Upload
dangtuyen
View
265
Download
19
Embed Size (px)
Citation preview
NILAI PENDIDIKAN AKHLAK TENTANG SIKAP ADIL
DALAM PERSPEKTIF AL-QUR`ÂN (Kajian Tafsir Surat
An-Nahl Ayat 90 dan Al-Maidah Ayat 8)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu
Syarat Mencapai Gelar
Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh
Resti Wahyu Susanti
1111011000050
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/2015 M
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
NILAI PEIIDIDIKAN AKHLAK TENTAIIG SIKAP ADIL DALAM
PERSPEKTIF AL-QUR'AN lfalian Tafsir Surat An-Nahl Ayat 90 dan Al-
M6'idah Ayat 8)".
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk MemenuhiPersyaratan Memperoleh Gelar Sadana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh:
Resti Wahvu Susanti
NIM: 1111011000050
Menyetujui,
Pembimbing
0^^^r'Drs. H. Achmad Gholib. M.Ae
NIP. 19541015 197902 I 001
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 Ht2015 M
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
Skripsi berjudul Nilai Pendidikan Akhlak Tentang Sikap Adil dalam
Perspektif Al-Qur'fln (Kajian Tafsir Surat An-Nahl Ayat 90 dan AI-Mfl idah
Ayat 8) disusun oleh Resti Wahyu Susanti, NIM. 1111011000050, Jurusan
Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah
sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang mundqasah sesuai
ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.
Jakarta, 2l Oktober 201 5
Yang Mengesahkan,
Pembimbing,
Drs. H. Achmad Gholib. M.As
NrP. r9s41015 197902 I 001
SURAT PENGESAIIAN PENGUJI
Skripsi dengan judul 'Nilai Pendidikan Akhlak Tentang Sikap Adil dalam
Perspel<tif Al-Qur:'0n (Kajian Tafsir Surat An-Nahl Ayat 90 dan Al-N{A'idah
Ayat 8)" di susun oleh Resti Wallu Susanti, NIM.II11011000050. Di ajul<an
kepada Falrultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) LIIN Syarif FlidayatLrllah
Jal<afia. Di nyatakan lulus dalam ujian rmrnaqasah pada tanggal 07 Januari 2016
di depan Dervan Penguji Karena ih1 penulis berhak mernperoleh gelar Sarjana
Pendidil<an Islam (S.Pd.I).
Jakarta, 07 Januari 2016
Panitia Ujian Munaqasah
Tanggal
lZ - o/ _?4 /{Ketua Panitia (Kefua Ju'r-san PAI)Dr.H. Abdul Maiid Khon M.AgNrP 19sB0707 198703 1 005
Sekretaris JurusanMarhamah Shaleh. Lc, MANIP. 19720313 200801 2 010
Penguji IDrs. Rrsydi Jamil. M.AqNIP, 19621231 199503 I 005
Pengqji IISiti Khpdiiab MANrP. 19700727 199703 2004
Dekan Fakultas I larbtyah
l2- t . zok
ll: ! : SI$
tl -t - Jol6
Mengetahui,
203 100"1
UJI REFERENSI
Seluruh referensi yang digunakan dalam penulisan skripsi yang berjudul :
"Nilai Pendidikan Akhlak tentang Sikap Adil dalam Perspektif Al-Qur'An(Kajian Tafsir Surat An-Nahl Ayat 90 dan Al-Md'Idah Ayat 8)" disusun oleh :
Nama : Resti Wahyu Susanti
NIM :lll1011000050
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Telah diuji kebenarannya oleh dosen pembimbing skripsi pada tanggal2lOktober 2015.
Jakarta, 2 1 Oktober 20 I 5
Dosen Pembimbing
@r""/Drs. H. Achmad Gholib. M.Ag
NrP. 19541015 1979021 001
Yang bertanda
Nama
NIM
Jurusan
Alamat
tangan di
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH
bawah ini:
Resti Wahyu Susanti
1111011000050
Pendidikan Agama Islam
Jl. Kapuk Raya, G. Masjid, Rt.010/003, No. 40,
: Drs. H. Achmad Gholib M,Ag
: 19541015 197902 I 001
Kelurahan. Kapuk, Kecamatan. Cengkareng, Jakarta Barat
MENYATAKAN DENGAN SE STINGGUHNYA
Bahwa skrispsi yang berjudul Nilai Pendidikan Akhlak tentang Sikap AdilPerspektif At-Qur'An (Kajian Tafsir Surat An-Nahl ayat 90 dan AI-MA'idahAyat 8) adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen :
Nama Pembimbing
NIP
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap
menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya
sendiri.
Iakarta, l2 Oktober 2015
Yang Menyatakan
i
ABSTRAK
Nama : Resti Wahyu Susanti
NIM : 1111011000050
Judul : Nilai Pendidikan Akhlak tentang Sikap Adil Perspektif Al-
Qur`ân (Kajian Tafsir Surat An-Nahl Ayat 90 dan Surat Al-
Maidah ayat 8
Al-Qur`ân diturunkan tidak hanya terbatas pada pemberi pedoman untuk satu
aspek kehidupan suatu kelompok tertentu saja, tetapi juga mencakup berbagai
aspek kehidupan manusia, baik berhubungan dengan Allah SWT, hubungan antar
manusia maupun dengan alam semesta.
Al-Qur`ân banyak mengandung tentang nilai pendidikan akhlak, seperti
perintah Allah untuk berbuat adil dalam surat an-Nahl ayat 90 dan al-Maidah ayat
8. Mengingat masih ada masalah-masalah tentang keadilan yang terjadi di bidang
hukum, bidang kesehatan, keluarga, termasuk dalam dunia pendidikan. Maka
penulis tertarik untuk menganalisis surat an-Nahl ayat 90 dan surat al-Maidah ayat
8 tentang adil.
Perumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini yaitu mengenai
bagaimana nilai pendidikan akhlak tentang sikap adil dalam prespektif al-Qur`ân
(kajian tafsir surat an-Nahl ayat 90 dan al-Mâ`idah ayat 8).
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis library research
(penelitian kepustakaan) dengan tehnik analisis deskriptif kualitatif, dengan cara
mengumpulkan data atau bahan-bahan yang berkaitan dengan tema pembahasan
dan permasalahannya, yang diambil dari sumber-sumber kepustakaan, kemudian
dianalisis dengan metode tahlilî, yaitu metode tafsir yang menjelaskan kandungan
ayat al-Qur`ân dari seluruh aspeknya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam surat an-Nahl ayat 90
mengandung nilai pendidikan akhlak tentang adil yang mencakup kedalam
seluruh bentuk keadilan termasuk keadilan terhadap diri sendiri, hukum, keadilan
terhadap keluarga, kerabat maupun musuh. Sementara dalam surat al-Mâ`idah
ayat 8 perintah Allah untuk bersikap adil dalam persaksian sekalipun terhadap
musuh.
Kata kunci : Nilai Pendidikan akhlak, Adil, Surat an-Nahl ayat 90, Surat al-
Maidah ayat 8
ii
ABSTRACT
Name : Resti Wahyu Susanti
NIM : 1111011000050
Tittle : Moral values of attitude fair Al-Qur`an Perspectives (Review
Tafsir Surah An-Nahl verse 90 and Surat Al-Maidah verse 8
The Qur'an was derived not only as guidance for an aspect of a particular
group’s life, but also covers various aspects of human life, as well as relationship
with Allah, between humans and the universe.
Many of contains in Qur`an are moral values such as justice in the surah of
an-Nahl verse 90 and al-Maidah verse 8. Observing there are still many issues in
justice happened in the area of law, health, family, and education as well. The
author interested to analyze the surah of an-Nahl verse 90 and al-Maidah verse 8
about justice.
Issues formulation raised in this study is about the moral education of fairness
in the perspective of the Qur'an (tafsir studies cover an-Nahl verse 90 and al-
Mâ`idah paragraph 8).
The method used in this research is library research with qualitative
descriptive analysis, by collecting data and references relating to the theme of the
discussion issues, which is taken from literature sources and being analyzed by
methods tahlilî, the interpretation method that explains the Qur'an content from all
aspects.
The results showed that in the letter an-Nahl verse 90 contains the fair value
of moral education that covers the whole shape of justice, including justice for
themselves, law, justice for the family, relatives and enemies. Meanwhile, in a
letter al-Mâ`idah verse 8 God's command to be fair in spite of the testimony of the
enemy.
Keywords: moral education value, Adil Surat an-Nahl verse 90, Surah al-Maidah
verse 8
iii
KATA PENGANTAR
ن الرحيمبسم اهلل الرحم
Assalamu’alaikum Warahmatullâhi Wabarakâtuh
Kiranya tiada kalimat yang pantas diucapkan selain Alhamdulillah, yang
merupakan kalimat terindah yang dapat penulis sampaikan. Segala puji hanya
bagi Allah, merupakan manifestasi rasa syukur terhadap kehadirat Ilâhi Rabbi
dengan rahmat dan hidayahnya telah menghadiahkan anugerah yan begitu
mahal nilainya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat
dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad
SAW, orang yang begitu mencintai kita sehingga diakhir hayatnya yang
beliau sebut dan kenang hanyalah kita umatnya.
Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam pada Jurusan Pendidikan Agama
Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Menyadari bahwa suksesnya penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
bukan semata-mata karena usaha penulis sendiri, melainkan tidak lepas dari
bantuan beberapa pihak, baik batuan moril ataupun materil. Oleh karena itu
sudah menjadi kepatutan untuk penulis sampaikan penghargaan yang tulus
dan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Orang tua penulis, yaitu: Bapak Heri Santoso dan Ibunda Surti
Rahayu yang telah merawat, mendidik penulis dengan tulus ikhlas,
dan mencukupi kebutuhan moril dan materil serta membimbing,
memotivasi dan mendo’akan penulis dalam menempuh langkah hidup
didunia yang sementara ini.
2. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan (FITK).
3. Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag dan Hj. Marhamah Saleh, Lc. MA
selaku ketua dan sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam. Semoga
kebijakan yang telah dilakukan selalu mengarah kepada kontinuitas
eksistensi mahasiswanya.
iv
4. Drs. H. Achmad Gholib, M.Ag selaku pembimbing skripsi yang telah
memberikan perhatian, bimbingan, nasehat, kritik dan saran, serta
motivasi yang besar dalam proses penulisan skripsi ini.
5. Hj. Marhamah Saleh, Lc, MA selaku dosen pebimbing akademik yang
telah meluangkan waktunya untuk memberikan pelayanan konsultasi
bagi penulis.
6. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang telah
memberikan ilmunya sehingga penulis dapat memahami berbagai
materi perkuliahan.
7. Staf Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dan
Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
menyediakan berbagai referensi yang menunjang dalam penulisan
skripsi ini.
8. Keluarga besar Alm. Karso Dimulyo (kakek) dan keluarga besar Alm.
Pujowinoto (kakek) yang telah memberikan pengorbanan yang tak
terhitung nilainya dan tak terbalas bagi penulis.
9. Teman-teman sejawat jurusan PAI angkatan 2011, khususnya sahabat
TWO PAI (PAI B) yang selalu ada untuk menemani membimbing dan
terus memberikan semangat kepada penulis.
10. Kepada sahabat yang selalu sedia untuk memberikan nasehat, arahan,
serta semangatnya untuk penulis, yaitu: Atik Ulfah Adawiyah, Ima
Malia, Mustika Wenny, Desni Purwanti, Syifa Aulia, Rif’ah
Awaliyah, Ade Firda Mas’ud, yang sama-sama menempuh studi pada
jurusan PAI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
11. Teman-teman Fathurrohmah Aviciena S.Pd.I, Achmad Widadi,
Uswatun Hasanah S.Pd, Nining Astriani dan Akmal Nurullah, yang
telah memberikan bimbingan, masukkan dan motivasi kepada penulis.
12. Kepada sahabat yang selalu sedia untuk memberikan nasehat, arahan,
serta semangatnya untuk penulis, yaitu: Lintang Nawang Wulan Amd,
Sumarti Amd.Keb, Wiji Lestari Amd, Turfi Yanti S.E, Nurul Ajeng
Pitaloka S.E, Neneng Winarsih dan Elina Sari, yang selalu
v
memberikan contoh dan motivasi, sekaligus sebagai keluarga bagi
penulis.
13. Semua pihak yang tidak penulis sebutkan satu persatu yang telah
berjasa membatu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Akhirnya penulis berharap semoga amal baik dari semua pihak yang
telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini mendapat balasan
pahala dan rahmat Allah SWT. Dan semoga apa yang telah ditulis dalam
skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Âmîn Yâ Robbal `Âlâmîn.
Jakarta, 15 Oktober 2015
Resti Wahyu Susanti
vi
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB–LATIN
Transliterasi kata-kata Arab yang dipakai dalam penyusunan skripsi ini
berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
1. Konsonan Tunggal
No. Huruf Arab Huruf Latin No. Huruf Arab Huruf Latin
Tidak ا 1
dilambangkan
ţ ط 16
ť ظ b 17 ب 2
‘ ع t 18 ت 3
ġ غ ś 19 خ 4
f ف j 20 ج 5
q ق h 21 ح 6
k ك kh 22 خ 7
l ل d 23 د 8
m م ż 24 ذ 9
n ن r 25 ر 10
w و z 26 ز 11
h ه s 27 س 12
` ء sy 28 ش 13
y ي ş 29 ص 14
h ة đ 30 ض 15
2. Vokal Tunggal
Tanda Huruf Latin
a ـ
i ـ
u ـ
vii
3. Vokal Rangkap
Tanda dan Huruf Huruf Latin
ai ـي
Au ــو
4. Mâdd
Harakat dan Huruf Huruf Latin
â ــا
î ــي
ȗ ــو
5. Tâ’ Marbuţah
Tâ’ Marbuţah hidup translitrasinya adalah /t/.
Tâ’ Marbuţah mati transliterasinya adalah /h/.
Jika pada suatu kata yang akhir katanya adalah Tâ’ Marbuţah diikuti oleh
kaya sandang al, serta kata kedua itu terpisah maka Tâ’ Marbuţah itu
ditransliterasikan dengan /h/.
Contoh:
اتانويالح ةيقدح = hadîqat al-hayawânât atau hadîqatul hayawânât
يةائدحإبال ةسردالم = al-madrasat al-ibtidâ`iyyâh atau al-madrasatul
ibtidâ`iyyâh
6. Syaddah (Tasydîd)
Syaddah/tasydid ditransliterasikan dengan huruf yang sama dengan huruf
yang diberi tanda syaddah (digandakan).
Ditulis ‘allama علم
Ditulis yukarriru يكرر
7. Kata Sandang
a. Kata sandang diikuti oleh huruf Syamsiyah ditransliterasikan dengan
huruf yang mengikuti dan dihubungkan dengan kata sambung/hubung.
viii
Contoh:
aş-şalâtu = الصالة
b. Kata sandang diikuti dengan hufuf Qamariyah ditransliterasikan sesuai
dengan bunyinya. Contoh:
الفلك = al-falaqu
8. Penulisan Hamzah
a. Bila hamzah terletak di awal kata, maka ia tidak dilambangkan dan ia
seperti alif, contoh:
أكلث = akaltu أوجي = ȗtiya
b. Bila di tengah dan di akhir, ditransliterasikan dengan aprostof, contoh:
syai`un = شيئ ta’kulȗna = جأكلون
9. Huruf Kapital
Huruf kapital dimulai pada awal nama diri, nama tempat, bukan pada kata
sandangnya. Contoh:
al-Qur`ân = القرآن
al-Madînatul Munawwarah = المدينة المنورة
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
UJI REFENSI
LEMBAR PERNYATAAN
ABSTRAK ...................................................................................................... i
ABSTRACT .................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................. 7
C. Pembatasan Masalah ................................................................ 8
D. Perumusan Masalah .................................................................. 8
E. Tujuan Penelitian ...................................................................... 8
F. Manfaat Penelitian .................................................................... 9
BAB II LANDASAN TEORI
A. Acuan Teori .............................................................................. 10
1. Nilai Pendidikan Akhlak
a. Pengertian Nilai Pendidikan Akhlak ............................. 10
b. Sumber-Sumber Pendidikan Akhlak ............................. 15
c. Tujuan dan Manfaat Pendidikan Akhlak ....................... 18
2. Adil dalam Al-Qur’an
a. Pengertian Adil .............................................................. 21
b. Ragam Makna Adil ........................................................ 23
c. Macam-Macam Adil ...................................................... 25
d. Manfaat Bersikap Adil ................................................... 28
B. Penelitian yang Relevan ........................................................... 28
x
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Objek dan Waktu Penelitian ..................................................... 31
B. Metode Penelitian ..................................................................... 31
C. Fokus Penelitian ....................................................................... 33
D. Prosedur Penelitian ................................................................... 33
BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Tafsir Surat An-Nahl Ayat 90 dan Al-Maidah Ayat 8 ............. 36
1. Tafsir Surat An-Nahl Ayat 90
a. Teks Ayat dan Terjemahnya ......................................... 36
b. Sejarah Surat An-Nahl .................................................. 36
c. Mufradat ....................................................................... 37
d. Tafsir Surat An-Nahl Ayat 90 ...................................... 39
2. Tafsir Surat Al-Maidah Ayat 8
a. Teks Ayat dan Terjemahnya ......................................... 46
b. Sejarah Surat Al-Maidah Ayat 8 .................................. 47
c. Mufradat ....................................................................... 47
d. Tafsir Surat Al-Maidah Ayat 8 ..................................... 48
B. Analisis Nilai Pendidikan Adil dalam Surat An-Nahl Ayat 90
dan Al-Maidah Ayat 8 .............................................................. 54
1. Analisis Nilai Pendidikan Adil dalam Surat An-Nahl
Ayat 90 ............................................................................... 54
2. Analisis Nilai Pendidikan Adil dalam Surat Al-Maidah
Ayat 8 ................................................................................. 58
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................... 61
B. Saran ......................................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 64
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
“Al-Qur`ân adalah kalam atau Firman Allah yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad SAW yang pembacaannya merupakan suatu ibadah”.1 Al-
Qur`ân adalah sumber utama dalam ajaran Islam dan merupakan pedoman
hidup bagi setiap muslim. Al-Qur`ân bukan sekedar memuat petunjuk tentang
hubungan manusia dengan Tuhannya, tetapi juga mengatur hubungan
manusia dengan sesamanya, bahkan hubungan manusia dengan alam yang
ada disekitarnya.
Al-Qur`ân menyimpan berbagai mutiara yang sangat berharga dan jika
dianalisis lebih mendalam akan sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Diantara mutiara tersebut yaitu tentang pendidikan akhlak yang baik. Untuk
mengetahui pendidikan akhlak yang terkandung dalam al-Qur`ân kita harus
memahami isi al-Qur`ân dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari
dengan sungguh-sungguh.
Perhatian al-Qur`ân terhadap pendidikan akhlak dapat dibuktikan dengan
adanya beberapa hal penting, sebagaimana pendapat Abudin Nata sebagai
berikut: 1. Dalam al-Qur`ân menyebutkan tentang berbagai macam perbuatan
yang baik dan perbuatan yang buruk. 2. Salah satu tujuan al-Qur`ân yaitu
membimbing manusia agar berakhlak yang baik dan menjauhi akhlak yang
buruk. Al-Qur`ân telah memberikan cara-cara melaksanakannya melalui
sosok para nabi dan rasul serta orang-orang teladan yang terdapat dalam al-
Qur`ân. 3. Al-Qur`ân menjelaskan serta memberikan dorongan berupa pahala
bagi orang yang berakhlak mulia dan siksa bagi orang yang berakhlak buruk.2
1Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an,Terj. Mudzakir, (Jakarta: Pustaka Litera
Antar Nusa, 2011), h. 17.
2Abuddin Nata, Pendidikan dalam Perspektif al-Qur’an, (Jakarta: UIN Press, 2005), cet. 1, h.
84.
2
Pendidikan akhlak dalam Islam sudah tertulis jelas didalam surat al-
Qalam ayat 4:
“dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”. Demikian pula diutusnya Nabi Muhammad SAW yaitu untuk
memperbaiki dan menyempurnakan akhlak yang mulia. Salah satu
pendidikan akhlak yang Rasulullah serukan kepada umat manusia yaitu
berlaku adil. Beliau mengajak umat manusia untuk berhias diri dengan
keadilan agar tercipta rasa saling mencintai antar sesama umat manusia.
Beliau bersabda :
Dari Abdullah bin Amr bin Ash RA, ia berkata bahwa Rasulullah SAW
bersabda, “sesungguhnya orang-orang yang berlaku adil di sisi Allah
laksana berada di atas mimbar yang terbuat dari cahaya. Mereka itu orang-
orang yang berlaku adil dalam memberikan hukum kepada keluarga dan
rakyat yang mereka kuasai (perintah)”. (HR Muslim)3
Manusia adalah makhluk sosial yang selalu hidup bersama dalam suatu
komunitas masyarakat dengan jangka hidup dan waktu yang tidak sebentar.
Sebagai mahkluk sosial, manusia harus bisa berinteraksi dengan manusia
lainnya di mana pun dia berada, baik dilingkungan keluarga,
madrasah/sekolah maupun di lingkungan masyarakat sekitar karena manusia
tidak dapat hidup sendiri, mengingat ia bukanlah makhluk individual.
Sehingga masih sering terjadi konflik sosial di antara mereka, seperti
memunculkan tindakan-tindakan yang menyimpang dari nilai-nilai dan
3Imam Nawawi, Shahih Riyadhush-Shalihin I, Terj. dari Riyadhush-Shalihin oleh Team KMCP,
(Jakarta: Pustaka Azam, 2008), h.516-517
3
norma-norma yang berlaku di masyarakat serta tidak sesuai dengan akhlak
terpuji. Dalam menindak lanjuti penyimpangan tersebut masyarakat tidak
boleh main hakim sendiri, hakim harus memutuskan dengan sikap adil. Oleh
karenanya keadilan dalam kehidupan sangatlah penting untuk ditegakkan.
Hidup manusia memiliki dua peraturan yang harus dipatuhi yaitu
ketentuan syariat ajaran Islam dan peraturan dari pemerintah melalui UUD.
Siapa saja yang melanggar syariat Islam maka ia akan mendapat balasan dari
Allah SWT dan siapa saja yang melanggar aturan UUD maka ia akan
mendapatkan sanksi.
Meskipun UUD telah ditetapkan namun masih saja terdapat kasus hukum
yang dirasakan tidak adil. Baru-baru ini terdapat putusan hakim yang
dirasakan oleh masyarakat tidak adil, seperti dikutip dari sumber berita
Trimbun Nasional “persidangan gugatan perdata senilai Rp 7,9 triliun dalam
kasus kebakaran hutan dan lahan di konsesi PT BMH yang digelar Rabu
(30/12/2015), majelis hakim menyatakan bahwa gugatan pemerintah
ditolak”.4 Sementara pada “kasus Asyani dijatuhkan vonis satu tahun penjara
dengan masa percobaan 15 bulan kepada nenek Asyani karena kasus
pencurian 7 batang kayu milik Perum Perhutani setempat”.5 Kedua contoh
kasus hukum tersebut dirasakan tidakadil oleh masyarakat. Sebagai hakim
yang adil seharusnya dapat memutuskan sesuai denga peraturan yang telah
ditetapkan.
Keadilan adalah sesuatu yang abstrak, karena kata adil sulit untuk
diungkapkan dan dideskripsikan. Terkadang makna adil dikaitkan dengan
hukum, memberikan sesuatu sesuai hak-hak setiap individu, tidak berat
sebelah atau tidak memihak kepada salah satu pihak, mengetahui hak dan
kewajiban, mengerti mana yang benar dan yang salah, bertindak jujur dan
4Srihandriatmo Malau, Trimbun News Putusan Hakim Parlas Nababan (5 Januari 2016),
diakses pada hari sabtu (9-1-2016) pukul 08.00,
(http://m.trimbunnews.com/nasional/2016/01/05dpr-menilai-putusan-hakim-parlas-nababan-tak-
adil-bagi-masyarakat-korban-pembakaran-lahan)
5Siwi Yunita Cahyaningrum, Putusan Vonis Nenek Asyani (23-04-2015diakses pada hari sabtu
(9-1-2016) pukul 08.10 (http://m.trimbunnews.com/regional/2015/04/23/divonis-bersalah-nenek-
asyani-tidak-adil-pak-hakim)
4
tetap menurut peraturan yang telah ditetapkan. Keadilan merupakan nilai-nilai
kemanusiaan asasi dan menjadi pilar bagi berbagai aspek kehidupan, baik
individual, keluarga, dan masyarakat.
Adil juga merupakan satu kata yang mudah diucapkan, tetapi berat untuk
ditegakkan. Kata ini berbentuk kata benda tetapi maknanya adalah kata kerja
yang mempunyai berbagai macam pengertian. Hal ini mengindikasikan
adanya perintah untuk menegakkan dan berlaku adil kepada setiap orang.
Selain masalah keadilan dalam bidang hukum seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya keadilan juga banyak terjadi di dalam dunia
pendidikan. Di Indonesia memperoleh pendidikan diwajibkan bagi setiap
orang selama 12 tahun dari mulai tingkatan SD/MI (6 tahun), SMP/MTS (3
tahun), SMA/MA (3 tahun). Sebagaimana telah tercantum pada UUD 1945
pasal 31 ayat 1 dan 2, Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan
setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya.6 Tetapi pada kenyataannya didalam penerapan pemerataan
wajib belajar yang diterapkan oleh pemerintah itu sendiri belumlah merata,
kita dapat melihat masih ada orang-orang yang belum pernah merasakan
pendidikan. Hal ini dikarenakan biaya hidup yang tinggi dan biaya sekolah
yang masih belum bisa dijangkau oleh sebagian orang.
Di daerah pedalaman pedesaan pendidikan juga belum bisa merata,
mungkin hanya sebagian orang yang bisa merasakannya. Padahal banyak
anak-anak di daerah pedalaman atau daerah perbatasan yang membutuhkan
pendidikan formal. Untuk sampai kesekolah dan belajar mereka harus rela
berjalan melewati hutan dan menyebrangi sungai yang jaraknya sangat jauh
dari tempat tinggalnya.
Selain pemerataan permerintah sebaiknya juga memperhatikan
penyamarataan dunia pendidikan. Masih ada beberapa lembaga pendidikan
yang berbeda antara satu dengan lain, yang dikenal dengan sekolah unggulan
dan non unggulan. Hal ini bisa terjadi karena adanya perbedaan yang sangat
6Redaksi Blue Shop Media, UUD’45 & Perubahannya, (Jakarta: Blue Shop Media, 2010), cet.
1, h. 54.
5
mencolok dari lembaga itu sendiri yaitu dari segi fisik bangunan, sarana dan
prasarana serta kelengkapan didalam penunjang pembelajaran. Sebaiknya
pemerintah dalam hal ini perlu melakukan penyamarataan dalam pendidikan
antara satu dengan yang lain agar tidak terlihat seperti ada kasta-kasta
didalam dunia pendidikan. Sehingga setiap orang dapat merasakan
pendidikan dengan kualitas yang baik. Sebagaimana terdapat dalam Pasal 5
ayat (1), (3) dan (5) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, secara umum menjelaskan bahwa setiap warga negara
memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Setiap
warga negara berhak untuk mendapatkan kesempatan meningkatkan
pendidikan sepanjang hidup.7
Sebaiknya pemerintah dapat mengambil langkah cepat dalam mengatasi
persoalan-persoalan ketidakadilan didalam dunia pendidikan di Indonesia.
Usaha yang telah dilakukan pemerintah antara lain dengan memberikan dana
BOS, beasiswa untuk peserta didik miskin serta Kartu Jakarta Pintar. Namun
usaha-usaha tersebut justru menimbulkan ketidakadilan, seperti dalam
pelaksanaannya masih ada kesalahan dalam pendataan pemberian beasiswa
maupun KJP. Masih ada beasiswa yang diberikan tidak hanya kepada orang
yang tidak mampu tetapi juga kepada yang mampu, bahkan masih ada peserta
didik tidak mampu yang tidak mendapatkan bantuan. Sebagaimana
penjelasan Gubernur DKI Jakarta “penerima KJP meleset 19,4 persen dari
total 405 ribu penerima KJP tahun 2013. Hal ini terjadi karena penerima KJP
ternyata tidak sesuai dengan kriteria penerima KJP sesuai dengan Juknis
(petunjuk teknis) KJP”.8
Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa ajaran Islam menyerukan untuk
berlaku adil, apalagi menyangkut pendidikan yang merupakan suatu hal
penting bagi setiap orang. Keadilan itu sendiri merupakan salah satu sifat
7Dihimpun oleh Redaksi Sinar Grafika, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional: (UU RI
No. 20 Tahun 2003), (Jakarta: Redaksi Sinar Grafika, 2013), h. 8.
8Widi Ananta, Kartu Jakarta Pintar, (Jakarta: Liputan 6, 01 April 2014), diakses pada tanggal
22-Juni-2015, 10.00, (http://news.liputan6.com/read/2030729/tuntaskan-masalah-kjp-ahok-
gandeng-icw-dan-kpk)
6
yang harus ada pada setiap orang. Karena jika ia mampu berlaku adil untuk
dirinya, maka ia akan mampu berlaku adil untuk orang lain.
Di dalam al-Qur`ân terdapat ayat-ayat yang membahas tentang perbuatan
adil, diantaranya yaitu firman Allah dalam surat an-Nahl ayat 90 :
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat
kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari
perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran
kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”.
Ayat diatas menerangkan tentang berlaku adil dalam bersikap, ucapan
dan tindakan terhadap diri sendiri maupun orang lain. Ayat diatas dinilai oleh
para mufassir sebagai ayat yang sempurna dalam penjelasan segala aspek
kebaikan. Sebagaimana pendapat Ath-Thabari yang dikutip oleh Muhammad
Ahmad Isawi, bahwa:
Ibnu Humaid menceritakan kepada kami, ia berkata: Jarir menceritakan
kepada kami dari Manshur dari Asy-Sya’bi dari Syutair bin Syakl, ia
berkata: Aku mendengar Abdullah berkata, Sesungguhnya ayat yang
paling lengkap dalam al-Qur`ân tentang kebaikan atau keburukan adalah
surah an-Nahl نإن اهلل يأمربالعدل والإحس (Sesungguhnya Allah menyuruh
[kamu] berlaku adil dan berbuat kebajikan).9
Mempelajari ayat tersebut sangat penting untuk dijadikan sebagai
pedoman bagi kita semua dalam perbuatan dan pembinaan akhlak mulia.
Karena pada dasarnya manusia merupakan homo educandum atau manusia
yang dapat dididik dan mempunyai akal pikiran, sehingga manusia dapat
melaksanakan akhlak mahmudah (apa yang diperintahkan) dan menjauhi
akhlak mażmumah (apa yang dilarang) oleh Allah SWT. Mengaplikasikan
nilai-nilai luhur agama mutlak diperlukan dalam setiap sendi kehidupan,
sehingga dapat berguna bagi sesama manusia dalam upaya mencapai ridho
9Muhammad Ahmad Isawi, Tafsir Ibnu Mas’ud: Studi tentang Ibnu Mas’ud dan Tafsirnya,
Terj. Ali Murtadho Syahudi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), cet. 1, h. 644.
7
Allah. Begitupun ayat diatas perlu diaplikasikan agar manusia dapat berbuat
adil dalam setiap sendi kehidupan baik dari sikap, ucapan dan tidakan.
Selain surat an-Nahl ayat 90 masih banyak lagi surat dan ayat yang
membahas tentang keadilan. Diantaranya yaitu surat al-Mâ`idah ayat 8
sebagai berikut:
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang
yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan
adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum,
mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu
lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya
Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti
lebih jauh nilai-nilai pendidikan akhlak tentang adil yang terdapat dalam surat
an-Nahl ayat 90. Oleh karena itu penulis akan membahasnya dengan judul
“Nilai Pendidikan Akhlak Tentang Sikap Adil dalam Perspektif Al-
Qur`ân (Kajian Tafsir Surat An-Nahl Ayat 90 dan Al-Mâ`idah Ayat 8)”.
B. Identifikasi Masalah
1. Masih ada orang yang belum memahami makna dari nilai pendidikan
akhlak tentang sikap adil dalam perspektif al-Qur`ân, seperti yang
terkandung dalam surat an-Nahl ayat 90 dan al-Mâ`idah ayat 8.
2. Masih ada masalah-masalah tentang keadilan yang terjadi di bidang
hukum dan dalam dunia pendidikan.
3. Ketidakadilan dalam dunia pendidikan salah satunya tidak meratanya
bantuan untuk infrastruktur yang memadai dan tidak meratanya beasiswa
untuk siswa kurang mampu.
8
C. Pembatasan Masalah
Pembahasan tentang adil sangat banyak dan aspek-aspek yang terkait
dengannya sangat luas. Seperti berlaku adil ketika menjadi seorang
pemimpin, menegakkan hukum, melerai dua orang yang berselisih sehingga
tidak memihak kepada salah satu dari keduanya, menjadi saksi.
Berdasarkan identifikasi masalah di atas penulis akan membatasi pada
penafsiran surat an-Nahl ayat 90 dan surat al-Mâ`idah ayat 8 untuk
mengetahui makna adil yang terkandung didalamnya. Maka permasalahan
pada penelitian ini akan dibatasi pada “Nilai Pendidikan Akhlak Tentang
Sikap Adil dalam Prespektif Al-Qur`ân (Kajian Tafsir Surat an-Nahl ayat 90
dan al-Mâ`idah ayat 8)”.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka penulis merumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana nilai pendidikan akhlak tentang sikap adil dalam prespektif al-
Qur`ân (kajian tafsir surat an-Nahl ayat 90)?
2. Bagaimana nilai pendidikan akhlak tentang sikap adil dalam prespektif al-
Qur`ân (kajian tafsir surat al-Mâ`idah ayat 8)?
E. Tujuan Penelitian
Secara sederhana, tujuan merupakan target yang diharapkan akan
tercapai setelah melakukan sebuah pekerjaan tertentu. Jika target itu tercapai,
maka pekerjaan tersebut layak dikatakan berhasil. Adapun tujuan dari
penulisan skripsi ini, diantaranya untuk:
1. Mengetahui nilai pendidikan akhlak adil prespektif al-Qur`ân (kajian
tafsir surat an-Nahl ayat 90).
2. Mengetahui nilai pendidikan akhlak adil prespektif al-Qur`ân (kajian
tafsir surat al-Mâ`idah ayat 8).
9
F. Manfaat Hasil Penelitian
1. Dapat mempelajari dan memahami al-Qur`ân sebagai petunjuk dan
pedoman hidup manusia agar ajaran-ajarannya dapat direalisasikan dalam
sikap dan tingkah laku sehari-hari.
2. Memberikan pengetahuan yang lebih mendalam tentang nilai pendidikan
akhlak adil prespektif al-Qur`ân.
3. Sebagai referensi bagi masyarakat untuk mengkaji nilai pendidikan akhlak
adil prespektif al-Qur`ân, serta membuka kemungkinan adanya penelitian
lebih lanjut dan peninjauan kembali dari hasil penelitian ini.
4. Untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Program Strata Satu
(S-1) pada Jurusan Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
10
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Acuan Teori
1. Nilai Pendidikan Akhlak
a. Pengertian Nilai Pendidikan Akhlak
Istilah nilai pendidikan akhlak terdiri dari tiga kata yaitu nilai,
pendidikan dan akhlak. Agar bisa memahami lebih dalam maka
penulis akan sampaikan uraian arti dari masing-masing kata tersebut.
Kata nilai dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti “harga
atau sifat-sifat hal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan”.1
Sedangkan menurut Moh. Toriquddin “nilai merupakan sesuatu yang
menarik bagi kita, sesuatu yang kita cari, sesuatu yang menyenangkan,
singkatnya sesuatu yang baik. Nilai selalu mempunyai konotasi
positif”.2 Nilai sendiri berasal dari bahasa inggris value termasuk
bidang kajian filsafat. Persoalan tentang nilai dibahas dan dipelajari
salah satu cabang filsafat yaitu filsafat nilai (Axiology Theory of
Value). Aksiologi merupakan suatu pendidikan yang menguji dan
mengintegrasikan semua nilai berupa tindakan moral dan estetika
dalam kehidupan manusia, selanjutnya nilai tersebut ditanamkan
dalam kepribadian anak.3 Filsafat juga sering diartikan sebagai ilmu
tentang nilai-nilai.
Sesuatu itu mengandung nilai artinya ada sifat atau kualitas yang
melekat pada sesuatu itu. Nilai adalah harga atau kualitas sesuatu.
Artinya, sesuatu dianggap memiliki nilai apabila sesuatu tersebut
secara instrinsik memang berharga. Salah satu cara yang sering
1Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa: Edisi
Keempat, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2012), cet. 4, h. 963.
2Moh. Toriquddin, Sekularitas Tasawuf : Membumikan Tasawuf dalam Dunia Modern,
(Yogyakarta: UIN-Malang Press, 2008), cet. 1, h. 3.
3Jalaluddin & Abdullah, Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat dan Pendidikan, (Jakarta: PT.
Gaya Media Pratama, 2012), cet. 2, h. 125-126.
11
digunakan untuk menjelaskan apa itu nilai adalah
memperbandingkannya dengan fakta.4
Nilai dapat dipandang sebagai sesuatu yang berharga, memiliki
kualitas, baik itu kualitas tinggi atau kualitas rendah. Dari uraian-
uraian pengertian nilai diatas, maka Notonegoro sebagaimana dikutip
oleh Kaelan, menyebutkan adanya 3 macam nilai, yaitu sebagai
berikut :
1) Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan
jasmani manusia.
2) Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk
dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas.
3) Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna untuk rohani
manusia. Nilai kerohanian meliputi sebagai berikut:
a) Nilai kebenaran yang bersumber pada akal (rasio, budi, cipta
manusia).
b) Nilai keindahan atau nilai estetis yang bersumber pada unsur
perasaan (emotion) manusia.
c) Nilai kebaikan atau nilai yang bersumber pada unsur kehendak
manusia.
d) Nilai religius yang merupakan nilai kerohanian tertinggi dan
mutlak. Nilai religius ini bersumber kepada kepercayaan atau
keyakinan manusia.5
Sesuai dengan penjelasan di atas maka penulis dapat memahami
bahwa nilai ialah suatu hal yang menjadi ukuran atas suatu tindakan.
Nilai dapat dipandang sebagai sesuatu yang berharga, memiliki
kualitas, baik itu kualitas tinggi atau kualitas rendah.
Selanjutnya pengertian pendidikan, menurut Yatimin Abdullah
“pendidikan berasal dari kata didik, yaitu memelihara dan memberi
latihan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Dalam arti luas
pendidikan baik formal maupun informal meliputi segala hal yang
memperluas pengetahuan manusia tentang dirinya sendiri dan tentang
dunia tempat mereka hidup”.6
4Moh. Toriquddin, op.cit., h. 4.
5Kaelan, Pendidikan Pancasila, (Yogyakarta: Paradigma, 2008), cet. 9, h. 89.
6M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif al-Qur‟an, (Jakarta: Amzah, 2007), cet.
1, h. 21.
12
Menurut Sudirman sebagaimana di kutip oleh Hasbullah
menjelaskan bahwa:
Dalam arti sederhana pendidikan sering diartikan sebagai usaha
manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai
di dalam masyarakat dan kebudayaan. Dalam perkembangannya,
istilah pendidikan atau pedagogie berarti bimbingan atau
pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar
ia menjadi dewasa. Selanjutnya, pendidikan diartikan sebagai usaha
yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang lain agar
menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan
yang lebih tinggi dalam arti mental.7
Menurut Ahmad Tafsir pendidikan ialah “pengembangan pribadi
dalam semua aspeknya, dengan penjelasan bahwa yang dimaksud
pengembangan pribadi ialah yang mencakup pendidikan oleh diri
sendiri, pendidikan oleh lingkungan, dan pendidikan oleh orang lain
(guru). Seluruh aspek mencakup jasmani, akal, dan hati”.8
Menurut Mortiner J. adler sebagaimana dikutip oleh Arifin,
mengatakan bahwa pendidikan adalah “proses dengan mana semua
kemampuan manusia (bakat dan kemampuan yang diperoleh) yang
dapat dipengaruhi oleh pembiasaan, disempurnakan dengan
kebiasaan-kebiasaan yang baik melalui sarana yang secara artistik
dibuat dan dipakai oleh siapapun untuk membantu orang lain atau
dirinya sendiri mencapai tujuan yang ditetapkan, yaitu kebiasaan yang
baik”.9
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mendefinisikan pendidikan
sebagai “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
7Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan,(Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2013), cet. 11, h. 1.
8Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2007), cet. 7, h. 26.
9M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 1987), cet. 1, h. 11.
13
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara”.10
Dari definisi-definisi di atas, penulis dapat memahami bahwa
pendidikan adalah usaha yang dilakukan secara sadar oleh pendidik
untuk mengembangkan jasmani dan rohani peserta didik melalui
kegiatan bimbingan, pengajaran, atau latihan menuju terbentuknya
kepribadian dalam diri peserta didik menuju peranannya dimasa yang
akan datang, agar nantinya peserta didik menjadi manusia yang
bertanggung jawab.
Beralih ke definisi akhlak. M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa
dalam “kamus besar bahasa Indonesia, kata akhlak diartikan sebagai
budi pekerti atau kelakuan”.11
Jamil Shaliba sebagaimana dikutip oleh
Moh. Ardani menjelaskan bahwa “kata akhlak berasal dari bahasa
Arab yang berarti perangai, tabiat, watak dasar kebiasaan, sopan dan
santun agama”.12
Dedi Supriyadi menjelaskan dalam bukunya Pengantar Filsafat
Islam, bahwa:
Menurut etimologi, kata akhlak berasal dari bahasa Arab ( اخالق)
bentuk jamak dari mufradnya khuluq (خلق( yang artinya budi
pekerti. Sinonimnya adalah etika dan moral. Etika berasal dari
bahasa latin, yaitu etos yang berarti kebiasaan. Sedangkan moral
berasal dari kata mores yang berarti kebiasaannya. Menurut
terminology, kata budi pekerti terdiri atas budi dan pekerti. Budi
ialah yang ada pada manusia, berhubungan dengan kesadaran, dan
didorong oleh pemikiran, rasio, yang disebut karakter. Sedangkan
pekerti ialah apa yang terlihat pada manusia karena didorong oleh
perasaan hati, yang disebut behaviour. Jadi, budi pekerti adalah
perpaduan dari hasil rasio dan rasa yang bermanifestasi pada
tingkah laku manusia.13
10Dihimpun oleh Redaksi Sinar Grafika, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional: (UU RI
No. 20 Tahun 2003), (Jakarta: Redaksi Sinar Grafika, 2013), h. 3.
11M.Quraish Shihab, Wawasan al-Qur‟an: Tafsir Maudhu‟i atas Pelbagai Persoalan
Umat,(Bandung: Mizan, 1996), cet. 6, h. 253.
12Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf: Nilai-nilai Akhlak/Budi Pekerti dalam Ibadat dan Tasawuf,
(Jakarta: Karya Mulia, 2005), cet. 2, h. 25.
13Dedi Supriyadi, Pengantar Filsafat Islam:Lanjutan Teori dan Praktik, (Bandung: CV.Pustaka
Setia, 2010), cet. 1, h. 91.
14
Pengertian akhlak menurut istilah yang dikemukakan oleh para
tokoh, antara lain:
Menurut konsepsi Ibn Maskawaih yang dikutip oleh Ahmad
Daudy, akhlak adalah “suatu sikap mental (hâlun li al- nafs) yang
mendorongnya untuk berbuat, tanpa berpikir dan pertimbangan.
Keadaan atau sikap jiwa ini terbagi kepada dua: ada yang berasal dari
watak dan ada yang berasal dari kebiasaan dan latihan”.14
Imam al-Ghazali sebagaimana yang dikutip oleh Mahjuddin
mengatakan bahwa :
Akhlak adalah suatu sifat yang tertanam pada jiwa (manusia), yang
dapat melahirkan suatu perbuatan yang gampang dilakukan; tanpa
melalui maksud untuk memikirkan (lebih lama). Maka jika sifat
tersebut melahirkan suatu tindakan yang terpuji menurut ketentuan
akal dan norma agama, dinamakan akhlak terpuji. Tetapi manakala
ia melahirkan tindakan yang jahat, maka dinamakan akhlak yang
buruk.15
Menurut Abuddin Nata: Akhlak adalah perbuatan yang timbul
dari dalam diri seseorang yang telah mendarah daging dan melekat
dalam jiwa, maka pada saat akan mengerjakan perbuatan tersebut
sudah tidak lagi memerlukan pertimbangan dan pemikiran.16
Menurut Abdul Hamid yang dikutip oleh Yatimin Abdullah:
“Akhlak ialah ilmu tentang keutamaan yang harus dilakukan dengan
cara mengikutinya sehingga jiwanya terisi dengan kebaikan, dan
tentang keburukan yang harus dihindarinya sehingga jiwanya kosong
(bersih) dari segala bentuk keburukan”.17
Sedangkan menurut Hamzah Ya‟qub yang dikutip oleh Yatimin
Abdullah: “Akhlak adalah ilmu yang menentukan batas antara baik
14Ahmad Daudy, Kuliah Filsafat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), cet. 3, h.61.
15
Mahjuddin, Akhlak Tasawuf I Mu‟jizat Nabi, Karamah Wali, dan Ma‟rifah Sufi, (Jakarta:
Kalam Mulia, 2009), cet. 1, h. 4.
16Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), cet. 13, h.
4.
17M. Yatimin Abdullah, op.cit., h. 3
15
dan buruk, terpuji dan tercela, tentang perkataan atau perbuatan
manusia lahir dan batin”.18
Apabila diperhatikan dengan seksama, terlihat bahwa seluruh
definisi akhlak yang telah dijelaskan di atas tidaklah bertentangan,
melainkan saling melengkapi, yakni suatu sikap yang tertanam kuat
dalam jiwa yang terlihat dalam perbuatan lahiriah, sikap tersebut
dilakukan tanpa memerlukan pemikiran lagi karena sudah menjadi
sebuah kebiasaan.
Akhlak merupakan kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan
antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan, dan kebiasaan yang
membentuk suatu kesatuan tindakan akhlak yang dihayati dalam
kenyataan hidup keseharian. Dari kelakuan itu lahirlah perasaan moral
yang terdapat di dalam diri manusia sebagai fitrah, sehingga mampu
membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang
bermanfaat dan mana yang tidak bermanfaat.
Dari definisi nilai, pendidikan dan akhlak di atas, maka dapat
dikatakan bahwa pengertian nilai pendidikan akhlak ialah suatu hal
yang menjadi ukuran atas suatu tindakan yang dilakukan oleh
pendidik untuk membentuk budi pekerti yang baik pada peserta didik
dengan dasar al-Qur`ân dan al-Hadis Rasulullah sehingga terbentuk
manusia yang taat kepada Allah SWT.
b. Sumber-Sumber Pendidikan Akhlak
1) Al-Qur`ân
Al-Qur`ân adalah kitab suci yang diturunkan Allah kepada Nabi
Muhammad SAW sebagai petunjuk bagi umat manusia.
Sebagaimana firman Allah SWT surat al-Baqarah ayat 185 di bawah
ini:
18Ibid.
16
....
“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan
(permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara
yang hak dan yang bathil)”. Al-Qur`ân merupakan sumber utama pendidikan akhlak dalam
Islam, sebagaimana pendapat Mohammad Daud Ali yang
menjelaskan bahwa:
Al-Qur`ân adalah sumber agama (juga ajaran) Islam yang pertama
dan utama menurut keyakinan umat Islam yang diakui
kebenarannya oleh penelitian ilmiah, al-Qur`ân adalah kitab suci
yang memuat firman-firman (wahyu) Allah, sama benar dengan
yang disampaikan oleh Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad
sebagai Rasul Allah sedikit demi sedikit selama 22 tahun 2 bulan
22 hari, mula-mula di Mekkah kemudian di Madinah. Tujuannya
untuk menjadi pedoman atau petunjuk bagi umat manusia dalam
hidup dan kehidupannya mencapai kesejahteraan di dunia ini dan
dikebahagiaan di akhirat kelak.19
Sedangkan Muhammad Alim menjelaskan bahwa kitab Suci al-
Qur`ân mempunyai isi kandungan yang terdiri dari tiga kerangka
besar, yaitu: pertama, soal akidah. Kedua, soal syariah. Ini terbagi
menjadi dua pokok, yaitu ibadah, hubungan manusia dengan Allah
dan mu‟âmalah, hubungan manusia dengan sesama manusia. Ketiga,
soal akhlak yaitu etika, moralitas, budi pekerti dan segala sesuatu
yang termasuk didalamnya.20
Al-Qur`ân menduduki posisi terdepan dalam pengambilan
sumber-sumber pendidikan termasuk pendidikan akhlak. Segala
proses dan kegiatan pendidikan akhlak haruslah senantiasa
berorientasi kepada prinsip-prinsip dan nilai-nilai al-Qur`ân.
19Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT.Raja Grafindo, 2008), h. 93.
20
Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam: Upaya Pembentukan Pemikiran dan
Kepribadian Muslim, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), cet. 2, h.180.
17
2) Al-Hadis
Sumber pendidikan akhlak setelah al-Qur`ân adalah al-Hadis.
Sebagaimana pendapat Mohammad Daud Ali yang mengatakan
bahwa “al-Hadis adalah sumber kedua agama (juga ajaran) Islam.
Sunnah Rasul yang kini terdapat dalam al-Hadis merupakan
penafsiran serta penjelasan otentik (sah, dapat dipercaya
sepenuhnya) tentang al-Qur`ân”.21
Terdapat tiga jenis hadis atau sunnah, yaitu qawl atau perkataan
Nabi SAW, Fi‟il atau perbuatan Nabi SAW dan Taqrir atau sikap
diam Rasulullah sebagai persetujuan dari tindakan orang lain.22
Tingkah laku Nabi Muhammad SAW merupakan contoh suri
tauladan bagi umat manusia. Nabi Muhammad SAW diutus untuk
meperbaiki manusia sehingga tercipta ketentraman, sebagaimana
firman Allah dalam surat al-Ahzab ayat 21 sebagai berikut:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut
Allah”.
Dari hadiś tersebut di atas dapat dipahami bahwa ajaran Islam
serta pendidikan akhlak mulia yang harus diteladani adalah Rasullah
SAW agar menjadi manusia yang hidup sesuai dengan tuntutat
syariat, yang bertujuan untuk kemaslahatan serta kebahagiaan umat
manusia. Rasullah SAW adalah contoh serta teladan bagi umat
manusia yang mengajarkan serta menanamkan nilai-nilai akhlak
yang sangat mulia kepada umatnya.
Mengingat kebenaran al-Qur`ân dan al-Hadis adalah mutlak,
maka setiap ajaran yang sesuai dengan al-Qur`ân dan al-Hadis harus
21Mohammad Daud Ali, op.cit., h. 110.
22
Muhammad Alim, op.cit., h. 188.
18
dilaksanakan dan apabila bertentangan maka harus ditinggalkan.
Dengan demikian berpegang teguhlah kepada al-Qur`ân dan al-Hadis
agar terhindar dari kesesatan. Sebagaimana firman Allah SWT surat
an-Nisâ ayat 59 di bawah ini:
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah
Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu
berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada
Allah (al- Qur`ân) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar
beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. Dari penjelasan diatas dapat dipahami bahwa al-Qur`ân dan al-
Hadis adalah pedoman hidup yang menjadi asas bagi setiap muslim,
maka teranglah keduanya merupakan sumber akhlak mahmudah
dalam ajaran Islam. Al-Qur`ân dan al-Hadis adalah ajaran yang
paling mulia dari segala ajaran manapun hasil renungan dan ciptaan
manusia. Sehingga telah menjadi keyakinan (akidah) Islam bahwa
akal dan naluri manusia harus tunduk mengikuti petunjuk dan
pengarahan al-Qur`ân dan al-Hadis. Maka dari pedoman itulah
diketahui kriteria mana perbuatan yang baik dan mana yang buruk.
c. Tujuan dan Manfaat Pendidikan Akhlak
1) Tujuan Pendidikan akhlak
Pendidikan sebagai suatu kegiatan yang berproses dan
terencana sudah tentu mempunyai tujuan. Tujuan tersebut berfungsi
sebagai titik pusat perhatian dalam melaksanakan kegiatan serta
sebagai pedoman guna mencegah terjadinya penyimpangan dalam
kegiatan.
19
Setiap usaha yang dilakukan secara sadar oleh manusia, pasti
tidak terlepas dari tujuan. Demikian halnya dengan tujuan
pendidikan akhlak, tidak berbeda dengan tujuan pendidikan Islam
itu sendiri. Tujuan tertingginya ialah mencapai kebahagiaan dunia
dan akhirat.
Muhammad „Atiyyah al-Abrâsyî mengatakan bahwa tujuan
pendidikan akhlak adalah “untuk membentuk orang-orang yang
bermoral baik, berkemauan keras, sopan dalam berbicara dan
perbuatan, mulia dalam tingkah laku dan perangai, bersifat
bijaksana, sempurna, sopan dan beradab, ikhlas, jujur dan suci”.23
Sedangkan yang dikutip oleh Ahmad Daudy dari kitab Risalah
fit-Tanbih `Ala Subuli `a-Sa‟adah karangan al-Farabi, yaitu :
“akhlak bertujuan untuk memperoleh kebahagiaan yang
merupakan tujuan tertinggi yang dirindui dan diusahakan oleh
setiap manusia untuk memperoleh kebahagiaan. Jika seseorang
tidak memiliki akhlak yang terpuji, ia dapat memperolehnya
dengan adat kebiasaan”.24
Menurut Ahmad Amin sebagaimana dikutip oleh Abuddin
Nata mengatakan bahwa:
Tujuan mempelajari ilmu akhlak dan permasalahannya
menyebabkan kita dapat menetapkan sebagian perbuatan lainnya
sebagai yang baik dan sebagian perbuatan lainnya sebagai yang
buruk. Bersikap adil termasuk baik, sedangkan berbuat zalim
termasuk perbuatan buruk. Secara ringkas dapat dikatakan
bahwa pendidikan akhlak bertujuan untuk memberikan pedoman
atau penerangan bagi manusia dalam mengetahui perbuatan
yang baik atau yang buruk.25
Dengan demikian, tujuan pendidikan akhlak adalah untuk
membuat peserta didik mampu berperilaku dengan baik sesuai
dengan ajaran al-Qur`ân dan al-Hadis. Pendidikan akhlak yang
23Muhammad Aţiyyah al-Abrâsyî, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1970), h. 109.
24Ahmad Daudy, op.cit., h. 47.
25
Abuddin Nata, op.cit., h. 11-13.
20
sesuai dengan al-Qur`ân dan al-Hadis diharapkan dapat mencapai
kebahagiaan dan kedamaian hidup umat manusia di dunia, serta
kebahagiaan hidup di akhirat.
2) Manfaat Pendidikan Akhlak
Pendidikan akhlak dapat membuka mata hati seseorang untuk
mengetahui yang baik dan buruk, memberikan pengertian apa
manfaat jika berbuat baik dan apa pula bahayanya jika berbuat
kejahatan. Orang yang baik akhlaknya maka hidupnya akan
bahagia dan membahagiakan karena hatinya tenang, riang dan
senang.
Menurut Mustofa orang yang berakhlak karena ketakwaan
kepada Tuhan maka dapat menghasilkan kebahagiaan, antara lain:
a) Mendapat tempat yang baik di dalam masyarakat.
b) Akan disenangi orang dalam pergaulan.
c) Akan dapat terpelihara dari hukuman yang sifatnya manusiawi
dan sebagai makhluk yang diciptakan oleh Tuhan.
d) Orang yang bertakwa dan berakhlak mendapat pertolongan dan
kemudahan dalam memperoleh keluhuran, kecukupan, dan
sebutan baik.
e) Jasa manusia yang berakhlak mendapat perlindungan dari
segala penderitaan dan kesukaran.26
Setiap orang dalam hidupnya bercita-cita memperoleh
kebahagiaan sebagaimana telah disebutkan di atas. Namun untuk
memperoleh kebahagiaan tersebut tidaklah mudah, manusia harus
mampu membedakan mana yang baik untuk dikerjakan dan
meninggalkan hal-hal yang buruk. Orang yang dapat berpegang
pada kebaikan dan meninggalkan keburukan, maka sesungguhnya
ia berada dijalan yang lurus dan termasuk orang-orang yang
beruntung.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Mustofa dalam bukunya
Akhlak Tasawuf menjelaskan bahwa :
26Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2014), cet. 6, h. 26.
21
Seseorang yang mendapatkan kebahagiaan karena akibat
tindakan yang baik dan benar, dan berakhlak baik maka akan
memperoleh:
a) Irsyâd : Artinya dapat membedakan antara amal yang baik
dan amal yang buruk.
b) Taufîq : Perbuatan kita sesuai dengan tuntunan Rasulullah
SAW dan dengan akal yang sehat.
c) Hidâyah : Berarti seseorang akan gemar melakukan yang
baik dan terpuji serta menghindari yang buruk dan tercela.27
Dengan demikian manfaat dari pendidikan akhlak atau
mempelajari akhlak yakni untuk memperoleh kebahagiaan di dunia
dan di akhirat kelak. Untuk mencapai kebahagiaan tersebut
manusia harus mampu membedakan perbuatan yang baik dan
buruk sesuai dengan tuntunan dari al-Qur`ân dan al-Hadis, dengan
demikian manusia akan memperoleh irsyâd, taufîq dan hidâyah.
2. Adil dalam Al-Qur`ân
a. Pengertian Adil
Keadilan berasal dari kata dasar adil yang diserap dari kata
berbahasa Arab „adl . Secara literal, kata „adl adalah bentuk masdar
dari kata kerja „adala – ya‟dilu – „adlan – wa „udûlan – wa „adûlatan.
Rangkaian huruf-huruf tersebut mengandung makna yang bertolak
belakang, yakni lurus atau sama, dan bengkok atau berbeda.28
Dalam Tafsir Al-Misbah kata ( العدل ) al-„adl terambil dari kata
.adala yang terdiri dari huruf-huruf „ain, dâl, dan lâm„ (عدل)
Rangkaian huruf ini mengandung dua makna yang bertolak belakang,
yakni lurus dan sama serta bengkok dan berbeda.29
27Ibid., h. 27.
28
Kementrian Agama RI, Tafsir Al-Qur‟an Tematik:Hukum, Keadilan dan Hak Asasi Manusia:
Tafsir Al-Qur‟an Tematik, (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, 2010), cet. 1, h. 4.
29M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an, Vol. 6,
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 698.
22
Sedangkan dalam buku Terjemahan Tafsir Al-Maragi العدل
“secara bahasa berarti persamaan dalam segala perkara, tidak lebih dan
tidak kurang”.30
Selanjutnya menurut kamus Besar Bahasa Indonesia kata adil
yaitu sama berat; tidak berat sebelah; tidak memihak.31
Secara
etimologis, adil berasal dari kata al-„adl berarti tidak berat sebelah,
tidak memihak. Secara terminologis, “adil adalah mempersamakan
sesuatu dengan yang lain, baik dari segi nilai maupun dari segi ukuran
sehingga sesuatu itu tidak berat sebelah dan tidak berbeda”.32
Adil di dalam al-Qur`ân diungkapkan dalam berbagai bentuk
diantaranya: al-„adl, al-Qisth dan al-Mizan. „Adl yang berarti sama,
memberi kesan adanya dua pihak atau lebih. Qisth arti asalnya adalah
bagian (yang wajar dan patut). Mizan berasal dari akar kata wazn yang
berarti timbangan. 33
Kata „adl yang ada dalam berbagai bentuk dijumpai sebanyak 28
kali. Kata „adl dalam bentuk aslinya disebutkan 13 kali yakni pada
QS al-Baqarah: 48, 123, dan 282 (dua kali), QS an-Nisa: 58, QS al-
Maidah: 95 (Dua kali) dan 106, QS al-An‟am: 70, QS an-Nahl: 76 dan
90, QS al-Hujurat: 9 serta QS at-Talaq: 2.34
Sesuai dengan penjelasan diatas maka penulis dapat memahami
bahwa adil ialah menempatkan sesuatu pada tempatnya yakni
dilakukan dengan tidak memihak ataupun berat sebelah antara satu
dengan yang lainnya.
30Ahmad Mustafa Al Maragi, Terjemah Tafsir Al-Maragi, Terj. dari Tafsir Al-Maragi oleh
Bahrun Abu Bakar, dkk, Jilid. 14, (Semarang: CV. Toha Putra Semarang, 1992), cet. 2, h. 233.
31Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa: Edisi
Keempat, op.cit., h. 10.
32Bachrul Ilmy, Pendidikan Agama Islam untuk SMK Kelas XII, (Bandung: Grafindo Media
Pratama, 2011), h. 38.
33M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran: Tafsir Maudhu‟i atas Pelbagai Persoalan Umat,
op.cit., h. 111-112.
34Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, Tafsir Al-Qur‟an Tematik, Vol. 9, (Jakarta: Kamil
Pustaka, 2014), cet. 1, h. 4.
23
b. Ragam Makna Adil
Kata „adl dalam al-Qur`ân memiliki aspek dan objek yang
beragam, begitu pula pelakunya. Keragaman tersebut mengakibatkan
keragaman makna „adl . Menurut M. Quraish Shihab ada empat
makna keadilan yang dikemukakan oleh pakar agama, yaitu :
“Pertama, „adl dalam arti sama. Pengertian ini yang paling
banyak terdapat di dalam al-Qur`ân, antara lain pada surat an-Nisa: 3,
58, dan 129, asy-Syura: 15, al-Maidah: 8, an-Nahl: 76, 90; dan al-
Hujurat: 9. Kata „adl dengan arti sama pada ayat-ayat tersebut yang
dimaksud adalah persamaan dalam persoalan hak.”35
Dalam al-Qur`ân kata „adl dalam arti sama salah satunya terdapat
dalam surat an-Nahl ayat 90, sebagai berikut:
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat
kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari
perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi
pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”.
Dalam buku Al-Qur`ân dan Tafsirnya menjelaskan bahwa surat
an-Nahl ayat 90 merupakan “ayat yang paling luas dalam
pengertiannya. Ibnu Mas‟ud berkata: Dan ayat paling luas lingkupnya
dalam al-Qur`ân tentang kebaikan dan kejahatan ialah ayat dalam
Surat an-Nahl (yang artinya): Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu)
berlaku adil dan berbuat kebajikan.(Riwayat Bukhari dari Ibnu
Mas‟ud)” 36
Sedangkan menurut al-Baidawi sebagaimana di kutip dalam buku
Tafsir al-Qur`ân Tematik menjelaskan bahwa : “kata „adl berarti
sama bermakna berada di pertengahan dan mempersamakan, Sayyid
35M.Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran: Tafsir Maudhu‟i atas Pelbagai Persoalan Umat,
op.cit., h. 114.
36Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, Jilid V, (Jakarta: Lentera Abadi, 2010),
h.373.
24
Qutub menyatakan bahwa dasar persamaan itu adalah sifat
kemanusiaan yang dimiliki setiap manusia. Ini berimplikasi bahwa
manusia mempunyai hak yang sama oleh karena mereka sama-sama
manusia”.37
Kedua, „adl dalam arti seimbang. Pengertian ini dikemukakan di
dalam surat al-Maidah: 95, dan al-Infitar: 7. M Quraish Shihab
menjelaskan bahwa:
Keseimbangan ditemukan pada suatu kelompok yang di dalamnya
terdapat beragam bagian yang menuju satu tujuan tertentu, selama
syarat dan kadar tertentu terpenuhi oleh setiap bagian. Keadilan
dalam arti ini akan menimbulkan keyakinan bahwa Allah yang
Maha bijaksana dan Maha mengetahui menciptakan serta
mengelola segala sesuatu dengan ukuran, kadar, dan waktu tertentu
guna mencapai tujuan. Keyakinan ini yang pada akhirnya
mengantarkan kepada keadilan Ilahi.38
“Ketiga, „adl dalam arti perhatian terhadap hak-hak individu dan
memberikan hak-hak itu kepada setiap pemiliknya. Pengertian inilah
yang didefinisikan dengan menempatkan sesuatu pada tempatnya.
Lawannya adalah kezaliman yakni pelanggaran terhadap hak-hak
pihak lain”.39
Keempat, „adl dalam arti yang di nisbatkan kepada Allah „adl di
sini berarti memelihara kewajaran atas berlanjutnya eksistensi, dan
perolehan rahmat sewaktu terdapat banyak kemungkinan untuk itu.
Jadi keadilan Allah pada dasarnya merupakan rahmat dan kebaikan-
Nya. Keadilan Allah mengandung konsekuensi bahwa rahmat Allah
SWT tidak tertahan untuk diperoleh sejauh makhluk itu mau
meraihnya. Di dalam pengertian ini harus dipahami kandungan surat
al-Imran: 18, yang menunjukan Allah SWT sebagai Qaiman bi-qist
(Yang menegak keadilan).40
37Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, op.cit., h. 5.
38
M.Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran: Tafsir Maudhu‟i atas Pelbagai Persoalan Umat,
op.cit., h. 115.
39Ibid., h.116.
40
Ibid.
25
c. Macam-Macam Adil
Selanjutnya macam-macam keadilan atau adil yang dikemukakan
oleh Islam antara lain sebagai berikut:
1) Keadilan dalam Kepercayaan
“Menurut al-Qur`ân kepercayaan syirik itu suatu kezaliman.
Sebagaimana firman Allah SWT Luqman ayat 13:
“Janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang
besar”.
Mengesakan Tuhan adalah suatu keadilan, sebab hanya Dialah
yang menjadi sumber hidup dan kehidupan”.41
Allah telah memberikan kenikmatan lahir dan batin kepada
setiap manusia, maka sudah sepantasnya kita mengesakan Allah
SWT dalam ibadah dan itikad. Seperti penjelasan ayat di atas
bahwa mempersekutukan Allah SWT merupakan suatu kezaliman
atau perbuatan yang tidak adil.
2) Keadilan dalam Rumah Tangga
“Dalam rumah tangga keadilan tidak hanya mendasari
ketentuan-ketentuan formal yang menyangkut hak dan kewajiban
suami istri, tetapi juga keadilan mendasari hubungan kasih sayang
dengan istri”.42
Keluarga merupakan ikatan antara bapak, ibu dan anak-
anaknya yang merupakan sebuah anggota keluarga. Setiap
anggota keluarga mempunyai tanggung jawab yang harus
dilaksanakan dengan adil. Seperti suami dapat dikatakan adil
apabila mampu menunaikan hak istri dan anaknya dengan baik,
misalnya dalam memberikan nafkah serta kasih sayang dan
perhatian. Sementara seorang istri dikatakan adil apabila ia
41Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, Jilid V, op.cit., h.375.
42
Ibid.
26
mampu melaksanakan kewajibannya dengan baik, misalnya taat
kepada suami dan memberikan kasih sayang kepada anaknya.
Sedangkan anak yang dianggap adil ialah anak yang berbakti
kepada kedua orang tuanya.
3) Keadilan dalam Perjanjian
“Pada persaksian yang banyak terjadi dalam perjanjian-
perjanjian, Islam menetapkan pula adanya keadilan. Keadilan
dalam persaksian ialah melaksanakannya secara jujur isi
kesaksian itu tanpa penyelewengan dan pemalsuan”.43
Firman
Allah SWT surat an-Nisa ayat 135:
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang
yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah
biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum
kerabatmu....”.
Allah memerintahkan manusia berlaku adil, termasuk dalam
memberi kesaksian. Seseorang dalam memberikan kesaksian
harus mempunyai sifat yang bersih dan jujur sehingga dalam
kesaksiaannya tidak terjadi perbuatan zalim serta menjadi saksi
karena Allah SWT. Maka seseorang dituntut untuk mampu
bersikap adil kepada dirinya sendiri terlebih dahulu sebelum
menjadi saksi yang meringankan atau justru akan memberatkan
orang lain.
4) Keadilan dalam Hukum
Dalam Islam semua manusia sama di hadapan Tuhan
termasuk dalam perlakuan hukum. Melaksanakan keadilan hukum
43Ibid., h.376.
27
dipandang oleh Islam sebagai melaksanakan amanat.44
Firman
Allah SWT an-Nisa ayat 58:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan
amanat kepada yang berhak menerimanya dan (menyuruh kamu)
apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil...”.
Ayat di atas menjelaskan bahwa dalam memutuskan masalah
harus sesuai dengan ajaran Allah yakni tidak memihak kecuali
kepada kebenaran, tidak menjatuhkan sanksi kecuali kepada yang
melanggar, tidak berbuat zalim meski kepada lawan, dan tidak
memihak meski kepada keluarga dan teman.
Dari penjelasan mengenai macam-macam keadilan diatas
terdapat satu buah ayat yang mencakup semua macam-macam
keadilan tersebut, yaitu surat an-Nahl ayat 90. Sebagaimana
pendapat Muhammad Ali ash-Shabuny :
Kata adil dalam surat an-Nahl ayat 90 bersifat umum, yang
mencakup keadilan dalam bidang hukum, mu‟amalah, perkara
wajib dan fardhu, keadilan terhadap anak laki-laki dan
perempuan, keadilan terhadap teman dan lawan, keadilan
terhadap kaum kerabat dan orang lain, keadilan terhadap istri,
serta segala sesuatu yang kalimat adil bisa masuk di
dalamnya.45
Perbuatan adil yang terdapat didalam al-Qur`ân sangat
beragam, tidak hanya menyerukan untuk berbuat adil dalam
menetapkan hukum namun juga berlaku adil dalam perjanjian,
rumah tangga, kepercayaan, dan berbuat adil terhadap diri sendiri
baik ketika berucap maupun bersikap.
44Ibid., h. 377.
45
Muhammad Ali Ash-Shabuny, Cahaya Al-Qur‟an: Tafsir Tematik Surat Huud – Al-Isra‟,
Terj. Munirul Abidin, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001), cet. 1, h.446-447.
28
d. Manfaat Bersikap Adil
Menurut Imam Ali sebagaimana dikutip oleh Tim Akhlak
mengatakan bahwa hikmah yang di dapat oleh seseorang apabila
bersikap adil, yaitu:
1) Sikap adil akan melestarikan rasa cinta.
2) Sikap adil dapat melunakkan hati.
3) Sikap adil akan mengangkat perselisihan dan melahirkan
kebersamaan.
4) Sikap adil melahirkan ketentraman.
5) Sikap adil dapat melestarikan kebersamaan.
6) Orang yang bersikap adil memiliki banyak pecinta dan
pembela.46
Apabila macam-macam keadilan tersebut dapat di
aplikasikan dalam kehidupan maka akan ada hikmah seperti
perdamaian, kebahagiaan, kebersamaan, dan kasih sayang dalam
sebuah kehidupan.
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan ini disebut juga sebagai tinjauan pustaka.
Tinjauan pustaka berfungsi untuk memberikan paparan tentang penelitian
sebelumnya yang telah dilakukan. Dengan tinjauan pustaka ini penelitian
seseorang dapat diketahui keasliannya dengan cara mempertegas perbedaan
dan persamaan diantara masing-masing judul dan masalah yang akan dibahas
oleh penulis.
Pada penelitian ini penulis menafsirkan surat an-Nahl ayat 90 dan
menjadikan penelitian ini memiliki perbedaan tersendiri. Sepanjang penelitian
yang penulis lakukan, ada beberapa tulisan yang berkaitan dengan skripsi
yang penulis tulis, diantaranya adalah :
1. “Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Surat al-Mujadalah Ayat 11-
12”. Skripsi ini disusun oleh Komarullah Azami, mahasiswa Jurusan
Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN
46Tim Akhlak, Etika Islam: dari Kesalehan Individual, Terj. Ilyas Abu Haidar, (Jakarta: Al-
Huda, 2003), cet. 1, h. 111.
29
Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2014. Dalam penelitian ini
penulis menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif
analisis melalui teknik studi kepustakaan, adapun analisisnya
menggunakan metode tafsir mauđu‟î. Hasil penelitiannya ditemukan
nilai-nilai pendidikan akhlak dalam surat al-Mujadalah ayat 11-12
yaitu melapangkan hati, menjalin hubungan harmonis, memberikan
sedekah, menghormati, dan memuliakan.47
2. “Tafsir Surat Yusuf Ayat 58-62 (Kajian Nilai Pendidikan Akhlak)”.
Skripsi ini disusun oleh Muflikhatul Karomah, mahasiswa Jurusan
Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2014. Dalam penelitian ini
penulis menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif
analisis melalui teknik studi kepustakaan, adapun analisisnya
menggunakan metode tafsir tahlilî. Hasil penelitiannya ditemukan
nilai-nilai pendidikan dalam surat Yusuf ayat 58-62 yaitu pendidikan
akhlak tentang akhlak pemaaf, sabar, tanggung jawab, dermawan, dan
kejujuran.48
Dari kedua penelitian di atas, dapat diambil persamaan dan perbedaan
dalam pembuatan skripsi penulis. Yaitu:
1. Persamaannya: pertama, kedua skripsi di atas sama-sama fokus pada
nilai-nilai penddidikan akhlak. Kedua, metode penelitian
menggunakan metode penelitian kualitatif. Ketiga, kedua skripsi di
atas sama-sama membahas tentang nilai-nilai pendidikan akhlak
dalam al-Qur`ân. Keempat, metode tafsir yang digunakan skripsi yang
kedua sama dengan penulis yaitu metode tafsir tahlilî.
2. Perbedaan: skripsi yang pertama fokus meneliti nilai-nilai pendidikan
akhlak dalam surat al-Mujadalah ayat 11-12 dengan menggunakan
metode tafsir mauđu‟î. Kemudian skripsi yang kedua fokus meneliti
47Komarullah Azami, Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Surat Al-Mujadalah Ayat 11-12,
(Jakarta: UIN Jakarta, 2014)
48Muflikhatul Karomah, Tafsir Surat Yusuf Ayat 58-62 (Kajian Nilai Pendidikan Akhlak),
(Jakarta: UIN Jakarta, 2014)
30
nilai-nilai pendidikan akhlak dalam surat Yusuf ayat 58-62.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah fokus
meneliti nilai pendidikan akhlak tentang sikap adil prespektif al-
Qur`ân (kajian tafsir surat an-Nahl ayat 90 dan al-Mâ`idah ayat 8),
dengan menggunakan metode tafsir tahlilî.
31
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Objek dan Waktu Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah mengenai kajian tentang tafsir surat an-
Nahl ayat 90 dan al-Mâ`idah ayat 8 mengenai nilai pendidikan akhlak adil.
Adapun waktu penelitian yang dilakukan oleh penulis yaitu selama dua
semester terhitung dari tanggal 5 Mei 2015 sampai 21 Oktober 2015. Tempat
penelitian dilakukan di PSQ (Pusat Studi Qur`ân), PU (Perpustakaan Utama), PT
(Perpustakaan Tarbiyah) dan Perpustakaan Umum Islam Iman Jama.
B. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan penelitian kualitatif
dengan menggunakan metode deskriprif analisis yang menggunakan tehnik
analisis kajian melalui studi kepustakaan (Library Research).
Karena penelitian ini merupakan library research, maka sumber data pada
penelitian ini adalah literatur-literatur yang berkaitan. Sebagaimana yang
dikatakan oleh Maman, “sumber data penelitian kualitatif ialah tindakan dan
perkataan manusia dalam suatu latar yang bersifat alamiah. Sumber data lainnya
ialah bahan-bahan pustaka, seperti: dokumen, arsip, koran, majalah, jurnal
ilmiah, buku, laporan tahunan dan lain sebagainya”.1
Adapun literatur yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data
primer, yaitu kitab suci al-Qur`ân, dan kitab-kitab tafsir al-Qur`ân yang
menjelaskan surat an-Nahl ayat 90 dan al-Mâ`idah ayat 8, diantaranya: Tafsir
Al-Maraghi karya Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Misbah karya M.
Quraish Shihab, Tafsir Ath-Thabari, dan Tafsir Al-Qurthubi. Dan data sekunder,
yaitu buku-buku yang membahas tentang nilai pendidikan akhlak adil, tafsir-
1U. Maman Kh, dkk., Metodologi Penelitian Agama Teori dan Praktek, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada Press, 2006), cet. 1, h. 80.
32
tafsir penjelas al-Qur`ân, kamus-kamus yang relevan dengan pembahasan dan
literatur lain yang dianggap relevan dengan pembahasan.
Mengenai analisis data, menurut Imam Gunawan, “analisis data kualitatif
sesungguhnya sudah dimulai saat peneliti mulai mengumpulkan data, dengan
cara memilah mana data yang sesungguhnya penting atau tidak. Ukuran penting
atau tidaknya mengacu pada kontribusi data tersebut pada upaya menjawab
fokus penelitian”.2
Karena penelitian ini merupakan penelitian tafsir, dalam meneliti ayat-ayat
al-Qur`ân dengan mengacu pada pandangan al-Farmawi yang dikutip oleh
Abudin Nata bahwa metode tafsir yang bercorak penalaran (bukan jalur riwayat)
ini terbagi menjadi empat macam metode, yaitu: tahlilî, ijmalî, muqârin, dan
mauđu’î.3
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode tahlilî. Metode tafsir
tahlilî adalah satu metode tafsir yang mufassirnya berusaha menjelaskan
kandungan ayat-ayat al-Qur`ân secara berurutan ditinjau dari berbagai seginya
dengan memperhatikan urutan-urutan ayat-ayat dalam muşhaf.4 Tafsir tahlilî
merupakan suatu metode yang bermaksud menjelaskan dan menguraikan
kandungan ayat-ayat al-Qur`ân dan seluruh isinya, sesuai dengan urutan ayat di
dalam suatu surat. Dalam tafsir ini ayat ditafsirkan secara komprehensif dan
menyeluruh. Dimulai dengan menyebutkan ayat-ayat yang akan ditafsirkan,
menjelaskan makna lafadz yang terdapat di dalamnya, menjelaskan munasabah
ayat dan menjelaskan isi kandungan ayat dan kemudian dikaitkan dengan
pendekatan pendidikan.
Ditinjau dari segi kecenderungan para penafsir, metode tahlilî ini dapat
berupa: tafsir bi al-ma`śur dan tafsir bi al-ra`yi, tafsir al-Şufî, tafsir al-fiqhi,
tafsir al-Falsafî, tafsir al-‘Ilmi, dan tafsir al-adab al-ijtimâ’i. Tafsir bi al-ma’tsur
merupakan suatu bentuk penafsiran yang berdasarkan pada ayat-ayat yang
2Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013),
h. 209.
3Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2004), cet. 9, h. 219.
4Didin Saefuddin Buchori, Metodologi Studi Islam, (Bogor: Granada Sarana Pustaka, 2005), cet. I,
h. 19.
33
terdapat dalam al-Qur`ân al-Karim ditafsirkan dengan ayat-ayat lain, atau
dengan riwayat dari Nabi Saw, para sahabat dan juga dari tabi’in. Tafsir bi al-
ra’yi adalah tafsir yang bersandar pada pikiran-pikiran rasional. Tafsir al-Shufi
yaitu suatu metode penafsiran al-Qur`ân yang lebih menitik beratkan kajiannya
pada makna batin. Tafsir al-fiqhi yaitu corak tafsir yang pembahasannya
berorientasikan pada persoalan-persoalan hukum Islam. Tafsir al-ilmi yaitu
penafsiran yang berkaitan dengan ayat-ayat kawniyah yang terdapat dalam al-
Qur`ân. Tafsir al-adab al-ijtima’i yaitu penafsiran al-Qur`ân yang cenderung
kepada persoalan sosial kemasyarakatan. 5
Dengan demikian, tafsîr tahlilî merupakan suatu metode yang bermaksud
menguraikan dan menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qur`ân dari seluruh
isinya, sesuai dengan urutan yang ada dalam al-Qur`ân.
C. Fokus Penelitian
Menurut Sugiyono, “batasan masalah dalam penelitian kualitatif disebut
dengan fokus, yang berisi fokus masalah yang masih bersifat umum”.6 Dengan
melihat pendapat Sugiyono, maka penulis mencantumkan apa yang ada dalam
batasan masalah menjadi fokus penelitian dalam penulisan ini. Adapun fokus
penelitian ini adalah mengenai nilai pendidikan akhlak adil perspektif al-Qur`ân
(kajian tafsir surat an-Nahl ayat 90 dan al-Mâ`idah ayat 8). Jadi, dalam
penelitian ini penulis bermaksud mencari nilai pendidikan akhlak tentang adil
yang terkandung dalam al-Qur`ân, dengan mencari data-data dan sumber yang
membahas mengenai surat an-Nahl ayat 90 dan al-Mâ`idah ayat 8.
D. Prosedur Penelitian
Dalam penelitian tafsir yang menggunakan metode tafsîr tahlilî, ada
beberapa prosedur atau langkah yang harus diperhatikan. Mengacu pada
5Abd. Muin Salim, Metode Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: Teras, 2005), cet. 1, h. 42-45.
6Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung:
Alfabeta, 2013), cet. 18, h. 286.
34
penjelasan dalam buku al-Qur`ân dan Tafsirnya, maka prosedur penelitian tafsir
Surat an-Nahl ayat 90 dan al-Mâ`idah ayat 8 adalah sebagai berikut:
1. Menerangkan makkî dan madanî di awal surat.7 Ayat-ayat al-Qur`ân yang
turun saat Nabi Muhammad SAW masih berdiam diri di Mekkah disebut
ayat-ayat Makkiyah, sedangkan ayat-ayat yang turun sesudah Nabi
Muhammad SAW pindah ke Madinah dinamakan ayat-ayat Madaniyah.
Hal ini dilakukan untuk mengetahui masa dan tempat turunnya ayat al-
Qur`ân serta situasi yang terjadi pada saat turunnya ayat al-Qur`ân, serta
memberi pemahaman lebih jelas tentang latar belakang turunnya ayat
tersebut sehingga dapat memahami dan dapat menafsirkannya secara lebih
tepat.
2. Menerangkan arti kosakata8, pada tahap ini penulis menjelaskan kosa kata
yang terdapat pada Surat an-Nahl ayat 90 dan al-Mâ`idah ayat 8 dengan
mengacu pada kamus.
3. Menerangkan munâsabah, munâsabah adalah keterkaitan dan keterpaduan
antara bagian-bagian ayat, ayat-ayat, dan surat-surat dalam al-Qur`ân.9 Hal
ini sangat dibutuhkan untuk mengetahui kejelasan makna ayat yang
terdapat dalam surat an-Nahl ayat 90 dan al-Mâ`idah ayat 8.
4. Menjelaskan asbabun-nuzûl (jika ada). Asbabun-nuzul adalah peristiwa
yang melatar belakangi turunnya ayat, atau pertanyaan dari sahabat kepada
Nabi SAW mengenai suatu persoalan.10
Menjelaskan asbabun-nuzul
diperlukan untuk memperdalam pengertian tentang ayat-ayat suci al-
Qur`ân karena dengan dengan asbabun-nuzul dapat mengenalkan dan
menggambarkan situasi dan keadaan yang terjadi ketika ayat itu
diturunkan. Hal ini dilakukan untuk memudahkan dalam memahami apa
yang terkandung di balik teks-teks ayat yang akan ditafsirkan.
7Kementrian Agama RI, Mukadimah Al-Qur’an & Tafsirnya, (Jakarta: Lentera Abadi, 2010), h. 69.
8Ibid., h. 69.
9 Ibid., h. 242.
10
Ibid., h. 229.
35
5. Menerangkan arti kosakata11
, pada tahap ini penulis menjelaskan kosa kata
yang terdapat pada Surat an-Nahl ayat 90 dan al-Mâ`idah ayat 8 dengan
mengacu pada kamus.
6. Memaparkan kandungan ayat secara umum dan maksudnya.12
Menjelaskan makna adil terkandung dalam Surat an-Nahl ayat 90 dan al-
Mâ`idah ayat 8 dengan dibantu dari penjelasan dari ayat lain, kemudian
hadiś-hadiś Rasulullah yang berkaitan dengan makna ayat tersebut, atau
ilmu pendidikan yang berkaitan dengan ayat tersebut. Dalam tahap ini
penulis akan mencoba menjelaskan makna adil yang terkandung dalam
Surat an-Nahl ayat 90 dan al-Mâ`idah ayat 8 dengan menggunakan
literatur dari kitab tafsir, kemudian hadiś-hadiś Rasulullah yang berkaitan
dengan makna ayat tersebut, dan juga buku-buku penunjang seperti buku-
buku pendidikan yang membicarakan seputar makna ayat tersebut. Selain
itu, pada tahap ini juga penulis menganalisis kajian tentang nilai
pendidikan akhlak tentang adil yang terkandung di dalam ayat tersebut.
7. Menjelaskan hukum yang dapat digali dari ayat yang dibahas.13
Dalam
penelitian ini hukum yang akan digali mengenai adil dalam surat an-Nahl
ayat 90 dan al-Mâ`idah ayat 8.
8. Setelah menjelaskan kandungan ayat, hukum yang terdapat dalam ayat
serta menganalisisnya, selanjutnya adalah menarik kesimpulan dari Surat
an-Nahl ayat 90 dan al-Mâ`idah ayat 8.
11Ibid., h. 69.
12
Ibid.
13Ibid.
36
BAB IV
TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Tafsir Surat An-Nahl Ayat 90 dan Al-Maidah Ayat 8
1. Tafsir Surat An-Nahl Ayat 90
a. Teks Ayat dan Terjemahnya
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat
kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari
perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi
pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”. (Q.S
An-Nahl : 90)
b. Sejarah Surat An-Nahl
“Surat ini terdiri dari 128 ayat, termasuk kelompok surah-surah
Makkiyah, kecuali tiga ayat yang terakhir. Ayat ini turun di antara
Mekah dan Madinah, pada waktu Rasulullah SAW kembali dari perang
Uhud”.1 Dalam buku Al-Bayan karangan Teungku Muhammad Hasbi
ash Shiddieqy menjelaskan bahwa “Ibnu Abbas mengecualikan ayat
terakhir sementara Asy Sya‟bi mengecualikan ayat 126 dan ayat 41.” 2
“Surat ini dinamakan an-Nahl yang berarti lebah karena di
dalamnya terdapat firman Allah ayat 68 yang artinya, Dan Tuhanmu
mewahyukan kepada lebah”.3 Sementara Teungku Muhammad Hasbi
ash Shiddieqy berpendapat bahwa “surat ini dinamakan an-Nahl
mengingat ayat 68 yang mengisyaratkan bahwa Allah mungkin
1Hafizh Dasuki, dkk., Al-Qur‟an dan Tafsirnya, (Yogyakarta: PT.Dana Bhakti Wakaf, 1995),
h.325.
2Teungku Muhammad Hasbi ash Shiddieqy, Al Bayan Tafsir Penjelas Al Qur‟anul Karim, Vol.
1, (Semarang: Pustaka Rizki, 2002), cet. 2, h. 601.
3Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, Jilid V, (Jakarta: Lentera Abadi, 2010), h.
277.
37
mengilhamkan kepada sebagian hamba-Nya untuk mengeluarkan
faedah-faedah yang manis lagi menyembuhkan dari al-Qur`ân dan
untuk mengisyaratkan kepada nikmat Allah dan hikmah menjadikan
lebah”.4
Lebah adalah makhluk yang sangat berguna bagi manusia. Ada
persamaan hakikat antara madu yang dihasilkan lebah dengan
intisari yang terdapat di dalam al-Qur`ân. Madu berasal dari sari
bunga dan menjadi obat bagi manusia. Sedangkan al-Qur`ân
mengandung intisari dari kitab-kitab yang telah diturunkan kepada
para Nabi terdahulu ditambah dengan ajaran-ajaran yang diperlukan
oleh semua bangsa sepanjang masa untuk mencapai kebahagiaan
dunia dan akhirat.5
Surat ini dinamakan pula surat an-Ni‟am yang berarti nikmat-
nikmat, karena di dalamnya Allah SWT menyebutkan beberapa nikmat
untuk hamba-hamba-Nya. Nikmat-nikmat Allah yang diuraikan di
dalam surat ini, seperti hujan, matahari, aneka buah dan tumbuhan, dan
masih banyak kenikmatan-kenikmatan lainnya.6
Surat an-Nahl ini berisi petunjuk tentang apa yang harus dilakukan
dan dihindari oleh seorang mukmin terhadap Allah, Nabi dan
sesamanya demi terciptanya sebuah perdamaian. Adapun salah satu
etika yang diusung untuk menciptakan sebuah perdamaian dan
menghindari pertikaian yaitu dianjurkannya untuk berbuat adil. Perintah
Allah SWT kepada umat Islam untuk berbuat adil terdapat dalam surat
an-Nahl ayat 90.
c. Mufradât
Untuk lebih memahami kandungan surat an-Nahl ayat 90 ini,
penulis akan menafsirkannya secara mufradât (kosa kata), sebagai
berikut:
Kosa kata pertama yaitu العدل, kata العدل berasal dari kata kerja
يعدل –عدل , dalam kamus Al-Munawwir kata tersebut artinya
4Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, loc. cit.
5Departemen Agama RI, loc.cit.
6M.Quraish Shihab, Al-Qur‟an dan Maknanya, (Tangerang: Lentera Hati, 2010), cet. 1, h. 16.
38
meluruskan atau menyamakan.7 Sedangkan dalam buku Terjemahan
Tafsir Al-Maragi العدل “secara bahasa berarti persamaan dalam segala
perkara, tidak lebih dan tidak kurang”.8 Selanjutnya M. Quraish Shihab
dalam Tafsir Al - Misbah menjelaskan bahwa “kata ( العدل ) al-„adl
terambil dari kata ( عدل ) „adala yang terdiri dari huruf-huruf „ain, dâl,
dan lâm. Rangkaian huruf ini mengandung dua makna yang bertolak
belakang, yakni lurus dan sama serta bengkok dan berbeda”.9
Kosa kata kedua yaitu الاحسان , kata الاحسان berasal dari kata kerja
يحسن –حسن , dalam kamus Al-Munawwir kata tersebut artinya
bagus, baik, cantik.10
Sedangkan dalam buku Terjemah Tafsir Al-
Maragi الاحسان artinya “membalas kebaikan dengan yang lebih banyak
dari padanya, dan membalas kejahatan dengan memberi maaf”.11
Selanjutnya menurut ar-Râghib al-Ashfahâni sebagaimana dikutip oleh
M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah menjelaskan bahwa “kata (
al-ihsân digunakan untuk dua hal; pertama, memberi nikmat ( اإلحسان
kepada pihak lain, dan kedua, perbuatan baik”.12
Kosa kata ketiga yaitu الفحشاء, kata الفحشاء berasal dari kata kerja
يفحش -ش فح , dalam kamus Al-Munawwir kata tersebut artinya
melampaui batas atau buruk, jelek, keji.13 Sedangkan dalam buku
Terjemah Tafsir Al-Maragi الفحشاء mempunyai arti “perkataan dan
perbuatan yang buruk, termasuk di dalam perbuatan zina, minum
khamar, rakus, tamak, mencuri dan perkataan serta perbuatan lain yang
7Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir: Kamus Bahasa Arab-Indonesia Terlengkap,
(Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), cet. 14, h. 905.
8Ahmad Mustafa Al Maragi, Terjemah Tafsir Al-Maragi, Terj. dari Tafsir Al-Maragi oleh
Bahrun Abu Bakar, dkk, Jilid. 14, (Semarang: CV. Toha Putra Semarang, 1992), cet. 2, h. 233.
9M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an, Vol. 6,
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 698.
10Ahmad Warson Munawwir, op.cit., h. 264.
11
Ahmad Mustafa Al Maragi, loc.cit.
12M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an, op.cit, h. 699
13
Ahmad Warson Munawwir, op.cit., h. 1036.
39
tercela”.14
Selanjutnya M. Quraish Shihab dalam tafsir Al-Misbah
menjelaskan bahwa “ kata ( الفحشاء ) al-fahsyâ‟/keji adalah nama bagi
segala perbuatan atau ucapan, bahkan keyakinan, yang dinilai buruk
oleh jiwa dan akal yang sehat serta mengakibatkan dampak buruk
bukan saja bagi pelakunya tetapi juga bagi lingkungannya”.15
Kosa kata keempat البغي dalam kamus Al Munawwir kata البغي
memiliki kesamaan arti dengan الظلم yang berarti aniaya atau
kelaliman.16
Sedangkan dalam buku Terjemah Tafsir Al Maragi
“menyombongkan diri kepada manusia dengan melakukan kezaliman
dan permusuhan”.17
Kemudian M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-
Misbah menjelaskan bahwa “kata ( (البغي al-baghy/penganiayaan
terambil dari kata baghâ yang berarti meminta/menuntut, kemudian
maknanya menyempit sehingga pada umumnya ia digunakan dalam arti
menuntut hak pihak lain tanpa hak dan dengan cara aniaya/tidak
wajar”.18
d. Tafsir Surat An-Nahl Ayat 90
1) Munâsabah Ayat
Masing-masing ayat dalam al-Qur`ân adalah suatu kesatuan
dimana antara ayat satu dengan ayat lainnya tidak dapat dipisahkan
pengertiannya. Sebagaimana di ketahui bahwa penyusunan ayat-ayat
dalam al-Qur`ân tidak di dasarkan pada kronologis masa turunnya,
melainkan pada korelasi makna ayat-ayatnya sebagai kandungan
ayat terdahulu selalu berkaitan dengan ayat kemudian.
Dalam surat an-Nahl ayat 90 itu mempunyai munâsabah atau
korelasi dengan ayat sebelumnya yaitu ayat 89:
14Ahmad Mustafa Al Maragi, op.cit., h. 234.
15
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an, op.cit., h.
701.
16Ahmad Warson Munawwir, op.cit., h. 98.
17
Ahmad Mustafa Al Maragi, loc.cit.
18M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an, op.cit., h.
702.
40
“(dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-
tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami
datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat
manusia. dan Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk
menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar
gembira bagi orang-orang yang berserah diri”.
Dalam buku al-Qur`ân dan tafsirnya mejelaskan bahwa :
Dalam ayat-ayat yang lalu Allah SWT menjelaskan azab yang
akan menimpa orang-orang kafir pada hari kiamat serta kesaksian
Nabi-nabi atas umatnya pada saat itu. Al-Qur`ân sebagai petunjuk
bagi umat Islam dalam menghadapi kehidupan yang terakhir yaitu
hari kiamat, adalah alasan bagi Nabi SAW terhadap umatnya
untuk mengemukakan kesaksiannya. Dalam surat an-Nahl ayat
90, Allah SWT menguraikan lagi pokok-pokok isi al-Qur`ân
untuk dijadikan pegangan bagi umat Islam, hidup dalam dunia ini
menuju kebahagiaan akhirat.19
Pada surat an-Nahl ayat 89 menjelaskan tentang keutamaan al-
Qur`ân serta berisikan penjelasan dan petunjuk bagi umat manusia,
maka di dalam surat an-Nahl ayat 90 menjelaskan rincian pokok-
pokok petunjuk yang terdapat dalam al-Qur`ân.
Sedangkan dalam surat an-Nahl ayat 91 yaitu:
“Dan tepatilah Perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji
dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah
meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai
saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah
mengetahui apa yang kamu perbuat”.
19Hafizh Dasuki, dkk., op.cit., h. 446.
41
Menurut A. Mujab Mahali ayat ke 91 diturunkan untuk memberi
perintah agar kaum muslimin berbaiat kepada Rasulullah SAW
yakni berjanji setia untuk mempertahankan panji-panji Islam dan
memeluk Islam dengan penuh konsekuen.20
Penulis memahami bahwa munâsabah atau korelasi ayat 91
dengan ayat 90 adalah dalam ayat 90 merupakan uraian pokok-
pokok isi al-Qur`ân untuk dijadikan petunjuk bagi umat Islam di
dunia agar mendapatkan kebahagiaan di akhirat, isi ayat 90 yakni
mengenai perintah dan larangan Allah SWT. Sementara dalam ayat
91 melanjutkan sebagaimana di pahami dari konteksnya kandungan
ayat ini yaitu mengenai perintah Allah SWT agar manusia
melaksanakan apa yang telah diperintahkan-Nya, jauhilah apa yang
dilarangNya serta tepatilah perjanjian Allah apabila kamu berjanji.
Kesimpulannya yaitu ayat 91 dan ayat 90 sebagai penjelas dari ayat
89.
2) Asbabun Nuzul
Sebagaimana penjelasan dari Ahmad Syadah dan Ahmad Rofi‟i
bahwa “menurut bahasa sabab al-nuzûl berarti turunnya ayat-ayat
al-Qur`ân”.21
Sementara Rachmat Syafe‟i menjelaskan bahwa
“asbab an-nuzûl ialah ilmu yang membahas peristiwa-peristiwa
yang terjadi, yang ada hubungannya dengan turunnya ayat al-
Qur`ân, yang dapat dijadikan kasus dalam penjelasan ayat”.22
Jadi asbabun-nuzûl merupakan sebab-sebab turunnya sesuatu
yang mana dalam kategori ini diprioritaskan dalam ayat suci al-
Qur`ân yang artinya sebab-sebab diturunkannya ayat atau surat dari
Allah pada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril yang
kemudian disampaikan kepada umat Nabi Muhammad SAW untuk
20A.Mujab Mahali, Asbabun Nuzul: Studi Pendalaman Al-Quran (Al-Maidah – Al-Isra), Jilid.
2, (Jakarta: Rajawali, 1989), cet. 1, h. 257.
21Ahmad Syadah dan Ahmad Rofi‟i, Ulumul Quran, Jilid. I, (Bandung: CV Pustaka Setia,
1997), cet. I, h. 89.
22Rachmat Syafe‟i, Pengantar Ilmu Tafsir, (Bandung: Pustaka Setia, 2006), cet. 6, h. 26.
42
dijadikan pegangan atau pedoman dalam menempuh suatu
kehidupan di dunia.
Menurut Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy ayat-ayat
al-Qur`ân dibagi menjadi dua yaitu “ayat-ayat yang ada sebab
nuzulnya dan ayat-ayat yang tidak ada sebab nuzulnya”.23
Maka
dapat disimpulkan bahwa terdapat ayat-ayat al-Qur`ân yang
diturunkan tanpa di dahului oleh sebab dan ada ayat yang diturunkan
di dahului oleh suatu sebab. Sebagaimana dalam surat an-Nahl ayat
90 yang penulis kaji, di turunkan tanpa di dahului oleh sebab dengan
kata lain surat an-Nahl ayat 90 tidak mempunyai asbabun nuzûl.
3) Tafsir Ayat tentang Adil
Penulis akan memaparkan tafsir al-Qur`ân tentang adil dalam
surat an-Nahl ayat 90 berdasarkan pendapat para mufassir dengan
berbagai kitab tafsir. Antara lain sebagai berikut:
Secara etimologi atau bahasa, kata „adl adalah bentuk masdar
dari kata kerja „adala – ya‟dilu – adlan – wa „udûlan – wa
„adûlatan. Rangkaian huruf-huruf tersebut mengandung makna yang
bertolak belakang, yakni lurus atau sama, dan bengkok atau
berbeda.24
Menurut Quraish Shihab kata ( العدل ) al-„adl terambil dari kata
.adala yang terdiri dari huruf-huruf „ain, dâl, dan lâm„ (عدل )
Rangkaian huruf ini mengandung dua makna yang bertolak
belakang, yakni lurus dan sama serta bengkok dan berbeda. Seorang
yang adil adalah yang berjalan lurus dan sikapnya selalu
menggunakan ukuran yang sama, bukan ukuran yang ganda.
23Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Ilmu-Ilmu Al-Qur‟an (`Ulum al-Qur`an),
(Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009), h.18.
24Kementrian Agama RI, Hukum, Keadilan dan Hak Asasi Manusia: Tafsir Al-Qur‟an Tematik,
(Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, 2010), cet. 1, h. 2.
43
Persamaan itulah yang menjadikan seseorang yang adil tidak
berpihak kepada salah seorang yang berselisih.25
Sedangkan menurut Syaikh asy-Syanqithi kata al-„adl secara
bahasa berarti: lurus, jujur dan tidak khianat. Pada dasarnya al-„adl
adalah berada di tengah-tengah antara dua hal, yakni ifrâţ
(melampaui batas) dan tafrîţ (kesembronoan). Barang siapa yang
mampu menjauhkan diri dari perbuatan ifrâţ dan tafrîţ, maka ia telah
berbuat adil.26
Adapun pendapat para mufassir dalam mendefinisikan kata adil
dalam surat an-Nahl ayat 90 secara terminologi adalah sebagai
berikut:
Pertama, menurut Quraish Shihab dalam kitab Tafsir Al-
Misbah, menjelaskan bahwa “adil adalah menempatkan sesuatu pada
tempatnya. Beliau juga memaknainya dengan memberikan kepada
hak-haknya melalui jalan yang terdekat atau menuntut semua hak
sekaligus menunaikan semua kewajiban”.27
Kedua, menurut Abdul Malik Abdul Karim Amrullah (Hamka)
menjelaskan bahwa “adil yaitu menimbang yang sama berat,
menyalahkan yang salah dan membenarkan mana yang benar,
mengembalikan hak kepada yang punya dan jangan berlaku zalim”.28
Ketiga, menurut Syeikh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi
menjelaskan “Adil adalah pertengahan dan persamaan yang tidak
memiliki kecenderungan, karena ia tidak ada kecuali di antara dua
sesuatu yang saling bertentangan”.29
25M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an, op.cit., h.
698.
26Syaikh Asy-Syanqithi, Tafsir Adhwa‟ul Bayan, Terj. dari Adhwa` Al Bayan fi Idhah Al
Qur`an bi Al Qur`an oleh Bari, dkk, Jilid. III, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), h. 568.
27Quraish Shihab, Al-Lubâb: Makna, Tujuan, dan Pelajaran Surah-Surah Al-Qur‟an,
(Tangerang: Lentera Hati, 2012), cet. 1, h. 189.
28Abdulmalik Abdulkarim Amrullah, Tafsir Al-Azhar Juz XIII-XIV, (Jakarta: Pustaka Panjimas,
2004), h.283.
29Syeikh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir Sya‟rawi, Terj. dari Tafsir Sya‟rawi oleh Tim
Safir al-Azhar, Jilid 7, (Medan: Duta Azhar, 2007), cet. 1, h.698.
44
Keempat, menurut Muhammad Nasib ar-Rifa‟i berpendapat
bahwa adil yaitu sikap tengah-tengah dan seimbang. Sedangkan
Sufyan bin Syainah memaknai kata adil sebagai sikap yang sama
dalam melakukan amal untuk Allah, baik amal kalbu maupun amal
lahiriah”.30
Kemudian ada beberapa ahli takwil yang menafsirkan kata adil
dengan bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah, seperti berikut:
Ahmad Mustafa al Maragi menjelaskan bahwa sesungguhnya
Allah di dalam kitab-Nya menyuruh Rasulullah untuk berlaku adil.
Tidak ada keadilan yang lebih baik dari pada mengakui siapa yang
telah melimpahkan nikmat-nikmat-Nya kepada kita, bersyukur
kepada-Nya atas segala karunia-Nya, dan memuji-Nya karena Allah
berhak atas semua itu. Maka tidak ada alasan bagi kita untuk
menyembah patung-patung dan berhala-berhala yang tidak dapat
memberikan nikmat juga tidak mendatangkan manfaat. Hanya Allah
SWT yang patut kita sembah, maka dari itu kita wajib bersaksi
bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah SWT.31
Hal senada juga terdapat dalam kitab at-Thobari yang
menjelaskan bahwa:
Keadilan disini adalah sesungguhnya Allah telah memerintahkan
berbuat adil di dalam kitab yang diturunkan-Nya kepada-Mu ini,
wahai Muhammad. Di antara keadilan-Nya adalah mengakui
siapa yang menganugerahkan nikmat-Nya kepada kita,
mensyukuri karunia-Nya, dan melayangkan pujian kepada yang
berhak. Jika adil mencakup yang demikian, maka berhala-berhala
itu tidak punya peran yang membuatnya patut dipuji.32
Kemudian Syeikh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi menjelaskan
bahwa adil dalam masalah akidah dapat dilihat dari keyakinan kaum
kafir. Sebagian kaum kafir mengatakan tidak ada Tuhan di alam ini,
30Muhammad Nasib ar-Rifa‟i, Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir (Surat al-
Maaidah-an-Nahl), Jilid 2, Terj. Syihabuddin, (Jakarta: Gema Insani, 2001), cet. 1, h. 751.
31Ahmad Mustafa Al Maragi, op.cit., h. 238.
32
Abu ja‟far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, Terj. dari Jami‟ Al Bayan
an Ta‟wil Ayi Al Qur‟an oleh Misbah, dkk, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), h. 281.
45
mereka mengingkari keberadaan Allah SWT secara mutlak.
Sementara sebagian kaum kafir mengatakan banyak tuhan.
Kemudian datang keadilan dalam Islam di mana Tuhan adalah satu
dan tidak mempunyai sekutu, tidak menyerupai hal-hal yang baru
sebagaimana Allah bersifat adil dalam sifat-sifat-Nya.33
Selanjutnya sebagian para mufassir menjelaskan perintah adil
dalam surat an-Nahl ayat 90 digunakan dalam berbagai aktivitas
sebagaimana pendapat Muhammad Ali Ash-Shabuny bahwa:
Keadilan yaitu menerapkan keadilan dalam segala aspek
kehidupan. Kata adil dalam surat an-Nahl ayat 90 bersifat umum,
yang mencakup keadilan dalam bidang hukum, mu‟amalah,
perkara wajib dan fardhu, keadilan terhadap anak laki-laki dan
perempuan, keadilan terhadap teman dan lawan, keadilan
terhadap kaum kerabat dan orang lain, keadilan terhadap istri,
serta segala sesuatu yang kalimat adil bisa masuk di dalamnya.34
Syeikh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi berpendapat bahwa,
adil mencakup seluruh aktivitas kehidupan, dari syahadat hingga ke
tingkat menyingkirkan duri dari jalan. Adil dituntut dalam taklif
akidah, juga dalam masalah amaliah yang merupakan pekerjaan
anggota tubuh.35
Sebagaimana pendapat Muhammad Ali Ash-Shabuny bahwa:
Keadilan yang diperintahkan Allah kepada manusia adalah
keadilan yang menyentuh setiap individu, jama‟ah dan umat, yang
tegak lurus, tidak condong kepada hawa nafsu, tidak dipengaruhi
rasa benci atau cinta, tidak berubah-ubah, yang tetap diterapkan
walaupun kepada mertua ataupun keturunannya sendiri, kepada
orang kaya maupun miskin, kepada orang kuat kuat maupun
lemah.36
Penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya Allah
sangat menegaskan kepada kita untuk selalu bersikap adil terhadap
33Syeikh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi, op.cit., h. 697.
34
Muhammad Ali Ash-Shabuny, Cahaya Al-Qur‟an: Tafsir Tematik Surat Huud – Al-Isra‟,Terj.
dari Qabas min nûri Qur‟anil al-Kariim Dirâsatun Tahliiliyatun Mûsa`ah bi Ahdâfi wa
Maqâshidi al-Suwarial- Kariimah oleh Munirul Abidin, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001), cet.
1, h.446-447.
35Syeikh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi, op.cit., h. 696.
36
Muhammad Ali Ash-Shabuny, op.cit., h. 447.
46
siapapun, dimanapun dan kapan pun. Karena itu patut kita sadari
bahwa orang yang tidak berlaku adil sangatlah merugikan orang lain
juga diri kita sendiri, maka mulailah berlaku adil terhadap diri kita
sendiri kemudian kita mampu membiasakan diri untuk bersikap adil
terhadap orang lain.
Macam-macam keadilan dalam Islam yang harus diterapkan
antara lain yaitu keadilan dalam kepercayaan, keadilan dalam rumah
tangga, keadilan dalam perjanjian dan keadilan dalam hukum.
Keadilan tidak hanya dilakukan kepada manusia saja, namun
keadilan dapat diaplikasikan kepada sang khalik dengan beribadah
kepada-Nya berupa shalat, puasa, dan haji. Barang siapa yang
beribadah hanya kepada Allah, maka dalam hidupnya ia akan merasa
tenang karena ia menyadari bahwa ia selalu diawasi oleh Allah SWT
dalam hidupnya. Sebaliknya, orang yang mempersekutukan Allah
dengan sesuatu selain-Nya, baik dalam ucapan, keyakinan maupun
perbuatan, maka dengan sendirinya ia akan terbelenggu dengan
segala hal yang menyesatkan sehingga ia berada dalam kerugian
akibat perbuatannya.
2. Tafsir Surat Al-Maidah Ayat 8
a. Teks Ayat dan Terjemahnya
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang
yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi
dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu
kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah,
karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada
Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan”.
47
b. Sejarah Surat Al-Mâ’idah
Surat al-Mâ‟idah turun setelah Nabi berhijrah ke Madinah.
Namanya yang populer adalah surat al-Mâ‟idah yang secara harfiah
bermakna hidangan. Ia dinamai demikian karena dalam rangkaian
ayat-ayatnya terdapat uraian tentang hidangan yang dimohonkan
oleh Nabi Isa as. Agar diturunkan atas permintaan umat beliau (ayat
112-115).37
Surah al-Mâ`idah adalah surah ke-5 dalam al-Qur`ân.
Surat ini terdiri dari 120 ayat yang termasuk golongan surat
madaniyah. Sekalipun ada ayatnya yang turun di Mekkah namun
ayat ini diturunkan sesudah Nabi Muhammad SAW, hijrah ke
Madinah, yaitu waktu haji wada.38
Surat al-Mâ`idah juga dikenal dengan nama Sûrah al-
`Uqûd/Akad-akad perjanjian, karena ayat pertamanya
memerintahkan kaum beriman agar memenuhi ketentuan aneka akad
perjanjian. Ia juga dinamai Surah al-Akhyâr, yakni orang-orang
baik, karena yang memenuhi tuntunannya menyangkut aneka ikatan
perjanjian itu pastilah orang baik.39
Dalam surat al- Mâ‟idah ini mengandung berbagai perintah
Allah SWT memenuhi janji-janji secara umum, menyebutkan
karunia-karuniaNya dengan menghalalkan merekan untuk makan-
makanan yang baik dan mengharamkan yang tidak baik.
c. Mufradât
: Saksi-Saksi yang menunaikan kesaksian dengan adil,
tidak berat sebelah.
: Janganlah (sesuatu) mendorong kamu.
: Permusuhan dan kebencian.
37M. Quraish Shihab, Al-Qur`ân dan Maknanya, op.cit., h. 10
38
Zaini Dahlan dkk., Al-Qur‟an dan Tafsirnya Jilid II Juz 4-5-6, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti
Wakaf, 1991), h. 380
39Ibid
48
: Yang Mengetahui secara menditail dan tepat.40
d. Tafsir Surat Al-Maidah Ayat 8
1) Munâsabah Ayat
Sebelum menjelaskan tafsir dari ayat 8 Surat al-Mâ`idah ini,
akan dijelaskan terlebih dulu Munâsabah atau hubungan ayat ini
dengan ayat-ayat sebelumnya. Pada ayat 8 Surat al-Mâ`idah ini
merupakan lanjutan dari ayat-ayat sebelumnya yakni ayat 1
sampai 7 yang menceritakan tentang perintah Allah kepada
hamba-Nya untuk memenuhi janji-janji secara umum,
menyebutkan karunia-karuniaNya dengan menghalalkan merekan
untuk makan-makanan yang baik dan mengharamkan yang tidak
baik. Kemudian Allah menjelaskan pada Surat al-Mâ`idah ayat 8
bagaimana seharusnya kita berlaku terhadap orang-orang lain,
baik mereka ahli kitab, musuh maupun sahabat dan kerabat.41
Selanjutnya Munâsabah surat al-Mâ`idah ayat 8 dengan ayat
10, dijelaskan bahwa pada ayat 8 bagaimana seharusnya kita
berlaku terhadap orang-orang lain, baik mereka ahli kitab, musuh
maupun sahabat dan kerabat. Sedangkan pada Surat al-Mâ`idah
ayat 10 menjelaskan bahwa orang-orang Yahudi dan Nasrani
selalu mengingkari janji.42
Penulis mengambil kesimpulan bahwa surat al-Mâ`idah ayat
8 menjadi penjelas bagi ayat-ayat sebelumnya. Sedangan ayat
sesudahnya memberitakan tentang perbuatan-perbuatan orang
kafir yang selalu ingkar janji, ayat 10 surat al-Mâ`idah ayat 8
berbanding terbalik dengan ayat-ayat sebelumnya.
40Ahmad Mustafa Al Maragi, Terjemah Tafsir Al-Maragi, Terj. dari Tafsir Al-Maragi oleh
Bahrun Abu Bakar, dkk, Jilid. 4, (Semarang: CV. Toha Putra Semarang, 1993), cet. 2, h. 127
41Hafizh Dasuki, dkk., op.cit., h. 401
42
Ibid, h. 405
49
2) Asbabun Nuzul
Surat Al-Maidah ayat 8, dikatakan bahwa ayat ini diturunkan
kepada Rasulullah SAW ketika orang-orang Yahudi hendak
membunuh beliau. Riwayat-riwayat yang sesuai dengan pendapat
tersebut adalah:
Al Qasim menceritakan kepada kami, ia berkata : Al-Husain
menceritakan kepada kami, ia berkata: Hajjaj menceritakan
kepadaku dari Ibn Jurajj, dari Abdullah bin Katsir, tentang
firmannya43
:
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-
orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah,
menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali
kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk
Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat
kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya
Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. Ibnu Jurajj berkata: Abdullah bi Katsir berkata: Rasulullah
SAW pergi ke orang-orang Yahudi untuk meminta pertolongan
kepada mereka tentang diyat, kemudian mereka hendak
membunuhnya. Oleh karena itu, firman-Nya berbunyi:
“dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu
kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil”.44
Ayat ini sangat menegaskan tentang perintah berlaku adil,
bahkan Allah menegaskan bahwa berlaku adil dekat dengan
43Abu ja‟far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, Terj. dari Jami‟ Al Bayan
an Ta‟wil Ayi Al Qur‟an oleh Akhmad Affandi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), h. 550
44Ibid,.
50
ketakwaan. Dalam ayat ini di tekankan bahwa bagaimanapun
keadaan dan perasaan kita terhadap orang lain bahkan terhadap
musuh, kita harus tetap berlaku adil sesuai dengan hak-hak setiap
manusia. Allah Maha Mengetahui segala perbuatan umatnya,
maka niatkanlah segalanya karena Allah.
3) Tafsir Ayat tentang Adil
Secara umum ayat ini menjelaskan tentang apa yang patut
dilakukan manusia dalam bergaul (mu‟amalat) sesama manusia,
baik dengan lawan maupun kawan.
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi
orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah” Dalam kitab al-Maraghi menjelaskan hai orang-orang yang
beriman, hendaklah menjadi adat kebiasaanmu untuk
menegakkan kebenaran pada dirimu, disertai dengan rasa ikhlas
karena Allah. Apabila kamu beramal hendaklah kamu kehendaki
itu dalam kebaikan dan kebenaran tanpa menganiaya orang lain.
Tegakkanlah kebenaran itu terhadap orang lain dengan cara
menyuruh mereka melakukan yang ma‟ruf dan mencegah
kemungkaran, dalam rangka mencari ridha Allah.45
Selaras
dengan pendapat al-Maraghi, al-Qurthubi menjelaskan bahwa
“makna firman Allah ini adalah Aku telah menyempurnakan
nikmat-Ku untuk kalian, sehingga kalian menjadi orang-orang
yang selalu menegakkan kebenaran, yakni karena (menginginkan)
pahala dari Allah”.46
Sedangkan M.Quraish Shihab berpendapat bahwa ayat ini
menyerukan: “Hai orang-orang beriman, hendaklah kamu
45Ahmad Mustafa Al Maragi, Terjemah Tafsir Al-Maragi, Terj. dari Tafsir Al-Maragi oleh
Bahrun Abu Bakar, dkk, Jilid. 4, op.cit., h. 128
46Al-Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi, Terj. dari Al Jami‟ li Ahkaam Al-Qur‟an oleh Ahmad
Khotib, (Jakarta: Pustaka Azam, 2008), h.264
51
menjadi Qawwâmîn, yakni orang-orang yang selalu dan
bersungguh-sungguh menjadi pelaksana yang sempurna terhadap
tugas-tugas kamu, terhadap wanita, dan lain-lain dengan
menegakkan kebenaran demi karena Allah”.47
Sementara
Muhammad Mutawalli Sya‟rawi menjelaskan pengertian
qawwâmîn/banyak berdiri adalah orang-orang yang harus terus
menerus menjunjung peritah Allah, selama kamu memiliki
kemampuan untuk berbuat maka berbuatlah.48
“menjadi saksi dengan adil” Menurut Al Maraghi kata Asy-Syahâdah (kesaksian)
maksudnya menyatakan kebenaran kepada hakim atau hakim
yang menyatakan kebenaran, supaya diputuskan hukum
berdasarkan kebenaran. Berlaku adil tanpa berat sebelah, baik
terhadap orang yang disaksikan maupun peristiwa yang
disaksikan tidak boleh dilakukan dengan berat sebelah.49
Kemudian Al-Qurthubi berpendapat “persaksikanlah kebenaran
tanpa condong kepada kerabat kalian dan lalim terhadap
musuh”.50
“dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu
kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil” Kemudian kalimat dan janganlah sekali-kali kebenciannmu
terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.
Al-Qurthubi menjelaskan bahwa kalimat ini bahwa janganlah
47M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an, Vol. 3,
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 49
48Syeikh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir Sya‟rawi, Terj. dari Tafsir Sya‟rawi oleh Tim
Safir al-Azhar, Jilid 3, op.cit, h.557-558
49Ahmad Mustafa Al Maragi, Terjemah Tafsir Al-Maragi, Terj. dari Tafsir Al-Maragi oleh
Bahrun Abu Bakar, dkk, Jilid. 4, op.cit., h. 129
50Al-Qurthubi, loc.cit,.
52
sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, membuatmu tidak
berlaku adil dan lebih mengutamakan permusuhan daripada hak.
Dalil ini menunjukkan bahwa hukum seorang musuh atas
musuhnya dapat berlaku di jalan Allah, dan kesaksian seseorang
atas musuhnya adalah berlaku. Sebab Allah telah memerintahkan
untuk berlaku adil, meskipun ia membenci musuhnya.51
Selaras
dengan pendapat al-Qurthubi, Al-Maraghi menjelaskan bahwa
janganlah permusuhan dan kebencian mendorongmu untuk
bersikap tidak adil terhadap mereka. Jadi terhadap mereka pun
kamu harus tetap memberi kesaksian sesuatu dengan hak yang
patut mereka terima apabila mereka memang patut
menerimanya.52
“Berlaku adillah” Selanjutnya kalimat berikut ini berlaku adillah, kalimat
tersebut adalah penguat dari kalimat sebelumnya karena sangat
penting soal keadilan untuk diperhatikan. Keadilan itu adalah
suatu kewajiban yang harus ditunaikan tanpa pandang bulu.53
Ath-Thabari berpendapat bahwa maksud berlaku adillah adalah
“wahai orang-orang beriman, bawalah siapaun, baik teman
maupun musuh, kepada hukum-hukum-Ku, dan janganlah berbuat
jahat kepada salah satu dari mereka”.54
“Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa”
51ibid,.
52
Ahmad Mustafa Al Maragi, Terjemah Tafsir Al-Maragi, Terj. dari Tafsir Al-Maragi oleh
Bahrun Abu Bakar, dkk, Jilid. 4, loc.cit,.
53Ibid,.
54
Abu ja‟far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, op.cit, h. 551
53
Kemudian disambung dengan kalimat karena ia (adil) lebih
dekat dengan takwa, penjelasan Ath-Thabari yakni “wahai orang-
orang yang beriman, berbuat adil kepada mereka lebih dekat bagi
kalian kepada takwa, yakni berada di sisi Allah dengan berlaku
sebagai orang yang bertakwa”.55
Tambahan penjelasan dari Al-
Maragi bahw keadilan itu mendakatkan takwa kita kepada Allah
dan terhindar dari murka-Nya. Meninggalkan keadilan adalah
termasuk dosa besar, karena bisa menimbulkan berbagai
kerusakan dalam masyarakat.56
“dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan” Allah mengakhiri ayat ini dengan dan bertakwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan. “Ayat ini mengingatkan kita untuk mengikhlaskan niat
dalam berbuat adil, bukan untuk mencari nama, agar dipuji
sebagai orang tegas dan bijaksana, karena Allah mengetahui
segala apa yang dikerjakan hamba-Nya”.57
Sementara al-Maraghi
menjelaskan sebagai berikut :
Peliharalah dirimu dari murka Allah dan hukuman-Nya, karena
tak ada sesuatu pun dari amalmu yang tersembunyi bagi Allah,
baik amal lahiriyah maupun batiniyah. Dan hati-hatilah
terhadap balasan Allah terhadapmu, dengan adil, bila kamu
meninggalkan keadilan. Karena, sunnahtullah pada makhluk-
Nya telah berlaku, bahwa meninggalkan keadilan balasan di
dunia ialah kehinaan dan kenistaan, baik itu dilakukan oleh
bangsa atau individu, sedang di akhirat ialah kesengsaraan
pada hisab.58
55Ibid,.
56
Ahmad Mustafa Al Maragi, Terjemah Tafsir Al-Maragi, Terj. dari Tafsir Al-Maragi oleh
Bahrun Abu Bakar, dkk, Jilid. 4, op.cit, h. 130
57Syeikh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir Sya‟rawi, Terj. dari Tafsir Sya‟rawi oleh Tim
Safir al-Azhar, Jilid 3, (Medan: Duta Azhar, 2007), h.563
58Ahmad Mustafa Al Maragi, Terjemah Tafsir Al-Maragi, Terj. dari Tafsir Al-Maragi oleh
Bahrun Abu Bakar, dkk, Jilid. 4, loc.cit,.
54
B. Analisis Nilai Pendidikan Adil dalam Surat An-Nahl Ayat 90
dan Surat Al-Mâ`idah Ayat 8
1. Analisis Nilai Pendidikan Adil dalam Surat An-Nahl Ayat
90
Al-Qur`ân adalah sumber utama dalam ajaran Islam dan merupakan
pedoman hidup bagi setiap muslim. Al-Qur`ân berfungsi sebagai penjelas
dan pembeda antara yang hak dan baţil, serta petunjuk kepada jalan yang
lebih lurus.
Al-Qur`ân dan al-Hadis sebagai sumber dan pedoman hidup bagi
setiap muslim yang menjelaskan kriteria baik buruknya suatu perbuatan.
Kedua dasar itulah yang menjadi landasan dan sumber ajaran Islam secara
keseluruhan sebagai pola hidup dan menetapkan mana yang baik dan mana
yang buruk.
Mohammad Daud Ali menjelaskan bahwa al-Qur`ân sebagai sumber
agama dan ajaran Islam memuat soal-soal pokok yaitu sebagai berikut:
a. Petunjuk mengenai akidah yang harus diyakini oleh manusia. Di
dalamnya mencakup tentang keimanan akan keesaan Allah serta
kepercayaan akan adanya hari kebangkitan, perhitungan dan
pembalasan.
b. Petunjuk mengenai syari‟ah yakni petunjuk mengenai hubungan
dengan Allah dan sesama manusia untuk mencapai kebahagiaan dunia
dan akhirat.
c. Petunjuk tentang akhlak, petunjuk yang mengajarkan tentang baik dan
buruk yang harus diindahkan oleh manusia.
d. Kisah-kisah umat manusia di zaman lampau.
e. Berita-berita tentang akhir zaman yang akan datang yakni tentang
kehidupan akhir manusia.
f. Benih dan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan.
g. Hukum Allah yang berlaku di alam semesta.59
Al-Qur`ân surat an-Nahl ayat 90 merupakan salah satu ayat dari
sekian banyak ayat dalam al-Qur`ân yang membahas masalah pendidikan,
yang di dalamnya terdapat beberapa nilai pendidikan akhlak. Nilai-nilai
pendidikan akhlak ini dapat kita jadikan sebagai pedoman dan rujukan
59Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT.Raja Grafindo, 2008), h. 96-
103.
55
untuk menanamkan akhlak karimah dan mengantisipasi kemerosotan
akhlak masyarakat pada umumnya, dan di lingkungan madrasah pada
khususnya.
Dari beberapa nilai-nilai pendidikan akhlak yang terdapat dalam surat
an-Nahl ayat 90. Penulis hanya menganalisis mengenai nilai pendidikan
akhlak tentang adil yang terdapat dalam surat an-Nahl ayat 90 sebagai
berikut:
Kata العدل menurut kamus al-Munawwir berasal dari kata يعدل – عدل
yang artinya meluruskan.60
Kata adil berasal dari bahasa Arab yang sudah
masuk ke dalam pembendaharaan kosa kata bahasa Indonesia. Dalam
mu‟jam mufradat alfâdz al-Qur`ân, dijumpai pengertian kata adil. Kata
adil terkadang diartikan al-musawah yang berarti persamaan, dan
terkadang diartikan sesuai dengan hubungan kata tersebut dengan kata
lain.61
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata adil mempunyai arti
sama berat; tidak berat sebelah; tidak memihak.62
Sedangkan adil secara terminologis, sebagaimana yang telah
dijelaskan sebelumnya pada bab kajian teori bahwa pengertian adil adalah
mempersamakan sesuatu dengan yang lain, baik dari segi nilai maupun
dari segi ukuran sehingga sesuatu itu tidak berat sebelah dan tidak berbeda.
Kebenaran sejati yang digambarkan dalam al-Qur`ân memerintahkan
manusia agar bersikap adil, tidak membiarkan pelanggaran apapun
keadaannya, tidak membeda-bedakan dan melindungi hak-hak orang lain.
Kebenaran sejati juga memerintahkan manusia agar berpihak dengan
orang-orang yang tertindas melawan sang penindas serta membantu
mereka yang membutuhkan.
Selain surat an-Nahl ayat 90, masih banyak ayat-ayat al-Qur`ân yang
memerintahkan manusia untuk berbuat adil. Salah satunya dalam firman
Allah SWT Surat al-Hujurat ayat 9, sebagai berikut:
60Ahmad Warson Munawwir, Ibid., h. 905
61
Abuddin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, (Jakarta: Rajawali pers, 2009), h.252.
62Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama, 2012), cet. 4, h. 10.
56
“dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang
hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu
melanggar Perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar
Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah.
kalau Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan,
dan hendaklah kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-
orang yang Berlaku adil”. Manusia mempunyai kehidupan yang berbeda-beda tingkat dan
derajatnya, namun dalam ajaran Islam tidak ada diskriminasi karena
perbedaan-perbedaan tersebut. Ajaran Islam justru memerintahkan
manusia untuk bersikap adil dengan adanya perbedaan-perbedaan yang
terjadi dalam kehidupan yang mereka jalani. Apabila kita mengacu pada
ajaran Islam tentang adil, maka sebenarnya perbedaan keturunan, pangkat,
kekayaan dan warna kulit tidak mempunyai arti apa-apa karena.
Perbedaan-perbedaan tersebut tidak akan mengangkat derajat seseorang
lebih mulia dari yang lain, namun seseorang akan menjadi mulia karena
ketaqwaannya.
Sebagaimana yang telah dijelaskan pada kajian teori dalam Islam
dikemukakan 4 macam bentuk keadilan, yaitu: keadilan dalam
kepercayaan, keadilan dalam rumah tangga, keadilan dalam perjanjian dan
keadilan dalam hukum. Dalam surat an-Nahl ayat 90 sebagian mufassir
menjelaskan bahwa seruan Allah untuk berlaku adil dalam segala aktivitas
yang berkaitan dengan sikap adil. Salah satunya yaitu pendapat
Muhammad Ali Ash-Shabuny bahwa:
Keadilan yaitu menerapkan keadilan dalam segala aspek kehidupan.
Kata adil dalam surat an-Nahl ayat 90 bersifat umum, yang mencakup
keadilan dalam bidang hukum, mu‟amalah, perkara wajib dan fardhu,
keadilan terhadap anak laki-laki dan perempuan, keadilan terhadap
teman dan lawan, keadilan terhadap kaum kerabat dan orang lain,
57
keadilan terhadap istri, serta segala sesuatu yang kalimat adil bisa
masuk di dalamnya.63
Sikap adil dalam hukum yang pernah Rasul lakukan pada masanya
dan patut kita tiru sebagai suri tauladan yang baik, yaitu: pada zaman Nabi,
Nabi pernah sangat marah ketika mengetahui ada di antara sahabatnya
sengaja mendiamkan dan menutup-nutupi seorang pencuri yang ternyata
seorang puteri bangsawan Quraisy. Beliau mengatakan bahwa
sesungguhnya Allah telah menghancurkan umat sebelum kamu, sebab
apabila diantara mereka ada yang berkedudukkan terhormat mencuri
didiamkan, tetapi ketika rakyat kecil yang melakukannya dijatuhi
hukuman.64
Contoh tersebut menunjukkan bahwa Rasul tidak membeda-bedakan
antara yang kuat dan lemah, kaya dan miskin, kulit putih dan hitam,
majikan dan buruh, laki-laki dan perempuan. Bahkan Rasulullah pernah
mengatakan, “andaikata putriku Fatimah mencuri, pasti akan kupotong
tangannya”.65
Kita sebagai umat patut mengikuti apa yang telah dilakukan Rasul
sebagai panutan kita. Namun sangat disayangkan keadaan yang terjadi di
masa dahulu dengan masa sekarang sungguh sangatlah berbeda, pada
kenyataannya masa sekarang masih ada perbedaan dan perlakuan yang
dinilai tidak adil baik antara kelompok elit dengan masyarakat umum.
Perbedaan dan perlakuan tidak adil tersebut juga terjadi dalam bidang
pendidikan. Pada bidang pendidikan ketidak adilan terlihat saat pemerintah
merancang wajib belajar, namun kenyataannya masih ada pihak yang
merasakan bahwa biaya pendidikan terlalu tinggi, hingga masih banyak
orang tua yang tidak mampu membiayai pendidikan.
Seseorang hendaknya mampu membiasakan dirinya untuk berlaku
adil, baik terhadap dirinya sendiri, terhadap Allah SWT, kedua orang
63Muhammad Ali Ash-Shabuny, Cahaya Al-Qur‟an: Tafsir Tematik Surat Huud – Al-
Isra‟,op.cit., h.446-447.
64Alwi Shahab, Memilih Bersama Rasulullah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998), cet.
1, h. 148.
65Ibid .
58
tuanya, saudara-saudaranya, tetangganya, masyarakat, bangsa dan
negaranya maupun terhadap musuhnya sekalipun. Dengan pembiasaan diri
untuk bersikap adil maka seseorang akan memperoleh banyak manfaat.
Sebagaimana yang telah dijelaskan pada landasan teori bahwa Imam
Ali mengatakan hikmah yang di dapat oleh seseorang apabila bersikap
adil, yaitu:
a. Sikap adil akan melestarikan rasa cinta.
b. Sikap adil dapat melunakkan hati.
c. Sikap adil akan mengangkat perselisihan dan melahirkan
kebersamaan.
d. Sikap adil melahirkan ketentraman.
e. Sikap adil dapat melestarikan kebersamaan.
f. Orang yang bersikap adil memiliki banyak pecinta dan pembela.66
Apabila setiap manusia dapat menegakkan keadilan dalam setiap
aspek kehidupan, maka hikmah yang telah disebutkan oleh Imam Ali dapat
tercapai. Apabila seseorang menerapkan keadilan dalam dirinya sendiri
maka ia akan memperoleh kegembiraan serta disenangi banyak orang.
Sedangkan keadilan yang diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat akan
terwujud masyarakat yang tentram dan damai.
2. Analisis Nilai Pendidikan Adil dalam Surat Al-Mâ`idah
Ayat 8
Keadilan berarti dapat menempatkan sesuatu secara proposional dan
persamaan-persamaan hak sesuai dengan kapasitas dan kemampuan
seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan. Keadila dalam Islam ialah
keadilan yang mengatur semua segi kehidupan manusia secara seimbang
dan menyeluruh.67
Keadilan dalam surat al-Mâ`idah ayat 8 mempunyai
kemiripan dengan surat an-Nisa ayat 135 yang berbunyi :
66Tim Akhlak, Etika Islam: dari Kesalehan Individual, Terj. Ilyas Abu Haidar, (Jakarta: Al-
Huda, 2003), cet. 1, h. 111.
67M.Yatimin Abdullah, Studi Akhlak Perspektif Al-Qur‟an, (Jakarta: Amzah, 2007), Cet. I, h,
138
59
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-
benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap
dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia kaya ataupun
miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu
mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika
kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka
Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu
kerjakan”. Perbedaannya, dalam surat an-Nisa Allah SWT memesankan umat
Islam menegakkan keadilan, sekalipun itu merugikan diri sendiri atau
orang-orang terdekat. Sementara dalam surat al-Mâ`idah ayat 8 dikatakan
bahwa sekalipun terhadap musuh-musuh kalian juga harus bersikap adil
dan janganlah kalian keluar dari garis hak dan keadilan. Dasar-dasar
dendam dan permusuhan akan dapat menciptakan suatu pembalasan,
sehingga hak-hak orang lain diabaikan. Dalam pergaulan kemasyarakatan
baik terhadap kawan maupun lawan, maka senantiasa ingatlah kepada
Tuhan dan bertindaklah adil meski terhadap diri kalian sendiri, lalu
sadarilah bahwa Allah SWT mengetahui semua pekerjaan kalian, dan
berdasarkan keadilanlah Allah memberikan pahala dan siksa.
Keadilan yang sesungguhnya tidak dapat dikemukakan di dunia ini,
karena keadilan yang hakiki hanya dapat ditemukan diakhirat kelak. Dan
keadilan yang hakiki itu hanyalah milik Allah. Allah berfirman dalam
surat al-Imran ayat 18 sebagai berikut:
“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia
(yang berhak disembah), yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan
60
orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). tak ada
Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana”. Keadilan adalah sifat yang penting untuk ditegakkan baik dalam
kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Tanpa keadilan, maka tatanan
dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara akan berantakan dan
tidak akan sejahtera. Seorang muslim harus tetap menegakkan keadilan
dalam keadaan apapun terhadap siapaun tanpa memandang suku, agama
dan jabatan. Keadilan harus tetap ditegakkan baik terhadap orang yang
dicintai maupun terhadap orang yang dibenci. Islam memerintahkan untuk
memberikan kebenaran kepada orang yang berhak, meskipun keadilan
tersebut akan merugikan teman dan menguntungkan musuh. Misalkan
bersikap adil dalam memberikan kesaksian, maka seseorang tidak boleh
memberi kesaksian kecuali dengan sesuatu yang ia ketahui, tidak boleh
menambah dan tidak boleh menurangi, tidak boleh merubah dan tidak
boleh mengganti. Islam mengharamkan kezaliman, baik kezaliman orang-
orang yang kuat terhadap yang miskin dan kezaliman terhadap rakyatnya.
Adil adalah menempatkan segala sesuatu pada tempatnya. Jika
seseorang memberikan hak kepada orang yang tidak berhak menerimanya,
hal ini berarti ia telah menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya. Hal
tersebut dikatakan tidak adil yang berarti ia telah melanggar perintah
Allah.
Dari ayat-ayat diatas terdapat pelajaran-pelajaran yang dapat dipetik
yaitu:
a. Keadilan kemasyarakatan hanya dapat diterima dalam naungan iman
kepada Allah SWT dan pelaksanaan perintah-perintah-Nya.
b. Keadilan bukan sekedar sebuah nilai dan norma akhlak, tetapi ia
merupakan sebuah perintah Allah dalam semua urusan kehidupan
dalam rumah tangga, mayarakat baik terhadap kawan maupun lawan.
c. Kelaziman Takwa ialah keterjauhan dari segala bentuk diskriminasi dan
tidak memberi peluang bagi timbulnya dendam dan permusuhan.
61
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisa penulis, dapat disimpulkan bahwa makna sikap adil
yang terdapat dalam surat an-Nahl ayat 90 dan al-Mâ`idah ayat 8 sebagai
berikut:
1. Pengertian adil
Adil adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya yakni dilakukan
dengan berpihak kepada yang benar, tidak sewenang-wenang, tidak
memihak ataupun berat sebelah antara satu dengan yang lainnya.
Sebagian mufassir mengartikan adil sebagai kesaksian bahwa tiada
Tuhan yang berhak disembah selain Allah SWT.
2. Macam-macam adil dalam Islam terbagi menjadi 4, yaitu :
a. Keadilan dalam kepercayaan, keadilan dalam bentuk ini ialah
keadilan yang ditujukkan kepada Allah SWT yakni mengesakan
Allah SWT.
b. Keadilan dalam rumah tangga, keadilan dalam rumah tangga
mencakup hak dan kewajiban suami istri dan keadilan hubungan
kasing sayang dalam sebuah keluarga.
c. Keadilan dalam perjanjian, keadilan dalam bentuk ini
memerintahkan manusia untuk berlaku adil dalam persaksian.
d. Keadilan dalam hukum harus sesuai dengan ajaran Allah SWT yakni
tidak memihak kecuali kepada kebenaran, tidak menjatuhkan sanksi
kecuali kepada yang melanggar, tidak berbuat zalim meski kepada
lawan.
Dalam surat an-Nahl ayat 90 pendidikan akhlak tentang adil
mencakup kedalam seluruh bentuk keadilan termasuk keadilan terhadap
diri sendiri, hukum, keadilan terhadap keluarga, kerabat maupun musuh.
62
Sementara dalam surat al-Mâ`idah ayat 8 perintah Allah untuk bersikap
adil dalam persaksian sekalipun terhadap musuh.
3. Manfaat adil
Allah memerintahkan umatnya untuk berlaku adil dalam kehidupan,
dengan bersikap adil maka seseorang akan memperoleh manfaat.
Manfaat dari berlaku adil, diantaranya: akan tercipta ketentraman, damai
dan sejahtera lahir dan batin, rasa aman, disenangi banyak orang, sikap
adil akan mengangkat perselisihan dan melahirkan kebersamaan.
Dari surat an-nahl ayat 90 dan surat al-Mâ`idah ayat 8 terdapat
pelajaran-pelajaran yang dapat dipetik yaitu:
a. Keadilan kemasyarakatan hanya dapat diterima dalam naungan iman
kepada Allah SWT dan pelaksanaan perintah-perintah-Nya.
b. Keadilan bukan sekedar sebuah nilai dan norma akhlak, tetapi ia
merupakan sebuah perintah Allah dalam semua urusan kehidupan
dalam rumah tangga, mayarakat baik terhadap kawan maupun lawan
c. Kelaziman Takwa ialah keterjauhan dari segala bentuk diskriminasi
dan tidak memberi peluang bagi timbulnya dendam dan permusuhan.
B. Saran
Sesuai dengan hasil penelitian dan kesimpulan yang didapatkan penulis
pada penelitian ini, penulis akan mengemukakan masukan atau saran, antara
lain sebagai berikut:
1. Penelitian yang menggali nilai-nilai dalam al-Qur`ân dan pembahasan
yang berisi pelajaran-pelajaran mengenai akhlak dan sifat-sifat manusia,
seperti ‘adl (adil) dalam surat an-Nahl ayat 90 dan surat al-Mâ`idah ayat
8 harus selalu diserukan agar setiap individu semakin mengerti dan
memahami tentang arti kebaikan yang bersumber dari al-Qur`ân.
2. Sifat ‘adl (adil) merupakan sifat yang positif. Oleh karena itu setiap
individu diharapkan benar-benar memahami sifat ‘adl (adil) dan selalu
menggakkannya dimanapun dan kepada siapapun.
63
3. Penelitian ini sudah penulis lakukan secara maksimal, akan tetapi penulis
menyadari bahwa masih terdapat beberapa kekurangan dalam penelitian
ini. Salah satunya adalah penulis hanya meneliti terkait tentang
pendidikan akhlak yang terkandung dalam surat an-Nahl ayat 90 dan
surat al-Mâ`idah ayat 8 tentang adil saja. Sehingga disarankan untuk
penulis selanjutnya yang akan meneliti terkait masalah ini, hendaknya
berlanjut pada analisis nilai-nilai keseluruhan yang ada pada surat an-
Nahl ayat 90 dan surat al-Mâ`idah ayat 8. Penulis selanjutnya juga dapat
menganalisis tentang adil yang terdapat dalam ayat-ayat al-Qur`ân
lainnya.
64
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M.Yatimin, Studi Akhlak Perspektif Al-Qur’an, Jakarta: Amzah, 2007.
Al Maragi, Ahmad Mustafa, Terjemah Tafsir Al-Maragi, Terj. dari Tafsir Al-
Maragi oleh Bahrun Abu Bakar, dkk, Jilid. 14, Semarang: CV. Toha Putra
Semarang, 1992.
-------, Ahmad Mustafa, Terjemah Tafsir Al-Maragi, Terj. dari Tafsir Al-Maragi
oleh Bahrun Abu Bakar, dkk, Jilid. 4, Semarang: CV. Toha Putra Semarang,
1993.
Al-Abrâsyî, Muhammad Aţiyyah, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Jakarta:
Bulan Bintang, 1970.
Ali, Mohammad Daud, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT.Raja Grafindo,
2008.
Alim, Muhammad, Pendidikan Agama Islam: Upaya Pembentukan Pemikiran
dan Kepribadian Muslim, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011.
Al-Qattan, Manna Khalil, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an,Terj. Mudzakir, Jakarta:
Pustaka Litera Antar Nusa, 2011.
Al-Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi, Terj. dari Al Jami’ li Ahkaam Al-Qur’an oleh
Ahmad Khotib, Jakarta: Pustaka Azam, 2008.
Amrullah, Abdulmalik Abdulkarim, Tafsir Al-Azhar Juz XIII-XIV, Jakarta:
Pustaka Panjimas, 2004.
Ananta, Widi, Kartu Jakarta Pintar, (Jakarta: Liputan 6, 01 April 2014), diakses
pada tanggal 22-Juni-2015, 10.00,
(http://news.liputan6.com/read/2030729/tuntaskan-masalah-kjp-ahok-
gandeng-icw-dan-kpk)
Ar-Rifa’i, Muhammad Nasib, Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu
Katsir (Surat al-Maaidah-an-Nahl), Jilid 2, Terj. Syihabuddin, Jakarta:
Gema Insani, 2001.
Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, Al Bayan Tafsir Penjelas Al
Qur’anul Karim, Vol. 1, Semarang: Pustaka Rizki, 2002.
-------, Teungku Muhammad Hasbi, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an (`Ulum al-Qur`an),
Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009.
Ash-Shabuny, Muhammad Ali, Cahaya Al-Qur’an: Tafsir Tematik Surat Huud –
Al-Isra’,Terj. dari Qabas min nûri Qur’anil al-Kariim Dirâsatun
65
Tahliiliyatun Mûsa`ah bi Ahdâfi wa Maqâshidi al-Suwarial- Kariimah oleh
Munirul Abidin, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001.
Asy-Syanqithi, Syaikh, Tafsir Adhwa’ul Bayan, Terj. dari Adhwa` Al Bayan fi
Idhah Al Qur`an bi Al Qur`an oleh Bari, dkk, Jilid. III, Jakarta: Pustaka
Azzam, 2007.
Ath-Thabari, Abu ja’far Muhammad bin Jarir, Tafsir Ath-Thabari, Terj. dari Jami’
Al Bayan an Ta’wil Ayi Al Qur’an oleh Misbah, dkk, Jakarta: Pustaka
Azzam, 2009.
-------, Abu ja’far Muhammad bin Jarir, Tafsir Ath-Thabari, Terj. dari Jami’ Al
Bayan an Ta’wil Ayi Al Qur’an oleh Akhmad Affandi, Jakarta: Pustaka
Azzam, 2008.
Azami, Komarullah, Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Surat Al-Mujadalah
Ayat 11-12, (Jakarta: UIN Jakarta, 2014.
Buchori, Didin Saefuddin, Metodologi Studi Islam, Bogor: Granada Sarana
Pustaka, 2005.
Cahyaningrum, Siwi Yunita, Putusan Vonis Nenek Asyani (23-04-2015diakses
pada hari sabtu (9-1-2016) pukul 08.10
(http://m.trimbunnews.com/regional/2015/04/23/divonis-bersalah-nenek-
asyani-tidak-adil-pak-hakim)
Dahlan Zaini, dkk., Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid II Juz 4-5-6, Yogyakarta: PT.
Dana Bhakti Wakaf, 1991.
Dasuki, Hafizh, dkk., Al-Qur’an dan Tafsirnya, Yogyakarta: PT.Dana Bhakti
Wakaf, 1995.
Daudy, Ahmad, Kuliah Filsafat Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1992.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jilid V, Jakarta: Lentera
Abadi, 2010.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa:
Edisi Keempat, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2012.
Dihimpun oleh Redaksi Sinar Grafika, Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional: (UU RI No. 20 Tahun 2003), Jakarta: Redaksi Sinar Grafika,
2013.
Gunawan, Imam, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, Jakarta: Bumi
Aksara, 2013.
Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan,Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2013.
66
Ilmy, Bachrul, Pendidikan Agama Islam untuk SMK Kelas XII, Bandung:
Grafindo Media Pratama, 2011.
Isawi, Muhammad Ahmad, Tafsir Ibnu Mas’ud: Studi tentang Ibnu Mas’ud dan
Tafsirnya, Terj. Ali Murtadho Syahudi, Jakarta: Pustaka Azzam, 2009.
Jalaluddin & Abdullah, Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat dan Pendidikan,
Jakarta: PT. Gaya Media Pratama, 2012.
Kaelan, Pendidikan Pancasila, Yogyakarta: Paradigma, 2008.
Karomah, Muflikhatul, Tafsir Surat Yusuf Ayat 58-62 (Kajian Nilai Pendidikan
Akhlak), Jakarta: UIN Jakarta, 2014.
Kementrian Agama RI, Hukum, Keadilan dan Hak Asasi Manusia: Tafsir Al-
Qur’an Tematik, Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2010.
-------, Mukadimah Al-Qur’an & Tafsirnya, Jakarta: Lentera Abadi, 2010.
-------, Tafsir Al-Qur’an Tematik:Hukum, Keadilan dan Hak Asasi Manusia:
Tafsir Al-Qur’an Tematik, Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an,
2010.
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Tafsir Al-Qur’an Tematik, Vol. 9,
Jakarta: Kamil Pustaka, 2014.
M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: PT Bumi Aksara, 1987.
Mahali, A.Mujab, Asbabun Nuzul: Studi Pendalaman Al-Quran (Al-Maidah – Al-
Isra), Jilid. 2, Jakarta: Rajawali, 1989.
Mahjuddin, Akhlak Tasawuf I Mu’jizat Nabi, Karamah Wali, dan Ma’rifah Sufi,
Jakarta: Kalam Mulia, 2009.
Malau, Srihandriatmo, Trimbun News Putusan Hakim Parlas Nababan (5 Januari
2016), diakses pada hari sabtu (9-1-2016) pukul 08.00,
(http://m.trimbunnews.com/nasional/2016/01/05dpr-menilai-putusan-hakim-
parlas-nababan-tak-adil-bagi-masyarakat-korban-pembakaran-lahan)
Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf: Nilai-nilai Akhlak/Budi Pekerti dalam Ibadat dan
Tasawuf, Jakarta: Karya Mulia, 2005.
Moh. Toriquddin, Sekularitas Tasawuf : Membumikan Tasawuf dalam Dunia
Modern, Yogyakarta: UIN-Malang Press, 2008.
Munawwir, Ahmad Warson, Al-Munawwir: Kamus Bahasa Arab-Indonesia
Terlengkap, Surabaya: Pustaka Progresif, 1997.
67
Mustofa, Akhlak Tasawuf, Bandung: Pustaka Setia, 2014.
Nata, Abuddin, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, Jakarta: Rajawali Pers,
2014.
-------, Pendidikan dalam Perspektif al-Qur’an, Jakarta: UIN Press, 2005.
-------, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, Jakarta: Rajawali pers, 2009.
-------, Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo, 2004.
Nawawi, Imam, Shahih Riyadhush-Shalihin I, Terj. dari Riyadhush-Shalihin oleh
Team KMCP, Jakarta: Pustaka Azam, 2008.
Redaksi Blue Shop Media, UUD’45 & Perubahannya, Jakarta: Blue Shop Media,
2010.
Salim, Abd. Muin, Metode Ilmu Tafsir, Yogyakarta: Teras, 2005.
Shahab, Alwi, Memilih Bersama Rasulullah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
1998.
Shihab, M. Quraish, Al-Lubâb: Makna, Tujuan, dan Pelajaran Surah-Surah Al-
Qur’an, Tangerang: Lentera Hati, 2012.
-------, Al-Qur’an dan Maknanya, Tangerang: Lentera Hati, 2010.
-------, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, Vol. 6,
Jakarta: Lentera Hati, 2002.
-------, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, Vol. 3,
Jakarta: Lentera Hati, 2002.
-------, Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan
Umat,Bandung: Mizan, 1996.
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan
R&D, Bandung: Alfabeta, 2013.
Supriyadi, Dedi, Pengantar Filsafat Islam:Lanjutan Teori dan Praktik, Bandung:
CV.Pustaka Setia, 2010.
Sya’rawi, Syeikh Muhammad Mutawalli, Tafsir Sya’rawi, Terj. dari Tafsir
Sya’rawi oleh Tim Safir al-Azhar, Jilid 7, Medan: Duta Azhar, 2007.
Syadah, Ahmad dan Rofi’i, Ahmad, Ulumul Quran, Jilid. I, Bandung: CV Pustaka
Setia, 1997.
68
Syafe’i, Rachmat, Pengantar Ilmu Tafsir,Bandung: Pustaka Setia, 2006.
Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2007.
Tim Akhlak, Etika Islam: dari Kesalehan Individual, Terj. Ilyas Abu Haidar,
Jakarta: Al-Huda, 2003.
U. Maman Kh, dkk., Metodologi Penelitian Agama Teori dan Praktek, Jakarta:
Raja Grafindo Persada Press, 2006.
Nama
NIM
Fakultas
Jurusan
Judul
LEMBAR UJI REFERENSI
Resti Wahyu Susanti
1111011000050
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Pendidikan Agama Islam
Nilai Pendidikan Akhlak Tentang Sikap Adil dalam
Perspektif Al-Qur'fln (Kajian Tafsir Surat An-Nahl Ayat 90
dan Al-Mf idah Ayat 8).
No Judul Buku No.Footnote
HalamanSkripsi
ParafPembimbins
BAB I1 Manna Khalil al-Qattan, Studi
I I mu- Ilmu Al - Qur' an,T erj.Mudzakir, (Jakarta: PustakaLitera Antar Nusa, 20ll), h. 17
I IDv/\./
2 Abuddin Nata, P endidikandalam P erspe kt if al - Qur' an,
(Jakarta: UIN Press, 2005), Cet.
l. h. 84
2
,f3 Imam Nawawi, Shahih
Riyadhus h- Shalihin 1, Terj. dariRiy adhus h- Shal i hin o leh Team
KMCP, (Jakarta: Pustaka Azam,2008). h.516-517
J 2
r)
4 Srihandriatmo Malau, Trimbunlr{ews Putusan Hakim ParlasNababan (5 Januari 2016),diakses pada hari sabtu (9-1-2016) pukul 08.00,(http : //m.trimbunnews. com/nasionaUl\ I 6 I 01 /05 dpr-menilai-putusan-hakim-parlas-nababan-tak-ad i l-bagi-masyarakat-korban-pembakaran-lahan)
4 J
!
5 Siwi Yunita Cahyaningrum,Putusan Vonis Nenek Asyani(2 3 -04-2 0 I Sdiakses pada harisabtu (9-l-2016) pukul 08.10(http : //m.trimbunnews. com/re gio
5 J
2
nallz\ I 5 I 0 4 123 I divonis-bersalah-nenek-asyani+idak-adi l-pak-hakim)
,{
6 Redaksi Blue Shop Media,UUD'45 & Perubahannya,(Jakarta: Blue Shop Media,2010), Cet. l, h. 54
6 4
!7 Dihimpun oleh Redaksi Sinar
Grafika, Undang-UndangS i s te m P e ndidi kan Nas ional :(UU N No. 20 Tahun 2003),(lakarta: Redaksi Sinar Grafika,2013), h. 8
7 5
,e8 Widi Ananta, Kartu Jakarta
Pintar, (Jakarta: Liputan 6, 0lApril 2014), diakses pada
tanggal 22-Juni-20 15, I 0" 00,(http : //news. I iputan6.co ml r eadlL
8 5
00 3 0 72 9/tuntaskan -masal ah - kj p-ahok- sandens-icw-dan-kpk)
I Muhammad Ahmad Isawi,Tafsir lbnu Mas'ud." Studitentang lbnu Mas'ud danTafsirnya, Terj. Ali MurtadhoSyahudi, (Jakarta: PustakaAzzam,2009\, Cet. l, h.644
9 6
c
BAB IIl0 Departemen Pendidikan
Nasional, Kamus Besar BahasaIndonesia Pusat Bahasa"' EdisiKeempat, (Jakarta: GramediaPustaka Utama, 20lZ), Cet. 4, h.
963, 10
I dan 31 10 dan22
0
ll Moh. Toriquddin, Se kularitasTasrnuuf ' MembumikanTasawuf dalam Dunia Modern,(Yogyakarta: UIN-MalangPress, 2008), Cet. l, h.3,4
2dan4 l0 danl1
2t2 Jalaluddin & Abdullah, Filsffit
Pendidikan: Manusiq, Filsafatdan Pendidikan, (Jakarta: PT.Gaya Media Pratama, 2012),Cet.2,h. 125-126
3 l0
0
13 Kaelan, P e ndidi kan P anc as il a,(Yogyakarta: Paradigma, 2008),Cet. 9. h. 89
5 t1
0
t4 M. Yatimin ,\bdullah, StudiAkhlak dalam Perspektif al-Qur' an, (Jakarta: Amzah, 2007),Cet. l, h.21,3,3
6, 17,dan 18
71,14,dan 15 c
l5 Hasbullah, Das ar - D as ar I lmuP e ndidi knn, (Jakarta : PT. Raj aGrafindo Persada, 2013), Cet. I l,h. 1
.1 l2
pt6 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan
dalam Perspektif Islam,(Bandung: PT. RemajaRosdakarya,2007), CeL 7 , h. 26
8 12
017 M. Arifin, Filsafat Pendidikan
Islam, (Jakarta: PT BumiAksara, 1987), Cet. l, h. l1
9 t2 Il8 Dihimpun oleh Redaksi Sinar
Grafika, Undang-UndangSistem P endidikan Nas ional :(UU N No. 20 Tahun 2003),(Jakarta: Redaksi Sinar Grafika,2013), h. 3
10 l3
T
t9 M.Quraish Shihab, Wawasan al-Qur'an: Tafsir Maudhu'i atasPelbagai PersoalanUmat, (Bandung: Mizan, 1996),Cet. 6, h.253, lll-112, ll4,l15,116,116
I l, 33,35,38,39 dan
40
73,22,23,24,
24 dan 24)
20 Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf:N i I ai -ni I ai Akhl ak/ Budi P e ke rt idalam lbadat dan Tasawuf,(Jakarta: Karya Mulia, 2005),Cet.2, h.25
t2 l3
,
2l Dedi Supriyadi, PengantarF il s afat Is lam : Lanj ut an Te oridan Praktik, (Bandung:CV.Pustaka Setia, 2010), Cet. l,h. 91
l3 l3
0
22 Ahmad Daudy, Kuliah FilsafatIslam, (Jakarta: Bulan Bintang,199D. Cet. 3. h.61.47
14 dan24
14 dan 19 023 Mahjuddin, Akhlak Tasawuf I
Mu jizat Nabi, Karamah Wali,dan Ma'rifah Sufi, (Jakarta:Kalam Mulia, 2009), Cet. l, h.4
l5 t4
c
24 Abuddin Nata, Akhlak Tasm,uuf
dan Karakter Mulia, (Jakarta:l6 dan
2514 dan 19
0
Rajawali Pers, 2014), Cet. 13, h.4, ll-13
25 Mohammad Daud Ali,P endidikan Agama Is lam,(Jakarta: PT. Raja Grafindo,2008), h. 93, 1 l0
19 dan21
16 dan 17)
26 Muhammad Alim, PendidikanAgama Islam: UpoyaP embentukan P emikiran danKeprib adian Mus I im, (Bandung:PT. Remaja Rosdakarya, 20ll),Cet.2. h.180, 188
20 dan22
16 dan 17
,P
27 Muhammad Afiy},ah al-Abrdsyi,Das ar -Das ar P o ko k P e ndidi kanIslam, (Jakarta: Bulan Bintang,1970), h. 109
23 t9
)28 Mustofa, Akhlak Tas m,u uf,
(Bandung: Pustaka Setia, 2014),Cet.6,h.26,27
26 dan27
20 dan 21
29 Kementrian Agama R| TafsirAl-Qur' an Tematik: Hukum,Keadilatt dan Hak AsasiManus i a'. Tafs ir A l- Qur' anTe matik, (Jakarta: LajnahPentashihan Mushaf Al-Qur' an,2010), Cet. l, h. 4
28 21
/
30 M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, danKeserasian al-Qur'an, Vol. 6,
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), h.
698
29 21
0
3l Ahmad Mustafa Al Maragi,Te rj e mah Tafs ir A I - Mar agi,Jilid. 14, Terj. Bahrun AbuBakar, dkk., (Semarang: CV.Toha Putra Semarang, 1992),Cet.2. h.233
30 22
0
32 Bachrul Ilmy, P endidikanAgama Islam untuk SMK KelasXII, (Bandung: Grafindo MediaPratama, 2011), h. 38
32 22
I33 La)nah Pentashihan Mushaf Al-
Qur'an, Tafsir Al-Qur'anTematik, Vol. 9, (Jakarta: KamilPustaka, 2014), Cet. l, h" 4,5
34 dan37
22 dan24
c34 Departemen Agama Rl, Al- 36, 41, )) ')\
Qur'an dan Tafsirnya Jilid V,(Jakarta: Lentera Abadi, 2010),h.373, 375, 375, 376, 377
42,43dan 44
25,26dan27
I
35 Muhammad Ali Ash-Shabuny,C ahaya Al-Qur' an: TafsirTematik Surat Huud - Al-Isra',Ter.l. Munirul Abidin, (Jakarta:Pustaka Al-Kautsar, 2001), Cet.1,h.446-447
45 27
{
36 Tim Akhlak, Etika Islam: dariKesalehan Individual, Terj. IlyasAbu Haidar, (Jakarta: Al-Huda,2003), Cet. l, h. I I I
46 28
nar(
37 Komarullah Azami, N i I ai-N i I aiPendidikan Akhlak Dalam SuratAl-Muj adalah Ayar I I - I 2,( J akarta: UIN Jakarta. 201 4\
47 30
(
38 Mufl ikhatul Karomah, TofsirSurat Yusuf Ayat 58-62 (KajianNilai Pendidikan Akhlak),(Jakarta: UIN Jakarta, 2014)
48 30
p
BAB III39 U. Maman Kh, dkk., Metodologi
Penelitian Agama Teori danPraktek, (Jakarta: Raja GrafindoPersada Press. 2006). h. 80
I 31
t40 Imam Gunawan, Metode
Penelitian Kualitatif Teori danPraktik, (Jakarta: Bumi Aksara,2013),h.209
2 32
/
41 Abudin Nata, Metodologi StudiIslam, (Jakarta: Rajawali Press,
20tt),h.219
aJ )Z I42 Didin Saefuddin Buchori,
Metodologi Studi Islam, (Bogor:Granada Sarana Pustaka, 2005),Cet, I, h. 19
4 32
c43 Abd. Muin Salim, Metode llmu
Tafs ir, (Yogyakarta: Teras,2005), Cet. l, h.42-45
5 -r -)
n,V
44 Sugiyono, Me tode P enelitianPendidikan PendekatanKuantitatif, Kualitatif dan R&.D,(Bandung: Alfabeta, 2013), Cet.18. h.286
6 JJ
c
45 Kementrian Agama RI, 7,8,9, 34,34,
Mukadimah Al-Qur'an &Tafs i rny a, (Jakarta: LenteraAbadi, 201 0), h. 69, 242, 229,69,69,69
10,11dan 12
34,34,35 dan
35 !'BAB IV
46 Hafizh Dasuki, dkk., Al-Qur'andan Tafs irny a, (Y o gy akarta:PT.Dana Bhakti Wakal 1995),h.325,446,401,405
l,19,41dan 42
36,40,48 dan 48 p
47 Teungku Muhammad Hasbi ash
Shiddieqy, Al Bayan TafsirPenjelas Al Qur'anul Karim,Vol. l, (Semarang: PustakaRizki, 2002\, cet. 2, h. 601, 601
2dan4 36 dan 37
948 Departemen Agama Rl, Al-
Qur'an dan Tafsirnya Jilid V,(Jakarta: Lentera Abadi, 2010),h.277,277
3dan5 36 dan 37
n.(
49 M.Quraish Shihab, Al-Qur'andan M aknany a, (T anger ang:Lentera Hati, 2010), cet. l, h. l6
6 37
P50 Ahmad Warson Munawwir, l/-
Munawwir: Kamus BahasaAr ab - Indo ne s i a Te rl e ngknp,(Surabaya: Pustaka Progresif1997), cet.74, h. 905, 264,1036,98. 905
7, 10, 13,16 dan
60
38, 38,38, 39dan 55 c
51 Ahmad Mustafa Al Maragi,Te rj e mah Tafs ir A I - Mar agi,Terj. dari Tafsir Al-Maragi olehBahrun Abu Bakar, dkk, Jilid.14, (Semarang: CV. Toha PutraSemarang, 1992), cet. 2, h. 233,233.233,234,234,238
8, I 1, 14,
17, dan3l
38, 38,39,39dan 44
c
52 M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, danKe serasian al-Qur' an, Y ol. 6,
(Jakarta: Lentera Hati,2002), h.
698. 699,701,702, 698
9,12,15,18, dan
25
3E,38,39,39dan 43 0
53 A.Mujab Mahali, AsbabunNuzul: Studi Pendalaman Al-Quran (Al-Maidah - Al-Isra),Jilid. 2, (Jakarta: Rajawali,1989), cet. l, h.257
20 41
c
54 Ahmad Syadah dan AhmadRof i, Ulumul Quran, Jilid. I
21 41 0V
(Bandung: CV Pustaka Setia,1997), cet. I, h. 89
55 Rachmat Syafe' i, PengantarIlmu Tafsir, (Bandung: Pustaka
Setia, 2006), cet. 6,h.26
22 41 p
56 Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Ilmu-Ilmu Al-Qur' an(' Ulum al-Qur' an), (Semarang:Pustaka Rizki Putra, 2009), h.l8
23 42
I57 Kementrian Agama kl, Hukam,
Keadilan dan Hak AsasiManus ia'. Tafs ir Al- Qur' anTematik, (Jakarta: LajnahPentashihan Mushaf Al-Qur' an,2010), cet. l, h. 2
24 42
9
58 Syaikh Asy-Syanq i thi, Tafs irAdhwa'ul Bayan, Jilid. III, Terj.Bari, dkk, (Jakarta: PustakaAzzam.2007). h.568
26 43
I59 Quraish Shihab, Al-Lubdb :
Malcna, Tujuan, dan PelajaranSurah- Surah Al- Qur' an,(Tangerang: Lentera Hati, 2012),cet. l. h. 189
27 43
c60 Abdulmalik Abdulkarim
Amrullah, Tafsir Al-Azhar JuzilII-XU, (Jakarta: PustakaPaniimas, 2004),h.283
28 43
0
6l Syeikh Muhammad MutawalliSya'rawi, Tafsir Sya'rani Jilid7,Terj. Tim Safir al-Azhar,(Medan: Duta Azhar,2007), cet.1, h.698, 697, 696
29,33,dan 35
43,45,dan 45 p
62 Muhammad Nasib ar-Rifa'i,Kemudahan dari Allah:Ringkasan Tafsir lbnu Katsir(Sur at al - Maai dah- an- N ahl),Jilid 2, Terj. Syihabuddin,(Jakarta: Gema Insani, 2001),cet. l, h.751
30 44
!63 Abu ja'far Muhammad bin Jarir
Ath-Thabari, Tafs ir At h-Thab ar i,Terj. dari Jami'Al Bcryan anTa'wil Ayi Al Qur'an olehMisbah, dkk (Jakarta: PustakaAzzam.2009). h.281
32 44
I
64 Muhammad Ali Ash-Shabuny,C ahaya Al-Qur' an : TafsirTematik Surat Huud - Al-Isra',Terj. dari Qabas min nttriQur' anil al-Kariim DirdsatunTahliiliyatun Mfisa'ah bi Ahddfiwa Maqdshidi al-Suwarial-Kariimah oleh Munirul Abidin,(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,2001), cet. 1, h.446-447 , 447 ,
446-447.
34,36dan 63
45,45dan 57
/
65 Zaini Dahlan dkk., Al-Qur' andan Tafsirnya Jilid II Juz 4-5-6,(Yogyakarta: PT. Dana BhaktiWakaf, l99l). h. 380. 380
38 dan39
47 dan47
066 Ahmad Mustafa Al Maragi,
Te rj e mah Tafs ir A l - Mar agi,Terj. dari Tafsir Al-Maragi olehBahrun Abu Bakar, dkk, Jilid" 4,(Semarang: CV. Toha PutraSemarang, 1993), cet.2, h" 127,
128. 129, 129, 129, 130 dan I 30
40,45,49,52,53, 56dan 58
48, 50,51,52,5? 51
dan 53t/
-V
67 Abu ja'far Muhammad bin JarirAth-Thabari, Tafs ir At h-Thab ar i,Terj. dari Jami'Al Bayan anTa'wil Ayi Al Qur'an olehAkhmad Affandi, (Jakarta:Pustaka Azzam,2008), h. 550,550. 551 dan 551
43,44,54 dan
55
50, 50,52 dan 53
nv
68 Al-Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi,Terj. dari Al Jami' li Ahkaam Al-Qur'an oleh Ahmad Khotib,(Jakarta: Pustaka Azam, 2008),h.264,264 dan264
46,50dan 5l
50,51dan 53 !
69 M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, danKeserasian al-Qur'an, Vol. 3,
(Jakarta: Lentera Hati,2002), h.
49
47 5l
/
70 Syeikh Muhammad MutawalliSya'rawi, Tafsir Sya'ratvi, Terj.dari Tafsir Sya'rawi oleh TimSafir al-Azhar, Jilid 3, (Medan:Duta Azhar. 2007). h.563
48 5l
I71 Mohammad Daud Ali,
Pendidikan Asama Islam,59 54 T
(Jakarta: PT.Raj a Grafi ndo,2008), h.96-103
72 Abuddin Nata, Tafsir Ayat-AyatP endi diknn, (Jakarta: Raj awal ipers,2009\, h.252
61 55
)73 Departemen Pendidikan
Nasional, Kamus Besar BahasaIndones ia Pusat Bahasa,(Jakarta: PT Gramedia PustakaUtama, 2012), cet.4, h. l0
62 55
074 Alwi Shahab, Memilih Bersama
Rasulullah, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1998), cet. l,h.148, 148
64 dan65
57 dan57f^t
v75 Tim Akhlak, Etika Islam: dari
Kesalehan Individual, Terj. IlyasAbu Haidar, (Jakarta: Al-Huda,2003), cet. l, h. I I I
66 58
1/
76 M.Yatimin Abdullah, StudiAkhl ak P e r spe kt if A I - Qur' an,(Jakarta: Amzah, 2007), Cet. I,h, 138
67 58
/
KEMENTERIAN AGAMAUIN JAKARTAFITKJl. lr. H. Juatda No *5 Ciputat 15412 lrdonesia
FORM (FR)
No. Dokumen : FITK-FR-AKD.081
Tgl" Terbit : 1 Maret 2010
No. Revisi: : 01
Hal 1t1
SURAT BIMBINGAN SKRIPSI
Nomor : Un.O 1lF. l/I(M.0L.3 1035912015Lamp. : -Hal : Bimbingan Skripsi
Tembusan.l. Dekan FITK2. Mahasiswa ybs.
Jakarta 26 Februari 2015
Kepada Yth.
Drs. H. Achmad Gholib, M.AgPembimbing SkripsiFakultas Ilmu Tarbiyah dan KeguruanUIN Syarif HidayatullahJakarta.
As salamu' alaikum wr.wb.
Dengan ini diharapkan kesediaan Saudara untuk menjadi pembimbing I1II(materi/teknis) penulisan skripsi mahasiswa:
Nama : Resti Wahyu Susanti
NIM : 1111011000050
Junrsan : Pendidikan Agama Islam
Semester : 9 (Sembilan)
Judul skripsi : NILAI PENDTDIKAN AKHLAK TENTANG sIKAp ADrLDALAM PERSPEKTIF AL-QUR'AN (Kajian Tafsir Surat
An-Nahl Ayat 90 dan Surat At-Maidah Ayat 8)
Judul tersebut telah disetujui oleh Jurusan yang bersangkutan pada tanggal 26 Februari2015 , abstraksiloatline teflanpir. Saudara dapat melakukan perubahan iedaksional padajudul tersebut. Apabila perubahan substansial dianggap perlu, mohon pembirnbingmenghubungi Jurusan terlebih dahulu.
Bimbingan skripsi ini diharapkan selesai dalam waktu 6 (enam) bulan, dan dapatdiperpanjang selama 6 (enam) butan berikutlya tanpa surat perpanjangan.
Atas perhatian dan kerja sama saudar4 kami ucapkan terima kasih.
Wassalamu' alaikum wr.wh.
a.n. DekanKajur ikan Agama Islam