Upload
nguyenmien
View
215
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
65
V. HASIL PENGAMATAN
A. Karakteristik Rumah Tangga Responden
Rumah tangga petani merupakan sekelompok orang yang mendiami
sebagian atau seluruh bangunan dan pada umumnya makan bersama dari satu
dapur atau seseorang yang mendiami sebagian /seluruh bangunan dan
mengurus rumah tangga sendiri, dengan kepala rumah tangga bekerja disektor
pertanian. Pada penelitian ini, responden adalah petani yang berstatus sebagai
petani penggarap. Responden pada penelitian ini berjumlah 90 orang, yang
merupakan penduduk dari Kabupaten Wonogiri yang berdomisili di Daerah
Aliran Sungai Keduang. Karakteristik rumah tangga responden meliputi data-
data yang meliputi identitas responden dan anggota keluarga responden. Data-
data tersebut meliputi umur, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga laki-
laki maupun perempuan. Karakteristik rumah tangga responden dapat dilihat
pada tabel berikut.
Tabel 13. Karakteristik Rumah Tangga Responden di Sub DAS Keduang
Kabupaten Wonogiri Tahun 2015
No. Uraian Rata- rata
1
Umur (tahun)
Suami
Istri
54
46
2
Tingkat Pendidikan
Suami
Istri
7
6
3 Jumlah Anggota Keluarga (orang) 4
Sumber: Analisis Data Primer, 2015
Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui bahwa umur rata-rata suami
adalah 54 tahun dan istri 46 tahun. Umur berpengaruh terhadap produktivitas/
daya kerja. Semakin bertambahnya umur, produktivitas seseorang akan
meningkat, namun akan mengalami penurunan setelah melewati masa
produktif. Umur petani rata-rata adalah 54 tahun. Pendidikan formal
berpengaruh terhadap pengetahuan dan wawasan seseorang. Rata-rata
pendidikan petani adalah 7 tahun, atau setingkat SMP. Ini berarti tingkat
pendidikan petani masih cukup rendah. Jumlah anggota rumah tangga petani
65
66
rata-rata adalah 4 orang. Jumlah anggota keluarga petani umumnya hanyalah
kepala keluarga, istri dan 2 orang anak.
Pendidikan dan pengetahuan ibu rumah tangga dapat berpengaruh
terhadap pangan keluarga. Ibu rumah tangga merupakan pengambil keputusan
dalam konsumsi pangan, karena umumnya merekalah yang mengurusi masalah
dapur dan menyiapkan makanan bagi seluruh anggota rumah tangganya.
Apabila pengetahuan ibu rumah tangga tentang konsumsi pangan dan gizi baik,
maka ketercukupan gizi anggota rumah tangganya akan diperhatikan, sehingga
dapat memilih bahan pangan yang dapat memenuhi kebutuhan gizi rumah
tangganya. Tingkat pendidikan ibu rumah tangga dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Tingkat Pendidikan Ibu Rumah Tangga Responden di Sub DAS
Keduang Kabupaten Wonogiri Tahun 2015
Tingkat Pendidikan (tahun) Ibu rumah tangga
Jumlah (orang) Prosentase (%)
Tidak Sekolah
6 (setingkat SD)
7-9 (setingkat SMP)
10-12 (setingkat SMA)
≥ 12 (akademi dan setingkat PT)
15
56
8
5
6
17,04
63,63
9,09
5,68
6,81
Jumlah 88 100
Sumber: Analisis Data Primer, 2015
Dari tabel 14dapat diketahui tingkatan pendidikan formal ibu rumah
tangga responden. Tingkat pendidikan yang paling banyak dimiliki ibu rumah
tangga adalah 6 tahun atau setingkat SD, yaitu sebanyak 56 orang atau
mencapai 63,63%. Banyaknya ibu rumah tangga lulusan SMP sebanyak 8
orang atau 9,09%, ibu rumah tangga yang tidak bersekolah sebanyak 15 orang
atau 17,04%, lulusan SMA atau setingkat terdapat 5 orang atau 5,68%,
sedangkan lulusan akademi dan setingkat PT ada 6 orang atau 6,81%.
67
B. Pendapatan Rumah Tangga Responden
Pendapatan rumah tangga merupakan sejumlah uang yang didapat oleh
masing-masing anggota rumah tangga dari pekerjaan yang dilakukan dalam
satu bulan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhannya. Pada Tabel 15
dapat dilihat besarnya rata-rata pendapatan responden.
Tabel 15. Besarnya Rata-rata Pendapatan Responden di Sub DAS Keduang
Kabupaten Wonogiri Tahun 2015
No Pendapatan Rata-rata (Rp) Prosentase (%)
1 Pendapatan Usahatani 690.080,556 30,93
2 Pendapatan Luar Usahatani 1.540.974,074 69,07
Jumlah 2.231.054,630 100
Sumber: Analisis Data Primer, 2015
Pendapatan rumah tangga petani dikelompokkan menjadi 2, yaitu
pendapatan usahatani dan pendapatan luar usahatani. Berdasarkan Tabel 15
rata-rata pendapatan usahatani responden yaitu sebesar Rp. 690.080,556 per
bulan. Rata-rata besarnya pendapatan sampingan rumah tangga petani adalah
sebesar Rp 1.540.974,074 per bulan. Dalam penelitian ini, prosentase
pendapatan usahatani rumah tangga sebesar 30,93%, sedangkan prosentase
pendapatan luar usahatani rumah tangga sebesar 69,07%. Besarnya prosentase
pendapatan usahatani rumah tangga lebih kecil dari pendapatan luar usahatani
rumah tangga. Pekerjaan ibu rumah tangga antara lain adalah buruh tani, buruh
rumah tangga, buruh goni, berdagang di pasar maupun warung. Pendapatan
ibu rumah tangga dapat menjadi tambahan pemasukan dalam rumah tangga,
sehingga pendapatan rumah tangga bertambah. Pendapatan luar usahatani
rumah tangga diperoleh juga dari pendapatan anggota rumah tangga lainnya,
misalnya dari mertua. Selain itu, juga diperoleh dari pemberian, hadiah ataupun
sumbangan.
C. Pengeluaran Rumah Tangga Responden
Pengeluaran rumah tangga adalah biaya yang dikeluarkan untuk
konsumsi semua anggota rumah tangga. Konsumsi rumah tangga digolongkan
menjadi 2 yaitu konsumsi pangan dan non pangan tanpa memperhatikan asal
barang dan terbatas pada pengeluaran untuk kebutuhan rumah tangga saja,
68
tidak termasuk pengeluaran untuk usaha. Tabel 16 merupakan besarnya
pengeluaran rumah tangga responden.
Tabel 16. Rata-Rata Pengeluaran Per Bulan Rumah Tangga Responden di Sub
DAS Keduang Kabupaten Wonogiri Tahun 2015
No. Jenis Pengeluaran Rata-rata (Rp) Prosentase (%)
1.
Pengeluaran Pangan
a. Padi-padian
b. Sayur- sayuran
c. Bumbu-bumbuan
d. Kacang-kacagan
e. Telur dan Susu
f. Daging
g. Minuman
h. Tembakau
i. Makanan dan Minuman
jadi
j. Buah-buahan
k. Minyak dan Lemak
l. Ikan
m. Konsumsi lain
n. Umbi-umbian
146.118,19
110.661,11
107.137,70
80.171,11
65.479,44
60.348,37
57.857,78
48.536,67
47.959,44
46.471,11
39.710,00
34.315,74
34.160,00
20.675,56
57,30
16,24
12,3
11,91
8,91
7,28
6,71
6,43
5,4
5,33
5,17
4,41
3,81
3,8
2,3
Jumlah 899.602,19 100
2.
Pengeluaran Non Pangan
a. Keperluan sosial
b. Barang dan Jasa
c. Biaya Pendidikan
d. Perumahan
e. Sandang
f. Biaya Kesehatan
g. Pajak dan asuransi
h. Barang tahan lama
218.898,59
139.501,67
110.434,60
80.714,44
37.140,76
35.654,63
31.555,23
16.597,31
42,7
32,65
20,81
16,47
12,04
5,54
5,32
4,71
2,48
Jumlah 670.497,26 100
Jumlah 1.570.099,45 100
Sumber: Analisis Data Primer, 2015
Tabel 16 menunjukkan besarnya rata-rata pengeluaran perbulan rumah
tangga responden. Besarnya pengeluaran untuk pangan adalah Rp
899.602,19/bulan dan pengeluaran non pangan sebesar Rp 670.497,26/bulan,
sehingga rata-rata pengeluaran rumah tangga responden sebesar Rp
1.570.099,45/bulan.
69
Pengeluaran untuk jenis padi-padian merupakan pengeluaran pangan
terbesar, yaitu Rp 14.118,19/bulan (16,24%). Pengeluaran pangan terbesar
kedua yaitu pengeluaran untuk sayur-sayuran Rp 110.661,11/bulan
(12,30%). Selanjutnya pengeluaran untuk pangan berdasarkan besarnya
adalah pengeluaran untuk bumbu-bumbuan Rp 107.137,7/bulan (11,91%),
tembakau Rp 485.36,67/bulan (5,04 %), konsumsi lain Rp 34.160,00/bulan
(63,8%), minuman Rp 47.959,44/bulan (5,33%), kacang-kacangan Rp
80.171,11/bulan (8,91%), daging Rp 60.348,37/bulan (6,71%), minyak dan
lemak Rp 39.710,00/bulan (4,41%), telur dan susu Rp 65.479,44/bulan
(7,28%), ikan Rp 34.315,74/bulan (3,81%), buah-buahan Rp
46.471,11/bulan (5,17%), umbi-umbian Rp 20.675,56/bulan (2,30%),
makanan dan minuman jadi Rp 47.959,44/bulan (5,33%). Pengeluaran
pangan terbesar adalah untuk padi-padian, yang mencapai 16,24%.
Kelompok pangan padi-padian meliputi beras, jagung,tepung beras, tepung
jagung, tepung terigu dan jenis produk dari padi-padian. Pengeluaran untuk
padi-padian tergolong besar karena padi/beras merupakan makanan pokok
bagi setiap rumah tangga responden, selain itu tepung beras dan tepung
terigu dapat digunakan untuk bahan-bahan pembuat lauk-pauk. Pola pangan
rumah tangga petani sepanjang tahunnya adalah beras, oleh karena itu,
ketersediaannya di rumah selalu terjaga.
Pengeluaran pangan terbesar kedua adalah untuk sayur-sayuran
mencapai 12,30 %. Golongan sayuran antara lain adalah bayam, kangkung,
kubis, buncis, cabe, tomat, terong, dan lain-lain. Petani dalam mendapatkan
sayuran biasa membeli diwarung ataupun penjual keliling. Selain itu,
sayuran seperti kangkung dan bayam, mereka dapatkan dari pekarangan
atau dari sawah yang tumbuh liar, sehingga dapat menghemat pengeluaran.
Pengeluaran untuk bumbu-bumbuan 11,91%. Golongan bumbu-
bumbuan antara lain: garam, merica, ketambar, terasi, vetsin, kecap, bawang
merah, bawang putih dan lain-lain. Pengeluaran untuk bawang merah dan
bawang putih adalah yang terbanyak. Hal ini dikarenakan kedua jenis ini
diperlukan hampir disetiap masakan dan dalam jumlah yang lebih banyak
70
dibanding bumbu-bumbu yang lain, garam misalnya. Walaupun garam juga
diperlukan disetiap masakan, namun harganya murah.
Pengeluaran untuk kacang-kacangan adalah sebesar 8,91%, yang
meliputi pengeluaran untuk kacang tanah, kacang kedelai, kacang hijau,
tahu, temped an lainnya. Pengeluaran rumah tangga petani untuk golongan
ini hanyalah pada tempe dan tahu. Tempe dan tahu merupakan lauk sumber
protein nabati yang murah dan tersedia terus-menerus dipasar, alasan inilah
yang membuat responden memilih untuk mengkonsumsinya. Pengeluaran
untuk daging 6,71% dari pengeluaran pangan. Golongan daging meliputi
sapi, ayam, kambing dan lainnya. Rumah tangga petani umumnya hanya
dapat mengkonsumsi daging ayam, hal ini karena harga daging ayam lebih
murah jika dibandingkan dengan harga daging sapi maupun kambing.
Konsumsi daging ayam juga tidak setiap hari, biasanya hanya dikonsumsi
pada saat-saat tertentu, atau hari khusus, misalnya saat ada keluarga yang
berkunjung.
Pengeluaran untuk telur dan susu 7,28% dari pengeluaran pangan.
Dari seluruh responden, hanya terdapat 1 rumah tangga yang mengkonsumsi
susu. Rumah tangga tersebut adalah rumah tangga yang masih memiliki
anak usia sekolah. Telur merupakan bahan pangan sumber protein hewani
yang murah dibandingkan dengan daging dan lainnya, sehingga menjadi
pilihan rumah tangga untuk mengkonsumsinya.
Pengeluaran pangan untuk konsumsi tembakau dan sirih yang
mencapai 5,40%. Rumah tangga responden yang mengkonsumsi tembakau
dan sirih adalah 63,33% dari seluruh responden. Ini berarti sebagian besar
rumah tangga petani mengkonsumsi tembakau dan sirih. Golongan pangan
yang termasuk dalam tembakau dan sirih antara lain: rokok kretek, rokok
putih, cerutu, sirih, tembakau, dan pinang. Pengeluaran terbesar pada rokok
kretek. Alasan memilih rokok kretek adalah harganya yang lebih murah
dibanding rokok putih, dan lebih praktis dibanding meracik sendiri (tingwe).
Konsumsi lain mencapai 3,8% pengeluaran pangan. Golongan
konsumsi lain antara lain kerupuk, karak, mie, bihun dan lain-lainnya.
71
Konsumsi untuk mie merupakan pengeluaran terbesar pada golongan ini.
Hampir semua rumah tangga mengkonsumsi mie. Krupuk dan karak juga
dikonsumsi hampir setiap rumah tangga, karena merupakan lauk dengan
harga yang murah.
Pengeluaran untuk minuman mencapai 5,33% pengeluaran pangan.
Pengeluaran untuk minuman meliputi gula, teh, kopi, dan lainnya.
Pengeluaran terbesar adalah untuk gula, karena gula digunakan untuk
melengkapi teh maupun kopi, selain itu juga gula dapat digunakan untuk
pelengkap bumbu dalam masakan.
Pengeluaran untuk minyak dan lemak adalah 4,41% dari pengeluaran
pangan. Pengeluaran untuk minyak dan lemak meliputi minyak goreng,
mentega, kelapa dan lainnya. Pengeluaran untuk minyak goreng merupakan
pengeluaran terbesar, karena semua rumah tangga menggunakan minyak
goreng untuk memasak sayuran maupun lauk. Tidak semua rumah tangga
mengkonsumsi kelapa untuk lauk maupun bahan sayur.
Pengeluaran untuk ikan adalah 3,81% dari pengeluaran untuk
pangan. Golongan ikan meliputi ikan segar, ikan awetan dan lainnya. Ikan
yang dikonsumsi oleh sebagian besar petani responden adalah ikan awetan.
Ikan awetan ini antara lain gereh, pindang besek, dan teri. Harga ikan
awetan yang lebih murah dari ikan segar mungkin menjadi alasan utama
rumah tangga memilihnya.
Pengeluaran untuk buah-buahan sebesar 5,17% dari pengeluaran
pangan. Buah yang paling banyak dikonsumsi rumah tangga petani adalah
jeruk, mangga dan pisang. Buah jeruk dipilih karena harganya yang murah,
dan dapat dinikmati bersama-sama karena dapat dibagi-bagi. Buah mangga
dan pisang adalah buah yang diperoleh dari pekarangan mereka sendiri,
sehingga selain dapat dijual, sebagian hasilnya untuk dikonsumsi sendiri.
Pengeluaran untuk makanan dan minuman jadi 5,33% dari
pengeluaran pangan. Golongan makanan dan minuman jadi antara lain roti,
biscuit, bakso, gado-gado dan lainnya. Rendahnya persentase makanan dan
minuman jadi adalah karena rumah tangga petani merupakan rumah tangga
72
dengan penghasilan yang rendah, sehingga mereka lebih memilih untuk
mencukupi kebutuhan makanan pokok saja dan memilih untuk memasak
sendiri makanan mereka karena dapat lebih menghemat dan disesuaikan
dengan besarnya pendapatan mereka.
Pengeluaran umbi-umbian sebesar 2,3% dari pengeluaran pangan.
Golongan umbi-umbian meliputi ketela pohon, ketela ranbat, gaplek,
kentang, talas dan lainnya. Jenis umbi yang sering dikonsumsi rumah tangga
petani adalah ketela pohon dan ketela rambat. Sebagian besar mereka
memperoleh bukan dari membeli melainkan dari hasil pekarangan
rumahnya. Untuk kentang, rumah tangga petani responden tidak ada yang
mengkonsumsi, alasan mereka adalah karena harga kentang yang mahal,
selain itu, biasanya kentang hanya digunakan untuk tambahan pada sayur
sop, bukan untuk konsumsi kentang secara langsung, misalnya kentang
goreng, kentang rebus atau lainnya.
Pengeluaran non pangan sebesar Rp 670.497,26/bulan, pengeluaran
terbesar adalah untuk keperluan sosial Rp 218.898,59/bulan (32,65%).
Kemudian secara berturut-turut keperluan non pangan terbanyak adalah
pengeluaran untuk aneka barang dan jasa Rp 139.501,67/bulan (20,81%),
perumahan sebesar Rp 80.714,44/bulan (12,04%), biaya pendidikan sebesar
Rp 110.434,60/bulan (16,47%), sandang Rp 37.140,76/bulan ((5,54%),
pajak dan asuransi Rp 31.555,23/bulan (4,71%), biaya kesehatan sebesar
Rp.35.654,63/bulan (5,32%), sedangkan untuk barang tahan lama sebesar
Rp.16.597,31/bulan (2,48%). Pengeluaran non pangan terdiri dari
perumahan dan fasilitas, aneka barang dan jasa, biaya pendidikan, biaya
kesehatan, pakaian dan sepatu, barang tahan lama, pajak dan asuransi,
keperluan pesta dan upacara. Besarnya pengeluaran non pangan adalah Rp
670.497,26/bulan. Pengeluaran non pangan terbesar adalah untuk keperluan
sosial yaitu sebesar 32,65% dari pengeluaran non pangan. Pengeluaran
untuk keperluan sosial meliputi sumbangan untuk perkawinan, kematian,
khitanan, perayaan agama, perayaan adat dan lainnya. Besarnya pengeluaran
untuk keperluan sosial tiap bulannya tidaklah sama. Perayaan atau pesta
73
biasanyadilakukan berdasarkan perhitungan jawa, tidak semua bulan
diperbolehkan untuk ,mengadakan perayaan, contohnya bulan suro.
Sehingga pada bulan tersebut rumah tangga petani hampir tidak
mengeluarkan biaya untuk menyumbang perayaan pesta.
Pengeluaran untuk aneka barang dan jasa adalah yang terbanyak
kedua yaitu sebesar 20,81% dari pengeluaran non pangan. Pengeluaran
untuk aneka barang dan jasa meliputi sabun mandi, sabun cuci, pasta gigi,
sikat gigi, shampoo, ongkos transportasi, bensin, perawatan kendaraan,
pembuatan KTP, komunikasi dan lainnya. Pengeluaran pada golongan ini
tinggi karena meliputi barang yang dibutuhkan dan dipergunakan setiap hari
oleh seluruh anggota rumah tangga. Selain itu untuk transportasi, umumnya
tiap rumah tangga mempunyai kendaraan sendiri, sehingga membutuhkan
bensin untuk bahan bakarnya, sehingga menambah pengeluaran pada
golongan ini.
Pengeluaran perumahan 12,04% dari pengeluaran non pangan.
Pengeluaran untuk perumahan meliputi sewa/kontrak, pelistrikan, minyak
tanah, kayu bakar, renovasi, LPG dan lainnya. Rumah tempat responden
tinggal adalah rumah milik sendiri, sehingga biaya untuk sewa/kontrak tidak
ada. Pengeluaran untuk golongan ini adalah untuk listrik, minyak tanah,
kayu bakar dan LPG. Listrik digunakan setiap harinya untuk sarana
penerangan. Minyak tanah, kayu bakar dan LPG digunakan untuk sarana
memasak. Meskipun telah diberlakukannya konversi minyak tanah ke LPG,
namun masih ada rumah tangga yang masih menggunakan minyak tanah
untuk bahan bakar. Minyak tanah hanya digunakan untuk memasak
menggunakan kayu bakar.
Pengeluaran untuk biaya pendidikan mencapai 16,47% dari
pengeluaran non pangan. Biaya pendidikan meliputi biaya untuk uang
pangkal, SPP, pramuka, prakarya, buku, alat tulis dan lainnya. Pengeluaran
untuk lainnya misalnya adalah pengeluaran untuk uang saku sekolah. Uang
pangkal dan SPP hanya berlaku bagi pelajar SMA dan yang setingkat,
sedangkan untuk SD dan SMP telah membebaskan muridnya dari biaya
74
tersebut melalui dana BOS. Rendahnya persentase biaya pendidikan karena
sebagian besar anak rumah tangga responden sudah tidak bersekolah dan
bekerja, sehingga hanya beberapa responden saja yang masih mempunyai
anak di usia sekolah. Umumnya anak rumah tangga responden
menyelesaikan pendidikan SMA, kemudian tidak melanjutkan keperguruan
tinggi. Keterbatasan dana menjadi salah satu alasan untuk lebih memilih
bekerja dibandingkan melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi.
Pengeluaran untuk sandang mencapai 5,54% dari pengeluaran non
pangan. Pengeluaran sandang meliputi pengeluaran untuk pakaian, alas
kaki, tutup kepala, dan lainnya. Seluruh rumah tangga responden mengaku
hanya membeli pakaian pada saat lebaran atau setahun sekali. Hal ini
dilakukan untuk penghematan, karena mereka lebih mementingkan untuk
keperluan konsumsi yang lainnya daripada untuk membeli pakaian.
Keperluan pajak dan asuransi adalah sebesar 4,71% dari pengeluaran
non pangan. Pengeluaran untuk golongan ini meliputi pengeluaran untuk
PBB, dan lainnya. PBB dikeluarkan untuk pajak tanah yang mereka punya
dan juga bangunan yang mereka tempati (rumah). Biaya lainnya adalah
biaya untuk pajak motor, bagi rumah tangga yang memiliki kendaraan
bermotor. Pajak PBB maupun pajak kendaraan bermotor dikeluarkan setiap
setahun sekali, sehingga jika dirata-rata perbulannya menjadi sedikit.
Pengeluaran untuk biaya kesehatan adalah sebesar 5,32% dari
pengeluaran non pangan. Biaya kesehatan yang rendah pada rumah tangga
responden disebabkan mereka lebih memilih untuk berobat ke puskesmas
atau membeli obat di toko sesuai dengan penyakit yang mereka derita.
Pengeluaran non pangan lainnya adalah untuk barang tahan lama.
Barang tahan lama meliputi alat rumah tangga, alat dapur, alat hiburan, dan
lainnya. Pada penelitian ini, besarnya pengeluaran untuk barang tahan lama
adalah 2,48, hal ini karena rumah tangga responden jarang sekali membeli
barang yang sifatnya tahan lama.
75
D. Proporsi Pengeluaran Konsumsi Pangan Terhadap Total Pengeluaran
Rumah Tangga Responden
Proporsi pengeluaran konsumsi pangan merupakan persentase
banyaknya pengeluaran pangan dibanding besarnya pengeluaran total. Proporsi
pengeluran pangan terhadap pengeluaran total dapat diketahui dengan rumus
sebagai berikut:
PF =
Keterangan:
PF : Proporsi pengeluaran konsumsi pangan (%)
Pp : Pengeluaran konsumsi pangan rumah tangga (Rp/bulan)
TP : Pengeluaran total rumah tangga (Rp/bulan)
Berikut ini merupakan proporsi pengeluaran rumah tangga responden di Sub
DAS KeduangKabupaten Wonogiri.
Tabel 17. Proporsi Pengeluaran Rumah Tangga Responden di Sub DAS
KeduangKabupaten Wonogiri Tahun 2015
Jenis Pengeluaran Nominal (Rp/bulan) Proporsi (%)
Pengeluaran Pangan
Pengeluaran Non Pangan
899.602,19
670.497,26
57,30
42,70
Total Pengeluaran 1.570.099,45 100
Sumber: Analisis Data Primer, 2015
Pengeluaran total merupakan pengeluaran untuk konsumsi pangan
ditambah pengeluaran untuk non pangan. Besarnya rata-rata pengeluaran total
pada penelitian ini adalah Rp 1.570.099,45/bulan. Berdasarkan tabel diatas,
dapat diketahui bahwa pengeluaran untuk pangan sebesar Rp 899.602,19/bulan
atau mencapai 57,3% dari total pengeluaran dan untuk pengeluaran non pangan
sebesar Rp 670.497,26/bulan (42,7%).
E. Konsumsi Energi dan Protein Responden
Konsumsi pangan merupakan sejumlah makanan dan minuman yang
dimakan /diminum penduduk/seseorang dalam rangka memenuhi kebutuhan
fisiknya. Besarnya zat gizi yang terkandung dalam makanan dapat dihitung
dengan rumus sebagai berikut:
76
Keterangan:
Kgij : kandungan zat gizi tertentu (i) dari pangan (j) atau makanan yang
dimakan sesuai satuannya.
BPj : berat makanan/ pangan yang dikonsumsi (gram)
Bddj : bagian yang dapat dimakan (dalam %/gram dari 100% pangan j)
Gij : zat gizi yang dikonsumsi dari pangan j.
Konsumsi energi dan protein rumah tangga responden dihitung menggunakan
metode recall. Sehingga rata rata konsumsi energi dan protein per orang per
hari diperoleh dari konsumsi rumah tangga selama tujuh hari di bagi tujuh di
bagi jumlah anggota keluarga.
Sedangkan Untuk menilai konsumsi pangan secara kuantitatif
digunakan parameter Tingkat Konsumsi Energi (TKE) dan Tingkat Konsumsi
Protein (TKP).
a. Tingkat Konsumsi Energi
Keterangan :
TKE = Tingkat Konsumsi Energi Individu (%)
AKEi aktual = Angka Konsumsi Energi aktual individu (kkal)
AKEi = Angka Kecukupan Energi individu yang dianjurkan
b. Tingkat Konsumsi Protein
Keterangan :
TKP = Tingkat Konsumsi Protein Individu (%)
AKPi aktual = Angka Konsumsi Protein aktual individu (kkal)
AKPi = Angka Kecukupan Protein individu yang dianjurkan
Berikut ini merupakan rata-rata konsumsi energi dan protein rumah
tangga responden dan tingkat kecukupan gizinya rumah tangga petani di Sub
DAS KeduangKabupaten Wonogiri.
77
Tabel 18. Rata-rata Konsumsi Energi dan Protein Serta Tingkat Kecukupan
Gizi Rumah Tangga Petani di Sub DAS KeduangKabupaten
Wonogiri Tahun 2015
Kandungan Gizi AKG yang
Dianjurkan
Konsumsi
Rumah Tangga TKG (%)
Energi (kkal/orang/hari)
Protein (gram/orang/hari)
1946,93
52,13
1562,58
42,55
79,98
81,58
Sumber: Analisis Data Primer, 2015
Berdasarkan Tabel 18, dapat diketahui bahwa besarnya rata-rata
konsumsi energi rumah tangga responden adalah 1562,58 kkal/orang/hari dan
konsumsi protein sebesar 42,55 gram/orang/hari. Besarnya konsumsi energi
dan protein tersebut sebanding dengan 79,98% tingkat kecukupan energi dan
81,58% tingkat kecukupan protein. Rata-rata konsumsi energi dan protein
rumah tangga diperoleh dari besarnya energi dan protein yang terdapat dalam
makanan/minuman yang dikonsumsi oleh masing-masing anggota rumah
tangga dalam tujuh hari, kemudian dibagi dengan jumlah anggota rumah
tangga lalu dibagi tujuh.
Besarnya tingkat kecukupan energi dan protein rumah tangga petani
adalah 79,98% dan 81,58% AKG. Tingkat kecukupan energi rumah tangga
petani tergolong dalam kategori devisit ringan, sedangkan untuk tingkat
kecukupan proteinnya dalam kategori devisit ringan.
Sebaran kategori tingkat kecukupan energi dan protein rumah tangga
petani menunjukkan bahwa status gizi tiap rumah tangga berbeda. Sebagian
besar rumah tangga termasuk dalam kategori normal, artinya rumah tangga
petani telah mampu mencukupi kebutuhan energi dan proteinnya. Rumah
tangga petani yang termasuk dalam kategori tingkat kecukupan energi normal
sebanyak 60%, setelah itu, 23,33% termasuk dalam kategori devisit ringan,
10% devisit sedang dan 6,67% devisit berat. Dan untuk kategori tingkat
kecukupan protein normal sebanyak 60%, kemudian 16,67% termasuk dalam
kategori devisit berat, 13,33% devisit ringan, dan 10% devisit sedang. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar rumah tangga petani tercukupi kebutuhan
gizinya. Perbedaan kategori tiap rumah tangga disebabkan perbedaan
makanan/minuman yang dikonsumsi tiap rumah tangga.
78
F. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran Rumah Tangga
1. Pengeluaran Pangan
Berdasarkan hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
pengeluaran rumah tangga petani di Daerah Aliran Sungai Kabupaten
Wonogri, diperoleh rumus sebagai berikut:
Y = 382823,527+ 0,057 X1 + 63760,768 X2 + 246308,403 X3
+ 32394,106 D + e
Keterangan :
Y : Tingkat Pengeluaran Pangan Rumah Tangga Petani (%)
X1 : Tingkat Pendapatan Rumah Tangga Petani (Rupiah per tahun)
X2 : Jumlah tanggungan keluarga (orang)
X3 : Luas lahan yang dimiliki (hektar)
b0 : Konstanta
b1-b3: Nilai koefisien regresi dari masing-masing variabel
D : Dummy variabel (D=1, hulu, D=0 hilir)
e : Kesalahan pengganggu
a. Pengujian Model Statistik
1) Uji Koefisien Determinasi (R2)
Nilai koefisien determinasi menunjukkan seberapa besar variabel-
variabel bebas dapat menjelaskan variabel tak bebas. Berdasarkan hasil
analisis diperoleh nilai R2 sebesar 0,549. Hal ini menunjukkan bahwa
54,9 % pengeluaran pangan rumah tangga peani di daerah Sub DAS
Keduangdapat dijelaskan oleh variable pendapatan,jumlah tanggungan
keluarga, luas lahan, wilayah hulu dan hilir. Sedangkan sisanya sebesar
45,1% dijelaskan oleh variabel lain di luar model, misalnya selera
konsumen, kebudayaan, pendidikan petani dll.
2) Uji F
Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas
secara bersama-sama terhadap pengeluaran pangan rumah tangga petani
di daerah DAS Keduang. Hasil analisis uji F dapat dilihat pada Tabel 19.
79
Tabel 19. Hasil Analisis Uji F
Model Sum of
Squares Df
Mean
Square F Sig
Regression 2,419E12 4 6,047E11 9,179 0,000
Residual 5,600E12 85 6,588E10
Total 8,019E12 89
Sumber : Analisis Data Primer
Keterangan : signifikansi pada tingkat kepercayaan 95 %
Berdasarkan analisis uji F dapat diketahui bahwa nilai signifikansi
sebesar 0,000 dan lebih kecil dari α = 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa
variabel-variabel bebas yang diamati yaitu pendapatan, jumlah
tanggungan keluarga, luas lahan, wilayah hulu dan hilir, secara bersama-
sama berpengaruh nyata terhadap pengeluaran pangan rumah tangga
petani di daerah DAS Keduang.
3) Uji t
Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara
individu terhadap pengeluaran pangan rumah tangga petani di daerah
DAS Keduang. Hasil analisis uji t dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Hasil Analisis Uji t
Variabel Koef.
Regresi t Sig
Pendapatan rumah tangga (X1) 0,057**
2,939 0,004
Jumlah tanggungan keluarga (X2) 63760,768***
3,630 0,000
Luas lahan (X3) 246308,043**
2,946 0,004
Wilayah Hulu Hilir (D) 32394,106 0,585 0,560
Sumber : Analisis Data Primer
Keterangan :
**) : signifikansi pada tingkat kepercayaan 95 %
Berdasarkan hasil analisis uji t dapat diketahui bahwa variabel
pendapatan rumah tangga petani, jumlah tanggungan keluarga, luas
lahan masing-masing berpengaruh nyata terhadap pengeluaran pangan
rumah tangga petani di Sub DAS Keduangpada tingkat kepercayaan 95
%. Hal ini dapat ditunjukkan oleh nilai signifikansi masing-masing
variabel-variabel tersebut yaitu 0,004 ; 0,000 ; 0,004 (< α = 0,05).
80
Variabel wilayah hulu hilir tidak berpengaruh nyata terhadap
pengeluaran pangan rumah tangga petani di Sub DAS Keduang. Hal ini
ditunjukkan oleh nilai signifikansinya 0,560 lebih besar dari α (0,05).
a) Pendapatan Rumah tangga
Pendapatan merupakan faktor yang penting dalam menentukan
variasi permintaan terhadap berbagai jenis barang. Menurut Teori
Keynes, terdapat pengeluaran konsumsi minimum yang harus
dikeluarkan oleh masyarakat dan pengeluaran konsumsi akan
meningkat dengan bertambahnya pendapatan.
Pada pengujian statistik diperoleh hasil dari uji t bahwa variabel
pendapatan penduduk signifikan pada tingkat kepercayaan 95 %,
sehingga pendapatan rumah tangga petani secara individu berpengaruh
nyata terhadap pengeluaran pangan rumah tangga petani di Sub DAS
Keduang. Nilai koefisien pendapatan yang positif menunjukkan bahwa
pendapatan petani berbanding lurus dengan jumlah pengeluaran pangan
rumah tangga petani di Sub DAS KeduangKabupaten Wonogiri.
Semakin tinggi pendapatan rumah tangga petani maka pengeluaran
pangan rumah tangga petani akan meningkat. Hal ini dikarenakan
tingginya kesadaran masyarakat di Wonogiri untuk memenuhi gizi yang
makanan pokoknya beras, sehingga jika pendapatannya naik, maka
masyarakat akan meningkatkan pembelian terhadap barang konsumsi.
Berdasarkan kurva Engel, pendapatan berbanding lurus dengan
kuantitas barang yang diminta, jika pendapatannya meningkat maka
jumlah barang yang diminta juga ikut meningkat, dan berlaku untuk
barang normal.
b) Jumlah tanggungan keluarga
Pada pengujian statistik diperoleh hasil dari uji t bahwa variabel
jumlah tanggungan keluarga signifikan, sehingga jumlah tanggungan
keluarga secara individu berpengaruh nyata terhadap konsumsi energi.
Nilai koefisien variabel jumlah tanggungan keluarga positif, jadi
semakin banyak jumlah anggota keluarga maka jumlah pengeluaran
81
pangan rumah tangga petani juga semakin tinggi. Rumah tangga dengan
jumlah anggota rumah tangga yang lebih besar cenderung mempunyai
tingkat konsumsi yang tinggi.
c) Luas lahan
Pada pengujian statistik diperoleh hasil dari uji t bahwa variabel
luas lahan signifikan, sehingga luas lahan yang dimiliki petani secara
individu berpengaruh nyata terhadap konsumsi energi. Luas lahan
pertanian sangat menentukan jumlah produksi petani yang pada
akhirnya berpengaruh terhadap pendapatan petani. Nilai koefisien
variabel luas lahan yang positif menunjukan besarnya luas lahan
berbanding lurus dengan pengeluaran pangan rumah tangga petani.
Lahan petani yang semakin luas akan menyebabkan produksi petani
semakin tinggi sehingga pendapatan petani semakin tinggi, dengan
pendapatan yang semakin tinggi tersebut maka keluarga petani akan
melakukn pengeluaran pangan dengan jumlah yang semakinbesar pula.
d) Wilayah Hulu dan Hilir
Daerah aliran sungai terbagi menjadi wilayah hulu, tengah DAN
hilir. Ketiga wilayah tersebut saling terkait, yaitu yang sering disebut
eksternalitas. Hubungan tersebut akan sangat nampak antara wilaya
hulu dan hilir, karena wilayah tengah merupakan wilayah peralihan dari
keduanya.
Wilayah hulu DAS biasanya merupakan daerah konservasi,
kerapatan drainase lebih tinggi, kemiringan lereng lebih besar, dan jenis
vegetasi umumnya tegakan hutan. Pada penelitian ini, di kecamatan
Girimarto sebagai wilayah hulu, sebagian lahan petani ditanami dengan
pohon cengkeh. Sistem irigasi tergantung pola tanam dan tidak pernah
terjadi banjir akibat DAS. Sementara wilayah hilir DAS biasanya
merupakan daerah pemanfaatan, kerapatan drainase lebih kecil,
kemiringan lereng lebih kecil,vegetasi didominasi tanaman pertanian.
Di kecamatan Sidoharjo yang termasuk wilayah hilir, lahan petani
ditanami dengan padi, beberapa petani menerapkan tumpangsari dengan
82
tanaman ketela pohon. Penggunaan air di lahan pertanian kecamatan
Sidoharjo juga sangat dipengaruhi oleh bangunan irigasi. Di Sub DAS
Keduangkini aliran air sudah mulai berkurang, dalam hal ini mungkin
dipengaruhi oleh El Nino yang terjadi sehingga menyebabkan beberapa
daerah kering.
Pada pengujian statistik diperoleh hasil dari uji t bahwa variabel
wilayah tidak signifikan, sehingga wilayah yang secara individu tidak
berpengaruh nyata terhadap pengeluaran pangan rumah tangga petani di
Sub DAS KeduangKabupaten Wonogiri. Jadi baik di hulu maupun di
hilir tidak akan mempengaruhi jumlah pengeluaran pangan suatu
keluarga.
2. Pengeluaran Non-Pangan
Berdasarkan hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
pengeluaran non-pangan rumah tangga petani di Daerah Aliran Sungai
Kabupaten Wonogri, diperoleh rumus sebagai berikut:
Y = 167086,828+ 0,087 X1 + 58751,777 X2 + 64485,354 X3
+ 71027,718 D + e
Keterangan :
Y : Tingkat PengeluaranNon- Pangan Rumah Tangga Petani (%)
X1 : Tingkat Pendapatan Rumah Tangga Petani (Rupiah per tahun)
X2 : Jumlah tanggungan keluarga (orang)
X3 : Luas lahan yang dimiliki (hektar)
b0 : Konstanta
b1-b3: Nilai koefisien regresi dari masing-masing variabel
D : Dummy variabel (D=1, hulu, D=0 hilir)
e : Kesalahan pengganggu
a. Pengujian Model Statistik
1) Uji Koefisien Determinasi (R2)
Nilai koefisien determinasi menunjukkan seberapa besar variabel-
variabel bebas dapat menjelaskan variabel tak bebas. Berdasarkan hasil
analisis diperoleh nilai R2 sebesar 0,570. Hal ini menunjukkan bahwa
83
57% pengeluaran non-pangan rumah tangga petani di daerah Sub DAS
Keduangdapat dijelaskan oleh variable pendapatan,jumlah tanggungan
keluarga, luas lahan, wilayah hulu dan hilir. Sedangkan sisanya sebesar
43% dijelaskan oleh variabel lain di luar model, misalnya selera
konsumen, kebudayaan, pendidikan petani.
2) Uji F
Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas
secara bersama-sama terhadap pengeluarannon-pangan rumah tangga
petani di Sub DAS Keduang. Hasil analisis uji F dapat dilihat pada Tabel
22.
Tabel 22. Hasil Analisis Uji F
Model Sum of
Squares Df
Mean
Square F Sig
Regression 2,864E12 4 7,161E11 10,227 0,000
Residual 5,951E12 85 7,001E10
Total 8,815E12 89
Sumber : Analisis Data Primer
Keterangan : signifikansi pada tingkat kepercayaan 95 %
Berdasarkan analisis uji F dapat diketahui bahwa nilai signifikansi
sebesar 0,000 dan lebih kecil dari α = 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa
variabel-variabel bebas yang diamati yaitu pendapatan, jumlah
tanggungan keluarga, luas lahan, wilayah hulu dan hilir, secara bersama-
sama berpengaruh nyata terhadap pengeluaran non-pangan rumah tangga
petani di Sub DAS Keduang.
3) Uji t
Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara
individu terhadap pengeluaran non-pangan rumah tangga petani di daerah
DAS Keduang. Hasil analisis uji t dapat dilihat pada Tabel 23.
84
Tabel 23. Hasil Analisis Uji t
Variabel Koef.
Regresi t Sig
Pendapatan rumah tangga (X1) 0,087***
4,344 0,000
Jumlah tanggungan keluarga (X2) 58751,777**
3,245 0,002
Luas lahan (X3) 64485,354 0,735 0,454
Wilayah Hulu Hilir (D) 71027,718 1,245 0,216
Sumber : Analisis Data Primer
Keterangan :
**) : signifikansi pada tingkat kepercayaan 95 %
Berdasarkan hasil analisis uji t dapat diketahui bahwa variabel
pendapatan rumah tangga petani dan jumlah tanggungan keluarga
masing-masing berpengaruh nyata terhadap pengeluaran non pangan
rumah tangga petani di daerah Sub DAS Keduangpada tingkat
kepercayaan 95 %. Hal ini dapat ditunjukkan oleh nilai signifikansi
masing-masing variabel-variabel tersebut yaitu 0,000 ; 0,002 (< α =
0,05). Variabel luas lahan dan wilayah hulu hilir tidak berpengaruh
nyata terhadap pengeluaran non pangan rumah tangga petani di Sub
DAS Keduang. Hal ini ditunjukkan oleh nilai signifikansinya 0,454;
0,216 lebih besar dari α (0,05).
a) Pendapatan Rumah tangga
Pendapatan merupakan faktor yang penting dalam menentukan
variasi permintaan terhadap berbagai jenis barang. Hal ini dikarenakan
besar kecilnya pendapatan dapat menggambarkan daya beli konsumen.
Apabila terjadi perubahan dalam pendapatan maka akan menimbulkan
perubahan dalam mengkonsumsi berbagai jenis barang. Pendapatan
juga dapat dijadikan sebagai tolok ukur kesejahteraan penduduk.
Pada pengujian statistik diperoleh hasil dari uji t bahwa variabel
pendapatan penduduk signifikan pada tingkat kepercayaan 95 %,
sehingga pendapatan rumah tangga petani secara individu berpengaruh
nyata terhadap pengeluaran non-pangan rumah tangga petani di daerah
DAS Keduang. Nilai elastisitas pendapatan yang positif menunjukkan
bahwa pendapatan petani berbanding lurus dengan jumlah pengeluaran
85
rumah tangga petani di Kabupaten Wonogiri. Semakin tinggi
pendapatan rumah tangga petani maka pengeluaran non-pangan rumah
tangga petani akan meningkat. Menurut Sukirno (2005), berdasarkan
kurva Engel, pendapatan berbanding lurus dengan kuantitas barang
yang diminta, jika pendapatannya meningkat maka jumlah barang yang
diminta juga ikut meningkat, dan berlaku untuk barang normal.
b) Jumlah tanggungan keluarga
Pada pengujian statistik diperoleh hasil dari uji t bahwa variabel
jumlah tanggungan keluarga signifikan, sehingga jumlah tanggungan
keluarga secara individu berpengaruh nyata terhadap konsumsi energi.
Nilai koefisien variabel jumlah tanggungan keluarga positif, jadi
semakin banyak jumlah anggota keluarga maka jumlah pengeluaran
non pangan rumah tangga petani juga semakin tinggi. Rumah tangga
dengan jumlah anggota rumah tangga yang lebih besar cenderung
mempunyai tingkat konsumsi yang tinggi.
c) Luas lahan yang dimiliki
Pada pengujian statistik diperoleh hasil dari uji t bahwa variabel
luas lahan tidak signifikan, sehingga luas lahan yang dimiliki petani
secara individu tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi energi. Jadi
berapapun jumlah luas lahan tidak akan mempengaruhi jumlah
konsumsi energi suatu keluarga.
d) Wilayah Hulu dan Hilir
Daerah aliran sungai terbagi menjadi wilayah hulu, tengah dan
hilir. Ketiga wilayah tersebut saling terkait, yaitu yang sering disebut
eksternalitas. Hubungan tersebut akan sangat nampak antara wilaya
hulu dan hilir, karena wilayah tengah merupakan wilayah peralihan dari
keduanya. Wilayah hulu DAS biasanya merupakan daerah konservasi,
kerapatan drainase lebih tinggi, kemiringan lereng lebih besar, dan jenis
vegetasi umumnya tegakan hutan. Pada penelitian ini, di kecamatan
Girimarto sebagai wilayah hulu, sebagian lahan petani ditanami dengan
pohon cengkeh. Sistem irigasi tergantung pola tanam dan tidak pernah
86
terjadi banjir akibat DAS. Sementara wilayah hilir DAS biasanya
merupakan daerah pemanfaatan, kerapatan drainase lebih kecil,
kemiringan lereng lebih kecil,vegetasi didominasi tanaman pertanian.
Di kecamatan Sidoharjo yang termasuk wilayah hilir, lahan petani
ditanami dengan padi, beberapa petani menerapkan tumpangsari dengan
tanaman ketela pohon. Penggunaan air di lahan pertanian kecamatan
Sidoharjo juga sangat dipengaruhi oleh bangunan irigasi. Di Sub DAS
Keduangkini aliran air sudah mulai berkurang, dalam hal ini mungkin
dipengaruhi oleh El Nino yang terjadi sehingga menyebabkan beberapa
daerah kering.
Pada pengujian statistik diperoleh hasil dari uji t bahwa variabel
wilayah tidak signifikan, sehingga wilayah yang secara individu tidak
berpengaruh nyata terhadap pengeluaran non pangan rumah tangga
petani. Jadi baik di hulu maupun di hilir tidak akan mempengaruhi
jumlah konsumsi energi suatu keluarga.
3. Total Pengeluaran Rumah Tangga
Berdasarkan hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi total
pengeluaran rumah tangga petani di Daerah Aliran Sungai Kabupaten
Wonogri, diperoleh rumus sebagai berikut:
Y = 549910,355+ 0,144 X1 + 122512,545 X2 + 310793,397 X3
+ 103421,823 D + e
Keterangan :
Y : Tingkat Total Pengeluaran Rumah Tangga Petani (%)
X1 : Tingkat Pendapatan Rumah Tangga Petani (Rupiah per tahun)
X2 : Jumlah tanggungan keluarga (orang)
X3 : Luas lahan yang dimiliki (hektar)
b0 : Konstanta
b1-b3: Nilai koefisien regresi dari masing-masing variabel
D : Dummy variabel (D=1, hulu, D=0 hilir)
e : Kesalahan pengganggu
87
a. Pengujian Model Statistik
1) Uji Koefisien Determinasi (R2)
Nilai koefisien determinasi menunjukkan seberapa besar variabel-
variabel bebas dapat menjelaskan variabel tak bebas. Berdasarkan hasil
analisis diperoleh nilai R2 sebesar 0,639. Hal ini menunjukkan bahwa
63,9 % total pengeluaran rumah tangga petani di daerah Sub DAS
Keduangdapat dijelaskan oleh variable pendapatan,jumlah tanggungan
keluarga, luas lahan, wilayah hulu dan hilir. Sedangkan sisanya sebesar
36,1% dijelaskan oleh variabel lain di luar model, misalnya selera
konsumen, kebudayaan, pendidikan petani dll.
2) Uji F
Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas
secara bersama-sama terhadap total pengeluaran rumah tangga petani di
daerah DAS Keduang. Hasil analisis uji F dapat dilihat pada Tabel 25.
Tabel 25. Hasil Analisis Uji F
Model Sum of
Squares Df
Mean
Square F Sig
Regression 1,005E13 4 2,513E12 14,627 0,000
Residual 1,460E13 85 1,718E11
Total 2,465E13 89
Sumber : Analisis Data Primer
Keterangan : signifikansi pada tingkat kepercayaan 95 %
Berdasarkan analisis uji F dapat diketahui bahwa nilai signifikansi
sebesar 0,000 dan lebih kecil dari α = 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa
variabel-variabel bebas yang diamati yaitu pendapatan, jumlah
tanggungan keluarga, luas lahan, wilayah hulu dan hilir, secara bersama-
sama berpengaruh nyata terhadap total pengeluaran rumah tangga petani
di Sub DAS Keduang.
3) Uji t
Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara
individu terhadap total pengeluaran rumah tangga petani di Sub DAS
Keduang. Hasil analisis uji t dapat dilihat pada Tabel 26.
88
Tabel 26. Hasil Analisis Uji t
Variabel Koef.
Regresi t Sig
Pendapatan rumah tangga (X1) 0,144***
4,594 0,000
Jumlah tanggungan keluarga (X2) 122512,545***
4,320 0,000
Luas lahan (X3) 310793,397**
2,316 0,023
Wilayah Hulu Hilir (D) 103421,823 1,158 0,250
Sumber : Analisis Data Primer
Keterangan :
**) : signifikansi pada tingkat kepercayaan 95 %
Berdasarkan hasil analisis uji t dapat diketahui bahwa variabel
pendapatan rumah tangga petani, jumlah tanggungan keluarga, luas
lahan masing-masing berpengaruh nyata terhadap pengeluaran pangan
rumah tangga petani di Sub DAS Keduang pada tingkat kepercayaan 95
%. Hal ini dapat ditunjukkan oleh nilai signifikansi masing-masing
variabel-variabel tersebut yaitu 0,000 ; 0,000 ; 0,023 (< α = 0,05).
Variabel wilayah hulu hilir tidak berpengaruh nyata terhadap total
pengeluaran rumah tangga petani di Sub DAS Keduang. Hal ini
ditunjukkan oleh nilai signifikansinya 0,250 lebih besar dari α (0,05).
a) Pendapatan Rumah tangga
Pendapatan merupakan faktor yang penting dalam menentukan
variasi permintaan terhadap berbagai jenis barang. Hal ini dikarenakan
besar kecilnya pendapatan dapat menggambarkan daya beli konsumen.
Apabila terjadi perubahan dalam pendapatan maka akan menimbulkan
perubahan dalam mengkonsumsi berbagai jenis barang. Pendapatan
juga dapat dijadikan sebagai tolok ukur kesejahteraan penduduk. Pada
pengujian statistik diperoleh hasil dari uji t bahwa variabel pendapatan
penduduk signifikan pada tingkat kepercayaan 95 %, sehingga
pendapatan rumah tangga petani secara individu berpengaruh nyata
terhadap konsumsi energi di daerah DAS Keduang. Nilai elastisitas
pendapatan yang positif menunjukkan bahwa pendapatan petani
berbanding lurus dengan jumlah pengeluaran rumah tangga petani di
Kabupaten Wonogiri. Semakin tinggi pendapatan rumah tangga petani
89
maka konsumsi energi akan meningkat,. Hal ini dikarenakan tingginya
kesadaran masyarakat di Wonogiri untuk memenuhi gizi yang makanan
pokoknya beras, sehingga jika pendapatannya naik, maka masyarakat
akan meningkatkan pembelian terhadap barang konsumsi. Menurut
Sukirno (2005), berdasarkan kurva Engel, pendapatan berbanding lurus
dengan kuantitas barang yang diminta, jika pendapatannya meningkat
maka jumlah barang yang diminta juga ikut meningkat, dan berlaku
untuk barang normal.
b) Jumlah tanggungan keluarga
Pada pengujian statistik diperoleh hasil dari uji t bahwa variabel
jumlah tanggungan keluarga signifikan, sehingga jumlah tanggungan
keluarga secara individu berpengaruh nyata terhadap konsumsi energi.
Nilai koefisien variabel jumlah tanggungan keluarga positif, jadi
semakin banyak jumlah anggota keluarga maka jumlah pengeluaran
pangan rumah tangga petani juga semakin tinggi. Rumah tangga dengan
jumlah anggota rumah tangga yang lebih besar cenderung mempunyai
tingkat konsumsi yang tinggi.
c) Luas lahan
Pada pengujian statistik diperoleh hasil dari uji t bahwa variabel
luas lahan signifikan, sehingga luas lahan yang dimiliki petani secara
individu berpengaruh nyata terhadap konsumsi energi. Luas lahan
pertanian sangat menentukan jumlah produksi petani yang pada
akhirnya berpengaruh terhadap pendapatan petani. Nilai koefisien
variabel luas lahan yang positif menunjukan besarnya luas lahan
berbanding lurus dengan pengeluaran pangan rumah tangga petani.
Lahan petani yang semakin luas akan menyebabkan produksi petani
semakin tinggi sehingga pendapatan petani semakin tinggi, dengan
pendapatan yang semakin tinggi tersebut maka keluarga petani akan
melakukn pengeluaran pangan dengan jumlah yang semakinbesar pula.
90
d) Wilayah Hulu dan Hilir
Daerah aliran sungai terbagi menjadi wilayah hulu, tengah dan
hilir. Ketiga wilayah tersebut saling terkait, yaitu yang sering disebut
eksternalitas. Hubungan tersebut akan sangat nampak antara wilaya
hulu dan hilir, karena wilayah tengah merupakan wilayah peralihan dari
keduanya. Wilayah hulu DAS biasanya merupakan daerah konservasi,
kerapatan drainase lebih tinggi, kemiringan lereng lebih besar, dan jenis
vegetasi umumnya tegakan hutan. Pada penelitian ini, di kecamatan
Girimarto sebagai wilayah hulu, sebagian lahan petani ditanami dengan
pohon cengkeh. Sistem irigasi tergantung pola tanam dan tidak pernah
terjadi banjir akibat DAS. Sementara wilayah hilir DAS biasanya
merupakan daerah pemanfaatan, kerapatan drainase lebih kecil,
kemiringan lereng lebih kecil,vegetasi didominasi tanaman pertanian.
Di kecamatan Sidoharjo yang termasuk wilayah hilir, lahan petani
ditanami dengan padi, beberapa petani menerapkan tumpangsari dengan
tanaman ketela pohon. Penggunaan air di lahan pertanian kecamatan
Sidoharjo juga sangat dipengaruhi oleh bangunan irigasi. Di Sub DAS
Keduangkini aliran air sudah mulai berkurang, dalam hal ini mungkin
dipengaruhi oleh El Nino yang terjadi sehingga menyebabkan beberapa
daerah kering. Pada pengujian statistik diperoleh hasil dari uji t bahwa
variabel wilayah tidak signifikan, sehingga wilayah yang secara
individu tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi energi. Jadi baik di
hulu maupun di hilir tidak akan mempengaruhi jumlah konsumsi energi
suatu keluarga.
4. Pengujian Asumsi Klasik
Agar koefisien-koefisien regresi yang dihasilkan dengan metode
OLS (Ordinary Least Square) bersifat BLUE (Best Linier Unbiassed
Estimated), maka asusmsi-asumsi persamaan regresi linier klasik harus
dipenuhi oleh model. Uji penyimpangan asumsi klasik yang dilakukan
meliputi uji multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi. Berikut
91
adalah hasil pengujian model fungsi pengeluaran pangan rumah tangga
petani di daerah Sub DAS Keduangterhadap asumsi klasik :
a) Multikolinearitas
Multikolinearitas merupakan adanya korelasi antar variabel bebas
dalam model regresi. Sedangkan untuk model regresi yang baik
seharusnya tidak ada korelasi antar variabel bebas. Oleh karena itu, untuk
mengetahui ada tidaknya multikolinearitas dapat dilihat dari nilai VIF
(VIF<10).
Tabel 27. Uji Multikolinearitas
Variabel Collinearity Statistic
Tolerance VIF Pendapatan rumah tangga (X1) 0,957 1,045 Jumlah tanggungan keluarga (X2) 0,941 1,063 Luas lahan (X3) 0,983 1,017 Wilayah Hulu Hilir (D) 0,958 1,044
Sumber : Analisis Data Primer
Hasil dari analisis diperoleh nilai VIF tidak ada yang lebih besar
dari 10. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa dalam model regresi
tidak terjadi multikolinearitas.
b) Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas digunakan untuk menguji apakah dalam
model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan
ke pengamatan lain. Dalam penelitian ini uji heteroskedastisitas
dilakukan dengan diagram scatterplot. Dari diagram tersebut dapat
diketahui bahwa titik-titik yang terdapat dalam diagram menyebar dan
tidak membentuk suatu pola tertentu. Hal ini dapat disimpulkan bahwa
tidak terjadi heteroskedastisitas.
92
Gambar 3. Diagram Scatterplot
G. Ketahanan Pangan Rumah Tangga
Proporsi pengeluaran pangan dan konsumsi energi merupakan
komponen untuk menentukan ketahanan pangan rumah tangga. Sebaran
ketahanan pangan rumah tangga responden dapat dilihat pada Tabel 28
Tabel 28. Sebaran Ketahanan Pangan Rumah Tangga Responden di Sub DAS
KeduangKabupaten Wonogiri Tahun 2015
Status Ketahanan Pangan Jumlah RT Prosentase (%)
Tahan
Rentan
Kurang
Rawan
25
16
27
22
27,78
17,78
30,00
24,44
Jumlah 90 100
Sumber: Analisis Data Primer
Berdasarkan data diatas, dapat diketahui status ketahanan pangan
rumah tangga responden. Rumah tangga dengan status kurang pangan memiliki
sebaran terbesar dengan presentase 30% dari seluruh responden. Rumah tangga
dengan status tahan pangan menempati urutan kedua dengan presentase
27,78%, rumah tangga rawan pangan memiliki prosentase sebesar 24,44% dan
rumah tangga rentan pangan dengan prosentase sebesar 17,78%. Dari
penjelasan diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki
proporsi pengeluaran pangan < 60% dari total pengeluaran, dan konsumsi
cukup (≤80% AKG).