nobita

Embed Size (px)

DESCRIPTION

maaf belum lengkap

Citation preview

Definisi Limfadenopati merupakan pembesaran kelenjar getah bening dengan ukuran lebih besar dari 1 cm. Kepustakaan lain mendefinisikan limfadenopati sebagai abnormalitas ukuran atau karakter kelenjar getah bening. Teraba nya kelenjar getah bening supraklavikula, iliak, atau poplitea dengan ukuran berapa pun dan teraba nya kelenjar epitroklear dengan ukuran lebih besar dari 5 mm merupakan keadaan abnormal. Limfadenitis merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau getah bening. Jadi, limfadenitis tuberkulosis (TB) merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau getah bening yang disebabkan oleh basil tuberkulosis. Apabila peradangan terjadi pada kelenjar limfe di leher disebut dengan scrofula. Limfadenitis pada kelenjar limfe di leher inilah yang biasanya paling sering terjadi. Istilah scrofula diambil dari bahasa latin yang berarti pembengkakan kelenjar. Hippocrates (460-377 S.M.) menyebutkan istilah tumor skrofula pada sebuah tulisannya. Penyakit ini juga sudah dikenal sejak zaman raja-raja Eropa pada zaman pertengahan dengan nama Kings evil, dimana dipercaya bahwa sentuhan tangan raja dapat menyembuhkannya. Infeksi M.tuberculosis pada kulit disebabkan oleh perluasan langsung tuberkulosis ke kulit dari struktur dasar atau terpajan melalui kontak dengan tuberkulosis disebut dengan scrofuloderma.

Klasifikasi

Berdasarkan luas limfadenopati : Generalisata: limfadenopati pada 2 atau lebih regio anatomi yang berbeda Lokalisata: Limfadenopati pada 1 regio

Pendekatan Diagnosis dengan Keluhan benjolan di leher

Anamnesis

Lokasi pembesaran kelenjar getah bening Pembesaran hanya satu sisi kelenjar getah bening berlangsung lama dapat disebabkan infeksi oleh mikrobakterium, toxoplasma, ebstein barr virus atau citomegalovirus.Gejala-gejala Demam, keringat malam dan penurunan berat badan mengarahkan kepada infeksi tuberkulosis atau keganasanRiwayat penyakit Riwayat penyakit sekarang dan dahulu seperti adanya peradangan tonsil sebelumnya, mengarahkan kepada infeksi oleh Streptococcus; luka lecet pada wajah atau leher atau tanda-tanda infeksi mengarahkan penyebab infeksi Staphilococcus; dan adanya infeksi gigi dan gusi juga dapat mengarahkan kepada infeksi bakteri anaerob. Transfusi darah sebelumnya dapat mengarahkan kepada Citomegalovirus, Epstein Barr Virus atau HIVRiwayat pemakaian obat Penggunaan obat-obatan Limfadenopati dapat timbul setelah pemakaian obat-obatan seperti fenitoin dan isoniazid. Obat-obatan lainnya seperti allupurinol, atenolol, captopril, carbamazepine, cefalosporin, emas, hidralazine, penicilin, pirimetamine, quinidine, sulfonamida, sulindac. Pembesaran karena obat umumnya seluruh tubuh (limfadenopati generalisata)Riwayat pekerjaan Paparan terhadap infeksi paparan/kontak sebelumnya kepada orang infeksidengan infeksi saluran napas atas, faringitis oleh Streptococcus, atau tuberkulosis turut membantu mengarahkan penyebab limfadenopati. Riwayat perjalanan atau

Onset nya ( Sejak kapan benjolan mulai muncul ) Lokasi benjolan Apakah hanya ada satu benjolan Apakah benjolan membesar Apakah pasien merasakan nyeri pada benjolan tersebut Keluhan utama serta keluhan penyerta

Pemeriksaan Fisik

Secara umum malnutrisi atau pertumbuhan yang terhambat mengarahkan kepada penyakit kronik seperti tuberkulosis, keganasan atau gangguan sistem kekebalan tubuh. Karakteristik dari KGB dan daerah sekitar nya harus diperhatikan KGB harus diukur untuk perbandingan berikut nya. Harus dicatat ada tidak nya nyeri tekan, kemerahan, hangat pada perabaan, dapat bebas digerakkan atau tidak dapat digerakkan, apakah ada fluktuasi, konsistensi apakah keras atau kenyal

Inspeksi

Lokasi benjolan tersebut, ukuran, benjolan, apakah hanya satu benjolan yang muncul. Perhatikan pula, apakah ada perubahan warna pada lokasi benjolan tersebut. Palpasi

Bentuk benjolan tersebut : Tumor Jinak umumnya berbentuk bulat atau lonjong Tumor Ganas umum nya tidak beraturanUkuran BenjolanBatas Tumor Tumor Jinak memiliki kapsul utuh, batas tegas Tumor Ganas tumbuh infiltratif, batas tidak jelasKonsistensi benjolan Konsistensi tumor biasa nya padat, keras, padat kenyal atau kistikRaba juga permukaan benjolan Permukaan tumor jinak umum nya licin Permukaan tumor ganas umum nya berbenjol tidak rataMobil atau terfiksir Raba dapat digerakkan atau tidak benjolan nya Apakah nyeri jika ditekan

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan skrining yang bermanfaat di antara nya adalah hitung darah lengkap, laju endap darah, tes fungsi hati, dan protein reaktif-C. Pemeriksaan lain seperti CT- scan hanya dilakukan jika ada keadaan tertentu. Biopsi harus dilakukan jika ada kecurigaan keganasan sebagai penyebab pembesaran kelejar getah bening, baik dengan aspirasi jarum halus ( cepat dan mudah, namun tingkat kesalahan tinggi ) atau biopsi terbuka atau Tru-cut ( Invasif namun bisa diandalkan dalam menegakkan diagnosis.

Ilmu Kedokteran Dasar

Anatomi dan Fisiologi

Pembesaran KGB dapat dibedakan menjadi pembesaran KGB lokal dan pembesaran KGB umum. Limfadenopati lokalisata didefinisikan sebagai pembesaran KGB hanya pada satu daerah saja , sedangkan limfadenopati generalisata apabila pembesaran KGB pada dua atau lebih daerah yang berjauhan dan simetris. Ada sekitar 300 KGB di daerah kepala dan leher, gambaran lokasi terdapat nya KGB pada daerah kepala dan leher sebagai berikut

Gambar 1. Lokasi kelenjar getah bening(KGB) di daerah kepala dan leher.

Secara anatomi aliran getah bening aferen masuk ke dalam KGB melaluisimpai (kapsul) dan membawa cairan getah bening dari jaringan sekitarnya danaliran getah bening eferen keluar dari KGB melalui hilus. Cairan getah beningmasuk kedalam kelenjar melalui lobang-lobang di simpai. Di dalam kelenjar,cairan getah bening mengalir dibawah simpai di dalam ruangan yang disebut sinusperifer yang dilapisi oleh sel endotel.

Jaringan ikat trabekula terentang melalui sinus-sinus yang menghubungkansimpai dengan kerangka retikuler dari bagian dalam kelenjar dan merupakanalur untuk pembuluh darah dan syaraf.

Dari bagian pinggir cairan getah bening menyusup kedalam sinuspenetrating yang juga dilapisi sel endotel. Pada waktu cairan getah bening didalam sinus penetrating melalui hilus, sinus ini menempati ruangan yang lebihluas dan disebut sinus meduleri. Dari hilus cairan ini selanjutnya menuju alirangetah bening eferen.

Pada dasarnya limfosit mempunyai dua bentuk, yang berasal dari sel T(thymus) dan sel B (bursa) atau sumsum tulang. Fungsi dari limfosit B dan sel-selturunanya seperti sel plasma, imunoglobulin, yang berhubungan dengan humoralimmunity, sedangkan T limfosit berperan terutama pada cell-mediated immunity.

Terdapat tiga daerah pada KGB yang berbeda: korteks, medula,parakorteks, ketiganya berlokasinya antara kapsul dan hilus. Korteks dan medulamerupakan daerah yang mengandung sel B, sedangkan daerah parakorteksmengandung sel T.

Dalam korteks banyak mengandung nodul limfatik (folikel), pada masapostnatal, biasanya berisi germinal center. Akibatnya terjadi stimulasi antigen, selB didalam germinal centers berubah menjadi sel yang besar, inti bulat dan anakinti menonjol. Yang sebelumnya dikenal sebagai sel retikulum, sel-selnya besaryang ditunjukan oleh sebagai sel noncleaved besar, dansel noncleaved kecil. Sel noncleaved yang besar berperan pada limphopoiesis atauberubah menjadi immunoblas, diluar germinal center, dan berkembang didalamsel plasma.

Gambar 2. Sistem Limfatik kepala dan leher

Fungsi Kelenjar Getah Bening

Fungsi utama KGB adalah sebagai penyaring ( filtrasi ) dari berbagai mikroorganisme asing dan pertikel-pertikel akibat hasil dari degradasi sel-sel atau metabolisme.

Etiologi

Limfadenitis tuberkulosis disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Mycobacteria tergolong dalam famili Mycobactericeae dan ordo Actinomyceales. Spesies patogen yang termasuk dalam Mycobacterium kompleks, yang merupakan agen penyebab penyakit yang tersering dan terpenting adalah Mycobacterium tuberculosis.

Basil TB adalah bakteri aerobik obligat berbentuk batang tipis lurus berukuran sekitar 0,4 x 3 m dan tidak berspora. Pada media buatan berbentuk kokoid dan filamentous tampak bervariasi dari satu spesies ke spesies lain. Mycobacteria termasuk M.tuberculosis tidak dapat diwarnai dengan pewarnaan Gram dan hanya dapat diwarnai dengan pewarnaan khusus serta sangat kuat mengikat zat warna tersebut sehingga tidak dapat dilunturkan walaupun menggunakan asam alkohol, sehingga dijuluki bakteri tahan asam. M.tuberculosis mudah mengikat pewarna Ziehl-Neelsen atau karbol fuksin.

Dinding bakteri Mikobakterium kaya akan lipid yang terdiri dari asam mikolat, lilin, dan fosfat. Muramil dipeptida yang membuat kompleks dengan asam mikolat dapat menyebabkan pembentukan granuloma. Lipid inilah yang bertanggung jawab pada sifat tahan asam bakteri Mikobakterium. Penghilangan lipid dengan menggunakan asam yang panas menghancurkan sifat tahan asam bakteri ini.

Bakteri ini mendapatkan energi dari oksidasi banyak komponen karbon sederhana. Penambahan CO2 meningkatkan pertumbuhan. Aktivitas biokimia tidak khas dan laju pertumbuhannya lebih lambat daripada kebanyakan bakteri. Waktu replikasi basil tuberkulosis sekitar 18 jam. Bentuk saprofit cenderung tumbuh lebih cepat, berproliferasi dengan baik pada temperatur 22-23C, dan tidak terlalu bersifat tahan asam bila dibandingkan dengan bentuk patogennya.

Patogenesis

Secara umum penyakit tuberkulosis dapat diklasifikasikan menjadi TB pulmoner dan TB ekstrapulmoner. TB pulmoner dapat diklasifikasikan menjadi TB pulmoner primer dan TB pulmoner post-primer (sekunder). TB primer sering terjadi pada anak-anak sehingga sering disebut child-type tuberculosis, sedangkan TB post-primer (sekunder) disebut juga adult-type tuberculosis karena sering terjadi pada orang dewasa, walaupun faktanya TB primer dapat juga terjadi pada orang dewasa.

Basil tuberkulosis juga dapat menginfeksi organ lain selain paru, yang disebut sebagai TB ekstrapulmoner. Menurut Raviglione (2010), organ ekstrapulmoner yang sering diinfeksi oleh basil tuberkulosis adalah kelenjar getah bening, pleura, saluran kemih, tulang, meningens, peritoneum, dan perikardium.

TB primer terjadi pada saat seseorang pertama kali terpapar terhadap basil tuberkulosis . Basil TB ini masuk ke paru dengan cara inhalasi droplet. Sampai di paru, basil TB ini akan difagosit oleh makrofag dan akan mengalami dua kemungkinan. Pertama, basil TB akan mati difagosit oleh makrofag. Kedua, basil TB akan dapat bertahan hidup dan bermultiplikasi dalam makrofag sehingga basil TB akan dapat menyebar secara limfogen, perkontinuitatum, bronkogen, bahkan hematogen. Penyebaran basil TB ini pertama sekali secara limfogen menuju kelenjar limfe regional di hilus, dimana penyebaran basil TB tersebut akan menimbulkan reaksi inflamasi di sepanjang saluran limfe (limfangitis) dan kelenjar limfe regional (limfadenitis). Pada orang yang mempunyai imunitas baik, 3 4 minggu setelah infeksi akan terbentuk imunitas seluler. Imunitas seluler ini akan membatasi penyebaran basil TB dengan cara menginaktivasi basil TB dalam makrofag membentuk suatu fokus primer yang disebut fokus Ghon. Fokus Ghon bersama-sama dengan limfangitis dan limfadenitis regional disebut dengan kompleks Ghon. Terbentuknya fokus Ghon mengimplikasikan dua hal penting. Pertama, fokus Ghon berarti dalam tubuh seseorang sudah terdapat imunitas seluler yang spesifik terhadap basil TB. Kedua, fokus Ghon merupakan suatu lesi penyembuhan yang didalamnya berisi basil TB dalam keadaan laten yang dapat bertahan hidup dalam beberapa tahun dan bisa tereaktivasi kembali menimbulkan penyakit

Jika terjadi reaktivasi atau reinfeksi basil TB pada orang yang sudah memiliki imunitas seluler, hal ini disebut dengan TB post-primer. Adanya imunitas seluler akan membatasi penyebaran basil TB lebih cepat daripada TB primer disertai dengan pembentukan jaringan keju (kaseosa). Sama seperti pada TB primer, basil TB pada TB post-primer dapat menyebar terutama melalui aliran limfe menuju kelenjar limfe lalu ke semua organ (Datta, 2004). Kelenjar limfe hilus, mediastinal, dan paratrakeal merupakan tempat penyebaran pertama dari infeksi TB pada parenkim paru.

Basil TB juga dapat menginfeksi kelenjar limfe tanpa terlebih dahulu menginfeksi paru. Basil TB ini akan berdiam di mukosa orofaring setelah basil TB masuk melalui inhalasi droplet. Di mukosa orofaring basil TB akan difagosit oleh makrofag dan dibawa ke tonsil, selanjutnya akan dibawa ke kelenjar limfe di leher

Manifestasi Klinis

Limfadenitis adalah presentasi klinis paling sering dari TB ekstrapulmoner. Limfadenitis TB juga dapat merupakan manifestasi lokal dari penyakit sistemik. Pasien biasanya datang dengan keluhan pembesaran kelenjar getah bening yang lambat. Pada pasien limfadenitis TB dengan HIV-negatif, limfadenopati leher terisolasi adalah manifestasi yang paling sering dijumpai yaitu sekitar dua pertiga pasien. Oleh karena itu, infeksi mikobakterium harus menjadi salah satu diagnosis banding dari pembengkakan kelenjar getah bening, terutama pada daerah yang endemis. Durasi gejala sebelum diagnosis berkisar dari beberapa minggu sampai beberapa bulan.

Limfadenitis TB paling sering melibatkan kelenjar getah bening servikalis, kemudian diikuti berdasarkan frekuensinya oleh kelenjar mediastinal, aksilaris, mesentrikus, portal hepatikus, perihepatik dan kelenjar inguinalis (Mohapatra, 2004). Berdasarkan penelitian oleh Geldmacher didapatkan kelenjar limfe yang terlibat yaitu: 63,3% pada kelenjar limfe servikalis, 26,7% kelenjar mediastinal, dan 8,3% pada kelenjar aksila, dan didapatkan pula pada 35% pasien pembengkakan terjadi pada lebih dari satu tempat. Pada pasien dengan HIV-negatif maupun HIV-positif, kelenjar limfe servikalis adalah yang paling sering terkena, diikuti oleh kelenjar limfe aksilaris dan inguinalis.

Menurut Jones dan Campbell (1962) dalam Mohapatra (2004) limfadenopati tuberkulosis perifer dapat diklasifikasikan ke dalam lima stadium yaitu:

1. Stadium 1, pembesaran kelenjar yang berbatas tegas, mobile dan diskret. 2. Stadium 2, pembesaran kelenjar yang kenyal serta terfiksasi ke jaringan sekitar oleh karena adanya periadenitis. 3. Stadium 3, perlunakan di bagian tengah kelenjar (central softening) akibat pembentukan abses. 4. Stadium 4, pembentukan collar-stud abscess. 5. Stadium 5, pembentukan traktus sinus.

Diagnosis Diagnosa limfadenitis TB diperlukan tingkat kecurigaan yang tinggi, dimana hal ini masih merupakan suatu tantangan diagnostik untuk banyak klinisi meskipun dengan kemajuan teknik laboratorium. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap, pewarnaan BTA, pemeriksaan radiologis, dan biopsi aspirasi jarum halus dapat membantu dalam membuat diagnosis awal yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam memberikan pengobatan sebelum diagnosis akhir dapat dibuat berdasarkan biopsi dan kultur (Bayazit, 2004). Juga penting untuk membedakan infeksi mikobakterium tuberkulosis dengan non-tuberkulosis. Beberapa pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa limfadenitis TB :

a. Pemeriksaan mikrobiologi

Pemeriksaan mikrobiologi yang meliputi pemeriksaan mikroskopis dan kultur. Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen. Spesimen untuk pewarnaan dapat diperoleh dari sinus atau biopsi aspirasi. Dengan pemeriksaan ini kita dapat memastikan adanya basil mikobakterium pada spesimen, diperlukan minimal 10.000 basil TB agar perwarnaan dapat positif.

b. Pemeriksaan Sitologi

Spesimen untuk pemeriksaan sitologi diambil dengan menggunakan biopsi aspirasi kelenjar limfe. Sensitivitas dan spesifitas pemeriksaan sitologi dengan biopsi aspirasi untuk menegakkan diagnosis limfadenitis TB adalah 78% dan 99% (Kocjan, 2001). CT scan dapat digunakan untuk membantu pelaksanaan biopsi aspirasi kelenjar limfe intratoraks dan intraabdominal (Sharma, 2004). Pada pemeriksaan sitologi akan terlihat Langhans giant cell, granuloma epiteloid, nekrosis kaseosa. Muncul kesulitan dalam pendiagnosaan apabila gambaran konvensional seperti sel epiteloid atau Langhans giant cell tidak ditemukan pada aspirat. Pada penelitian yang dilakukan oleh Lubis (2008), bahwa gambaran sitologi bercak gelap dengan materi eusinofilik dapat digunakan sebagai tambahan karakteristik tuberkulosis selain gambaran epiteloid dan Langhans giant cell. Didapati bahwa aspirat dengan gambaran sitologi bercak gelap dengan materi eusinofilik, dapat memberikan hasil positif tuberkulosis apabila dikultur.

PenatalaksanaanPengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduanobat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan.A. OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)Obat yang dipakai:1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah: Rifampisin INH Pirazinamid Streptomisin Etambutol2. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2) Kanamisin Amikasin Kuinolon Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid, amoksilin + asam klavulanat Beberapa obat berikut ini belum tersedia di Indonesia antara lain :o Kapreomisino Sikloserino PAS (dulu tersedia)o Derivat rifampisin dan INHo Thioamides (ethionamide dan prothionamide)Kemasan Obat tunggal, Obat disajikan secara terpisah, masing-masing INH, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol. Obat kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination FDC)Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu tablet

1. ISONIAZID (INH) MK: -Menghambat sintesis asam mikolat asam mikolat suatu bahan pembentuk utama dinding sel, unik, hanya dimiliki oleh Mycobacterium TBC.-Bakterisidal SPEKTRUM : Spesifik untuk M. tuberculosis dan M. kansasii. Efektif untuk terapi dan profilaksis

Komplikasi Komplikasi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosa adalah penyakit yang menular dan drainase fistula yang kronik. Komplikasi dari non Mycobacterium tuberculosa termasuk scar formation

Epidemiologi Selama beberapa abad tuberkulosis merupakan salah satu penyakit terparah pada manusia. Dari semua penyakit infeksi, tuberkulosis masih merupakan penyebab kematian tersering. WHO memprediksikan insidensi penyakit tuberkulosis ini akan terus meningkat, dimana akan terdapat 12 juta kasus baru dan 3 juta kematian akibat penyakit tuberkulosis setiap tahun. Sepertiga dari peningkatan jumlah kasus baru disebabkan oleh epidemi HIV, dimana tuberkulosis menyebabkan kematian pada satu orang dari tujuh orang yang menderita AIDS. Indonesia pada tahun 2009 menempati peringkat kelima negara dengan insidensi TB tertinggi di dunia sebanyak 0,35-0,52 juta setelah India (1,6-2,4 juta), Cina (1,1-1,5 juta), Afrika Selatan (0,40-0,59 juta), dan Nigeria (0,37-0,55 juta) (WHO, 2010). Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 menempatkan TB sebagai penyebab kematian terbesar ketiga setelah penyakit kardiovaskular dan penyakit saluran pernafasan. Tuberkulosis dapat melibatkan berbagai sistem organ di tubuh. Meskipun TB pulmoner adalah yang paling banyak, TB ekstrapulmoner juga merupakan salah satu masalah klinis yang penting. Istilah TB ekstrapulmoner digunakan pada tuberkulosis yang terjadi selain pada paru-paru. Berdasarkan epidemiologi TB ekstrapulmoner merupakan 15-20% dari semua kasus TB pada pasien HIV-negatif, dimana limfadenitis TB merupakan bentuk terbanyak (35% dari semua TB ekstrapulmoner). Sedangkan pada pasien dengan HIV-positif TB ekstrapulmoner adalah lebih dari 50% kasus TB, dimana limfadenitis tetap yang terbanyak yaitu 35% dari TB ekstrapulmoner. Limfadenitis TB lebih sering terjadi pada wanita daripada pria dengan perbandingan 1,2:1 (Dandapat, 1990). Berdasarkan penelitian terhadap data demografik 60 pasien limfadenitis TB didapat 41 orang wanita dan 19 orang pria dengan rentang umur 40,9 16,9 (13 88) . Penelitian lainnya terhadap 69 pasien limfadenitis TB didapat 48 orang wanita dan 21 orang pria dengan rentang umur 31,4 13,1 (14 60).

ASPEK BIOETIKA DAN HUMANIORA

1. Medical indication : Dokter diharapkan mampu menegakkan diagnosis Limfadenitis Tuberkulosa pada pasien ini melalui anamnesis pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang yang diperlukan. Serta memberikan penganan dan pengobatan secara proposional, hal tersebut sesuai dengan KDM BENEFICENCE ( goldenrule principle )

1. Quality of life : Dokter diharapkan mampu menilai prognosis Limfadenitis tuberkulosa pada pasien tersebut, hal tersebut sesuai dengan KDM BENEFICENCE.

1. Patient Preferences : Dokter diharapkan mampu menghargai hak - hak pasien hal tersebut sesuai KDM AUTONOMI.

1. Contextual features : Dokter diharapkan dapat memahami keragaman sosial budaya pasien serta kepercayaan pasien yang dapat mempengaruhi keputusan pasien hal tersebut sesuai dengan KDM JUSTICE.