154
KARYA TULIS ILMIAH ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI PADA PASIEN STROKE HEMORAGIK DI RUANG HCU RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA LATHIFA KURNIA PANGESTI P27220017024

nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI PADA PASIEN STROKE

HEMORAGIK DI RUANG HCU RSUDDr. MOEWARDI SURAKARTA

LATHIFA KURNIA PANGESTIP27220017024

POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTAJURUSAN KEPERAWATAN

PRODI DIPLOMA III2020

Page 2: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

Asuhan Keperawatan Kritis Dalam Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Stroke Hemoragik Di Ruang HCU RSUDDr. Moewardi Surakarta

Lathifa Kurnia Pangesti (2020)DIII Keperawatan, Politeknik Kementerian Kesehatan Surakarta

Martono, S.Kp., Ns., M.PdSuryanti, S.Kep.,Ns.,Msc

ABSTRAK

Latar belakang: Stroke adalah penyakit serebrovaskuler yang merupakan ancaman terbesar yang menimbulkan kecacatan serta dapat menimbulkan kematian pada seseorang. WHO menyatakan bahwa diperkirakan 17,7 juta orang meninggal karena stroke pada tahun 2015 yang mewakili 31% dari semua kematian global.Tujuan studi kasus: Menggambarkan secara nyata Asuhan Keperawatan Kritis dalam Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi pada Pasien Stroke Hemoragik.di RSUD Dr. Moewardi.Metode: Penelitian ini menggunakan teknik deskriptif dengan metode analisa data yang membandingkan hasil data kedua pasien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi dan kemudian membandingkannya dengan kesesuaian teori dalam jurnal studi kasus dan sumber lainnya.Hasil: Didapatkan data pada kedua pasien yaitu kedua pasien mengalami sesak napas dan mengalami penurunan kesadaran. Sehingga, ditegakkan diagnose yang sama dan dilakukan tindakan keperawatan yang sama. Namun, terdapat persamaan dan perbedaan pada hasil penelitian kedua pasien.Kesimpulan: Kesimpulan penelitian ini adalah masalah teratasi sebagian pada diagnose ketidakefektifan perfusi jaringan otak dan pada diagnosa ketidakefektifan pola napas di kedua pasien.Saran: Saran pada penelitian ini adalah pemberian tindakan keperawatan dalam pemenuhan oksigenasi sebaiknya dilakukan secara optimal dan selalu memperhatikan kondisi pasien.

Kata kunci: Oksigenasi, Stroke Hemoragik, Asuhan Keperawatan

Windows User, 11/05/20,
Untuk memperoleh gambaran secara nyata to
Windows User, 11/05/20,
Suaikakan perbedaan kedua pasien saja yang ditampilkan sesua tahap askep
Windows User, 11/05/20,
Ini gimana to SPOK nya
Windows User, 11/05/20,
Apakah ini menjawab tujuan ??????
Windows User, 11/05/20,
Sesuaikan studi kasus ?
Windows User, 11/05/20,
Font depan kecil
Page 3: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

Critical Nursing Care in Fulfilling Oxygenation Needs in Hemorrhagic Stroke Patients in HCU Room RSUDDr. Moewardi Surakarta

Lathifa Kurnia Pangesti (2020)Diploma III in Nursing, Polytechnic of the Ministry of Health Surakarta

Martono, S.Kp., Ns., M.PdSuryanti, S.Kep., Ns., MSc

ABSTRACT

Background: Stroke is a cerebrovascular disease which is the biggest threat that causes disability and can cause death in a person. WHO states that an estimated 17.7 million people died of strokes in 2015 representing 31% of all global deaths.Purpose of case study: Describe clearly Critical Nursing Care in Meeting Oxygenation Needs in Hemorrhagic Stroke Patients. Moewardi.Method: This study uses descriptive techniques with data analysis methods that compare the results of the data of the two patients with impaired oxygenation fulfillment needs and then compare them with the suitability of the theory in case study journals and other sources.Results: Obtained data in both patients, both patients experiencing shortness of breath and decreased consciousness. Thus, the same diagnosis is made and the same nursing action is taken. However, there are similarities and differences in the results of the two patients' studies.Conclusion: The conclusion of this study is that the problem is partly resolved in diagnosing the ineffectiveness of brain tissue perfusion and in diagnosing the ineffectiveness of breathing patterns in both patients.Suggestion: Suggestion in this research is that giving nursing action in fulfilling oxygenation should be done optimally and always paying attention to the patient's condition.

Keywords: Oxygenation, Hemorrhagic Stroke, Nursing Care

Page 4: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan dan majunya teknologi saat ini, telah

berkembang juga berbagai penyakit di dunia. Salah satu jenis penyakit tidak

menular yang mengalami peningkatan pesat tiap tahunnya adalah penyakit

stroke. Stroke adalah penyakit serebrovaskuler yang merupakan ancaman

terbesar yang menimbulkan kecacatan dalam kehidupan manusia bahkan dapat

menimbulkan kematian pada seseorang.

WHO (2015) menjelaskan bahwa stroke merupakan penyebab kematian

utama secara global. Diperkirakan 17,7 juta orang meninggal karena stroke

pada tahun 2015 mewakili 31% dari semua kematian global.

Riset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi

(per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

≥15 tahun sebesar 10,9 mil. Pada kelompok yang didiagnosis dokter

meningkat seiring dengan bertambahnya usia, tertinggi pada usia ≥75 tahun

(50,2 ‰). Dijelaskan lebih lanjut bahwa prevalensi stroke yang terdiagnosis

oleh dokter sama tinggi pada laki-laki dan perempuan. Prevalensi stroke yang

terdiagnosis oleh dokter cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan

pendidikan rendah (21,2 ‰) dan cenderung lebih tinggi berdasarkan diagnosis

dokter pada masyarakat perkotaan (12,6 ‰) serta berdasarkan diagnosis dokter

Page 5: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

cenderung lebih tinggi pada masyarakat yang tidak bekerja (21,8 ‰). Provinsi

Jawa Tengah menduduki urutan ke 11 dengan prevalensi 11,8 ‰.

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah (2018) menjelaskan bahwa

jumlah kasus penyakit tidak menular sebesar 2.412.297 dengan kasus stroke

(3,09%) sekitar 74.539 kasus. Kasus stroke 2018 mengalami kenaikan hampir

tiga kali lipat dari tahun 2017 yaitu sebesar 28.212 kasus stroke.

Setiyawan, Nurlely, dan Harti (2019) menambahkan bahwa dari data

yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Surakarta tahun 2016, jumlah

penderita stroke di Kota Surakarta berjumlah 952 padatahun 2016 dengan

kasus baru mencapai 365. Berdasarkan dari data rekam medis RSUD Dr.

Moewardi, jumlah kasus stroke pada semua kelompok usia mengalami

peningkatan dari tahun 2011-2012 dan mengalami penurunan pada tahun 2013,

pada tahun 2015 terdapat jumlah kasus stroke sebanyak 222 dan pada tahun

2016 sebanyak 246, sedangkan pada bulan Januari sampai November tahun

2017 terdapat kasus stroke sebanyak 729, sehingga dapat dilihat bahwa

penyakit stroke mengalami peningkatan setiap tahunnya.

Parli dan Wiyoko (2018) menjelaskan bahwa stroke hemoragik sendiri

merupakan salah satu indikator dari kegawatan dan prognosis pada pasien ICU.

Pada keadaan kritis, pasien mengalami perubahan psikologis dan fisiologis,

oleh karena itu peran perawat kritis sebagai sentral untuk mengetahui

perkembangan terkait kondisi pasien dengan mengidentifikasi masalah

keperawatan dan tindakan yang akan diberikan pada pasien. Perubahan

fisiologis pada pasien stroke hemoragik yaitu tentang pemenuhan kebutuhan

Page 6: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

dasar yang meliputi gangguan pernapasan, gangguan irama jantung, gangguan

hidrasi, gangguan aktifitas, kemampuan berkomunikasi, gangguan eliminasi

(Hudak & Gallo dalam Parli, 2018). Salah satu pemberian tindakan

keperawatan yaitu dengan memberikan ventilasi mekanik yang berfungsi

memberikan bantuan nafas pasien dengan cara memberikan tekanan udara

positif pada paru-paru melalui jalan nafas buatan untuk mempertahankan

oksigenasi (Brunner dan Suddarth dalam Parli, 2018). Kebutuhan oksigen

dalam tubuh merupakan kebutuhan yang paling utama dan sangat vital.

Kurangnya oksigen di dalam tubuh dapat menyebabkan kemunduran fungsi

tubuh dan bahkan dapat menyebabkan kematian.

Martono, Sudiro, dan Satino (2016) menjelaskan bahwa jumlah aliran

darah di otak dipertahankan pada nilai 60-100 mmHg. Apabila jumlah aliran

darah yang diperlukan untuk memberi oksigen dan glukosa yang adekuat untuk

metabolisme di otak melebihi 100 mmHg, maka akan terjadi peningkatan

tekanan intrakranial. Sedangkan jika kurang dari 60 mmHg, maka aliran darah

ke otak menjadi terganggu sehingga memungkinkan terjadinya hipoksia dan

dapat menyebabkan gangguan kesadaran serta kematian sel otak.Peningkatan

tekanan intrakranial secara singnifikan dapat menurunkan aliran darah dan

menyebabkan iskemia. Bila terjadi iskemia komplet dan lebih dari 3 sampai 5

menit, otak akan menderita kerusakan yang tidak dapat di perbaiki. Hal ini

terjadi dikarenakan adanya penurunan perfusi serebral yang mempengaruhi

perubahan keadaan sel dan mengakibatkan hipoksia serebral.

Page 7: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

Sehingga perlu adanya pelayanan kesehatan berupa asuhan keperawatan

kritis yang professional. Proses asuhan keperawatan dilakukan oleh perawat

dan bekerja sama dengan pasien (individu, keluarga, masyarakat) yang

bertujuan untuk mengidentifikasi masalah keperawatan dengan melakukan

pengkajian, menentukan diagnose keperawatan, merencanakan tindakan

keperawatan, melaksanakan tindakan keperawatan, serta mengevaluasi hasil

asuhan keperawatan yang telah diberikan dengan berfokus pada pasien untuk

mengetahui perkembangan tentang kondisi pasien.

Berdasarkan uraian di atas, semakin banyaknya kasus stroke khususnya

Stroke Hemoragik dan pentingnya pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada

pasien Stroke Hemoragik, maka penulis bermaksud mengambil judul tentang

“Asuhan Keperawatan Kritis dalam Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi pada

Pasien Stroke Hemoragik”

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah studi kasus ini yaitu bagaimana gambaran Asuhan

Keperawatan Kritis dalam Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi pada Pasien

Stroke Hemoragik?

C. Tujuan Studi Kasus

1. Tujuan Umum

Tujuan umum studi kasus ini adalah memperoleh gambaran nyata Asuhan

Keperawatan Kritis dalam Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi pada Pasien

Stroke Hemoragik.

Windows User, 11/05/20,
FONT depan small
Windows User, 11/05/20,
Font depan small
Page 8: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus studi kasus ini secara terperinci adalah sebagai berikut:

a. Mengidentifikasi pengkajian keperawatan dalam pemenuhan kebutuhan

oksigenasi pada pasien stroke hemoragik.

b. Merumuskan diagnose keperawatan dalam pemenuhan kebutuhan

oksigenasi pada pasien stroke hemoragik.

c. Menyusun rencana tindakan keperawatan dalam pemenuhan kebutuhan

oksigenasi pada pasien stroke hemoragik.

d. Melaksanakan tindakan keperawatan dalam pemenuhan kebutuhan

oksigenasi pada pasien stroke hemoragik.

e. Melakukan evaluasi tindakan keperawatan dalam pemenuhan kebutuhan

oksigenasi pada pasien stroke hemoragik.

D. Manfaat Studi Kasus

Studi kasus ini, diharapkan memberikan manfaat bagi :

1. Institusi Pendidikan

Sebagai referensi dalam pengembangan ilmu keperawatan khususnya pada

Asuhan Keperawatan Kritis dalam Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi pada

Pasien Stroke Hemoragik.

2. Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan

Menambah keluasan ilmu dan teknologi terhadap bidang keperawatan

dalam Asuhan Keperawatan Kritis dalam Pemenuhan Kebutuhan

Oksigenasi pada Pasien Stroke Hemoragik.

Windows User, 11/05/20,
Font depan kecil
Windows User, 11/05/20,
Font depan kecil
Windows User, 11/05/20,
Font depan Besar
Page 9: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

3. Masyarakat

Menambah informasi mengenai asuhan keperawatan stroke hemoragik

meliputi pengertian, penyebab, tanda gejala, tindakan dan pengobatan,

komplikasi serta perawatan pada Stroke Hemoragik.

4. Rumah Sakit

Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan rumah sakit khususnya di

ruang kritis dalam memberikan asuhan keperawatan dengan kasus Stroke

Hemoragik.

5. Penulis

Menambah pengalaman dan pengetahuan dalam penerapan ilmu yang

diperoleh selama pendidikan pada asuhan keperawatan pasien Stroke

Hemoragik.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Stroke Hemoragik

1. Pengertian

Black dan Hawks (2014) stroke adalah istilah yang digunakan untuk

menggambarkan adanya gangguan suplai darah ke bagian otak yang

menyebabkan perubahan neurologis. Menurut Indrawati, Sari, dan Dewi

(2016) stroke adalah penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak)

dengan gangguan fungsi otak karena kerusakan atau kematian jaringan otak

akibat dari kurangnya atau tersumbatnya aliran darah dan oksigen ke otak.

Page 10: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

Stroke ditandai dengan gejala yang tetap, berlangsung lebih dari 24 jam dan

akhirnya terjadi defisit neurologis yang permanen. Stillwell (2012)

menambahkan tanda dan gejala serangan otak (stroke) bergantung pada

keparahan dan lokasi gangguan aliran darah.

Indrawati, Sari, dan Dewi (2016) stroke hemoragik artinya stroke

karena perdarahan yaitu stroke yang disebabkan akibat pembuluh darah di

otak yang pecah sehingga aliran darah ke otak menjadi berkurang dan sel-

sel di otak dapat mengalami kerusakan dan bahkan kematian karena

kurangnya oksigen dan nutrisi di otak, bahkan dapat merusak sel-sel otak

yang ada di sekitarnya.

2. Etiologi

Ariani (2012) membagi etiologi stroke hemoragik ke dalam beberapa

bagian, sebagai berikut:

a. Hemoragi Ekstradural (hemoragi epidural)

Hemoragi ekstradural merupakan kondisi darurat yang memerlukan

perawatan segera. Kondisi ini biasanya mengikuti dari adanya fraktur

tengkorak karena robekan pada arteri tengah dan pada arteri meninges

lainnya. Pasien harus segera ditangani dalam beberapa jam setelah

mengalami cedera agar dapat mempertahankan hidupnya.

b. Hemoragi Subdural

Page 11: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

Hemoragi subdural pada dasarnya sama dengan hemoragi epidural kecuali

bahwa hematoma subdural biasanya akibat jembatan vena yang robek.

Oleh karena itu, periode pembentukan hematoma lebih lama dan

menyebabkan tekanan pada otak. Beberapa pasien mungkin mengalami

hemoragi subdural kronik tanpa menunjukkan tanda atau gejala.

c. Hemoragi Subaraknoid

Indrawati, Sari, dan Dewi (2016) menjelaskan bahwa perdarahan

subarakhnoid adalah perdarahan yang terjadi pada pembuluh darah yang

ada di selaput otak. Lalu, darah akan mengalir keluar mengisi rongga

antara tulaang tengkorak dan otak. Sama halnya dengan perdarahan

intraserebral. Perdarahan subarachnoid juga dapat menyebabkan spasme

pada arteri di sekitar perdarahan, mengiritasi bagian di sekitar

perdarahan, dan dapat juga menyebabkan proses desak ruang.

d. Hemoragi Intraserebral

Hemoragi intraserebral adalah perdarahan di substansi dalam otak, paling

umum terjadi pada pasien dengan hipertensi dan arteriosklerosis serebral

yang disebabkan oleh perubahan degeneratife. Karena penyakit ini

biasanya menyebabkan rupture pada pembuluh darah dan biasanya tiba-

tiba mengalami sakit kepala yang berat. Bila hemoragik membesar makin

jelas defisit neurologi yang terjadi dalam bentuk penurunan kesadaran

dan abnormalitas pada tanda vital.

Adapun faktor risiko stroke menurut Indrawati, Sari, dan Dewi (2016) antara

lain :

Page 12: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

a. Faktor Risiko yang Dapat Dikontrol

1) Pernah terserang stroke

Seseorang yang pernah mengalami Transient Ischemic Attack (TIA) atau

stroke ringan akan mengalami sembilan kali lebih berisiko dari pada

seseorang yang tidak pernah mengalami TIA.

2) Hipertensi

Pada keadaan hipertensi, pembuluh darah mengalami tekanan yang cukup

besar. Dan jika tekanan tersebut berlangsung lama, maka akan

mengakibatkan kelemahan pada dinding pembuluh darah sehingga

menjadi rapuh dan mudah pecah. Hipertensi juga dapat menyebabkan

aterosklerosis dan penyempitan pada diameter pembuluh darah

sehingga mengganggu aliran darah ke jaringan otak.

3) Penyakit jantung

Beberapa penyakit jantung seperti fibrilasi atrial (salah satu jenis

gangguan irama jantung), jantung koroner, jantung rematik, serta

orang melakukan pemasangan katup jantung buatan akan mengalami

risiko yang lebih tinggi untuk terserang stroke. Stroke emboli

umumnya disebabkan karena kelainan-kelainan jantung tersebut.

4) Diabetes mellitus

Seseorang yang mengidap diabetes mellitus memiliki risiko dua kali lipat

untuk terserang stroke iskemik dari pada seseorang yang tidak

mengidap diabetes mellitus.

Page 13: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

5) Hiperkolesterolemia

Hiperkolesterolemia dapat menyebabkan aterosklerosis, dan sterosklerosis

tersebut dapat menyebabkan jantung koroner dan penyakit stroke itu

sendiri.

6) Merokok

Perokok mempunyai risiko lebih besar terserang stroke dari pada

seseorang yang tidak merokok. Nikotin yang terkandung di dalam

rokok membuat jantung bekerja keras karena frekuensi denyut jantung

dan tekanan darah meningkat. Nikotin tersebut juga mengurangi

kelenturan arteri dan dapat menyebabkan aterosklerosis.

7) Gaya hidup tidak sehat

Seseorang yang sering mengonsumsi makanan tinggi lemak, kurang

melakukan aktivitas fisik, dan sering mengalami stres emosional

rentan mengalami obesitas, diabetes mellitus, aterosklerosis, dan

penyakit jantung.

b. Faktor Risiko yang Tidak Dapat Dikontrol

1) Usia

Risiko terserang stroke meningkat seiring bertambahnya usia. Risiko

semakin meningkat setelah usia 55 tahun. Seseorang yang terkena

stroke banyak yang berusia 65 tahun ke atas.

2) Jenis kelamin

Laki-laki memiliki risiko 19% lebih tinggi untuk terserang stroke

dibandingkan perempuan. Namun kematian stroke banyak dijumpai

Page 14: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

pada perempuan karena pada umumnya perempuan terserang stroke

pada usia yang lebih tua.

3) Ras

Stroke lebih banyak menyerang dan menyebabkan kematian pada ras kulit

hitam, Asia dan Kepulauan Pasifik, serta Hispanik dibandingkan ras

kulit putih. Pada ras kulit hitam diduga karena banyaknya kasus

hipertensi dan diet yang tinggi garam.

4) Genetik

Risiko stroke menjadi lebih tinggi jika terdapat orang tua atau saudara

kandung yang mengalami stroke ataupun TIA.

3. Manifestasi Klinis

Oktavianus (2014) menjelaskan bahwa tanda gejala yang muncul pada

pasien stroke sangat tergantung pada daerah stroke yang terkena. Yaitu jika

seseorang terkena stroke lobus parietal maka orang tersebut akan mengalami

gangguan pada fungsi somatic, kesadaran menempatkan posisi. Pada lobus

temporal, akan mengalami gangguan fungsi indera, dan memori. Pada

bagian lobus oksipital maka akan mengalami gangguan fungsi penglihatan.

Sedangkan pada bagian lobus frontal, akan mengalami gangguan fungsi

pada mental, emosi, fungsi fisik, dan intelektulnya. Pasien stroke hemoragik

dapat mengalami trias Tekanan Intrakranial (TIK) yang mengindikasikan

Page 15: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

bahwa adanya peningkatan volume dalam kepala.Trias TIK yaitu muntah

proyektil, pusing, dan pupil edema. Batticaca (2011) menambahkan bahwa

stroke hemoragik sering terjadi pada usia 20-60 tahun dan biasanya terjadi

pada saat penderita sedang beraktivitas atau emosinya aktif. Gejala berupa

nyeri kepala hebat seperti mau pecah disertai muntah-muntah, kuduk

menjadi kaku dan kesadaran sering terganggu.

Menurut Batticaca (2011) tanda dan gejala stroke hemoragik sebagai

berikut :

a. Perdarahan Intraserebral (PIS)

Stroke akibat PIS mempunyai gejala tidak jelas, kecuali nyeri kepala hebat

karena hipertensi, serangan terjadi pada siang hari, saat beraktivitas, dan

emosi atau marah, mual atau muntah pada permulaan serangan,

hemiparesis atau hemiplegia (kelemahan anggota gerak) terjadi sejak

awal serangan, kesadaran menurun dengan cepat dan menjadi koma

(65% terjadi kurang dari ½ jam-2 jam sedangkan < 2% terjadi setelah 2

jam – 19 hari).

b. Perdarahan Subarakhnoid (PSA)

Stroke akibat PSA mempunyai gejala nyeri kepala hebat dan mendadak,

kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi, ada gejala atau tanda

meningeal, papiledema terjadi bila ada perdarahan subarachnoid karena

pecahnya aneurisma pada arteri komunikans anterior atau arteri karotis

interna.

4. Patofisiologi

Page 16: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

Wijaya dan Putri (2013) mengungkapkan bahwa otak sangatlah

tergantung pada oksigen karena di dalam otak tidak mempunyai cadangan

oksigen. Oktavianus (2014) menambahkan bahwa pada stroke hemoragik,

terjadinya perdarahan dikarenakan oleh pecahnya aneurisma, Arterio

Venous Malformation (AVM) atau paling sering terjadi karena hipertensi.

Peningkatan pada sitolik dan diastolik menyebabkan perubahan pada

dinding arteri sehingga mudah pecah. Aneurisma sering terjadi pada daerah

percabangan arteri serebral besar. Pecahnya aneurisma menyebabkan

perdarahan akan langsung masuk pada ruang subarakhnoid atau langsung

memasuki ventrikel sehingga menyebabkan perdarahan intraserebral, yang

terjadi pada parenkim otak itu sendiri. Hal ini menyebabkan aliran darah

menjadi berkurang dan kemudian akan terjadi iskemik yang akhirnya akan

terjadi penurunan neurologis. Mahmudah (2014) juga menerangkan bahwa

stroke hemoragik terjadi karena pecahnya pembuluh darah di otak atau

bahkan mengalami kebocoran, sehingga terjadi perdarahan pada bagian

otak. Pecahnya pembuluh darah di otak menyebabkan keluarnya darah ke

jaringan parenkim otak, ke ruang cairan serebrospinalis yang ada disekitar

otak atau kombinasi dari keduanya. Perdarahan tersebut mengakibatkan

gangguan pada serabut saraf otak karena adanya penekanan struktur otak

dan hematoma yang menyebabkan iskemik pada jaringan sekitarnya

sehingga suplai darah ke otak berkurang. Adanya gangguan peredaran darah

di daerah otak pada pasien stroke mengakibatkan terjadinya penurunan

Cerebral Blood Flow (CBF) yang mengakibatkan regional suatu daerah otak

Page 17: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

terisolasi dari jangkauan aliran darah, yang mengangkut O2 dan glukosa

yang sangat diperlukan untuk metabolism oksidatif serebral. Daerah yang

terisolasi itu tidak berfungsi lagi dan karena itulah timbul manifestasi deficit

neurologis berupa hemiparalisis, hemihipsetesia, hemiparestesia. Timbulnya

infark serebral regional dapat juga disebabkan oleh pecahnya arteri serebral.

Daerah distal dari tempat dinding arteri yang pecah, tidak lagi mendapat

pasokan darah sehingga daerah tersebut menjadi iskemik dan kemudian

menjadi infark. Daerah yang terjadi infark tersebut tidak berfungsi lagi

sehingga menimbulkan deficit neurologis, yang biasanya berupa

hemiparalisis. Perdarahan intraserebral menyebabkan 10- 15% kasus

serangan stroke pertama kalinya, dengan angka kematian selama 30 hari

dari 35% menjadi 52% dimana setengah dari angka kematian tersebut

terjadi dalam 2 hari pertama.

Price dan Wilson dalam Dosen Keperawatan Medikal-Bedah

Indonesia (2017) menjelaskan bahwa gangguan aliran darah di otak dapat

terjadi dimana saja pada arteri-arteri yang membentuk sirkulasi willisi yaitu

pada arteria karotis interna dan sistem vertebrobasilar serta pada semua

cabang-cabangnya. Apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15

sampai 20 menit, maka akan terjadi infark dan kematian jaringan.

5. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Junaidi (2012), pemeriksaan penunjang pada pasien stroke hemoragik

yaitu :

a. CT-Scan (computerized tomographic scanner).

Page 18: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

Pemeriksaan yang umum digunakan adalah CT-scan yang berguna untuk

membedakan stroke iskemik atau stroke perdarahan serta dapat menilai

letak, besar, dan luas dari area infark (setelah 24 jam).

b. MRI (Magnetik Resonance Imaging)

MRI dengan modifikasi diffusion dan perfussion imanging sangat

bermanfaat serta dapat memperlihatkan area iskemik atau mendiagnosis

stroke iskemik lebih dini. Cara ini mampu mendeteksi adanya kelainan

pada otak dalam waktu 6 jam. Sedangkan jika dengan T1 dan T2 itu

masih belum nampak adanya kelainan yang diderita. MRI spec- troscopy

dapat dipakai untuk mengukur fosfat berenergi tinggi walaupun kurang

akurat dan lama.

c. DWI (Diffusion Waighted Imaging)

Cara DWI bekerja dengan mendeteksi gerakan proton dari molekul air

dalam sel-sel otak, yaitu dengan memanfaatkan brownian movement

molekul air. Cara ini bisa mendeteksi pada iskemik otak fokal dalam

waktu 14 menit pada stroke eksperimen dan dalam waktu kurang dari 2

jam pada manusia. Gambaran infark pada alat ini cocok dengan hasil

otopsi.

d. MRS (Magnetic Resonance Spectrocoscopy)

Page 19: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

MRS berguna dalam pengobatan pasien dengan stroke iskemik akut dan

dapat menentukan keadaan reperfusi dengan cepat. Bahkan dapat

digunakan untuk membedakan daerah infark atau penumbra.

e. Doppler

Doppler mampu memberikan informasi mengenai kondisi aliran di dalam

pembuluh darah otak.Dapat mendiagnosa stenosis, vasospasme, kelainan

pembuluh darah, pembuluh darah ekstrakranial (arteri karotis). Pada

PSA, dapat terlihat stenosis yang berukuran sedang dan besar karena

kecepatan aliran darah yang meningkat.

f. PET (Photon Emission Tomography)

PET dapat digunakan untuk mengukur dan membedakan daerah iskemik

yang masih reversibel dan yang sudah irreversibel. Selain itu, PET juga

dapat digunakan untuk mengukur CBF, perfusi, pengambilan dan

konsumsi oksigen.

g. ECG (Electro Cardiograpy)

ECG perlu dilakukan pada semua pasien yang dicurigai mengalami stroke

embolik. Apabila ditemukan trombus pada dinding jantung maka perlu

pertimbangan dalam pemberian sintrom sesudah pemberian heparin berat

dan molekul rendah.

h. MRA (Magnetic Resonance Angiography)

Angiografi mampu mendeteksi kelainan pembuluh darah intrakranial, misal:

aneurisma, angioma. Pada PSA, dapat diketahui sumber perdarahan,

Page 20: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

hubungan dengan pembuluh darah di sekitarnya, dan dapat diketahui ada

tidaknya penyempitan saluran arteri (Vasospasme).

i. Echo – ensefalografi

Pada ensefalografi menggunakan gelombang ultrasonik untuk mendeteksi

proses “Space occupying lesion” (Tumor) dan dapat melihat dilatasi

ventrikel otak, misalnya jika ada penambahan volume otak

(hidrosefalus).

j. Pemeriksaan Laboratorium

Beberapa hal yang perlu diperiksa dalam pemeriksaan laboratorium yaitu:

1) Jumlah sel darah total seperti: hemoglobin, hematokrit, eritrosit,

leukosit, hitung jenis, trombosit, laju endapan darah.

2) Glukosa darah sewaktu puasa dan 2 jam setelah makan, kolesterol

(total, HDL, LDL), dan lemak trigliserida.

3) Urea, protein darah, asam urat, kreatinin, fungsi hati, urin lengkap,

bila perlu elektrolit (natrium, kalium) dan gas darah

4) Tes serologik untuk sifilis, AIDS, TBC, autoimun, dan lain-lain

6. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan Medis

Nurarif dan Kusuma (2015) menjelaskan penatalaksanaan medis

pada stroke hemoragik yaitu jika volume hematoma >30ml, adanya

perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis yang

cenderung memburuk yang terjadi pada pasien stroke hemoragik, maka

pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU. Tekanan darah harus

Page 21: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau 15-20% bila tekanan

pada sistolis > 180 mmHg, diastolic > 120 mmHg, Mean Arterial

Pressure (MAP) > 130 mmHg, dan volume hematoma bertambah.

Penatalaksanaan umum yang dilakukan pada stroke hemoragik sama

seperti pada stroke iskemik, yaitu tukak lambung diatasi dengan

antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhibitor pompa proton.

Komplikasi pada saluran napas dapat dicegah dengan fisioterapi dan

diobati dengan antibiotic spectrum luas.

Bila terdapat gagal jantung, maka penurunan tekanan darah harus

dilakukan segera dengan pemberian labetalol iv 10 mg (dalam 2 menit)

sampai 20 mg (dalam 10 menit) maksimal pemberian dalam 300 mg, dan

pemberian enalapril iv 0,625 – 1.25 mg per 6 jam, serta pemberian

kaptopril 3 kali 6,25 – 25 mg per oral. Memposisikan kepala dengan

dinaikkan 30o, posisi kepala dan dada dalam satu bidang, serta dilakukan

pemberian manitol dan hiperventilasi (PCO2 20-35 mmHg) jika

didapatkan tanda-tanda peningkatan intrakranial.

Terapi khusus yang dilakukan yaitu dengan pemberian

neuroprotektor kecuali yang bersifat vasodilator. Untuk penatalaksanaan

tindakan bedah diperlukan pertimbangan pada usia pasien dan letak

perdarahan yaitu akan dilakukan tindakan bedah pada pasien yang

kondisinya semakin memburuk dengan perdarahan serebelum

berdiameter >3 cm3, hidrosefalus akut akibat adanya perdarahan

intraventrikel atau serebelum, jika dilakukan VP shunting, dan

Page 22: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

perdarahan lobar >60 ml dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial

akut dan adanya ancaman herniasi. Perdarahan subarakhnoid dapat diberi

antagonis kalsium (nimodipin) atau dilakukan tindakan bedah (ligasi,

embolisasi, ekstirpasi, maupun gamma knife) jika dikarenakan aneurisma

atau AVM.

b. Penatalaksanaan Keperawatan

Morton, dkk (2013) menerangkan bahwa penatalaksanaan

keperawatan pada pasien stroke yaitu pasien perlu dipantau dengan

saksama untuk mengetahui adanya infeksi, perubahan suhu, dan

perubahan kadar glukosa, yang kemungkinan dapat memberi pengaruh

buruk pada pasien yang pernah mengalami stroke. Cegah komplikasi

terkait dengan imobilitas, hemiparesis, atau defisit neurologis lain yang

disebabkan oleh stroke. Tindakan pencegahan sangat penting dalam hal

infeksi saluran kemih, aspirasi, ulkus dekubitus, kontraktur, dan

tromboplebitis. Perawat perlu membantu pasien dan keluarga dalam

mengontrol emosi dan perilaku. Tenangkan pasien dan berikan

kenyamanan dan ketenangan agar pasien mampu mengontrol emosinya.

Berikan waktu istirahat untuk pasien agar pasien tidak terlalu letih.

Perawat berperan dalam membantu keluarga dalam memahami

perubahan perilaku pasien. Perawat dapat memberi tahu keluarga bahwa

pasien yang mengalami disfasia tidak berarti ia mengalami gangguan

kecerdasan. Komunikasi melalui tulisan, menggunakan papan gambar,

atau sikap tubuh perlu dicoba.

Page 23: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

7. Komplikasi

Nurarif dan Kusuma (2015) menyatakan bahwa komplikasi terkait

Cerebrivaskuler Accident atau stroke terbagi menjadi:

a. Dini (0 - 48 jam pertama)

Edema serebri, dapat mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial,

herniasi, dan akhirnya menyebabkan infark miokard (penyebab kematian

mendadak pada stroke stadium awal).

b. Jangka Pendek (1 - 14 hari)

Pneumonia akibat immobilisasi lama, infark miokard, emboli paru

(cenderung terjadi pada 7-14 hari pascastroke, sering terjadi pada saat

penderita mulai mobilisasi), stroke baru atau rekuren dapat terjadi setiap

saat.

c. Jangka Panjang (> 14 hari)

Stroke rekuren, infark miokard, gangguan vaskuler lain: penyakit vaskuler

parifer.

B. Konsep Dasar Oksigenasi

1. Pengertian

Oksigen menjadi salah satu komponen gas dan merupakan unsur vital

dalam proses metabolisme serta sangat penting untuk mempertahankan

kelangsungan hidup (Andarmoyo, 2012). Mubarak dan Chayatin (2014)

menambahkan bahwa oksigen merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak

Page 24: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

berbau yang sangat dibutuhkan dalam proses metabolisme sel. Kusnanto

(2016) menjelaskan bahwa oksigenasi adalah suatu proses menghirup O2

(oksigen) dan mengeluarkan CO2 (karbon dioksida) serta uap air. Tanpa

adanya oksigen di dalam tubuh maka akan menyebabkan kemunduran pada

fungsi tubuh atau dapat menimbulkan kematian. Apabila lebih dari 4 menit

seseorang tidak mendapatkan oksigen maka akan mengakibatkan kerusakan

pada otak yang tidak dapat diperbaiki dan bahkan bisa sampai meninggal.

2. Proses Oksigenasi

Kusnanto (2016) proses oksigenasi terdiri dari 3 tahapan, yaitu :

a. Ventilasi

Ventilasi adalah proses keluar masuknya oksigen dari atmosfer ke

dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer yang terjadi saat respirasi

(inspirasi-ekspirasi). Ventilasi paru dipengaruhi oleh beberapa faktor:

1) Tekanan oksigen di atmosfer

Saat inspirasi, tekanan udara atmosfer menjadi rendah dan akan

menyebabkan tekanan oksigen yang masuk ke dalam alveoli menjadi

rendah. Hal ini akan dijumpai pada dataran tinggi dimana makin

tinggi suatu tempat, maka tekanan udara makin rendah dan ini

berbanding lurus dengan tekanan O2.

2) Keadaan saluran napas

Beberapa keadaan yang mempengaruhi keadaan saluran napas

menjadi lebih sempit atau tersumbat, misalnya sekret yang berlebihan

atau kental, spasme atau konstriksi, ada benda asing atau masa baik

Page 25: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

pada saluran napas sendiri atau diluar saluran napas yang mendesak

saluran napas.

3) Complience dan Recoil

Yaitu daya pengembangan serta pengempisan paru dan thorak yang

terbentuk oleh gerakan naik turun diafragma, elevasi dan depresi iga,

elastisitas jaringan paru, serta adanya surfaktan.

4) Pengaturan Napas

Pusat pernapasan terdapat pada medulla oblongata dan pons. Pusat

napas biasanya terangsang oleh peningkatan CO2 dalam darah dari

hasil metabolisme sel. Kenaikan CO2 mengakibatkan peningkatan

konsentrasi hidrogen dan akan merangsang pusat napas. Perangsangan

tersebut merupakan mekanisme umpan balik yang penting untuk

mengatur konsentrasi CO2 seluruh tubuh. Adanya trauma kepala atau

edema otak atau peningkatan tekanan intrakranial dapat menyebabkan

gangguan pada sistem pengendalian ini.

b. Difusi Gas

Difusi adalah pergerakan gas atau partikel lain dari area yang

bertekanan atau berkonsentrasi tinggi ke tekanan atau konsentrasi rendah.

Yaitu pertukaran oksigen di alveoli dengan kapiler dan CO2 di kapiler

dengan alveoli. Tekanan parsial gas adalah tekanan yang menyebabkan

substansi gas memiliki daya menembus dinding sekitar. Tekanan parsial

gas O2 di atmosfer berkisar 159 mmHg dan CO2 berkisar 0.15 mmHg.

Di alveoli, tekanan parsial O2 sekitar berkisar 104 mmHg dan CO2

Page 26: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

sekitar 40 mmHg. Di dalam darah, tekanan parsial O2 100 mmHg dan

CO2 46 mmHg. Tekanan parsial ini menyebabkan oksigen cenderung

bergerak dari atmosfer ke alveoli dan dari alveoli oksigen cenderung

masuk ke kapiler karena tekanan parsialnya lebih rendah. Sedangkan

CO2 cenderung bergerak dari kapiler ke alveoli dan dari alveoli

cenderung ke atmosfir bebas.

Kemampuan suatu gas dalam menembus (difusi) membran pulmonal

juga ditentukan beberapa faktor lain, yaitu :

1) Ketebalan membran respirasi

Ketebalan membran respirasi ini dapat meningkat oleh berbagai

keadaan, misalnya karena peningkatan jumlah cairan instertitial,

peningkatan permeabilitas kapiler paru atau penurunan tekanan

osmotik koloid sehingga, selain harus melewati membran respirasi

yang biasanya, udara juga harus melewati kemungkinan menebalnya

membran respirasi.

2) Luas permukaan membran pulmonal

Bila luas permukaan total berkurang menjadi sepertiga saja,

pertukaran gas-gas tersebut menjadi terganggu bahkan dalam keadaan

istirahat. Penurunan luas permukaan membran yang paling sedikit

dapat menganggu pertukaran gas yang hebat, yaitu saat olah raga

kompetitif atau gerak badan lainnya. Pada konsolidasi paru dapat

terjadi penurunan luas permukaan membran respirasi.

3) Koefisien Difusi

Page 27: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

Koefisien difusi tiap gas dalam membran respirasi tergantung pada

daya larut dalam membran itu dan berbanding terbalik dengan akar

pangkat dua berat molekulnya. Kecepatan difusi CO2, 20 kali lebih

cepat dari O2 sehingga kekurangan O2 belum tentu disertai kelebihan

CO2. Sebaliknya O2, 2 kali lebih cepat daripada nitrogen, dan CO

berdifusi 200 kali lebih cepat dari O2 sehingga mudah terjadi

keracunan.

4) Perbedaan tekanan parsial gas antara alveoli dan kapiler

Bila tekanan parsial suatu gas di dalam alveoli lebih besar daripada

tekanan parsial di dalam darah kapiler paru seperti O2, maka terjadi

perpindahan gas dari alveoli ke dalam darah kapiler paru, tetapi bila

tekanan parsial gas dalam darah kapiler paru lebih besar dari pada

tekanan parsial dalam alveoli seperti CO2, maka terjadi perpindahan

gas dari darah kapiler paru ke alveoli.

5) Tingkat kelarutan gas pada membran (semakin besar semakin mudah

berdifusi) → O2 : 1, CO2 : 20.3, N2 : 0.53

c. Transportasi Gas

Transportasi gas adalah proses pendistribusian O2 dari paru ke

jaringan sedangkan CO2 dari jaringan ke paru. Proses transportasi gas

dipengaruhi oleh adanya curah jantung, kondisi pembuluh darah,

aktivitas fisik, hematokrit, serta eritrosit dan kadar Hb. Pada kondisi

normal, hampir seluruh oksigen diikat oleh hemoglobin (Hb) yang berada

di dalam eritrosit untuk dihantarkan ke seluruh tubuh. Eritrosit dan cairan

Page 28: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

plasma dipompa oleh jantung ke seluruh tubuh. Sebagian kecil O2 (3%)

langsung larut dalam plasma dengan bentuk oksigen bebas. Setelah

sampai di kapiler organ, O2 lepas dari Hb dan berdifusi ke jaringan

interstisial lalu masuk ke dalam sel. Dengan berikatan dengan Hb,

transportasi O2 ditingkatkan sampai 60 x lipat. Tarwoto dan Wartonah

(2015) menambahkan bahwa setiap 100 ml darah yang meninggalkan

kapiler alveolus membawa 20 ml oksigen.

1) Ikatan Oksigen-Hemoglobin

Ketika berdifusi dari alveoli ke dalam kapiler, tekanan parsial O2

masih 100 mmHg. Tekanan yang cukup tinggi ini membuat sekitar

97% O2 terikat dengan Hb (Hb O2 ). Ketika sampai dikapiler organ,

tekanan parsial oksigen menurun sampai 40 mmHg, akibatnya sekitar

27% O2 dilepas oleh Hb masuk ke insterstisial sehingga hanya tinggal

70% O2 yang terikat Hb.

2) Transport Karbon-Dioksida di Jaringan

O2 akan bereaksi (bermetabolisme) dengan karbohidrat (CH2O) untuk

suplai energi bagi kehidupan sel. Sisa metabolisme berupa CO2 dan

air (H2O). CO2 beredar di pembuluh darah untuk nantinya keluar

melalui ekspirasi udara paru. Karbon dioksida cenderung keluar dari

sel karena memiliki tekanan parsial gas di dalam sel lebih tinggi

dibanding tekanan parsial di darah. Setelah sampai di kapiler paru,

CO2 akan cenderung ke alveoli karena tekanan parsial CO2 di alveoli

lebih rendah.

Page 29: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

Morton, dkk (2013) mengatakan jika jumlah aliran darah dari sirkulasi

sistemik yang diperlukan untuk memberi oksigen dan glukosa yang adekuat

untuk metabolisme di otak melebihi 100 mmHg, maka berpotensi terjadi

peningkatan tekanan intrakranial. Sebaliknya jika kurang dari 60 mmHg,

maka aliran darah ke otak tidak adekuat sehingga memungkinkan terjadi

hipoksia, gangguan kesadaran dan bahkan menyebabkan kematian sel otak.

Sedangkan jika MAP dan intrakranial pressure sama, berarti tidak ada

tekanan perfusi serebral dan perfusi serebral berhenti. MAP dapat diukur

dengan TD Sistolik + 2 (TD Diastolik) / 3. Sedangkan Cerebral perfusion

pressure (CPP) (dapat dihitung dengan mengurangi MAP dengan TIK.

Black dan Hawks (2014) mengatakan bahwa otak sangat rentan

mengalami kerusakan saat mengalami kekurangan oksigen dan bisa

mengakibatkan kecacatan hingga kematian. Meskipun komposisi otak hanya

2 persen dari total masa tubuh, bagian ini menghabiskan total 20%

(seperlima dari suplai oksigen) kebutuhan oksigen. Otak tidak seperti

jaringan pada bagian tubuh lain misalnya otot, otak tidak bisa menggunakan

metabolisme anaerobik jika kekurangan oksigen atau glukosa. Jika otak

sama sekali tidak mendapat suplai oksigen dalam waktu 3-10 menit saja,

sel-sel otak akan mulai mengalami kematian. Sedangkan Morton, dkk

(2013) mengatakan bahwa otak akan mengalami kerusakaan reversibel jika

otak tidak mendapatkan oksigen selama 1 menit.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigen

Page 30: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

Tubuh kita membutuhkan oksigen dalam jumlah yang tidak menentu

dan terkadang akan membutuhkan jumlah oksigen yang banyak karena

suatu keadaan tertentu. Kusnanto (2016) menerangkan bahwa kebutuhan

oksigen dalam tubuh dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya:

a. Lingkungan

Ketika berada di lingkungan yang panas, tubuh kita akan berespon

dengan lingkungan tersebut yang menjadikan vasodilatasi pada pembuluh

darah perifer, sehingga darah banyak mengalir ke kulit. Hal tersebut

mengakibatkan respon terhadap panas, banyak dikeluarkan melalui kulit.

Respon tersebut menyebabkan curah jantung meningkat dan kebutuhan

oksigen pun juga meningkat. Sebaliknya ketika berada pada lingkungan

yang dingin, pembuluh darah akan mengalami vasokonstriksi dan

menyebabkan penurunan pada tekanan darah sehingga juga akan

menurunkan beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen.

Pemenuhan kebutuhan oksigen juga ditentukan dengan tinggi

rendahnya tempat kita berada. Pada tempat yang tinggi tekanan

barometernya akan menurun, sehingga tekanan oksigen juga turun.

Seseorang yang berada pada tempat yang tinggi maka tekanan oksigen di

alveoli seseorang tersebut akan berkurang. Ini menjelaskan bahwa

kandungan oksigen di dalam paru-paru dalam jumlah yang sedikit.

Semakin tinggi suatu tempat maka akan semakin sedikit kandungan

oksigennya, sehingga orang yang berada pada tempat yang tinggi akan

mengalami kekurangan oksigen sehingga orang tersebut akan mengalami

Page 31: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasinya. Selain itu, kadar

oksigen juga dipengaruhi oleh adanya polusi udara. Udara yang kita

hirup dengan campuran polusi udara, menyebabkan udara tersebut hanya

memiliki konsentrasi oksigen yang rendah. Hal itu menyebabkan

kebutuhan oksigen dalam tubuh tidak terpenuhi secara optimal. Respon

yang diberikan oleh tubuh terhadap lingkungan polusi udara diantaranya

menyebabkan mata perih, sakit kepala, pusing, batuk dan merasa

tercekik.

b. Latihan

Latihan fisik atau peningkatan aktivitas yang kita lakukan akan

menyebabkan peningkatan denyut jantung dan juga peningkatan

frekuensi napas sehingga kebutuhan terhadap oksigen semakin tinggi.

c. Emosi

Ketika kita berada dalam kesulitan untuk mengontrol emosi yang

kita miliki seperti merasa takut, cemas, dan marah, maka itu akan

mempercepat denyut jantung kita sehingga kebutuhan oksigen yang kita

butuhkan juga akan meningkat.

d. Perilaku

Kebiasaan merokok akan mempengaruhi status oksigenasi pada

seseorang, karena dengan kebiasaan merokok dapat memperburuk

penyakit arteri koroner dan pembuluh darah arteri. Nikotin yang

terkandung di dalam rokok juga dapat menyebabkan vasokontriksi pada

pembuluh darah perifer dan pembuluh darah koroner. Akibatnya, suplai

Page 32: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

darah ke jaringan akan menurun. Serta gaya hidup seperti makan yang

tidak terkontrol bisa menyebabkan penyakit obesitas, yang mana keadaan

itu juga akan menjadikan kita kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan

oksigen.

e. Status Kesehatan

Pada orang yang sehat, sistem kardiovaskuler dan sistem

respirasinya dapat berfungsi dengan baik sehingga orang itu dapat

memenuhi kebutuhan oksigen dalam tubuh secara adekuat. Sebaliknya,

jika seseorang yang mempunyai penyakit jantung ataupun penyakit

pernapasan maka orang tersebut akan mengalami kesulitan dalam

pemenuhan kebutuhan oksigen dalam tubuhnya.

C. Konsep Asuhan Keperawatan Kritis

1. Pengkajian

Penjelasan dibawah ini merupakan hasil dari modifikasi pengkajian

menurut Muttaqin (2012) dan Andarmoyo (2014). Data yang perlu dikaji

saat anamnesa yaitu indentitas klien, keluhan utama, riwayat penyakit

sekarang,riwayat penyakit dahulu, riwayat keluarga, riwayat pekerjaan dan

kebiasaan serta pemeriksaan fisik B1 – B6.

a. Biodata pasien

Nama, jenis kelamin, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,

agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit (MRS), no

rekam medis, diagnose medis.

Page 33: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

b. Keluhan utama

Keluhan utama yang dirasakan oleh pasien stroke hemoragik meliputi

kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat

berkomunikasi, konvulsi (kejang), sakit kepala yang hebat, nyeri otot,

kaku kuduk, sakit punggung, tingkat kesadaran menurun (GCS < 15),

akral dingin, dan ekspresi takut.

c. Riwayat penyakit sekarang

Pengkajian riwayat penyakit sekarang yang mungkin didapatkan meliputi

adanya riwayat trauma, riwayat jatuh, keluhan mendadak lumpuh pada

saat melakukan aktivitas, keluhan pada gastrointestinal seperti mual,

muntah, bahkan kejang sampai tidak sadar. Selain itu didapatkan pula

gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain

seperti gelisah, letargi, lelah, apatis, perubahan pupil, pemakaian obat-

obatan.

d. Riwayat penyakit dahulu

Perlu dikaji apakah pasien menggunakan obat-obat analgetik, perangsang

sistem persarafan, apakah pernah mengeluhkan gejala sakit kepala,

kejang, tremor, pusing, vertigo, kebas, atau kesemutan pada bagian

tubuh, kelemahan, nyeri atau perubahan dalam bicara di masa lalu,

riwayat trauma kepala, riwayat peningkatan kadar gula darah dan tekanan

darah tinggi, dan riwayat tumor.

e. Riwayat keluarga

Page 34: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

Kaji apakah ada keluarga yang mempunyai riwayat hipertensi ataupun

diabetes mellitus.

f. Riwayat pekerjaan dan kebiasaan

Perawat menanyakan kadaan lingkungan perkerjaan selain itu tanyakan

kebiasaan pola hidup seperti kebiasaan merokok minum alkohol dan

obata – obat tertentu. Jika pasien dalam pertanyaan kritis sebaiknya

menggunakan pertanyaan tertutup yang jawabannya ya atau tidak dan

mengangguk atau menggeleng sehingga tidak membutuhkan energi yang

besar.

2. Pemeriksaan Fisik

a. Tanda-tanda vital

Meliputi tekanan darah yang meningkat, nadi meningkat, pernafasan

meningkat, dan suhu.

b. Pemeriksaan head to toe

Meliputi pemeriksaan dari ujung rambut hingga ujung kaki. Dan pada

anggota gerak yang mengalami gangguan.

c. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6) dengan

fokus pemeriksaan fisik pada B3 (Brain) yang lebih terarah

1) B1 (Breathing)

Pada inspeksi didapatkan pasien batuk, peningkatan produksi sputum,

sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi

pernapasan. Auskultasi suara napas tambahan yang sering didapatkan

pada pasien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran seperti adanya

Page 35: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

ronkhi, adanya peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk

yang menurun. Pada klien dengan kesadaran composmentis,

pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi thoraks

didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak

didapatkan bunyi napas tambahan.

2) B2 (Blood)

Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok

hipovolemi) yang sering terjadi pada pasien stroke. Tekanan darah

biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi massif

(tekanan darah > 200 mmHg).

3) B3 (Brain)

Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi

lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang

perfusinya tidak adekuat, dan lesi otak yang rusak tidak dapat

membaik sepenuhnya. Serta pengkajian saraf-saraf cranial dari saraf I

sampai saraf ke XII.

Sistem Neurologi

Kaji adanya sakit kepala yang berat, periksa adanya pupil

unilateral, dan observasi tingkat kesadaran.Pengkajian tingkat

kesadaran dilakukan dengan Glasgow Coma Scale (GCS) yang

menilai tingkat kesadaran berdasarkan respon membuka mata,

motorik, dan verbal.

Page 36: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

Respon membuka mata yaitu jika pasien membuka mata secara

spontan diberi nilai 4, merespon terhadap rangsangan suara atau

perintah diberi nilai 3.Nilai 2 jika pasien merespon terhadap nyeri dan

jika tidak ada respon diberi nilai 1. Respon verbal yaitu dinilai 5 jika

berorientasi baik, nilai 4 jika disorientasi atau bicara kacau, jika kata-

kata tidak sesuai diberi nilai 3, jika kata-kata tidak bermakna

(mengerang) dinilai 2, dan jika tidak ada respon diberi nilai 1.Respon

motorik yaitu jika pasien mengikuti perintah maka diberi nilai 6, jika

melokalisir nyeri diberi nilai 5. Dinilai 4 jika menghindari rangsang

nyeri (fleksi), nilai 3 jika fleksi abnormal, dinilai 2 jika ekstensi

terhadap nyeri, dan dinilai 1 jika tidak ada respon.Kriteria total nilai

yaitu jumlah nilai 14-15 kesadaran composmentis, nilai 12-13

kesadaran apatis, jumlah nilai 10-11 kesadaran delirium, jumlah nilai

7-9 kesadaran somnolen, jumlah nilai 5-6 kesadaran stupor, jumlah

nilai 4 kesadaran stuporcoma, dan jika nilai < 3 kesadaran coma.

4) B4 (Bowel)

Adanya keluhan kesulitan dalam menelan, nafsu makan yang menurun,

mual muntah pada fase akut. Mual dan muntah disebabkan oleh

peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah

pemenuhan kebutuhan nutrisi. Biasanya terjadi konstipasi akibat dari

penurunan peristaltik usus.

5) B5 (Bone)

Page 37: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

Pasien stroke memiliki gangguan pada neuron yang menyebabkan

motorik pada salah satu sisi tubuh mengalami kerusakan yang

berlawanan dari otak. Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena

kelemahan, kehilangan sensorik, atau paralisis/hemiplegia, mudah

lelah menyebabkan masalah pada mobilitas pasien dan menurunkan

aktivitas sehari-hari.

6) B6 (Bladder)

Pasien yang sudah pernah mengalami stroke mungkin akan mengalami

inkontenensia urine sementara karena ketidakmampuan

mengkomunikasikan kebutuhan dan ketidakmampuan untuk

mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan

postural. Terkadang kontrol urine eksternal hilang atau berkurang.

Terjadinya inkontinensia yang berlanjut menunjukkan kerusakan

neurologis yang luas.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan Stroke Hemoragik menurut Keliat, Mediani,

dan Tahlil (2018) yaitu :

a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan spasme jalan

napas, jalan napas alergik, hiperplasia pada dinding bronkus, infeksi,

mucus berlebihan, disfungsi neuromuscular, adanya jalan napas buatan,

benda asing dalam jalan napas, sekresi yang tertahan.

Page 38: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

b. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan

gangguan serebrovaskuler, suplai darah ke otak menurun, hipertensi,

aneurisma serebral, embolisme, aterosklerosis aortic, cedera otak.

c. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan gangguan neurologis,

imaturitas neurologis, disfungsi neuromuscular, deformitas dinding dada,

cedera medulla spinalis.

d. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane

alveolar kapiler, ketidakseimbangan ventilasi perfusi.

3. Intervensi

Nurarif dan Kusuma (2015) rencana tindakan yang harus dilakukan yaitu :

a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas

Tujuan dan Kriteria Hasil :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan jalan napas efektif,

dengan kriteria hasil :

1) Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara napas yang bersih, tidak

ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu

bernapas dengan mudah, tidak ada pursed lips)

2) Menunjukkan jalan napas yang paten (klien tidak merasa tercekik,

irama napas, frekuensi pernapasan dalam rentang normal

(16-20x/menit), tidak ada suara napas abnormal)

3) Mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor yang dapat

menghambat jalan napas

4) Tanda-tanda vital dalam rentang normal

Page 39: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

Intervensi :

1) Monitor tanda-tanda vital

2) Monitor respirasi dan status O2

3) Identifikasi perlunya pemasangan alat bantu jalan napas buatan

4) Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning

5) Auskultasi suara paru sebelum dan sesudah suctioning

6) Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suction

nasotracheal

7) Buka jalan napas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu

8) Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi

9) Informasikan pada pasien dan keluarga tentang suctioning

10) Lakukan fisioterapi dada bila perlu

11) Keluarkan secret dengan batuk atau suction

12) Berikan pelembab udara kasa basah NaCl lembab

13) Berikan bronkodilator bila perlu

b. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak

Tujuan dan Kriteria Hasil :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan perfusi jaringan otak

terjadi peningkatan, dengan kriteria hasil :

1) Tekanan dalam rentang yang diharapkan systole (100-120mmHg) dan

diastole (70-90mmHg)

2) Tidak ada ortostatikhipertensi

Page 40: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

3) Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial (tidak lebih

dari 15 mmHg)

4) Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan

5) Menunjukkan perhatian, konsentrasi, dan orientasi

6) Mampu memproses informasi

7) Menunjukkan fungsi sensorik motorik kranial yang utuh yaitu tingkat

kesadaran membaik, tidak ada gerakan-gerakan involunter

8) Tanda-tanda vital dalam rentang normal

Intervensi :

1) Monitor tanda-tanda vital

2) Monitor daerah tertentu yang peka terhadap panas, dingin, tajam,

tumpul

3) Monitor adanya paretese

4) Monitor kemampuan BAB

5) Monitor adanya tromboplebitis

6) Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada laserasi

7) Batasi gerakan kepala, leher, dan punggung

8) Diskusikan mengenai penyebab perubahan sensasi

9) Kolaborasikan pemberian analgetik

c. Ketidakefektifan pola napas

Tujuan dan Kriteria Hasil :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola napas kembali

efektif, dengan kriteria hasil :

Page 41: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

1) Sesak napas berkurang

2) Irama napas regular

3) Frekuensi pernapasan dalam rentang normal 16-20x/menit

4) Tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, pernapasan) dalam rentang

normal

Intervensi :

1) Monitor tanda-tanda vital

2) Monitor respirasi dan status O2

3) Observasi adanya tanda-tanda hipoventilasi

4) Monitor frekuensi dan irama pernapasan

5) Atur peralatan oksigenasi

6) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

7) Auskultasi suara paru

8) Atur intake cairan untuk mengoptimalkan keseimbangan

9) Pertahankan jalan napas yang paten

10) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi O2

d. Gangguan pertukaran gas

Tujuan dan Kriteria Hasil :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi gangguan

pertukaran gas, dengan kriteria hasil :

1) Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang

adekuat

Page 42: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

2) Memelihara kebersihan paru-paru dan bebas dari tanda-tanda distress

pernapasan

3) Tanda-tanda vital dalam rentang normal

Intervensi :

1) Monitor respirasi dan status oksigen

2) Monitor rata-rata, kedalaman, irama, dan usaha respirasi

3) Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan

4) Monitor pola napas

5) Buka jalan napas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu

6) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

7) Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan napas buatan

8) Berikan pelembab udara

9) Auskultasi suara paru

4. Implementasi

Implementasi adalah realisasi dari intervensi, dimulai setelah rencana tindakan

disusun serta membantu pasien untuk mencapai tujuan yang diharapkan

meliputi peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan

kesehatan, dan terpenuhinya fasilitas koping (Nursalam, 2016).

5. Evaluasi

Budiono (2016) evaluasi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:

a. Evaluasi Formatif (evaluasi proses)

Page 43: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

Evaluasi yang dilakukan setelah tindakan yang dilakukan selesai,

berorientasi pada etiologi, dilakukan secara terus-menerus sampai tujuan

yang telah ditentukan tercapai dengan format SOAP

1) S (Data Subjektif)

Data yang berdasarkan pada keluhan yang diucapkan atau disampaikan

oleh pasien yang masih dirasakan setelah dilakukan tindakan

keperawatan.

2) O (Data Objektif)

Data objektif adalah data dari hasil pengukuran atau hasil observasi secara

langsung oleh perawat mengenai yang dirasakan klien setelah

dilakukan tindakan keperawatan.

3) A (Analisis)

Analisis merupakan suatu masalah atau diagnosis keperawatan yang

masih terjadi dan bisa juga masalah atau diagnosis keperawatan baru

yang mungkin terjadi akibat perubahan status kesehatan klien yang

telah teridentifikasi dalam data subjektif dan objektif.

4) P (Planning)

Tindakan yang ditambahkan, dimodifikasi, dilakukan, dan dihentikan

sesuai dengan masalah yang masih ada pada pasien.menyelesaikan

masalah klien.

b. Evaluasi Sumatif (evaluasi hasil)

Page 44: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

Evaluasi sumatif merupakan evaluasi yang dilakukan setelah

selesainya tindakan keperawatan secara final, yang berorientasi pada

masalah keperawatan, dan menjelaskan keberhasilan atau

ketidakberhasilan dari tindakan keperawatan yang dilakukan, serta

sebagai rekapitulasi dan kesimpulan status kesehatan klien sesuai dengan

kerangka waktu yang ditetapkan. Format evaluasi jenis ini dengan

menggunakan format SOAPIER.

1) S (Data Subjektif)

Data yang berdasarkan pada keluhan yang diucapkan atau disampaikan

oleh pasien yang masih dirasakan setelah dilakukan tindakan

keperawatan.

2) O (Data Objektif)

Data objektif adalah data dari hasil pengukuran atau hasil observasi secara

langsung oleh perawat mengenai yang dirasakan klien setelah

dilakukan tindakan keperawatan.

3) A (Analisis)

Analisis merupakan suatu masalah atau diagnosis keperawatan yang

masih terjadi dan bisa juga masalah atau diagnosis keperawatan baru

yang mungkin terjadi akibat perubahan status kesehatan klien yang

telah teridentifikasi dalam data subjektif dan objektif.

4) P (Planning)

Page 45: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

Tindakan yang ditambahkan, dimodifikasi, dilakukan, dan dihentikan

sesuai dengan masalah yang masih ada pada pasien.menyelesaikan

masalah klien.

5) I (Implementasi)

Implementasi adalah tindakan keperawatan yang dilakukan dengan

instruksi yang telah teridentifikasi dalam komponen P (perencanaan).

Serta jangan lupa menuliskan tanggal dan jam pelaksanakan.

6) E (Evaluasi)

Evaluasi adalah respon klien setelah dilakukan tindakan keperawatan.

7) R (Reassesment)

Reassesment adalah pengkajian ulang yang dilakukan terhadap

perencanaan setelah diketahui hasil evaluasi, apakah dari rencana

tindakan perlu dilanjutkan, dimodifikasi, atau dihentikan.

D. Kerangka Teori

Pembuluh darah serebral pecah

Pembuluh darah

serebral rapuh

Tekanan intravaskuler meningkat

Abnormalitas vaskuler

arteriosklerosis

Hipertensi

Page 46: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

E. Kerangka Konsep

Pasien stroke hemoragik

dengan gangguan

oksigenasi

Rupture aneurisma

Peningkatan TIK

Hematoma serebral

Stroke hemoragik

Perdarahan arakhnoid/ventrikel

Rupture atau perdarahan aneurisma

Darah masuk ke dalam jaringan otak

Perdarahan intraserebral

(PIS)

Perdarahan subarakhnoid

(PSA)

Perfusi jar. serebral tidak adekuat

Suplai darah ke otak

menurun

Herniasi serebral Vasospasme pembuluh darah serebral

Nyeri akut

Ketidakefektifan perfusi jar.

serebral

Disfungsi otak

Pola nafas tidak

Perubahan pola nafas

inefektif

Depresi pusat pernafasan

Risiko jatuhRisiko aspirasi

Kesadaran menurun

Disfungsi otak fokal

Kelumpuhan bagian tubuh

Hemiparesiss

Gangguan mobilitas fisik Defisit perawatan diri

Bedrest

Risiko kerusakan integritas kulit

Gangguan fungsi bicara

Gangguan komunik

asi

Reflek mengunyah menurun

Tersedak

Obstruksi jalan nafas

Defisit nutrisi

Bersihan jalan nafas tidak efektif

Sumber : Wijaya, 2013 Ditambah Mahmudah, 2014 Dilengkapi Nurarif, 2015 Ket : = Dx keperawatan

= Dx kep yang diteliti

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Page 47: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

BAB III

METODE STUDI KASUS

1) Ketidakefektifan bersihan jalan napas

2) Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak

3) Ketidakefektifan pola napas

4) Gangguan pertukaran gas

Pemberian asuhan keperawatan pada

pasien stroke hemoragik dengan

pemenuhan kebutuhan oksigenasi

1) Tidak ada penumpukan secret

2) Pola napas kembali efektif

3) Suara napas kembali normal

4) Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan

5) Tidak ada tanda-tanda peningkatan intrakranial (tidak lebih dari 15 mmHg)

6) Menunjukkan fungsi sensorik motorik kranial yang utuh yaitu tingkat kesadaran

membaik tidak ada gerakan-gerakan involunter

7) Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Page 48: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

A. Rancangan Studi Kasus

Tujuan studi kasus ini adalah menggambarkan asuhan keperawatan pada

pasien stroke hemoragik dengan pemenuhan kebutuhan oksigenasi. Dalam

studi kasus ini, penulis mendeskripsikan proses keperawatan mulai dari

pengkajian keperawatan, penetapan diagnosa keperawatan, intervensi

keperawatan, implementasi dari rencana keperawatan dan evaluasi sesuai

dengan tujuan yang dicapai serta mendokumentasikannya sebagai

pertanggungjawaban dan pertanggung gugatan pada tindakan keperawatan

yang telah dilakukan. Sehingga rancangan studi kasus yang digunakan penulis

adalah dengan rancangan penelitian deskriptif dengan pendekatan studi kasus

(case study).

B. Subjek Studi Kasus

Subjek studi kasus ini adalah dua pasien yang nantinya akan diberikan

tindakan keperawatan di ruang HCU RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Studi

kasus ini membahas tentang pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada pasien

stroke. Kriteria inklusi untuk pasien kelolaan studi kasus ini adalah pasien

dengan diagnosa medis stroke hemoragik, pasien stroke hemoragik dengan usia

> 40 tahun, pasien dengan GCS < 13, serta pasien dan keluarga bersedia

dikelola menjadi subyek studi kasus ini. Sedangkan kriteria eksklusinya yaitu

pasien dengan adanya komplikasi yang memerlukan pembedahan dan pasien

yang tidak bersedia dikelola sebagai subyek studi kasus ini.

Page 49: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

C. Fokus Studi Kasus

Fokus studi kasus ini adalah berfokus pada asuhan keperawatan dalam

pemenuhan kebutuhan dasar manusia yaitu dalam pemenuhan kebutuhan

oksigenasi pada pasien kritis stroke hemoragik.

D. Definisi Operasional

Pada studi kasus ini, peneliti berfokus pada studi kasus pemenuhan

oksigenasi pada pasien stroke hemoragik. Definis operasional dari studi kasus

tersebut adalah:

1. Oksigen

Oksigen adalah gas yang tidak berasa, tidak berbau, dan tidak berwarna

yang merupakan kebutuhan dasar manusia untuk kelangsungan metabolisme

sel tubuh, untuk aktivitas organ atau sel dalam tubuh serta untuk

mempertahankan hidup.

2. Stroke Hemoragik

Stroke Hemoragik adalah stroke yang diakibatkan karena pecahnya

pembuluh darah di otak yang menyebabkan aliran darah di otak menjadi

berkurang serta sel-sel di otak dapat mengalami kerusakan dan bahkan

kematian akibat kurangnya oksigen dalam otak yang ditandai dengan nyeri

kepala hebat seperti mau pecah disertai muntah-muntah, kuduk menjadi

kaku dan kesadaran sering terganggu.

3. Terapi Oksigenasi

Page 50: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

Tindakan keperawatan dengan cara pemberian oksigen ke dalam tubuh

melalui saluran pernapasan dengan menggunakan alat bantu oksigen seperti

nasal kanul, sungkup muka sederhana, sungkup muka dengan kantung

rebreathing, dan sungkup muka dengan kantung non rebreathing.

Sedangkan indikator untuk mengukur pemenuhan terapi oksigen adalah

tanda-tanda vital termasuk tekanan darah, heart rate, respirasi rate, saturasi

oksigen, suhu, dan kesadaran.

4. Asuhan Keperawatan Kritis

Asuhan keperawatan kritis meliputi pengkajian dengan menggunakan

pengkajian persistem (B1-B6), merumuskan diagnosa sesuai dengan kondisi

pasien dalam keadaan kritis, menyusun intervensi keperawatan sesuai

diagnosa pasien, melakukan rencana tindakan yang telah disusun, dan

mengevaluasi perkembangan kondisi pasien.

E. Tempat dan Waktu

Studi kasus ini akan dilakukan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada

Bulan Februari 2020.

F. Pengumpulan Data

Menurut Budiono (2016), pengumpulan data yang dilakukan pada asuhan

keperawatan meliputi :

1. Anamnesis

Page 51: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

Anamnesis adalah suatu proses tanya jawab atau komunikasi untuk

mengajak klien dan keluarga bertukar fikiran dan perasaan, mencakup

keterampilan secara verbal dan non verbal, empati dan rasa kepedulian yang

tinggi. Teknik verbal, meliputi pertanyaan terbuka/tertutup, menggali

jawaban dan memvalidasi respon klien. Sedangkan teknik non verbal,

meliputi mendegarkan secara aktif, diam, sentuhan dan kontak mata.

2. Observasi

Observasi merupakan pengamatan pada perilaku serta keadaan klien

untuk memperoleh data tentang masalah kesehatan dan keperawatan klien.

Kegiatan observasi berupa 2S HFT meliputi Sight yaitu seperti kelainan

fisik, perdarahan, terbakar, menangis; Smell yaitu seperti alkohol, darah,

feces, medicine, urine; Hearing yaitu seperti tekanan darah, batuk,

menangis, ekspresi nyeri, heart rate dan ritme

3. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan dengan pemeriksaan head to toe

(pemeriksaan dari ujung kepala hingga ujung kaki) dengan menggunakan

metode atau teknik P.E.(Physical Examination) yang terdiri dari :

a. Inspeksi merupakan teknik yang dilakukan dengan proses observasi yang

dilakukan secara sistematik.

b. Palpasi merupakan suatu teknik yang dilakukan dengan menggunakan

indera peraba.

c. Perkusi merupakan pemeriksaan yang dilakukan dengan mengetuk,

dengan tujuan untuk membandingkan kiri-kanan pada setiap daerah

Page 52: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

permukaan tubuh dengan menghasilkan suara. Tujuan dari perkusi yaitu

untuk mengetahui lokasi, ukuran, bentuk dan konsistensi jaringan.

Contoh suara-suara yang dihasilkan: Sonor, Redup, Pekak,

Hipersonor/timpani.

d. Auskultasi merupakan pemeriksaan yang dilakukan dengan

mendengarkan suara yang dihasilkan oleh tubuh dengan menggunakan

stetoskop.

4. Dokumentasi

Setelah mendapatkan data yang diperlukan maka perlu

didokumentasikan pada lembar catatan perkembangan pasien, agar tim

kesehatan lainnya juga mengetahui perkembangan pasien serta agar dapat

dipertanggungjawabkan dan dipertanggunggugatkan.

Dalam melakukan pengumpulan data dapat diperoleh data dari berbagai

sumber yaitu sebagai berikut :

1. Sumber data primer

Klien adalah sebagai sumber utama data (primer) dan sehingga dapat

menggali informasi yang sebenarnya secara langsung mengenai masalah

kesehatan klien. Apabila klien tidak dapat memberikan data secara langsung

dikarenakan klien dalam keadaan tidak sadar, mengalami gangguan bicara,

atau pendengaran, dan jika klien masih bayi atau beberapa sebab lainnya,

maka dapat menggunakan data objektif untuk menegakkan diagnosis

keperawatan. Namun, apabila diperlukan klarifikasi data subjektif, maka

dapat dilakukan anamnesis pada keluarga.

Page 53: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

2. Sumber data sekunder

Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh selain dari pasien,

yaitu orang terdekat dari pasien, orang tua pasien, suami atau istri pasien,

anak pasien, ataupun teman pasien. Jika klien mengalami gangguan

keterbatasan berkomunikasi misalnya klien bayi atau anak-anak dan

kesadaran yang menurun.

3. Sumber data lainnya

a. Catatan medis dan anggota tim kesehatan lainnya. Dan juga dapat

menggunakan catatan kesehatan terdahulu sebagai sumber informasi

yang dapat mendukung rencana tindakan perawatan.

b. Riwayat penyakit. Pemeriksaan fisik dan catatan perkembangan dapat

diperoleh dari tim terapis. Informasi yang diperoleh adalah hal-hal yang

difokuskan pada identifikasi patologis dan digunakan untuk menentukan

rencana tindakan medis.

c. Konsultasi. Konsultasi diperlukan agar terdapat kesesuaian dalam

menentukan diagnosa medis atau dalam merencanakan dan melakukan

tindakan medis.

d. Hasil pemeriksaan diagnostik. Yang meliputi hasil pemeriksaan

laboratorium dan tes diagnostik, dapat digunakan sebagai data objektif

sesuai dengan masalah kesehatan klien. Dan juga dapat digunakan untuk

membantu mengevaluasi keberhasilan dari tindakan keperawatan.

e. Perawat lain. Jika klien adalah rujukan dari pelayanan kesehatan lainnya,

maka diperlukan informasi dari perawat yang telah merawat klien

Page 54: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

sebelumnya. Hal tersebut digunakan untuk kelanjutan dari tindakan

keperawatan yang telah diberikan.

f. Kepustakaan. Untuk mendapatkan data dasar klien yang komprehensif,

dapat juga dengan menggunakan literatur dapat digunakan untuk

membantu dalam memberikan asuhan keperawatan yang benar dan tepat

sesuai dengan masalah kesehatan klien.

G. Metode Analisa Data

Studi kasus ini menggunakan teknik deskriptif yang dilakukan dengan

rancangan studi kasus dan dengan pendekatan asuhan keperawatan yang

meliputi pengkajian keperawatan, penetapan diagnosa keperawatan, intervensi

keperawatan, implementasi dan evaluasi keperawatan. Sedangkan analisa studi

kasus ini adalah dengan membandingkan capaian kriteria hasil kedua pasien.

Page 55: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

BAB IV

HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Studi Kasus

Pada bab ini akan menjelaskan hasil studi kasus Asuhan Keperawatan

Kritis Pada Tn. M dan Tn. J dengan Stroke Hemoragik, yang meliputi

pengkajian, intervensi, implementasi, dan evaluasi keperawatan.

Asuhan Keperawatan Kritis Pada Tn. M dilakukan pada tanggal 18-20

Februari 2020, sedangkan Asuhan Keperawatan Kritis Pada Tn. J dilakukan

pada tanggal 27-29 Februari 2020 Di HCU RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada Tn. M dan Tn. J selama 3x24

jam, penulis bekerjasama dengan dokter, perawat HCU, petugas laboratorium,

ahli gizi, pasien, dan keluarga pasien.

1. Pasien 1 (Tn. M)

a. Pengkajian

Pengkajian dilakukan pada hari Selasa, 18 Februari 2020 pukul

19.30 WIB di HCU Anggrek 2 RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Dalam

melakukan pengkajian, peneliti menggunakan metode autoanamnesa dan

alloanamnesa, observasi, pemeriksaan fisik dan studi dokumentasi.

Dalam pengkajian didapatkan data pasien bernama Tn. M berumur 49

tahun, beragama islam, alamat Karanganyar, No Register 01487xxx,

pekerjaan pedagang kerupuk. Pasien datang ke HCU dengan diagnosa

intra cerebral hemoragik (ICH) dan intraventricular hemoragik (IVH).

Windows User, 11/05/20,
Font depan besar
Windows User, 11/05/20,
Font kecil
Page 56: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

Keluhan utama, pasien mengalami sesak napas. Riwayat penyakit

sekarang, pasien mendadak mengalami kelemahan anggota gerak kanan

atas bawah sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Pada hari Jum’at

pagi tanggal 14 Februari 2020, pasien mengeluh bicara pelo dan saat

tidur, pasien tidak bisa dibangunkan oleh keluarganya. Kemudian, pasien

dibawa ke Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar dengan

penurunan kesadaran disertai badan kaku. Di RS PKU Muhammadiyah

Karanganyar, dilakukan CT Scan dan didapatkan hasil adanya

perdarahan di otak. Pasien dirawat di ICU selama 3 hari dan masih

mengalami penurunan kesadaran. Selama dirawat di ICU, pasien

mengalami kejang tonik klonik sebanyak 3x. Kemudian pada hari Selasa

tanggal 18 Februari 2020 pukul 00.20 WIB, pasien dirujuk ke Rumah

Sakit Dr. Moewardi Surakarta, dikarenakan tidak mengalami perubahan

selama dirawat di RS PKU Muhammadiyah Karanganyar. Pasien tiba di

IGD Dr. Moewardi Surakarta pukul 01.00 WIB dan mendapatkan terapi

O2 nasal kanul 3 lpm serta infus NaCl 0,9% 20 tpm. Tekanan darah

172/117 mmHg, MAP 135 mmHg, nadi 110x/menit, RR 21x/menit, suhu

36,5oC, GCS E3M4V1. Kemudian pukul 03.00 WIB, pasien dipindahkan

di HCU Anggrek 2 untuk diberikan terapi lebih lanjut. Di HCU pasien

terpasang bedside monitor, dan didapatkan hemodinamik tekanan darah

pasien 182/123 mmHg, MAP 143 mmHg, nadi 100x/menit, RR

22x/menit, SpO2 100%, mendapatkan terapi O2 3 lpm, terpasang NGT,

dan terpasang urine kateter.

Page 57: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

Riwayat penyakit dahulu, keluarga pasien mengatakan pada Bulan

Desember tahun 2019, pasien pernah dirawat di ruang unit stroke Rumah

Sakit Dr. Moewardi Surakarta selama 13 hari dengan stroke perdarahan

dan mengalami kelemahan pada anggota gerak bagian kiri. Setelah

diperbolehkan pulang dari rumah sakit, pasien berobat jalan selama 2

bulan dan dilakukan fisioterapi di rumah. Selama 2 bulan tersebut, pasien

tidak merasakan keluhan apapun, bahkan tekanan darah systole

180mmHg tidak menimbulkan keluhan apapun. Pasien dapat menjalani

aktivitas seperti biasa dengan bekerja berjualan kerupuk. Pasien memiliki

kebiasaan merokok sebelum sakit serta mengonsumsi kopi, dikarenakan

harus berjualan kerupuk pada dini hari. Riwayat penyakit keluarga,

keluarga pasien mengatakan, orang tua pasien, yaitu dari bapak memiliki

riwayat penyakit tekanan darah tinggi. Dari keluarga pasien tidak ada

yang memiliki penyakit menular seperti TBC dan hepatitis.

Untuk pemeriksaan persistem B1-B6 pada pemeriksaan breathing,

pasien bernapas spontan, jalan napas paten, RR 26x/menit, irama napas

ireguler, pengembangan dada simetris kanan kiri, terdapat retraksi dada,

pasien bernapas dengan bantuan O2 nasal kanul 3 lpm, perkusi paru

sonor, auskultasi suara paru vesikuler. Pada pengkajian blood, tidak ada

oedem pada tubuh pasien, TD: 180/103 mmHg, MAP 129 mmHg, nadi

100x/menit, SpO2 100%, CRT < 2 detik, sinus takikardi, konjungtiva

tidak anemis, ictus cordis tampak, palpasi ictus cordis tidak teraba,

perkusi jantung pekak, auskultasi suara jantung normal. Pada pengkajian

Page 58: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

brain, keadaan umum pasien lemah, kesadaran pasien somnolen dengan

GCS E3M3V1, reflek fisiologis pupil +/+ dengan diameter 3mm/3mm.

Pada pengkajian bladder, tidak ada hambatan saat BAK, terpasang DC

dengan pengeluaran urine ±1500cc/hari, berwarna kuning jernih bau khas

urine. Pada pengkajian bowel, mukosa bibir lembab, bising usus

15x/menit, perkusi abdomen timpani, tidak ada nyeri tekan abdomen,

terpasang NGT dengan diit cair sonde TKTP 1500 kkal, saat masuk

rumah sakit, pasien belum BAB. Pada pemeriksaan bone, pemeriksaan

kekuatan otot didapatkan nilai 2 pada ekstremitas kanan atas dan bawah,

sedangkan pada ekstremitas kiri atas dan bawah didapatkan nilai 4, tidak

ada deformitas, suhu 37,2oC, akral hangat, warna kulit sawo matang,

terdapat luka dekubitus braden score 10.

Pada terapi dan pemeriksaan penunjang didapatkan terapi obat IV

line yaitu infus NaCl 0,9% 20 tpm di tangan kanan, infuse manitol

100cc/6 jam, injeksi perdipin 1 ampul dalam Nacl 0,9 % 50 cc syringe

pump 10cc/ jam, injeksi citicoline 250 mg/12 jam IV, injeksi ranitidine

50 mg/12 jam IV, injeksi santagesic 1 g/12 jam IV, infuse paracetamol 1

g/12 jam IV, injeksi phenytoin 50 mg/12 jam IV, O2 dengan nasal kanul 3

lpm, diit cair personde TKTP 1500 kkal. Pemeriksaan CT Scan pada

tanggal 13 Februari 2020 di RS PKU Muhammadiyah Karanganyar

didapatkan kesan : gambaran ICH dan IVH, suspect chronic infark DD

thrombo emboli infark. Data penunjang dari pemeriksaan hasil

laboratorium darah rutin pada tanggal 18 Februari 2020, diperoleh

Page 59: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

pemeriksaan hematologi, pada hemoglobin 13,3 g/dl, hematokrit 40%,

leukosit 7,3 ribu/ul, trombosit222 ribu/ul, eritrosit 4,49 juta/ul, MCV

89,3 /um, MCH 29,5 pg, MCHC 33,1 g/dl, RDW 14,2%, MPV 8,1 fl,

PDW 16%, eosinofil 0,9%, basofil 0,30%, neutrofil 83,30%, limfosit

8,80%, monosit 4,70%, PT 12,7 detik, APTT 30,3 detik, INR 0,970.

Pemeriksaan kimia klinik GDS 101 mg/dl, SGOT 12 u/l, SGPT 20 u/l,

natrium darah 147 mmol/L, kalium darah 3,2 mmol/L, calcium ion 1,22

mmol/L, HbA1c 5,7%, GDP 87 mg/dl, glukosa 2 jam PP 143 mg/dl,

albumin 3,6 g/dl, asam urat 6,1 mg/dl, cholesterol total 167 mg/dl,

cholesterol LDL 117 mg/dl, cholesterol HDL 26 mg/dl, trigliserida 186

mg/dl. Pemeriksaan kimia klinik analisa gas darah pada tanggal 18

Februari 2020 didapatkan PH 7,534, BE 6,0 mmol/L, PCO2 33,9 mmHg,

PO2 133,1 mmHg, HCO3 28,8 mmol/L, total CO2 29,8 mmol/L, SPO2

98,9%, laktat arteri 2,00 mmol/L. Pemeriksaan foto thorax AP pada

tanggal 18 Februari 2020, didapatkan cardiomegali dengan oedem

pulmonal.

b. Diagnosa Keperawatan

Menurut Keliat, Mediani, dan Tahlil (2018), pada kasus pertama dapat

ditegakkan diagnosa :

1) Ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan gangguan

serebrovaskuler, suplai darah ke otak menurun.

Diagnosa ini didukung dengan data obyektif yaitu keadaan umum

lemah, kesadaran somnolen dengan GCS E3M3V1, TD 180/103

Windows User, 11/05/20,
Diagnosa ini dirumuskan
Windows User, 05/11/20,
Diganti dirumuskan
Windows User, 05/11/20,
Ini referensi apa…dihilangkan…..kasus nyata kok ada referensi to…
Windows User, 05/11/20,
Sebelum ini tambahkan data fokus…..
Page 60: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

mmHg, MAP 129 mmHg, nadi 100 x/menit, suhu 37,2oC, dan

pemeriksaan CT Scan didapatkan kesan : gambaran ICH dan IVH,

suspect chronic infark DD thrombo emboli infark.

2) Ketidakfektifan pola napas berhubungan dengan gangguan neurologis.

Hasil dari pengkajian tidak didapatkan data fokus subyektif,

dikarenakan pasien mengalami penurunan kesadaran. Data fokus yang

menunjang diagnosa tersebut yaitu data obyektif meliputi pasien

tampak sesak napas, RR 26 x/menit, SpO2 100%, irama napas

irregular, pasien bernapas dengan nasal kanul 3 lpm, tampak terlihat

retraksi dada.

c. Intervensi

Menurut Nurarif dan Kusuma (2015) pada kasus pertama sesuai diagnose

yang ditegakkan, dapat dirumuskan intervensi keperawatan :

1) Ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan gangguan

serebrovaskuler, suplai darah ke otak menurun. Tujuan yang

diharapkan adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x

24 jam diharapkan perfusi jaringan otak kembali efektif dengan

kriteria hasil tekanan systole (100-120mmHg) dan diastole (70-

90mmHg), tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial

(TIK < 15 mmHg), tingkat kesadaran membaik. Intervensi yang akan

dilakukan adalah observasi vital sign, observasi kesadaran dan GCS

pasien, beri posisi elevasi kepala 15o-30o, pertahankan posisi kepala,

Windows User, 05/11/20,
Refensi untuk apa ????????
Page 61: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

leher, dan punggung, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian

terapi diuretic dan analgetik.

2) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan gangguan

neurologis. Tujuan yang diharapkan adalah setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pola napas kembali efektif

dengan kriteria hasil menunjukkan sesak napas berkurang, irama

napas regular, dan frekuensi pernapasan dalam rentang normal 16-

20x/menit, tidak menggunakan otot bantu pernapasan. Intervensi yang

akan dilakukan adalah monitor vital sign, monitor frekuensi dan irama

napas, auskultasi suara paru, beri posisi elevasi kepala 15o-30o,

kolaborasi dalam pemberian terapi oksigen.

d. Implementasi

Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah

disusun sebelumnya. Pada pasien kasus pertama implementasi dilakukan

tanggal 18-20 Februari 2020.

1) Implementasi yang dilaksanakan pada tanggal 18 Februari 2020

adalah sebagai berikut: Pada pukul 19.30 mengobservasi keadaan dan

tanda-tanda vital pasien dengan data obyektif keadaan pasien tampak

lemah, kesadaran somnolen, GCS E3M3V1, TD 180/103 mmHg,

MAP : 129 mmHg, RR 26 x/menit, nadi 100 x/menit, suhu 37,20C,

SpO2 100%, irama napas ireguler, suara napas vesikuler,

pengembangan dada simetris kanan kiri, terdapat retraksi dada, pasien

dipasang infus Nacl 0,9% 20 tpm, terpasang O2 nasal kanul 3 liter per

Page 62: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

menit. Pada pukul 20.15 mempertahankan posisi elevasi kepala 30o

dengan data obyektif pasien tampak lebih nyaman.

2) Implementasi yang dilaksanakan pada tanggal 19 Februari 2020

adalah sebagai berikut: pada pukul 14.00 memonitor keadaan umum

dan tanda-tanda vital dengan data obyektif pasien tampak lemah,

tekanan darah 179/114 mmHg, MAP : 136 mmHg, RR 23 x/menit,

nadi 94 x/menit, suhu 36,80C, SpO2 100%. Pada pukul 14.05

memonitor pernapasan pasien, pola napas pasien ireguler, suara napas

vesikuler, dan tidak ada tambahan bunyi napas, terdapat retraksi dada.

Pada pukul 14.30 memonitor kesadaran dan GCS pasien dengan

respon pasien masih tampak lemah, kesadaran somnolen, GCS

E3M3V2. Pada pukul 14.40 mempertahankan terapi oksigen nasal

kanul 3 lpm dengan respon, pernapasan pasien tampak lebih

terkontrol. Pada pukul 16.00 mempertahankan posisi elevasi kepala

30o supaya pasien lebih leluasa dalam bernapas dan mempertahankan

posisi kepala. Pada pukul 18.05 memberikan terapi diuretic infuse

manitol 100cc.

3) Implementasi yang telah dilaksanakan pada tanggal 20 Februari 2020

adalah sebagai berikut: pada pukul 15.00 memonitor keadaan umum

dan tanda-tanda vital dengan respon pasien mengatakan pusing, dan

sedikit sesek, data obyektif keadaan pasien tampak lemah, tekanan

darah 153/95 mmHg, MAP : 114 mmHg, RR 22 x/menit, nadi 90

x/menit, suhu 36,50C, SpO2 100%, CRT < 2 detik, irama napas

Windows User, 11/05/20,
Belum mengambarkan 24 jam….
Page 63: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

regular, suara napas vesikuler, pengembangan dada simetris kanan

kiri, tidak ada retraksi dada. Pada pukul 15.10 memonitor kesadaran

dan GCS dengan respon pasien masih tampak lemah, kesadaran

delirium, GCS E3M5V3. Pada pukul 15.45 memberikan posisi yang

nyaman supaya pasien dapat beristirahat dengan nyaman.

Mempertahankan terapi O2 3 lpm supaya mengurangi sesak napas.

e. Evaluasi Keperawatan

Setelah melakukan implementasi tanggal 18-20 Februari 2020

sesuai intervensi yang disusun, selanjutnya dilakukan evaluasi pada

tanggal 20 Februari 2020, evaluasi terdiri dari data subjektif (S), data

objektif (O), assesment (A) dan planning (P). Evaluasi diagnosa pertama

dengan ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan

gangguan serebrovaskuler, suplai darah ke otak menurun yaitu untuk data

subyektif (S) : pasien mengatakan pusing, data obyektif (O) : KU lemah,

kesadaran delirium, GCS E3M5V3, tekanan darah 153/95 mmHg, MAP :

114 mmHg, nadi 90x/menit, RR 22x/menit, suhu 36,5oC, SpO2 100%,

CRT < 2 detik. Dari data tersebut didapatkan analisa (A) : masalah

ketidakefektifan perfusi jaringan otak teratasi sebagian, untuk planning

(P) : lanjutkan intervensi di HCU observasi tanda-tanda vital, observasi

kesadaran dan GCS pasien, lanjutkan terapi diuretic dan analgetik.

Evaluasi diagnose kedua dengan ketidakefektifan pola napas

berhubungan dengan gangguan neurologis yaitu data subyektif (S) :

pasien mengatakan sedikit sesek, data obyektif (O) : pasien bernapas

Windows User, 05/11/20,
Diskripsikan SOAPIER
Windows User, 11/05/20,
Belum menggambarkan 24 jam
Page 64: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

spontan, irama napas regular, suara napas vesikuler, pasien tampak

lemah, tekanan darah 153/95 mmHg, RR 22 x/menit, nadi 90x/menit,

suhu 36,50C, SpO2 100%, CRT < 2 detik, pengembangan dada simetris

kanan kiri, tidak ada retraksi dada. Dari data tersebut didapatkan analisa

(A): masalah ketidakefektifan pola napas teratasi sebagian, untuk

planning (P): lanjutkan intervensi di HCU observasi tanda-tanda vital,

monitor frekuensi dan irama napas, auskultasi suara napas, lanjutkan

terapi oksigen.

2. Pasien 2 (Tn. J)

a. Pengkajian

Pengkajian dilakukan pada hari Kamis, 27 Februari 2020 pukul

11.00 WIB di HCU Anggrek 2 RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Pada

kasus ini peneliti melakukan pengkajian dengan metode autoanamnesa

dan alloanamnesa, observasi, pemeriksaan fisik dan studi dokumentasi.

Dalam pengkajian didapatkan data pasien bernama Tn. J berumur 71

tahun, beragama islam, alamat Boyolali, No Register 01497xxx,

pensiunan. Pasien datang ke HCU dengan diagnosa intra cerebral

hemoragik (ICH).

Keluhan utama, pasien mengalami sesak napas. Riwayat penyakit

sekarang, pasien mendadak mengalami penurunan kesadaran dan sulit

diajak komunikasi disertai dengan muntah sejak ± 3 hari sebelum masuk

rumah sakit. Pasien mengeluh mengalami kelemahan anggota gerak kiri

atas bawah. Sebelumnya, pasien biasa bangun tidur pukul 05.00 WIB

Page 65: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

dengan memanggil anaknya atau bangun sendiri. Namun, saat itu pasien

dibangunkan anaknya dengan kondisi kaki dingin, batuk-batuk, muntah,

serta mata kiri sulit untuk membuka. Lalu, dipanggilkan ambulan dari

RSI Boyolali dan dilakukan CT Scan di RS UNS, dan didapatkan hasil

adanya perdarahan di otak. Saat di RSI Boyolali, pasien dirawat selama 4

hari. Karena kurang lengkapnya peralatan, pasien dirujuk ke RSUD Dr.

Moewardi pada hari Rabu, 26 Februari 2020 pukul 15.00 WIB. Di IGD,

pasien mendapatkan terapi O2 nasal kanul 3 lpm, dan infus NaCl 0,9% 20

tpm. Tekanan darah 160/93 mmHg, MAP 115 mmHg, nadi 80x/menit,

RR 20x/menit, suhu 36,5o C, GCS E3M5V1. Kemudian pada pukul 18.00

WIB, pasien dipindahkan di HCU Anggrek 2 untuk diberikan terapi lebih

lanjut. Di HCU, pasien terpasang bedside monitor dengan GCS E3M5V1

dan didapatkan hemodinamik tekanan darah pasien 187/103 mmHg,

MAP 131 mmHg, nadi 121x/menit, RR 32x/menit, SpO2 100%,

mendapatkan terapi O2 3 lpm, terpasang NGT, dan terpasang kateter

urine.

Riwayat penyakit dahulu, keluarga pasien mengatakan, pasien anti

terhadap obat-obatan dan dokter. Jika merasa sakit, pasien hanya

meminum jamu herbal. Pasien memiliki kebiasaan rajin berolahraga di

rumah. Namun, pasien juga memiliki kebiasaan merokok sebelum sakit

yaitu dapat menghabiskan 2 bungkus rokok per hari. Keluarga pasien

mengatakan pada tahun 2010, pasien makan sate kambing dalam 2 hari

berturut-turut di acara nikahan keluarga. Saat itu juga, baru diketahui jika

Page 66: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

pasien mempunyai riwayat tekanan darah tinggi. Pada tahun 2014, pasien

pernah dirawat di rumah sakit dengan riwayat penyakit Diabetes Melitus.

Saat pasien sakit, pasien mulai mengurangi rokoknya dan sekarang

pasien hanya merokok 1 batang dalam 1 bulan atau jika ia menginginkan.

Setelah diperbolehkan pulang dari rumah sakit, pasien berobat jalan dan

menggunakan insulin selama 1 tahun. Setelah 1 tahun, pasien tidak

menggunakan insulin lagi. Pasien dapat menjalani aktivitas seperti biasa

dan tidak merasakan keluhan apapun. Riwayat penyakit keluarga,

keluarga pasien mengatakan, dari keluarga pasien yaitu adiknya memiliki

riwayat penyakit Diabetes Melitus. Kemudian, kakak pasien meninggal

karena penyakit Diabetes Melitus, serta kakak pasien lainnya meninggal

karena penyakit jantung. Keluarga pasien tidak ada yang memiliki

penyakit menular seperti TBC dan hepatitis.

Untuk pemeriksaan persistem B1-B6 pada pemeriksaan breathing,

pasien bernapas spontan, jalan napas paten, RR 30x/menit, irama napas

ireguler, pengembangan dada simetris kanan kiri, pasien bernapas dengan

bantuan O2 nasal kanul 3 lpm, ada retraksi dada, perkusi paru sonor,

auskultasi suara paru vesikuler. Pada pengkajian blood, tidak ada oedem

di tubuh, TD: 207/107 mmHg, MAP 140 mHg, nadi 110x/menit, SpO2

99%, CRT <2 detik, irama jantung sinus takikardi, konjungtiva tidak

anemis, ictus cordis tampak, palpasi ictus cordis tidak teraba, perkusi

jantung pekak, auskultasi suara jantung normal. Pada pengkajian brain

keadaan pasien lemah, kesadaran pasien delirium dengan GCS E3M5V2..

Page 67: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

Reflek fisiologis pupil +/+ dengan diameter 3mm/3mm. Pada pengkajian

bladder, tidak ada hambatan saat BAK, terpasang DC dengan

pengeluaran urine ±1700cc/hari, berwarna kuning jernih bau khas urine.

Pada pengkajian bowel, mukosa bibir lembab, bising usus 12x/menit,

perkusi abdomen timpani, tidak ada nyeri tekan abdomen, terpasang

NGT dengan diit cair sonde TKTP 1700 kkal, saat masuk rumah sakit,

pasien belum BAB. Pada pemeriksaan bone, pemeriksaan kekuatan otot

didapatkan nilai 5 pada ekstremitas kanan atas dan bawah, sedangkan

pada ekstremitas kiri atas dan bawah didapatkan nilai 1, tidak ada

deformitas, suhu 36,8oC, akral hangat, warna kulit sawo matang, terdapat

luka dekubitus braden score ≤ 9.

Pada terapi dan pemeriksaan penunjang didapatkan terapi obat IV

line yaitu infus NaCl 0,9% 20 tpm di tangan kanan, injeksi ranitidine 50

mg/12 jam IV, infuse paracetamol 1 g/12 jam IV, injeksi ampicilin 1 g/8

jam IV, totilac (1 flas) 100cc/12jam IV, allopurinol 300mg/24 jam PO,

amlodipin 20mg/24 jam PO, injeksi nicardipine 1 ampul dalam Nacl 0,9

% 50 cc syringe pump 10cc/jam, injeksi novorapid 14-14-14 IU SC,

injeksi lantus 0-0-0-18 IU SC, O2 dengan nasal kanul 3 lpm, diit cair

personde TKTP 1700 kkal. Data penunjang dari pemeriksaan hasil

laboratorium darah rutin pada tanggal 26 Februari 2020. Diperoleh hasil

pemeriksaan hematologi, pada hemoglobin 16,7 g/dl, hematokrit 52%,

leukosit 17,0 ribu/ul, trombosit 301 ribu/ul, eritrosit 5,52 juta/ul, MCV

94,4 /um, MCH 30,3 pg, MCHC 32,1 g/dl, RDW 14,4%, MPV 9,8 fl,

Page 68: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

PDW 16%, eosinofil 0,10%, basofil 0,20%, neutrofil 84,60%, limfosit

9,70%, monosit 5,40%, PT 13,7 detik, APTT 26,4 detik, INR 1060.

Pemeriksaan kimia klinik tanggal 26 Februari 2020 didapatkan hasil

GDS 384 mg/dl, SGOT 41 u/l, SGPT 18 u/l, creatinin 3,1 mg/dl, ureum

85 mg/dl, natrium darah 152 mmol/L, kalium darah 3,5 mmol/L, kalsium

darah 1,09 mmol/L. Pemeriksaan foto thorax PA pada tanggal 26

Februari 2020 didapatkan kesimpulan: pulmo tak tampak kelainan, cor

tidak valid untuk dinilai. Pemeriksaan CT Scan pada tanggal 26 Februari

2020 didapatkan hasil: ICH di cerebellum kanan, lacunar infark di globus

palidus kanan, mucocele sinus maksilaris kiri, terpasang gastric tube

melali cavum nasi kiri.

b. Diagnosa Keperawatan

Menurut Keliat, Mediani, dan Tahlil (2018) pada kasus kedua dapat

ditegakkan diagnosa :

1) Ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan hipertensi

Diagnosa ini didukung dengan data obyektif yaitu keadaan pasien

lemah, kesadaran pasien delirium dengan GCS E3M5V2, TD 207/107

mmHg, MAP 140 mmHg, nadi 110x/menit, suhu 36,8oC, SpO2 99%,

dan pemeriksaan CT Scan stroke 26 Februari 2020 didapatkan

kesimpulan : ICH di cerebellum kanan, lacunar infark di globus

palidus kanan, mucocele sinus maksilaris kiri, terpasang gastric tube

melali cavum nasi kiri.

Windows User, 05/11/20,
Refensi untuk apa ??????
Windows User, 05/11/20,
Ini pakar jiwa kok bisa masuk referensi ?
Windows User, 05/11/20,
Sebelum ini diskripsikan data fokus…..
Page 69: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

2) Ketidakfektifan pola napas berhubungan dengan gangguan neurologis.

Hasil dari pengkajian tidak didapatkan data fokus subyektif,

dikarenakan pasien mengalami penurunan kesadaran. Data fokus yang

menunjang diagnosa tersebut yaitu data obyektif meliputi pasien

tampak sesak napas, RR 30x/menit, SpO2 99%, pasien bernapas

dengan bantuan O2 nasal kanul 3 lpm, terdapat retraksi dada, irama

napas ireguler.

c. Intervensi

Menurut Nurarif dan Kusuma (2015) pada kasus pertama sesuai diagnose

yang ditegakkan, dapat dirumuskan intervensi keperawatan :

1) Ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan hipertensi.

Tujuan yang diharapkan adalah setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan perfusi jaringan otak

kembali efektif dengan kriteria hasil tekanan systole (100-120mmHg)

dan diastole (70-90mmHg), tidak ada tanda-tanda peningkatan

tekanan intracranial (tidak lebih dari 15 mmHg), tingkat kesadaran

membaik. Intervensi yang akan dilakukan adalah observasi vital sign,

observasi kesadaran dan GCS pasien, beri posisi elevasi kepala 15o-

30o pertahankan posisi kepala, leher, dan punggung, kolaborasi dengan

dokter dalam pemberian terapi diuretic dan analgetik.

2) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan gangguan

neurologis. Tujuan yang diharapkan adalah setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pola napas kembali efektif

Windows User, 05/11/20,
Ini kan kasus nyata kenapa ada refernsi
Page 70: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

dengan kriteria hasil menunjukkan sesak napas berkurang, irama

napas reguler, frekuensi pernapasan dalam rentang normal

16-20x/menit, tidak menggunakan otot bantu pernapasan. Intervensi

yang akan dilakukan adalah monitor vital sign, monitor frekuensi dan

irama napas, auskultasi suara paru, beri posisi elevasi kepala 15o-30o,

kolaborasi dalam pemberian terapi oksigen.

d. Implementasi

Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah

disusun sebelumnya. Pada pasien kasus kedua, implementasi dilakukan

tanggal 27-29 Februari 2020.

1) Implementasi yang dilaksanakan pada tanggal 27 Februari 2020

adalah sebagai berikut: Pada pukul 11.00 memonitor kesadaran dan

GCS pasien dengan respon pasien tampak lemah dengan kesadaran

delirium, GCS E3M5V2, pasien tampak gelisah, tekanan darah

207/107 mmHg, MAP : 140 mmHg, RR 30 x/menit, nadi 110 x/menit,

suhu 36,80C, SpO2 99%, pasien terpasang infus Nacl 0,9% 20 tpm,

terpasang O2 nasal kanul 3 liter per menit, irama napas ireguler, suara

napas vesikuler, pengembangan dada kanan kiri simetris, terdapat

retraksi dada. Pada pukul 11.50 mempertahankan posisi kepala dengan

elevasi kepala 30o dengan respon pasien tampak lebih nyaman dan

lebih leluasa bernapas.

2) Implementasi yang telah dilaksanakan pada tanggal 28 Februari 2020

adalah sebagai berikut: pada pukul 15.00 memonitor keadaan umum

Windows User, 05/11/20,
Diskripsikan implementasi menggambarkan 24 jam
Page 71: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

dan tanda-tanda vital dengan tekanan darah 227/128 mmHg, MAP :

161 mmHg, RR 24 x/menit, nadi 111 x/menit, suhu 36,50C, SpO2

98%, irama napas regular, suara napas vesikuler, tidak ada retraksi

dada. Pada pukul 15.05 memonitor status kesadaran dan GCS pasien

dengan respon pasien masih tampak lemah, dengan kesadaran apatis,

GCS E3M5V4. Pada pukul 15.30 mempertahankan terapi oksigen 3

lpm respon tampak pernapasan pasien terkontrol.

3) Implementasi yang telah dilaksanakan pada tanggal 29 Februari 2020

adalah sebagai berikut: pada pukul 10.00 memonitor keadaan umum

dan tanda-tanda vital dengan respon pasien mengatakan masih sedikit

pusing, data obyektif keadaan pasien sedikit lemah, tekanan darah

189/106 mmHg, MAP : 137 mmHg, RR 18 x/menit, nadi 100 x/menit,

suhu 36,70C, SpO2 100%, irama napas regular, suara napas vesikuler,

pengembangan dada kanan kiri simetris, tidak ada retraksi dada, CRT

< 2 detik. Pada pukul 10.45 memonitor kesadaran dan GCS pasien

dengan respon pasien masih sedikit lemah, kesadaran apatis, GCS

E3M5V5. Pada pukul 11.30 mempertahankan posisi elevasi kepala 30o

dan memberikan posisi yang nyaman, respon pasien lebih nyaman dan

pasien tampak lebih leluasa bernapas. Pada pukul 12.00 memberikan

terapi obat paracetamol 1g.

e. Evaluasi

Setelah melakukan implementasi tanggal 27-29 Februari 2020

sesuai intervensi yang disusun, selanjutnya dilakukan evaluasi pada

Windows User, 05/11/20,
Diskripsikan SOAPIER….
Windows User, 11/05/20,
Gambar implementasi 24 jam (sif pagi, siang, dan malam)
Page 72: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

tanggal 29 Februari 2020. Evaluasi terdiri dari data subjektif (S), data

objektif (O), assesment (A) dan planning (P). Evaluasi diagnosa pertama

dengan ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan

hipertensi yaitu untuk data subyektif (S) : pasien mengatakan masih

sedikit pusing, data obyektif (O) : keadaan pasien sedikit lemah,

kesadaran apatis, GCS E3M5V5, tekanan darah 189/106 mmHg, MAP :

137 mmHg, RR 18 x/menit, nadi 100 x/menit, suhu 36,70C, SpO2 100%,

CRT < 2 detik. Dari data tersebut didapatkan analisa (A) : masalah

ketidakefektifan perfusi jaringan otak teratasi sebagian, untuk planning

(P) : lanjutkan intervensi di HCU observasi tanda-tanda vital, observasi

kesadaran dan GCS pasien, lanjutkan terapi diuretic dan analgetik.

Evaluasi diagnose kedua dengan ketidakefektifan pola napas

berhubungan dengan gangguan neurologis yaitu data subyektif (S) :

pasien mengatakan sesek berkurang, data obyektif (O) : pasien bernapas

spontan, irama napas regular, suara napas vesikuler, pasien tampak

sedikit lemah, tekanan darah 189/106 mmHg, RR 18 x/menit, nadi 100

x/menit, suhu 36,70C, SpO2 100%, CRT < 2 detik, pengembangan dada

simetris kanan kiri, tidak ada retraksi dada. Dari data tersebut didapatkan

analisa (A): masalah ketidakefektifan pola napas teratasi sebagian, untuk

planning (P): lanjutkan intervensi Planning (P) : lanjutkan intervensi di

HCU observasi tanda-tanda vital, monitor frekuensi dan irama napas,

auskultasi suara napas, lanjutkan terapi oksigen.

Page 73: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

B. Pembahasan

Pada sub bab ini akan membahas asuhan keperawatan kritis pada Tn. M

dan Tn. J dengan Stroke Hemoragik di HCU RSUD Dr. Moewardi Surakarta

yang memiliki persamaan dan perbedaan. Pembahasan ini meliputi pengkajian,

diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.

1. Pengkajian

Pada pengkajian didapatkan data antara pasien kasus pertama dan

kedua memiliki persamaan serta perbedaan. Pengkajian dilakukan dengan

mengkaji identitas pasien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang,

riwayat penyakit dahulu, riwayat keluarga, riwayat pekerjaan dan kebiasaan

serta pemeriksaan fisik B1 – B6. Hal ini sejalan dengan Muttaqin (2012).

Data yang didapatkan dari kedua responden berbeda, hal ini sesuai dengan

kondisi responden masing masing. Namun, secara umum data fokus yang

ditemukan dalam kasus nyata tidak jauh berbeda dengan data fokus yang

terdapat dalam teori. Data kedua responden memiliki kesamaan dalam

masalah oksigenasi yaitu masalah pola napas dan ketidakefektifan perfusi

jaringan otak.

a. Tanda dan gejala yang timbul pada pasien dan sesuai dengan teori

Pada kedua pasien didapatkan data tanda dan gejala yang mucul

yaitu pada Tn. M dan Tn. J sama-sama mengalami penurunan kesadaran

dan sulit diajak komunikasi. Gejala yang muncul pada Tn. J yaitu Tn. J

mengalami muntah sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Hal itu

dikarenakan terjadi peningkatan tekanan intrakrainial pada kedua pasien.

Windows User, 11/05/20,
Spesifikan kalimat yang baik
Windows User, 11/05/20,
Buat sub bab 1) muntah….yang lain jugabegiti
Windows User, 11/05/20,
Kok membingungkan semua ya pembahasannya….kok alurnya tidak jelas….muter mter
Windows User, 11/05/20,
Perbedaan usia dibahas ?
Windows User, 05/11/20,
Ini kesamaan diagnose bukan pengkajian
Windows User, 05/11/20,
Spesifikan bandingkan apa yang beda dan bahas……..
Windows User, 05/11/20,
Kok membingungkan semua ya pembahasannya….kok alurnya tidak jelas….muter mter
Windows User, 05/11/20,
Cara membahas 5W+H
Page 74: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

Menurut Amri (2017) beberapa penyebab umum peningkatan TIK

meliputi neoplasma, perdarahan, trauma (hematom intraserebral,

epidural, dan subdural, kontusio, higroma), dan infeksi (abses, empiema

subdural). Sedangkan gejala yang umum dijumpai pada peningkatan TIK

adalah terjadinya muntah proyektil. Hal ini sejalan dengan Batticaca

(2011) yang mengatakan bahwa stroke biasanya terjadi pada saat

penderita sedang beraktivitas atau emosinya aktif. Gejala berupa nyeri

kepala hebat seperti mau pecah disertai muntah-muntah, kuduk menjadi

kaku, hemiparesis atau hemiplegia (kelemahan anggota gerak) terjadi

sejak awal serangan, kesadaran menurun dengan cepat dan menjadi koma

(65% terjadi kurang dari ½ jam-2 jam sedangkan < 2% terjadi setelah 2

jam – 19 hari). Pada Tn. M didapatkan hasil CT Scan terdapat multiple

lesi hipodens di lobus temporo parietalis dekstra.

b. Breathing (Respirasi)

Pada kasus Tn. M dan Tn. J diperoleh data obyektif pasien tampak

sesak napas RR Tn. M 26x/menit, dan Tn. J 30x/menit, pengembangan

dada simetris kanan kiri, terdapat retraksi dada. Adapun hubungan erat

status neurologis dengan pernafasan yaitu kerusakan neurologis dapat

menyebabkan terancamnya jalan napas atas sehingga mempengaruhi

pernapasan (Sari & Halimuddin, 2018). Kemudian juga didapatkan data

perbedaan pada saturasi oksigen kedua pasien, pada Tn. M saturasi

oksigennya 100% sedangkan Tn. J saturasi oksigennya 99%. Perbedaan

antara keduanya sangat berhubungan erat antara frekuensi napas dengan

Windows User, 05/11/20,
Apakah ini perbedaan ?
Windows User, 05/11/20,
Mestinya setiap tanda dan ggejala dibahas satu persatu
Windows User, 05/11/20,
Kok membingungkan semua ya pembahasannya….kok alurnya tidak jelas….muter mter
Windows User, 05/11/20,
Dibahas satu persatu dan buat subgroup…..
Windows User, 11/05/20,
Sub bab nya mestinya ii…respirasi atau sesak nafas ?????
Windows User, 11/05/20,
Refensinya tidak nyambung dengan muntah dan TIK
Page 75: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

nilai saturasi oksigen. Tarwoto dan Wartonah (2015) mengatakan pada

sistem hematologi sel darah yang sangat berperan dalam oksigenasi

adalah sel darah merah, karena di dalamnya terdapat hemoglobin yang

mampu mengikat oksigen. Pada Tn. M didapatkan data eritrosit nya 4,49

juta/ul yang mana hasil tersebut kurang dari nilai normalnya yaitu 4,50-

5,90 juta/ul. Sedangkan Tn. J jumlah eritrositnya 5,52 juta/ul. Namun,

perbedaan saturasi oksigen juga dipengaruhi oleh faktor lain. Hal ini

sejalan dengan Pertami, Munawaroh, dan Rosmala (2019) Perubahan

nilai saturasi yang terjadi pada setiap responden berbeda hal ini dapat

disebabkan oleh beberapa faktor antara faktor yang mempengaruhi

perubahan nilai saturasi oksigen, meliputi faktor usia, jenis kelamin, dan

pekerjaan atau aktivitas setiap harinya. Pada studi kasus ini, didapatkan

responden Tn. M dengan usia 49 tahun dan Tn. J usia 71 tahun.

Dijelaskan lagi oleh Pertami, Munawaroh, dan Rosmala (2019), bahwa

semakin bertambahnya usia maka peningkatan nilai saturasi semakin

lambat. Hal tersebut dikarenakan menurunnya beberapa fungsi organ

seperti jantung. Usia sebagai salah satu sifat karakteristik tentang organ,

bertambahnya umur berhubungan dengan proses penuaan, dimana semua

organ tubuh mengalami kemunduran fungsi termasuk pembuluh darah.

Pembuluh darah dalam proses penuaan akan mengalami kemunduran

fungsi, seperti pembuluh darah menjadi tidak elastis terutama bagian

endotel yang mengalami penebalan, sehingga mengakibatkan lumen

pembuluh darah semakin sempit dan berdampak pada penurunan aliran

Windows User, 05/11/20,
Cari artikel saya kaitan usia dengan nilai saturasi dan MAP
Windows User, 05/11/20,
Tekanan rerata utk kecukupan ojksigen ? cari artikel saya ttg MAP dan kutiplah
Page 76: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

darah ke seluruh jaringan. Hal ini berhubungan dengan pengantaran

oksigen ke jaringan menjadi tidak adekut. Sehingga akan mempengaruhi

saturasi oksigen pada responden. Adanya hubungan yang lemah dengan

arah korelasi negatif antara RR dan SpO2 menunjukkan bahwa upaya

tubuh dalam meningkatkan RR merupakan pertanda adanya hipoksia

jaringan yang ditandai oleh adanya penurunan saturasi oksigen atau

SpO2. Upaya tersebut merupakan pertanda tubuh sedang melakukan

mekanisme kompensasi yang bertujuan untuk mempertahankan perfusi

jaringan cerebral. Adanya kerusakan jaringan otak akan memicu

terjadinya gangguan sistemik yang salah satunya berupa

hipermetabolisme pada jaringan otak. Cedera otak yang diikuti dengan

adanya kenaikan penggunaan energi dan metabolisme basal akan memicu

kebutuhan oksigen yang lebih tinggi dari kondisi normal (Werner dalam

Ristanto, 2017). Maka secara reflek tubuh akan berusaha untuk

memenuhi kebutuhan oksigen dan menjaga perfusi jaringan otak dengan

cara meningkatkan jumlah RR per menit.

Pada patofisiologi stroke terjadi herniasi serebri yang akan

menekan medulla oblongata yang menjadi pusat pernapasan dan

mengakibatkan terganggunya pernapasan (Oktavianus, 2014). Pada pons

terdapat dua pusat pernapasan yaitu pusat apneutik dan pusat

pneumotaksis. Pusat apneutik terletak di formasio retikularis pons bagian

bawah. Fungsi pusat apneutik adalah mengoordinasi transisi antara

inspirasi dan ekspirasi dengan cara mengirimkan rangsangan impuls pada

Page 77: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

area inspirasi dan menghambat ekspirasi. Sementara itu, pusat

pneumotaksis terletak si pons bagian atas. Impuls dari pusat

pneumotaksis menghambat aktivitas neuron inspirasi sehingga inspirasi

dihentikan dan terjadi ekspirasi. Fungsi dari pusat pneumotaksis adalah

membatasi durasi inspirasi, tetapi meeningkat frekuensi respirasi

sehingga irama respirasi menjadi halus dan teratur, proses inspirasi dan

ekspirasi berjalan secara teratur pula (Tarwoto & Wartonah, 2015). Dapat

disimpulkan bahwa apabila hemoragik serebral terjadi pada bagian otak

yang mempengaruhi pusat pernafasan maka pernafasan pasien akan

terdampak pula baik kualitas maupun kuantitas.

Kedua pasien sama-sama mendapatkan terapi oksigen 3 liter per

menit. Dari dokter diberikan advice 3 liter per menit karena sesuai

penelitian yang dilakukan oleh Ninuk dan Abu Bakar dalam Setyalingga

(2018), hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada responden dengan

pemakaian oksigen dengan flow rata-rata 3 lpm tidak ditemukan adanya

efek yang berarti pada mukosa hidung maupun keluhan tidak nyaman

pada daerah hidung responden.

c. Blood (Kardiovaskuler)

Pengkajian pada darah dilakukan untuk menilai apakah sistem

kardiovaskuler berfungsi dengan baik dan efektif. Pada kedua pasien

mengalami tekanan darah tinggi yaitu pada Tn. M tekanan darahnya

180/103 mmHg, dan pada Tn J tekanan darahnya 207/107mmHg.

Perbedaan tekanan darah antara keduanya dikarenakan oleh faktor usia.

Windows User, 05/11/20,
Kok membingungkan semua ya pembahasannya….kok alurnya tidak jelas….muter mter
Page 78: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

Tn M berusia 49 tahun, sedangkan Tn. J berusia 71 tahun. Hal tersebut

sejalan dengan Supriyono (2019) bahwa dijelaskan dalam penelitian lain

yaitu seiring dengan bertambahnya usia menjelang 50 tahun keatas, kerja

jantung akan berkurang 1% dalam setiap tahunnya. Umur berkaitan

dengan kinerja karena pada umur yang menua, akan diikuti proses

degenerasi organ tubuh yang menyebabkan kemampuan organ menurun

serta menyebabkan penurunan fungsi-fungsi organ. Sehingga bisa

berakibat naiknya tekanan darah terutama tekanan darah systole.

Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan faktor risiko yang kuat

yang dapat menyebabkan stroke. Menurut Qurbany dan Wibowo (2016),

tekanan darah sistemik yang meningkat akan membuat pembuluh darah

serebral berkonstriksi. Derajat konstriksi tergantung pada peningkatan

tekanan darah. Bila tekanan darah meningkat cukup tinggi selama

berbulan-bulan atau bertahun-tahun, akan menyebabkan hialinisasi pada

lapisan otot pembuluh darah serebral yang mengakibatkan diameter

lumen pembuluh darah tersebut akan menjadi tetap. Hal ini berbahaya

karena pembuluh serebral tidak dapat berdilatasi atau berkonstriksi

dengan leluasa untuk mengatasi fluktuasi dari tekan darah sistemik. Bila

terjadi kenaikan tekanan darah sistemik maka tekanan perfusi pada

dinding kapiler menjadi tinggi yang mengakibatkan terjadi hyperemia,

edema, dan kemungkinan perdarahan otak.

Pada kedua pasien didapatkan hasil, nadi Tn. M 100 x/menit dan

Tn. J 110x/menit, didapatkan gambaran EKG sinus takikardi pada kedua

Windows User, 05/11/20,
Bahas satu satu….dan buat sub bab…refernsi tolong sesuaikan/ ada kaitanya
Page 79: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

pasien. ‘Alim (2009) menjelaskan bahwa sinus takikardi adalah irama

sinus yang frekuensinya 100-150 kali/menit. Morton (2013) menjelaskan

pada pasien terjadi gambaran EKG sinus takikardi karena terdapat

gangguan perdarahan pada daerah medula oblongata yang merupakan

pusat yang mengatur fungsi vital seperti pernafasan, frekuensi jantung,

dan tonus vasomotor. Supriyono (2019) menjelaskan tekanan nadi

(perbedaan antara tekanan darah sistolik dan diastolik) sering meningkat

pada orang lanjut usia dengan hipertensi. Pada keadaan ini dapat terjadi

tekanan sistolik sangat tinggi di atas normal, tetapi tekanan diastolik

mungkin normal atau rendah. Kondisi ini disebut hipertensi sistolik

terisolasi. Tekanan nadi yang tinggi pada orang lanjut usia dengan

hipertensi atau hipertensi sistolik terisolasi disebabkan karena

peningkatan kekakuan arteri, yang biasanya menyertai penuaan dan dapat

diperberat oleh tekanan darah tinggi.

Ditambah lagi kedua pasien memiliki riwayat hipertensi dan

kebiasaan merokok yang dapat memicu terjadinya stroke serta pasien

pertama juga memiliki riwayat penyakit stroke hemoragik. Hal ini sesuai

dengan teori bahwa faktor risiko stroke yang dapat dikontrol yaitu pernah

terserang stroke, hipertensi, penyakit jantung, diabetes mellitus,

hiperkolesterolemia, merokok, gaya hidup tidak sehat (Indrawati, Sari, &

Dewi, 2016)

d. Brain (Neurologis)

Page 80: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

Menurut Muttaqin (2012) pengkajian neurologis yaitu dengan

dilakukan penilaian Glasgow Coma Scale (GCS) yang menilai tingkat

kesadaran berdasarkan respon membuka mata, motorik, dan verbal.

Berdasarkan teori setelah dilakukan pemeriksaan GCS didapatkan data

bahwa pasien mengalami gangguan kesadaran yang terjadi karena adanya

gangguan sirkulasi di otak. Menurut Yusuf dan Rahman (2019)

penurunan tingkat kesadaran ini dipengaruhi oleh beberapa factor seperti

sirkulasi yang tidak adekuat sehingga transport oksigen ke jaringan tidak

adekuat dan menimbulkan hipoksia otak, gangguan pada otak akibat

trauma dan nontrauma, sepsis dan intoksikasi, gangguan pada metabolic

tubuh, ketidakseimbangan elektrolit tubuh yang mengganggu kerja organ

dan kerja listrik otak. Nilai GCS pada pasien pertama yaitu E3M3V1,

sedangkan pada pasien kedua GCSnya E3M5V2 dengan kesadaran

somnolen untuk pasien pertama, sedangkan pada pasien kedua adalah

delirium. Berkurangnya suplai darah menuju ke otak dapat menyebabkan

iskemia otak sedangkan penekanan yang diakibatkan oleh darah yang

mengisi ruang di otak dapat menyebabkan tertekannya ARAS

(Ascending Reticular Activation System). Kedua mekanisme tersebut

berkaitan dengan kesadaran pasien stroke pendarahan. Semakin parah

derajat stroke perdarahan maka tingkat kesadaran pasien akan semakin

menurun (Hartanto, Basuki, & Juli, 2019).

e. Bone (Muskuloskeletal)

Windows User, 11/05/20,
Bahas satu satu dan buat sub bab lagi
Windows User, 11/05/20,
Kutip artikel saya tentang kesadaran dan MAP….
Page 81: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

Menurut Wiwit dalam Yazid (2017) menyatakan bahwa kematian

jaringan otak pada pasien stroke dapat menyebabkan hilangnya fungsi

yang dikendalikan oleh jaringan tersebut, salah satu gejala yang

ditimbulkan adalah kelemahan otot pada anggota gerak tubuh dan juga

menurut Junaidi dalam Yazid (2017) bahwa serangan stroke dapat

menyebabkan kelemahan dan kelumpuhan pada salah satu atau bahkan

kedua sisi bagian tubuh pasien.

Mardjono dalam Mahmudah (2014) menjelaskan bahwa pada

keadaan fisiologis, jumlah darah yang mengalir ke otak (Cerebral Blood

Flow= CBF) ialah 50-60 ml per 100gr jaringan otak. Dari jumlah darah

tersebut satu pertiganya disalurkan melalui tiap arteri karotis interna dan

satu pertiga sisanya disalurkan melalui susunan vertebrobasilar. Pada

stroke, terjadi gangguan peredaran darah pada daerah otak tertentu.

Akibat penurunan CBF regional suatu daerah otak terisolasi dari

jangkauan aliran darah, yang mengangkut O2 dan glukosa yang sangat

diperlukan untuk metabolisme oksidatif serebral. Daerah yang terisolasi

itu tidak berfungsi lagi dan arena itulah timbul manifestasi deficit

neurologis berupa hemiparalisis, hemihipsetesia, hemiparestesia yang

bisa juga disertai dengan defisit fungsi luhur seperti afasia. Timbulnya

infark serebral regional dapat juga disebabkan oleh pecahnya arteri

serebral. Daerah distal dari tempat dinding arteri pecah, tidak lagi

mendapat pasokan darah sehingga daerah tersebut menjadi iskemik dan

kemudian menjadi infark. Daerah infark tersebut tidak berfungsi lagi

Page 82: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

sehingga menimbulkan defisit neurologis, yang biasanya berupa

hemiparalisis.

Pada kasus Tn. M dan Tn. J ditemukan hemiparase. Pada saat

pengkajian didapatkan data Tn. M derajat kekuatan otot ekstermitas

kanan atas dan bawah 2 dan ekstermitas kiri atas dan bawah 4.

Sedangkan pada Tn. J didapatkan data derajat kekuatan otot ekstermitas

kanan atas dan bawah 5 dan ekstermitas kiri atas dan bawah 1. Kedua

pasien mengalami kelemahan bagian tubuh yang berbeda, hal ini

dikarenakan oleh perbedaan terjadinya perdarahan di otak. Hemiparesis

sinistra adalah kerusakan pada sisi sebelah kanan otak yang

menyebabkan kelemahan tubuh bagian kiri (Harsono dalam Yazid,

2017). Hasil CT-Scan Tn. M didapatkan hasil tampak lesi hiperdens

diganglis basalis sinistra dengan perifokal edema dan lesi hiperdens

ventrikel, lateralis sinistra cornu posterior, multiple lesi hipodens di lobus

temporo parietalis dekstra dan ganglia basalis dekstra, batas grey matter

dan white matter tegas, tak tampak midline deviasi, ventrikel tak melebar

atau menyempit dengan kesan : gambaran ICH dan IVH, suspect chronic

infark DD thrombo emboli infark.

Sedangkan Hasil CT-Scan Tn. J didapatkan hasil lateralis motorik

dekstra, tampak lesi hiperdens densitas darah (70 HU) di cerebellum

kanan dengan ukuran 2,42 x 3,39 x 2,45 cm (volume estimasi 11,2 cc)

disertai perifocal edema di sekitarnya, tampak lesi hipodens ukuran <1,5

cm di globus palidus kiri, tak tampak midline shifting, sulci dan gyri

Page 83: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

normal, sistem ventrikel dan sisterna normal, pons dan cerebellopontine

angle normal, tak tampak kalsifikasi abnormal, orbita dan mastoid kanan

kiri normal, tampak lesi semi solid (32 HU) di sinus kaksilaris kiri,

tampak terpasang gastric tube melalui cavum nasi kiri, cranio cerebral

space tak tampak melebar, calvania intak, tak tampak osteodestruksi,

dengan kesimpulan : ICH di cerebellum kanan, lacunar infark di globus

palidus kanan, mucocele sinus maksilaris kiri, terpasang gastric tube

melali cavum nasi kiri.

f. Pemeriksaan CT Scan

Junaidi (2012) menjelaskan bahwa pemeriksaan yang umum

digunakan pada pasien stroke adalah CT-scan yang berguna untuk

membedakan stroke iskemik atau stroke perdarahan serta dapat menilai

letak, besar, dan luas dari area infark (setelah 24 jam). Pada pasien

pertama didapatkan hasil CT Scan dengan kesan : merupakan gambaran

ICH dan IVH, suspect chronic infark DD thrombo emboli infark.

Sedangkan pasien kedua didapatkan hasil : ICH di cerebellum kanan,

lacunar infark di globus palidus kanan, mucocele sinus maksilaris kiri,

terpasang gastric tube melali cavum nasi kiri.

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan memberikan gambaran tentang masalah atau

status kesehatan pasien yang aktual ataupun potensial. Diagnosa

keperawatan ditetapkan berdasarkan analisis dan interpretasi data yang

diperoleh dan diprioritaskan berdasarkan gangguan neurologis. Menurut

Windows User, 05/11/20,
Kok membingungkan semua ya pembahasannya….kok alurnya tidak jelas….muter mter….
Windows User, 05/11/20,
Bandingkan dulu apa perbedaanya diagnosanya
Windows User, 05/11/20,
Bahas sesuai 5W+H
Windows User, 05/11/20,
Bahas satu persatu dan buat sub bab lagi,,….dan ingat referensi yang ada kaitanya
Page 84: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

Nurarif dan Kusuma (2015) pada pasien stroke hemoragik terdapat beberapa

diagnose keperawatan yang bisa diangkat sesuai respon dari setiap individu

terhadap masalah kesehatan yang dialaminya. Dalam penelitian ini pasien

memiliki beberapa diagnosa yang lain, tetapi diagnosa itu tidak dimasukkan

dalam pembahasan dikarenakan fokus asuhan keperawatan pada karya tulis

ilmiah ini adalah pemenuhan kebutuhan oksigenasi. Pada kasus pertama

ditegakkan diagnose ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan

dengan gangguan serebrovaskuler, suplai darah ke otak menurun dan

ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan gangguan neurologis.

Sedangkan pasien kedua juga ditegakkan diagnose ketidakefektifan perfusi

jaringan otak berhubungan dengan hipertensi dan ketidakefektifan pola

napas berhubungan dengan gangguan neurologis.

Terdapat perbedaan pada etiologi diagnose yang pertama pada kedua

pasien. Pada pasien pertama, didapatkan etiologi gangguan serebrovaskuler,

suplai darah ke otak menurun untuk ketidakefektifan perfusi jaringan otak.

Diagnose tersebut didukung adanya hasil pemeriksaan CT Scan didapatkan

kesan : gambaran ICH dan IVH, suspect chronic infark DD thrombo emboli

infark. Sedangkan pada pasien kedua, didapatkan etiologi hipertensi.

Dikarenakan pasien memiliki riwayat hipertensi, yang mana perdarahan

intraserebral dapat dikarenakan oleh peningkatan tekanan sistolik dan

diastolik yang menyebabkan perubahan pada dinding arteri sehingga

menjadi mudah pecah, dan mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan

otak. Hal ini menyebabkan aliran darah menjadi berkurang dan kemudian

Page 85: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

akan terjadi iskemik yang akhirnya akan terjadi penurunan neurologis

(Oktavianus, 2014). Hal tersebut dapat mengakibatkan ketidakefektifan

perfusi jaringan otak. Untuk diagnose yang kedua pada kedua pasien,

ditegakkan diagnose ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan

neurologi. Hal ini dikarenakan adanya hubungan erat status neurologis

dengan pernafasan yaitu kerusakan neurologis dapat menyebabkan

terancamnya jalan napas atas sehingga mempengaruhi pernapasan (Sari &

Halimuddin, 2018).

a. Pasien Pertama

Pada pasien pertama, masalah keperawatan yang utama adalah

ketidakefektifan perfusi jaringan otak. Ketidakefektifan perfusi jaringan

otak disebabkan karena terdapat gangguan serebrovaskuler yaitu adanya

perdarahan di otak, yang mengakibatkan suplai darah ke otak menurun.

Sesuai yang dijelaskan diatas maka sangat tepat apabila menegakkan

diagnose ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan

gangguan serebrovaskuler, suplai darah ke otak menurun dan

ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan gangguan neurologis.

Dengan hasil pemeriksaan CT Scan didapatkan kesan : gambaran ICH

dan IVH, suspect chronic infark DD thrombo emboli infark

b. Pasien Kedua

Sedangkan pada pasien kedua, penulis menegakkan diagnose

ketidakefektifan perfusi jaringan otak karena hipertensi. Ditegakkan

diagnose tersebut karena tekanan darah pasien yang terlalu tinggi

Windows User, 05/11/20,
Kok membingungkan semua ya pembahasannya….kok alurnya tidak jelas….muter mter
Windows User, 11/05/20,
Bahas sesuai 5W+H
Page 86: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

sehingga terjadi penekanan pembuluh darah yang menyebabkan

pecahnya pembuluh darah di otak dan mengakibatkan adanya gangguan

sirkulasi darah ke otak. Dengan data pemeriksaan blood (kardiovaskuler)

didapatkan data keadaan pasien lemah, kesadaran pasien delirium dengan

GCS E3M5V2, tekanan darah 207/107 mmHg, MAP 140 mmHg, nadi

110x/menit, suhu 36,8oC, CRT ≤ 2 detik, SpO2 99%. Diagnose kedua

ditegakkan diagnose ketidakefektifan pola napas karena terdapat

gangguan neurologis yang menyebabkan peningkatan pernapasan.

Ditegakkan diagnose tersebut didukung dengan data obyektif pasien

tampak sesak napas, RR 30x/menit, SpO2 99%, pengembangan dada

simetris kanan kiri, pasien bernapas dengan bantuan O2 nasal kanul 3

lpm, terdapat pernapasan cuping hidung, ada retraksi dada, irama napas

ireguler. Diagnosa tersebut sesuai dengan yang dirumuskan dalam bab

sebelumnya yaitu menurut (Keliat, Mediani, & Tahlil, 2018).

3. Intervensi

Pasien pertama dan kedua diberikan intervensi yang sama dengan

kriteria hasil yang sama karena kedua pasien ditegakkan diagnose yang

sama. Supaya dapat dilihat apakah pasien mengalami perubahan kondisi

yang lebih baik atau tidak. Diagnose pertama ditetapkan 3x24 jam dengan

alasan pasien telah mengalami gangguan kesadaran dan peningkatan TIK,

untuk mengembalikan keadaan tersebut perlu mendapat bantuan terapi

oksigen, diuretik dan analgetik, oleh karena itu penulis menetapkan 3x24

jam, diharapkan perfusi jaringan otak kembali efektif dengan kriteria hasil

Windows User, 11/05/20,
Beralaasan seddangkan dibawahnya bicara tekanan sistole
Windows User, 05/11/20,
Sesuaikan di BAB III indikatornya apa ya….!
Windows User, 05/11/20,
Bandingkan aja apa yang beda terus dibahas
Windows User, 05/11/20,
Kok membingungkan semua ya pembahasannya….kok alurnya tidak jelas….muter mter
Page 87: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

tekanan systole (100-120mmHg) dan diastole (70-90mmHg), HR 60- 100

kali/menit, SpO2 ≥95%, tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan

intracranial (tidak lebih dari 15 mmHg), tingkat kesadaran membaik.

Intervensi yang dilakukan sesuai teori yaitu monitor adanya daerah tertentu

yang hanya peka terhadap panas/dingin/tajam/tumpul, monitor adanya

paretese, monitor kemampuan BAB, monitor adanya tromboplebitis,

Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada isi atau laserasi,

batasi grakan kepala, leher, dan punggung, diskusikan mengenai penyebab

perubahan sensasi, kolaborasikan pemberian analgetik. Namun sesuai

pengkajian dan masalah yang dialami pasien rencana tindakan keperawatan

yaitu observasi vital sign, observasi kesadaran dan GCS pasien, beri posisi

elevasi kepala 15o-30o pertahankan posisi kepala, leher, dan punggung,

kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi diuretic dan analgetik.

Kemudian untuk diagnosa yang kedua yaitu ketidakefektifan pola

napas berhubungan dengan gangguan neurologis. Tujuan yang diharapkan

adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam

diharapkan pola napas kembali efektif dengan kriteria hasil menunjukkan

sesak napas berkurang, irama napas reguler, frekuensi pernapasan dalam

rentang normal 16-20x/menit, tidak menggunakan otot bantu pernapasan,

tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, pernapasan) dalam rentang normal.

Intervensi yang akan dilakukan adalah monitor vital sign, monitor frekuensi

dan irama napas, auskultasi suara napas, beri posisi elevasi kepala 15o-30o,

Page 88: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

kolaborasi dalam pemberian terapi oksigen. Intervensi ini sesuai dengan

yang ada dalam teori yang dibahas dalam bab sebelumnya.

4. Implementasi

Implementasi adalah realisasi dari intervensi, dimulai setelah rencana

tindakan disusun serta membantu pasien untuk mencapai tujuan yang

diharapkan meliputi peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,

pemulihan kesehatan, dan terpenuhinya fasilitas koping (Nursalam, 2016).

Pelaksanaan tindakan keperawatan pada pasien kasus pertama dan kedua

dilaksanakan dalam waktu yang berbeda. Pada pasien kasus pertama

tindakan keperawatan dilaksanakan mulai tanggal 18 Februari 2020 sampai

dengan tanggal 20 Februari 2020. Sedangkan untuk pasien kasus kedua

pelaksanaan tindakan keperawatan dimulai tanggal 27 Februari 2020 sampai

dengan tanggal 29 Februari 2020. Kedua pasien, telah diberikan tindakan

keperawatan sesuai dengan intervensi yang direncanakan.

Pada kedua pasien, dilakukan tindakan keperawatan mempertahankan

pemberian O2 sesuai advis dokter. Namun setelah pemberian O2 3 lpm, pada

hari pertama asuhan keperawatan, pasien kedua tidak mencapai saturasi

oksigen yang maksimal 100%. Hal itu dikarenakan, pada pasien kedua

tampak gelisah. Posisi kanul oksigen bergeser-geser dan mudah lepas

sehingga tidak memaksimalkan penyaluran oksigen. Pada kedua pasien juga

dilakukan tindakan keperawatan memberikan posisi elevasi kepala 30o.

Menurut Pertami, Munawaroh, dan Rosmala (2019) pemberian elevasi

kepala 30o dapat meningkatkan saturasi oksigen pada pasien stroke yang

Windows User, 05/11/20,
Ini maksudnya apa to….
Windows User, 11/05/20,
Bandingkan juga intervensi apa yg bisa dilakukan dan tidak bisa dilakukan…ini muter muter !
Page 89: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

mana pengaturan posisi kepala yang lebih tinggi dari jantung dapat

melancarkan aliran oksigen yang menuju ke otak serta dapat memfasilitasi

peningkatan aliran darah serebral. Hal ini juga dibuktikan dengan teori

menurut Summer dalam Pertami (2019) yang menunjukkan bahwa posisi

kepala yang lebih tinggi dapat memfasilitasi peningkatan aliran darah

serebral dan memaksimalkan oksigenasi jaringan seberal sehingga akan

memicu pada peningkatan nilai saturasi oksigen. Hal tersebut terbukti pada

pasien kedua, yang SpO2 nya pada hari pertama 99% menjadi 100% pada

hari kedua, serta pada hari ketiga saturasi oksigennya tetap bertahan 100%.

Morton, dkk (2013) mengatakan bahwa elevasi kepala mempunyai efek baik

terhadap penurunan TIK namun beresiko terhadap penurunan CPP.

Sehingga dengan posisi elevasi kepala yang lebih tinggi akan lebih

berpeluang terjadi penurunan tekanan darah. Ditambah Black & Hawk

(2014) yang mengatakan bahwa derajat ketinggian kepala didasarkan pada

respon TIK. Peningkatan TIK mengurangi tekanan perfusi serebral yang

akan mengaktifkan reflex iskemia, sehingga mengakibatkan vasokonstriksi

dan konsekuensinya peningkatan tekanan arteri. Posisi elevasi kepala 30°

dapat memfasilitasi aliran darah vena dari serebral, sehingga hal tersebut

dapat mengurangi edema serebral.

Setelah dilakukan implementasi yang sama pada pasien pertama dan

kedua, didapatkan respon yang berbeda dari kedua pasien. Pada pasien

pertama, Tn.M belum mampu mencapai kondisi yang baik. Sebaliknya pada

pasien kedua, sudah sedikit mengalami perubahan yang baik setiap harinya

Page 90: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

pada tingkat kesadarannya. Namun, pasien kedua masih didapatkan data

tekanan darah yang masih tinggi dibandingkan dengan pasien pertama.

Dalam pemberian terapi obat pada kedua pasien, juga ditentukan dari

kondisi pasien. Tidak bisa diberikan obat dan dosis yang sama. Karena,

setiap pasien memiliki sifat yang unik dan cara tubuh dalam merespon

tindakan yang diberikan, belum tentu menghasilkan respon yang sama.

5. Evaluasi Keperawatan

Pada kedua kasus diatas didapatkan hasil evaluasi masalah teratasi

sebagian dengan waktu 3x24 jam, dikarenakan kondisi pasien yang masih

belum bisa memenuhi kriteria hasil yang telah ditetapkan yaitu tekanan

darah systole dan diastole belum mencapai kriteria yang diharapkan yaitu

systole (100-120mmHg) dan diastole (70-90mmHg). Pada pasien pertama,

frekuensi pernapasan belum mencapai kriteria hasil yang telah ditetapkan

yaitu frekuensi napas masih 22x/menit dengan irama napas regular dan tidak

ada retraksi dada. Pada pasien pertama dan kedua didapatkan perbedaan

pada GCS pasien, namun di kedua pasien mengalami tingkat kesadaran

yang membaik. Serta pada kedua pasien didapatkan hasil tekanan darah

yang masih tinggi, yaitu pasien pertama tekanan darahnya 153/95mmHg,

MAP 114 mmHg, sedangkan pasien kedua 189/106 mmHg, MAP 137

mmHg. Hal tersebut, dijelaskan Supriyono (2019) bahwa dalam penelitian

lain yaitu seiring dengan bertambahnya usia menjelang 50 tahun keatas,

kerja jantung akan berkurang 1% dalam setiap tahunnya. Umur berkaitan

dengan kinerja karena pada umur yang menua, akan diikuti proses

Windows User, 05/11/20,
Kok membingungkan semua ya pembahasannya….kok alurnya tidak jelas….muter mterBandingkan aja kedua terus apa yang beda mana yg tidak….terus bahas dg melihat 5W+H
Windows User, 05/11/20,
Kok membingungkan semua ya pembahasannya….kok alurnya tidak jelas….muter mterBandingkan aja kedua terus apa yang beda mana yg tidak….terus bahas dg melihat 5W+H
Page 91: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

degenerasi organ tubuh yang menyebabkan kemampuan organ menurun

serta menyebabkan penurunan fungsi-fungsi organ. Sehingga bisa berakibat

naiknya tekanan darah terutama tekanan darah systole. Pada pasien pertama

didapatkan data, pasien memiliki riwayat stroke perdarahan 1 tahun yang

lalu. Menurut Smeltzer dalam Sulastri (2018) jenis stroke hemoragik

relative mengalami kerusakan permanen pada otak, hal ini bisa terjadi

karena penyebab stroke hemoragik adalah pecahnya pembuluh darah

serebral dengan perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak.

Jadi, pada pasien pertama memiliki risiko yang lebih tinggi mengalami

kerusakan permanen pada otak yang dapat mengganggu pusat pernapasan.

Sehingga dapat juga mempengaruhi tingkat kesadaran pasien.

C. Keterbatasan

Penulis menyadari memiliki keterbatasan dalam melakukan asuhan

keperawatan pada kedua pasien. Keterbatasan dalam pengkajian yaitu kedua

pasien mengalami penurunan kesadaran yang membuat peneliti mengalami

kesulitan dalam memperoleh data subyektif, sehingga data-data pendukung

dalam menegakkan diagnosa hanya diperoleh sedikit. Pada tahap pengambilan

data, peneliti mengalami keterbatasan dalam melakukan implementasi

keperawatan untuk pemberian terapi obat karena waktu yang terbatas dan

waktu pemberian terapi obat yang berbeda-beda.

Page 92: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah dilakukan asuhan keperawatan kritis pada Tn. M dan Tn. J dengan

Stroke Hemoragik didapatkan kesimpulan sebagai berikut :

1. Pengkajian terhadap Tn. M dan Tn. J mempunyai keluhan yang sama yaitu

sesak napas dan kedua pasien mengalami penurunan kesadaran yang

disebabkan karena terganggunya sirkulasi darah di otak.

2. Penetapan diagnosa pada kedua pasien, sesuai dengan teori yang

dikemukakan dalam bab sebelumnya. Yaitu pada pasien pertama ditegakkan

Page 93: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan

gangguan serebrovaskuler, suplai darah ke otak menurun dan diagnose

kedua ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan ganguan neurologis.

Sedangkan pasien kedua ditegakkan diagnosa ketidakefektifan perfusi

jaringan serebral berhubungan dengan hipertensi dan ketidakefektifan pola

napas berhubungan dengan ganguan neurologis.

3. Intervensi keperawatan terhadap Tn. M dan Tn J disusun sesuai dengan teori

menurut Nurarif dan Kusuma (2015).

4. Tindakan keperawatan pada kasus pertama dan kedua dilakukan sama, yaitu

pemberian posisi elevasi kepala 30o dalam pemberian terapi oksigen dengan

nasal kanul 3 liter per menit sesuai dengan intervensi yang telah disusun.

5. Evaluasi tindakan keperawatan terhadap kedua pasien dilakukan dengan

evaluasi proses (SOAP). Hasil evaluasi antara kasus pertama dan kedua

menunjukkan hasil masalah teratasi sebagian ditandai dengan peningkatan

GCS pada kedua pasien dan penurunan RR.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, ada beberapa masukan yang perlu

diperhatikan dalam asuhan keperawatan kritis dalam pemenuhan kebutuhan

oksigen pada pasien dengan Stroke Hemoragik antara lain :

1. Diharapkan Rumah Sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan dan

mempertahankan hubungan kerja sama baik antara tim kesehatan maupun

dengan pasien sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan

Page 94: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

keperawatan yang optimal pada umumnya dan khususnya pada pasien

stroke hemoragik.

2. Saat memberikan tindakan keperawatan dalam pemenuhan kebutuhan

oksigenasi sebaiknya dilakukan secara optimal dan selalu memperhatikan

kondisi pasien, kolaborasikan dengan dokter dan beri penanganan yang

tepat apabila terjadi ketidakstabilan hemodinamik.

3. Hasil studi kasus ini diharapkan dapat menambah referensi dalam studi

kasus yang sejenis dalam upaya pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada

pasien stroke hemoragik serta peneliti dapat menambah jumlah responden

penelitian, sehingga hasil penelitian bisa digeneralisasi lebih luas dan

sebaiknya dalam mensurvei pasien dilakukan jauh-jauh hari sehingga bisa

mendapatkan pasien yang tidak jauh berbeda kondisinya.

Page 95: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

DAFTAR PUSTAKA

‘Alim, A. M. (2009). Pocket ECG. Yogyakarta: Intan Cendikia.

Amri, Imtihanah. (2017). Pengelolaan peningkatan tekanan intrakranial. Medika

Tadulako, Jurnal Ilmiah Kedokteran. 4(3): 1-17.

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/MedikaTadulako/article/view/9288

Diakses 29 April 2020 jam 22.00 WIB.

Andarmoyo, Sulistyo. (2012). Kebutuhan dasar manusia (oksigenasi). Yogyakarta:

Graha Ilmu.

Ariani, A.T. (2012). Sistem neurobehavior. Jakarta: Salemba Medika.

Batticaca, Fransisca. B. (2011). Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem

persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Black, J.M., & Hawks, J.H. (2014). Keperawatan medikal bedah:Manajemen klinis

untuk hasil yang diharapkan (Ed.8th). Jakarta: Salemba Medika.

Budiono. (2016). Konsep dasar keperawatan. Jakarta: Kemenkes RI Pusdik SDM

Kesehatan.

Dinas Kesehatan Jawa Tengah. (2018). Profil Kesehatan Jawa Tengah Tahun 2018

http://dinkesjatengprov.go.id. Diakses 16 September 2019 jam 17.30 WIB.

Dosen Keperawatan Medikal-Bedah Indonesia. (2017). Rencana asuhan keperawatan

medikal-bedah: Diagnosis nanda-i 2015-2017 intervensi NIC hasil NOC.

Jakarta: Kedokteran EGC.

Hartanto, A.S., Basuki, Andi., & Juli, Cep. (2019). Correlation of glasgow coma scale

score at hospital admission with stroke hemorrhagic patient mortality at hasan

sadikin hospital. Journal of Medicine and Health. 2(4): 938-944.

https://journal.maranatha.edu/index.php/jmh/article/view/1139 Diakses 20

April 2020 jam 09.40 WIB.

Indrawati, L., Sari, W., & Dewi, C.S. (2016). Care yourself stroke cegah dan obati

sendiri. Jakarta: Penebar Plus.

Page 96: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

Junaidi, Iskandar. (2012). Stroke waspadai ancamannya. Jogjakarta: C.V Andi

Offset.

Keliat, B.A., Mediani, H.S., & Tahlil, T. (2018). NANDA-I diagnosis keperawatan

definisi & klasifikasi 2018-2020 (NANDA international nursing diagnoses:

Definitions & classifications 2018-2020. Jakarta: Kedokteran EGC.

Kusnanto. (2016). Modul pembelajaran pemenuhan kebutuhan oksigen. Surabaya:

Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga.

Mahmudah, Raisa. (2014). Left hemiparesis e.c hemorrhagic stroke. Jurnal Medula

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, 2(4): 70-79.

http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/view/412/413.

Diakses 21 September 2019 jam 20.30 WIB.

Martono, Sudiro, & Satino. (2016). Deteksi dini derajat kesadaran menggunakan

pengukuran nilai kritis mean artery pressure (Detection of the degree of

awareness using the measurement of critical value mean artery pressure on

nursing care). Deteksi Dini Derajat Kesadaran Menggunakan Pengukuran

Nilai Kritis Mean Artery Pressure, 11: 73–78.

https://doi.org/10.20473/jn.V11I12016.73-78. Diakses 26 September 2019 jam

15.00 WIB.

Morton, P.G., Fontaine, D., Hudak, C.M., & Gallo, B.M. (2013). Keperawatan kritis:

pendekatan asuhan holistik (Critical care nursing: a holistic approach).

Jakarta: Kedokteran EGC.

Mubarak, W.I., & Chayatin, N. (2014). Buku ajar kebutuhan dasar manusia: Teori

dan aplikasi dalam praktik. Jakarta: Kedokteran EGC.

Muttaqin, A. (2012). Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem persarafan.

Jakarta: Salemba Medika.

Nurarif, A.H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan

diagnosa medis & NANDA NIC-NOC jilid 3. Yogyakarta: Media Action

Publishing.

Page 97: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

Nursalam. (2016). Metodologi penelitian ilmu keperawatan: Pendekatan praktis.

Jakarta: Salemba Medika.

Oktavianus. (2014). Asuhan keperawatan pada sistem neurobehavior. Yogyakarta:

Graha Ilmu.

Organisation, W. H.O. (2015). WHO: Stroke, Cerebrovascular accident.

Stroke.https://doi.org/http://www.who.int/topics/cerebrovascular_accident/en/

index.hhtm. Diakses 12 september 2019 jam 20.30 WIB.

Parli., & Wiyoko, P.F. (2018). Analysis of nursing clinical practice in stroke

haemoragia patients manage on a mechanical ventilator attached with

intervention innovation humidification and management of cuff in the icu room

of hospital abdul wahab sjahranie samarinda. Karya Ilmiah Akhir Ners.

http://dspace.umkt.ac.id/handle/463.2017/875. Diakses 26 September 2019 jam

15.40 WIB.

Pertami, S.B., Munawaroh, S., & Rosmala, N.W.D. (2019). Pengaruh elevasi kepala

30o terhadap saturasi oksigen dan kualitas tidur pasien stroke. HIJP : Health

Information Jurnal Penelitian. 11(2): 133-144. https://myjurnal.poltekkes-

kdi.ac.id/index.php/HIJP/article/view/133 Diakses 02 April 2020 jam 10.43

WIB.

Qurbany, Z.T., & Wibowo, Adityo. (2016). Stroke hemoragik e.c hipertensi grade II.

Jurnal Medula Unila. 5(2): 114-118.

http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/view/1520 Diakses

02 April 2020 jam 11.33 WIB.

Riskesdas. (2018). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian

Kesehatan RI. http://www.depkes.go.id/article/print/17051800002.html.

Diakses 13 September 2019 jam 08.30 WIB.

Ristanto, Riki., & Zakaria, Amin. (2017). Hubungan respiratory rate (rr) dan oxygen

saturation (spo2) pada klien cedera kepala. Jurnal Kesehatan Hesti Wira Sakti

Poltekkes Soepraoen.

Page 98: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

http://jurnal.poltekkes-soepraoen.ac.id/index.php/HWS/article/view/206

Diakses 20 April 2020 jam 13.00 WIB.

RSUD Dr. Moewardi. 2019.

Sari, W. N., & Halimuddin. (2019). Kejadian henti jantung, henti nafas, dan

peningkatan tekanan intrakranial pada pasien stroke akut. JIM FKep. 4(2): 34-

41. http://jim.unsyiah.ac.id/FKep/article/view/12376 Diakses 02 April 2020 jam

14.21 WIB.

Setiyawan., Nurlely, P.S., & Harti, A.S. (2019). Pengaruh mirror therapy terhadap

kekuatan otot ekstremitas pada pasien stroke di RSUD dr.Moewardi. Jurnal

Kesehatan Masyarakat STIKES Cendekia Utama Kudus.7(1): 49-

61.https://www.google.com/search=jurnal+tentang+data+stroke+di+rsud+moe

wardi&oq. Diakses 25 September 2019 jam 12.40 WIB.

Setyalingga, Panji. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Stroke Hemoragik

dalam Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi [KTI]. Jawa Tengah (ID): Poltekkes

Kemenkes Surakarta.

Stillwell, Susan. B. (2012). Pedoman keperawatan kritis. Jakarta: Kedokteran EGC.

Sulastri, Dedeh. (2018). Perbedaan Activities Of Daily Living Pada Pasien Stroke

Hemoragik Dan Non Hemoragik Paska Perawatan Di Rs Bethesda Yogyakarta

Tahun 2018 [Skripsi]. Yogyakarta (ID): Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta.

Supriyono. (2019). Analisis faktor-faktor yang berhubungan tekanan darah sistole

pada peserta pelatihan manajemen puskesmas. Jurnal Inspirasi. 10(1): 32-48.

http://inspirasi.bpsdm.jabarprov.go.id/index.php/inspirasi/article/view/62

Diakses 20 April 2020 jam 10.00 WIB.

Tarwoto., & Wartonah. (2011). Kebutuhan dasar manusia dan proses keperawatan.

Jakarta: Salemba Medika.

Wijaya, Andrea., & Putri, Yessie. (2013). KMB 2 keperawatan medikal bedah

(keperawatan dewasa). Yogjakarta: Nuha Medika.

Yazid, Budiana. (2017). Gambaran kekuatan otot pasien stroke yang imobilisasi di

RSUP. H. Adam Malik Medan. Jurnal Keperawatan Flora. 10(1): 61-67.

Page 99: nursing-inspirations.com · Web viewRiset Kesehatan Dasar/Riskesdas (2018) menerangkan bahwa prevalensi (per mil) stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia

http://www.ojs.stikesflora-medan.ac.id/index.php/jkpf/article/view/105 Diakses

02 April 2020 jam 11.43 WIB.

Yusuf, Z.K., & Rahman, Asriyanto. (2019). Pengaruh stimulasi al-qur'an terhadap

glasgow coma scale pasien dengan penurunan kesadaran di ruang ICU. JNJ

Jambura Nurisng Journal. 1(1): 44-47. https://scholar.google.co.id/scholar?

hl=id&as_sdt=0%2C5&q=gcs+dengan+penurunan+kesadaran+pada+pasien+str

oke+hemoragik&btnG=#d=gs_qabs&u=%23p%3DKpX8iv8jtEMJ Diakses 02

April 2020 jam 11.17 WIB.