Upload
zakiyatul-mahmudah
View
40
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
,JVHJMVHNUJV BJMJVMJNJMVMJNVJMV NHJ JFYJVJMVJMJKVUKFUFNJK NJK NMJK NMJUFI UYG U JG IFIU JIUG ,JI UI UIDIUN KIUFUY,IU7F J YJ HYIGBNM I UIUF JOOO
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Dari dulu sampai sekarang, rumah sakit selain sebagai tempat berobat
untuk peyakit yang diklasifikasikan berat, rumah sakit juga menjadi tempat
bersarangnya bibit penyakit, bibit penyakit di rumah sakit bukan jenis bibit
penyakit biasa, melainkan bibit penyakit yang sudah resisten terhadap antibiotika,
jenis kuman resisten seperti ini yang bercokol di pelosok ruangan rumah sakit,
bisa saja melekat di alat-alat pemeriksaan medis, alat-alat bantu medis, alat-alat
bedah, serta perlengkapan rumah sakit lainnya yang mungkin lolos dari prosedur
sanitasi dan sterilisasi (Anis, 2006)
Pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan penunggu pasien
merupakan kelompok yang berisiko mendapat infeksi nosokomial. Infeksi ini
dapat terjadi melalui penularan dari pasien kepada petugas, dari pasien ke pasien
lain, dari pasien kepada pengunjung atau keluarga maupun dari petugas kepada
pasien (Alan, 2013). Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat
penderita ketika penderita tersebut dirawat di rumah sakit, atau pernah dirawat di
rumah sakit. Nosokomial berasal dari kata Yunani nosocomium yang berarti
rumah sakit. Jadi kata nosokomial artinya "yang berasal dari rumah sakit”,
sementara kata infeksi artinya terkena hama penyakit (Anies, 2006). Infeksi ini
baru timbul sekurang-kurangnya dalam waktu 3 x 24 jam sejak mulai dirawat, dan
bukan infeksi kelanjutan perawatan sebelumnya. Rumah sakit merupakan tempat
yang memudahkan penularan berbagai penyakit infeksi (Kasuarina, 2006).
Pengetahuan tentang pencegahan infeksi sangat penting untuk
mahasiswa kesehatan yang nantinya akan menjadi petugas di Rumah Sakit dan
sarana kesehatan lainnya merupakan sarana umum yang rawan untuk terjadi
infeksi (Alan,2013). Cara penanggulangan dalam penularan infeksi di Rumah
Sakit, dan upaya pencegahan infeksi adalah hal yang harus diperhatikan dalam
mengatasi infeksi nosokomial. Namun selain itu, alat medis yang menjadi salah
satu faktor penting yang sangat berpengaruh dalam penularan infeksi tersebut.
Infeksi nosokomial ini dapat berasal dari dalam tubuh penderita maupun luar
tubuh. Infeksi endogen disebabkan oleh mikroorganisme yang semula memang
sudah ada didalam tubuh dan berpindah ke tempat baru yang kita sebut dengan
self infection atau auto infection, sementara infeksi eksogen (cross infection)
disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal dari rumah sakit dan dari satu
pasien ke pasien lainnya. Jika infeksi disebabkan oleh mikroorganisme, maka
perlu dilakukan pengujian mengenai bakteri tersebut. Umumnya kuman penyebab
infeksi nosokomial adalah kuman yang sudah resisten terhadap banyak antibiotik.
Golongan Beta lactam antara lain cefalosporin, cefoperazone baik digunakan
meskipun ada gangguan ginjal dan neutropenia (Guris,2010).
2
Pengujian ini belum pernah sama sekali dilakukan di RSUP Kota
Kendari, sehingga dalam usulan ini akan dilakukan isolasi dan uji resistensi
antibiotik terhadap bakteri penyebab infeksi nosokomial di RSUP Abunawas
Kendari.
I.2 Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Jenis bakteri apa saja penyebab infeksi nosokomial nosokomial di RSUD
Abunawas Kendari?
2. Antibiotik apakaha yang resisten terhadap bakteri penyebab infeksi
nosokomial?
3. Antibiotik apakah yang cocok sensitif terhadap bakteri penyebab infeksi
nosokomial ?
I.3 Tujuan
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui jenis bakteri penyebab infeksi nosokomial di RSUD
Abunawas Kendari.
2. Untuk mengetahui antibiotik yang resisten terhadap bakteri penyebab
infeksi nosokomial.
3. Untuk mengetahui antibiotik yang sensitif terhadap bakteri penyebab
infeksi nosokomial.
I.4 Luaran yang Diharapkan
Adapun luar yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:
1. Menghasilkan sebuah pengetahuan mengenai infeksi nosokomial yang
terjadi di rumah sakit.
2. Publikasi ilmiah pada jurnal mengenai isolasi dan uji resistensi antibiotik
terhadap bakteri penyebab infeksi nosokomial di RSUP Abunawas
Kendari.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Uji resistensi
Uji resistensi merupakan pengujian yang dilakukan untuk mengetahui
kepekaan bakteri terhadap suatu antibiotik. Penggunaan antibiotik yang berlebih
atau tidak terkendali menyebabkan efek samping yang berbahaya, yang
menyebabkan bakteri-bakteri tertentu resisten (tahan) terhadap antibiotik
(Syahrurrahman dkk, 2013).
Resistensi terhadap antibiotika adalah fenomena yang alami. Bila suatu
antibiotika digunakan, bakteri yang mengalami resistensi terhadap antibiotika
tersebut memiliki kesempatan yang lebih besar untuk dapat terus hidup
daripada bakteri lain yang lebih “rentan.” Bakteri yang rentan akan dapat
3
dibasmi atau dihambat pertumbuhannya oleh suatu antibiotika, menghasilkan
suatu tekanan selektif terhadap bakteri lain yang masih bertahan hidup untuk
menciptakan turunan yang resisten terhadap antibiotika. Namun demikian,
bakteri yang mengalami resistensi terhadap antibiotika dalam jumlah yang
sangat tinggi sekarang ini disebabkan karena adanya penyalahgunaan dan
penggunaan antibiotika secara berlebihan. Di beberapa negara dan melalui
internet, antibiotik dapat dibeli tanpa adanya resep dokter. Pasien kadang-
kadang minum antibiotik meskipun ia tidak membutuhkannya, untuk
mengobati penyakit yang disebabkan oleh virus (Rostinawati, 2009).
Ada tiga metode umum yang biasa dilakukan untuk menentukan kepekaan
suatu bakteri terhadap antibiotika, yaitu (Pelczar dkk,2005):
Cara penipisan kaldu pepton (serial broth dilution method).
Membuat penipisan antibiotika pada sederetan tabung reaksi yang
berisi perbenihan cair. Ke dalam tabung-tabung tersebut dimasukkan
kuman yang akan diperiksa dengan jumlah tertentu dan kemudian dieram.
Dengan cara ini akan diketahui konsentrasi terendah antibiotika yang
menghambat pertumbuhan kuman yang disebut Konsentrasi Hambat
Minimal (KHM) atau Minimal Inhibitory Concentration (MIC).
Cara difusi agar/kertas cakram (the agar difussion method/medicated paper
disc method).
Menggunakan cakram kertas saring yang mengandung
antibiotika/bahan kimia lain dengan kadar tertentu yang diletakkan di atas
lempeng agar yang ditanami kuman yang akan diperiksa, kemudian di
inkubasi. Apabila tampak adanya zona hambatan pertumbuhan kuman
disekeliling cakram antibiotika, maka kuman yang diperiksa sensitif
terhadap antibiotika tersebut, Cara ini disebut juga cara difusi agar, yang
lazim dilakukan adalah cara Kirby-Bauer.
Cara penipisan seri agar lempeng (plate dilution method).
Pada umumnya cara ini hampir sama dengan cara tabung atau
penipisan kaldu pepton, perbedaannya terletak pada media yang digunakan
yaitu pada cara ini menggunakan media padat. Kelemahan cara ini adalah
tidak dapat di gunakan untuk semua jenis bakteri. Untuk beberapa bakteri
tertentu seperti bakteri yang membentuk koloni yang sangat halus dalam
media agar kaldu pepton (contoh:Streptococcus) atau bakteri yan gakan
menyebar pertumbuhannya dalam media padat (contoh : Proteus)cara ini
tidak dapat digunakan.
II.2 Antibiotik
Penemuan antibiotik diinisiasi oleh Paul Ehrlich yang pertama kali
menemukan apa yang disebut “magic bullet’, yang dirancang untuk
menangani infeksi mikroba. Pada tahun 1910, Ehrlich menemukan antibiotika
4
pertama, Salvarsan yang digunakan untuk melawan syphilis. Ehrlich
kemudian diikuti oleh Alexander Fleming yang secara tidak sengaja
menemukan penicillin pada tahun 1928.Tujuh tahun kemudian, Gerhard
Domagk menemukan sulfa, yang membuka jalan penemuan obat anti TB,
isoniazid. Pada 1943, anti TB pertama ,streptomycin, ditemukan oleh Selkman
Wakzman dan Albert Schatz. Wakzman juga orang pertama yang
memperkenalkan terminologi antibiotik. Sejak saat itu antibiotika ramai
digunakan klinisi untuk menangani berbagai penyakit infeksi (Zhang, 2007).
Antibiotika, yang pertama kali ditemukan oleh Paul Ehlrich pada 1910,
sampai saat ini masih menjadi obat andalan dalam penanganan kasus-kasus
penyakit infeksi. Pemakaiannya selama 5 dekade terakhir mengalami
peningkatan yang luar biasa, hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga
menjadi masalah di negara maju seperti Amerika Serikat. The Center for
Disease Control and Prevention in USA menyebutkan terdapat 50 juta
peresepan antibiotik yang tidak diperlukan (unnescecery prescribing) dari 150
juta peresepan setiap tahun (Akalin,2002).
Terdapat pembagian lain dalam klasifikasi antibiotika, yaitu berdasar cara
kerja maupun spektrum kerjanya. Penggunaan pembagian ini secara klinis
masih kurang bermanfaat. Dalam prakteknya, klasifikasi yang paling sering
dipakai klinisi adalah berdasar susunan senyawa kimia. Lebih sering dipakai
karena sifatnya yang praktis, nama obat yang dipakai langsung terkait dengan
golongan senyawa kimia masing-masing. Antibiotika yang dibagi berdasar
senyawa kimianya antara lain golongan penicillin, cephalosporin, amfenikol,
aminoglikosida, tetrasiklin, makrolida, linkosamid, polipeptida, dan
antimikobakterium (kucers,use of antibiotic). Di samping antibiotika yang
telah disebutkan di atas, akhir-akhir ini juga mulai diperkenalkan jenis-jenis
baru dari golongan beta laktam misalnya kelompok monosiklik beta laktam
yakni aztreonam, yang terutama aktif terhadap kuman Gram negatif, termasuk
pseudomonas. Juga antibiotika karbapenem (misalnya imipenem) yang
dikatakan tahan terhadap penisilinase dan aktif terhadap kuman-kuman Gram
positif dan Gram negatif (Utami, 2011).
Antibiotika dapat ditemukan dalam berbagai sediaan, dan penggunaanya
dapat melalui jalur topical, oral, maupun intravena. Banyaknya jenis
pembagian, klasifikasi, pola kepekaan kuman, dan penemuan antibiotika baru
seringkali menyulitkan klinisi dalam menentukan pilihan antibiotika yang
tepat ketika menangani suatu kasus penyakit. Hal ini juga merupakan
salahsatu faktor pemicu terjadinya resistensi (Utami, 2011).
Tidak mengherankan apabila bakteri dapat dengan mudah beradaptasi
dengan paparan antibiotika, mengingat keberadaan dan perkembanganya telah
dimulai sejak kurang lebih 3,8 milyar tahun yang lalu. Resistensi pasti
5
diawali adanya paparan antibiotika, dan meskipun hanya ada satu atau dua
bakteri yang mampu bertahan hidup, mereka punya peluang untuk
menciptakan satu galur baru yang resisten. Sayangnya, satu galur baru yang
resisten ini bisa menyebar dari satu orang ke orang lain, memperbesar
potensinya dalam proporsi epidemik. Penyebaran ini dipermudah oleh
lemahnya kontrol infeksi dan penggunaan antibiotika yang luas (Peterson,
2005).
II.3 Infeksi nosokomial
Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat penderita ketika
penderita tersebut dirawat di rumah sakit, atau pernah dirawat di rumah sakit.
Nosokomial berasal dari kata Yunani nosocomium yang berarti rumah sakit.
Jadi kata nosokomial artinya "yang berasal dari rumah sakit”, sementara kata
infeksi artinya terkena hama penyakit (Anies, 2006). Infeksi ini baru timbul
sekurang-kurangnya dalam waktu 3 x 24 jam sejak mulai dirawat, dan bukan
infeksi kelanjutan perawatan sebelumnya. Rumah sakit merupakan tempat
yang memudahkan penularan berbagai penyakit infeksi (Kasuarina, 2006).
Infeksi nosokomial tidak hanya terjadi pada penderita tetapi juga setiap
orang
yang kontak dengan rumah sakit, termasuk petugas kesehatan, sukarelawan,
pengunjung, dan pengantar makanan. Infeksi nosokomial yang sering terjadi
antara lain infeksi saluran kencing, terutama pada pasien yang harus
menggunakan kateter, infeksi di bagian tubuh yang harus dilukai ketika
operasi, infeksi saluran pernafasan (pneumonia), dan infeksi saluran cerna
(Cahtim & Suharto, 1993).
Di Amerika Serikat, dua juta pasien/tahun terserang infeksi nosokomial
dengan mengeluarkan dana sebesar $ 4,1 miliar - $11 miliar (Klein, et a.l.,
2007). Di Indonesia, penelitian yang dilakukan di sebelas rumah sakit di DKI
Jakarta pada 2004 menunjukkan bahwa 9,8 % pasien rawat inap mendapat
infeksi yang baru selama dirawat. Dila porkan pula bahwa infeksi nosokomial
mengakibatkan 88.000 pasien di dunia meninggal setiap tahunnya (Wahid,
2007).
Organisme penyebab infeksi nosokomial dapat berupa bakteri, virus,
jamur atau parasit. Kebanyakan masalah infeksi nosokomial disebabkan oleh
bakteri dan virus. Beberapa bakteri yang diketahui sebagai penyebab infeksi
nosokomial antara lain Pseudomonas aeruginosa (33%), Staphylococcus
aureus (21,7%), Klebsiella sp. (16,7%), Esherichia coli (11,7%), Atypical
coliform (6,7%), Proteus sp. (6,7%), Streptococcus pyogenes (1,7%), dan
Enterococcus faecalis (1,7%) ( Oguntibeju & Nwobu, 2004).
6
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1 DESAIN PENELITIAN
Metodologi yang diuraikan dibawah ini meliputi pendekatan dan
proses tata kerja dari rangkaian kegiatan penelitian yang akan dilakukan.
Kegiatan ini meliputi dua tahapan, yaitu kegiatan lapangan dan
laboratorium. Tahapan kerja lapangan dilakukan padi salah satu rumah sakit
di Kota Kendari, untuk mendapatkan sampel bakteri. Sedangkan untuk
tahapan kerja laboratorium dilakukan untuk melakukan uji resistensi
antibiotik terhdap bakteri yang telah di peroleh dari rumah sakit. Berikut ini
rancangan penelitian yang akan dilakukan:
Post Only Control Group
Gambar 1. Bagan Desain Penelitian
III.2 TAHAPAN PENELITIAN
Gambar 1. Bagan Tahapan Penelitian
3.2.1. Pembuatan Media Pertumbuhan Bakteri
Media pertumbuhan bakteri merupakan suatu bahan yang
terdiri dari campuran zat-zat makanan (nutrisi) yang diperlukan
Pembuatan Media Pertumbuhan Bakteri
Isolasi Bakteri
Identifikasian Bakteri
Uji Resistensi Antibiotik
Sampel
bakteri
Uji dengan
Antibiotik
Identifikasi
Bakteri
Resisten
Bakteri
Sensitif
7
bakteri untuk pertumbuhannya. Pembuatan media dilakukan untuk
mempermudah pencarian sampel bakteri yang akan kita lakukan
pada tahap berikutnya, media yang digunakan pada penelitian ini
adalah media NA (Nutrient Agar), media ini digunakan karena
merupakan media umum untuk pertumbuhan bakteri. NA yang
digunakan adalah Sintetik NA. Sintetik NA di timbang sebanyak 28
gram kemudian dilarutkan dengan aquades steril sebnyak 1000 mL.
Larutan NA kemudian dipanaskan sambil diaduk hingga larut
sempurna, lalu di sterilkan menggunakan autoclave pada suhu 1210C
selama 15 menit. Media yang telah steril, ditempatkan kedalam
cawan petri untuk dibekukan kemudian di pindahkan ke lokasi
pengambilan sampel bakteri untuk dilakukan tahap berikutnya.
3.2.2. Pencarian Sampel Bakteri
Pencarian sampel bakteri dilakukan pada ruang operasi
rumah sakit. Pencarian sampel pada penelitian ini dilakukan pada 2
rumah sakit yang berbeda di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara untuk
membandingkan tingkat resistensi antibiotik dari kedua rumah sakit
tersebut. Cawan petri yang telah terisi media NA yang telah beku di
simpan di ruang operasi yang kemudian didiamkan selama 1×24 jam.
Penyimpanan media diruang operasi dikarenakan kebanyakan pasien
yang terkena infeksi nosokomial adalah pasien pasca operasi. Setelah
24 jam,diharapkan bakteri telah tumbuh pada media, lalu media
pertumbuhan bakteri dipindahkan kembali ke laboratorium untuk
dilakukan tahapan selanjutnya.
3.2.3. Pengidentifikasian bakteri
Indentifikasi bakteri pada penelitian ini dilakukan 3 cara,
yaitu pewarnaan sederhana, pewarnaan gram, dan uji katalase.
Pewarnaan sederhana dilakukan untuk mengidentifikasi
keberadaan bakteri pada media serta menunjukkan bentuk, ukuran
dan pemetaan bakteri.
Pewarnaan gram dilakukan untuk memisahkan bakteri yang
tumbuh menjadi dua kelompok, yaitu bakteri gram positif dan
bakteri gram negatif, bakteri gram positif akan berwarna ungu
kebiruan sedangkan bakteri gram negatif akan berwarna merah.
Uji katalase digunakan untuk mengetahui aktivitas katalase
pada bakteri yang diuji. Pada saat dilakukan uji katalase, bakteri
dengan uji katalase positif akan mengeluarkan gelembung-
gelembung oksigen. Sedangkan bakteri dengan uji katalase negatif
tidak mengeluarkan gelembung. Dengan diperolehnya data pada
indentifikasi bakteri ini, maka akan memudahkan dalam penetuan
8
antibiotik yang akan kita uji resistensiinya yang akan dilakukan pada
tahap berikutnya.
3.2.4. Pengujian Resistensi Antibiotik
Pengujian resistensi antibiotik dilakukan dengan metode
Kirby-Bauer. Metode Kirby-Bauer merupakan metode untuk
menujukkan sensitivitas suatu bakteri terhadap suatu antibiotik.
Sehingga dalam pengolahan data akan diasumsikan bakteri yang
tidak sensitif terhadap antibiotik yang diujikan telah resisten
terhadap bakteri tersebut. Sensitivitas antibiotic dalam metode ini
ditunjukkan dengan besarnya zona hambat yang terbentuk. Semkain
besar diameter zona hambat maka semakin terhambat pertumbuhan
bakterinya, artinya semkin sensitif antibiotic yang digunakan.
BAB IV
BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN
IV.1 Anggaran Biaya
Rekapitulasi anggaran biaya penelitian:
No. Jenis Pengeluaran Jumlah (Rp)
1. Bahan Habis Pakai 4.450.000,-
2. Peralatan Penunjang 3.350.000,-
3. Biaya Perjalanan 2.500.000,-
4. Biaya Pengeluaran lain-lain 1.940.000,-
Total 12.240.000,-
IV.2 Jadwal Kegiatan
Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Farmasi
Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo, Kendari. Penelitian direncanakan
berlangsung 5 bulan. Perincian jadwal penelitian adalah sebagai berikut :
Tabel 2. Jadwal Kegiatan
Kegiatan Bulan
1 2 3 4 5
1. Persiapan
2. Penyiapan alat/bahan
3. Pelaksanaan Eksperimen
4. Analisis
5. Pengolahan data
6. Interpretasi/referensi
7. Pembuatan laporan
9
DAFTAR PUSTAKA
Akalin, E. H. 2002. The Evolution of Guidelines In An Era of Cost Containment.
Surgical Prophylaxis. J Hosp infect.
Anies. Manajemen Berbasis Lingkungan. Jakarta, Gramedia, 2006.
Cahtim, A., dan Suharto. 1993. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Bina
Aksara Rupa. hal.39-52.
Kasuarina, Rusdiana. Implementasi Fungsi Manajemen Pengendalian Infeksi
Nosokomial di Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang. FKM
UNDIP, 2006
Klein, E., D. L. Smith, and Laxminarayan. 2007. Hospitalizations and deaths
caused by methicillin-Resistant Staphylococcus aureus, United States,
1999–2005. Emerg Infect Dis. 13(12): 1840–6.
Oguntibeju, O. O. and R. A. U. Nwobu. 2004. Occurence of Pseudomonas
aeruginosa in post operate wound infection. Park J Med Sci;20(3):187-
191.
Pelczar, M., E.C.S. Chan. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Penerbit Universitas
Indonesia. Jakarta.
Peterson, L. R. 2005. Squeezing TheAntibiotic Balloon: The Impact of
Antimicrobial Classes On Ermerging Resistance. European Society of
Clinical Microbiology and Infectious Deseases. The Feinberg School of
Medicine, North Western University, USA.
Rostinawati, Tina, 2009, Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Bunga Rosella
Terhadap E. Coli, S.Aureus Dengan Metode Difusi Agar, UNPAD,
Bandung.
Syahrurrahman, A.,dkk. 2013. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Fakultas
Kedokteran UI. Jakarta.
Utami, Eka R. 2011. Antibiotika, Resistensi dan Rasionalitas Terapi. El-Hayah.
Volume 1 Nomor 4.
Wahid, M. H. 2007. MRSA Update: Diagnosis dan tatalaksana. 4th Symposium of
Indonesia Antimicrobial Resistence Watch (IARW). Dalam: Andra. Jakarta,
29 Juni-1 Juli. Jakarta: Farmacia. hal 64.
10
11
12
13
14
15
6. Biodata Dosen Pendamping
Nama lengkap Rini Hamsidi, S.Farm., M.Farm., Apt
Jabatan Fungsional Asisten Ahli
NIP 198107052008122002
NIDN 0005078105
Tempat dan Tanggal Lahir Ambon, 5 Juli 1981
Alamat Rumah BTN Wahana Blok I No. 5 Kel.
Mokoau, Kec. Kambu Kendari 93231
No.Telp/HP 081332013161
Alamat Kantor Universitas Halu Oleo
Fakultas Farmasi
Jln. H.E.A Mokodompit
Kampus Hijau Bumi Tridharma,
Kendari
Alamat e-mail [email protected]
Lulusan yang telah dihasilkan S1 = 2 orang
Mata Kuliah yang diampu Farmakognosi I & II
Praktikum Farmakognosi
Mikrobiologi Farmasi
Praktikum Mikrobiologi Farmasi
Standarisasi Bahan Obat Alam
Prak. Standarisasi Bahan Obat Alam
Kosmetologi
Riwayat Pendidikan Tinggi
S-1 S-2
Nama Perguruan Tinggi Universitas Surabaya Universitas Airlangga
Bidang Ilmu Ilmu Farmasi Ilmu Farmasi minat
Bahan Alam
Judul Skripsi/Thesis Uji Alat Evasion Box
Digital Counter terhadap
Efek Antidepresan
Potensi Antimalaria
Fraksi Etil Asetat
Terstandar Daun Johar
16
17
Lampiran 2
Justifikasi Anggaran Kegiatan
1. Peralatan Penunjang
Material Justifikasi
pemakaian
Kuantitas Harga
satuan
(Rp)
Jumlah (Rp)
Autoclave Alat sterilisasi 1 kali
penelitian
250.000,- 250.000,-
Laminar Air
Flow (LAF)
Alat sterilisasi 1 kali
penelitian
500.000,- 500.000,-
Oven Alat sterilisasi 1 kali
penelitian
350.000,- 350.000,-
Inkubator Alat
penyimpanan
media kultur
1 kali
penelitian
500.000,- 500.000,-
Mikroskop Alat
identifikasi
kultur
1 kali
penelitian
450.000,0 450.000,0
Alat-alat
gelas
Peralatan
penunjang
1 kali
penelitian
1.000.000,- 1.000.000,-
Hotplate Pemanas 1 kali
penelitian
72.000,- 72.000,-
Lemari Es Penyimpanan
media
1 kali
penelitian
250.000,- 250.000,-
Lampu
Spritus
Alat Sterilisasi 2 buah 50.000,- 100.000,-
Timbangan
Analitik
Penimbangan
bahan
1 kali
penelitian
200.000,- 200.000,-
SUBTOTAL (Rp) 3.350.000,-
18
2. Bahan Habis Pakai
Material Justifikasi
pemakaian
Kuantitas Harga satuan
(Rp)
Jumlah (Rp)
Sintetik NA Sampel 1 kg 660.000,- 660.000,-
Spritus Bahan bakar
lampu spritus
5 liter 20.000,- 100.000,-
Aseton
Pelarut 2 liter 100.000,- 200.000,-
Etanol 96% Pelarut 10 liter 80.000,- 800.000,-
NaCl Pensuspensi 500 gram 75.000,- 375.000,-
H2O2 Cair Penguji 5 liter 1.110.000,- 1.110.000,-
Safranin
Pewarna 500 gram 400.000,- 400.000,-
Lugol
Pelarut 500 mL 300.000,- 300.000,-
Gentian violet
Pewarna 100 mL 200.000,- 200.000,-
Minyak emersi pelarut 1 liter 400.000,- 400.000,-
Kertas pengering Pengering
preparat
2 meter 25.000,- 50.000,-
Aquades Pelarut 10 liter 15.000,- 150.000,-
Alkohol 70% Antiseptik 5 liter 75.000,- 375.000,-
Spoit Alat
pemindah
media
50 buah 3.000,- 150.000,-
Aluminium Foil Penimbangan
dan pencegah
penguapan
3 buah 50.000,- 150.000,-
Kapas Penutup
erlenmayer
4 buah 40.000,- 160.000,-
Paper disk
(kertas serap)
Penguji 1 meter 100.000,- 100.000,-
19
Kertas Label Penanda
untuk
pendataan
1 pack 40.000,- 40.000,-
Masker Pelindung 1 dus 100.000,- 100.000,-
Handscoon Pelindung 1 dus 200.000,- 200.000,-
Headcap Pelindung 1 dus 100.000,- 100.000,-
SUBTOTAL (Rp) 4.450.000,-
3. Biaya Perjalanan
Material Justifikasi
pemakaian
Harga
satuan (Rp)
Jumlah (Rp)
Biaya perjalanan
ke Rumah Sakit
Pengurusan izin
dan
pengambilan
sampel
1000.000,- 1000.000,-
Transport local Pembelian
bahan-bahan
habis pakai
1.500.000,- 1.500.000,-
SUBTOTAL (Rp) 2.500.000,-
4. Biaya Pengeluaran Lain-lain
Material Justifikasi
pemakaian
Kuantitas Harga
satuan (Rp)
Jumlah
(Rp)
Proposal,
laporan,
penggandaan,
dan penjilidan
Pembuatan
proposal,
laporan,
penggandaan,
dan penjilidan
400.000,- 400.000,-
Biaya
administrasi
laboratorium
Administrasi
pemakaian
laboratorium
1000.000,- 1.000.000,-
20
Biaya
penelusuran
pustaka, surat
menyurat dan
perizinan
540.000,- 540.000,-
SUBTOTAL (Rp) 1.940.000,-
TOTAL 12.240.000
,-
21
Lampiran 3
Susunan Organisasi Tim Kegiatan dan Pembagian Tugas
No Nama/NIM Program
Studi
Bidang
Ilmu
Alokasi
Waktu
(jam/minggu)
Uraian Tugas
1
Mila Armila
Sari/ F1F1 12
052
Farmasi Farmasi 28
Pembuatan media,
pencarian sampel,
pengidentifikasian
bakteri, dan
pengujian
resistensi
antibiotic
2
Zakiyatul
Mahmudah /
F1F1 12 064
Farmasi Farmasi 28
Pembuatan media,
pencarian sampel,
pengidentifikasian
bakteri, dan
pengujian
resistensi
antibiotic
3 Ramlah / F1F1
12 071 Farmasi Farmasi 28
Pembuatan media,
pencarian sampel,
pengidentifikasian
bakteri, dan
pengujian
resistensi
antibiotic
4 Nisrina Muslihin Farmasi Farmasi 28
Pembuatan media,
pencarian sampel,
pengidentifikasian
bakteri, dan
pengujian
resistensi
antibiotic
5 M.Idris Ibnu
Ikhsan Kedokteran
Pendidikan
Dokter 28
Pembuatan media,
pencarian sampel,
pengidentifikasian
bakteri, dan
pengujian
resistensi
antibiotic
22