73
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DIABETES MELITUS DENGAN RESIKO KETIDAKSTABILAN KADAR GLUKOSA DARAH DI RUANG WIJAYA KUSUMA I RSUD CIAMIS KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya Keperawatan (A.Md.Kep) di Program Studi DIII Keperawatan Universitas Bhakti Kencana Bandung Oleh: ILLAFIN SAIDI AKX.17.035 PRODI DIII KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG 2020

Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DIABETES MELITUS

DENGAN RESIKO KETIDAKSTABILAN KADAR GLUKOSA

DARAH DI RUANG WIJAYA KUSUMA I RSUD CIAMIS

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli

Madya Keperawatan (A.Md.Kep) di Program Studi DIII

Keperawatan Universitas Bhakti Kencana Bandung

Oleh:

ILLAFIN SAIDI

AKX.17.035

PRODI DIII KEPERAWATAN FAKULTAS

KEPERAWATAN UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA

BANDUNG

2020

Page 2: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Illafin Saidi

NIM : AKX.17.035

Institusi : Diploma III Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas

Bhakti Kencana Bandung

Judul KTI : Asuhan keperawatan pada klien diabetes melitus dengan Resiko

ketidakstabilan kadar glukosa darah Di ruang wijaya kusuma I

RSUD Ciamis

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini

adalah benar-benar merupakan hasil karya sendiri dan bukan dari pengambil

alihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran

saya, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar

pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis

Ilmiah ini hasil plagiat/jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas

perbuatan tersebut.

Bandung, September 2020

Yang Membuat Penyataan

Illafin Saidi

AKX.17.035

Page 3: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

v

Page 4: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

vi

Page 5: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

vii

ABSTRAK

Latar Belakang: Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai dengan

kadar glukosa darah (gula darah) melebihi nilai normal, tergolong hiperglikemia maupun

hipoglikemia. Diabetes mellitus menyebabkan penderita mengalami keluhan fisik maupun non

fisik. Dari masalah keperawatan tersebut ketidakstabilan kadar glukosa darah yang dikeluhkan

oleh klien. Metode: Studi kasus, yaitu studi kasus yang mengeksplorasi suatu masalah/fenomena

dengan batasan terperinci, memiliki pengambilan data yang mendalam dan menyertakan berbagai

sumber informasi. Studi kasus ini dilakukan pada dua klien diabetes mellitus dengan masalah

keperawatan resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah. Hasil: Setelah dilakukan asuhan

keperawatan yang memberikan intervensi keperawatan selama 3x24 jam, masalah keperawatan

resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah pada kasus 1 dan kasus 2 dapat teratasi. Diskusi: Klien

dengan masalah keperawatan risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah tidak selalu memiliki

respon yang sama hal ini dipengaruhi beberapa factor. Sehingga perawat harus memberikan

asuhan yang komprehensif untuk menangani masalah keperawatan pada setiap pasien.

Kata Kunci : Asuhan Keperawatan, Diabetes Melitus, Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah

Daftar Pustaka : 20 buku, 2 jurnal, 2 website

ABSTRACT

Background: Diabetes mellitus is a chronic disease characterized by blood glucose (blood sugar)

levels exceeding normal values, classified as hyperglycemia or hypoglycemia. Diabetes mellitus

causes sufferers to experience physical and non-physical complaints. From the nursing problem,

the instability of blood glucose levels was complained of by the client. Method: A case study, a

case study that explores a problem / phenomenon with detailed limitations, has in-depth data

collection and includes various sources of information. This case study was conducted on two

diabetes mellitus clients with nursing problems at risk of instability in blood glucose levels.

Results: After nursing care that provided nursing interventions for 3x24 hours, the problem of

nursing at risk of instability in blood glucose levels in case 1 and case 2 was resolved. Discussion:

Clients with nursing problems at risk of instability of blood glucose levels do not always have the

same response, this is influenced by several factors. So that nurses must provide comprehensive

care to deal with nursing problems in each patient.

Keywords: Nursing Care, Diabetes Mellitus, Instability of Blood Glucose

Levels, Bibliography: 20 books, 2 journals, 2 website.

Page 6: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis masih diberi kekuatan dan pikiran

sehingga dapat menyelesaikan Karya Tulis ini yang berjudul “ASUHAN

KEPERAWATAN PADA KLIEN DIABETES MELITUS DENGAN RESIKO

KETIDAKSTABILAN KADAR GLUKOSA DARAH DI RUANG WIJAYA

KUSUMA I RSUD CIAMIS” dengan sebaik-baiknya.

Maksud dan tujuan penyusunan Karya Tulis ini adalah untuk memenuhi

salah satu tugas akhir dalam menyelesaikan Program Studi Diploma III

Keperawatan Konsentrasi Anestesi Fakultas Keperawatan Universitas Bhakti

Kencana Bandung. Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang

telah membantu dalam penyusunan Karya Tulis ini, terutama kepada:

1. H. Mulyana, SH., M.Pd., MH.Kes, selaku Ketua Yayasan Adhi Guna

Kencana Bandung.

2. Dr.Entris Sutrisno,M.HKes.,Apt Selaku Rektor Universitas Bhaktu Kencana

Bandung.

3. Rd.Siti Jundiah, S.Kp., M.Kep, selaku Dekan Fakultas Keperawatan

Universitas Bhakti Kencana Bandung.

4. Dede Nur Aziz M,M.Kep selaku Ketua Program Studi Diploma III

Keperawatan Universitas Bhakti Kencana Bandung.

5. Vina Vitniawati,S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku Pembimbing Utama yang telah

membimbing dan memotivasi penulis menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

6. Anggi Jamiyanti,S.Kep.,Ners selaku Pembimbing Pendamping yang telah

membimbing dan memotivasi penulis menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

7. dr. H. Rizali Sofiyan, MM selaku Direktur Utama Rumah Sakit Umum

Daerah Ciamis yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk

menjalankan tugas akhir perkuliahan ini.

8. Vera Abriyanti, S.Kep., Ners yang telah memberikan bimbingan, arahan dan

motivasi dalam melakukan kegiatan selama praktek keperawatan di RSUD

Ciamis

Page 7: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

vii

9. Seluruh Dosen Prodi D-III Keperawatan Konsentrasi Anestesi, selaku dosen

yang telah memberikan banyak ilmu dan pengalaman sehingga memberikan

semangat postif kepada penulis dalam menyelesaikan Karya Tulis ini.

10. Ayahanda Tahir Saidi, S. Pd. dan Ibunda Halima Dunggio, S. Pd. selaku

orang tua yang telah memberikan dukungan moril, materil, doa dan motivasi

serta kasih sayang kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan

Karya Tulis ini.

11. Ikbal Rahmat Saidi dan Rivchi Rahman Saidi selaku adik kandung yang telah

memberikan cinta dan semangat serta kasih sayang dalam menyelesaikan

Karya Tulis ini.

12. Sahabat-sahabat terdekat penulis Mardiana, Winda, Nunuk, Cahya, Dian

(personil Bius Betino) Tauhid, Yusrilla, Teguh (Hulonthalo Lipu’u) Dhea,

Nola, Dinda, Hasstika, Sova, Reza, Asih, Ka Uli (MKK), Suci, Arasy, Riska

selaku sahabat yang selalu menghibur, memberikan dukungan, arahan dan

doa kepada penulis dalam menyelesaikan Karya Tulis ini.

13. Teman sekelompok ruang Bedah Wijaya Kusuma I Andina, Deviana, Meta,

Anjar, Kak Uli, Riath, Qiemas yang memberikan dukungan kepada penulis

dalam menyelesaikan Karya Tulis ini.

14. Seluruh Teman kelas B dan Teman Anestesi angkatan 13, selaku teman yang

telah membantu penulis dalam menyelesaikan Karya Tulis ini.

Penulis menyadari dalam penyusunan Karya Tulis ini masih banyak

kekurangan sehingga penulis sangat mengharapkan segala masukan dan saran

yang sifatnya membangun guna penulisan Karya Tulis yang lebih baik.

Bandung, 6 September 2020

PENULIS

Page 8: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i

LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................ ii

LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................... iii

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ iv

ABSTRAK ....................................................................................................... v

KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii

DAFTAR ISI .................................................................................................... ix

DAFTAR TABEL............................................................................................ xii

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiii

DAFTAR BAGAN ........................................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xv

DAFTAR SINGKATAN ................................................................................. xvi

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 5

1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................ 5

1.3.1 Tujuan Umum ....................................................................... 5

1.3.2 Tujuan Khusus ...................................................................... 5

1.4 Manfaat Penulisan .......................................................................... 6

1.4.1 Bagi Penulis ........................................................................... 6

1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan ....................................................... 6

1.4.3 Bagi Profesi Keperawatan .................................................... 6

1.4.4 Bagi Rumah Sakit ................................................................. 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 8

2.1 Konsep Penyakit ........................................................................... 8

2.1.1 Definisi ................................................................................ 8

2.1.2 Anatomi Dan Fisiliologi Kelenjar Pankreas ....................... 9

2.1.3 Etiologi................................................................................ 14

2.1.4 Manifestasi Klinis ............................................................... 15

Page 9: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

ix

2.1.5 Patofisiologi ........................................................................ 17

2.1.6 Klasifikasi ........................................................................... 21

2.1.7 Komplikasi .......................................................................... 22

2.1.8 Pemeriksaan Diagnostik. .................................................... 27

2.1.9 Penatalaksanaan Umum (Medik dan Keperawatan) ........... 27

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan ....................................................... 29

2.2.1 Pengkajian ........................................................................... 29

2.2.2 Diagnosa Keperawatan ....................................................... 37

2.2.3 Intervensi Keperawatan ..................................................... 38

2.2.4 Implementasi Keperawatan ................................................ 50

2.2.5 Evaluasi Keperawatan ........................................................ 50

2.3 Konsep Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah............................. 51

2.3.1 Definisi Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah .................. 51

2.3.2 Klasifikasi Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah ............. 51

2.3.3 Penyebab Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah ............... 52

2.3.4 Patofisologi Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah ........... 52

2.3.5 Tanda Dan Gejala Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah .54

2.3.6 Penatalaksanaan ................................................................. 55

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..................................................... 57

3.1 Desain Penelitian........................................................................... 57

3.2 Batasan Istilah ............................................................................... 57

3.3 Subjek Penelitian .......................................................................... 58

3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................ 58

3.5 Pengumpulan Data ........................................................................ 58

3.6 Uji Keabsahan Data ...................................................................... 59

3.7 Analisa Data .................................................................................. 60

3.8 Etik Penelitian ............................................................................... 61

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 65

4.1 Hasil .............................................................................................. 65

4.1.1 Gambaran Lokasi Pengambilan Data .................................. 65

4.1.2 Asuhan Keperawatan .......................................................... 65

4.1.2.1 Pengkajian ........................................................................ 65

Page 10: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

x

4.1.2.2 Diagnosa Keperawatan .................................................... 77

4.1.2.3 Intervensi ......................................................................... 80

4.1.2.4 Implementasi .................................................................... 82

4.1.2.5 Evaluasi ............................................................................ 86

4.2 Pembahasan................................................................................... 87

4.2.1 Pengkajian ........................................................................... 87

4.2.2 Diagnosa Keperawatan ....................................................... 91

4.2.3 Intervensi Keperawatan ...................................................... 96

4.2.4 Implementasi Keperawatan ................................................. 97

4.2.5 Evaluasi Keperawatan ......................................................... 97

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 99

5.1 Kesimpulan ................................................................................... 99

5.1.1 Pengkajian ........................................................................... 99

5.1.2 Diagnosa Keperawatan ...................................................... 100

5.1.3 Intervensi Keperawatan ..................................................... 101

5.1.4 Implementasi Keperawatan ................................................ 101

5.1.5 Evaluasi Keperawatan ........................................................ 102

5.2 Saran ............................................................................................ 102

5.2.1 Bagi Institusi Pendidikan ................................................... 102

5.2.2 Bagi Rumah Sakit .............................................................. 102

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 11: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

DAFTAR GAMBAR

xi

Gambar 2.1 Anatomi Kelenjar Pankreas ..................................................... 9

Page 12: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

DAFTAR TABEL

xii

Tabel 2.1 Intervensi Dan Rasional Resiko Ketidakstabilan kadar glukosa darah

................................................................................................... 39

Tabel 2.2 Intervensi Dan Rasional Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari

Kebutuhan Tubuh ................................................................................ 40

Tabel 2.3 Intervensi Dan Rasional Resiko Infeksi .............................................. 41

Tabel 2.4 Intervensi Dan Rasional Keletihan ...................................................... 42

Tabel 2.5 Intervensi Dan Rasional Ketidakberdayaan ........................................ 42

Tabel 2.6 Intervensi Dan Rasional Kurang Pengetahuan Mengenai Penyakit

................................................................................................... 43

Tabel 2.7 Intervensi Dan Rasional Risiko Syok .................................................. 44

Tabel 2.8 Intervensi Dan Rasional Kerusakan Integritas Jaringan ...................... 45

Tabel 2.9 Intervensi Dan Rasional Retensi Urine ............................................... 47

Tabel 2.10 Intervensi Dan Rasional Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer 48

Tabel 2.11 Intervensi Dan Rasional Resiko Ketidakseimbangan Elektrolit .......... 49

Tabel 4.1 Pengkajian ............................................................................................. 65

Tabel 4.2 Perubahan Pola Aktivitas Sehari-hari .................................................... 67

Tabel 4.3 Pemeriksaan fisik ....................................................................................... 68

Tabel 4.4 Pemeriksaan Psikologi ........................................................................... 73

Tabel 4.5 Pemeriksaan Laboratorium .................................................................... 74

Tabel 4.6 Pemberian Terapi Ny.A .......................................................................... 75

Tabel 4.7 Pemberian Terapi Ny.T .......................................................................... 75

Tabel 4.8 Analisa Data ........................................................................................... 75

Tabel 4.9 Diagnosa Keperawatan ........................................................................... 77

Tabel 4.10 Intervensi Keperawatan ........................................................................ 80

Tabel 4.11 Implementasi Keperawatan .................................................................. 82

Tabel 4.12 Evaluasi Keperawatan .......................................................................... 86

Page 13: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

DAFTAR BAGAN

xiii

Bagan 2.1 Pathway Diabetes Melitus ..................................................................... 20

Page 14: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

DAFTAR LAMPIRAN

xiv

Lampiran I Lembar Konsultasi KTI

Lampiran II Lembar Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran III Surat Pernyataan Dan Justifikasi Studi Kasus

Lampiran IV Jurnal

Lampiran V SAP dan Leaflet

Page 15: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

DAFTAR SINGKATAN

xv

ADA : American Diabetes Association

ADP : Adenosine Difosfat

AGD : Analisa Gas Darah

AIDS : Acquired Immunodeficiency Sindrom

ATP : Adenosine Triphosphate

BAB : Buang Air Besar

BAK : Buang Air Kecil

BB : Berat Badan

BJ : Berat Jenis

BP : Blood Pressure

CVP : Central Venous Pressure

CRT : Capillary Refill Time

DM : Diabetes Melitus

DO : Data Objektif

DS : Data Subjektif

GCS : Glassglow Coma Scale

GDP : Gula Darah Puasa

GDS : Gula Darah Sewaktu

GDM : Gastasional Diabetes Melitus

Page 16: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

DAFTAR SINGKATAN

xvi

Hb : Hemoglobin

HIV : Human Imunodeficiency Virus

HR : Heart Rate

Ht : Hematokrit

ICS : Intercostal Sternum

IDDM : Insulin Dependet Diabetes Melitus

IDF : International Diabetes Federation

IGD : Instalasi Gawat Darurat

IPPA : Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi

ISK : Infeksi Saluran Kemih

IV : Intra Venous

JVP : Jugularis Vena Preasure

NIDDM: Non Insulin Dependent Diabetes Melitus

NOC : Nursing Outcomes Classification

Ny : Nyonya

O2 : Oksigen

PES : Problem, Etiologi, Symptom

Ph : Power Of Hidrogen

PP : Post Prandial

Page 17: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

DAFTAR SINGKATAN

xvii

PPNI : Persatuan Perawat Nasional Indonesia

PQRST: Provoking, Quality, Region, Severity, Time

RR : Respiration rate

RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah

TBC : Tuberculosis

TD : Tekanan Darah

TKTP : Tinggi Kalori Tinggi Protein

Tn : Tuan

WHO : World Health Organization

WIB : Waktu Indonesia Barat

WOD : Wawancara, Observasi, Dokumen

Page 18: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Diabetes melitus disebabkan karena adanya perubahan perilaku dan gaya

hidup. Salah satu perubahan perilaku dan gaya hidup yang dilakukan ialah kebiasaan

dalam mengonsumsi makanan siap saji. Kelebihan berat badan juga merupakan

salah satu resiko menderita Diabetes Mellitus. Diabetes Melitus merupakan suatu

penyakit menahun yang ditandai dengan kadar glukosa darah (gula darah) melebihi

nilai normal yaitu kadar gula darah sewaktu sama atau lebih dari 200mg/dl, dan

kadar gula darah puasa lebih dari atau sama dengan 130mg/dl (Padila, 2013).

Perubahan perilaku tersebut menyebabkan angka kejadian Diabetes Mellitus

semakin meningkat.

Di dunia sekitar 463 juta orang dewasa (2045 tahun) hidup dengan diabetes,

pada 2045 ini akan meningkat menjadi 700 juta jiwa (IDF Atlas, 2019). Proporsi

orang dengan diabetes tipe 2 meningkat disebagian besar negara. 79% orang dewasa

dengan diabetes hidup di negara berpenghasulan rendah menengah. 1 dari 5 orang

yang berusia di atas 65 tahun menderita diabetes. 1 dari 2 (232 juta) orang dengan

diabetes tidak terdiagnosis. Diabetes menyebabkan 4,2 juta kematian. Lebih dari 1,1

juta anak‒anak dan remaja hidup dengan diabetes tipe 1. Lebih dari 20 juta kelahiran

hidup (1 dari 6 kelahiran hidup) dipengaruhi oleh diabetes selama kehamilan. 374

juta orang beresiko lebih tinggi terkena diabetes tipe 2.

1

Page 19: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

2

Indonesia menduduki peringkat keempat dari sepuluh besar negara di

dunia, kasus diabetes melitus tipe 2 dengan prevalensi 8,6% dari total populasi,

diperkirakan meningkat dari 8,4 juta jiwa pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3

juta jiwa pada tahun 2030. Prevalensi diabetes melitus yang terdiagnosis pada

tahun 2018, penderita terbesar pada kategori usia 55 sampai 64 tahun yaitu 6,3%

dan 65 sampai 74 tahun yaitu 6,03% (Riskesdas, 2018).

Prevalensi Diabetes Melitus menurut Riskesdas 2018 berdasarkan

diagnosis dokter pada penduduk usia >15 tahun di Indonesia sebanyak 2.0% dan

di Jawa Barat 1.9%. Kemudian prevalensi Diabetes Melitus berdasarkan diagnosis

dokter pada penduduk semua umur menurut provinsi di Jawa Barat 1.4% dan di

Indonesia 1.5%. Prevalensi diabetes melitus berdasarkan diagnosis dokter pada

laki‒laki 1.2% pada perempuan 1.8% dan pada masyarakat perkotaan 1.9% dan

perdesaan 1.0%.

Berdasarkan data Rekam Medik RSUD Ciamis penyakit Diabetes Mellitus

tidak termasuk dalam 10 penyakit terbanyak. Sementara berdasarkan data dari

rekam medik di Ruangan Wijaya Kusuma 1, 2 dan 3 jumlah pasien yang

mengidap penyakit diabetes melitus cukup banyak dengan jumlah 94 kasus.

Diabetes Melitus kumpulan penyakit metabolik yang ditandai dengan

hiperglikemik akibat kerusakan sekresi insulin, kinerja insulin atau keduanya,

sehingga menyebabkan gangguan dalam pemenuhan kebutuhan dasar, karena

ditemukan keluhan fisik maupun non klasik. Keluhan fisik berupa : banyak

kencing, banyak makan, dan banyak minum, serta penurunan berat badan yang

tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Keluhan lainnya (non klasik) antara lain,

Page 20: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

3

badan terasa lemas, kesemutan, gatal, mata kabur, nyeri pada ekstremitas yang

tidak diketahui sebabnya, luka yang sulit sembuh, disfungsi ereksi pada pria, serta

pruritus vulva pada perempuan (Priantoro dan Sulistianingsih, 2016). Berbagai

keluhan ini menyebabkan timbulnya berbagai masalah keperawatan.

Masalah keperawatan yang muncul pada pasien Diabetes Mellitus adalah

ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, resiko syok, kerusakan

Integritas Jaringan berhubungan dengan nekrosis kerusakan jaringan (nekrosis

luka gangrene), resiko infeksi berhubungan dengan trauma pada jaringan proses

penyakit (diabetes mellitus), retensi Urine berhubungan dengan inkomplit

pengosongan kandung kemih sfingter kuat dan polyuria, ketidakefektifan perfusi

jaringan perifer berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah ke perifer proses

penyakit, resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan gejala

polyuria dan dehidrasi, keletihan berhubungan dengan penurunan produksi energi

metabolic, perubahan kimia darah, dan peningkatan kebutuhan energi,

ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang yang tidak dapat

diobati dan ketergantungan pada orang lain (Ernawati, 2013, Herdinan, 2015,

Amin Huda Nurarif, 2018) dan ketidakstabilan kadar glukosa darah (PPNI, 2016).

Ketidakstabilan kadar glukosa darah adalah variasi dimana keadaan kadar

glukosa darah mengalami kenaikan atau penurunan dari rentang normal jadi

hipoglikemi atau hiperglikemi. Kadar glukosa darah yang tidak terkendali pada

penderita Diabetes Mellitus dapat mengakibatkan komplikasi bila penanganan

yang tidak cepat seperti ketoasidosis diabetik, kerusakan microvaskuler,

Page 21: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

4

retinopati, nefropati dan neuropati yang mengakibatkan penurunan kualitas hidup

pasien.

Munculnya komplikasi pada penderita diabetes melitus menimbulkan

beberapa macam keluhan dan memperbesar risiko prognosis yang buruk bagi

penderita diabetes melitus (Lathifah, 2017). Sehingga pada kasus diatas harus

diberikan asuhan keperawatan yang komprehensif untuk mengindari terjadinya

komplikasi dalam bentuk intervensi keperawatan.

Untuk mencegah terjadinya komplikasi maka dibutuhkan peranan perawat

sebagai pemberi asuhan keperawatan atau care provider. Peran ini dilakukan

secara komprehensif atau menyeluruh. Salah satu tindakan dalam pemberian

asuhan keperawatan adalah menstabilkan kadar glukosa darah dengan

memberikan intervensi memonitor kadar glukosa darah, tekanan darah dan nadi,

memantau keton urine, memberikan insulin sesuai resep, memonitor status cairan

(termasuk input dan output) sesuai kebutuhan. Melakukan konsultasi dengan

dokter tanda dan gejala hiperglikemia yang menetap atau memburuk.

Mengidentifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia. Mengantisipasi situasi

dimana akan ada kebutuhan peningkatan insulin. Membatasi aktivitas ketika kadar

glukosa darah 250 mg/dL, khususnya jika keton urine terjadi. Menginstruksikan

pasien dan keluarga mengenai pencegahan, pengenalan tanda‒tanda hiperglikemia

dan manajemen hiperglikemia. Melibatkan keluarga dalam pemberian tindakan.

Berdasarkan latar belakang diatas penulis membuat laporan karya tulis

ilmiah yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada klien Diabetes Melitus dengan

Page 22: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

5

Resiko Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah di Ruang Wijaya Kusuma I Rumah

Sakit Umum Daerah Ciamis”.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana Asuhan Keperawatan pada klien Diabetes Melitus dengan resiko

ketidakstabilan kadar glukosa darah di ruang Wijaya Kusuma I Rumah Sakit

Umum Daerah Ciamis.

1.3. Tujuan

1.3.1. Tujuan Umum

Penulis mampu mengaplikasikan ilmu dan memperoleh pengalaman nyata

dalam melaksanakan Asuhan Keperawatan pada klien Diabetes Melitus dengan

Resiko Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah secara komprehensif meliputi

aspek bio, psiko, sosio, spritual pada klien dengan pendekatan melalui proses

keperawatan.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Penulis mampu melakukan pengkajian yang terdiri dari pengumpulan data,

mengenai data pada klien Diabetes Melitus dengan resiko ketidakstabilan

kadar glukosa darah.

b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan yang diperoleh pada

pasien Diabetes Melitus berdasarkan prioritas masalah yang didapat.

c. Penulis mampu membuat rencana asuhan keperawatan yang terdiri dari

tujuan intervensi rasional yang sesuai dengan diagnosa keperawatan yang

muncul baik aktual maupun resiko pada klien Diabetes Melitus dengan

resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah.

Page 23: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

6

d. Penulis mampu melaksankan tindakan keperawatan yang sesuai dengan

rencana keperawatan, berikut dengan tujuan yang diharapkan pada klien

Diabetes Melitus dengan resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah.

e. Penulis mampu mengevaluasi hasil tindakan keperawatan sesuai dengan

rencana keperawatan pada klien Diabetes Melitus dengan resiko

ketidakstabilan kadar glukosa darah.

1.4. Manfaat

1.4.1. Bagi Penulis

Menambah pengetahuan dan wawasan dalam masalah dan tindakan di jurnal

sesuai dengan kasus Diabetes Melitus dengan resiko ketidakstabilan kadar

glukosa darah.

1.4.2. Bagi Institusi Pendidikan

Dapat digunakan sebagai salah satu bahan bacaan kepustakaan. Dapat sebagai

wacana bagi institusi pendidikan dalam pengembangan dan peningkatan mutu

pendidikan yang akan datang. Dan sebagai masukan dalam kegiatan belajar

mengajar tentang asuhan keperawatan pada klien Diabetes Melitus dengan

resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah yang dapat digunakan sebagai

acuan bagi praktik mahasiswa keperawatan.

1.4.3. Bagi Profesi Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi salah satu contoh intervensi

mandiri penatalaksanaan untuk klien dengan asuhan keperawatan pada klien

Diabetes Melitus dengan resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah.

Page 24: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

7

1.4.4. Bagi Rumah Sakit

Sebagai bahan wacana dan acuan untuk meningkatkan pelayanan dan tindakan

asuhan keperawatan pada klien Diabetes Melitus dengan resiko

ketidakstabilan kadar glukosa darah.

Page 25: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Penyakit

2.1.1. Definisi

Diabetes Melitus merupakan sekelompok kelainan metabolik yang

diakibatkan oleh adanya kenaikan kadar glukosa darah dalam

tubuh/hiperglikemia (Smeltzer, Hinkle & Cheever, 2010; Kumar, Abbas &

Aster, 2013). Kadar glukosa darah secara normal berkisar antara 70‒120

mg/dL. Diagnosis DM ditemukan apabila kadar glukosa darah sewaktu >200

g/dL, atau gula darah puasa >126 g/dL, atau tes toleransi glukosa oral >200

mg/dL disertai gejala klasik diabetes yaitu, poliuria, polidipsia dan polifagia

(Kumar, Abbas & Aster, 2013).

Diabetes Melitus dikenal dengan penyakit kencing manis atau

kencing gula. Ahli kesehatan Yunani menyebutkan diabetes pada orang yang

banyak minum dan banyak kencing (Celcus dan Areteus, ± 2000 tahun yang

lalu). DM tergolong penyakit tidak menular yang penderitanya tidak dapat

secara otomatis mengendalikan tingkat gula (glukosa) dalam darahnya (Yekti

dan Wulandari, 2011).

Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit

metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan

sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (American Diabetes

Page 26: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

9

Association, ADA 2010). World Health Organization (WHO) 1980

mengatakan Diabetes Mellitus merupakan sesuatu yang tidak dapat

dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tapi secara umum

dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomi dan kimiawi

yang merupakan akibat dari sejumlah factor dimana terdapat defisiensi

insulin absolut atau relative dan gangguan fungsi insulin (Perkeni, 2011).

Berdasarkan beberapa pengertian diatas maka peneliti dapat

menyimpulkan bahwa diabetes mellitus merupakan suatu penyakit metabolic

yang terjadi karena adanya gangguan fungsi insulin seperti sekresi insulin,

kerja insulin ataupun keduanya.

2.1.2. Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Pankreas

Gambar 2.1. Anatomi kelenjar Pankreas (Ernawati, 2013)

Page 27: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

10

a. Anatomi Kelenjar Pankreas

Pancreas merupakan sebuah kelenjar memanjang yang terletak

dibelakang dan dibawah lambung, diatas lengkung pertama duodenum.

Panjangnya antar 20-25 cm, tebal ± 2.5 cm dan beratnya sekitar 80 gram.

Pancreas terdiri atas :

1) Kepala pancreas : merupakan bagian yang paling lebar, terletak

disebelah kanan rongga abdomen dan didalam lekukan duodenum.

2) Badan pancreas : merupakan bagian utama dari organ pancreas,

letaknya dibelakang lambung dan didepan vertebra lumbalis pertama.

3) Ekor pancreas : merupakan bagian runcing disebelah kiri dan

berdekatan dan menyentuh limpa.

Pankreas terdiri dari 2 jenis jaringan utama, yaitu :

1) Asinine adalah yang menyekresi getah pencernaan ke dalam

duodenum.

2) Pulau-pulau Langerhans. Manusia mempunyai sekitar 1-2 juta pulau

Langerhans, setiap pulau Langerhans berdiameter 0,3 mm dan

tersusun mengelilingi pembuluh darah kapiler kecil yang merupakan

hormone yang disekresi oleh sel-sel tersebut, yang langsung

menyekresi insulin dan glucagon ke dalam darah. (Guyton 2014).

Pulau-pulau ini berisi sel alpha yang menghasilkan hormon

glukagon dan sel beta yang menghasilkan hormon insulin. Kedua

hormon ini bekerja secara berlawanan, glukagon meningkatkan

glukosa darah sedangkan insulin bekerja menurunkan kadar glukosa

Page 28: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

11

darah (Syaifuddin, 2012). Pankreas adalah organ abdomen difus dan

besar yang berfungsi sebagai kelenjar eksokrin dan endokrin.

Fungsi eksokrin pankreas berkaitan dengan system dan

pengeluaran enzim-enzim pencernaan dan larut natrium bikarbonat

dari sel-sel khusus pankreas yang disebut sel asinus acinin. Sel-sel

asinus mengeluarkan isinya ke dalam ductus pankreatik. Dari ductus

pankreatik, enzim dan larutan bikarbonat mengalir melewati sfingter

oddi masuk ke bagian pertama dari usus halus, yaitu duodenum.

Enzim pankreatik dan larutan bikarbonat berperan dalam proses

pencernaan dan penyerapan makanan di usus halus.

b. Fisiologi Kelenjar Pankreas

Fungsi pancreas ialah melepas enzim pencernaan ke dalam

duodenum dan melepas hormone ke dalam darah. Enzim-enzim

pencernaan dihasilkan oleh sel-sel asinine dan mengalir melalui berbagai

saluran ke dalam ductus pankreatikus. Ductus pankreatikus akan

bergabung dengan saluran empedu pada sfingter Oddi, dimana keduanya

akan masuk ke dalam duodenum. Enzim yang dilepaskan oleh pancreas

akan mencerna protein, karbohidrat dan lemak. Enzim proteolitik

memecah protein ke dalam bentuk yang dapat digunakan oleh pancreas

dan dilepaskan dalam bentuk inaktif, enzim ini hanya akan aktif jika telah

mencapai saluran pencernaan. Pancreas juga melepaskan sejumlah besar

sodium bikarbonat yang berfungsi melindungi duodenum dengan cara

Page 29: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

12

menetralkan asam lambung. Didalam pancreas terdapat tiga enzim yaitu

enzim insulin, enzim glukogen dan enzim somatostatin (Setiadi 2012).

1) Insulin

Menurunkan kadar gula yang ada di dalam tubuh merupakan salah

satu fungsi dari insulin. Hubungan antara sekresi insulin dengan limpah

akan menjadi jelas, bila terdapat sejumlah besar makanan berenergi

tinggi di dalam diet terutama kelebihan jumlah karbohidrat, sekresi

insulin akan meningkat. Insulin memainkan peran penting dalam

menyimpan kelebihan energi. Bila terdapat kelebihan karbohidrat,

insulin menyebabkan karbohidrat tersimpan sebagai glikogen terutama

di hati dan otot.

Insulin mengikat pembentukan protein dan mencegah pemecahan

protein. Apabila didalam tubuh tidak terdapat insulin, hampir seluruh

penyimpanan protein menjadi terhenti sama sekali. Sistem katabolisme

meningkat sedangkan sintesis protein terhenti maka konsentrasi asam

amino pada tubuh akan meningkat dan langsung digunakan sebagai

energi atau menjadi substrat dalam glukoneogenesis. Pemecahan asam

amino akan meningkat ureum dalam urine dan akan menyebabkan efek

diabetes mellitus (Gyuton 2012).

2) Glukagon

Glukagon memiliki fungsi yang berlawanan dengan hormon

insulin yaitu meningkatkan konsentrasi glukosa. Efek glukagon pada

metabolisme glukosa adalah :

Page 30: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

13

a) Pemecahan glikogen di hati (glikogenolisis)

b) Meningkatkan glukoneogenesis pada hati

Glukagon juga meningkatkan lipolisis, menghambat

penyimpanan trigliserida dan efek ketogenik. Selain itu glukagon

konsentrasi tinggi mempunyai efek inotropik pada jantung, juga

meningkatkan sekresi empedu dan menghambat sekresi asam lambung

(Wijaya A S & Yessie M P, 2013).

3) Somatostatin

Somatostatin merupakan polipeptida dengan 14 asam amino dan

berat molekul 1640 yang dihasilkan sel-sel D Langerhans. Hormon ini

juga berhasil diisolasi di hypothalamus, bagian otak lainnya dan

saluran cerna. Sekresi somatostatin ditingkatkan oleh :

a) Meningkatkan konsentrasi gula darah

b) Meningkatkan konsentrasi asam amino

c) Meningkatkan konsentrasi asam lemak

d) Meningkatkan konsentrasi beberapa hormon saluran cerna yang

dilepaskan pada saat makan.

Somatostatin mempunyai efek inhibisi terhadap sekresi insulin dan

glukagon. Hormon ini juga mengurangi motilitas lambung, duodenum

dan kandung empedu. Sekresi dan absorbsi saluran cerna juga

dihambat. Selain itu somatostatin menghambat sekresi hormon

pertumbuhan yang dihasilkan hipofise anterior (Wijaya A S& Yessie

M P, 2013).

Page 31: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

14

2.1.3. Etiologi

Penyebab DM secara umum diakibatkan oleh konsumsi makanan yang

tidak terkontrol atau sebagai efek samping dari pemakaian obat-obat tertentu.

Selain itu, DM disebabkan oleh tidak cukupnya hormone insulin yang

dihasilkan pancreas untuk menetralkan gula darah dalam tubuh.

Hormone insulin berguna untuk memproses zat gula atau glukosa yang

berasal dari makanan dan minuman. Apabila pancreas sudah normal atau

produksi hormone insulin sudah cukup, maka gula darah akan terproses

dengan baik. Pada penderita DM, pancreas terjadi kerusakan sehingga kerja

pancreas tidak sempurna. Akibatnya pancreas tidak menghasilkan hormone

insulin yang cukup untuk menetralkan gula darah.

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan DM:

a. Faktor keturunan

Penyakit DM merupakan salah satu penyakit keturunan, bukan penyakit

menular. Meskipun demikian, bukan berarti penyakit tersebut pasti

menurun pada anak, walaupun kedua orang tuanya menderita penyakit

DM. Apabila dibandingkan dengan kedua orangtuanya yang normal

(non-DM) yang jelas penderita DM lebih cenderung menderita penyakit

DM.

b. Obesitas (kegemukan)

Obesitas (kegemukan) termasuk hal yang menyebabkan terjadinya DM.

Kebutuhan kalori per hari untuk setiap orang berbeda dengan satu

lainnya. Seorang lelaki dewasa membutuhkan antara 2000-2500 kalori

Page 32: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

15

perhari, sedangkan perempuan dewasa membutuhkan antara 1600-2000

kalori perhari.

Jika asupan kalori perhari seseorang berlebihan, maka kalori yang

tidak terpakai akan diubah menjadi lemak. Jadi, kelebihan kalori dapat

menyebabkan seseorang menjadi kegemukan. Kalau berat badan naik

1kg itu sama artinya ada kelebihan asupan 8000 kalori yang diubah

menjadi lemak (8000 kalori = 1kg berat badan manusia).

Semua makanan berkarbohidrat mengandung kalori. Karbohidrat

didalam tubuh akan diubah menjadi gula untuk dijadikan energy

(tenaga). Jika jumlah insulin yang dihasilkan pancreas tidak mencukupi

untuk mengendalikan tingkat kadar gula darah dalam tubuh, maka

kelebihan gula darah tersebut akan menyebabkan gula darah menjadi

tinggi, jadi disebut dengan diabetes.

2.1.4. Manifestasi Klinis

a. Manifestasi klinis yang muncul pada penderita Diabetes Mellitus dikenal

dengan Trias Poly ialah:

1) Polyuria

Efek dari kadar gula darah yang tinggi akan mempengaruhi ginjal

sehingga menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan untuk

mengencerkan glukosa.

2) Polydipsia

Page 33: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

16

Rasa haus amat sering dialami penderita karena banyak cairan yang

keluar melalui kencing. Keadaan ini justru salah ditafsirkan. Dikiranya

sebab rasa haus ialah udara yang panas atau beban kerja yang berat.

Untuk menghilangkan rasa haus dengan banyak minum.

3) Polyfagia

Rasa lapar yang semakin besar sering timbul karena mengalami

keseimbangan energy negative sehingga timbul rasa lapar yang sangat

besar. Untuk menghilangkan rasa lapar yaitu dengan banyak makan.

4) Penurunan berat badan dan rasa lelah

Penurunan berat badan yang berlangsung dalam relative singkat harus

menimbulkan kecurigaan. Hal ini disebabkan karena glukosa dalam

darah tidak dapat masuk kedalam sel, sehingga sel kekurangan bahan

bakar untuk menghasilkan tenaga.

b. Keluhan Lain

Terdapat keluhan lain pada penderita Diabetes Mellitus, ialah :

1) Gangguan saraf tepi/kesemutan

Mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada kaki diwaktu

malam hari sehingga mengganggu tidur.

2) Gangguan penglihatan

Sering dijumpai gangguan penglihatan yang mendorong penderita

menggunakan kacamata agar dapat melihat dengan baik.

Page 34: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

17

3) Gatal/bisul

Kelainan kulit berupa gatal biasanya terjadi didaerah kemaluan dan

daerah lipatan kulit. Sering pula dikeluhkan timbulnya bisul dan luka

yang lama sembuh. Luka ini timbul akibat hal sepele seperti luka lecet

(Wijaya A S & Yessie M P, 2013).

2.1.5. Patofisiologi

Proses metabolisme merupakan proses komplek yang selalu terjadi

dalam tubuh manusia. Setiap hari manusia mengkonsumsi karbohidrat yang

akan dirubah menjadi glukosa, protein menjadi asam amino, dan lemak

menjadi asam lemak. Zat-zat makanan tersebut akan diserap oleh usus

kemudian masuk kedalam pembuluh darah diedarkan ke seluruh tubuh untuk

dipergunakan oleh organ-organ didalam tubuh sebagai “bahan bakar”

metabolisme. Zat makanan harus masuk dulu kedalam sel dengan dibantu

oleh insulin agar dapat berfungsi sebagai “bahan bakar”. Insulin yang

dikeluarkan oleh sel beta dapat diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat

membuka pintu masuknya glukosa kedalam sel. Bila insulin tidak ada maka

glukosa tidak dapat masuk kedalam sel sehingga tubuh tidak mempunyai

sumber energi untuk melakukan metabolisme. Glukosa akan tetap berada

dalam pembuluh darah sehingga kadar gula darah akan meningkat.

Insulin dapat menimbulkan beberapa efek dalam tubuh seperti

menstimulasi penyimpanan glukosa dalam hati dan otot dalam bentuk

glikogen. Insulin juga meningkatkan penyimpanan lemak dari makanan

dalam jaringan adipose dan mempercepat pengangkutan asam-asam amino

Page 35: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

18

yang berasal dari protein makanan dan pada saat tidur malam, pankreas akan

melepaskan secara terus menerus sejumlah kecil insulin bersama dengan

glukagon. Insulin dan glukagon secara bersama-sama mempertahankan kadar

glukosa yang konstan dalam darah dengan menstimulasi pelepasan glukosa

dari hati. Pada mulanya hati menghasilkan glukosa melalui proses

pemecahan glikogen (glikogenolisis). Sehingga 8 hingga 12 jam tanpa

makanan, hati membentuk glukosa dari pemecah zat lain selain karbohidrat

yang mencakup asam amino (glukoneogenesis) (Ernawati, 2013).

Menurut Price (1992) sebagian besar gambaran patologi diabetes

mellitus dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin

berikut : berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel-sel tubuh yang

mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300-1200 mg/dl.

Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang

menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan

endapan kolesterol pada dinding pembuluh darah dan akibat dari

berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.

Pasien-pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat

mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi

sesudah makan. Pada hiperglikemia yang parah melebihi ambang ginjal

normal (konsentrasi glukosa darah sebesar 160-180 mg/ 100 ml), akan

timbul glikosuria karena tubulus-tubulus renalis tidak dapat menyerap

kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik

Page 36: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

19

yang menyebabkan Poliuri disertai kehilangan Sodium, Klorida, Potassium,

dan Fosfat.

Page 37: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

20

Hiperglikemik

Gula dalam darah

tidak dapat dibawa

masuk dalam sel

Syok hiperglikemik Kerusakan pada

antibodi

Anabolisme protein

menurun

Kerusakan sel beta Ketidakseimbangan

produksi insulin

Diesresi osmotik

Kehilangan kalori

Ketidakefektifan

perfusi jaringan

Dehidrasi

Iskemik jaringan

Viskositas darah

meningkat

Resiko Syok

Kehilangan elektrolit

dalam sel

Poliuri Retensi urine

Batas melebihi

ambang ginjal

Glukosuria

Kekebalan tubuh

menurun

Neuropati sensori perifer Resiko Infeksi

Aliran darah lambat Koma diabetik

Ketidakseimbangan

nutrisi kurang dari

kebutuhan

Bagan 2.1 Pathway Diabetes Melitus

(Nurarif, 2015)

BB menurun Merangsang

hipotalamus Sel kekurangan bahan

untuk metabolisme

Katabolisme lemak

Protein dan lemak

dibakar

Keton

Pemecah protein

Kerusakan sel beta

Keletihan

Asam lemak

Ketoasidosis

Polydipsia

Polipagia

Pusat lapar dan haus

Gangrene Kerusakan integritas

jaringan

Klien tidak merasa sakit Nekrosis luka

Faktor genetik

Infeksi virus

Page 38: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

21

2.1.6. Klasifikasi

a. Diabetes Mellitus Tipe I (IDDM/Insulin Dependent Diabetes Mellitus)

Disebabkan oleh detruksi sel beta pulau Langerhans akibat proses

autoimun. Pada tipe ini hormone insulin tidak diproduksi. Kerusakan sel

beta tersebut dapat terjadi sejak anak-anak maupun saat telah dewasa.

Penderita harus mendapatkan suntikan insulin setiap hari selama hidupnya

sehingga dikenal dengan istilah IDDM (Insulin Dependent Diabetes

Mellitus) atau DM yang bergantung pada insulin untuk mengatur

metabolism gula dalam darah. Berdasarkan kondisinya, tipe ini

merupakan DM yang paling parah.

b. Diabetes Mellitus Tipe II (NIDDM/Non Insulin Dependent Diabetes

Mellitus)

Disebabkan oleh kegagalan relative beta dan resistensi insulin. Resistensi

insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang

pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat

produksi glukosa oleh hati :

1) Tipe II dengan obesitas

2) Tipe II tanpa obesitas

c. Diabetes Mellitus Malnutrisi

Kekurangan protein kronik dapat menyebabkan hipofungsi pancreas.

d. Diabetes Mellitus Gastasional (GDM)

GDM sering disebut diabetes pada masa kehamilan, dimana fase tersebut

mengalami peningkatan sekresi sebagian hormone yang mempunyai efek

Page 39: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

22

metabolic terhadap toleransi glukosa. Penderita beresiko tinggi terhadap

morbiditas dan mortalitas perinatal dan mempunyai frekuensi kematian

janin viable yang lebih tinggi (Padila, 2012).

2.1.7. Komplikasi

Komplikasi pada Diabetes Mellitus dapat dibagi menjadi 2 Kategori Mayor

yaitu Metabolik Akut dan Metabolik Kronik.

a. Komplikasi Metabolik Akut

Komplikasi akut merupakan komplikasi diabetes yang terjadi dalam

jangka waktu pendek, atau bersifat mendadak.

1) Ketoasidosis Diabetic

Kadar glukosa yang ada dalam aliran darah yang sangat tinggi

menyebabkan timbulnya kondisi yang disebut ketoasidosis. Kondisi ini

sangat membahayakan dan ketoasidosis dapat terjadi kapan saja pada

penderita diabetes. Diabetes tipe I memiliki potensi lebih besar

mengalami ketoasidosis ketimbang diabetes tipe II. Diabetes tipe II

cenderung lebih sering mengalami sindrom Hyperosmolar Diabetec.

Kadar hormone insulin yang sangat rendah di dalam darah

menjadi penyebab utama terjadinya ketoasidosis. Saat kadar insulin

sangat rendah, maka gula yang ada di dalam darah tidak dapat masuk

ke dalam sel tubuh untuk diproses menjadi sumber energy. Sel-sel

tubuh yang kelaparan karena tidak mendapatkan gula sebagai makanan

selanjutnya beralih memakan lemak sebagai alternatifnya. Kondisi ini

Page 40: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

23

pada akhirnya membetuk asam beracun yang disebut keton.

Keseluruhan proses inilah yang dinamakan ketoasidosis.

Gejala-gejala ketoasidosis ditunjukkan dengan beberapa hal yaitu

mulut kering, rasa haus, intensitas buang air kecil jadi lebh sering

(polyuria), mual, muntah, dan terkadang nyeri perut. Ada pula gejala

lanjutan seperti kesulitan bernapas, dehidrasi, rasa mengantuk, dan

yang terparah adalah keadaan koma. Penanganan ketoasidosis biasanya

dilakukan dengan pemberian injeksi insulin daan mengganti cairan

tubuh yang hilang dan kadar ion kalium pada darah yang turut

berkurang akibat polyuria.

2) Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah kondisi dimana kadar glukosa darah sangat

rendah. Kondisi ini dapat mengakibatkan terjadinya koma (hilang

kesadaran) hingga kerusakan otak. Secara umum penyebab

hipoglikemia dapat dibagi menjadi 2 ialah hipoglikemia yang berkaitan

dengan obat dan hipoglikemia yang tidak berkaitan dengan obat.

Hipoglikemia yang berkaitan dengan obat adalah hipoglikemia

yang timbul karena penggunaan obat-obatan. Ini umumnya terjadi pada

penderita diabetes yang mengkonsumsi obat penurun kadar gula darah.

Sementara itu, hipoglikemia yang tidak berkaitan dengan obat bisa

disebabkan karena berpuasa, aktifitas fisik berlebihan dan dampak dari

asupan makanan dan minuman.

Page 41: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

24

3) Sindrom Hiperosmolar Diabetic

Sindrom hyperosmolar diabetic ialah kondisi yang disebabkan

kadar gula darah puncak terukur sebesar 600 mg/dl. Ketika gula darah

mencapai level ini darah menjadi kental dan manis. Kelebihan gula

lantas dibuang melalui urine yang memicu pembuangan jumlah besar

cairan tubuh. Sindrom ini umum terjadi pada diabetes mellitus tipe II.

b. Komplikasi Kronik Jangka Panjang

Penyakit diabetes mellitus yang tidak terkontrol dalam waktu lama akan

menyebabkan komplikasi kronik ialah berupa kerusakan pada pembuluh

darah dan saraf.

1) Penyakit jantung coroner

Komplikasi diabetes pada pembuluh darah jantung sangat

membahayakan, mengingat penyakit ini merupakan penyakit serius

yang dapat menyebabkan kematian. Jantung berperan dalam

mengalirkan darah ke seluruh organ tubuh, apabila darah semakin

mengental akibat tingginya kadar gula dalam darah, maka

menyebabkan jantung harus bekerja ekstra keras untuk memompa

darah. Akibatnya, muncul gejala jantung berdebar-debar dan perasaan

mudah lelah meskipun tidak melakukan aktivitas yang berat. Hal ini

dapat diperparah jika penderita diabetes mempunyai timbulnya lemak

pada jantung. Selain itu dapat menyebabkan hipertensi.

Page 42: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

25

2) Gangguan mata (retinopati diabetic)

Retinopati diabetic merupakan penyebab utama pada kebutaan

pada penderita diabetes di seluruh dunia. Kerusakan retina yang sudah

berat akan membuat penderita buta permanen. Retinopati diabetic

terjadi karena adanya kerusakan pada pembuluh darah retina atau

lapisan saraf mata. Kerusakan ini menyebabkan kebocoran dan terjadi

penumpukan cairan yang mengandung lemak serta perdarahan pada

retina. Terjadinya retinopati dipengaruhi oleh lamanya penyakit

diabetes. Semakin lama mengidap diabetes maka semakin besar

kemungkinan terjadi retinopati diabetic.

3) Gangguan ginjal (nefropati diabetic)

Gangguan ginjal ini akibat dari diabetes ketika penumpukan gula

dalam pembuluh darah merusak elemen penyaring dalam ginjal yang

disebut nefron. Akibat rusaknya system penyaringan ini maka akan

terjadi kebocoran pada ginjal. Kebocoran ini ditandai dengan keluarnya

albumin bersama urine. Apabila gangguan tidak diobati maka dapat

menimbulkan gagal ginjal.

4) Gangguan saraf (neuropati diabetic)

Gangguan saraf terjadi karena tumpukan gula darah merusak sel-sel

saraf. Gangguan ini bila tidak segera diobat maka dapat menyebabkan

kelumpuhan pada beberapa bagian organ. Adapun sel-sel saraf dapat

rusak akibat diabetes adalah sel saraf sensoris, motoris, dan otonom.

Gangguan pada saraf sensoris dapat menyebabkan terjadinya hilang

Page 43: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

26

rasa. Gagguan pada saraf motoris menyebabkan pengecilan (atrofi)

otot, dan gangguan pola keringat sehingga penderita tidak dapat

berkeringat, kulit menjadi kering, mudah timbul pecah-pecah, dan

mudah terkena infeksi.

5) Diabetes dan infeksi

Penderita diabetes lebih sering mengalami infeksi, baik oleh bakteri,

jamur maupun virus. Infeksi yang diderita mencakup infeksi saluran

napas dan saluran kemih sehingga membutuhkan penggunaan

antibiotic. Penyebab terhadap infeksi diduga berkaitan erat degan

kondisi hiperglikemia maupun gangguan imunitas. Hiperglikemia

sebagai penyebab kerentanan infeksi yaitu bahwa hiperglikemia dapat

menyebabkan perubahan sel pada netrofil maupun monosit dalam hal

menurunnya kemampuan pergerakkan, penempelan dan fagositosis sel.

Sel netrofil dan monosit berperan dalam memerangi kuman-kuman

yang masuk ke dalam tubuh.

6) Kaki diabetic

Kaki diabetic merupakan komplikasi yang paling sering terjadi

sekaligus memiliki dampak yang fatal sehingga harus dilakukan

amputasi. Kaki diabetic terjadi karena adanya gangguan pda system

saraf (neuropati), pembuluh darah dan terjadinya infeksi (Susanto

Teguh, 2013).

Page 44: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

27

2.1.8. Pemeriksaan diagnostik

a. Glukosa darah sewaktu

b. Kadar glukosa darah puasa

c. Test toleransi glukosa

Kriteria diagnostic WHO untuk diabetes mellitus sedikitnya dua kali

pemeriksaan :

1) Gula darah sewaktu >200 mg/dl.

2) Gula darah puasa >140 mg/dl.

3) Gula darah 2 jam PP (post prandial) >200 mg/dl.

(Wijaya A S & Yessie M P, 2013).

2.1.9. Penatalaksanaan Umum (Medik dan Keperawatan)

Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan

aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi

komplikasi dan mencapai kadar gula darah normal (Damayanti, 2013).

Ada 5 komponen penatalaksanaan diabetes mellitus :

a. Diet

Tujuan dari penalataksanaan diet yaitu untuk mencapai dan

mempertahankan kadar gula darah dan lipid mendekati batas normal,

mencapai dan mempertahankan berat badan dalam batas normal, dan juga

untuk mencegah adanya komplikasi akut dan kronik.

Perhimpunan Diabetes Amerika dan Persatuan Dietetik Amerika

merekomendasikan 50-60% kalori berasal dari :

Page 45: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

28

1) Karbohidrat 60-70%.

2) Protein 12-20%.

3) Lemak 20-30%.

b. Latihan

Olahraga yang rutin dapat menurunkan kadar glukosa darah dengan

meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki

pemakaian insulin, memperbaiki sirkulasi darah dan tonus otot.

c. Pemantauan

Pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri memungkinkan untuk

deteksi dan mencegah hiperglikemia atau hipoglikemia, yang pada

akhirnya akan mengurangi komplikasi jangka panjang.

d. Terapi farmakologi (jika diperlukan)

Tujuan terapi insulin adalah menjaga kadar gula darah normal atau

mendekati normal. Pada diabetes tipe 2, insulin terkadang diperlukan

sebagai terapi jangka panjang untuk mengendalikan kadar glukosa darah

jika diet, latihan fisik dan obat hiperglikemia oral tidak dapat menjaga

kadar gula darah dalam rentang normal.

e. Pendidikan kesehatan

Pendidikan kesehatan pada penderita diabetes mellitus diperlukan untuk

meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup dengan menjaga gaya

hidup yang benar.

Page 46: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

29

2.2. Konsep Asuhan Keperawatan

Proses keperawatan adalah suatu metode sistematik untuk mengkaji

respon manusia terhadap masalah dan membuat rencana keperawatan yang

bertujuan untuk mengatasi masalah tersebut. Masalah kesehatan dapat

berhubungan dengan klien keluarga juga orang terdekat atau masyarakat.

Proses keperawatan mendokumentasikan kontribusi perawat dalam

mengurangi dan mengatasi masalah kesehatan. Proses keperawatan terdiri

dari lima tahapan yaitu : pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan,

pelaksanaan, dan evaluasi (Jauhar, 2013).

2.2.1. Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses

keperawatan yang mempunyai dua kegiatan pokok ialah:

a. Pengumpulan data

Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam

menentukan suatu kesehatan dan pola pertahanan penderita,

mengidentifikasi, kekuatan dan kebutuhan penderita yang diperoleh

melalui anamnesa, pemeriksaan fisik, laboratorium serta pemeriksaan

penunjang lainnya.

1) Anamnesa

a) Identifikasi Pasien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan

pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor

registrasi, tanggal masuk rumah sakit, dan diagnose medis.

Page 47: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

30

b) Keluhan utama

Adanya rasa kesemutan pada ekstremitas bawah, rasa raba yang

menurun, adanya luka yang tidak sembuh-sembuh dan berbau,

adanya nyeri pada luka. Keluhan yang dikemukakan sampai

dibawa ke RS dan masuk ke ruang perawatan, komponen ini

terdiri dari PQRST yaitu:

P : Palliative, merupakan faktor yang mencetus terjadinya

penyakit, hal yang meringankan atau memperberat gejala

klien dengan diabetes mellitus mengeluh mual dan muntah,

diare adanya luka gangrene.

Q : Qualitative, suatu keluhan atau penyakit yang dirasakan.

Timbulnya luka akan membuat klien merasa nyeri seperti

disayat.

R : Region, sejauh mana lokasi penyebaran daerah keluhan.

S : Severity, derajat keganasan atau intesitas dari keluhan

tersebut nyeri mengganggu klien dalam beraktifitas.

T : Time, waktu dimana keluhan yang dirasakan, lamanya dan

frekuensinya. (Deden, 2012).

c) Riwayat kesehatan sekarang

Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka

serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk

mengatasinya.

Page 48: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

31

d) Riwayat kesahatan dahulu

Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit-penyakit lain yang

ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit

pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun

arterosklerosis, tindakan medis yang pernah didapat maupun

obat-obatan yang bisa digunakan oleh penderita.

e) Riwayat kesehatan keluarga

Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota

keluarga yang juga menderita diabetes melitus atau penyakit

keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin

misal hipertensi dan jantung.

f) Riwayat psikososial

Meliputi informasi mengenai perilaku perasaan dan emosi yang

dialami penderita berhubungan dengan penyakitnya serta

tanggapan keluarga terhadap penyait klien (Deden, 2012).

2) Pemeriksaan fisik

a) Status kesehatan umum

Meliputi keadaan klien, kesadaran, suara, bicara, tinggi badan,

berat badan dan tanda-tanda vital.

b) Sistem pernafasan

Pada klien DM sesak napas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada

penderita DM mudah terjadi infeksi, dengan gangguan diabetes

Page 49: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

32

melitus biasanya terjadi takipnea pada keadaan istirahat mapun

aktivitas (Doenges, 2014).

c) Sistem kardiovaskuler

Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,

takikardi, bradikardi, hipertensi, hipotensi, aritmia,

kardiomegali (Susanto Teguh, 2013) dengan gangguan diabetes

melitus biasanya terjadi takikardi, distrimia, peningkatan

jugularis vena pressure, perubahan tekanan darah postural,

hipertensi (Doenges, 2014).

d) Sistem persyarafan

Terjadi penurunan sensori, parathesia, anesthesia, letergi,

mengantuk, reflex lambat, kacau mental dan disorientasi

(Bararah, 2013).

(1) Nerveus olfaktorius (N I)

Merupakan syaraf sensorik yang fungsinya hanya satu yaitu

mencium bau.

(2) Nervus optikus (N II)

Adanya perubahan retina bisa menunjukan papilledema

(edema pada syaraf optik).

(3) Nervus okulomotorius, trochealis, abdusen(N III,IV,VI)

Fungsi nervus III, IV, VI, saling berkaitan dan periksa

bersama-sama.

Page 50: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

33

(4) Nervus trigeminus (N V)

Terdiri dari dua bagian yaitu bagian sensorik (porsio

mayor) dan bagian motorik (porsio minor). Bagian motorik

mengurusi otot mengunyah.

(5) Nervus facialis (N VII)

Merupakan saraf motorik yang menginervasi otot otot

ekspresi wajah juga membawa serabut parasimpatis ke

kelenjar ludah dan lakrimalis. Termasuk sensi pengecapan

2/3 bagian anterior lidah.

(6) Nervus auditorius (N VIII)

Sifatnya sensorik, mensarafi alat pendengaran yang

membawa rangsangan dari telinga ke otak. Staf ini

memiliki dua buah kumpulan serabut saraf yaitu rumah

keong (koklea) disebut akar tengah adalah saraf untuk

mendengar dan pintu halaman (ventibulum), disebut akar

tengah adalah saraf untuk keseimbangan.

(7) Nervus glasofaringeus (N IX)

Sifatnya majemuk (sensorik+motorik) yang mensarafi

faring, tonsil dan lidah.

(8) Nervus vagus (N X)

Kemampuan menelan kurang dan kesulitan membuka

mulut.

Page 51: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

34

(9) Nervus assesorius (N XI)

Saraf XI menginervasi sternocleidomastoideus dan

trapezius menyebabkan gerakan menoleh (rotasi) pada

kepala.

(10) Nervus hipoglosus (N XII)

Saraf ini mengandung serabut somatosensorik yang

menginervasi otot intrinsik dan ekstrinsik lidah.

e) Sistem pencernaan

Terdapat polifagia, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi,

dehidrasi, perubahan berat badan, peningkatan lingkat abdomen

dan obesitas (Doenges,2014).

f) Sistem endokrin

Tidak ada kelainan pada kelenjar tiroid dan kelenjar paratiroid.

Adanya peningkatan kadar glukosa dalam darah akibat

terganggunya produksi insulin.

g) Sistem genitourinaria

Poliuri, retensio urine dan rasa panas atau sakit akibat berkemih

(Doenges, 2014).

h) Sistem intugumen

Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas

luka, kelembaban dan suhu kulit didaerah sekitar ulkus dan

gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan

kuku (Teguh, 2013).

Page 52: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

35

i) Sistem musculoskeletal

Penyebaran lemak, penyebaran massa otot, perubahan tinggi

badan, cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di

ekstremitas. Pada klien dengan gangguan diabetes melitus pada

sistem muskuloskletal terjadi lemas otot, cepat lemah, cepat

letih, kram otot, tonus otot menurun, sering kesemutan pada

ekstremitas. Bila terdapat ulkus pada kaki penyembuhannya

akan lama (Doenges, 2014).

j) Sistem pendengaran

Pada pasien diabetes melitus tidak mengalami gangguan

pendengaran.

k) Sistem penglihatan

Kerusakan retina, terjadinya kebutaan, kerusakan pada

pembuluh darah retina atau lapisan saraf mata, kerusakan ini

menyebabkan kebocoran dan terjadi penumpukan cairan yang

mengandung lemak serta perdaharan pada retina (Teguh, 2013).

l) Pemeriksaan laboratorium

(1) Pemeriksaan darah

Pemeriksaan darah meliputi: gula darah sewaktu GDS >200

mg/dL, gula darah puasa (GDP) >126 mg/dL dan dua jam

post parandial (PP) >200 mg/dL.

Page 53: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

36

(2) Urine

Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urin.

Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict (reduksi).

Hasil yang dapat dilihat melalui peruban warna pada

urin:hijau (+), kuning (++), merah (+++), dan merah bata

(++++).

m) Analisa data

Data yang sudah terkumppul kemudian dikelompokkan

dan dilakukan analisa dan sintesa data. Dalam

mengelompokkan data dibedakan data subjektif dan data

objektif dan berpedoman pada teori Abraham Maslow yang

terdiri dari kebutuhan dasar atau fisiologis, kebutuhan rasa

aman, kebutuhan cinta dan kasih sayang, kebutuhan harga diri

dan kebutuhan aktualisasi diri.

Merupakan kemampuan kognitif dalam pengembangan

daya berfikir dan penalaran yang dipengaruhi oleh latar

belakang ilmu dan pengetahuan, pengalaman, dan pengertian

keperawatan. Dalam melakukan analisis data, diperlukan

kemampuan mengkaitkan data dan menghubungkan data

tersebut dengan konsep, teori dan prinsip yang relevan untuk

membuat kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan

dan keperawatan klien (Deden, 2012).

Page 54: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

37

2.2.2. Diagnose Keperawatan

Diagnose keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu,

keluarga atau komunitas terhadap proses kehidupan/masalah kesehatan. Aktual

atau potensial dan kemungkinan membutuhkan tindakan keperawatan untuk

memecah masalah tersebut masalah keperawatan yang timbul dari klien dengan

gangguan system endokrin akibat Diabetes Mellitus (Ernawati, 2013, Herdinan,

2015 dan Amin Huda Nurarif, 2018) diantaranya :

a. Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan

peningkatan kadar insulin.

b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan ketidakseimbangan insulin.

c. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma pada jaringan, proses penyakit

(diabetes mellitus).

d. Keletihan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolic,

perubahan kimia darah, dan peningkatan kebutuhan energi.

e. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang yang tidak

dapat diobati dan ketergantungan pada orang lain.

f. Kurang pengetahuan mengenai penyakit berhubungan dengan kurang

informasi.

g. Risiko syok berhubungan dengan ketidakmampuan elektrolit ke dalam sel

tubuh, hypovolemia.

h. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan nekrosis kerusakan

jaringan (nekrosis luka gangrene).

Page 55: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

38

i. Retensi urine berhubungan dengan inkomplit pengosongan kandung kemih,

sfingter kuat dan poliuri.

j. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan

sirkulasi darah ke perifer, proses penyakit.

k. Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan gejala polyuria dan

dehidrasi.

2.2.3. Intervensi Keperawatan

a. Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah (Bulechek Et AL, 2016) :

1) Tujuan : kadar glukosa darah klien stabil.

2) Kriteria hasil :

a) Monitor kadar glukosa darah.

b) Monitor tekanan darah dan nadi.

c) Memantau keton urine seperti yang ditunjukkan.

d) Memberikan insulin sesuai resep.

e) Monitor status cairan (termasuk input dan output) sesuai kebutuhan.

f) Konsultasikan dengan dokter tanda dan gejala hiperglikemia yang

menetap atau memburuk.

g) Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemi.

h) Antisipasi situasi dimana akan ada kebutuhan peningkatan insulin.

i) Batasi aktivitas ketika kadar glukosa darah lebih dari 250 mg/dL,

khususnya jika keton urine terjadi.

j) Instruksikan pasien dan keluarga mengenai pencegahan, pengenalan

tanda-tanda hiperglikemia dan manajemen hiperglikemia.

Page 56: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

39

k) Melibatkan keluarga dalam semua pemberian tindakan.

3) Intervensi

Tabel 2.1

Intervensi dan rasional resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah.

Intervensi Rasional

Monitor kadar glukosa darah Untuk memungkinkan pemeliharaan kadar gula

darah agar konstan dari waktu ke waktu.

Monitor tekanan darah dan nadi Untuk bisa menentukan hypovolemia dapat

dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardi.

Memantau ketone urin seperti yang ditunjukkan Terjadi atau tidak komplikasi ketoasidosis

diabetic.

Berikan insulin sesuai resep Untuk memproses zat gula atau glukosa yang

berasal dari makanan dan minuman.

Monitor status cairan (termasuk input dan

output), sesuai kebutuhan.

Agar cairan yang masuk dan keluar seimbang.

Konsultasikan dengan dokter tanda dan gejala

hiperglikemia yang menetap atau memburuk.

Untuk mencegah terjadinya komplikasi akibat

dari hiperglikemia.

Identifikasi kemungkinan penyebab

hiperglikemia.

Sebagai acuan untuk menurunkan nilai kadar

gula darah.

Antisipasi situasi dimana akan ada kebutuhan

peningkatan insulin.

Untuk mencegah kerusakan pada system organ

tubuh yang lain.

Batasi aktivitas ketika kadar glukosa darah

>250 mg/dL, khususnya jika keton urine

terjadi.

Untuk mengurangi kebutuhan energy yang

berlebih.

Instruksikan pasien dan keluarga mengenai

pencegahan, pengenalan tanda-tanda hiperglikemia dan manajemen hiperglikemia.

Merencanakan, melakukan program

penyuluhan, pasien melaksanakan program diet, dan menerima obat resep.

Melibatkan keluarga dalam pemberian

tindakan.

Untuk melancarkan pelaksanaan klien dalam

semua tindakan sesuai dengan hasil yang

diharapkan (Bulechek Et AL, 2016)

b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan ketidakseimbangan insulin.

1) Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi.

2) Kriteria Hasil :

a) Mencerna jumlah kalori/nutrient yang tepat.

b) Menunjukkan tingkat energy biasanya.

Page 57: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

40

c) Mendemonstrasikan berat badan stabil atau penambahan kearah

tentang biasanya atau yang diinginkan dengan nilai laboratorium

normal.

3) Intervensi

Tabel 2.2

Intervensi dan rasional ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Intervensi Rasional

Timbang berat badan setiap hari atau sesuai

dengan indikasi.

Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat.

Tentukan program diet bandingkan dengan

makanan yang dapat dihabiskan pasien.

Mengidentifikasi kekurangan dan

penyimpangan dari kebutuhan terapeutik.

Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri

abdomen, kembung, mual, muntah makanan

yang belum sempat dicerna, pertahankan

keadaan puasa sesuai dengan indikasi.

Hiperglikemi dan gangguan keseimbangan

cairan dan elektrolit dapat menurunkan

motilitas/fungsi lambung.

Berikan makanan cair, yang mengandung

nutrient dan elektrolit dengan segera jika sadar

pasien sudah dapat mentoleransi pemberian

cairan melalui oral.

Pemberian makanan melalui oral lebih baik jika

pasien sadar dan fungsi gastrointestinal baik.

Identifikasi makanan yang disukai/dikehendaki

termasuk kebutuhan etnik/kultur.

Jika makanan yang disukai pasien dapat

dimasukkan dalam perencanaan makan, kerja sama ini dapat diupayakan setelah pulang.

Libatkan keluarga pasien pada perencanaan

makan ini sesuai dengan indikasi.

Meningkatkan rasa keterlibatannya, memberikan

informasi pada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi pasien.

Observasi tanda-tanda hipoglikemia. Seperti

tingkat kesadaran, kulit lembab/dingin, denyut

nadi cepat.

Karena metabolism karbohidrat mulai terjadi

gula darah akan berkurang dan sementara tetap

diberikan insulin maka hipoglikemi dapat

terjadi.

c. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma pada jaringan, proses penyakit

(diabetes mellitus).

1) Tujuan : menghindarkan klien dari tanda dan gejala infeksi.

2) Kriteria Hasil :

a) Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko

infeksi.

Page 58: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

41

b) Mendemonstrasikan tekhnik, perubahan gaya hidup untuk mencegah

terjadi infeksi.

3) Intervensi

Tabel 2.3

Intervensi dan rasional resiko infeksi

Intervensi Rasional

Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan

seperti demam, kemerahan, adanya pus pada

luka.

Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang

biasanya telah mencetuskan keadaan

ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi

nosocomial.

Tingkatkan upaya pencegahan dengan

melakukan cuci tangan yang baik pada semua

orang yang berhubungan dengan pasien

termasuk pasien itu sendiri.

Mencegah timbulnya infeksi silang.

Pertahankan tekhnik aseptic. Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan

menjadi media terbaik bagi pertumbuhan

kuman.

Kolaborasi berikan obat antibiotic yang sesuai. Penanganan awal dapat membantu mencegah

timbulnya sepsis.

Berikan perawatan kulit dengan teratur dan

sungguh-sungguh.

Sirkulasi perifer bisa terganggu yang

menempatkan pasien pada peningkatan resiko

terjadinya kerusakan pada kulit/iritasi dan infeksi.

d. Keletihan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolic,

perubahan kimia darah, dan peningkatan kebutuhan energi.

1) Tujuan : klien tidak mengalami kelelahan.

2) Kriteria hasil :

a) Mengungkapkan peningkatan tingkat energi.

b) Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam

aktivitas yang diinginkan.

Page 59: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

42

3) Intervensi :

Tabel 2.4

Intervensi dan rasional keletihan

Intervensi Rasional

Kaji kemampuan klien dalam melakukan

aktivitas.

Untuk mengukur tingkat kemampuan klien

beraktivitas.

Bantu klien dalam beraktivitas secara bertahap. Mencegah kelelahan yang berlebihan.

Dilakukan dengan cara menghemat kalori

selama mandi, berpindah tempat dan

sebagainya.

Pasien akan dapat melakukan lebih banyak

kegiatan dengan penurunan kebutuhan akan

energi pada setiap kegiatan.

Libatkan keluarga dalam semua pemberian

tindakan.

Untuk melancarkan pelaksanaan klien dalam

semua tindakan sesuai dengan hasil yang

diharapkan.

e. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang yang tidak

dapat diobati dan ketergantungan pada orang lain.

1) Tujuan : untuk mengekspresikan perasaan sebenarnya.

2) Kriteria Hasil :

a) Mengakui perasaan putus asa.

b) Mengidentifikasi cara sehat untuk menghadapi perasaan.

c) Membantu dalam merencanakan perawatannya sendiri dan secara

mandiri mengambil tanggungjawab untuk aktivitas perawatan diri.

3) Intervensi :

Tabel 2.5

Intervensi dan rasional ketidakberdayaan

Intervensi Rasional

Anjurkan pasien untuk mengekspresikan

perasaannya tentang perawatan dirumah sakit

dan penyakitnya secara keseluruhan.

Mengidentifikasi area perhatiannya dan

memudahkan cara pemecahan masalah.

Kaji bagaimana pasien telah menangani

masalahnya di masa lalu.

Pengetahuan gaya individu membantu untuk

menentukan kebutuhan terhadap tujuan penanganan.

Berikan kesempatan kepada keluarga untuk

mengekspresikan perhatiannya dan diskusikan

cara mereka dapat membantu sepenuhnya

terhadap pasien.

Meningkatkan perasaan terlebih dan

memberikan kesempatan keluarga untuk

memecahkan masalah untuk membantu

mencegah terulangnya penyakit pada pasien

tersebut.

Berikan dukungan pada pasien untuk ikut Meningkatkan perasaan control terhadap

Page 60: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

43

berperan serta dalam perawatan diri sendiri,

berikan umpan balik positif sesuai dengan

usaha yang dilakukannya.

situasi.

f. Kurang pengetahuan mengenai penyakit berhubungan dengan kurang

informasi.

1) Tujuan : klien mendapatkan informasi tentang penyakit yang dideritanya.

2) Kriteria Hasil :

a) Mengungkapkan pemahaman tentang penyakit.

b) Mengidentifikasi hubungan tanda/gejala dengan proses penyakit dan

menghubungkan gejala dengan factor penyebab.

c) Melakukan perubahan gaya hidup dan berpartisipasi dalam program

pengobatan.

3) Intervensi :

Tabel 2.6

Intervensi dan rasional kurang pengetahuan mengenai penyakit

Intervensi Rasional

Ciptakan lingkungan percaya dengan

mendengarkan penuh perhatian dan selalu ada

untuk pasien.

Mengenal dan memperhatikan perlu diciptakan

sebelum pasien bersedia mengambil bagian

dalam proses belajar.

Diskusikan topik-topik utama. Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien

dapat memuat pertimbangan dalam memilih

gaya hidup.

Demonstrasikan pemeriksaan gula darah

dengan menggunakan “finger stick” Melakukan pemeriksaan gula darah oleh diri

sendiri 4 kali atau lebih dalam setiap harinya

memungkinkan fleksibilitas dalam perawatan

diri.

Diskusikan tentang rencana diet, penggunaan

makanan tinggi serat dan cara untuk melakukan

makan di luar rumah.

Kesadaran tentang pentingnya control diet akan

membantu pasien dalam merencanakan

program makan.

Tinjau ulang program pengobatan meliputi

awitan, puncak dan lamanya dosis insulin yang

diresepkan.

Pemahaman tentang semua aspek yang

digunakan obat meningkatkan penggunaan bila

yang tepat. Algoritma dosis disesuaikan dengan

pasien atau buat keluarga.

Tinjau lagi pemberian insulin oleh pasien

sendiri dan perawatan terhadap peralatan yang

digunakan.

Mengidentifikasi pemahaman dan kebenaran

dari prosedur atau masalah yang potensia dapat

terjadi.

Tekankan pentingnya mempertahankan

pemeriksaan gula darah setiap hari, waktu dan

Membantu dalam menciptakan gambaran nyata

dari keadaan pasien untuk melakukan control

Page 61: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

44

dosis obat diet, aktifitas, perasaan/sensasi dan

peristiwa dalam hidup.

penyakitnya dengan lebih baik dan

meningkatkan perawatan diri.

g. Risiko syok berhubungan dengan ketidakmampuan elektrolit ke dalam sel

tubuh hypovolemia

1) NOC :

a) Syok prevention

b) Syok management

2) Kriteria Hasil

a) Nadi dalam batas yang diharapkan

b) Irama jantung dalam batas yang diharapkan

c) Irama pernapasan dalam batas yang diharapkan

d) Natrium, kalium, klorida, kalsium, magnesium, pH dalam serum dalam

batas normal.

3) Intervensi

Tabel 2.7

Intervensi dan Rasional Risiko Syok

Intervensi Rasional

Syok prevention

Monitor status sirkulasi BP, warna

kulit, suhu tubuh, denyut jantung,

HR, dan ritme, nadi perifer, dan

kapiler refill.

Merupakan indicator dari tingkat dehidrasi

atau sirkulasi yang adekuat (Doenges,

2014).

Monitor tanda inadekuat

oksigenasi jaringan.

Untuk mengetahui kelancaran sirkulasi

(Doenges, 2014).

Monitor suhu dan pernafasan. Demam dengan kulit yang kemerahan

mungkin sebagai cerminan dari dehidrasi

(Doenges, 2014).

Monitor input dan output. Memberikan perkiraan kebutuhan akan

cairan pengganti, fungsi ginjal, dan

keefektifan dari terapi yang diberikan

(Doenges, 2014).

Pantau nilai lab: Hb, Ht, AGD dan

elektrolit.

Mengkaji tingkat hidrasi (Doenges, 2014).

Monitor hemodinamik invasi yang

sesuai.

Hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh

hipotensi dan takikardi (Doenges, 2014).

Page 62: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

45

Monitor tanda awal syok. Mencegah dan mengantisipasi komplikasi

syok (Doenges, 2014).

Tempatkan pasien pada posisi

supine, kaki elevasi untuk

peningkatan preload dengan tepat.

Untuk peningkatan preload dengan tepat

(Doenges, 2014).

Lihat dan pelihara kepatenan jalan

nafas.

Kebutuhan oksigen supaya terpenuhi

(Doenges, 2014).

Ajarkan keluarga dan pasien

tentang tanda dan gejala datangnya

syok.

Pengetahuan akan tanda dan gejala infeksi

dapat mencegah terjadinya syok (Doenges,

2014).

Ajarkan keluarga dan pasien

tentang langkah untuk mengatasi syok.

Untuk menghindari/mencegah hal-hal yang

tidak diinginkan.

h. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan nekrosisi kerusakan

jaringan (nekrosis luka gangrene)

1) NOC

a) Tissue integrity : skin and mucous

b) Wound healing : primary and secondary intention

2) Kriteria Hasil

a) Perfusi jaringan normal.

b) Tidak ada tanda-tanda infeksi.

c) Ketebalan dan tekstur jaringan normal.

d) Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan

mencegah terjadinya cidera berulang.

e) Menunjukkan terjadinya proses penyembuhan luka.

3) Intervensi Tabel 2.8

Intervensi dan Rasional Kerusakan Integritas Jaringan

Intervensi Rasional

Pressur ulcer prevention wound care

Ajarkan pasien untuk menggunakan pakaian

yang longgar.

Tindakan tersebut dapat meningkatkan

kenyamanan dan menurunkan suhu tubuh (DOenges, 2014).

Jaga kulit agar tetap bersih dan kering. Sirkulasi perifer bias terganggu yang

menempatkan pasien pada peningkatan risiko

terjadinya kerusakan pada kulit/iritasi kulit

(Doenges, 2014).

Page 63: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

46

Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap

dua jam sekali.

Berdiam dalam satu posisi yang lama dapat

menurunkan sirkulasi ke luka, dan dapat

menunda penyembuhan (Doenges, 2014).

Monitor kulit akan adanya kemerahan. Mencegah terjadinya infeksi dan data

menentukan terapi sedini mungkin (Mujahidullah, 2010).

Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien. Menurunkan resiko decubitus yang

mempengaruhi terjadinya infeksi

(Mujahidullah, 2010).

Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman

luka, jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi

local, formasi traktus.

Untuk mengetahui karakteristik luka yang dapat

membantu perawat dalam menentukan

perawatan luka dan penanganan yang sesuai

untuk pasien (Doenges, 2014).

Ajarkan keluarga tentang luka dan perawatan

luka.

Mengurangi resiko penyebaran bakteri

(Doenges, 2014).

Kolaborasi ahli gizi pemberian diet TKTP

(Tinggi Kalori Tinggi Protein)

Protein dapat mempercepat regenerasi sel

(Doenges, 2014).

Cegah kontaminasi feses dan urine. Mencegah akses atau membatasi penyebaran

organisme penyebab infeksi dan kontaminasi

silang (Doenges, 2014).

Lakukan teknik perawatan luka dengan steril. Perawatan luka dan tetap menjaga kesterilan

dapat menghindarkan pasien dari infeksi (Doenges, 2014).

Berikan posisi yangmengurangi tekanan pada

luka.

Mengurangi terjadinya lesi pada daerah yang

tertekan (Mujahidullah, 2014).

Hindari kerutan pada tempat tidur. Kerutan pada tempat tidur dapat membuat

pasien tidak nyaman (Doenges, 2014).

i. Retensi urine berhubungan dengan inkomplit pengosongan kandung kemih,

sfingter kuat dan poliuri

1) NOC

a) Urinary elimination.

b) Urinary continence.

2) Kriteria Hasil

a) Kandung kemih kosong secara penuh.

b) Tidak ada residu urin >100-200cc.

c) Bebas dari ISK.

d) Tidak ada spasme bladder.

e) Balance cairan seimbang.

Page 64: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

47

3) Intervensi

Tabel 2.9

Intervensi dan Rasional Retensi Urine

Intervensi Rasional

Urinary Retention Care

Monitor intake dan output. Melihat keseimbangan antara pemasukan dan

pengeluaran (Doenges, 2014).

Monitor penggunaan obat antispasmodic. Menghilangkan spasme kandung

sehubungan dengan iritasi oleh

(Doenges, 2014).

kemih

kateter

Instruksikan pada pasien dan keluarga untuk

mencatat output urine.

Melihat keseimbangan antara pemasukkan dan

pengeluaran (Doenges, 2018).

Gunakan kekuatan sugesti dengan

menggunakan air yang mengalir atau dengan

menyiram toilet.

Sugesti suara air yang mengalir atau suara

menyiram toilet bias menstimulasi munculnya

dorongan untuk buang air kecil (Doenges, 2018).

Monitor derajat distensi bladder. Distensi kandung kemih dapat dirasakan diarea

suprapubik (Doenges, 2018).

Instruksikan pada pasien dan keluarga untuk

mencatat output urine.

Retensi urine meningkatkan tekanan dalam

saluran perkemihan atas, yang dapat

mempengaruhi fungsi ginjal, adanya deficit

aliran darah ke ginjal mengganggu

kemampuannya untuk memfilter dan menkonsentrasikan subtansi (Doenges, 2018).

Sediakan privacy untuk eliminasi. Membantu memberikan privasi kepada klien

dalam pemenuhan eliminasi (Wilkinson, 2016).

Stimulasi reflex bladder dengan kompres dingin

pada abdomen.

Merelaksasi sfingter urine

menstimulasi urinasi (Doenges, 2018).

sehingga

Kateterisasi jika perlu. Menghilangkan atau mencegah retensi urine

(Doenges, 2018).

Monitor tanda dan hematurian, perubahan urine).

gejala bau

ISK (panas, dan konsistensi

Sebagai landasan penyebab terjadinya retensi urine yang disebabkan oleh infeksi (Doenges, 2018).

j. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan

sirkulasi darah ke perifer, proses penyakit

1) NOC

a) Circulation status

b) Tissue perfusion : cerebral

Page 65: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

48

2) Kriteria Hasil

Mendemonstrasikan status sirkulasi yang ditandai dengan:

a) Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan.

b) Tidak ada ortostatik hipertensi.

c) Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial (tidak lebih

dari 15 mmHg).

Mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang ditandai dengan:

a) Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan.

b) Menunjukkan perhatian, konsentrasi dan orientasi.

c) Memproses informasi.

d) Membuat keputusan dengan benar.

e) Menunjukkan fungsi sensori motori cranial yang utuh : tingkat

kesadaran membaik, tidak ada gerakan involunter.

3) Intervensi

Tabel 2.10

Intervensi dan Rasional Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer

Intervensi Rasional

Peripheral Sensation Management

Monitor adanya daerah tertentu yang hanya

peka terhadap panas/dingin/tajam/tumpul.

Untuk mengetahui daerah-daerah yang peka

maupun tidak peka terhadap

panas/dingin/tajam/tumpul (Doenges, 2014).

Monitor adanya paretese. Neuropati perifer dapat mengakibatkan rasa

tidak nyaman yang berat, kehilangan sensasi

sentuhan/distorsi yang mempunyai risiko tinggi

terhadap kerusakan kulit dan gangguan keseimbangan (Doenges, 2014).

Instruksikan keluarga untuk mengobservasi

kulit jika ada isi atau laserasi.

Kolaborasi dengan keluarga agar memudahkan

dalam observasi pasien (Doenges, 2014).

Gunakan sarung tangan untuk proteksi. Untuk melindungi dari ketidakpekaan terhadap

panas/dingin/tajam/tumpul (Doenges, 2014).

Monitor adanya tromboplebitis. Tromboplebitis ditandai dengan pembengkakan

dan rasa sakit pada bagian yang mengalami

peradangan (Doenges, 2014). Diskusikan mengenai penyebab perubahan Pemahaman akan penyebab masalah yang

Page 66: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

49

sensasi. muncul terhadap pasien akan memudahkan kita

dalam melakukan tindakan keperawatan

(Doenges, 2014).

k. Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan gejala polyuria

dan dehidrasi.

1) NOC

a) Fluid balance

b) Hydration

c) Nutritional status : food and fluid intake

2) Kriteria Hasil

a) Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine

normal, Ht normal.

b) Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal.

c) Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastatis turgor kulit baik, membrane

mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan.

3) Intervensi

Tabel 2.11

Intervensi dan Rasional Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit

Intervensi Rasional

Fluid management

Timbang popok/pembalut jika diperlukan. Untuk mengetahui cairan output (Doenges,

2014).

Pertahankan catatan intake dan output yang akurat.

Untuk mempertahankan intake dan output yang tepat (doenges, 2014).

Monitor status hidrasi (kelembapan membrane

mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik), jika diperlukan.

Menunjukkan kehilangan cairan berlebihan atau

dehidrasi (Doenges, 2014).

Monitor vital sign. Dapat membantu mengevaluasi pernyataan

verbal keefektifan intervensi (Doenges, 2014).

Kolaborasikan pemberian cairan IV. Rehidrasi yang optimal (Doenges, 2014).

Berikan cairan IV pada suhu ruangan. Untuk menyesuaikan suhu cairan dan suhu

ruangan (Doenges, 2014).

Dorongan masukan oral. Mempertahankan hidrasi/volume sirkulasi

Page 67: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

50

(Doenges, 2014).

Dorongan keluarga untuk membantu pasien

makan.

Membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan

dasar (Doenges, 2014).

Tawarkan snack (jus buah, buah segar) Menghilangkan haus dan ketidaknyamanan

membrane mukosa (Doenges, 2014)

Atur kemungkinan transfuse. Diindikasikan bila hypovolemia berkesan

dengan kehilangan darah aktif (Doenges, 2014). Hypovolemia Management

Monitor status cairan

output cairan.

termasuk intake dan Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan

pengganti, fungsi ginjal, dan keefektifan dari

terapi yang diberikan (Doenges, 2014). Pelihara IV line. Agar masukan cairan lancer (Doenges, 2014).

Monitor tingkat Hb dan Hematokrit. Mengkaji tingkat hidrasi (Doenges, 2014).

Monitor tanda vital Hypovolemia dapat dimanifestasikan oleh

hipotensi dan takikardi (Doenges, 2014).

Monitor respon pasien terhadap penambahan

cairan.

Untuk mengetahui

penambahan cairan.

respon pasien terhadap

Monitor berat badan. Perubahan dalam berat badan tidak secara

akurat mempengaruhi volume intravascular

(Doenges, 2014).

2.2.4. Implementasi Keperawatan

Pelaksanaan adalah tahap pelaksanaan terhadap rencana tindakan

keperawatan yang telah ditetapkan untuk perawat bersama pasien. Implementasi

dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu juga

dibutuhkan ketrampilan interpersonal, intelektual, teknik yang dilakukan dengan

cermat dan efisien pada situasi yang tepat dengan selalu memperhatikan keamanan

fisik dan psikologis. Setelah selesai implementasi, dilakukan dokumentasi yang

meliputi intervensi yang sudah dilakukan dan bagaimana respon pasien.

2.2.5. Evaluasi Keperawatan

a. Evaluasi dilakukan secara Sumatif yang berupa pemecahan masalah diagnose

keperawatan dalam bentuk catatan perkembangan (SOAPIER) :

S : Data Subjektif, O : Data Objektif, A : Analisis, P : Planning, I : Implementasi,

E : Evaluasi, R : Reassessment yang dibuat bila kerangka waktu tujuan tercapai,

Page 68: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

51

diagnose tercapai sebelum waktu tujuan, terjadi perburukan kondisi, muncul

masalah baru.

b. Evaluasi secara Formatif ini dikerjakan dengan cara membandingkan antara

tujuan yang akan dicapai. Bila terdapat kesenjangan antara keduanya, mungkin

semua tahap dalam proses keperawatan perlu ditinjau kembali, agar dapat data-

data, masalah atau rencana yang perlu dimodifikasi. Format yang dipakai adalah

(SOAPIER) :

S : Subjektif, O : Objektif, A : Analisis, P : Planning, I : Implementasi, E :

Evaluasi, R : Reassessment yang dibuat bila kerangka waktu ditujuan tercapai,

diagnose tercapai sebelum waktu tujuan, terjadi perburukan kondisi, muncul

masalah baru.

2.3 Konsep Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah

2.3.1. Definisi Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah

Ketidakstabilan kadar glukosa darah adalah variasi dimana kadar glukosa

darah mengalami kerusakan atau penurunan dari rentang normal yaitu

mengalami hiperglikemi atau hipoglikemi (PPNI, 2016).

2.3.2. Klasifikasi Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah

a. Hiperglikemi merupakan keadaan dimana kadar glukosa darah meningkat

atau berlebihan. Keadaan ini disebabkan karena stress, infeksi, dan konsumsi

obat-obatan tertentu. Kadar glukosa dalam darah klien dikatakan

hiperglikemi pada saat pemeriksaan glukosa darah puasa >126 mg/dL,

pemeriksaan glukosa darah >200 mg/dL 2 jam setelah Tes Toleransi Glukosa

Page 69: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

52

Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram dan pemeriksaan glukosa darah

sewaktu >200 mg/dL (Perkeni, 2015).

b. Hipoglikemia merupakan keadaan kadar glukosa darah dibawah normal,

terjadi karena ketidakseimbangan antara makanan yang dimakan, aktivitas

fisik dan obat-obatan yang digunakan.

2.3.3. Penyebab Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah

Hiperglikemia adalah gejala khas DM tipe II. Beberapa hal yang dapat

menyebabkan gangguan kadar glukosa darah adalah resistensi insulin pada

jaringan lemak, otot, dan hati, kenaikan produksi glukosa oleh hati, dan

kekurangan sekresi insulin oleh pankreas. Ketidakstabilan kadar glukosa darah

(hipoglikemia) biasanya muncul pada klien diabetes melitus yang bertahun-

tahun. Keadaan ini terjadi karena mengkonsumsi makanan sedikit atau aktivitas

fisik yang berat. Selain kerusakan pankreas dan resistensi insulin, beberapa

faktor yang dapat memicu terjadinya ketidakstabilan kadar glukosa dalam darah

adalah pola makan, aktivitas dan pengobatan klien DM tipe II (Soegondo,

2010).

2.3.4. Patofisiologi Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah

Kegagalan sel beta pankreas dan resistensi insulin sebagai patofisiologi

kerusakan sentral pada DM tipe II sehingga memicu ketidakstabilan kadar

glukosa darah hiperglikemi. Defisiensi insulin menyebabkan penggunaan

glukosa oleh sel menjadi menurun, sehingga kadar gula dalam plasma menjadi

tinggi (Hiperglikemia). Jika hiperglikemia ini parah dan melebihi dari ambang

ginjal maka timbul glukosuria. Glukosuria ini menyebabkan diuresis osmotik

Page 70: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

53

yang mrningkatkan pengeluaran kemih (poliuri) dan timbul rasa haus (polidipsi)

sehingga terjadi dehidrasi.

Pada gangguan sekresi insulin berlebihan, kadar glukosa akan

dipertahankan pad tingkat normal atau sedikit menigkat. Tapi, jika sel beta

tidakk mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan insulin maka kadar

glukosa darah meningkat. Tidak tepatnya pola makan juga dapat memengaruhi

ketidakstabilan kadar glukosa darah pada penderita DM tipe II. Ketidakstabilan

kadar glukosa darah hipoglikemia terjadi akibat ketidakmampuan hati dalam

memproduksi glukosa. Ketidakmampuan ini terjadi karena penurunan bahan

pembentuk glukosa, gangguan hati, atau ketidakseimbangan hormonal hati.

Penurunan bahan pembentuk glukosa terjadi pada waktu sesudah makan 56 jam.

Keadaan ini menyebabkan penurunan sekresi insulin dan peningkatan hormon

kontra regulator yaitu glukagon, epinefrin. Hormon glukagon dan epinefrin

sangat berperan saat terjadi penurunan glukosa darah yang mendadak. Hormon

tersebut akan memacu glikonolisis dan glucaneogenesis dan proteolysis di otot

dan liolisi pada jaringan lemak sehingga tersedia bahan glukosa. Penurunan

sekresi insulin dan peningkatan hormon kontra regulator menyebabkan

penurunan penggunaan glukosa dirangingan insulin sensitive dan glukosa yang

jumlahnya terbatas disediakan hanya untuk jaringan otak.

Page 71: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

54

2.3.5. Tanda dan Gejala Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah

Tanda dan gejala ketidakstabilan kadar glukosa dibagi menjadi 2 (PPNI, 2016)

yaitu

a. Tanda dan gejala Mayor

Hiperglikemia

1) Subyektif : pasien mengatakan sering merasa lelah atau lesu.

2) Obyektif : kadar glukosa dalam darah/urine pasien tinggi.

Hipoglikemia

1) Subyektif : pasien mengatakan sering mengantuk dan merasa pusing.

2) Obyektif : terjadinya gangguan koordinasi, kadar glukosa darah/urine

pasien rendah.

b. Tanda dan gejala minor

Hiperglikemia

1) Subyektif : pasien mengeluh mulutnya terasa kering, sering merasa

haus.

2) Obyektif : jumlah urine pasien meningkat.

Hipoglikemia

1) Subyektif : pasien mengeluh sering merasa kesemuta pada

ekstremitasnya, sering merasa lapar.

2) Obyektif : pasien tampak gemetar, kesadaran pasien menurun,

berperilaku aneh, pasien tampak sulit berbicara dan berkeringat.

Page 72: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

55

2.3.6. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan hiperglikemia

Penatalaksanaan hiperglikemia dimulai dengan diet, latihan, jasmani,

penyuluhan dan terapi insulin atau obat oral. Diet dilakukan untuk mencegah

terjadinya peningkatan glukosa pada tubuh. Manfaat latihan jasmani adalah

untuk mengurangi resistensi insulin dan meningkatkan sensitivitas insulin.

Penyuluhan dilakukan agar masyarakat atau klien DM tipe II bisa lebih

memahami mengenai penyakitnya sehingga mampu mencegah komplikasi.

Obat anti hiperglikemia oral dapat diberikan sebagai terapi tunggal atau

kombinasi.pada keadaan emergency dengan dekompensasi metabolik berat,

misalnya : ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat,

atau adanya keton uria harus segera dirujuk ke pelayanan kesehatan sekunder

atau tersier (Perkeni, 2015).

b. Penatalaksanaan hipoglikemia

Lakukan pengecekan kadar glukosa terlebih dahulu untuk

memastikan klien benar mengalami hipoglikemia. Apabila kadar glukosa

darah klien rendah dan jika klien masih sadar dapat dilakukan sendiri oleh

klien yaitu minum larutan gula 10‒30 gram. Untuk pasien tidak sadar

dilakukan pemberian injeksi bolus dekstrosa 15‒25 gram. Bila hipoglikemia

terjadi pada klien yang mendapat terapi insulin maka selain menggunakan

dekstrosa dapat juga menggunakan injeksi glucagon 1 mg intramuscular.

Penggunaan glucagon diberikan apabila dekstrosa intravena sulit dilakukan.

Pada klien koma hipoglikemia yang terjadi pada klien yang mendapat bolus

Page 73: Oleh ILLAFIN SAIDI AKX.17

56

dekstrosa harus diteruskan dengan infus dekstros 10% selama ± 3 hari. Jika

tidak ada kemungkinan klien akan koma lagi. Lakukan monitor glukosa

darah 3‒6 jam sekali dan pertahankan kadarnya 90‒180% mg.