Upload
yulisa-prahasti-dewa-ayu
View
16
Download
8
Embed Size (px)
Citation preview
TUGAS JURNAL
Radiografi Thoraks Pada Politrauma Dada
OLEH
I Dewa Ayu Yulisa Prahasti
H1A 010 046
SUPERVISOR:
dr. Dewi Anjarwati, M.Kes, Sp.Rad
BAGIAN/SMF ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
RSU PROVINSI NTB
2015
BAB I
Pendahuluan
Tujuan radiografi dada adalah pemeriksaan pencitraan lini pertama untuk penilaian
politrauma dada, untuk mengevaluasi cedera dan memfasilitasi triase untuk observasi,
pencitraan lanjut, atau intervensi bedah segera. Tujuan dari artikel ini adalah untuk meninjau
cedera yang terjadi di dada dan perut bagian atas akibat benda tumpul dan trauma penetrasi.
Patofisiologi, temuan pencitraan, dan manajemen yang direkomendasikan akan dibahas untuk
trauma pada dinding dada, diafragma, pleura, paru-paru, mediastinum, jantung, aorta, dan
pembuluh darah besar.
BAB II
Isi
Radiografi dada adalah pemeriksaan pencitraan lini pertama pada pasien dengan politrauma
dada. Interpretasi yang tepat sangat penting untuk diagnosis dan pengobatan yang akurat.
Ketika pasien berada dalam kondisi kritis, radiografi dada mungkin satu-satunya pemeriksaan
pencitraan yang dapat dilakukan tanpa risiko cedera lebih lanjut atau dekompensasi.
Idealnya, radiografi dada harus diperoleh dalam posisi postero anterior dan lateral dengan
pasien duduk tegak dan inspirasi penuh. Namun, pasien trauma sering harus dicitrakan dalam
posisi terlentang, yang mempersulit visualisasi cedera dan lokalisasi. Gambaran tunggal
radiografi anteroposterior tidak dapat menunjukkan perbedaan jaringan lunak dan lesi tulang
dari lapisan dalam rongga abdomen. Air fluid levels tidak terlihat karena posisi tegak lurus
dari sinar x-ray. Usaha inspirasi yang lemah dan efek pembesaran dapat menghasilkan
pseudocardiomegaly dan peningkatan vaskularisasi paru. Namun demikian, ketika dianalisis
sehubungan dengan keterbatasan ini, radiografi dada dapat menjadi alat berharga yang
memberikan gambaran yang luas mengenai informasi sejumlah sistem organ.
Manifestasi politrauma dada tergantung pada mekanisme luka dan sistem organ yang terkena.
Trauma tumpul biasanya tertutup, trauma fisik nonpenetrasi biasanya karena penekanan.
Contohnya pada deselerasi injury (kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh) dan luka trauma
tumpul (pemukulan, crush injury). Komplikasinya adalah aberasi, contusion, laserasi organ
atau ruptur, dan fraktur. Trauma penetrasi terjadi ketika objek menembus kulit dan masuk ke
tubuh. Luka yang berat ditentukan dari cara dan momentum pada objek.
Dada Dinding
Jaringan lunak
Emfisema subkutan mengacu pada adanya udara di jaringan lunak extrathorak. Kondisi ini
hasil dari infeksi dinding dada, trauma tumpul dengan kerusakan sistem pernapasan atau
gastrointestinal, dan luka tembus yang mengakibatkan udara luar masuk ke dalam jaringan
lunak. Radiografi dada menunjukkan udara dalam jaringan subkutan, yang dapat menciptakan
gambaran radiolusen pada serat otot pectoralis mayor (tanda “ginkgo leaf”) (Gambar. 1).
Udara dapat menyebar melalui fasia ke seluruh dinding dada dan perut dan bahkan ke kepala,
leher, dan ekstremitas. Kondisi ini biasanya sembuh sendiri, tetapi yang parah mungkin dapat
terjadi kompresi pada trakea dan memerlukan intervensi. Sumber kebocoran udara yang
persisten akan memerlukan tindakan operasi.
Hematoma subkutan diakibatkan oleh akumulasi darah pada jaringan lunak. Kondisi ini
mungkin akibat dari kerusakan pembuluh darah pada dada, otot, atau tulang rusuk saat
trauma dada tumpul atau penetrasi. Di radiografi dada, opacity nonspesifik yang
divisualisasikan dalam jaringan lunak (Gambar. 2). Lokalisasi ke dinding dada tidak mungkin
tanpa radiografi lateral. Kebanyakan hematoma sembuh secara spontan, tetapi perdarahan
terus-menerus dapat terjadi pada trauma yang berat, koagulopati, dan malformasi vaskular.
Benda asing, seperti pisau dan pecahan peluru, juga dapat bersarang di jaringan lunak setelah
trauma menembus (Gambar. 3). Operasi untuk menghilangkan benda asing
direkomendasikan jika operasi memungkinkan.
Tulang
Trauma dada tumpul dapat menyebabkan berbagai cedera tulang tergantung pada mekanisme
yang terlibat. Cedera bahu yang hebat dapat menghasilkan fraktur scapular, yang ditampilkan
pada radiografi dada dan gambaran scapular (Gambar. 4). Disosiasi Scapulothoracic, atau
flail shoulder, terjadi ketika ada usaha tarikan yang kuat pada bahu sehingga menjauhi
thorak. Hal ini dapat mempengaruhi otot, pembuluh darah, dan cedera saraf. Dislokasi
scapular, edema, dan hematoma didapatkan pada radiografi dada.
Fraktur klavikula umumnya terjadi pada pasien trauma dan biasanya signifikansi klinisnya
kecil (Gambar.4). Dislokasi sternoklavikular atau patah tulang terjadi setelah trauma berat
pada bahu dan dapat diidentifikasi pada angle radiografi dada (Gambar. 5). Dislokasi
posterior mungkin melukai organ mediastinum dan pembuluh darah besar. Cedera ini perlu
ditutup atau tindakan bedah.
Fraktur pada tulang rusuk bagian atas jarang terjadi dan biasanya trauma pada bagian bawah
berat dengan kerusakan pembuluh darah besar dan pleksus brakialis. Patah tulang rusuk
bawah juga dapat melibatkan organ perut bagian atas seperti hati, limpa, dan ginjal, dan CT
disarankan jika kecurigaan cedera yang berat. Fraktur pada end ribs dapat mengakibatkan
laserasi pleura atau paru-paru, yang menyebabkan hematoma paru, hemotoraks, atau
pneumotoraks. Sebagian besar patah tulang dapat divisualisasikan pada radiografi dada, dan
radioopak sebuah kalus berkembang setelah beberapa minggu (Gambar. 6A). Flail chest
terjadi ketika sedikitnya lima fraktur tunggal berdekatan atau tiga segmen tulang rusuk yang
berdekatan patah, sehingga mengakibatkan pernapasan paradoksal (Gambar. 6B). Segmen
flail posterior disangga oleh otot dan skapula, sehingga tidak menyebabkan komplikasi yang
serius. Segmen flail anterior dan lateral, yang bebas bergerak, sangat dapat mengganggu
fungsi pernapasan dan menyebabkan rentan terhadap atelektasis dan infeksi. Ventilasi
tekanan positif atau fiksasi bedah mungkin diperlukan untuk stabilisasi.
Cedera sternum terlihat pada trauma dada anterior. Sebagian besar patah tulang terjadi di atas
atau pertengahan sternum dan berhubungan dengan hematoma retrosternal dan memar
miokard. Cedera ini sulit untuk diidentifikasi pada radiografi dada frontal dan sering
membutuhkan lateral atau sternum view untuk visualisasi yang baik (Gambar. 7). Fiksasi
bedah tidak perlu, dan penyembuhan terjadi lebih dari beberapa minggu.
Fraktur tulang belakang merupakan hasil dari kompresi atau cedera whiplash yang berkaitan
dengan kerusakan struktur neurologis dan pembuluh darah. Evaluasi yang optimal diperlukan
melalui radiography anterior dan lateral tulang belakang. Imobilisasi dan fiksasi bedah
diperlukan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut. Infeksi dari disk intervertebralis (diskitis)
dapat menghasilkan penyempitan ruang disk dan erosi dengan pembentukan abses.
Imobilisasi dengan pengobatan antibiotik diperlukan (Gambar. 8).
Diaphragma
Ruptur diafragma mungkin terjadi setelah trauma tumpul atau penetrasi. Elevasi
hemidiaphragmatic dapat dilihat, dan organ perut bagian atas, termasuk perut (colar sign),
hepar ("cottage loaf"sign), limpa, usus kecil, dan usus besar, mungkin herniasi ke rongga
dada. Temuan terkait, termasuk opacity basilar paru, kontur diafragma tidak teratur, dan
patah tulang rusuk bawah. Selain itu, pneumoperitoneum diakibatkan dari hubungan terbuka
thorakoabdominal atau perforasi organ abdomen, dengan akumulasi udara dibawah diafragma
superolateral pada erect radiografi atau anteromedial pada supine radiograph (cupola sign).
Namun, kondisi lain seperti atelektasis paru basilar, efusi subpulmonic, subphrenic abses,
interposisi kolon (Chilaiditi sindrom), eventration diafragma, hernia diafragma kongenital,
dan cedera saraf frenikus dapat memiliki tampilan yang sama pada radiografi dada, dan CT
diperlukan untuk diagnosis. Pembedahan perlu mencegah komplikasi akhir seperti strangulasi
usus, kompresi organ dada, dan kelumpuhan diafragma (gambar 9).
Pleura
Setelah trauma dada, udara dapat masuk ke rongga pleura dari lingkungan luar (open
pneumotoraks) atau dari dalam tubuh (closed pneumotoraks). Pneumotoraks terbuka terjadi
ketika kulit dan pleura yang terluka oleh trauma penetrasi. Penutupan langsung dan chest tube
diperlukan. Pneumotoraks tertutup atau simple penumotoraks, terjadi setelah trauma tumpul,
biasanya karena luka gores pleura akibat rusuk retak. Manajemen konservatif dianjurkan, dan
thoracostomy tube harus dilakukan hanya jika pasien bergejala. Diagnosis pneumotoraks
membutuhkan visualisasi dari "tanda garis pleura viseral," yang merupakan pemisahan pleura
visceral dan parietal. Pada supine radiografi, gerakan anterocaudal udara pleura mungkin
menghasilkan basis paru hyperlucent, dan radiolusen sulkus kostofrenikus (deep sulcus sign),
dan menguraikan bagian anterior dan posterior dari hemidiafragma (tanda double diafragma).
Tension pneumotoraks terjadi ketika udara dapat masuk namun tidak dapat keluar dari rongga
dada. Peningkatan tekanan intratoraks mengakibatkan paru kolaps ipsilateral, diikuti oleh
kompresi paru kontralateral dan mediastinum. Temuan terkait termasuk hyperlucent paru
unilateral, melebarnya spasi interkostal, depresi hemidiaphragmatic, dan deviasi trakea.
Namun, diagnosis terutama melalui klinis karena pencitraan awal kurang spesifik. Tersangka
tension pneumothorax harus segera didekompresi dengan jarum besar thoracostomy sebelum
radiografi. Sebuah rontgen pascaprosedur diperoleh untuk memverifikasi penempatan tabung
berikutnya dan untuk menilai efektivitas terapi (Gambar. 10).
Hemothorax sederhana merupakan hasil dari pembuluh darah yang pecah atau laserasi pada
trauma tumpul dan penetrasi. Pada radiografi dada, tampilannya mirip dengan efusi serosa
pleura (Hydrothorax), dengan lapisan cairan dan menumpulkan sudut kostofrenikus. Jarang,
efusi dapat subpulmonic, berlocus, atau lamellar. Hemothoraks yang kecil biasanya teratasi
spontan, dan drainase jarang diperlukan. Namun, hemotoraks besar dapat mengisi seluruh
rongga pleura dan gambaran radiografinya sebagai sebuah opac hemithorax. Hemothorax
kronis menjadi lebih rumit oleh infeksi (empiema atau pyothorax) dengan erosi dinding dada
(empiema necessitatis) atau fibrosis (fibrothorax). Tension hemothorax terjadi akibat
pendarahan intratoraks yang masif menyebabkan kompresi paru ipsilateral dan perpindahan
mediastinum. Eksplorasi emergensi torakotomi diindikasikan untuk mengidentifikasi dan
memperbaiki perdarahan (Gambar. 11).
Chylothorax merupakan hasil dari kerusakan duktus toraks, penanganan yang disarankan
adalah thoracentesis. Sisi kiri-chylothorax terlihat ruptur dari saluran toraks atas, sedangkan
chylothorax sisi kanan diakibatkan cedera-tingkat yang lebih rendah pada duktus yang
melalui garis tengah (Gambar. 12). CT dengan resolusi kontras berguna untuk membedakan
chylothorax, hydrothorax, pyothorax, dan hemotoraks serta penyebab lain dari densitas
radiografi.
Paru-paru
Penonjolan atau herniasi paru-paru dapat terjadi melalui trauma yang menyebabkan
melemahnya fasia pada servikal, interkostal, dan diafragma. Radiografi dada
mengidentifikasi daerah paru sampai ke kavum toraks (Gambar.. 13). Manajemen konservatif
disarankan kecuali jika ada gangguan pernapasan, penahanan, atau strangulasi.
Atelektasis atau kolapsnya lobar diakibatkan dari obstruksi benda asing, aspirasi, atau ruptur
bronkial. Setiap lobus bisa terlibat, dan tanda-tanda radiografi dada klasik didapat pada lobus
atas dan tengah ("peak juxtaphrenic" sign atau "Katten" sign), lobus atas kanan (luftsichel
sign), lobus kiri bawah ("flat waist"sign, "invory heart"sign), dan kolaps lobus kanan bawah
(superior triangle sign). Pneumotoraks bekas vakum merupakan komplikasi yang jarang pada
kolaps lobus akut akibat peningkatan tekanan negatif intrapleural di sekitar lobus yang
kolaps. Pneumotoraks kembali secara spontan setelah penyembuhan dari obstruksi bronkus
dengan reexpansion lobus yang sesuai. Identifikasi kondisi ini penting untuk mengarahkan
pengobatan menuju bronkus yang terkena dibandingkan memasukkan chest tube ke ruang
pleura (Gambar. 14).
Kontusio paru terjadi ketika cedera paru mengakibatkan kebocoran darah dan edema ke
dalam ruang interstitial dan alveolar. Pada radiografi dada, memar muncul sebagai area udara
perifer -ruang opacity atau kekeruhan dasar kaca, biasanya berdekatan dengan struktur
tulang. Lesi yang jelas dalam waktu 6 jam setelah trauma dan umumnya sembuh dalam 5-7
hari. Laserasi paru merupakan cedera berat yang melibatkan gangguan arsitektur paru. Ruptur
organ dan trauma benda asing dapat mengakibatkan udara masuk (pneumatocele), darah
(hematoma), dan infeksi (abses) ke dalam parenkim paru. Pada radiografi dada, lokalisasi
penumpukan udara dilihat dalam area opacity ruang udara. Cedera sembuh dalam waktu
berminggu-minggu atau berbulan-bulan dan dapat terjadi jaringan parut kronis (Gambar. 15).
Sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS) dapat terjadi injury sekunder, termasuk trauma,
infeksi, syok, aspirasi, transfusi, dan obat-obatan. Setelah 12- 48 jam, kerusakan pada barier
kapiler alveolar memungkinkan masuknya cairan ke dalam ruang alveolar, yang tampak pada
radiografi sebagai difus bilateral paru opacity (Gambar. 16). Diagnosis banding
pencitraannya adalah atelektasis, aspirasi, emboli lemak, edema paru alveolar, pneumonia,
dan perdarahan. Terapi sesuai kondisi yang mendasari dan perawatan suportif selama minggu
sampai bulan.
Mediastinum
Pneumomediastinum, atau emfisema mediastinum, mengacu pada adanya udara di struktur
mediastinum akibat dari trauma penetrasi atau trauma tumpul faringeal, trakeobronkial, atau
trauma esofagus. Udara bebas masuk ke mediastinum dan berhubungan melalui ruang
vaskular dan merusak fasia sehingga mempengaruhi kompartemen anatomi yang berdekatan.
Beberapa tanda-tanda radiografi dada yang digambarkan, yaitu udara pada superior
diafragma (continous diaphragma sign, continous left hemidiaphragma sign, extrapleural air
sign), disekitar arteri paru-paru kanan (tanda "cincin-sekitar-arteri"), desending aorta lateral
("Naclerio’s V "sign), dan superior vena brakiosefalika ("V" sign di pertemuan vena
brakiosefalika) (Gambar. 17). Pada anak-anak, elevasi lobus thymus (thymic sail sign) dapat
dilihat. Diperlukan identifikasi dan perbaikan pada organ yang terkena.
Perdarahan mediastinum (hematoma mediastinum) diakibtkan karena cedera vaskular.
Hematoma masif dapat menghasilkan ketidakteraturan radiografi dan pembesaran
mediastinum. Kriteria yang diajukan untuk pelebaran mediastinum yaitu lebar lebih besar
dari 8 cm dan besar mediastinum dengan dada rasionya lebih besar dari 0,25 (Gambar. 18A).
Ruptur esofagus dan cedera akibat benda asing dapat menyebabkan infeksi mediastinum
(mediastinitis). Radiografi mungkin menunjukkan edema, perdarahan, dan produksi gas di
mediastinum dan jaringan lunak pada servikal, serta efusi pleura dan konsolidasi pada lobus
bawah (Gambar. 18B).
Trakea dan Saluran Pernapasan
Cedera tracheobronchial termasuk laserasi karena trauma tembus dan ruptur dari trauma
tumpul saluran napas, terutama ketika glotis tertutup. Umumnya, diikuti cedera pada dinding
dada, paru-paru, dan pembuluh darah besar. Tranverse tears biasanya terjadi antara cincin
trakea tulang rawan, sedangkan longitudinal tears terlihat di posterior membran trakea. Hal
ini menyebabkan pneumomediastinum masif dan edema jalan nafas, perdarahan, dan
pneumotoraks. Pada radiografi dada, dapat dilihat over distensi tabung endotrakeal, dengan
herniasi akibat ruptur dinding trakea. Pada transections bronkial, tampak paru inferior jatuh
jauh dari hilus pada posisi radiografi tegak dan posterolateral pada posisi terlentang ( fallen
lung sign) (Gambar. 19). Perbaikan bedah diperlukan untuk menjaga jalan napas dan untuk
mencegah komplikasi seperti striktur tracheobronchial.
Esofagus
Cedera esofagus dapat disebabkan oleh muntah yang hebat (sindrom Boerhaave), trauma
penetrasi, atau penekanan tulang yang kuat pada trauma tumpul. Esofagus berjalan ke kiri
dari trakea, bergerak ke kanan di tingkat karina, dan melintasi kembali ke kiri memasuki
perut. Sebagian esofagus berada di daerah servikal dan toraks bagian atas dan hadir dengan
efusi pleura kiri dan sisi kanan. Kadang-kadang, lesi gastroesophageal junction terlihat,
biasanya berhubungan dengan efusi sisi kiri. Temuan lain radiografi meliputi
pneumomediastinum, melebarnya garis paraspinal, dan opacification retrocardiac paru
(Gambar.. 20A). CT atau studi pencernaan bagian atas dapat menunjukkan ekstravasasi
kontras dan penebalan esofagus. Operasi korektif harus dilakukan segera karena risiko
edema, infeksi, dan fistel.
Hernia hiatus terjadi setelah trauma tumpul atau penetrasi, dengan prolaps perut melalui
hiatus esofagus diafragma. Radiografi dada menunjukkan struktur retrocardiac diisi dengan
gas dan / atau cairan, yang menunjukkan perut intratoraks (Gambar.. 20B). Intervensi tidak
ada kecuali terjadi inkarserasi dan strangulasi.
Jantung
Pericardum
Perikardial tears akibat dari cedera tumpul yang berat atau trauma tembus. Pada radiografi
dada, bentuk konvek dari jantung tidak teratur (“snow cone sign”) pada cedera jantung,
pneumomediastinum, dan pneumotoraks. Pleuropericardial yang besar atau ruptur diafragma
perikardial dapat mengakibatkan herniasi jantung, ditandai dengan pergeseran dari siluet
jantung. Kondisi ini predisposisi volvulus jantung dengan obstruksi dari pembuluh darah
besar dan membutuhkan perbaikan bedah segera (Gambar.. 21).
Ruptur organ dan pembuluh darah mengakibatkan cairan (efusi perikardial) atau udara
(pneumoperikardium) ke rongga perikardial. Efusi perikardial dapat berisi transudat
(Hydropericardium), eksudat (pyopericardium), limfatik (chylopericardium), atau hemoragik
(hemopericardium). Selain itu, ruptur organ dan cedera akibat benda asing dapat
mengakibatkan peradangan pericardial dan infeksi (perikarditis). Tanda-tanda radiografi efusi
sangat jarang, termasuk pembesaran global siluet jantung (“water-bottle sign”) pada
radiografi frontal dan pemisahan lemak pada epicardial dan retrosternal ("epikardial fat-pad"
“Oreo Cookie”, “sandwich”, atau tanda stripe) pada lateral radiografi (Gambar.. 22). CT
dapat membantu penentuan karakterisasi lesi perikardial dan isi efusi.
Pneumoperikardium adalah udara yang terletak di dalam rongga perikardial dan eksternal
jantung. Loculation dalam kantung perikardial ditunjukkan oleh pergeseran nondependent
pada radiografi dekubitus. Pada radiografi dada tegak, band radiolusen dari udara sekitar
jantung (tanda halo) dan udara pada melintang sinus perikardial (“tranverse band of air
sign”) dapat dilihat. Radiografi lateral mungkin menunjukkan retrosternal hypolucency
anterior ke dasar jantung dan aorta (“triangle of air sign”). Pada tension pneumoperikardium,
tanda kompresi jantung dengan penurunan rasio kardiotoraks dapat terlihat (“small heart
sign”) (Gambar. 23). Karena daya regang perikardial, efusi yang terjadi tidak bergejala.
Namun, akumulasi cepat walaupun jumlahnya kecil cairan atau udara dapat menghasilkan
tamponade jantung, di mana peningkatan tekanan perikardial menyebabkan penurunan
hemodinamik. Pada CT, distensi vena cava dan vena hati dan ginjal dapat dilihat, yang
mengindikasikan kongesti kardiak berat. Pericardiocentesis segera diindikasikan untuk
pemulihan fungsi normal kardiovaskular.
Trauma Cardiac
Kontusio miokard disebabkan oleh ruptur pembuluh intramyocardial setelah trauma jantung
yang berat. Pada radiografi dada, tampak hematoma dinding dada dan kardiomegali akibat
hemopericardium. Pada radiografi dapat diivisualisasikan miokard yang menyebabkan gagal
jantung kongestif dan edema paru. Temuan ini terkait fraktur skeletal dan contusio paru.
Aneurisma jantung, pada dinding luar septum atau ruang bebas pada chamber jantung terjadi
akibat trauma tumpul berat. Paling sering terlihat di dinding anterior ventrikel kiri atau apeks.
Aneurisma dapat dikelola secara konservatif, tetapi harus dipantau secara hati-hati karena
peningkatan risiko ruptur. Pseudoaneurysms jantung, yang terbentuk ketika ruptur dinding
sehingga terbentuk hematoma epikardial dan jaringan parut perikardial, biasanya gejala sisa
dari trauma tembus. Hal ini biasanya terletak di dinding posterolateral dari ventrikel kiri.
Perbaikan bedah segera diperlukan untuk mencegah rupture yang komplit (Gambar.. 24A).
Komplit rupture jantung dapat terlihat pada trauma tumpul berat dan trauma penetrasi.
Ventrikel kanan sering terlibat karena berdinding tipis dan lokasinya di anterior dada.
Ventrikel kiri, atrium kanan, dan atrium kiri lebih jarang terkena. Ruptur dinding dan fistel
pada organ yang berdekatan menghasilkan hemopericardium dan perikarditis. Ruptur dari
interventrikular septum, otot papiler, dan katup juga dapat terjadi (Gambar.. 24B). Torsi berat
dapat menghasilkan avulsi jantung, yang memisahkan jantung dari pembuluh darah besar.
Radiografi dada menunjukkan pembesaran jantung dan bayangan yang tidak teratur, hal ini
sering dihubungkan dengan edema paru dan efusi pleura. Koreksi bedah segera dilakukan.
Infark miokard terlihat dengan peningkatan frekuensi pada pasien trauma karena cedera arteri
koroner dan oklusi. Radiografi dada dapat menunjukkan komplikasi seperti edema paru
sekunder untuk gagal jantung. Trombolisis, intervensi koroner perkutan, atau bypass arteri
koroner okulasi mungkin diperlukan pada kasus yang berat. Gejala sisa kronis termasuk
penipisan miokard, fibrosis, dan kalsifikasi (Gambar. 24C). Ada peningkatan risiko
aneurisma jantung dan pembentukan pseudoaneurysm dengan ruptur berikutnya.
Aorta
Traumatic aortic injury (TAI) mengacu pada luka yang disebabkan oleh trauma tumpul aorta
yang menghasilkan perlambatan diferensial struktur toraks terkait efek mekanik padat dan
cairan. Isthmus aorta paling sering terlibat, diikuti oleh akar aorta dan aorta diafragma. Gaya
yang kuat pada isthmus aorta termasuk shearing stress, dimana arkus aorta bergerak bebas
terpisah dari fiksasi aorta desending, bending stress dengan fleksi aorta yang melewati arteri
pulmonary kiri dan batang bronkus dan menjepit tulang, mengakibatkan kompresi aorta
antara spinal dengan anterior tulang. Pada asending aorta, stress torsi terjadi pada pembuluh
aorta karena displacement cardiac dan effect hammer-water akibat peningkatan mendadak
tekanan intraaorta dengan kemungkinan ruptur pericardial dan tamponade jantung. Tanda-
tanda radiografi dari TAI termasuk pelebaran mediastinum, ketidakteraturan atau
mengaburkan dari kontur aorta, kekeruhan dari jendela aortopulmonary, depresi dari batang
bronkus kiri, penyimpangan esofagus dan trakea ke kanan, melebarnya paratrakeal dan garis-
garis paraspinous, dan hemotoraks atau sumbatan apek kiri (Gambar. 25A dan 25B).
Trauma diseksi aorta ditandai oleh intimomedial tear, yang memungkinkan perdarahan ke
dalam lapisan dinding medial dan pembentukan dari lumen palsu. Radiografi dada tidak
spesifik, mungkin dapat menunjukkan siluet aorta yang tidak teratur, kalsifikasi terputus dari
knob aorta tanda ("broken halo"), atau intraluminal displacemen dari kalsifikasi aorta intima
ring sign (Gambar. 25C).
Aneurisma aorta traumatis mewakili dilatasi lokal aorta yang melibatkan tiga lapisan dinding
arteri dan rentan ruptur. Sebuah aorta membesar dan siluet tidak teratur terlihat pada
radiografi dada (Gambar.. 25D). Operasi terbuka dianjurkan untuk aneurisma aorta asending
yang gejala, atau lebih dari 5.0-5.5 cm. Desending aneurisma aorta melebihi 6,0 cm biasanya
dapat diperbaiki melalui endovascular stent-grafting.
Vaskular Trauma
Pembuluh darah besar
Lebih dari 90% dari luka pada pembuluh darah besar disebabkan oleh trauma tembus.
Pembuluh darah cabang aorta, vena kava, dan vena paru juga rentan terhadap cedera tumpul
melalui mekanisme mirip dengan TAI. Pembentukan hematoma lokal dan hemopericardium
terjadi akibat komplikasi (Gambar.. 26). Jika perdarahan tidak dapat dikendalikan, intervensi
bedah diindikasikan untuk mempertahankan integritas sirkulasi kardiovaskular.
Arteri p ulmonary
Pada pasien trauma, hiperkoagulabilitas dan imobilisasi predisposisi vena dalam trombosis,
yang dapat beredar ke arteri paru dan menghasilkan emboli paru (PE). Hal ini menyebabkan
peradangan, hipoksemia, penurunan hemodinamik pada komplaian jantung kanan (kor
pulmonal), dan infark paru dengan hilangnya daerah surfaktan. Temuan radiografi dada
sebagian besar tidak spesifik dan termasuk kardiomegali, atelektasis, edema paru, efusi
pleura, dan elevasi hemidiaphragmatic. Tanda-tanda klasik pencitraan termasuk oligemia
(Westermark sign), pembesaran arteri paru sentral (Fleischner sign), pembesaran arteri
pulmonalis desending kanan ("Palla" sign), dan arteri pulmonalis yang meruncing (knuckle
sign). Pada infark akut, kekeruhan focal subpleural (Hampton hump) dapat dilihat, sedangkan
fibrosis linier (Garis Fleischner) dan resolusi infark sentripetal (“melting ice cube sign”)
terjadi pada tahap-tahap selanjutnya (Gambar. 27A dan 27B). Tes definitif untuk PE
termasuk ventilasi-nuklir perfusi (V / Q) skintigrafi, CT angiography (CTA), dan angiografi
paru. Namun demikian, radiografi masih rutin digunakan untuk skrinning sumber rasa sakit
dada dan untuk membantu dalam penafsiran dari V / Q scan. Terapi antikoagulasi segera
direkomendasikan bila dicurigai PE.
Emboli septik terjadi ketika terinfeksi bahan dari ruptur organ atau cedera akibat benda asing
pada paru-paru. Radiografi dada menunjukkan nodul bilateral difus berbagai ukuran dan
tahapan kavitasi, mencerminkan beberapa bercak emboli. Seiring waktu, lesi menjadi opacity
perifer berbentuk baji (Gambar. 27C). Pengobatan memerlukan antibiotik dan mungkin
thoracentesis.
Emboli udara disebabkan oleh ruptur organ atau cedera penetrasi yang mempengaruhi
sistemik sirkulasi vena. Hal ini juga dapat disebabkan oleh barotrauma. Kematian tergantung
pada jumlah dan tingkat masuk gas. Radiografi dada mungkin menunjukkan daerah
hyperlucent di jantung kanan, arteri paru, dan vena sistemik. Tanda-tanda oligemia paru,
edema, atau kongesti jantung kanan juga dapat dilihat.
Hasil emboli lemak dari trauma ke tulang panjang dan pelvis dapat melepaskan partikel
lemak dan menutup kapiler. Produksi asam lemak bebas menyebabkan pneumonitis kimia
dalam 12-72 jam dari cedera. Radiologis manifestasi yang sama dengan ARDS-yaitu, opacity
parenkim difus (Gambar. 27d).
Kehamilan merupakan faktor risiko yang diketahui untuk penyakit tromboemboli. Risiko
paparan radiasi untuk janin harus dipertimbangkan terhadap kecurigaan klinis untuk PE.
Pasien yang terkena harus diberikan heparin karena efek teratogenik dari warfarin. Selain itu,
ada risiko emboli air ketuban (AFE), di mana cairan ketuban memasuki vena rahim selama
persalinan atau manipulasi plasenta. Radiografi, kondisi ini hadir dengan difus opacity
bilateral yang dibedakan dari PE, perdarahan, dan pneumonia (Gambar.. 27E). Sesar segera
harus dilakukan pada pasien dengan jantung yang tidak responsif terhadap resusitasi. Emboli
benda asing dapat terjadi dengan fragmentasi benda asing (Gambar. 27F). Kematian
tergantung pada lokasi, durasi, dan tingkat keparahan emboli. Cardiopulmonary cedera yang
umum, dan risiko lainnya termasuk perforasi, trombosis, dan infeksi.
BAB III
Kesimpulan
Radiografi dada memainkan peran penting dalam evaluasi awal trauma tumpul dan penetrasi
pada dada, memberikan pencitraan informasi yang cepat untuk melengkapi anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Dalam kondisi gawat darurat, cedera yang dapat terjadi di bagian dada dan
perut bagian atas penting untuk interpretasi radiografi dada yang akurat serta saran yang tepat
untuk manajemen dan follow up. Pemahaman patofisiologi trauma terkait temuan pencitraan
untuk luka pada dinding dada, diafragma, pleura, paru-paru, mediastinum, jantung, aorta, dan
pembuluh darah besar akan memungkinkan ahli radiologi untuk berinteraksi dengan cepat
dan efektif dengan anggota lain dari tim perawatan kesehatan.