30
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Saluran Empedu 2.1.1. Embriologi Cikal bakal saluran empedu dan hati adalah sebuah penonjolan sebesar tiga milimeter di daerah ventral usus depan. Bagian kranial tumbuh menjadi hati, bagian kaudal menjadi pankreas, sedangkan bagian sisanya menjadi kandung empedu. Dari tonjolan berongga yang bagian padatnya kelak jadi sel hati, di antara sel hati tersebut tumbuh saluran empedu yang bercabang-cabang seperti pohon. 1 2.1.2. Anatomi Kandung empedu berbentuk bulat lonjong seperti buah alpukat dengan panjang sekitar 4-6 cm dan berisi 30-60 mL empedu. Bagian fundus umumnya menonjol sedikit ke luar tepi hati, di bawah lengkung iga kanan, di tepi lateral otot rektus abdominis. Sebagian besar korpus menempel dan tertanam di dalam jaringan hati. Kandung empedu tertutup seluruhnya oleh peritoneum viseral, tetapi infundibulum kandung empedu tidak terfiksasi ke permukaan hati oleh lapisan peritoneum. Apabila kandung empedu mengalami distensi akibat bendungan oleh batu, bagian infundibulum menonjol seperti kantong (kantong Hartmann). 1

obstruksi jaundice

Embed Size (px)

DESCRIPTION

obstruksi jaundice

Citation preview

Page 1: obstruksi jaundice

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Saluran Empedu

2.1.1. Embriologi

Cikal bakal saluran empedu dan hati adalah sebuah penonjolan sebesar tiga

milimeter di daerah ventral usus depan. Bagian kranial tumbuh menjadi hati,

bagian kaudal menjadi pankreas, sedangkan bagian sisanya menjadi kandung

empedu. Dari tonjolan berongga yang bagian padatnya kelak jadi sel hati, di

antara sel hati tersebut tumbuh saluran empedu yang bercabang-cabang seperti

pohon.1

2.1.2. Anatomi

Kandung empedu berbentuk bulat lonjong seperti buah alpukat dengan

panjang sekitar 4-6 cm dan berisi 30-60 mL empedu. Bagian fundus umumnya

menonjol sedikit ke luar tepi hati, di bawah lengkung iga kanan, di tepi lateral otot

rektus abdominis. Sebagian besar korpus menempel dan tertanam di dalam

jaringan hati. Kandung empedu tertutup seluruhnya oleh peritoneum viseral, tetapi

infundibulum kandung empedu tidak terfiksasi ke permukaan hati oleh lapisan

peritoneum. Apabila kandung empedu mengalami distensi akibat bendungan oleh

batu, bagian infundibulum menonjol seperti kantong (kantong Hartmann). 1

Duktus sistikus panjangnya 1-2 cm drengan diameternya 2-3 mm. Dinding

lumennya mengandung katup berbentuk spiral disebut katup spiral Heister, yang

memudahkan cairan empedu mengalir masuk ke dalam kandung empedu, tetapi

menahan aliran keluarnya. 1

Saluran empedu ekstrahepatik terletak di dalam ligamentum

hepatoduodenale yang batas atasnya portahepatis, sedangkan batas bawahnya

distal papila Vater. Bagian hulu saluran empedu intrahepatik berpangkal dari

saluran paling kecil, yang disebut kanalikulus empedu, yang meneruskan curahan

sekresi empedu melalui duktus interlobaris ke duktus lobaris, dan selanjutnya ke

duktus hepatikus di hilus. 2

Page 2: obstruksi jaundice

Gambar 2.1 Anatomi empedu

Panjang duktus hepatikus kanan dan kiri masing-masing antara 1-4 cm.

Panjang duktus hepatikus komunis sangat bervariasi, bergantung pada letak muara

duktus sistikus. Duktus koledokus berjalan di belakang duodenum, menembus

jaringan pankreas dan dinding duodenum, membentuk papila Vater yang terletak

di sebelah medial dinding duodenum. Ujung distalnya dikelilingi oleh otot

sfingter Oddi, yang mengatur aliran empedu ke dalam duodenum. Duktus

pankreatikus umumnya bermuara di tempat yang sama dengan duktus koledokus

di dalam papila Vater, tetapi dapat juga terpisah (lihat Gambar 2.2). 2

4

Page 3: obstruksi jaundice

Gambar 2.2 variasi billiary-pancreatic duct junction dalam perlekatannya ke duodenum

Sering ditemukan variasi anatomi kandung empedu, saluran empedu, dan

pembuluh arteri yang mendarahi kandung empedu dan hati. Variasi yang kadang

ditemukan dalam bentuk luas ini perlu diperhatikan oleh para ahli bedah untuk

menghindari komplikasi pembedahan, seperti perdarahan atau cedera pada duktus

hepatikus atau duktus koledokus. 1

2.1.3. Fisiologi

Empedu diproduksi oleh sel hepatosit sebanyak 500-1500 mL per hari. Di

luar waktu makan, empedu disimpan untuk sementara di dalam kandung empedu,

dan di sini mengalami pemekatan sekitar 50%. 1

Pengaliran cairan empedu diatur oleh tiga faktor, yaitu sekresi empedu

oleh hati, kontraksi kandung empedu, dan tahanan sfingter koledokus. Dalam

keadaan puasa, empedu yang diproduksi akan dialih-alirkan ke dalam kandung

empedu. Setelah makan, kandung empedu berkontraksi, sfingter berelaksasi, dan

5

Page 4: obstruksi jaundice

empedu mengalir ke dalam duodenum. Aliran tersebut sewaktu-waktu seperti

disemprotkan karena secara intermiten tekanan saluran empedu akan lebih tinggi

daripada tahanan sfingter.1

Kolesistokinin (CCK), hormon sel APUD dari mukosa usus halus,

dikeluarkan atas rangsang makanan berlemak atau produk lipolitik di dalam

lumen usus. Hormon ini merangsang nervus vagus sehingga terjadi kontraksi

kandung empedu. Dengan demikian, CCK berperan besar terhadap terjadinya

kontraksi kandung empedu setelah makan. 1

2.1.4. Biokimia

Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar

(90%) cairan empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan garam

anorganik. Garam empedu adalah molekul steroid yang dibuat oleh hepatosit dan

berasal dari kolesterol. Pengaturan produksinya dipengaruhi oleh mekanisme

umpan balik yang dapat ditingkatkan sampai 20 kali produksi normal kalau

diperlukan.1

2.2. Metabolisme Bilirubin

Pembagian terdahulu mengenai tahapan metabolisme bilirubin yang

berlangsung dalam 3 fase; prehepatik, intrahepatik, dan pascahepatik masih

relevan, walaupun diperlukan penjelasan akan adanya fase tambahan dalam

tahapan metabolisme bilirubin. Pembagian yang baru menambahkan 2 fase lagi

sehingga tahapan metabolisme bilirubin menjadi 5 fase, yaitu fase 1).

Pembentukan bilirubin, 2). Transpor plasma, 3). Liver uptake, 4). Konjugasi, dan

5). Ekskresi bilier. 3

2.2.1. Fase Prahepatik

Pembentukan Bilirubin. Sekitar 250 sampai 350 mg bilirubin atau sekitar

4 mg per kg berat badan terbentuk setiap harinya; 70-80% berasal dari pemecahan

sel darah merah yang matang. Sedangkan sesanya 20-30% (early labelled

bilirubin) datang dari protein hem lainnya yang berada terutama di dalam sumsum

tulang dan hati. Sebagian dari protein hem dipecah menjadi besi dan produk

6

Page 5: obstruksi jaundice

antara biliverdin dengan perantaraan enzim hemeoksigenase. Enzim lain,

biliverdin reduktase, mengubah biliverdin menjadi bilirubin. Tahapan ini terjadi

terutama dalam sel sisterm retikuloendotelial (mononuklir fagositosis).

Peningkatan hemolisis sel darah merah merupakan penyebab utama peningkatan

pembentukan bilirubin. Pembentukan early labelled bilirubin meningkat pada

beberapa kelainan dengan eritropoiesis yang tidak efektif namun secara klinis

kurang penting.3

Transport plasma. Bilirubin tidak larut dalam air, karenanya bilirubin tak

terkonjugasi ini transportnya dalam plasma terikat dengan albumin dan tidak

dapat melalui membran glomerulus, karenanya tidak muncul dalam air seni.

Ikatan melemah dalam beberapa keadaan seperti asidosis, dan beberapa bahan

seperti antibiotika tertentu, salisilat berlomba pada tempat ikatan dengan albumin. 3

2.2.2 Fase Intrahepatik

Liver uptake. Proses pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati

secara rinci dan pentingnya protein pengikat seperti ligandin atau protein Y,

belum jelas. Pengambilan bilirubin melalui transport yang aktif dan berjalan

cepat, namun tidak termasuk pengambilan albumin. 3

Konjugasi. Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati mengalami

konjugasi dengan asam glukoronik membentuk bilirubin diglukuronida atau

bilirubin konjugasi atau bilirubin direk. Reaksi ini yang dikatalisasi oleh enzim

mikrosomal glukuronil-transferase menghasilkan bilirubin yang larut air. Dalam

beberapa keadaan reaksi ini hanya menghasilkan bilirubin monoglukuronida,

dengan bagian asam glukuronik kedua ditambahkan dalam saluran empedu

melalui sistem enzim yang berbeda, namun reaksi ini tidak dianggap fisiologik.

Bilirubin konjugasi lainnya selain diglukuronid juga terbentuk namun

kegunaannya tidak jelas. 3

2.2.3. Fase Pascahepatik

7

Page 6: obstruksi jaundice

Ekskresi Bilirubin. Bilirubin konjugasi dikeluarkan ke dalam kanalikulus

bersama bahan lainnya. Anion organik lainnya atau obat dalam mempengaruhi

proses yang kompleks ini. Di dalam usus flora bakteri men”dekonjugasi” dan

mereduksi bilirubin menjadi sterkobilinogen dan mengeluarkannya sebagian besar

ke dalam tinja yang memberi warna coklat. Sebagian diserap dan dikeluarkan

kembali ke dalam empedu, dan dalam jumlah kecil mencapai air seni sebagai

urobilinogen. Ginjal dapat mengeluarkan diglukuronida tetapi tidak bilirubin

unkonjugasi. Hal ini menerangkan warna air seni yang gelap yang khas pada

gangguan hepatoselular atau kolestasis intrahepatik. Bilirubin tak terkonjugasi

bersifat tidak larut dalam air namun larut dalam lemak. Karenanya bilirubin tak

terkonjugasi dapat melewati barier darah-otak atau masuk ke dalam plasenta.

Dalam sel hati, bilirubin tak terkonjugasi mengalami proses konjugasi dengan

gula melalui enzim glukuroniltransferase dan larut dalam empedu cair. 3

2.3. Obstruksi Jaundice

2.3.1. Definisi

Jaundice atau Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau

jaringan lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh

bilirubin yang meningkat kosentrasinya dalam sirkulasi darah (Fauci et al, 2008).

Bilirubin dibentuk sebagai akibat pemecahan cincin hem, biasanya sebagai akibat

dari metabolisme sel darah merah. Kata jaundice (ikterus) berasal dari kata

perancis jaune yang berarti kuning. Jaundice dapat dilihat di sclera, frenulum

lidah, atau kulit. Level bilirubin serum lebih dari 2,5 mg/dl akan menimbulkan

jaundice di sklera dan level bilirubin serm lebih dari 5 mg/dl akan menimbulkan

kutaneus jaundice. 3

Jaundice dapat dikategorikan menjadi prehepatik, hepatic, atau

posthepatik, tergantung dari peyakit yang mendasarinya. Hemolysis merupakan

penyebab tersering pada jaundice prehepatik, penyebab lainnya gilbert disease

dan criggler najjar syndrome. 4

Jaundice hepatic (parenkimal) dapat diklasifikasikan menjadi tipe

hepatoselular dan tipe kolestatik. Tipe kolastatik secara klinis dan biokimia

8

Page 7: obstruksi jaundice

seringklai sulit dibedakan dengan jaundice yang disebabkan karena sumbatan di

saluran empedu. 4

Ekstrahepatik jaundice (obstructive jaundice) adalah jaundice yang

disebabkan oleh gangguan alitran empedu antara hepar dan duodenum yang

terjadi akibat adanya sumbatan (obstruksi) pada saluran empedu ekstra hepatica.

Obstruksi jaundice disebut juga ikterus kolestasis dimana terjdai statsis sebagian

atau seluruh cairan empedu dan bolirubun ke dalam duodenum. Obstruksi

jaundice bukan merupakan suatu diagnosis definitif, melainkan evaluasi awal

untuk menentukan penyebab dari kolestasis untuk menghindari perubahan

patologi yang terjadi apabila obstruksi tidak segera ditangani. 4

2.3.2. Etiologi

Berbagai maca penyait dapat menyebabkan obstruksi jaundice, yang

paling sering terjadi yaitu 5:

- Koledokolitiasis

- Cholangiocarcinoma

- Ca ampullary

- Ca pancreas

- Striktur bilier

2.3.3. Patofisiologi

Kolestasis intrahepatik. Istilah kolestasis lebih disukai untuk pengertian

obstruktif jaundice sebab obstruksi yang bersifat mekanis tidak perlu selalu ada.

Aliran empedu dapat terganggu pada tingkat mana saja dari mulai sel hati

(kanalikulus), sampai ampula Vater. Untuk kepentingan klinis, membedakan

penyebab sumbatan intrahepatik atau ekstrahepatik sangat penting. Penyebab

paling sering kolestatik intrahepatik adalah hepatitis, keracunan obat, penyakit

hati karena alkohol dan penyakit hepatitis autoimun. Penyebab yang kurang sering

adalah sirosis hati bilier primer, kolestasis pada kehamilan, karsinoma metastatik

dan penyakit-penyakit lain yang jarang. 3

Virus hepatitis, alkohol, keracunan obat (drug induced hepatitis), dan

kelainan autoimun merupakan penyebab yang tersering. Peradangan intrahepatik

mengganggu transport bilirubin konjugasi dan menyebab jaundice. Hepatitis A

9

Page 8: obstruksi jaundice

merupakan penyakit self limited dan dimanifestasikan dengan adanya jaundice

yang timbul secara akut. Hepatitis B dan C akut sering tidak menimbulkan

jaundice pada tahap awal (akut), tetapi bisa berjalan kronik dan menahun dan

mengakibatkan gejala hepatitis menahun atau bahkan sudah menjadi sirosis hati.

Tidak jarang penyakit hati menahun juga disertai gejala kuning, sehingga kadang-

kadang didiagnosis salah sebagai penyakit hepatitis akut. 3

Alkohol bisa mempengaruhi gangguan pengambilan empedu dan

sekresinya, dan mengakibatkan kolestasis. Pemakaian alkohol secara terus

menerus bisa menimbulkan perlemakan (steatosis), hepatitis, dan sirosis dengan

berbagai tingkat jaundice. Perlemakan hati merupakan penemuan yang sering,

biasanya dengan manifestasi yang ringan tanpa disertai jaundice, tetapi kadang-

kadang bisa menjurus ke sirosis. Hepatitis karena alkohol biasanya memberi

gejala jaundice sering timbul akut, dengan keluhan dan gejala yang lebih berat.

Jika ada nekrosis sel hati ditandai dengan peningkatan transaminase yang tinggi. 3

Penyebab yang lebih jarang adalah hepatitis autoimun yang biasanya

sering mengenai kelompok muda terutama perempuan. Data terkhir menyebutkan

juga kelompok yang lebih tua bisa dikenai. Dua penyakit autoimun yang

berperngaruh pada sistem bilier tanpa terlalu menyebabkan reaksi hepatitis adalah

sirosis bilier primer dan kolangitis sklerosing. Sirosis bilier primer merupakan

penyakit hati bersifat progresif dan terutama mengenai perempuan paruh baya.

Gejala yang mencolok adalah rasa lelah dan gatal yang sering merupakan

penemuan awal, sedangkan kuning merupakan gejala yang timbul kemudian. 3

Kolangitis sklerosis primer (Primary sclerosing cholangitis/PSG)

merupakan penyakit kolestatik lain, lebih sering dijumpai pada laki-laki, dan

sekitar 70% menderita penyakit peradangan usus. PSG bisa menjurus ke

kolangiokarsinoma. Banyak obat mempunyai efek dalam kejadian ikterus

kolestatik, seperti asetaminofen, penisilin, obat kontrasepsi oral, klorpromazin

(Torazin) dan steroid estrogenik atau anabolik. 3

10

Page 9: obstruksi jaundice

Gambar 2.3 tipe jaundice

Kolestasis ekstrahepatik. Penyebab paling sering pada kolestasis

ekstrahepatik adalah batu duktus koledokus dan kanker pankreas. Penyebab

lainnya yang relatif lebih jarang adalah struktur jinak (operasi terdahulu) pada

duktus koledokus, karsinoma duktus koledokus, pankreatitis atau pseudocyst

pankreas dan kolangitis sklerosing. Kolestasis mencerminkan kegagalan sekresi

empedu. Mekanismenya sangat kompleks, bahkan juga pada obstruksi mekanis

empedu. 3

Efek patofisiologi mencerminkan efek backup konstituen empedu (yang

terpenting bilirubin, garam empedu, dan lipid) ke dalam sirkulasi sistemik dan

kegagalannya untuk masuk usus halus untuk ekskresi. Retensi bilirubin

menghasilkan campuran hiperbilirubinemia dengan kelebihan bilirubin konjugasi

masuk ke dalam urin. Tinja sering berwarna pucat karena lebih sedikit yang bisa

mencapai saluran cerna usus halus. Peningkatan garam empedu dalam sirkulasi

selalu diperkirakan sebagai penyebab keluhan gatal (pruritus), walaupun

sebenarnya hubungannya belum jelas sehingga patogenesis gatal masih belum

bisa diketaui dengan pasti. 3

Garam empedu dibutuhkan untuk penyerapan lemak dan vitamin K,

gangguan ekskresi garam empedu dapat berakibat steatorrhea dan

hipoprotrombinemia. Pada keadaan kolestasis yang berlangsung lama (primary

11

Page 10: obstruksi jaundice

biliary cirrhosis), gangguan penyerapan Ca dan vitamin D dan vitamin lain yang

larut lemak dapat terjadi dan dapat menyebabkan osteoporosis atau osteomalasia.

Retensi kolesterol dan fosfolipid mengakibatkan hiperlipidemia, walaupun sintesis

kolesterol di hati dan esterifikasi yang berkurang dalam darah turut berperan;

konsentrasi trigliserida tidak terpengaruh. Lemak beredar dalam darah sebagai

lipoprotein densitas rendah yang unik dan abnormal yang disebut sebagai

lipoprotein X. 3

2.3.4. Gambaran klinis

- Anamnesis

Mata, badan menjadi kuning, kencing berwarna pekat seperti air teh, badan

terasa gatal (pruritus), disertai atau tanpa kenaikan suhu badan, disertai atau tanpa

kolik di perut kanan atas. Feses berwarna keputih-putihan seperti dempul.

Tergantung kausa obstruksi jaundice yaitu :

a. Bila kausa oleh karena batu, penderita mengalami kolik hebat. Keluhan

nyeri perut di kanan atas dan menusuk ke belakang. Penderita tampak

gelisah dan kemudian ada jaundice disetai pruritus. Riwayat jaundice

biasanya berulang. Riwayat mual ada, perut kembung, gangguan nafsu

makan disertai diare. Warna feses seperi dempul dan urine pekat seperti air

teh.

b. Bila kausa oleh karena tumor, gejalanya antara lain: penderita mengalami

jaundice progresif, biasanya penderita berusia diatas 40 tahun. Terjadi

penurunan berat badan, kaheksia berat, anoreksia dan anemis, memberi

kesan adanya proses keganansan. 4

- Pemeriksaan Fisik

Jaundice pada sklera atau kulit, terdapat bekas garukan di badan. Bila

obstruksi karena batu, penderita tampak gelisah, demam timbul bila terdapat

kolangitis, nyeri tekan perut kanan atas, kadang disertai defans muskular dan

murphy sign positif, hepatomegali disertai atau tanpa disertai terabanya kandung

empedu. 4

12

Page 11: obstruksi jaundice

Bila obstruksi jaundice karena tumor, maka tidak ada rasa nyeri tekan. Ditemukan

courvoisier sign positif, “occult blood” (biasanya ditemukan pada karsinoma

ampula dan karsinoma pankeras). 4

- Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan biokimia dan darah terdapat kenaikan jumlah bilirubin

terkonjugasi dalam serum. Kadar GGT (Gamma Glutamyl Transpeptidase) juga

meningkat pada pasien kolestasis. Pada umumnya, pasien dengan batu empedu

memiliki kadar bilirubin yang lebih rendah daripada obstruksi jaundice akibat

keganasan. Kadar bilirubin biasanya kurang dari 20mg/dl. Kadar alkalin fosfatase

dapat meningkat lebih dari 10x nilai normal. Kadar transaminase meningkat

apabila timbul penyulit pada parenkim hati seperti sirosis hepatik bilier, dan akan

menurun drastis saat obstruksi dihilangkan. Kenaikan sel darah putih dapat

ditemukan pada pasien kolangitis. Pada pasien Ca pankreas dan obstruksi

keganasan lainnya, kadar bilirubin dalam serum bisa antara 35-40 mg/dl, disertai

juga dengan kenaikan alkalin fosfatase, namun dengan kadar transaminase dalam

batas normal atau sedikit meningkat. Selain itu pada Ca pancreas, Ca ampula, dan

kolangiokarsinoma ditemukan kenaikan tumor marker seperti CA 19-9, CEA, dan

CA-125, namun keniakan tersebut tidak spesifik karena dijumpai pula pada tumor

hepatobilliary tree. 4

- Pemeriksaan Penunjang

Tujuan dari pemeriksaan penunjang yaitu :

1. Untuk mengkonfirmasi adanya obstruksi ekstrahepatik dan membedakannya

dari penyebab jaundice hepatik.

2. Untuk mengetahui letak obstruksi.

3. Untuk menentukan penyebab definitif dari obstruksi .

4. Untuk menyediakan informasi tambahan terhadap diagnosis definitif (Sebagai

contoh, gamabaran x ray plain abdomen menunjukkan batu empedu kalsium,

porcelain kanting empedu, atuau udara). 5

13

Page 12: obstruksi jaundice

Pemeriksaan penunjang yang bisa digunakan yaitu :

1. Pemeriksaan USG

Pemeriksaan USG perlu dilakukan untuk menentukan penyebab obstruksi.

Keakuratan pemeriksaan USG mencapai 95 % tergantung pada operator yang

mengoperasikan. Yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan USG adalah2:

- Besar, Bentuk dan ketebalan dinding kandung empedu. Bentuk kandung

empedu yang normal adalah lonjong dengan ukuran 2-3 x 6 cm, degan

ketebalan sekitar 3 mm .

- Saluran empedu yang normal, mempunyai diameter 3 mm. bila diameter

saluran empedu lebih dari 5 mm berarti ada dilatasi. Bila ditemukan dilatasi

duktus koledokus dan saluran empedu intra hepatal disertai pembesaran

kandung empedu menunjukkan obstruksi jaundice ekstra hepatal bagian

distal. Sedangkan bila hanya ditemukan pelebaran saluran empedu intra

hepatal saja tanpa disertai pembesaran kantong empedu menunjukkan

obstruksi jaundice ekstra hepatal bagian proksimal, artinya kelainan tersebut

dibagain distal duktus sistikus.5

Gambar 2.4 USG dari duktus koledokus atau common bile duct (CBD) yang

mengalami dilatasi.

- Ada tidaknya masa padat di dalam lumen yang mempunyai densitas tinggi

disertai bayangan akustik (accoustic shadow), dan ikut bergerak pada peruaan

posisi, hal ini menunjukkan batu empedu. Pada tumor akan terlihat masa

padat pada ujung saluran empedu dengan densitas rendah dan heterogen.

14

Page 13: obstruksi jaundice

Gambar 2.5 USG batu empedu dalam kandung empedu, dengan gambaran accoustic shadow

- Bila tidak ditemukan tnanda-tanda dilatasi saluran empedu berarti

menunjukkan adanya obstruksi jaundice intra hepatal.

2. Pemeriksaan CT–scan

Gambar 2.6 CT-Scan pembesaran kandung empedu

Pemeriksaan CT-scan memberikan visualisasi yang lebih bagus dari hati,

kandung empedu, batu kandung empedu, pankreas, ginjal, dan rongga

retroperitoneum. Pemeriksaan ini dapat membedakan antara obstruksi intrahepatik

dan ekstrahepatik dengan keakuratan mencapai 95%. Namun, CT-scan tidak dapat

mendeteksi obstruksi inkomplit disebabkan oleh batu kecil, tumor, atau striktur. 2

15

Page 14: obstruksi jaundice

3. ERCP ( Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography )

Merupakan sebuah pemeriksaan invasif menggunakan endoskopi dan

fluorokopi untuk menginjeksi kontras melalui ampulla dan menggambarkan

billiary tree. ERCP dapat digunakan sekaligus sebagai alat diagnosis (mengambil

sampel jaringan) dan dekompresi (apabila terdapat obstruksi). 2

Pemeriksaan ERCP dilakukan untuk menentukan penyebab dan letak

sumbatan antara lain2 :

- Koledokolitiasis, akan terlihat defek pengisian (filling defect) dengan batas

tegas pada duktus koledokus disertai dilatasi saluran empedu.

- Striktur atau stenosis dapat disebabkan oleh kelainan di luar saluran empedu

(ekstra duktal) yang menekan misalnya oleh kelainan jinak atau ganas.

Striktur atau stenosis umumnya disebabkan oleh fibrosis akibat peradangan

lama , infeksi kronis, iritasi oleh parasit, iritasi oleh batu maupun trauma

operasi. Contoh yang ekstrim pada kolangitis oriental atau kolangitis piogenik

rekuren dimana pada saluran-saluran empedu intra hepatic dan ekstra hepatic

ada bagian-bagian yang striktur dan ada bagian-bagian yang dilatasi atau

ekstasia akibat obstruksi kronis disertai timbulnya batu, batu empedu akibat

kolestasis dan infeksi bakteri. Striktur akibat keganasan saluran empedu

seperti adenokarsinoma dan kolangio-karsinoma bersifat progresif sampai

menimbulkan obstruksi total. Kelainan jinak ekstra duktal akan terlihat

gambaran kompresi duktus koledokus yang berbentuk simetris.

Tumor ganas akan mengadakan kompresi pada duktus koledokus yang

berbentuk ireguler.

- Tumor ganas intra duktal akan terlihat penyumbatan lengkap berbentuk

ireguler dan dan menyebabkan pelebaran saluran empedu bagian proksimal.

Gambaran semacam ini akan tampak lebih jelas pada PTC, sedangkan pada

ERCP akan tampak penyempitan saluran empedu sebelah distal tumor.

- Tumor kaput pankreas akan terlihat pelebaran saluran pankreas. Pada daerah

obstruksi tampak dinding yang ireguler.

16

Page 15: obstruksi jaundice

- Pada obstruksi jaundice ekstra hepatal dimana dari hasil ERCP sudah dapat

memastikan penyebab obstruksi dimana bila :

o Penyebabnya adalah batu (koledokolitiasis) sebaiknya dilakukan

papilotomi untuk mengeluarkan batunya.

o Penyebabya adalah tumor, perlu dilakukan tindakan pembedahan.

Bila pada pemeriksaan USG tidak ditemukan dilatasi saluran empedu dan

hasil pemeriksaan ERCP tidak menunjang kelainan ekstra hepatal maka ini

merupakan obstruksi jaundice intra hepatal.

4. PTC (Percutaneus Transhepatic Cholangiography)

Pemeriksaan ini hampir sama dengan ERCP, PTC menyediakan gambaran

langsung tentang letak obstruksi. Namun, pemeriksaan ini bersifat invasif dan

dapat menyebabkan penyulit seperti cholangitis, biliary leakage, pankreatitis, dan

perdarahan. Pemeriksaan ini berguna untuk membedakan sumbatan intra atau

ekstrahepatal. 2

Tujuan pemeriksaan PTC ini untuk melihat saluran bilier serta untuk

menentukan letak penyebab sumbatan. Dengan pemeriksaan ini dapat diperoleh

gambaran saluran empedu di proksimal sumbatan. 2

Bila kolestasis karena batu akan memperlihatkan pelebaran pada duktus

koledokus dengan di dalamnya tampak batu radiolusen. Bila kolestasis karena

tumor akan tampak pelebaran saluran empedu utama (common bile duct) dan

saluran intra hepatal dan dibagian distal duktus koledokus terlihat ireguler oleh

tumor. 2

5. Duodenography Hipotonik (DH)

Pada pemeriksaan ini dapat terlihat pendesakan duodenum ke medial oleh

karena pembesaran duodenum. Atau bila terlihat pembesaran papilla Vater yang

ireguler atau dinding medial duodenum yang ireguler (gambaran gigi gergaji /

duri mawar) menunjukan keganasan pada ampula Vater atau kaput pancreas

sebagai penyebab obstruksi jaundice. 2

17

Page 16: obstruksi jaundice

6. Endoskopic Ultrasound (EUS)

Endoscopic ultrasound memiliki berbagai fungsi, seperti menentukan

staging dari keganasan gastrointestinal, evaluasi dari tumor submukosa, dan telah

dikembangkan sebagai modalitas penting untuk mengevaluasi sistem

pankreatobilier. EUS dapat mendeteksi dan menentukan staging dari tumor apula,

mikrolitiasis, koledokolitiasis, dan evaluasi dari striktur benigna maupun maligna

dari duktus biliaris. EUS memungkinkan aspirasi dari kista dan biopsi dari lesi

solid. 2

Gambar 2.7 radial EUS menunjukkan koledokolitiasis di bagian distal duktus koledokus (Common Bile Duct (CBD)

7. Magnetic resonance cholangiopancreatography (MRCP)

Metode ini tergolong baru, bersifat noninvasif untuk mengetahui gambaran

dari sistem duktus bilier dan pankreas. Pemeriksaan ini terutama digunakan pada

pasien yang memiliki kontraindikasi untuk dilakukan ERCP. 2

18

Page 17: obstruksi jaundice

Gambar 2.8 Gambaran normal ERCP.

2.3.5 Diagnosis

Diagnosis obstruksi jaundice beserta penyebabnya dapat ditegakan

berdasarkan anamnesis, gambaran klinis, pemeriksaan fisis, laboratorium dan

pemeriksaan penunjang diagnostik invasive maupun non invasive.6

2.3.6 Penatalaksanaan

Pada dasarnya penatalaksanaan penderita obstruksi jaundice bertujuan

untuk menghilangkan penyebab obstruksi atau mengalihkan aliran empedu. Bila

penyebabnya adalah batu, dilakukan tindakan pengangkatan batu dengan cara

operasi laparotomi atau sfingterotomi dengan endoskopi / laparoskopi. 6

- Pembedahan Terhadap Batu

Setiap penderita dengan kolestasis ekstra hepatal merupakan indikasi

pembedahan. Sewaktu melakukan pembedahan sebaiknya dibuat kolangiografi

intra operatif pada saat awal pembedahan untuk lebih memastikan letak batu.

Lebih baik lagi bila sebelum operasi telah dilakukan pemeriksaan ERCP. 6

Pembedahan terhadap batu sebagai penyebab obstruksi, yang dapat

dilakukan antara lain :

Kolesistektomi

Adalah mengangkat kandung empedu beserta seluruh batu. Bila ditemukan

dilatasi duktus koledokus lebih dari 5 mm dilakukan eksplorasi duktus

19

Page 18: obstruksi jaundice

koledokus. Eksplorasi ke saluran empedu dapat menggunakan “probe”,

forseps batu atau “skoop”, selain itu kalau memungkinkan dibantu dengan

alat endoskop saluran empedu yang rigid atau fleksibel. Semua batu

dibuang sebersih mungkin. Kalau ada rongga abses dibuka dan

dibersihkan. Usaha selanjutnya ialah mencegah batu rekuren dengan

menghilangkan sumber pembentuk batu antara lain dengan cara diet

rendah kolesterol menghindari penggunaan obat-obatan yang

meningkatkan kolesterol, mencegah infeksi saluran empedu.

Sfingterotomi / papilotomi

Bila letak batu sudah pasti hanya dalam duktus koledokus, dapat dilakukan

sfingterotomi / papilotomi untuk mengeluarkan batunya. Cara ini dapat

digunakan setelah ERCP kemudian dilanjutkan dengan papilotomi.

Tindakan ini digolongkan sebagai “Surgical Endoscopy Treatment “

(SET).

Pembedahan Terhadap Striktur / Stenosis

Striktur atau stenosis dapat terjadi dimana saja dalam sistem saluran

empedu, apakah itu intra hepatik atau ekstra hepatik. Tindakan yang

dilakukan yaitu :

o Mengoreksi striktur atau stenosis dengan cara dilatasi atau

sfingterotomi.

o Dapat juga dilakukan tindakan dilatasi secara endoskopi

(Endoscopic Treatment) setelah dilakukan ERCP.

o Bila cara-cara di atas tidak dapat dilaksanakan maka dapat

dilakukan tindakan untuk memperbaiki drainase misalnya dengan

melakukan operasi rekonstruksi atau operasi bilio-digestif.6

- Pembedahan Terhadap Tumor

Bila tumor sebagai penyebab obstruksi maka perlu dievaluasi lebih dahulu

apakah tumor tersebut dapat atau tidak dapat direseksi. 6

20

Page 19: obstruksi jaundice

o Bila tumor tersebut dapat direseksi perlu dilakukan reseksi kuratif.

Pada tumor ganas saluran empedu dan pankreas dapat dilakukan an

pankreato-duodenektomi dengan cara Whipple. Hasil reseksi perlu

dilakukan pemeriksaan PA.

o Bila tumor tersebut tidak dapat direseksi maka perlu dilakukan

pembedahan paliatif yaitu terutama untuk memperbaiki drainase

saluran empedu misalnya dengan anastomosis bilio-digestif atau

operasi “by-pass”.

Gambar 2.9 Pankreato-duodenektomi menurut Whipple

Gambar 2.10 Macam anastomosis biliodigestif. (A) Kolesistoduodenostomi (B) Koledokoduodenostomi (C) Anastomosis Roux-en-Y.

Bila penyebabnya adalah tumor dan tindakan bedah tidak dapat

menghilangkan penyebab obstruksi karena tumor tersebut maka dilakukan

tindakan bedah paliatif untuk mengalihkan aliran empedu tersebut. 6 tindak bedah

paliatif, yaitu pintas alih berupa anastomosis biliodigestif berbentuk koledoko-

21

Page 20: obstruksi jaundice

duodenostomi atau kolesisto-jejunostomi. Drainase interna pertama kali

dilaporkan oleh Pareiras et al dan Burchart pada tahun 1978, dan presentase

munculnya kembali obstruksi jaundice setelah dilakukan pintasan adalah 0 – 15 %

tergantung dari tehnik operasi yang digunakan.6

2.3.7. Prognosis

Bahaya akut dari obstruksi jaundice adalah terjadinya infeksi saluran

empedu (kolangitis akut), terutama apabila terdapat nanah di dalam saluran

empedu dengan tekanan tinggi seperti kolangitis piogenik akut atau kolangitis

supuratifa. Kematian terjadi akibat syok septic dan kegagalan berbagai organ.

Selain itu sebagai akibat obstruksi kronis dan atau kolangitis kronis yang berlarut-

larut pada akhirnya akan terjadi kegagalan faal hati akibat sirosis biliaris.

Obstruksi jaundice yang tidak dapat dikoreksi baik secara medis kuratif maupun

tindakan pembedahan mempumnyai prognosis yang jelek diantaranya akan timbul

sirosis biliaris. 6

Bila penyebabnya adalah tumor ganas mempunyai prognosis jelek.

Penyebab morbiditas dan mortalitas adalah :

a. Sepsis khususnya kolangitis yang menghancurkan parenkim hati.

b. “Hepatic failure” akibat obstruksi kronis saluran empedu.

c. “Renal failure”.

d. Perdarahan gastro intestinal.6

22