Upload
others
View
10
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
NULUNG NARIMO LAN EKSISTENSI DIRI
(Study Makna Kerja Pada Pemulasara Jenazah yang Bekerja
Di Rumah Sakit Kota dan Kabupaten Semarang)
SKRIPSI disajikan sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi
oleh
Pandu Abroori
1511412136
JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
SEMARANG
2019
i
NULUNG NARIMO LAN EKSISTENSI DIRI
(Studi Makna Kerja PadaPemulasara Jenazah yang Bekerja
Di Rumah Sakit Kota dan Kabupaten Semarang)
SKRIPSI disajikan sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi
oleh
Pandu Abroori
1511412136
JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
SEMARANG
2019
ii
iii
iv
MOTTO DAN PERUNTUKAN
Motto
Orang yang tak pernah melakukan kesalahan adalah orang yang tak pernah
mencoba hal baru. (Albert Einstein)
Kegilaan adalah melakukan hal yang sama berulang-ulang dan mengharapkan
hasil yang berbeda. (Albert Einstein)
Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. (QS. Al
Baqarah : 45)
Jujur lan ikhlas agawe mulyo.
Peruntukan:
Skripsi ini penulis peruntukan kepada kedua
orang tua, saudara, dan teman-teman yang
tiada henti memberikan bantuan secara moril
maupun materil serta doa disetiap langkahnya.
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan segala rahmat, hidayah, dan anugerah-Nya, sehingga penulis
mampu menyelesaikan skripsi dengan berjudul “NULUNG NARIMO LAN
EKSISTENSI DIRI (Studi Makna Kerja Pada Pemulasara Jenazah yang Bekerja
Di Rumah Sakit Kota dan Kabupaten Semarang)” dengan baik dan lancar. Pada
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu penelitian ini secara langsung ataupun tidak langsung
kepada :
1. Prof. Dr. Fakhruddin, M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Negeri Semarang Bapak.
2. Drs. Sugeng Haryadi, S.Psi., M.S, Ketua Jurusan Psikologi Universitas
Negeri Semarang.
3. Andromeda, S.Psi., M.Psi., Penguji I yang telah memberi masukan serta
kritik terhadap skripsi yang disusun oleh penulis.
4. Amri Hana Muhammad, S.Psi., M.A., Penguji II yang telah memberikan
masukan serta kritik terhadap skripsi yang disusun oleh penulis.
5. Nuke Martiarini, S.Psi., M.A., Penguji III yang telah memberikan masukan
serta kritik terhadap skripsi yang disusun oleh penulis.
6. Luthfi Fathan Darhiyanto, S.Psi., M.A., pembimbing akademik yang dengan
kesabarannya memberikan dukungan dan semangat kepada penulis dalam
penyelesaian skripsi ini.
7. Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Psikologi Universitas Negeri Semarang atas
vi
ilmu dan dukungan yang diberikan selama masa studi penulis.
8. Bapak dan Ibu, serta Adik-adikku yang tidak pernah berhenti memberikan
doa, semangat, nasehet, dan kasih sayang kepada penulis.
9. Segenap Pimpinan dan Karyawan Rumah Sakit di Kota Semarang dan
Kabupaten Semarang yang telah bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini.
10. Sahabat-sahabat penulis yang telah memberikan dorongan semangat dan
membantu penulis.
11. Teman-teman Psikologi angkatan 2012Jurusan Psikologi Universitas Negeri
Semarang.
12. Serta semua pihak yang turut membantu penyelesaian penyusunan skripsi ini
yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Semoga hasil skripsi ini dapat memberikan motivasi dan manfaat serta
meningkatkan semangat para pembaca untuk mengembangkan ilmu yang telah
dimiliki. Terima kasih.
Semarang, 30April 2019
Penulis
vii
ABSTRAK
Abroori, Pandu. 2019. NULUNG NARIMO LAN EKSISTENSI DIRI (Studi Makna
Kerja Pada Pemulasara Jenazah yang Bekerja Di Rumah Sakit Kota dan
Kabupaten Semarang). Skripsi. Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Utama: Amri Hana Muhammad
S.Psi., M.A., dan Nuke Martiarini, S.Psi., M.A.
Kata Kunci: Makna Kerja, Motivasi Kerja, Nilai Kerja, Pemulasara Jenazah
Petugas kamar jenazah atau sering disebut pemulasara jenazah merupakan
individu yang bertugas mengurus jenazah dalam kamar jenazah di sebuah rumah
sakit. Tugas seorang pemulasara jenazah bermacam-macam mulai dari membantu
dokter forensik dalam proses mengidentifikasi jenazah, hingga memandikan
jenazah. Pemulasara jenazah yang bertugas di sebuah rumah sakit memiliki
perbedaan tugas dengan pemulasara jenazah yang bertugas di lingkungan
masyarakat. Di rumah sakit, seorang pemulasara jenazah tidak hanya mengurusi
jenazah yang baru meninggal dengan keadaan utuh, namun juga menangani
jenazah yangsudah meninggal berhari-hari dengan keadaan yang memprihatinkan.
Bekerja sebagai pemulasara jenazah ternyata mempunyaikondisi kerja yang
kurang diminati, suasana kerja yang kurang menyenangkan, resiko kerja yang
rentan terpapar penyakit, dan tidak adanya jenjang karir yang baik. Namun,
adaindividu yangmemilih bekerja sebagai pemulasara jenazah bahkan mampu
bertahan dalam kurun waktu yang lama.Dalam penelitian serupa, munculnya
perilaku demikian dilatar belakangi karena adanya pemaknaan dalam bekerja.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana makna kerja pada
seorang pemulasara jenazah dan faktor-faktor apakah yang mendorong munculnya
makna kerja tersebut.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan
pendekatanfenomenologi, dengan jumlah narasumber tiga orang yaitu US, SKR,
dan WJT. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan teknik
wawancara dan observasi.Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan
analisis induktif deskriptif dan pengecekan keabsahan data mengguanakan teknik
triangulasi sumber.
Makna kerja yang muncul pada ketiga narasumber sebagai pemulasara
jenazah adalah nulung, narimo, lan eksistensi diri.a) Nulung, narasumber pertama
memiliki tanggung jawab untuk membantu sesama tanpa mengharap imbalan;
narasumber kedua menolong dan tetap bekerja secara terampil; dan narasumber
ketiga bermanfaat bagi orang lain. b) Narimo, narasumber pertama bersyukur dan
tetap bekerja dengan penuh tanggung jawab dengan menikmati dan mensyukuri
yang didapatkan, tidak mempermasalahkan jam kerja yang tidak teratur dan status
sebagai karyawan kontrak, menyikapi komplain anonim dengan positif, bekerja
sebaik mungkin sesuai aturan, dan menunjukan kemampuan bekerja secara
terampil; narasumber kedua merasa cukup dengan pekerjaannya sebagai
pemulasara jenazah; narasumber ketiga menujukan sikap menerima kondisi kerja
dengan tidak berorientasi pada karir karena keterbatasan pendidikan, pendapatan
viii
yang diterima dirasa cukup. c) Eksistensi diri, narasumber pertama bangga karena
diakui sebagai bentuk eksistensi diri; narasumber kedua mendapat apresiasi positif
dari orangtua, lingkungan masyarakat, dan keluarga sebagai wujud eksistensi diri;
narasumber ketiga bangga dapat memberikan pelayanan kepada orang lain sebagai
eksistensi diri.
Faktor-faktor secara umum yang melatar belakangi munculnya makna kerja
ketiga subjek sehingga bertahan dalam waktu lama sebagai pemulasara jenazah
yaitu : memahami kondisi dan resilien terhadap resiko kerja sebagai seorang
pemulasara jenazah, menerima dan bersyukur, lingkungan yang mendukung,
pembelajaran bermakna (seeking meaning), dan kepuasan kerja sebagai afek
positif.
Temuan khusus yang diduga ikut berperan melatar belakangi ketiga
narasumber bertahan dalam waktu yang lama sebagai pemulasara jenazah: a)
Narasumber pertama yakin akan kemampuan pribadi dan bertanggung jawab
terhadap setiap perbuatan; b) Narasumber kedua bertahan menjadi pemulasara
jenazah karena lelah dengan pekerjaan sebelumnya dan kebutuhan ekonomi; c)
Narasumber ketiga yakin dengan kemampuan dalam menangani jenazah serta
jujur dan terbuka dalam bekerja.
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
PERNYATAAN ............................................................................................... ii
PENGESAHAN ............................................................................................... iii
MOTTO DAN PERUNTUKAN ...................................................................... iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................... v
ABSTRAK ....................................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xvi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xviii
BAB
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Pertanyaan Penelitian.............................................................................. 9
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................... 9
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................. 9
1.4.1 Manfaat Teoritis...................................................................................... 9
1.4.2 Manfaat Praktis ....................................................................................... 10
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Makna Kerja ........................................................................................... 11
2.1.1 Definisi Makna Kerja ............................................................................ 11
x
2.1.2 Model Pemaknaan Kerja ........................................................................ 11
2.1.3 Komponen Makna Kerja ........................................................................ 16
2.1.4 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Munculnya Makna Kerja ............ 17
2.1.4.1 Motivasi Mempengaruhi Munculnya Makna Kerja ............................. 17
2.1.4.1.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi ................................... 24
2.1.4.2 Nilai Kerja Mempengaruhi Munculnya Makna Kerja ........................ 29
2.1.4.2.1 Tipologi Nilai Kerja .......................................................................... 29
2.1.4.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Kerja ............................... 33
2.2 Pemulasara Jenazah .................................................................................... 36
2.2.1 Prinsip – Prinsip Kerja Pemulasara Jenazah ........................................... 36
2.2.2 Tujuan Pelayanan Pemulasara Jenazah ................................................... 37
2.2.3 Jenis Pelayanan Pemulasara Jenazah ...................................................... 38
2.2.4 Ciri Khusus Pelayanan Pemulasara Jenazah ........................................... 39
2.2.5 Sumber Daya Manusia Terkait Pemulasaraan Jenazah ........................... 40
2.3 Dinamika Psikologis Makna Kerja Pada Pemulasara Jenazah .................. 41
2.4 Kerangka Berpikir ..................................................................................... 45
3. METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian ............................................................................. 46
3.2 Jenis Penelitian ....................................................................................... 47
3.3 Pemilihan Lapangan Penelitian .............................................................. 49
3.4 Unit Analisis ........................................................................................... 49
3.5 Sumber Data ........................................................................................... 54
3.5.1 Data Primer ............................................................................................ 54
xi
3.5.2 Data Sekunder ......................................................................................... 55
3.6 Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 56
3.7 Teknik Analisis Data .............................................................................. 57
3.8 Teknik Pengecekan Keabsahan Data ...................................................... 58
3.9 Etika Penlitian ......................................................................................... 59
4 TEMUAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Orintasi Kancah Penelitian ..................................................................... 61
4.1.1 Proses Penelitian ................................................................................... 64
4.1.2 Studi Pustaka Penelitian ........................................................................ 64
4.1.3 Menyusun Pedoman Wawancara ........................................................... 65
4.2 Pelaksanaan Penelitian ........................................................................... 65
4.2.1 Kotak Personal Langsung Peneliti di Lapangan ................................... 65
4.2.2 Penulisan Verbatim, Koding, dan Kartu Konsep .................................. 68
4.3 Jadwal Penelitian .................................................................................... 71
4.4 Identitas dan Latar Belakang Narasumber Penelitian ........................... 72
4.5 Temuan Penelitian .................................................................................. 75
4.5.1 Makna Kerja Pada Narasumber Pertama ............................................... 75
4.5.1.1 Memiliki Tanggungjawab Membantu Tanpa Mengharap Imbalan ..... 76
4.5.1.2 Bersyukur dan Tetap Bekerja dengan Penuh Tanggungjawab ............ 78
4.5.1.2.1 Menikmati dan Mensyukuri yang Didapatkan .................................. 78
4.5.1.2.2Tidak Mempermasalahkan Jam Kerja Yang Tidak Teratur dan
Status Sebagai Karyawan Kontrak................................................... 79
4.5.1.2.3Menyikapi Komplain Anonim Dengan Positif .................................. 81
4.5.1.2.4Bekerja Sebaik Mungkin Sesuai Aturan ............................................ 82
xii
4.5.1.2.5Menunjukan Kemampuan Bekerja Secara Terampil ......................... 83
4.5.1.3 Bangga Karena Diakui (Eksistensi Diri) .............................................. 86
4.5.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Munculnya Makna Kerja
Pada Narasumber Pertama ...................................................................... 87
4.5.2.1Memahami Tugas dan Kondisi Sebagai Pemulasara Jenazah............... 87
4.5.2.1.1Memahami Kondisi dan Resiko Sebagai Pemulasara Jenazah .......... 87
4.5.2.1.2Memahami Tujuan Positif Proses Otopsi ........................................... 89
4.5.2.2Menikmati dan Mensyukuri yang Didapatkan ...................................... 90
4.5.2.3Lingkungan Kerja yang Mendukung .................................................... 92
4.5.2.4Keinginan untuk Belajar Berinovasi dalam Bidang
Kepemulasaraan Jenazah ...................................................................... 93
4.5.2.5Merasa Puas Ketika Tidak Ada Komplain ............................................ 95
4.5.3 Temuan Khusus Pada Subjek Pertama .................................................... 96
4.5.3.1Yakin Akan Kemampuan Pribadi ......................................................... 96
4.5.3.2 Bertanggung Jawab Terhadap Setiap Perbuatan ................................. 97
4.5.4 Makna Kerja Pada Narasumber Kedua ................................................... 98
4.5.4.1Menolong dan Tetap Bekerja Secara Terampil ..................................... 98
4.5.4.1.1Menolong Sebagai Wujud Berbuat Baik Antar Sesama Manusia ..... 98
4.5.4.1.2Berusaha Berprasangka Baik Kepada Orang Lain ............................. 100
4.5.4.1.3Tidak Takut Bekerja Sebagai Pemulasara Jenazah ............................ 101
4.5.4.1.4 Menunjukan Kemampuan Kerja Terampil ..................................... 102
4.5.4.2Merasa Cukup dengan Pekerjaannya Sebagai Pemulasara Jenazah ..... 102
4.5.4.3Mendapat Apresiasi Positif dari Orangtua, Lingkungan Masyarakat,
dan Keluarga Jenazah (Eksistensi Diri) .............................................. 104
xiii
4.5.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Munculnya Makna Kerja
Pada Narasumber Kedua......................................................................... 105
4.5.5.1 Memahami Tugas dan Resilien Terhadap Resiko Sebagai
Seorang Pemulasara Jenazah ................................................................ 105
4.5.5.2Merasa Cukup dengan Pekerjaannya Sebagai Pemulasara Jenazah ..... 110
4.5.5.3 Dukungan Positif dari Lingkungan ...................................................... 111
4.5.5.3.1Mendapat Apresiasi Positif Dari Orangtua, Lingkungan Masyarakat,
dan Keluarga Jenazah ........................................................................ 111
4.5.5.3.2Lingkungan Kerja yang Mendukung ................................................ 112
4.5.5.4Pembelajaran Bermakna dalam Menanggapi Kondisi dan Resiko
Kerja .................................................................................................... 113
4.5.5.4.1Menjadi Lebih Religius ...................................................................... 113
4.5.5.4.2Pentingnya Keberanian Sebagai Seorang Pemulasara Jenazah ......... 114
4.5.5.5 Merasa Senang dan Tenang dapat Membantu Orang Lain
Sebagai Pemulasara Jenazah ............................................................... 115
4.5.6 Temuan Khusus Pada Narasumber Kedua .............................................. 116
4.5.6.1Bertahan Menjadi Pemulasara Jenazah Karena Lelah dengan
Pekerjaan Sebelumnya dan Kebutuhan Ekonomi ............................... 116
4.5.7Makna Kerja Pada Narasumber Ketiga .................................................... 117
4.5.7.1Bermanfaat Bagi Orang Lain ................................................................ 117
4.5.7.2Sikap Menerima Kondisi Kerja ............................................................. 118
4.5.7.2.1Tidak Berorientasi Pada Karir (Keterbatasan Pendidikan) ................ 118
4.5.7.2.2Pendapatan yang Diterima Dirasa Cukup.. ........................................ 119
4.5.7.3Bangga dapat Memberikan Pelayanan Kepada Orang Lain
Sebagai Bentuk Eksistensi Diri ........................................................... 121
4.5.8Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Munculnya Makna Kerja Pada
Narasumber Ketiga ................................................................................. 123
xiv
4.5.8.1Memahami Kondisi dan Resiko Kerja .................................................. 123
4.5.8.1.1 Pengetahuan yang Mumpuni Tentang Kepemulasaraan Jenazah .... 123
4.5.8.1.2Mengetahui Resiko Kerja Terpapar Penyakit Sebagai Pemulasara
Jenazah (Lebih Waspada) ................................................................. 125
4.5.8.1.3Rutinitas Kerja (Berjaga, Membersihkan, dan Mempersiapkan
Lingkungan) ..................................................................................... 129
4.5.8.2Pendapatan yang Diterima Dirasa Cukup ............................................. 130
4.5.8.3Lingkungan Kerja dan Keluarga yang Mendukung .............................. 131
4.5.8.4Lebih Waspada dengan Adanya Kondisi Kerja yang Beresiko ............ 132
4.5.8.5Merasa Senang (Harapan Tercapai dan Bermanfaat Bagi Orang
Lain) .................................................................................................... 134
4.5.9 Temuan Khusus Pada Narasumber Ketiga ............................................. 135
4.5.9.1 Yakin dengan Kemampuan Menangani Jenazah ................................ 135
4.5.9.2Jujur dan Terbuka dalam Bekerja ......................................................... 136
4.6 Rangkuman Temuan Penelitian ............................................................ 137
4.7 Perbandingan Hasil Penelitian degan Penelitian Sebelumnya .............. 142
4.8 Pembahasan ........................................................................................... 144
4.8.1 Gambaran Kerja Pemulasara Jenazah Secara Umum ............................ 145
4.8.1.1Makna Kerja Pemulasara Jenazah Secara Umum ................................. 146
4.8.1.2Faktor-Faktor yang Melatar Belakangi Munculnya Makna Kerja Pada
Pemulasara Jenazah Secara Umum ...................................................... 164
4.8.2Temuan Penelitian Secara Khusus ........................................................... 187
4.9 Keterbatasan Penelitian .......................................................................... 191
4.10 Bagan Hasil Penelitian ........................................................................... 192
xv
5 SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ................................................................................................. 193
5.2 Saran ....................................................................................................... 194
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 196
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Nilai Terminal dan Nilai Instrumental Menurut Tipologi Rokecah Value
Survey (RVS) .......................................................................................... 30
3.1 Tabel Unit Analisis ................................................................................. 50
4.1 Koding Verbatim Penelitian .................................................................. 69
4.2 Jadwal Penelitian ................................................................................... 71
4.3 Tabel Identitas Narasumber Penelitian .................................................. 72
4.4 Tabel Tema Berdasarkan Kartu Konsep ................................................ 137
4.5 Rangkuman Tema Umum (Makna Kerja Pada Narasumber 1, Narasumber
2, dan Narasumber 3) .............................................................................. 139
4.6 Rangkuman Tema Umum (Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Munculnya
Makna Kerja Pada Narasumber 1, Narasumber 2, dan Narasumber 3) .. 140
4.7 Tabel Persamaan dan Perbedaan Tema Ketiga Narasumber .................. 142
4.8 Tabel Perbedaan Makna Kerja Penelitian dengan Penelitian Serupa ..... 142
4.9 Tabel Perbedaan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Munculnya Makna
Kerja dengan Penelitian Serupa .............................................................. 143
xvii
DAFTAR GAMBAR
Tabel Halaman
2.1 A Meaningfull Work Model .................................................................... 12
2.2 Kerangka Berpikir ................................................................................... 45
4.1 Bagan Hasil Penelitian ............................................................................ 192
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Analisis Wawancara Narasumber Pertama ............................................. 200
2. Analisis Wawancara Significant Other Narasumber Pertama ................ 245
3. Analisis Wawancara Narasumber Kedua ............................................... 263
4. Analisis Wawancara Significant Other Narasumber Kedua ................... 306
5. Analisis Wawancara Narasumber Ketiga ............................................... 316
6. Analisis Wawancara Significant Other Narasumber Ketiga .................. 359
7. Keabsahan Data Narasumber Pertama.................................................... 371
8. Keabsahan Data Narasumber Kedua ...................................................... 390
9. Keabsahan Data Narasumber Ketiga ...................................................... 403
10. Catatan Anekdot Subjek Penelitian Pertama .......................................... 417
11. Catatan Anekdot Subjek Penelitian Kedua ............................................. 419
12. Catatan Anekdot Subjek Penelitian Ketiga ............................................ 420
13. Kartu KonsepNarasumber Pertama ........................................................ 422
14. Kartu Konsep Narasumber Kedua .......................................................... 426
15. Kartu Konsep Narasumber Ketiga .......................................................... 429
16. Tema Besar Narasumber Pertama .......................................................... 432
17. Tema Besar Narasumber Kedua ............................................................. 433
18. Tema Besar Narasumber Ketiga ............................................................. 434
19. Tabel Kata-kata Sering Muncul .............................................................. 435
20. Tema Besar Penelitian ............................................................................ 437
21. Perbedaan dan Persamaan Hasil Penelitian ............................................ 438
22. Lembar Persetujuan Narasumber Pertama.............................................. 439
23. Lembar Persetujuan Narasumber Kedua ................................................ 441
24. Lembar Persetujuan Narasumber Ketiga ................................................ 443
25. Lembar Persetujuan Significant Other Narasumber Pertama ................. 445
26. Lembar Persetujuan Significant OtherNarasumber Kedua..................... 447
27. Lembar Persetujuan Significant OtherNarasumber Ketiga .................... 449
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berbagai macam jenis pekerjaan dan tujuannya, memiliki peran yang sangat
besar dalam memenuhi kebutuhan tiap individu. Aktivitas pemenuhan kebutuhan
tersebut dilakukan supaya individu dapat terus bertahan hidup dan melakukan
keberlangsungan hidup dengan layak, karena pada hakikatnya seorang individu
membutuhkan berbagai macam kebutuhan untuk terus bertahan hidup.
Bekerja merupakan suatu bentuk aktivitas yang melibatkan kesadaran
manusia untuk mencapai hasil yang sesuai dengan harapannya. Anoraga (dalam
Puspitasari, 2011:57) mengatakan bahwa bekerja sesungguhnya juga merupakan
bagian penting bagi kehidupan manusia, sebab bekerja merupakan aspek yang
memberikan status kepada masyarakat. Secara sosial, individu yang bekerja
mendapat status sosial yang lebih terhormat dari pada yang tidak bekerja. Lebih
lanjut, orang yang memiliki pekerjaan secara psikologis akan meningkatkan
kompetensi diri dan harga dirinya.
Dalam bekerja, pemilihan pekerjaan merupakan tahapan awal yang harus
dilalui oleh setiap individu. Keputusan seorang individu dalam memilih pekerjaan
tentu dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti adanya penghargaan atas
pendidikan yang sudah ditempuh, pengakuan dari masyarakat, hingga
kenyamanan masa depan. Sejalan dengan itu, Wijayanti (dalam Thamrin,
2015:397) menambahkan beberapa faktor lain yang mempengaruhi pilihan
2
pekerjaan seorang individu antara lain adalah adanya pertimbangan finansial atau
gaji, pelatihan profesional, pengakuan profesional, nilai-nilai sosial, lingkungan
kerja, keamanan kerja, dan kemudahan mengakses lowongan pekerjaan.
Berbagai faktor tersebut selain dapat mempengaruhi seorang individu dalam
memilih sebuah pekerjaan juga dapat mengikat individu untuk terus menerus
bertahan dalam sebuah pekerjaan. Tidak sedikit ditemukan individu yang tetap
bertahan dalam pekerjaannya walau gaji yang didapat tidak sebanding dengan
pengorbanannya.
Triastuti (dalam Puspitasari, 2011:57) menyebutkan ada sejumlah asumsi
yang menyebabkan seorang individu bertahan dengan pekerjaannya antara lain:
(1) individu yang dalam keadaan serba tidak pasti namun muncul rasa
ketidakberdayaan ketika hendak keluar dari tempat kerja untuk mencari pekerjaan
lain; (2) adanya komitmen yang kuat pada individu terhadap pekerjaannya.
Sedangkan (Puspita, 2012:3) menambahkan bahwa ada faktor dari dalam diri
individu yang mempengaruhi individu untuk tetap bertahan pada pekerjaannya
yaitu sumber pribadi (personal resources) seperti makna kerja (Puspita, 2012:3).
Individu yang memiliki orientasi makna dalam bekerja akan mengetahui
tujuan apa yang hendak dicapai dan harus berperilaku sebagaimana untuk
mencapai tujuan tersebut dalam bekerja (Frankl dalam Koeswara, 1992 : 55).
Oleh karena itu, makna tidak dapat diberikan oleh siapapun tetapi hanya dapat
ditemukan oleh diri sendiri.
Makna kerja yang ada pada individu menjadi unik dan berbeda dengan
individu lain. Makna kerja inilah yang mungkin melatar belakangi individu untuk
3
tetap bertahan bekerja pada pekerjaan yang kurang diminati oleh kebanyakan
orang. Seperti pada individu yang tetap bertahan bekerja dalam waktu yang relatif
lama (15 tahun) sebagai petugas kamar jenazah atau pemulasara jenazah di sebuah
rumah sakit.
Petugas kamar jenazah atau sering disebut pemulasara jenazah merupakan
individu yang bertugas mengurus jenazah dalam kamar jenazah di sebuah rumah
sakit (Syahputra, 2014 : 12). Tugas seorang pemulasara jenazah bermacam-
macam mulai dari membantu dokter forensik dalam proses mengidentifikasi
jenazah, hingga memandikan jenazah. Pemulasara jenazah yang bertugas di
sebuah rumah sakit memiliki perbedaan tugas dengan pemulasara jenazah yang
bertugas di lingkungan masyarakat. Di rumah sakit, seorang pemulasara jenazah
tidak hanya mengurusi jenazah yang baru meninggal dengan keadaan utuh, namun
adakalanya juga menangani jenazah yang sudah meninggal berhari-hari dengan
keadaan yang memprihatinkan.
Bekerja menjadi pemulasara jenazah ternyata oleh orang awam dipersepsikan
bukan termasuk dalam pekerjaan yang banyak diminati. Hal ini muncul dari hasil
wawancara sebagai bentuk study awal. Tiga dari lima mahasiswa yang
diwawancarai mengatakan sebagai berikut:
“...walaupun ada temennya juga mikir – mikir kalo mau kerja di sana,
ngeri soalnya takut ada yang aneh-aneh.” (A1.W1. 09-2014)
“...saya kalo suruh kerja di sana duh takut mas ngga berani serem
yakin mas kalo buat saya.” (A3.W1. 09-2014)
4
Kurangnya minat bekerja sebagai pemulasara jenazah diakibatkan adanya
persepsi bahwa lingkungan kamar jenazah terkesan menyeramkan. Hasil
wawancara lanjutan kepada tiga mahasiswa mengatakan sebagai berikut:
“Kalau menurut saya kamar jenazah itu mengerikan, kan banyak
mayat yang disimpan disana. Kamar jenazah juga terkesan angker,
suasananya pun berbeda sepi hening, sehingga makin mencekam.
Terus kalo saya suruh ke sana sendirian ngga berani.” (A1.W1. 09-
2014)
Tidak hanya dari mahasiswa, peneliti juga melakukan wawancara kepada dua
orang perawat yang bekerja pada salah satu rumah sakit di kota Semarang. Dari
hasil wawancara menyebutkan bahwa para perawat juga enggan apabila harus
bekerja menjadi pemulasara jenazah. Hal tersebut dikarenakan adanya persepsi
para perawat bahwa lingkungan kerja pemulasara jenazah terkesan sepi. Para
perawat juga tau bahwa salah satu tugas seorang pemulasara jenazah adalah
mengurus jenazah yang telah lama meninggal. Adapun penuturan para perawat
adalah sebagai berikut:
“ ngene mas, kamar jenazah ki nek aku ngrasake hawane pancen bedo,
adem, sepi. Dadi mungkin gara-gara kui kadang nek lewat kamar
jenazah ki rodok merinding. Nek aku kon kerjo neng kamar jenazah,
duh mikir-mikir aku mas, mending tak luru pegawean liyo wae sek,
ngeri soale kon ngurusi mayat okeh, yo nek sing nembe ninggal si rak
masalah, lah nek sing ninggale wis sui yo repot mas, makane mikir-
mikir nek aku kon kerjo neng kamar jenazah mas.” (A4.W1. 09-2014)
Persepsi orang awan tentang kondisi lingkungan kamar jenazah yang
menyeramkan dan kurangnya minat untuk bekerja sebagai pemulasara jenazah,
ternyata dibenarkan oleh seseorang pekerja pemulasara jenazah yang juga
merupakan subjek tunggal dalam penelitian ini. Melalui penuturannya, beliau
tidak memungkiri jika lingkungan kerjanya dipersepsikan menyeramkan. Beliau
5
juga mengatakan bahwa bekerja sebagai seorang pemulasara jenazah memiliki
sedikit peminat. Hasil wawancara awal kepada seorang pekerja pemulasara
jenazah adalah sebagai berikut:
“Saya tidak memungkiri jika kamar mayat memang suasananya
menyeramkan, dan kebanyakan orang tidak mau bila harus bekerja di
kamar mayat. Bisa dikatakan seribu banding satu yang mau bekerja
di kamar mayat mas. Bekerja di lingkungan seperti ini memang tidak
boleh sembarangan dalam hal apapun”. (S1.W1.09-2014)
Selain lingkungan kamar jenazah dipersepsikan menyeramkan, seorang
pekerja pemulasara jenazah Rumah Sakit Umum Pusat di Kota Semarang juga
menyebutkan bahwa ada hal yang kurang menyenangkan bekerja sebagai
pemulasara jenazah. Salah satunya adalah ketika mendapat jenazah kiriman dari
kepolisian yang sudah meninggal beberapa hari. Hal ini menjadikan jenazah
sudah dalam kondisi mengalami pembusukan. Penuturan beliau adalah sebagai
berikut :
“Saya bekerja di sini niat ibadah mas, di sini hal yang paling tidak
begitu saya suka jika menerima mayat dari kepolisian, masih bagus
kalo meninggalnya baru satu hari, biasanya kan ada yang sudah tiga
hari bahkan satu minggu. Tentu baunya sudah sangat busuk dan
susah dihilangkan kotorannya apabila terkena baju atau tangan.
Apalagi mayat sudah banyak belatungnya. Tapi saya tetap
membersihkan mayat tersebut karena niat untuk ibadah mas, intinya
itu menolong dan membantu sesama”. (S1.W1.14-9-2014)
Bekerja sebagai pemulasara jenazah ternyata juga memiliki resiko kerja yang
terbilang cukup berbahaya. Petugas pemulasara jenazah dengan tugas utama
mengurus jenazah ternyata rentan terpapar penyakit. Bahkan ditegaskan oleh
Young (dalam Putro, 2014:3) bahwa kamar jenazah merupakan sumber infeksi
yang potensial tidak hanya untuk ahli patologi otopsi, tetapi juga untuk
pengunjung, dan petugas pemulasara jenazah. Beberapa studi juga telah
6
melaporkan bahwa dengan berakhirnya kehidupan mikroorganisme patogenik
tertentu akan dilepas dari dalam tubuh. Jika tidak diwaspadai mikroorganisme
patogenik yang terlepas akan menular pada individu yang menangani jenazah
tersebut (Wilson dalam Putro, 2014:3). Adanya resiko potensial terpapar penyakit
dalam bekerja sebagai pemulasara jenazah dibenarkan juga oleh seorang petugas
pemulasara jenazah. Adapun penuturan beliau tentang adanya resiko potensial
terpapar penyakit adalah sebagai berikut:
“...penyakit akan keluar ketika orangnya sudah mati, menurut dokter
penyakit menular melalui air liur, udara”. (S1.W1.10-2014)
Bekerja menjadi seorang pemulasara jenazah selain memiliki resiko potensial
terpapar penyakit ternyata juga tidak memiliki jenjang karir yang baik, karena
seorang pemulasara jenazah biasanya bukan merupakan pegawai tetap melainkan
pegawai kontrak. Para pekerja pemulasara jenazah setiap satu tahun sekali harus
melakukan perpanjangan kontrak dengan pihak rumah sakit. Ini dijumpai peneliti
saat hendak melakukan wawancara awal kepada seorang pekerja pemulasara
jenazah. Hal ini dibuktikan saat akan ditemui beliau baru saja selesai melakukan
serangkaian proses perpanjangan kontrak, dan ini menjadi catatan tersendiri oleh
peneliti.
Bekerja menjadi seorang pemulasara jenazah selain memiliki jenjang karir
yang kurang baik ternyata gaji yang diterima berada di bawah Upah Minimum
Kabupaten atau Kota (UMK). Gaji yang diterima seorang pekerja pemulasara
jenazah saat ini adalah sebesar 1,4 juta sadangkan UMK yang berlaku di Kota
Semarang adalah 1,9 juta pada tahun 2016. Berikut penuturan terkait gaji yang
diterima :
7
“1,4 juta mas.... Biarpun nggak cukup kaya apa tetep dicukup-
cukupkan, kalo yang namanya manusia pasti mempunyai kekurangan
terus sebelum meninggal, bener nggak?..Tapi kita tetep bersyukur
mas” (S1.W1. 10-2014)
UMK disebutkan dalam surat keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor
560/66 Tahun 2015 tentang upah minimum pada 35 kabupaten atau kota di
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2016, merupakan upah bulanan terendah yang
terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap yang hanya berlaku bagi pekerja
atau buruh dengan tingkat paling rendah yang mempunyai masa kerja kurang dari
satu tahun, dan ditetapkan berdasar KHL dengan memperhatikan produktivitas
pertumbuhan ekonomi. Dengan gaji di bawah UMK, memungkinkan tidak
mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup secara layak.
Adanya berbagai macam gambaran kerja yang unik pada pekerja pemulasara
jenazah seperti adanya kondisi pekerjaan yang kurang diminati dan suasana kerja
yang kurang menyenangkan. Resiko kerja yang rentan terpapar penyakit, tidak
adanya jenjang karir yang baik, dan gaji di bawah UMK. Subjek masih setia
menekuni pekerjaannya sebagai seorang pemulasara jenazah dalam waktu yang
lama. Sebagai seorang pekerja pemulasara jenazah, beliau sudah bekerja dalam
waktu 15 tahun. Meskipun dalam kondisi kerja yang demikian, beliau sempat
mendapat penghargaan sebagai pegawai berprestasi. Terlebih lagi menurut
penuturannya, beliau menjalani pekerjaannya sebagai pemulasara jenazah ini
dengan perasaan senang. Hal ini dibuktikan dalam penuturan beliau sebagai
berikut:
“.... contoh, kalo pihak keluarga korban merasa puas terhadap
pelayanan kita, kita senang mas.”(S1W2 329-333, 14-10-2014)
8
“Kita semangat untuk menjalani kerja terutama dikamar mayat,
sekalian dengan beribadah mas, jadi kalo ibaratnya, kita nggak bisa
menabung di akhirat tapi menabungnya dengan cara kaya gini, ya
kan? kalo kita mau beramal, kita aja masih kekurangan uang, ya to,
kita mau bantu apa-apa, kita saja masih kekurangan, ya bisanya kita
membantu ya seperti ini, contoh memandikan jenazah, mengambil
jenazah, seperti ini, nanti mengambil jenazah meninggal dipinggir
jalan, kita ambil sampai disini, itu sudah suatu ibadah, kan ibadah
kan dibagi-bagi mas, tata caranya kan lain-lain sendiri, ya kan, yang
menilai bukan kita-kita ini, tapi yang diatas.” (S1W2 344-366, 14-10-
2014)
Pekerjaan dengan kriteria yang hampir serupa dapat dijumpai pada seorang
individu yang bekerja sebagai Abdi Dalem sebuah keraton di kota Yogyakarta.
Dalam penelitian yang dilaporkan Anshori (2013:160-161) menyebutkan bahwa
seorang Abdi Dalem ternyata tidak menuntut kenaikan meski gaji yang diterima
tergolong kecil. Hal ini terjadi, karena pada dasarnya para abdi dalem memiliki
makna kerja dengan tujuan untuk mengharap berkah (ngalap berkah), sehingga
para Abdi Dalem melakukan pekerjaan dengan perasaan senang dan riang tanpa
beban.
Penelitian serupa tentang makna kerja pada abdi dalem, mengispirasi peneliti
untuk mengungkap tema yang sama namun pada kondisi kerja yang berbeda yaitu
seseorang yang bekerja sebagai pemulasara jenazah. Seorang pemulasara jenazah
sebagaimana telah dijelaskan di atas memiliki kondisi kerja yang unik. Selain gaji
yang diterima di bawah UMK, adanya kondisi kerja yang kurang diminati,
suasana kerja yang kurang menyenangkan, resiko kerja yang rentan terpapar
penyakit, juga tidak adanya jenjang karir yang baik menambah kekhasan objek
dalam penelitian ini. Oleh karena itu, peneliti memutuskan untuk mengungkap
makna kerja dan faktor-faktor yang menyebabkan munculnya makna kerja pada
9
seorang petugas pemulasara jenazah yang bekerja di Rumah Sakit Kota dan
Kabupaten Semarang.
1.2 Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka diperoleh
pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana makna kerja yang muncul pada pada pemulasara jenazah yang bekerja
di Rumah Sakit?
2. Apa faktor-faktor yang menyebabkan munculnya makna kerja pada pemulasara
jenazah yang bekerja di Rumah Sakit?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan pemaparan di atas, maka tujuan dari penelitian ini antara lain :
1. Mengetahui makna kerja yang muncul pada pada pemulasara jenazah yang
bekerja di Rumah Sakit.
2. Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan munculnya makna kerja pada
pemulasara jenazah yang bekerja di Rumah Sakit.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan pada penelitian ini berupa manfaat secara teoritis
dan praktis.
1.4.1 Manfaat Teoritis
Secara teoritis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memperkaya hasil
penelitian dengan tema serupa, menjadi referensi dalam penelitian pada kajian
yang serupa, dan dijadikan sebagai sumber informasi atau pengetahuan dari sudut
pandang psikologis mengenai makna kerja pekerja pemulasara jenazah.
10
1.4.2 Manfaat Praktis
Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber
informasi dan referensi bagi pihak yang berhubungan dengan pekerjaan
pemulasara jenazah dan membantu memberikan pandangan mengenai makna
kerja pada pekerja pemulasara jenazah sehingga diharapkan dapat menjadi
panduan bagi individu yang begelut dengan pekerjaan atau situasi yang serupa.
11
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Makna Kerja
2.1.1 Definisi Makna Kerja
Kata makna memiliki dua akar, pertama dari bahasa latin “sensus” yang
berarti penilaian, interpretasi, dan sekumpulan ide atau gambaran yang
merepresentasikan sebuah tanda atau pengalaman (Morin, 2008 : 3). Kedua dari
Bahasa Jerman “sumo”, makna berarti arah atau orientasi terhadap sesuatu yang
dilakukan (Morin, 2008 : 3). Wrzesniewski, dkk (2010 : 95) menambahkan bahwa
persepsi tentang makna pada akhirnya ditentukan oleh setiap individu, meski
dipengaruhi oleh lingkungan dan konteks sosial.
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa
makna dapat dipahami sebagai arti interpretasi, penilaian, gambaran, dan orientasi
terhadap suatu objek, yang dikonstruk oleh individu. Objek dapat berupa apa saja
salah satunya pekerjaan.
2.1.2 Model Pemaknaan Kerja
Di dalam penelitian ini, untuk melihat lebih dalam “intrinsik” individu dalam
pemaknaan kerja, peneliti menggunakan model pemaknaan kerja Chalofsky.
Model Chalofsky terdiri dari tiga bagian level motivasi interinsik yang saling
berkaitan.
12
Sense of Self
The Work It Self Sense of Balance
Gambar 2.1 : A Meaningfull Work Model
(Sumber: Chalofsky, 2010:158)
Faktor pada masing-masing elemen tidak dapat berdiri sendiri, karena
pekerjaan yang berarti membutuhkan interaksi dari semuanya. Pengetian lebih
lanjut dari ketiga elemen dalam model Chalofsky adalah sebagai berikut:
1. Pemahaman Terhadap Diri Sendiri (Sense of Self)
Setiap individu butuh untuk membawa keseluruhan diri mereka seperti
pikiran, tubuh, emosi, dan semangat pada pekerjaan mereka. Rasa keseluruhan
diri ini sangat penting untuk menemukan makna dalam pekerjaan. Kebanyakan
individu yang gagal membawa seluruh diri mereka bekerja dikarenakan adanya
hal seperti penolakan, prasangka, atau kesalahpahaman.
Sebelum individu dapat membawa seluruh diri untuk bekerja, langkah
pertama yang harus dilakukan adalah dengan menyadari nilai-nilai individu,
keyakinan, dan tujuan dalam hidup. Adapun indikator dari dimensi ini adalah
sebagai berikut:
Integrated
Wholeness
13
a. Membawa keutuhan diri ke tempat kerja.
Bahwa individu sebagai pekerja membutuhkan kesadaran pikiran,
keadaan tubuh, emosi diri (mood), dan semangat sebagai bentuk kesadaran
diri dan motivasi intrinsik dalam mencapai tujuan hidup dan pekerjaannya.
b. Menemukan tujuan dan cara yang sesuai untuk mencapai tujuan.
Dari rasa kesadaran keutuhan diri tersebut, maka mengarah pada
kesadaran tujuan hidup dan kesadaran bahwa ada cara yang dilakukan untuk
mendukung tujuan tersebut.
c. Menghargai diri dan menghargai orang lain.
Hal hal tersebut merupakan cara dan perilaku yang dapat dilihat pada
bagaimana individu menyikapi lingkungan kerjanya sehingga dapat
memberikan dampak positif dan berpengaruh positif pula pada diri sendiri.
d. Mengembangkan potensi diri.
Merupakan wujud dari adanya keinginan untuk terus belajar dari hal-hal
yang berada diluar diri seperti lingkungan kerja.
e. Memiliki sistem kepercayaan yang positif mencapai suatu tujuan.
Dari keinginan untuk belajar tersebut, maka individu akan memiliki
sistem kepercayaan positif berupa kegigihan, ketabahan, pertahanan, cara
berfikir untuk terus maju, dan target pencapaian yang tinggi untuk dirinya.
f. Mengontrol diri.
Memiliki sistem kepercayaan positif merupakan salah satu cara untuk
melakukan kontrol diri, salah satunya ketika muncul hambatan supaya tetap
memiliki kepercayaan diri agar berhasil melalui hambatan tersebut.
14
g. Senang mengambil pembelajaran yang bermakna.
Adanya pelajaran dari pengalaman kerja, munculnya kemampuan dalam
memperbaiki masalah, dan adanya keinginan untuk bekerja lebih baik
adalah tahapan dari pemaknaan kerja sebagai wujud pemahaman terhadap
diri sendiri.
2. Pemahaman Terhadap Pekerjaan (The Work It Self)
Pemahaman terhadap pekerjaan ini adalah kesadaran individu terhadap
pekerjaan yang melekat pada dirinya dengan indikator sebagai berikut:
a. Mencapai tujuan kerja
Mencapai tujuan kerja merupakan kesadaran dari kesesuaian gaya kerja
individu, kepribadian individu dengan lingkungan kerja, dan kesesuaian
pekerjaan dengan tujuan hidup.
b. Menguasai performa
Hal ini dicerminkan melalui kesadaran individu ketika merasa tidak
mampu melakukan sebuah pekerjaan, tidak tahu cara mengerjakannya,
tetapi ia menyadari adanya bagian-bagian dari pekerjaan yang telah
berkembang seiring berjalannya waktu, sehingga individu tersebut tetap
memiliki kepercayaan diri tinggi dalam menjalani pekerjaannya.
c. Mencari pembelajaran dari tantangan, kreatifitas, dan pertumbuhan yang
berkesinambungan
Disini individu dituntut kesadarannya terhadap kebutuhan pengetahuan,
ilmu baru yang mendukung pekerjaan, sehingga diharapkan kinerja individu
tersebut dapat meningkat.
15
d. Mengejar tujuan melalui kerja
Pada sisi lain, individu yang belajar dari proses tantangan, kreatifitas,
dan pertumbuhan berkesinambungan juga harus jeli melihat peluang dalam
pekerjaan, dengan mempersiapkan diri, menambah pengetahuan yang
sesuai, dan menunjukan kegigihan dalam mencapai pekerjaan tersebut.
e. Mempunyai otonomi, kekuatan, dan rasa kontrol terhadap lingkungan
Dalam hal ini individu seharusnya diberikan peluang dalam
mengerjakan pekerjaannya sesuai tujuan, memiliki kebebasan dalam
bekerja, dan kesadaran bahwa peranan kerja yang dilakukan mempunyai
pengaruh pada lingkungan kerja.
3. Rasa Keseimbangan (Sense Of Balance)
Rasa keseimbangan ideal menurut (Haryani, 2012 : 29) adalah bahwa
hidup itu begitu terintegrasi yang tidak peduli apa yang kita lakukan, asalkan
itu bermakna. Rasa keseimbangan menyangkut pilihan yang kita buat antara
waktu yang kita habiskan dibayar, kerja yang tidak dibayar, dan kegiatan
menyenangkan.
Keseimbangan bukanlah keadaan yang mana segala sesuatu dalam kita ini
dibagi pada berat yang sama. Chalofsky juga mengutip Greenhaus, Collins, dan
Shawe (2003) yang menunjukan bahwa keseimbangan harus dipertimbangkan
dari tiga perspektif:
a. Keseimbangan waktu; adalah bagaimana waktu dibagi antara peran kita
bermain dalam tempat kerja, di rumah, keluarga, teman, masyarakat,
dikeberagaman agama , kehamonisan, dan lain-lain.
16
b. Keterlibatan keseimbangan; adalah bagaimana keterlibatan psikologis kita
diinvestasikan dalam peran ini.
c. Keseimbangan kepuasan; adalah seberapa banyak kepuasan yang diperoleh
dari peran, bukan menentang pekerjaan dan bagian kehidupan lainnya, tetapi
menerima semua bagian dari hidup, di masa sekarang dan sepanjang karir,
serta belajar untuk mengelola ketegangan.
2.1.3 Komponen Makna Kerja
Dijelaskan oleh Weisskopf-Joelson (dalam Morin, 2008 : 3) bahwa ada tiga
komponen dari makna kerja, yaitu siginfikasi dengan kerja, orientasi dalam kerja,
dan keseimbangan antara individu dengan kerja yang dilakukan.
1. Signifikan dengan kerja, adalah makna kerja yang muncul dari sudut pandang
subjek, dimana subjek dapat mendefinisikan dan merepesentasikanya.
2. Orientasi dalam kerja, yaitu arahan subjek dalam bekerja. Apa yang dicari
dalam kerja dan tujuan yang memandu aksinya.
3. Keseimbangan antara individu dan kerja yang dilakukan. Keseimbangan
ekspektasi, nilai dan aksi yang dilakukan setiap hari di lingkungan kerjanya.
Tiga komponen tersebut bersumber dari analogi udara, untuk menjelaskan
makna dalam kehidupan manusia. Seperti udara yang sulit diketahui apa
maknanya sampai itu hilang. Untuk alasan ini Weisskopf-Joelson menemukan
cara yang lebih mudah untuk mencari penjelasan kepada orang yang kurang
memaknai atau kehilangan makna kerja. Dalam penelitianya Weisskopf-Joelson
(dalam Morin, 2008 : 3) menyarankan tiga dimensi makna kerja; (1) suatu sistem
dari menjelaskan atau menginterpretasikan kejadian-kejadian pada kehidupan; (2)
17
suatu pencapaian atau sebab; (3) integrasi dari dalam diri seseorang atau
kehidupan batin dan kehidupan luar.
Csikszentmihalyi (dalam Haryani, 2012 : 15) juga menunjukan tiga cara
dimana sebuah makna itu dapat didefinisikan; (1) memiliki tujuan atau arti
penting dari sesuatu; (2) berpegang pada suatu keinginan; (3) mengidentifikasi
atau menjelaskan istilah dalam konteks.
Pemahaman makna ini sesungguhnya menyadarkan seseorang untuk
melakukan dialog dengan diri sendiri, mengetahui keinginan diri sendiri dalam
melakukan suatu hal, khususnya pada kerja yang mana kerja pun sudah menjadi
kebutuhan setiap orang.
2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Munculnya Makna
Kerja
2.1.4.1 Motivasi Mempengaruhi Munculnya Makna Kerja
Dalam sebuah penelitian (Rosso, dkk, 2010 : 99) disebutkan bahwa motivasi
merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi bagaimana individu
menafsirkan makna dan kebermaknaan kerja. Teori motivasi juga berusaha untuk
mengurikan apa sebenarnya manusia dan dapat menjadi seperti apa, (Sutrisno,
2009:121). Dengan alasan ini, bisa dikatakan bahwa sebuah teori motivasi
mempunyai isi dalam bentuk pandangan tertentu mengenai manusia. Sehingga di
dalam penelitian ini, teori motivasi digunakan untuk mempermudah penguraian
makna kerja apakah yang dimiliki oleh subjek penelitian.
Menurut (Sutrisno, 2009:109) motivasi dalam kerja menentukan perilaku
setiap individu untuk bekerja, atau dengan kata lain perilaku merupakan cerminan
yang paling sederhana dari motivasi. Motivasi juga merupakan faktor yang
18
mendorong seseorang untuk melakukan suatu aktivitas tertentu, dalam bekerja
tentu saja aktivitas yang dimaksud adalah aktivitas kerja dimana individu
menjalankan pekerjaannya. Faktor pendorong seorang individu untuk melakukan
aktivitas tertentu pada umumnya adalah kebutuhan serta keinginan orang tersebut,
Gitosudarmo dalam (Sutrisno, 2009:109). Apabila seorang individu membutuhkan
atau menginginkan sesuatu, maka ia akan terdorong untuk melakukan aktivitas
tertentu untuk memperoleh apa yang dibutuhkan dan diinginkannya.
Sutrisno (2009:109) juga menyebutkan bahwa kebutuhan serta keinginan
seseorang berbeda dengan kebutuhan serta keinginan orang lain. Jadi dapat
disimpulkan bahwa intensitas kebutuhan dan keinginan seorang individu dapat
mempengaruhi intensitas motivasinya dalam bekerja ataupun memilih pekerjaan.
Semakin banyak keinginan serta kebutuhan seorang individu maka akan semakin
besar motivasi kerja untuk memenuhinya.
Pengertian lainnya tentang motivasi dikemukakan oleh (Sopiah, 2008:170)
sebagai “keadaan di mana usaha dan kemauan keras seseorang diarahkan kepada
pencapaian hasil-hasil atau tujuan tertentu”. Hasil-hasil yang dimaksud bisa
berupa produktivitas, kehadiran atau perilaku kerja kreatif lainnya.
Walgito (2004:221) menambahkan bahwa,“motivasi bersifat melingkar, yaitu
motivasi timbul, memicu perilaku mengarah kepada tujuan, dan setelah tujuan
tercapai motivasi itu berhenti. Tetapi motivasi akan kembali ke keadaan semula
(motivasi timbul) ketika ada kebutuhan lain.”
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi
merupakan faktor yang mendorong individu untuk melakukan suatu aktivitas
19
usaha dengan kemauan keras yang diarahkan kepada pencapaian hasil dan tujuan
berupa kebutuhan serta keinginan individu yang bersifat continue karena motivasi
akan tumbuh kembali ketika ada kebutuhan dan keinginan lain yang muncul, dan
motivasi seorang individu dengan individu lain akan berbeda karena keinginan
serta kebutuhan setiap orang berbeda.
Peneliti juga menambahkan beberapa teori motivasi kerja antara lain :
1. Teori ERG (Existence, Relatedness, Growth) Clayton P. Alder
Teori ini merupakan modifikasi dari teori hierarki kebutuhan maslow, yang
dimaksudkan untuk memperbaiki beberapa teori Maslow. Dalam teori ini Alder
mengemas kelima tingkat kebutuhan maslow menjadi tiga macam kebutuhan
antara lain:
a. Existence (Keberadaan)
Existence, ini meliputi kebutuhan psikologi (rasa lapar, haus, tidur) dan
kebutuhan rasa aman. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang mendasar untuk
dipenuhi dengan sebaik-baiknya, agar konsentrasi dan perhatian karyawan
terpusat untuk melaksanaakan pekerjaan.
b. Relatedness (Kekerabatan)
Kekerabatan, merupakan keterkitan antara seseorang dengan lingkungan
sosial sekitarnya. Teori kekerabatan ini mencakup semua kebutuhan yang
melibatkan hubungan seseorang dengan orang lain seperti kegiatan saling
menerima, memberi peringatan, dan sebagainya yang merupakan proses
kekerabatan. Kebutuhan ini sebanding dengan kebutuhan rasa aman, kebutuhan
sosial, dan kebutuhan pristise, dalam teori Maslow.
20
c. Growth (Pertumbuhan)
Kebutuhan akan pertumbuan dan perkembangan ini merupakan kebutuhan
yang berkaitan dengan pengembangan potensi diri seseorang, seperti pertumbuhan
kreatifitas ataupun pribadi dan hal tersebut setara dengan kebutuhan harga diri dan
perwujudan diri. Bila kebutuhan ini dapat dipenuhi, diikuti pribadi yang
bersangkutan mendorong dirinya untuk secara penuh mengembangkan kapasitas
pribadinya sendiri.
Teori ERG ini oleh para ahli dianggap lebih mendekti keadaan sebenarnya
berdsarkan fakta-fakta empiris. Karena (Sutrisno, 2009:137) menyatkan bahwa,
”lebih dari satu kebutuhan yang dapat bekerja pada saat yang bersamaan dan jika
untuk mencapai kebutuhan yang lebih tinggi sulit dicapai maka keinginan untuk
memuaskan kebutuhan yang lebih rendah menjadi meningkat.”
Sutrisno (2009:137) menambahkan bahwa kebutuhan manusia yang
kompleks tersebut memiliki tingkat intensitas yang berbeda-beda , baik antara
seseoarang dengan orang lain maupun oleh seseorang pada waktu yang berbeda-
beda.
2. Teori Motivasi Proses
Teori proses ini berlawanan dengan teori-teori kebutuhan seperti yang
diuraikan diatas. Teori proses memusatkan perhatiannya pada bagaimana motivasi
terjadi. Dengan kata lain teori proses pada dasarnya berusaha menjawab
pertanyaan bagaimana menguatkan, mengarahkan, memelihara, menghentikan
perilaku individu.
21
Bila diperhatikan secara mendalam, teori ini merupakan proses sebab dan
akibat bagaimana seseorang individu bekerja serta hasil apa yang telah
diperolehnya. Jika individu bekerja baik saat ini, akan diperoleh hasil baik untuk
hari esok. Jadi, hasil yang dicapai tercermin dalam bagaimana proses kegiatan
yang dilakukan sebelumnya.
Karena “ego” manusia selalu menginginkan hasil yang baik saja, daya
penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang terkandung dari harapan
yang akan diperolehnya pada masa depan, ini sebabnya teori ini disebut teori
harapan. Vroom dalam Sutrisno (2009:141) menyebutkan “jika harapan itu dapat
menjadi kenyataan, seseorang akan cenderung meningkatkan semangat kerjanya.
Sebaliknya, bila harapan itu tidak tercapai ia akan menjadi malas”.
Selain itu ada tiga teori motivasi proses yang lazim dikenal, yaitu teori
harapan, keadilan, dan pengukuhan.
a. Teori Harapan (Expectacy Theory)
Teori harapan menyatakan bahwa kekuatan yang memotivasi seseorang giat
dalam melaksanakan pekerjannya bergantung pada hubungan timbal balik antara
apa yang ia inginkan dengan kebutuhan dari hasil pekerjaan itu. Bila keyakinan
yang diharapkan cukup besar untuk memperoleh kepuasannya, maka individu
terebut akan bekerja keras pula, begitupun sebaliknya.
Teori harapan ini mengandung tiga variabel, yaitu daya tarik, hubungan
antara prestasi kerja dengan imbalan, serta hubungan antara usaha dengan prestasi
kerja. Yang dimaksud dengan daya tarik adalah sampai sejauh mana seseorang
merasa pentingnya hasil yang diperoleh dalam mencapai tugasnya. Yang
22
dimaksud dengan kaitan antara prestasi dengan imbalan ialah tingkat keyakinan
seseorang tentang hubungan antara tingkat prestasi kerja dengan pencapaian hasil
tertentu. Adapun kaitan antara usaha dengan prestasi ialah adanya persepsi
seseorang tentang kemungkinan bahwa usaha tertentu akan menjurus kepada
prestasi.
b. Teori Keadilan (Equity Theory)
Teori keadilan ini menekankan bahwa ego manusia selalu mendambakan
keadilan. Menurut Sutrisno (2009:143), untuk mempersepsikan keadilan tersebut,
ada tiga aspek yang perlu dipahami, yaitu orang lain, sistem yang berlaku yang
menyangkut gaji, dan diri sendiri. Orang lain sebagai pembanding, untuk menilai
apakah seseorang mendapat perlakuan yang adil dalam kehidupan
organisasionalnya, ia bisa melakukan perbandingan antara dirinya dengan orang-
orang yang ada dalam organisasi. Kemudian sistem yang berlaku menyangkut
gaji, yang perlu diperhatikan adalah sistem penggajian, karena persepsi seseorang
sangat diwarnai oleh pandangan tentang perlakuan terhadap dirinya dengan
menyoroti penerapan pengupahan apakah sudah sesuai dengan harapannya. Dan
ada kalanya sistem yang berlaku dalam suatu organisasi dibandingkan dengan
sistem yang berlaku di organisasi lainnya.
Kemudian diri sendiri sebagai pembanding, Sutrisno (2009:143)
menyebutkan bahwa setiap orang mempunyai persepsi tertentu tentang diri sendiri
yang tercermin dari berbagi hal, seperti filsafat hidupnya, latar belakang sosialnya,
latar belakang pendidikan, usia, pengalamaan, dan mungkin juga jumlah
tanggungan, serta nilai-nilai yang dianut. Faktor-faktor itulah yang turut
23
menentukan jenis pekerjaan apa yang cocok baginya demi pemuasan berbagai
kebutuhan individu tersebut.
c. Teori Pengukuhan (Reinforcement Theory)
Teori pengukuhan didasarkan atas hubungan sebab akibat perilaku dengan
pemberian kompensasi. Misalnya, adanya promosi jabatan bergantung pada
prestasi yang selalu dapat dipertahankan, atau adanya tingkat bonus yang
diberikan tergantung dengan tingkat pencapaian kerjanya, dan lain sebagainya.
Teori pengukuhan terdiri dari dua jenis yaitu pengukuhan positif dan pengukuhan
negatif. Sutrisno (2009:144) menyebutkaan,”pada prinsipnya pengukuhan selalu
berhubungan dengan bertambahnya frekuensi dan tanggapan, apabila diikuti oleh
stimulus yang bersyarat. Demikian juga prinsip hukuman selalu berhubungan
dengan berkurangnya frekuensi respon.” Jadi dapat disimpulkan bahwa adanya
pengukuhan positif maupun negatif bisa mempengaruhi perilaku kerja seseorang,
apabila dengan adanya pengukuahan positif maupun negatif perilaku kerja
individu dapat berubah berarti pengukuhan tersebut merupakan salah satu faktor
motivasi individu dalam bekerja. Karena telah diketahui diawal bahwa perilaku
kerja merupakan cerminan dari motivasi kerja seorang individu.
Tetapi dari adanya teori motivsi proses tersebut Sutrisno (2009:144)
menambahkan bahwa,” teori proses ini akan bermanfaat apabila manajer benar-
benar mengenal bawahan dan kepribadian individual mereka, dan ini kadang-
kadang tidak mudah. Akan tetapi kelemahan ini dapat diatasi jika para manajer
secara cermat menetapkan standar yang jelas atas kinerja yang dapat diterima dan
sistem imbalan eksterinsik yang pantas. Juga sebaiknya diingat bahwa valensi
24
imbalan eksterinsik tertentu akan bervariasi setiap pribadi, kepuasan untuk
melakukan pekerjaan yang baik secara interinsik dialami hampir setiap orang.
Jadi dapat disimpulkan bahwa harus ada standar yang jelas atas kinerja yang
dapat diterima dan sistem imbalan eksterinsik yang pantas oleh perusahaan agar
individu tidak mengalami kebingungan ataupun kekecewaan yang dapat
berdampak pada hasil kerja maupun perilaku kerja mereka.
2.1.4.1.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi
Motivasi sebagai proses psikologis dalam diri seorang individu tentu saja
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Sutirsno (2009:116-120) menyebutkan bahwa
faktor-faktor tersebut dapat dibedakan atas faktor intern dan ekstern yang berasal
dari karyawan.
1. Faktor Intern
Faktor intern yang dapat mempengaruhi pemberian motivasi pada seseorang
antara lain:
a. Keinginan Untuk Dapat Hidup
Keinginan untuk dapat hidup merupakan kebutuhan setiap individu, untuk
memenuhinya terkadang individu “mengerjakan apa saja, apakah pekerjaan itu
baik atau jelek, apakah halal atau haram, dan sebagainya menurut Sutrisno
(2009:117).” Misalnya untuk mempertahankan hidup, individu perlu makan dan
untuk memperoleh makan individu mau mengerjakan apa saja asal hasilnya dapat
memenuhi kebutuhan untuk makan. Sutrisno (2009:117) menyebutkan keinginan
untuk dapat hidup meliputi kebutuhan untuk:
1) Memperoleh kompensasi yang memadai;
25
2) Pekerjaan yang tetap walaupun hasilnya tidak begitu memadai; dan
3) Kondisi kerja yang aman dan nyaman.
b. Keinginan Untuk Dapat Memiliki
Keinginan untuk dapat memiliki benda dapat mendorong individu untuk
melakukan pekerjaan. Hal ini banyak kita alami dalam kehidupan sehari-hari,
bahwa keinginan yang keras untuk dapat memiliki itu dapat mendorong individu
untuk mau bekerja.
c. Keinginan Untuk Memperoleh Penghargaan
Seorang individu mau bekerja disebabkan adanya keinginan untuk diakui atau
dihormati oleh orang lain. Untuk memperoleh status sosial yang lebih tinggi,
individu mau mengeluarkan uangnya, untuk memperoleh uang itupun harus
bekerja keras. Jadi harga diri, nama baik, kehormatan yang ingin dimiliki itu harus
diperankan sendiri. Salah satu caranya yaitu dengan bekerja keras memperbaiki
nasib atau mencari rezeki, sebab status untuk diakui sebagai orang yang terhormat
tidak mungkin diperoleh bila yang bersangkutan termasuk pemalas, tidak mau
bekerja dan sebagainya.
d. Keinginan Untuk Memperoleh Pengakuan
Menurut Sutrisno (2009:117) bila diperinci, maka keinginan untuk
memperoleh pengakuan dapat meliputi :
1) Adanya penghargaan terhadap prestasi
2) Adanya hubungan kerja yang harmonis dan kompak
3) Pimpinan yang adil dan bijaksana
4) Perusahan tempat bekerja dihargai oleh masyarakat
26
e. Keinginan Untuk Berkuasa
Keinginan untuk berkuasa akan mendorong individu untuk bekerja. Kadang
keingian berkusa ini dipenuhi dengan cara-cara tidak terpuji, namun cara-cara
yang dilakukan itu masih termasuk bekerja juga.
Walaupun kadar kemampuan orang dalam bekerja berbeda-beda, tetapi ada
hal-hal umum yang harus dipenuhi untuk memperoleh kepuasan kerja bagi para
karyawan. Sutrisno (2009:119) menambahkan bahwa karyawan akan dapat
merasa puas bila dalam pekerjaan terdapat :
1) Hak otonomi
2) Variasi dalam melakukan pekerjaan
3) Kesempatan untuk memberikan sumbangan pemikiran
4) Kesempatan memperoleh umpan balik tentang hasil pekerjaan yang telah
dilakukan.
2. Faktor Ekstern
Faktor ekstern juga tidak kalah peranannya dalam melemahkan maupun
meningkatkan motivasi kerja individu, faktor ekstern itu adalah:
a. Kondisi Lingkungan Kerja
Menurut Sutrisno (2009:118) lingkungan kerja adalah keseluruhan sarana dan
prasarana kerja yang ada di sekitar karyawan yang dapat mempengaruhi
pelaksanaan pekerjaan. Lingkungan kerja ini meliputi tempat kerja, fasilitas, alat
bantu pekerjaan, kebersihan, pencahayaan, ketenangan, termasuk juga hubungan
kerja antara orang-orang yang ada di tempat tersebut.
27
Lingkungan kerja yang baik, bersih, mendapat cahaya yang cukup, bebas dari
kebisingan dan gangguan, jelas akan memotivasi karyawan dalam melakukan
pekerjaan dengan baik. Namun lingkungan yang buruk, kotor, gelap, pengap,
lembab, dan sebagainya akan menimbulkan cepat lelah dan menurunkan
kreatifitas. Oleh karena itu alangkah baiknya perusahaan menciptakan lingkungan
kerja yang baik bagi karyawan.
b. Kompensasi Yang Memadai
Kompensasi adalah sumber penghidupan utama bagi para karyawan untuk
menghidupi diri sendiri beserta keluarganya. Kompensasi yang memadai
merupakan alat motivasi yang paling ampuh bagi perusahaan untuk mendorong
para karyawan bekerja dengan baik. Adapun kompensasi yang kurang memadai
akan membuat karyawan kurang tertarik untuk bekerja keras, dan memungkinkan
karyawan bekerja tidak tenang. Maka jelas bahwa besar kecilnya kompensasi
sangat mempengaruhi motivasi kerja para karyawan.
c. Supervisi Yang Baik
Fungsi supervisi dalam suatu pekerjaan adalah memberikan pengarahan,
membimbing kerja para karyawan, agar dapat melaksanakan kerja dengan baik
tanpa membuat kesalahan. Dengan demikian, posisi supervisi sangat dekat dengan
para karyawan. Bila supervisi yang dekat dengan karyawan menguasai lika-liku
pekerjaan dan memiliki sifat kepemimpinan, maka suasana kerja akan bergairah
dan bersemangat. Akan tetapi, mempunyai supervisor yang angkuh mau benar
sendiri, tidak mau mendengarkan keluhan para karyawan, akan menciptakan
suasana kerja yang tidak mengenakan, dan dapat menurunkan semangat kerja.
28
Dengan demikian, peran supervisor yang melakukan pekerjaan supervisi sangat
mempengaruhi motivasi kerja para karyawan.
d. Adanya Jaminan Pekerjaan
Setiap individu akan mau bekerja mati-matian mengobarkan apa yang ada
pada dirinya untuk perusahaan, kalau yang bersangkutan merasa ada jaminan yang
jelas dalam melakukan pekerjaan. Mereka bekerja bukan untuk hari ini saja, tetapi
mereka berharap akan bekerja sampai cukup tua dalam suatu perusahaan saja. Hal
ini akan dapat terwujud bila perusahaan dapat memberikan jaminan karier untuk
masa depan, baik jamianan akan adanya promosi jabatan, pangkat, maupun,
jaminan pemberian kesempatan untuk mengembangkan potensi diri.
e. Status dan Tanggung Jawab
Status atau kedudukan dalam jabatan tertentu merupakan dambaan bagi setiap
karyawan dalam bekerja. Mereka bukan hanya mengharap kompensasi semata,
tetapi pada suatu masa mereka juga berharap akan mendapat kesempatan
menduduki jabatan dalam suatu perusaahaan. Dengan menduduki jabatan individu
akan merasa dirinya dipercaya, diberi tanggung jawab, dan wewenang yang besar
untuk melakukan kegiatan-kegiatan. Jadi, status dan kedudukan merupakan
dorongan untuk memenuhi kebutuhan sense of achievment dalam tugas sehari-
hari.
f. Peraturan yang Fleksibel
Dalam setiap perusahaan biasanya sudah ditetapkan sistem dan prosedur kerja
yang harus dipatuhi oleh seluruh karyawan. Sistem dan prosedur kerja ini dapat
kita sebut dengan peraturan yang berlaku dan bersifat mengatur serta melindungi
29
para karyawan. Semua ini merupakan aturan main yang mengatur hubungan kerja
antara karyawan dengan perusahaan, termasuk hak dan kewajiban para karyawan,
pemberian kompensasi, promosi, mutasi dan sebaginya. Oleh karena itu, biasanya
peraturan bersifat melindungi dan dapat memberikan motivasi para karyawan
untuk bekerja lebih baik.
2.1.4.2 Nilai Kerja Mempengaruhi Munculnya Makna Kerja
Sutrisno (2009:143) menyebutkan bahwa nilai kerja merupakan salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi penilaian individu terhadap sebuah hal, seperti
makna kerja. Nilai itu sendiri menurut Yuwono, Fajrianti dan Putra (2005:99-100)
adalah keyakinaan umum yang mengarahkan perilaku dan sikap individu dalam
menghadapi situasi yang beragam. Nilai menetukan benar dan salahnya tindakan
seseorang serta menunjukan apa yang seharusnya dilakukan secara ideal. Menurut
Robbin dalam Masriono (2005:71) nilai-nilai penting dipelajari dalam perilaku
organisasi, karena ini merupakan pondasi untuk mengerti sikap, motivasi, dan
dapat juga mempengaruhi persepsi seseorang seperti persepsinya terhadap makna
kerja.
2.1.4.2.1 Tipologi Nilai Kerja
Nilai kerja dibagi menjadi beberapa macam atau tipe. Hal ini digunakan
untuk membedakan nilai-nilai yang dianut oleh setiap individu dalam bekerja.
Menurut Yuwono, Fajrianti dan Putra (dalam Marsino 2005:100-103)
membagi tiga tipe, diantaranya yaitu tipologi nilai Rokeach, tipologi nilai Allport,
dan tipologi nilai Meglino. Adapun bentuk dan penjelasan tiap nilai adalah
sebagai berikut:
30
1. Tipologi Nilai Rokeach
Tipologi ini merupakan tipologi yang dikemukakan oleh Milton Rokeach
dalam Rokeach Value Survey (RVS), di dalamnya diuraikan bahwa nilai individu
terdiri dari dua perangkat, yaitu nilai terminal dan nilai instrumental. Adapun nilai
termial merujuk pada keadaan akhir eksistensi yang diinginkan individu, yaitu
tujuan yang ingin dicapai selama hidupnya. Sedangkan nilai instrumental merujuk
pada cara-cara yang ditempuh untuk mencapai nilai terminal. Berikut ini
merupakan tabel pembagian nilai berdasarkan Rokecah Value Survey (RVS) :
Tabel 2.1 Nilai Terminal dan Nilai Instrumental Menurut Tipologi
Rokecah Value Survey (RVS) dikutip dari Stephan P.Robbins (2006)
No. Nilai Terminal dan Nilai Instrumental
Nilai Terminal Nilai Instrumental
1. Hidup nyaman (hidup makmur) Ambisius (kerja keras dan cita-cita
tinggi)
2. Hidup yang menggairahkan (hidup
aktif, merangsang)
Berpikir luas dan terbuka
3. Rasa berprestasi Kapabel (mampu dan efektif)
4. Dunia yang damai (bebas dari perang
dan konflik)
Riang (senang dan gembira)
5. Dunia yang indah (keindahan alam
dan seni)
Bersih, rapi dan teratur
6. Kesamaan (persaudaraan dan
kesempatan yang sama)
Berani menegakan keyakinan
bersama
7. Keamanaan keluarga Memaafkan (mengampuni orang
yang dicintai)
8. Kemerdekaan (kebebasan) Mambantu atau kerjasama (bekerja
untuk kesejahteraan orang lain)
9. Kebahagiaan (kepuasan) Jujur (tulus dan tidak bohong)
10. Harmoni batin (bebas dari konflik
batin)
Imaginatif (berani dan kreatif)
11. Cinta yang dewasa (kelekatan seksual
dan persahabatan)
Bebas (mandiri)
12. Keamanan nasional Intelek (cerdas dan reflektif)
13. Kesenangan (hidup santai dan
dinikmati)
Logis (konsisten dan rasional)
14. Keselamatan Mencintai (penuh kasih sayang dan
kelembutan)
31
15. Menghargai diri sediri Patuh ( menurut dan penuh hormat)
16. Pengakuan sosial Sopan (santun dan berbudi bahasa)
17. Persahabatan sejati Tanggung jawab
18. Bijaksana (pemahanan akan
kehidupan yang matang)
Kendali diri (disiplin dan tenang)
2. Tipologi Nilai Allport
Pada tahun 1930-an, Golden Allport mengklasifikasikan enam nilai utama
yang terdapat dalam diri individu. Tipologi nilai Allprot sama dengan tipe nilai
Spranger yaitu ada enam nilai yang sama. Nilai-nilai berikut ini menunjukan
keberagaman yang tergantung pada jenis pekerjaan tertentu, nilainya antara lain:
a. Theoritical, ketertarikan individu untuk mencari kebenaran melalui proses
berpikir yang sistematis dengan mempertimbangkan alasan-alasan yang
logis.
b. Economic, yaitu ketertarikan individu terhadap nilai kegunaan dan nilai
praktis untuk mencapai kesejahteraan.
c. Aesthetic, yaitu ketertarikan dibidang keindahan, bentuk dan seni secara
seimbang.
d. Social, yaitu ketertarikan terhadap persoalan manusia dan hubungan antara
manusia berdasar rasa cinta kasih.
e. Political, yaitu ketertarikan individu terhadap kekuasaan dan pengaruh
terhadap orang lain.
f. Religious, yaitu ketertarikan individu dalam hal keseimbangan dan
kesatuan kosmos secara keseluruhan.
3. Tipologi Nilai Meglino
32
Secara lebih spesifik, Meglino mendefinisikan skema nilai individu dalam
setting lingkungan kerja sebagai berikut:
a. Achievment, yaitu orientasi individu untuk melaksanakan tugas melalui
usaha yang gigih dan keras dalam menyelesaikan tugas yang sulit.
b. Helping and Concern for Other, yaitu orientasi individu untuk
mempertimbangkan orang lain dan memberikan bantuan sesuai
kapasitasnya.
c. Honesty, yaitu orientasi individu untuk mangatakan dan melaksanakan
kebenaran.
d. Fairness, yaitu orientasi individu untuk menegakan keadilan secara
menyeluruh.
Penelitian yang telah dilakukan terhadap skema nilai Melino menunjukan
bahwa bawahan akan meras puas apabila nilai yang mereka anut sama dan sejalan
dengan nilai pemimpin mereka (Schermeborn, Huni dan Osbon 1997 dalam
Marsino).
Uraian diatas menunjukan bahwa ada beberapa macam atau tipe dari value
(nilai). Adapun perbedaan dari pengguanaan tipe-tipe diatas, diantaranya adalah
pada tipe nilai Spranger dan Allport lebih baik digunakan untuk mengetahui nilai
orang yang akan bekerja, sehingga dapat diarahkan dalam mencari pekerjaan agar
sesuai dengan nilai kerjanya. Sedangkan nilai menurut Rokeach Value Survey
(RVS) merupakan nilai dasar manusia (human values) sehingga diasumsikan
dapat mengungkap nilai yang mendasari seseorang dalam bekerja. Sedangkan
nilai menurut Meglino kurang lengkap atau detai, hanya mengungkap tentang hal-
33
hal yang besar saja, contohnya seperti dalam nilai Meglino tidak ada nilai
ekonomi dimana orang bekerja pada umumnya ingin memperoleh uang sebanyak-
banyaknya.
Berdasarkan perbedaan tipe-tipe nilai kerja tersebut, peneliti akan
menggunakan faktor internal dan eksternal yang sebagai panduan untuk
mengetahui lebih dalam darimanakah nilai kerja tersebut muncul. Sedangkan
pembahasan mengenai tipologi nilai Rokeach, Alport, dan Meglino digunakan
peneliti untuk mengetahui adakah makna kerja yang sesuai dengan salah satu
tipologi tersebut.
2.1.4.2.2 Faktor –Fator yang Memengaruhi Nilai Kerja
Nilai kerja yang berada pada setiap indvidu tentunya tidaklah sama dan nilai
tidak muncul dengan sendirinya namun ada yang membentuk nilai itu sendiri.
Maka dari itu adanya pembahasan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
munculnya nilai kerja menjadi penting, karena seperti yang telah disebutkan
sebelumnya bahwa nilai kerja merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi penilaian individu terhadap makna kerja. Berikut faktor-faktor
yang mempengaruhi terbentuknya nilai kerja:
1. Faktor Internal
Faktor internal ini merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu.
Salah satunya faktor-faktornya menurut Anoraga (2009:19-20):
a. Kebutuhan Fisilogis Dasar
Kebutuhan ini menyangkut kebutuhan fisik atau biologis, seperti makan,
minum, tempat tinggal dan kebutuhan lain yang sejenis.
34
b. Kebutuhan-kebutuhan Sosial
Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial. Bentuk kebutuhan sosialnya
antara lain, persahabatan, hubungan antasan dengan bawahan secara baik.
c. Kebutuhan-kebutuhan Egoistik
Kebutuhan egoistik merupakan kebutuhan yang bersifat psikologis, dimana
kebutuhan tersebut dapat memberikan suatu kepuasan dan menjadi dasar
seseorang dalam bekerja. Adapun kebutuhan-kebutuhan egoistik antara lain:
1) Prestasi
Salah satu kebutuhan manusia yang terkuat adalah kebutuhan untuk
merasa berprestasi (sense of achievement), seseorang melakukan hal itu
karena menganggap bahwa pekerjaan tidak penting, sering tidak bersemangat
dalam bekerja dan sering mengeluh tentang pekerjaannya. Pekerjaan yang
membutuhkan suatu ketrampilan akan lebih memberikan kepuasan dalam
bekerja dan sering mengeluh tentang pekerjaannya, daripada bekerja yang
tidak memerlukan suatu ketrampilan dalam penyelesaiannya.
2) Otonomi
Seseorang karyawan dalam bekerja menginginkan adanya kebebasan,
menginginkan semacam kreativitas, dan variasi didalam menjalankan
pekerjaannya. Inisiatif dan imajinasi menceminkan keinginan seseorang
untuk independen, bebas menentukan apa yang dia inginkan.
3) Pengetahuan
Keinginan akan pengetahuan merupakan dorongan dasar dari setiap
individu. Seorang individu tidak hanya ingin tahu apa yang terjadi, tetapi juga
35
ingin mengetahui mengapa sesuatu terjadi. Mereka ingin tahu apa yang terjadi
saat dan ingin memperkirakan apa yang akan terjadi dimasa yang akan
datang. Seseorang yang ahli dalam suatu bidang memberi mereka perasaan
puas.
2. Fakor Ekstrnal
Faktor eksteral merupakan faktor yang mempengaruhi nilai yang berasal dari
luar diri individu, faktor menurut Laird dalam Marsino (1983:93-100) adalah
sebagai berikut:
a. Pengalaman atau Lingkungan
Nilai didasari dari pengalaman – pengalaman yang dikembangkan dari
hampir seluruh peristiwa sejak lahir. Beberapa peneliti sosial percaya bahwa
kepribadian dan sistem nilai dasar sebaiknya diberikan saat usia lima tahun.
Pengalaman merupakan bentuk kekuatan yang paling banyak dari nilai, lebih kuat
dari orang tua. Belajar dari pegalaman mungkin sangat berguna untuk
memperoleh nilai (untuk memutuskan apa yang terbaik untuk dirinya,
pekerjaannya, dan apa arti dibalik semuanya).
Lingkungan dalam dunia kerja sangat berpengaruh dalam hal ini adalah iklim
kerja, dimana teman atau rekan kerja berpengaruh besar terhadap value atau nilai
seseorang.
b. Orang Lain
Orang lain merupakan yang paling berpengaruh dari faktor lain terhadap diri
individu dan nilai-nilainya seperti orangtua. Orangtua yang menentukan apa yang
baik dan buruk pada anaknya seperti pola asuh. Untuk anak kecil hal tersebut
36
menentukan apa yang harus dilakukan dan hal ini juga mendasari terbentuknya
nilai-nilai.
2.2 Pemulasara Jenazah
Petugas kamar jenazah atau sering disebut pemulasara jenazah merupakan
individu yang bertugas mengurus jenazah dalam kamar jenazah di sebuah rumah
sakit (Syahputra, 2014 : 12). Tugas seorang pemulasara jenazah bermacam-
macam mulai dari membantu dokter forensik dalam proses mengidentifikasi
jenazah, hingga memandikan jenazah. Pemulasara jenazah yang bertugas di
instalasi kamar jenazah sebuah rumah sakit memiliki perbedaan tugas dengan
pemulasara jenazah yang bertugas di lingkungan masyarakat. Di rumah sakit,
seorang pemulasara jenazah tidak hanya mengurusi jenazah yang baru meninggal
dengan keadaan utuh, namun juga menangani jenazah yang sudah meninggal
berhari-hari dengan keadaan yang memprihatinkan.
Adapun kamar jenazah sendiri merupakan salah satu fasilitas penting yang
dipersiapkan oleh sebuah rumah sakit. Fasilitas kamar jenazah rumah sakit tidak
hanya berfungsi untuk menyimpan jenazah tetapi juga harus mampu melakukan
identifikasi masal serta mempunyai sarana informasi dan komunikasi yang baik
(Purwadianto dkk, 2004 : 2). Berikut akan dibahas lebih lanjut ruang lingkup
fasilitas kamar jenazah guna memunculkan gambaran utuh seputar fasilitas kamar
jenazah sebagai tempat bekerja seorang pemulasara jenazah.
2.2.1 Prinsip – Prinsip Kerja Pemulasara Jenazah
Pada prisipnya pemulasara jenazah itu tidak boleh bertentangan dengan
prinsip-prinsip pemberian pelayanan pada jenazah. Pada prinsipnya dalam
37
melakukan pelayanan, secara etis jenazah diperlakukan dengan hormat sebagai
manuisa, karena ia adalah manusia (Purwadianto dkk, 2004 : 7). Martabat
kemanusiaan ini secara khusus adalah perawatan kebersiahan sebagaimana
kerpercayaan atau adatnya, perlakuan sopan dan tidak merusak badan wadagnya
(jazad) tanpa indikasi atau kepentingan kemanusiaan, termasuk penghormatan atas
kerahasiaannya.
Oleh karenanya kamar jenazah harus bersih dan bebas dari kontaminasi
khususnya hal yang membahayakan petugas atau penyulit analisa kemurnian
identifikasi (termasuk kontaminasi DNA dalam kasus forensik mati). Demikian
pula aman bagi petugas yang bekerja, termasuk terhadap resiko penularan jenazah
yang terinfeksi karena penyakit mematikan.
2.2.2 Tujuan Pelayanan Pemulasara Jenazah
1. Pencegahan Penyakit Menular
Apabila kamar jenazah menerima korban yang meninggal karena penyakit
menular misalnya HIV/AIDS, maka dalam perawatan jenazah perlu diterapkan
prinsip-prinsip sebagai berikut (Purwadianto dkk, 2004 : 11) :
1. Jangan sampai petugas yang merawat dan orang-orang sekitarnya menjadi
tertular.
2. Segala sesuatu yang keluar dari tubuh jenazah (kencing, darah, kotoran, dll)
bisa mengandung kuman sehingga manjadi sumber penularan.
3. Penerapan universal precaution
a. Menggunakan tutup kepala
b. Menggunakan goggles
38
c. Menggunakan masker
d. Sarung tangan
e. Skot
f. Sepatu laras panjang atau boot
4. Alat yang dipakai merawat janazah diperlakkukan khusus dengan cara
dekontaminasi atau direndam dengan klorin 0,5% selama 10 menit.
5. Pada kasus kematian tidak wajar misalnya dengan korban yang diduga
mengidap penyakit menular (HIV/AIDS) maka prosedur pelaksanna autopsi
mengacu pada prinsip-prinsip universal precaution.
2.2.3 Jenis Pelayanan Pemulasara Jenazah
Pelayanan jasa seorang pemulasara jenazah akan terkait dengan jenis
pelayanan yang dilakukam oleh instalasi kamar jenazah. Adapun pelayanan
tersebut dapat dikelompokkan ke dalam enam kategori menurut (Purwadianto
dkk, 2004 : 9-10) yaitu:
1. Pelayanan jenazah purna-pasien atau “mayat dalam”.
Pelayanan ini merupakan bagian dari akhir pelayanan kesehatan yang
dilakukan rumah sakit setelah pasien dinyatakan meninggal, sebelum jenazah
diserahkan ke pihak keluarga atau pihak berkepentingan lainnya.
2. Pelayanan kedokteran forensik terhadap korban-mati atau “mayat luar”.
Rumah sakit pemerintah merupakan sarana bagi dibawanya jenazah atau
mayat tidak dikenal atau yang memerlukan pemeriksaan identitas dari luar
maupun dalam kota yang memerlukan pemeriksaan forensik.
39
Ada dua jenis pemeriksaan forensik, yaitu visum luar (pemeriksaan luar)
maupun visum dalam (pemeriksaan otopsi), dengan atau tanpa diikuti
pemeriksaan penunjang seperti patologi anatomic, radiologik, toksikologi
atau farmatologik, analisa mikrobiologik, dan lain sebagainnya.
Visum luar dan visum dalam (otopsi forensik) dilakukan di ruang otopsi.
Kedua pemeriksaan atau visum tersebut dilakukan di meja otopsi.
3. Pelayana campuran (korban mati yang pernah dirawat).
4. Pelayanan sosial kemanusiaan lainnya seperti pencarian orang hilang, rumah
duka atau penitipan jenazah.
5. Pelayanan bencana atau peristiwa dengan korban mati masal
6. Pelayanan untuk kepentingan keilmuan, pendidikan atau penelitian.
2.2.4 Ciri Khusus Pelayanan Pemulasara Jenazah
Ciri khusus pelayanan pemulasara jenazah akan diwarnai oleh situasi khusus
dalam peristiwa kematian individu dan sikap sosial budaya keluarga individu saat
menghadapi kematian akan mewarnai sarana dan prasarana pelayanan
(Purwadianto dkk, 2004 : 8). Rasa duka yang mendalam sering melibatkan
suasana kekagetan, kesedihan, haru luar biasa yang dapat menjurus pada
keputusasaan keluarga, kesibukan atau bahkan kebingungan untuk jenazah segera
dikubur, kemendadakan konfirmasi keputusan dari berbagai keluarga dan handai
taulan, adanya perilaku ingin tahu masyarakat pada kasus kematian khusus, atau
bahkan suasana ketidak menentuan pada korban mati masal yang mengaibatkan
banyak masyarakat mencari keluarga atau kerabat yang hilang.
40
Hal seperti demikian seringkali memunculkan suasana emosional, dengan
ekses (peristiwa yang melampaui batas) kemarahan yang dapat membahayakan
keselamatan petugas kamar jenazah terkait seperti pemulasara jenazah, termasuk
perusakan sarana dan prasarananya (Purwadianto dkk, 2004 : 8).
Selain itu dengan perkembangan dunia yang anomik (kematian akibat risk
society, akibat dari juggernaut syndrome (kepanikan akan bahaya musibah besar)
yang makin banyak menyebabkan kematian tidak wajar seperti pembunuhan,
kecelakaan, dan bunuh diri, menjadikan kamar jenazah harus dikelola secara
terpadu dengan pelayanan penuh 24 jam dalam sehari.
2.2.5 Sumber Daya Manusia Terkait Pemulasaraan Jenazah
Sumber daya manusia yang diperlukan pada kamar jenazah menurut
(Purwadianto dkk, 2004 : 14) terdiri dari :
1. Dokter Spesialis Forensik
Dokter spesialis forensik merupakan salah satu cabang ilmu kedokteran yang
memberikan pelayanan kedokteran untuk kepentingan penegakan hukum.
Tugas dokter spesialis forensik dalam pemeriksaan jenazah salah satunya
adalah untuk melakukan determinasi mati wajar atau mati tidak wajar
(dugaan tindak pidana).
2. Dokter Umum
3. Dokter Gigi khususnya Forensik Gigi
Dokter forensik gigi berperan membantu mempermudah proses identifikasi
jenazah, khususnya pada jenazah dengan keadaan tidak utuh misalnya
jenazah yang telah terbakar hangus ( Budi, 2014 : 44).
41
4. Tenisi Forensik
5. Teknisi Laboratorium Forensik
6. Tenaga Administrasi
7. Tenaga Pemulasara Jenazah
Tenaga amulasara jenazah merupakan individu yang bertugas mengurus
jenazah dalam kamar jenazah di sebuah rumah sakit (Syahputra, 2014 : 12).
8. Supir Mobil Jenazah
9. Pekarya
2.3 Dinamika Psikologis Makna Kerja Pada Pemulasara Jenazah
Petugas kamar jenazah atau sering disebut pemulasara jenazah merupakan
individu yang bertugas mengurus jenazah dalam kamar jenazah di sebuah rumah
sakit. Tugas seorang pemulasara jenazah bermacam-macam mulai dari membantu
dokter forensik dalam proses mengidentifikasi jenazah, hingga memandikan
jenazah. Pemulasara jenazah yang bertugas di sebuah rumah sakit memiliki
perbedaan tugas dengan pemulasara jenazah yang bertugas di lingkungan
masyarakat. Di rumah sakit, seorang pemulasara jenazah tidak hanya mengurusi
jenazah yang baru meninggal dengan keadaan utuh, namun juga menangani
jenazah yang sudah meninggal berhari-hari dengan keadaan yang
memprihatinkan.
Bekerja sebagai pemulasara jenazah ternyata mempunyai kondisi kerja yang
kurang diminati, suasana kerja yang kurang menyenangkan, resiko kerja yang
rentan terpapar penyakit, dan tidak adanya jenjang karir yang baik. Namun, ada
individu yang memilih bekerja sebagai pemulasara jenazah bahkan mampu
42
bertahan dalam kurun waktu yang lama. Dalam penelitian serupa, munculnya
perilaku demikian dilatar belakangi karena adanya pemaknaan dalam bekerja.
Individu yang memiliki orientasi makna dalam bekerja akan mengetahui
tujuan apa yang hendak dicapai dan harus berperilaku sebagaimana untuk
mencapai tujuan tersebut dalam bekerja (Frankl dalam Koeswara, 1992 : 55).
Oleh karena itu, makna tidak dapat diberikan oleh siapapun tetapi hanya dapat
ditemukan oleh diri sendiri. Makna kerja yang ada pada individu menjadi unik
dan berbeda dengan individu lain. Untuk mengetahui lebih dalam mengenai
makna kerja seperti apa yang ada pada seorang pemulasara jenazah, peneliti
menggunakan beberapa teori yang lain seperti teori model kerja yang bermakna
Chalofsky, teori motivasi kerja, dan teori nilai kerja.
Chalofsky (2010:158) menyebutkan bahwa makna kerja akan muncul bila
individu paham terhadap diri sendiri (sense of self), paham terhadap pekerjaannya
(the work it self), dan ada keseimbangan diantara kedunya (sense of balance).
Motivasi dan nilai kerja sebenarnya digunakan peneliti untuk menggali lebih
dalam dari manakah makna kerja muncul. Karena motivasi dan nilai kerja secara
tidak langsung masuk ke dalam ciri-ciri model kerja bermakna Chalofsky yang
peneliti gunakan sebagai acuan dalam mengungkap makna kerja.
Dalam sebuah penelitian (Rosso, dkk, 2010 : 99) disebutkan bahwa motivasi
merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi bagaimana individu
menafsirkan makna dan kebermaknaan kerja. Teori motivasi juga berusaha untuk
mengurikan apa sebenarnya manusia dan dapat menjadi seperti apa, (Sutrisno,
2009:121). Motivasi juga merupakan faktor pendorong individu dalam melakukan
43
sebuah aktivitas tertentu. Faktor pendorong seorang individu untuk melakukan
aktivitas tertentu pada umumnya adalah kebutuhan serta keinginan orang tersebut,
Gitosudarmo dalam (Sutrisno, 2009:109). Dengan alasan ini, bisa dikatakan
bahwa sebuah teori motivasi mempunyai isi dalam bentuk pandangan tertentu
mengenai manusia. Sehingga dalam penelitian ini, teori motivasi digunakan untuk
mempermudah penguraian makna kerja apakah yang dimiliki oleh subjek
penelitian. Dalam melakukan penguraian terhadap motivasi peneliti menggunakan
beberapa teori dasar motivasi, faktor motivasi internal dan eksternal.
Selain motivasi kerja, Sutrisno (2009:143) menyebutkan bahwa nilai kerja
juga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi penilaian individu
terhadap sebuah hal, seperti makna kerja. Nilai itu sendiri menurut Yuwono,
Fajrianti dan Putra (2005:99-100) adalah keyakinaan umum yang mengarahkan
perilaku dan sikap individu dalam menghadapi situasi yang beragam. Nilai
menetukan benar dan salahnya tindakan seseorang serta menunjukan apa yang
seharusnya dilakukan secara ideal. Menurut Robbin dalam Masriono (2005:71)
nilai-nilai penting dipelajari dalam perilaku organisasi, karena ini merupakan
pondasi untuk mengerti sikap, motivasi, dan persepsi individu terhadap makna
kerja.
Dalam melakukan penguraian terhadap nilai kerja peneliti menggunakan
faktor internal dan eksternal sebagai panduan untuk mengetahui lebih dalam
darimanakah nilai kerja tersebut muncul. Peneliti juga menggunakan beberapa
tipologi nilai kerja untuk melihat adakah nilai kerja yang kemudian dijadikan
sebagai makna kerja individu pemulasara jenazah.
44
Makna – makna yang muncul tidak serta merta peneliti angkat sebagai makna
kerja individu pemulasara jenazah. Karena makna kerja yang sesungguhnya
menurut Csikszentmihalyi (dalam Haryani, 2012 : 15) harus mencerminkan tiga
indikator; (1) makna tersebut merupakan tujuan dan memiliki arti penting bagi
individu; (2) mencerminkan harapan individu khusunya dalam bekerja; (3) makna
yang muncul harus dapat diidentifikasi dan dijelaskan dalam konteks kerja
individu.
45
2.4 Kerangka Berpikir
2.2 Kerangka Berpikir
ADANYA KEYAKINAN
UMUM (NILAI KERJA)
PEKERJA PEMULASARA JENAZAH
DI RUMAH SAKIT
ADANYA PEMAHAMAN
TERHADAP DIRI
SENDIRI, PEKERJAAN,
DAN KESEIMBANGAN
ANTARA KEDUANYA
MAKNA KERJA
AKTIVITAS KERJA YANG KHAS DAN BERBEDA DENGAN
PEMULASARA JENAZAH DI LUAR RUMAH SAKIT
ADANYA
MOTIVASI KERJA
TETAP BERTAHAN DAN MENJADI
PEGAWAI BERPRESTASI
(1) Merupakan tujuan dan memiliki arti penting,
(2) Mencerminkan harapan,
(3) Dapat diidentifikasi dan dijelaskan dalam
konteks kerja individu.
194
ketiga bangga dapat memberikan pelayanan kepada orang lain sebagai eksistensi
diri.
2. Faktor-faktor secara umum yang melatar belakangi munculnya makna kerja
ketiga narasumber sehingga bertahan dalam waktu lama sebagai pemulasara
jenazah yaitu : memahami kondisi dan resilien terhadap resiko kerja sebagai
seorang pemulasara jenazah, menerima dan bersyukur, lingkungan yang
mendukung, pembelajaran bermakna (seeking meaning), dan kepuasan kerja
sebagai afek positif.
3. Temuan khusus yang diduga ikut melatar belakangi ketiga narasumber bertahan
dalam waktu yang lama sebagai pemulasara jenazah: a)Narasumber pertama
yakin akan kemampuan pribadi dan bertanggung jawab terhadap setiap
perbuatan; b) Narasumber kedua bertahan menjadi pemulasara jenazah karena
lelah dengan pekerjaan sebelumnya dan kebutuhan ekonomi; c) Narasumber
ketiga yakin dengan kemampuan dalam menangani jenazah serta jujur dan
terbuka dalam bekerja.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah didapat, maka peneliti dapat memberikan
beberapa saran bagi beberapa pihak, yaitu :
1. Bagi Narasumber Penelitian
Bagi ketiga narasumber penelitian diharapkan untuk bisa menjaga semangat dan
motivasinya dalam menjalankan pekerjaan sebagai pemulasara jenazah.
Narasumber penelitian diharapkan dapat sharing tentang makna kerja yang
diyakini kepada rekan kerjanya, sehingga rekan-rekan kerja yang lain bisa
195
mencontoh dan lebih semangat menjalankan aktivitas sebagai pemulasara
jenazah.
2. Bagi Masyarakat Umum
Bagi masyarakat umum diharapkan untuk bisa mengambil pembelajaran
bermakna dari cerita ketiga narasumber sehingga lebih bersyukur dalam
menjalani pekerjaan dan kehidupan sehari-hari.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya yang akan meneliti tema yang sama dan dengan
pendekatan fenomenologi ataupun dengan studi kasus diharapkan bisa memilih
narasumber dengan kriteria masa kerja yang bervariatif, dan lingkungan kerja
yang berbeda misalnya pada lingkungan dinas sosial yang menangani
kepemulasaraan jenazah. Sehingga diharapkan bisa muncul dinamika psikologi
yang lebih kompleks dan variatif.
196
DAFTAR PUSTAKA
Anoraga, Panji. 2009. Psikologi Kerja. Jakarta: Rineka Cipta.
Anshori, Nurani Siti. 2013. Makna Kerja ( Meaning of Work ) Suatu Studi
Etnografi Abdi Dalem Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat Daerah
Istimewa Yogyakarta. Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi Vol. 02 No.
1.
Arikunto S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Ed Revisi
VI. Jakarta:Penerbit PT Rineka Cipta.
Arikunto, S. 2013. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.
As’ad, Moh. 2004. Seri Ilmu Sumber Daya Manusia Pikologi Industri Edisi Ke-
Empat. Yogyakarta: Liberty
Badan Pusat Statistik. 2002. Klasifikasi Baku Jenis Pekerjaan Indonesia. Jakarta:
CV. Nario Sari.
Budi, Ananta Tantri. 2014. Peran Restorasi Gigi dalam Proses Identifikasi Korban
(The role of dental restoration in victim indentification). Depertemen
Ontologi Forensik Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga.
Surabaya.
Chalofsky, Neal.E. 2010. Meaningfull Workplace: Published by Joseey-Bass
(John Wiely & Sons, Inc), US America.
Hapsari, Aulia, Emiliana Primastuti. 2014. Kepercayaan Diri Mahasiswa Papua
Ditinjau Dari Dukungan Teman Sebaya. Jurnal Psikodimensia Vol. 13 No. 1
Hal. 60-72.
Haryani, Indah Dwi. 2012. Analisis Hubungan Pemaknaan Kerja Dengan Perilaku
Menyimpang Pegawai Negeri Sipil Sekertariat Jendral Kementrian
Pendidikan Dan Kebudayaan Nasional. Tesis. Universitas Indonesia.
Haryanto, Handrix Chris, Fatchiah E. Kertamuda. 2016. Syukur Sebagai Sebuah
Pemaknaan. InSight Volume 18 No 2.
Hasibuan, Malayu. 2016. Manajemen Sumber Daya Manusia. PT Bumi Aksara
Jakarta.
197
International Labour Organization. 2015. Tren Ketenagakerjaan di Indonesia
2014-2015: Memperkuat Daya Saing dan Produktivitas Melalui Pekerjaan
Layak. Jakarta ILO.
Jalaludin, Rudi Salim, Harisman Yunus, dan Haedar Akib. 2017. Pengaruh
Budaya Organisasi terhadap Kinerja Pegawai pada Dinas Pendidikan
Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Ad’ministrare: Jurnal Pemikiran Ilmiah
dan Pendidikan Administrasi Perkantoran, Volume 4 Nomor 1.
KBJI. 2002. Klasifikasi Baku Jenis Pekerjaan Indonesia. CV. NARIO SARI.
Jakarta.
Luthans, Fred. 2005. Perilaku Organisasi Edisi Sepuluh. ANDI Yogyakarta.
Marlikan, Muchni. 2011. Pengaruh Pembelajaran Organisasi Dan Motivasi Kerja
Terhadap Kinerja Karyawan Koperasi Syariah. Jurnal Manajemen Bisnis.
Vol 1 No. 01.
Matheos, Meriam Oriliand. 2017. Faktor-Faktor Determinan Kebahagiaan Kerja
Karyawan (Studi Kasus Pada PT. Bank Bukopin Tbk. Cabang Manado).
Jurnal Riset dan Manajemen Vol 5, No 4, Halaman 611-630, Edisi Khusus
2.
Moelong, Lexy. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Moleong, Lexy J. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi. Bandung:
Remaja Rosda Karya.
Morin, Estelle. 2008. The Meaning of Work, Mental Health and Organization
Commitment: The Institut de Recherche Robert-Sauve en Santeet en
Securite du Travail (IRSST). Montreal.
Munnandar, Ashar S. 2004. Psikologi Industri dan Organisasi. Tangerang: UI
Press.
Narimawati, Umi. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif: Teori
dan Aplikasi. Bandung. Agung Media.
Nawatmi, Sri. 2011. Globalisasi Dan Inflasi. Jurnal Dinamika Keuangan dan
Perbankan. Vol.3 No.3.
Octavia, Anastasia Tambunan. 2009. Analisis Pengaruh Marketing Appeals,
Accountability, dan Self Awareness Terhadap Keinginan Berdonasi ( Studi
Pemasaran Terhadap Organisasi Charity). Tesis. Universitas Indonesia.
198
Prayitno, Elida. 1989. Motivasi Dalam Belajar dan Berprestasi. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi.
Prihastuti, Enis. 2013. Globalisasi. Analisa. Vol.1 No. 01.
Purwadiano, Agus, dkk. 2004. Standar Kamar Jenazah. Jakarta:Departemen
Kesehatan.
Puspita, Monica Devina. 2012. Hubungan antara Dukungan Sosial dan Makna
Kerja Sebagai Panggilan (Calling) dengan Keterikatan Kerja. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Universitas Surabaya. Vol. 1 No. 1.
Puspitasari, Dewi. 2011. Faktor Yang Paling Berpengaruh Teradap Komitmen
Kerja Perawat Panti Wreda Di Surakarta. Jurnal Psikologi Undip. Vol.9 No.
01.
Putro, Heryadi Bawono. 2014. Hubungan Tingkat Pendidikan Petugas Pemulasara
Jenazah Dengan Pengetahuan Infeksi Dapatan Dari Kamar Jenazah. Jurnal
Medika Muda.
Rahayu, Iin Tri, dkk. 2004. Observasi dan Wawancara. Malang: Bayumedia.
Riyadi, Dedi M Masykur. 2009. Kajian Evaluasi Pembangunan Sektoral, Peran
Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaan.
Jakarta.
Rokhim, Fathur. 2015. Makna Kerja Bagi Penyandang Disabilitas Di Yayasan
Bina Karya “Tiara Handycraft”. Jurnal Paradigma, Volume 3 Nomor 3.
Ros, Maria. 1999. Basic Individual Values, Work Values, and the Meaning of
Work.Jurnal Appiled Psychology:An International Review. Vol.48 No.1.
Rosso, Brent D., Dekas, Kathryn H., dan Wrzesniewski. 2010. On The Meaning
Of Work: A Theoretical Integration and Review: Journal Research in
Organizational Behavior.
Rusdina W, Okty. 2013. Makna Kerja Bagi Buruh Petik Lombok Di Pare. Jurnal
Paradigma, Volume 1 Nomor 3.
Savitri, Elis Hartati. 2018. Hubungan Antara Dukungan Sosial dengan Harga Diri
pada Tunanetra Dewasa Mantan Awas di Kota Semarang. Journal of
Holistic Nursing and Health Sience, Volume 1 Nomor 2.
Seka, Nur. 2012. Hubungan Antara Kepemimpinan Transformasional
Berdasarkan Perspektif Abdi Dalem Employee Engagement Abdi dalem
199
Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Skripsi. Jurusan Psikologi Universitas
Negeri Semarang tidak diterbitkan.
Setiawan, Diah. “ BI Prediksi Inflasi 2017 Lebih Tinggi Dibandingka 2016.”
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2017/01/19/181740726/bi.prediksi.i
nflasi.2017.lebih.tinggi.dibandingkan.2016 (diakses pada 15 Februari 2017).
Sibagariang, Eva. 2011. Nilai Kerja Abdi Dalem Keraton Ngayogyakarta
Hadiningrat. Skripsi. Jurusan Psikologi Universitas Negeri Semarang tidak
diterbitkan.
Smith, Jonathan A. 2009. Psikologi Kualitatif. Yogyakata: Pustaka Pelajar.
Sopiah. 2008. Perilaku Organisasi. Yogyakarta: Andi Offset
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif & RND. Bandung:
Alfabeta.
Suroyo, Niken Nuril Haya Ning. 2016. Efektifitas Pelatihan Berpikir Positif
Dalam Menurunkan Tingkat Stres Pada Mahasiswa Unnes Yang Menderita
Penyakit Hipertensi. Skripsi. Universitas Negeri Semarang.
Sutrisno, Edi. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:Prenada Media
Group.
Syahputra, Igor Rizkia. 2014. Perbandingan Rerata Pengetahuan Petugas Kamar
Jenazah Sebelum dan Setelah Dilakukan Workshop Tentang Infeksi
Dapatan Kamar Jenazah. Jurnal Media Medika Muda.
Thamrin, Kemas M. Husni, Abdul Bashar. 2015. Persepsi Seseorang Dalam
Memilih Pekerjaan Sebagai Dosen Perguruan Tinggi Negeri Di Indonesia.
Jurnal Manajemen dan Bisnis Sriwijaya Vol.13 No.3.
Utami, Dian Fitri. 2013. Studi Indigenous Work Conflict Pada Karyawan Bersuku
Jawa. Skripsi. Jurusan Psikologi Universitas Negeri Semarang.
Utaminingtias, Wiari, Ishartono, Eva Nuriyah Hidayat. 2015. Coping Stres
Karyawan Dalam Menghadapi Stres Kerja. Prosiding KS: Riset & PKM
Volume 3 Nomor 2 Halaman 155-291.
Uyun, Zahrotul. Resiliensi Dalam Pendidikan Karakter. 2012. Prosiding Seminar
Nasional Psikologi Islam, halaman 200-208.
Walgito, Bimo. 2004. Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: Penerbit Andi.