Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
RESPON MASYARAKAT KUDUS TERHADAP STRATEGI DAKWAH
SUNAN KUDUS
Diajukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Sosial (S.Sos)
SKRIPSI
Disusun Oleh :
Uswatun Hasanah
43010-15-0021
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2019
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Setelah dikoreksi dan diperbaiki, maka skripsi saudara :
Nama : Uswatun Hasanah
NIM : 43010-15-0021
Jurusan/Progdi :Komunikasi dan Penyiaran Islam
Judul :Respon Masyarakat Kudus Terhadap Strategi
Dakwah Sunan Kudus
Telah kami setujui untuk dimunaqasyahkan.
Salatiga, 25Maret 2019
Pembimbing
(Dra. Sri Suparwi, M.A.)
NIP. 19690506 199303 2 004
iii
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
FAKULTAS DAKWAH Jalan Lingkar Salatiga KM. 2 Pulutan Sidorejo Salatiga50716
http://www.iainsalatiga.ac.id e-mail: [email protected]
SKRIPSI
Respon Masyarakat Kudus Terhadap Strategi Dakwah
Sunan Kudus
Disusun oleh
Uswatun Hasanah
43010-15-0021
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Skripsi Jurusan Komunikasi dan
Penyiaran Islam (KPI) Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Salatiga pada tanggal 08 Maret 2019 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna
memperoleh gelar Sarjana Sosial.
Susunan Dewan Penguji
Ketua Penguji: Dr. Rasimin, M.Pd. __________________
Sekretaris Penguji : Dra. Sri Suparwi, M.A. __________________
Penguji I :Dra. Hj Maryat in, M.Pd. __________________
Penguji II :Yahya, M.H.I __________________
Salatiga, 08 April 2019
Dekan Fakultas Dakwah
IAIN Salatiga
Dr. Mukti Ali, M.Hum
NIP.197509052001121001
iv
PERNYATAAN KEASLIAN DAN KESEDIAAN PUBLIKASI
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Uswatun Hasanah
NIM : 43010-15-0021
Fakultas : Dakwah
Jurusan : Komunikasi dan Penyiaran Islam
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya
saya sendiri, bukan jiplakan dari karya orang lain. Pendapat temuan orang lain
yang terdapat dalam skripsi ini dikutip/dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Skripsi ini diperkenankan untuk dipublikasikan pada e-repository Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
v
MOTTO
Jika kamu lelah dalam berjuang. Istirahatlah !
Tapi jangan menyerah, Karena Hidup Itu Perjuangan.
سل ااجهد ولتكسل ولتك غافلا ف ندامة العقب لمن ي تك
)عمر ابدل جبار(
“Bersungguh-sungguhlah dan jangan bermalas-malasan dan jangan pula
lengah (lalai) karena penyesalan itu bagi orang bermalas-malasan”.
(Umar Abdul Jabbar).
vi
Persembahan
Skripsi ini saya persembahkan untuk:
1. Kedua orang tua tercinta bapak Farikun dan Ibu Aslikah yang sudah
mendidik, membimbing, mengingatkan, dan motivator terbesar dalam
hidupku, terima kasih untuk segalanya doa yang terus mengalir, kasih
sayang, pengorbanan yang tak kenal lelah, tetesan keringat yang
menghantarkanku hingga sekarang ini dan kesabaran yang begitu
besar.
2. Adikku tersayang Isa Anshori yang selalu membantu saat kesusahan
dan selalu mendoakan agar menjadi manusia yang beruntung.
3. Saudara-saudaraku yang selalu mengingatkan supaya belajar dengan
sungguh-sunnguh dan ikhlas.
4. Orang-orang yang selalu tanya kapan skripsi ini selesai dan kapan di
wisuda.
5. Bapak Sutrisno M.Pd. yang selalu memotivasiku selama 4 tahun
menempuh pendidikan di Salatiga.
6. Bapak Mas‟ud M.Pd.yang mengajarkan bagaimana caranya
berta‟dzim.
7. Para jajaran pemerintahan kota Salatiga bagian Humas dan protokol
yang telah memberikan pengalaman dan pengetahuan selama kegiatan
Pengembangan Profesi lapangan (PPL).
8. Teman-teman terdekat yang selalu memotivasi Mbak Alfiyah, Diana
Trisnawati, Siti Aisyah, Nana, Nika, Ida, Indri, Uut, dan Indri.
vii
9. Orang terkasih, Muhamad Yusuf yang selalu membantuku,
menyemangatiku dan memberikan gagasan pemikirannya dalam
pembuatan judul skripsi.
10. Anzilatul Qodriyah yang selalu membantuku, menyemangatiku dalam
penulisan skripsi hingga skripsi ini selesai.
11. Teman-teman seperjuangan Sofa, Ifa, Anggi, dan Humaida.
12. Untuk teman-teman S1 Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam angkatan
2015 dan teman-teman bidikmisi angkatan 2015.
13. Untuk teman-teman KPI 2015 konsentrasi Public Relations.
14. Untukpengasuh Pesantren Baitussyukur Ibu Rokhayati yang
membimbingku di bidang keagamaan.
15. Teman-teman Pesantren Baitussyukur kamar Ar-rohim, Eni, Laila,
Vina, dan Amel.
16. Teman-teman PPL di Pemkot Salatiga, Icha, Nanda, Widi, Dewi,
Masaki, dan Zila.
17. Mbak Alfina Fitria dan Mas Rozikin KPI 2014 yang selalu saya tanyai
tentang skripsi dan menyemangatiku.
18. Teman-teman HMI Cabang Salatiga terutama komisariat Lafran Pane
yang telah memberikan ruang untuk belajar selain di kampus.
19. Untuk Saudara-saudara IMKS (Ikatan Mahasiswa Kudus Salatiga).
20. Keluarga baru yang saya dapatkan ketika KKN 2019 Maulida, Ika,
fitri, Ririn, Rizki, Fathan dan Dewi.
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT,
karena atas rahmat dan karunia-Nya, akhirnya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka
memenuhi salah satu syarat untuk mencapai strata satu Komunikasi
Penyiaran Islam. Penulis menyadari tanpa bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak, mulai dari masa perkuliahan sampai masa penyusunannya.
Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Dr. MuktiAli M. Hum. selaku Dekan Fakultas Dakwah IAIN
Salatiga.
3. Ibu Dra. Hj Maryatin M.Pd. Selaku Ketua Program Studi Komunikasi
Penyiaran dan Islam IAIN Salatiga.
4. Ibu Dra. Sri Suparwi M.A. selaku dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktu tenaga dan pikiran serta dukungannya untuk
mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi ini.
5. Seluruh jajaran Akademik Institut Agama Islam Negeri Salatiga
Fakultas Dakwah yang tidak bisa penulis sebutkan semuanya terima
kasih banyak telah membantu penyusunan skripsi ini.
6. Seluruh jajaran pengurus Bidikmisi IAIN salatiga, dengan bantuannya
dan program yang edukatif mampu mengantarkanku hingga skripsi ini.
ix
Semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan mereka
dengan balasan yang lebih dari yang mereka berikan dan senantiasa selalu
dalam lindungan-Nya. Amin.
Akhir kata, penulis berharap semoga Allah SWT berkenan
membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Penulis
menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini terdapat banyak kekurangan
dan kelemahan. Sehingga saran, kritik serta perbaikan yang
membangundari pembaca akan penulis terima dengan segala kerendahan
hati. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
Wasaalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Salatiga, 08 April 2019
Penulis
Uswatun Hasanah
NIM.43010150021
x
ABSTRAK
Hasanah, Uswatun (2019). Respon Masyarakat Kudus Terhadap Strategi
Dakwah Sunan Kudus.SkripsiFakultasDakwahJurusanKomunikasidanPenyiaran
Islam, Institut Agama Islam NegeriSalatiga.
Kata Kunci : Respon, Masyarakat, Strategi Dakwah, SunanKudus.
Penelitianinimembahastentang: Respon Masyarakat Kudus Terhadap
Strategi Dakwah Sunan Kudus. Denganrumusanmasalah : (1) Bagaimana strategi
dakwah Sunan Kudus? (2) Bagimana respon masyarakat Kudus terhadap strategi
dakwah Sunan Kudus?, (3)Apa faktor-faktor yang mempengaruhi respon
masyarakat Kudus terhadap strategi dakwah Sunan Kudus?.
Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah penelitian kualitatif
yaitu penelitian yang dilakukan dengan terjun kelapangan dan melihat secara
langsung apa yang terjadi sebenarnya. Penelitian menggunakan pendekatan
deskriptif adalah pendekatan yang menggambarkan secara sistematis, faktual dan
akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang
diselidiki. Metode pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah: metode
observasi, wawancaradan dokumentasi.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa strategi dakwah Sunan
Kudus yaitu strategi pendekatan kultur, artinya Sunan Kudus mengarahkan
masyarakat Hindu-Budha kedalam budaya Islam. Diantaranya melalui wayang
Klitik, Tembang Maskumambang, Tembang Mijil dan adanya akulturasi budaya
berupaMenara Kudus, Masjid al-Aqsa Kudus, Padasanuntukberwudhu yang diberi
nama pancuran Asta Sanghika “jalanberlipatdepan” dan larangan penyembelihan
sapi terhadap masyarakat Kudus yang sampai sekarang ini masih dibudayakan.
Adapun respon masyarakat terhadap strategi dakwah Sunan Kudus yaitu terbagi
menjadi dua, respon positif dan respon negatif. Respon positif berupa masyarakat
Kudus melestarikan, menjaga dan merawatpeninggalan Sunan Kudus dengan cara
menjadikan bangunan-bangunan peninggalan Sunan Kudus untuk kegiatan ke-
Islaman, seperti mengaji, dzikir, bersholawat, sholat, membaca dan menghafal al-
Qur‟an serta melestarikan larangan penyembelihan sapi yang difatwakan oleh
Sunan Kudus kepada masyarakat Kudus. Larangan penyembelihan sapi tersebut
masih menjadi budaya masyarakat Kudus khususnya orang Islam yang beraliran
Nahdhatul Ulama’ (NU).Adapun respon negatifnya, sebagian kecil masyarakat
Kudus tidak setuju jika larangan penyembelihan sapi masih dibudayakan, karena
masyarakat Kudus sekarang mayoritas beragama Islam, setiap individu memiliki
pendapat yang berbeda-beda, hal itu tergantung keyakinan seseorang. Biasanya
orang-orang yang menyembelih sapi, orang tersebut merupakan kaum
Muhammadiyah (MD) atau orang pendatang yang bukan dari Kudus.
Adapunfaktor-faktor yang mempengaruhi respon masyarakat Kudus terhadap
xi
strategi dakwah Sunan Kudus yaitu ada dua faktor (faktor pendukung dan faktor
penghambat). faktor pendukung dakwah Sunan Kudus diantaranya kontak dengan
budaya lain, adanya bangunan akulturasi, dan masyarakat Kudus yang
mendukung dakwah Sunan Kudus. Fakor penghambat dakwah Sunan Kudus
diantaranya banyaknya masyarakat heterogen, kurangnya berhubungan dengan
masyarakat lain, dan perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat.
xii
DAFTAR ISI
COVER ...................................................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................................................. ii
PENGESAHAN ......................................................................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN .................................................................................... iv
MOTTO ..................................................................................................................... v
PERSEMBAHAN ...................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ............................................................................................... viii
ABSTRAK ................................................................................................................. x
DAFTAR ISI .............................................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian ......................................................................................... 6
E. Penegasan Istilah ............................................................................................ 7
F. Kerangka Berfikir........................................................................................... 9
G. Sistematika Penulisan .................................................................................... 11
BAB II LANDASAN TEORI DAN TINJUAN PUSTAKA
A. Pengertian Respon .......................................................................................... 12
B. Pengertian Masyarakat ................................................................................... 13
C. Pengertian Strategi ......................................................................................... 14
xiii
D. Pengertian Dakwah ........................................................................................ 16
E. Unsur-Unsur Dakwah..................................................................................... 23
F. Strategi Dakwah ............................................................................................. 32
G. Asal Usul Sunan Kudus ................................................................................. 36
H. Guru-Guru Sunan Kudus .............................................................................. 42
I. Cara Dakwah Sunan Kudus ........................................................................... 43
J. Kajian Pustaka ................................................................................................ 48
BAB III METODOLIGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian dan Pendekatan..................................................................... 51
B. Lokasi Penelitian ............................................................................................ 52
C. Sumber Data dan Jenis Penelitian .................................................................. 53
D. Prosedur Pengumpulan Data .......................................................................... 54
E. Teknis Analisis Data ...................................................................................... 56
F. Teknik Validitas Data .................................................................................... 58
BAB IV PEMBAHASAN
A. Strategi Dakwah Sunan Kudus....................................................................... 60
B. Respon Masyrakat Kudus Terhadap Strategi Dakwah Sunan Kudus ............ 78
C. Faktor-faktor yang mempengaruhi respon masyarakat Kudus Terhadap
Strategi Dakwah Sunan Kudus....................................................................... 89
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................................... 95
B. Saran ............................................................................................................... 96
xiv
DAFTAR PUSTAKA
Lampira-lampiran
I
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dakwah merupakan sebuah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh
setiap orang yang mengaku beragama Islam. al-Quran menyebutkan bahwa
dakwah merupakan jalan para Rasul Allah yang terus dikumandangkan,tugas
untuk berdakwah dengan cara mengikuti tuntunan Rasulullah SAW harus
berdasarkan pada dasar ilmu dan keyakinan. Hal tersebut dijelaskan dalam al-
Qur‟an (Q.S.Yusuf (12):108) yangberbunyi :
ذه سبيلي أدعو إل اللو وسبحان اللو وما أنا من على بصيرة أنا ومن ات ب عن قل ى
المشركي
Artinya: Katakanlah "Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang
mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang
nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang
musyrik. Ayat tersebut telah menegaskan bahwa, seorang mukmin yang
mengikuti tuntunan Rasulullah SAW atas dasar bashirah yaitu ilmu dan
keyakinan. Dakwah merupakan tuntunan iman, yang jika seorang mukmin
meninggalkan kewajiban berdakwah berarti ada masalah dengan
keimanannya (Ari, 2012:1).
Dalam berdakwah seorang da‟i harus menyesuaikan dengan kondisi
masyarakat yang ada. Menurut Jamal (2017:16) mengatakan bahwa dakwah
merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari,
2
didasarkan pada keyakinan dan kebenaran ajaran yang telah dibawa
oleh Nabi Muhammad SAW, serta dilakukan dengan berbagai cara atau
metode sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapinnya.
Menurut Ali Aziz dalam bukunya ilmu dakwah (2009:348)
mengatakan bahwa ajaran yang benar dan baik harus disebarkan dengan cara
yang baik pula, tidak sedikit ajaran yang sesat tetapi memperoleh respon yang
luar biasa karena disampaikan dengan kemasan yang menarik dan dengan
cara yang menyenangkan. Hal tersebut menggambarkan bahwa pelayanan
lebih strategis dari pada produk. Ketika seorang da’i menyampaikan pesan
kepada mad’u, maka da’i harus memakai strategi yang sesuai dengan keadaan
mad’u, karena dengan adanya strategi tersebut mad’u akan menerima pesan
dengan mudah.
Strategi dakwah merupakan perencanaan yang berisi rangkaian
kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan dakwah tertentu. Ada dua hal
yang perlu diperhatikan dalam hal ini, yaitu:
1. Sratategi merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan dakwah)
termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya atau
kekuatan. Dengan demikian, strategi merupakan proses penyusunan
rencana kerja, belum sampai pada tindakan.
2. Strategi disusun unttuk mencapai tujuan tertetu. Artinya, arah dari semua
keputusan penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan. Oleh sebab itu,
sebelum menentukan strategi, perlu dirumuskan tujuan yang jelas serta
dapat diukur keberhasilannya (Aziz, 2009 :349).
3
Walisongo merupakan jaringan penyebar Islam pada akhir abad ke-
15 dan awal abad ke-16, yaitu menggunakan pendekatan yang sesuai
dengan firman Allah SWT dalam al-Qur‟an (Q.S An-Nahl:(16)125), yang
berbunyi:
ادع إل سبيل ربك بالكمة والموعظة السنة وجادلم بالت ىي أحسن إن ربك ىو
ىو أعلم بالمهتدين أعلم بن ضل عن سبيلو و
Artinya: Hendaknya engkau mengajak orang ke jalan Allah dengan hikmah,dengan peringatan yang ramah-tamah serta bertukar pikiran dengan mereka melalui cara yang sebaik-baiknya.
Dalam menyebarkan Islam, Walisongo memiliki strategi yang
berbeda-beda, diantaranya melalui pendidikan, perdagangan, perkawinan
seni dan budaya. Salah satu anggota Walisongo, yaitu Sunan Kudus,
beliau melakukan kebijaksanaan dalam berdakwah dengan cara mendekati
masyarakat untuk menyelami serta memahami apa yang diharapkan
masyarakat. Dalam hal dakwah langsung ke tengah masyarakat itu, Sunan
Kudus memanfaatkan jalur seni dan budaya yang dibutuhkan masyarakat
(Suntoyo, 2016:341).
Dalam menyebarkan Islam, Sunan Kudus melakukan dakwah
dengan memotivasi umat Hindu-Budha supaya mereka masuk Islam.
Maksudnya, Sunan Kudus tidak melakukan perlawanan secara keras,
tetapi memberikan pengarahan sedikit demi sedikit dengan memberikan
teladan melalui pendekatan budaya, yaitu melalui wayang, tembang-
tembang serta adanya akulturasi budaya.Ketika itu, masyarakat Kudus
4
masih didominasi penganut Hindu dan Budha. Maka, Sunan Kudus pun
berusaha memasukkan kebiasaan mereka kedalam syariat Islam
(Hariwijaya, 2007:49).
Dalam hal tersebut, Sunan Kudus memberikan pengajaran
keagamaan dan akulturasi budaya. Akulturasi budayayang dilakukan
Sunan Kudus memiliki berbagai macam bentuk, diantaranya larangan
penyembelih sapi.Langkah Sunan Kudus tersebut tentu mengundang rasa
simpatik masyarakat yang waktu itu menganggap sapi sebagai hewan
suci.Lama-kelamaan, bermula dari situ, masyarakat semakin banyak yang
mendatangi masjid sekaligus mendengarkan petuah-petuah Sunan Kudus.
Selain berdakwah lewat sapi, bentuk akulturasi budayaSunan
Kudus juga bisa dilihat dari bangunan Menara Kudus yang berada di
tengah-tengah kota tepatnya samping masjid Kudus. Menara tersebut
menggambarkan akulturasi budaya antara agama Islam dan Hindu.
Akulturasi tersebut dapat dilihat dari kegunanaan menara yaitu untuk
menabuh beduk sebelum adzan waktu sholat, yang menandakan ajaran
Islam untuk melakukan ibadah kepada Allah.Pintu menara dibangun
seperti pure yang ada di Bali yang menggambarkan tempat peribadahan
umat Hindu.
Pola akulturasi Islam-Hindu juga bisa diihat dari peninggalan
Sunan Kudus Lawang Kembar masjid Kudus, menunjukkan kompromi
arsitektur Islam dengan arsitektur Hindu, sementara padasan atau pancuran
air yang sekarang difungsikan sebagai tempat berwudhu. Tiap-tiap
5
pancurannya dihiasi dengan relief arca sebagai ornamen penambah
estetika.Jumlah delapan dengan hiasan masing-masing sebuah kepala arca
diatasnya. Hal ini untuk melambangkan ajaran Sang Budha di Benares
yang disebut Asta Sanghika Marga atau “Jalan Berlipat Delapan”.
Tujuannya sudah jelas, untuk merendam kecemburuan masyarakat Budha
yang masih banyak jumlahnya kala itu (Arpoisi, 1997:6).
Berdasarkan paparan diatas, Sunan Kudus dalam menyebarkan
islam berbeda dengan Walisongo lainnya yaitu dengan adanya akulturasi
budaya,baik antara Islam-Hindu dan Islam-Budha. Sehingga peneliti perlu
mengetahui respon masyarakat kudus saat ini terhadap strategi dakwah
Sunan Kudus. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk membahas lebih
lanjut hal tersebut, yang dituangkan dalam skripsi dengan judul “Respon
Masyarakat Kudus Terhadap Strategi Dakwah Sunan Kudus”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat diambil rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana strategi Sunan Kudus dalam berdakwah?
2. Bagaimana respon masyarakat Kudus terhadap strategi dakwah Sunan
Kudus?
3. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi respon masyarakat Kudus
terhadap strategi dakwah Sunan Kudus?
6
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan fokus penelitian yang telah dipaparkan, penelitian ini
bertujuan untuk:
1. Untuk mengetahui strategi Sunan Kudus dalam berdakwah.
2. Untuk mengetahuirespon masyarakat Kudus terhadap strategi dakwah
Sunan Kudus
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi respon
masyarakat Kudus terhadap strategi dakwah Sunan Kudus.
D. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan menambah khasanah keilmuan dalam
bidang dakwah khususnya untuk jurusan Komunikasi Penyiaran
Islam Fakultas Dakwah IAIN Salatiga.
b. Hasil penelitian ini tentang respon masyarakat Kudus terhadap
strategi dakwah Sunan Kudus diharapkan dapat menjadi acuan
penelitian lanjutan tentang dakwah Sunan Kudus dalam
menyebarkan agama Islam sebagai sarana dakwah.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran bagaimana
respon masyarakat Kudus terhadap strategi dakwah Sunan Kudus.
Dengan penelitian ini menjadi pengetahuan bagi masyarakat sekitar
tentang strategi dakwah Sunan Kudus.
7
E. Penegasan Istilah
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dan Untuk
memudahkan dalam memahami judul penelitian tentang Untuk
memudahkan dalam memahami judul penelitian tentang berjudul “Respon
Masyarakat Kudus Terhadap Strategi Dakwah Sunan Kudus”. maka
penulis memberi batasan istilah sebagai berikut:
1) Respon adalah setiap tingkah laku pada hakekatnya merupakan
tanggapan atau balasan terhadap stimulus (Sarlito,1995). Respon
seseorang dapat dalam bentuk baik atau buruk, positif atau negatif
(Azwar,1998). Apabila respon positif maka orang yang bersangkutan
cenderung untuk menyukai atau mendekati objek, sedangkan respon
negatif cenderung untuk menjauhi objek tersebut(Walgito, 1980:16).
2) Menurut Selo Sumardjan (dalam Soerjono Soekanto 1992:24)
Masyarakat merupakan orang-orang yang hidup bersama yang
menghasilkan kebudayaan.
3) Strategi merupakan rencana tidakan (rangkaian kegiatan dakwah)
termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya
atau kekuatan. Dengan demikian, strategi merupakan proses
penyusunan rencana kerja, belum sanpai pada tindakan (Ali Aziz;
349).
4) Pengertian dakwah berdasarkan pendapat banyak ulama‟ diantaranya,
pertama, An-Nida yang artinya memanggil. Kedua, ad-du’a ila sya’i
yang artinya menyeru dan mendorong kepada sesuatu. Ketiga, Ad-
8
da’wat ila qadhiyat yang artinya menegaskannya atau membelanya
terhadap yang haq maupun batil, baik positif maupun negatif. Secara
etimologi, da‟wah berasal dari akar kata da’aa-yad’u, yang
mengandung arti mengajak, menyeru dan mengundang. Adapun secara
terminologi, da‟wah merupakan segala aktivitas yang dilakukan secara
terorganisir, untuk mengajak seseorang atau lebih kepada jalan yang
lurus (ash-shiroth al-mustaqim). Da‟wah bertujuan untuk
mengeluarkan seseorang dari kesesatan menuju hidayah, atau dari
kegelapan menuju cahaya islam (Abdillah, 2012:1-2).
5) Strategi dakwah adalah menentukan taktik bagi orang yang
melaksankan pekerjaan da’i, bermakna orang yang menyeru,
memanggil, mengajak, dan harus memiliki pertimbangan-
pertimbangan yang matang dan mantap, agar gerakan-gerakan dalam
taktik tersebut bisa dilaksanakan dengan mudah dan lancar, sehingga
tujuan yang dicita-citakan dapat tercapai (Rozikin,6:2018)
6) Sunan Kudus adalah salah satu tokoh Wali Songo yang menyebarkan
Islam di Jawa, tepatnya di Kudus. Namun, seperti wali yang lain,
Sunan Kudus dalam berdakwah berusaha mendekati masyarakat untuk
menyelami serta memahami kebutuhan apa yang diharapkan
masyarakat (Suntoyo, 2016:334).
Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan Respon Masyarakat Kudus Terhadap Strategi Dakwah
Sunan Kudusadalah suatu tanggapan atau reaksi baik secara positif
9
maupun negatif yang berasal dari masyarakat proses terhadap strategi
dakwah Sunan Kudus.
F. Kerangka Berfikir
Kerangka berfikir atau kerangka penalaran logis yang digunakan
untuk mengetahuirespon masyarakat kudus terhadap strategi dakwah
Sunan Kudus. Berdasarkan bagan yang ada di bawah, dapat dijalaskan
bahwa strategi yang di lakukan Sunan Kudus dalam menyebarkan Islam
yaitu dengan cara mendekati dan memotivasi masyarakat Hindu-Budha
melalui wayang Klitik, tembang Maskumambang dan Mijil sertaadanya
akulturasi. Akulturasi
yang dilakukan Sunan Kudus yaitu dengan memasukkan budaya Islam
kedalam budaya Hindu-Budha.Hal ini dapat dijabarkan bagan sebagai
berikut:
Dalam menyebarkan Islam (dakwah) Sunan Kudus menggunakan strategi, wayang,
tembang dan akulturasi.
Akulturasi yang dimaksud adalah Sunan Kudus memasukkan budaya Islam kedalam
budaya umat Hindu-Budha, berupa adanya bangunan sejarah.
Dalam menyebarkan Islam (dakwah) Sunan Kudus menggunakan strategi.
Strategi yang digunakan yaitu dengan mendekati dan memotivasi
masyarakat Hindu-Budha melalui wayang, tembang-tembang dan adanya
akulturasi.
10
Sunan Kudus secara detail, peneliti berusaha mengungkapkan strategi
dakwah Sunan Kudus dan faktor-faktor yang mempengaruhi respon
masyarakat Kudus terhadap strategi dakwah Sunan Kudus. Sehingga dapat
terlihat sebuah hasil dimana tanggapan masyarakat Kudus terhadap strategi
dakwah Sunan Kudus.
Berdasarkan paparan diatas, menghasilkan judul respon masyarakat
Kudus terhadap strategi dakwah Sunan Kudus. Peneliti mengupas satu
persatu strategi Sunan Kudus dalam menyebarkan Islam (dakwah).
Bangunan tersebut merupakan perpaduan antara budaya umat Islam-Hindu
berupa Menara, pintu Masjid, dan Islam-Budha yaitu adanya pancuran.
Adapun kebiasaan umat Hindu-Budha yaitu mengeramatkan sapi sebagai
dewa mereka. Maka Sunan Kudus memasukkan kebiasaan tersebut
kedalam Islam, yaitu melarang masyarakat Kudus menyembelih sapi.
Dengan adanya akulturasi tersebut, bagaimana respon masyarakat terhadap
strategi dakwah Sunan Kudus.
11
G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pemahaman pembaca dalam penelitian ini,
adapun sistematika dalam penulisan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, kerangka
berfikir dan sistematika penulisan.
BAB II : Berisi kajian pustaka Landasan teori, yang mencakup tentang
deskripsi teori mengenai respon, masyarakat, dakwah, strategi, strategi
dakwah, riwayat Sunan Kudus, guru-guru Sunan Kudus, cara berdakwah
Sunan Kudus dan silsilah Sunan Kudus .
BAB III :Metode Penelitian meliput jenis penelitian dan pendekatan,
lokasi penelitian, sumber data dan jenis data, prosedur pengumpulan data,
teknis analisis data, teknis validitas data.
BAB IV : Hasil penelitian dan pembahasan yang mencakup isi secara
umum dari respon masyarakat Kudus terhadap strategi dakwah Sunan Kudus.
mulai dari biografi Sunan Kudus, sinkretisme yang di terapkan oleh Sunan
Kudus, strategi dakwah Sunan Kudus dan faktor-faktor (penghambat dan
pendukung) yang mempengaruhi respon masyarakat Kudus terhadap strategi
dakwah Sunan Kudus.
BAB V : Merupakan bab penutup yang mencakup kesimpulan dan
saran.
12
BAB II
LANDASAN TEORI DAN TINJUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Respon
Menurut Susanto (1998:73), respon merupakan reaksi, artinya
pengiyaan atau penolakan, serta sikap acuh tak acuh terhadap apa yang
disampaikan komunikator terhadap pesannya. Respon dapat dibedakan
menjadi opini (pendapat) dan sikap, dimana pendapat atau opini adalah
jwaban terbuka terhadap suatu persoalan dinyatakan dengan kata-kata
yang diucapkan atau tertulis. Sedangkan sikap merupakan reaksi positif
atau negatif terhadap orang-orang, objek atau situasi tertentu. Respon ada
dua bentuk yaitu:
a) Respon Positif
yaitu apabila masyarakat mempunyai tanggapan atau reaksi positif
dimana mereka dengan antusias ikut berpartisipasi menjalankan
program yang diselenggarakan pribadi atau kelompok.
b) Respon negatif
yaitu apabila masyarakat memberikan tanggapan yang negatif dan
kurang antusias ikut berpartisipasi menjalankan program yang
diselenggarakan pribadi atau kelompok, dimana mereka menanggapi
dengan skeptis dan pragmatis.
Respon adalah suatu perbuatan yang merupakan hasil akhir dari
adanya stimulus atau rangsangan dimana respon terbagi menjadi dua,
yaitu:
13
a) Respon atau perbuatan yang reflektif (terjadi tanpa disadari individu)
merupakan reaksi dari stimulus yang diterima tidak sampai ke otak
sebagai pusat kesadaran.
b) Respon atau perbuatan yang disadari, yaitu perbuatan organisme atas
adanya motif dari individu yang bersangkutan, dan stimulus yang
diterima individu itu sampai ke otak dan benar-benar disadari oleh
individu yang bersangkutan (Walgito,1980:16-17).
Berdasarkan uraian diatas, peneliti dapat menyimpulkan
bahwa respon adalah pendapat masyarakat tentang suatu hal, baik
pendapat tersebut bersifat positif atau negatif yang timbul dari
adanya suatu stimulus atau rangsangan.
2. Masyarakat
Agust Comte (dikutip dalam syani, 2007:31) mengatakan bahwa
masyarakat adalah kelompok-kelompok makhluk hidup dengan realitas-
realitas baru yang berkembang menurut hukum-hukumnya sendiri dan
berkembang menurut polanya sendiri. Masyarakat dapat membentuk
kepribadian yang khas bagi manusia, sehingga tanpa adanya kelompok,
manusia tidak akan mampu untuk berbuat banyak dalam kehidupannya.
Menurut W.J.S. Poerwadarminta (1986) mengartikan masyarakat
sebagai pergaulan hidup manusia atau sehimpun orang yang hidup
bersama dalam suatu tempat dengan ikatan-ikatan aturan tertentu
(AbdulSyani, 2006:3).
14
J.L. Gilian dan J.P. Gilian, bahwa masyarakat merupakan kelompok
manusia yang terbesar dan mempunyai kebiasaan, tradisi sikap dan
perasaan persatuan yang sama.Dalam buku Sosiologi karangan Abu
Ahmad (1985) menyatakan bahwa masyarakat harus mempunyai syarat-
syarat sebagai berikut:
a) Harus ada pengumpulan manusia , dan harus banyak, bukan
pengumpulan binatang.
b) Telah bertempat tinggal dalam waktu yang lama di suatu daerah
tertentu.
c) Adanya aturan-aturan yang mengatur mereka untuk menuju kepada
kepentingan dan tujuan bersama (Abdulsyani, 2007:32-33).
Berdasarkan uraian diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa
masyarakat adalah sekumpulan orang yang hidup bersama dalam suatu
tempat yang mempunyai kebiasaan dengan ikatan aturan-aturan tertentu.
3. Strategi
Strategi merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan dakwah)
termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya atau
kekuatan. Dengan demikian, strategi merupakan proses penyusunan
rencana kerja, belum sampai pada tindakan.
Strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu artinya, arah dari
semua keputusan penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan.Oleh
sebab itu, sebelum menentukan strategi, perlu dirumuskan tujuan yang
jelas serta dapat diukur keberhasilannya.
15
Dalam kegiatan komunikasi, Effendi (1993:300) mengartikan
strategi sebagai perencanaan (planning) dan manajemen (management)
untuk mencapai suatu tujuan. Ia tidak hanya berfungsi sebagai peta yang
harus diempuh, tetapi juga berisi taktik operasionalnya. Ia harus didukung
teori karena teori merupakan pengetahuan berdasarkan pengalaman yang
sudah diuji kebenarannya. Untuk strategi komunikasi tersebut, segala
sesuatunya harus memperhatikan komponen komunikasi dalam teori
Harold D. Lasell, yaitu Who say, What in Which Channel to Whom with
What effect (komunikator, pesan, media, komunikan, dan efek) (Aziz,
2009:349-350).
Strategi merupakan pengambilan suatu keputusan untuk menata
dan mengatur unsur-unsur yang bisa menunjang pelaksanaan kerja demi
tercapainya suatu tujuan (Rozikin, 2018:15).
Penulis dapat menyimpulkan bahwa strategi adalah cara yang di
tempuh seseorang guna tercapainya suatu tujuan tertentu, dimana cara
tersebut didukung oleh pengetahuan.
4. Dakwah
a. Pengertian
Ditinjau dari segi bahasa, dakwah berasal dari bahasa Arab
“da‟wah”.Da‟wah mempunyai tiga huruf asal, yaitu dal, „ain, dan
wawu.Dari ketiga huruf asal ini, tebentuk beberapa kata dengan ragam
makna. Makna-makna tersebut adalah memanggil, mengundang, minta
tolong, meminta, memohon, menamakan, menyuruh datang,
16
mendorong, menyebabkan, mendatangkan, mendoakan, menangisi dan
meratapi (Warson, 1997: 406).
Dalam Al-Qur‟an, kata da‟wah dan berbagai bentuk katanya
ditemukan sebanyak 198 kali menurut hitungan Muhammad Sulthon
(2003:4), 299 kali versi Muhammad Fu‟ad „Abd al-Baqi‟ (dalam A.
Iilyas Isma‟il, 2006: 144-145), atau 212 kali menurut Asep Muhiddin
(2002:40). Ini berarti, Alqur‟an mengembangkan makna dari kata
da‟wah untuk berbagai penggunnaan.Setidaknya ada sepuluh macam
makna dakwah dalam Al-Qur‟an.
1. Mengajak dan menyeru, baik kepada kebaikan maupun ke
musyrikan; kepada jalan ke surga atau ke neraka. Makna ini paling
banyak menghiasi ayat-ayat Al-Qur‟an (46 kali). Kebanyakan dari
makna ini mengarah pada jalan keimanan (39 kali). Diantara dua
jalan berlawanan yang menggunakan kata dakwah adalah al-Qur‟an
(Q.S.Al-Baqarah(2:221)) yang berbunyi:
ن م ر م ؤمنة خي ول شركة ولو أعجبتكم ول تنكحوا المشركات حت ي ؤمن ولأمة م
شرك ولو أعجبكم أول ئك ن م ر م ؤمن خي تنكحوا المشركي حت ي ؤمنوا ولعبد م
يياتو للناس لعلهم يدعون إل نو وي ب ي رة ب نة والم النار واللو يدعو إل ا
رون ي تذك
Artinya:Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum
mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan
17
yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik
meskipun dia menarik hatimu.Dan janganlah kamu
nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan
yang beriman).sebelum mereka beriman.Sungguh, hamba
sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-
laki musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka
mengajak ke neraka, sedangkan Allah Mengajak ke surga
dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) Menerangkan
ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil
pelajaran.
2. Do‟a, seperti dalam al-Qur‟an (Q.S. Ali Imran(3:38)).
عاء ٨٣- ىنالكدعازكريارب هقالرب هبليمنلدنكذريةطيبةإنكسميعالد
Artinya:Disanalah Zakariyya berdoa kepada Tuhan-nya.Dia
berkata“Ya Tuhan-ku, berilah aku keturunan yang baik
dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar
doa.
3. Mendakwah atau menganggap tidak baik, seperti dalam al-Qur‟an
(Q.S. Mayam(19: 91)). أندعواللرحنولدا
Artinya:(Allah) Berfirman,“Demikianlah.”Tuhan-mu Berfirman,
“Hal itu mudah bagi-Ku; sungguh, engkau telah Aku
Ciptakan sebelum itu, padahal (pada waktu itu) engkau
belum berwujud sama sekali.
4. Mengadu, seperti dalam al-Qur‟an (Q.S. Al-Qamar(54:10)).
انتصر لوب فدعارب هأنيم
Artinya:Maka dia (Nuh) mengadu
kepadaTuhannya,”Sesungguhnya aku telah di kalahkan,
maka tolonglah aku”. 5. Memanggil atau panggilan, sebagaimana dalam al-Qur‟an (Q.S.Ar-
Rum(30:52)).
18
اأنتمتخرجون نالأرض ادعاكمدعوةم ماءوالأرضبأمرىثم ومنآياتأنت قومالس
Artinya:Dan diantara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah
berdirinya langit dan bumi dengan kehendak-Nya.
Kemudian apabila Dia Memanggil kamu sekali panggil
dari bumi, seketika itu kamu keluar (dari kubur). 6. Meminta, seperti dalam al-Qur‟an (Q.S.Shad (38: 51)).
يهاب يهايدعون اكهةكثيرةوشراب متكئين
Artinya:Di dalamnya mereka bersandar (di atas dipan-dipan)
sambil meminta buah-buahan yang banyak dan minuman
(di surga itu).
7. Mengundang, seperti dalam al-Qur‟an (Q.S.Al-Qasas (28: 25)).
اجاءى اءقالتنأبييدعوكليجزيكأجر فجاءت هحداهاتشيعلىاستحي و ماسقيت لناف لم
نجوتنالقوم الظالميقصعليهالقصص قاللات
Artinya: Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari
kedua perempuan itu berjalan dengan malu-malu, dia
berkata,“Sesungguhnya ayahku mengundangmu untuk
memberi balasan sebagai imbalan atas (kebaikan)mu
memberi minum (ternak) kami.”Ketika (Musa)
mendatangi ayahnya dan dia menceritakan kepadanya
kisah (mengenai dirinya), dia berkata“Janganlah engkau
takut!Engkau telah selamat dari orang-orang yang zalim
itu.
8. Malaikat Israfil sebagai penyeru yaitu dalam al-Qur‟an (Q.S.
Thaha(20: 108)).
هسا لاتسمعل اعيلاعوجلهوخشعتالأصواتللرحن ي ومئذي تبعونالد
Artinya: Pada hari itu mereka mengikuti (panggilan) penyeru
(malaikat) tanpa berbelok-belok (membantah); dan semua
19
suara tunduk merendah kepada Tuhan Yang Maha
Pengasih, sehingga yang kamu dengar hanyalah bisik-
bisik.
yang di maksud dengan penyeru dalam ayat diatas adalah
malaikat Israfil yang memanggil manusia untuk menghadap
kehadirat Allah SWT.
9. Panggilan nama atau gelar, sebagaimana dalam al-Qur‟an
(Q.S.AnNur(24:63)).
نكمكدعاءب عضكمب عضاقدي علماللهالذين يتسللوننكملوااف لي لتعلوادعاءالرسولب ي
نةأويصيب همعذابأليم ت ون عنأمرىأنتصيب هم حذالذين يخال
Artinya:Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul (Muhammad)
diantara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada
sebagian (yang lain). Sungguh, Allah Mengetahui orang-
orang yang keluar (secara) sembunyi-sembunyi
diantarakamu dengan berlindung(kepada
kawannya),maka hendaklah orang-orang yang menyalahi
perintah Rasul-Nya takut akan mendapat cobaan atau
ditimpa azab yang pedih.
10. Anak angkat yaitu dalam Al-Qur‟an (Q.S. Al-Ahzab:24)
ورارح بالمنافقيننشاءأوي توب عليهمناللهكان يما ليجزياللهالصادقينبصدقهموي عذ Artinya: Agar Allah Memberikan balasan kepada orang-orang
yang benar itu karena kebenarannya, dan mengazab
orang munafik jika Dia Kehendaki, atau Menerima tobat
mereka. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha
Penyayang.(Ali Aziz:6-10). Sedangkan dakwah menurut Istilah merupakan konsep yang
sepenuhnya mengandung pengertian menyeru atau mengubah
20
kepada hal-hal yang baik, yaitu baik menurut nilai dan aturan dalam
agama Islam.
Hamzah Yaqub mendefinisikan dakwah adalah mengajak
umat manusia dengan hikmah kebijaksanaan untuk mengikuti
petunjuk Allah dan rasulnya.
Dakwah merupakan bagian yang sangat penting dalam
kehidupan sehari-hari, didasarkan pada keyakinan dan kebenaran
ajaran yang telah dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, serta
dilakukan dengan berbagai cara atau metode sesuai dengan situasi
dan kondisi yang dihadapinya. Hal ini dilakukan dalam rangka agar
umat Islam senantiasa berbuat dan bertingkah laku sebagaimana
garis yang telah ditentukan oleh ajaran Islam yang dikembangkan
oleh Nabi Muhammad SAW dengan kata lain dakwah Islam adalah
segala macam usaha yang dilakukan oleh seorang muslim atau lebih,
untuk merangsang orang lain agar memahami, menghayati, dan
mengamalkan ajaran Islam sebagai pedoman hidup (Ghofir,
2007:16-17).
Nasarudin Latif menyatakan, bahwa dakwah adalah setiap
usaha aktivitas dengan lisan maupun tulisan yang bersifat menyeru,
mengajak, memanggil manusia lainnya untuk beriman da menaai
Allah SWT. Sesuai dengan garis-garis akidah dan syariat serta
akhlak islamiah.
21
Toha Yahya Omar mengatakan bahwa, dakwah adalah
mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar
sesuai dengan peintah Tuhan untuk ke maslahatan dan kebahagiaan
mereka dunia dan akhirat.
Masdar Helmy mengatakan bahwa dakwah adalah mengajak
manusia dan menggerakkan manusia agar menaati ajaran-ajaran
Allah (Islam) termasuk amar ma’ruf nahi munkar untuk bisa
memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Quraish Shihab mendefinisikan bahwa dakwah adalah
sebagai seruan atau ajakan kepada keinsafan, atau usaha mengubah
situasi yang tidak baik kepada situasi yang lebih baik dan sempurna
baik terhadap pribadi maupun masyarakat ( Munir, 2006: 20).
Dakwah merupakan suatu kebutuhan masyarakat, karena
dengan adanya pengetahuan keagamaan melalui dakwah kita bisa
lebih mengerti dan paham terhadap apa yang disampaikan oleh
seorang narasumber (Muchtar,2018:148)
Dari beberapa pendapat diatas, penulis menyimpulkan bahwa
dakwah adalah aktivitas manusia yang dilakukan dengan lisan, tulisan
bahan tindakan untuk mengajak manusia berbuat baik sesuai ajaran-
ajaran Allah (amr ma‟ruf nahi munkar) yang berpedoman pada al-
Qur‟an dan Hadis.
22
b. Unsur-Unsur Dakwah
Unsur-unsur dakwah adalah komponen-komponen yang terdapat
dalam setiap kegiatan dakwah. Unsur-unsur tersebut adalah da’i
(pelaku dakwah), mad’u (mitra dakwah), maddah ( materi dakwah),
wasilah (media dakwah), thariqoh (metode), dam atsar (efek
dakwah).
a) Da’i(Pelaku Dakwah)
Da’i adalah orang yang melaksanakan dakwah baik lisan,
tulisan, maupun perbuatan yang dilakukan baik secaraindividu,
kelompok, atau lewat organisasi/lembaga.
Secara umum kata da’iini sering disebut dengan sebutan
mubaligh (orang yang menyampaikan ajaran Islam), namun
sebenarnya sebutan ini konotasinya sangat sempit, karena
masyarakat cenderung mengartikannyan sebagai orang yang
menyampaikan ajaran Islam melalui lisan, seperti penceramah
agama, khatib (orang yang berkhotbah), dan sebagainya. Siapa saja
yang menyatakan sebagai pengikut Nabi Muhammad hendaknya
menjadi seorang da’i, dan harus dijalankan sesuai dengan hujjah
yang nyata dan kokoh.Dengan demikian, wajib baginya untuk
mengetahui kandungan dakwah baik dari sisi akidah, syariah,
maupun dari akhlak.Berkaitan dengan hal-hal yang memerlukan
ilmu dan keterampilan khusus, maka kewajiban berdakwah
dibebankan kepada orang-orang tertentu.
23
b) Mad’u (penerima pesan)
Mad’u adalah manusia yang menjadi mitra dakwah atau
menjadi sasaran dakwah atau manusia penerima dakwah, baik secara
individu, kelompok, baik yang beragama islam maupun tidak,
dengan kata lain manusia secara keseluruhan. Muhammad Abduh
membagi mad’u menjadi tiga golongan yaitu:
1) Golongan cerdik, cendekiawan yang cinta kebenaran dan dapat
berpikir secara kritis, cepat,menangkap persoalan.
2) Golongan awam, yaitu kebanyakan orang yang belum dapat
berpikir secara kritis dan mendalam, belum dapat menangkap
pengertian-pengertian yang tinggi.
3) Golongan yang berbeda dengan golongan diatas adalah mereka
yang senang membahas sesuatu, tetapi hanya dalam batas
tertentu tidak sanggup mendalam.
c) Media Dakwah
Adalah Alat-alat yang diapakai untuk menyampaikan materi
dakwah (Ajaran Islam) kepada mad’u. Hamzah Ya‟qub membagi
media dakwah itu menjadi lima:
1) Lisan, merupakan media yang paling sederhana yang
menggunakan lidah dan suara. Media ini dapat berbentuk pidato,
ceramah, kuliah, bimbingan, penyuluhan, dan sebagainya.
24
2) Tulisan, adalah media dakwah melalui tulisan, buku, majalah,
surat kabar; koresponden (surat, e-mail, smas), spanduk dan lain-
lain.
3) Lukisan, adalah media dakwah melalui gambar, karikatur, dan
sebagainya.
4) Audio Visual, yaitu alat dakwah yang dapat merangsang indra
pendengaran atau penglihatan dan kedua-duanya, bisa berbentuk
televisi, slide, hp, internet, dan sebagainya.
5) Akhlak, yaitu media dakwah melalui perbuatan-perbuatan nyata
yang mencerminkan ajaran Islam, yang dapat dinikmati dan
didengarkan oleh mad’u.
d) Metode Dakwah
Adalah suatu cara yang bisa ditempuh atau cara yang
ditentukan secara jelas untuk mencapai dan menyelesaikan sutu
tujuan, rencana sistem, tata pikir manusia. Bedasarkan al-Qur‟an
(Q.S.An-Nahl (16 :125)), metode dakwah ada tiga, yaitu:
1) Bi Al-Hikmah, yaitu berdakwah dengan memperhatikan situasi
dan kondisi sasaran dakwah dengan menitik beratkan pada
kemampuan mereka, sehingga di dalam menjalankan ajaran-
ajaran Islam seperti selanjutnya, mereka tidak lagi merasa
terpaksa atau keberatan.
2) Mau‟izatul Hasanah, yaitu berdakwah dengan memberikan
nasihat-nasihat atau menyampaika ajaran-ajaran Islam dengan
25
rasa kasih kasih sayang, sehingga nasihat ajaran Islam yang
disampaikan itu dapat menyentuh hati mereka.
3) Mujadallah Billati Hiya Ahsan, yaitu berdakwah dengan cara
bertukar pikiran dan membantah dengan cara yang sebaik-
baiknya dengan tidak memberikan tekanan-tekanan yang
memberatkan pada komunikasi yang menjadi sasaran dakwah.
e) Atsar (Efek) Dakwah
Efek adalah umpan balik yang di berikan mad’u kepada da’i.
Artinya, jika dakwah telah dilakukan oleh seorang da’idengan materi
dakwah, wasilah, dan thariqah tertentu, maka akan timbul respons
dan efek pada mad’u (penerima dakwah). Menurut Jalaluddin
Rahmad, efek (umpan baik) di bagi menjadi tiga, yaitu:
1) Efek kognitif, terjadi ada perubahan pada apa yag diketahui,
dipahami, atau di perspsi khalayak. Efek ini berkaitan dengan
transmisi pengetahuan, keterampilan, kepercayaan, atau
informasi.
2) Efek afektif, timbul bila ada perunbahan pada apa yang
dirasakan, disenanagi atau dibenci khalayak, meliputi segala yang
berhubungan dengan emosi, sikap serta nilai.
3) Efek behavioral, merujk pada periaku nyata yang dapat diamati,
yang meliputi pola-pola tindakan, kegiatan, atau kebiasaan
berprilaku (Illahi, 21-34).
26
f) Pesan Dakwah
Materi/ pesan dakwah adalah isi pesan yang disampaiakan
da’i kepada mad’u. Pada dasarnya pesan dakwah itu adalah ajaran
islam itu sendiri. Secara umum dapat dikelompokkan menjadi:
1) Pesan Aqidah, meliputi Iman kepada Allah SWT. Iman kepada
MalaikatNya, Iman kepada Kitab-kitab-Nya, Iman kepada Rasul-
rasul-Nya, Iman kepada Hari Akhir, Iman kepada Qadha-qadhar.
2) Pesan Syariah, meliputi ibadah thaharah, shalat, zakat, puasa, haji.
Syariah ini brsifat universal, yang menjelaskan hak-hak umat
muslim dan non muslim.
3) Pesan Mu‟amalah, Ibadah dalam mu‟amalah disini diartikan
sebagai ibadah yang mencakup hubungan dengan Allah dalam
rangka mengabdi kepada Allah SWT.
4) Pesan Akhlak meliputi akhlak terhadap Allah SWT, akhlak
terhadap makhluk yang meliputi; akhlak terhadap manusia, diri
sendir, tatangga, masyarakat lainnya, akhlak terhadap bukan
manusia, flora, fauna, dan sebagainya ( Illahi, 25).
Dalam ilmu komunikasi pesan dakwah adalah massage,
yaitu simbol-simbol. Dalam literarur berbahasa Arab, pesan
dakwah disebut maaddah al-da’wah (materi dakwah). Pesan
dakwah dipandang lebih tepat untuk menjelaskan,”isi dakwah
berupa kata, gambar, lukisan dan sebagainyayang diharapkan dapat
memberikan pemahaman bahkan perubahan sikap dan perilaku
27
mitra dakwah”. Jika dakwah melalui tulisan umpamanya, maka
yang ditulis pesan dakwah.Jika dakwah melalui lisan, maka yang
diucapkan pembicara itulah pesan dakwah.Jika melalui tindakan,
maka perbuatan baik yang dilakukan itulah pesan dakwah.
Pesan dakwah pada garis besarnya terbagi menjadi dua,
yaitu pesan utama (Al-Qur‟an dan hadis) dan pesan tambahan atau
penunjang (selain Al-Qur‟an dan hadis).
1. Ayat-ayat Al-Qur‟an
Al-Qur‟an adalah wahyu penyempurnaan.Seluruh wahyu
yang di turunkan Allah SWT kepada nabi-nabi terdahulu
termaktub dan teringkas dalam al-Qur‟an. Ringkasan al-Qu‟an
menurut para ulama‟ terdapat dalam kandungan surat al-fatihah
yang memiiki tiga bahasan pokok yang sebenarnya menjadi
pesan sentral dakwah, yaitu akidah (ayat1-4), ibadah (ayat 5-6),
muamalah (ayat 7). Ketiga hal tersebut menjadi pokok-pokok
ajaran Islam. Dalam mengutip ayat al-Qur‟an sebagai pesan
dakwah, ada beberapa etika yang harus diperhatikan:
a) Penulisan atau pengucapan ayat al-Qur‟an harus benar.
b) Penulisan atau pengucapan ayat al-Qur‟an sebaiknya disertai
terjemahannya, dengan tujuan supaya mad‟u dapat
memahamii arti ayat al-Qur‟an.
c) Pengucapan ayat al-Qur‟an sebaiknya dilakukan dalam
keadan berwudhu (suci dari hadas).
28
2. Hadis Nabi SAW.
Adalah segala hal yang berkenaan dngan Nabi SAW, meliputi
ucapan, perbuatan, ketetapan, sifat, bahkan ciri fisiknya. Dalam
mengutip Hadis Nabi SAW, etika yang harus diperhatikan
diantaranya:
a) Penulisan atau pengucapan hadis harus benar, karena
kesalahannya dapat menimbulkan perubahan makna.
b) Nama Nabi SAW serta nama perawai sahabat dan perawi
penulis kitab hadis harus disebutkan.
c) Pengungkapan hadis harus sesuai dengan topik ang di
bicarakan.
d) Pendapat Para Sahabat Nabi SAW.
Pendapat sahabat Nabi SAW memiiki nilai tinggi, karena
kedekatan mereka dengan Nabi SAW dan proses belajarnya yang
langsung dari beliau. Dalam mengutip pendapat sahabat harus
mengikuti etika sebagai berikut:
a) Menyebutkan nama sahabat yang dikutip.
b) Menyebut sumber rujukan.
c) Membaca do‟a dengan kata radliyallahu „anhu‟anha atau
menulis dengan singkat r.a di belakang nama sahabat.
3. Pendapat Para Ulama
29
Yaitu orang yang beriman, menguasai ilmu keislaman
secara mendalam dan menjalankannya. Adapun etika mengutip
pendapat ulama adalah sebagai berikut:
a) Menyebut nama ulama yang dikutip.
b) Memilih pendapat ulama yang paling kuat dasarnya dan paling
besar manfaatnya untuk masyarakat.
c) Sebaiknya kita mengenal jati diri ulama, walaupun tidak
sempurna, sebelum mengutip pendapatnya.
4. Hasil Penelitian Ilmiah
Sifat dari hasil penelitian imiah adalah relative, reflektif dan
Relatif, karena nilai kebenarannya dapat berubah. Reflektif, karena
ia mencerminkan realitasnya. Oleh sebab itu, pengutipan hasil
penelitian ilmiah untuk psan dakwah harus berpegang pada etika
berikut:
a) Menyebut nama penelitannyaa, atau lembaga bila melibatka suatu
lembaga.
b) Menyebutkan objek penelitian yang sesuai dengan topik dakwah.
c) Disampaikan denan kalimat yang singkat dan jelas.
5. Kisah dan Pengalaman Teladan.
Yaitu seorang da’i dalam pemilihan pesan dakwah lebih
baik cerita kesalehan para nabi dan rasul serta para sahabat atau
30
generasi setelahnya (tabi‟in) lebih diutamakan daripada cerita
lainnya, karena kesalehan mereka telah diakui oleh para ahli sejrah,
sehingga tingkat kontroversinya lebih sedikit dibanding kisah
selain mereka.
6. Berita dan peristiwa
Adalah pesan dakwah yang berupa berita tentang suatu
kejadian. Dalam menjadikan berita sebagai penunjang pesan
dakwah, terdapat beberapa etika yang harus diperhatikan:
a) Melakukan pengecekan berkali-kali sampai diyakini kebenaran
tersebut.
b) Sifat berita adalah datar, hanya memberitahukan (to inform).
c) Berita yang disajikan harus mengandung hikmah.
7. Karya Sastra
Adalah Pesan dakwah yang kadang kala perlu ditunjang
dengan karya sastra yang bermutu sehingga lebih indah dan
menarik (karya sastra menggunakan komunikasi verbal
(diucapkan)). Karya sastra ini dapat berupa: syair, puisi, pantun,
nasyid atau lagu. Karya sastra yang dijadikan pesan dakwah harus
berlandaskan etika sebagai berikut:
a) Isinya mengandung hikmah yang mengajak kepada Islam atau
mendorong berbuat kebaikan.
b) Dibentuk dengan kalimat yang indah, misalnya Masnawi karya
Jalaluddin al-Rumi.
31
c) Ketika pendakwah mengungkapkan sebuah sastra secara lisan,
kedalaman perasaan harus menyertainya, agar sisi keindahannya
dapat dirasakan.
8. Karya Seni
Adalah sebuah karya yang mengandung nilai keindahan
(mengutarakan komunikasi non verbal (diperlihatkan)) (Aziz,
2009: 318-330).
5. Strategi Dakwah
Al-Bayanuni (1993:46&195) mendefinisikan strategi dakwah
adalah ketentuan-ketentuan dakwah dan rencana-rencana yang dirumuskan
untuk kegiatan dakwah. Selain membuat definisi, ia juga membagi strategi
dakwah dalam bentuk, yaitu:
a) Strategi sentimental (al-manhaj al-„athifi).
b) Strategi rasional (al-manhaj al-„aqli).
c) Strategi indriawi (al-manhaj al-hissi).
Strategi sentimental (al-manhaj al-„athifi) adalah dakwah yang
memfokuskan aspek hati dan menggerakkan perasaan dan batin mitra
dakwah. Memberi mitra dakwah nasihat yang mengesankan, memanggil
dengan kelembutan atau memberi pelayanan yang memuaskan merupakan
beberapa metode yang dikembangkan dari strategi ini. Metode-metode ini
sesuai untuk mitra dakwah yang terpinggirkan (marginal) dan dianggap
lemah, seperti kaum perempuan, anak-anak, orang yang masih awam, para
mualaf (imannya lemah), orang-orang miskin, anak-anak yatim dan
32
sebagainya. Strategi sentimental ini diterapkan oleh Nabi SAW.Saat
menghadapi kaum musyrik mekkah.Tidak sedikit ayat-ayat makiyah (ayat
yang diturunkan ketika Nabi di Mekkah atau sebelum Nabi SAW Hijrah
ke Madinah) yang menekankan aspek kemanusiaan (humanisme),
semacam kebersamaan, perhatian kepada fakir miskin, kasih sayang
kepada anak yatim, dan sebagainya. Ternyata para pengikut nabi SAW.
Pada masa umumnya berasal dari golongan kaum lemah.Dengan strategi
ini, kaum lemah merasa di hargai dan kaum mulia merasa di hormati.
Strategi Rasional (al-manhaj al-„aqli) adalah dakwah yang
memfokuskan pada aspek akal pikiran.Strategi ini mendorong mitra
dakwah untuk berpikir, merenungkan, dan mengambil pelajaran.
Penggunaaan hukum logika, diskusi, atau penampilan contoh dan bukti
sejarah merupakan metode dari strategi rasional.Contoh dari strategi ini
adalah adanya diskusi tentang jihad, babi, alkohol, dan sebagainya sampai
soal poligami dengan penduduk belanda yang masih sinis kepada Islam.
Strategi indriawi (al-manhaj al-hissi) ( strategi ilmiah) merupakan
sistem dakwah yang berorientasi pada pancaindra dan berpegang teguh
pada hasil penelitian dan percobaan. Metode yang dihimpun oleh strategi
ini adalah praktik keagamaan, keteladanan, dan pentas drama. Contoh dari
strategi ini adalah Dahulu, Nabi SAW. Mempraktikkan Islam sebagai
perwujudan strategi indriawi yang disaksikan oleh para sahabat. Para
sahabat dapat ,menyaksikan mukjizat Nabi SAW secara langsung, seperti
33
terbelahnya rembulan, bahkan menyaksikan Malaikat Jibril dalam bentuk
manusia (Aziz: 351-352).
Berdasarkan strategi dakwah menurut Al-Bayanuni, penulis
menyimpulkan bahwa da’i (Sunan Kudus) dalam menyebarkan Islam
(berdakwah) terhadap masyarakat Hindu-Budha dulu kala menggunakan
strategi sentimental. Dalam dakwahnya Sunan Kudus mengfokuskan pada
aspek hati yaitu mampu menggerakkan perasaan batin umat Hindu-Budha
hingga masuk Islam dengan adanya akulturasi budaya, seperti adanya
bangunan Menara Kudus, masjid al-Aqsho, padasan dan larangan
penyembelihan sapi terhadap masyarakat Kudus.
Strategi dakwah artinya metode, siasat, taktik yang dipergunakan
dalam aktivitas (kegiatan) berdakwah. Untuk mencapai keberhasilan
dakwah Islam secara maksimal,maka diperlukan berbagai faktor penujang,
di antaranya adalah strategi dakwah Islam sesuai sasaran.
Strategi yang digunakan dalam usaha dakwah haruslah
mempehatikan beberapa asas dakwah, di antaranya adalah:
1) Asas filosofis: Asas yang membicarakan masalah yang erat
hubungannya dengan tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam proses
atau aktivitas dakwah.
2) Asas kemampuan dan keahlian da’i: Asas ini menyangkut pembahasan
mengenai kemampuan dan profesionalisme da’isebagai subjek dakwah.
3) Asas sosiologis: Asas ini membahas masalah –masalah yang berkaitan
dengan situasi dan kondisi sasaran dakwah. Misalnya mayoritas agama
34
di suatu daerah, filosofis sasaran dakwah, sosiokultural sasaran dakwah
dan sebagainya.
4) Asas psikologis: Asas ini membahas masalah yang erat hubungannya
dengan kejiwaan manusia. Seorang da’i adalah manusia, begitu pula
sasaran dakwahnya yang memiliki karakter unik dan berbeda satu sama
lain.
5) Asas efektivitas dan efisiensi: Didalam aktivitas dakwah harus
diusahakan keseimbangan antara biaya, waktu, maupun tenaga yang
dikeluarkan dengan pencapaian hasilnya dapat maksimal (Amin, 2009:
107-108).
Dalam penelitian ini respon masyarakat terhadap strategi dakwah
Sunan Kudus yang dimaksud adalah ketika Sunan Kudus menyebarkan
Islam, dengan berbagai cara diantaranya melalui kesenian wayang klitik,
tembang maskumambang, mijil dan adanya akulturasi budaya. pada waktu
itu penduduk Kudus masih banyak yang beragama Hindu-Budha.Sunan
Kudus memasukkan budaya mereka ke syariat Islam, yaitu adanya
akulturasi budaya yang berupa bangunan-bangunan sejarah.Seperti; menara,
pintu masjid, pancuran dan larangan penyembelian sapi. Dengan adanya hal
tersebut tersebut bagaimana respon masyarakat Kudus terhadap strategi
dakwah Sunan Kudus.
6. Riwayat Sunan Kudus
a. Asal Usul Sunan Kudus
35
Di Jipan Panolan yang terletak disebelah utara kota Blora telah
lahir seorang bayi mungil. Bayi itu ialah putra Raden Usman Haji yang
bergelar Sunan Ngudung atau cucu Maulana Malik Ibrahim
Asmarakandi, seorang saudagar Muslim yang datang dari negeri
Samarakandi di wilayah Uzbekistan. Kabarnya, bila ditelusuri silsilahnya
akan sampai pada Rasulullah saw dari jalur Sayidina Husein bin Ali bin
Abi Thalib.
Orok merah, yang konon waktu lahir memancarkan cahaya
kemilau dari sepasang matanya, oleh ayahnya diberi nama Ja‟far Shadiq
(Sunan Kudus), mengikuti nama seorang imam berasal keturunan Nabi
saw. Sebelum itu, ibundanya telah mempunyai anak perempuan jelita
bernama Dewi Sujinah yang kelak menjadi istri Sunan Muria.Kesukaan
Sunan Kudus tidak berbeda dari kakeknya.Ia selalu mengembara ke
berbagai pelosok; memburu ilmu, menggali pengalaman hidup, dan
mencari rezeki. Sebab menurut ayahnya, al-Quran menganjurkan umat
Islam agar selalu bekerja keras mencari nafkah dan kalau perlu menjelajah
ke seluruh pelosok jagat raya ini untuk mengenal kebesaran Sang Pencipta.
Dengan banyak melihatmacam-macam lingkungan dan masyarakat, hati
akan lebih terbuka dan pikiran akan berwawasan luas. Bahkan Allah
menantang supaya manusia berusaha menembus lapis-lapis langit dan
bumi untuk menanamkan rasa cinta kepada Yang Maha Kuasa.
Bakat mengembara memang sudah dimiliki sejak kanak-
kanak.Demikian pulaperhatiannya kepada rakyat kecil, Sunan Kudus sering
36
pulang menjelang magrib. Ketika ditemukan oleh para pelayan orang
tuanya, ia sedang berada dipinggir kali bersama anak-anak sebaya. Apa
yang tengah dilakukannya? Ia sedang menikmati kegembiraan teman-
temannya yang tadinya berpakaian compang-camping, kini semuanya sudah
berpakaian bagus. Rupanya semua persediaan pakaiannya yang dianggap
terlalu banyak, dibagi-bagikan kepada mereka.
Salah seorang pelayanannya menegur, “Mengapa Raden berikan
pakaian yang masih baru itu kepada anak-anak kampung?”
“Karena yang kubutuhkan hanya yang kukenakan di
badan.Selebihnya sia-sia saja kalau hanya disimpan dilemari,” jawab Sunan
Kudus dengan telak.
Mendengar laporan itu ayahnya hanya tertawa sebab memang ia
menginginkananaknya menjadi orang yang dermawan
danberperikemanusiaan.Juga ayahnya menginginkan anaknya agar
mempunyai sifat penyanyang terhadap sesama makhluk hidup, termasuk
kepada alam dan hewan. Seperti ia buktikan pada peristiwa kecil yang
menggegerkan penduduk kampung.
Pada suatu hari sejumlah masyrarakat yang baru pulang dari sawah
terkejut melihat Sunan Kudus sedang mengadu duaorang anak untuk
berkelahi.Mereka hampir saja marah. Tetapi, setelah melihat apa yang
terjadi, mereka malah terheran-heran karena anak yang biasanya saleh itu
sedang memejamkan mata sambil memegangi dua kotak bambu yang di
dalamnya terdapat dua ekor jengkerik.
37
Salah seorang petani bertanya,” Apa yang sedang Raden lakukan?”
Sunan Kudus menjawab, “Kedua anak itu saya pergoki tengah
mengadu jengkerik. Jadi sekarang mereka dibalas, diadu oleh dua ekor
jangkerik yang saya pegang ini”.
Para petani itu terbengong-bengong, tetapi mereka hanya diam dan
membiarkan kedua anak tersebut babak belur.Sesudah Jakfar Shadiq berlalu
dari situ barulah mereka berani menolong dengan tergesa-gesa. Tindakan
putra bangsawan itu memang keterlaluan, namun sejak itu tidak ada lagi
penduduk kampung yang berani mengadu jangkerik apalagi ayam atau
binatang-binatang lainnya sebab mereka takut diadukan oleh binatang-
binatang itu dihari pembalasan nanti.Itulah yang disampaikan oleh si bocah
pemberani, Jakfar Shadiq (Sunan Kudus).
Semakin bertambah dewasa, Sunan Kudus semakin tampak perkasa
dan bijaksana.Ia telah digembleng menjadi ahli agama yang jempolan oleh
ayahnya sendiri. Oleh karena itu, ketika ia belajar agama kepada ulama dari
Tiongkok yang bermukim di wilayah Tanggulangin itu, langsung saja ia
dipercaya sebagai badal atau wakilnya. Bahkan ulam tersebut, Kiai
Telingsing, dapat melihat melalui kearifannya bahwa Sunan Kudus kelak
bakal jadi orang besar. Oleh karena itu, ia tidak ragu-ragu menyerahkan
tugas berdakwah di daerahnya kepada Sunan Kudus (Arroisi, 1997:1-4).
Sunan Kudus adalah putra Sunan Ngudung. Sunan Kudus dikenal
sebagai tokoh wali Songo yang tegas dalam menegakkan syariat. Namun,
seperti wali yang lain, Sunan Kudus dalam berdakwah berusaha mendekati
38
masyarakat untuk menyelami serta memahami kebutuhan apa yang
diharapkan masyarakat. Itu sebabnya, Sunan Kudus dalam dakwahnya
mengajarkan penyempurnaan alat-alat pertukangan, kerajinan emas, pande
besi, membuat keris pusaka dan mengajarkan hukum-hukum agama yang
tegas. Sunan Kudus selain dikenal sebagai eksekutor Ki Ageng pengging
dan Syeikh Siti jenar, juga di kenal sebagai tokoh Wali Songo yang
memimpin penyerangan ke ibu kota Majapahit dan berhasil mengalahkan
sisa-sisa pasukan kerajaan tua yang sudah sangat lemah itu.
Menurut versi Cirebon yang ditulis Rachman Sulendraningrat dalam
Sejarah Hidup Wali Songo (1998), Sunan Kudus adalah putra Sunan
Undung.Sunan Undung adalah putra dari saudara Sultan Mesir, adik dari
Rara Dampul.Sunan Undung dan saudarinya, Rara Dampul, pergi ke
negeri Puser Bumi di Cirebon dan bertemu dengan Syarif Hidayat, yaitu
sepupu mereka yang menjadi Sunan di Gunung jati.
Syarif Hidayat menyarankan agar Undung pergi ke Ampeldenta
berguru kepada Sunan Ampel. Undung pergi ke Ampeldenta menjadi murid
terkasih Sunan Ampel. Undung kemudian dinikahkan dengan cucu Sunan
Ampel yang bernama Syarifah, yang dikenal dengan nama Nyi Ageng
Manila, adik Sunan Bonang. Dari pernikahan itu, lahirlah Raden Fatihan
atau Jakfar Shadiq yang dikenal sebagai Sunan Kudus(Suntoyo, 2016:334-
336).
Kanjeng Sunan Kudus menikah dengan putri Pecat Tanda Terung
menurunkan tujuh orang anak, yaitu Nyi Ageng Pembayun, Panembahan
39
Palembang, Panembahan Mekaos Honggokusumo, Panembahan Karimun,
Panembahan Kali, Ratu Pradabinabar (menikah dengan pangeran Pancawati,
Panglima Sunan Kudus, Penembahan Joko (wafat sewaktu maih usia muda)
(Suntoyo;336).
Menurut salah satu sumber, Sunan Kudus adalah putra dari Raden
Usman Haji yang bergelar Sunan Ngudung dari jipan Panolan. Ada yang
mengatakan letak jipang Pnolan ini diseblah utara kota Blora. Didalam
Babad Tanah Jawa, disebutkan bahwa Sunan Ngudug pernah memimpin
pasukan Demak Bintoro yang berperang melawan pasukan Majapahit.
Sunan Ngudung selaku senopati Demak berhadapan dengan Raden Husein
atau Adipatti Terung dari Majapahit. Dalam prtempuran yang sengit dan
saling mengeluarkan aji kesaktian itu Sunan Ngudung gugur sebagai
pahlwan sahid. Kedudukan sebagai senopati Demak kemudian digantikan
oleh Sunan Kudus yaitu putranya sendiri yang bernama asli Ja‟far Sodiq.
Pasukan Demak hampir saja menderita kekalahan, namun berkat
siasat Sunan Kalijaga, dan bantuan pusaka dari Raden Patah yang dibawa
dari Palembang kedudukan Demak dan Majapahit akhirnya berimbang.
Selanjutnya melalui jalan diplomasi yang dilakukan Patih Wanasalam dan
Sunan Kalijaga, peperngan itu dapat dihentikan. Adipati Terung yang
memimpin lasykar Majapahit diajak damai dan bergabung dengan Raden
patah yang ternyata adalah kakaknya sendiri. Kini keadaan berbalik. Adipati
Terung dan pengikutnya bergabung dengan tentara Demak dan menggempur
40
tentara Majapahit hingga belahan timur. Ada akhirnya perang itu
dimenangkan oleh pasukan Demak (Rahmsyah;57-58).
b. Guru-Guru Sunan Kudus
Menurut cerita tutur, Sunan Kudus dikisahkan berguru kepada Sunan
Ampel di Surabaya selama beberapa tahun, karena ibu Sunan Kudus adalah
cucu Sunan Ampel. Setelah Sunan Ampel wafat, Sunan Kudus belajar ke
Ampeldenta di Surabaya kepada penerus Sunan Ampel. Sunan Kudus
dikisahkan suka mengembara ke berbagai negeri yang jauh, dari tanah
Hindustan sampai ke Tanah Suci Mekah dalam rangka beribadah haji
(Suntoyo, 2016:341).
Sunan Kudus berguru dengan salah satu ulama dari china yaitu kiai
Telingsing. Dengan belajar kepada ulama yang berasal dari china itu, Sunan
Kudus mewarisi bagian dari sifat positif masyarakat China yaitu ketekunan
dan kedisiplinan dalam menggapai cita-cita. Hal ini berpengaruh besar bagi
kehidupan dakwah Sunan Kudus di masa yang akan datang yaitu takkala
menghadapi masyarakat yang kebanyakan masih beragama Hindu-Budha.
Selanjutnya, Sunan Kudus juga berguru kepada Sunan Ampel di
Surabaya selama beberapa tahun. Didalam legenda dikisahkan bahwa
Sunan Kudus itu suka menggembara, baik ke Tanah Hindustan maupun ke
Tanah Suci Mekkah. Sewaktu berada di Mekkah beliau menunaikan ibadah
haji (Maulana; 86).
41
c. Cara Dakwah Sunan Kudus
1. Strategi pendekatan kepada massa.
Sunan Kudus termasuk pendukung gagasan Sunan Kalijaga dan
Sunan Bonang yang menerapkan strategi dakwah kepada masyarakat
sebagai berikut:
a) Membiarkan dulu adat istiadat dan kepercayaan lama yang sukar
diubah. Mereka sepakat untuk tidak mempergunakan jalan kekerasan
atau radikal menghadapi masyarakat yang demikian.
b) Bagian adat yang tidak sesuai dengan ajaran Islam tetapi mudah
dirubah maka segera dihilangkan.
c) Menghindarkan konfrontasi secara langsung atau secara keras di
dalam cara menyiarkan agama Islam. Dengan prinsip mengambilkan
ikan tetapi tidak mengeruhkan airnya.
d) Pada akhirnya boleh saja merubah adat dan kepercayaan masyarakat
yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Kalangan ummat Islam yang
sudah tebal imannya harus berusaha menarik simpati masyarakat non
muslim agar mau mendekat dan tertarik pada ajaran Islam.Sebab
dengan melakukan gerak gerik mereka sudah merupakan dakwah
nyata yang dapat memikat masyarakat non muslim.
2. Merangkul Masyarakat Hindu
Dikudus pada waktu itu penduduknya masih banyak yang
beragama Hindu dan Budha. Untuk mengajak mereka masuk Islam tentu
bukannya pekerjaan mudah. Terlebih mereka yang masih memeluk
42
kepercayaan lama dan memegang teguh adat-istiadat lama, jumlahnya
tidak sedikit. Didalam masyarakat seperti itulah Jakfar Shidiq harus
berjuang menegakkan agama.
Pada suatu hari Sunan Kudus membeli seekor sapi (dalam riwayat
lain disebut Kebo gumarang). Sapi tersebut berasal dari Hindia, dibawa
para pedagang asing dengan kapal besar. Sapi itu ditamatkan di halaman
rumah Sunan Kudus. Rakyat Kudus yang kebanyakn beragama Hindu itu
tergerak hatinya, ingin tahu apa yang dilakukan Sunan Kudus terhadap
sapi itu. Sapi dalam pandangan agama Hindu adalah hewan suci yang
kendaraan para dewa. Menyembelih sapi adalah perbuatan dosa yang
dikutuk para dewa. Lalu apa yang akan dilakukan Sunan Kudus?,
Apakah Sunan Kudus hendak menyembelih sapi di hadapan rakyat yang
kebanyakan memuja dan menganggap binatang keramat. Itu berarti
Sunan Kudus akan melukai hati rakyatnya sendiri.
Dalam tempo singkat halaman rumah Sunan Kudus dibanjiri
rakyat, baik yang beragama Islam, Hindu dan Budha. Setelah jumlah
penduduk yang datang bertambah banyak, Sunan Kudus keluar dari
dalam rumahnya “Sedulur-sedulur yang saya hormati, segenap sanak
kadang saya cintai”, Sunan Kudus membuka suara. “Saya melarang
saudara-saudara menyakiti apalagi menyembelih sapi. Sebab diwaktu
sayamasih kecil, saya pernah mengalami saat yang berbahaya, hampir
mati kehausan lalu seekor sapi datang menyusui saya”.
43
Mendengar cerita tersebut para pemeluk agama Hindu terkagum-
kagum. Mereka menyangka Sunan Kudus itu adalah titisan Dewa Wisnu,
maka mereka bersedia mendengarkan ceramahnya,”Demi rasa hormat
saya kepada jenis hewan yang telah menolong saya, maka dengan ini
saya melarang penduduk Kudus menyakiti atau menyembelih sapi!”.
Kontan para penduduk terpesona atas kisah itu. Sunan Kudus
melanjutkan.”Salah satu diantara surat-surat Al-Qur‟an yaitu surat yang
kedua dinamakan surat sapi (Q.S. Al-Baqarah(2)),” kata Sunan Kudus.
Masyarakat makin tertarik, kok ada sapi di dalam Al-qur‟an,
mereka jadi ingin tahu lebih banyak dan untuk itulah mereka harus
sering-sering datang mendengarkan keterangan Sunan Kudus.
Demikianlah, sesudah simpati itu berhasil didapatkan akan lapanglah
jalan untuk mengajak masyarakat berduyun-duyun masuk agama Islam.
Bentuk masjid yang dibuat Sunan Kudus pun juga tak jauh
bedanya dengan candi-candi milik orang Hindu. Menara Kudus yang
antik itu, yang hingga sekarang dikagumi oleh orang seluruh dunia
karena keanehannya. Dengan bentuknyayang mirip candi itu orang-orang
Hindu merasa akrab dan tidak merasa takut atau segan masuk kedalam
masjid guna mendengarkan ceramah Sunan Kudus (Rahimsyah:60)
3. Marangkul Masyarakat Budha.
Sesudah berhasil menarik ummat Hindu ke dalam agama Islam
hanya karena sikap toleransinya yang tinggi, yaitu menghormati sapi
yang dikeramatkan orang Hindu. Kini Sunan Kudus bermaksud
44
menjaring ummat Budha. Caranya memang tidak mudah, harus kreatif
dan tidak bersifat memaksa.
Sesudah masjid berdiri, Sunan Kudus membuat padasan atau
tempat berwudhu dengan pancuran yang berjumlah delapan. Masing-
masing pancuran diberi arca kepala Kebo Gumarang diatasnya. Hal ini
disesuaikan dengan ajaran Budha “jalan berlipat delapan” atau “Asta
Sanghika Marga” yaitu: Harus memiliki pengetahuan yang benar,
mengambil keputusan yang benar, berkata benar, Hidup dengan cara
yang benar, Bekerja dengan benar, Beribadah dengan benar dan
menghayati agama dengan benar. Usahanya itupun membuahkan hasil,
banyak ummat Budha yang penasaran, untuk apa Sunan Kudus
memasang lambang wasiat Budha itu di padasan atau tempat berwudhu
sehingga mereka berdatangan ke masjid untuk mendengarkan keterangan
Sunan Kudus (Rahimsyah:5).
Silsilah Sunan Kudus menurut versi berasal dari keturunan Sunan
Kudus dari jalur Husein bin Ali, diperoleh urutan silsilah sebagai berikut:
Rasulullah
Husein bin Ali
Syekh Jumadil Qubro
Sunan Gresik Maulana Ishaq
45
Dari bagan diatas, dapat dijelaskan silsilah Sunan Kudus dari jalur
Husein bin Ali adalah Rasulullah SAW, memiliki cucu yang bernama
Husein bin Ali, Husen bin Ali memiliki keturunan yaitu Syekh Jumadil
Qubro dan Maulana Ishaq. Syekh JumadilQubro memiliki dua anak, yaitu
Sunan Gresik dan Sunan Ampel. Anak Sunan Gresik salah satunya
bernama Raden Usman Haji, Ia menikah dengan putri Sunan Ampel yang
bernama Syarifah. dari pernikahan itu lahirlah dua orang anak, yaitu
Sunan Kudus dan Dewi Sujinah (Istri Sunan Muria). Sunan Kudus
menikah dengan putri Sunan Bonang. Sunan Ampel memiliki dua anak,
yaitu Sunan Bonang (menantu Sunan Kudus) dan Sunan Drajat adalah
adik Sunan Bonang. Sunan Muria adalah anak Sunan Kalijaga. Sunan
Kajijaga dan Sunan Giri adalah paman Sunan Ampel, Sunan Giri sepupu
dan menantu Sunan Ampel.
Raden Usman Haji Syarifah
(Putri Sunan Ampel)
Sunan Kudus Dewi Sujinah Sunan Muria
Sunan Bonang
Sunan Drajat
Sunan Kalijaga
Sunan Ampel
Sunan Giri Sunan Gunung Jati
46
B. KAJIAN PUSTAKA
Penelitian ini membahas tentang bagaimana respon masyarakat Kudus
terhadap strategi dakwah yang dilakukan Sunan Kudus dalam menyebarkan
Islam. Berdasarkan hasil bacaan penulis, ditemukan beberapa sumber karya
ilmiah yang membahas tentang strategi dakwah. Uraian singkat tentang karya
ilmiah yang relevan dengan yang penulis teliti:
Skripsi Ivo Ongki Setiawan berjudul Kajian Simbolis Unsur Visual
Menara Masjid Menara Kudus Tahun 2016.Skripsi ini membahas mengenai
makna simboli tiap-tiap bagian Menara Kudus. Penelitian ini memiliki
perbedaan dengan penulis, penulis membahas respon masyarakat Kudus
terhadap strategi dakwah Sunan Kudus, semua hal yang berkaitan dengan
strategi dakwah Sunan Kudus bukan hanya Menara Kudus.
Penelitian yang dilakukan oleh Mas‟udi tahun 2014 yang berjudul
Genealogi Walisongo: Humanisasi Strategi Dakwah Sunan Kudus. Penelitian
ini membahas proses islamisasi yang terjadi di tengah-tengah kehidupan
masyarakat Kudus tidak lepas dari humanisasi sistem ibadah yang
diimplementasikan oleh Sunan Kudus. Sedangkan peneliti membahas strategi
dakwah sunan kudus dalam meneyebarkan islam yang dibuktikan dengan
fakta-fakta sejarah (sinkretisme) dan respon masyarakat Kudus terhadap
strategi dakwah Sunan Kudus.
Penelitian dengan judul Urgensitas Cultural Spere Dalam Pendidikan
Multikultural: Rekonstruksi Semangat Multikulturalisme Sunan Kudus bagi
Pendidikan Multikultural di STAIN Kudus oleh Nur Said, 2013. Skripsi ini
47
membahas kajian warisan budaya Sunan Kudus yang memuat nilai-nilai
multikultural dan mengonstruksinya menjadi pendidikan multicultural dalam
konteks pengembangan akademik STAIN Kudus melalui cultural sphere.
Penelitian-penelitian di atas memiliki kesamaan dengan yang peneliti
lakukan yakni penelitian tentang strategi dakwah serta kesamaan pada jenis
penelitian yaitu kualitatif. Perbedaan mendasar yang ditemukan terletak pada
objek dan fokus penelitian. Penelitian sebelumnya belum ada yang secara
khusus meneliti tentang respon masyakata terhadapstrategi dakwah Sunan
Kudus yang berfokus pada fakta-fakta sejarah.
48
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian dan Pendekatan
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatf, penelitian yang
dilakukan dengan terjun ke lapangan dan melihat secara langsung apa yang
terjadi sebenarnya. Untuk itu peneliti dapat berinteraksi dekat dengan
informan, mengenal serta megamati informan secara apa adanya. Pada saat
penelitian, pengumpulan data tidak dipandu oleh teori, tetapi dipandu oleh
fakta-fakta yang dada pada saat penelitian di lapangan sehingga dapat
dikonstruksikan menjadi teori.
Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif, Menurut
Nazir (1988:63) dalam buku Contoh Metode Penelitian, metode deskriptif
merupakan suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu
objek, suatu sistem pemikiran ataupun peristiwa pada masa sekarang. Untuk itu
peneliti dapat membuat deskripsi, gambaran secara sistematis, faktual dan
akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang
diselidiki (Saebani, 2008:122).
Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti akan melakukan penelitian
secara langsung di Desa Kauman, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus
berkaitan dengan faka-fakta sejarah dakwah Sunan Kudus agar memperoleh
data–data yang lengkap dan akurat mengenai strategi dakwah Sunan Kudus.
49
B. Lokasi Penelitian
Lokasi yang dipilih peneliti adalah Desa Kauman, Kecamatan Kota,
Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Karena tema penelitian yang diambil Strategi
Dakwah dimana fakta-fakta sejarah berada di desa Kauman dan Sunan
menyebarkan Islam di Kudus pertama kali di desa tersebut.
1. Letak Geografis Penelitian
Penelitian yang dilalukakan peneliti berada di Desa Kauman,
Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus. Menurut bapak Rofiqun Hidayat, Desa
Kauman memiliki luas sekitar 2,91 km2, dengan batas wilayah sebelah timur
berbatasan dengan Desa Langgardalem, Sebelah selatan berbatasan dengan
kelurahan Kerjasan, sebelah barat berbatasan dengan Desa Damaran,
sebelah utara berbatasan dengan dengan kelurahan kerjasan.
Berdasarkan keterangan dari Bapak Deni Nurhakim, Komplek
peninggalan Sunan Kudus yang berupa bangunan bercorak Hindu-Budha-
Islam berada di Desa Kauman dengan luas 7.505 m2, yang meliputi
komplek Menara dan Masjid Kudus, Komplek makam Sunan Kudus,
Komplek yayasan Masjid, Makam, dan Menara Kudus.
2. Demografi Penduduk dan Lingkungan sekitar Peninggalan Sunan Kudus
Desa Kauman, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus, merupakan
sebuah desa dimana Sunan Kudus menyebarkan Islam pertama kali di
Kudus. Menurut Bapak Luqman Hakim, Desa kecil yang memiiki luas
wilayah hanya 2,91 km2. Tanah di Desa Kauman sangat datar dan merata
50
secara keseluruhan, tidak ada yang tinggi ataupu rendah.Desa Kauman
tidak memiliki lahan pertanian karena semua tanahnya dibangun rumah
penduduk.Rumah penduduk sangat terbatas yang hanya dipisahkan dengan
jalan setapak.
Penduduk Desa Kauman sebagian besar bertama pencaharian
sebagai pedagang. Terdiri dari 3 RT 1 RW, RT 01 berjumlah 114 jiwa,
RT 02 berjumlah 122 jiwa, RT 03 berjumlah 183 jiwa, dengan jumlah lali-
laki 205 jiwa, perempuan bertjumla 214 jiwa. Jadi, jumlah keseluruhan
penduduk desa kauman 419 jiwa (Wawancara dengan Luqman Hakim).
C. Sumber Data dan Jenis Data
Menurut Lofland (1984:47) sumber data utama dalam penelitian
kualitatif ialah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan
seperti dokumen dan lain-lain. Berkaitan dengan hal tersebut, pada bagian
ini jenis data dibagi kedalam kata-kata, tindakan, sumber data tertulis, foto,
dan statistik.
Peneliti dalam hal ini membutuhkan data, data-data yang dijadikan
acuan dalam penelitian diambil dari berbagai sumber, antara lain:
1) Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan
langsung di lapangan oleh orang yang melakukan penelitian atau yang
bersangkutan dan memerlukannya (data yang diperoleh melalui
lapangan dan dokumen).Dengan menjadikan masyarakat Kudus yang
51
berada di sekitar tempat penelitian sebagai narasumber untuk
dilakukannya wawancara.
2) Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan
oleh orang yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah
ada. Data ini biasanya diperoleh dari perpustakaan atau dari laporan-
laporan penelitian terdahulumencangkup buku-buku yang berkaitan
dengan yang peneliti tulis (Hasan:19).
D. Prosedur Pengumpulan Data
1. Observ asi
Obsertvasi adalah cara pengumpulan data yan dilakukan
dengan pengamatan dan mencangkup data yang diperoleh secara
sistematis dari objek penelitian dengan terjun secara langsung.
Peneliti terjun langsung ke lokasi penelitian yaitu Desa Kauman,
Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus.Untuk mendapatkan hasil
informasi mengenai respon masyarakat Kudus terhadap strategi
dakwah Sunan Kudus (Idrus, 2009:38)
2. Wawancara
Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk
bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat
dikonstruksikan makna dalam suatu data tertentu. Peneliti
melakukan interaksi langsung kepada ulama yang berada di lokasi
52
peneliian untuk mendapatkan data secara detail mengenai strategi
dakwah Sunan Kudus yang di buktikan dengan fakta-fakta sejarah
yang ada.
3. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan rekam jejak penelitian yang
dilakukan, sehingga dapat membuktikan penelitian tersebut benar-
benar terjadi di lapangan.
Dokumentasi yang dilakukan peneliti terdiri dari beberapa
hal diantaranya adalah bangunan fakta-fakta sejarah mengenai
dakwh Sunan Kudus, dan foto-foto yang berkaitan dengan
penelitian (Saebani, 2008:190).
E. Teknis Analisis Data
Analisis data merupakan proses penyusunan data agar dapat
diinterpretasi. Penyusunan data berarti klasifikasi data dengan pola,
tema, atau kategori tertentu. Setiap penafsiran data akan memberi
makna kapada analisis. Langkah utama dalam analisis data adalah
pengumpulan data, perbaikan kerangka data sehingga lebih akurat,
penyusunan unsur-unsur data yang lemah secara empiris sehingga
lebih bermakna, reinterpretasi data melalui hubungan-hubungan dan
akurasi hubungan antardata, melakukan perubahan yang mengarahkan
pada pengumpulan data guna mempermudah pelaksanaan penelitian
53
berikutnya. Analisis data secara sistematis dilakukan dengan tiga
langkah secara bersamaan, yaitu:
1. Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan
perhatian pada penyederhanaan data, pengabstrakan dari
transformasi data besar yang muncul dari catatan-catatan tertulis
dilapangan. Reduksi data berlangsung secara kontinu selama
berlangsung kegiatan yang berorientasi kualitatif. Selama
pengumpulan data, terjadi reduksi berikutnya, yakni sebagai
kegiatan membuat ringkasan, mengode, menelusuri tema, membuat
gugus-gugus, dan membuat partisi memo. Reduksi data merupakan
bagian dari analisis dalam penelitiann kualitatif. Seleksi terhadap
bagian data yang dikode, data yang dibuang, dan pola-pola yang
meringkas bagian-bagian data yang tersebar, berbagai cerita (hal
data) yang berkembang, semua itu merupakan pilihan analisis
reduktif. Analisis reduktif atas data adalah bentuk analisis yang
mempertajam, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang
tidak perlu dan mengorganisasikan data dengan cara sedemikian
rupa sehingga kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi.
Data yang diperoleh oleh peneliti di lokasi penelitiaan,
perlu dicatat secara teliti dan terperinci.Mereduksi data berarti
merangkum, memilih hal hal yang pokok, memfokuskan pada hal
yang penting, serta mencari tema dan polanya. Dengan demikian
data yang direduksi akan memberi gambaran yang jelas.
54
2. Penyajian data, yaitu penyajian sekumpulan informasi sistematis
yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan. Penyajian tersebut dapat berbentuk matrik,
grafik, jaringan dan bagan.
Setelah proses reduksi, peneliti menyajikan data tentang
strategi dakwah Sunan Kudus dengan menggunakan tabel.
Penyajian digunakan untuk memudahkan memahami hasil
penelitian berdasarkan data yang telah di dapat.
3. Penarikan kesimpulan atau verifikasi. Langkah verifikatif
dilakukan sejak permulaan, pengumpulan data, pembuatan pola-
pola, penjelasan konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, dan alur
sebab akibar serta proposisi.
Setelah tahap penyajian data selesai, tahap analisis
selanjutnya adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Dimana
peneliti mencari makna tentang data yang dikumpulkan, kemudian
disimpulkan untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian
(Saebani, 2008:95-96).
F. Teknik Validitas Data
Untuk memperoleh keabsahan dan validitas data, peneliti
menggunakan teknik triangulasi pengecekan keabsahan data
dengan berbagai cara. Triangulasi diartikan sebagai teknik
pengumpulan data yang bersifat menggabungkan berbagai teknik
pengumpulan data dan sumber data yang telah ada.Dengan
55
menggunakan triangulasi, peneliti mengumpulkan data sekaligus
menguji kredibilitas data, yaitu mengecek data dengan berbagai
teknik pengumpulan data dan berbagai sumber data (Saebandi,
2008:189).
Dalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan dan
menggabungkan semua data yang ada kemudian menyimpulkan
sehingga menjadi suatu hasil kesimpulan.Sebagai pembuktian data
yang benar–benar valid, maka peneliti menggunakan cara
observasi, wawancara dan dokumentasi untuk mengumpulkan data
atau informasi. Kemudian dicek kebenarannya dengan memperoleh
sumber data dari orang satu ke orang lain, dan dari orangsatu,
kedua, ketiga, dst. Hal ini bertujuan untuk memastikan data yang
terkumpul dianggap benar.
56
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Strategi Dakwah Sunan Kudus
(https://www.walisembilan.com/sunan-kudus-raden-jafar-sodiq)
Sunan Kudus adalah putra dari Raden Usman Haji (Sunan Ngudung)
yang memiliki nama asli Ja‟far Shodiq. Sunan Kudus berasal dari palestina,
lahir pada tanggal 9 sepetember 1400 M/808 Hijriah. Ia adalah salat satu
anggota Walisongo penyebar Islam di Tanah Jawa.
Sunan Kudus menikah dengan Dewi Rukil, putri dari Sunan Bonang
dan wafat pada tanggal 5 Mei 1550 Masehi/958 Hijriah dalam keadaan
bersujud ketika sholat Subuh di masjid Al-Quds Kudus.Beliau menjadi
penasehat khalifah Sultan Demak, panglima perang, Imam besar Masjid
Demak
danKudusdanketuabaitulmalWalisongo(https:/id.m.wikipedia.org/wiki/Sunan
_Kudus).
Sunan Kudus datang ke Kudus bermula dari di palestina dan beliau
menderita sakit yang dibenci oleh semua orang sehingga dia mendapatkan
57
petunjuk dari Allah melalui peci yang dipakainya. Peci tersebut tiba-tiba
menghap ke arah selatan dan tidak bisa di kembalikan hingga Sunan Kudus
berdo‟a kepada Allah SWT agar peci bisa kembali menghadap ke belakang.
Tidak lama kemudian peci tesebut bisa di rubah menghadap ke depan dan
Sunan Kudus segera hijrah.
Hijrah pertama Sunan Kudus sampai di demak membantu Sunan
Kalijaga dalam menyebarkan Islam. Setelah selesai berjuang di demak, beliau
meneruskan perjalanannya hingga sampai di Kudus pada waktu itu
masyarakat Kudus mayoritas beragama Hindu-Budha (Wawancara dengan
Ngasiran Mathori).
Dalam menyebarkan Islam, Dalam menyebarkan Islam ataupun
berdakwah, Sunan Kudus mengikuti jejak Sunan Kalijaga, yaitu
menggunakan cara halus, yaitu mendekati dan memotivasi masyarakat Hindu-
Budaha supaya masuk Islam. Adat istiadat rakyat tidak di tentang secara
formal, melainkan di arahkan sedikit demi sedikit menuju ajaran Islami.Sunan
Kudus menggunakan pendekatakan budaya diantaranya kesenian wayang
klitik, tembang-tembang Maskumambang dan Mijil serta adanya akulturasi
budaya:
1. Kesenian Wayang Klitik.
(www.picswe.com)
58
Adalah wayang yang terbuat dari kayu yang pipih (dua dimensi).
Tangan wayang dibuat dari kayu yang ditatah. wayang klitik berbeda
dengan wayang lainnya, karena wayang klitik memiliki ganggang yang
terbuat dari kayu. Apabila pentas menimbulkan bunyi “klithik, Klitik”
yang diyakini sebagai asal mula istilah penyebutan wayang klitik. Wayang
ini menceritakan siklus cerita dari zaman Panji Kudalelayan di Pajajaran
hingga zaman Prabu Brawijaya di Majapahit.
2. Menciptakan Tembang Maskumambang dan Mijil
a) Tembang Maskumambang
Maskumambang berasal dari kata “Mas” atau “Emas” yang
artinya sesuatu yang berharga, dan “mambang” yang berarti bayi yang
hidup dalam rahim ibunya dalam keadaan mengambang. Jadi,
Maskumambang adalah sesuatu yang berharga berupa anak meskipun
masih dalam kandungan. Anak merupakan anugerah yang sangat luar
biasa yang didambakan setiap orang tua.
Tembang Maskumambang biasanya digunakan untuk lagu yang
bermakna kedukaan dan kesedihan dalam hidup. Tembang ini
memiliki 4 baris kalimat. Kalimat pertama berjumlah 12 suku kata.
Kalimat kedua berjumlah 6 suku kata, kalimat 3 berjumah 8 suku kata
dan kalimat ke empat berjumlah 8 suku kata. Guru lagu (akhir suatu
kata ) dengan huruf i,a, i,a atau a, i,a,i.
Contoh : Nadyan silih bapa biyung kaki nini,
Sadulur mayang sanak
59
Kamulun muruk lan becik
Nora pantes yen den nuto.
Artinya: Walaupun meminjam bapak ibu, kakek nenek
Saudara-saudaranya
Kalau mengajari yang tidak baik
Tidak pantas Kalau ditiru
b) Tembang Mijil
Mijil yaitu lahirnya manusia ke dunia, yang
menggambarkan salah satu fase dari kehidupan kita di dunia ini.
Tembang mijil menceritakan sebuah pitutur atau nasehat yang baik
yang diberikan kepada anak yang baru lahir. Saat bayi pertama kali
lahir baru mengenal dunia pertama kali, ia diberikan wewenang
untuk menjalani kehidupan selanjutnya. Ia dihadirkan agar dapat
menjadi manusia hingga suatu saat akan kembali kepadanya
(allah).
Mijil memiliki watak pengharapan, prihatin dan tentang
cinta. Biasanya digunakan untuk media pemberi nasihat, cerita
cinta dan ajaran kepada manusia untuk selalu kuat serta tabah
menjalani hidup.Tembang mijil memiliki tata nilai dan etika yang
digunakan masyarakat jawa.
Contoh : Dedalane gulo lawan sekti
Kudu andap ashor
Wani ngalah duwur wekasane
60
Tumungkula yen dipun dukani
Bapang den simpangi
Ono catur mungkur
Makna moral dalam tembang tersebut adalah
1) Dedalane gulo lawan sekti: menggambarkan tentang jalan agar
seseorang bisa menjadi orang yang bermanfaat dan sakti
(memiliki pengetahuan dan ketrampilan).
2) Kudu andap ashor: harus bisa menempatkan diri sehingga kita
bisaselalu menghargai orang lain. Andhap asor artinya:
kitamenempatkan orang lain selalu lebih tinggi dari kita,
menghargai, menghormati sebagai sesama manusia.
3) Wani ngalah duwur wekasane: ketika kita diminta untuk
mengalahjustru membutuhkan keberanian. Memiliki kendali
terhadap diri sendiri, karena memiliki sikap mengalah akan
meningkatkan derajat kita.
4) Tumungkula yen dipun dukani: jangan membantah, tidcak
melawan, tidak menyerah terhadap sesuatu yang kita hadapi.
5) Bapang den simpangi: kita biisa menghindai dari sifat hura-hura.
6) Ono catur mungkur: menanggapi pprasangka buruk terhadap kita.
3. Adanya bangunan arsitektur yang menggambarkan akulturasi budaya antar
umat beragama.
Untuk mengajak mereka masuk Islam tentunya bukan pekerjaan yang
mudah, karena mereka masih memeluk kepercayaan lama dan memegang
61
teguh adat-istiadat.Dalam kebijaksanaan dakwahnya, Sunan Kudus langsung
terjun kedalam kehidupan masyarakat dengan memasukakkan simbol Islam
kedalam Hindu-Budha sebagai bentuk akulturasi antar umat beragama,
diantaranya Bangunan Menara Kudus, Bangunan Masjid Kudus, Padasan atau
tempat berwudhu dengan pancuran yang berjumlah delapan serta larangan
penyembelihan sapi (Wawancara dengan Ngasiran Mathori).
a. Bagunan Menara Kudus
Berdasarkan segi historis, kedatangan Islam sudah didahului oleh
Agama Hindu dan Budha yang datang di Pulau Jawa. Agama Hindu
datang di pulau Jawa berawal dari kerajaan Muarakaman di Kalimantan
Timur yang dibawa oleh Mulawarman pada tahun 400 M, yang kemudian
berkembang di jawa. Sementara itu, ketika Islam datang dipulau jawa,
masyarakat sudah memegang teguh ajaran agama Hindu dalam
kehidupan sehari-hari. Sehingga para wali dalam menyebarkan Islam
dengan jalan bijaksana, dengan menyesuaikan diridengan adat istiadat
serta kepercayaan lama dalam menjalankan dakwah Islam. Dengan
demikian dibuatlah menara yang mirip dengan candi orang Hindu, karena
pada waktu itu merupakan jaman peralihan dari kebudayaan Hindu Jawa
ke dalam kebudayaan Islam.
Menara Kudus adalah suatu bagunan bersejarah di Kota Kudus
yang sudah berumur sangat tua sehinngga mengalami beberapa kali
renovasi pada taman yang berada didepannya.Bangunan Menara Kudus
merupakan bangunan pertama yang di bangun oleh Sunan Kudus dalam
62
menyebarkan Islam, menara tersebut hingga saat ini belum di ketahui
tahun berapa di dirikan karena pada waktu itu tidak adanya catatat
sejarah.Saat ini, Menara masih berdiri dengan keunikan dari bentuk dan
fugsinya sehingga menjadi salah satu icon di kabuptaen Kudus.
Dilihat dari bentuk arsitektnya, Menara Kudus merupakan sebuah
bangunan yang bercorak Hindu-Jawa. Hal tersebut dikarenakan
bangunan dan hiasan pada Menara Kudus menunjukkan hubungannya
dengan kesenian Hindu Jawa, yang terdiri dari tiga bagian, yaitu kaki,
badan dan puncak bangunan. Menara Kudus merupakan bangunan yang
bercorak Hindu-Islam.Hal tersebut dikarenakan kegunaan menara untuk
menabuh kentongan dan adzan yang melambangkan ajaran Islam, bentuk
menara meyerupai bentuk candi yang melambangkan tempat Ibadah
orang Hindu.
Dahulu, bagian atas Menara Kudus digunakan untuk menabuh
bedug dan adzan, kareana belum ada pengeras suara dengan tujuan
supaya suaranya tedengar oleh masyarakat.Di zaman modern ini, ada
perbedaan dalam penggunaan Menara Kudus. Sekarang ini bagian atas
Menara hanya digunakan untuk menabuh beduk pada waktu menjelang
sholat, dan dulunyayang Adzan di atas Menara sekarang berada di dalam
Masjid Al-Aqsa.
63
1.1.Gambar Perbedaan Menara Kudus
64
(Menara Kudus pada tahun1890 dan Menara Kudus saat ini)
(Menara Kudus terlihat dari depan)
Bangunan Menara Kudus merupakan bangunan yang terdiri dari
tumpuan batu-batu merah tanpa bersemen, yang merupakan teknik
bangunan yang dilakukan oleh nenek moyang kita pada jaman
dahulu.Sedangka tinggi Menara Kudus adalah 17 m, yang dihiasi dengan
65
piringan-piringan bergambar yang berjumlah 32 buah.20 buah diantaranya
berwarna biru yang berlukiskan masjid, unta, manusia dan pohon
kurma.Sedangkan 12lainnya, berwarna merah putih yang berlukiskan
kembang. Hal tersebut berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Deni
Nurhakim (Pengurus yayasan Sunan Kudus bagian kehumasan).
Bangunan Menara Kudus dapat terdiri dari beberapa bagian.
Pertama, kaki Menara Kudus.Menara ditutup dengan tujuan untuk
meminimalis runtuhnya menara.Seperti halnya batu bata di bakar dengan
teknik penggosokan. Menarasampai sekarang ini tidak ada perubahan
karena merupakan bagunan cagar budaya sehingga tidak boleh dirubah
bentuk aslinya.
b. Bangunan Masjid Menara Kudus
Berdirinya masjid menara kudus tidak terlepas dari peran Sunan
Kudus sebagai pendiri. Sebagaimana walisongo lainnya, Sunan Kudus
menggunakan pendekatan kultur (budaya) dalam berdakwah. Bangunan
masjid tersebut di bangun oleh Sunan Kudus sejak tahun 1549 M atau (956
H) dan diberi nama masjid Al-Aqsa. Bukti adanya bangunan masjid
tersebut di tandai dengan cikal bakal dengan adanya prasasti batu
berukuran lebart 30 cm dan panjang 46 cm bertulisan huruf arab yang
terletak diatas ruang imam masjid (mihrab masjid). Isi nama prasasti
tersebut yaitu nama masjid yang dibangun sunan kudus yaitu masjidil
Aqso, pemberian nama tempat dimana masjid itu di dirikan yaitu Al-Quds
66
(kudus), tanggal pendirian masjid 11 yaitu rajab 1956 H, nama pendiri
masjid adalah Jakfar Sodiq.
(Prasasti Masjidil Al-Aqsha Menara Kudus)
Lokasi masjid saat ini berada di desa Kauman, kecamatan Kota,
Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Masjid ini memiliki keunikan
tersendiripada pola arsitektur yang memadukan konsepbudaya Islam
dengan budaya Hindu-Budha, sehingga menunjukkan terjadinya proses
akulturasi dalam pengislaman jawa. Bola asitektur tersebut berada pada
pintu masuk menuju masjid, di serambi luar masjid terdapat pintu yang
serupa dengan pintu pure umat Hindu. Didalam serambi masjid juga
terdapat pintu yang serupa dengan bangunan orang Hindu.
67
(Bentuk masjid dahulu dengan atap seperti piramida)
(Masjid terlihat dari depan dan serambi masjid)
Seiring berkembangnya zaman, masjid tersebut mengalami
renovasi, khususnya kubah pada tahun 1933.Pembangunan masjid
menggunakan arsitektur jawa, karena keunggulan arsitektur jawa
diantaranya cukup kuat dan kokoh bagus, arsitektur yang digunakan
sesuai geografis. Hal ini, menjadi salah satu pendekatan terhadap orang
Non Islamguna menarik simpati pendekatan orang Hindu-Budha.
Dahulu, atapmasjid dibentuk dengan bentuk limas karena masjid yang
atapnya berbentuk limas serupa dengan segitiga piramida, dimana
segitiga tersebut menggambarkan gunung (kiblat orang Hindu-Budha
68
tempat bersemayam dewa). Selain itu tujuan atap dibentuk limas yaitu
sebagai ventilasi udara, sehingga pada saatmusim panas orang yang
berada didalam masjid tidak merasa panas karena udara bisa masuk
secara langsung sehingga orang yang beribadah merasa nyaman.
Pada zaman sekarang ini, Kubah berbentuk condong melingkar
seperti masjid-masjid lainnya.Sehari-hari, masjid ini digunakan untuk
beribadah umat Islam, orang-orang yang berziarah berkunjung ke masjid
sekalipun berziarah ke makam Sunan Kudus yang terletak disisi barat
kompleks masjid.Selain itu, masjid ini menjadi pusat keramaian pada
festival dhandangan yang diadaskan warga Kudus untuk menyambut
datangnya bulan Ramadhan, kata Deni Nurhakim.
(Serambi Masjid)
Masjid Menara Kudus tersebut memiliki lima pintu sebelah kanan,
dan lima pintu sebelah kiri (karakteristik masjid). Disamping selatan
69
terdapat kolam masjid, kolam yang merupakan padasan kuno yang
dijadikan peninggalan kuno sebagai tempat wudhu.
c. Padasan (tempat wudhu)
(Padasan Wudhu yang di buat oleh Sunan Kudus)
Dalam membuat masjid untuk mensyiarkan agama Islam, Sunan
Kudus membuat sebuah padasan (temppat wudhu). Padasan tersebut
dibuat untuk bersuci sebelum masuk masjid. Pancuran untuk wudhu
berada disamping kanan masjid berjumlah delapan buah. Diatas pancuran
itu terdapat sebuah arca, dimana arca tersebut mengadaptasi keyakinan
Budha, dan pancuran bejumlah delapanmengandung arti “jalan berlipat
delapan” atau “Asta Sanghika Marga” yaitu harus memiliki pengetahuan
yang benar, mengambil keputusan yang benar, berkata benar, hidup
dengan cara yang benar, Bekerja dengan benar, Beribadah dengan benar
70
dan menghayati agama dengan benar. Usahanya itupun membuahkan
hasil, banyak umat Budha yang penasaran, untuk apa Sunan Kudus
memasang lambang wasiat Budha itu di padasan atau tempat berwudhu
sehingga mereka berdatangan ke masjid untuk mendengarkan keterangan
Sunan Kudus.
Dizaman sekarang ini, pancuran juga mengalami renovasi tetapi
tidak merubah bentuk aslinya, yaitu pada bagian keran.Dahulu keran
berbentuk lingkaran kecil (bolongan) yang ditutup dengan kayu, dengan
tujuan supaya air tidak keluar,kata Ngasiran Matori.Menurut pendapat
Sujadi, pancuran tersebut tidak mengalami perubahan dan menurut
pendapat Deni, pancuran tersebut mengalami renovasi tetapi tidak
merubah bentuknya pada bagian keran dan lantainya.
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, pancuran tersebut masih
tetap dalam bentuk yang sama akan tetapi tedapat perubahan pada keran
dan lantainya, karena keran pada pancuran tersebut terbuat dari besi dan
lantai yag ada di sekeliling pancuran terbuat dari bahan keramik.
d. Larangan Penyembelihan Sapi
71
Dalam perayaan hari raya Idul Adha ataupun khajat seseorang,
masyarakat Kudus tidak diperkenankan berkorban dengan sapi, melainkan
berkorban dengan kambing atau kerbau.Hal ini, sudah menjadi tradisi
turun-temurun warisan dari Sunan Kudus. Berdasarkan cerita hasil
penelitian tentanglaranganpenyembelihansapi di Kudus adalah
“Sebelumkedatangan Islam, daerah Kudus dansekitarnyamerupakan pusat
agama Hindu. Dalam menyebarkan Islam Sunan Kudus menaruh sapi di
depan masjid dan mengumumkan kepada masyarakat Kudus agar tidak
menyembelihnya sebagai bentuk tolerasi terhadap umat Hindu, petuah
tersebut bertujuan supaya umat Hindu tertarik dan mengikuti ajaran Islam,
kata Sujadi.
Berdasarkan pendapat Suwadi, Sunan Kudus menaruh sapi di
masjid dan mengumpulkan masyarakat Kudus, kemudian memberitahu
kepada masyarakat kudus bahwasanya “Saya (Syekh Jafar Shodiq)
melarang masyarakat Kudus untuk tidak menyembelih sapi, karena sapi
adalah hewan yang diagungkan”.
Berkaitan dengan larangan penyembelihan sapi, Mariyanto
berpendapat Sunan Kudus memikat sapi di halaman masjid Al-Aqsa dan
mengumpulka masyarakat Kudus, setelah masyarakat terkumpul Syeikh
Ja‟far Shodiq berkata “Wahai sedulur Kudus, sapi adalah hewan yang
dimuliakan umat Hindu, Untuk itu saya melarang kalian menyembelihnya
sebagai tanda toleransi terhadap mereka”. Mendengar fatwa tersebut,
72
orang Hindu merasa dihargai sehingga mereka mau mendengarkan apa
yang dikatakan Syekh Ja‟far Shodiq hingga mereka masuk Islam.
Deni berpendapat bahwa Sunan Kudus menaruh sapi di halaman
masjid menara, setiap orang yang lewat di suruh berhenti sejenak dan
Syeikh ja‟far Shodiq mengeluarkan fatwa bahwa saya melarang
masyarakat Kudus untuk tidak menyembelih sapi sebagai bentuk toleransi
umat beragama.
Ngasiran Mathori berpendapat bahwa Sunan Kudus bertemu
dengan seorang pemuda Hindu, dalam pertemuan itu Syekh Ja‟far Shodiq
berbincang dengan pemuda tersebut bahwa sapi merupakan hewan yang di
sucikan oleh umat Hindu, kemudian sapi itu di bawa ke masjid dan Sunan
Kudus mengumpulkan masyarakat Kudus. Setelah masyarakat kumpul,
Syekh Ja‟far Shodiq berpesan kepada masyarakat Kudus agar tidak
menyembelih sapi sebagai bentuk penghormatan kepada umat Hindu.
Menurut Hasan, Sunan Kudus bertemu dengan seorang Hindu yang
membawa sapi kemudian orang dan sapi tersebut di bawa ke halaman
masjid, banyak orang yang lewat didepan masjid. Pada waktu itu Sunan
Kudus mengumpulkan orang-orang Hindu dan berkata bahwa “Saya
melarang masyarakat Kudus untuk tidak menyembelih sapi”.Mendengar
pesan tersebut umat Hindu merasa dihormati akhirnya mereka
mendengarkan petuah-petuah yang diberikan oleh Sunan Kudus.
Inti dari hasil wawancara penelitian dengan narasumber berkaitan
dengan cerita larangan penyembelihan sapi adalah Sunan Kudus bertemu
73
langsung kepada pemuda hindu, dimana pemuda tersebut membawa
seekor sapi, kemudian Syekh Ja‟far Shodiq membawa sapi tersebut ke
halaman masjid Al-Aqsa, dan orang Hindu yang lewat dihalaman masjid
bertanya-tanya”Kenapa Syeikh Ja‟far Shodiq mengikat sapi di halaman
masjid dan mengumpulkan masyarakat Kudus? Apa yang hendak
diperbuat?” Sunan Kudus berkata:”Wahai sedulur Kudus, Aku tidak
memperbolehkan kalian menyembelih sapi, karena sapi termasuk hewan
yang diagungkan oleh umat Hindu”. Orang Hindu pun merasa senang
sehingga mereka mau mendengarkan petuh-petuah dari Sunan Kudus
hingga mereka masuk Islam.
4.2. Respon Masyarakat Kudus Terhadap Strategi Dakwah Sunan Kudus.
Berdasarkan strategi dakwah yang dilakukan Sunan Kudus, hasil
penelitian berkaitan dengan respon masyarakat terhadap strategi dakwah
Sunan Kudus, menghasilkan dua respon yaitu respon positif dan negatif.
2.1. Beberapa respon positif dari masyarakat Kudus terhadap strategi dakwah
Sunan Kudus, peneliti menyimpulkan bahwa masyarakat Kudus tetap
melestarikan budaya larangan penyembelihan sapi sebagai bentuk
penghormatan terhadap Sunan Kudus, khususnya orang yang beraliran
Nahdhotul ulama‟ (NU).
Dengan adanya strategi dakwah Sunan Kudus lainnya masyarakat
Kudus tetap menjaga, merawat dan melestarikan ajarannya, seperti
menggunakan masjid sebagai tempat beribadah kepada Allah,
membersihkan bagunan-bangunan peninggalan dan melestarikan baik
74
wayang atau tembang yang diciptakan oleh Sunan Kudus. Hal tersebut
dibuktikan dengan adanya hasil wawanacara, diantaranya:
Menurut Sujadi, Peninggalan-peninggalan sejarah yang dibuat
oleh Sunan Kudus harus kita jaga. Berkaitan dengan larangan
penyembelihan sapi, lingkungan Menara Kudus sampai sekarang ini
tidak menerima korban sapi pada saat hari raya Idul Adha, melainkan
kerbau atau kambing. Sujadi berpendapat bahwa larangan penyembelihan
sapi sudah menjadi adat bahkan sulit dihilangkan karenatradisi itu
mengacu ke“Al-Adam-Hakamah” (Kebiasaan itu menjadi hukum).
Menyembelih sapi atau tidak itu tergantung masing-masing individu.
Bisa direalisasikan bisa tidak karena tergantung pada nilai keimanan dan
ketakwaan seseorang. Jika ada masyarakat kudus yang menyembelih sapi
dengan anggapan menentang petuah Sunan Kudus, maka ada balaknya
(akibatnya) Misalnya sakit. Sekarang ini, masyarakat Kudus tidak
menyembelih sapi kecuali orang-orang yang beraliran Muhammadiyyah.
Menurut hasan, strategi dakwah Sunan Kudus ketika menyebarkan
Islam sangat bagus karena Sunan Kudus mampu menarik perhatian umat
Hindu-Budha masuk Islam. tentunya kita sebagai masyarakat Kudus
harus melestarikan dan menjaga bagunan-bangunan peninggalan Sunan
Kudus dengan cara membersihkan bangunan tersebut, dan melestarikan
tontonan wayang klitik pada saat seseorang memiliki khajat. Berkaitan
dengan larangan penyembelihan sapi tentunya tidak akan bisa di
hilangkan karena hal tersebut merupakan petuah ajaran dari waliyuallah
75
(Sunan Kudus). Kita sebagai masyarakat Kudus harus menghargai.
Apabila ada masyarakat Kudus yang ingin menyembelih sapi, maka di
usahakan berziarah terlebih dahulu ke makam Sunan Kudus dengan niat
menyembelih tidak menentang ajarannya.
Menurut Deni, kita sebagai masyarakat Kudus harus menjaga,
menjadikan masjid sebagai tempat untuk beribadah kepada Allah SWT.
Berkaitan dengan larangan penyembelihan sapi di Kudus, hal itu
menjadikan salah satu kuliner Kudus menjadi kuliner unggulan yaitu
soto kudus, karena di Kudus tidak ada soto dengan daging sapi
melainkan soto kerbau, dimana soto kerbau ini menjadi makanan khas
orang Kudus dan kita harus melestarikan peninggalan-peninggalan
Sunan Kudus, seperti wayang, tembang-tembang.
Yanto berpendapat bahwa kita harus menengok sejarah, karena
sejarah itu penting. Dahulu sebelum mayoritas kudus menjadi islam,
kebanyakan diduduki oleh orang Hindu, kemudian Sunan Kudus
berdakwah diarea kudus, beliau tidak terlepas dengan orang hindu
tersebut. Berkaitan dengan larang penyembelihan sapi dahulu Sunan
Kudus menghargai ajaran umat Hindu karena di dalam masjid menara
dan didalam menara kudus terdapat peninggalan-peninggalan dari orang
Hindu seperti piring yag menempel di menara. Jadi, kita sebagai orang
Kudus harus menghargai ajaran Sunan Kudus sebagai bentuk akulturasi
dan saya sebagai orang Kudus tidak setuju, jika budaya larangan
penyembelihan sapi tersebut dihilangka, karena kita hidup di Indonesia
76
memiliki semboyan Binika Tunggal Ika walaupun berbeda-beda tetapi
tetap satu jua.
Berkaitan dengan strategi dakwah Sunan Kudus, yaitu adanya
bangunan yang bercorak Islam-Hindu, Islam-Budha dan larangan
penyembelihan sapi yang sampai sekarang ini masih di budayakan,
Udin berpendapat bahwa kita sebagai cucu kanjeng Sunan Kudus Syekh
Jafar Shodiq harus menghormati, melestarikan wayang dan menjaga
tradisi adat-adat yang ada di Kudus. Dari itulah nama Kudus muncul
sampai sekarang dan saya pribadi setuju jika budaya tersebut terus
dibudayakan sehigga cerita tersebut berkembang dan terus diceritakan
oleh para kyai/habib/syeh disetiap bulan Romadhon, karena pada bulan
itu ada acara pitulasan (ngaji tadarusan dan pengajian umum) yang
dilakukan setiap malam bulan Romadhan.
Suwadi berpendapat tentang stategi dakwah Sunan Kudus, yaitu
adanya bangunan-bangunan peninggalan Sunan Kudus dan larangan
penyembelihan sapi. Tentunya masyarakat Kudus harus melestarikan
budaya peninggalan Sunan Kudus sebagai bentuk penghormatan kita
terhadap Sunan Kudus. Contoh, adanya tontonan wayang, kita ikut
berpartisipasi dan menjadikan masjid sebagai tempat untuk kajian-
kajian Islam, misalnya membaca al-Qur‟an, dzikir dan Sholwat.
Berkaitan dengan larangan penyembelihan sapi bahwa hal itu sudah
menjadi budaya masyarakat Kudus, kita harus menghormati ajaran
Waliyuallah Sunan Kudus, karena ajaran tersebut tidak hanya ada pada
77
larangan penyembelihan sapi tetapi ornamen-ornamen yang ada di
sekitar masjid terdapat corak khas Hindunya.
Jafar berpendapat bahwa secara agama Islam diperbolehkan
untuk menyembelih sapi, tetapi dahulu kala antara pangeran Hindu dan
Sunan Kudus memiliki kesepakatan bahwa orang Kudus diharamkan
untuk menyembelih sapi, dengan tujuan menarik simpati orang Hindu
supaya masuk agama Islam. Secara Islam menyembelih sapi itu
halal,meskipun Sunan Kudus sudah tiada, namanya adat harus
dilestarikan dan kita sebagai orang Kudus boleh memakan daging sapi
yang penyembelihannya diluar Kudus karena kita harus menghargai
ajaran Sunan Kudus. Kita sebagai masyarakat Kudus harus menjadikan
tempat peninggalan Sunan Kudus sebagai pusat kegiatan keagamaan,
misalnya dzikir bersama, sholat, membaca Al-Qur‟an dan melestarikan
tembang, wayang dan lain-lain.
Ana berpendapat bahwa ajaran larangaan penyembelihan sapi
yang dibawakan oleh Sunan Kudus yang masih melekat pada budaya
kita yang sudah mendarah daging, ibarat kyai jika sudah berkata kepada
santrinya, santri wajib mematuhi apa yang dikatakan oleh kyai nya
karena dibalik itu semua pasti ada haal baiknya. Sama seperti halnya
yang dilakukan oleh Sunan Kudus megeluarkan fatwa bahwasanya
orang Kudus tidak boleh menyembelih sapi dikarenakan dahulu banyak
orang Hindu dan Budha yang tinggal disekitar Masjid Menara, untuk
menyebarkan agama Islam menarik perhatian orang Hindu. Sunan
78
Kudus berpesan kepada warga Kudus tidak diperbolehkannya
menyembelih sapi.Kita sebagai orang Kudus harus menganut ajaran
yang sudah disampaikan Sunan Kudus supaya tidak terjadi apa-apa
pada diri seseorang (Balak) dan kita harus menjaga bagunan
peninggalan Sunan Kudus.
Karim berpendapat bahwa budaya larangan penyembelihn sapi
tidak menjadi suatu permasalahan, karena budaya itu sudah menjadi ciri
dari masyarakat Kudus dan budaya tersebut harus terus di lestarikan
karena budaya itu tidak merugikan pihak lain. Apabila ada seseorang
ingin menyembelih sapi itu tidak masalah karena keyakinan seseorang
itu berbeda-beda. tentunya kita sebagai masyarakat Kudus harus
menjaga, membersihkan bangunan peninggalan Sunan Kudus dan
menjadikannya sebagai tempat beribadah kepada Allah.
Berkaitan dengan strategi dakwah Sunan Kudus, Kita harus
melestarikan ajaran Sunan Kudus salah satunya larangan
penyembelihan sapi yang ada di Kudus, Sutimen berpendapat bahwa itu
merupakan sebuah kebudayaan dan sebuah penghormatan kita kepada
orang Hindu dan orang sebelum kita, yang namanya kebudayaan harus
dilestarikan karena budaya itu merupakan ajaran Sunan Kudus
(Leluhurnya) dan saya tidak setuju jika budaya tersebut dihilangkan,
karena bagaimanapun budaya tersebut sudah menjadi ciri khas Kudus.
Misal kebudayaan itu dihilangkan pasti ada dampak yang terjadi antara
Islam dan Hindu, larangan penyembelihan sapi di buat dengan tujuan
79
lebih menghargai orang Hindu dan kita sebagai orang Kudus harus
menghormati, menjaga tradisi leluhu kita. Kalau bukan yang menjaga,
melestarikan siapa lagi. selain itu kita harus menjaga dan merawat
bangunan-bangunan peninggalan Sunan Kudus.
Menurut Anis, larangan penyembelihan sapi yang sampai
sekarang ini di budayakan itu terserah pada individu masing-masing,
mungkin mereka yang melarang menyembelih sapi, mereka masih
memegang ajaran yang dilakukan oleh Sunan Kudus. Kita sebagai
masyarakat harus menjaga bagunan peninggalan Kudus dan
memanfaatkan bagunan tersebut untuk kegiatan beribadah kepada
Allah.
Siti berpendapat bahwa masyarakat Kudus harus menghargai
bagaimana leluhur kita melaksanakan tradisi tersebut. Alangkah
baiknya kita menghormati leluhur yang tidak ada, alangkah baiknya kita
tidak usah menyembelih hewan sapi tersebut karena bagaimana pun itu
merupakan peninggalan leluhur kita yang sudah tidak ada dan kita harus
menjaga bangunan peninggalan Sunan Kudus, seperti merawat taman
yang ada di depan menara Kudus.
Prasetyo berpendapat bahwa larangan penyembelihan sapi di
Kudus ini boleh di lakukan boleh tidak tergantung individu masing-
masing.Tetapi kebanyakan orang disekitar saya masih mengikuti ajaran
Sunan Kudus sebagai bentuk penghormatan terdapat leluhur dan kita
80
sebagai masyarakat Kudus harus melestarikan dan menjaga bangunan
peninggalan Sunan Kudus, misalnya mengaji, merawat menara, sholat.
Pendapat Sunti tentang strategi dakwah Sunan Kudus yaitu kita
harus menjaga dan meneruskan ajaran-ajaran Sunan Kudus, seperti
mengaji, berdagang, dan berdzikir. berkaitan dengan larangan
penymbelihan sapi yang masih di budayakan hingga sekarang ini adalah
karena dahulu ajaran tersebut sudah difatwakan oleh Sunan Kudus,
kemudian warga sampai sekarang masih melestarikan, menghindari
penyembelihan sapi dengan tujuan bentuk akulturasiantar umat
beragama dan kita sebagai orang Kudus harus menjaga fatwa budaya
tersebut akan tetapi di zaman sekarang ini, seiring berkembangnya
zaman tradisi tersebut memudar.
Faidurrohman berpendapat bahwa selagi budaya tersebut tidak
dilarang agama tidak apa-apa jika dilestarikan dan kita sebagai orang
Kudus harus melestarikan budaya tersebut sebagai bentuk
penghormatan kita kepada Sunan Kudus dan apabila budaya tersebut
dihilangkan pasti akan terjadi suatu pertikaian. Kita sebagai masyrakat
Kudus harus menjaga, merawat, meneruskan ajaran-ajaran Sunan
Kudus seperti mengaji.
Edo berpendapat bahwa larangan penyembelihan sapi itu bukan
berarti haram, tetapi halal. Larangan tersebut dibudayakan sebagai
bentuk menghormati orang Hindu yang ada di Kudus dan di kecamatan
kota sendiri masih sangat menghormati adat tersebut. Ibaratnya seperti
81
ini, kita menggunakan adat jawa, andaikan bahasa jawa dihilangkan
bagaimana perasannmu? Padahal nenek moyang kita sudah meninggal
dan kita sudah sering menggunakan bahasa Indonesia, jika dihilangkan
bagaimana perasaanmu?Begitupun dengan ajaran Sunan Kudus yang
sampai sekarang ini masih dibudayakan dan kita sebagai masyarakat
Kudus harus menjaga, melestarikan budaya tersebut. misalnya mengaji
dimakam Sunan Kudus, merawat taman yang berada didepan Menara
Kudus.
Mariyanto berpendapat bahwa orang Kudus yang beraliran
Nahdhatul Ulama‟, kalau hari raya Idul Adha ataupun ada khajat
mereka menyembelih kerbau atau kambing dengan tujuan menghormati
ajaran Sunan Kudus.Kalau Muhammadiyah ketika Idul Adha mereka
menyembelih sapi dan budaya itu tidak bisa dihilangkan karena sudah
menjadi adat turun-temurun. Tentunya, kita sebagai masyarakat Kudus
harus menghargai, menjaga bangunan-bangunan peninggalan Sunan
Kudus.
Noor Said berpendapat berkaitan dengan adanya larangan
penyembelihan sapi bahwa kita sebagai orang Kudus harus
menghormati Sunan Kudus, karena dahulu Kudus mayoritas beragama
Hindu yang mengagungkan sapi, dan budaya ini tidak bisa dihilangkan
karena namanya sadat atau aturan orang kuno jika di larang akan
mendapatkan balak (madhorot). Kita sebagai orang Kudus harus
82
melestarikan ajaran-ajaran Sunan Kudus dan menjaga bangunan-
bangunan peninggalan Sunan Kudus dengan cara membersihkannya.
2.2. Beberapa respon negatif masyarakat Kudus terhadap strategi dakwah
Sunan Kudus berkaitan dengan larangan penyembelihan sapi, peneliti
menyimpulkan bahwa seiring berkembangnya zaman, dengan
munculnya beberapa aliran (Muhammadiyyah, Nu), sebagian kecil
masyarakat Kudus tidak setuju jika larangan penyembelihan sapi masih
dibudayakan. karena sekarang ini, di Kudus mayoritas beragama Islam
dan hanya orang-orang yang beraliran Muhammadiyah yang
menyembelih sapi di Kudus. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil
wawancara, diantaranya:
Menurut pendapat Sumiyatun berkaitan dengan hal diatas, saya
pribadi budaya larangan penyemelihan hewan Qurban sapi harus sudah
ditiadakan dalam zaman ini, karena alasan dilarangnya penyembelihan
hewan sapi dimasa Sunan Kudus, bertujuan untuk menghormati umat
agama Hindu bukan karena ada larangan khusus atau hukum agama dan
dalam agama pun tidak ada nama hewan sapi tidak diperbolehkan untuk
berqoban melainkan hewan yang bertaring. Kita sebagai Masyarakat
Kudus tentunya harus menjaga bagunan-bangunan peninggalan Sunan
Kudus, dengan cara membersihkan bangunan tersebut.
Menurut Husen, dia berpendapat bahwa larangan
penyembelihan sapi di zaman sekarang ini bisa dihapuskan, dengan
syarat tidak menyembelih sapi dengan terang-terangan untuk
83
menghormati minoritaas non Islam. Andaikan mau menyembelih sapi
diushakaan ditempat tertutup, misalnya di dalam halaman pondok.
Ketika ada sesorang yang menyembelih sapi, kita tidak usah
mengatakan bahwa itu melanggar adat karena perintah menyembelih
sapi pada kaum Nabi Musa AS merupakan suatu anjuran yang tertulis
di al-Qur‟an. (Q.S.Al-Baqarah(2: 67)).
قال موسى لق وإ ومو إن اللو يأمركم أن تذبوا ب قرة قالوا أت تخذنا ىزوا قال أعو
اىلي باللو ٧٦-أن أكون من ا
Artinya:Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaum-nya,“Allah
Memerintahkan kamu agar menyembelih seekor sapi betina.”
Mereka bertanya, “Apakah engkau akan menjadikan kami
sebagai ejekan?”Dia (Musa) menjawab, “Aku berlindung
kepada Allah agar tidak termasuk orang-orang yang bodoh.
Hikmah Allah Menyuruh menyembelih sapi ialah agar hilang
rasa penghormatan mereka kepada patung anak sapi yang pernah
mereka sembah.
Mariyanto berpendapat berkaitan dengan larangan
penyembelihan sapi di Kudus, bahwa orang yang beraliran
Muhammadiyah ketika Idul Adha mereka menyembelih sapi dan
budaya itu tidak bisa dihilangkan karena sudah menjadi adat turun-
temurun.
Deni berpendapat berkaitan dengan larangan penyembelihan
sapi, orang yang beraliran Muhammadiyah dan orang yang bukan
penduduk asli Kudus (pendatang) biasanya mereka menyembelih sapi.
84
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, peneliti dapat
menyimpulkan berkaitan dengan strategi dakwah Sunan Kudus lainnya
selain larangan penyembelihan sapi, respon masyarakat Kudus baik, yaitu
masyarakat Kudus berusaha menjaga, merawat, dan melestarikan ajaran-
ajarannya. Seperti halnya; membersihkan masjid Al-Aqso dan Menara
Kudus, mengaji dimakam Sunan Kudus, dan menjadikan masjid sebagai
tempat untuk beribadah kepada Allah, misalnya sholat, dzikir bersama,
sholawat, membaca dan menghafal Al-Qur‟an.s
2.2.Faktor-faktor yang mempengaruhi respon masyarakat Kudus terhadap
strategi dakwah Sunan Kudus.
Berdasarkan hasil penelitian lapangan, faktor-faktor yang
mempengaruhi respon masyarakat Kudus terhadap strategi dakwah Sunan
Kudus terbagi menjadi dua faktor, yaitu faktor (penghambat dan
pendukung). Hal tersebut dibuktikan dengan hasil wawancara,
diantaranya:
Hasan mengatakan bahwa ketika Syeikh Ja‟far Shodiq Syiar
menyebarkan Islam di Kudus, beliau mengalami kesulitan diantaranya
banyak masyarakat yang beraneka ragam meluk berbagai agama sehingga
Sunan Kudus harus memikirkan bagaimana caranya supaya mereka bisa
masuk Islam, karena dahulu masyarakat sebelum mengenal Islam mereka
sangat tradisional dalam berfikir yaitu mengagungkan tradisinya. Sunan
Kudus pun berdakwah mensyiarkan islam dengan cara tidak banyak
85
berbicara tetapi lebih ketindakan yaitu mendirikan bangunan Menara yang
bercorak Hindu-Islam dengan tujuan supaya masyarakat Hindu tertarik.
Faidurrohman berpendapat bahwa dalammenyebarkan Islam
tentunya Sunan Kudus pernah mengalami kesulitan, yang saya ketahui
adalah kurang kontak (komunikasi) dengan budaya lain karena banyaknya
masyarakat yang memeluk berbagai agama, teteapi mayoritas mereka
memeluk agama Hindu-Budha. Melihat keadaan Kudus seperti itu, Sunan
Kudus mendirikan sebuah bagunan yaitu Menara Kudus, dimana Menara
tersebut mengandung akulturasi budaya antara Hindu dan Islam.
Dalam menyebarkan Islam Sunan Kudus pasti mengalami
kesulitan, diantaranya terjadi peperangan antara Ki Ageng Kedu dengan
Sunan Kudus dalam peperangan tersebut mereka mengadakan sebuah
perjanjian yaitu siapa yang memenangkan peperangan tersebut dia yang
mengikuti agamanya.Peperangan terjadi hingga di menangkan oleh Sunan
Kudus. Akhirnya Ki Ageng Kedu masuk Islam dan membantu penyebaran
Islam di Kudus.Melihat masyarakat Kudus yang menganut ajaran Hindu-
Budha, Sunan Kudus akhirnya membuat sebuah bangunan Menara yang
bercorak Hindu-Islam. Corak akulturasi tersebut bisa dilihat dari pintu
Menara yang memiliki bentuk seperti pintu pure dan kegunaan mena untuk
menabuh beduk ketika menjelang waktu sholat, Kata Ngasiran Matori.
Noor Said berpendapat bahwa dalam menyebarkan Islam,
tentunya Sunan Kudus pernah mengalami kesulitan karena banyaknya
masyarakat yang beranekas ragam budaya,sehingga dakwahnya tidak bisa
86
berjalan secara lancar. Akan tetapi masyarakat Kudus sebagian orang yang
sudah memeluk ajaran Islam, mereka mendukungnya dengan tidak
menyembelih sapi.
Mariyato berpendapat bahwa ketika Sunan Kudus berdakwah,
tentunya tidak bisa berjalan secara lurus karena banyaknya masyarakat
yang beraneka ragam budaya. Melihat kondisi tersebut Syeikh Ja‟far
Shodiq berusaha menyelami atau bergabung lansung kedalam masyarakat
tersebut supaya mengetahui apa yang diinginkan masyarakat. Akhirnya
setelah berkomunikasi, berhubungan langsung dengan umat Hindu-Budha
Sunan Kudus menemukan cara apa yang hendak diperbuat. Sunan Kudus
melarang masyarakat Kudus untuk tidak menyembelih sapi sebagai bentuk
penghormatan terhadap umat Hindu.
Ketika Sunan Kudus menyebarkan Islam diKudus, pada waktu itu
Kudus didominasi masyarakat Hindu-Budha, dimana Sunan Kudus ini
terjun langsung kedalam masyarakat Hindu-Budha hingga menemukan
titik temu apa yang diinginkan oleh mereka. Umat Hindu pun tidak
langsung masuk ke ajaran Islam karena mereka sangat mengagungkan
kebudayaannya dan waktu itu, belum adanya buku-buku yang
menceritakan tentang ajaran Islam, sehingga Sunan Kudus memikirkan
apa yang seharusnya diperbuat, kata Husen.
Sujadi berpendapat bahwa faktor penghambat yang menghalangi
dakwah Sunan Kudus diantaranya adalah banyaknya masyarakat heterogen
artinya masyarakat yang beraneka ragam budaya, perkembangan ilmu
87
pengetahuan yang pesat karena dahulu belum ada buku-buku yang
menerangkan ajaran Islam.Tetapi sebagian masyarakat Kudus mendukung
dakwah Sunan Kudus dengan tidak menyembelih sapi ketika hari raya Idul
Adha atau ketika seseorang memiliki khajat.
Dari beberapa pendapat diatas, Peneliti dapat mengambil inti sari
faktor pendukung dan penghambat Strategi Sunan Kudus dalam toleransi
berdakwah. Adapun Faktor pendukung strategi dakwah Sunan Kudus
diantaranya :
a) Adanya Akulturasi Budaya antara Hindu-Islam, Budha-Islam.
Dalam menyebarkan Ajaran Islam Sunan Kudus membuat
sebuah bangunan dimana bangunan tersebut mengandung akulturasi
antara Hindu dengan Islam, ataupun Budha dengan Islam. Bangunan
yang di bangun oleh Sunan Kudus diantaranya adalah Menara Kudus,
Masjid Al-Aqsa Kudus, Pancuran untuk wudhu yang terletak di
samping selatan Masjid Al-Aqsa.
b) Akulturasi
Sunan Kudus dalam menyebarkan Islam menggunakan sistem
akulturasi budaya antara umat beragama. Akulturasi tersebut bisa
dilihat dari bangunan-bangunan peninggalan Kuduss dan larangan
penyembelihan terhadap masyarakat Kudus.
c) Masyarakat Kudus yang mendukung dakwah Sunan Kudus
88
Dalam hal tersebut, masyarakat Kudus meniru ajaran yang
dilakukan Sunan Kudus yaitu tidak menyembelih sapi di waktu hari
raya Idul Adha dan ketika seseorang memiliki khajat. Budaya larangan
penyembelihan sapi yang difatwakan oleh Sunan Kudus hingga
sekarang ini masih dibudayakan oleh masyarakat Kudus.
Adapun Faktor Penghambat strategi dakwah Sunan Kudusdiantaranya:
a) Banyaknya Masyarakat Heterogan
Ketika Syekh Ja‟far Shodiq mensyiarkan ajaran Islam, beliau
menghadapi masyarakat yang beraneka ragam budaya, sehingga Sunan
Kudus harus berfikir keras terjun langsug ke dalam masyarakat itu
hingga menemukan apa yag sebaiknya diperbuat.
b) Kurangnya Berhubungan Dengan Masyarakat
Menghadapi masyarakat yang beraneka ragam, tentunan Sunan
Kudus dalam menyebarkan agama Islam tidak bisa menjalin
komunikasi seutuhnya dengan masyarakat karena banyaknya
masyarakat yang beraneka ragam budaya.
c) Perkembangan Pengetahuan yang Pesat
Dizaman Sunan Kudus menyebarkan ajaran Islam belum
adanya buku-buku tentang ajaran Islam, sehingga dalam dakwahnya
beliau kesulitan untuk memberikan pemahaman tentang Islam terhadapt
umat Hindu-Budha. Dan akhirnya beliau menggunakan cara lain yaitu
membangun bangunan yang bercorak akulturasi budaya.
89
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian diatas maka peneliti dapat menyimpulkan
respon masyarakat Kudus terhadap strategi dakwah Sunan Kudus sebagai
berikut:
1. Strategi dakwah Sunan Kudus yaitu dalam menyebarkan IslamSunan
Kudusmenggunakan pendekatn budaya, diantaranya wayang Klitik,
tembang Maskumambang dan Mijil serta adanya akulturasi budaya.
Akulturasi tersebut dapat dilihat dengan adanya beberapa bangunan yang
bercorak Islam-Hindu. Islam-Budha. bangunan tersebut diantaranyaMenara
Kudus, Masjid Al-Aqsa Kudus, Pancuran untuk berwudhu yang diberi
nama pancuran Asta Sanghika “jalan berlipat depan” dan larangan
penyembelihan sapi terhadap masyarakat Kudus yang sampai sekarang ini
masih dibudayakan.
2. Respon masyarakat Kudus terhadap strategi dakwah Sunan Kudus yaitu
terbagi menjadi dua, respon positif dan respon negatif. Respon positif
berupa masyarakat Kudus tetap menjaga, merawat, memanfaatkan
bangunan-bangunan peninggalan Sunan Kudus untuk kegiatan keIslaman,
seperti mengaji, berdzikir, sholat, membaca dan menghafalkan al-Qur‟an
serta melestarikan larangan penyembelihan sapi di Kudus yang difatwakan
oleh Sunan Kudus, khususnya orang Islam yang beraliran Nahdhotul
90
ulama’ (NU). Adapun respon negatifnya, sebagian kecil masyarakat Kudus
tidak setuju jika larangan penyembelihan sapi masih dibudayakan, karena
masyarakat Kudus sekarang mayoritas beragama Islam, setiap individu
memiliki pendapat yang berbeda-beda, hal itu tergantung keyakinan
seseorang. Biasanya orang-orang yang menyembelih sapi, orang tersebut
merupakan kaum Muhammadiyah (MD) atau orang pendatang yang bukan
dari Kudus.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi respon masyarakat Kudus terhadap
strategi dakwah Sunan Kudus yaitu ada dua faktor (faktor pendukung dan
faktor penghambat). Adapun faktor pendukung dakwah Sunan Kudus
diantaranya kontak dengan budaya lain, adanya bangunan akulturasi, dan
Masyarakat Kudus yang mendukung dakwah Sunan Kudus. Fakor
penghambat dakwah Sunan Kudus diantaranya kurangnya berhubungan
dengan masyarakat lain, perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat,
Sikap masyarakat yang sangat tradisional (adanya kepentingan yang
tertanam kuat).
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis pada respon
masyarakat Kudus terhadap strategi dakwah Sunan Kudus, maka terdapat
beberapa saran sebagai berikut:
1. Bagi Masyarakat Kudus
Di zaman sekarang ini, meskipun Sunan Kudus sudah wafat dan
masyarakat Kudus mayoritas sudah beragama Islam, alangkah baiknya jika
91
masyarakat Kudus mewariskan ajaran Sunan Kudus sebagai bentuk
penghormatan leluhurnya, seperti melestarikan budaya larangan
penyembelihan sapi, menjaga dan membersihkan bangunan-bangunan
peninggalan Sunan Kudus (Masjid Al-Aqsa, Menara Kudus, Pancuran
Wudhu).
2. Bagi Peneliti Lain
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan referensi
untuk penelitian berikutnya yang berhubungan dengan strategi dakwah
Sunan Kudus.
92
DAFTAR PUSTAKA
Abdillah Ari. 2012. Paradigma Baru Dakwah Kampus. Yogyakarta: Adil Media.
Abdulsyani. 2007. Sosiologi Skematika, Teori, dan terapan. Jakarta: PT. Bumi
Aksara.
Ali Aziz Muhammad. 2009. Ilmu Dakwah. Yogyakarta:Kencana.
Amin, Samsul Munir. 2013. Ilmu dakwah. Jakarta: AMZAH Jl. Sawo Raya No.
18.
Arroisi, Arman. 1997. Sunan Kudus Pewaris Ulama Cina The Ling Sing.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Casram. (2016). Membangun Sikap Toleransi Beragama Dalam Masyarakat
Prulal. Vol.1, no 2.
Ghofir, Jamal. 2017. Nilai Toleransi dalam Dakwah Nabi Muhammad SAW.
Yogyakarta: Dialektika.
Hariwijaya M. 2007. Walisanga Penyebar Islam di Nusantara. Yogyakarta: PT
Pustaka Insan Madani.
Hasan, Muhamad Iqbal. (2002). Pokok-.Pokok Materi Metodologi Penelitian dan
Aplikasinya. Bogor: Ghalia Indonesia.
https://www.walisembilan.com/sunan-kudus-raden-jafar-sodiq
https:/id.m.wikipedia.org/wiki/Sunan_Kudus
Idus, Abdullah. (2009). Metode Penelitian Ilmu Sosial pendekatan Kuantitatif dan
Kualitatif. Bogor:Erlangga.
Mas‟udi, (2014). Humanisasi Strategi Dakwah Sunan Kudus.
93
Maulana, Muhammad Gibran. Kisah Perjuangan Wali Songo Penyebar Islam di
Tanah Jawa. Surabaya:Karya Gemilang Utama
Muchtar, Khoirudin. 2018. Respon Mahasiswa Terhadap Tayagan Dakwah
Islamiyah Khazanah (TRANS 7) dan Damai Indonesiaku (TV ONE).
INJECT. Vol. 3, No.2 Desenber 2018.
Munawwir Ahmad Warson. 1997. Manajemen Dakwah. Yogyakarta:Pustaka
Progesif.
Ongki setiawan, Ivo. (2016). Kajian Simbolis Unsur Visual Menara Masjid
Menara Kudus. no.35.
Rahimsyah. Kisah Perjuangan Walisongo. Surabaya:Duo Media.
Rizdan, Wu. 2009. Memahami Etika Dakwah Lintas Budaya. Salatiga: STAIN
Salatiga Press.
Rosyid, Moh. (2016). Menguji Kebenaran Local Wisdom Sebagai Modal
Toleransi: Studi Kasus di Kudus.Vol.4, no. 2.
Rozikin, Muhammad. 2018. Strategi Dakwah di Rutan Salatiga. Vol.1, no.6.
Saebani, Beni Ahmad. 2008. Metode Penelitian. Bandung:CV Pustaka Setia.
Said, Nur (2013).Urgensi Cultural Spere Dalam Pendidikan Multikultural
semangat Multikultural Sunan Kudus di STAIN Kudus.Vol.3, no. 2.
Sunyoto, Agus. 2016. Atlas Wali Songo. Depok: Pustaka Ilman dan LESBUMI
PBNU.
Walgito. Bimo. 1980. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: CV ANDI
OFFSET.
2
2
2
2
2
3
4
5
6
7
8