Upload
riski-jumadi
View
198
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
NEUROPATI DIABETIK
Citation preview
NEUROPATI DIABETIK
I. Definisi
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia (meningkatanya kadar gula darah) yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya.(1)
Neuropati diabetik (ND) merupakan salah satu komplikasi kronis paling
sering ditemukan pada diabetes melitus. Resiko yang dihadapi pasien diabetes
melitus dengan neuropati diabetik antara lain ialah infeksi berulang, ulkus yang
tidak sembuh-sembuh dan amputasi jari/kaki. (1)
Neuropati diabetika adalah suatu gangguan pada syaraf perifer, otonom
dan syaraf cranial yang ada hubunganya dengan diabetes melitus. Keadaan ini
disebabkan oleh kerusakan mikrovaskuler yang disebabkan oleh diabetes yang
meliputi pembuluh darah yang kecil-kecil yang memperdarahi syaraf (vasa
nervorum). Gangguan neuropati ini termasuk manifestasi somatik dan atau
otonom dari sistem saraf perifer. (1)
II. Epidemiologi
Neuropati diabetik terjadi pada 66% pasien DM tipe 1 dan 59% pasien
dengan DM tipe 2. Dari semua pasien dengan neuropati diabetik, 20% akan
mengalami nyeri, hilangnya sensasi, mati rasa, dengan durasi kurang lebih 3
bulan. Komplikasi jangka panjang dari neuropati diabetik termasuk ulkus pada
kaki yang terjadi pada 15% pasien yang mengakibatkan 85% dari pasien ini
diamputasi.(2)
III. Etiologi
1
Penyebab pasti dari neuropati diabetik masih belum diketahui. Adapun
faktor resiko dari neuropati diabetik termasuk didalamnya yaitu keparahan dan
durasi dari diabetes melitus (DM), merokok, dan adanya komplikasi lain seperti
retinopati dan nefropati.(2)
IV. Patofisiologi
Patofisiologi dari ND sangat kompleks, melibatkan beberapa teori yang
masih diperdebatkan yang terdiri dari interaksi faktor metabolik dan vaskuler pada
penyakit DM. Hiperglikemi dan meningkatnya fluks yang melalui jalur polyol
mengakibatkan akumulasi sorbitol dan fruktosa di intraseluler, dengan reduksi
aktivitas Na+/K+-ATPas. Adanya gangguan metabolik ini menyebabkan aktivasi
protein kinase C, gangguan metabolisme asam lemak, dan stres oksidatif yang
diakibatkan oleh hiperlipidemia dan hiperglikemia sehinggga terjadi kerusakan
dan gangguan fungsi endotel mikrovaskuler. Diikti hipoperfusi, dengan
hyalinisasi dan hiperplasia maladaptif dari vasa nervorum mengakibatkan
disfungsi progresif dari serabut saraf kecil dan besar. Hipoksia ini juga merupsak
serabut saraf tak bermyelin yang menginervasi arteriola.(2)
V. Klasifikasi
Banyak klasifikasi dari Neurophaty Diabetik yang telah dikemukakan,
tetapi untuk mencapai pendekatan secara klinis, keterlibatan pengertian
neurophaty dapat digunakan untuk menambah diagnosis dan perawatan dari
berbagai macam. Dalam sistem seperti ini, manifestasi Neurophaty Diabetik
dibagi kedalam 2 (dua) kategori, somatic dan visceral: (3)
1. Somatic (peripheral) Neuropathy
2
Jenis neuropati ini merusak saraf di lengan dan tungkai, dimana
kaki dan tungkai biasanya lebih dulu terkena dari pada tangan dan lengan.
Pada banyak penderita diabetes mellitus dapat ditemukan gejala neuropati
pada pemeriksaan, akan tetapi penderita tidak merasakanya sama sekali.
Gejala biasanya dirasakan lebih berat pada malam hari. Neuropati perifer
juga bisa menyebabkan kelemahan otot dan hilangnya refleks, terutama
refleks tumit yang menyebabkan perubahan cara jalan dan juga bisa
menyebabkan deformitas pada kaki seperti hammertoes dan kollaps dari
midfoot. Bisa terlihat luka-luka pada kaki yang terjadi pada daerah yang
kurang rasa, karena kerusakan yang disebabkan oleh tekanan. Ekstremitas
bawah: Foot drop, Diabetik amyotrophy; Ekstremitis atas: Carpal-Tunnel
Syndrome (Median Nerve), Clawhand Syndrome (Ulnar Nerve). (3)
2. Visceral neuropathy
Jenis neuropati ini mengenai saraf yang mengontrol jantung,
mengurus tekanan darah dan mengatur kadar gula darah, juga mengenai
organ dalam yang menyebabkan gangguan pencernaan, pernafasan,
miksio, respon seksual dan penglihatan. Selain itu sistem yang
memperbaiki kadar gula ke normal setelah terjadi suatu episode
hipoglikemia bisa terkena, sehingga terjadi hilangnya tanda-tanda
peringatan terjadinya hipoglikemi seperti keringat dingin dan palpitasi. (3)
Tidak sadarnya karena suatu hipoglikemia: biasanya akan
terjadi gejala-gejala seperti gemetar, bila gula darah menurun
3
samapi dibawah 70 mg%, sedangkan pada neuropati otonom hal ini
tidak terjadi sehingga hipoglikemi sukar dideteksi.
Jantung dan sistem sirkulator adalah sistem dari kardiovaskuler,
yang mengontrol sirkulasi darah. Kerusakan di sistem
kardiovaskuler mengganggu kemampuan badan untuk mengatur
tekanan darah dan denyut jantung sehingga tekanan darah dapat
turun dengan mendadak setelah duduk atau berdiri.
Sistem pencernaan: Kerusakan pada saraf saluran pencernaan
biasanya menyebabkan konstipasi. Selain itu bisa juga
menyebabkan pengosongan lambung yang terlalu lambat sehingga
bisa menyebabkan gastroparesis. Gastroparesis yang berat
menyebabkan nausea dan muntah yang persisten dan tidak nafsu
makan. Gastroparesis juga bisa menyebabkan fluktuasi gula darah,
disebabkan pencernaan makanan yang abnormal.
Traktus urinarius dan organ reproduksi: neuropati otonom
sering kali mempengaruhi organ-organ yang mengontrol miksio
dan fungsi seksual. Kerusakan saraf menghalangi pengosongan
sempurna dari kandung kemih sehingga bakteri dapat tumbuh di
dalam kandung kemih dan ginjal sehingga dapat menyebabkan
infeksi pada traktus urinarius. Bila saraf yang mengurus kandung
kemih terganggu dapat terjadi inkotinesia urin karena tidak
merasakan kapan kandung kemih penuh atau tidak bisa mengontrol
otot-otot yang melepaskan urin.
4
Kelenjar keringat: neuropati otonom dapat mengenai saraf-saraf
yang mengurus keringat. Kerusakan saraf mencegah bekerjanya
kelenjar keringat dengan baik, sehingga badan tidak dapat
mengatur suhu tubuh dengan baik dan ini bisa menyebabkan
keringat berlebihan pada malam hari atau sewaktu makan.
Secara umum Neuropati Diabetik dibagi berdasarkan perjalanan
penyakitnya (lama menderita DM) dan menurut jenis serabut saraf yang terkena
lesi.(3)
1) Menurut Perjalanan Penyakitnya, Neuropati Diabetik dibagi menjadi:
- Neuropati fungsional/subklinis, yaitu gejala yang muncul sebagai akibat
perubahan biokimiawi. Pada fase ini belum ada kelainan patologik
sehingga masih reversible
- Neuropati structural/klinis, yaitu gejala timbul sebagai akibat kerusakan
structural serabut saraf. Pada fase ini masih ada komponen yang
reversible.
- Kematian neuron/ tingkat lanjut, yaitu terjadi penurunan kepadatan
serabut saraf akibat kematian neuron. Pada fase ini sudah irreversible.
Kerusakan serabut saraf pada umumnya di mulai dari distal menuju ke
proksimal, sedangkan proses perbaikan mulai dari proksimal ke distal.
Oleh karena itu lesi distal paling banyak ditemukan, seperti
polineuropati simetris distal
5
2) Menurut Jenis Serabut Saraf Yang Terkena Lesi:
- Neuropati Difus
o Polineuropati sensori motor simetris distal
o Neuropati otonom :neuropati sudomotor, neuropati otonom
kardiovaskular, neuropati gastroinstestinal, neuropati
genitourinaria.
o Neuropati Lower Limb Motor simetris proksimal (amiotropi)
- Neuropati Fokal
o Neuropati cranial
o Radikulopati /pleksopati
o Entrapment neuropati
6
Klasifikasi ND di atas berdasarkan anatomi serabut saraf perifer yang
secara umum dibagi atas 3 sistem yaitu system motorik, sensorik dan system
autonom. Manifestasi klinis ND bergantung dari jenis serabut saraf yang
mengalami lesi. Mengingat jenis serabut saraf yang terkena lesi bisa yang kecil
atau besar, lokasi proksimal atau distal, fokal atau difus , motorik atau sensorik
atau autonom, maka manifestasi klinis ND menjadi bervariasi, mulai kesemutan ;
kebas, tebal ; mati rasa ; rasa terbakar ; seperti ditusuk ; disobek, ditikam.
VI. Gejala Klinis
Bentuk-bentuk gambaran klinik adalah sebagai berikut :
1. Polineuropati sensorik-motorik simetris
Ditandai dengan berkurangnya fungsi sensorik secara progresif
dan fungsi motorik (jarang) yang berlangsung pada bagian distal yang
berkembang kearah proksimal. Dalam sindrom ini, penurunan sensasi
dan hilangnya refleks terjadi pertama di jari pada setiap kaki, lalu
memanjang ke atas. Hal ini biasanya digambarkan sebagai distribusi mati
rasa, kehilangan sensorik, dysesthesia dan nyeri waktu malam. Rasa sakit
bisa terasa seperti terbakar, menusuk sensasi, pegal atau membosankan.
Kehilangan propriosepsi. Pasien-pasien ini tidak bisa merasakan ketika
mereka menginjak benda asing, seperti serpihan, atau menggunakan
sepatu yang tidak pas ukurannya kesempitan.
2. Neuropati otonom
Sistem saraf otonom terdiri dari saraf menginervasi jantung, sistem
pencernaan dan sistem genitourinari. Neuropati otonom dapat
7
mempengaruhi salah satu sistem organ. Disfungsi otonom paling
umum dikenal pada penderita diabetes adalah hipotensi ortostatik,
atau pingsan saat berdiri. Dalam kasus diabetes neuropati otonom,
itu adalah karena kegagalan jantung dan arteri untuk tepat
menyesuaikan nada denyut jantung dan pembuluh darah untuk
menjaga darah terus-menerus dan sepenuhnya mengalir ke otak.
Gejala ini biasanya disertai dengan hilangnya perubahan yang biasa
dalam denyut jantung dilihat dengan napas normal. Kedua temuan
ini menunjukkan neuropati otonom.
Manifestasi saluran pencernaan termasuk gastroparesis, mual,
kembung, dan diare. Karena banyak penderita diabetes minum obat
oral untuk diabetes mereka, penyerapan obat-obatan sangat
dipengaruhi oleh pengosongan lambung tertunda. Hal ini dapat
menyebabkan hipoglikemia bila agen diabetes oral diambil
sebelum makan dan tidak bisa diserap sampai jam, atau kadang-
kadang hari kemudian, ketika ada gula darah normal atau rendah
sudah. Gerakan lamban dari usus kecil dapat menyebabkan
pertumbuhan bakteri yang berlebihan, diperparah dengan kehadiran
hiperglikemia. Hal ini menyebabkan kembung, gas dan diare.
Gejala urin meliputi frekuensi, urgensi kemih, inkontinensia dan
retensi. Sekali lagi, karena retensi urin, infeksi saluran kemih sering
terjadi. Retensi urin dapat menyebabkan divertikula kandung
kemih, batu, nefropati refluks.
8
3. Mononeuropati
Berbeda dengan polineuropati yang bersifat lambat, maka
mononeuropati terjadi secara cepat dan biasanya lebih cepat pula untuk
kembali membaik. Yang sering terkena adalah nervi craniales, ulnaris,
medianus, radialis, femoralis, peroneus, dan kutaneus femoralis. Apabila
beberapa saraf terkena, namun dari akar yang berlainan, maka keadaan
tersebut dinamakan mononeuropati multipleks.
Pada N. Spinalis
Awitan suatu mononeuritis adalah selalu mendadak. Setiap N.
Spinalis dapat dihinggapi, namun yang sering dihinggapi dalah
N. Iskhiadikus, N. Ulnaris, N. Medianus, N. Radialis, N.
Femoralis, N. Kutaneus Femoralis, dll. Gejala yang mungkin
timbul adalah gangguan sensorik, motorik atau gangguan
sensorik sekaligus motorik. Di samping itu tampak pula adanya
rasa nyeri di saraf yang bersangkutan. Pada umumnya prognosa
pada mononeuritis ini lebih baik dibandingkan dengan
polineuropati diabetic simetris.
Pada N. Kranialis
Yang paling sering adalah N. Okulomotorius, N. Abdusen, N.
Optikus, dll. Terdapat pula rasa nyeri di daerah saraf yang
bersangkutan. Bila berhadapan dengan penderita dengan lesi
N.III dan nyeri dibelakang bola mata, maka kemungkinan akan
adanya suatu aneurisma sirkulus arteriosus willisi. Bila
9
mononeuritis itu mengenai N. II maka timbul neuritis
retrobulbaris yang lama kelamaan dapat menimbulkan papilla
alba.
Neuropati diabetika bisa timbul dalam berbagai bentuk gejala sensorik,
motorik dan otonom, harus dibuat daftar terstruktur untuk anamnesa.
1. Gejala sensorik bisa merupakan gejala negatif atau positif, difus atau
lokal. Gejala sensorik yang negatif adalah rasa tebal, baal, gangguan
berupa sarung tangan/kaus kaki (glove and stocking), seperti berjalan
diatas tongkat jangkungan dan kehilangan keseimbangan terutama bila
mata ditutup dan luka luka yang tidak merasa sakit. Gejala sensorik
positif adalah rasa seperti terbakar, nyeri yang menusuk, rasa seperti
kesetrum, rasa kencang dan hipersensitif terhadap rasa halus.(1)(4)
2. Gejala motorik dapat menyebabkan kelemahan yang distal,
proksimal atau fokal. Gejala motorik distal termasuk gangguan
koordinasi halus dari otot-otot tangan, tak dapat membuka kaleng atau
memutar kunci, memuku-mukul kaki dan lecetnya jari-jari kaki.
Gejala gangguan proksimal adalah gangguan menaiki tangga,
kesukaran bangun dari posisi duduk atau berbaring, jatuh karena
lemasnya lutut dan kesukaran mengangkat lengan di atas pundak.(1)
3. Gejala otonom dapat berupa gangguan sudo motorik (kulit kering,
keringat yang kurang, keringat berlebihan pada area tertentu),
gangguan pupil (gangguan pada saat gelap, sensitif terhadap cahaya
yang terang), gangguan kardiovaskuler (kepala terasa enteng pada
10
posisi tertentu, pingsan), gastrointestinal (diare nokturnal, konstipasi,
memuntahkan makanan yang telah dimakan), gangguan miksi
(urgensi, inkontinensia, menetes) dan gangguan seksual (impotensi
dalam ereksi dan gangguan ejakulasi pada pria) dan tidak bisa
mencapai klimaks seksual pada wanita).(1)
VII. Diagnosis
Diagnosis dari ND ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan terdiri dari kekuatan otot, sensai nyeri
tusuk, posisi sendi dan suhu. Tes sensorik perlu dilakukan di tangan dan kaki
secara bilateral. Tes fungsi otonom juga perlu dilakukan terutama pada pasien
dengan DM berdsarkan tekakan darah dan denyut jantung untk mengevaluasi
aliran darah gastrointestinal, genitourinari, fungsi sudomotor, dan aliran darah
perifer kulit. Biopsi saraf juga perlu dilakukan untuk menyingkirkan penyebab
neuropati yang lain. Biopsi kulit juga bisa dilakukan jika tes yang lain didapatkan
megatif. Diagnosa ND ditegakkan jika didapatkan adanya kelainan neurologis
disertai dengan adanya bukti pasien menderita DM (baik secara gejala, maupun
dengan tes toleransi glukosa).(5)
American Academy of Neurology merekomendasikan ND didiagnosis
berdasarkan adanya neuropati saraf otonom ataupun somatik setelah penyebab
neuropati lain disingkirkan. Sekitar 10% pasien diabetes akan mengalami
neuropati. ND tidak dapat didiagnosis tanpa pemeriksaan yang teliti, karena
terkadang ND didaptkan asimtomatik pada beberapa pasien. Sehingga ditetapkan
kriteria berikut dimana perlu ditemukan positif:
11
- Gejala
- Tanda
- Tes elekrodiagnostik
- Sensoris kuantitatif
- Tes autonomik
Dengan ditemukan 2 atau lebih dari tanda diatas, maka pasien dapat
didiagnosis dengan ND. (5)
VIII. Penatalaksanaan
Tujuan dari penanganan ND adalah untuk mencegah progresi dari
neuropati dan mengurangi gejala.(5)
- Kotrol glikemik
Hubungan antara hiperglikemik dan progresi keparahan dari
neuropati telah terbukti secara retrospektif dan prospektif. Pada studi
klasik 440 pasien diabetes yang difollowup selama 25 tahun
menunjukkan bahwa peningkatan gejala ND dari 12% menjadi 50%
setelah 25 tahun dan pasien tersebut merupakan pasien dengan
kontrol diabetik yang buruk. Efek signifikan ditunjukkan oleh
pemberian insulin dalam mencegah ND.
- Faktor terkait dengan ND
Faktor resiko terkait dengan progresi ND pada 1172 pasien
dengan DM tipe 1 yang diteliti lebih dari 7 tahun menunjukkan
bahwa pada 23,5% pasien akan mengalami neuropati, dengan adanya
12
tanda-tanda dislipidemik, peningkatan serum trigliserida, dan serum
kreatinin.
- Aldolase reduktase inhibitor (ARI)
ARI mereduksi fluks glukosa yang melalui jalur polyol,
menghambat akumulasi sorbitol dan fruktosa dan mencegah reduksi
potensial redoks. ARI telah digunakan selama lebih dari 20 tahun
dan selama ini pula menunjukkan efikasi terhadap pasien dengan
ND.
- Alpha lipoic acid
Ini merupakan kofaktor natural dari kompleks dehidrogenase
dan merupakan agen modulasi redoks. Obat ini telan menunjukkan
keefektifan dalam mengameliorasi baik secara somatik maupun
otonomik.
- Neurotropik
Pada review eksperimental suatu studi menunjukkan bahwa
terjadi penurunan Nerve Growth Factor (NGF). Sehingga pada
pasien dengan ND perlu diberikan neurotropik untuk membantu
proses regenerasi saraf yang rusak.
Penanganan simtomatik
Parestesia dengan nyeri bisa diredakan dengan antidepresan trisiklik dan
antikonvulsan seperti fenitoin, karbamazepin, dan gabapentin. Berdasarkan trial,
antikonvulsan ini sangat berguna dalam mengobati nyeri dan direkomendasikan
untuk digunakan pada ND jika intervensi lain gagal.
13
Tramoadol juga cukup efektif dalam mengobati nyeri neuropatik.
Tergantung dari kualitas nyeri, beberapa obat juga disarankan. Pada parestesia dan
nyeri hebat bisa digunakan antidepresan trisiklin dan flufenazin. Untuk nyeri
seperti terbakar bisa digunakan isosorbid dinitrat atau allodinia capsaicin dan
untuk nyeri lokal bisa digunakam karbamazepin atau antikonvulsan lainnya.(5)
14
Daftar Pustaka
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simandibrata M, Setiati S. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Balai Penerbit FKUI, Jakarta. 2009
2. Markman, John. Pain Pathophysiology. Dalam: Jones, dkk. Netter’a
Neurology 2nd Edition. Elsevier. Philadelphia. 2012.
3. Duby JJ, Campbell RK, Setter SM, dkk. Diabetic neuropathy: an intensive
review. Am J Health-Syst Pharm 2004;61(2):160-76.
4. Meliala, L; Andradi, S. ; Purba, J.S.; Anggraini, H : Nyeri Neuropati
Diabetik dalam : Penuntun Praktis Penanganan Nyeri Neuropatik. Pokdi
Nyeri PERDOSSI, 2000.
5. Bansal, V. J Kalita. U.K. Misra. Diabetic Neuropathy. Department of
Neurology Institute of Medical Sciences Sanjay Gandhi. 2005.
15