Nilai-nilai Perilaku Bisnis Rasulullah

Embed Size (px)

Citation preview

http://cintaumiku.blogspot.com/2010/02/nilai-nilai-perilaku-bisnisrasulullah.html Kamis, 04 Februari 2010 NILAI-NILAI PERILAKU BISNIS RASULULLAH Bisnis Islam adalah suatu cara untuk memperoleh rezeki yang halal dan berkah, karena Allah swt telah jelas berfiman dalam Al-Quran dan Rasulnya telah mengajarkan dan mencontohkan kepada sahabatnya dan diikuti oleh orang-orang sesudahnya, yang diterangkan dalam Sunnah untuk dijadikan rujukan. Nilai-nilai perilaku bisnis Rasulullah apabila disimpulkan mengandung dua prinsip pokok yang mendasari kesuksesan bisnis beliau. Prinsip bisnis tersebut adalah prinsip keadilan dan prinsip kejujuran. 1. Prinsip keadilan Prinsip keadilan mencakup pada keseimbangan dan tanggung jawab. Keseimbangan di dunia dan diakhirat. Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (An-Nahl: 90). Dengan berlaku adil seorang pebisnis akan menjauhkan diri dari buang-buang yang haram, menjauhi perkara-perkara dan barang-barang yang subhat. Prinsip keadilan yang melahirkan keseimbangan Keseimbangan dalam kehidupan, tidak menimbun barang sehingga tidak akan mengakibatkan kelangkaan barang dan akhirnya menyebabkan harga naik. Hal ini hanya mementingkan pihak-pihak tertentu dan untuk memperoleh keuntungan yang banyak. Orang yang mendatangkan barang dagangan untuk dijual selalu akan memperoleh rezki, dan orang yang menimbun barangnya akan dilaknat oleh Allah. Menjadi pebisnis yang mana dijadikan sebagai wasilah untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan diakhirat. Mengapa dikatakan sebagai wasilah?,

karena bernilai dua ibadah dunia untuk mencapai kebahagiaan diakhirat, dalam berdagang Rasulullah selalu menerapkan aturan Allah. Berkaitan dengan penimbunan barang ini Rasulullah sudah mengingatkan dalam sabdaNya yang artinya: Saudagar itu diberi rizki, sedang yang menimbun akan dilaknat. (HR. Ibnu Majah dan hakim, dikutip dari Alma, 1994: 28). Penimbun berdosa Tidak akan menimbun barang kecuali orang yang berdosa. (HR. Muslim, dari Alma, 1994: 28). Prinsip keadilan yang melakukan tanggung jawab Prinsip ini adalah, bahwa dengan keadilan seseorang akan memiliki empati kepada orang lain sehingga ia akan mempertanggungjawabkan segala perbuatannya, dan dihadapan Allah SWT setiap amal manusia akan dimintai pertanggungjawaban. 2. Prinsip kejujuran Kejujuran dalam segala hal akan membawa kebahagiaan di dunia dan diakhirat. Seorang yang jujur akan mempunyai banyak saudara dan di percaya orang lain. Kejujuran itu membawa ketenangan dan ketidak jujuran akan menimbulkan keraguan. (HR. Tirmidzi, dari Alma, 1994: 137). Rasulullah tidak menutupi cacat barang yang dia jual. Apabila kamu menjual, katakanlah: tidak ada penipuan. (HR. Imam Bukhari dari Abdullah bin Umar r.a dikutip dari Yusanto dan Muhammad K.W, 2002:112) Tidak halal bagi seseorang menjual sesuatu, melainkan hendaknya dia menerangkan kekurangan (cacat) yang ada pada barang itu. (HR. Ahmad dikutip dari Alma, 1994:62). Rasulullah tidak melakukan penipuan dalam jual beli.

Tidak termasuk umat Nabi Muhammad seorang penjual yang melakukan penipuan dan tidak halal rezki yang dia peroleh dari hasil penipuan. Bukanlah termasuk umatku, orang yang melakukan penipuan. (HR. Ibnu Majah dan Abu Dawud melalui abu Hurairah dikutip dari Yusanto dan Muhammad K.W, 2002:112). Rasulullah tidak melakukan gharar (transaksi fiktif) dalam jual beli Jual beli gharar adalah jual beli tidak menentu, karena barang yang dijual belum diketahui. Kemungkinan ada penipuan besar. Rasulullah mengingatkan agar tidak membayar barang yang dibeli sebelum barang itu ditakar. Bahwasanya Rasulullah SAW telah melarang jual beli hashat dan jual beli gharar. (HR. Muslim dikutip dari Thahir, 1985: 155) Barang siapa yang membeli makanan, maka janganlah dia membayarnya sampai mereka itu ditakarnya. (HR. Muslim dikutip dari Thahir, 1985: 155). Rasulullah tidak mengambil riba Beliau (Nabi saw) melaknat orang yang memakan riba, orang yang menyerahkannya, para saksi serta pencatatnya. (HR. Ibnu Majah dari Ibnu Masud dikutip dari Yusanto dan Muhammad K.W, 2002:112). Tidak melakukan perbuatan sumpah agar barang yang beliau jual laku, namun beliau selalumemperlakukan langganannya dengan baik sehingga mereka puas dan ingin membeli kepadaNya. Jauhilah banyak sumpah dalalm jual beli, karena sesungguhnya hal itu betul melariskan dagangan akan teapi menghaspuskan keberkahan. Rasulullah sangat ttidak menyenangi perkataan yang banyak menggunakan sumpah ini karea mereka bersumpah, setelah itu mereka banyak berbuat dosa, mereka bersumpah, setelah itu mereka berbohong. (HR. Muslim dikutip dari Alma, 1994: 60)

HIKMAH Dari penjabaran diatas bisa kita ambil kesimpulan bahwa nilai-nilai perilaku bisnis Rasulullah adalah prinsip keadilan dan prinsip kejujuran. Prinsip keadilan mencakup pada keseimbangan dan tanggung jawab. Prinsip keseimbangan antara dunia dan akhirat, keseimbangan dalam kehidupan sehingga tidak melakukan halhal yang merugikan orang lain, seperti menimbun barang sehingga tidak akan mengakibatkan kelangkaan barang dan akhirnya menyebabkan harga naik. Prinsip keadilan pada tanggungjawab, tanggungjawab kepada sesama manusia dan tanggungjawab kepada Allah atas segala yang telah diperbuatnya didunia. Prinsip kejujuran yang dicontohkan oleh Nabi yang akan melahirkan berbagai sikap yang terpuji, yaitu: tidak menutupi cacat barang yang di jual, tidak melakukan penipuan dalam jual beli, tidak melakukan gharar (transaksi fiktif) dalam jual beli, tidak mengambil riba dan tidak melakukan perbuatan sumpah agar barang yang dijual laku. Diposkan oleh Forum Komunikasi CV.Cinta Umiku di 12:16

Kamis, 04 Februari 2010 DEFINISI BISNIS Bisnis dengan segala macam bentuknya terjadi dalam kehidupan kita setiap hari, sejak bangun pagi hingga tidur kembali. Dalam kamus bahasa Indonesia, bisnis diartikan sebagai usaha dagang , usaha komersial di dunia perdagangan, dan bidang usaha. Skinner (1992) mendefinisikan bisnis sebagai pertukaran barang, jasa, atau uang yang saling menguntungkan atau memberi manfaat. Menurut Anoraga dan Soegiastuti (1996), bisnis memiliki makna dasar sebagai the buying and selling of goods and services. Adapun dalam pandangan Atraub dan Attner (1994), bisnis tak lain suatu organisasi yang menjalankan aktivitas produksi dan penjualan barang-barang dan jasa-jasa yang diinginkan oleh konsumen untuk memperoleh profit. Barang yang dimaksud adalah suatu produk yang secara fisik memiliki wujud (dapat dilihat dengan indra), sedangkan jasa adalah aktivitasaktivitas yang memberi manfaat kepada konsumen atau pelaku bisnis. (Muhammad, K. W dan Yusanto, 2002:15) Bisnis adalah suatu aktivitas yang mengarahkan pada peningkatan nilai tambah melalui proses penyerahan jasa, perdagangan atau pengolahan barang (produksi). Dalam terminologi bahasan ini, pembiayaan merupakan pendanaan, baik aktif maupun pasif, yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan kepada nasabah. Sedangkan bisnis merupakan aktivitas berupa jasa, perdagangan den industri guna memaksimalkan nilai keuntungan. Skinner mengatakan (1992) bisnis adalah pertukaran barang, jasa, atau uang yang saling menguntungkan atau memberi manfaat. Sementara Anoraga dan Soegiastuti (1996) mendefinisikan bisnis sebagai aktivitas jual beli barang dan jasa. Straub dan Attner (1994) mendefinisikan bisnis adalah suatu organisasi yang menjalankan aktivitas produksi dan penjualan barang dan jasa yang diinginkan oleh konsumen untuk memperoleh profit. (Muhammad, 37)

HIKMAHDari semua definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa suatu organisasi/pelaku bisnis akan melakukan aktivitas bisnis dalam bentuk: (1) memproduksi dan atau mendistribusikan barang dan/atau jasa, (2) mencari profit, dan (3) mencoba memuaskan konsumen. Memproduksi barang dan asa yang tidak merusak bagi diri sendiri dan orang banyak, mencari profit dengan cara yang benar dan tidak menyalahi aturan yang telah ditentukan (halal dan haram), memuaskan konsumen dengan pelayanan yang sebaik-baiknya.

Kamis, 04 Februari 2010 BISNIS ROSUL Rasulullah SAW telah melakukan transaksi-transaksi perdagangannya secara jujur, adil dan tidak pernah membuat pelanggannya mengeluh atau kecewa. Ia selalu menepati janji dan mengantarkan barang dagangan dengan standar kualitas sesuai permintaan pelanggan. Reputasinya sebagai pedagang yang benar-benar jujur telah tertanam dengan baik sejak muda. Ia selalu memperlihatkan rasa tanggungjawabnya terhadap transaksi yang dilakukan. Lebih dari itu, Muhammad juga meletakkan prinsip-prinsip dasar dalam melakukan transaksi dagang secara adil. Kejujuran dan keterbukaan Muhammad dalam melakukan transaksi perdagangan merupakan teladan abadi bagi para pengusaha generasi selanjutnya. Ucapan-ucapan Nabi Muhammad berikut ini menjadi kaidah yang sangat berharga bagi para pekerja keras yang menjunjung tinggi kejujuran. Berusaha untuk mendapatkan penghasilan halal merupakan kewajiban, di samping sejumlah tugas lain yang telah diwajibkan. (HR. Baihaqi dikutip dari Muhammad). Tidak ada satupun makanan yang lebih baik daripada yang dimakan dari hasil keringat sendiri.(HR. Bukhari dikutip dari Muhammad). Pedagang yang jujur dan dapat di percaya termasuk dalam golongan Nabi, orangorang yang benar-benar tulus dan para Syuhada. (HR. Tirmidzi, Darimi dan Daraqutni). Allah memberikan rahmatNya kepada setiap orang yang bersikap baik ketika menjual, membeli dan membuat suatu pernyataan. ( HR. Bukhari).

HIKMAH Dari penjelasan diatas bisa diambil pelajaran bahwa dalam melakukan aktivitas bisnis Rasulullah saw melakukan dengan jujur, adil dan tidak pernah membuat pelanggannya kecewa dan mengeluh, dia selalu menepati janjinya dan memberikan barang kepada para pelanggannya sesuai dengan permintaan mereka. Diposkan oleh Forum Komunikasi CV.Cinta Umiku di 12:17

Kamis, 04 Februari 2010PRINSIP-PRINSIP BISNIS RASULULLAH SAW Konsep perniagaan dalam Islam amat luas, tidak hanya terbatas pada pencapaian material saja tetapi merupakan ibadah Fardhu Kifayah yang dituntut Allah swt. Dalam melakukan ibadah ini manusia jangan melakukan perbuatan yang mencemarkan kesuciannya. Jadi mereka harus melakukannya dalam batas-batas yang telah ditetapkan oleh Islam. (Syeikh Abod dan Zamry Abdul Kadir, 1991: 291). Nabi Muhammad telah meletakkan dasar-dasar moral, manajemen dan etos kerja mendahului zamannya dalam melakukan perniagaan. Dasar-dasar etika dan manajemen bisnis tersebut telah mendapat legitimasi keagamaan setelah beliau diangkat menjadi Nabi. Prinsip-prinsip etika bisnis yang diwariskan semakin mendapat pembenaran akademisi dipenghujung abad ke-20 atau awal abad ke-21. Prinsip bisnis modern, seperti tujuan pelanggan, pelayanan yang unggul, kompetensi, efisiensi, transparansi, semuanya telah menjadi gambaran pribadi dan etika bisnis Nabi Muhammad SAW ketika ia masih muda. (Yafie, 2003: 11-12). Ada beberapa prinsip dan konsep yang melatarbelakangi keberhasilan Rasulullah SAW dalam bisnis, prinsip-prinsip itu intinya merupakan fundamental Human Etic atau sikap-sikap dasar manusiawi yang menunjang keberhasilan seseorang. Menurut Abu Mukhaladun (1994:14-15) bahwa prinsip-prinsip Rasulullah meliputi Shiddiq, Amanah dan fatanah. Prinsip-prinsip itu adalah: 1. Shiddiq Rasulullah telah melarang pebisnis melakukan perbuatan yang tidak baik, seperti beberapa hal dibawah ini. a. Larangan tidak menepati janji yang telah disepakati. Ubadah bin Al Samit menyatakan bahwa Nabi SAW bersabda: berikanlah kepadaku enam jaminan dari kamu, aku menjamin surga untuk kamu: 1) berlaku benar manakala kamu berbicara, 2) tepatlah manakala kamu berjanji(HR. Imam Ahmad dikutip dari Syeikh Abod dan Zamry Abdul Kadir, 1991: 102) b. Larangan menutupi cacat atau aib barang yang dijual.

Apabila kamu menjual, katakanlah: tidak ada penipuan. (HR. Imam Bukhari dari Abdullah bin Umar r.a. dikutip dari Yusanto dan Muhammad K.W, 2002:112) Tidak termasuk umat Nabi Muhammad seorang penjual yang melakukan penipuan dan tidak halal rezki yang ia peroleh dari hasil penipuan. Bukanlah termasuk umatku, orang yang melakukan penipuan. (HR. Ibnu Majah dan Abu Dawud melalui Abu Hurairah dikutip Yusanto dan Muhammad K.W, 2002:112) Tidak halal bagi seseorang menjual sesuatu, melainkan hendaknya dia menerangkan kekurangan (cacat) yang ada pada barang itu. (HR. Ahmad dikutip dari Alma, 1994: 62) c. Larangan membeli barang dari orang awam sebelum masuk ke pasar. Rasulullah telah melarang perhadangan barang yang dibawa (dari luar kota). Apabila seseorang menghadang lalu membelinya maka pemilik barang ada hak khiyar (menuntut balik/membatalkan) apabila ia telah sampai ke pasar (dan merasa tertipu). (Al-Hadits dikutip dari Alma, 1994: 70) Rasulullah telah melarang membeli barang dari orang luar atau desa dikarenakan akan terjadi ketidakpuasan, di mana pembeli akan membeli dengan harga rendah dan akan dijual di pasar dengan harga tinggi sehingga pembeli akan memperoleh untung yang banyak. Hal in merupakan penipuan, padahal Rasulullah melarang bisnis yang ada unsur penipuannya. Sedangkan larangan yang lainnya adalah larangan mengurangi timbangan diterangkan dalam Al-Quran dalam surat Al-Muthaffifin ayat 1-6 sebagai berikut: Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidaklah orang-orang itu menyangka, bahwa Sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, Pada suatu hari yang besar, (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam? (Al-Muthaffifin : 1-6) Dan kepada (penduduk) Mad-yan (Kami utus) saudara mereka, Syu'aib. ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada Tuhan bagimu selain Dia. dan janganlah kamu kurangi takaran dan timbangan,

Sesungguhnya Aku melihat kamu dalam keadaan yang baik (mampu) dan Sesungguhnya Aku khawatir terhadapmu akan azab hari yang membinasakan (kiamat)." (Huud: 84) Penjual harus tegas dalam hal timbangan dan takaran. Mengenai ini Nabi juga berkata yang artinya: Tidak ada suatu kelompok yang mengurangi timbangan dan takaran tanpa diganggu olah kerugian. (Al-Hadits, Dikutip dari Afzalurahman, 1997: 28) Nabi berkata kepada pemilik timbangan dan takaran: Sesungguhnya kamu telah diberi kepercayaan dalam urusan yang membuat bangsa-bangsa terdahulu sebelum kamu dimusnahkan. (Al-Hadist, dikutip dari Afzalurahman, 1997: 28) Apabila sikap Shiddiq dilakukan oleh pelaku bisnis maka praktek bisnis jahiliyah tidak akan terjadi, perbuatan penipuan dan sebagainya akan terhapus. 2. Amanah Amanah berarti tidak mengurangi apa-apa yang tidak boleh dikurangi dan sebaliknya tidak boleh ditambah, dalam hal in termasuk juga tidak menambah harga jual yang telah ditentukan kecuali atas pengetahuan pemilik barang. Maka seorang yang diberi Amanah harus benar-benar menjaga dan memegang Amanah tersebut, ayat tersebut adalah sebagai berikut: Sesungguhnya kami Telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh, (Al-Ahzab: 72) Rasulullah memerintahkan setiap muslim untuk selalu menjaga Amanah yang diberikan kepadaNya. Sabda Nabi akan hal ini yang artinya: Tunaikanlah amanat terhadap orang yang mengamanatimu dan janganlah berkhianat terhadap orang yang mengkhianatimu. (HR. Ahmad dan Abu Dawud dikutip dari Yusanto dan Muhammad K.W, 2002: 105)

Ubadah bin Al Samit menyatakan bahwa Nabi SAW bersabda: berikanlah kepadaku enam jaminan dari diri kamu, aku menjamin surga untuk kamu: 1) berlaku benar apabila kamu berbicara, 2) tepatlah manakala kamu berjanji, 3) Tunaikanlah manakala kamu diamanahkan, 4) pejamkanlah mata kamu (dari yang di tengah), 5) peliharalah faraj kamu, 6) tahanlah tangan kamu. (HR. Imam Ahmad dikutip dari syeikh Abod dan Zamry Abdul Kadir, 1991: 102) Seseorang yang melanggar Amanah digambarkan oleh Rasulullah sebagai orang yang tidak beriman. Bahkan lebih jauh lagi, Digambarkan sebagai orang munafik. Sabda Nabi tentang hal ini: Tidak beriman orang yang tidak memegang Amanah tidak ada agama orang yang tidak menepati janji. (HR. Ad Dalimi Dikutip dari Yusanto dan Muhammad K.W, 2002: 105) Tanda orang munafik itu ada tiga macam: jika berbicara, ia berdusta; jika berjanji, ia mengingkari; dan jika diberi kepercayaan, dia khianat. (HR. Ahmad dikutip dari Yusanto dan Muhammad K.W, 2002: 105) Seorang yang jujur dan amanah akan mendapatkan pahala dari Allah SWT dan akan dimasukkan ke dalam surga bersama para Rasul dan orang yang beriman, orang jujur seperti sabda Nabi SAW yang artinya: Para pedagang yang jujur dan Amanah akan berada bersama para Rasul, orang-orang yang beriman, dan orang-orang yang jujur. Rizki Allah terbesar pada (hambanya) ada dalam bisnis. (Al-Hadits dikutip dari Raharjo, 1987: 17) Sikap Amanah mutlak harus dimiliki oleh seorang pebisnis muslim. Sikap Amanah diantaranya tidak melakukan penipuan, memakan riba, tidak menzalimi, tidak melakukan suap, tidak memberikan hadiah yang diharamkan, dan tidak memberikan komisi yang diharamkan. Hadis nabi yang berkenaan dengan hal tersebut yang artinya: a. Larangan memakan riba Beliau (Nabi SAW) melaknat orang yang memakan riba, orang yang menyerahkannya, para saksi serta pencatatnya. (HR. Ibnu Majah dari Ibnu Masud Dikutip dari Yusanto dan Muhammad K.W, 2002: 112)

b. Larangan melakukan tindak kezaliman Seorang muslim terhadap sesama muslim adalah haram: harta bendanya, kehormatannya, dan jiwanya. (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah Dikutip dari Yusanto dan Muhammad K.W, 2000: 109) c. Larangan melakukan suap Laknat Allah terhadap penyuap dan penerima suap di dalam kekuasaan. (HR. Imam Abu Dawud dari Hurairah Dikutip dari Yusanto dan Muhammad K.W, 2002: 108) Laknat Allah terhadap penyuap dan penerima suap. (HR. Imam Tirmidzi dari Abdullah bin Amr Dikutip dari Yusanto dan Muhammad K.W, 2002: 108) d. Larangan memberikan hadiah haram Hadiah yang diberikan pada penguasa adalah ghulul (perbuatan curang). (HR. Imam Ahmad dan Al-Baihaqi dari Abu Hamid As-Sunnah Saidi dari Ibbadh; Dikutip dari Yusanto dan Muhammad K.W, 2002: 108) Hadiah yang diberikan kepada pejabat adalah suht (haram). (HR. Al-Khatib dari Anas r.a, Dikutip dari Yusanto dan Muhammad K.W, 2002: 108) e. Larangan memberikan komisi yang haram Rasulullah mengutusku ka Yaman (sebagai penguasa daerah). Setelah aku berangkat, beliau SAW, mengutus orang menyusulku. Aku pulang kembali. Rasulullah SAW, bertanya kepadaku, tahukah engkau, mengapa kau mengutus orang menyusulmu? janganlah engkau mengambil sesuatu untuk kepentinganmu sendiri tanpa seizinku. (jika hal itu kamu lakukan) itu merupakan kecurangan, dan barang siapa berbuat curang pada hari kiamat kelak dibangkitkan dalam keadaan memikul beban kecurangannya. Untuk itulah, engkau aku panggil dan sekarang berangkatlah untuk melakukan tugas pekerjaanmu. (HR. Imam Tirmidzi dari Muadz bin Jabal r.a, Dikutip dari Yusanto dan Muhammad K.W, 2002: 109) Barang siapa yang kami pekerjakan untuk melakukan tugas dan kepadaNya kami telah berikan rizki (yakni imbalan atas jerih payahnya) maka apa yang diambil olehnya selain itu adalah suatu kecurangan. (HR. Imam Abu Dawud Dikutip dari Yusanto dan Muhammad K.W, 2002: 109)

Sikap amanah mutlak harus dimiliki oleh seorang pebisnis muslim. Sikap itu bisa dimiliki jika dia selalu menyadari bahwa apapun aktivitas yang dilakukan termasuk pada saat ia bekerja selalu diketahui oleh Allah SWT. Sikap amanah dapat diperkuat jika dia selalu meningkatkan pemahaman Islamnya dan istiqamah menjalankan syariat Islam. Sikap amanah juga dapat dibangun dengan jalan saling menasehati dalam kebajikan serta mencegah berbagai penyimpangan yang terjadi. Sikap amanh akan memberikan dampak positif bagi diri pelaku, perusahaan, masyarakat, bahkan negara. Sebaliknya sikap tidak amanah (khianat) tentu saja akan berdampak buruk. 3. Fathanah Fathanah berarti cakap atau cerdas. Dalam hal ini Fathanah meliputi dua unsur, yaitu: a. Fathanah dalam hal administrasi/manajemen dagang, artinya hal-hal yang berkenaan dengan aktivitas harus dicatat atau dibukukan secara rapi agar tetap bisa menjaga Amanah dan sifat shiddiqnya. Firman Allah SWT: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada dua orang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara

kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (Al Baqarah: 282) b. Fathanah dalam hal menangkap selera pembeli yang berkaitan dengan barang maupun harta. Dalam hal fathanah ini Rasulullah mencontohkan tidak mengambil untung yang terlalu tinggi dibanding dengan saudagar lainya. Sehingga barang beliau cepat laku. (Abu Mukhaladun, 1999: 15, syeikh Abod dan Zambry Abdul Kadir 1991:288). Dengan demikian fathanah di sini berkaitan dengan strategi pemasaran (kiat membangun citra). Menurut Afzalurahman (1997:168) kiat membangun citra dari uswah Rasulullah SAW meliputi: penampilan, pelayanan, persuasi dan pemuasan. Penampilan, tidak membohongi pelanggan, baik menyangkut besaran (kuantitas) maupun kualitas. Hadits nabi tentang hal ini yang artinya: Apabila dilakukan penjualan, katakanlah: tidak ada penipuan. (HR. Imam Bukhari dari Abdullah bin Umar r.a, dikutip dari Dikutip dari Yusanto dan Muhammad K.W, 2002: 112) Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang- orang yang merugikan; Dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan; (Asy-Syuara: 181-183) Tidak ada suatu kelompok yang merugikan timbangan dan takaran tapa diganggu oleh kerugian. (Al-Hadits dikutip dari Afzalurahman, 1997: 28) Pelayanan, pelanggan yang tidak sanggup membayar kontan hendaknya diberi tempo untuk melunasinya. Selanjutnya, pengampunan (bila memungkinkan) hendaknya diberikan jika ia benar-benar tidak sanggup membayarnya. Persuasi, menjauhi sumpah yang berlebihan dalam menjual suatu barang. Hadits nabi tentang hal in yang artinya: Sumpah dengan maksud melariskan barang dagangan adalah penghapus berkah. (HR. Bukhari dan Muslim dikutip dari Alma, 1994: 60)

Pemuasan, hanya dengan kesempatan bersama, dengan suatu usulan dan penerimaan, penjualan akan sempurna. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (An Nisaa': 29) Dengan demikian sikap fathanah ini sangat penting bagi pebisnis, karena sikap fathanah ini berkaitan dengan marketing , keuntungan bagaimana agar barang yang dijual cepat laku dan mendatangkan keuntungan, bagaimana agar pembeli tertarik dan membeli barang tersebut.

HIKMAH

Dari penjelasan diatas bisa kita petik suatu pelajaran yang berharga bahwa prinsipprinsip bisnis Rasulullah saw adalah Shiddiq, Amanah dan Fathanah. Shiddiq adalah Suatu sikap yang jujur dan selalu berbuat baik dan menghindari perbuatan seperti tidak menepati janji yang belum atau telah disepakati, menutupi cacat atau aib barang yang dijual dan membeli barang dari orang awam sebelum masuk ke pasar. Sedangkan sifat amanah adalah tidak mengurangi apa-apa yang tidak boleh dikurangi dan sebaliknya tidak boleh ditambah, dalam hal ini termasuk juga tidak menambah harga jual yang telah ditentukan kecuali atas pengetahuan pemilik barang. Amanah berarti tidak melakukan penipuan, memakan riba, tidak menzalimi, tidak melakukan suap, tidak memberikan hadiah yang diharamkan, dan tidak memberikan komisi yang diharamkan. Fathanah berarti cakap atau cerdas. Dalam hal ini Fathanah meliputi dua unsur: Fathanah dalam hal administrasi/manajemen dagang dan Fathanah dalam hal menangkap selera pembeli yang berkaitan dengan barang maupun harta. Dengan demikian fathanah di sini berkaitan dengan strategi pemasaran (kiat membangun citra). kiat membangun citra dari uswah Rasulullah SAW meliputi: penampilan, pelayanan, persuasi dan pemuasan. Diposkan oleh Forum Komunikasi CV.Cinta Umiku di 12:14

Kamis, 04 Februari 2010 BISNIS ISLAMI Pengertian bisnis islami Setiap manusia memerlukan harta untuk mencukupi segala kebutuhan hidupnya. Karenanya, manusia akan selalu berusaha memperoleh harta kekayaan itu. Salah satu melalui bekerja, sedangkan salah satu dari ragam bekerja adalah berbisnis. Islam mewajibkan setiap muslim, khususnya yang memiliki tanggungan, untuk bekerja. Bekerja merupakan salah satu sebab pokok yang memungkinkan manusia memiliki harta kekayaan. Untuk memungkinkan manusia berusaha mencari nafkah, Allah swt melapangkan bumi serta menyediakan berbagai fasilitas yang dapat dimanfaatkan manusia untuk mencari rezki. Allah berfirman: Allah-lah yang Telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, Kemudian dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezki untukmu; dan dia Telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu, berlayar di lautan dengan kehendakNya, dan dia Telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai.Dan dia Telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan Telah menundukkan bagimu malam dan siang.Dan dia Telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah). (Ibrahim: 32-34) Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan Hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan. (Al-Mulk: 15). Sesungguhnya kami Telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan kami adakan bagimu di muka bumi (sumber) penghidupan. amat sedikitlah kamu bersyukur. (Al Araaf: 10). Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka shaleh. Shaleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. dia Telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu

pemakmurnya, Karena itu mohonlah ampunan-Nya, Kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)." (Huud: 61) Diantara sumber-sumber daya yang diserahkan kepada manusia antara lain adalah hewan (an-Nahl: 5, 66, 68-69), tumbuh-tumbuhan (an Nahl:67), kekayaan laut (anNahl: 14), kekayaan bahan tambang (al Hadiid: 25, al Kahfi: 96-97) Disamping anjuran untuk mencari rezki, Islam sangat menekankan (mewajibkan) aspek kehalalannya, baik dari sisi perolehan maupun pendayagunaannya (pengelolaan dan pembelanjaan). Kedua telapak kaki seseorang anak adam di hari kiamat masih belum beranjak sebelum ditanya kepadaNya mengenai lima perkara: tentang umurnua, apa yang dilakukannya; tentang masa mudanya, apa yang dilakukannya; tentang hartanya, dari mana dia peroleh dan untuk apa dia belanjakan; dan tentang ilmunya, apa yang dai kerjakan dengan ilmunya itu. (HR. Ahmad) Dan dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan. (Al Anaam:141)

HIKMAH

Dari paparan diatas, bisnis Islami dapat diartikan sebagai serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuknya yang tidak dibatasi jumlah (kuantitas) kepemilikan harta (barang/jasa) termasuk profit, namun dibatasi dalam cara perolehan dan pendayagunaan hartnya yaitu ada aturan halal dan haram. Diposkan oleh Forum Komunikasi CV.Cinta Umiku di 12:12

Kamis, 04 Februari 2010 Orientasi Bisnis Syari'ah Sejalan dengan kaidah ushul al-ashlu fi al-afal at-taqayyub bihkmi asy-syari, yang berarti bahwa hukum asal suatu perbuatan adalah terikat dengan hukum syara: wajib sunnah, mubah, makruh, atau haram, maka pelaksanaan bisnis terus tetap berpegang pada ketentuan syariat. Dengan kata lain, syariat merupakan nilai utama yang menjadi payung strategis maupun teknis organisasi bisnis. Dengan kendali syariat, bisnis bertujuan untuk mencapai empat hal utama: 1. Target hasil: profit-materi dan benefit-nonmateri, 2. Pertumbuhan, artinya terus meningkat, 3. Keberlangsungan, dalam kurun waktu selama mungkin dan 4. Keberkahan atau keridhaan Allah. Target hasil: profit-materi dan benefit-nonmateri. Tujuan perusahaan tidak harus hanya untuk mencari profit (qimah madiyah atau nilai materi) setinggi-tingginya, tetapi juga harus dapat memperoleh dan memberikan benefit (keuntungan atau manfaat) nonmateri kepada internal organisasi perusahaan dan eksternal (lingkungan), seperti terciptanya suasana persaudaraan, kepedulian sosial, dan sebagainya. Benefit yang dimaksudkan tidaklah semata memberikan manfaat kebendaan, tetapi juga dapat bersifat nonmateri. Islam memandang bahwa tujuan suatu amal perbuatan tidak hanya berorientasi pada qimah madiyah/nilai materi. Masih ada tiga orientasi lainnya, yakni qimah insaniyah/nilai kemanusiaan, qimah khuluqiyah/nilai akhlak, dan qimah ruhiyah/nilai ruhiyah. Dengan orientasi qimah insaniyah/nilai kemanusiaan, berarti pengelola perusahaan juga dapat memberikan manfaat yang bersifat kemanusiaan melalui kesempatan kerja, bantuan sosial (sedekah), dan bantuan lainnya. Qimah khuluqiyah/nilai akhlak mengandung pengertian bahwa nilai-nilai akhlaqul karimah (akhlak mulia) menjadi suatu keharusan yang harus muncul dalam setiap aktivitas pengelolaan perusahaan, sehingga dalam perusahaan tercipta hubungan persaudaraan yang islami, bukan sekedar hubungan fungsional atau profesional. Sementara itu, qimah ruhiyah berarti perbuatan tersebut dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Dalam setiap amalnya, seorang muslim selain harus berusaha meraih qimah/nilai yang dituju, upaya yang dilakukan juga haruslah sesuai dengan aturan Islam. Dengan kata lain, ketika melakukan suatu aktivitas harus disertai dengan kesadaran hubungannya dengan Allah. Jadi, amal perbuatannya bersifat materi, sedangkan kesadaran akan hubungannya dengan Allah swt ketika melakukan setiap perbuatan dinamakan dengan ruh. Inilah yang dimaksud dengan menyatukan antara materi dan ruh. Inilah juga yang dimaksud bahwa setiap perbuatan muslim adalah ibadah. Pertumbuhan. Jika profit materi dan benefit nonmateri telah diraih sesuai target, perusahaan akan mengupayakan pertumbuhan atau kenaikan terus-menerus dari setiap profit dan benefitnya itu. Hasil perusahaan akan terus diupayakan agar tumbuh meningkat setiap tahunnya. Upaya penumbuhan ini tentu dijalankan dalam koridor syariat. Misalnya, dalam meningkatkan jumlah produksi seiring dengan perluasan pasar, peningkatan inovasi sehingga bisa menghasilkan produk baru dan sebagainya. Keberlangsungan. Belum sempurna orientasi manajemen suatu perusahaan bila hanya berhenti pada pencapaian target hasil dan pertumbuhan. Karena itu, perlu diupayakan terus agar pertumbuhan target hasil yang telah diraih dapat dijaga keberlangsungannya dalam kurun waktu yang cukup lama. Sebagaimana upaya pertumbuhan, setiap aktivitas untuk menjaga keberlangsungan tersebut juga dijalankan dalam koridor syariah. Keberkahan. Faktor keberkahan atau orientasi untuk menggapai ridha Allah swt merupakan puncak kebahagiaan hidup manusia muslim. Bila ini tercapai, menandakan terpenuhinya dua syarat diterimanya amal manusia, yakni adanya elemen niat ikhlas dan cara yang sesuai dengan tuntunan syariat. Karenanya, para pengelola bisnis perlu mematok orientasi keberkahan yang dimaksud agar pencapaian segala orientasi diatas senantiasa berada dalam koridor syariat yang menjamin diraihnya keridhaan Allah swt.

HIKMAH

Diri penjelasan diatas bisa kita ambil kesimpulan bahwa Syariat merupakan nilai utama yang menjadi payung strategis maupun teknis organisasi bisnis. Dengan kendali syariat, bisnis bertujuan untuk mencapai empat hal utama: 1. Target hasil: profit-materi dan benefit-nonmateri, 2. Pertumbuhan, artinya terus meningkat, 3. Keberlangsungan, dalam kurun waktu selama mungkin dan 4. Keberkahan atau keridhaan Allah. Profit materi adalah keuntungan yang bersifat materi atau nilai materi, sedangkan benefit nonmateri adalah keuntungan atau manfaat nonmateri pada internal dan eksternal perusahaan, seperti terciptanya persaudaraan dan kepedulian sesama.

Etika BisnisKamis, 04 Februari 2010 Etika Etika (Yunani Kuno: "ethikos", berarti "timbul dari kebiasaan") menurut Istiyono Wahyu dan Ostaria (2006) adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. Etika adalah ilmu yang berkenaan tentang yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral. Menurut Rafik Issa Bekum (2004) etika dapat didefinisikan sebagai seperangkat prinsip moral yang membedakan yang baik dari yang buruk. Etika adalah bidang ilmu yang bersifat normative karena ia berperan menentukan apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan oleh seorang individu. Dalam Islam, istilah yang paling dekat berhubungan dengan istilah etika dalam AlQuran adalah Khuluq. Al-Quran juga menggunakan sejumlah istilah lain untuk

menggambarkan konsep tentang kebaikan: khayr (kebaikan), birr (kebenaran), qist (persamaan), adl (kesetaraan dan keadilan), haqq (kebenaran dan kebaikan), maruf (mengetahui dan menyetujui) dan taqwa (ketakwaan). Tindakan yang terpuji disebut sebagai salihat dan tindakan yang tercela disebut sebagai sayyiat. (Rafik Issa Beekum. 2004) Dalam khazanah pemikiran Islam, etika dipahami sebagai Al-Akhlaq atau Al-Adab yang bertujuan untuk mendidik moralitas manusia. Etika terdapat dalam materimateri kandungan ayat-ayat Al-Quran yang sangat luas, dan dikembangkan dalam pengaruh filsafat Yunani hingga para sufi. Ahmad Amin memberikan batasan bahwa etika atau akhlak adalah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan manusia kepada orang lain, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat. (Lukman Fauroni, 2006) Lebih tegas menurut Madjid Fakhri etika merupakan gambaran rasional mengenai hakikat dan dasar perbuatan dan keputusan yang benar serta prinsip-prinsip yang menentukan klaim bahwa perbuatan dan keputusan secara moral yang diperintah dan dilarang (Rafik Issa Beekum. 2004). Inilah norma dan etika sebagai hakikat dan ajaran-ajaran Islam dalam ekonomi. Etika merupakan jiwa ekonomi Islam yang membangkitkan kehidupan dalam setiap peraturan dan syariat. Oleh sebab itu etika atau akhlak adalah hakikat-hakikat yang menempati tempat yang luas dan mendalam dalam akal, hati nurani, dan perasaan seorang muslim.

HIKMAH

Dari penjelasan diatas bisa kita ambil kesimpulan bahwa etika adalah suatu hal yang dilakukan secara benar dan baik, tidak melakukan suatu keburukan, melakukan hak dan kewajiban sesuai dengan moral dan melakukan segala sesuatu dengan penuh tanggung jawab. Sedangkan dalam agama Islam etika adalah akhlak seorang muslim dalam melakukan semua kegiatan termasuk dalam bidang bisnis. Oleh karena itu jika kita ingin selamat dunia dan akhirat kita harus memakai etika dalam aktivitas bisnis kita.

Akhlaq Bisnis Rosululloh Etika bisnis memegang peranan penting dalam membentuk pola dan sistem transaksi bisnis, yang dijalankan seseorang. Sisi yang cukup menonjol dalam meletakkan etika bisnis Nabi Muhammad SAW adalah nilai spiritual, humanisme, kejujuran keseimbangan, dan semangatnya untuk memuaskan mitra bisnisnya. Nilai-nilai di atas telah melandasi tingkah laku dan sangat melekat serta menjadi ciri kepribadian sebagai Manajer profesional. Implementasi bisnis yang ia lakukan berporos pada nilai-nilai tauhid yang diyakininya. Secara prinsip, ia telah menjadikan empat pilar berikut ini sebagai dasar transaksi ekonominya. 1. Tauhid Sistem etika Islam, yang meliputi kehidupan manusia di bumi secara keseluruhan, selalu tercermin dalam konsep tauhid yang dalam pengertian absolut, hanya berhubungan dengan Tuhan. Umat manusia tak lain adalah wadah kebenaran, dan harus memantulkan cahaya kemuliaannya dalam semua manifestasi duniawi: Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tidakkah cukup bahwa Sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?. (Fushshilat: 53) Tauhid, pada tingkat absolut menempatkan makhluk untuk melakukan penyerahan tanpa syarat pada kehendakNya: Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali Hanya (menyembah) namanama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. dia Telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.". (Yusuf: 40) Dalam pengertian yang lebih dalam, konsep tauhid merupakan dimensi vertikal Islam. Tauhid memadukan di sepanjang garis vertikal segi politik, ekonomi, sosial, dan agama dari kehidupan manusia menjadi suatu kebulatan yang homogen dan konsisten. Tauhid rububiyyah merupakan keyakinan bahwa semua yang ada dialami ini adalah memiliki dan dikuasai oleh Allah SWT. Tauhid uluhiayyah menyatakan aturan darinya dalam menjalankan kehidupan. Kedua diterapkan Nabi Muhammad SAW dalam kegiatan ekonomi, bahwa

setiap harta (aset) dalam transaksi bisnis hakekatnya milik Allah swt. Pelaku ekonomi (manusia) hanya mendapatkan amanah mengelola (istikhlaf), dan oleh karenanya seluruh aset dan anasir transaksi harus dikelola sesuai dengan ketentuan pemilik yang hakiki, yaitu Allah swt. Kepeloporan Nabi Muhammad saw. Dalam meninggalkan praktik riba (usury-interest), transaksi fiktif (gharar), perjudian dan spekulasi (Maysir) dan komoditi haram adalah wujud dari keyakinan tauhid ini. 2. Keseimbangan (Adil) Pandangan Islam mengenai kehidupan berasal dari suatu persepsi Ilahi mengenai keharmonisan alam. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka Lihatlah berulang-ulang, Adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam keadaan payah. (Al Mulk: 3-4) Sesungguhnya kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran. (QS AlQamar : 49). Keseimbangan atau keharmonisan sosial, tak bersifat statis dalam pengertian suatu dalih untuk status quo, melainkan suatu sifat dinamis yang mengerahkan kekuatan hebat menentang segenap ketidakadilan. Keseimbangan juga harus terwujud dalam kehidupan ekonomi. Sungguh, dalam segala jenis bisnis yang dijalaninya, Nabi Muhammad Saw, menjadikan nilai adil sebagai standard utama. Kedudukan dan tanggung jawab para pelaku bisa ia bangun melalui prinsip akad yang saling setuju. Ia meninggalkan tradisi riba dan memasyarakatkan kontrak mudharobah (100% project financing) atau kontrak musyarakah (equity participation), karena sistem Profit and lost sharing system. 3. Kehendak Bebas Salah satu kontribusi Islam yang paling orisinil dalam filsafat sosial adalah konsep mengenai manusia bebas. Hanya Tuhanlah yang mutlak bebas, tetapi dalam batas-batas skema penciptaan-Nya manusia juga secara bebas. Benar, Kemahatahuan Tuhan meliputi segala kegiatan manusia selama ia tinggal di bumi, tetap kebebasan manusia juga diberikan oleh Tuhan.

Prinsip kebebasan ini pun mengalir dalam ekonomi Islam Prinsip transaksi ekonomi yang menyatakan asas hukum ekonomi adalah halal, seolah mempersilahkan para pelakunya melaksanakan kegiatan ekonomi sesuai yang diinginkan, menumpahkan kreativitas, modifikasi dan ekspansi seluas sebesarbesarnya, bahkan transaksi bisnis dapat dilakukan dengan siapa pun secara lintas agama. Dalam kaitan ini, kita memperoleh pelajaran yang begitu banyak dari Nabi Muhammad Saw, termasuk skema kerja sama bisnis yang dieksplorasi Nabi Muhammad Saw. Di luar praktek ribawi yang dianut masyarakat masa itu. Model-model usaha tersebut antara lain, mudharabah, musyrakah, murabahah, ijarah, wakalah, salam, istishna, dan lain-lain. 4. Pertanggungjawaban Selanjutnya, Nabi Muhammad Saw. mewariskan pula pilar tanggung jawab dalam kerangka dasar etika bisnisnya. Kebebasan harus diimbangi dengan pertanggungjawaban manusia, setelah menetukan daya pilih antara yang baik dan buruk, harus menjalani konsekuensi logisnya: Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya (QS AI-Muddatstsir:38). Karena keuniversalan sifat al-'adl, maka setiap individu harus mempertanggungjawabkan tindakannya. Tak seorang pun dapat lolos dari konsekuensi perbuatan jahatnya hanya dengan mencari kambing hitam. Manusia kan mendapatkan sesuai dengan apa yang diusahakannya. Dan tidaklah seseorang berbuat dosa melainkan mudaratnya kembali kepada dirinya sendiri, dan seorang yang berdosa tak akan memikul dosa orang lain... (QS Al-An'am :164). Bukan itu saja, manusia juga dimintai pertanggungjawaban atas kejahatan yang berlangsung di sekitarnya. Karena itu, manusia telah diperingatkan lebih dahulu. Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orangorang yang zalim saja di antaramu... (QS Al-Anfal :25). Pertanggungjawaban sepenuhnya atas ketiadaan usaha untuk membentuk masa depan yang lebih baik, juga dipikulkan atas pundak manusia:

Sesungguhnya Allah tak akan mengubah keadaan seseorang sampai mereka mengubah keadaan diri mereka... (QS Al-Ra'd: 11). Wujud dari etika ini adalah terbangunnya transaksi yang fair dan bertanggungjawab. Nabi menunjukkan integritas yang tinggi dalam memenuhi segenap klausul kontraknya dengan pihak lain seperti dalam hal pelayanan kepada pembeli, pengiriman barang secara tepat waktu, dan kualitas barang yang dikirim. Di samping itu, beliau pun kerap mengaitkan suatu proses ekonomi dengan pengaruhnya terhadap masyarakat dan lingkungan. Untuk itu, ia melarang diperjualbelikannya produk-produk tertentu (yang dapat merusak masyarakat dan lingkungan).

HIKMAH

Suatu pelajaran yang bisa kita ambil bahwa dalam etika bisnis seseorang harus mencontoh ketauladanan Nabi Muhammad saw bahwa seorang muslim harus mempunyai tauhid yaitu menyerahkan segalanya kepada Allah swt. Karena semua yang ada di dunia ini adalah milik Allah dan harus mematuhi semua aturan yang telah ditentukan olehnya. Seorang muslim harus adil dalam segala hal termasuk dalam bidang ekonomi, kebebasan berkehendak bagi seorang muslim yaitu melakukan apa saja dalam melakukan aktivitas ekonomi selama tidak melanggar yang telah ditentukan oleh Allah saw. Termasuk harus menjaga kehalalan barang atau jasa dalam aktivitas bisnis. Seorang muslim harus tanggungjawab yaitu bertanggungjawab dalam segala hal termasuk dalam bidang ekonomi/bisnis. Begitu juga bertanggung jawab atas kebebasan dalam bisnis. Diposkan oleh Forum Komunikasi CV.Cinta Umiku di 12:42

Konsef Haram dan Halal Semua hal yang menyangkut dan berhubungan dengan harta benda hendaknya dilihat dan dihukumi dengan kriteria halal dan haram. Semua praktek-praktek jahat dan kecurangan yang berhubungan dengan transaksi harta benda dan kekayaan dilarang. Semua larangan itu berdasarkan satu prinsip: jangan ada ketidakadilan dan jangan ada penipuan. Setiap orang bisa melihat aplikasi dari prinsip Al Quran dalam sabda dan perilaku Rasulullah serta para sahabatnya. Perbedaan antara halal dan haram bukan saja mengharuskan tujuannya mesti benar, namun sarana untuk mencapai tujuan itu juga haruslah baik. Perintah Al Quran untuk mencari nafkah setelah melakukan ibadah ritual, mengimpliksikan bahwa seseorang hendaknya mengikuti perilaku yang diperkenankan dan dihalalkan dalam mendapatkan penghasilan. Penyucian hati yang dihasilkan oleh ibadah ritual juga hendaknya menyucikan niat dan metode mereka dalam mencari nafkah dengan cara yang halal. Rasulullah sangat konsen dengan persoalan yang menyangkut penghsilan dengan cara yang halal. Dia sangat memperhatikan dari mana seseorang memperoleh harta benda. Umar bin khaththab adalah khalifah yang dengan tegas mempraktekkan formula ini untuk para gubernur dan para pejabat dijajaran pemerintahannya. Disini ditekankan bahwasannya penggunaan harta dengan cara yang baik adalah untuk memperoleh ridha Allah dan juga demi tercapainya distribusi kekayaan yang lebih baik di tengah-tengah masyarakat. Namun demikain Allah tidak akan menerima penggunaan harta (sedekah, zakat dan infak) dimana harta-harta itu dihasilkan dari cara yang tidak halal. Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan Ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. (Al Baqarah: 267) Oleh sebab itulah jika sedekah atau infak ingin diterima, maka hendaknya harta tersebut dihasilkan lewat jalan yang halal. Prinsip halal dan haram diimplikasikan secara sama pada saat penggunaan harta itu dan juga pasa saat akuisisi. Harta yang halal hendaknya dipergunakan dalam hal yang halal dan dibolehkan. Atau dengan kata lain, penggunaan penggunaan harta itu juga hendaknya dibatasi hanya pada

suatu yang halal. Harta tersebut jangan sampai digunakan untuk perjudian, minuman keras, perzinaan dan apa saja yang dilarang oleh syariah. Pemilik harta tersebut memiliki kebebasan untuk menyimpan ataupun menginvestasikan harta. Namun dalam dua kasus tersebut, hendaknya mengikuti petunjuk yang telah digariskan oleh Al Quran. Pada saat ia menyimpan harta itu, hendaknya dia mengeluarkan zakat dan kewajiban lain yang berhubungan dengan itu, dan jika ia menginvestasikan harta tersebut, maka hendaknya ia memilih perdagangan yang halal, dan menjauhi perdagangan yang haram, misalnya menanamkan pada investasi yang mengandung riba. Seorang muslim diperintahkan menanamkan modalnya dalam perdagangan yang halal meskipun mungkin akan menghasilkan untuk sedikit jika dibandingkan penanaman modal pada wilayahwilayah yang haram. Tidak hanya mementingkan keuntungan semata akan tetapi melihat dari sisi moral yang ada. Lingkaran Halal dan Haram Dalam Memproduksi Prinsip etika dalam produksi dalam suatu bisnis yang wajib dilaksanakan oleh setiap produsen muslim baik individu maupun komunitas adalah berpegang pada semua yang dihalalkan Allah dan tidak melawati batas. Walaupun daerah halal itu luas, tetapi mayoritas jiwa manusia yang ambisius merasa kurang puas dengan hal itu walaupun banyak jumlahnya. Banyak ditemukan jiwa manusia yang tergiur kepada sesuatu yang haram. Mereka yang mengatakan bahwa yang haram saja susah apalagi yang halal perkataan ini adalah perkataan yang hanya ingin mendapatkan sesuatu secara mudah, tidak mau bekerja keras dan hanya ingin memperoleh keuntungan saja tidak mempedulikan norma dan etika agama yang ada. Dengan melanggar hukum-hukum Allah. QS. Al-Baqarah: 229 Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orangorang yang zalim. (Al-Baqarah: 229) Dibawah ini akan dijelaskan beberapa hal yang diharamkan untuk dikonsumsi baik yang merusak akidah, akhlak dan jiwa manusia. Dibawah akan dijelaskan beberapa dari pendapat Yusuf Qardhawi dan Abdullah Abdul Husain At-Tariqi. Yusuf Qardhawi berpendapat bahwa seorang muslim tidak boleh menanam apa-apa yang membahayakan dan apa-apa yang diharamkan, seorang muslim juga dilarang memproduksi barang-barang haram baik haram dikenakan ataupun haram dikoleksi dan diantara produk yang dilarang keras beredar ialah produk yang

merusak akidah, etika dan moral manusia. Penjelasan dari pokok pembahasan diatas adalah: 1. Seorang muslim tidak boleh menanam apa-apa yang membahayakan dan apaapa yang diharamkan. Seperti Poppy, Cannabis atau heroin annggur (untuk minuman keras) dan tembakau yang menurut WHO, sains dan hasil riset, berbahaya bagi manusia. 2. Seorang muslim juga dilarang memproduksi barang-barang haram, baik haram dikenakan ataupun haram dikoleksi. Dalam hadis Shahih ditemukan alasan ungkapan diatas: Barang siapa dalam islam melestarikan tradisi buruk, maka baginya dosa dan dosa orang-orang yang melaksanakan, sesudahnya tanpa mengurangi dosa-dosa menreka sedikitpun (HR. Ahmad, Muslim, Tirmidzi, Ibnu Majah dari Jasir. Shahih Jami Shaghir No. 6305) 3. Diantara produk yang dilarang keras beredar ialah produk yang merusak akidah, etika dan moral manusia. (Ucapan mereka) menyebabkan mereka memikul dosa-dosanya dengan sepenuh-penuhnya pada hari kiamat, dan sebahagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikitpun (bahwa mereka disesatkan). Ingatlah, amat buruklah dosa yang mereka pikul itu. (An-Nahl: 25) Allah swt berfirman: Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak Mengetahui. (An Nuur: 19). Sedangkan menurut Abdullah Abdul Husain At-Tariqi (2004) hal-hal yang diharamkan dalam Islam Adalah: 1. Investasi harta dengan cara membahayakan masyarakat.

Islam melarang produksi yang hanya merealisasikan kepentingan pribadi dan membahayakan kepentingan umum. Produksi dan keuntungan dengan cara eksploitasi, tipu daya, eksploitasi kebutuhan dan menimbulkan bahaya bagi kaum miskin dengan cara apapun diharamkan. Hadis yang menunjukkan haramnya produksi barang yang membahayakan adalah sabda Nabi SAW: Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan membahayakan orang lain (Abdullah Abdul Husain At-Tariqi. 2004: 181-201) 2. Riba Islam dan agama-agama samawi lainnya mengharamkan riba, karena dalam riba terdapat hal yang membahayakan masyarakat dan ekonomi. Resiko ekonomi menunjukkan bahwa riba merupakan mediasi yang tidak cocok bagi kegiatan ekonomi berdasar beberapa alasan: y Bunga yang dihasilkan oleh pelaku riba tidak dihasilkan dengan cara produksi, tapi diambil dari harta orang lain atau dari sumber masyarakat tanpa didahului oleh proses produksi. y Bunga yang dihasilkan akan menyebabkan kemalasan dan nilai tambahnya tanpa usaha dan kerja keras. y Riba akan menyebabkan pertambahan nilai inflasi di masyarakat. y Riba memberatkan beban peminjam manakala ia tidak mampu melunasi dikarenakan berlipatnya nilai bunga. 3. Jual beli tidak jelas ( ).

Gharar merupakan jenis benda yang ditransaksikan tanpa ada kejelasan ukuran dan sifat ketika transaksi berlangsung (Abdullah Abdul Husain At-Tariqi. 2004). Kerelaan sebagai unsur penting dalam jual beli tidak terdapat dalam transaksi ini. Bentuk transaksi ini termasuk transaksi yang mengandung unsur batil. 4. Pencurian. Allah menetapkan hukuman potong tangan karena perbuatan mencuri merupakan bentuk pengkhianatan. Allah berfirman:

Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Al Maa-idah: 38). 5. Perampasan. Menguasai harta orang lain secara ilegal. Kaum muslimin telah sepakat bahwa perbuatan ini adalah haram, karena memakan hasil rampasan dikategorikan sebagai memakan harta dengan cara yang batil sesuai dengan firman Allah: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. (An Nisaa': 29) Perampasan diharamkan mengingat adanya unsur mengambil harta orang lain, baik dengan cara paksa dan aniaya, atau juga dengan cara yang tidak menyenangkan jiwa dan meniadakan kerelaan. Perampas harus mengembalikan hartanya. Jika hilang, maka harus menggantikan senilai dengan harta tersebut. Baik sudah mengambil manfaat ataupun belum. Jika rusak, maka harus mengganti barang tersebut. 6. Upah pekerjaan yang haram dilaksanakan, seperti mas kawin zina dan tips bagi dukun. Mencari harta dengan cara menjual minuman keras, bangkai, babi dan berhala tidak dihalalkan sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Jabir RA yang menyatakan bahwa Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya Allah dan Rasul-nya mengharamkan jual beli minuman keras, bangkai, babi dan berhala. (Abdullah Abdul Husain At-Tariqi. 2004: 181-201). 7. Suap. Adalah pemberian sesuatu kepada hakim atau orang lain agar memutuskan hukum sesuai yang diinginkan (Abdullah Abdul Husain At-Tariqi, 2004). Hukum suap haram. Pengharaman Islam ini ditujukan untuk menjaga masyarakat dari timbulnya kerusakan dan penganiayaan hukum tanpa hak atau untuk menegakkan keadilan. Kaum muslim telah satu kata tentang larangan suap.

Perkara ini sama dengan mengambil harta dengan cara batil. Nabi bersabda: Raulullah saw melaknat penyuap dan orang yang disuap. (Abdullah Abdul Husain At-Tariqi. 2004: 181-201). Suap yang dimaksud mencakup seluruh jenis suap, seperti suap untuk membatalkan hak atau membenarkan yang salah, segala macam tabir kepuasan yang dapat menutupinya, seperti bungkusan dibalik hadiah, pinjaman, pemberian, menunaikan kemaslahatan, bantuan, atau adanya menfaat bagi yang disuap. Dengan kata lain, semua tindakan apapun yang ditujukan untuk menyuap dengan cara apapun haram hukumnya. Jika dilakukan maka harus dikembalikan kenegara sebagai bentuk hukuman minimal yang ditanggung. 8. Menimbun/spekulan. Menimbun adalah menahan komoditas yang dibutuhakan masyarakat dari sirkulasi pasar dalam satu masa tertentu agar harganya naik (Abdullah Abdul Husain At-Tariqi. 2004). Setelah naik, barang tersebut dijual di pasaran. Penimbunan merupakan bagian perbuatan haram, sesuai dengan sabda Nabi saw: hendaklah seseorang tidak menimbun kecuali ia adalah orang yang bersalah. (Abdullah Abdul Husain At-Tariqi. 2004: 181-201) 9. Perjudian. Yaitu setiap permainan antara dua kelompok yang akan munculkan kerugian di satu pihak dan keuntungan dipihak lain, baik berdasar kesepakatan atau kemujuran (Abdullah Abdul Husain At-Tariqi. 2004). Perbuatan ini digolongkan al Maisir seperti kesepakatan para ulama. Dalil yang menunjukkan keharaman judi adalah: Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (Al Maa-idah: 90) Etika Produksi Dalam Lingkaran Halal dan Haram

Sedangkan etika seorang produsen dalam lingkaran halal dan haram adalah menjauhi berbagai sifat diatas atau memproduksi sesuatu yang diperbolehkan dalam Islam, diantaranya adalah: y Seorang muslim harus menanam apa-apa yang memberikan kemaslahatan dan apa-apa yang didihalalkan. y Seorang muslim juga harus memproduksi barang-barang halal, baik halal dikenakan ataupun halal dikoleksi. y Diantara produk yang dianjurkan beredar ialah produk yang menguatkan akidah, etika dan moral manusia. y Investasi harta dengan cara memberikan keuntungan dan kemaslahan masyarakat pada lembaga atau perusahaan yang sesuai syariah. y Memakai sistem bagi hasil dan menjauhi Riba y Menjauhi aktivitas yang tidak baik dalam produksi seperti jual beli yang tidak jelas, mencuri, merampas, merampas menyuap dan disuap serta berjudi y Menjauhi aktivitas menimbun/spekulan karena menimbun bisa merugikan masyarakat banyak disebabkan menahan barang beredar sehingga banyak dari masyarakat yang dirugikan. y Jual beli atau perniagaan barang-barang yang halal dan baik y Bertransaksi dengan berprisnsip syariah seperti: titipan (wadiah), bagi hasil (syirkah), jual-beli (tijaroh), sewa (ijarah) dan jasa/fee( al ajr walumullah) y Dalam perdagangan seorang produsen harus bersikap adil.

HIKMAH

Dari penjabaran diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa kita harus memperhatikan halal dan haram pada bisnis ataupun usaha kita. Kita harus mendapatkan harta atau penghasilan dengan cara yang baik atau halal dan juga menghindar dari penghasilan yang dicapai dengan cara yang salah atau haram. Begitu juga dalam mempergunakannya harus dengan cara yang halal yang diperbolehkab Islam dan tidak mempergunakannya dengan cara yang salah atau dengan cara yang diharamkan Islam. Perbedaan antara halal dan haram bukan saja mengharuskan tujuannya mesti benar, namun sarana untuk mencapai tujuan itu juga haruslah baik. Perintah Al Quran untuk mencari nafkah setelah melakukan ibadah ritual, mengimpliksikan bahwa seseorang hendaknya mengikuti perilaku yang diperkenankan dan dihalalkan dalam mendapatkan penghasilan. Penyucian hati yang dihasilkan oleh ibadah ritual juga hendaknya menyucikan niat dan metode mereka dalam mencari nafkah dengan cara yang halal. Prinsip halal dan haram diimplikasikan secara sama pada saat pennggunaan harta itu dan juga pasa saat akuisisi. Harta yang halal hendaknya dipergunakan dalam hal yang halal dan dibolehkan. Atau dengan kata lain, penggunaan penggunaan harta itu juga hendaknya dibatasi hanya pada suatu yang halal. Hendaknya kita menyimpan atau menginvestasikan harta pada lembaga atau perusahaan yang halal, seperti bank syariah atau lembaga-lembaga lain yang sesuai syariah. Tidak hanya mementingkan keuntungan semata akan tetapi melihat dari sisi moral yang ada. Seorang muslim tidak boleh menanam apa-apa yang membahayakan dan apa-apa yang diharamkan. Karena itu semua menyebabkan terjadinya kejahatan dan kriminalitas. Seorang muslim juga dilarang memproduksi barang-barang haram, baik haram dikenakan ataupun haram dikoleksi. Jika manusia masih memproduksi barang-barang yang dilarang beredar, maka ia turut berdosa. Produk yang dilarang keras beredar ialah produk yang merusak akidah, etika dan moral manusia. Dalam Islam juga dilarang Investasi harta dengan cara membahayakan masyarakat, karena merugikan kepentingan umum begitu juga riba, mencuri, merampas dan menimbun semuanya itu merugikan orang lain dan hasil dari harta yang didapatkan adalah batil dan diharamkan oleh Islam. Seorang muslim yang menyuap adalah orang yang dilaknat oleh Allah bagaimanapun caranya. Diharamkan juga memberi upah kepada pekerjaan yang haram. Islam melarang keras perjudian karena perjudian akan merusak generasi bangsa, menyebabkan kemalasan, rusaknya rumah tangga, merusak hubungan

persaudaraan dan hanya berangan-anan menjadu kaya dengan mengandalkan keuntungan semata tanpa kerja keras. Sedangkan etika produksi dalam lingkaran halal dan haram adalah Seorang muslim harus menanam apa-apa yang memberikan kemaslahatan dan apa-apa yang dihalalkan. Seorang muslim juga harus memproduksi barang-barang halal, baik halal dikenakan ataupun halal dikoleksi. Diantara produk yang dianjurkan beredar ialah produk yang menguatkan akidah, etika dan moral manusia. Investasi harta dengan cara memberikan keuntungan dan kemaslahan masyarakat pada lembaga atau perusahaan yang sesuai syariah. Memakai sistem bagi hasil dan menjauhi riba karena riba adalah perbuatan yang merusak tatanan ekonomi dalam segala segi kehidupan serta menjauhi aktivitas yang tidak baik dalam produksi seperti jual beli yang tidak jelas, mencuri, merampas, merampas menyuap dan disuap serta berjudi. Menimbun adalah suatu perbuatan yang sangat merugikan masyarakat banyak karena menimbun menahan barang beredar sehingga banyak dari masyarakat yang dirugikan oleh karena itu hendaknya seorang muslim menjauhi aktivitas menimbun/spekulan. Suatu yang terbaik bagi seorang mukmin adalah jual beli atau perniagaan barang-barang yang halal dan baik serta bertransaksi dengan berprisnsip syariah seperti: titipan (wadiah), bagi hasil (syirkah), jual-beli (tijaroh), sewa (ijarah) dan jasa/fee( al ajr walumullah) demikian juga dalam perdagangan seorang produsen dituntut untuk bersikap adil. Diposkan oleh Forum Komunikasi CV.Cinta Umiku di 12:36

PERILAKU PRODUKSI DALAM ISLAM Muhammad (2004) berpendapat bahwa sistem ekonomi Islami digambarkan seperti bangunan dengan atap akhlak. Akhlak akan mendasari bagi seluruh aktivitas ekonomi, termasuk aktivitas ekonomi produksi. Menurut Qardhawi dikatakan, bahwa Akhlak merupakan hal yang utama dalam produksi yang wajib diperhatikan kaum muslimin, baik secara individu maupun secara bersama-sama, yaitu bekerja pada bidang yang dihalalkan oleh Allah swt, dan tidak melampaui apa yang diharamkannya. (Dalam Muhammad, 2004) Meskipun ruang lingkup yang halal itu sangat luas, akan tetapi sebagian besar manusia sering dikalahkan oleh ketamakan dan kerakusan. Mereka tidak merasa cukup dengan yang banyak karena mereka mementingkan kebutuhan dan hawa nafsu tanpa melihat adanya suatu akibat yang akan merusak atau merugikan orang lain. Tergiur dengan kenikmatan sesaat. Hal ini dikatakan sebagai perbuatan yang melampaui batas, yang demikian inilah termasuk kategori orang-orang yang zalim. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orangorang yang zalim. (Al Baqarah: 229) Seorang produsen muslim harus berbeda dari sistem konvensional yang tidak memperdulikan batas-batas halal dan haram, mementingkan keuntungan yang maksimum semata, tidak melihat apakah produk mereka memberikan manfaat atau tidak, baik ataukah buruk, sesuai dengan nilai dan akhlak ataukah tidak, sesuai dengan norma dan etika ataukah tidak. Akan tetapi seorang muslim harus memproduksi yang halal dan tidak merugikan diri sendiri maupun masyarakat banyak, tetap dalam norma dan etika serta akhlak yang mulia. Seorang muslim tidak boleh memudharatkan diriya sendiri dan orang lain, tidak boleh memudharatkan dan saling memudharatkan dalam islam. (Ibid, Fatwa kontemporer, Jilid I, h. 645-669). Barang siap dalam Islam yang memprakasai suatu perbuatan yag buruk, maka baginya dosa dan dosa yang mengerjakannya sesudahnya, tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun. (HR. Ahmad, Muslim, Tirmidzi, NasaI, dan Ibnu Majah dari Jarir) Sangat diharamkan memproduksi segala sesuatu yang merusak akidah dan akhlak serta segala sesuatu yang menghilangkan identitas umat, merusak nilai-nilai

agama, menyibukkan pada hal-hal yang sia-sia dan menjauhkan kebenaran, mendekatkan kepada kebatilan, mendekatkan dunia dan menjauhkan akhirat, merusak kesejahteraan individu dan kesejahteraan umum. Produser hanya mementingkan kekayaan uang dan pendapatan yang maksimum semata, tidak melihat halal dan haram serta tidak mengindahkan aturan dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh agama. (Muhammad. 2004).

HIKMAH Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa bahwa norma dan etika seorang produsen muslim adalah: 1. Norma Produsen Muslim y Menghindari sifat tamak dan rakus y Tidak melampaui batas serta tidak berbuat zhalim y Harus memperhatikan apakah produk itu memberikan manfaat atau tidak, baik ataukah buruk, sesuai dengan nilai dan akhlak ataukah tidak, sesuai dengan norma dan etika ataukah tidak. y Seorang muslim harus memproduksi yang halal dan tidak merugikan diri sendiri maupun masyarakat banyak, tetap dalam norma dan etika serta akhlak yang mulia. 2. Etika Produsen Muslim y Memperhatikan halal dan haram. y Tidak mementingkan keuntungan semata. y diharamkan memproduksi segala sesuatu yang merusak akidah dan akhlak serta segala sesuatu yang menghilangkan identitas umat, merusak nilai-nilai agama, menyibukkan pada hal-hal yang sia-sia dan menjauhkan kebenaran, mendekatkan kepada kebatilan, mendekatkan dunia dan menjauhkan akhirat, merusak kesejahteraan individu dan kesejahteraan umum.

Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa bahwa norma dan etika seorang produsen muslim adalah: 1. Norma Produsen Muslim y Menghindari sifat tamak dan rakus y Tidak melampaui batas serta tidak berbuat zhalim y Harus memperhatikan apakah produk itu memberikan manfaat atau tidak, baik ataukah buruk, sesuai dengan nilai dan akhlak ataukah tidak, sesuai dengan norma dan etika ataukah tidak. y Seorang muslim harus memproduksi yang halal dan tidak merugikan diri sendiri maupun masyarakat banyak, tetap dalam norma dan etika serta akhlak yang mulia. 2. Etika Produsen Muslim y Memperhatikan halal dan haram. y Tidak mementingkan keuntungan semata. y diharamkan memproduksi segala sesuatu yang merusak akidah dan akhlak serta segala sesuatu yang menghilangkan identitas umat, merusak nilai-nilai agama, menyibukkan pada hal-hal yang sia-sia dan menjauhkan kebenaran, mendekatkan kepada kebatilan, mendekatkan dunia dan menjauhkan akhirat, merusak kesejahteraan individu dan kesejahteraan umum. Diposkan oleh Forum Komunikasi CV.Cinta Umiku di 12:24