11
HAK UJI MATERIIL DI BAWAH UNDANG-UNDANG 1 Oleh: H. Ujang Abdullah, S.H., M.Si 2 I. Pendahuluan Mahkamah Agung sebagai lembaga yang melaksanakan Kekuasaan Kehakiman adalah merupakan Pengadilan Negara Tertinggi dari semua lingkungan peradilan, dalam melaksanakan tugasnya adalah kekuasaan yang mandiri, bebas dari pengaruh pemerintah (eksekutif), pengaruh pembuat undang-undang (legislatif) maupun pengaruh luar lainnya serta melakukan pengawasan tertinggi atas pelaksanaan peradilan sesuai dengan ketentuan UU No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan UU No. 5 tahun 2004 tentang Perubahan atas UU No. 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Menurut Tap MPR RI No. III/MPR/1978 Jo. UU No. 5 tahun 2004, Mahkamah Agung memiliki fungsi antara lain: 1. fungsi mengadili, yaitu memeriksa dan memutus perkara permohonan Kasasi dan Peninjauan Kembali, sengketa mengadili dan perampasan kapal sing; 2. fungsi menguji peraturan perundang-undangan (judicial review), yaitu untuk menilai apakah suatu peraturan perundang-undangan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan lebih tinggi; 3. fungsi pengaturan, yaitu mengisi kekosongan hukum; 4. fungsi membina dan mengawasi Peradilan dan Hakim di bawalrnya serta mengawasi Notaris dan Penasihat Hukum; 5. fungsi memberi nasehat hukum kepada Presiden dalam pemberian dan penolakan grasi dan rehabiliasi sertra memberi pertimbangan hukum ke Lembaga Tinggi Negara lainnya. 1 Disampaikan pada Diklat Calon Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara angkatan XIX. Hotel Purnama, Batu-Malang. 27 Nopember 2006 2 Wakil Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Palembang

Oleh: H. Ujang Abdullah, S.H., M.Si2 I. · PDF fileMahkamah Agung sebagai lembaga yang melaksanakan Kekuasaan Kehakiman adalah merupakan ... keuangan dan organisasi itu ... 2001 tentang

  • Upload
    vomien

  • View
    217

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

HAK UJI MATERIIL DI BAWAH UNDANG-UNDANG1

Oleh: H. Ujang Abdullah, S.H., M.Si2

I. Pendahuluan

Mahkamah Agung sebagai lembaga yang melaksanakan Kekuasaan

Kehakiman adalah merupakan Pengadilan Negara Tertinggi dari semua

lingkungan peradilan, dalam melaksanakan tugasnya adalah kekuasaan

yang mandiri, bebas dari pengaruh pemerintah (eksekutif), pengaruh

pembuat undang-undang (legislatif) maupun pengaruh luar lainnya serta

melakukan pengawasan tertinggi atas pelaksanaan peradilan sesuai dengan

ketentuan UU No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan UU No.

5 tahun 2004 tentang Perubahan atas UU No. 14 tahun 1985 tentang

Mahkamah Agung.

Menurut Tap MPR RI No. III/MPR/1978 Jo. UU No. 5 tahun 2004,

Mahkamah Agung memiliki fungsi antara lain:

1. fungsi mengadili, yaitu memeriksa dan memutus perkara permohonan

Kasasi dan Peninjauan Kembali, sengketa mengadili dan perampasan

kapal sing;

2. fungsi menguji peraturan perundang-undangan (judicial review), yaitu

untuk menilai apakah suatu peraturan perundang-undangan

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan lebih tinggi;

3. fungsi pengaturan, yaitu mengisi kekosongan hukum;

4. fungsi membina dan mengawasi Peradilan dan Hakim di bawalrnya serta

mengawasi Notaris dan Penasihat Hukum;

5. fungsi memberi nasehat hukum kepada Presiden dalam pemberian dan

penolakan grasi dan rehabiliasi sertra memberi pertimbangan hukum ke

Lembaga Tinggi Negara lainnya.

1 Disampaikan pada Diklat Calon Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara angkatan XIX. Hotel Purnama, Batu-Malang. 27 Nopember 2006 2 Wakil Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Palembang

6. fungsi adminisfiatif, yaitu mengelola administasi, keuangan dan

organisasi itu sendiri.

Selain itu Mahkamah Agung mempunyai fungsi lain yang diatur oleh

UU tersendiri, seperti menetapkan Panitia Pengawas Pemilihan Umum (UU

No. 3 tahun 1999 tentang Pemilihan Umum), pengawas Partai Politik (UU

No. 2 tahun 1999 tentang Partai Politik), menyelesaikan perselisihan antar

daerah dalam konteks otonomi (UU No. 32 tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah) dan lain sebagainya.

Makalah ini akan membahas salah satu fungsi Mahkamah Agung yang

berkaitan dengan fungsi menguji peraturan perundang-undangan di bawah

UU (Judicial review) dalam rangka memenuhi permintaan Kepala Pusdiklat

Teknis Peradilan Mahkamah Agung RI untuk pelaksanaan Diklat Calon

Hakim Peradilan Umum, Peradilan Agama dan Peradilan TUN tahun

anggaran 2006,

2. Pengertian dan Ruang Lingkup Judicial Review atau Hak Uji Materiil (disingkat HUM) pada prinsipnya

adalah suatu hak atau kewenangan yang dimiliki oleh lembaga Yudikatif

untuk melakukan pengujian mengenai sah atau tidaknya suatu peraturan

perundang-undangan terhadap peraturan perundang-undangan yang

tingkatnya lebih tinggi. Hak uji materiil di Indonesia dapat digolongkan

menjadi dua macam, yaitu:

1. Hak uji materiil atas Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar,

yang menjadi wewenang Mahkamah Konstitusi (vide: UUD 1945

Amandemen ke-3 Pasal 24 C ayat I Jo. UU No. 24 Tahun 2003 tentang

Mahkamah Konstitusi, Pasal 10 ayat I huruf a);

2. Hak Uji Materiil terhadap peraturan perundang-undangan yang

tingkatannya lebih rendah atau di bawah Undang-Undang (seperti:

Peraturan Pemerintah, Kepufusan Presiden, Peraturan Daerah, dll.)

terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yang menjadi

wewenang Mahkamah Agung (vide: UUD 1945 Amandemen ke-3 Pasal

24 Ayat 1 Jo. UU No. 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung

sebagaimana telah diubah dengan UU No. 5 tahun 2004 Pasal 31, Jo.

Peraturan Mahkamah Agung / PERMA No. 1 tahun 1993 sebagaimana

telah diubah dengan PERMA No. 1 tahun l999, terakhir dengan PERMA

No. 1 tahun 2004).

Menurut PERMA No. I tahun 2004 pasal I ayat (1), yang dimaksud

dengan hak uji materiil adalah “hak mahkamah agung untuk menilai

materi muatan peraturan perundang-undangan dibawah Undang-

Undang terhadap peraturan perandang-undangan yang lebih tinggi Hak uji materiil jenis kedua ini yang akan dibahas dalam makalah ini.

3. Subyek dan Obyek Permohonan Hak Uii Materiil Menurut PERMA No. 1 tahun 2004, disebutkan tentang siapa-siapa

yang dapat menjadi Pemohon dan Termohon HUM, yaitu:

a. Pemohon keberatan HUM adalah kelompok masyarakat atau

perorangan yang mengajukan permohonan keberatan kepada

Mahkamah Agung atas berlakunya suatu peraturan perundang-

undangan yang tingkatannya lebih rendah dari undang-undang (pasal 1

ayat 4).

Mengenai kriteria atau syarat-syarat pemohon ternyata tidak ditentukan

lebih lanjut, misalnya apakah pemohon dari kelompok masyarakat harus

berbadan hukum (seperti hanya legal standing) atau tidak perlu

berbadan hukum, serta tidak ditentukan apakah pemohon harus

mempunyai kepentingan yang dirugikan atau tidak dengan obyek

sengketa yang dimohon. Dari beberapa Putusan Mahkamah Agung

mengenai HUM, ternyata pemohon dari kelompok masyarakat tidak

perluhanrs organisasi yang berbadan hukum, seperti contohnya Putusan

MA tanggal 23 2001 No. 03 P/HUM/2000, tentang permohonan uji

materiil terhadap Peraturan Pemerintah (PP) No. 19 tahun 2000 tentang

Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) yang

diajukan oleh Indra sahnun Lubis, dkk. (para advokat/pengacara), serta

Putusan MA tanggal 9 September 2002 No. 05.G/HUM/l2001 tentang

permohonan uji materiil terhadap PP No. 110 tahun 2000 tentang

kedudukan keuangan DPRD, yang diajukan oleh Drs.Ec.H. Arwan Karsi

MK, Ms., dkk di mana para pemohon adalah menjabat selaku Ketua dan

para Wakil Ketua DPRD Propinsi Sumatera Barat;

b. Termohon adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang

mengeluarkan peraturan perundang-undangan (Pasal 1 ayat 5), seperti

Presiden untuk Peraturan Presiden dan Peraturan Pemerintah, Kepala

Daerah dan DPRD untuk Perda, dll.

Sedangkan yang menjadi obyek permohonan HUM adalah peraturan

perundang-undangan, yakni kaidah hukum tertulis yang mengikat umum di

bawah undang-undang (pasal 1 ayat 2). Yang dimaksud mengikat umum di

adalah bukan bersifat individual, karena peraturan (keputusan) yang bersifat

individual ini bukan merupakan kompetensi HUM oleh Mahkamah Agung,

melainkan termasuk kompetensi Peradilan TUN.

4. Alasan Permohonan Hak Uji Materiil Alasan yang dapat digunakan untuk permohonan HUM ada dua

macam, yaitu:

1. materi muatan, ayat, pasal dan/atau bagian dari peraturan perundang

undangan yang dimohonkan HUM dianggap bertentangan dengan

peraturan yang lebih tinggi;

2. pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut tidak memenuhi

ketentuan yang berlaku, seperti asas-asas perundang-undangan yang

dimuat dalam UU No. 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan.

5. Prosedur Pengajuan Permohonan Hak Uji Materiil Permohonan HUM terhadap peraturan perundang-undangan yang

tingkatannya lebih rendah atau di bawah undang-undang dapat diajukan

dengan membuat permohonan tertulis yang menyebutkan alasan-alasan

sebagai dasar keberatan dan ditandatangani oleh Pemohon atau kuasanya,

serta membayar biaya permohonan yang besarnya sudah ditentukan dalam

peraturan tersendiri. Tenggang waktu pengajuan permohonan adatatr 180

(seratus delapan puluh) hari sejak ditetapkannya peraturan perundang-

undangan yang bersangkutan.

Adapun permohonan HUM dapat diajukan dengan dua cara yaitu:

a. Diajukan langsung ke Mahkamah Agung (MA) - Dalam hal pennnohonan keberatan diajukan langsung ke MA,

didaftarkan ke kepaniteraan MA dan dibukukan datam buku register

tersendiri dengan menggunakan kode/nomor "...... P/HUM/Th -----";

- Panitera MA setelah memeriksa kelengkapan berkas, mengirim

salinan permohonan tersebut kepada Termohon setelah terpenuhi

kelengkapan berkasnya;

- Termohon wajib mengirimkan/menyerahkan jawabannya kepada

Panitera MA dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak diterimanya

salinan permohonan tersebut;

- Ketua Muda Bidang Tata Usaha Negara atas nama Ketua MA

menetapkan Majelis Hakim Agung yang akan memeriksa dan

memutus permohonan keberatan tentang HUM tersebut;

- Majelis Hakim Agung memeriksa dan memutus permohonan

keberatan tentang HUM tersebut dengan menerapkan ketentuan

hukum yang berlaku bagi perkara permohonan dengan waktu yang

sesingkat singkatnya, sesuai dengan asas peradilan yang sederhana,

cepat dan biaya ringan.

b. Diajukan Melalui Pengadilan Negeri / PTUN Setempat - Bahwa permohonan HUM selain dapat diajukan langsung ke

Mahkamah Agung, menurut PERMA Nomor 1 tahun 1993 dapat

diajukan melalui "Pengadilan Tingkat Pertama", sedangkan

menurut PERMA Nomor 1 tahun 2004 (pasal 2 ayat 1 huruf b) dapat

diajukan melalui “Pengadilan Negeri" yang membawahi wilayah

hukum tempat kedudukan pemohon (dalam Surat Pengantar PERMA

No. 1 tahun 2004, tertanggal 29 Maret 2004 No.

MA/KUMDIL/30/III/K/2004 diteruskan kepada Ketua Pengadilan

Tinggi (umum) dan ketua PTTUN serta Ketua Pengadilan Negeri dan

Ketua PTUN di seluruh Indonesia). Dalam prakteknya, permohonan

HUM dapat diajukan baik melalui Pengadilan Negeri maupun PTUN

yang wilayah hukumnya meliputi kedudukan pemohon;

- Dalam hal permohonan keberatan diajukan melalui PN/PTUN,

didaftarkan pada kepaniteraan PN/PTUN dan dibukukan dalam buku

register tersendiri dengan menggunakan kode / nomor:

....., P/HUM/Th....../PN atau PTUN......, dengan membayar biaya

permohonan dan diberikan tanda terima;

- Panitera PN/PTUN setelah memeriksa kelengkapan berkas,

mengirimkan permohonan keberatan HUM kepada MA pada hari

berikutnya setelah pendaftaran (dan proses selanjutnya ditangani

oleh MA).

6. Putusan HUM dan Pelaksanaannya - Dalam hal MA berpendapat bahwa permohonan keberatan itu beralasan,

yaitu karena peraturan perundang-undangan yang dimohonkan HUM

tersebut bertentangan dengan uu atau peraturan perundang-undangan

yang lebih tinggi, maka permohonan HUM tersebut dapat dikabulkan

dengan menyatakan bahwa peraturan perundang-undangan yang

dimohonkan HUM tersebut tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan mengikat untuk umum, serta memerintahkan kepada instansi yang

bersangkutan segera mencabutnya;

- Dalam hal MA berpendapat bahwa permohonan HUM tidak beralasan,

maka permohonan itu ditolak;

- Pemberitahuan isi putusan beserta salinan Putusan MA dikirimkan

dengan surat tercatat kepada para pihak, atau dalam hal permohonan

diajukan melalui PN/PTUN, maka penyerahan/pengiriman salinan

putusan melalui PN/PTUN yang bersangkutan;

- Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah Putusan diucapkan

Panitera MA mencantumkan petikan Putusan dalam Berita Negara dan

dipublikasikan atas biaya Negara;

- Dalam jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari setelah Putusan MA

dikirim kepada Badan/Pejabat TUN yang mengeluarkan peraturan

perundang-undangan tersebut ternyata tidak dilaksanakan, maka

peraturan perundang-undangan yang bersangkutan demi hukum tidak mempunyai kekuatan hukum lagi;

- Terhadap Putusan HUlvI, tidak dapat diajukan Peninjauan Kembali (PK).

7. Contoh-contoh Putusan tentang Uji Materiil Beberapa contoh Putusan Mahkamah Agung RI tentang uji materiil terhadap

peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang dapat

dikemukakan di sini antara lain sebagai berikut:

1. Putusan Mahkamah Agung RI (MARI) tanggal 23 Maret 2001 No. 03 P/HUM/2000, tentang permohonan uji materiil yang diajukan oleh para

pemohon: Indra Sahnun Lubis, S.H., dkk. terhadap Termohon:

Pemerintah Presiden Rl terhadap Peraturan Pemerintah No. 19 tahun

2000 tentang Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

(TGPTPK). Putusan ini mengabulkan permohonan para Pemohon dan

menyatakan bahwa PP No. 19 tahun 2000 tidak sah dan tidak berlaku

untuk umum, dengan pertimbangan hukum yang intinya menyatakan

bahwa meskipun dari aspek sosiologis PP No. 19 tahun 2000

kemungkinan dapat diterima karena doelmatigheid-nya sesuai dengan

aspirasi masyarakat, namun dari aspek yuridis (rechtmatigheid) dan

filosofis PP tersebut sebagai secondary rule telah bertentangan atau

mengesampingkan ketentuan primary rule, yaitu UU No. 31 tahun 1999

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;

2. Putusan MARI tanggal 31 Juli 2001 No. 08 P/HUM/2001 tentang

permohonan uji materiil yang diajukan oleh para pemohon: Persatuan

Purnawirawan Polri, terhadap Termohon: Presiden RI, dengan obyek

gugatan berupa: 1). Keppres No. 40 tahun 2001 tentang Pengangkatan

Komjen Polisi Drs. Chaeruddin Ismail menjadi Wakil Kapolri; 2). Keppres

No. 41 tahun 2001 tentang penonaktifan Jend. Pol. Drs Soerojo

Bimantoro dari jabatan Kapolri serta pelimpahan tugas dan tanggung

jawab Kapolri kepada Wakapolri; 3). Keppres No. 77 ahun 2001 tentang

Perubahan atas Keppres No. 54 tahun 2001 tentang organisasi dan tata

kerja Polri yang mengadakan kembali jabatan Wakil Kapolri; 4). Keppres

No. 49 tahun 2001 tentang Pencabutan Penonaktifan/Pemberhentian

dengan hormat Jend. Pol. Drs. Soerojo Bimantoro sebagai Kapolri.

Putusan ini mengabulkan permohonan untuk sebagian, yaitu hanya

menyatakan tidak sah dan tidak berlaku Keppres No. 77 tahun 2001,

dengan pertimbangan hukum yang intinya sebagai berikut:

- bahwa tentang Keppres No. 40 tahun 2001, No 41 tahun 2001 dan

No. 49 tahun 2001 meskipun MA berpendapat bahwa Keppres-

Keppres tersebut bertentangan dengan hukum dan ALJPB, namun

karena bentuk dan isinya berupa Keputusan TUN (kongkrit, individual

dan final), maka bukan kewenangan uji materiil oleh MA melainkan

wewenang peradilan TUN. Sedangkan Keppres No. 77 tahun 2001

adalah bersifat umum (regelend), tidak bersifat individual, maka

termasuk wewenang uji materiil oleh Mahkamah Agung;

- bahwa terbitnya Keppres No. 77 tahun 2001 untuk mengubah

Keppres No. 54/Polri/2001 mengandung niat penyalahgunaan

wewenang oleh Presiden, karena bukan bertujuan untuk kepentingan

organisasi Polri melainkan untuk melegitimasikan Kepres No. 40

tahun 2001 dan Keppres No. 41 tahun 2001 sehingga bertentangan

dengan asas fairness dalam AUPB.

3. Putusan MARI tanggal 7 Pebruari 2002 No. 03 P/HUM/2001 tentang

permohonan hak uji materiil yang diajukan oleh para pemohon:

Himpunan Sarang Burung Walet Kalimanan Timur, dengan Termohon:

Pemda/Bupati Berau, terhadap Perda Kabupaten Berau No. 2 tahun

2001 tentang Pengelolaan dan Pengusahaan Sarang Burung Walet.

Pemohon mendalilkan bahwa Perda tenebut bertentangan dengan PP

No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Propinsi

sebagai Daerah Otonom, di mana kewenangan pemberian ijin

pengelolaan burung walet (collocalia) selama ini ada pada Diren

Perlindungan Hutan dan Konservasi Dephut, yang beralih pada

Kabupten/Kota. Namun Perda Kabupaten Berau No. 2 tahun 2001

menyatakan bahwa segala ketentuan tentang penguasaan dan

pengelolaan Goa Sarang Burung Walet yang bertentangan dengan

Perda tersebut dinyatakan tidak berlaku. Permohonan ini dikabulkan

dengan menyatakan bahwa Perda tersebut tidak sah dan tidak berlaku

untuk umum.

4. Putusan MARI tanggal 7 Maret 2002 No. 07/P/HUM/2001 tentang

permohonan uji materiil yang diajukan oleh para Pemohon:

Ir. Djamaluddin Suryohadikusumo, dkk., terhadap Termohon: Pemerintah

R[, terhadap PP No. 14 tahun 2001 tentang Pengalihan Bentuk PERUM

PERHUTANI menjadi PERSERO. Permohonan ini dikabulkan dengan

menyatakan PP No. 14 tahun 2001 tidak sah dan tidak berlaku, dengan

pertimbangan karena substansi/materi PP No. 14 tahun 2001

bertentangan dengan materi UU No. 9 tahun 1969 tentang Penetapan

Perpu No. I tahun 1069 tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara menjadi

UU, yaitu pada bentuk PERUM adalah melaksanakan tugas publik di

samping mendapatkan keuntungan, sedangkan PERSERO

melaksanakan tugas privat dan memupuk keuntungan.

5. Putusan MARI tanggal 9 septemb 2002 No. 05.G/HUM/2001 tentang

permohonan uji materiil yang diajukan Para Pemohon Drs.Ec.H. Arwan

Karsi MK, Ms dkk. (Ketua dan para wakil Ketua DPRD Propinsi sumatera

Barat), terhadap PP No. 110 tahun 2000 tentang kedudukan keuangan

DPRD. Para Pemohon mendalilkan batrwa PP tenebut bertentangan

dengan UU No. 4 tahun 1999 tentang Susduk MPR, DPR, DPRD pasal

34 ayat(2), (3), (5) serta UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah

Daerah, Pasal 19 dan 2l yang mengatur tentang penentuan anggaran

DPRD adalah merupakan wewenang DPRD yang bersangkutan, bukan

diatur dengan PP. Permohonan ini dikabulkan dengan menyatakan batal

PP No. 110 tahun 2000.

8. PENUTUP - Hak uji Materiil adalah hak atau kewenangan yang dimiliki oleh lembaga

yudikatif untuk melakukan pengujian mengenai sah atau tidaknya suatu

peraturan perundang-undangan terhadap peraturan perundang-

undangan yang tingkatnya lebih tinggi.

- Hak Uji Materiil ada dua:

1. Hak Uji Materiil UU terhadap UUD → menjadi wewenang Mahkamah

Konstitusi;

2. Hak uji Materiil terhadap peraturan perundang-undangan di bawah

Undang-Undang → menjadi wewenang Mahkamah Agung.

- Dasar hukum hak uji materiil:

* Tap MPR RI No. III/MPR/1978.

* UU No. 5 tahun 2004 tentang Perubahan atas uu No. 14 tahun l985

tentang Mahkamah Agung.

* Perma No. 1 tahun 2004.

BAHAN BACAAN

1. Mohammad Fajrul Fallaakh, S.H., M.A. Mahkamah Agung dan Judicial Review dalam cita Bernegara, Varia Peradilan No. 95 tahun 1993.

2. Mahkamah Agung RI. Himpunan putusan Hak Uji Materiil Mahkamah Agung

RI. Jakarta, 2002. 3. Jan Bowe. The Legal system. The Macqurie, New south wales, 1987 4. UU No. 4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman. 5. UU No. 5 tahun 2004 tentang perubahan atas UU No. 14 ahun 1985 tentang

Mahkamah Agung. 6. PERMA No. 1 tahun 2004 tentang Hak Uji Materiil.