45
PENDAHULUAN Saluran napas dapat mengalami obstruksi (sumbatan). Obstruksi saluran napas atas adalah kegagalan sistem pernapasan dalam memenuhi kebutuhan metabolik tubuh akibat sumbatan pada saluran napas bagian atas (dari hidung sampai percabangan trakea). Obstruksi saluran napas atas ini sering menyebabkan gagal napas. 1 Tanda obstruksi komplet saluran napas atas yang mendadak sangat jelas. Pasien tidak dapat bernapas, berbicara atau batuk dan pasien mungkin memegang kerongkongannya seperti mencekik (choking), agitasi, panik dan napas yang tersengal- sengal dan diikuti sianosis. Selanjutnya akan terjadi gagal napas diikuti dengan hilangnya kesadaran apabila sumbatan tidak segera ditangani akan menyebabkan kematian pada waktu 2- 5 hari. 1 Tanda adanya sumbatan saluran napas sebagian diantaranya adalah perasaan tercekik, tersumbat, batuk, stridor inspirasi serta disfoni. Kemungkinan juga terjadi retraksi dinding interkosta dan supraklavikula. Kegagalan respirasi bisa berlangsung cepat dan berkembang menjadi obstruksi/sumbatan komplet. Letargi, dan hilangnya kesadaran merupakan tanda akhir dari hipoksemia. Bradikardia dan hipotensi merupakan pertanda ancaman terjadinya gagal jantung. Oleh sebab itu penatalaksanaan yang cepat dan identifikasi yang tepat mengenai penyebab obstruksi saluran napas atas dapat

Obstruksi Laring

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Case THT

Citation preview

Page 1: Obstruksi Laring

PENDAHULUAN

Saluran napas dapat mengalami obstruksi (sumbatan). Obstruksi saluran napas atas

adalah kegagalan sistem pernapasan dalam memenuhi kebutuhan metabolik tubuh akibat

sumbatan pada saluran napas bagian atas (dari hidung sampai percabangan trakea). Obstruksi

saluran napas atas ini sering menyebabkan gagal napas.1

Tanda obstruksi komplet saluran napas atas yang mendadak sangat jelas. Pasien tidak

dapat bernapas, berbicara atau batuk dan pasien mungkin memegang kerongkongannya

seperti mencekik (choking), agitasi, panik dan napas yang tersengal-sengal dan diikuti

sianosis. Selanjutnya akan terjadi gagal napas diikuti dengan hilangnya kesadaran apabila

sumbatan tidak segera ditangani akan menyebabkan kematian pada waktu 2-5 hari.1

Tanda adanya sumbatan saluran napas sebagian diantaranya adalah perasaan tercekik,

tersumbat, batuk, stridor inspirasi serta disfoni. Kemungkinan juga terjadi retraksi dinding

interkosta dan supraklavikula. Kegagalan respirasi bisa berlangsung cepat dan berkembang

menjadi obstruksi/sumbatan komplet. Letargi, dan hilangnya kesadaran merupakan tanda

akhir dari hipoksemia. Bradikardia dan hipotensi merupakan pertanda ancaman terjadinya

gagal jantung. Oleh sebab itu penatalaksanaan yang cepat dan identifikasi yang tepat

mengenai penyebab obstruksi saluran napas atas dapat menyelamatkan orang yang sedang

mengalami obstruksi saluran napas. 1

Pada referat ini, kami lebih membahas mengenai obstruksi (sumbatan) pada laring.

Sumbatan laring dapat disebabkan oleh radang, benda asing, alergi (edema angioneurotik),

trauma, tumor laring baik berupa tumor jinak ataupun tumor ganas dan kelumpuhan nervus

rekuren bilateral. Laring merupakan tempat tersempit dari saluran pernafasan dan sering

mendapat gangguna sesak yang mempunyai tanda khas adalah stridor bisa inspirasi atau

ekspirasi. Untuk memastikan dari laring adalah adanya gejala serak. Penanggulangan

sumbatan pada laring dapat dilakukan intubasi endotrakea, trakeostomi maupun

krikotirotomi. 1

Tujuan dan maksud pembuatan referat ini adalah untuk mengetahui dan memahami

mengenai gejala dan penanggulangan dari obstruksi laring.

Page 2: Obstruksi Laring

TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI DAN FISIOLOGI

A. LARING

Anatomi Laring

Laring merupakan bagian yang terbawah dari saluran napas bagian atas dan terdapat

sepanjang vertebra servikalis IV - VI. Bentuknya menyerupai limas segitiga terpancung,

dengan bagian atas lebih besar daripada bagian bawah. Batas atas laring adalah aditus laring,

sedangkan batas bawahnya ialah batas kaudal kartilago krikoid.2

Bangunan kerangka laring tersusun dari satu tulang, yaitu tulang hioid, dan beberapa

buah tulang rawan. Tulang hioid berbentuk seperti huruf U, yang permukaan atasnya

dihubungkan dengan lidah, mandibula, dan tengkorak oleh tendo-tendo dan otot-otot. Tulang

rawan yang menyusun laring adalah kartilago epiglotis, kartilago aritenoid, kartilago

kornikulata, kartilago kuneiformis, dan kartilago tritisea. Kartilago krikoid dihubungkan

dengan kartilago tiroid oleh ligamentum krikotiroid.2

Gambar 1. Anatomi Laring (http://academic.kellog.edu)

Page 3: Obstruksi Laring

Gambar 2. Kartilago tritisea ( http://www.wikimd.org )

Rongga Laring

Batas atas rongga laring ialah aditus laring, batas bawahnya ialah bidang yang melalui

pinggir bawah kartilago krikoid. Batas depannya ialah epiglotis, batas belakang ialah,

tuberkulum kornikulata Santorini dan insisura interaritenoidea, batas lateralnya adalah plika

ariepiglotika dan tuberkulum kuneiformis.

Dengan adanya lipatan mukosa pada ligamentum vokale dan ligamentum

ventrikulare, maka terbentuklah plika vokalis (pita suara asli) dan plika ventrikularis (pita

suara palsu). Bidang antara plika vokalis kiri dan kanan, disebut rima glotis, sedangkan antara

kedua plika ventrikularis, disebut rima vestibuli. Plika vokalis dan plika ventrikularis

membagi rongga laring dalam 3 bagian, yaitu vestibulum laring, glotik, dan subglotik.

Vestibulum laring ialah rongga laring yang terdapat di atas plika ventrikularis. Daerah

ini disebut supraglotik. Antara plika vokalis dan plika ventrikularis, pada tiap sisinya disebut

ventrikulus laring Morgagni. Daerah subglotik adalah rongga laring yang terletak di bawah

plika vokalis.

Page 4: Obstruksi Laring

Mukosa di daerah subglotik merupakan jaringan ikat jarang, yang disebut konus

elastikus. Keistimewaan jaringan ini ialah, bila terangsang mudah terjadi edema dan akan

terbentuk jaringan granulasi bila rangsangan berlangsung lama.2

Gambar 3. Aditus Laring, batas-batas laring; tampak dorsal ( http://www.gbmc.org)

Fisiologi Laring

Laring berfungsi untuk proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, menelan, serta fonasi.

Fungsi laring untuk proteksi ialah untuk mencegah makanan dan benda asing masuk ke

dalam trakea, dengan jalan menutup aditus laring dan rima glotis secara bersamaan.

Penutupan rima glotis terjadi karena aduksi plika vokalis. Kartilago aritenoid kiri dan kanan

mendekat karena aduksi otot-otot intrinsik. Sedangkan dengan refleks batuk, benda asing

yang telah masuk ke dalam trakea dapat dibatukkan keluar. Demikian juga dengan bantuan

batuk, sekret yang berasal dari paru dapat dikeluarkan.

Fungsi respirasi dari laring ialah dengan mengatur besar kecilnya rima glotis. Bila

m.krikoaritenoid posterior berkontraksi akan menyebabkan prosesus vokalis kartilago

aritenoid bergerak ke lateral, sehingga rima glotis terbuka (abduksi). Dengan terjadinya

perubahan tekanan udara di dalam traktus trakeo-bronkial akan dapat mempengaruhi sirkulasi

Interarytenoid Area

Page 5: Obstruksi Laring

darah dari alveolus, sehingga mempengaruhi sirkulasi darah tubuh. Dengan demikian laring

berfungsi juga sebagai alat pengatur sirkulasi darah.

Fungsi laring dalam membantu proses menelan ialah dengan 3 mekanisme, yaitu

gerakan laring bagian bawah ke atas, menutup aditus laringis, dan mendorong bolus makanan

turun ke hipofaring dan tidak mungkin masuk ke dalam laring. Fungsi laring yang lain ialah

untuk fonasi, dengan membuat suara serta menentukan tinggi rendahnya nada.2

OBSTRUKSI LARING

Obstruksi laring adalah keadaan tersumbatnya laring yang dapat disebabkan oleh

radang, benda asing (korpus alienum), trauma, tumor baik tumor jinak ataupun ganas, alergi

(edema angioneurotik) dan kelumpuhan nervus rekuren bilateral.2,5

Obstruksi jalan napas yang jelas di laringotrakea sangat berbeda dengan penyakit paru

obstruktif menahun. Obstruksi laringotrakea ditandai dengan meningakatnya usaha ventilasi

untuk mempertahankan batas normal ventilasi alveolus sampai terjadi kelelahan. Pada pasien

yang lelah, kematian terjadi dalam beberapa menit atau jam setelah usaha ventilasi maksimal

tidak dapat mempertahankan ventilasi alveolus yang normal.2,3

ETIOLOGI

1. PENYAKIT INFEKSI PADA LARING

Croup

Croup adalah suatu penyakit infeksi laring yang berkembang cepat, menimbulkan

stridor dan obstruksi jalan nafas. Walaupun dapat terjadi pada usia berapapun, bahkan pada

dewasa, croup terutama menyerang pada anak di bawah usia 6 tahun. Croup dapat dibedakan

menjadi laringitis supraglotis (epiglotitis) akut dan laringitis subglotis akut. Meskipun

keduanya dapat bersifat akut dan berat, namun epiglotitis cenderung lebih hebat, seringkali

berakibat fatal dalam beberapa jam ( 6-12 jam) tanpa terapi. Sedangkan perjalanan penyakit

dari langiritis subglotis akut berlangsung dalam beberapa hari (2-3 hari) hingga beberapa

minggu.4

Page 6: Obstruksi Laring

Etiologi

Pada supraglotitis akut etiologinya seringkali. Sedangkan pada langiritis subglotis

akut etiologinya seringkali adalah virus.4

Manifestasi Klinis

Secara klinis, kedua penyakitnya tampak serupa dimana pasien gelisah, cemas,

stridor, retraksi dan sianosis namun terdapat beberapa perbedaan ringan. Anak dengan

epiglotitis cenderung duduk dengan mulut terbuka dan dagu mengarah ke depan, tidak serak

dan cenderung tidak disertai dengan batuk croupy, namun kemungkinan besar mengalami

disfagia. Karena nyeri untuk menelan, maka anak cenderung mengiler. Disfagia pada

epiglotitis dapat merupakan pertanda kolaps. Kolaps merupakan akibat perluasan inflamasi

sepanjang mulut esofagus, dan berarti proses inflamasi telah menyebabkan pembengkakan

epiglotis yang nyata.

Anak dengan laringitis subglotis akut biasanya serak dengan batuk croupy

(menggonggong) dan kering. Serangan batuk biasanya terjadi pada malam hari. Tidak ada

gejala disfagia dan mengiler. Makin berat penyakit pasien, terjadi peningkatan stridor yang

disertai dengan cekungan supraklavikula, interkosta dan daerah epigastrium. Masa inspirasi

memanjang dan kemudian mengi pada ekspirasi akan timbul. Anak tampak sangat

membutuhkan udara dan hipoksia, dengan wajah cemas, gelisah, menolak makan dan minum

serta berbicara. Sianosis mungkin terjadi pada kasus yang berat.3,4

Gambar 5. Epiglotis normal (http:/www.scribd.com) Gambar 6. Epiglotitis (http:/www.scribd.com)

Page 7: Obstruksi Laring

Diagnosis

Diagnosis biasanya dibuat berdasarkan penemuan klinis dan riwayat perjalanan

penyakit. Pada epiglotitis, foto Rontgen jaringan lunak leher dapat memperlihatkan

pembengkakan yang khas pada daerah supraglotik memenuhi saluran nafas. Sedangkan pada

laringitis subglotis akut foto Rontgen lateral leher akan memperlihatkan penyempitan di

infraglotik.

Apusan dan biakan dari sekret laring harus dilakukan untuk menentukan organisme

penyebab. Manfaatnya sedikit untuk perencanaan terapi awal, tetapi berguna jika organisme

tersebut resisten terhadap terapi awal itu. Pada laringitis subglotis akut, kadar serum antibodi

mungkin menolong untuk mendiagnosis adanya infeksi virus, terutama bila terdapat kenaikan

titer.3

Penatalaksanaan

Anak-anak ini harus segera ditangani tanpa menunggu di bagian gawat darurat atau

radiologi. Pemberian cairan intravena dimulai untuk mencegah dehidrasi dan pengeringan

sekret. Udara dingin dan lembab juga perlu diberikan, sebaiknya dengan uap air berukuran

partikel terkecil. Terapi antibiotik terhadap Haemophilus dan Staphylococcus dimulai sambil

menunggu hasil biakan. Antibiotik seharusnya tidak boleh ditunda, karena secara klinis sulit

untuk membedakan jenis croup dan perjalanan penyakit dapat sangat cepat. Steroid diberikan

dalam dosis tinggi untuk mengurangi inflamasi. Pasien perlu diamati secara cermat dan

dipertimbangkan untuk trakeostomi atau intubasi. Indikasi bantuan pernapasan adalah

kemunduran meskipun telah diberikan kelembaban, antibiotik dan steroid. Pemantauan croup

termasuk denyut nadi, frekuensi pernapasan, derajat kegelisahan dan kecemasan, penggunaan

otot asesorius pada pernapasan, derajat sianosis, derajat retraksi dan kemunduran pasien

secara menyeluruh. Jika pasien dapat tidur, bantuan jalan napas tidak diperlukan. Sebaliknya,

frekuensi pernapasan diatas 40 kali/menit, denyut nadi diatas 160 kali/menit, dan kegelisahan

serta retraksi yang makin hebat mengindikasikan perlunya bantuan pernapasan. Jika anak

kolaps, gunakan respirator ambu bertekanan positif untuk memaksa oksigen melalui jalan

napas yang edematosa.4

Page 8: Obstruksi Laring

2. TRAUMA

Trauma Laring

Trauma pada laring dapat berupa trauma tumpul atau trauma tajam akibat luka sayat,

luka tusuk,dan luka tembak. Trauma tumpul pada daerah leher selain dapat merusak struktur

laring juga menyebabkan cedera pada jaringan lunak seperti otot, saraf, pembuluh darah, dll.

Hal ini sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari seperti leher terpukul oleh tangkai pompa

air, leher membentur dash board dalam kecelakaan mobil, tertendang atau terpukul waktu

berolah raga bela diri, berkelahi, dicekik, atau usaha bunuh diri dengan menggantung diri

(strangulasi) atau seseorang pengendara motor terjerat tali di jalan (clothesline injury).

Ballanger membagi penyebab trauma laring atas:

1. Trauma mekanik eksternal (trauma tumpul, trauma tajam, komplikasi trakeostomi

atau krikotirotomi) dan mekanik internal (akibat tindakan endoskopi, intubasi

endotrakea, atau pemasangan pipa nasogaster).

2. Trauma akibat luka bakar oleh panas (gas atau cairan yang panas) dan kimia (cairan

alkohol, amoniak, natrium hipoklorit, dan lisol) yang terhirup.

3. Trauma akibat radiasi pada pemberian radioterapi tumor ganas leher.

4. Trauma otogen akibat pemakaian suara yang berlebihan (vokal abuse) misalnya akibat

berteriak, menjerit keras, atau bernyanyi dengan suara keras.2

Patofisiologi

Trauma laring dapat menyebabkan edema dan hematoma di plika ariepiglotika dan

plika ventrikularis, oleh karena jaringan submukosa di daerah ini mudah membengkak. Selain

itu mukosa faring dan laring mudah robek, yang akan diikuti dengan terbentuknya emfisema

subkutis di daerah leher. Infeksi sekunder melalui robekan ini dapat menyebabkan selulitis,

abses, atau fistel.

Tulang rawan laring dan persendiannya dapat mengalami fraktur dan dislokasi.

Kerusakan pada perikondrium dapat menyebabkan hematoma, nekrosis tulang rawan, dan

perikondritis yang mengakibatkan penyempitan lumen laring dan trakea. Robekan mukosa

yang tidak dijahit dengan baik, yang diikuti oleh infeksi sekunder, dapat menimbulkan

terbentuknya jaringan granulasi, fibrosis, dan akhirnya stenosis.2

Page 9: Obstruksi Laring

Gejala Klinik

Pasien trauma laring sebaiknya dirawat untuk observasi dalam 24 jam pertama.

Timbulnya gejala stridor yang perlahan-lahan yang makin menghebat atau timbul mendadak

sesudah trauma merupakan tanda adanya sumbatan jalan napas. Gejala-gejala berikut

menunjukkan adanya kelainan pda struktur laring: 1) meningkatnya obstruksi jalan napas

dengan adanya sesak napas (dispnoe), 2) disfonia atau afonia, 3) batuk, 4) hemoptisis dan

hematemesis, 5) nyeri pada leher, 6) disfagia dan odinofagia. Gejala awal mungkin disertai

dengan tanda-tanda klinis berikut: 1) deformitas leher, 2) emfisema subkutis, 3) nyeri tekan

laring, 4) krepitasi tulang.2,3

Suara serak (disfoni) atau suara hilang (afoni) timbul bila terdapat kelainan pita suara

akibat trauma seperti edema, hematoma, laserasi, atau parese pita suara. Emfisema subkutis

terjadi bila ada robekan mukosa laring atau trakea, atau fraktur tulang-tulang rawan laring

hingga mengakibatkan udara pernapasan akan keluar dan masuk ke jaringan subkutis leher

Emfisema leher dapat meluas sampai ke daerah muka, dada, dan abdomen dan pada perabaan

terasa sebagai krepitasi kulit.2

Hemoptisis dan hematemesis dapat terjadi akibat laserasi mukosa jalan napas dan bila

jumlahnya banyak dapat menyumbat jalan napas. Perdarahan ini biasanya terjadi akibat luka

tusuk, luka sayat, luka tembak, maupun luka tumpul. Disfagia (sulit menelan) dan odinofagia

(nyeri menelan) dapat timbul akibat ikut bergeraknya laring yang mengalami cedera pada saat

menelan.2,3

Gejala luka tertutup tergantung pada berat ringannya trauma. Pada trauma ringan

gejalanya dapat berupa nyeri pada waktu menelan, waktu batuk, dan waktu bicara. Di

samping itu mungkin terdapat disfonia, tetapi belum terdapat sesak napas.Pada trauma berat

dapat terjadi fraktur dan dislokasi tulang rawan serta laserasi mukosa laring. Sehingga

menyebabkan gejala sumbatan jalan napas (stridor dan dispnea), disfonia atau afonia,

hemoptisis, hematemesis, disfagia, odinofagia serta emfisema yang ditemukan di daerah

leher, muka, dada, dan mediastinum.2

Page 10: Obstruksi Laring

Diagnosis

Terdapatnya salah satu manifestasi klinik di atas merupakan dasar perkiraan adanya

trauma yang berat dan merupakan indikasi untuk melakukan pemeriksaan laringoskopi tak

langsung, laringoskopi langsung dan bronkoskopi untuk menentukan adanya edema,

hematoma, mukosa dan tulang rawan yang bergeser dan paralisis pita suara. Rontgen foto

leher dan dada harus dilakukan untuk mendeteksi adanya fraktur laring dan trauma trakea.

Diagnosis luka terbuka di laring dapat ditegakkan dengan adanya gelembung-gelembung

udara pada daerah luka, oleh karena udara yang keluar dari trakea. Berbeda dengan luka

terbuka, diagnosis luka tertutup pada laring lebih sulit. Diagnosis ini penting untuk

menentukan sikap selanjutnya, apakah perlu dilakukan eksplorasi atau cukup dengan

pengobatan konservatif dan observasi saja.2,3

Penatalaksanaan

Sebagai terapi awal pada trauma laring akut ialah dengan mempertahankan aliran

udara adekuat, mungkin diperlukan tindakan trakeostomi. Kemudian dilanjutkan dengan

penilaian terhadap trauma dan menentukan apakah terapi definitif harus dilakukan dengan

segera atau perlu ditunda, yang tergantung pada keadaan klinisnya.

Luka terbuka dapat disebabkan oleh trauma tajam pada leher setinggi laring, misalnya

oleh pisau, celurit, dan peluru. Kadang-kadang pasien dengan luka terbuka pada laring

meninggal sebelum mendapat pertolongan, oleh karena perdarahan atau terjadinya asfiksia.

Penatalaksanaan luka terbuka pada laring terutama ditujukan pada perbaikan saluran napas

dan mencegah aspirasi darah ke paru. Tindakan yang segera harus dilakukan ialah

trakeostomi dengan menggunakan kanul trakea yang memakai balon, sehingga tidak terjadi

aspirasi darah. Tindakan intubasi endotrakea tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan

kerusakan struktur laring yang lebih parah. Setelah trakeostomi barulah dilakukan eksplorasi

untuk mencari dan mengikat pembuluh darah yang cedera serta memperbaiki struktur laring

dengan menjahit mukosa dan tulang rawan yang robek.Untuk mencegah infeksi dan tetanus

dapat diberikan antibiotika dan serum anti tetanus.2

Komplikasi

Page 11: Obstruksi Laring

Komplikasi trauma laring dapat terjadi apabila penatalaksanaanya kurang tepat dan cepat.

Komplikasi yang dapat timbul antara lain:

1. Terbentuknya jaringan parut dan terjadinya stenosis laring

2. Paralisis nervus rekuren

3. Infeksi luka dengan akibat terjadinya perikondritis, jaringan parut, dan stenosis laring

dan trakea.2

Trauma Intubasi

Pemasangan pipa endotrakea yang lama dapat menimbulkan udem laring dan trakea.

Keadaan ini baru diketahui bila pipa dicabut karena suara penderita terdengar parau dan ada

kesulitan menelan, gangguan aktivitas laring dan beberapa derajat obstruksi pernapasan.5

Penatalaksanaan

Pengobatan dilakukan dengan pemberian kortikosteroid. Bila obstruksi napas terlalu

hebat maka dilakukan trakeostomi.5

3. TUMOR

Tumor jinak laring tidak banyak ditemukan, karena hanya kurang lebih 5% dari

semua jenis tumor laring. Tumor jinak laring dapat berupa papiloma laring, adenoma,

kondroma, mioblastoma sel granuler, hemangioma, lipoma dan neurofibroma. Papiloma

laring merupakan tumor jinak laring yang paling banyak frekuensinya. Gejala khasnya berupa

disfonia dan apabila papiloma telah menutup rima glotis maka timbul sesak nafas dengan

stridor yang dapat bertambah hebat sampai terjadi sumbatan total jalan napas.2,5

Tumor ini dapat tumbuh pada pita suara bagian anterior atau daerah subglotik. Dapat

pula tumbuh di plika ventrikularis atau aritenoid. Secara makroskopik bentuknya seperti buah

murbei, berwarna putih kelabu dan kadang-kadang kemerahan. Jaringan tumor ini sangat

rapuh dan kalau dipotong tidak menyebabkan perdarahan. Sifat yang menonjol dari tumor ini

ialah sering tumbuh lagi setelah diangkat, sehingga operasi pengangkatan harus dilakukan

berulang-ulang.2

Page 12: Obstruksi Laring

Papiloma pada orang dewasa merupakan lanjutan dari papilomatosis infantil atau

tumbuh pada usia pertengahan. Kedua keadaan ini dapat berubah jadi karsinoma sel

skuamosa. Perubahan ke arah keganasan terjadi khusus pada penderita yang sebelumnya

pernah mendapat radioterapi.

Diagnosis

Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan laring langsung, biopsi serta

pemeriksaan patologi-anatomik. 2

Gambar 7. Papiloma Laring (Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT)

Gambar 8. Karsinoma sel skuamosa pada laring (http:// www.gastrointestinalatlascom )

Page 13: Obstruksi Laring

Terapi

Ekstirpasi papiloma dengan bedah mikro atau juga dengan sinar laser. Oleh karena

sering tumbuh lagi, maka tindakan ini diulangi berkali-kali. Kadang-kadang dalam seminggu

sudah tampak papiloma tumbuh lagi. Terapi terhadap penyebabnya belum memuaskan,

karena sampai sekarang etiologinya belum diketahui dengan pasti. Tidak dianjurkan

memberikan radioterapi, oleh karena papiloma dapat berubah menjadi ganas. 2

Pada tumor ganas laring setelah diagnosis dan stadium tumor ditegakkan, maka

ditentukan tindakan yang akan diambil sebagai penanggulangannya. Ada 3 cara

penanggulangan yang lazim dilakukan, yakni pembedahan, radiasi, obat sitostatika ataupun

kombinasinya tergantung pada stadium penyakit dan keadaan umum pasien. Sebagai patokan

dapat dikatakan stadium 1 dikirim untuk mendapatkan radiasi, stadium 2 dan 3 dikirim untuk

dilakukan operasi, stadium 4 dilakukan operasi dengan rekonstruksi, bila masih

memungkinkan atau dikirim untuk mendapatkan radiasi. Jenis pembedahan adalah

laringektomi totalis ataupun parsial, tergantung lokasi dan penjalaran tumor, yang sering

dilakukan adalah laringektomi totalis karena beberapa pertimbangan, sedangkan laringektomi

parsial jarang dilakukan, karena teknik sulit untuk mentukan batas tumor. Selain itu

dilakukan juga diseksi leher radikal bila terdapat penjalaran ke kelenjar limfa

leher.Pemakaian sitostatika belum memuaskan, biasanya jadwal pemberian sitostatika tidak

sampai selesai karena keadaan umum memburuk, disamping harga obat ini yang relatif

mahal, sehingga tidak terjangkau oleh pasien.

Para ahli berpendapat, bahwa tumor laring ini mempunyai prognosis yang paling baik

di antara tumor-tumor daerah traktur aero-digestivus, bila dikelola dengan tepat, cepat dan

radikal. 2

Rehabilitasi Suara

Laringektomi yang dikerjakan untuk mengobati karsinoma laring menyebabkan cacat

pada pasien. Dengan dilakukannya pengangkatan laring beserta pita suara yang ada di

dalamnya, maka pasien akan menjadi afonia dan bernapas melalui stoma permanen di leher.

Gambar 8. Karsinoma sel skuamosa pada laring (http:// www.gastrointestinalatlascom )

Page 14: Obstruksi Laring

Untuk itu diperlukan rehabilitasi terhadap pasien, baik yang bersifat umum, yakni agar pasien

dapat memasyarakat dan mandiri kembali, maupun rehabilitasi khusus yakni rehabilitasi

suara agar pasien dapat berbicara, sehingga berkomunikasi verbal. Rehabilitasi suara dapat

dilakukan dengan pertolongan alat bantu suara, yakni semacam vibrator yang ditempelkan di

daerah sub mandibula, ataupun dengan suara yang dihasilkan dari esofagus (esophageal

speech) melalui proses belajar. Ada 2 faktor utama yang mempengaruhi suksesnya

rehabilitasi suara ini, yakni faktor fisik dan faktor psiko-sosial. 2

4. KORPUS ALIENUM

Benda asing di dalam suatu organ ialah benda yang berasal dari luar tubuh atau dari

dalam tubuh, yg dalam keadaan normal tidak ada. Benda asing yang berasal dari luar tubuh,

disebut benda asing eksogen, biasanya masuk melalui hidung atau mulut. Sedangkan yang

berasal dari dalam tubuh, disebut benda asing endogen.

Benda asing eksogen terdiri dari benda padat, cair atau gas. Benda asing eksogen

padat terdiri dari zat organik, seperti kacang-kacangan (yg berasal dari tumbuh-tumbuhan),

tulang (yg berasal dari kerangka binatang) dan zat anorganik seperti paku, jarum, peniti, batu

dan lain-lain. Benda asing eksogen cair dibagi dalam benda cair yg bersifat iritatif, seperti zat

kimia, dan benda cair non-iritatif, yaitu cairan dengan pH 7,4.

Benda asing endogen dapat berupa sekret kental, darah atau bekuan darah, nanah,

krusta, perkijuan, membran difteri, bronkolit, cairan amnion, mekonium dapat masuk ke

dalam napas saluran bayi pada saat proses persalinan. 2

Etiologi & faktor predisposisi

Faktor yang mempermudah terjadinya aspirasi benda asing kedalam saluran napas

antara lain, faktor personal (umur, jenis kelamin, pekerjaan, kondisi sosial, tempat tinggal),

kegagalan mekanisme proteksi yang normal, (antara lain keadaan tidur, kesadaran menurun,

alkoholisme), proses menelan yg belum sempurna pada anak, ukuran dan bentuk serta sifat

benda asing. Faktor kecorobohan, (antara lain meletakan benda asing dimulut, makan atau

minum tergesa-gesa, makan sambil bermain (pada anak), memberikan kacang atau permen

pada anak yang gigi molarnya belum lengkap. 2

Page 15: Obstruksi Laring

Diagnosis

Diagnosis klinis benda asing disaluran napas ditegakan berdasarkan anamnesis

adanya riwayat tersedak sesuatu, tiba-tiba timbul “choking” (rasa tercekik), gejala, tanda,

pemeriksaan fisik dengan auskultasi, palpasi dan pemeriksaan radiologik sebagai

pemeriksaan penunjang. Diagnosis pasti benda asing disaluran napas ditegakan setelah

dilakukan tindakan endoskopi atas indikasi diagnostik dan terapi.

Anamnesis yg cermat perlu ditegakan karena kasus aspirasi benda asing sering tidak

segera dibawa kedokter pada saat kejadian. Perlu diketahui macam benda atau bahan yg

teraspirasi dan telah berapa lama tersedak benda asing itu.

Gejala dan tanda

Gejala sumbatan benda asing didalam saluran napas tergantung pada lokasi benda

asing, derajat sumbatan (total atau sebagian), sifat, bentuk dan ukuran benda asing. Bila

seorang pasien, terutama anak, diketahui mengalami rasa tercekik atau manisfestasi lainnya,

rasa tersumbat ditenggorok, batuk-batuk sedang makan, maka keadaan ini haruslah dianggap

sebagai gejala aspirasi benda asing.

Benda asing di laring dapat menutup laring, tersangkut diantara pita suara atau berada

di subglotis. Gejala sumbatan laring tergantung pada besar, bentuk dan letak (posisi) benda

asing. Sumbatan total di laring akan menimbulkan keadaan yang gawat biasanya kematian

mendadak karena terjadi asfiksia dalam waktu singkat. Hal ini disebabkan oleh timbulnya

spasme laring dengan gejala antara lain disfonia sampai afonia, apne dan sianosis.

Sumbatan tidak total di laring dapat menyebabkan gejala suara parau, disfonia sampai afonia,

batuk yang disertai sesak (croupy cough), odinofagia, mengi, sianosis, hemoptisis, dan rasa

subyektif dari benda asing (pasien akan menunjuk lehernya sesuai dengan letak benda asing

itu tersangkut) dan dispne dengan derajat bervariasi. Gejala dan tanda ini jelas bila benda

asing masih tersangkut di laring, dapat juga benda asing sudah turun ke trakea, tetapi masih

meninggalkan reaksi laring oleh karena edema laring.

Pemeriksaan penunjang

Page 16: Obstruksi Laring

Pada kasus benda asing disaluran napas dapat dilakukan pemeriksaan radiologik dan

laboratrium untuk membantu menegakkan diagnosis. Benda asing yg bersifat radioopak dapat

dibuat Rö foto segera setelah kejadian, sedangkan benda asing radiolusen (seperti kacang-

kacangan) dibuat Rö foto setelah 24 jam kejadian, karena sebelum 24 jam kejadian belum

menunjukan gambaran radiologis yang berarti.

Pemeriksaan radiologik leher dalam posisi tegak untuk penilaian jaringan lunak leher

dan pemeriksaan toraks postero anterior dan lateral sangat penting pada aspirasi benda asing.

Pemeriksaan toraks lateral dilakukan dengan lengan di belakang punggung, leher dalam fleksi

dan kepala ekstensi untuk melihat keseluruhan jalan napas dari mulut sampai karina. Karena

benda asing dibronkus utama atau lobus, pemeriksaan paru sangat membantu diagnosis.

Video Fluoroskopi merupakan cara terbaik untuk melihat saluran napas secara

keseluruhan, dapat mengevaluasi pada saat ekspirasi dan inspirasi dan adanya obstruksi

parsial. Emfisema obstruktif merupakan bukti radiologik pada benda asing di saluran napas

setelah 24 jam benda teraspirasi. Gambaran emfisema tampak sebagai pergeseran

mediastinum ke sisi paru yang sehat pada saat ekspirasi (mediastinal shift) dan pelebaran

interkostal.

Bronkogram berguna untuk benda asing radiolusen yang berada diperifer pada

pandangan endoskopi, serta perlu untuk menilai bronkiektasis akibat benda asing yang lama

berada di bronkus

Pemeriksaan laboratorium darah diperlukan untuk mengetahui adanya gangguan

keseimbangan asam basa serta tanda infeksi traktus trakeobronkial. 2

Penatalaksanaan

Pasien dengan benda asing di laring harus diberi pertolongan dengan segera, karena

asfiksia dapat terjadi dalam waktu hanya dalam beberapa menit. Pada anak dengan sumbatan

total pada laring, dapat dicoba dengan menolongnya dengan memegang anak dengan posisi

terbalik, kepala ke bawah, kemudian daerah punggung/tengkuk dipukul, sehingga diharapkan

benda asing dapat dibatukkan ke luar.

Page 17: Obstruksi Laring

Cara lain untuk mengeluarkan benda asing yang menyumbat laring secara total ialah

dengan cara perasat dari Heimlich (Heimlich maneuver), dapat dilakukan pada anak maupun

orang dewasa. Menurut teori heimlich, benda asing masuk ke dalam laring ialah pada waktu

inspirasi. Dengan demikian paru penuh oleh udara, diibaratkan sebagai botol plastik yang

tertutup, dengan menekan botol itu, maka sumbatnya akan terlempar ke luar.

Pada sumbatan benda asing tidak total di laring, perasat Heimlich tidak dapat

digunakan. Dalam hal ini pasien masih dapat dibawa ke rumah sakit terdekat untuk diberi

pertolongan dengan menggunakan laringoskop atau bronkoskop, atau kalau alat-alat itu tidak

ada, dilakukan trakeostomi sebelum merujuk. Pada waktu tindakan trakeostomi, pasien tidur

dengan posisi Trandelenburg, kepala lebih rendah dari badan, supaya benda asing tidak turun

ke trakea. Kemudian pasien dapat dirujuk ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas

laringoskopi dan bronkoskopi untuk mengeluarkan benda asing itu dengan cunam. Tindakan

ini dapat dilakukan dengan anastesi (umum) dan analgesia (lokal).2

5. ALERGI

Edema Angioneurotik

Edema angioneurotik mukosa laring adalah salah satu penyebab obstruksi laring yang

biasanya disebabkan oleh alergi. Edema laring angioneurotik akuta dapat mengobstruksi

Gambar 9. Cara pengeluaran benda asing pada anak < 1 tahun (http://www.childrenwebmd.com)

Gambar 10. Cara pengeluaran benda asing pada anak >1 tahun (http://www.childrenwebmd.com)

Page 18: Obstruksi Laring

saluran pernapasan setelah respon imun humoral akut terhadap berbagai antigen seperti

sengatan lebah, suntikan antibiotika dan makanan. Gejalanya berupa suara parau yang

progresif setelah kontak dengan, mengirup atau menelan alergen, tanpa tanda infeksi. 5,6

Pemeriksaan

Kadang-kadang kerentanan individu dapat dibuktikan dengan mendeteksi C1 esterase di

dalam darah.6

Penatalaksanaan

Diindikasikan suntikan epinefrin, oksigen dan selanjutnya penyelidikan alergi tindak lanjut.

Pada keadaan parah, diperlukan krikotiroidotomi maupun trakeostomi untuk menyelamatkan

jiwa.5,6

6. KELUMPUHAN NERVUS REKUREN BILATERAL

Paralisis ini kebanyakan disebabkan oleh proses pembedahan tiroid,terutama total

tiroidektomi. Penyebab lainnya yang jarang adalah karena pertumbuhan tumor tiroid yang

malignan.

Paralisis bilateral n. Laringeus rekurens menyebabkan sesak nafas sebab celah suara

cukup sempit karena kedua pita suara tidak dapat abduksi pada inspirasi sehingga menetap

pada posisi paramedian. Kadang pita suara cenderung bertaut pada inspirasi sehingga

penderita harus diselamatkan dengan intubasi dan trakeostomi. Biasanya ada indikasi operasi

fiksasi pita suara di posisi abduksi pada paralisis n. Laringeus rekurens bilateral.5

MANIFESTASI KLINIS

Gejala dan tanda sumbatan laring adalah :

1. Suara serak (disfoni sampai afoni)

2. Sesak napas (dispnea)

Page 19: Obstruksi Laring

3. Stridor (napas berbunyi) yang terdengan pada waktu inspiras.

4. Cekungan yang terdapat pada waktu inspirasi di suprasternal, epigastrium,

supraklavikula dan interkostal. Cekungan itu terjadi sebagai upaya dari otot-otot

pernapasan untuk mendapatkan oksigen yang adekuat.

5. Gelisah karena pasien haus udara (air hunger)

6. Warna muka pucat dan terakhir menjadi sianosis karena hipoksia

Jackson membagi sumbatan laring yang progresif dalam 4 stadium dengan tanda dan

gejala:

Stadium 1. Cekungan tampak pada waktu inspirasi di suprasternal, stridor pada waktu

inspirasi dan pasien masih tenang.

Stadium 2. Cekungan pada waktu inspirasi di daerah suprasternal makin dalam, ditambah

lagi dengan timbulnya cekungan di daerah epigastrium. Pasien sudah mulai

gelisah. Stridor terdengar pada waktu inspirasi.

Stadium 3. Cekungan selain di daerah suprasternal, epigastrium juga terdapat di

infraklavikuladan sela-sela iga, pasien sangat gelisah dan dispnea. Stridor

terdengar pada waktu inspirasi dan ekspirasi.

Stadium 4. Cekungan-cekungan diatas bertambah jelas, pasien sangat gelisah, tampak

sangat ketakutan dan sianosis. Jika keadaan ini berlangsung terus maka pasien

maka akan kehabisan tenaga, pusat pernapasan paralitik karena hiperkapnea.

Pasien lemah dan tertidur, akhirnya meninggal karena asfiksia.

DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan klinis dan laringoskopi. Pada

orang dewasa dilakukan laringoskopi tidak langsung, dan pada anak laringoskopi langsung.2

PENANGGULANGAN SUMBATAN LARING

Page 20: Obstruksi Laring

Prinsip penanggulangan sumbatan laring ialah menghilangkan penyebab sumbatan

dengan cepat atau membuat jalan napas baru yang dapat menjamin ventilasi.

Dalam penanggulangan sumbatan laring pada prinsipnya diusahakan supaya jalan jalan napas

lancar kembali. Tindakan konservatif dengan pemberian antiinflamasi, antialergi, antibiotika,

serta pemberian oksigen intermitten dilakukan pada sumbatan laring stadium 1 yang

disebabkan peradangan. Tindakan operatif atau resusitasi untuk membebaskan saluran napas

ini dapat dengan cara memasukan pipa endotrakea melalui mulut (intubasi orotrakea) atau

melalui hidung (intubasi nasotrakea), membuat trakeostomi atau melakukan krikotirotomi.

Intubasi endotrakea dan trakeostomi dilakukan pada pasien dengan sumbatan laring

stadium 2 dan 3, sedangkan krikotirotomi dilakukan pada sumbatan laring stadium 4.

Tindakan opertaif atau resusitasi dpat dilakukan berdasar analisis gas darah

(pemeriksaan Astrup). Bila fasilitas tersedia, maka intubasi endotrakea merupakan pilihan

pertama, sedangkan jika ruangan perawatan intensif tidak tersedia sebaiknya dilakukan

trakeostomi.2

PERASAT HEIMLICH

Dengan perasat Heimlich, dilakukan pada penekanan paru. Caranya ialah, bila pasien

masih dapat berdiri, maka penolong dapat berdiri di belakang pasien, kepalan tangan

penolong diletakkan di atas prossesus xifoid, sedangkan tangan kirinya diletakkan diatasnya.

Kemudian dilakukan penekanan ke belakang dan keatas ke arah paru pasien beberapa kali,

sehingga benda asing akan terlempar ke luar mulut.

Page 21: Obstruksi Laring

. Bila pasien sudah berbaring karena pingsan, maka penolong bersetumpu pada

lututnya di kedua sisi pasien, kepalan diletakkan di bawah prosesus xifoid, kemudian

dilakukan penekanan ke bawah dan ke arah paru pasien beberapa kali, sehingga benda asing

akan terdorong melalui mulut. Pada tindakan ini posisi muka pasien harus lurus, leher jangan

ditekuk ke samping, supaya jalan napas merupakan garis lurus.

Komplikasi perasat Heimich ialah kemungkinan terjadinya ruptur lambung atau hati

dan fraktur iga. Oleh karena itu pada anak sebaiknya cara menolongnya tidak dengan

menggunakan kepalan tangan, tetapi cukup dengan menggunakan dua buah jari kiri dan

kanan.2

INTUBASI ENDOTRAKEA

Intubasi endotrakea adalah 1) untuk mengatasi sumbatan saluran napas bagian atas, 2)

membantu ventilasi, 3) memudahkan mengisap sekret dari tarktus trakeo-bronkial, 4)

mencegah aspirasi sekret yang ada di rongga mulut atau yang berasal dari lambung. Intubasi

endotrakea merupakan cara yang paling cepat untuk memperbaik jalan napas. Dapat

dilakukan secara transnasal atau transoral.2,3

Pipa endotrakea yang dibuat dari bahan polyvinilchloride dengan balon (cuff) pada

ujungnya yang dapat diisi dengan udara, diperkenalkan oleh Magill pertama kali tahun 1964,

dan sampai sekarang sering dipakai untuk intubasi. Ukuran pipa endotrakea ini harus sesuai

dengan ukuran trakea pasien dan umumnya untuk orang dewasa dipakai yang diameter

dalamnya 7-8,5 mm. Pipa endotrakea yang dimasukkan melalui hidung dapat dipertahankan

Gambar 12. Manuver Heimlich pada pasien tidak sadar (http://healthguide.howstuffworks.com)

Gambar 11. Manuver Heimlich pada pasien sadar (http://healthguide.howstuffworks.com)

Page 22: Obstruksi Laring

untuk beberapa hari. Secara umum dapat dikatakan bahwa intubasi endotrakea jangan

melebihi 6 hari dan untuk selanjutnya sebaiknya dilakukan trakeostomi.2

Teknik Intubasi Endotrakea

Intubasi endotrakea merupakan tindakan penyelamat dan dapat dilakukan tanpa atau

dengan analgesia topikal dengan xylocain 10%. Posisi pasien tidur terlentang, leher fleksi

sedikit dan kepala ekstensi. Laringoskop dengan spatel bengkok dipegang dengan tangan kiri,

dimasukkan melalui mulut sebelah kanan, sehingga lidah terdorong ke kiri. Spatel diarahkan

menelusuri pangkal lidah ke valekula, lalu laringoskop diangkat ke atas, sehingga pita suara

dapat terlihat. Dengan tangan kanan pipa endotrakea dimasukkan melalui mulut terus melalui

celah antara kedua pita suara ke dalam trakea. Pipa endotrakea dapat juga dimasukkan

melalui salah satu lubang hidung sampai rongga mulut dan dengan cunam Magill ujung pipa

endotrakea dimasukan ke dalam celah anatara kedua pita suara sampai ke trakea.

Kemudian balon diisi udara dan pipa endotrakea difiksasi dengan baik. Apabila

menggunakan spatel laringoskop yang lurus maka pasien yang tidur terlentang itu, pundaknya

harus diganjal dengan bantal pasir, sehingga kepala mudah diekstensikan maksimal.

Laringoskop dengan spatel yang lurus dipegang dengan tangan kiri dan dimasukkan

mengikuti dinding faring posterior dan epiglotis diangkat horizontal ke atas bersama-sama

sehingga laring jelas terlihat. Pipa endotrakea dipegang dengan tangan kanan dan dimasukan

melalui celah pita suara sampai di trakea. Kemudia balon diisi udara dan pipa endotrakea

difiksasi dengan plester.2

Komplikasi

Pipa yang terpasang di laring untuk waktu lama dapat menimbulkan ulserasi mukosa,

pembentukan jaringan granulasi, edem subglotis, dan akhirnya stenosis laring dan trakea.

Komplikasi ini lebih sering pada pasien sadar atau hiperaktif dengan refleks menelan yang

aktif.4

TRAKEOSTOMI

Page 23: Obstruksi Laring

Trakeostomi adalah tindakan membuat lubang pada dinding depan/anterior trakea

untuk bernapas.

Menurut letak stoma, trakeostomi dibedakan menjadi 1) trakeostomi letak tinggi,

yaitu di cincin trakea 2-3 dan 2) trakeostomi letak rendah, setinggi cincin trakea 4-5. Berdasar

letak tinggi dan rendah kira-kira setinggi ismus kelenjar tiroid, bila melakukan trakeostomi

sebaiknya letak tinggi karena:

Letak trakea lebih superfisial

Dekat dengan bangunan pedoman yaitu kartilago tiroid atau krikoid

Kanul tidak mudah lepas dan bila lepas mudah dikembalikan

Ismus atau timus pada anak tidak terganggu

Aman, karena jauh dari pembuluh darah besar.

Sedangkan mnurut waktu dilakukan tindakan maka trakeostomi dibagi dalam 1) trakeostomi

darurat dan segera dengan persiapan sarana yang kurang dan 2) trakeostomi berencana

(persiapan sarana cukup) dan dapat dilakukan secara baik (lege artis).2

Indikasi Trakeostomi

1. Mengatasi obstruksi laring

2. Mengurangi ruang rugi (dead air space) di saluran napas bagian atas seperti daerah

rongga mulut, sekitar lidah dan faring. Dengan adanya stoma maka seluruh oksigen

yang dihirupnya akan masuk ke dalam paru, tidak ada yang tertinggal di ruang rugi

itu. Hal ini berguna pada pasien dengan kerusakan paru, yang kapasitas vitalnya

berkurang.

3. Mempermudah pengisapan sekret dari bronkus pada pasien yang tidak dapat

mengeluarkan sekret secara fisiologik, misalnya pada pasien dalam koma.

4. Untuk memasang respirator (alat bantu pernapasan)

5. Untuk mengambil benda asing dari subglotik, apabila tidak mempunyai fasilitas

bronkoskopi. 2

Alat-alat trakeostomi

Alat yang perlu dipersiapkan untuk melakukan trakeostomi ialah semprit dengan obat

anlagesia (novokain), pisau (skalpel), pinset anatomi, gunting panjang yang tumpul, sepasang

Page 24: Obstruksi Laring

pengait tumpul, klem arteri, gunting kecil yang tajam serta kanul trakea yang ukurannya

cocok untuk pasien. 2

Gambar 15. Alat –alat trakeostomi (Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT)

Teknik Trakeostomi

Pasien tidur terlentang, bahu diganjal dengan bantalan kecil sehingga memudahkan

kepala untuk diekstensikan pada persendian atlanto oksipital. Dengan posisi seperti ini leher

akan lurus dan trakea akan terletak di garis median dekat permukaan leher. Kulit daerah leher

dibersihkan secara asepsis dan antisepsis dan ditutup dengan kasa steril.

Gambar 13. Kanul silikon (http://www.tracheostomy.com)

Gambar 14. Kanul metal (http://www.tracheostomy.com)

Page 25: Obstruksi Laring

Obat anastetikum (novokain) disuntikkan di pertengahan krikoid dengan fosa

suprasternal secara infiltrasi. Sayatan kulit dapat vertikal di garis tengah leher mulai dibawah

krikoid sampai fosa suprasternal atau jika membuat sayatan horizontal dilakukan pada

pertengahan jarak antara kartilago krikoid dengan fosa suprasternal atau kira-kira 2 jari

dibawah krikoid orang dewasa. Sayatan jangan terlalu sempit, dibuat kira-kira 5 cm.

Dengan gunting panjang yang tumpul kulit serta jaringan dibawahnya dipisahkan

lapis demi lapis dan ditarik ke lateral dengan pengait tumpul, sampai tampak trakea yang

berupa pipa dengan susunan cincin-cincin tiulang rawan yang berwarna putih. Pembuluh

darah vena jugularis anterior yang tampak ditarik ke lateral. Ismus tiroiddi klem pada dua

tempat dan dipotong ditengahnya. Sebelum klem ini dilepaskan ismus tiroid diikat kedua

tepinya dan disihkan ke lateral. Perdarahan dihentikan dan jika perlu diikat. Lakukan aspirasi

dengan cara menusukkan jarum pada membran antara cincin trakea dan akan terasa ringan

waktu ditarik. Buat stoma dengan memotong cincin trakea ke tiga dengan gunting yang

tajam. Kemudian dipasang kanul trakea dengan ukuran yang sesuai. Kanul difiksasi dengan

tali pada leher pasien dengan luka operasi ditutup dengan kasa.

Hal-hal yang perlu diperhatikan, sebelum membuat lubang trakea, perlu dibuktikan

dulu yang akan dipotong itu benar-benar trakea dengan cara aspirasi dengan semprit yang

berisi novokain. Bila yang ditusuk itu trakea maka pada waktu dilakukan aspirasi terasa

ringan dan udara yang terisap akan menimbulkan gelembung udara. Untuk mengurangi

refleks batuk dapat disuntikan novokain sebanyak 1 cc ke dalam trakea.

Page 26: Obstruksi Laring

Untuk menghindari terjadinya komplikasi perlu diperhatiakan insisi kulit jangan

terlalu pendek agar tidak sukar mencari trakea dan mencegah terjadinya emfisema kulit.

Ukuran kanul harus sesuai dengan diameter lumen trakea. Bila kanul terlalu kecil, akan

menyebabkan kanul bergerak-gerak sehingga terjadi rangsangan pada mukosa trakea dan

mudah terlepas ke luar.

Bila kanul terlalu besar, sulit untuk memasukkannya ke dalam lumen dan ujung kanul

akan menekan mukosa trakea dan menyebabkan nekrosis dinding trakea. Panjang kanul harus

sesuai pula. Bila terlalu pendek akan mudah keluar dari lumen trakea dan masuk ke dalam

jaringan subkutis sehingga timbul emfisema kulit dan lumen kanul akan tertutup sehingga

menimbulkan asfiksia. Bila kanul terlalu panjang maka mukosa trakea akan teriritasi dan

mudah timbul jaringan granulasi. 2

Gambar 15. Teknik trakeostomi (http://www.catalog.nucleusinc.com)

Page 27: Obstruksi Laring

Perawatan pasca trakeostomi

Perawatan pasca trakeostomi sangatlah penting, karena sekret dapat menyumbat,

sehingga akan terjadi asfiksia. Oleh karena itu sekret di trakea dan kanul harus sering diisap

ke luar, dan kanul dalam dicuci sekurang-kurangnya 2 kali sehari, lalu segera dimasukan lagi

ke dalam kanul luar. Pasien dapat dirawat di ruang perawatan biasa dan perawatan

trakeostomi sangatlah penting. Bila kanul harus dipasang untuk jangka waktu lama, maka

kanul luar harus dibersihkan 2 minggu sekali. Kain kasa di bawah kanul harus diganti setiap

basah, untuk menghindari terjadinya dermatitis. 2

KRIKOTIROTOMI

Krikotirotomi merupakan tindakan penyelamat pada pasien dalam keadaan gawat

napas. Dengan cara membelah membran krikotiroid. Tindakan ini harus dikerjakan cepat

walaupun persiapannya darurat. 2

Indikasi Krikotirotomi

Gambar 16. Memasang kanul (http://www.humanbodydisease.com

Page 28: Obstruksi Laring

Indikasi krikotirotomi antara lain ialah:

1. Perlengkapan dan alat-alat intubasi endotrakea atau trakeostomi tidak memadai untuk

mengatasi obstruksi jalan napas yang berat.

2. Kebutuhan untuk mempertahankan jalan napas dilakukan oleh tenaga yang tidak terlatih

medis.

3. Keperluan untuk mempertahankan jalan napas pada obstruksi laring karena tumor,

sehingga seluruh bagian krikotiroid akan ikut dikeluarkan pada saat operasi definitif. 3

Teknik Krikotirotomi

Pasien tidur telentang dengan kepala ekstensi pada artikulasi atlanto oksipitalis.

Puncak tulang rawan (Adam’s apple) mudah diidentifikasi difiksasi dengan jari tangan kiri.

Dengan telunjuk jari tangan kanan tulang rawan tiroid diraba ke bawah sampai ditemukan

kartilago krikoid. Membran krikotiroid terletak di antara kedua tulang rawan ini. Daerah ini

diinfiltrasi dengan anastetikum kemudian dibuat sayatan horizontal pada kulit. Jaringan di

bawah sayatan dipisahkan tepat pada garis tengah. Setelah tepi bawah kartilago tiroid

terlihat, tusukkan pisau dengan arah ke bawah. Kemudian, masukkan kanul bila tersedia. Jika

tidak, dapat dipakai pipa plastik untuk sementara. 2

Komplikasi Gambar 17. Krikotirotomi (http://www.netterimages.com)

Page 29: Obstruksi Laring

Kerugian teknik ini banyak, sehingga terbatas penggunaannya. Ruang krikotiroid

relatif sempit dan sering tidak cukup untuk memasukkan pipa trakeostomi dengan ukuran

adekuat tanpa merusak kartilago krikoid. Tiap luka pada krikoid dapat diikuti dengan

perikondritis dan stenosis laring. Arteri krikotiroid masuk ke dalam ruang krikotiroid dekat

garis tengah yang mungkin menjadi sumber perdarahan yang cukup banyak selama

melakukan teknik ini.3

Stenosis subglotik akan timbul bila kanul dibiarkan terlalu lama. Makin lama pipa

terpasang pada membran krikotiroid, makin besar kemungkinan terjadi perinkondritis, karena

kanul yang letaknya tinggi akan mengiritasi jaringan-jaringan di sekitar subglotik, sehingga

terbentuk jaringan granulasi, dan akhirnya stenosis laring. Sehingga sebaiknya segera diganti

dengan trakeostomi dalam waktu 48 jam.2,3

Krikotirotomi merupakan kontraindikasi pada anak di bawah 12 tahun, demikian juga

pada tumor laring yang sudah meluas ke subglotik dan terdapat laringitis. 2

Perawatan Pasca Bedah

Kanul trakeostomi harus segera dimasukkan melalui krikotirotomi segera setelah alat

tersebut tersedia. Krikotirotomi harus diganti dengan trakeostomi melalui insisi terpisah yang

lebih rendah segera setelah keadaan pasien stabil. Bila mungkin dilakukan dalam 24 jam atau

paling lama 48 jam setelah krikotirotomi.2,3

KESIMPULAN

Page 30: Obstruksi Laring

Obstruksi laring adalah keadaan tersumbatnya laring oleh bermacam-macam sebab

seperti peradangan pada laring, tumor laring, alergi (edema angioneurotik), benda asing,

trauma, dan paralisis nervus rekuren laring bilateral yang dapat menyumbat laring.

Obstruksi laring dapat bersifat total ataupun parsial. Obstruksi total di laring akan

menimbulkan keadaan gawat, dan apabila tidak ditatalaksana akan menyebabkan kematian

akibat asfiksia. Obstruksi parsial di laring dapat menyebabkan gejala suara parau, disfonia

sampai afonia, batuk yang disertai sesak, odinofagia, sianosis, hemoptisis, dan rasa subjektif

benda asing.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis, dan laringoskopi.

Pada orang dewasa dilakukan laringoskopi tidak langsung dan pada anak dilakukan

laringoskopi langsung.

Tindakan pada pasien dengan obstruksi laring dilakukan sesuai dengan derajat

obstruksi. Penatalaksanaan dapat bersifat konservatif dengan pemberian obat-obatan, dapat

pula dengan tindakan bedah. Tindakan operatif untuk membebaskan saluran napas ini dapat

dengan cara memasukan pipa endotrakea melalui mulut (intubasi endotrakea transoral) atau

melalui hidung (intubasi endotrakea transnasal) , membuat trakeostomi atau melakukan

krikotirotomi.

SARAN

Page 31: Obstruksi Laring

Peranan ahli THT banyak berbuhungan dengan mempertahankan dan penatalaksanaan

saluran napas, baik melalui cara intubasi, trakeostomi maupun kritotirotomi. Oleh

karena itu tim medis harus menguasai seluruh aspek perawatan jalan napas.

Apabila dijumpai seseorang yang mengalami sumbatan jalan napas (laring), sebaiknya

ditangani dengan segera karena asfiksia dapat terjadi hanya dalam beberapa menit.

Tindakan yang dilakukan yaitu dengan perasat Heimlich, trakeostomi maupun

krikotirotomi.

Penyebab sumbatan jalan napas harus segera diketahui agar dapat dilakukan

penatalaksanaan dan perawatan selanjutnya.

Sebaiknya penanganan darurat terhadap sumbatan jalan napas dapat dilakukan oleh

siapapun tidak bergantung hanya pada para tenaga medis mengingat seringnya

kejadian sumbatan jalan napas dalam kehidupan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA

Page 32: Obstruksi Laring

1. Riyanto, Bambang Sigit, Barmawi Hisyam,dkk. Obstruksi Saluran Pernapasan Akut.

Dalam Buku Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. Edisi 4. Jakarta: Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. 2006. Hal 978-87.

2. Soepardi, E.A, Iskandar, H.M. Telingan Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi 6.

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2010.

3. Ballenger, John Jacob. Insufisiensi Pernapasan dan Trakeostomi. Dalam Buku Penyakit

Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi ke-13. Jakarta: Binarupa Aksara.

1994. Hal 441-63.

4. Banovetz, John D. Penyakit Infeksi Pada Laring. Dalam BOIES Buku Ajar Ilmu

Penyakit THT. Edisi ke-6. Jakarta: EGC. 1997. Hal 383-85.

5. Sjamsuhidajat, R, Jong, Wim de. Laring. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

1997. Hal 488-97.

6. Cody, Thane R, dkk. Edema Angioneurotik. Dalam Penyakit, Telinga, Hidung dan

Tenggorok. Jakarta:EGC. 1991. Hal 365.