Upload
galahad
View
40
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
nyeri kepala
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Chepalgia adalah nyeri atau sakit sekitar kepala, termasuk nyeri di belakang
mata serta perbatasan antara leher dan kepala bagian belakang. Chepalgia atau sakit
kepala adalah salah satu keluhan fisik paling utama manusia. Sakit kepala pada
kenyataannya adalah gejala bukan penyakit dan dapat menunjukkan penyakit organik
(neurologi atau penyakit lain), respon stress, vasodilatasi (migren), tegangan otot
rangka (sakit kepala tegang) atau kombinasi respon tersebut1.
Rasa sakit (nyeri) merupakan keluhan yang sering didapatkan dalam klinik,
walaupun istilah “sakit” ini tampaknya sulit didefinisikan. Persepsi tiap orang akan
berbeda – beda, karena keluhan ini berasal dari pengalaman subjektif seseorang yang
sulit dilakukan pengukurannya. Reaksi dan sikap individu terhadap stimulasi yang
identik yang menyebabkan sakit akan berbeda pula. Oleh karena itu, dokter pemeriksa
diharapkan pada tugas untuk mendapatkan informasi yang selengkap mungkin dari
pasien dan juga harus dapat membayangkan bagaimana pasien bereaksi terhadap rasa
sakitnya itu.
Ada banyak rasa sakit yang dijumpai pada pasien salah satunya adalah sakit
kepala.Sakit kepala adalah rasa sakit atau tidak nyaman antara orbita dengan kepala
yang berasal dari struktur sensitif terhadap rasa sakit3
Prevalensi sakit kepala di USA menunjukkan 1 dari 6 orang (16,54%) atau 45
juta orang menderita sakit kepala kronik dan 20 juta dari 45 juta tersebut merupakan
wanita. 75 % dari jumlah di atas adalah tipe tension headache yang berdampak pada
menurunnya konsentrasi belajar dan bekerja sebanyak 62,7 %.
Sakit kepala bisa disebabkan oleh kelainan: (1) vaskular, (2) jaringan saraf, (3)
gigi – geligi, (4) orbita, (5) hidung dan (6) sinus paranasal, (7) jaringan lunak di
kepala, kulit, jaringan subkutan, otot, dan periosteum kepala.
Sakit kepala dapat diklasifikasikan menjadi sakit kepala primer, sakit kepala
sekunder, dan neuralgia kranial, nyeri fasial serta sakit kepala lainnya.
o Sakit kepala primer dapat dibagi menjadi
migraine,
tension type headache,
cluster headache
sefalgia trigeminal / autonomik, dan sakit kepala primer lainnya.
o Sakit kepala sekunder dapat dibagi menjadi
sakit kepala yang disebabkan oleh karena trauma pada kepala dan
leher,
sakit kepala akibat kelainan vaskular kranial dan servikal,
sakit kepala yang bukan disebabkan kelainan vaskular intrakranial,
sakit kepala akibat adanya zat atau withdrawal,
sakit kepala akibat infeksi,
sakit kepala akibat gangguan homeostasis,
sakit kepala atau nyeri pada wajah akibat kelainan kranium, leher,
telinga, hidung, mata, gigi, mulut atau struktur lain di kepala dan
wajah,
sakit kepala akibat kelainan psikiatri3
BAB II
PEMBAHASAN
II.1.Anatomi Sakit Kepala
Sebelum membahas anatomi sakit kepala maka penulis akan membahas
anatomi otak secara garis besar terlebih dahulu. Walaupun merupakan keseluruhan
fungsi, otak disusun menjadi beberapa daerah yang berbeda. Bagian – bagian otak
dapat secara bebas dikelompokkan ke dalam berbagai cara berdasarkan perbedaan
anatomis, spesialisasi fungsional, dan perkembangan evolusi. Otak terdiri dari (1)
batang otak terdiri atas otak tengah, pons, dan medulla, (2) serebelum, (3) otak depan
(forebrain) yang terdiri atas diensefalon dan serebrum. Diensefalon terdiri dari
hipotalamus dan talamus.Serebrum terdiri dari nukleus basal dan korteks serebrum
Masing – masing bagian otak memiliki fungsi tersendiri. Batang otak
berfungsi sebagai berikut: (1) asal dari sebagian besar saraf kranialis perifer, (2) pusat
pengaturan kardiovaskuler, respirasi dan pencernaan, (3) pengaturan refleks otot yang
terlibat dalam keseimbangan dan postur, (4) penerimaan dan integrasi semua masukan
sinaps dari korda spinalis; keadaan terjaga dan pengaktifan korteks serebrum, (5)
pusat tidur. Serebellum berfungsi untuk memelihara keseimbangan, peningkatan tonus
otot, koordinasi dan perencanaan aktivitas otot volunter yang terlatih.
Hipotalamus berfungsi sebagai berikut: (1) mengatur banyak fungsi
homeostatik, misalnya kontrol suhu, rasa haus, pengeluaran urin, dan asupan
makanan, (2) penghubung penting antara sistem saraf dan endokrin, (3) sangat terlibat
dalam emosi dan pola perilaku dasar. Talamus berfungsi sebagai stasiun pemancar
untuk semua masukan sinaps, kesadaran kasar terhadap sensasi, beberapa tingkat
kesadaran, berperan dalam kontrol motorik.
Nukleus basal berfungsi untuk inhibisi tonus otot, koordinasi gerakan yang
lambat dan menetap, penekanan pola – pola gerakan yang tidak berguna.Korteks
serebrum berfungsi untuk persepsi sensorik, kontrol gerakan volunter, bahasa, sifat
pribadi, proses mental canggih misalnyaberpikir, mengingat, membuat keputusan,
kreativitas dan kesadaran diri. 1,10
Korteks serebrum dapat dibagi menjadi 4 lobus yaitu lobus frontalis, lobus,
parietalis, lobus temporalis, dan lobus oksipitalis. Masing – masing lobus ini memiliki
fungsi yang berbeda – beda.
Nyeri kepala dipengaruhi oleh nukleus trigeminoservikalis yang merupakan
nosiseptif yang penting untuk kepala, tenggorokan dan leher bagian atas. Semua
aferen nosiseptif dari saraf trigeminus, fasial, glosofaringeus, vagus, dan saraf dari C1
– 3 beramifikasi pada grey matter area ini. Nukleus trigeminoservikalis terdiri dari
tiga bagian yaitu pars oralis yang berhubungan dengan transmisi sensasi taktil
diskriminatif dari regio orofasial, pars interpolaris yang berhubungan dengan
transmisi sensasi taktil diskriminatif seperti sakit gigi, pars kaudalis yang
berhubungan dengan transmisi nosiseptif dan suhu
Terdapat overlapping dari proses ramifikasi pada nukleus ini seperti aferen
dari C2 selain beramifikasi ke C2, juga beramifikasi ke C1 dan C3. Selain itu, aferen
C3 juga akan beramifikasi ke C1 dan C2. Hal ini lah yang menyebabkan terjadinya
nyeri alih dari pada kepala dan leher bagian atas.
Nyeri alih biasanya terdapat pada oksipital dan regio fronto orbital dari kepala
dan yang jarang adalah daerah yang dipersarafi oleh nervus maksiliaris dan
mandibularis.Ini disebabkan oleh aferen saraf tersebut tidak atau hanya sedikit yang
meluas ke arah kaudal. Lain halnya dengan saraf oftalmikus dari trigeminus. Aferen
saraf ini meluas ke pars kaudal. 1,10
Saraf trigeminus terdiri dari 3 yaitu V1, V2, dan V3.V1 , oftalmikus,
menginervasi daerah orbita dan mata, sinus frontalis, duramater dari fossa kranial dan
falx cerebri serta pembuluh darah yang berhubungan dengan bagian duramater ini.V2,
maksilaris, menginervasi daerah hidung, sinus paranasal, gigi bagian atas, dan
duramater bagian fossa kranial medial.V3, mandibularis, menginervasi daerah
duramater bagian fossa cranial medial, rahang bawah dan gigi, telinga, sendi
temporomandibular dan otot menguyah 1,10
Selain saraf trigeminus terdapat saraf kranial VII, IX, X yang innervasi
meatus auditorius eksterna dan membran timfani.Saraf kranial IX menginnervasi
rongga telinga tengah, selain itu saraf kranial IX dan X innervasi faring dan laring.
Servikalis yang terlibat dalam sakit kepala adalah C1, C2, dan C3. Ramus
dorsalis dari C1 menginnervasi otot suboccipital triangle - obliquus superior,
obliquus inferiordan rectus capitis posterior major dan minor. Ramus dorsalis dari
C2 memiliki cabang lateral yang masuk ke otot leher superfisial posterior, longissimus
capitis dan splenius sedangkan cabang besarnya bagian medial menjadi greater
occipital nerve. Saraf ini mengelilingi pinggiran bagian bawah dari obliquus inferior,
dan balik ke bagian atas serta ke bagian belakang melalui semispinalis capitis, yang
mana saraf ini di suplai dan masuk ke kulit kepala melalui lengkungan yang
dikelilingi oleh superior nuchal linedan the aponeurosis of trapezius. Melalui oksiput,
saraf ini akan bergabung dengan saraflesser occipital yang mana merupakan cabang
dari pleksus servikalis dan mencapai kulit kepala melalui pinggiran posterior dari
sternokleidomastoid. Ramus dorsalis dari C3 memberi cabang lateral ke longissimus
capitis dan splenius.Ramus ini membentuk 2 cabang medial.Cabang superfisial
medial adalah nervus oksipitalis ketiga yang mengelilingi sendi C2-3 zygapophysial
bagian lateral dan posterior 1,10
Daerah sensitif terhadap nyeri kepala dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu
intrakranial dan ekstrakranial.Intrakranial yaitu sinus venosus, vena korteks serebrum,
arteri basal, duramater bagian anterior, dan fossa tengah serta fossa
posterior.Ektrakranial yaitu pembuluh darah dan otot dari kulit kepala, bagian dari
orbita, membran mukosa dari rongga nasal dan paranasal, telinga tengah dan luar,
gigi, dan gusi.Sedangkan daerah yang tidak sensitif terhadap nyeri adalah parenkim
otak, ventrikular ependima, dan pleksus koroideus.1,10
II.2. Fisiologi Sakit Kepala
Nyeri (sakit) merupakan mekanisme protektif yang dapat terjadi setiap saat
bila ada jaringan manapun yang mengalami kerusakan, dan melalui nyeri inilah,
seorang individu akan bereaksi dengan cara menjauhi stimulus nyeri tersebut.1,10
Rasa nyeri dimulai dengan adanya perangsangan pada reseptor nyeri oleh
stimulus nyeri.Stimulus nyeri dapat dibagi tiga yaitu mekanik, termal, dan kimia.
Mekanik, spasme otot merupakan penyebab nyeri yang umum karena dapat
mengakibatkan terhentinya aliran darah ke jaringan ( iskemia jaringan), meningkatkan
metabolisme di jaringan dan juga perangsangan langsung ke reseptor nyeri sensitif
mekanik.
Termal, rasa nyeri yang ditimbulkan oleh suhu yang tinggi tidak berkorelasi
dengan jumlah kerusakan yang telah terjadi melainkan berkorelasi dengan kecepatan
kerusakan jaringan yang timbul. Hal ini juga berlaku untuk penyebab nyeri lainnya
yang bukan termal seperti infeksi, iskemia jaringan, memar jaringan, dll. Pada suhu
45 C, jaringan – jaringan dalam tubuh akan mengalami kerusakan yang didapati pada
sebagian besar populasi.1,10
Kimia, ada beberapa zat kimia yang dapat merangsang nyeri seperti
bradikinin, serotonin, histamin, ion kalium, asam, asetilkolin, dan enzim
proteolitik.Dua zat lainnya yang diidentifikasi adalah prostaglandin dan substansi P
yang bekerja dengan meningkatkan sensitivitas dari free nerve endings. Prostaglandin
dan substansi P tidak langsung merangsang nyeri tersebut. Dari berbagai zat yang
telah dikemukakan, bradikinin telah dikenal sebagai penyebab utama yang
menimbulkan nyeri yang hebat dibandingkan dengan zat lain. Kadar ion kalium yang
meningkat dan enzim proteolitik lokal yang meningkat sebanding dengan intensitas
nyeri yang sirasakan karena kedua zat ini dapat mengakibatkan membran plasma
lebih permeabel terhadap ion. Iskemia jaringan juga termasuk stimulus kimia karena
pada keadaan iskemia terdapat penumpukan asam laktat, bradikinin, dan enzim
proteolitik.1,10
Semua jenis reseptor nyeri pada manusia merupakan free nerve endings.
Reseptor nyeri banyak tersebar pada lapisan superfisial kulit dan juga pada jaringan
internal tertentu, seperti periosteum, dinding arteri, permukaan sendi, falx, dan
tentorium.Kebanyakan jaringan internal lainnya hanya diinervasi oleh free nerve
endings yang letaknya berjauhan sehingga nyeri pada organ internal umumnya timbul
akibat penjumlahan perangsangan berbagai nerve endings dan dirasakan sebagai slow
– chronic- aching type pain.1,10
Nyeri dapat dibagi atas dua yaitu fast pain dan slow pain.Fast pain, nyeri
akut, merupakan nyeri yang dirasakan dalam waktu 0,1 s setelah stimulus diberikan.
Nyeri ini disebabkan oleh adanya stimulus mekanik dan termal. Signal nyeri ini
ditransmisikandari saraf perifer menuju korda spinalis melalui seratAδdengan
kecepatan mencapai 6 – 30 m/s. Neurotransmitter yang mungkin digunakan adalah
glutamat yang juga merupakan neurotransmitter eksitatorik yang banyak digunakan
pada CNS. Glutamat umumnya hanya memiliki durasi kerja selama beberapa
milliseconds.1,10
Slow pain, nyeri kronik, merupakan nyeri yang dirasakan dalam wkatu lebih
dari 1 detik setelah stimulus diberikan. Nyeri ini dapat disebabkan oleh adanya
stimulus mekanik, kimia dan termal tetapi stimulus yang paling sering adalah stimulus
kimia. Signal nyeri ini ditransmisikan dari saraf perifer menuju korda spinalis melalui
serat C dengan kecepatan mencapai 0,5 – 2 m/s. Neurotramitter yang mungkin
digunakan adalah substansi P.1,10
Meskipun semua reseptor nyeri adalah free nerve endings, jalur yang
ditempuh dapat dibagi menjadi dua pathway yaitu fast-sharp pain pathwaydan slow-
chronic pain pathway. Setelah mencapai korda spinalis melalui dorsal spinalis, serat
nyeri ini akan berakhir pada relay neuron pada kornu dorsalis dan selanjutnya akan
dibagi menjadi dua traktusyang selanjutnya akan menuju ke otak. Traktusitu adalah
neospinotalamikus untuk fastpain dan paleospinotalamikus untuk slow pain.1,10
Traktus neospinotalamikus untuk fastpain, pada traktus ini, serat Aδ yang
mentransmisikan nyeri akibat stimulus mekanik maupun termal akan berakhir pada
lamina I (lamina marginalis) dari kornu dorsalis dan mengeksitasi second-order
neurons dari traktus spinotalamikus. Neuron ini memiliki serabut saraf panjang yang
menyilang menuju otak melalui kolumn anterolateral. Serat dari neospinotalamikus
akan berakhir pada: (1) area retikular dari batang otak (sebagian kecil), (2) nukleus
talamus bagian posterior (sebagian kecil), (3) kompleks ventrobasal (sebagian besar).
Traktus lemniskus medial bagian kolumn dorsalis untuk sensasi taktil juga berakhir
pada daerah ventrobasal.Adanya sensori taktil dan nyeri yang diterima akan
memungkinkan otak untuk menyadari lokasi tepat dimana rangsangan tersebut
diberikan.1,10
Traktus paleospinotalamikus untuk slow pain, traktus ini selain
mentransmisikan sinyal dai serat C, traktus ini juga mentransmisikan sedikit sinyal
dari serat Aδ. Pada traktus ini , saraf perifer akan hampir seluruhnya nerakhir pada
lamina II dan III yang apabila keduanya digabungkan, sering disebut dengan
substansia gelatinosa. Kebanyakan sinyal kemudian akan melalui sebuah atau
beberapa neuron pendek yang menghubungkannya dengan area lamina V lalu
kemudian kebanyakan serabut saraf ini akan bergabung dengan serabut saraf dari fast-
sharp pain pathway. Setelah itu, neuron terakhir yang panjang akan menghubungkan
sinyal ini ke otak pada jaras anterolateral.
Ujung dari traktus paleospinotalamikus kebanyakan berakhir pada batang
otak dan hanya sepersepuluh ataupun seperempat sinyal yang akan langsung
diteruskan ke talamus. Kebanyakan sinyal akan berakhir pada salah satu tiga area
yaitu :
a. nukleus retikularis dari medulla, pons, dan mesensefalon,
b. area tektum dari mesensefalon,
c. regio abu – abu dari peraquaductus yang mengelilingi aquaductus
Silvii.
Ketiga bagian ini penting untuk rasa tidak nyaman dari tipe nyeri. Dari area
batang otak ini, multipel serat pendek neuron akan meneruskan sinyal ke arah atas
melalui intralaminar dan nukleus ventrolateral dari talamus dan ke area tertentu dari
hipotalamus dan bagian basal otak.1,10
II.3. Definisi dan Etiologi Sakit Kepala
Sakit kepala adalah rasa sakit atau tidak nyaman antara orbita dengan
kepala yang berasal dari struktur sensitif terhadap rasa sakit3
Sakit kepala bisa disebabkan oleh kelainan:
1. vaskular,
2. jaringan saraf,
3. gigi – geligi,
4. orbita,
5. hidung dan
6. sinus paranasal,
7. jaringan lunak di kepala, kulit, jaringan subkutan, otot, dan
periosteum kepala.
Selain kelainan yang telah disebutkan diatas, sakit kepala dapat disebabkan oleh stress
dan perubahan lokasi (cuaca, tekanan, dll.).1,3,5
II.4.Faktor resiko dan Epidemiologi Sakit Kepala
Faktor resiko terjadinya sakit kepala adalah gaya hidup, kondisi penyakit,
jenis kelamin, umur, pemberian histamin atau nitrogliserin sublingual dan faktor
genetik.1,3,5,7
Prevalensi sakit kepala di USA menunjukkan 1 dari 6 orang (16,54%) atau
45 juta orang menderita sakit kepala kronik dan 20 juta dari 45 juta tersebut
merupakan wanita. 75 % dari jumlah di atas adalah tipe tension headache yang
berdampak pada menurunnya konsentrasi belajar dan bekerja sebanyak 62,7 %.
Menurut IHS, migren sering terjadi pada pria dengan usia 12 tahun
sedangkan pada wanita, migren sering terjadi pada usia besar dari 12 tahun. HIS
jugamengemukakan cluster headaache 80 – 90 % terjadi pada pria dan prevalensi
sakit kepala akan meningkat setelah umur 15 tahun.1,3,5
II.5. Klasifikasi Sakit Kepala
Sakit kepala dapat diklasifikasikan menjadi sakit kepala primer, sakit kepala
sekunder, dan neuralgia kranial, nyeri fasial serta sakit kepala lainnya. Sakit kepala
primer dapat dibagi menjadi migraine, tension type headache, cluster headache
dengan sefalgia trigeminal / autonomik, dan sakit kepala primer lainnya. Sakit kepala
sekunder dapat dibagi menjadi sakit kepala yang disebabkan oleh karena trauma pada
kepala dan leher, sakit kepala akibat kelainan vaskular kranial dan servikal, sakit
kepala yang bukan disebabkan kelainan vaskular intrakranial, sakit kepala akibat
adanya zat atau withdrawal, sakit kepala akibat infeksi, sakit kepala akibat gangguan
homeostasis, sakit kepala atau nyeri pada wajah akibat kelainan kranium, leher,
telinga, hidung, mata , gigi, mulut atau struktur lain di kepala dan wajah, sakit kepala
akibat kelainan psikiatri 1,3,5
Cephalgia Sifat Lokasi Lama nyeri Frekuensi Gejala ikutan
Migren tanpa aura
Berdenyut Unilateral/bilateral
4-72 jam Sporadik, < 5 serangan nyeri
Mual muntah , fotofobia,fonofobia
Migren dengan
aura
Berdenyut Unilateral < 60 menit Sporadik, 2 serangan didahului gejala
neurologi fokal 5-20 menit
Gangguan visual, gangguan sensorik,
gangguan bicara
Cluster Headache
Tajam, menusuk
Unilateral orbita, supraorbital
15-180 menit Periodik 1 x tiap 2 hari – 8x perhari
Lakrimasi ipsilateral., rhinorrhoea ipsilatral,
miosis/ptosis ipsilatral ,dahi & wajah
berkeringat
Tension Tipe
Headache
Tumpul, tekan diikat
bilateral 30’ -7 hari Terus menerus Depresi ansietas stress
Neuralgia trigeminus
Ditusuk-tusuk
Dermatom saraf V 15-60 detik Beberapa kali sehari Zona pemicu nyeri
II.6. Patofisiologi Sakit Kepala
Beberapa mekanisme umum yang tampaknya bertanggung jawab memicu
nyeri kepala adalah sebagai berikut1 :
(1) peregangan atau pergeseran pembuluh darah; intrakranium atau
ekstrakranium,
(2) traksi pembuluh darah,
(3) kontraksi otot kepala dan leher ( kerja berlebihan otot),
(4) peregangan periosteum (nyeri lokal),
(5) degenerasi spina servikalis atas disertai kompresi pada akar nervus
servikalis (misalnya, arteritis vertebra servikalis), defisiensi enkefalin
(peptida otak mirip- opiat, bahan aktif pada endorfin).
II.7.Terapi Sakit Kepala
Nyeri kepala dapat diobati dengan preparat asetilsalisilat dan jika nyeri
kepala sangat berat dapat diberikan preparat ergot (ergotamin atau dihidroergotamin).
Bila perlu dapat diberikan intravena dengan dosis 1 mg dihidroergotaminmetan sulfat
atau ergotamin 0,5 mg. Preparat Cafergot ( mengandung kafein 100 mg dan 1 mg
ergotamin) diberikan 2 tablet pada saat timbul serangan dan diulangi ½ jam
berikutnya.
Pada pasien yang terlalu sering mengalami serangan dapat diberikan
preparat Bellergal (ergot 0,5 mg; atropin 0,3 mg; dan fenobarbital 15mg) diberikan 2
– 3 kali sehari selama beberapa minggu. Bagi mereka yang refrakter dapat
ditambahkan pemberian ACTH (40 u/hari) atau prednison (1mg/Kg BB/hari) selama 3
– 4 minggu.1,3,5
Preparat penyekat beta,seperti propanolol dan timolol dilaporkan dapat
mencegah timbulnya serangan migren karena mempunyai efek mencegah vasodilatasi
kranial. Tetapi penyekat beta lainnya seperti pindolol, praktolol, dan aprenolol tidak
mempunyai efek teraupetik untuk migren, sehingga mekanisme kerjanya disangka
bukan semata – mata penyekat beta saja. Preparat yang efektif adalah penyekat beta
yang tidak memiliki efek ISA ( Intrinsic Sympathomimetic Activity).1,3,5
Cluster headache umunya membaik dengan pemberian preparat ergot.Untuk
varian Cluster headache umumnya membaik dengan indometasin.Tension type
headache dapat diterapi dengan analgesik dan/atau terapi biofeedback yang dapat
digunakan sebagai pencegahan timbulnya serangan.1,3,5
Terapi preventif yang bertujuan untuk menurunkan frekuensi, keparahan,
dan durasi sakit kepala. Terapi ini diresepkan kepada pasien yang menderita 4 hari
atau lebih serangan dalam sebulan atau jika pengobatan di atas tidak efektif. Terapi
ini harus digunakan setiap hari.Terapi preventif tersebut adalah pemberian beta
bloker, botox, kalsium channel blokers, dopamine reuptake inhibitors, SSRIs,
serotonin atau dopamin spesifik, dan TCA.1,3,5
II.8. Pencegahan Sakit Kepala
Pencegahan sakit kepala adalah dengan mengubah pola hidup yaitu
mengatur pola tidur yang sam setiap hari, berolahraga secara rutin, makan makanan
sehat dan teratur, kurangi stress, menghindari pemicu sakit kepala yang telah
diketahui.1,3,5
II.9. Prognosis dan Indikasi Rujuk Sakit Kepala
Prognosis dari sakit kepala bergantung pada jenis sakit kepalanya sedangkan
indikasi merujuk adalahsebagai berikut:
(1) sakit kepala yang tiba – tiba dan timbul kekakuan di leher,
(2) sakit kepala dengan demam dan kehilangan kesadaran,
(3) sakit kepala setelah terkena trauma mekanik pada kepala,
(4) sakit kepala disertai sakit pada bagian mata dan telinga,
(5) sakit kepala yang menetap pada pasien yang sebelumnya tidak pernah
mengalami serangan,
(6) sakit kepala yang rekuren pada anak.1,3,5
A. Tension Type Headache (TTH)
Definisi Tension Type Headache (TTH)
Merupakan sensasi nyeri pada daerah kepala akibat kontraksi terus
menerus otot- otot kepala dan tengkuk ( M.splenius kapitis, M.temporalis, M.maseter,
M.sternokleidomastoid, M.trapezius, M.servikalis posterior, dan M.levator skapula).
Etiologi dan Faktor Resiko Tension Type Headache (TTH)
Etiologi dan Faktor Resiko Tension Type Headache (TTH) adalah stress,
depresi, bekerja dalam posisi yang menetap dalam waktu lama, kelelahan mata,
kontraksi otot yang berlebihan, berkurangnya aliran darah, dan ketidakseimbangan
neurotransmitter seperti dopamin, serotonin, noerpinefrin, dan enkephalin.1,3,5
Epidemiologi Tension Type Headache (TTH)
TTH terjadi 78 % sepanjang hidup dimana Tension Type Headache
episodik terjadi 63 % danTension Type Headache kronik terjadi 3 %. Tension Type
Headache episodik lebih banyak mengenai pasien wanita yaitu sebesar 71%
sedangkan pada pria sebanyak 56 %.Biasanya mengenai umur 20 – 40 tahun.1,7,8
Klasifikasi Tension Type Headache (TTH)
Klasifikasi TTH adalahTension Type Headache episodik dan dan Tension
Type Headache kronik. Tension Type Headache episodik, apabila frekuensi serangan
tidak mencapai 15 hari setiap bulan.Tension Type Headache episodik (ETTH) dapat
berlangsung selama 30 menit – 7 hari.Tension Type Headache kronik(CTTH) apabila
frekuensi serangan lebih dari 15 hari setiap bulan dan berlangsung lebih dari 6 bulan.1
Patofisiologi Tension Type Headache (TTH)
Patofisiologi TTH masih belum jelas diketahui. Pada beberapa literatur
dan hasil penelitian disebutkan beberapa keadaan yang berhubungan dengan
terjadinya TTH sebagai berikut :
1. disfungsi sistem saraf pusat yang lebih berperan daripada sistem saraf perifer
dimana disfungsi sistem saraf perifer lebih mengarah pada ETTH sedangkan
disfungsi sistem saraf pusat mengarah kepada CTTH,
2. disfungsi saraf perifer meliputi kontraksi otot yang involunter dan permanen
tanpa disertai iskemia otot,
3. transmisi nyeri TTH melalui nukleus trigeminoservikalis pars kaudalis yang
akan mensensitasisecond order neuron pada nukleus trigeminal dan kornu
dorsalis ( aktivasi molekul NO) sehingga meningkatkan input nosiseptif pada
jaringan perikranial dan miofasial lalu akan terjadi regulasi mekanisme perifer
yang akan meningkatkan aktivitas otot perikranial. Hal ini akan meningkatkan
pelepasan neurotransmitter pada jaringan miofasial,
4. hiperflesibilitas neuron sentral nosiseptif pada nukleus trigeminal, talamus,
dan korteks serebri yang diikuti hipesensitifitas supraspinal (limbik) terhadap
nosiseptif. Nilai ambang deteksi nyeri ( tekanan, elektrik, dan termal) akan
menurun di sefalik dan ekstrasefalik. Selain itu, terdapat juga penurunan
supraspinal decending paininhibit activity,
5. kelainan fungsi filter nyeri di batang otak sehingga menyebabkan kesalahan
interpretasi info pada otak yang diartikan sebagai nyeri,
6. terdapat hubungan jalur serotonergik dan monoaminergik pada batang otak
dan hipotalamus dengan terjadinya TTH. Defisiensi kadar serotonin dan
noradrenalin di otak, dan juga abnormal serotonin platelet, penurunan beta
endorfin di CSF dan penekanan eksteroseptif pada otot temporal dan maseter,
7. faktor psikogenik ( stres mental) dan keadaan non-physiological motor stress
pada TTH sehingga melepaskan zat iritatif yang akan menstimulasi perifer
dan aktivasi struktur persepsi nyeri supraspinal lalu modulasi nyeri sentral.
Depresi dan ansietas akan meningkatkan frekuensi TTH dengan
mempertahankan sensitisasi sentral pada jalur transmisi nyeri,
8. aktifasi NOS ( Nitric Oxide Synthetase) dan NO pada kornu dorsalis.1,2
Pada kasus dijumpai adanya stress yang memicu sakit kepala. Ada
beberapa teori yang menjelaskan hal tersebut yaitu (1) adanya stress fisik (kelelahan)
akan menyebabkan pernafasan hiperventilasi sehingga kadar CO2 dalam darah
menurun yang akan mengganggu keseimbangan asam basa dalam darah. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya alkalosis yang selanjutnya akan mengakibatkan ion kalsium
masuk ke dalam sel dan menimbulkan kontraksi otot yang berlebihan sehingga
terjadilah nyeri kepala. (2) stress mengaktifasi saraf simpatis sehingga terjadi dilatasi
pembuluh darah otak selanjutnya akan mengaktifasi nosiseptor lalu aktifasi aferen
gamma trigeminus yang akan menghasilkan neuropeptida (substansi P). Neuropeptida
ini akan merangsang ganglion trigeminus (pons). (3) stress dapat dibagi menjadi 3
tahap yaitu alarm reaction, stage of resistance, dan stage of exhausted.Alarm reaction
dimana stress menyebabkan vasokontriksi perifer yang akan mengakibatkan
kekurangan asupan oksigen lalu terjadilah metabolisme anaerob. Metabolisme
anaerob akan mengakibatkan penumpukan asam laktat sehingga merangsang
pengeluaran bradikinin dan enzim proteolitik yang selanjutnya akan menstimulasi
jaras nyeri. Stage of resistance dimana sumber energi yang digunakan berasal dari
glikogen yang akan merangsang peningkatan aldosteron, dimana aldosteron akan
menjaga simpanan ion kalium. Stage of exhausted dimana sumber energi yang
digunakan berasal dari protein dan aldosteron pun menurun sehingga terjadi deplesi
K+. Deplesi ion ini akan menyebabkan disfungsi saraf.1
Diagnosa Tension Type Headache (TTH)
Tension Type Headache harus memenuhi syarat yaitu sekurang –
kurangnya dua dari berikut ini :
1. adanya sensasi tertekan/terjepit,
2. intensitas ringan – sedang,
3. lokasi bilateral,
4. tidak diperburuk aktivitas. Selain itu, tidak dijumpai mual muntah,
tidak ada salah satu dari fotofobia dan fonofobia.1,3,5
Gejala klinis dapat berupa nyeri ringan- sedang – berat, tumpul seperti ditekan
atau diikat, tidak berdenyut, menyeluruh, nyeri lebih hebat pada daerah kulit kepala,
oksipital, dan belakang leher, terjadi spontan, memburuk oleh stress, insomnia,
kelelahan kronis, iritabilitas, gangguan konsentrasi, kadang vertigo, dan rasa tidak
nyaman pada bagian leher, rahang serta temporomandibular.
Pemeriksaan Penunjang Tension Type Headache (TTH)
Tidak ada uji spesifik untuk mendiagnosis TTH dan pada saat dilakukan
pemeriksaa neurologik tidak ditemukan kelainan apapun. TTH biasanya tidak
memerlukan pemeriksaan darah, rontgen, CT scan kepala maupun MRI.1,3,5
Diferensial Diagnosa Tension Type Headache (TTH)
Diferensial Diagnosa dari TTH adalah sakit kepala pada spondilo-artrosis
deformans, sakit kepala pasca trauma kapitis, sakit kepala pasca punksi lumbal,
migren klasik, migren komplikata, cluster headache, sakit kepala pada arteritis
temporalis, sakit kepala pada desakan intrakranial, sakit kepala pada penyakit
kardiovasikular, dan sakit kepala pada anemia.1,3,5
Terapi Tension Type Headache (TTH)
Relaksasi selalu dapat menyembuhkan TTH.Pasien harus dibimbing untuk
mengetahui arti dari relaksasi yang mana dapat termasuk bed rest, massage, dan/ atau
latihan biofeedback.Pengobatan farmakologi adalah simpel analgesia dan/atau mucles
relaxants.Ibuprofen dan naproxen sodium merupakan obat yang efektif untuk
kebanyakan orang. Jika pengobatan simpel analgesia(asetaminofen, aspirin,
ibuprofen, dll.) gagal maka dapat ditambah butalbital dan kafein ( dalam bentuk
kombinasi seperti Fiorinal) yang akan menambah efektifitas pengobatan.1,3,5
Prognosis dan Komplikasi Tension Type Headache (TTH)
TTH pada kondisi dapat menyebabkan nyeri yang menyakitkan tetapi
tidak membahayakan.Nyeri ini dapat sembuh dengan perawatan ataupun dengan
menyelesaikan masalah yang menjadi latar belakangnya jika penyebab TTH berupa
pengaruh psikis.Nyeri kepala ini dapat sembuh dengan terapi obat berupa
analgesia.TTh biasanya mudah diobati sendiri.Progonis penyakit ini baik, dan dengan
penatalaksanaan yang baik maka > 90 % pasien dapat disembuhkan.1,3,5
Komplikasi TTH adalah rebound headache yaitu nyeri kepala yang
disebabkan oleh penggunaan obat – obatan analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dll
yang berlebihan.
Pencegahan Tension Type Headache (TTH)
Pencegahan TTH adalah dengan mencegah terjadinya stress dengan
olahraga teratur, istirahat yang cukup, relaksasi otot (massage, yoga, stretching),
meditasi, dan biofeedback. Jika penyebabnya adalah kecemasan atau depresi maka
dapat dilakukan behavioral therapy.Selain itu, TTH dapat dicegah dengan mengganti
bantal atau mengubah posisi tidur dan mengkonsumsi makanan yang sehat.1,2,3
B. MIGRAINE
Definisi Migren
MenurutInternational Headache Society (IHS), migren adalah nyeri kepala
dengan serangan nyeri yang berlansung 4 – 72 jam. Nyeri biasanya unilateral, sifatnya
berdenyut, intensitas nyerinya sedang sampai berat dan diperhebat oleh aktivitas, dan
dapat disertai mual muntah, fotofobia dan fonofobia.
Etiologi dan Faktor Resiko Migren
Etiologi migren adalah sebagai berikut :
a. perubahan hormon (65,1%), penurunan konsentrasi esterogen dan progesteron
pada fase luteal siklus menstruasi,
b. makanan (26,9%), vasodilator (histamin seperti pada anggur merah, natrium
nitrat), vasokonstriktor (tiramin seperti pada keju, coklat, kafein), zat
tambahan pada makanan (MSG),
c. stress (79,7%),
d. rangsangan sensorik seperti sinar yang terang menyilaukan(38,1%) dan bau
yang menyengat baik menyenangkan maupun tidak menyenangkan, (5) faktor
fisik seperti aktifitas fisik yang berlebihan (aktifitas seksual) dan perubahan
pola tidur, (6) perubahan lingkungan (53,2%), (7) alkohol (37,8%), (7)
merokok (35,7%).
Faktor resiko migren adalah adanya riwayat migren dalam keluarga,
wanita, dan usia muda.
Epidemiologi Migren
Migren terjadi hampir pada 30 juta penduduk Amerika Serikat dan 75 %
diantaranya adalah wanita. Migren dapat terjadi pada semua usia tetapi biasanya
muncul pada usia 10 – 40 tahun dan angka kejadiannya menurun setelah usia 50
tahun. Migren tanpa aura lebih sering diabndingkan migren yang disertai aura dengan
persentasi 9 : 1.
Klasifikasi Migren
Migren dapat diklasifikasikan menjadi migren dengan aura, tanpa aura,
Migren dengan aura
Sekurang –kurangnya terjadi 2 serangan nyeri kepala berulang
yang didahului gejala neurologi fokal yang reversibel secara
bertahap 5-20 menit dan berlangsung < 60 menit
Terdapat sedikitnya satu aura berikut ini yang reversibel
seperti: gangguan visual, gangguan sensoris, gangguan bicara
disfasia.
Paling sediki dua dari kateristik berikut:
gejala visual homonim dan/atau gejala sensoris
unilatral
paling tidak timbul satu macam aura secara gradual
≥ 5 menit dan/atau jenis aura yang lainnya ≥5 menit
tiap gejala berlangsung ≥ 5 menit dan ≤ 60 menit.
Tidak berkaitan dengan kelainan lain
Migren tanpa aura
Sekurang-kurangnya terjadi 5 serangan nyeri kepala berulang
dengan menifestasi serangan berulang 4-72 jam,yang
mempunyai sedikitnya 2 karakteristik berikut : unilatral,
berdenyut,intensitas sedang atau berat, bertambah berat dengan
aktifitas fisik
Selama nyeri kepala disertai salah satu berikut : nausea dan
atau muntah, fotofobia dan fonofobia.
Serangan nyeri kepala tidak berkaitan dengan kelainan yang
lain
Patofisiologi Migren
Terdapat berbagai teori yang menjelaskan terjadinya migren. Teori
vaskular, adanya gangguan vasospasme menyebabkan pembuluh darah otak
berkonstriksi sehingga terjadi hipoperfusi otak yang dimulai pada korteks visual dan
menyebar ke depan. Penyebaran frontal berlanjuta dan menyebabkan fase nyeri
kepala dimulai. Teori cortical spread depression, dimana pada orang migrain nilai
ambang saraf menurun sehingga mudah terjadi eksitasi neuron lalu berlakushort-
lasting wavedepolarization oleh pottasium-liberating depression (penurunan
pelepasan kalium) sehingga menyebabkan terjadinya periode depresi neuron yang
memanjang. Selanjutnya, akan terjadi penyebaran depresi yang akan menekan
aktivitas neuron ketika melewati korteks serebri.
Teori Neovaskular (trigeminovascular), adanya vasodilatasi akibat
aktivitas NOS dan produksi NO akan merangsang ujung saraf trigeminus pada
pembuluh darah sehingga melepaskan CGRP (calcitonin gene related). CGRP akan
berikatan pada reseptornya di sel mast meningens dan akan merangsang pengeluaran
mediator inflamasi sehingga menimbulkan inflamasi neuron. CGRP juga bekerja pada
arteri serebral dan otot polos yang akan mengakibatkan peningkatan aliran darah.
Selain itu, CGRP akan bekerja pada post junctional site second order neuron yang
bertindak sebagai transmisi impuls nyeri
Teori sistem saraf simpatis, aktifasi sistem ini akan mengaktifkan lokus
sereleus sehingga terjadi peningkatan kadar epinefrin. Selain itu, sistem ini juga
mengaktifkan nukleus dorsal rafe sehingga terjadi peningkatan kadar serotonin.
Peningkatan kadar epinefrin dan serotonin akan menyebabkan konstriksi dari
pembuluh darah lalu terjadi penurunan aliran darah di otak.Penurunan aliran darah di
otak akan merangsang serabut saraf trigeminovaskular. Jika aliran darah berkurang
maka dapat terjadi aura. Apabila terjadi penurunan kadar serotonin maka akan
menyebabkan dilatasi pembuluh darah intrakranial dan ekstrakranial yang akan
menyebabkan nyeri kepala pada migren.
Diagnosa Migren
Anamnesa riwayat penyakit dan ditegakkan apabila terdapat tanda – tanda
khas migren.Kriteria diagnostikIHS untuk migren dengan aura mensyaratkan bahwa
harus terdapat paling tidak tiga dari empat karakteristik berikut : (1) migren dengan
satu atau lebih aura reversibel yang mengindikasikan disfungsi serebral korteks dan
atau tanpa disfungsi batang otak, (2) paling tidak ada satu aura yang terbentuk
berangsur – angsur lebih dari 4 menit, (3) aura tidak bertahan lebih dari 60 menit, (4)
sakit kepala mengikuti aura dalam interval bebas waktu tidak mencapai 60 menit
Kriteria diagnostik IHS untuk migren tanpa aura mensyaratkan bahwa
harus terdapat paling sedikit lima kali serangan nyeri kepala seumur hidup yang
memenuhi kriteria berikut : (a) berlangsung 4 – 72 jam, (b) paling sedikit memenuhi
dua dari : (1) unilateral , (2) sensasi berdenyut, (3) intensitas sedang berat, (4)
diperburuk oleh aktifitas, (3) bisa terjadi mual muntah, fotofobia dan fonofobia.
Pemeriksaan Penunjang Migren
Pemeriksaan untuk menyingkirkan penyakit lain ( jika ada indikasi) adalah
pencitraan ( CT scan dan MRI) dan punksi lumbal.
Diferensial diagnosaMigren
Diferensial diagnosa migren adalah malformasi arteriovenus, aneurisma
serebri, glioblastoma, ensefalitis, meningitis, meningioma, sindrom lupus
eritematosus, poliarteritis nodosa, dan cluster headache.
Terapi Migren
Tujuan terapi migren adalah membantu penyesuaian psikologis dan
fisiologis, mencegah berlanjutnya dilatasi ekstrakranial, menghambat aksi media
humoral ( misalnya serotonin dan histamin), dan mencegah vasokonstriksi arteri
intrakranial untuk memperbaiki aliran darah otak.
Terapi tahap akut adalah ergotamin tatrat, secara subkutan atau IM
diberikan sebanyak 0,25 – 0,5 mg. Dosis tidak boleh melewati 1mg/24 jam.Secara
oral atau sublingual dapat diberikan 2 mg segera setelah nyeri timbul.Dosis tidak
boleh melewati 10 mg/minggu. Dosis untuk pemberian nasal adalah 0,5 mg (sekali
semprot).Dosis tidak boleh melewati 2 mg (4 semprotan).Kontraindikasi adalah
sepsis, penyakit pembuluh darah, trombofebilitis, wanita haid, hamil atau sedang
menggunakan pil anti hamil.Pada wanita hamil, haid atau sedang menggunakan pil
anti hamil berikan pethidin 50 mg IM. Pada penderita penyakit jantung iskemik
gunakan pizotifen 3 sampai 5 kali 0,5 mg sehari. Selain ergotamin juga bisa obat –
obat lain (lihat tabel 6). Terapi profilaksis menggunakan metilgliserid malead,
siproheptidin hidroklorida, pizotifen, dan propanolol
Selain menggunakan obat – obatan, migren dapat diatasi dengan
menghindari aktor penyebab, manajemen lingkungan, memperkirakan siklus
menstruasi, yoga, meditasi, dan hipnotis.
Komplikasi Migren
Komplikasi Migren adalah rebound headache, nyeri kepala yang
disebabkan oleh penggunaan obat – obatan analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dll
yang berlebihan.
Pencegahan Migren
Pencegahan migren adalah dengan mencegah kelelahan fisik, tidur cukup,
mengatasi hipertensi, menggunakan kacamata hitam untuk menghindari cahaya
matahari, mengurangi makanan (seperti keju, coklat, alkohol, dll.), makan teratur, dan
menghindari stress.1,5,8,9
C. CLUSTER HEADACHE
Serangan sakit kepala klaster (CH) biasanya pendek dalam durasi (5-180
menit) dan terjadi dengan frekuensi dari sekali setiap hari sampai 8 kali sehari,
terutama selag tidur atau pagi hari, biasanya sesuai dengan onset tidur REM.
Sebagai diagnosis banding migrain, CH tidak didahului oleh aura dan biasanya
tidak berhubungan dengan gejala-gejala yang menyertai seperti mual, muntah,
fotofobia, atau osmophobia. Biasanya, cluster berlangsung 2 minggu sampai 3
bulan.
Nyeri digambarkan sebagai menyiksa, menusuk, tajam, dan nyeri pedih,
daripada berdenyut. Rasa sakit ini satu sisi, di daerah periorbital, retroorbital
atau temporal. Terkadang, rasa sakit menyebar ke pipi, rahang, oksipital, dan
daerah nuchae. CH mungkin, tapi jarang beralih sisi.
Nyeri disertai dengan gejala parasimpatis kranial termasuk lakrimasi
ipsilateral, injeksi konjungtiva, rinorea, edema kelopak mata, ptosis, dan
miosis.1,12
Produk alkohol dan tembakau dapat memicu serangan. Beberapa pemicu
termasuk cuaca panas, menonton televisi, nitrogliserin, stres, relaksasi, suhu
ekstrim, silau, rhinitis alergi, dan aktivitas seksual.
Selama serangan CH, pasien mungkin menjadi gelisah dan sangat gelisah.
Pasien tidak ingin untuk beristirahat, melainkan, mereka gelisah dan lebih
memilih untuk berjalan atau bergerak. Dalam rasa sakit yang sangat, pasien
mungkin diam, duduk, menjedukkan kepala terhadap permukaan yang keras,
menjerit kesakitan, atau merangkak di lantai.
Klasifikasi CH: The International Headache Society (IHS)
mengklasifikasikan CH dengan durasi sebagai episodik atau kronis.
CH episodik terjadi dalam periode yang berlangsung dari 7 hari untuk
1 tahun; serangan cluster dipisahkan oleh interval bebas nyeri yang berlangsung
setidaknya 2 minggu.
CH kronis didefinisikan sebagai terjadi selama lebih dari 1 tahun tanpa
remisi atau dengan remisi yang berlangsung minggu kurang dari 2. Hal ini
dibagi menjadi CH kronis dari onset dan CH kronis berkembang dari episodik.
Lesi struktural mungkin ada dalam CH dan harus dicurigai jika presentasi
atipikal. Fitur atipikal mungkin termasuk yang berikut:
o Tidak adanya pola periodik
o Sisa sakit kepala antara eksaserbasi
o Bilaterality
o tidak lengkap atau minimal respon terhadap terapi standar
o Adanya temuan lateralizing pada pemeriksaan (selain sindrom Horner)
Pasien dengan CH meningkatkan risiko usaha bunuh diri, penggunaan
alkohol, merokok, dan penyakit ulkus peptikum.1,12
Gejala Fisik
Asosiasi fenomena otonom menonjol adalah ciri dari sakit kepala cluster (CH).
Termasuk tanda-tanda seperti hidung tersumbat ipsilateral dan rinorea,
lakrimasi, hiperemia konjungtiva, diaforesis wajah, edema palpebra, dan
lengkap atau parsial sindrom Horner (yang mungkin bertahan antara serangan).
Takikardia adalah temuan yang sering.1,12
Etiologi
Penyebab pasti sakit kepala cluster (CH) tidak diketahui.
Kelainan ini sporadis, meskipun kasus yang jarang dari pola dominan
autosom dalam satu keluarga telah dilaporkan.1,12
Medika Mentosa
Pengelolaan farmakologis CH dapat dibagi ke dalam strategi yang gagal / gejala dan
pencegahan / profilaksis. Terapi abortif diarahkan untuk menghentikan atau
mengurangi keparahan serangan akut, sementara agen profilaksis yang digunakan
untuk mengurangi frekuensi dan intensitas sakit kepala eksaserbasi individu. Karena
sifat, singkat dari serangan, terapi profilaksis yang efektif harus dianggap sebagai
dasar pengobatan. Terapi profilaksis harus dimulai pada awal siklus CH dan terus
sampai pasien adalah sakit kepala gratis untuk minimal 2 minggu. Agen kemudian
dapat diturunkan dosisnya perlahan untuk mencegah kambuh.
Agen ini diberikan untuk membatalkan serangan CH. Karena durasi serangan, mereka
harus memberikan bantuan segera.
Oksigen aliran tinggi
Menghirup oksigen aliran tinggi, oksigen terkonsentrasi sangat efektif untuk
membatalkan serangan CH1,12
Agen-agen ini dapat mengurangi peradangan yang dihubungkan dengan sakit kepala
migrain:
Zolmitriptan (Zomig, Zomig-ZMT, Zomig Nasal Spray)
Sebagai agonis selektif reseptor serotonin 5HT1 di arteri kranial,
menyebabkan vasokonstriksi dan mengurangi peradangan yang berkaitan dengan
transmisi saraf antidromic dalam CH. Dapat mengurangi keparahan sakit kepala
dalam waktu 15 menit injeksi SC. Bentuk intranasal baru ini diperkenalkan di AS,
menawarkan alternatif yang menarik selain injeksi.
Naratriptan (Amerge, Naramig)
Sebagai agonis selektif reseptor serotonin 5HT1 di arteri kranial, menyebabkan
vasokonstriksi dan mengurangi peradangan yang berkaitan dengan transmisi saraf
antidromic dalam CH. Dapat mengurangi keparahan sakit kepala dalam waktu 15
menit injeksi SC.
Sumatriptan suksinat (Imitrex)
Sebagai agonis selektif reseptor serotonin 5HT1 di arteri kranial, menyebabkan
vasokonstriksi dan mengurangi peradangan yang berkaitan dengan transmisi saraf
antidromic dalam CH. Dapat mengurangi keparahan sakit kepala dalam waktu 15
menit injeksi SC. Bentuk intranasal baru ini diperkenalkan di AS, menawarkan
alternatif yang menarik selain injeksi.
Rizatriptan (Maxalt, Maxalt-MLT)
Agonis selektif untuk serotonin 5-HT1 reseptor dalam arteri kranial dan menekan
peradangan yang terkait dengan sakit kepala migrain.
Almotriptan (Axert)
Digunakan untuk mengobati migrain akut. Agonis reseptor selektif 5-HT1B/1D.
Hasil di penyempitan pembuluh kranial, penghambatan pelepasan neuropeptida, dan
transmisi rasa sakit berkurang pada jalur trigeminus.
Frovatriptan (Frova)
Digunakan untuk mengobati migrain akut. Selektif agonis reseptor 5-HT1B/1D
dengan panjang paruh 24 jam dan sakit kepala tingkat kekambuhan rendah dalam
waktu 24-jam periode mengambil obat. Hasil di penyempitan pembuluh kranial,
penghambatan pelepasan neuropeptida, dan transmisi rasa sakit berkurang pada jalur
trigeminus. Memiliki karakteristik yang unik dan manfaat dalam pengobatan akut
migrain.
Eletriptan (Relpax)
Agonis serotonin selektif. Khusus bekerja pada 5-hidroksitriptamin (5-HT1B/1D/1F)
reseptor 1B/1D/1F pada pembuluh darah intrakranial dan ujung saraf sensorik untuk
meredakan rasa sakit yang terkait dengan sakit kepala akut.
Agen ini sangat efektif dalam mengurangi nyeri akut CH.
Dihydroergotamine (D.H.E. 45 injeksi, Migranal)
Tersedia dalam persiapan IV atau intranasal, cenderung menyebabkan vasokonstriksi
arteri kurang dari ergotamine tartrat.
Ergotamine (Cafatine, Cafergot, Cafetrate, Ercaf)
Vasokonstriktor otot polos pada pembuluh darah kranial, alpha-adrenergik bloker,
dan nonselektif agonis 5-HT. PR atau SL ergotamine tartrat persiapan lebih suka PO
karena onset cepat tindakan. Hindari dosis maksimum untuk mencegah sakit kepala
rebound.
Anestesi lokal menstabilkan membran saraf sehingga neuron kurang permeabel
terhadap ion. Hal ini mencegah inisiasi dan transmisi impuls saraf, sehingga
menghasilkan tindakan anestesi lokal.
Lidokain 4% intranasal (Xylocaine)
Terapi gagal eksperimental dalam CH, blok konduksi impuls saraf dengan
menurunkan permeabilitas membran saraf terhadap ion natrium, yang menghasilkan
penghambatan depolarisasi dan blokade konduksi. Efektif dalam 2 uji klinis terpisah.
Administrasi intranasal lidokain tetes memerlukan keahlian spesifik dan, bagi banyak
pasien, teknik yang sulit.
Karakter singkat dan tak terduga dari CH menghalangi penggunaan efektif dari
analgesik oral atau narkotika. Meskipun kurang manjur, zat ini disalahgunakan oleh
beberapa penderita CH.
Narkotika tidak dianjurkan dalam membatalkan sakit kepala cluster.
Intranasal capsaicin
Ini terapi eksperimental berhasil diuji dalam uji klinis. Berasal dari cabai,
menginduksi pelepasan substansi P, chemomediator utama dari impuls nyeri dari
pinggiran ke SSP. Setelah aplikasi berulang-ulang, menghabiskan neuron dari
substansi P dan mencegah reaccumulation.
Kalsium Channel Blocker
Agen ini menghambat tahap awal vasokonstriksi CH.
Verapamil (Calan, Verelan, Covera-HS)
Mungkin kalsium channel blocker yang paling efektif untuk CH profilaksis,
menghambat ion kalsium dari memasuki saluran lambat, pilih daerah sensitif
tegangan atau otot polos vaskular, sehingga menghasilkan vasodilatasi.
Lithium karbonat (Eskalith, Lithane, Lithobid, Lithonate, Lithotabs)
Efektif mencegah CH (terutama dalam bentuk yang lebih kronis) dan
memperlakukan gangguan bipolar suasana hati, penyakit lain siklik. Tanggapan
variabel, tetapi masih direkomendasikan lini pertama agen di CH. Jendela terapeutik
yang sempit memerlukan pemantauan ketat dan efek samping. Plasma lithium tingkat
0,6-1,2 mEq / L, 12 jam setelah dosis terakhir (yaitu, sesaat sebelum dosis
berikutnya), biasanya dicari, namun kadar plasma yang optimal untuk pencegahan CH
ditentukan. Pengobatan efektif dalam CH pada konsentrasi serum yang lebih rendah
dari yang dibutuhkan dalam gangguan bipolar (0,3-0,8 mEq /L)
Keberhasilan dalam profilaksis CH telah dibuktikan dalam beberapa penelitian
terkontrol yang relatif kecil. Jelas mekanisme tindakan untuk pencegahan CH.
Mungkin bertindak dengan mengatur sensitisasi sentral.
Topiramate (Topamax)
Efektif dalam beberapa studi prospektif kecil. Sesuai mekanisme aksi di diketahui
sakit kepala CH.
Kortikosteroid
Agen ini sangat efektif dalam mengakhiri siklus CH dan mencegah kekambuhan sakit
kepala segera. Prednisone dosis tinggi diresepkan untuk beberapa hari pertama, diikuti
oleh penurunan dosis bertahap. Penggunaan agen profilaksis simultan standar
(misalnya, verapamil) dianjurkan. Mekanisme aksi dalam CH masih dalam spekulasi.
Prednison (Sterapred)
Sangat efektif dalam membatalkan siklus CH atau sebagai penengah profilaksis
(menjembatani antara agen terapi akut dan profilaksis). Efektif untuk pengobatan CH
tidak responsif terhadap lithium atau methysergide. Efek dalam CH dapat terjadi
melalui penghambatan sintesis prostaglandin. Penggunaan jangka panjang tidak
dianjurkan. 1,12
Methysergide (Sansert)
Berguna pada pasien tidak responsif terhadap lithium. Meskipun kelas kimia
ergotamine, tindakan berbeda, karena memiliki sifat yang minimal vasokonstriksi
ergotaminelike dan sifat serotoninlike signifikan lebih besar. Sangat efektif dalam
profilaksis CH episodik dan kronis. Sering efektif dalam mengurangi frekuensi nyeri,
terutama pada pasien muda dengan CH episodik. Jika tidak ada perbaikan setelah 3
minggu, tidak akan bermanfaat. Jangan memberikan terus menerus selama> 6 bulan.
Bebas narkoba interval 3-4 minggu harus mengikuti setiap program 6-bulan. 1,4,6
D. TRIGEMINAL NEURALGIA
Trigeminal neuralgia (TN), juga dikenal sebagai tic douloureux, adalah
sindrom nyeri umum dan berpotensi melumpuhkan, patofisiologi tepat yang tetap
tidak jelas. Kondisi ini telah dikenal untuk mendorong pasien dengan neuralgia
trigeminal ke jurang bunuh diri. Meskipun temuan pemeriksaan neurologis normal
pada pasien dengan berbagai idiopatik, jenis yang paling umum dari neuralgia nyeri
wajah, sejarah klinis yang khas. Trigeminal neuralgia ditandai dengan nyeri unilateral
mengikuti distribusi sensorik dari saraf kranial V-biasanya menjalar ke rahang atas
(V2) atau mandibula (V3) daerah di 35% dari pasien yang terkena dampak (lihat
gambar di bawah)-sering disertai dengan kejang wajah singkat atau tic. Keterlibatan
terisolasi divisi oftalmik jauh kurang umum (2,8%). 1,11
Ilustrasi yang menggambarkan saraf trigeminal dengan iIllustration menggambarkan
saraf trigeminal dengan 3 cabang utama
Biasanya, respon awal terhadap terapi carbamazepine adalah diagnostik dan sukses.
Meskipun mendapatkan bantuan ini awal memuaskan dengan obat, pasien mungkin
mengalami nyeri terobosan yang membutuhkan obat tambahan dan, pada beberapa
pasien, satu atau lebih dari berbagai intervensi bedah. 1,12
Sejarah
Gambaran klinis trigeminal neuralgia dapat ditelusuri kembali lebih dari 300 tahun
yang lalu. Aretaeus dari Kapadokia, dikenal sebagai salah satu penganalisis awal
migrain, dikreditkan dengan indikasi pertama dari neuralgia trigeminal dijelaskan
sakit kepala di mana "kejang dan distorsi dari wajah terjadi." Nicholaus Andre tic
douloureux menciptakan istilah dalam 1756.
John Fothergill adalah yang pertama untuk memberikan deskripsi yang lengkap dan
akurat dari kondisi ini dalam sebuah makalah berjudul "Pada Penderitaan
Menyakitkan dari Wajah," yang disajikan kepada masyarakat medis dari London pada
1773. Osler juga dijelaskan trigeminal neuralgia dengan sangat rinci dan akurat pada
tahun 1912 bukunya The Prinsip dan Praktek Kedokteran.
Pada tahun 1900, dalam sebuah artikel, Cushing melaporkan metode ablasi total
gasserian ganglion trigeminal neuralgia untuk mengobati. 1,12
Anatomi
Saraf trigeminal adalah yang terbesar dari semua saraf kranial. Ini keluar lateral pada
tingkat pertengahan pons dan memiliki 2 divisi-akar motor yang lebih kecil (porsi
kecil) dan akar sensorik yang lebih besar (sebagian besar). Akar motorik memasok
temporalis, pterygoideus, tensor timpani, tensor palati, mylohyoid, dan perut anterior
digastric tersebut. Akar motor juga mengandung serat saraf sensorik yang terutama
memediasi sensasi rasa sakit.
Ganglion gasserian terletak di fosa trigeminus (Meckel) dari tulang petrosa di fosa
kranial tengah. Ini berisi orde pertama umum serat sensorik somatik yang membawa
rasa sakit, suhu, dan sentuhan. Proses perifer neuron dalam bentuk ganglion 3 divisi
saraf trigeminal (yaitu, mata, rahang atas, dan bawah). Keluar Divisi oftalmik
tempurung kepala melalui fisura orbital superior, keluar divisi maksila dan mandibula
foramen rotundum melalui dan foramen ovale, masing-masing.
Serat aferen proprioseptif perjalanan dengan akar eferen dan aferen. Mereka adalah
proses perifer dari neuron unipolar terletak di pusat inti mesensefalik dari saraf
trigeminal.
Karena patofisiologi yang tepat masih kontroversial, etiologi trigeminal neuralgia
(TN) dapat pusat, perifer, atau keduanya. Saraf trigeminal (saraf kranial V) bisa
menyebabkan nyeri, karena fungsi utama adalah sensorik. Biasanya, tidak ada lesi
struktural hadir (85%), meskipun banyak peneliti setuju bahwa kompresi pembuluh
darah, biasanya vena atau loop arteri di pintu masuk ke saraf trigeminal pons, sangat
penting untuk patogenesis berbagai idiopatik. Ini hasil kompresi dalam demielinasi
saraf trigeminal fokus. Etiologi idiopatik diberi label secara default dan
kemudiandikategorikan sebagai trigeminal neuralgia klasik.
Nyeri neuropatik adalah tanda kardinal cedera pada unmyelinated dan tipis
myelinated serat kecil aferen primer yang mengabdi nosisepsi. Mekanisme nyeri itu
sendiri yang diubah. Microanatomic kecil dan besar serat kerusakan di saraf, pada
dasarnya demielinasi, sering diamati di zona entri akarnya (REZ), mengarah ke
transmisi ephaptic, di mana potensial aksi melompat dari satu serat yang lain.
Kurangnya penghambatan masukan dari besar serabut saraf mielin berperan. Selain
itu, mekanisme masuk kembali menyebabkan amplifikasi dari input sensorik. Sebuah
berkorelasi klinis, misalnya, adalah potensi untuk getaran untuk memicu serangan.
Namun, fitur juga menyarankan mekanisme sentral tambahan (misalnya, penundaan
antara rangsangan dan rasa sakit, periode refrakter). 1,11
Etiologi
Meskipun pengelompokan keluarga dipertanyakan ada, trigeminal neuralgia (TN)
yang paling mungkin adalah multifaktorial.
Kebanyakan kasus neuralgia trigeminal adalah idiopatik, namun kompresi akar
trigeminal oleh tumor atau anomali vaskuler dapat menyebabkan rasa sakit serupa,
seperti yang dibahas dalam Patofisiologi. Dalam satu studi, 64% dari kapal
mengompresi diidentifikasi sebagai arteri, paling sering serebelum superior (81%)
vena kompresi diidentifikasi pada 36% kasus.
Neuralgia trigeminal dibagi menjadi 2 kategori, klasik dan gejala. Bentuk klasik,
dianggap idiopatik, sebenarnya termasuk kasus-kasus yang disebabkan oleh arteri
yang normal hadir dalam kontak dengan syaraf, seperti arteri serebelum superior atau
bahkan arteri trigeminal primitif.
Bentuk gejala dapat mempunyai beberapa. Aneurisma, tumor, peradangan meningeal
kronis, atau lesi lainnya dapat mengiritasi akar saraf trigeminal sepanjang pons
menyebabkan gejala neuralgia trigeminal. Kursus vaskular yang abnormal dari arteri
serebelum superior sering disebut sebagai penyebabnya. Jarang, daerah demielinasi
dari multiple sclerosis mungkin tergesa-gesa (lihat gambar berikut), lesi pada pons di
zona akar masuknya serat trigeminus telah dibuktikan. Lesi ini dapat menyebabkan
sindrom nyeri yang sama seperti pada trigeminal neuralgia.
Mikroskopis demonstrasi demielinasi dalam demonstrasi primMicroscopic dari
demielinasi dalam trigeminal neuralgia primer. Sebuah akson berbelit-belit ini
dikelilingi oleh mielin abnormal terputus-putus. (Mikroskop elektron; 3300 ×). 1,12
Tumor-termasuk penyebab neuralgia trigeminal (paling sering di sudut cerebello-
pons) meliputi neurinoma akustik, Chordoma di tingkat clivus, pontine glioma atau
glioblastoma, epidermoid, metastasis, dan limfoma. Neuralgia Trigeminal dapat
terjadi akibat etiologi paraneoplastic.
Menyebabkan pembuluh darah termasuk infark pontine dan malformasi arteriovenosa
atau aneurisma di sekitarnya.
Menyebabkan inflamasi meliputi multiple sclerosis (umum), sarkoidosis, penyakit
Lyme dan neuropati.
Jarang, tambalan gigi yang berdekatan terdiri dari logam berbeda dapat memicu
serangan dan satu kasus atipikal diikuti tindik lidah. Laporan lain kasus neuralgia
trigeminal dilaporkan pada pasien dengan hipotensi intrakranial spontan; kedua
kondisi diselesaikan setelah perawatan bedah dari cacat lengan akar serviks dural. 1,12
Epidemiologi
Pada tahun 1968, Penman melaporkan prevalensi AS trigeminal neuralgia (TN)
sebagai kira-kira 107 pria dan 200 wanita per 1 juta orang Pada tahun 1993, Mauskop
mencatat sekitar 40.000 pasien memiliki kondisi ini pada waktu tertentu. dengan
kejadian 4-5 kasus per 100.000. Perkiraan terbaru menunjukkan prevalensi sekitar 1,5
kasus per 10.000 penduduk, dengan kejadian sekitar 15.000 kasus per tahun.
Rushton dan Olafson melaporkan bahwa sekitar 1% dari pasien dengan multiple
sclerosis (MS) mengembangkan trigeminal neuralgia, bahwa Jensen dkk mencatat
bahwa 2% dari pasien dengan neuralgia trigeminal memiliki multiple sclerosis Pasien
dengan kedua kondisi. Sering memiliki bilateral trigeminal neuralgia.
Tidak ada kecenderungan geografis atau perbedaan rasial telah ditemukan untuk
neuralgia trigeminal. Namun, perempuan yang terkena sampai dua kali sesering laki-
laki (kisaran, 3:02-2:01). Selain itu, dalam 90% pasien, penyakit dimulai setelah usia
40 tahun, dengan onset khas 60-70 tahun (usia pertengahan dan kemudian). Pasien
yang hadir dengan penyakit ketika berusia 20-40 tahun lebih mungkin untuk
menderita lesi demielinasi di pons sekunder multiple sclerosis; pasien yang lebih
muda juga cenderung memiliki gejala neuralgia trigeminal atau sekunder. Ada juga
laporan sesekali kasus pediatrik neuralgia trigeminal.
Faktor risiko lain untuk sindrom ini adalah hipertensi. 1,12
Prognosa
Setelah serangan awal, trigeminal neuralgia (TN) dapat mengirimkan selama
berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Setelah serangan bisa menjadi lebih
sering, lebih mudah dipicu, menonaktifkan, dan mungkin memerlukan pengobatan
jangka panjang. Jadi, perjalanan penyakit biasanya salah satu dari kelompok-
kelompok serangan yang pasang surut dalam frekuensi. Eksaserbasi paling sering
terjadi pada musim gugur dan musim semi.
Di antara prediktor klinis terbaik bentuk defisit sensorik simtomatik pada pemeriksaan
dan distribusi bilateral gejala (tapi tidak adanya daripadanya bukanlah prediktor
negatif). Usia muda merupakan prediktor yang moderat, namun tingkat wajar
tumpang tindih ada. Kurangnya respon terapi dan distribusi V1 adalah prediktor
miskin.
Meskipun trigeminal neuralgia tidak terkait dengan kehidupan dipersingkat,
morbiditas yang terkait dengan nyeri kronis dan berulang wajah bisa besar jika
kondisi ini tidak dikendalikan secara memadai. Kondisi ini dapat berkembang
menjadi sindrom nyeri kronis, dan pasien mungkin menderita depresi dan kehilangan
fungsi sehari-hari terkait. Individu dapat memilih untuk membatasi kegiatan yang
endapan rasa sakit, seperti mengunyah, mungkin kehilangan berat badan dalam
keadaan ekstrim. Selain itu, beratnya nyeri dapat menyebabkan bunuh diri. 1,12
Komplikasi
Komplikasi utama dalam neuralgia trigeminal adalah efek samping dan toksisitas
yang berpengalaman secara rutin dengan penggunaan jangka panjang agen
antikonvulsan. Komplikasi lain adalah kemanjuran berkurang selama beberapa tahun
obat ini pada neuralgia mengendalikan, yang memerlukan penambahan antikonvulsan
kedua, yang dapat menyebabkan lebih terkait obat reaksi yang merugikan.
Kegagalan untuk mendiagnosis tumor batang otak dan sumsum tulang aplasia sebagai
efek samping aneh dari carbamazepine adalah perangkap umum untuk menghindari.
Standar perawatan harus diterapkan untuk prosedur invasif, yang paling tunduk pada
klaim potensial. Perkutan bedah saraf prosedur dan prosedur dekompresi
mikrovaskuler menimbulkan risiko komplikasi jangka panjang. Risiko perioperatif
juga ada. Lihat Neuralgia Trigeminal Bedah. Selain itu, pasien mungkin harus
menunggu selama beberapa minggu atau bulan setelah operasi untuk bantuan, dan
beberapa menemukan kelegaan hanya untuk 1-2 tahun dan kemudian harus
mempertimbangkan pilihan operasi kedua.
Beberapa pasien secara permanen kehilangan sensasi atas sebagian dari wajah atau
mulut. Kadang-kadang, pasien mungkin menderita kelemahan rahang dan / atau
anestesi kornea. Ulserasi kornea dapat hasil karena gangguan trofik dari
deafferentation saraf.
Setelah setiap perawatan invasif, reaktivasi dari infeksi herpes simpleks tidak jarang.
Komplikasi anestesi dolorosa terburuk adalah, suatu dysesthesia wajah keras, yang
mungkin lebih melumpuhkan daripada trigeminal neuralgia asli. Dysesthesia ini dapat
disebabkan oleh prosedur dan, kadang-kadang, operasi. 1,12
Pendidikan Pasien
Pasien manfaat dari penjelasan tentang sejarah alam dari gangguan, termasuk
kemungkinan bahwa sindrom dapat mengirimkan spontan selama berbulan-bulan atau
bahkan bertahun-tahun sebelum mereka perlu mempertimbangkan jangka panjang
obat antikonvulsan. Untuk alasan ini, beberapa mungkin memilih untuk taper off
pengobatan mereka setelah reda serangan awal, dengan demikian, mereka harus
dididik tentang pentingnya menjadi sesuai dengan rejimen pengobatan mereka.
Pasien juga harus dididik tentang potensi risiko obat antikonvulsan, seperti sedasi dan
ataksia, terutama pada pasien usia lanjut, yang dapat membuat mengemudi atau
mengoperasikan mesin berbahaya. Obat ini juga dapat menimbulkan risiko ke hati dan
sistem hematologi. Dokumen diskusi dengan pasien tentang risiko potensial.
Tidak ada terapi pencegahan yang spesifik. Pasien mungkin memiliki rasa sakit
selama berbulan-bulan atipikal pertanda, karena itu, pemahaman yang tepat terhadap
sindrom ini neuralgia trigeminal pra-dapat mengakibatkan pengobatan dini dan lebih
efisien.
Pasien harus menghindari manuver yang memicu nyeri. Setelah diagnosis ditegakkan,
menasihati mereka bahwa ekstraksi gigi tidak mampu lega, memancarkan sakit
bahkan jika ke dalam gusi.
Pada pasien yang ingin menjalani prosedur, mereka harus menyadari potensi efek
samping, serta melaporkan setiap sensasi diubah di wajah, terutama setelah prosedur.
Mereka harus diberitahu tentang potensi untuk dolorosa anestesi.1,12
Medikasi
Carbamazepinetetapmerupakan kriteria standard, tetapi sejumlah obat lain telah
digunakan untuk waktu yang lamadandengan sukses adil dalam trigeminal
neuralgia(TN). Agen iniharus dipertimbangkan berturut-turut dalam kasus
perlawanan. Jarang, terapi kombinasi dapat diberikan, tetapi harus tetap luar biasa
karena alasan toleransi dan karena efek sinergis jarang terjadi Jangka waktu
pengobatan. Tergantung pada evolusi klinis tetapi biasanya jangka panjang, sering
bertahun-tahun berlangsung. Analgesik topikal telah gagal pada pasien dengan
manifestasi ophthalmologic neuralgia trigeminal1,12
DAFTAR PUSTAKA
1. Stephen D, Silberstein. Wolff’s headache and Other Head Ache.London :
Oxford University Press.2001
2. ,Inc headache.Australia : faculty of medicine and health science, University of
Newcastle and University Drive.1995. available at Elsevier, Paris.
3. Lindsay, Kenneth W,dkk. Headache.Neurology and Neurosurgery Illustrated.
London: Churchill Livingstone.2004.66-72.ISH Classification ICHD II
( International Classification of Headache Disorders) available at http://ihs-
classification.org/_downloads/mixed/ICHD-IIR1final.doc
4. McPhee, Stephen J, Maxine A. Papadakis, dkk.Nervous System
disorders.Current Medical Diagnosis and Treatment 2009.San Fransisko :
McGraw-Hill Companies.2009.
5. Patestas, Maria A. dan Leslie P.Gartner.Cerebrum.A Textbook of
Neuroanatomy. United Kingdom: Blackwell.2006.69-70.Price, Sylvia dan
Lorraine M.
6. Wilson.Nyeri.Huriawati,dkk.Patofisiologi edisi 6.Jakarta :EGC.2003.
7. Reksodiputro, A.Hariyanto,dkk. Migren dan Sakit Kepala.
8. Aru W.sudoyo, Bambang Setyohadi, dkk.Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi
IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.2007.934-936.
9. Reskin, Neil H. Headache. Harrison, T.R, dkk. Harrison’s Internal
Medicine.United states of Amerika :McGraw-Hill Companies.2005. 85-
93.Sherwood, laura.Susunan Saraf Pusat.
10. Beatricia I.Santoso.Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta :
EGC.2001;115-119.Siebernagl, Stefan dan Florian Lang.Pain.Color Atlas of
Pathophysiology.New York : Thieme.2000.320-321.Simon,
11. Roger P, David A.Greenberg, dan Michael J.Aminoff.Headaches and facial
pain.Clinical Neurology. United states of Amerika : Lange.2009.69-93.
12. Lindsay, Kenneth W,dkk. Headache and Neurology. available at
http:// www.medscape.com