4
Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia http://www.iap.or.id/ @IAPindonesia NEWS November 2014 Sejak ditempatkannya penataan ruang sebagai salah satu urusan bidang ke-PU-an di awal pemerintahan SBY, sangat disayangkan tata ruang dipersepsikan sebagai kebijakan sektoral. Padahal bila kita telaah praktik perencanaan di lapangan dua dekade terakhir, begitu banyak konflik mendasar antar sektor yang seolah tidak berkesudahan. Pertumbuhan ekonomi, investasi dan percepatan pembangunan infrastruktur dasar seperti pelabuhan, jalan, instalasi air bersih, kawasan ekonomi khusus dan instalasi tenaga listrik terhambat oleh berbagai konflik sektoral. Hal ini semakin gawat dengan tidak terselesaikannya semua inisiatif kesertaan swasta dalam program-program kemitraan infrastruktur pemerintah. Merujuk pada upaya pengembangan daerah pesisir dan daerah rentan bencana, kerancuan serupa nyaris selalu terjadi pada kegiatan pengembangan sektor di kawasan tersebut. Selama ini praktis tidak jelas siapa menteri yang disebut membidangi urusan tata ruang di dalam UU No 26/2007 tentang Penataan Ruang. Hal yang secara nyata telah membuat para pejabat dan birokrat perencanaan di semua lini, baik di pusat dan di daerah, menjadi gamang. Apalagi urusan tata ruang tersebar di berbagai direktorat jenderal dan direktorat, yang mengurusi juga masalah tata ruang di delapan kementerian dan lembaga. Tidak mengherankan bila terjadi berbagai multi interpretasi dalam pelaksanaan maupun koordinasi pemanfaatan ruang. Kelayakan pemanfaatan ruang menjadi aspek kritis dalam semua produk politik perencanaan di tanah air. Hal ini kemudian berujung pada lambannya keputusan pemerintah terhadap pemanfaatan ruang, maupun pada perubahan atas peruntukan ruang tersebut. Penerjemahan ruang yang cenderung hanya terfokus pada daratan saja, menyebabkan adanya kekosongan aturan, norma sampai kepada petunjuk pelaksanaan, terhadap dimensi ruang tanah, bawah tanah, laut, bawah laut, udara, juga ruang budaya. Daftar Isi Opini Panglima itu Bernama Tata Ruang……………………1-2 Berdirinya Kementerian Agraria dan Tata Ruang akan menjadi salah satu faktor penentu pelaksanaan pembangunan nasional lima tahun ke depan dan agenda land-reform Kabinet Kerja Jokowi-JK. Inovasi Most Livable City Index..3-4 Profil IAP………….…..4 IAP IKATAN AHLI PERENCANAAN INDONESIA Gedung IAP Lantai 2 Jl Tambak No 21 Pegangsaan – Jakarta Pusat Tel +62 21 3905067 Fax +62 21 31903240 Web www.iap.or.id Twitter ; @IAPindonesia Dilarang mengcopy/memperbanyak sebagian ataupun seluruh isi newsletter ini dalam bentuk apapun tanpa izin dari IAP. Untuk mengunduh newsletter ini, kunjungi website www.iap.or.id Penasihat: Bernardus Djononputro; Vera Revina. Pemred: Adriadi Dimastanto Kontributor: Elkana Catur, Bernardus D, Dhani MM Desain; Tim IAP

Newsletter IAP

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Panglima itu bernama Tata Ruang

Citation preview

  • Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia http://www.iap.or.id/ @IAPindonesia

    NEWS

    November 2014

    Sejak ditempatkannya penataan ruang sebagai salah satu urusan bidang ke-PU-an di awal pemerintahan SBY, sangat disayangkan tata ruang dipersepsikan sebagai kebijakan sektoral. Padahal bila kita telaah praktik perencanaan di lapangan dua dekade terakhir, begitu banyak konflik mendasar antar sektor yang seolah tidak berkesudahan. Pertumbuhan ekonomi, investasi dan percepatan pembangunan infrastruktur dasar seperti pelabuhan, jalan, instalasi air bersih, kawasan ekonomi khusus dan instalasi tenaga listrik terhambat oleh berbagai konflik sektoral.

    Hal ini semakin gawat dengan tidak terselesaikannya semua inisiatif kesertaan swasta dalam program-program kemitraan infrastruktur pemerintah. Merujuk pada upaya pengembangan daerah pesisir dan daerah rentan bencana, kerancuan serupa nyaris selalu terjadi pada kegiatan pengembangan sektor di kawasan tersebut.

    Selama ini praktis tidak jelas siapa menteri yang disebut membidangi urusan tata ruang di dalam UU No 26/2007 tentang Penataan Ruang. Hal yang secara nyata telah membuat para pejabat dan birokrat perencanaan di semua lini, baik di pusat dan di daerah, menjadi gamang. Apalagi urusan tata ruang tersebar di berbagai direktorat jenderal dan direktorat, yang mengurusi juga masalah tata ruang di delapan kementerian dan lembaga. Tidak mengherankan bila terjadi berbagai multi interpretasi dalam pelaksanaan maupun koordinasi pemanfaatan ruang.

    Kelayakan pemanfaatan ruang menjadi aspek kritis dalam semua produk politik perencanaan di tanah air. Hal ini kemudian berujung pada lambannya keputusan pemerintah terhadap pemanfaatan ruang, maupun pada perubahan atas peruntukan ruang tersebut. Penerjemahan ruang yang cenderung hanya terfokus pada daratan saja, menyebabkan adanya kekosongan aturan, norma sampai kepada petunjuk pelaksanaan, terhadap dimensi ruang tanah, bawah tanah, laut, bawah laut, udara, juga ruang budaya.

    Daftar Isi Opini

    Panglima itu Bernama Tata Ruang1-2

    Berdirinya Kementerian Agraria dan Tata Ruang akan menjadi salah satu faktor penentu pelaksanaan pembangunan nasional lima tahun ke depan dan agenda land-reform Kabinet Kerja Jokowi-JK. Inovasi

    Most Livable City Index..3-4

    Profil IAP...4

    IAP IKATAN AHLI PERENCANAAN INDONESIA

    Gedung IAP Lantai 2 Jl Tambak No 21 Pegangsaan Jakarta Pusat Tel +62 21 3905067 Fax +62 21 31903240 Web www.iap.or.id Twitter ; @IAPindonesia

    Dilarang mengcopy/memperbanyak sebagian ataupun seluruh isi newsletter ini dalam bentuk apapun tanpa izin dari IAP. Untuk mengunduh newsletter ini, kunjungi website www.iap.or.id

    Penasihat: Bernardus Djononputro; Vera Revina. Pemred: Adriadi Dimastanto Kontributor: Elkana Catur, Bernardus D, Dhani MM Desain; Tim IAP

  • Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP) November 2014

    2

    2

    Soekarno Hatta, dan pembangunan infrastruktur pipa Chevron di Riau, dan lain lain. Dari permasalahan tersebut, fokus konflik terletak pada sektor kehutanan, pertanahan dan kawasan pesisir pantai. Sebanyak 80 persen konflik berada di kawasan Jadebotabekpunjur, dan hampir semua hanya mendapatkan rekomendasi saja dari BKPRN, sesuai mandat yang diemban lembaga. Pemecahan masalah konflik tersebut sepenuhnya dikembalikan ke sektor, dan akhirnya tidak bergerak.

    Demikian pula dengan usaha inventarisasi sumberdaya dalam pengembangan pola tata ruang serta koordinasi pelaksanaan pola tata ruang sebagai dasar kebijakan pengembangan wilayah. Apalagi tugas pembinaan pelaksanaan penataan ruang daerah dan pengembangan prosedur pengelolaan tata ruang saat ini mengalami stagnasi luar biasa. Indonesia masih tersandera oleh tumpang tindihnya pengaturan lahan baik dalam hal pendaftaran (land register) mapun peruntukan (land use). Khususnya di daerah yang

    urusan pertanahan dan tata ruang sudah diserahkan kepada otoritas pemerintah daerah, seringkali ditemui ketidaksesuaian antara status, kepemilikan,

    dan tata guna tanah. Hal yang sama terjadi bila kita menilik ruang laut, bawah laut udara dan ruang budaya bagi kelestarian aset masyarakat adat.

    Perlu Panglima Perubahan

    Ke depan negara kita harus mampu melakukan perubahan kelembagaan dan penggabungan urusan pemanfaatan ruang, manajemen dan resolusi konflik ruang, land register dan land use di dalam satu pemangku kebijakan. Urusan perijinan menjadi lebih mudah karena dikontrol dalam satu kementerian. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN yang baru harus mampu membentuk struktur organisasi yang dapat menangani penggabungan beragam urusan tersebut dalam satu sistem yang efektif dan efisien. Pergantian rejim kekuasaan merupakan kesempatan emas yang harus diikuti oleh perubahan perangkat kerja dan kebijakan pemerintah, dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang akan memberikan warna sendiri bagi perkembangan praktik penataan ruang dan pengembangan wilayah di Indonesia

    Sesuai dengan semangat Kabinet Kerja ini, maka koordinasi dengan kementerian maritim dalam urusan penataan pesisir dan pulau-pulau kecil, dan kerjasama dengan kementerian yang membidangi pengembangan kehutanan dan lingkungan, perkotaan, perdesaan, wilayah tertinggal, perbatasan Negara, dan kawasan khusus lainnya menjadi sangat penting. Peleburan BKPRN dan direktorat-direktorat urusan tata ruang di Bappenas, Kemendagri, Kehutanan, Kelautan dan Perikanan, menjadi organ struktural adalah keniscayaan, untuk mendukung resolusi konflik sektor sesuai semangat yang dicetuskan Presiden Joko Widodo di dalam rapat kabinetnya yang pertama. Satu pintu pemecahan masalah, dan koordinasi tanpa ego sektoral adalah kunci keberhasilan para menterinya.

    Selain itu, revisi terhadap UU 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang perlu mendapat perhatian, berkaitan dengan pentingnya isu lintas sektor, lebih menekankan pentingnya Regulatory System dalam perencanaan dan terakomodasinya semua matra. Urusan tata ruang juga tidak dapat dilepaskan dari pengembangan perkotaan dan perdesaan, maupun pengembangan wilayah strategis dan khusus lainnya. Diharapkan kementerian baru ini memiliki struktur organisasi yang juga memberikan ruang bagi kementerian lainnya untuk berkoordinasi. Kementerian Agraria dan Tata Ruang mempunyai tugas berat, dan diharapkan dapat membawa perubahan dalam penataan ruang dan pertanahan yang lebih peka terhadap pelayanan mayarakat umum, kepastian hukum dan pada gilirannya membawa Indonesia menjadi semakin kompetitif sehingga secara ekonomi menjadi terbesar di Asean Economic Community. ***

    Bernardus Djonoputro. Penulis adalah Ketua Umum Ikatan Ahli Perencanaan Kota & Wilayah (IAP)

    1

    Panglima Itu bernama Tata Ruang. (lanjutan)

    Sejarah Panjang

    Mahzab perencanaan tata ruang dalam pembangunan Indonesia bermula pada pendirian Bappenas di awal 1960an. Saat itu tantangan yang dihadapi adalah separatisme sehingga pemikiran pengembangan wilayah mulai diterapkan untuk mendorong pembangunan di daerah-daerah melalui Pembentukan Panitia Negara Urusan Sumber-sumber Alam melalui Peraturan Presiden RI nomor 9 tahun 1964. Direktorat Perencanaan Kota dan Daerah di bawah Kementerian Pekerjaan Umum didirikan pada tahun 1965 menandai pentingnya isu pembangunan perkotaan, perumahan dan permukiman.

    Di dekade 80an almarhum Prof. Sugijanto Soegijoko menguatkan pentingnya isu penataan ruang dengan menggelontorkan beberapa prakarsa strategis seperti penyusunan Tim Koordinasi Pembangunan Perkotaan (TKPP) yang melibatkan 11 departemen dan non departemen untuk mengkoordinasikan pembangunan perkotaan, membentuk Strategi Nasional Pembangunan Perkotaan, dan mengkoordinasikan berbagai proyek pembangunan perkotaan seperti P3KTdan UDP yang dibiayai lembaga donor. Pada tanggal 13 Oktober 1992 hadirlah Undang-undang nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang, yang kemudian di sempurnakan dalam UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, sebuah produk yang masih belum bulat menjawab kebutuhan lintas sektor dan matra ruang.

    Sementara itu, sudah sejak lama permasalahan konflik sektoral dan pertanahan dalam ruang terjadi di segala lini. Dari masalah kota dan kabupaten dengan hutan lindung, sampai masalah tanah adat dan eksplorasi pertambangan. Jangan anggap remeh pula konflik sektor antara kabaputen dan alokasi kampung nelayan di daerah pesisir, serta penataan kawasan operasional laut budidaya. Selama ini konflik dikelola melalui Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN), sebuah lembaga adhoc di bawah Menteri Koordinator Perekonomian yang dalam praktiknya diberi mandat koordinasi untuk melaksanakan koordinasi penyusunan peraturan pelaksanaan UU Penataan Ruang serta penanganan dan penyelesaian masalah penataan ruang ditingkat nasional maupun daerah, dan memberikan pengarahan serta saran pemecahannya kepada Pemerintah.

    Dalam perkembangannya, banyak konflik tidak terselesaikan di lembaga adhoc ini. Dalam periode terakhir kabinet SBY, BKPRN menangani kira-kira 25 permasalahan konflik yang signifikan termasuk Reklamasi Pelabuhan Tangerang International City, pembangunan PLTU Batang, Bali International Park, Ketidakpastian Investasi di Batam dan Kepri, Reklamasi Teluk Benoa, Rencana Pembangunan Runway 3 Bandara

    3

    4

    HUBUNGAN PENATAAN RUANG DAN PENATAGUNAAN TANAH (Sumber : Zulkaidi, 2014)

  • Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP) November 2014

    3

    1

    IAP, sebagai organisasi profesi perencana wilayah dan kota di Indonesia dalam upaya berkontribusi untuk mewujudkan agenda baru pembangunan kota, melaksanakan survey kelayak hunian kota untuk yang ketiga kalinya. Most Livable City Index (MLCI) tahun 2014 merupakan upaya IAP secara konsisten memberikan benchmark bagi para pengambil kebijakan mengenai tingkat kelayakhunian kota.

    Most Livable City Index (MLCI) adalah konsep yang digagas oleh Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) sebagai upaya memotret aspek kelayakhunian kota-kota di Indonesia. IAP berusaha memotret kelayakhunian berdasarkan kepada persepsi warga sebagai penerima manfaat pembangunan kota yang sehari-hari beraktivitas dan mengambil manfaat dari kegiatan perkotaan. Indeks ini merupakan Snapshot yang Simple dan Aktual mengenai persepsi warga kota yang menunjukan tingkat kenyamanan sebuah kota berdasarkan persepsi warga yang hidup sehari-hari di kota tersebut.

    Pendekatan yang bertumpu pada persepsi warga berasal dari pemikiran bahwasanya warga kota merupakan pihak yang menerima manfaat dari seluruh proses pembangunan dan aktivitas kotanya.

    IAP telah melakukan survey pada tahun 2009, 2011 dan 2014. Khusus tahun 2014, jumlah kota yang disurvey bertambah menjadi 18 kota dengan indikator yang dinilai sebanyak 30 Indikator. Dalam pelaksanaan survey, IAP melibatkan Pengurus Daerah Provinsi yang berkedudukan di 25 Provinsi dan melibatkan para pakar perkotaan yang tergabung sebagai anggota dan pengurus.

    Survey ini melibatkan responden lebih dari 1700 responden yang dibagi secara proporsional pada kelompok umur

    Survey MLCI 2014, melahirkan beberapa temuan menarik yang sekiranya dapat menjadi panduan

    2

    dalam perumusan agenda baru pembangunan kota.

    1. Faktor Penting Kelayak Hunian Kota

    Pada studi tersebut, dihasilkan urutan prioritas kriteria warga dalam menilai kelayakhunian kotanya. Urutan tersebut adalah (1) ekonomi; (2) Fasilitas Kesehatan; (3) Kebersihan; (4) Fasilitas Kebersihan; (5) Transportasi; (6) Tata Ruang; (7) Keamanan; (8) Prasarana dasar; (9) Sosial Budaya.

    2. Kota Menengah mendominasi hasil kelayak hunian IAP.

    Dari hasil survey terhadap ke 18 kota, maka terdapat 8 kota yang memiliki nilai indeks kelayakhunian kota diatas rata-rata nasional yaitu 62.39. Kota-kota tersebut adalah Balikpapan, Solo, Malang, Yogyakarta, Makassar, Palembang, Bandung dan Semarang. 4 dari 8 kota tersebut merupakan kota-kota menengah dengan penduduk kurang dari 1 juta jiwa

    3. Kota Metropolitan Utama Menghadapi Permasalahan

    Terdapat 3 Kota Metropolitan yang nilai indeksnya dibawah rata-rata nasional yaitu; DKI Jakarta, Medan dan Surabaya. Hal ini tentunya menjadi peringatan dalam konteks Pembangunan mengingat peran dominan ketiga kota tersebut bagi perekonomian nasional. Peran yang amat besar terutama bagi kota-kota metropolitan utama seharusnya diikuti oleh upaya Pemerintah dalam meningkatkan faktor kelayak hunian. Apabila diamati per indikator, maka persoalan yang perlu diperhatikan pada ketiga kota tersebut terlatak pada aspek kemacetan, RTH, transportasi umum dan penataan kota

    3

    4. Penataan Kota dan Pengelolaan Lingkungan

    Kota Balikpapan secara signifikan berada diatas rata-rata nasional untuk aspek tata kota dan pengelolaan lingkungan dibanding kota lain yang disurvey. Kota-kota menengah seperti Solo, Malang dan Samarinda merupakan kota yang dianggap secara keruangan dan lingkungan terkelola dengan baik dan memiliki nilai indeks diatas rata-rata nasional yaitu 63,85. Palembang dan Balikpapan merupakan kota Metropolitan yang penilaiannya diatas rata-rata nasional.

    5. Kualitas Perekonomian Kota

    Untuk aspek ekonomi indeks rata-rata nasional adalah 61,5. Dari 18 Kota yang disurvey, Kota Malang, Kota Semarang, Kota Solo, Kota Yogyakarta, Kota Balikpapan dan Kota Palembang adalah kota yang memiliki nilai diatas rata-rata nasional. Kota Jayapura dan Kota Samarinda perlu memiliki perhatian khusus kepada aspek ekonomi

    Merujuk kepada hasil MLCI 2014 serta mengamati perkembangan global dan regional perkembangan kota maka beberapa hal yang sekiranya perlu menjadi perhatian dalam agenda baru pembangunan kota masa mendatang;

    1. Pembangunan kota yang inklusif dan berkelanjutan. Era demokratisasi menuntut para pemimpin kota untuk merubah paradigma pembangunan kotanya menjadi lebih inklusif. Terminologi pembangunan yang inklusif tidak terbatas kepada aspek ekonomi tetapi memberikan akses lebih luas kepada seluruh elemen masyarakat dalam menikmati hasil pembangunan, termasuk didalamnya infrastruktur dan layanan dasar. Pelibatan masyarakat, terutama kelompok yang terpinggirkan, tidak hanya termanifestasi dalam bentuk forum sosialisasi semata. Program-program pembangunan kota juga diarahkan lebih inklusif kepada setiap kelompok masyarakat baik secara alokasi, lokasi ataupun kelompok sasaran.

    Most Livable City Index 2014

    Urbanisasi terjadi di Indonesia dalam percepatan yang cukup fantastis dimana

    proporsi penduduk yang tinggal di kawasan perkotaan diperkirakan akan mencapai 67.5%

    pada tahun 2025. GDP kawasan perkotaan diperkirakan akan mencapai 86% pada tahun

    2030.

  • Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP) November 2014

    4

    2. Penguatan peran kota-kota menengah, terutama di luar Jawa, dalam konteks ekonomi regional dan global. Pada tahun 2012 Bank Dunia melakukan studi terhadap kota-kota di Indonesia dimana salah satu temuan pentingnya menunjukkan bahwa kota-kota berukuran menengah (dengan kisaran penduduk 0.5 1 juta orang) memiliki kinerja ekonomi yang lebih baik dibandingkan dengan kota-kota lain. Hasil Survey IAP menunjukkan bahwa Kota Balikpapan (Jumlah Penduduk 684.339 jiwa) Kota Solo (Jumlah Penduduk 563.659 jiwa) dan Kota Malang (Jmlh Penduduk 820.243) yang merupakan kota menengah dinilai memiliki tingkat kelayak hunian dibandingkan kota-kota Metropolitan yang memiliki kontribusi perekonomian lebih dari 50% terhadap perekonomian nasional apabila digabungkan. Hal ini melengkapi temuan yang dihasilkan oleh Mckinsey Institute mengenai perkembangan ekonomi kota-kota di Indonesia dimana 90% kota-kota dengan pertumbuhan GDP yang tinggi (>7%) banyak tersebar di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Pekerjaan rumah selanjutnya tentunya bagaimana meningkatkan kota-kota di luar Jawa sebagai kawasan yang layak huni sehingga mampu menarik SDM-SDM dengan kualitas terbaik yang menciptakan lapangan pekerjaan yang produktif..

    3. Penataan kota yang berbasis rencana tata ruang kota. Pemahaman terhadap proses urbanisasi sejak tahapan awal perkembangan kota di kota kecil dan menengah merupakan sebuah insight awal bagi para pemimpin kota bahwa rencana pembangunan kota harus disiapkan untuk mengantisipasi pertumbuhan yang terjadi dengan cepat. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) harus menjadi acuan pembangunan kota pada berbagai sektor pembangunan. RTRW tersebut harus diimplementasikan dan upaya pengendalian rencana kota arus dilaksanakan secara tegas.

    MLCI . (lanjutan)

    IKATAN AHLI PERENCANAAN INDONESIA

    IAP adalah satu-satunya asosiasi profesi perencana kota dan wilayah di Indonesia yang merupakan asosiasi perencana terbesar di kawasan ASEAN. IAP memiliki Kantor provinsi di 25 provinsi dengan lebih dari 3,500 anggota dan 1,200 perencana bersertifikat serta memiliki badan Sertifikasi Perencana yang independen

    Kepengurusan IAP 2013-2016 dipimpin oleh Ketua Umum: Bernardus Djonoputro, dan Sekretaris Jenderal Vera Revina Sari.

    Beberapa program strategis IAP adalah

    - Continuous Professional Development. Serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kapasitas perencana terutama dalam menghadapi AEC

    - Earoph World Congress dan World Mayor Caucus 2014. Forum para praktisi dan pemimpin kota-kota dunia termasuk Rembug walikota internasional dan nasional

    - IAP-EAROPH-SMART CITY ALLIANCE. Pilot project untuk membangun smart city di Makassar, Tangerang Selaran, Bandung, Banyuwangi dan Balikpapan. Hasil dari Earoph World Congress

    - Most Livable City Index 2014. Pengukuran tingkat kelayakhunian warga kota berdasarkan persepsi warga

    - International Young Planners Gathering/Summit. Pertemuan young planners dari beberapa negara

    - Young Planners Membership and Carier path. Pembinaan kepada anggota muda IAP mengenai dunia keprofesian

    - Renovasi Ruang Sekretariat IAP. Peningkatan kualitas kantor IAP di Jl Tambak

    - Partisipasi aktif daam Forum Internasional terkait pembangunan perkotaan dan infrastruktur

    - Advokasi isu terkait profesi perencana, pembangunan kota dan pembangunan wilayah

    IAP

    15

    IAP/EAROPH Mayor Caucus 2014

    Sepakat untuk bersama-sama melakukan rencana aksi untuk: - Memperbaiki proses perencanaan

    kota agar lebih inklusif - Meningkatkan kompetensi birokrasi

    dan badan-badan pemerintah - Membangun hubungan dan kerjasama

    dengan oemerintah pusat - Memulai aliansi kota Smart

    Pilot: Makassar, Bandung, Tangerang Selatan, Banyuwangi Mitra KPS: Cisco, Telkom

    4. Pemenuhan fasilitas dasar perkotaan. Hasil MLCI menunjukkan kota-kota besar dan Metropolitan masih menghadapi persoalan infrastruktur dasar yang serius, seperti kemacetan, air bersih, kesehatan, kebersihan, dll. Hal ini ironis mengingat kota-kota tersebut memiliki kapasitas pendanaan yang kuat. Pemerintah Kota agar meningkatkan kapasitas manajemen pembangunan kota sehingga mampu mengalokasikan sumber daya secara tepat untuk kebutuhan Warga kota.

    Elkana Catur H, Wasekjen Urbanisme dan Livable City, IAP/ @elkanacatur ; [email protected]

    INFORMASI KEANGGOTAAN Untuk mendukung kegiatan IAP, maka tiap anggota diharapkan dapat menunaikan kewajiban membayar iuran (sesuai ketentuan dalam AD/ART) dengan rincian: Uang pendaftaran Anggota baru Rp. 300.000,- Iuran Tahunan Rp. 600.000,- (untuk 3 tahun) Registrasi Perpanjangan Rp. 200.000,- SPECIAL Discount 50% untuk Perencana muda (lulus

    kurang dari 2 tahun) Informasi lebih lanjut dapat menghubungi Sdr. Dimas 08156285511/ [email protected] dan