Irak, yang diklaim pemerintah Bush dipakai untuk
membangun mesin pemusing pengayaan uranium telah berubah menjadi tidak sesuai
untuk pemusingan, dan “Irak tidak punya program untuk menggunakannya..”312 Brigadir
Jendral Stephen Meekin dari Australia, yang mengomandoi Joint Captured Enemy
308 Seperti dikutip dalam Walter Pincus, “Bush Faced Dwindling Data on Irak Nuclear Bid,” WashingtonPost, July 16, 2003,hal. A1. pernyataan ini telah diklarifikasi. Menurut Cheney, “We never had any evidence that (Hussein) had acquired any nuclear weapons.” Dikutip dalam Helen Thomas, “Hussein Link Was Sales Job,” Miami Herald, September 27, 2003, hal. A27. dalam Ibid.309 David Kay, “Kay Text,” Associated Press, October 2, 2003, http://story.news.yahoo.com/news?tmpl=story&u=/ap/20031003/ap_on_re_mi_ea/kay_text_6. dalam Ibid.310 Dikutip dalam Dana Milbank and Walter Pincus, “Cheney Goes on Offensive over Irak,” WashingtonPost, October 11, 2003, hal. A1.dalam Ibid.311 White House, “President Delivers ‘State of the Union,’” news release, January 28, 2003, http://www.whitehouse.gov/news/releases/2003/01/20030128-19.html. dalam Ibid.312 Barton Gellman, “Search in Irak Fails to Find Nuclear Threat,” Washington Post, October 26, 2003, hal. A1.dalam Ibid.
135
Material Exploitation Center yang melapor kepada Kay, mengklaim tabung-tabung itu
dipakai untuk roket.”313
Untuk membuat ancaman WMD nampak lebih menakutkan, Presiden Bush
menjelaskan baik secara implisit maupun eksplisit dalam beberapa kesempatan bahwa
Saddam Hussein dapat (implikasinya akan) memberikan WMD kepada para teroris.
Pernyataan di State of the Union 29 Januari 2002: “Dengan berusaha memiliki WMD,
rezim ini memiliki bahaya yang tumbuh dan mematikan. Mereka dapat memberikan
senjata itu kepara para teroris, menjadi sarana menyalurkan kebenciannya.”314
Didepan PBB 12 September 2002: “ Dengan semua langkah yang diambil
pemerintah Irak mendapatkan dan menyebarkan senjata paling mengerikan ini, opsi-
opsikita untukmelawanrezimini makin sempit. Dan jika rezim ini makin berani
menyalurkannya kepada sekutu-sekutu terorisnya, maka serangan 11/9 akan menjadi
pembukaan untuk horor-horor yang lebih besar.”315
Di Rose Garden 26 September 2002: “ Rezim Irak memiliki senjata kimia dan
biologi. Mereka sedang mengembangkan berbagai fasilitas yang diperlukan untuk
membuat lebih banyak senjata biologi dan kimia. Dan menurut pemerintah Inggris,
rezim Irak dapat meluncurkan satu serangan biologi dan kimia setidaknya 45 menit
setelah perintah diberikan. Rezim ini punya ikatan yang lama dan terus menerus dengan
berbagai organisasi teroris. Dan para teroris Al-Qaidah berada di Irak.”316
State of the Union address, 28 Januari 2003: “Dengan senjata nuklir atau satu
gudang senjata penuh senjata kimia dan biologi, Saddam Hussein dapat melanjutkan
313 Ibid. 314 White House, “The President’s State of the Union Address,” January 29, 2002. dalam Ibid.315 White House, “President’s Remarks at the United Nations General Assembly,” news release,September 12, 2002, http://www.whitehouse.gov/ news/releases/2002/09/20020912-1.html. diakses 7/4/2007.316 White House, “President Bush Discusses Irak with Congressional Leaders,” news release September 26, 2002, http://www.whitehouse.gov/ news/releases/2002/09/Irak/20020926-7.html.
136
kembali ambisi-ambisinya menaklukkan Timur Tengah dan menciptakan kerusakan
mematikan di kawasan ini. Dan Kongres serta rakyat Amerika harus mengetahui
ancaman lain ini. Bukti dari sumber intelijen, berbagai komunikasi rahasia, dan
pernyataan orang-orang yang ditahan dimana bantuan dan perlindungan Saddam
Hussein pada teroris, termasuk para anggota Al-Qaidah. Secara rahasia, dan tanpa jejak,
dia dapat menyediakan salah satu senjata rahasianya kepada teroris, atau membantu
mereka mengembangkan sendiri senjatanya.”317
Tapi semua pernyataan ini bertentangan dengan fakta bahwa Saddam tidak
pernah memberikan senjata kimia atau biologi kepada kelompok-kelompok Palestina
anti Israel yang dia dukung apalagi Al-Qaidah. Setelah dirangkum oleh David Kay di
Irak, ahli militer CSIS Anthony Cordesman telah menyimpulkan bahwa “tidak ada bukti
usaha dari Irak untuk mengirimkan senjata pemusnah masal kepada teroris.”318
Untuk memperbesar ketakutan akan ancaman WMD Irak, presiden dan para
pejabat senior pemerintah lainnya seringkali menciptakan kesan mengerikan tanpa bukti
bahwa Irak terlibat dalam serangan 11/9.
1. “Apa yang penting bagi kita dalam menjaga keamanan negera kita adalah mengingat
kondisi yang telah berubah. Setelah 11/9, dunia berubah untuk banyak alasan. Mungkin
alasan paling utama ada dalam perspektif kebijakan luar negeri, atau dari perspektif
keamanan nasional, adalah bahwa kita tidak lagi dilindungi oleh dua samudera besar.
Biasanya jika ada ancaman dari luar kita dapat melawannya jika kita menginginkan, tapi
kita tidak perlu khawatir tentang sesuatu yang sedang terjadi di rumah kita sendiri.
Biasanya samudera yang dapat melindungi kita dari konflik dan ancaman.“Tapi hal ini
berubah, dan penting untuk memiliki orang di Senat yang berpandangan realis ynag
317 White House, “President Delivers ‘State of the Union,” January 28, 2003. dalam Ibid.318 Dikutip dalam Walter Pincus, “CIA Finds No Evidence Hussein Sought to Arm Terrorists,” Washington Post, November 16, 2003, hal. A20.
137
jelas. Penting memiliki orang yang melihat dunia seperti ini, tidak dengan cara yang kita
harapkan. Dan dunia adalah tempat yang berbahaya, khususnya dengan orang seperti
Saddam Hussein yang berkuasa.”319
3. Pada konferensi pers sebelum invasi Irak, Presiden Bush menyatakan “Jika dunia
gagal menentang ancaman dari rezim Irak, menolak untuk mengerahkan pasukan, meski
sebagai opsi terakhir, bangsa-bangsa bebas akan menjadi rentan dan mendapat resiko
yang tidak dapat diterima. Serangan 11/9 menunjukkan apa yang bisa dilakukan para
musuh AS dengan empat pesawat. Kami tidak akan menunggu melihat apa yang
dilakukan oleh para teroris atau negara-negara teroris dengan senjata pemusnah masal.
4. “Saya berharap mereka memahami pelajaran dari 11/9. Pelajarannya adalah bahwa
kita rentan untuk diserang, dimanapun itu mungkin terjadi, dan kita harus melihat
ancaman yang ada di luar negeri dengan sangat serius. Kita tidak harus berhubungan
dengan mereka semua secara militer. Tapi kita harus menangani mereka. Dan dalam
kasus Irak, inilah saat mereka untuk dilucuti.”320
Presiden terus mengimplikasikan hubungan 11/9 dan Irak pasca perang:
1. “Perang Irak adalah satu kemenangan dalam perang melawan teror yang dimulai 11
September 2001.”321
2. “Karena Amerika membalas duka dan kematian serangan 11/9, dan pergi berperang,
sejarah berubah kearah berbeda. Kita telah memerangi musuh kita. Kita telah
menghentikan ancaman teroris untuk peradaban, bukan dilingkaran pengaruhnya, tapi di
pusat kekuatannya. “Tugas ini berlanjut. Di Irak, kita sedang membantu rakyat yang
lama menderita dengan membangun masyarakat yang layak dan demokratis di pusat
319 White House, “Irak Must Disarm Says President in South Dakota Speech.”dalam Ibid.320 White House, “President George Bush Discusses Irak in National Press Conference,” news release, March 6, 2003, http://www.white house.gov/news/releases/2003/03/20030306-8.html.diakses 7/4/07321 White House, “President Bush Announces Major Combat Operations in Irak Have Ended.”
138
Timur Tengah. Bersama-sama kita sedang merubah sebuah tempat penuh penyiksaan
dan kuburan masal menjadi bangsa dengan hukum dan institusi yang bebas. Langkah ini
sulit dan mahal - namun berharga bagi negara dan penting untuk keamanan kita...“Dan
untuk Amerika, tidak akan ada waktu kembali pada era sebelum 11/9 - menikmati
kenyamanan palsu di dunia yang berbahaya. Kita telah belajar bahwa serangan teroris
tidak disebabkan oleh penggunaan kekerasan; mereka datang dengan persepsi
kelemahannya. Dan jalan paling meyakinkan untuk mencegah serangan pada rakyat kita
adalah mendatangi tempat musuh tinggal dan merencanakan serangannya. Kita sedang
memerangi musuh kita di Irak.”322
Jika bukti yang menghubungkan Saddam dengan 11/9 invalid maka bukti
kerjasama aktif antara Saddam dan Al-Qaidah adalah pada diri Mohammed Atta (orang
yang diklaim sebagai salah satu pembajak 11/9) yang bertemu dengan intelijen Irak di
Praha April 2001. Tapi setelah klaim ini dibuat, para pejabat AS menyatakan bahwa
pertemuan itu tidak menyatakan bukti kuat bahwa Irak terlibat 11/9.323
Tuduhan kedua antara Saddam Hussein dan Al-Qaidah didasarkan pada
kehadiran kelompok teroris Ansar al-Islam di Irak utara. Isu ini dibuat oleh Menteri
Luar Negeri Colin Powell di DK PBB Pebruari 2003:
“Tapi apa yang ingin saya sampaikan untuk anda perhatikan sekarang adalah hubungan potensial lebih sinis antara Irak dan Al-Qaidah, hubungan yang mengkombinasikan organisasi teroris klasik dan metode pembunuhan modern. Irak sekarang menjadi pangkalan jaringan teroris mematikan yang dipimpin oleh Abu Mus’ab al-Zarqawi, sekutu dan kaki tangan Osama bin Laden dan letnan-letnan Al-Qaidah. Zarqawi, keturunan Palestina kelahiran Jordania, berperang di perang Afghan lebih dari satu dekade lalu. Kembali ke Afghanistan tahun 2000, dia mengawasi pusat pelatihan teroris. Salah satu spesialisasinya dan pusat pelatihannya adalah racun. Saat koalisi kita mengusir Taliban, jaringan Zarqawi membantu merancang pusat pelatihan training dengan racun dan bahan peledak lain. Dan pusat pelatihan ini bertempat di Irak timur laut... .yang membantu
322 White House, “President Addresses the Nation.”323 “Atta Met Twice with Iraki Intelligence,” CNN.com, October 11, 2001, http://www.cnn.com /2001/US/10/11/inv.atta.meetings/.
139
menjalankan pusat pelatihan ini adalah para letnan Zarqawi yang beroperasi di utara Kurdi diluar kontrol Hussein. Tapi, Baghdad mempunyai agen dalam mayoritas level senior organisasi radikal ini, Ansar al-Islam, yang mengontrol daerah di sudut Irak ini. Pada tahun 2000, pria ini menawarkan tempat berlindung aman bagi Al-Qaidah disana. Setelah pengusiran Al-Qaidah dari Afghanistan, beberapa anggotanya menerima tempat berlindung ini. Mereka masih disana hingga sekarang. Aktivitas-aktivitas Zarqawi tidak dibatasi di sudut sempit Irak ini. Dia bepergian ke Baghdad Mei 2002 untuk perawatan medis, tinggal disana selama dua bulan sementara menguatkan diri untuk bertempur dilain hari. Selama dia tinggal disana, hampir dua lusin ekstrimis kembali ke Baghdad dan menjalankan sebuah basis operasi disana. Sekutu Al-Qaidah ini berbasis di Baghdad dan mengkoordinasikan pergerakan orang, uang, dan suplai kedalam dan keluar Irak untuk jaringannya, dan mereka sekarang telah beroperasi secara bebas disana selama sekitar delapan bulan.”324
Faktanya, bukti menunjukkan kebalikan dari klaim pemerintah. Rohan Gunaratna,
direktur penelitian terorisme di Singapore’s Institute of Defense and Strategic Studies
dan pengarang Inside Al-Qaidah, yang dianggap sebagai salah satu ahli utama tentang
Al-Qaidah dan memiliki peluang untuk memeriksa beberapa ratus dokumen Al-Qaidah
dan video pasca Operation Enduring Freedom di Afghanistan. Gunaratna “tidak dapat
menemukan semua bukti hubungan Al-Qaidah ke Saddam Hussein atau pemerintah
Baghdad,” dan video yang dia tonton “berbicara (Saddam) sebagai real monster dan
bukan Muslim yang baik.”325
Bahkan yang sering diungkapkan adalah fakta akibat buruk perang dan tidak
menemukan satu buktipun yang meyakinkan untuk mendukung klaim bahwa Saddam
Hussein mempunyai kaitan dengan Al-Qaidah. Seseorang akan berfikir bahwa, dengan
semua dokumen Saddam ditangan militer dan intelijen AS serta banyak anggota high-
ranking penjaga rezim, semua bukti telah muncul enam bulan setelah kejatuhan rezim.
Disamping itu, presiden dan para pejabat pemerintah senior lain senantiasa mengulang-
ulang klaim bahwa Saddam dan Al-Qaidah dihubung-hubungkan tanpa memberikan
324 White House, “U.S. Secretary of State Colin Powell Addresses the U.N. Security Council,”Ibid news release, February 5, 2003, http://www.white house.gov/news/releases/2003/02/Irak/20030205-1.html. diakses 7/4/2007.325 Dikutip dalam Spencer Ackerman, “The Weakest Link,” Washington Monthly, November 2003, hal. 18.dalam Ibid.
140
satu bukti nyatapun, selain hanya penekanan Presiden Bush bahwa “there’s no question
that Saddam Hussein had Al-Qaidah ties,”326 realitanya bahwa isu ini dipakai untuk
menyebarkan kebencian di kalangan rakyat AS.
Perlu diingat bahwa Saddam adalah pemimpin Muslim sekuler sedangkan bin
Laden adalah Muslim fundamentalis radikal. Lebih jauh, rezim Saddam adalah jenis
pemerintah yang di klaim bin Laden tidak sah dan akan menjadi target serangan Al-
Qaidah. Ucapan simpati bin Laden pun adalah untuk rakyat Irak bukan rezim di
Baghdad. Contohnya, satu rekaman yang diluncurkan bin Laden sebulan sebelum
perang Irak yang menggambarkan Irak sebagai “bekas Ibu Kota Islam” dan mengatakan
bahwa penolakan Muslim pada agresi AS “seharusnya tidak memenangkan kelompok-
kelompok etnis, atau memenangkan rezim-rezim sekuler non-Islam, termasuk Irak.”327
Para analis intelijen di dalam dan diluar pemerintahan menakankan bahwa bin
Laden menunjukkan jalannya yang menolak Saddam dan Partai Baath dengan
menyebutnya “kafir” dan sebuah “rezim kafir” yang seharusnya disingkirkan dengan
pertolongan Allah.”328
Menurut laporan Departemen Luar Negeri 2002 “Patterns of Global Terrorism”
bahwa Baghdad membantu dua organisasi teroris berbasis di Irak-pemberontak Iran
yang berusaha menjatuhkan pemerintah Iran dan berbagai kelompok Palestina yang
menantang perdamaian dengan Israel. Kelompok ini termasuk Iranian Mujahedin-e
Khalq, Abu Nidal organization (meski Irak dilaporkan membunuh pemimpinnya),
Palestine Liberation Front (PLF), dan Arab Liberation Front (ALF). Dimasa lalu, PLF
meningkatkan aktivitasnya melawan Israel dan mengirim para anggotanya ke Irak untuk
326 Ibid.327 “Bin Laden Tape: Text,” BBC News online, February 12, 2003, http://news.bbc.co.uk/2/hi /middle_east/2751019.stm. dalam Ibid.328 Dana Priest and Walter Pincus, “Bin Laden–Hussein Link Hazy,” Washington Post,February 13, 2003, hal. A20.
141
pelatihan serangan teroris dimasa depan. Baghdad menyediakan bantuan materi untuk
kelompok perlawanan Palestina lainnya di garis depan intifadah. Popular Front for the
Liberation of Palestine-General Command, HAMAS, dan Palestine Islamic Jihad adalah
kelompok utama yang didukung Baghdad. Saddam membayar keluarga pembom bunuh
diri Palestina untuk merangsang teorisme Palestina, mengirimkan $25,000 sejak Maret
melalui ALF langsung kepada keluarga pembom bunuh diri di Gaza dan Tepi Barat.
Kesaksian masyarakat sipil Palestina dan pejabatnya serta pembatalan cek yang
diketahui oleh Israel di Tepi Barat membenarkannya.329
Tapi, kelompok diatas bukanlah ancaman langsung bagi AS, dan mereka tidak
pernah menyerang target-target AS selama 20 tahun ini.330 Poin penting yang perlu
ditekankan adalah bahwa ancaman teroris ke AS hanyalah Al-Qaidah, bukan kelompok
teroris lain yang menyerang negara lain. Karena terorisme adalah sebuah tindakan
kejam dan tidak dapat dibenarkan membunuh orang tidak bersalah, dan, mudah untuk
mengkaitkan semua kelompok teroris berafiliasi Muslim dengan Al-Qaidah, tapi ini
adalah kesalahan besar. Departemen Luar Negeri mendaftar 36 organisasi teroris asing
dan 38 kelompok teroris lain.331
Tapi selain Al-Qaidah, sedikir, jika ada, yang menyerang target-target AS.
Kelompok teroris lain menargetkan negara lain (mis., Israel, Inggris, Spanyol, India)
bukanlah ancaman langsung kepada Amerika, dan AS tidak realistis jika menargetkan
setiap teroris - yang lebih dari 70 kelompok. Lebih buruk lagi, jika AS benar-benar
menjadikan teroris negara lain menjadi musuhnya, meski tidak secara langsung
menyerangnya, justru mereka akan menjadikan AS target mereka selanjutnya.
329 U.S. Department of State, “Patterns of Global Terrorism 2002,” hal. 79.330 Ibid., hal. 101, 117.331 Ibid., hal. 99, 125.
142
Kesimpulan dari paparan diatas, kronologi perang Irak salah bukan hanya karena
AS menggunakan kekuatan militer secara preemptive—yang hanya bisa dibenarkan saat
menghadapi ancaman yang sangat membahayakan. Bukan karena AS bertindak tanpa
ijin PBB—tidak satu negarapun yang harus menyerah karena keinginan negara lain.
Dan juga bukan karena Irak memiliki WMD—yang sejauh ini belum ditemukan, dan,
meski adapun, bukanlah ancaman bagi AS. Perang Irak salah karena terbukti dari
awalnya kelompok neoconservatif berperan besar merancang perang terhadap Islam
Politik (Al-Qaidah) di Afghanistan dan Irak meski sebenarnya sulit mengkaitkan Al-
Qaidah dengan Irak.
Dari 11 tersangka yang diklaim menyerang Amerika tidak satupun warga Irak
dan mereka juga belum terbukti terkait dengan perencanaan, pembiayaan, atau eksekusi
serangan, dan terkait dalam memberikan perlindungan pada Al-Qaidah. Klaim
berikutnya adalah pernyataan Bush “Our nation is more secure” dalam membenarkan
perang Irak, sebagaimana perang di Afghanistan, untuk melucuti jaringan teroris Al-
Qaidah. Tapi Irak tak lebih dari kasus “back to the future” dari pada membuat kemajuan
nyata melawan Al-Qaidah. Istilah state-sponsored terrorism, dengan definisi “terorisme
sebagai alat ekspresi politik”, yang digunakan, untuk Irak sangat tidak tepat. Al-Qaidah
tidak di sponsori negara manapun, 100 persen independen dari negara manapun.332
Memang, Al-Qaidah mengambil keuntungan memiliki pangkalan di
Afghanistan, tapi, ideologi dan agendanya dijalankan secara internal bukan kepanjangan
tangan suatu negara. Pembiayaan Al-Qaidah didapat dan dibiayai sendiri bukan dari
negara seperti Irak. Jika Irak telah menjadi garis depan war on terrorism, hanya karena
keputusan AS untuk menginvasinya. Irak bukanlah tempat berlindung Al-Qaidah
332 U.S. Department of State, “Patterns of Global Terrorism 2000, Overview of State-Sponsored Terrorism,” April 30, 2001, http://www.state. gov/s /ct/rls/pgtrpt/2000/2441.htm.diakses 7/4/2007
143
dibawah pemerintahan brutal Saddam Hussein, tapi Al-Qaidah telah menggunakan
perang ini untuk merekrut banyak pengikut. Konspirasi yang kasat mata ini benar-benar
merangsang berbagai kelompok Islam Politik, atau bahkan, yang moderat, untuk
melawan AS. Dalam rekaman yang dipercaya sebagai suara bin Laden Pebruari 2003,
menyerukan pemberontakan kaum Muslim melawan serangan AS ke Irak:
1. “Kami menekankan pentinganya operasi bom sahid melawan musuh—operasi yang
memberikan kerugian AS dan Israel yang akan diingat dalam sejarah mereka, puji sukur
kepada Allah yang maha perkasa.
2. “Kami juga menekankan bagi siapapun yang mendukung AS, termasuk para
penguasa Irak dan Arab yang munafik, yang menyetujui tindakan-tindakan dan
mengikuti mereka dalam perang suci ini dengan berperang bersama mereka atau
menyediakan dukungan pangkalan dan adminsitrasi, atau semua bentuk dukungan,
meski dengan kata-kata, untuk membunuh kaum Muslim di Irak, harus tahu mereka
kufur dan keluar dari jamaah Muslim.
3. “Kami juga menekankan bagi kaum Muslim yang ikhlas bahwa mereka harus
bergerak menyerukan, dan memobilisasi negara Islam, berjuang bersama-sama dengan
bersemangan membebaskan diri dari ketidakadilan dan melawan rezim-rezim yang
berkuasa, yang diperbudak oleh AS.
4. “Tanpa melihat jatuh atau berdirinya partai sosialis atau Saddam, Muslim secara
umum dan Irak khususnya harus menguatkan diri mereka sendiri untuk Jihad melawan
kampanya yang tidak adil ini dan memperoleh amunisi dan senjata.”333
Ironi dari perang Irak adalah meningkatnya anti Amerika. Meskipun, pemerintah
Bush mengklaim bahwa war on terrorism bukanlah perang salib melawan Islam,
William Boykin melihat sebaliknya. Pendudukan AS membuat kaum Islam radikal
333 “Bin Laden Tape: Text.”
144
makin yakin barat menginvasi Islam yang mendorong kaum Muslim dunia bersatu
melawan AS. 105,106 Kehadiran militer AS di Irak menjadi target dan magnet jihad
berbagai kelompok Islam seperti Afghanistan dimasa Soviet.334
Al-Qaidah dan kelompok Islam Politik lain di Irak mungkin mengambil
keuntungan situasi AS di Irak dan mungkin bertanggungjawab pada beberapa serangan
teroris disana — contohnya, pengeboman markas PBB di Baghdad Agustus 2003,
pengeboman Palang Merah di Baghdad Oktober 2003, dan pangkalan paramiliter Italia
di Nasiriyah November 2003.
Dari bab ini disimpulkan bahwa kelompok neoconservatif adalah aktor utama
dalam memilih Islam Politik sebagai musuh utama AS pasca perang dingin melalui
perdebatan akademis hingga usulan kebijakan yang dilakukannya diawal 1990-an.
Dengan berbagai fakta dan data yang dikumpulkan penulis, terbukti merekalah yang
merancang berbagai rekayasa dalam serangan 11/9 diikuti usulan hingga eksekusi
perang Afghanistan dan Irak dengan berbagai alasan dan bukti untuk perang yang
ternyata juga tidak terbukti. Berbagai kejanggalan dan klaim tanpa bukti ini membuat
publik AS dan dunia mulai berpaling dari neocons. Terbukti dengan kemenangan Partai
Demokrat pada pemilu House dan Senate tahun 2006 serta berbagai kecaman dan
demonstrasi untuk keluar dari Irak. Pengunduran diri Wolfowitz sebagai menteri
pertahanan juga membuktikan kuatnya tekanan publik pada mereka. Namun, dengan
jaringan dan posisi yang masih kuat baik di dalam dan diluar pemerintahan masih
334 Let.Jen. William Boykin adalah deputi undersecretary of defense for intelligence and war-fightingsupport. Dia seorang Kristen Evangelis yang membuat beberapa pernyataan kontroversial tentang Islam saat mengenakan seragam militernya pada pertemuan privat, diantaranya: “I knew that my God was a real God, and his (a Muslim fighter in Somalia) was an idol” dan “The enemy (Islamic extremists) is a spiritual enemy. He’s called the principality of darkness. The enemy is a guy called Satan.” Dikutip dari Reuters,“Rumsfeld Praises Army General Who Ridicules Islam as ‘Satan,’” New York Times, October 17,2003, hal. A7. dalam Ibid.
145
sangat prematur untuk mengatakan kelompok neoconservatif telah kalah apalagi hancur
karena jaringan mereka tidak tersentuh sama sekali dengan perubahan tersebut.
BAB V
KESIMPULAN
Perjuangan kelompok neoconservatif untuk berperan menjadi policy influencer
kebijakan luar negeri AS tidak berjalan dalam waktu singkat. Perjuangan ini
berlangsung melalui proses berliku yang berjalan dalam rentang waktu 40 tahun sejak
akhir 1960-an untuk membangun pondasi kelompoknya hingga menguasai berbagai
jabatan strategis di dalam dan di luar pemerintahan demi ambisi mengarahkan kebijakan
luar negeri AS agar sesuai dengan ideologi dan kepentingannya.
Ekspansi pemikiran dan jaringan sebagai usaha awal untuk membangun
landasan kokoh kelompok ini untuk berperan dalam pengambil keputusan mulai
nampak dimasa pemerintahan Ronald Reagan dan George H.W. Bush meski neocons
belum memiliki kekuatan jaringan yang cukup untuk berperan agar mereka mengikuti
jalan pikirannya. Akhirnya, setelah disingkirkan dimasa Bill Clinton, di bawah George
W. Bush neocons berjaya dipicu kasus 11/9 diikuti perang melawan terorisme.
Perang yang diikuti pendudukan militer AS Di Afghanistan dan Irak yang
berlanjut dengan pemaksaan untuk menciptakan demokrasi liberal versi neocons telah
menciptakan sentimen anti AS di kedua negara tersebut dan di banyak negara lain, yang
menumbuhkan kebencian yang berubah menjadi kekerasan termasuk terorisme. Tanpa
serangan 11/9 pun neocons sebenarnya dapat berperan mempengaruhi proses
pembuatan kebijakan luar negeri AS karena kedekatan para tokohnya dengan Bush.
Namun, neocons lebih memilih mekanisme seperti saat perang dingin, yakni dengan
146
adanya musuh ideologis yang bisa mempersatukan semua negara demokrasi dibawah
pimpinan AS, yang terbukti dimenangkan demokrasi liberal.
Kebijakan anti Islam Politik dipilih karena AS adalah karena konsekuensi
ideologi Pax-Americana yang menunutut mereka untuk mengeliminasi semua potensi
kekuatan yang memerlukan musuh bersama untuk menyatukan kekuatan dan potensi
sekutu AS dibawah kepemimpinannya. Pasca 11/9, neocons berhasil menempatkan
Islam Politik sebagai ancaman peradaban barat. Dengan kekuatan strukturalnya neocons
didalam dan diluar pemerintah Bush berhasil menciptakan ”Green Menace” dari Islam
Politik. Disisi lain, tragedi 9/11 yang jadi pemicu semua ini sebenarnya masih
merupakan kejadian yang penuh tanda tanya besar, selain justru merugikan gerakan
Islam dan umat Islam secara keseluruhan, dan banyak fakta yang menunjukkan
terencananya kebijakan ini.
Faktanya, Islam Politik dirugikan pasca 11/9 dan perang melawan terorisme.
Jika definisi teroris AS hanya dikenakan pada gerakan Islam yang menginginkan negara
Islam dengan kekerasan tentu hal ini ‘masih bisa diterima’. Namun, faktanya AS yang
tidak ingin Negara Islam diwujudkan juga memasukkan gerakan Islam non-kekerasan
sebagai targetnya. Contohnya, AS menghukum Hamas meski secara demokratis
memenangi pemilu Palestina karena dianggap sebagai Islam Politik yang menginginkan
formalisasi hukum Islam dan tidak mau mengakui Israel, dengan dibekukannya
sumbangan dari dunia internasional yang selama ini jadi urat nadi Palestina.
Kelompok neoconservatif mencerminkan kepentingan sekelompok orang yang
rasis atas kehebatan kepemimpinan AS atas dunia dan berhubungan erat dengan
komunitas Yahudi, dan negara Israel. Tanpa kehadiran neocons hampir tidak mungkin
terwujud kebijakan Islam anti Politik yang menimbulkan ketegangan Islam-Barat yang
147
kembali berulang lebih menonjol dalam ranah pemikiran dan praktis melalui kekuatan
militer dibanding dimasa-masa perang Salib.
Sebagai kepanjangan kepentingan Israel dalam berbagai organisasi lobi Yahudi,
neocons menempatkan posisi AS dalam ketidakberdayaan menghadapi ’tuntutan’ Israel.
Bisa dikatakan jika Israel menyuruh AS terjun dari satu ketinggian maka para pejabat
AS yang berhaluan atau terpengaruh neocons mengatakan ”seberapa tinggi”. Hal ini
bisa dilihat dalam kasus perang Afghanistan, Irak, isolasi Iran, dan Hamas yang
semuanya jelas lebih membahayakan Israel secara langsung dibanding tanah AS yang
jauh dari Timur Tengah. Puluhan bahkan ratusan ribu nyawa manusia dianggap layak
sebagai harga bagi keamanan negara demokrasi Israel.
Islam Politik yang mulai berperan dan mulai mendapatkan tempat dalam politik
di negeri-negeri Muslim pasca runtuhnya Soviet menjadi tersudutkan pasca serangan
11/9 yang langsung diarahkan kepada Al-Qaidah dan berlanjut pada kebijakan anti
Islam Politik secara luas. Serangan 11/9 dijadikan sarana neocons untuk menempatkan
Islam Politik sebagai musuh AS, kemanusiaan, dan dunia. Akhirnya, barat serempak
mengatakan ideologi Islam Politik adalah ideologi setan, fasis, dan militan yang tidak
sesuai dengan Islam versi barat yang moderat, liberal dan menerima demokrasi dan
kebebasan versi barat.
Berbagai kejadian menunjukkan bahkan simbol-simbol Islam berupa jenggot,
jilbab, cadar, dan gamis diidentikkan dengan teroris Islam. Interogasi berlebihan
dijalankan di bandara-bandara untuk mereka terlebih jika namanya adalah Islam-Arab;
Muhammad atau Abdullah, kesulitan lebih jauh akan diterima. Isu ini digunakan barat
untuk menekan posisi Islam Politik yang ingin memberikan alternatif baru dari
148
demokrasi kapitalis pasca hilangnya pesaing sosialis komunis yang dianggap gagal
dengan runtuhnya Soviet.
Ketakutan berlebihan ini didukung dengan klaim-klaim yang menyatakan Islam
sebagai agama dan ideologi yang agresif, mengedepankan pedang, anti toleransi, dan
yang terpenting anti barat sekuler. Ketakutan barat ini bukan tanpa alasan; Islam sebagai
negara adalah satu-satunya peradaban yang pernah menaklukkan dan menduduki Eropa,
berkuasanya Islam Syi’ah di Iran yang hingga kini menjadi batu sandungan kepentingan
barat di Timur Tengah, dan berbagai aksi anti AS dan sekutunya yang banyak dilakukan
oleh Islam Politik mulai dari pengeboman kedutaan hingga unjuk rasa besar-besaran
anti AS dengan membakar bendera dan replika Bush.
Posisi Islam Politik di negeri-negeri mayoritas muslim kian terjepit dengan
berkuasanya para pemimpin politik pro-barat yang menjadi kepanjangan tangannya. AS
dan sekutunya tidak segan-segan mengucurkan dana jutaan dolar untuk melatih dan
mempersenjatai pasukan-pasukan khusus dari negara satelitnya seperti yang diberikan
pada Detasemen khusus 88 anti teror di Indonesia. Bahkan, mereka mendukung penuh
tindakan para diktator yang membunuh, menyiksa, dan menjebloskan ke penjara para
aktivis Islam tanpa proses hukum seperti yang banyak terjadi di Timur Tengah dan Asia
Tengah sebagaimana yang dilakukan AS di Abu Gharib dan Guantanamo.
Menurut penulis, Kebijakan anti Islam Politik ini hanya disebabkan oleh satu
kelompok orang yang rasis pada nilai-nilai demokrasi Amerika dan pro-Israel; yakni
kelompok neoconservatif. Tanpa mereka dunia pasti akan melihat Islam Politik dapat
bersanding dan bersaing secara fair dengan demokrasi kapitalis sekuler yang menurut
mereka adalah sumber dari dekadensi moral dan kesenjangan dunia karena
menyingkirkan peran agama dalam sektor publik sebagai konsekuensi sejarah kelam
149
teokrasi gereja dan kapitalisme yang gagal merumuskan sistem distribusi ekonomi yang
adil. Islam akan menjadi jalan ketiga selain Kapitalisme dan Sosialisme.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Barston. R. P. 1988. Modern Diplomacy. London and New York: Longman.
Brewer, T.L. 1992. American Foreign Policy: A Contemporary Introduction, 3rd ed. Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall.
Brocker, Mathis. 2006. Konspirasi 11.9. Jakarta: PT. Ina Publikatama.
Burnham, Peter, et al, Research Methods in Politics, dalam bahan bacaan SPHI 605 Metode Penelitian HI.
Burns, James Mac Gregor et al. 1993. Government by the People . Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall.
Coplin, William D. 1992. Pengantar Politik Internasional: Suatu Telaah Teoreti terj. Marsedes Marbun, Edisi Kedua. Bandung: Sinar Baru.
Clymer, Carlton et.al. 2000. Pengantar Ilmu Politik, terj. Zulkifly Hamid. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Dougherty, James F. dan Platzgaff, Robert L. 1996. Contending Theories of International Relations, A Comprehensive Survey. New York: Simon and Schuster.
Dumbrell, J. 1990. The Making of US Foreign Policy. Manchester: Manchester University Press.
Edwards, Lee. 1999. The Conservative Revolution: The Movement That Remade America. New York: The Free Press.
Evans, Graham dan Newnham, Jerry. 1998. The Penguin Dictionary of International Relations. London: The Penguin Group.
Francis, Samuel. 1993. Beautiful Losers: Essays on The Failure of American Conservatism. Missouri: University of Missouri Press.
Fukuyama, Francis. 2004. The End of History and The Last Man. Jogjakarta: Qalam.
Gergez, Fawaz A. 1999. America and Political Islam: Clash of Civilization or Clash of Interest?. New York: Cambridge University Press.
150
Gray, Jerry D. 2004. (9-11) The Hard Evidence Exposed!!! The Real Truth. Jakarta: Sinergi Publishing.
Hamm, Bernd. 2005. The Bush Gang; Kelompok Elit yang Menghancurkan; Serangan Neoconservatif terhadap Demokrasi dan Keadilan. Jakarta: PT. INA PUBLIKATAMA.
Honderich, Ted. 2005. Conservatism: Burke, Nozick, Bush, Blair?. London: Pluto Press.
Holsti, K.J. 1995. International Politics: A Framework for Analysis, 7th ed. Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall.
Huntington, Samuel. 2003. Benturan Peradaban dan Masa Depan Politik Dunia. Jogjakarta: Qalam.
Huntington, Samuel P.. 2004. Who Are We? The Challenges To America’s National Identity. New York; Simon & Schuster Paperbacks.
Janda, Kennet, Berry, Jeffrey M. dan Goldman, Jerry. 1992. The Challenge of Democracy: Government in America, Third Edition. Boston: Houghton Miflin Company.
Kegley, C.W. & Wittkopf, E.R. 1996. American Foreign Policy, 5th ed. New York: St. Martin's Press.
Kuncahyono, Trias. 2005. Irak Korban Ambisi Kaum Hawkish. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Mas’oed, Mohtar. 1990. Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi, Edisi Revisi. Jakarta: LP3ES.
Nisbet, Robert. 1989. Conservatism: Dream and Reality. Minneapolis: University of Minnesota Press.
Perkins, John. 2005. Confession of an Economic Hit Man. Jakarta: Abdi Tandur.
Samuel, Francis. 1993. Beautiful Losers: Essays on The Failure of American Conservatism. Missouri: University of Missouri Press.
Schmidt W., Steffen, Shelley, Mark.C. and Bardes, Barbara A. 1985. AmericanGovernment and Politics Today. New York Los Angeles San francisco: West Publishing Company.
Steinfels, Peter. 1979. The Neoconservatives: The Men Who Are Changing America’s Politics. New York: Simon & Schuster.
Stelzer, Irwin (ed.). 2004. The Neocon Reader . New York: Grove Press.
151
Tyrell, R. Emmet, Jr. 1992. The Conservative Crack-Up. New York: Simon and Schuster.
Viotti, Paul R. dan Kaupp, Mark V. 1999. International Theory: Realism, Pluralism, Globalism and Beyond, Third Edition. Boston: Allyn and Bacon.
Woodward, Bob. 2002. Bush at War. New York: Simon & Schuster.
B. Jurnal, Surat Kabar dan Dokumen Resmi
Bush: Perang ke Irak Tak Terhindarkan, dalam Republika, 7 Oktober 2002.
Bush: Serangan Tak Terelakkan, dalam Jawa Pos, 4 Oktober 2002.
DPR AS Setuju, dalam Jawa Pos, 3 Oktober 2002.
Fukuyama, Francis. Summer 2004. September 11, 2001 Attacks Timeline. The Neoconservative Moment. dalam The National Interest, Volume 76.
Kaiser, R.G. 2003. U.S. Risks Isolation, Breakdown of Old Alliances in Case of War. The Washington Post, March 16.
Kongres Setuju, Selangkah Lagi Aksi Militer AS ke Irak, dalam Jawa Pos, 13 Oktober 2002.
Perang ‘Melawan’ Saddam, dalam Republika, tanggal 14 Maret 2002.
Pincus, Walter. 2003. CIA Finds No Evidence Hussein Sought to Arm Terrorists. Washington Post, 16 November.
Priest, Dana and Pincus, Walter. Bin Laden–Hussein Link Hazy. Washington Post, February 13, 2003.
Rakyat Saddam Tak Sabar, dalam Jawa Pos, 12 Oktober 2002.
Sihbudi, Riza. Mungkinkah Perang Dicegah. dalam Republika, 17 Maret 2003.
The Economist. 2003. C for Capitalism. The Economist, June 26.
Thomas R, Pickering. The Changing Dynamics of U.S. Foreign Policy-Making dalam U.S. Foreign Policy Agenda, Volume 3, Number 1, March 2000.
C. Situs Internet
American Enterprise Institute dalam http://www.answers.com/topic/american-enterprise-institute.
152
Atta Met Twice with Iraki Intelligence. CNN.com, October 11, 2001, http://www.cnn.com /2001/US/10/11/inv.atta.meetings/.
Blumenthal, S. 2004. America's Military Coup. The Guardian, May 13. At http ://www.guardian.co.uk/Irak/Story/0,2763,1215613,00.html.
Boot, M. 2004a. "Q&A: Neocon Power Examined". Empire Builders: Neoconservatives and their Blueprint for US Power. The Christian Science Monitor. http://www.csmonitor.com/specials/neocon/boot.html.
Bush, G.W. 2003. Special Report with Brit Hume: An Exclusive Interview with President Bush, Fox News. At http://www.foxnews.com/story/0,2933,98111,00.html.
CBS, 2004. New Fuel to Halliburton Fraud Fire. CBS Evening News, http://www.cbsnews.com/stories/2004/08/17/eveningnews/main636644.shtml
Charles V. Peña Irak: The Wrong War. Policy Analysis: December 15, 2003, No. 502 dalam www.foreignpolicy.com/Ning/ archive/archive/106/letters.pdf.
Daniel Eissenberg, “We’re Taking Him Out,” dalam www.archives.cnn.com/2002/ALLPOLITICS/ 05/06/time.out/index.html.
Elizabeth Nelson (1989) The British Counterculture 1966-73: A Study of the Underground Press. London: Macmillan. dalam Counterculture dalam http://www.answers.com/topic/counterculture.
Elsje Fourie, Neoconservatism And Us Foreign Policy: A View From Venus Part II: The Bush Presidency And The War In Irak, dalam http://www.basicint.org/pubs/Papers/2004nc02.htm--basicdiscussionp2.
Exxon Mobil dalam www.opensecrets.org/orgs/summary.asp?ID=D000000129&nAME=Exxon+Mobil.
Hartung, W.D. 2004. Making Money on Terrorism. The Nation, February 5. dalam http://www.thenation.com/doc.mhtml?i=20040223&c=2&s=hartung.
http://en.wikipedia.org/wiki/East_Coast_of_the_United_States.
Institute for Advanced Strategic and Political Studies. 1996. Study Group on a New Israeli Strategy Toward 2000: A Clean Break: A New Strategy for Securing the Realm. At http://www.israeleconomy.org/strat1.htm.
Irak letter 1998 dalam www.newamericancentury.org/iraqletter1998.htm.
Irak letter for Clinton dalam www.newamericancentury.org/iraqclintonletter.htm.
Irving Kristol, “The Neoconservative Persuasion,”www.weeklystandard.com/Content/ Public/Articles/000/000/003/000tzmlw.asp?pg=2Isenberg, D. 2004. A Fistful of
153
Contractors: The Case for a Pragmatic Assessmentof Private Military Companies in Irak. BASIC Research Report 2004.2 September.http://www.basicint.org/pubs/Research/2004PMC.htm
Islamic Fundamentalism dalam www. Wikipedia.org.enwiki/org/wiki/Islamic-Fundamentalism.htm.
Islamist and Islamism dalam http://www.geocities.com/martinkramerorg/Terms.htm.
Isolationism dalam www.csmonitor.com/cgi-bin/neoconquiz.pl.
Kristol, Irving. 1995. Neoconservatism: The Autobiography of An Idea. New York: The “Neoconservatism in the United States,”dalam www.wikipedia.org/wiki/Neoconservatism_in_the_ United_States.
Kull, S. 2004. Voice of a Superpower. Foreign Policy, May/June. Dalam http://www.foreignpolicy.com/users/login.php?story_id=2539&URL=http://www.foreignpolicy.com/story/cms.php?story_id=2539&page=3.
Lambro, D. 2003. Americans Support War in Irak 2-1, Poll Finds. The Washington Times, December 22. At http://washingtontimes.com/national/20031222-120239-5311r.htm
Leo Straus dalam Kevin MacDonald, “Thinking About Neoconservatism,” dalam www.vdare.com/ misc/macdonald_neoconservatism.htm.
Lind, M. 2003. How Neoconservatives Conquered Washington-and Launched a War. Salon,http://archive.salon.com/opinion/feature/2003/04/09/neocons/index1.html.
Lobe, J. 2004. Spy Probe Scans Neocon-Israel Ties. Inter-Press Service, http://domino.ips.org/ips/eng.NSF/vwWEBMainView?SearchView&Query=%28jim+lobe%29+&SearchMax=100&SearchOrder.
Marshall, J.M. 2004. Iran-Contra II?. The Washington Monthly, September. At http://www.washingtonmonthly.com/features/2004/0410.marshall.html.
Max Shactman dalam www.wikipedia.org/wiki/Max_Shactman.
Merriam-Webster Dictionary. 2004b. Military-Industrial Complex. at http://www.m-w.com/cgi-bin/dictionary?book=Dictionary&va=military industrial+complex
Michael Elliot dan James Carney, ”First Stop, Irak,” dalam www.cnn.com/2003/ALLPOLITICS/ 03/24/timep.saddam.tm/index.html.
Neoconservative: Definition and views dalam http://en.wiki.globaltruth.org/Neoconservatism.
154
Neoconservatism in the United States, dalam www.wikipedia.org/wiki/Neoconservatism_in_the_ United_States
Neocons Key Figures, dalam www.csmonitor.com/specials/neocon/index.html.
News release, February 5, 2003, http://www.white house.gov/news/releases/2003/02/Irak/20030205-1.html.
Nicholas Xenos, “Leo Strauss and the Rethoric of the War on Terror,” dalam www.logosjournal.com/issue_3.2/mason.htm.
Pax Americana dalam www.newamerican centuries.com-pax-americana.htm.
PBS. 2003a. Analyses: 1992: First Draft of a Grand Strategy. Frontline: Truth, War and Consequences.http://www.pbs.org/wgbh/pages/frontline/shows/Irak/themes/1992.html.
Perle, R. 2003. "Interview". PBS Frontline: Truth, War and Consequences, July 10. At http://www.pbs.org/wgbh/pages/frontline/shows/truth/interviews/perle.html.
Plan for New American Centurty dalam www.wikipedia.org/wiki/Plan_for_New_American_ Century.
Presidency of George W. Bush dalam http://en.wikipedia.org/wiki/Presidency_of_George_W._Bush.
September 12, 2002, http://www.whitehouse.gov/ news/releases/2002/09/20020912-1.html.
Singer, P.W. 2004. Warriors for Hire in Irak. The Brookings Institution, April 15. At http://www.brookings.edu/views/articles/fellows/singer20040415.htm.
Spolar, C. 2004. 14 'Enduring Bases' Set in Irak. Chigago Tribune, March 23.LeMann, N. 2001. "Letter From Washington: The Quiet Man". The New Yorker, May 7. http://newyorker.com/archive/content/?040906fr_archive06.
Statement of Principles dalam www.newamericancentury.org/statementofprinciples.htm.
“Talk: Neoconservatism in the United States,” dalam www.wikipedia.org/wiki/Talk: Neoconservatism_in_the_United_States
The Joint Resolution Authorizing the Use of Force Against Terrorists. dalam www. september11news.com/PresidentBush.htm
“Timeline of Counterterrorism Planning,” at www.archives.cnn.com/2002/ALLPOLITICS/08/05/wh.alqaeda.timeline/index.html
The Transitional Program. Retrieved February 10, 2005 dalam Fourth
155
International in http://www.answers.com/topic/fourth-international.
Thielmann, G. 2003. Interview. PBS Frontline: Truth, War and Consequences,July 10 http://www.pbs.org/wgbh/pages/frontline/shows/truth/interviews/thielmann.html
Time Magazine 6 Octoboer 2005 dalam www.time.com
Trotskyism, dalam www.wikipedia.org/wiki/Trotskyism.
US Arms Trader to Run Irak. The Observer, March 30. At http://observer.guardian.co.uk/business/story/0,6903,925309,00.html.
U.S. Department of State, “Patterns of Global Terrorism 2000, Overview of State-Sponsored Terrorism,” April 30, 2001, http://www.state. gov/s /ct/rls/pgtrpt/2000/2441.htm.
White House, “President George Bush Discusses Irak in National Press Conference,” news release, March 6, 2003, http://www.whitehouse.gov/news/releases/2003/03/20030306-8.html.
White House, “President Bush Discusses Irak with Congressional Leaders,” news release September 26, 2002, http://www.whitehouse.gov/ news/releases/2002/09/Irak/20020926-7.html.
Wilson, J. 2004. The Cult That's Running the Country. Salon, May 3. http://www.salon.com/books/feature/2004/05/03/accuse/index3.html.
www.bradleyfdn.org/board.html.
www.bradleyfdn.org/programs.html.
www.commentarymagazine.com/HTMLStubPage.asp.
www.heritage.org/About/aboutHeritage.cfm.
www.jinsa.org/about/about.html.
www.jmof.org/.
www.mediatransparency.org/funderprofile.php?funderID=3.www.nationalinterest.org/ME2/dirsect.asp?
sid=1CC7F100AE244FA7AA2F839DA4788984&nm= About+TNI.
www.newamericancentury.org/Bushletter.htm.
156
www.scaife.com/sarah.html.
www.september11news.com/DailyTimelineSept11.htm.
www.sourcewatch.org/index.php?title=Dick_Cheney.
www.sourcewatch.org/index.php?title=Donald_Rumsfeld.
www.sourcewatch.org/index.php?title=John_M._Olin_ Foundation.
www.sourcewatch.com/index.php?title=National_Review.
www.sourcewatch.org/index.php?title=Scaife_Foundations.
www.washingtonpost.com/wp-dyn/articles/A132-2004Dec14html.
www.weeklystandard.com/AboutUs/default.asp.
www.weeklystandard.com/AboutUs/default.asp#Masthead.
www.wikipedia.org/wiki/Bradley_Foundation.
www.wikipedia.org/wiki/Center_for_Security_Policy.
www.wikipedia.org/wiki/Center_for_Strategic_and_International_Studies.
www.wikipedia.org/wiki/Commentary_Magazine.
www.wikipedia.org/wiki/Committee_for_the_ Liberation_of_Iraq6.
www.wikipedia.org/wiki/Foundation_for_the_Defense_of_Democracies.
www.wikipedia.org/wiki/Heritage_Foundation.
www.wikipedia.org/wiki/Hudson_Institute.
www.wikipedia.org/wiki/Jewish_Institute_for_National_Security_Affairs.
www.wikipedia.org/wiki/National_Endowment_for_Democracy.
www.wikipedia.org/wiki/The_National_Interest.
www.wikipedia.org/wiki/The_National_Review.
www.wikipedia.org/wiki/The_Public_Interest.
www.wikipedia.org/wiki/The_Weekly_Standard.
157
Zionist in the bush administration dalam http://www.care2.com/news/member/798880044/307663.
.
158
159
160