30
1 STRATEGI PENINGKATAN PROFESIONALISME POLRI SEBAGAI PENEGAK HUKUM GUNA MEMBANGUN SUPREMASI HUKUM DALAM RANGKA PENEGAKAN HUKUM TAHUN 2014 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang. Reformasi telah mengubah paradigma bangsa dalam menempatkan hukum. Hukum yang sebelumnya ditempatkan sebagai alat untuk melanggengkan kekuasaan, berubah menjadi panglima dalam rangka memperbaiki kondisi sosial, ekonomi, politik, budaya, pertahanan dan keamanan. Reformasi penegakan hukum merupakan salah satu pilar penting dalam menguatkan konsolidasi demokrasi. Tanpa penegakan hukum yang benar, adil, dan profesional, konsolidasi demokrasi akan terganggu. Dan, tentu berkorelasi positif dengan pembangunan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Meskipun demikian, tentu, proses reformasi penegakan hukum berbasis keadilan akan memakan waktu dan memerlukan kesabaran. Dalam RPJM 2010-2014, Penegakan hukum menjadi prioritas nasional reformasi dan tata kelola yang dinyatakan dalam bentuk peningkatan integrasi dan integritas penerapan dan penegakan hukum oleh seluruh lembaga dan aparat hukum. Oleh karena itu, Polri dituntut untuk memiliki kemampuan dan keterampilan serta sikap dan komitmennya pada hukum dan

Nkp-2 Komp Paradigma

Embed Size (px)

DESCRIPTION

NKP

Citation preview

1

STRATEGI PENINGKATAN PROFESIONALISME POLRI SEBAGAI

PENEGAK HUKUM GUNA MEMBANGUN SUPREMASI HUKUM DALAM

RANGKA PENEGAKAN HUKUM TAHUN 2014

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar belakang.

Reformasi telah mengubah paradigma bangsa dalam

menempatkan hukum. Hukum yang sebelumnya ditempatkan sebagai

alat untuk melanggengkan kekuasaan, berubah menjadi panglima

dalam rangka memperbaiki kondisi sosial, ekonomi, politik, budaya,

pertahanan dan keamanan.

Reformasi penegakan hukum merupakan salah satu pilar penting

dalam menguatkan konsolidasi demokrasi. Tanpa penegakan hukum

yang benar, adil, dan profesional, konsolidasi demokrasi akan

terganggu. Dan, tentu berkorelasi positif dengan pembangunan

ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Meskipun demikian, tentu, proses

reformasi penegakan hukum berbasis keadilan akan memakan waktu

dan memerlukan kesabaran.

Dalam RPJM 2010-2014, Penegakan hukum menjadi prioritas

nasional reformasi dan tata kelola yang dinyatakan dalam bentuk

peningkatan integrasi dan integritas penerapan dan penegakan hukum

oleh seluruh lembaga dan aparat hukum. Oleh karena itu, Polri dituntut

untuk memiliki kemampuan dan keterampilan serta sikap dan

komitmennya pada hukum dan penegakannya. Dengan kata lain, Polri

sebagai penegak hukum dituntut profesional.

Profesionalisme dalam penegakan hukum merupakan bagian

yang tidak terpisahkan dari pembangunan hukum di Indonesia, karena

penegakan hukum merupakan bagian dari system hukum di Indonesia.

Oleh karena itu, penegakan hukum yang tidak professional

menunjukkan bahwa pembangunan hukum belum berjalan secara

optimal.

2

Untuk itu, NKP ini akan difokuskan untuk membahas

profesionalisme penegakan hukum guna membangun supremasi

hukum dalam rangka pembangunan hukum tahun 2014.

2. Pokok masalah dan persoalan

a. Pokok masalah

Bagaimana strategi peningkatan profesionalisme Polri sebagai

penegak hukum guna membangun supremasi hukum dalam

rangka penegakan hukum tahun 2014?

b. Persoalan

1) Bagaimana konsep paradigma pembangunan hukum?

2) Bagaimana upaya Polri dalam meningkatkan

profesionalisme penegakan hukum tahun 2014?

3. Ruang lingkup

Pembahasan supremasi dan penegakan hukum menyangkut

berbagai aspek, baik penegak hukum, sistem hukum, maupun budaya

hukumnya. Dalam NKP ini ruang lingkup pembahasan dibatasi pada

profesionalisme tugas Polri sebagai penegak hukum yang meliputi

pengetahuan, pemahaman, keterampilan, sikap dan minat dalam

penegakan hukum.

4. Tata urut

Bab I Pendahuluan berisi latar belakang, pokok permasalahan dan

persoalan, ruang lingkup dan tata urut penulisan.

Bab II Kajian kepustakaan, berisi teori dan pandangan ahli mengenai

paradigma pembangunan hukum dan konsep profesionalisme.

Bab III Kondisi faktual, berisi kondisi profesionalisme penegakan

hukum saat ini

Bab IV Faktor-faktor yang mempengaruhi, terdiri atas faktor eksternal meliputi

Peluang dan Kendala dan Faktor Internal yang terdiri atas Kekuatan dan

Kelemahan

Bab V Kondisi Ideal, yakni Penegakan hukum yang diharapkan yang merupakan

gambaran dari kondisi penegakan hukum tahun 2014 hasil skenario learning

3

Bab VI Upaya pemecahan masalah yang meliputi penyusunan visi, misi, tujuan,

sasaran, kebijakan, dan strategi yang dikaji melalui analisis EFAS-IFAS.

Bab VII Penutup yang terdiri dari Kesimpulan dan Rekomendasi.

BAB II

KAJIAN KEPUSTAKAAN

5. Paradigma pembangunan hukum.

Romli Atmasamita (2005) mengungkapkan bahwa telah terjadi

perubahan paradigma dalam kehidupan politik dari ketatanegaraan di

Indonesia yaitu dari sistem otoritas kepada sistem demokrasi, dan dari

sistem sentralistik kepada sistem otonomi. Perubahan paradigma

tersebut sudah tentu berdampak terhadap sistem hukum yang dianut

selama ini yang menitik-beratkan kepada produk-produk hukum yang

lebih banyak berpihak kepada kepentingan penguasa daripada

kepentingan rakyat, dan produk hukum yang lebih mengedepankan

dominasi kepentingan pemerintah pusat dari pada kepentingan

pemerintah daerah.

Disamping perubahan paradigma tersebut juga selayaknya kita

ikut mengamati fenomena-fenomena yang terjadi didalam percaturan

politik dan kehidupan ketatanegaraan di Indonesia kerena terhadap

bagian ini kita sering “alergi” dan mengabaikannya. Sedangkan

kehidupan perubahan sistem politik dan sistem ketatanegaraan

berdampak mendasar terhadap perkembangan sistem hukum.

Sekarang ini masyarakat tidak hanya mendambakan sekedar

adanya peraturan hukum, tetapi masalah yang mengemuka ialah

apakah masih ada unsur keadilan dalam sistem hukum yang berlaku di

semua sektor-sektor dan bidang kehidupan bangsa ini. Tidak hanya

dalam hal keberadaan peraturan hukum yang diproduk pimpinan

4

eksekutif berupa Keppres, tetapi juga dalam hal penegakan hukum

(law enforcement) di semua lini kehidupan, baik diantara sesama

aparat birokrasi, dan juga dalam hubungan antara aparat birokrasi dan

penegakan hukum dalam rangka pelayanan bagi masyarakat (public

service).

6. Konsep Profesionalisme.

Profesionalisme menunjuk kepada komitmen para anggota suatu

profesi unuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus

menerus mengembangkan strategi-strategi yang digunakannya dalam

melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya. Kunarto

(1995:15) menyebutkan bahwa profesionalisme adalah kemampuan

dan keterampilan/ kemahiran dalam melaksanakan pedoman kerja

dalam bentuk tata pikir, tata laku, dan tata tindak sehingga tercapai

kinerja organisasi yang unggul.

Profesionalisme tidak bisa dilepaskan dari adanya kompetensi.

Kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan,

nilai, dan sikap yang direfleksikan dalam kebisaaan berpikir dan

bertindak. Mulyasa (2003:38) mengartikan kompetensi sebagai

penguasaan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi

yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan. Lebih lanjut Gordon

menjelaskan aspek atau ranah yang terkandung dalam konsep

kompetensi sebagai syarat profesional adalah: pengetahuan

(knowledge), pemahaman (understanding), kemampuan (skill), nilai

(value), sikap (attitude), dan minat (interest). Pengetahuan dalam

kaitan ini merupakan landasan sehingga profesionalisme akan berdiri

secara tegak di atasnya. Karena itu tidak akan tumbuh profesionalisme

pada diri seseorang tanpa didasarkan kepada pengetahuan.

Pengetahuan akan bergerak menjadi pemahaman, yakni penguasaan

dan pemaknaan terhadap pengetahuan yang dimiliki sehingga

pengetahuan itu berfungsi dalam hidupnya. Dalam profesionalisme

pengetahuan dan pemahaman tersebut dibarengi pula dengan

keterampilan (skill) yang menunjukkan bahwa pemahaman itu tidak

hanya sebatas wacana yang bersifat teoritik, tetapi juga berdimensi

5

praktis berupa keterampilan mempraktikkan pengetahuan yang

dimilikinya.

Profesionalisme Polri merupakan amanat Tap MPR RI Nomor

VII/MPR/ 2000 Bab II Pasal 6 ayat (2) yang berbunyi: ”Dalam

menjalankan peranannya, Kepolisian Republik Indonesia wajib memiliki

keahlian dan keterampilan secara profesional”. Karena itu,

membangun dan meningkatkan profesionalisme Polri menjadi tugas

negara dan bangsa secara keseluruhan. Amanat Tap MPR tersebut

ditetapkan pula dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang

Nasional Tahun 2005-2014 yang ditetapkan berdasarkan dengan UU

RI No 17 tahun 2007 dalam rangka mewujudkan Indonesia yang aman,

damai, dan bersatu,

BAB III

KONDISI FAKTUAL

7. Kondisi profesionalisme penegakan hukum saat ini.

Secara umum, profesionalisme penegakan hukum Polri masih

belum optimal yang ditandai dengan masih banyaknya kasus-kasus

dalam penegakan hukum yang bertolak belakang dengan

profesionalisme seperti pelanggaran hukum, moral, dan kode etik

profesi di kalangan anggota Polri. Pelanggaran hukum oleh anggota

Polri merupakan kasus yang mencederai profesionalisme Polri sebagai

penegak hukum.

6

Dalam kaitannya dengan penanganan perkara, profesionalisme

Polri masih ditandai pula dengan berbagai kasus yang mengganggu

profesionalisme, seperti masih lamanya penanganan perkara, adanya

pungutan pada saat berperkara, dan sebagainya.

Hambatan utama dalam mewujudkan profesionalisme Polri

adalah kultur atau budaya Polri yang masih menunjukkan sisa-sisa

budaya orde baru yang militeristik. Secara khusus, profesionalisme Polri saat ini

dilihat dari ciri profesionalisme adalah:

a. Dari segi kewenangan, Polri telah memiliki kewenangan yang otonom dalam bidang

penegakan hukum, tetapi otonomi yang diberikan masih seringkali

disalahgunakan oleh sebagai anggotanya sehingga mengurangi profesionalisme

Polri.

b. Dari segi kompetensi dan kemampuan fungsi, Polri belum sepenuhnya memiliki

kompetensi, termasuk dalam fungsi-fungsi Polri. Kompetensi Polri yakni

memiliki pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap dan minat dalam

bidang Kepolisian masih rendah yang dibuktikan dengan masih banyaknya kasus-

kasus pelanggaran hukum yang belum terungkap serta masih banyaknya anggota

yang melakukan pelanggaran disiplin bahkan pelanggaran hukum.

c. Dari segi basis ilmu pengetahuan, Polri belum sepenuhnya didukung oleh ilmu

pengetahuan dan teknologi mutakhir sehingga banyak tindak kejahatan yang

menggunakan modus baru dengan teknologi informasi mutakhir belum dapat

dituntaskan.

d. Dari segi kode etik profesi, masih terjadi pelanggaran kode etik oleh aparat penegak

hukum itu sendiri yang mengurangi tingkat profesionalisme penegakan hukum

Polri secara keseluruhan.

BAB IV

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

8. Faktor Eksternal.

a. Peluang.

7

1) Dukungan DPR terhadap penegakan hukum yang

profesional.

2) Komitmen pemerintah yang tinggi terhadap penegakan

hukum.

3) Harapan masyarakat yang besar terhadap penegakan

hukum yang profesional.

4) Terbukanya kerja sama internasional untuk meningkatkan

profesionalisme Polri.

b. Kendala.

1) Dukungan DPR terbatas pada dukungan politis.

2) Komitmen pemerintah seringkali bersifat pragmatis

terhadap hal yang menguntungkan citra politis

pemerintah.

3) Dukungan masyarakat tidak disertai dengan kesadaran

terhadap hukum.

4) Kerja sama dengan luar negeri seringkali bermuatan

politis.

9. Faktor Internal.

a. Kekuatan.

1) Anggota Polri cukup besar dengan rasio 1:601.

2) Anggaran Polri termasuk penegakan hukum cukup besar

Rp 27,1 T/ tahun.

3) Sarpras Polri untuk penegakan hukum masih cukup

memadai.

4) Polri memiliki sismet penegakan hukum yang baku.

b. Kelemahan.

1) Masih adanya anggota Polri yang kurang memiliki

kompetensi.

2) Anggaran untuk peningkatan profesionalisme masih

kurang.

3) Sarpras pelatihan profesi masih kurang.

4) Sismet bagi penegakan hukum masih konvensional.

8

BAB V

KONDISI YANG DIHARAPKAN

10. Analisis scenario learning

a. Focal Concern (FC) adalah kondisi Penegakan hukum 2014.

b. Driving Force (DF) terhadap Penegakan hukum 2014 antara lain:

DPR, Pemerintah, anggota Polri, masyarakat, luar negeri,

ekonomi, politik, sosial, dan budaya.

c. Hubungan antar DF tampak pada gambar di bawah ini:

d. Driving Force yang paling berpengaruh terhadap kondisi

penegakan hukum adalah pemerintah dan anggota Polri.

BUDAYA

PENEGAKKANHUKUM2014 ANGGOTA

POLRI

PEMERIN-TAH

SOSIAL

POLITIK

EKONOMI

MASYARAKAT

DPRLUARNEGERI

PEMERINTAH

PEMERINTAH

ANGGOTA POLRIANGGOTA POLRI

KUADRAN IKUADRAN III

KUADRAN IIKUADRAN IV

+

+

-

-

9

e. Matrik skenario Penegakan hukum tahun 2014

f. Ciri kunci setiap scenario:

1) Pemerintah

a) Positif

(1) Pemerintah mendukung penuh penegakan hukum

(2) Pemerintah menyediakan anggaran penegakan hukum

(3) Pemerintah memberikan contoh penegakan hukum

(4) Pemerintah konsisten dengan kebijakannya

b) Negatif

(1) Pemerintah tidak peduli terhadap penegakan hukum

(2) Pemerintah menyediakan anggaran yang kurang pada

penegakan hukum

(3) Pemerintahan koruptif

(4) Pemerintah tidak konsisten dengan kebijakannya

2) Anggota Polri

a) Positif

10

(1) Memiliki kompetensi yang tinggi dalam penegakan hukum

(2) Memiliki disiplin yang tinggi

(3) Memiliki rasa pengabdian yang tinggi

(4) Konsisten menjalankan kode etik Polri

b) Negatif

(1) Kurang kompetens

(2) Kurang disiplin

(3) Rasa pengabdian rendah

(4) Tidak konsisten menjalankan kode etik

g. Simbol frase

Kuadran I : SEHAT

Kuadran II : SAKIT

Kuadran III : RAWAT INAP

Kuadran IV : COMA

h. Narasi scenario

SEHAT

Penegakan hukum tahun 2014 didukung oleh pemerintah yang memiliki

komitmen kuat terhadap penegakan hukum didukung oleh kemampuan aparat

Polri sebagai penegak hukum yang profesional, modern, dan bermoral. Penegakan

hukum di Indonesia bagaikan seorang manusia yang sehat dan berdiri dengan

tegap, kokoh, dan kuat.

SAKIT

Penegakan hukum tahun 2014 didukung oleh pemerintah yang tidak memiliki

komitmen dan aparat Polri sebagai penegak hukum yang kurang profesional dan

kurang mengindahkan moralitas. Penegakan hukum di Indonesia bagaikan orang

yang sakit berdiri terhuyung-huyung dengan badang yang bungkuk, muka

meringis menahan sakit.

RAWAT INAP

Penegakan hukum tahun 2014 dibawah pemerintah yang kurang peduli terhadap

penegakan hukum, aparat penegak hukum tidak profesional dan menjadi bagian

dari pelaku pelanggaran hukum, karena itu hukum makin jauh dari keadilan,

rakyat teraniaya dan tidak ada perlindungan hukum. Penegakan hukum di

Indonesia bagaikan orang yang sakit parah tergolek lemah di rumah sakit, tidak

dapat berdiri, dan makanan pun hampir tak bisa masuk.

11

COMA

Penegakan hukum tahun 2014 tidak diperhatikan sama sekali oleh pemerintah

karena pemerintahan diisi oleh para pelanggar hukum, aparat penegak hukum pun

menjadi bagian utama dari para pelanggar hukum. Penegakan hukum hanya ada

dalam sejarah, masyarakat menggunakan hukum rimba, saling hantam dan saling

rampok, yang kuat menang dan yang lemah menjadi budak. Penegakan hukum di

Indonesia bagaikan orang yang sakit parah dan siap dikuburkan.

11. Profesionalisme penegakan hukum yang diharapkan

Penegakan hukum yang diharapkan adalah penegakan hukum yang

didukung oleh pemerintah yang memiliki komitmen kuat terhadap penegakan hukum

didukung oleh kemampuan aparat Polri sebagai penegak hukum yang profesional,

modern, dan bermoral. Penegakan hukum yang dimaksud adalah

penegakan hukum yang sesuai dengan rasa keadilan masyarakat.

Keadilan berkaitan dengan hukum yang tegak dan kesamaan untuk

semua orang di depan hukum (equality before the law). Polisi sebagai

penegak hukum mampu menegakkan dan mengayomi hukum yang

berlaku untuk semua warga Negara dan untuk semua strata social

masyarakat. Secara khusus penegakan hukum yang diharapkan

adalah:

a. Penegakan hukum yang dilakukan secara profesional dan

proporsional, yakni penegakan hukum yang ditangani

berdasarkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan yang

sesuai dengan kaidah-kaidah hukum, peraturan perundang-

undang, serta kode etik, dan sikap profesional penegak hukum.

Penegakan hukum yang proporsional adalah penegakan hukum

yang berlangsung secara obyektif, lepas dari kepentingan

perorangan, golongan, atau politik.

b. Penegakan hukum yang bertumpu pada supremasi hukum, yaitu

penegakan hukum yang diarahkan kepada tegaknya hukum

tanpa kecuali, serta menjunjung tinggi supremasi hukum. Hukum

diletakkan sebagai pedoman dan dasar tindakan yang dihormati

semua orang, baik penegak hukum maupun warga negara pada

umumnya.

12

c. Penegakan hukum yang menjunjung tinggi HAM, yakni

penegakan hukum yang menjunjung tinggi hak-hak dan nilai-nilai

kemanusiaan yang universal.

d. Penegakan hukum yang dapat dipertanggungjawabkan kepada

publik (Akuntabilitas).

e. Penegakan hukum yang bebas dari KKN.

f. Penegakan hukum yang jujur dan adil.

BAB VI

UPAYA PEMECAHAN MASALAH

12. Visi

Terwujudnya profesionalisme Polri guna membangun supremasi

hukum dalam rangka pembangunan hukum

13. Misi

a. Mewujudkan personil Polri sebagai penegak hukum yang

memiliki pengetahuan dan wawasan ilmu pengetahuan dalam

bidang hukum dan penegakannya.

b. Mewujudkan personil Polri sebagai penegak hukum yang

memiliki keterampilan teknis penegakan hukum sesuai dengan

hukum dan HAM.

c. Mewujudkan personil Polri sebagai penegak hukum yang

memiliki sikap etis dan bermoral

d. Mewujudkan personil Polri sebagai penegak hukum yang

komitmen terhadap hukum dan HAM

e. Mewujudkan personil Polri sebagai penegak hukum yang

memiliki minat dalam mengembangkan kemampuan profesinya.

14. Tujuan

a. Terwujudnya personil Polri sebagai penegak hukum yang

memiliki pengetahuan dan wawasan ilmu pengetahuan dalam

bidang hukum dan penegakannya.

13

b. Terwujudnya personil Polri sebagai penegak hukum yang

memiliki keterampilan teknis penegakan hukum sesuai dengan

hukum dan HAM.

c. Terwujudnya personil Polri sebagai penegak hukum yang

memiliki sikap etis dan bermoral

d. Terwujudnya personil Polri sebagai penegak hukum yang

komitmen terhadap hukum dan HAM

e. Terwujudnya personil Polri sebagai penegak hukum yang

memiliki minat dalam mengembangkan kemampuan profesinya.

15. Sasaran

a. Terselenggaranya pendidikan Polri yang berkualitas

b. Terselenggaranya rekrutmen angota Polri yang transparan dan

obyektif

c. Terselenggaranya sarana pembinaan kompetensi anggota Polri

d. Terselenggaranya pembinaan etika dan moral anggota Polri

e. Terselenggaranya remunerasi bagi anggota Polri

16. Kebijakan

a. Meningkatkan sistem karier personil Polri secara adil

b. Meningkatkan kemampuan sarana prasarana pendukung tugas

penegakan hukum

c. Meningkatkan anggaran penegakan hukum

d. Meningkatkan kemampuan penyelidikan dan penyidikan

e. Meningkatkan kerja sama lintas sektoral dan luar negeri dalam

penegakan hukum

17. Strategi

a. Analisis EFAS

Faktor eksternal yang berpengaruh terhadap strategi Polri adalah DPR,

pemerintah, masyarakat, dan hubungan luar negeri yang

masing-masing memiliki bobot dan rating sebagaimana tampak

pada tabel betrikut:

Tabel 1

EKSTERNAL FACTOR ANALYSIS STRATEGIC (EFAS)

N FAKTOR-FAKTOR BOBO RATIN BOBOT KOMENTA

14

O STRATEGI EKSTERNAL T0,0-1,0

G1-9

X RATIN

G

R

PELUANG1 Dukungan DPR terhadap

penegakan hukum yang profesional

0,20 6 1,20

2 Komitmen pemerintah yang tinggi terhadap penegakan hukum

0,10 5 0,50

3 Harapan masyarakat yang besar terhadap penegakan hukum yang profesional

0,10 4 0,40

4 Terbukanya kerja sama internasional untuk mening-katkan profesionalisme Polri

0,10 4 0,40

KENDALA1 Dukungan DPR terbatas

pada dukungan politis0,20 4 0,80

2 Komitmen pemerintah sering-kali bersifat pragmatis terha-dap hal yang menguntungkan citra politis pemerintah

0,15 5 0,75

3 Dukungan masyarakat tidak disertai dengan kesadaran terhadap hukum

0,10 5 0,50

4 Kerja sama dengan luar negeri seringkali bermuatan politis

0,05 4 0,20

TOTAL 1,00 4,75

b. Analisis IFAS

Faktor yang berpengaruh terhadap secara Internal diidentifikasi

dalam empat kelompok yakni SDM, anggaran, sarana dan

prasarana, sistem dan metode, sebagai kekuatan dan kelemahan

sebagaimana dijelaskan pada tabel berikut:

Tabel 2

INTERNAL FACTOR ANALYSIS STRATEGIC (IFAS)

NO FAKTOR-FAKTOR STRATEGI INTERNAL

BOBOT

RATING

BOBOT X

RATIN

KOMENTAR

15

0,0-1,0

1-9 G

KEKUATAN

1 Anggota Polri cukup besar dengan rasio 1:601

0,20 6 1,20

2 Anggaran Polri termasuk penegakan hukum cukup besar Rp 27,1 T/ tahun

0,10 7 0,70

3 Sarpras Polri untuk penegakan hukum masih cukup memadai

0,10 5 0,50

4 Polri memiliki sismet penegakan hukum yang baku

0,10 5 0,50

KELEMAHAN

1 Masih adanya anggota Polri yang kurang memiliki kompetensi

0,15 5 0,75

2 Anggaran untuk peningkatan profesionalisme masih kurang

0,15 6 0,90

3 Sarpras pelatihan profesi masih kurang

0,10 3 0,30

4 Sismet bagi penegakan hukum masih konvensional

0,10 3 0,30

TOTAL 1,00 5,15

Berdasarkan perhitungan EFAS-IFAS tersebut di atas, maka posisi

Polri di tengah-tengah pesaingnya tampak pada matrik di bawah

ini:

PELUAN

5,15 0639

16

1 Growth

Konsentrasi

melalui integrasi

vertikal

2 Growth

Konsentrasi melalui

integrasi horizontal

3 Retrechment

Penghematan

4 Carefully5 a Growth

Konsentrasi integrasi

horizontal

5 b Stability

Tidak melakukan

perubahan

6 Captive

Keterikatan

7 Growth

Diversifikasi

Konsentrik

8 Growth

Diversifikasi

konglomerasi

9 Retrechment

Likwidasi

Berdasarkan matrik di atas dapat dilihat bahwa total skor IFAS (5,15) dan EFAS

(4,75), posisi organisasi berada pada kolom kuadran Vb yaitu pertumbuhan melalui

integrasi horizontal, artinya strategi peningkatan profesionalisme

penegakan hukum masih dalam pertumbuhan strategi konsentrasi melalui

integrasi horizontal. Ini berarti bahwa kunci utama strategi ini adalah adalah

konsolidasi organisasi secara horizontal, dengan tujuan utama membangun kerja

sama dengan pihak lain agar kebijakan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Dengan

demikian pada strategi ini tidak ada perubahan arah kebijakan atau strategi yang telah

ada karena tidak akan memperoleh keuntungan apapun, tetapi mengimplementasikan

kebijakan melalui implementasi strategi.

Berdasarkan matrik tersebut di atas, organisasi yang berada pada sel ini, kunci

kegiatan utama yang dapat dilakukan antara lain:

1) Meningkatkan kualitas personal organisasi, yaitu anggota Polri bidang

Reskrim dan PNS Polri.

2) Mengembangkan organisasi melalui kerja sama dengan organisasi lain, seperti

kejaksaan, pengadilan, dan PPNS.

3) Memperluas kegiatan operasional di berbagai bidang yang berkaitan langsung

maupun tidak langsung dengan masalah penegakan hukum.

Hasil analisis EFAS-IFAS di atas menunjukkan pula bahwa faktor internal lebih

besar dari faktor eksternal. Ini berarti bahwa membangun grand Strategi

PELUAN

TINGGIS

EDANG

RENDAH

6

3

0SUMBER DAYA INTERNAL

4,75

17

memecahkan masalah profesionalisme penegakan hukum berbentuk

diversifikasi, yakni Polri harus menggunakan kekuatan yang ada serta

menghindarkan kendala dengan melakukan kerja sama dengan berbagai pihak

yang terlibat dalam memecahkan masalah profesionalisme penegakan

hukum.

c. Analisis SFAS

Untuk menyusun strategi peningkatan profesionalisme Polri

sebagai penegak hukum digunakan analisis SFAS sebagai

berikut:

Tabel 3

SUMMARY FACTOR ANALYSIS STRATEGIC (SFAS)

NO

FAKTOR STRATEGI

KUNCI

BOBOT

RATING

SKOR

JANGKA WAKTU

JP JM JP1 Peningkatan kerja

sama dalam dan luar negeri secara aktif

0,15 4 0,60 X

2 Peningkatan pengetahuan dan pemahaman personil Polri

0,10 2 0,20 X

3 Peningkatan anggaran pendidikan dan pelatihan

0,10 3 0,30 X

4 Peningkatan sarana dan prasarana pendidikan Kepolisian

0,15 2 0,30 X

5 Peningkatan kemam-puan kerja sama dengan masyarakat dalam mencegah kejahatan

0,15 3 0,45 X

6 Peningkatan wawasan hukum dan HAM

0,15 3 0,45 X

7 Peningkatan kesejahteraan anggota

0,10 4 0,40 X

18

8 Peningkatan sikap professional personil Polri

0,05 5 0,20 X

9 Peningkatan minat personil Polri dalam bidang penegakan hukum

0,05 4 0,20 X

TOTAL 1,00

Berdasarkan perhitungan SFAS di atas, setrategi Polri dalam

peningkatan profesionalisme penegakan hukum sebagai berikut:

a. Strategi Jangka Pendek (1-2 tahun)

1) Peningkatan pengetahuan dan pemahaman personil Polri

dalam bidang penegakan hukum

2) Peningkatan sikap professional personil Polri sebagai

penegak hukum

3) Peningkatan minat personil Polri dalam bidang penegakan

hukum

b. Strategi Jangka Sedang (2-3 tahun)

1) Peningkatan anggaran pendidikan dan pelatihan

2) Peningkatan sarana dan prasarana pendidikan Kepolisian

3) Peningkatan kesejahteraan anggota

c. Strategi Jangka Panjang (4-5 tahun)

1) Peningkatan kerja sama dalam dan luar negeri secara aktif

2) Peningkatan kemampuan kerja sama dengan masyarakat

dalam mencegah kejahatan

3) Peningkatan wawasan hukum dan HAM

18. Implementasi

Implementasi strategi dilakukan dengan pengaturan manajemen sebagai berikut:

a. Implementasi program jangka pendek

1) Peningkatan pengetahuan dan pemahaman personil Polri

19

a) Menyelenggarakan pendidikan dan latihan untuk

meningkatkan pengetahuan hukum dan HAM bagi penyidik

Polri

b) Menyertakan materi hukum dan HAM pada kurikulum

pendidikan dan latihan di lingkungan Polri

c) Menyelenggarakan pendidikan bagi anggota bekerja sama dengan

perguruan tinggi

2) Peningkatan sikap professional personil Polri

a) Melaksanakan pelatihan bagi pembentukan sikap professional

personil Polri pada semua fungsi Kepolisian

b) Melaksanakan pembinaan sikap professional personil Polri pada

semua fungsi Kepolisian

c) Melaksanakan pembinaan profesi dengan mensosialisasikan kode

etik profesi Polri kepada semua anggota Polri

3) Peningkatan minat personil Polri dalam bidang Kepolisian

a) Melaksanakan penyaluran minat personil dengan menyediakan

informasi dalam bentuk buku-buku kepustakaan

b) Melaksanakan penyaluran minat personil untuk mendalami fungsi-

fungsi Kepolisian secara khusus dan mendalam

c) Melaksanakan jenjang karier berdasarkan minat anggota

b. Implementasi program jangka sedang

1) Peningkatan anggaran pendidikan dan pelatihan

a) Menyediakan anggaran pelatihan profesi bagi personil Polri

b) Menyediakan anggaran operasional pelatihan profesi

c) Meningkatkan anggaran bagi lemdik Polri

2) Peningkatan sarana dan prasarana pendidikan Kepolisian

a) Menyediakan sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan

profesi

b) Menyediakan sarana dan prasana pada lembaga pendidikan dan

latihan di lingkungan Polri

c) Menyediakan alat utama yang modern

3) Peningkatan kesejahteraan anggota

20

a) Melaksanakan kenaikan gaji anggota Polri

b) Melaksanakan kenaikan remunerasi bagi anggota Polri yang

berprestasi

c) Membantu anggota dalam memperoleh perumahan tempat tinggal

c. Implementasi program jangka panjang

1) Peningkatan kerja sama dalam dan luar negeri secara aktif

a) Melaksanakan koordinasi dan kerja sama dengan instansi lain

seperti Dephukham, Kejaksaan Agung, dan Mahkamah Agung

b) Melaksanakan peningkatan kerja sama Kepolisian secara bilateral

untuk meningkatkan profesionalisme Polri

c) Melaksanakan kerja sama secara multilateral untuk meningkatkan

profesioanlisme Polri

2) Peningkatan kemampuan kerja sama dengan masyarakat

dalam mencegah kejahatan

a) Melaksanakan peningkatan kemampuan komunikasi

petugas Polmas dengan masyarakat

b) Melaksanakan peningkatan kemampuan pembinaan

masyarakat bagi petugas Polmas

c) Melaksanakan peningkatan kemampuan anggota

dalam pemberdayaan masyarakat

3) Peningkatan wawasan hukum dan HAM

a) Mendorong anggota untuk melanjutkan pendidikan di

Lemdik Polri maupun di luar

b) Menyediakan bantuan pendidikan bagi anggota yang

melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi

c) Memberikan reward bagi anggota Polri yang telah

menyelesaikan pendidikannya.

21

22

BAB V II

PENUTUP

19. Kesimpulan

a. Profesionalisme penegakan hukum Polri saat ini masih belum

optimal yang ditandai dengan masih banyaknya kasus-kasus

dalam penegakan hukum yang bertolak belakang dengan

profesionalisme seperti pelanggaran hukum, moral, dan kode

etik profesi di kalangan anggota Polri. Pelanggaran hukum oleh

anggota Polri merupakan kasus yang mencederai

profesionalisme Polri sebagai penegak hukum.

b. Penegakan hukum yang diharapkan adalah penegakan hukum yang

didukung oleh pemerintah yang memiliki komitmen kuat terhadap penegakan

hukum didukung oleh kemampuan aparat Polri sebagai penegak hukum yang

profesional, modern, dan bermoral. Penegakan hukum yang dimaksud

adalah penegakan hukum yang sesuai dengan rasa keadilan

masyarakat. Keadilan berkaitan dengan hukum yang tegak dan

kesamaan untuk semua orang di depan hukum (equality before

the law).

c. Strategi peningkatan profesionalisme Polri sebagai penegak

hukum guna membangun supremasi hukum dalam rangka

penegakan hukum dilakukan dengan mengembangkan visi, misi,

tujuan, sasaran, dan strategi jangka pendek, sedang, dan

panjang yang diimplementasikan dalam bentuk program

menyangkut: Peningkatan pengetahuan dan pemahaman

personil Polri dalam bidang penegakan hukum, Peningkatan

sikap professional personil Polri, Peningkatan minat personil Polri

dalam bidang penegakan hukum, Peningkatan anggaran

pendidikan dan pelatihan, Peningkatan sarana dan prasarana

pendidikan Kepolisian, Peningkatan kesejahteraan anggota,

Peningkatan kerja sama dalam dan luar negeri secara aktif,

Peningkatan kemampuan kerja sama dengan masyarakat dalam

mencegah kejahatan, dan Peningkatan wawasan hukum dan

HAM.

23

20. Rekomendasi

Dalam rangka mencapai RPJM 2010-2014 dalam kaitan

penegakan hukum, maka disarankan kepada Kapolri untuk

mempercepat proses reformasi birokrasi Polri dan akselerasi program

quick wins dengan meningkatkan kualitas anggota Polri di bidang

Reskrim melalui peningkatan kemampuan dalam mengungkap

kejahatan di bidang IT (cybercrime) dan kejahatan antar negara

(transnasionalcrime) yang dipredikasi akan mendominasi modus

kejahatan pada masa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

Atmasasmita, R; (2005) Menata kembali masa depan pembangunan hukum Nasional, Jakarta: BPHN

Djamin, Awaloedin, dkk (1995), Manajemen Sumber Daya Manusia, Bandung: Sanyata Sumanasa Wira Sespim Polri

Dessler Gary (1997) Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Prenhallindo

Rahardjo, Satjipto (2002) Polisi Sipil dalam Perubahan Sosial di Indonesia, Jakarta: Penerbit Buku kompas

-----------------, (1993) Polisi Pelaku dan Pemikir, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Suparlan Parsudi (2004) Bunga Rampai Ilmu kepolisian Indonesia, Jakarta:Yayasan Pengenbangan Kajian Ilmu Kepolisian

Kunarto dan Anton Tabah (1995) Polisi: Harapan dan Kenyataan, Jakarta: CV Sahabat

Rangkuti F, (2000), Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama

Undang-undang No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

Usamah Hisyam (2001) Antara Kekuasaan dan Profesionalisme, Jakarta: Dharmapena