Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BERBASIS STRATEGIMETAKOGNITIF UNTUK MENINGKATKAN
KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA
(Tesis)
OlehIndah Damayanti
PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKAFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNGBANDARLAMPUNG
2018
ABSTRAK
PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BERBASIS STRATEGIMETAKOGNITIF UNTUK MENINGKATKAN
KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA
Oleh
INDAH DAMAYANTI
Penelitian ini merupakan penelitian Research and Development yang bertujuanuntuk menghasilkan bahan ajar berbasis strategi metakognitif yang valid, praktis,serta efektif untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Subjekpenelitian ini terbagi menjadi dua yaitu subjek uji coba lapangan awal dan subjekuji lapangan. Penelitian difokuskan pada siswa kelas VIII di SMP Negeri 14Bandarlampung. Penelitian ini mengacu pada model pengembangan Dick, Careydan Carey. Teknik analisis data pada penelitian ini terdiri dari data kualitatif dandata kuantitatif. Data kuantitatif diperoleh dari analisis validitas bahan ajar,analisis kepraktisan bahan ajar, dan analisis efektivitas pembelajaran denganmenggunakan bahan ajar. Analisis efektivitas pada penelitian ini menggunakan ujiMann Whitney U dan N-Gain. Hasil studi pendahuluan menunjukkan kebutuhandikembangkannya bahan ajar berbasis strategi metakognitif. Hasil validasi bahanajar menunjukkan bahwa bahan ajar termasuk dalam kategori valid. Hasil uji cobakelompok kecil menunjukkan bahwa bahan ajar termasuk dalam kategori sangatpraktis. Hasil uji lapangan menunjukkan bahwa pembelajaran denganmenggunakan bahan ajar berbasis strategi metakognitif lebih baik untukmeningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dibandingkan denganpembelajaran tanpa menggunakan bahan ajar berbasis strategi metakognitif.
Kata kunci : bahan ajar, berpikir kritis, strategi metakognitif
ABSTRACT
DEVELOPMENT OF TEACHING MATERIALS BASED ONMETACOGNITIVE STRATEGIES TO IMPROVE
STUDENT CRITICAL THINKING ABILITY
By
INDAH DAMAYANTI
This research was a Research and Development study that aimed to produceteaching materials based on metacognitive strategies that was valid, practical, andeffective to improve students' critical thinking skills. The subject of this study wasdivided into two, namely the initial field test subjects and field test subjects. Thestudy focused on class VIII students at Bandarlampung 14 Middle School. Thisresearch refered to the Dick, Carey and Carey development model. The dataanalysis technique in this study consisted of qualitative data and quantitative data.Quantitative data obtained from the analysis of the validity of teaching materials,analysis of practicality of teaching materials, and analysis of the effectiveness oflearning using teaching materials. The effectiveness analysis in this study used theMann Whitney U and N-Gain tests. The results of the preliminary study indicatedthe need to develop teaching materials based on metacognitive strategies. Theresults of the validation of teaching materials indicated that teaching materialswas included in a valid category. The results of small group trials showed thatteaching materials fell into a very practical category. The results of field testsshowed that learning using teaching materials based on metacognitive strategies isbetter for improving students' critical thinking skills compared to learning withoutusing teaching materials based on metacognitive strategies.
Keywords : teaching materials, critical thinking, metkognitive strategies
PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BERBASIS STRATEGIMETAKOGNITIF UNTUK MENINGKATKAN
KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA
OlehIndah Damayanti
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarMAGISTER PENDIDIKAN
pada
Program Studi Magister Pendidikan MatematikaFakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDARLAMPUNG2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kecamatan Kemiling Kota Bandarlampung Provinsi
Lampung, pada tanggal 22 Februari 1994. Penulis merupakan anak ketiga dari
tiga bersaudara pasangan Bapak Arli Hasan (ALM) dan Ibu Rismawati, S.Pd.
Pendidikan yang ditempuh penulis berawal dari pendidikan Taman Kanak-kanak
Beringin Raya dan meneruskan Sekolah Dasar (SD) yakni SD Negeri 1
Langkapura Kota Bandarampung dan lulus pada tahun 2005. Kemudian
melanjutkan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 4 Bandarlampung
dan lulus pada tahun 2008. Selanjutnya Sekolah Menengah Atas (SMA) yakni di
SMA Negeri 3 Bandarlampung dan lulus pada tahun 2011, serta sarjana di
Unversitas Lampung (Unila) hingga tahun 2015. Penulis mengajar di SMK Negeri
6 Bandarlampung sejak tahun 2015 hingga saat ini. Penulis melanjutkan
pendidikan pada program studi Pasca Sarjana Pendidikan Matematika Universitas
Lampung tahun 2016.
Motto
Jangan berjuang karena didorong oleh suatu masalah karena ketika masalah
selesai perjuangan akan berakhir. Tetapi berjuanglah karena kau ingin menjadi
pemimpin dalam impianmu, dengan begitu perjuanganmu akan berakhir ketika
kau tidak lagi bermimpi.
(Indah Damayanti)
i
PERSEMBAHAN
Dengan mengucapkan syukur kehadirat Allah SWT, kupersembahkan karya inisebagai tanda bakti dan cinta kasihku kepada:
Ibu dan almarhum Ayah tercinta. Ibu Rismawati yang senantiasa menantikeberhasilan anandamu, ucapan terima kasih ini nampaknya terlalu sederhana untuk
berbagai pelajaran yang berarti tentang hidup, kesabaran, dan keikhlasan.
Kakak-kakakku tersayang: Nasrul Rasyid, Aris Kuriawan, Riana Kulsumawati,Hasanah Syafita Hafinda yang selalu memberikan doa, motivasi dan kasih sayangnya
serta menantikan keberhasilanku.
Nenek Kakekku tersayang yang senatiasa memberikan doa dan dukungan pada setiaplangkahku.
Alhadi Pratama Bintang yang menjadi partner terbaik selama ini.
Para Pendidik dengan ketulusan dan kesabarannya dalam mendidik dan membinaku.
Sahabat-sahabat seperjuangan.
Almamater tercinta.
ii
SANWACANA
Alhamdulillah segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis
yang berjudul “Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Strategi Metakognitif Untuk
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa”.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Caswita. M.Si., selaku Dosen Pembimbing Utama, Dosen
Pembimbing akademik Akademik, sekaligus Ketua Jurusan Pendidikan
MIPA yang telah bersedia memberikan waktunya untuk konsultasi akademik
serta atas kesediaannya memberikan bimbingan, sumbangan pemikiran, serta
saran selama penyusunan tesis sehingga tesis ini menjadi lebih baik.
2. Ibu Dr. Sri Hastuti Noer, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing II yang telah
bersedia meluangkan waktunya untuk bimbingan, menyumbangkan banyak
ilmu, memberikan perhatian, motivasi dan semangat kepada penulis demi
terselesaikannya tesis ini.
3. Bapak Dr. Sugeng Sutiarso, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Magister
Pendidikan Matematika, sekaligus pembahas yang telah memberikan
masukan dan saran kepada penulis.
iii
4. Bapak Prof. Drs. Mustafa Usman, M.A., Ph.D., selaku Direktur Program
Pascasarjana beserta staf dan jajarannya yang telah memberikan perhatian dan
arahan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis.
5. Bapak Prof. Dr. Patuan Raja, M.Pd., selaku Dekan FKIP Universitas
Lampung beserta staf dan jajarannya yang telah memberikan bantuan kepada
penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
6. Bapak Dr Bambang Sri Anggoro, M.Pd. dan Dr. Nanang Supriadi, M.Pd.
selaku expert judgement yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk
menyumbangkan banyak ilmu membimbing, serta memberikan validasi pada
bahan ajar yang dikembangkan.
7. Bapak dan Ibu Dosen Magister Pendidikan Matematika di Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada
penulis.
8. Bapak Tri Priyono, S.Pd selaku Plt. Kepala SMP Negeri 14 Bandar Lampung
beserta Wakil, staff, dan karyawan yang telah memberikan izin dan ke-
mudahan selama penelitian.
9. Ibu Iis Listiati, S.Pd. dan Hj. Nurzairani, S.Pd., selaku guru mitra yang telah
banyak membantu dalam penelitian.
10. Seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 14 Bandarlampung Tahun Pelajaran
2017/2018, khususnya siswa kelas VIII C dan VIII D atas perhatian dan
kerjasama yang telah terjalin.
11. Almamater tercinta yang telah mendewasakanku.
12. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini.
iv
Penulis berharap semoga ALLAH SWT membalas kebaikan yang telah mereka
berikan. Penulis menyadari tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi
dengan sedikit harapan semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Bandarlampung, Desember 2018
Penulis
Indah Damayanti
DAFTAR ISI
HalamanDAFTAR ISI................................................................................................... v
DAFTAR TABEL .......................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... ix
I. PENDAHULUANA. Latar Belakang Masalah................................................................ 1B. Rumusan Masalah ......................................................................... 10C. Tujuan Penelitian........................................................................... 10D. Manfaat Penelitian......................................................................... 10
1. Secara Teoritis ..................................................................... 112. Secara Praktis....................................................................... 11
II. TINJAUAN PUSTAKAA. Kemampuan Berpikir Kritis .......................................................... 12
1. Pengertian Kemampuan Berpikir Kritis .............................. 122. Indikator Kemampuan Berpikir Kritis ................................. 143. Strategi Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis .......... 18
B. Strategi Metakognitif..................................................................... 211. Pengertian Metakognitif ...................................................... 212. Strategi Metakognitif ........................................................... 24
C. Bahan Ajar..................................................................................... 341. Pengertian Bahan Ajar ......................................................... 342. Karakteristik Bahan Ajar ..................................................... 363. Unsur-unsur Bahan ajar ....................................................... 394. Penilaian Kualitas Bahan Ajar............................................. 445. Fungsi, Manfaat, dan Tujuan Bahan ajar............................. 45
D. DefinisiOperasional....................................................................... 48E. Kerangka Pikir............................................................................... 49
III. METODE PENELITIANA. Jenis Penelitian.............................................................................. 54B. Tempat, Waktu dan Populasi Penelitian ....................................... 55
1. Subjek Uji Coba Kelompok Kecil ....................................... 552. Subjek Uji Lapangan ........................................................... 56
C. ProsedurPenelitian......................................................................... 561. Identify Instructional Goals (Mengidentifikasi Tujuan
vi
Pembelajaran) ...................................................................... 572. Conduct Instructional Analysis (Melakukan Analisis
Pembelajaran) ...................................................................... 583. Identify Entry Behaviours (Mengidentifikasi Karakteristik
Siswa) ................................................................................. 604. Write Performance Objectives (Merumuskan Tujuan
Khusus) ............................................................................... 615. Develop Criterian Reference Tests (Mengembangkan Butir
Tes) ..................................................................................... 626. Develop Instructional Strategy (Mengembangkan Strategi
Pembelajaran) ...................................................................... 637. Develop And Select Instructional Materials
(MengembangkandanMemilih Bahan Ajar) ........................ 648. Develop and Conduct Formative Evaluation
(Mengembangkan dan Melaksanakan Evaluasi Formatif) .. 659. Revise instructional (Merevisi Pembelajaran)..................... 6710. Develop and Conduct Formative Evaluation
(Mengembangkan dan Melaksanakan Evaluasi Formatif) .. 68D. InstrumenPenelitian....................................................................... 68
1. Instrumen Non tes................................................................ 68a. LembarValidasiPerangkatPembelajaran .................... 68b. Lembar Kepraktisan Bahan Ajar ................................ 73
2. Instrumen tes........................................................................ 74a. ValiditasInstrumen Tes .............................................. 76b. RealibilitasInstrumen Tes........................................... 78c. Tingkat Kesukaran ..................................................... 79d. DayaPembeda............................................................. 81
E. TeknikPengumpulan Data ............................................................. 821. Data Validasi ....................................................................... 822. Data Kepraktisan ................................................................ 833. HasilTes Kemampuan Berpikir Kritis Siswa....................... 83
F. TeknikAnalisis Data...................................................................... 841. Data Kualitatif ..................................................................... 842. Data Kuantitatif ................................................................... 84
a. Data Validitas Bahan Ajar .............................................. 85b. Data Kepraktisan Bahan Ajar ......................................... 85c. Data Efektivitas Bahan Ajar ........................................... 86
1) Uji Normalitas .......................................................... 872) Uji Homogenitas ....................................................... 883) Kemampuan Awal Berpikir Kritis Siswa.................. 894) Kemampuan Akhir Berpikir Kritis Siswa ................. 90
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANA. Hasil Penelitian ............................................................................. 95
1. Identify Instructional Goals (Mengidentifikasi TujuanPembelajaran) ...................................................................... 96
2. Conduct Instructional Analysis (Melakukan AnalisisPembelajaran) ...................................................................... 97
vii
3. Identify Entry Behaviours (Mengidentifikasi KarakteristikSiswa) ................................................................................. 97
4. Write Performance Objectives (Merumuskan TujuanKhusus) ................................................................................ 98
5. Develop Criterian Reference Tests (Mengembangkan KriteriaInstrumen Tes) .................................................................... 99
6. Hasil Revisi Butir Tes.......................................................... 1017. Develop Instructional Strategy (Mengembangkan Strategi
Pembelajaran) ..................................................................... 1028. Hasil Revisi Strategi Pembelajaran ..................................... 1069. Develop And Select Instructional Materials (Mengembangkan
dan Memilih Bahan Ajar) ................................................... 10810. Design and Conduct Formative Evaluation (Merancang dan
Melaksanakan Evaluasi Formatif) ...................................... 112a. Validasi oleh Ahli....................................................... 112b. Hasil Revisi Uji Ahli .................................................. 115c. Uji Kelompok Kecil ................................................... 120d. Hasil Revisi Uji Kelompok Kecil Bahan Ajar ........... 122
11. Develop and Conduct Sumative Evaluation (Mengembangkandan Melaksanakan Evaluasi Sumatif).................................. 123a. Analisis Kemampuan Awal Berpikir Kritis Siswa .... 124b. Analisis Kemampuan Akhir Berpikir Kritis Siswa ... 126c. Analisis Indeks Gain Kemampuan Berpikir Kritis
Siswa ......................................................................... 129B. Pembahasan.......................................................................................... 130
1. Hasil Pengembangan Bahan Ajar Strategi MetakognitifPadaPembelajaran Matematika............................................ 130
2. Hasil Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ............................ 145
V. SIMPULAN DAN SARANA. Simpulan........................................................................................ 150B. Saran.............................................................................................. 151
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 152
LAMPIRAN.................................................................................................... 158
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. 159A. Intrumen Penelitian ................................................................................... 161B. Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ................................... 273C. Perhitungan Efektivitas ............................................................................. 296D. Perhitungan Validitas Dan Kepraktisan.................................................... 324E. Instrumen Non Tes ................................................................................... 343F. Lain-Lain................................................................................................... 398
viii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman3.1 Desain Penelitian .................................................................................... 663.2 Kisi-kisi Penilaian Ahli Materi ............................................................... 713.3 Kisi-kisi Penilaian Ahli Media ............................................................... 723.4 Kisi-kisi Angket Uji Kelompok Kecil Siswa.......................................... 733.5 Kisi-kisi Angket Tanggapan Guru.......................................................... 743.6 Kategori Penilaian Komponen Hasil Validasi Butir Tes ........................ 763.7 Hasil Validitas Tes Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ........................ 783.8 Kriteria Reliabilitas Skala....................................................................... 793.9 Interpretasi Tingkat KesukaranButirTes................................................. 803.10 Hasil Tingkat Kesukaran Butir Tes ....................................................... 803.11 InterpretasiIndeksDayaPembeda ............................................................ 813.12 Hasil Daya Pembeda Butir Tes............................................................... 823.13 Interval Nilai Tiap Kategori Penilaian.................................................... 853.14 Interval Nilai Tiap Kategori Kepraktisan ............................................... 863.15 Hasil Uji Normalitas ............................................................................... 873.16 Kriteria Indeks Gain ............................................................................... 934.1 Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Materi Peluang ....................... 964.2 Indikator Pencapaian Kompetensi Materi Peluang................................. 984.3 Kategori Penilaian Komponen Hasil Validasi Butir Tes ........................ 1004.4 Tahapan Pembelajaran Berbasis Metakognitif ....................................... 1034.5 Kategori Penilaian Komponen Hasil Validasi Silabus ........................... 1044.6 Kategori Penilaian Komponen Hasil Validasi RPP................................ 1054.7 Tahapan Pembelajaran Berbasis Metakognitif ....................................... 1094.8 Kategori Penilaian Komponen Hasil Validasi Ahli Materi .................... 1124.9 Kategori Penilaian Komponen Hasil Validasi Ahli Media..................... 1144.10 Rekapitulasi Skor Skala Uji Kelompok Kecil Oleh Siswa..................... 1204.11 Rekapitulasi Skor Skala Uji Kelompok Kecil Oleh Guru ...................... 1214.12 Data Skor Awal Kemampuan Berpikir Kritis Siswa .............................. 1244.13 Hasil Uji Mann-Whitney U Skor Awal Berpikir Kritis ......................... 1254.14 Data Skor Akhir Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ............................. 1264.15 Hasil Uji Mann-Whitney U Skor Akhir Berpikir Kritis ......................... 1274.16 Data Indeks Gain Kemampuan Berpikir Kritis Siswa............................ 129
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman3.1 Model Pengembangan Dick dan Carey .................................................. 574.1 Butir Tes Nomor 3 Sebelum dan Setelah Revisi .................................... 1014.2 Butir Tes Nomor 4 Sebelum dan Setelah Revisi .................................... 1024.3 Komponen Penilaian Pada Silabus Sebelum dan Setelah Revisi ........... 1064.4 Komponen Kegiatan Belajar Pada Silabus Sebelum dan Setelah Revisi1074.5 Pemenggalan Kata Sebelum dan Setelah Revisi .................................... 1074.6 Perubahan Teknik Penilaian Sebelum dan Setelah Revisi .................... 1084.7 Pendalaman Proses Pemantauan Pada Peluang Teoritik di Bahan Ajar
Sebelum dan Setelah Revisi.................................................................... 1154.8 Latihan 1 di Bahan Ajar Sebelum dan Setelah Revisi ............................ 1164.9 Contoh SoalBahan Ajar Sebelum dan Setelah Revisi ............................ 1164.10 Gambar Sebelum dan Setelah Revisi...................................................... 1174.11 Penambahan Nama Gambar Sebelum dan Setelah Revisi...................... 1174.12 Cover Sebelum dan Setelah Revisi......................................................... 1184.13 Border Bahan Ajar Sebelum dan Setelah Revisi .................................... 1184.14 Font Bahan Ajar Sebelum dan Setelah Revisi........................................ 1194.15 Isi Bahan Ajar Sebelum dan Setelah Revisi .......................................... 1194.16 Unit Kegiatan Belajar 1 Sebelum dan Setelah Revisi ............................ 1234.17 Siswa Sedang Melaksanakan Tahap Planning ....................................... 1394.18 Siswa Sedang Melaksanakan Tahap Monitoring.................................... 1424.19 Siswa Sedang Melaksankan Evaluasi Diri ............................................. 144
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap manusia, karena
melalui pendidikan seseorang dapat mengembangkan potensi yang ada pada
dirinya untuk menjadi pribadi yang kreatif, inovatif, mandiri, dan cerdas. Tidak
hanya itu, pendidikan juga merupakan suatu proses kegiatan belajar dan mengajar
yang memiliki tujuan untuk mendidik anak bangsa agar menjadi pribadi yang
bertanggung jawab dan memiliki kepribadian yang baik. Hal ini sejalan dengan
tujuan pendidikan di Indonesia sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang
No 20 tahun 2003 bab II pasal 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang
menegaskan bahwa:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan danmembentuk serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangkamencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensipeserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepadaTuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab”.
Undang-undang tersebut mempertegas bahwa pendidikan dapat menjadikan
seorang warga negara menjadi insan yang berguna bagi bangsa dan negara. Oleh
karena itu, pemerintah Indonesia terus berupaya untuk meningkatkan kualitas
pendidikan agar dapat mencapai tujuan pendidikan nasional yang pada gilirannya
dapat meningkatkan kualitas hidup warga negara.
2
Salah satu cara untuk mencapai tujuan pendidikan yaitu melalui suatu
pembelajaran. Berdasarkan Undang-undang No. 20 Tahun 2013 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Pasal 1 Ayat 20 pembelajaran merupakan proses interaksi
yang dilakukan antara peserta didik dan sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar. Pembelajaran yang baik akan menghasilkan output yang baik pula. Salah
satu pembelajaran yang ada di Indonesia adalah pembelajaran matematika.
Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No 20 tahun 2003 pasal 37 yang
menegaskan bahwa mata pelajaran matematika merupakan salah satu mata
pelajaran wajib bagi siswa pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Matematika memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia sehari-hari.
Seperti yang terdapat dalam Laporan National Research Council dari Amerika
Serikat (Hartoyo, 2013: 1) yaitu “Mathematics is the key to opportunity”. Siswa
yang berhasil mempelajari matematika mendapatkan alat bantu untuk memperoleh
karir yang cemerlang, menunjang dalam pengambilan keputusan yang tepat, dan
menjadi pengetahuan pendukung dalam mempersiapkan dirinya bersaing di
bidang teknologi maupun ekonomi. Oleh karena itu, tidak heran jika matematika
merupakan mata pelajaran wajib yang telah dipelajari dari tingkat sekolah dasar
hingga tingkat menengah bahkan sampai tingkat perguruan tinggi.
Salah satu peranan matematika dalam kehidupan sehari-hari yaitu untuk
mengembangkan karakter cerdas seseorang karena matematika melatih seseorang
untuk dapat berpikir kritis, logis, sistematis dan kreatif. Seperti yang tertuang
dalam Badan Nasional Standar Pendidikan (2007: 11) yang menyatakan bahwa
pembelajaran matematika diberikan pada setiap jenjang pendidikan dasar dan
3
menengah bertujuan agar siswa dapat menggunakan matematika sebagai cara
bernalar (berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif dan kemampuan bekerja
sama). Berdasarkan tujuan matematika tersebut, salah satu kemampuan yang
dikembangkan dalam pembelajaran matematika diantaranya adalah kemampuan
berpikir kritis matematis siswa. Liberma (2013) menyatakan bahwa berpikir kritis
merupakan kemampuan yang sangat penting bagi setiap orang, yang digunakan
untuk memecahkan masalah kehidupan dengan berpikir serius, aktif, teliti dan
menganalisis semua informasi yang mereka terima dengan menyertakan alasan
yang rasional sehingga setiap tindakan yang dilakukan adalah benar.
Siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis akan mampu menjadi pemecah
masalah yang baik, hal ini dikarenakan Gunawan (2003: 178) menyebutkan
bahwa dengan berpikir kritis siswa mampu memecahkan masalah, merumuskan
kesimpulan, mengumpulkan berbagai kemungkinan dan membuat keputusan
dalam pembelajaran. Siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis juga dapat
melibatkan keahlian berpikir induktif seperti mengenali hubungan, menganalisis
masalah yang bersifat terbuka, menentukan sebab dan akibat, dan
memperhitungkan data yang relevan dalam matematika. Oleh karena itu,
kemampuan berpikir kritis dalam matematika perlu dikembangkan karena dapat
dijadikan sebagai tolok ukur sejauh mana siswa mampu memecahkan suatu
permasalahan matematika.
Berkaitan dengan hal tersebut, akan tetapi pada kenyataannya di Indonesia
menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa masih rendah, salah
4
satunya berdasarkan hasil tes Programme for International Student Assessment
(PISA) pada tahun 2015. Indonesia adalah salah satu negara peserta PISA. Hasil
PISA 2015 (OECD, 2016) menunjukkan bahwa skor rata-rata matematika siswa
Indonesia adalah 386, dengan rata-rata skor internasional sebesar 490. Hal
tersebut membuat hasil literasi matematika PISA 2015 Indonesia berada pada
peringkat ke 63 dari 70 negara. Soal PISA terdiri dari 6 level. Soal matematika
level 1 menempatkan Indonesia dalam posisi hanya 58% siswa yang berhasil
menjawab benar. Soal matematika Level 2 menempatkan Indonesia dalam posisi
terendah dengan hanya 22% siswa yang berhasil menjawab dengan benar. Soal
matematika Level 3, menempatkan Indonesia pada posisi hanya 8% siswa yang
dapat menjawab dengn benar. Soal Level 4 hanya dapat dijawab benar oleh 2%
siswa Indonesia. Sementara kurang dari 1% siswa Indonesia yang dapat
menjawab benar Soal Level 5 dan 6.
Padahal tes literasi matematika dalam PISA 2015 (OECD, 2016) merupakan tes
yang menguji kemampuan seseorang individu dalam merumuskan, menggunakan,
dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks. Termasuk di dalam bernalar
secara matematis dan menggunakan konsep, prosedur, fakta, dan alat matematika
dalam menjelaskan serta memprediksi fenomena. Pada soal-soal level 3 saja
dalam PISA, siswa dituntut untuk dapat menginterpretasikan dan menggunakan
representasi berdasarkan sumber informasi yang berbeda dan mengemukakan
alasannya dalam penyelesaian masalah. Hal ini menunjukkan bahwa soal-soal
PISA merupakan soal-soal yang menuntut kemampuan berpikir tingkat tinggi
siswa diantaranya kemampuan berpikir kritis. Rendahnya peringkat Indonesia
5
dalam tes PISA tersebut menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa di
Indonesia masih rendah.
Rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa tersebut dapat menyebabkan
pendidikan di sekolah hanya mampu menghasilkan insan-insan yang kurang
kreatif, kurang mandiri, dan kurang luwes dalam memecahkan berbagai
permasalahan. Sehingga tidak heran bila dalam kehidupan bermasyarakat, sebagai
refleksi prilaku dari sekolah, sering terjadinya konflik. Padahal, kemampuan
berpikir kritis yang baik dapat membentuk sikap dan perilaku yang baik pula.
Facione (2015) mengatakan apabila seseorang mampu mengembangkan
kemampuan berpikir kritisnya maka seseorang akan cenderung mencari
kebenaran, berpikir terbuka, dapat menganalisis masalah dengan baik, berpikir
sistematis, mantap dalam menyampaikan pendapat dan alasannya, punya rasa
ingin tahu yang tinggi, dan dapat mengambil keputusan dengan baik. Untuk itu,
kemampuan berpikir kritis merupakan hal yang penting untuk dikembangkan,
agar siswa dapat menghadapi permasalahannya dengan baik di dalam maupun di
luar sekolah.
Untuk dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis dengan maksimal dalam
pembelajaran maka guru harus menggunakan strategi pembelajaran yang tepat,
yaitu strategi pembelajaran yang dapat melibatkan siswa secara aktif dalam
pembelajaran. Hal tersebut menuntut kreativitas guru dalam menjalankan atau
melaksanakan proses pembelajaran. Dalam kegiatan pembelajaran, sumber belajar
merupakan media yang dapat digunakan guru untuk melibatkan keaktifan siswa.
Bahan ajar dalam bentuk cetak dapat menjadi salah satu alternatif sumber belajar
6
yang dapat digunakan oleh guru dalam meningkatkan motivasi dan minat siswa
dalam pembelajaran.
Berdasarkan pernyataan di atas, guru diharapkan mampu untuk merancang
ataupun menyusun bahan ajar yang dapat melibatkan siswa secara aktif dalam
proses pembelajaran yang pada gilirannya mampu meningkatkan keberhasilan
siswa dalam belajar, seperti kemampuan berpikir kritisnya. Bahan ajar merupakan
bagian penting dalam pelaksanaan pendidikan disekolah. Melalui bahan ajar guru
akan lebih mudah dalam melaksanakan pembelajaran dan siswa akan lebih
terbantu dan mudah dalam mencapai kompetensi pembelajaran yang sedang
dihadapinya. Dalam Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 Pasal 20,
diisyaratkan bahwa guru diharapkan mengembangkan materi pembelajaran, yang
kemudian dipertegas malalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
(Permendiknas) nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses, yang antara lain
mengatur tentang perencanaan proses pembelajaran yang mensyaratkan bagi
pendidik pada satuan pendidikan untuk mengembangkan rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP). Salah satu elemen dalam RPP adalah sumber belajar.
Dengan demikian, guru diharapkan untuk mengembangkan bahan ajar sebagai
salah satu sumber belajar (Departemen Pendidikan Nasional., 2008).
Bahan ajar dapat dibuat dalam berbagai bentuk sesuai dengan kebutuhan dan
karakteristik materi ajar yang akan disajikan sehingga bahan ajar dapat
bermanfaat dalam proses belajar mengajar. Manfaat menggunakan bahan ajar
menurut (Prastowo, 2011: 301) dibedakan menjadi dua macam, yaitu manfaat
7
bagi guru dan siswa. Manfaat yang diperoleh oleh guru yaitu bahan ajar sesuai
dengan tuntutan kurikulum, tidak tergantung dengan buku teks dan buku paket
bantuan pemerintah, sedangkan manfaat yang diperoleh peserta didik yaitu,
menciptakan pembelajaran menarik, menumbuhkan motivasi, mengurangi
ketergantungan dan mendapatkan kemudahan dalam mempelajari setiap indikator
yang terdapat pada perangkat pembelajaran yang disusun oleh guru. Dengan
demikian, bahan ajar merupakan hal yang penting dalam proses pembelajaran
sebagai penunjang siswa dalam belajar.
Pada kenyataannya di SMP Negeri 14 Bandarlampung, bahan ajar yang tersedia
untuk Kurikulum 2013 masih belum terlalu memadai. Hal ini didapat berdasarkan
hasil wawancara terhadap guru SMP Negeri 14 Bandar Lampung yang
mengatakan bahwa bahan ajar yang digunakan hanya yang diberikan oleh
Kemendikbud yaitu berupa buku. Buku tersebut tidak menggunakan pendekatan
yang bervariasi, hal ini didasarkan karena konsep yang disajikan dalam buku
terlalu rumit dan bahasa yang digunakan kurang komunikatif. Hal tersebut
mengakibatkan kurangnya buku pendamping atau bahan ajar yang menjadi
landasan siswa dalam kegiatan belajar siswa untuk belajar secara mandiri. Siswa
mengalami banyak kesulitan dalam memahami konsep matematika jika
menggunakan buku siswa tersebut. Siswa kurang termotivasi dan kurang
tertantang dalam belajar dan mengetahui lebih jauh dalam pembelajaran. Dengan
demikian, bahan ajar yang ada belum mampu memenuhi kebutuhan yang dapat
menuntun siswa untuk memahami konsep dan melatih siswa untuk memecahkan
permasalahan matematika.
8
Bahan ajar yang digunakan dalam pembelajaran, seharusnya bahan ajar yang
dapat menunjang siswa untuk melatih daya pikir siswa dalam memahami suatu
konsep sebagai dasar untuk memecahkan suatu masalah serta menganalisis dan
mengevaluasi permasalahan secara mandiri. Menurut Bruner (dalam Dahar, 2011:
79) siswa hendaknya belajar melalui partisipasi aktif dengan konsep-konsep dan
prinsip-prinsip agar mereka memperoleh pengalaman serta melakukan
eksperimen-eksperimen sehingga mereka menemukan konsep-konsep dan prinsip-
prinsip itu sendiri. Siswa juga perlu diberi kesempatan berperan sebagai pemecah
masalah melalui kesadaran kognitif yang mereka miliki. Salah satu strategi yang
melibatkan pola pikir siswa secara aktif adalah strategi metakognitif.
Pembelajaran menggunakan bahan ajar yang berbasis strategi metakognitif adalah
pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan mengemas proses pembelajaran
yang lebih bermakna, menarik, dan diharapkan dapat membantu siswa untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kritisnya.
Strategi dengan menggunakan metakognitif merupakan salah satu strategi
pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk dapat mengembangkan
kemampuan berpikir kritisnya. Erman (2003: 104) menyatakan bahwa
metakognitif merupakan suatu kata yang berkaitan dengan apa yang dia ketahui
tentang dirinya sebagai individu belajar dan bagaimana dia mengontrol dan
menyesuaikan perilakunya. Dapat diartikan bahwa metakognitif merupakan
kesadaran tentang apa yang diketahui dan apa yang tidak diketahui. Sedangkan
strategi metakognitif menurut Kramarski dan Zoldan (2008) merupakan strategi
pembelajaran yang menanamkan kesadaran bagaimana merancang, memonitor,
9
serta mengontrol tentang apa yang mereka ketahui; apa yang diperlukan untuk
mengerjakan; menitikberatkan pada aktivitas belajar; membantu dan membimbing
siswa ketika mengalami kesulitan; serta membantu siswa dalam mengembangkan
konsep diri mereka ketika sedang belajar matematika. Dengan demikian, apabila
kesadaran ini terwujud, maka seseorang dapat mengawal pikirannya dengan
merancang, memantau (memonitor) dan menilai yang sedang dipelajarinya
(mengevaluasi). Hal ini dilakukan untuk dapat mengembangkan kemampuan
berpikir kritis siswa.
Pada prinsipnya, orang yang mampu berpikir kritis adalah orang yang tidak begitu
saja menerima atau menolak sesuatu (Susanto, 2011). Mereka akan mencermati,
menganalisis, dan mengevaluasi informasi sebelum apakah mereka menerima atau
menolak informasi. Sedangkan menurut Schoenfeld (1992: 57) yang menyatakan
bahwa metakognitif berhubungan dengan berpikir siswa tentang berpikir mereka
sendiri dan kemampuan menggunakan strategi-strategi belajar tertentu dengan
tepat. Dalam konteks pembelajaran, siswa mengetahui bagaimana untuk belajar,
mengetahui kemampuan dan modalitas belajar yang dimiliki dan mengetahui
strategi belajar terbaik untuk belajar efektif.
Berdasarkan pemaparan di atas, melalui bahan ajar berbasis strategi metakognitif
akan tercipta suatu proses pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kritis siswa. Oleh karena itu, dilakukan pengembangan bahan ajar
berbasis strategi metakognitif untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis
siswa.
10
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini
adalah:
1. Bagaimanakah validitas bahan ajar berbasis strategi metakognitif untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa yang dikembangkan?
2. Bagaimanakah kepraktisan bahan ajar berbasis strategi metakognitif untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kritis yang dikembangkan?
3. Bagaimanakah efektivitas hasil pengembangan bahan ajar berbasis strategi
metakognitif untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian adalah:
1. Untuk menghasilkan bahan ajar berbasis strategi metakognitif yang valid
untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.
2. Untuk menghasilkan bahan ajar berbasis strategi metakognitif yang praktis
untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.
3. Untuk menghasilkan bahan ajar berbasis strategi metakognitif yang efektif
untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, dalam pengembangan ini diharapkan akan
dihasilkan suatu bahan ajar pada pembelajaran matematika menggunakan strategi
metakognitif dengan manfaat sebagai berikut:
11
1. Secara Teoritis
Memberikan produk berupa bahan ajar khususnya dalam pelajaran matematika
pada ranah pengembangan cara membuat bahan ajar untuk melengkapi yang
sudah ada.
2. Secara Praktis
a. Produk hasil penelitian yang dikembangkan yaitu bahan ajar matematika
untuk kelas VIII pada materi Peluang diharapkan dapat menjadi salah satu
bahan ajar yang menarik dan bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan
berpikir kritis siswa.
b. Bahan ajar yang dikembangkan dapat diharapkan dapat menjadi bahan ajar
pilihan guru pada materi Peluang dalam menyajikan pembelajaran dan
sebagai dasar pertimbangan bagi guru untuk merancang dan mengembangkan
bahan ajar yang dapat membantu guru dalam proses pembelajaran
matematika sehingga siswa dapat meningkatkan kemampuan berpikir
kritisnya.
c. Bahan ajar dapat digunakan sebagai referensi dan menjadi pemicu untuk
melakukan penelitian pengembangan selanjutnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kemampuan Berpikir Kritis
1. Pengertian Kemampuan Berpikir Kritis
Tujuan diberikan pelajaran matematika dalam sistem pendidikan nasional adalah
untuk mencapai kompetensi matematika, diantaranya adalah kemampuan berpikir
kritis. Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat essensial
untuk dikembangkan bagi setiap peserta didik. Seseorang yang memiliki
kemampuan berpikir kritis yang baik, akan mampu menganalisis ide atau gagasan
yang berhubungan dengan konsep yang diberikan atau masalah yang dipaparkan.
Uraian tersebut selaras dengan pernyataan Susanto (2013: 121) yaitu berpikir
kritis adalah suatu kegiatan menganalisis idea atau gagasan kearah yang lebih
spesifik, membedakannya secara tajam, memilih, mengidentifikasi, mengkaji dan
mengembangkannya kearah yang lebih sempurna.
Dengan kemampuan berpikir kritis, seseorang dapat mempertimbangkan konsep
yang baru ia terima dengan teliti dari segala sudut pandang. Seperti yang
dikatakan oleh Dewey (Fisher 2007: 2) yaitu berpikir kritis adalah pertimbangan
aktif, persistent (terus-menerus), dan teliti mengenai sebuah keyakinan atau
bentuk pengetahuan yang diterima begitu saja dipandang dari sudut alasan–alasan
yang mendukungnya dan kesimpulan–kesimpulan lanjutan yang menjadi
13
kecenderungannya. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Ennis (Fisher,
2007: 4) yaitu berpikir kritis adalah pemikiran yang masuk akal dan reflektif yang
berfokus untuk memutuskan apa yang mesti dipercaya atau dilakukan. Dengan
demikian, seorang pemikir kritis yang handal tidak dapat serta merta menerima
atau menolak segala bentuk pengetahuannya, melainkan dengan pemikiran yang
tajam dari segala sudut-sudut alasan yang mendukung dan kesimpulan-
kesimpulan, sehingga mampu memutuskan yang dapat dipercaya atau dilakukan.
Dengan kata lain, berpikir kritis merupakan kemampuan seseorang untuk
menggunakan logikanya untuk mendapatkan pengetahuan yang disertai
pengkajian kebenaran berdasarkan pola penalaran tertentu. Pemikir kritis yang
handal akan mencermati, menganalisis, dan mengevaluasi informasi sebelum
menentukan untuk menerima atau menolak informasi tersebut. Jika belum
memiliki pemahaman, maka mereka juga mungkin menangguhkan keputusan
mereka tentang informasi itu. Seperti pendapat Glazer (2001: 13) yang
menyatakan bahwa, “critical thinking in mathematics is the ability and disposition
to incorporate prior knowledge, mathematical reasoning, and cognitive strategies
to generalize, prove, or evaluate unfamiliar mathematical situations in a reflective
manner”.
Berdasarkan pemaparan mengenai kemampuan berpikir kritis di atas, kemampuan
berpikir kritis matematis dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
pengetahuan sebelumnya dan penalaran matematis agar mampu memutuskan
segala bentuk pengetahuan untuk dapat diterima atau ditolak dengan cara
mencermati, menganalisis dan mengevaluasinya. Tujuan dari berpikir kritis adalah
14
supaya dapat menjauhkan seseorang dari keputusan yang keliru dan tergesa-gesa
sehingga tidak dapat dipertanggungjawabkan. Kemampuan berpikir kritis siswa
dapat membantu siswa membuat keputusan yang tepat berdasarkan usaha yang
sangat sistematis, logis, dan mempertimbangkan berbagai sudut pandang. Dengan
kata lain, siswa menyelesaikan suatu permasalahan dengan analisis yang baik dan
tidak menebak dengan mudah atau menerapkan suatu rumus, sehingga berpikir
kritis sangat diperlukan oleh siswa.
2. Indikator Kemampuan Berpikir Kritis
Umumnya kemampuan berpikir kritis berkaitan erat dengan proses berpikir kritis
seseorang dan indikator-indikator berpikir kritisnya. Indikator berpikir kritis dapat
dilihat dari karakteristiknya. Sehingga dengan memiliki karakteristik tersebut
seseorang dapat dikatakan telah memiliki kemampuan berpikir kritis.
Menurut Ennis (1991), indikator kemampuan berpikir kritis dapat diturunkan dari
aktivitas kritis siswa sebagai berikut: (1) mencari pernyataan yang jelas dari setiap
pertanyaan. (2) mencari alasan. (3) berusaha mengetahui informasi dengan baik.
(4) memakai sumber yang memiliki kredibilitas dan menyebutkannya. (5)
memperhatikan situasi dan kondisi secara keseluruhan. (6) berusaha tetap relevan
dengan ide utama. (7) mengingat kepentingan yang asli dan mendasar. (8)
mencari alternatif. (9) bersikap dan berpikir terbuka. (10) mengambil posisi ketika
ada bukti yang cukup untuk melakukan sesuatu. (11) mencari penjelasan sebanyak
mungkin apabila memungkinkan. (12) bersikap secara sistimatis dan teratur
dengan bagian-bagian dari keseluruhan masalah. Indikator kemampuan berpikir
kritis yang diturunkan dari aktivitas kritis no. 1 adalah mampu merumuskan
15
pokok-pokok permasalahan. Indikator yang diturunkan dari aktivitas kritis no. 3,
4, dan 7 adalah mampu mengungkap fakta yang dibutuhkan dalam menyelesaikan
suatu masalah. Indikator yang diturunkan dari aktivitas kritis no. 2, 6, dan 12
adalah mampu memilih argumen logis, relevan dan akurat. Indikator yang
diturunkan dari aktivitas kritis no. 8 dan 10, dan 11 adalah mampu mendeteksi
bias berdasarkan pada sudut pandang yang berbeda. Indikator yang diturunkan
dari aktivitas kritis no. 5 dan 9 adalah mampu menentukan akibat dari suatu
pernyataan yang diambil sebagai suatu keputusan.
Sementara itu, Beyer (Hassoubah, 2004: 92) mengatakan bahwa keterampilan
berpikir kritis meliputi beberapa kemampuan sebagai berikut: (1) menentukan
kredibilitas suatu sumber. (2) membedakan antara yang relevan dari yang tidak
relevan. (3) membedakan fakta dari penilaian. (4) mengidentifikasi dan
mengevaluasi asumsi yang tidak terucapkan. (5) mengidentifikasi bias yang ada.
(6) mengidentifikasi sudut pandang. (7) mengevaluasi bukti yang ditawarkan
untuk mendukung pengakuan. Ellis (dalam Rosyada, 2004) mengemukakan
bahwa keterampilan berpikir kritis meliputi kemampuan-kemampuan sebagai
berikut: (1) mampu membedakan antara fakta yang bisa diverifikasi dengan
tuntutan nilai. (2) mampu membedakan antara informasi, alasan, dan tuntutan-
tuntutan yang relevan dengan yang tidak relevan. (3) mampu menetapkan fakta
yang akurat. (4) mampu menetapkan sumber yang memiliki kredibilitas. (5)
mampu mengidentifikasi tuntutan dan argumen-argumen yang ambiguistik. (6)
mampu mengidentifikasi asumsi-asumsi yang tidak diungkapkan. (7) mampu
menditeksi bias. (8) mampu mengidentifikasi logika-logika yang keliru. (9)
16
mampu mengenali logika yang tidak konsisten. (10) mampu menetapkan
argumentasi atau tuntutan yang paling kuat.
Nickerson (Lipman, 2003: 59) yang merupakan seorang ahli dalam berpikir kritis
menyampaikan ciri-ciri orang yang berpikir kritis dalam hal pengetahuan,
kemampuan, sikap, dan kebiasaan dalam bertindak sebagai berikut: (1)
menggunakan fakta-fakta secara mahir dan jujur. (2) mengorganisasi pikiran dan
mengartikulasikannya dengan jelas, logis atau masuk akal. (3) membedakan
antara kesimpulan yang didasarkan pada logika yang valid dengan logika yang
tidak valid. (4) mengidentifikasi kecukupan data. (5) memahami perbedaan antara
penalaran dan rasionalisasi. (6) mencoba untuk mengantisipasi kemungkinan
konsekuensi dari berbagai kegiatan. (7) memahami ide sesuai dengan tingkat
keyakinannya. (8). melihat similiritas dan analogi secara tidak dangkal. (9) dapat
belajar secara independen dan mempunyai perhatian yang tak kunjung hilang
dalam bekerjanya. (10) menerapkan teknik problem solving dalam domain lain
dari yang sudah dipelajarinya (11) dapat menyusun representasi masalah secara
informal ke dalam cara formal seperti matematika dapat digunakan untuk
menyelesaikan masalah. (12) dapat menyatakan suatu argumen verbal yang tidak
relevan dan mengungkapkan argumen yang esensial. (13) mempertanyakan suatu
pandangan dan mempertanyakan implikasi dari suatu pandangan. (14) sensitif
terhadap perbedaan antara validitas dan intensitas dari suatu kepercayaan dengan
validitas dan intensitas yang dipegangnya. (15) menyadari bahwa fakta dan
pemahaman seseorang selalu terbatas, banyak fakta yang harus dijelaskan dengan
sikap non inquiri. (16) mengenali kemungkinan keliru dari suatu pendapat,
17
kemungkinan bias dalam pendapat, dan mengenali bahaya dari pembobotan fakta
menurut pilihan pribadi.
Facione (2015) menyatakan terdapat enam indikator pada kemampuan berpikir
kritis yaitu: (1) interpretasi, yaitu memahami dan mengekspresikan makna atau
signifikan dari berbagai macam pengalaman, situasi, data, kejadian-kejadian,
penilaian, kebiasaan atau adat, kepercayaan-kepercayaan, aturan-aturan, prosedur
atau kriteria-kriteria. (2) analisis, yaitu mengidentifikasi hubungan-hubungan
inferensional yang dimaksud dan aktual diantara pernyataan-pernyataan,
pertanyaan-pertanyaan, konsep-konsep, deskripsi-deskripsi. (3) evaluasi, yaitu
menaksir kredibilitas pernyataan-pernyataan atau representasi-representasi yang
merupakan laporan-laporan atau deskripsi- deskripsi dari persepsi, pengalaman,
penilaian, opini dan menaksir kekuatan logis dari hubungan-hubungan
inferensional atau dimaksud diantara pernyataan-pernyataan, deskripsi-deskripsi,
pertanyaan-pertanyaan atau bentuk-bentuk representasi lainnya. (4) inference,
yaitu mengidentifikasi dan memperoleh unsur-unsur yang masuk akal, membuat
dugaan-dugaan dan hipotesis, dan menyimpulkan konsekuensi-konsekuensi dari
data. (5) penjelasan, mampu menyatakan hasil-hasil dari penjelasan seseorang,
mempresentasikan penalaran seseorang dalam bentuk argumen-argumen yang
kuat. (6) regulasi diri, berarti secara sadar diri memantau kegiatan-kegiatan
kognitif seseorang, unsur-unsur yang digunakan dalam kegiatan-kegiatan tersebut
dan hasil-hasil yang diperoleh, terutama dengan menerapkan kecakapankecakapan
di dalam analisis dan evaluasi untuk penelitian penilaian inferensial sendiri
dengan memandang pada pertanyaan, konfirmasi, validitas atau mengoreksi baik
penalarannya atau hasil-hasilnya.
18
Sedangkan, Noer (2010: 30-31) menyatakan ada empat indikator kemampuan
berpikir kritis yaitu (1) mengeksplorasi, yaitu kemampuan dalam menelaah
masalah dari berbagai sudut pandang, membangun makna, dan menyelidiki ide
matematis. (2) mengidentifikasi dan menetapkan kebenaran konsep, yaitu
kemampuan dalam membandingkan dan mengaitkan suatu konsep lain serta
memberikan alasan terhadap penggunaan konsep. (3) menggeneralisasi, yaitu
kemampuan dalam melengkapi data atau informasi yang mendukung, dan
menentukan aturan umum berdasarkan data yang diamati. (4) mengklarifikasi dan
resolusi, yaitu kemampuan dalam mengevaluasi dan memeriksa suatu algoritma
dan mengklarifikasi dasar konsep yang digunakan serta mengembangkan strategi
alternatif dalam pemecahan masalah.
Berdasarkan beberapa pernyataan di atas mengenai indikator kemampuan berpikir
kritis di atas, maka dalam penelitian ini indikator kemampuan berpikir kritis yang
digunakan adalah indikator yang diadopsi berdasarkan pendapat Noer (2010: 30-
31) yaitu mengeksplorasi, mengidentifikasi dan menetapkan kebenaran konsep,
menggeneralisasi, dan mengklarifikasi dan resolusi.
3. Strategi Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis
Kemampuan berpikir kritis sangat penting untuk dikembangkan dalam diri peserta
didik karena melalui kemampuan berpikir kritis tersebut, peserta didik dapat lebih
mudah memahami konsep, peka akan masalah yang terjadi sehingga dapat
memahami dan menyelesaikan masalah, dan mampu mengaplikasikan konsep jika
dihadapkan pada permasalahan yang berbeda. Khususnya dalam pelajaran
matematika. Tidak hanya penting dalam memahami suatu permasalahan pada
19
pelajaran matematika, kemampuan berpikir kritis sangat penting bagi kehidupan
sehari-hari bagi seseorang, dengan kemampuan berpikir kritis seseorang dapat
memiliki keterampilan hidup yang terarah, memiliki kemampuan bersikap dan
berperilaku adaptif dalam menghadapi segala permasalahan dan tuntutan
kehidupan sehari-hari secara efektif. Dengan demikian, diperlukan strategi untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kritis seseorang.
Fisher (dalam Susanto, 2013: 122), membagi strategi untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kritis ke dalam tiga jenis, yaitu: a. strategi afektif; b.
kemampuan makro; c. keterampilan mikro. Berikut akan dijelaskan lebih lanjut
mengenai ketiga hal tersebut.
a. Strategi afektif bertujuan untuk meningkatkan berpikir independen dengan
sikap menguasai atau percaya diri, misalnya “saya dapat mengerjakan soal ini
sendiri”. Peserta didik harus didorong untuk mengembangkan kebiasaan self
questioning seperti: apa yang saya yakini? bagaimana saya dapat
meyakininya? apakah saya benar-benar menerima keyakinan ini? Untuk
mencapainya, peserta didik perlu suatu pendamping yang mengarahkan pada
saat mengalami kebuntuan, memberikan motivasi pada saat mengalami
kejenuhan dan lain sebagainya, misalnya guru.
b. Kemampuan makro adalah proses yang terlibat dalam berpikir,
mengorganisasikan keterampilan dasar yang terpisah pada saat urutan yang
diperluas dari pikiran, tujuannya tidak untuk menghasilkan suatu
keterampilan-keterampilan yang saling terpisah, tetapi terpadu dan mampu
berpikir secara komprehensif.
20
c. Keterampilan mikro adalah keterampilan yang menekankan pada kemampuan
global. Guru dalam melakukan pembelajaran harus memfasilitasi peserta
didik dalam mengembangkan proses kemampuan berpikir kritis, melakukan
tindakan yang merefleksikan kemampuan.
Berdasarkan strategi untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis di atas,
kemampuan berpikir kritis seseorang dapat meningkat jika seseorang didorong
untuk melakukan kesadaran dari aktivitas kognitifnya, seperti didorong untuk
selalu memberikan pertanyaan untuk dirinya sendiri tentang segala permasalahan
yang sedang dihadapinya. Seperti yang terdapat dalam The Critical Thinking
Community (2009a) yang menyebutkan bahwa Thinking is not driven by answers
but by questions. Agar dapat berpikir, seseorang harus berhadapan dengan
pertanyaan-pertanyaan yang merangsang pemikiran. Berdasarkan pertanyaan-
pertanyaan tersebut, seseorang dapat merencanakan strategi yang tepat dalam
menyelesaikan suatu permasalahan, mengontrol dan mengevaluasi hasil
pemikirannya secara mandiri. Selain itu, kemampuan berpikir kritis juga dapat
meningkat jika seseorang diajak terlibat dalam berpikir luas ketika dihadapkan
oleh suatu permasalahan dan diajak terlibat dalam merefleksikan kemampuan
yang dimilikinya.
Untuk mencapai keterlibatan siswa dalam merefleksikan kemampuan yang
dimilikinya, siswa perlu dibimbing ketika mengalami kebuntuan, seperti
memberikan motivasi pada saat mengalami kejenuhan dan lain sebagainya.
Vygosky (Chairani, 2015: 40) berpendapat bahwa siswa akan mampu mencapai
daerah maksimal bila dibantu secukupnya. Apabila siswa belajar tanpa dibantu,
dia akan tetap berada di daerah actual tanpa bisa berkembang ketingkat
21
perkembangan potensial yang lebih tinggi. Assiti (Indriati, 2014: 160)
menyatakan bahwa pemberian bantuan berupa petunjuk awal berpengaruh
terhadap kemampuan siswa dalam memecahkan masalah. kemudian secara
perlahan menguranginya untuk memberi siswa kesempatan untuk mengerjakan
tugasnya sendiri. Siswa dapat dibantu dengan diberikan beberapa pertanyaan
untuk merangsang pemikirannya, jika siswa masih belum bisa berpikir secara
lebih luas melalui pertanyaan maka pemberian bantuan dapat berupa konsep awal
atau petunjuk awal. Sutiarso (2009: 528) menyatakan bahwa didalam proses
scaffolding, guru membantu siswa menuntaskan tugas atau konsep pada awalnya
tidak mampu dia peroleh secara mandiri.
B. Strategi Metakognitif
1. Pengertian Metakognitif
Pada proses belajar mengajar sangatlah penting bagi siswa untuk mengetahui
bagaimana sebenarnya belajar itu (belajar untuk belajar), untuk dapat
menimbulkan kesadaran dalam proses belajar. Kesadaran dalam proses belajar
adalah tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan aktivitas kognitif siswa.
Siswa yang sadar dalam proses belajar akan mampu menentukan metode yang
harus dilakukannya ketika menghadapi suatu permasalahan. Salah satu alternatif
pembelajaran yang melibatkan cara berfikir siswa secara sadar adalah
pembelajaran dengan melibatkan kemampuan metakognitif siswa.
Metakognitif merupakan sifat dari metakognisi. Kluwe dan Weinert (dalam
Desmita, 2010: 132) mengemukakan bahwa metakognisi berasal dari Bahasa
22
Yunani, yaitu “meta” yang berarti setelah atau melebihi, dan “kognisi” yang
berarti keterampilan yang berhubungan dengan proses berpikir. Istilah
metakognisi pertama kali didefinisikan oleh John Flavell, seorang psikolog dari
Universitas Stanford pada tahun 1976.
Metakognisi merupakan hal yang sangat penting dalam aktivitas kognitif siswa.
Marzano (1988: 9) mengatakan bahwa secara sederhana metakognisi merupakan
kesadaran berpikir yang memainkan peranan spesifik dan kemudian menggunakan
kesadaran ini untuk mengontrol apa yang akan kita lakukan. Lebih lanjut, O’Neil
& Brown (1997: 3) menyatakan bahwa metakognisi sebagai proses di mana
seseorang berpikir tentang berpikir dalam rangka membangun strategi untuk
memecahkan masalah. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa metakognisi
merupakan proses dimana seseorang berpikir tentang berpikir dalam menentukan
strategi dalam memecahkan masalah, kemudian melakukan kontrol tentang yang
ia lakukan.
Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa kemampuan metakognitif sangat
diperlukan dan berhubungan dengan keberhasilan akademis bagi seorang siswa.
Sweeney (2013: 1) menjelaskan pendapat beberapa para ahli yaitu “Metacognition
is important for academic success, problem solving and ultimately, academic
achievement. Research suggests that metacognition develops alongside general
aptitude and may be more predictive of learning performance than intelligence.”
Metakognisi sangat penting dalam meningkatkan keberhasilan akademik,
memecahkan masalah serta mampu meningkatkan prestasi akademik siswa.
Metakognisi dapat membangun kemampuan umum dan mungkin lebih prediktif
23
terhadap kinerja pembelajaran daripada kecerdasan. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa kemampuan metakognitif siswa akan mempengaruhi
keberhasilan akademis dan prestasi akademisnya, serta dalam memecahkan
permasalahan, termasuk dalam hal ini keberhasilan dan permasalahan dalam
pembelajaran matematika.
Metakognitif dapat diartikan sebagai pengetahuan dan kontrol seseorang dalam
berpikir dan dalam aktivitas kognitifnya, seperti yang dikatakan oleh Swanson
dalam Kramarski et. al., (2002: 225) yang mendefinisikan metakognitif sebagai
“…the knowledge and control one has over’s thingking and learning
activities.…”. Sementara itu, Papaleontiou-Louca dalam Toit, Stehpan Du, dan
Kotze (2009: 58) mendefinisikan metakognitif sebagai “…all processes about
cognition, such as sensing something about one’s own thinking, thinking about
one’s thinking and responding to one’s own thinking by monitoring and
regulating it. Proses metakognitif adalah proses seseorang dalam kognitifnya,
seperti merasakan sesuatu tentang yang ia pikirkan, memikirkan tentang apa yang
ia pikirkan, dan bertanggung jawab atas apa yang ia pikirkan dengan cara
memonitor dan mengoreksinya. Dengan demikian, seseorang yang memiliki
metakognitif yang baik maka ia akan dapat mengontrol proses belajarnya, yang
dimulai dari tahap perencanaan, kemudian menentukan metode atau cara yang
tepat untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya, selanjutnya
memonitor kembali yang ia lakukan dan sekaligus mengoreksi jika ada kesalahan
yang terjadi selama memahami konsep yang dipelajarinya, serta menganalisis
24
keefektifan metode atau cara yang telah ditentukannya. Kemudian melakukan
perbaikan berupa mengubah kebiasaan belajar dan metodenya jika terjadi
kesalahan dalam memilih metode.
2. Strategi Metakognitif
Kemampuan metakognitif melibatkan penggunaan strategi metakognitif. Strategi
metakognitif adalah cara seseorang untuk mengontrol aktivitas kognitif yang
dimulai dari tahap perencanaan hingga tahap memastikan bahwa tujuan kognitif
yang dilakukan telah terpenuhi. Flavell (dalam Toit, Stehpan Du, dan Kotze,
2009: 58) menjelaskan bahwa strategi metakognitif mengacu pada pemantauan
sadar strategi kognitif seseorang untuk mencapai tujuan tertentu, misalnya ketika
siswa mengajukan bertanya pada diri sendiri tentang tugas dan kemudian
mengamati seberapa baik mereka menjawab pertanyaan-pertanyaan. Lebih lanjut,
Susan (2012: 154) dalam buku Discipline-Based Education Research menyatakan
bahwa Metacognitive approaches are embedded in instructional practices such as
problem-based learning, knowledge surveys, and reflective exercises during
classes, and in activities designed to support critical thinking”. Pendekatan
metakognitif dapat dilatih didalam pembelajaran seperti pembelajaran berbasis
masalah, survei pengetahuan, dan latihan reflektif selama di kelas, dan kegiatan
yang dirancang untuk mendukung pemikiran kritis. Dengan demikian,
pembelajaran dengan strategi metakognitif merupakan pembelajaran yang
menggunakan pemikiran tingkat tinggi.
Strategi metakognitif dapat membantu siswa dalam mengendalikan aktivitas
kognitif serta mengevaluasi hasil akttivitas kognitifnya. Suzanne dan John (2005:
25
176) dalam buku yang berjudul How Student Learn menyatakan adanya manfaat
dari pendekatan pembelajaran metakognitif yaitu, A metacognitive approach to
instruction can help students learn to take control of their own learning by
defining learning goals and monitoring their progress in achieving them.
Pendekatan metakognitif pada pembelajaran dapat membantu siswa belajar untuk
mengendalikan pembelajaran mereka sendiri dengan mendefinisikan tujuan
pembelajaran dan memantau kemajuan mereka dalam mencapai tujuan mereka.
Blankey dan Spence (1990) menjabarkan beberapa strategi untuk
mengembangkan perilaku metakognitif, yaitu.
a. Mengidentifikasi apa yang kita ketahui dan apa yang tidak kita ketahui
b. Menceritakan tentang pemikirannya
c. Menjaga catatan pemikiran
d. Merencanakan dan melakukan pengaturan diri
e. Menanyakan proses berpikir
f. Evaluasi diri
Pendapat Blankey dan Spence tersebut sejalan dengan yang terdapat dalam OLRC
News (2004) yaitu proses metakognisi dapat membantu untuk mengatur dan
mengawasi kegiatan belajar yang terdiri dari: (1) perencanaan (planning), yaitu
kemampuan merencanakan aktivitas belajarnya; (2) strategi mengelola informasi
(information management strategies), yaitu kemampuan strategi mengelola
informasi berkenaan dengan proses belajar yang dilakukan; (3) memonitor secara
komprehensif (comprehension monitoring), yaitu kemampuan dalam memonitor
proses belajarnya dan hal-hal yang berhubungan dengan proses; (4) strategi
debugging (debugging strategies), yaitu strategi yang digunakan untuk
26
membetulkan tindakan-tindakan yang salah dalam belajar; dan (5) evaluasi
(evaluation), yaitu mengevaluasi efektivitas strategi belajarnya, apakah ia akan
mengubah strateginya, menyerah pada keadaan, atau mengakhiri kegiatan
tersebut.
Sebagai contoh perilaku metakognitif, setelah membaca sebuah soal matematika
non rutin berikut.
Bagas hendak membuat kerangka prisma segi-5 beraturan dari kawat yang
panjang rusuk alasnya masing-masing 25 cm dan tinggi prisma 80 cm. Tentukan
panjang kawat minimal yang dibutuhkan Bagas!
Siswa membuat pertanyaan untuk dirinya sendiri terkait konsep-konsep yang
diperlukan untuk menyelesaikan soal tersebut yaitu konsep mengenai bangun
ruang sisi datar pada bangun ruang prisma. Kegiatan ini termasuk keterampilan
perencanaan. Tujuan kognitifnya adalah untuk menyelesaikan sebuah soal
matematika non rutin berkaitan dengan bangun ruang sisi datar. Siswa
menanyakan pada dirinya antara lain: “Apa makna soal ini?”, “Sifat-sifat apakah
yang ada pada bangun prisma?”, ”Bagaimanakah gambar atau bentuk dari prisma
segilima?”, “Apa prosedur penyelesaian yang harus dilalui?”, “Apakah saya
mengetahui rumusnya?”, “Sudah benarkah rumus yang saya gunakan?’, dan lain-
lain. Pertanyaan sendiri adalah strategi monitoring pemahaman metakognitif. Jika
siswa menemukan bahwa ia tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan sendiri,
atau bahwa dia tidak memahami materi yang dibahas, ia harus kemudian
menentukan apa yang perlu dilakukan untuk memastikan bahwa ia memenuhi
tujuan kognitif penyelesaian soal. Dia mungkin memutuskan untuk membaca
27
kembali soal dengan cermat dan mengingat konsep-konsep yang diperlukan dalam
penyelesaian soal dengan tujuan mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
telah diberikan. Jika setelah membaca ulang soal, siswa dapat menjawab
pertanyaan, maka ia dapat menentukan bahwa ia mengerti konsep mengenai
kerangka bangun ruang prisma. Dengan demikian, strategi metakognitif bertanya
pada diri sendiri digunakan untuk memastikan bahwa tujuan kognitif terpenuhi.
Dalam penelitian ini, metakognitif yang digunakan adalah pengalaman
metakognitifnya. Flavell dan Brown (dalam Schneider, 2008: 116)
mengemukakan pengalaman atau regulasi metakognisi adalah pengaturan kognisi
dan pengalaman belajar seseorang yang mencakup serangkaian aktivitas yang
dapat membantu dalam mengontrol kegiatan belajarnya. Pengalaman-pengalaman
metakognisi melibatkan strategi-strategi metakognisi atau pengaturan
metakognisi. Strategi-strategi metakognisi merupakan proses-proses yang
berurutan yang digunakan untuk mengontrol aktivitas-aktivitas kognitif dan
memastikan bahwa tujuan kognitif telah dicapai. Proses-proses ini terdiri dari
perencanaan dan pemantauan aktivitas-aktivitas kognitif serta evaluasi terhadap
hasil aktivitas-aktivitas ini. Aktivitas perencanaan seperti menentukan tujuan dan
analisis tugas membantu mengaktivasi pengetahuan yang relevan sehingga
mempermudah pengorganisasian dan pemahaman meteri pelajaran. Aktivitas
pemantauan meliputi perhatian seseorang ketika ia membaca, dan membuat
pernyataan atau pengujian diri. Aktivitas ini membantu siswa dalam memahami
materi dan mengintegrasikannya dengan pengetahuan awal. Aktivitas pengaturan
meliputi penyesuaian dan perbaikan aktivitas kognitif siswa. Aktivitas ini
28
membantu peningkatan prestasi dengan cara mengawasi dan mengoreksi
perilakunya pada saat ia menyelesaikan tugas.
Wollfok dalam Sumawan (2012: 16), menjelaskan secara lebih rinci ketiga proses
dalam strategi metakognisi sebagai berikut:
1. Proses Perencanaan yang merupakan keputusan tentang berapa banyak waktu
yang digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut, strategi apa yang
akan dipakai, sumber apa yang perlu dikumpulkan, bagaimana memulainya,
dan mana yang harus diikuti atau tidak dilaksanakan lebih dulu.
2. Proses Pemantauan yang merupakan kesadaran langsung tentang bagaimana
kita melakukan suatu aktivitas kognitif. Proses pemantauan membutuhkan
pertanyaan seperti: adakah ini memberikan arti?, dapatkah saya untuk
melakukannya lebih cepat?.
3. Proses Evaluasi yang memuat pengambilan keputusan tentang proses yang
dihasilkan berdasarkan hasil pemikiran dan pembelajaran. Misalnya, dapatkah
saya mengubah strategi yang dipakai?, apakah saya membutuhkan bantuan?.
Strategi metakognitif dapat diwujudkan dengan mengajukan pertanyaan pada diri
sendiri sehingga seseorang dapat mengetahui proses kognitif sendiri dan aktivitas
kognitif yang dilakukannya. NCREL (1995) mengidentifikasi proses metakognisi
menjadi tiga kelompok.
a. Mengembangkan rencana tindakan dengan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan berikut.
1) Pengetahuan awal apakah yang akan menolong saya mengerjakan tugas-
tugas?
29
2) Dengan cara apakah saya mengarahkan pikiran saya?
3) Pertama kali saya harus melakukan apa?
4) Mengapa saya membaca bagian ini?
5) Berapa lama saya menyelesaikan tugas ini?
b. Memantau rencana tindakan, meliputi pertanyaan-pertanyaan berikut:
1) Bagaimana saya melakukan tindakan?
2) Apakah saya berada pada jalur yang benar?
3) Bagaimana seharusnya saya melakukan?
4) Informasi apakah yang penting untuk diingat?
5) Haruskah saya melakukan dengan cara berbeda?
6) Haruskah saya menyesuaikan langkah-langkah tindakan dengan tingkat
kesukaran?
7) Jika tidak memahami, apakah yang perlu dilakukan?
c. Mengevaluasi rencana tindakan, meliputi pertanyaan-pertanyaan berikut:
1) Seberapa baik saya telah melakukan tindakan?
2) Apakah cara berpikir saya menghasilkan lebih banyak atau kurang sesuai
dengan harapan saya?
3) Apakah saya telah melakukan secara berbeda?
4) Bagaimana saya menerapkan cara berpikir ini terhadap masalah yang
lain?
5) Apakah saya perlu kembali mengerjakan tugas ini untuk mengisi
kekosongan pemahaman saya?
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pengalaman metakognisi dalam
penelitian ini adalah suatu pengalaman dan sikap berpikir yang terjadi sebelum,
30
selama adanya aktivitas berpikir, dan sesudah yang melibatkan strategi
metakognitif yang meliputi proses mengembangkan perencanaan, memonitor
pelaksanaan dan mengevaluasi proses berpikirnya dalam pemecahan masalah.
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan jika seseorang yang mampu
menerapkan strategi metakognitif dalam aktivitas kognitifnya, akan menjadi pemecah
masalah yang baik. Hal tersebut dikarenakan siswa mampu untuk selalu merancang
strategi terbaik dalam memilih, mengingat, mengenali kembali, mengorganisasi
informasi yang dimilikinya serta menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Hal ini
sejalan dengan, Schoenfeld (1987: 38) yang mengemukakan secara lebih spesifik
tiga cara untuk menjelaskan tentang metakognisi dalam pembelajaran matematika,
yaitu: (a) keyakinan dan intuisi, (b) pengetahuan, dan (c) kesadaran-diri (regulasi-
diri). Keyakinan dan intuisi menyangkut ide-ide matematika apa saja yang
disiapkan untuk memecahkan masalah matematika dan bagaimana ide-ide tersebut
membentuk jalan/cara untuk memecahkan masalah matematika. Pengetahuan
tentang proses berpikir menyangkut seberapa akuratnya seseorang dalam
menggambar proses berpikirnya. Sedangkan kesadaran-diri atau regulasi diri
menyangkut seberapa baiknya seseorang dalam menjaga dan mengatur apa yang
harus dilakukan ketika memecahkan masalah dan seberapa baiknya seseorang
menggunakan input dari pengamatan untuk mengarahkan aktivitas-aktivitas
pemecahan masalah.
Darling-Hammond, Austin, Cheung, and Martin (Shanon, 2008: 18-19)
mencantumkan beberapa teknik pembelajaran dengan menggunakan strategi
metakognitif agar menjadi efektif, yaitu sebagai berikut:
31
a. Predicting outcomes-Helps students to understand what kinds of information
they might need to successfully solve a problem. (Memprediksi hasil -
Membantu siswa untuk memahami jenis informasi apa yang mungkin mereka
perlukan untuk berhasil memecahkan masalah).
b. Evaluating work – Reviewing of work to determine where their strengths and
weaknesses lie within their work. (Mengevaluasi pekerjaan - Meninjau
pekerjaan untuk menentukan di mana kekuatan dan kelemahan mereka terletak
dalam pekerjaan mereka.)
c. Questioning by the teacher – The teacher asks students as they work. “What
are you working on now?, Why are you working on it?, and “How does it
help you?”. (Guru memberikan pertanyaan - Guru bertanya kepada siswa saat
mereka bekerja. “Apa yang kau kerjakan sekarang?”, “Mengapa Anda dengan
menggunakan cara ini?”, dan" Bagaimana itu membantu Anda?).
d. Self-assessing – Students reflect on their learning and determine how well
they have learned something. (Menilai diri - siswa merenungkan pembelajaran
mereka dan menentukan seberapa baik mereka telah belajar sesuatu).
e. Self-questioning – Students use questions to check their own knowledge as
they are learning. (Bertanya pada diri sendiri - siswa menggunakan pertanyaan
untuk memeriksa pengetahuan mereka sendiri saat mereka belajar).
f. Selecting strategies – Students decide which strategies are useful for a given
task. (Memilih strategi - siswa menentukan strategi yang berguna untuk tugas
yang diberikan).
g. Using directed or selective thinking – Students choose consciously to follow a
specific line of thinking. (Menggunakan arahan atau pemikiran selektif - siswa
memilih secara sadar untuk mengikuti garis tertentu berpikir).
32
h. Using discourse – Students discuss ideas with each other and their teacher.
(Menggunakan wacana - Siswa mendiskusikan ide-ide dengan satu sama lain dan
guru mereka).
i. Critiquing – Students provide feedback to other students about their work in a
constructive way. (Mengkritisi - Siswa memberikan umpan balik kepada siswa
lain tentang pekerjaan mereka dengan cara yang konstruktif).
j. Revising – Students return their work after receiving feedback. (Merevisi-
Siswa mengerjakan kembali setelah menerima umpan).
Sudiarta (2007: 26) menyatakan bahwa pembelajaran metakognitif adalah suatu
strategi pembelajaran matematika yang mengadopsi teori/perspektif metakognisi
yang dapat dilihat pada RPP terutama pada tujuan pembelajaran, skenario
pembelajaran, LKS, dan masalah matematika yang digunakan. Dalam
pembelajaran, siswa diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk merencanakan
dan memonitoring serta mengevaluasi aktivitas-aktivitas kognitif yang telah
dilakukannya dalam pembelajaran. Siswa diajak untuk memikirkan kembali yang
telah dibuatnya atau dipelajarinya, sehingga ia mengetahui kesalahan dan
kesulitan dalam memahami suatu konsep tertentu. Hal ini memungkinkan
terjadinya kegiatan metakognitif pada siswa. Jadi, dengan adanya kontrol dan
refleksi terhadap seluruh aktivitas kognitif dapat menimbulkan kesadaran pada
siswa terhadap proses berpikirnya yang telah dilakukannya dalam pembelajaran.
Pada penelitian ini pembelajaran dengan strategi metakognitif diawali dengan
pemberian motivasi dan tujuan pembelajaran. Berdasarkan motivasi dan tujuan
pembelajaran diberikan oleh guru tersebut bertujuan agar siswa memiliki
33
kejelasan mengenai tujuan yang akan dicapai selama mengikuti pembelajaran.
Ausubel (Dahar, 2011: 99) menyatakan bahwa tujuan siswa merupakan faktor
utama dalam belajar bermakna. Pemerolehan informasi oleh siswa merupakan
tujuan pembelajaran yang penting dan dalam hal-hal tertentu dapat mengarahkan
guru untuk menyampaikan informasi kepada siswa. Dalam hal ini guru
bertanggung jawab untuk mengorganisasikan dan mempresentasikan apa yang
perlu dipelajari oleh siswa, sedangkan peran siswa disini adalah menguasai yang
disampaikan gurunya. Belajar dikatakan menjadi bermakna (meaningful learning)
yang dikemukakan oleh Ausubel adalah bila informasi yang akan dipelajari
peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik
itu sehingga peserta didik itu mampu mengaitkan informasi barunya dengan
struktur kognitif yang dimilikinya. Hal ini bertujuan agar siswa belajar tidak
hanya sekedar untuk hafalan saja. Setelah motivasi dan tujuan pembelajaran
diberikan maka tahapan selanjutnya yaitu pembelajaran dengan tahapan-tahapan
strategi metakognitif yaitu merencanakan (planning), memantau (monitoring), dan
mengevaluasi (evaluating).
Motivasi siswa dalam belajar juga dapat dilakukan dengan pemberian apresiasi
ketika kegiatan umpan balik. Ketika siswa lain mengkritisi siswa lain tentang
pekerjaan mereka dengan cara yang konstruktif maupun siswa yang berani tampil
untuk maju kedepan kelas untuk menyampaikan hasil pekerjaannya. Apresiasi
dapat berupa pujian atau tepuk tangan kepada siswa yang telah berani untuk
menyampaikan hasil diskusi kelompoknya. Menurut hukum akibat (law of effect)
yang dikemukakan oleh Thorndike dalam (Dahar, 2011: 19) yaitu suatu perbuatan
yang disertai akibat menyenangkan cenderung dipertahankan dan lain kali akan
34
diulang. Pemberian apresiasi oleh guru merupakan suatu akibat menyenangkan
bagi siswa sehingga pada pembelajaran berikutnya siswa akan lebih percaya diri
untuk menyampaikan pendapatnya.
C. Bahan Ajar
1. Pengertian Bahan Ajar
Bahan ajar merupakan sumber belajar yang dapat digunakan guru untuk
menunjang proses pembelajaran berlangsung. Menurut Widodo dan Jamadi
(Lestari 2013: 1) bahan ajar adalah seperangkat sarana atau alat pembelajaran
yang berisikan materi pembelajaran, metode, batasan-batasan, dan cara
mengevaluasi yang didesain secara sistematis dan menarik dalam rangka
mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu mencapai kompetensi atau
subkompetensi dengan segala kompleksitasnya. Melalui bahan ajar yang disusun
tersebut dapat menjadi alat yang membantu guru dalam merencanakan dan
melaksanakan pembelajaran. Seperti penyataan Hamdani (2011: 219) yaitu
bahan ajar merupakan informasi, alat dan/atau teks yang diperlukan oleh guru
untuk perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran.
Bahan ajar harus diolah atau dikelola terlebih dahulu. Seperti yang dikatakan oleh
Panen (Prastowo, 2011: 16) yang mengungkapkan bahwa bahan ajar merupakan
bahan-bahan atau materi pelajaran yang disusun secara sistematis, yang digunakan
guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran. Pengertian ini menjelaskan
bahwa suatu bahan ajar haruslah dirancang dan ditulis dengan kaidah intruksional
karena akan digunakan oleh guru untuk membantu dan menunjang proses
pembelajaran.
35
Melihat penjelasan sebelumnya mengenai pengertian bahan ajar, dapat diketahui
bahwa peran seorang guru dalam merancang ataupun menyusun bahan ajar
sangatlah menentukan keberhasilan proses belajar dan pembelajaran melalui
sebuah bahan ajar. Bahan ajar dapat diartikan sebagai alat yang disusun secara
sistematis oleh guru yang digunakan dalam proses belajar mengajar dengan tujuan
untuk membantu atau memudahkan siswa dalam memahami suatu konsep belajar.
Dengan adanya bahan ajar, guru akan lebih runtut dalam mengajarkan materi
kepada siswa dan tercapai semua kompetensi yang telah ditentukan sebelumnya.
Seperti yang dikatakan oleh Nasution (2013: 206), yaitu pembelajaran yang
membimbing siswa untuk mencapai sukses melalui langkah-langkah yang teratur
tentu akan menimbulkan motivasi yang kuat untuk berusaha segiat-giatnya. Oleh
karena itu, dengan adanya bahan ajar yang sistematis dan disusun secara teratur
dapat memudahkan siswa dalam memahami konsep hingga menyelesaikan
masalah yang pada gilirannya akan menimbulkan motivasi yang kuat untuk terus
berusaha dalam mempelajarinya.
Pusat kurikulum dan Perbukuan mengelompokkan buku menjadi dua, yaitu buku
teks pelajaran dan buku nonteks pelajaran. Buku bahan ajar merupakan salah satu
buku nonteks pelajaran. Bahan ajar dikembangkan dari kompetensi inti dan
kompetensi dasar yang telah ditentukan. Kompetensi dasar dalam kurikulum,
dianalisis unsur-unsurnya dan dijabarkan menjadi indikator pencapaian
kompetensi, selanjutnya diuraikan berdasarkan buku sumber yang ada. Uraian
materi pemberlajaran berisikan butir-butir materi yang penting yang harus
diperlajari siswa atau dalam bentuk uraian secara lengkap seperti yang terdapat
dalam buku-buku pelajaran. Bahan ajar atau materi pembelajaran berisikan
36
pengetahuan, keterampilan, dan sikap atau nilai yang harus dipelajari siswa. Jenis
materi pembelajran diidentifikasi atau ditentikan dengan tepat karena setiap
pembelajaran memerlukan strategi dan cara mengevaluasi yang berbeda-beda.
2. Karakteristik Bahan Ajar
Salah satu tujuan bahan ajar disusun dan digunakan dalam proses pembelajaran
adalah untuk meningkatkan motivasi siswa dalam belajar secara mandiri terkait
suatu konsep belajar. Untuk itu, diperlukan karakteristik yang harus terdapat
dalam bahan ajar agar tujuan penggunaan bahan ajar dalam proses belajar
mengajar dapat tercapai. Dalam penelitian ini, bahan ajar yang digunakan
merupakan bahan ajar yang memiliki katakteristik seperti modul. Penyusunan
bahan ajar dalam penelitian ini menggunakan karakteristik yang terdapat dalam
modul, karena struktur dan kerangka modul dianggap lebih lengkap oleh peneliti
dibanding jenis bahan ajar lainnya. Sehingga siswa dapat belajar secara mandiri
melalui bahan ajar yang diberikan.
Departemen Pendidikan Nasional (2008: 4) menjelaskan bahwa modul hendaknya
mampu meningkatkan motivasi peserta didik untuk belajar mandiri oleh karena itu
modul harus memperhatikan karakteristik yang diperlukan sebagai bahan ajar
antara lain : a. Self Instruction, b. Self Contained, c. Stand Alone, d. Adaptif dan e.
User Friendly. Dengan penjabaran sebagai berikut.
a. Self Instruction
Self Instruction merupakan karakteristik penting dalam bahan ajar, dengan
karakter tersebut memungkinkan seseorang belajar secara mandiri dan tidak
37
tergantung pada pihak lain. Untuk memenuhi karakter self instruction, maka
bahan ajar harus:
1) Memuat tujuan pembelajaran yang jelas, dan dapat menggambarkan
pencapaian Kompetensi Dasar.
2) Memuat materi pembelajaran yang dikemas dalam unit-unit kegiatan yang
spesifik, agar dapat memudahkan siswa dalam mempelajarinya.
3) Tersedia contoh dan ilustrasi yang mendukung kejelasan pemaparan materi
pembelajaran.
4) Terdapat soal-soal latihan, tugas dan sejenisnya yang memungkinkan untuk
mengukur penguasaan materi peserta didik.
5) Kontekstual, yaitu materi yang disajikan terkait dengan suasana, tugas atau
konteks kegiatan dan lingkungan peserta didik.
6) Menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif.
7) Terdapat rangkuman materi pembelajaran.
8) Terdapat instrumen penilaian, yang memungkinkan peserta didik melakukan
penilaian mandiri (self assessment).
9) Terdapat umpan balik atas penilaian peserta didik, sehingga peserta didik
mengetahui tingkat penguasaan materi.
10) Terdapat informasi tentang rujukan/ pengayaan/referensi yang mendukung
materi pembelajaran dimaksud.
b. Self Contained
Bahan ajar dikatakan self contained bila seluruh materi pembelajaran yang
dibutuhkan termuat dalam bahan ajar tersebut. Tujuan dari konsep ini adalah
38
memberikan kesempatan peserta didik mempelajari materi pembelajaran secara
tuntas, karena materi belajar dikemas kedalam satu kesatuan yang utuh. Jika harus
dilakukan pembagian atau pemisahan materi dari satu kompetensi dasar, harus
dilakukan dengan hati-hati dan memperhatikan keluasan kompetensi dasar yang
harus dikuasai oleh peserta didik.
c. Berdiri Sendiri (Stand Alone)
Stand alone atau berdiri sendiri merupakan karakteristik bahan ajar yang tidak
tergantung pada bahan ajar/media lain, atau tidak harus digunakan bersama-sama
dengan bahan ajar/media lain. Dengan menggunakan bahan ajar, peserta didik
tidak perlu bahan ajar yang lain untuk mempelajari dan mengerjakan tugas pada
bahan ajar yang lain tersebut. Jika peserta didik masih menggunakan dan
bergantung pada bahan ajar lain selain bahan ajar yang digunakan, maka bahan
ajar tersebut tidak dikategorikan sebagai bahan ajar yang berdiri sendiri.
d. Adaptif
Bahan ajar hendaknya memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap perkembangan
ilmu dan teknologi. Dikatakan adaptif jika bahan ajar tersebut dapat
menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta
fleksibel/luwes digunakan di berbagai perangkat keras (hardware). Bahan ajar
dikatakan adaptif jika bahan ajar dapat digunakan di berbagai lingkungan belajar,
artinya bahan ajar yang dibuat bersifat efektif, valid dan praktis.
e. Bersahabat/Akrab (User Friendly)
Bahan ajar hendaknya juga memenuhi kaidah user friendly atau bersahabat/akrab
dengan pemakainya. Setiap instruksi dan paparan informasi yang tampil bersifat
39
membantu dan bersahabat dengan pemakainya, termasuk kemudahan pemakai
dalam merespon dan mengakses sesuai dengan keinginan. Penggunaan bahasa
yang sederhana, mudah dimengerti, serta menggunakan istilah yang umum
digunakan, merupakan salah satu bentuk user friendly.
Berdasarkan karakteristik-karakteristik bahan ajar yang telah dijelaskan
sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa bahan ajar sebagai bahan ajar yang
sistematis harus memiliki karakteristik yang menjadikan bahan ajar tersebut dapat
dijadikan alat peserta didik untuk memahami materi secara mandiri dan dapat
mengukur penguasaan materi yang telah dipelajarinya melalui pengerjaan
berbagai permasalahan dalam bahan ajar. Bahan ajar yang disusun juga harus
menyesuaikan dengan Kurikulum yang ada yaitu Kurikulum 2013 serta
Kompetensi Dasar yang harus dikuasainya. Bahan ajar yang telah disusun
hendaknya mampu memenuhi kebutuhan siswa untuk menguasai materi dan
meningkatkan pengetahuan siswa. Selain itu, bahan ajar yang telah disusun juga
harus dapat digunakan di berbagai tempat maupun lingkungan belajar manapun.
3. Unsur-unsur Bahan ajar
Bahan ajar disusun agar dapat menjadi alat bantu siswa untuk memahami suatu
materi. Dalam penyusunan bahan ajar agar dapat mencapai tujuan dari bahan ajar
itu sendiri harus memperhatikan unsur-unsur yang terdapat dalam bahan ajar
sehingga dapat menjadikan bahan ajar menjadi menarik dan menyenangkan bagi
siswa sehingga siswa dapat termotivasi untuk mempelajarinya. Penyusunannya
pun harus memperhatikan struktur dan kerangka bahan ajar sesuai dengan
40
kebutuhan dan kondisi yang ada. Daryanto (2013: 25) memberikan contoh
struktur dan kerangka yang terdapat dalam modul, dengan penjelasan lebih rinci
sebagai berikut:
Halaman Sampul
Berisi antara lain: bidang/program studi keahlian dan kompetensi keahlian, judul
bahan ajar, gambar ilustrasi, nama penyusun, dan tahun bahan ajar disusun.
Kata Pengantar
Memuat informasi tentang peran bahan ajar dalam proses pembelajaran.
Daftar Isi
Memuat kerangka (outline) bahan ajar, dilengkapi dengan nomor halaman.
Peta Kedudukan Bahan ajar
Diagram yang menunjukkan kedudukan bahan ajar dalam keseluruhan program
pembelajaran.
Glosarium
Memuat penjelasan tentang arti dari setiap istilah, kata-kata sulit dan asing yang
digunakan dan disusun menurut urutan abjad (alphabetis). Dalam penelitian ini
glosarium diletakkan dibelakang setelah evaluasi.
PENDAHULUAN
Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar
Kompetensi Inti dan Kompetensi dasar yang akan dipelajari pada bahan ajar.
Deskripsi
Penjelasan singkat tentang nama dan ruang lingkup isi bahan ajar, kaitan bahan
ajar yang satu dengan bahan ajar yang lainnya, dan hasil belajar yang akan dicapai
41
setelah menyelesaikan bahan ajar, serta manfaat kompetensi tersebut dalam proses
pembelajaran dan kehidupan secara umum.
Waktu
Jumlah waktu yang dibutuhkan untuk menguasai kompetensi yang menjadi target
belajar.
Prasyarat
Kemampuan awal yang diprasyaratkan untuk mempelajari bahan ajar tersebut,
baik berdasarkan bukti penguasaan bahan ajar lain maupun dengan menyebut
kemampuan spesifik yang diperlukan.
Petunjuk Penggunaan Bahan ajar
Memuat panduan tata cara menggunakan bahan ajar, yaitu; langkah-langkah untuk
mempelajari bahan ajar secara benar; perlengkapan, seperti
sarana/prasarana/fasilitas yang harus dipersiapkan sesuai kebutuhan belajar.
Tujuan Akhir
Pernyataan tujuan akhir yang hendak dicapai peserta didik setelah menyelesaikan
suatu bahan ajar. Rumusan tujuan akhir tersebut harus memuat kinerja (perilaku)
yang diharapkan, kreteria keberhasilan dan kondisi atau variabel yang diberikan.
Cek Penguasaan Kompetensi Inti
Berisi tentang daftar pertanyaan yang akan mengukur penguasaan awal
kompetensi peserta didik, terhadap kompetensi yang akan dipelajari dalam bahan
ajar.
PEMBELAJARAN
Kegiatan Belajar 1
42
a. Kompetensi dasar yang akan dipelajari.
b. Tujuan pembelajaran: Memuat kemampuan yang harus dikuasai untuk satu
kesatuan kegiatan belajar. Rumusan tujuan kegiatan belajar relatif tidak
terikat dan tidak terlalu rinci.
c. Uraian Materi: Berisi uraian pengetahuan/konsep/prinsip tentang kompetensi
yang sedang dipelajari.
d. Rangkuman: Berisi ringkasan pengetahuan/konsep/prinsip yang terdapat pada
uraian materi.
e. Tugas: Berisi intruksi tugas yang bertujuan untuk penguatan pemahaman
terhadap konsep/pengetahuan/prinsip-prinsip penting yang dipelajari.
f. Tes: Berisi tes tetulis sebagai bahan pengecekan bagi peserta didik dan guru
untuk mengetahui sejauh mana penguasaan hasil belajar yang telah dicapai,
sebagai dasar untuk melaksanakan kegiatan berikutnya.
Pada Kegiatan Belajar 2 sampai terakhir, tata cara sama dengan Kegiatan Belajar
1 hanya saja berbeda pada topik dan fokus bahasan.
EVALUASI
Teknik atau metode evaluasi disesuaikan dengan ranah yang dinilai, serta
indikator keberhasilan yang diacu. Instrumen penilaian dirancang untuk mengukur
dan menetapkan tingkat pencapaian kemampuan kognitif (sesuai standar
kompetensi dasar yang ada). Soal dikembangkan sesuai dengan karakteristik
aspek yang akan dinilai dan menggunakan jenis-jenis tes tertulis yang dinilai
cocok.
43
KUNCI JAWABAN
Berisi jawaban pertanyaan dari tes yang diberikan pada setiap kegiatan
pembelajaran danevaluasi pencapaian kompetensi, dilengkapi dengan kriteria
penilaian pada setiap item tes.
DAFTAR PUSTAKA
Semua referensi/pustaka yang digunakan sebagai acuan pada penyusunan bahan
ajar.
Pada bahan ajar terdapat latihan-latihan berupa tugas maupun evaluasi yang dapat
diselesaikan oleh siswa. Hal ini tentu akan dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kritis siswa, jika siswa terlibat secara aktif dalam menyelesaikan
permasalahan yang terdapat dalam kegiatan belajar tersebut. Van Gelder (Su,
Ricci & Mnatsakanian, 2016: 1) berpendapat untuk meningkatkan kemampuan
berpikir kritis dibutuhkan latihan dan secara aktif terlibat dalam keterampilan
berpikir kritis. Van Gelder (Su, Ricci & Mnatsakanian, 2016: 2)
merekomendasikan untuk meningkatkan pemikiran kritis dapat berupa
keterlibatan aktif, transfer pembelajaran, pemahaman teori, kemampuan
memetakan peta, kemampuan untuk mengidentifikasi bias dan bersikap terbuka
terhadap apa yang harus dipertimbangkan 'kebenaran'. Hasil berbagai penelitian
mendukung fakta bahwa dengan latihan siswa dapat meningkatkan tingkat
keterampilan berpikir kritis mereka (Pascarella & Terenzini, 1991). Penelitian
Reichenbach (2001) menunjukkan bahwa siswa dapat memperluas kemampuan
berpikir mereka, termasuk kejelasan, akurasi, ketepatan, relevansi, kedalaman,
keluasan dan logika melalui latihan.
44
4. Penilaian Kualitas Bahan Ajar
Dalam mengembangkan bahan ajar kualitas bahan ajar harus diperhatikan agar
tujuan dari pengembangan terpenuhi. Untuk itu, agar bahan ajar berkualitas maka
menurut Nieveen (1999: 126-127) haruslah memenuhi kriteria valid, praktis, dan
efektif. Berikut merupakan penjelasan dari aspek yang akan digunakan dalam
pengembangan bahan ajar pada penelitian ini.
a. Aspek kevalidan bahan ajar dikatakan valid jika perangkat pembelajaran yang
digunakan dalam pengembangan bahan ajar tersebut berkualitas baik yaitu
fokus pada materi dan pendekatan pembelajaran yang digunakan. Perangkat
pembelajaran harus didasarkan pada materi atau pengetahuan (validitas isi)
dan semua komponen harus secara konsisten dihubungkan satu sama lain
(validitas konstruk). Jika perangkat pembelajaran memenuhi semua
pernyataan di atas, maka perangkat pembelajaran dapat dikatakan valid.
Dalam penelitian ini, validator akan memberikan penilaian terhadap
perangkat pembelajaran yang akan dikembangkan. Apabila memenuhi semua
pernyataan di atas maka hasil penilaian validator menyatakan bahwa
perangkat pembelajaran layak digunakan dengan revisi atau tanpa revisi
didasarkan pada landasan teoritik yang kuat. Kelayakan dinilai dari empat
aspek kelayakan yang ditentukan oleh BSNP yang meliputi kelayakan isi,
kelayakan kebahasaan, kelayakan penyajian, dan kelayakan kegrafikaan.
1) Kelayakan isi
Kelayakan isi perangkat pembelajaran dilihat dari cakupan materi,
keakuratan materi, serta kesesuaian dengan kompetensi dan pendekatan
yang digunakan.
45
2) Kelayakan kebahasaan
Kelayakan bahasa meliputi kesesuaian dengan siswa, ketepatan kaidah
penulisan serta kebenaran istilah dan simbol.
3) Kelayakan penyajian
Kelayakan penyajian meliputi teknik penyajian serta pendukung
penyajian.
4) Kelayakan kegrafikaan
Kelayakan kegrafikaan dinilai dari tampilan perangkat pembelajaran,
ukuran, serta keteoatan warna dan huruf yang digunakan.
b. Aspek kepraktisan bahan ajar dikatakan praktis jika guru dan siswa
mempertimbangkan bahan ajar mudah digunakan dan sesuai dengan rencana
peneliti. Apabila terdapat kekonsistenan antara kurikulum dengan proses
pembelajaran, maka bahan ajar dapat dikatakan praktis. Dalam penelitian ini,
perangkat pembelajaran dikatakan praktis jika para responden menyatakan
bahwa bahan ajar dapat digunakan dalam pembelajaran yang ditunjukkan
oleh hasil angket respon siswa dan penilaian oleh guru.
c. Aspek keefektifan bahan ajar dikatakan efektif apabila kemampuan berpikir
kritis yang menggunakan bahan ajar berbasis strategi metakognitif lebih baik
dari kemampuan berpikir kritis siswa yang tidak menggunakan bahan ajar
berbasis strategi metakognitif. Dalam penelitian ini, perangkat pembelajaran
dikatakan efektif ditunjukkan dengan hasil pretest dan posttest.
5. Fungsi, Manfaat, dan Tujuan Bahan ajar
Pada umumnya bagi guru, bahan ajar berfungsi untuk mengarahkan semua
aktivitasnya dalam proses pembelajaran sekaligus merupakan subtansi kompetensi
46
yang seharusnya diajarkan kepada siswa. Sedangkan, fungsi bahan ajar bagi siswa
untuk menjadi pedoman dalam proses pembelajaran dan merupakan subtansi
kompetensi yang seharusnya dipelajari. Bahan ajar juga berfungsi sebagai alat
evaluasi pencapaian hasil belajar. Menurut Prastowo (2011: 28) bahan ajar yang
baik sekurang-kurangnya mencakup petunjuk belajar, kompetensi yang akan
dicapai, isi pelajaran, informasi pendukung, latihan-latihan, petunjuk kerja,
evaluasi dan respon terhadap hasil evaluasi.
Karakteristik siswa yang berbeda berbagai latar belakangnya akan sangat terbantu
dengan adanya kehadiran bahan ajar, karena dapat dipelajari sesuai dengan
kemampuan yang dimilki sekaligus sebagai alat evaluasi penguasaan hasil belajar
karena setiap hasil belajar dalam bahan ajar akan selalu dilengkapi dengan sebuah
evaluasi guna mengukur penguasaan kompetensi. Berdasarkan strategi
pembelajaran yang digunakan, Prastowo (2011: 16) menjelaskan fungsi bahan ajar
dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu fungsi dalam pembelajaran klasikal,
pembelajaran individual, dan pembelajaran kelompok, yang dijabarkan sebagai
berikut.
a. Fungsi bahan ajar dalam pembelajaran klasikal, antara lain:
1) Sebagai satu-satunya sumber informasi serta pengawas dan pengendali
proses pembelajaran (dalam hal ini, siswa bersifat pasif dan belajar sesuai
kecepatan siswa dalam belajar).
2) Sebagai bahan pendukung proses pembelajaran yang diselenggarakan.
b. Fungsi bahan ajar dalam pembelajaran individual, antara lain :
1) Sebagai media utama dalam proses pembelajaran.
47
2) Sebagai alat yang digunakan untuk menyusun dan mengawasi proses
peserta didik dalam memperoleh informasi.
3) Sebagai penunjang media pembelajaran individual lainnya.
c. Fungsi bahan ajar dalam pembelajaran kelompok, antara lain:
1) Sebagai bahan yang terintegrasi dengan proses belajar kelompok, dengan
cara memberikan informasi tentang latar belakan materi, informasi tentang
peran orang-orang yang terlibat dalam pembelajaran kelompok, serta
petunjuk tentang proses pembelajaran kelompoknya sendiri.
2) Sebagai bahan pendukung bahan belajar utama, dan apabila dirancang
sedemikian rupa, maka dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
Menurut Prastowo (2011: 27) adapun manfaat atau kegunaan pembuatan bahan
ajar dibedakan menjadi dua macam, yaitu kegunaan bagi pendidik dan kegunaan
bagi siswa.
a. Kegunaan bagi pendidik. Ada tiga kegunaan pembuatan bahan ajar bagi
pendidik diantaranya sebagai berikut:
1) Pendidik akan memiliki bahan ajar yang dapat membantu proses
pembelajaran.
2) Bahan ajar dapat diajukan sebagai karya yang dinilai guna keperluan
kenaikan pangkat.
3) Menambah penghasilan bagi pendidik jika hasil karyanya diterbitkan.
b. Kegunaan bagi siswa. Ada tiga kegunaan bahan ajar bagi siswa diantaranya
sebagai berikut:
1) Kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik.
48
2) Siswa lebih banyak mendapatkan kesempatan untuk belajar secara
mandiri.
3) Siswa mendapatkan kemudahan dalam mempelajari setiap kompetensi
yang harus dikuasai.
Berdasarkan fungsi, tujuan, dan manfaat dari bahan ajar di atas, dapat disimpulkan
bahwa bahan ajar yang digunakan sebagai bahan ajar agar siswa dapat belajar
secara mandiri memiliki manfaat yang dapat memberikan latihan dan evaluasi
sebagai alat yang dapat mengukur tingkat pemahaman siswa pada materi
pembelajaran yang kesalahannya dapat langsung diketahui, tersusun atas materi
yang jelas, spesifik dan terarah sehingga dapat menuntun siswa untuk menguasai
konsep dengan cepat. Saat proses pembelajaran peserta didik tidak lagi berperan
sebagai pendengar dan pencatat ceramah guru, tetapi mereka adalah pelajar yang
aktif karena dapat mengurangi sifat pasif siswa. Dalam pembelajaran
menggunakan bahan ajar juga guru hanya berperan sebagai pengelola, pengarah,
pembimbing, fasilitator, dan pendorong aktivitas belajar peserta didik.
D. Definisi Operasional
Definisi operasional pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan untuk berpikir pada level yang
kompleks dan menggunakan proses analisis dan evaluasi. Melalui kemampuan
berpikir kritis siswa dapat memecahkan masalah, merumuskan kesimpulan,
mengumpulkan berbagai kemungkinan dan membuat keputusan dalam
pembelajaran.
49
2. Strategi Metakognitif merupakan salah satu strategi pembelajaran yang
berkaitan dengan apa yang dia ketahui tentang dirinya sebagai individu belajar
dan bagaimana dia mengontrol dan menyesuaikan perilakunya. Sehingga,
memungkinkan siswa dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritisnya,
karena di dalam Strategi Metakognitif siswa didorong untuk mampu
meningkatkan kesadarannya mengenai proses berpikir dan pembelajaran yang
berlaku.
3. Bahan ajar adalah sumber belajar yang digunakan oleh guru sedemikian
sehingga dirancang agar dapat membantu siswa dalam memahami materi dan
melatih kompetensinya.
Efektivitas dalam kemampuan berpikir kritis siswa dilihat berdasarkan
perbandingan antara kemampuan berpikir kritis antara kelas yang menggunakan
bahan ajar berbasis strategi metakognitif dan kemampuan berpikir kritis siswa
yang tidak menggunakan bahan ajar berbasis strategi metakognitif, serta dilihat
berdasarkan uji proporsi pada peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa di
kelas yang menggunakan bahan ajar berbasis strategi metakognitif.
E. Kerangka Pikir
Pembelajaran matematika yang dilakukan selama ini pada umumnya masih
berupa penyampaian konsep, memberi contoh, dan memberi latihan pada buku
teks tertentu. Pembelajaran yang digunakan cenderung mengikuti alur buku teks
itu sendiri yang kurang komunikatif dan membingungkan. Hal tersebut
mengakibatkan kurangnya buku pendamping yang menjadi landasan siswa dalam
kegiatan belajar siswa untuk belajar secara mandiri. Siswa mengalami banyak
kesulitan dalam memahami konsep matematika jika menggunakan buku tersebut.
50
Siswa kurang termotivasi dan kurang tertantang dalam belajar dan mengetahui
lebih jauh dalam pembelajaran. Padahal dalam proses belajar mengajar,
diperlukan bahan ajar yang digunakan hendaknya sesuai dengan metode yang
digunakan guru, untuk menjadikan siswa aktif dan termotivasi dalam belajar yang
pada ujungnya mampu meningkatkan daya pikirnya, khususnya kemampuan
berpikir kritis siswa.
Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat penting untuk
dikembangkan. Kemampuan berpikir kritis matematis dapat diartikan sebagai
kemampuan untuk menggunakan pengetahuan sebelumnya dan penalaran
matematis agar mampu memutuskan segala bentuk pengetahuan untuk dapat
diterima atau ditolak dengan cara mencermati, menganalisis dan
mengevaluasinya. Tujuan dari berpikir kritis adalah supaya dapat menjauhkan
seseorang dari keputusan yang keliru dan tergesa-gesa sehingga tidak dapat
dipertanggungjawabkan. Kemampuan berpikir kritis siswa dapat membantu siswa
membuat keputusan yang tepat berdasarkan usaha yang sangat sistematis, logis,
dan mempertimbangkan berbagai sudut pandang.
Dalam pembelajaran matematika yang dilakukan selama ini pada umumnya
menitikberatkan pada soal-soal yang bersifat rutin, sehingga tidak dapat memicu
dan menumbuh kembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. Kondisi ini
menyebabkan pendidikan di sekolah hanya mampu menghasilkan insan-insan
yang kurang kreatif, kurang mandiri, dan kurang luwes dalam memecahkan
berbagai permasalahan. Dari hal tersebut, agar kemampuan berpikir kritis dapat
maksimal dalam pembelajaran, guru perlu menggunakan proses pembelajaran
yang tepat, yaitu proses pembelajaran yang menuntut siswa terlibat secara aktif
51
dalam pembelajaran dan menyadari proses berpikirnya dalam belajar. Salah satu
cara agar dapat melibatkan siswa secara aktif dalam pemberlajaran yaitu dengan
menggunakan sumber belajar yang melibatkan siswa dalam belajar secara
mandiri. Salah satu sumber belajar yang dapat digunakan yaitu bahan ajar cetak.
Melalui bahan ajar maka siswa mampu memenuhi kebutuhan yang dapat
menuntun dirinya untuk memahami konsep dan melatih siswa untuk memecahkan
permasalahan matematika secara mandiri. Selain bahan ajar, diperlukan strategi
pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dan dapat menyadari proses
berpikirnya dalam belajar, salah satunya adalah pembelajaran dengan strategi
metakognitif.
Strategi metakognitif merupakan strategi dengan tahapan-tahapan merencanakan,
memantau, dan mengevaluasi. Akan tetapi, sebelum tahapan-tahapan strategi
metakognitif berlangsung, guru dapat memberikan motivasi dan tujuan
pembelajaran agar agar siswa memiliki kejelasan mengenai tujuan yang akan
dicapai selama mengikuti pembelajaran. Pemerolehan informasi oleh siswa
merupakan tujuan pembelajaran yang penting dan dalam hal-hal tertentu dapat
mengarahkan guru untuk menyampaikan informasi kepada siswa. Dalam hal ini
guru bertanggung jawab untuk mengorganisasikan dan mempresentasikan apa
yang perlu dipelajari oleh siswa, sedangkan peran siswa disini adalah menguasai
yang disampaikan gurunya. Hal ini bertujuan agar siswa belajar tidak hanya
sekedar untuk hafalan saja.
Setelah motivasi dan tujuan pembelajaran diberikan selanjutnya strategi
metakognitif dimulai dari tahap perencanaan, yaitu dengan menentukan metode
atau cara yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya,
52
selanjutnya memonitor kembali yang ia lakukan dan sekaligus mengoreksi jika
ada kesalahan yang terjadi selama memahami konsep yang dipelajarinya, serta
menganalisis keefektifan metode atau cara yang telah ditentukannya. Kemudian
melakukan perbaikan berupa mengubah kebiasaan belajar dan metodenya jika
terjadi kesalahan dalam memilih metode penyelesaian. Seseorang yang mampu
menerapkan strategi metakognitif dalam aktivitas kognitifnya, akan menjadi
pemecah masalah matematika yang baik. Hal tersebut dikarenakan siswa mampu
untuk selalu merancang strategi terbaik dalam memilih, mengingat, mengenali
kembali, mengorganisasi informasi yang dimilikinya serta menyelesaikan masalah
yang dihadapinya.
Ketika dihadapkan pada suatu persoalan, tahap awal pada strategi metakognitif
adalah dengan cara mengembangkan rencana tindakan atau membuat
perencanaan. Pada tahap ini siswa diajak untuk memahami masalah dalam bahan
ajar dan mulai berpikir bagaimana cara menyelesaikan masalah yang diberikan
dengan self questioning. Ketika siswa memperoleh ide atau gagasan tentang solusi
masalah yang diharapkan, maka siswa tersebut dapat mengeksplorasi masalah
yang disajikan dimana mengeksplorasi adalah kemampuan dalam menelaah
masalah dari berbagai sudut pandang, membangun makna, dan menyelidiki ide
matematis yang merupakan salah satu indikator kemampuan berpikir kritis siswa.
Fase selanjutnya dalam strategi metakognitif adalah memantau rencana tindakan.
Pada fase ini, dalam penyelesaian masalah siswa diajak untuk memikirkan metode
penyelesaian masalah yang digunakannya telah sesuai atau belum. Jika belum
siswa didorong untuk menggunakan metode lain. Hal ini berkaitan dengan salah
satu indikator kemampuan berpikir kritis yaitu mengidentifikasi dan menetapkan
kebenaran konsep yaitu kemampuan dalam membandingkan dan mengaitkan
53
suatu konsep lain serta memberikan alasan terhadap penggunaan konsep. Pada
fase ini juga, pada pemahaman konsep siswa diberikan kesempatan untuk
memikirkan konsep apa yang telah ia terima dan menuangkan hasil pemikirannya
dengan membuat kesimpulan mengenai konsep yang diterimanya dengan
menggunakan pendapat mereka sendiri. Hal ini berkaitan dengan salah satu
indikator kemampuan berpikir kritis yaitu menggeneralisasi yaitu kemampuan
dalam melengkapi data atau informasi yang mendukung, dan menentukan aturan
umum berdasarkan data yang diamati.
Pada tahap terakhir dalam strategi metakognitif adalah mengevaluasi rencana
tindakan. Ketika solusi permasalahan yang digunakan siswa tidak logis maka
siswa dapat melakukan evaluasi. Selanjutnya, dalam proses mengevalusi rencana
tindakan ini juga, cara-cara setiap siswa dapat dibahas bersama-sama untuk
diambil kesimpulan cara mana yang benar dan logis sebagai solusi masalah yang
diberikan. Hal ini terkait dengan indikator kemampuan berpikir kritis siswa yaitu
mengklarifikasi dan resolusi yaitu kemampuan dalam mengevaluasi dan
memeriksa suatu algoritma dan mengklarifikasi dasar konsep yang digunakan
serta mengembangkan strategi alternatif dalam pemecahan masalah..
Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa strategi metakognitif dapat
mengembangkan kemampuan yang merupakan indikator kemampuan berpikir
kritis yaitu mengeksplorasi, mengidentifikasi dan menetapkan kebenaran konsep,
menggeneralisasi, dan mengklarifikasi dan resolusi. Dengan demikian, akan
dilakukan penelitian tentang pengembangan bahan ajar berbasis strategi
metakognitif. Pengembangan bahan ajar yang berbasis strategi metakognitif ini
diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa pada
salah satu subbab matematika.
54
III. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian Research and Development (R & D) atau
penelitian pengembangan, sedangkan produk yang dikembangkan adalah bahan
ajar berupa modul berbasis strategi metakognitif. Model pengembangan bahan
ajar merupakan seperangkat prosedur yang dilakukan secara berurutan untuk
melaksanakan pengembangan bahan ajar yang dalam penelitian ini adalah bahan
ajar. Pengembangan bahan ajar berbasis strategi metakognitif ini menggunakan
model Dick, Carey dan Carey (2001: 3).
Hal yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan model Dick, Carey dan Carey
adalah landasan teoritik Dick, Carey dan Carey berorientasi pada tujuan
pembelajaran, variabel kondisi di lapangan yang menjadi tempat penelitian, dan
hasilnya digunakan untuk menetapkan metode pembelajaran yang optimal
(Reigulut, 1983), model Dick, Carey dan Carey juga dapat digunakan untuk
merancang bahan pembelajaran, baik untuk keperluan belajar kelas klasikal
maupun kelas individual. Model pengembangan Dick, Carey dan Carey yang
dalam penelitian ini berupa bahan ajar berbasis strategi metakognitif, dapat
digunakan untuk mengembangkan bahan pembelajaran dalam ranah intelektual,
sikap, ketrampilan, dan informasi verbal, serta alasan lain penggunaaan model
55
Dick, Carey dan Carey dalam penelitian ini karena model Dick, Carey dan Carey
menunjukan hubungan yang sangat jelas, ringkas, padat, dan tidak terputus antara
langkah tahapan yang satu dengan tahapan yang lainnya.
B. Tempat, Waktu dan Populasi Penelitian
Penelitian mengenai pengembangan bahan ajar berbasis metakognitif ini telah
dilakukan di SMP Negeri 14 Bandarlampung. Penelitian pengembangan bahan
ajar ini dilakukan pada semester genap tahun pelajaran 2017/2018 tepatnya pada
tanggal 7 Mei 2018 dan berakhir pada tanggal 21 Mei 2018. Pemilihan tempat dan
waktu penelitian tersebut dikarenakan untuk efisiensi waktu dan biaya penelitian.
Adapun Subjek dalam penelitian ini terbagi dalam beberapa tahap berikut:
1. Subjek Uji Coba Kelompok Kecil
Subjek pada tahap uji coba kelompok kecil terdiri dari enam orang siswa
kelas VIII yang belum menempuh materi peluang diluar kelas kontrol dan
kelas eksperimen, yaitu kelas VIII A. uji coba lapangan awal ini untuk
mendapatkan data mengenai kepraktisan pengembangan bahan ajar berbasis
strategi metakognitif. Keenam siswa tersebut berturut-turut memiliki
kemampuan matematis tinggi, sedang, dan rendah. Daftar keenam siswa
tersebut adalah M. Dwi Alviranda, Rizky Agung Destiantoro, Novita Dwi
Lestari, Ramadan Putra Agusty, Adellya Syabilam dan Vidya Sinta Balqis.
Selain keenam siswa di atas, uji kepraktisan pengembangan bahan ajar
berbasis strategi metakognitif dilakukan oleh dua guru matematika pada
sekolah tempat penelitian berlangsung yaitu Hj. Nurzairani, S.Pd. dan Iis
56
Listiati, S.Pd. Uji coba kelompok kecil juga dilakukan pada hari Senin
tanggal 7 Mei 2018.
2. Subjek Uji Lapangan
Subjek pada uji lapangan adalah siswa kelas VIII yang terdiri dari dua kelas
yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol, yaitu kelas VIII C dan VIII D.
Pemilihan subjek dalam penelitian ini dilakukan dengan cara puposive
sampling. Kelas VIII C sebagai kelas eksperimen terdiri dari 37 siswa dengan
10 siswa laki-laki dan 27 siswi perempuan dan kelas VIII D sebagai kelas
kontrol terdiri dari 35 siswa dengan 11 siswa laki-laki dan 24 siswi
perempuan. Kedua kelas dilakukan dengan enam kali pertemuan
pembelajaran dan dua kali pertemuan untuk melakukan pretest dan posttest,
pretest dilakukan pada hari Jumat tanggal 4 Mei 2018 dan posttest dilakukan
pada hari Senin tanggal 21 Mei 2018.
C. Prosedur Penelitian
Prosedur pengembangan memaparkan prosedur yang ditempuh dalam
pengembangan sehingga membentuk sebuah produk berupa bahan ajar.
Berdasarkan pengembangan Dick, Carey dan Carey, maka prosedur penelitian
pengembangan bahan ajar dengan strategi metakognitif ini mengikuti langkah-
langkah yang diinstruksikan dalam model tersebut.
Terdapat sepuluh tahapan pengembangan pembelajaran dalam model Dick, Carey dan
Carey (Dick, Carey and Carey, 2001: 3), tahapan tersebut dapat dicermati
sebagaimana dalam gambar 3.1 mengenai model pengembangan Dick, Carey dan
Carey berikut.
57
Gambar 3.1 Model Pengembangan
Pada langkah pertama hingga langkah keempat dilakukan secara bersamaan
dengan melakukan Need Assesment (analisis kebutuhan). Need Assesment telah
dilakukan pada penelitian pendahuluan melalui observasi dan wawancara dengan
beberapa orang siswa SMP Negeri 14 Bandarlampung kelas VIII dan guru mata
pelajaran matematika kelas VIII. Setiap tahapan dalam penelitian ini dilakukakan
dengan satu siklus. Adapun langkah-langkah pengembangan produk pada
penelitian pengembangan bahan ajar berbasis strategi metakognitif ini dapat
dijelaskan sebagai berikut.
1. Identify Instructional Goals (Mengidentifikasi Tujuan Pembelajaran)
Pada tahap awal menentukan tujuan pembelajaran yang akan dicapai siswa setelah
menyelesaikan program pembelajaran. Dalam rangka untuk mendapatkan
gambaran tujuan yang diharapkan dapat tercapai oleh siswa siswa setelah
mengikuti proses pembelajaran peluang kelas VIII, dilakukan dengan mengkaji
Mengiden-tifikasiTujuan
Pembelaja-ran
Mengiden-tifikasi
Karakteris-tik Siswa
MelakukanAnalisis
Pembelaja-ran
Merumus-kan
TujuanKhusus
Mengem-bangkanKriteria
InstumenTes
Mengem-bangkanStrategi
Pembela-jaran
Mengem-bangkan
danMemilihBahanAjar
MerevisiPembelaja
-ran
Mengem-bangkan
danMelaksa-
nakanEvaluasiFormatif
Mengem-bangkan
danMelaksa-
nakanEvaluasiSumatif
58
Kurikulum SMP Negeri 14 Bandar Lampung. Tujuan pembelajaran diidentifikasi
berdasarkan Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar yang diharapkan akan
dicapai siswa setelah pembelajaran yang tertuang dalam silabus dan RPP.
Pemilihan materi Peluang dikarenakan berdasarkan hasil wawancara terhadap
guru matematika di SMP Negeri 14 terdapat beberapa permasalahan yaitu salah
satu materi yang sulit diajarkan di kelas VIII adalah materi peluang karena pada
materi tersebut terdapat beragam cara untuk menyelesaikan masalah dan banyak
siswa yang kesulitan untuk membedakan konsep yang harus digunakan dalam
setiap penyelesaian masalah, selain itu buku yang digunakan dalam pembelajaran
hanyalah buku dari Kemendikbud yang harus dipinjam setiap pembelajaran di
Perpustakaan, dalam buku tersebut konsep yang disajikan terlalu rumit dan bahasa
yang digunakan kurang komunikatif. Oleh karena itu, guru terkadang kesulitan
untuk mencapai kompetensi dasar yang ada mengenai materi peluang.
Dari permasalahan diatas tujuan pembelajaran umum yang diidentifikasi adalah
kompetensi inti dan kompetensi dasar mengenai materi peluang sesuai dengan
kurikulum 2013. Selain itu, dibutuhkan bahan ajar tambahan yang dapat
memudahkan siswa dan guru dalam proses pembelajaran sebagai pelengkap yang
sudah ada.
2. Conduct Instructional Analysis (Melakukan Analisis Pembelajaran)
Tujuan analisis pembelajaran adalah untuk mengidentifikasi kompetensi atau
keterampilan yang harus dipelajari siswa. Pada penelitian ini analisis
pembelajaran dilakukan dengan observasi langsung di kelas dan dengan
wawancara. Analisis pembelajaran dilakukan dengan menganalisis kurikulum
59
yang digunakan, pembelajaran di kelas serta penggunaan sumber belajar di kelas.
Sesuai dengan karakteristik pelajaran matematika yang menjadi objek penelitian,
pencapaian tujuan difokuskan pada pencapaian intelektual. Berdasarkan hasil
wawancara terhadap guru matematika yang bersangkutan dapat diketahui bahwa
kurikulum yang digunakan untuk kelas VIII adalah Kurikulum 2013 untuk itu
dilakukan pembelajaran yang diterapkan mengacu pada Kompetensi Inti dan
Kompetensi Dasar yang sesuai dengan Kurikulum 2013.
Berdasarkan observasi, proses pembelajaran di kelas dimulai dengan apersepsi,
pada kegiatan apersepsi ini guru memberikan contoh-contoh dalam kehidupan
sehari-hari terhadap materi yang sedang dipelajari, kemudian guru memberikan
penjelasan mengenai konsep yang dipelajari, seraya dengan melontarkan
pertanyaan-pertanyaan untuk memfokuskan siswa terhadap konsep yang sedang
dijelaskan. Setelah konsep dijelaskan secara keseluruhan guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal-hal yang belum dipahami, jika
tidak ada lagi pertanyaan yang diajukan siswa guru memberikan latihan. Latihan
yang diberikan adalah soal-soal buatan guru ataupun soal-soal yang terdapat
dalam buku paket yang digunakan. Ketika siswa mengerjakan latihan, guru
berkeliling untuk mengecek pengerjaan siswa, apabila ada siswa yang kesulitan
guru langsung memberikan bimbingan dalam mengerjakan soal.
Berdasarkan hasil observasi juga bahan ajar yang digunakan adalah buku paket
dari Kemendikbud dan tidak ada lagi buku penunjang lainnya. Buku tersebut
disimpan di Perpustakaan, sehingga buku dipinjam terlebih dahulu ketika hendak
belajar matematika. Kurangnya bahan ajar ini membuat guru kesulitan untuk
60
menerapkan Kurikulum 2013 yang ada. Guru pernah membuat bahan ajar berupa
LKPD akan tetapi dalam penggunaannya siswa kurang tertarik dan siswa lebih
memilih untuk dijelaskan saja. Dari wawancara, guru menjelaskan beberapa hal
yang membuat siswa kurang tertarik dalam mempelajari LKPD, diantaranya
adalah desain LKPD yang dibuat kurang menarik, siswa kesulitan dalam
memahami LKPD, dan kurangnya partisipasi aktif anggota kelompok dalam
mempelajari LKPD, sehingga hanya siswa yang rajin saja yang mengerjakan
LKPD. Permasalahan-permasalan tersebut membuat siswa hanya menjadi
pendengar dalam belajar dan siswa kurang aktif dalam proses belajar mengajar.
3. Identify Entry Behaviours (Mengidentifikasi Karakteristik Siswa)
Hal yang tidak kalah pentingnya selain menganalisis tujuan pembelajaran adalah
menganalisis karakteristik siswa dan konteks pembelajaran. Kedua langkah ini
dapat dilakukan secara bersamaan atau paralel. Analisis konteks meliputi kondisi-
kondisi terkait dengan keterampilan yang dipelajari oleh siswa dan situasi yang
terkait dengan tugas yang dihadapi oleh siswa untuk menerapkan pengetahuan dan
ketrampilan yang dipelajari. Analisis karakteristik siswa meliputi kemampuan
awal yang dimiliki siswa, gaya belajar, dan sikap terhadap aktivitas belajar.
Identifikasi yang akurat tentang karakteristik siswa yang akan belajar dapat
membantu dalam memilih dan menentukan strategi pembelajaran yang akan
digunakan.
Kemampuan awal yang dimiliki siswa didapat berdasarkan hasil wawancara
terhadap guru dan observasi. Siswa memiliki gaya belajar yang beragam, namun
siswa terbiasa dengan gaya belajar mendengarkan (auditory) karena minimnya
61
buku penunjang dan bahan ajar lainnya. Hal tersebut menyebabkan siswa kurang
aktif dalam mengajukan pertanyaan atau ide/gagasan, siswa bahkan tidak berani
menjawab pertanyaan guru dengan ide/gagasannya sendiri, siswa tidak percaya
diri dalam menyelesaikan soal dengan caranya sendiri dengan alasan takut salah,
terdapat kecenderungan bahwa cara berpikir siswa meniru cara-cara yang
diberikan guru atau buku, serta peran siswa dalam mengerjakan soal masih
kurang, hanya beberapa siswa pandai yang berinisiatif menyelesaikan soal di
papan tulis. Selain itu, siswa cenderung mudah menyerah dalam menyelesaikan
suatu permasalahan, jika siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal,
siswa cenderung berhenti atau tidak melanjutkan kembali pengerjaan soal.
Berdasarkan karakteristik siswa tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan
berpikir kritis siswa masih rendah.
4. Write Performance Objectives (Merumuskan Tujuan Khusus)
Berdasarkan analisis pembelajaran dan pernyataan tentang tingkah laku awal
siswa, selanjutnya dirumuskan pernyataan khusus tentang apa yang harus
dilakukan siswa setelah menyelesaikan pembelajaran. Perumusan tujuan khusus
pembelajaran/indikator pencapaian kompetensi merupakan rumusan mengenai
kemampuan atau perilaku siswa setelah mengikuti suatu program pembelajaran
tertentu. Kemampuan dan perilaku tersebut dirumuskan secara spesifik dan dapat
dioperasionalkan sehingga dapat diamati dan diukur ketercapaiannya dengan
menggunakan tes. Perumusan indikator pencapaian kompetensi digunakan sebagai
62
dasar dalam mengembangkan kisi-kisi tes pembelajaran mengenai materi pokok
peluang yang diajarkan.
Berdasarkan analisis pembelajaran dan karakteristik siswa yang didapat dari hasil
wawancara dan observasi, menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa
masih rendah dan kurangnya keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Oleh karena
itu, kisi-kisi tes yang dikembangkan berorientasi pada kemampuan berpikir kritis
siswa dan bahan ajar yang berbasis strategi metakognitif. Selain itu, tujuan khusus
dalam penelitian ini dirumuskan dalam silabus dan rpp dalam bentuk indikator
pencapaian kompetensi dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai oleh siswa
yang merupakan hasil analisis terhadap kompetensi dasar pada materi Peluang
kelas VIII.
5. Develop Criterian Reference Tests (Mengembangkan Kriteria InstrumenTes)
Berdasarkan indikator pencapaian kompetensi yang telah dirumuskan, selanjutnya
adalah mengembangkan instrumen penilaian untuk mengukur pencapaian hasil
belajar siswa. Evaluasi dikembangkan untuk mengukur kemampuan peserta didik
dalam mencapai tujuan pembelajaran yang dikhususkan pada kemampuan berpikir
kritis. Penekanan pada hubungan perilaku yang tergambar dalam tujuan
pembelajaran dan untuk apa melakukan penilaian. Hal yang perlu diperhatikan
dalam menentukan instrumen evaluasi adalah instrumen harus dapat mengukur
performen siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan
berdasarkan indikator kompetensi dasar pada materi peluang dan indikator
kemampuan berpikir kritis yang diambil dalam penelitian ini.
63
Pada penelitian pengembangan bahan ajar ini hanya dilakukan pre test dan post
test pada kelas kontrol dan kelas eksperimen yang terdiri dari 5 soal, untuk
mengetahui peningkatan pada kemampuan berpikir kritis siswa yang
menggunakan bahan ajar berbasis strategi metakognitif. Tes kemampuan berpikir
kritis siswa tersebut sebelum diberikan pada kelas kontrol dan eksperimen
dilakukan tes uji coba diluar kelas kontrol dan eksperimen, yaitu kelas IX D untuk
menguji validitas, reliabilitas, daya beda, dan tingkat kesukarannya.
6. Develop Instructional Strategy (Mengembangkan Strategi Pembelajaran)
Setelah terkumpul informasi, maka berdasarkan informasi tersebut peneliti
menentukan strategi yang akan digunakan dalam pembelajaran. Strategi yang
digunakan disebut strategi pembelajaran atau intructional strategy. Menurut Dick,
Carey dan Carey (2001: 189) strategi pembelajaran dikelompokan kedalam lima
komponen kegiatan yaitu: (1) aktivitas pra pembelajaran, (2) penyajian materi
atau isi, (3) partisipasi si pebelajar, (4) penilaian, dan (5) aktivitas lanjutan.
Untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan, maka dibutuhkan strategi
pembelajaran yang tepat. Oleh karena itu, bahan ajar yang dikembangkan juga
harus terdapat strategi yang tepat. Sehingga dapat memfasilitasi kebutuhan siswa
dalam mencapai kompetensi dasar yang ada yang melibatkan keaktifan siswa
dalam proses pembelajaran. Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
strategi metakognitif. Strategi metakognitif yang digunakan tertuang di dalam
bahan ajar yang dikembangkan dan dalam proses pembelajaran yang terdapat
64
dalam silabus dan RPP (Rancangan Perencanaan Pembelajaran), yang terdiri
kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan penutup.
7. Develop And Select Instructional Materials (Mengembangkan danMemilih Bahan Ajar)
Berdasarkan analisis kebutuhan yang telah dilakukan pada pra penelitian, maka
pengembangan bahan ajar yang dikembangkan adalah bahan ajar dengan strategi
metakognitif di SMP Negeri 14 Bandar Lampung. Bahan ajar yang dihasilkan
dinyatakan sebagai draft sampai dengan selesainya proses validasi dan uji coba.
Dalam penulisan draft bahan ajar disesuaikan dengan silabus dan RPP. Untuk
judul bahan ajar disesuaikan dengan kompetensi dasar yang terdapat pada silabus
dan RPP. Satu kompetensi dasar dapat dikembangkan menjadi satu Bahan ajar
pembelajaran atau intructional material. Menurut Dick, Carey and Carey strategi
pembelajaran dikelompokkan kedalam lima komponen kegiatan yaitu: (1)
aktivitas pra pembelajaran, (2) penyajian materi atau isi, (3) partisipasi si
pembelajar, (4) penilaian, dan (5) aktivitas lanjutan (Dick, Carey dan Carey, 2001:
189).
Bahan ajar yang dikembangkan dalam penelitian ini dikembangkan berdasarkan
karakteristik bahan ajar yang baik, dimulai dari cover (sampul) bahan ajar, hingga
daftar pustaka. Selain itu, bahan ajar yang dikembangkan didasarkan pada strategi
metakognitif yang terdiri dari tahapan-tahapan yaitu merencanakan, memantau
dan mengevaluasi. Pada tahap merencanakan dalam bahan ajar tertuang dalam
permasalahan awal yang biasa dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-hari
disertai dengan pertanyaan-pertanyaan yang membuat siswa memikirkan konsep
65
yang sedang dipelajari. Pada tahap memantau diberikan kotak-kotak kegiatan
siswa yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang membuat siswa memikirkan
kembali konsep yang telah didapatnya atau yang telah dipikirkannya. Selanjutnya
pada tahap mengevaluasi siswa diberikan soal-soal latihan untuk menguji sejauh
mana pemikiran siswa terhadap konsep yang telah diterimanya, selain itu
diberikan jurnal belajar yang harus diisi oleh siswa mengenai sejauh mana siswa
dapat menilai atau mengevaluasi hasil pemikiran siswa.
8. Design and Conduct Formative Evaluation (Merancang dan
Melaksanakan Evaluasi Formatif)
Tujuan dari evaluasi formatif adalah untuk mengumpulkan data yang terkait
dengan kekuatan dan kelemahan draft bahan ajar. Hasil proses evaluasi formatif
dapat digunakan sebagai masukan untuk memperbaiki draft. Hal ini sesuai dengan
yang dikatakan Dick, Carey and Carey (2001: 285) yaitu meskipun tujuan utama
pengembangan desain pembelajaran untuk mendapat data dari pembelajar tetapi
tinjauan dari orang lain yang juga ahli merupakan hal yang penting.
Terdapat tiga jenis evaluasi formatif yang diaplikasikan untuk mengembangkan
draft bahan ajar berbasis strategi metakognitif ini, yaitu.
a. Tinjauan/review oleh dua orang ahli, yaitu satu orang ahli media dan satu
orang ahli materi pembelajaran untuk validasi draft bahan ajar yang
dikembangkan serta untuk validasi silabus dan RPP dengan memberikan
lembar validasi. Validasi ahli materi dan ahli media dilakukan untuk
mengetahui kebenaran isi dan format bahan ajar berbasis strategi metakignitif
untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa serta mengetahui
kebenaran dari silabus dan RPP yang telah dirancang.
66
Penilaian terhadap silabus dan RPP dinyatakan valid oleh ahli materi pada
hari Kamis tanggal 3 Mei 2018. Penilaian terhadap isi dari bahan ajar strategi
metakognitif dinyatakan valid oleh ahli materi pada hari Jumat tanggal 4 Mei
2018. Sementara itu, penilaian terhadap media dari bahan ajar strategi
metakognitif dinyatakan valid oleh ahli media pada hari Senin tanggal 7 Mei
2018.
b. Uji kelompok kecil (small group) untuk menguji keterbacaan dan ketertarikan
siswa terhadap produk yang dikembangkan yaitu bahan ajar berbasis strategi
metakognitif dengan memberikan angket. Uji kelompok kecil dilakukan
setelah bahan ajar dinyatakan valid oleh ahli media maupun ahli materi.
Sebelum dilakukan uji lapangan, bahan ajar berbasis strategi metakognitif
diujicobakan terlebih dahulu di luar kelas penelitian (kelas kontrol dan kelas
eksperimen) SMP Negeri 14 Bandar Lampung, dengan mengambil enam
orang siswa yang mewakili dari populasi target.. Enam siswa tersebut dipilih
dari siswa yang berkemampuan tinggi, sedang, rendah. Tujuan dilakukan uji
coba lapangan awal ini agar bahan ajar nantinya bisa digunakan oleh seluruh
siswa baik dari kemampuan tinggi, sedang maupun rendah. Selain oleh siswa,
uji coba lapangan awal juga dilakukan oleh dua orang guru matematika SMP
Negeri 14 Bandarlampung, untuk mengetahui kualitas bahan ajar yang
diberikan kepada siswa.
c. Uji lapangan (field evaluation). Uji lapangan dilakukan setelah data dari uji
kelompok kecil direvisi. Uji lapangan dilakukan dengan menguji coba produk
bahan ajar berbasis strategi metakognitif selama proses pembelajaran
sebanyak 6 kali pertemuan, di kelas eksperimen yaitu kelas VIII C.
67
Pertemuan dilakukan hampir setiap hari karena keterbatasan waktu yang
tersisa. Tes formatif untuk menguji penggunaan bahan ajar tidak dilakukan
setiap pertemuan. Akan tetapi, dilakukan penguatan melalui latihan-latihan
soal yang terdapat dalam bahan ajar setiap pertemuan yang dilaksanakan
secara berkelompok.
9. Revise instructional (Merevisi Pembelajaran)
Langkah selanjutnya dari proses desain pengembangan adalah melakukan revisi
terhadap draft bahan ajar berbasis strategi metakognitif. Data yang diperoleh dari
setiap langkah ditafsirkan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan draft bahan
ajar berbasis strategi metakognitif dan direvisi.
10. Develop and Conduct Sumative Evaluation (Mengembangkan danMelaksanakan Evaluasi Sumatif).
Evaluasi sumatif dilakukan untuk menguji coba produk atau bahan ajar untuk
melihat efektivitas bahan ajar tersebut terhadap kemampuan berpikir kritis siswa.
Pada tahap uji coba produk, desain penelitian yang digunakan adalah pretest-
posttest control group design yang dilakukan dikelas eksperimen dan kelas
kontrol, sebagaimana yang dikemukakan Fraenkel dan Wallen (1993: 248)
sebagai berikut.
Tabel 3.1 Desain Penelitian
KelompokPerlakuan
Pretest Pembelajaran PosttestE Y1 Menggunakan bahan ajar berbasis
strategi metakognitifY2
K Y1 Konvensional Y2
68
Keterangan :
E : kelas eksperimenK : kelas kontrolX2 : dilaksanakan pretest instrumen tes pada kelas eksperimen dan kelas
kontrolY2 : dilaksanakan posttest instrumen tes pada kelas eksperimen dan kelas
kontrol
D. Instrumen Penelitian
Penelitian pengembangan ini terdiri dari instrumen tes dan instrumen non tes.
Instrumen non tes yang digunakan berupa wawancara dan lembar validasi berupa
angket. Wawancara dilakukan pada saat studi pendahuluan. Pedoman wawancara
digunakan untuk melakukan wawancara dengan guru saat observasi mengenai
kondisi awal siswa. Lembar validasi digunakan untuk menilai kelayakan
perangkat pembelajaran oleh ahli untuk mengembangkan kemampuan berpikir
kritis matematis siswa dengan strategi metakognitif. Lembar kepraktisan untuk
melihat respon siswa dan tanggapan guru dalam menggunakan bahan ajar.
Sementara itu, instrumen tes digunakan untuk mengetahui kemampuan berpikir
kritis siswa dengan menggunakan bahan ajar yang dikembangkan melalui strategi
metakognitif. Berikut ini penjelasan masing-masing instrumen yang digunakan
dalam penelitian:
1. Instrumen Non tes
a. Lembar Validasi Perangkat Pembelajaran
Lembar validasi yang digunakan adalah pernyataan skala Likert dengan empat
pilihan jawaban yaitu 1 (tidak baik); 2 (cukup baik); 3 (baik); 4 (sangat baik).
69
Lembar validasi perangkat pembelajaran yang digunakan adalah lembar validasi
untuk silabus, RPP, serta bahan ajar. Pada lembar validasi silabus dan RPP
diberikan kepada ahli materi, dan lembar validasi bahan ajar diserahkan kepada
ahli materi dan ahli media.
Validator pengembangan bahan ajar dalam penelitian ini terdiri dari dua orang
ahli yaitu satu ahli media dan satu ahli materi. Ahli media pada penelitian ini
adalah salah satu Dosen matematika UIN Raden Intan Bandarlampung yang
memiliki keahlian pada bidang media yaitu Dr. Nanang Supriadi, M.Sc.,
sedangkan ahli materi pada penelitian ini adalah salah satu Dosen matematika
UIN Raden Intan Bandarlampung yang memiliki keahlian pada bidang analisis
matematika.
Validasi media dilakukan dua kali pertemuan yaitu pada hari Senin tanggal 30
April 2018 pada pertemuan pertama dan pertemuan kedua pada hari Selasa
tanggal 8 Mei 2018. Pada pertemuan pertama dilakukan pengecekan dan penilaian
terhadap bahan ajar dengan beberapa saran dan komentar yang diberikan,
selanjutnya dilakukan perbaikan berdasarkan saran dan komentar yang diberikan,
kemudian dilakukan pengecekan ulang pada pertemuan kedua hingga bahan ajar
dikatakan valid dengan beberapa revisi yang telah disarankan sebelumnya.
Validasi materi dilakukan empat kali pertemuan yaitu pertemuan pertama pada
hari Senin tanggal 30 April 2018 terdapat beberapa komentar dan saran perbaikan
terhadap tes kemampuan berpikir kritis, silabus, rpp dan bahan ajar. Pertemuan
kedua dilakukan pada hari Rabu tanggal 2 Mei 2018, pada pertemuan ini
instrumen tes kemampuan berpikir kritis dikatakan valid. Pertemuan ketiga
70
dilakukan pada hari Kamis tanggal 3 Mei 2018, pada pertemuan ini perangkat
pembelajaran berupa silabus dan rpp dikatakan valid. Pertemuan terakhir pada
hari Jumat tanggal 4 Mei 2018, pada hari ini bahan ajar dikatakan valid.
Kriteria yang menjadi penilaian dari lembar validasi silabus yang akan diberikan
kepada ahli materi adalah: (1) Aspek kelayakan isi, meliputi kesesuaian silabus
dengan KD dan indikator, kegiatan pembelajaran dirancang berdasarkan strategi
Metakognitif; (2) Aspek kelayakan bahasa, meliputi penggunaan bahasa sesuai
dengan EYD, kesederhanaan struktur kalimat; serta (3) Aspek kelayakan waktu,
meliputi kesesuaian pemilihan alokasi waktu didasarkan pada KD dan alokasi
waktu persemeter. Tujuan pemberian skala ini adalah menilai kesesuaian isi
silabus dengan Strategi Metakognitif.
Angket penilaian silabus terdiri dari 9 pernyataan dan empat pilihan alternatif
penilaian. Sebelum diberikan kepada validator instrumen penliaian silabus
dikonsultasikan terlebih dahulu kepada dosen pembimbing. Setelah dikatakan
baik oleh dosen pembimbing. Selanjutnya, dilakukan penilaian terhadap silabus
oleh validator isi yaitu Dr. Bambang Sri Anggoro, M.Pd.
Kriteria penilaian dari lembar validasi RPP yang akan diberikan kepada ahli
materi adalah: (1) Aspek kelayakan tujuan, meliputi kesesuaian RPP dengan
kompetensi dasar (KD), ketepatan penjabaran kompetensi dasar (KD) ke dalam
indikator; (2) Aspek kelayakan isi, meliputi sistematika penyusunn RPP, skenario
pembelajaran yang dirancang berdasarkan strategi metakognitif; (3) Aspek
kelayakan bahasa, meliputi penggunaan bahasa sesuai dengan EYD, komunikatif
dan kesederhanaan struktur kalimat; serta (4) Aspek kelayakan waktu, meliputi
71
kesesuaian pemilihan alokasi waktu didasarkan pada KD. Tujuan pemberian skala
ini adalah menilai kesesuaian isi RPP dengan strategi metakognitif.
Angket penilaian RPP terdiri dari 12 dan empat pilihan alternatif penilaian.
Sebelum diberikan kepada validator instrumen, penliaian RPP dikonsultasikan
terlebih dahulu kepada dosen pembimbing. Setelah instrumen dikatakan baik oleh
dosen pembimbing. Selanjutnya, dilakukan penilaian terhadap RPP oleh validator
isi yaitu Dr. Bambang Sri Anggoro, M.Pd. dengan menggunakan instrumen
tersebut.
Kriteria yang menjadi penilaian dari ahli materi dari lembar validasi bahan ajar
adalah: (1) Aspek kelayakan isi, meliputi kesesuaian materi dengan KD,
keakuratan materi, keberadaan bahan ajar dalam mendorong keinginan siswa; (2)
Aspek kelayakan penyajian, meliputi teknik penyajian, kelengkapan penyajian,
penyajian pembelajaran, koherensi dan keruntutan proses berpikir; serta (3) Aspek
penilaian strategi pembelajaran penemuan terbimbing. Tujuan pemberian skala ini
adalah menilai kesesuaian isi bahan ajar dengan strategi metakognitif dan
kemampuan berpikir kritis matematis. Kisi-kisi validasi untuk ahli materi yaitu
pada Tabel 3.2 sebagai berikut.
Tabel 3.2 Kisi-kisi Penilaian Ahli Materi
Kriteria IndikatorButir
Pernyataan
Aspek Kelayakan IsiKesesuaian materi dengan KI dan KD 1,2,3
Keakuratan materi 4,5,6,7,8Mendorong kreativitas siswa 9
Aspek Kelayakan Penyajian
Teknik penyajian 10,11Kelengkapan penyajian 12,13,14Penyajian pembelajaran 15, 16
Koherensi dan keruntutan proses berpikir 17,18
Penilaian Strategi Metakognitif Karakteristik Strategi Metakognitif 19,20,21
72
Angket penilaian ahli materi terdiri dari 25 pernyataan dengan empat pilihan
jawaban yaitu, sangat baik, baik, kurang, dan sangat kurang. Dengan skor
tertinggi 4 dan terendah 1. Sebelum diberikan kepada validator, instrumen
peniliaian untuk ahli materi dikonsultasikan terlebih dahulu kepada dosen
pembimbing. Setelah intrumen dikatakan baik oleh dosen pembimbing.
Selanjutnya, penilaian materi dilakukan oleh validator isi yaitu Dr. Bambang Sri
Anggoro, M.Pd. dengan menggunakan instrumen tersebut.
Kriteria dari ahli media dari lembar validasi bahan ajar adalah: (1) Aspek
kelayakan kegrafikan, meliputi desain isi bahan ajar; serta (2) Aspek kelayakan
bahasa, meliputi kelugasan, komunikatif, dialogis dan interaktif, kesesuaian
dengan perkembangan siswa, kesesuaian dengan kaidah bahasa, penggunaan
istilah dan simbol. Pemberian skala ini bertujuan untuk menilai tampilan bahan
ajar dan kesesuaian antara desain yang digunakan dan isi bahan ajar.
Angket penilaian ahli media terdiri dari 25 pernyataan dengan empat pilihan
jawaban yaitu, sangat baik, baik, kurang, dan sangat kurang. Dengan skor
tertinggi 4 dan terendah 1. Kisi-kisi validasi untuk ahli media yaitu pada Tabel 3.3
sebagai berikut.
Tabel 3.3 Kisi-kisi Penilaian Ahli Media
Kriteria Indikator Butir PernyataanAspek Kelayakan
KegrafikanUkuran Bahan ajar 1,2
Desain Sampul Bahan ajar 3, 4, 5, 6, 7
Desain Isi Bahan ajar8, 9, 10, 11, 12, 13,
14, 15, 16Aspek Kelayakan
BahasaLugas 17, 18, 19
Komunikatif 20, 21Kesesuaian dengan Kaidah Bahasa 22, 23
Penggunaan istilah, simbol, maupun lambang 24, 25
73
Sebelum diberikan kepada validator, instrumen penliaian untuk ahli media
dikonsultasikan terlebih dahulu kepada dosen pembimbing. Setelah intrumen
dikatakan baik oleh dosen pembimbing. Selanjutnya, dilakukan penilaian media
oleh validator yaitu Dr. Nanang Supriadi M.Sc. dengan menggunakan instrumen
tersebut.
b. Lembar Kepraktisan Bahan Ajar
Lembar kepraktisan pada pengembangan bahan ajar ini terdiri angket uji
kelompok kecil untuk siswa dan angket tanggapan guru. Angket uji kelompok
kecil siswa terdiri dari 23 pernyataan dengan empat pilihan jawaban yaitu sangat
setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Dengan skor tertinggi 4 dan
terendah 1. Kisi-kisi angket uji coba siswa yaitu pada Tabel 3.4 sebagai berikut.
Tabel 3.4 Kisi-kisi Angket Uji Kelompok Kecil Siswa
Kriteria Indikator Butir PernyataanAspek tampilan Kejelasan teks 1, 2, 4,
Kesesuaian gambar /ilustrasi dengan materi 17, 13,15, 16Aspek penyajian
materiKemudahan pemahaman materi 22, 18,
Ketepatan penggunaan lambang atau symbol 12Kelengkapan dan ketepatan sistematika
penyajian3, 9, 10
Kesesuaian contoh dengan materi 20, 21Aspek manfaat Kemudahan belajar 7, 8, 11
Peningkatan motivasi belajar 14,19, 23Ketertarikan mengunakan Bahan ajar 5, 6
Angket uji coba tanggapan guru terdiri dari 25 pernyataan, dengan empat pilihan
jawaban yaitu sangat setuju, setuju, kurang setuju, dan tidak setuju. Dengan skor
tertinggi 4 dan terendah 1. Kisi-kisi angket tanggapan guru terhadap bahan ajar
yaitu pada Tabel 3.5 sebagai berikut.
74
Tabel 3.5 Kisi-kisi Angket Tanggapan Guru
Komponen Indikator Butir PernyataanSyarat Didaktik a. Kebenaran konsep
b. Pendekatan pembelajaranc. Keluasan konsepd. Kedalaman materie. Kegiatan peserta didik
1 dan 23, 4, dan 5
6 dan 78, 9, 10, dan 1112, 13 dan 14
Syarat Teknis Penampilan fisik 15, 16, dan 17Syarat Konstruksi Kebahasaan 18, 19, dan 20
Syarat Lain a. Penilaianb. Keterlaksanaan
21, 22, dan 2324 dan 25
Instrumen angket ini diberikan kepada enam siswa yang memiliki kemampuan
tinggi, sedang dan rendah serta diberikan kepada dua orang guru matematika yang
menjadi subjek uji coba bahan ajar, untuk mengetahui bagaimana keterbacaan,
ketertarikan siswa, dan tanggapannya terhadap bahan ajar berbasis strategi
metakognitif. Instrumen yang diberikan berupa pernyataan skala likert dengan 4
pilihan jawaban. Akan tetapi, sebelum diuji cobakan, angket respon siswa dan
angket tanggapan guru dikonsultasikan terlebih dahulu kepada dosen
pembimbing. Setelah angket dikatakan baik oleh dosen pembimbing, barulah
angket di ujicobakan.
2. Instrumen tes
Instrumen tes disusun untuk mendapatkan data mengenai hasil belajar siswa
mengenai kemampuan berpikir kritis siswa, apakah kemampuan berpikir kritis
sudah mampu memenuhi kriteria atau belum. Untuk itu, instrumen tes dibuat
berdasarkan indikator kemampuan berpikir kritis yang digunakan dan dengan
menggunakan indikator pencapaian kompetensi yang telah dirumuskan mengenai
materi Peluang, dengan kisi-kisi instrumen tes terdapat pada Lampiran B.1.
75
Setelah kisi-kisi instrumen tes ditentukan, maka dirumuskan butir tes yang akan
diberikan kepada siswa. Instrumen dalam penelitian ini terdiri dari 5 soal uraian.
Dalam upaya untuk mendapatkan data yang akurat maka tes kemampuan berpikir
kritis yang digunakan dalam pengembangan ini harus memenuhi kriteria tes yang
baik terlebih dahulu, yaitu dengan melakukan pengecekan terkait validitas tes,
reliabilitas tes, tingkat kesukaran dan daya beda tes. Validitas tes dilakukan
dengan dua cara yaitu dengan validitas isi oleh ahli dan validitas empiris.
Validitas isi oleh ahli dilakukan pada hari Rabu tanggal 2 Mei 2018.
Untuk memenuhi kriteria baik mengenai validitas empiris, reliabilitas tes, tingkat
kesukaran dan daya beda tes, maka tes kemampuan berpikir kritis diuji cobakan
pada kelas diluar kelas eksperimen dan kelas kontrol yang telah menempuh
pembelajaran materi Peluang pada penelitian pengembangan bahan ajar dengan
strategi metakognitif yaitu kelas IX D. Uji coba tes dilakukan pada hari Jumat
tanggal 4 Mei 2018.
Setelah tes dikatakan layak oleh ahli dan memenuhi kriteria baik dalam segi
validitas empiris, reliabilitas tes, tingkat kesukaran dan daya beda tes maka
instrumen tes diberikan secara individual kepada siswa. Instrumen ini diberikan
pada saat pretest dan posttest kelas eksperimen maupun kelas kontrol, untuk
mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa pada siswa yang
diberikan bahan ajar berbasis strategi metakognitif dan siswa yang tidak
menggunakan bahan ajar tersebut. Instrumen harus memenuhi kriteria layak dan
baik karena instrumen tes yang digunakan yaitu untuk mengukur efektivitas bahan
ajar yang dikembangkan.
76
Masing-masing kriteria instrumen berupa validitas tes, reliabilitas tes, tingkat
kesukaran dan daya beda tes dijelaskan sebagai berikut.
a. Validitas Instrumen Tes
Validitas menurut Arikunto (2002: 144) adalah suatu ukuran yang menunjukan
tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Validitas tes
berhubungan dengan kesesuaian dan ketepatan fungsi skala yang digunakan. Oleh
karena itu, sebelum tes kemampuan berpikir kritis digunakan untuk pengujian di
lapangan perlu adanya pengujian validitas terhadap tes tersebut, agar tes
kemampuan berpikir kritis memenuhi syarat untuk digunakan. Dalam penelitian
ini uji validitas tes yang digunakan adalah validitas isi dan validitas empiris.
Validitas isi terhadap tes dalam penelitian ini yaitu dengan mengonsultasikan
langsung kepada ahli materi yaitu Dr. Bambang Sri Baskoro, M.Pd. berupa angket
yang terdiri dari 13 pernyataan dan empat pilihan jawaban yaitu sangat baik, baik,
kurang, dan sangat kurang. Dari keempat pilihan tersebut diberikan skor tertinggi
yaitu 4 dan terendah 1. Tes kemampuan berpikir kritis dinyatakan valid pada hari
Rabu tanggal 2 Mei 2018 dan dilakukan perhitungan pada lampiran D.1, dengan
rincian hasil validasi instrumen pada Tabel 3.6 berikut.
Tabel 3.6 Kategori Penilaian Komponen Hasil Validasi Butir Tes
No KomponenJumlahTotal
Jumlah SkorIdeal
KategoriPenilaian
1. Kesesuaian Teknik Penilaian 7 8 Valid2. Kelengkapan Instrumen 7 8 Valid3. Kesesuaian Isi 7 8 Valid4. Kontruksi Soal 14 16 Valid5. Kebahasaan 11 12 Valid
77
Berdasarkan Tabel 3.13 di atas, komponen kesesuaian teknik penilaian
mendapatkan skor 7 atau 87,5% dalam skala empat dan memiliki kriteria valid,
komponen kelengkapan instrumen mendapatkan skor 7 atau 87,5% dalam skala
empat dan memiliki kriteria valid, komponen kesesuaian isi mendapatkan skor 7
atau 87,5% dalam skala empat dengan kriteria valid, komponen kontruksi soal
mendapatkan skor 14 atau 87,5% dalam skala empat dengan kriteria valid,
sedangkan untuk komponen kesesuaian isi mendapatkan skor 11 atau 91,7%
dalam skala empat dengan kriteria valid. Berdasarkan perolehan skor kelima
komponen ini, skor total yang didapat adalah 46 atau 88,5% dalam skala empat
dengan kriteria valid.
Teknik yang digunakan untuk menguji validitas empiris ( ) ini dilakukan
dengan menggunakan rumus korelasi product moment (Widoyoko, 2012: 137).
= ∑ − (∑ ) (∑ )( ∑ − (∑ ) )( ∑ − (∑ ) )Keterangan :
: Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel YN : Jumlah Siswa∑ : Jumlah skor siswa pada setiap butir soal∑ : Jumlah total skor siswa∑ : Jumlah hasil perkalian skor siswa pada setiap butir soal dengan total
skor siswa
Penafsiran harga korelasi dilakukan dengan membandingkan dengan harga
kritik untuk validitas butir instrumen dengan siswa sebanyak 34 siswa, yaitu
sebesar 0,339. Artinya apabila ≥ 0,339, nomor butir tersebut dikatakan valid
78
dan memuaskan (Widoyoko, 2012: 143). Dengan hasil validitas terlihat dalam
Tabel 3.7 sebagai berikut.
Tabel 3.7 Hasil Validitas Tes Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Butir Soal1 0,718
0,3392 0,6913 0,7694 0,7565 0,832
Dengan demikian, dari kelima soal yang diujikan dan dilakukan perhitungan
(Lampiran C.1) kelimanya memenuhi kriteria valid karena ≥ 0,339. Dengan
demikian tes yang digunakan dapat dinyatakan sesuai dengan kompetensi dasar
dan indikator yang diukur.
b. Realibilitas Instrumen Tes
Reliabilitas berhubungan dengan masalah kepercayaan. Menurut Arikunto (2009:
86), suatu tes dikatakan mempunyai tingkat kepercayaan yang tinggi jika tes
tersebut dapat memberikan hasil yang tetap. Artinya nilai yang diperoleh relatif
sama jika tes tersebut diberikan pada subjek yang sama meskipun dilakukan oleh
orang yang berbeda. Pengukuran reliabilitas bertujuan untuk mengetahui tingkat
keandalan skala yang digunakan.
Untuk menentukan koefisian reliabilitas tes ( ) digunakan metode satu kali tes
dengan teknik Croncbach Alpha menurut Arikunto (2011: 109) adalah sebagai
berikut:
= nn − 1 1 − ∑ σσ
79
Keterangan :
n : banyaknya butir soal∑ : jumlah varians skor tiap-tiap item: varians total
Hasil perhitungan realibilitas yang diperoleh ditafsirkan berdasarkan kriteria
realibilitas menurut Guilford (dalam Azwar, 2007:180) yang terdapat dalam Tabel
3.8 berikut.
Tabel 3.8 Kriteria Reliabilitas Skala
Koefisien Reliabilitas ( ) Kriteria0,00 ≤ ≤ 0,20 Sangat rendah0,21 ≤ ≤ 0,40 Rendah0,41 ≤ ≤ 0,60 Sedang0,61 ≤ ≤ 0,80 Tinggi0,81 ≤ ≤ 1,00 Sangat Tinggi(Azwar, 2007: 180)
Berdasarkan uji coba tes kemampuan berpikir kritis pada penelitian ini dan
dilakukan perhitungan (Lampiran C.2) diperoleh nilai yaitu sebesar 0,769.
Dengan demikian, reliabilitas tes kemampuan berpikir kritis siswa berada pada
kategori tinggi.
c. Tingkat Kesukaran
Berdasarkan pendapat Sudijono (2008:370), bermutu atau tidaknya butir-butir
item tes hasil belajar pertama-tama dapat diketahui dari derajat kesukaran atau
taraf kesulitan yang dimiliki oleh masing-masing butir item tersebut. Untuk
mengetahui tingkat kesukaran butir tes ke-i ( ) digunakan rumus berikut:
= ̅
80
Keterangan :̅ : rataan skor siswa pada butir ke-iSmaks : skor maksimum butir ke-i
Penafsiran atas tingkat kesukaran butir tes digunakan kriteria menurut
Witherington dalam Sudijono (2008: 120) yang terdapat dalam Tabel 3.9 sebagai
berikut.
Tabel 3.9 Interpretasi Tingkat Kesukaran Butir Tes
Tingkat Kesukaran Interpretasi0,00 ≤ ≤ 0,29 Sangat Sukar0,30 ≤ ≤ 0,70 Sedang0,71 ≤ ≤ 1,00 Sangat MudahSudijono (2008: 120)
Berdasarkan uji coba tes kemampuan berpikir kritis siswa dan dilakukan
perhitungan (Lampiran C.3) dalam penelitian ini, diperoleh hasil tingkat
kesukaran tiap butir tes kemampuan berpikir kritis siswa dalam Tabel 3.10
sebagai berikut.
Tabel 3.10 Hasil Tingkat Kesukaran Butir Tes
Butir Tes Tingkat Kesukaran( ) Kesimpulan
1 0,380 Sedang2 0,328 Sedang3 0,206 Sangat Sukar4 0,162 Sangat Sukar5 0,070 Sangat Sukar
Pada penelitian ini, tes kemampuan berpikir kritis yang digunakan memiliki
tingkat kesukaran minimal dengan kriteria sedang. Dengan demikian, dari kelima
soal yang diujikan kelimanya memenuhi kriteria atau layak digunakan.
81
d. Daya Pembeda
Daya beda suatu butir tes adalah kemampuan suatu butir untuk membedakan
antara peserta tes yang berkemampuan tinggi dan berkemampuan rendah. Daya
beda butir dapat diketahui dengan melihat besar kecilnya tingkat diskriminasi atau
angka yang menunjukkan besar kecilnya daya beda. Dalam menghitung daya
pembeda data terlebih dahulu diurutkan dari siswa yang memperoleh nilai
tertinggi sampai siswa yang memperoleh nilai terendah. Kemudian diambil 27%
siswa yang memperoleh nilai tertinggi (kelompok atas) dan 27% siswa yang
memperoleh nilai terendah (kelompok bawah). Sehingga dari 34 siswa yang
mengikuti uji coba tes kemampuan berpikir kritis siswa diambil skor dari 6 siswa
untuk kelompok atas dan 6 siswa untuk kelompok bawah. Sudijono (2008: 120)
mengungkapkan menghitung indeks daya pembeda ( ) satu butir soal tertentu
ditentukan dengan rumus:
= −Keterangan :
JA : Rata-rata kelompok atas pada butir soal yang diolahJB : Rata-rata kelompok bawah pada butir soal yang diolahIA : Skor maksimum butir soal yang diolah
Penafsiran interpretasi indeks daya pembeda butir tes digunakan kriteria menurut
Sudijono (2008:121) pada Tabel 3.11 sebagai berikut.
Tabel 3.11 Interpretasi Indeks Daya Pembeda
Indeks Daya Pembeda Interpretasi0,00 ≤ DP ≤ 0,09 Sangat Buruk0,10 ≤ DP ≤ 0,19 Buruk0,20 ≤ DP ≤ 0,29 Agak Baik, Perlu direvisi0,30 ≤ DP ≤ 0,49 Baik
DP ≥ 0,50 Sangat Baik
82
Berdasarkan uji coba tes kemampuan berpikir kritis siswa dan dilakukan
perhitungan (Lampiran C.4) pada penelitian ini, diperoleh hasil daya beda butir
tes pada Tabel 3.12 sebagai berikut.
Tabel 3.12 Hasil Daya Pembeda Butir Tes
Butir Soal Indeks Daya Pembeda (DP) Kesimpulan1 0,39 Baik2 0,37 Baik3 0,40 Baik4 0,40 Baik5 0,30 Baik
Berdasarkan validitas isi 5 soal yang divalidasi semuanya dikatakan layak
digunakan dan berdasarkan uji validitas empiris, reliabilitas, tingkat kesukaran,
daya beda, dari 5 soal yang diujikan semuanya memenuhi kriteria tes yang baik.
Dengan demikian, tes kemampuan berpikir kritis layak digunakan seluruhnya.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pengembangan yang disusun dalam penelitian ini
adalah dengan melakukan validasi terhadap perangkat pembelajaran (RPP,
silabus, dan bahan ajar) dan dengan melakukan post test untuk mengukur
kemampuan berpikir kritis siswa dengan penjelasan sebagai berikut .
1. Data Validasi
Uji validasi dilakukan oleh dua orang ahli yaitu ahli materi dan ahli media. Ahli
dalam penelitian ini adalah Dosen matematika yang sesuai dengan bidang
keahliannya, yaitu Dr. Nanang Supriadi M.Sc. sebagai ahli media karena
keahliannya pada bidang media, dan Dr Bambang Sri Anggoro M.Pd. sebagai ahli
83
materi karena keahliannya dalam analisis matematika. Data validasi dari ahli
materi, ahli media serta siswa, kemudian dianalisis secara deskriptif dengan
menelaah hasil penilaian para ahli terhadap perangkat pembelajaran. Hasil telaah
digunakan sebagai masukan untuk merevisi/menyempurnakan produk
pembelajaran yang digunakan. Produk pembelajaran yang digunakan adalah
silabus, RPP dan bahan ajar berbasis strategi metakognitif pada materi Peluang.
2. Data Kepraktisan
Uji kepraktisan diperoleh dari uji coba bahan ajar kepada enam siswa dari
kelompok kemampuan tinggi, sedang, dan rendah diluar kelas kontrol dan kelas
eksperimen, serta dari dua orang guru matematika. Pemilihan enam orang siswa
tersebut dilihat dari hasil urutan ranking semester satu. Dari 32 siswa dikelas VIII
A enam orang tersebut diambil siswa dengan ranking 1 dan 2 untuk siswa
kemampuan tinggi, ranking 15 dan 16 untuk siswa kemampuan sedang, dan
ranking 31 dan 32 untuk siswa kemampuan rendah. Uji coba terhadap siswa diluar
kelas penelitian ini untuk menilai keterbacaan dan ketertarikan siswa dari bahan
ajar berbasis strategi metakognitif, serta untuk mengetahui kualitas bahan ajar
oleh tanggapan guru matematika yang bersangkutan.
3. Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Data diperoleh melalui tes kemampuan berpikir kritis matematis siswa setelah
berakhirnya proses pembelajaran. Tes ini diberikan secara individual kepada
siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Tes kemampuan berpikir kritis ini yang
84
dianalisis peningkatannya sebagai efektivitas dari penggunaan bahan ajar berbasis
strategi metakognitif yang dikembangkan.
F. Teknik Analisis Data
Selanjutnya, penelitian ini menggunakan pendekatan analisis kualitatif dan
kuantitatif, hal ini didasarkan pada data-data yang diperoleh berupa data kualitatif
dan kuantitatif sebagai berikut.
1. Data Kualitatif
Data kualitatif diperoleh dari data hasil wawancara, observasi lansung, hasil
review berbagai jurnal penelitian yang relevan, dan hasil penelaahan buku teks
matematika kelas VIII SMP kurikulum 2013. Data ini digunakan sebagai acuan
untuk menyusun silabus, RPP, dan bahan ajar berbasis strategi metakognitif dalam
pembelajaran.
Data hasil pemberian lembar validasi yang diperoleh pada tahap validasi silabus,
RPP, dan bahan ajar dianalisis secara deksriptif kualitatif. Pada tahap validasi
silabus, RPP, dan bahan ajar diperoleh data berupa saran dan komentar ahli, yang
digunakan sebagai panduan untuk memperbaiki silabus, RPP, dan bahan ajar.
Analisis data hasil respon guru dan tingkat keterbacaan dan ketertarikan siswa
juga dilakukan secara deskriptif kualitatif.
2. Data Kuantitatif
Data kuantitatif diperoleh dari analisis validitas bahan ajar, kepraktisan bahan
ajar, dan analisis efektivitas pembelajaran menggunakan bahan ajar berbasis
85
metakognitif. Pada analisis validitas bahan ajar, data kuantitatif berupa skor
penilaian ahli materi dan ahli media dideskripsikan secara kuantitatif
menggunakan skala likert dengan 4 skala kemudian dijelaskan secara kualitatif.
a. Data Validitas Bahan Ajar
Berdasarkan data angket hasil validasi dari ahli yang diperoleh, rumus yang
digunakan untuk menghitung persentase ( ) hasil angket dari validator adalah
sebagai berikut.
= ∑∑ 100%Keterangan :∑ : Jumlah nilai jawaban responden∑ : Jumlah nilai ideal atau jawaban tertinggi
Penafsiran interpretasi hasil angket dari validator digunakan kriteria menurut
Arikunto (2006: 276) pada Tabel 3.13 sebagai berikut.
Tabel 3.13 Interval Nilai Tiap Kategori Penilaian Validasi
Persentase Kriteria Validasi76-100 Valid56-75 Cukup Valid40-55 Kurang Valid0-39 Tidak Valid
Arikunto (2006: 276)
b. Data Kepraktisan Bahan Ajar
Berdasarkan data angket respon tanggapan siswa dan guru yang diperoleh, rumus
yang digunakan untuk menghitung persentase ( ) hasil angket dari validator
adalah sebagai berikut.
86
= ∑∑ 100Keterangan :∑ : Jumlah nilai jawaban responden∑ : Jumlah nilai ideal atau jawaban tertinggi
Penafsiran interpretasi hasil angket tanggapan siswa dan guru digunakan kriteria
menurut Arikunto (2009: 245) pada Tabel 3.14 sebagai berikut.
Tabel 3.14 Interval Nilai Tiap Kategori Kepraktisan
Nilai Tingkat Kepraktisan85-100 Sangat Praktis70-84 Praktis55-69 Cukup Praktis50-54 Kurang Praktis0-49 Tidak Praktis
Arikunto (2009: 245)
c. Data Efektivitas Bahan Ajar
Efektifitas dilakukan untuk melihat peningkatan kemampuan berpikir kritis yang
lebih baik pada pembelajaran kedua kelas. Untuk mengetahui peningkatan
kemampuan berpikir kritis pada kelas eksperimen, dilakukan analisis terhadap
hasil pretest dan posttest dengan menggunakan N-Gain ternomalisasi. Sebelum
menganalisis peningkatan kemampuan berpikir kritis pada kelas eksperimen maka
dilakukan pengolahan dan analisis data kemampuan berpikir kritis terlebih dahulu
dengan menggunakan uji statistik terhadap peningkatan kemampuan berpikir
kritis siswa dari kelas eksperimen dan kelas kontrol, untuk menganalisisis
efektivitas pembelajaran menggunakan bahan ajar berbasis metakognitif
dibandingkan pembelajaran dengan menggunakan buku yang biasa digunakan.
87
Analisis data yang digunakan merupakan statistik inferensial dengan statistik
parametrik. Penggunaan statistik parametrik memerlukan terpenuhinya asumsi
data harus normal dan homogen, untuk itu perlu uji persyaratan yang berupa uji
normalitas dan uji homogenitas. Adapun langah-langkahnya sebagai berikut.
1) Uji Normalitas
Uji normalitas berfungsi untuk mengetahui apakah sebaran data responden
berdistribusi normal ataukah tidak (Sugiyono, 2010). Uji normalitas ini
menggunakan metode uji Liliefors karena yang digunakan merupakan data
tunggal atau data frekuensi tunggal, dengan bantuan program SPSS versi 17.0.
Dengan taraf signifikansi 5%. Kriteria pengujiannya adalah jika nilai signifikansi
(sig) > 0,05 maka data berdistribusi normal.
Uji normalitas dilakukan pada hasil posttest kedua kelas eksperimen yaitu kelas
VIII C maupun kelas kontrol yaitu kelas VIII D. Berikut hasil uji normalitas
sebaran posttest pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Berdasarkan hasil
perhitungan pada Lampiran C.6 diperoleh hasil uji normalitas seperti Tabel 3.15
berikut.
Tabel 3.15 Hasil Uji Normalitas
Data Asymp. Sig (2-tailed) KeteranganPosttest
kelas eksperimen0,153
Data berdistribusi normal
Posttestkelas kontrol
0,195Data berdistribusi normal
Hasil perhitungan normalitas sebaran data posttest kelas eksperimen diketahui
bahwa data tersebut memiliki signifikansi = 0,153. Dengan demikian, Signifikansi
88
lebih dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data posttest kelas eksperimen
berdistribusi normal. Sementara itu, hasil perhitungan normalitas sebaran data
posttest kelas kontrol diketahui bahwa data tersebut memiliki Signifikansi = 0,195.
Dengan demikian, Signifikansi lebih dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa
data posttest kelas kontrol berdistribusi normal.
2) Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah kedua kelompok data
memiliki variansi yang homogen atau tidak. Dengan menggunakan SPSS,
perhitungan dapat dilakukan dengan test of homogenity of variance. Uji
homogenitas ini menggunakan statistik uji Levene, dengan mengambil taraf
signifikansi 5%. Kriteria pengujiannya adalah jika nilai signifikansi (sig) > 0,05,
data berasal dari populasi yang mempunyai varians homogen.
Uji homogenitas dilakukan pada hasil posttest kedua kelas eksperimen yaitu kelas
VIII C maupun kelas kontrol yaitu kelas VIII D. Hasil uji homogenitas
berdasarkan SPSS dapat dilihat di Lampiran C.7.
Hasil perhitungan homogenitas sebaran data posttest kelas eksperimen dan kelas
kontrol diketahui bahwa data tersebut memiliki Signifikansi = 0,000. Dengan
demikian, Signifikansi lebih dari 0,05 maka dapat disimpulkan data posttest kelas
eksperimen dan kelas kontrol tidak memiliki variansi yang sama atau tidak
homogen.
89
Setelah data hasil posttest dilakukan uji prasyarat mengenai normalitas dan
homogenitas dan didapatkan hasil bahwa hasil posttest kedua kelas (eksperimen
dan kontrol) berdistribusi normal dan tidak homogen. Selanjutnya dilakukan
analisis data mengenai kemampuan berpikir kritis siswa baik sebelum
pembelajaran dilakukan maupun setelah pembelajaran dilakukan dengan
menggunakan hasil pretest dan posttest.
3) Kemampuan Awal Berpikir Kritis Siswa
Analisis yang digunakan untuk kemampuan awal berpikir kritis siswa adalah uji
Mann-Whitney U dengan menggunakan software SPSS versi 17.0. Dengan
hipotesis uji satu pihak kanan kemampuan awal berpikir kritis pada penelitian ini
dapat diterangkan secara rinci sebagai berikut.
H0: Kemampuan awal berpikir kritis matematis siswa yang menggunakan bahan
ajar berbasis strategi metakognitif sama dengan kemampuan awal berpikir
kritis matematis siswa dengan siswa yang mengikuti pembelajaran
menggunakan buku yang biasa digunakan.
H1: Kemampuan awal berpikir kritis matematis siswa yang menggunakan bahan
ajar berbasis strategi metakognitif lebih baik dari kemampuan awal berpikir
kritis matematis siswa dengan siswa yang mengikuti pembelajaran
menggunakan buku yang biasa digunakan.
Kriteria Uji:
H0 diterima apabila Sig dibagi 2 lebih dari 0,05 artinya hipotesis nol doterima atau
kemampuan awal berpikir kritis matematis siswa yang menggunakan bahan ajar
90
berbasis strategi metakognitif lebih rendah atau sama dengan kemampuan awal
berpikir kritis matematis siswa dengan siswa yang mengikuti pembelajaran
menggunakan buku yang biasa digunakan.
Untuk mempertegas hasil perhitungan SPSS tersebut, dilakukan perhitungan
secara manual berdasarkan rumus untuk menghitung nilai statistik uji Mann-
Whitney U, yaitu sebagai berikut.
= + ( + 1)2 −= + ( + 1)2 −Keterangan :
na = jumlah sampel kelas eksperimennb = jumlah sampel kelas kontrol
= Rangking unsur a= Rangking unsur b
Statistik U yang digunakan adalah U yang nilainya lebih kecil. Oleh karena
sampel yang digunakan lebih dari 20 maka kriteria uji yang digunakan yaitu jika
nilai Zhitung > tabel, maka hipotesis nol ditolak. Nilai Z dihitung dengan
menggunakan rumus berikut.
Z = − 2( + + 1)124) Kemampuan Akhir Berpikir Kritis Siswa
Berdasarkan uji normalitas dan uji homogenitas pada data sebaran posttest kedua
kelas yaitu kelas ekperimen dan kelas kontrol, diketahui bahwa kedua kelompok
data (eksperimen dan kontrol) tidak memiliki variansi yang sama atau tidak
91
homogen, maka analisis terakhir yang digunakan adalah uji Mann-Whitney U
dengan menggunakan software SPSS versi 17.0. Dengan hipotesis uji satu pihak
kanan kemampuan akhir berpikir kritis pada penelitian ini dapat diterangkan
secara rinci sebagai berikut.
H0: Kemampuan akhir berpikir kritis matematis siswa yang menggunakan bahan
ajar berbasis strategi metakognitif lebih rendah kemampuan akhir berpikir
kritis matematis siswa dengan siswa yang mengikuti pembelajaran
menggunakan buku yang biasa digunakan.
H1: Kemampuan akhir berpikir kritis matematis siswa yang menggunakan bahan
ajar berbasis strategi metakognitif lebih baik dari kemampuan akhir berpikir
kritis matematis siswa dengan siswa yang mengikuti pembelajaran
menggunakan buku yang biasa digunakan.
Kriteria Uji:
Jika nilai Sig dibagi dua lebih dari 0,05 artinya hipotesis nol diterima atau
kemampuan akhir berpikir kritis matematis siswa yang menggunakan bahan ajar
berbasis strategi metakognitif lebih rendah atau sama dengan kemampuan akhir
berpikir kritis matematis siswa dengan siswa yang mengikuti pembelajaran
menggunakan buku yang biasa digunakan.
Untuk mempertegas hasil perhitungan SPSS tersebut, dilakukan perhitungan
secara manual berdasarkan rumus untuk menghitung nilai statistik uji Mann-
Whitney U, yaitu sebagai berikut.
= + ( + 1)2 −= + ( + 1)2 −
92
Keterangan :
na = jumlah sampel kelas eksperimennb = jumlah sampel kelas kontrol
= Rangking unsur a= Rangking unsur b
Statistik U yang digunakan adalah U yang nilainya lebih kecil. Oleh karena
sampel yang digunakan lebih dari 20 maka kriteria uji yang digunakan yaitu jika
nilai Zhitung> tabel, maka hipotesis nol ditolak. Nilai Z dihitung dengan
menggunakan rumus berikut.
Z = − 2( + + 1)12Jika hipotesis nol ditolak maka dilakukan analisis lanjutan untuk mengetahui
besarnya peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang menggunakan bahan
ajar berbasis strategi metakognitif dibandingkan peningkatan kemampuan berpikir
kritis siswa yang tidak menggunakan bahan ajar berbasis strategi metakognitif.
Adapun analisis lanjutan tersebut menurut Ruseffendi (1998: 314) yaitu jika H1
diterima maka cukup melihat data sampel mana yang rata-ratanya lebih tinggi.
Setelah dilakukan pengolahan data dan analisis terhadap skor pretest dan posttest
untuk melihat efektivitas dari pembelajaran yang menggunakan bahan ajar
berbasis metakognitif, maka dilakukan analisis peningkatan kemampuan berpikir
kritis siswa. Analisis dilakukan dengan menggunakan rumus gain ternormalisasi
rata-rata (average normalized gain) oleh Hake yang dianggap lebih efektif.
Menurut Hake dalam Wiyono (2013: 53) besarnya peningkatan dihitung dengan
rumus indeks gain, yaitu sebagai berikut.
93
= − −Hasil perhitungan gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan klasi-
fikasi dari Hake (dalam Noer, 2010: 105) seperti terdapat pada Tabel 3.16 berikut:
Tabel 3.16 Kriteria Indeks Gain
Indeks Gain (g) Kriteria0,71 ≤ g ≤ 1,00 Tinggi0,31 ≤ g ≤ 0,70 Sedang0,00 ≤ g ≤ 0,30 Rendah
Hake (Noer, 2010: 105)
Setelah di lakukan pengklasifikasian kriteria n-gain pada kelas eksperimen maka
dilakukan uji proporsi untuk siswa yang memiliki n-gain dengan kriteria sedang.
N-gain siswa yang memiliki kriteria minimal sedang adalah kriteria sedang dan
tinggi. Uji proporsi dilakukan dengan menguji hipotesis bahwa siswa yang
memiliki kriteria minimal sedang pada pembelajaran dengan menggunakan bahan
ajar berbasis strategi metakognitif lebih dari atau sama dengan 75%.
Adapun hipotesis untuk proporsi satu pihak kanan yaitu sebagai berikut:
H0 : Proporsi siswa yang memiliki kriteria n-gain minimal sedang sama dengan
75% dari jumlah siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan
bahan ajar berbasis strategi metakognitif.
H1 : Proporsi siswa yang memiliki kriteria n-gain minimal sedang lebih dari 75%
dari jumlah siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan
bahan ajar berbasis strategi metakognitif.
94
Kriteria pengujian adalah terima H0 jika Zhitung < Ztabel, dengan perhitungan
proporsi terhadap n-gain peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa dalam
Sudjana (2005: 234) yaitu sebagai berikut.
= −(1 − )Keterangan :
= Ketercapaian kategori baik= Jumlah siswa terkategori diharapkan= Persentase yang diharapkan= Jumlah siswa
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, diperoleh kesimpulan sebagai
berikut:
1. Pengembangan bahan ajar berbasis strategi metakognitif untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis, diawali dari studi
pendahuluan yang menunjukkan kebutuhan dikembangkannya pembelajaran
bahan ajar berbasis strategi metakognitif. Hasil validasi menunjukkan bahwa
silabus dan RPP telah layak digunakan dan termasuk dalam kategori valid,
begitupun dengan hasil validasi bahan ajar menunjukkan bahwa bahan ajar
termasuk dalam kategori valid.
2. Bahan ajar yang dikembangkan termasuk dalam kategori praktis, hal ini
didapat berdasarkan hasil uji coba kelompok kecil oleh beberapa siswa dan
guru tempat dilaksanakannya penelitian. Hasil akhir dari penelitian
pengembangan ini adalah pengembangan bahan ajar berbasis strategi
metakognitif untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis.
3. Kemampuan berpikir kritis matematis dengan pembelajaran yang
menggunakan bahan ajar berbasis strategi metakognitif lebih baik
dibandingkan dengan kemampuan berpikir kritis matematis dengan
pembelajaran dengan menggunakan buku yang biasa dipakai di sekolah.
151
B. Saran
Berdasarkan simpulan dari hasil penelitian, ada beberapa hal yang perlu penulis
sarankan, yaitu:
1. Proses pembelajaran dikelas sebaiknya menggunakan bahan ajar berbasis
strategi metakognitif, sehingga siswa dapat aktif selama proses pembelajaran
dan mereka tidak mengalami kejenuhan serta siswa dapat menyadari proses
kognitifnya.
2. Hendaknya guru menggunakan bahan ajar berbasis strategi metakognitif
sehingga kemampuan berpikir kritis matematis siswa dapat meningkat.
3. Hendaknya dalam pembelajaran untuk kelas besar dalam menggunakan
pembelajaran dengan strategi metakognitif terdapat pengamat atau dilakukan
dengan team teaching, karena akan sangat kesulitan untuk pencapaian satu
persatu siswa dalam mengontrol strategi metakognitifnya untuk satu guru
dalam kelas yang besar.
4. Mempertimbangkan karakter siswa dalam menerapkan strategi pembelajaran
yang sesuai.
5. Pada tahap observasi sebaiknya mewawancarai lebih dari satu orang guru
agar mendapatkan hasil yang ingin dicapai dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.Rineka Cipta, Jakarta. 413 hlm.
__________________. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik,Edisi revisi VI. Rineka Cipta, Jakarta. 500 hlm.
__________________. 2009. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi).Bumi Aksara, Jakarta.
Azwar, Saifuddin. 2007. Tes Prestasi: fungsi dan Pengembangan PengukuranPrestasi Belajar. Pustaka Pelajar, Yogyakarta. 193 hlm.
Blankey, Elaine dan Sheila Spence. 1990. Developing Metacognition. ERICDigest. pp. 5. Tersedia: http://www.ericdigest.org/pre-9218/developing.htm.Diakses pada Desember 2017
Badan Nasional Standar Pendidikan. 2007. Standar Isi, Standar Kompetensi, danKompetensi Dasar SMP/MTs. Badan Standar Nasional Pendidikan, Jakarta.
Budiyono. 2009. Statistik Untuk Penelitian. Universitas Sebelas Maret, Pers.Surakarta. 339 hlm.
Chairani, Zahra. 2015. Scaffolding dalam Pembelajaran Matematika. MathDidactic: Jurnal Pendidikan Matematika, 1(1): 39-44.
Dahar, Ratna Wilis. 2011. Teori Belajar dan Pembelajaran. Erlangga, Jakarta.178 hlm.
Daryanto. 2013. Strategi dan tahapan mengajar (bekal keterampilan dasar bagiguru). CV Yrama Widya, Bandung. 210 hlm.
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat.Bahasa. Edisi ke-4. Gramedia, Jakarta. 2040 hlm.
Desmita. 2010. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. PT. Remaja, Bandung.314 hlm.
Dick, W. Carey L. and Carey J.O. 2001. The Systematic Design of Instruction.Addison-Wesley Educational Publisher Inc, New York.
153
Direktorat Jenderal Pengembangan Mutu Pendidikan dan Tenaga Pendidikan.2008. Penulisan Modul. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. 30 hlm.
Ennis, R.H. 1991. Critical Thinking : A Streamlined Conception. TeachingPhilosophy, 14(1): 5-25. Tersedia: https://education.illinois.edu/faculty-pages/robert-ennis.
Erman, Suherman. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.Universitas Pendidikan Indonesia, Jakarta. 324 hlm.
Facione, P. A. 2015. Critical Thinking. What it is and Why it Counts. InsightAssesment. pp. 1-15. Tersedia: https://doi.org/ISBN 13: 978-1-891557-07-1.Diakses pada tanggal November 2017 pukul 19.00.
Fisher, Alec. 2007. Berpikir Kritis: Sebuah Pengantar. Erlangga, Jakarta. 382hlm.
Fraenkel, Jack R. and Norman E. Wallen. 1993. How to Design and EvaluatifResearch in Education. Mcgraw-hill Inc, New York. 623 hlm.
Glazer, Evan. 2001. Using Internet Primary Sources To Teach Critical ThinkingSkills In Mathematics. Greenwood Press, London. 280 hlm.
Gunawan, Adi W. 2003. Genius Learning Strategy Petunjuk Praktis untukMenerapkan Accelarated Learning. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 373hlm.
Hamalik, Oemar. 2003. Proses Belajar Mengajar. PT. Bumi Aksara, Jakarta. 184hlm.
Hamdani. 2011. Strategi Belajar Mengajar. Pustaka Setia, Bandung. 344 hlm.
Hartoyo, Agung. 2013. Model Pembinaan Estetik Dalam PembelajaranMatematika Menggunakan Etnomatenatika Pada Budaya Lokal MasyarakatKalimantan Barat. Universitas Pendidikan Indonesia., Bandung. Tersedia:http://repository.upi.edu. Diakses pada tanggal 20 November 2017 pukul20.00 WIB
Hassoubah, Izhab Zaleha. 2004. Developing Creative and Critical Thinking Skill(Cara Berpikir Kretif dan Kritis). Yayasan Nuansa Cendikia, Bandung.
Kramarski, Bracha, Zemira R. Mevarech and Marsel Arami. 2002. The Effects ofMetacognitive Instruction on Solving Mathematical Authentic Tasks.Educational Studies in Mathematics, 49(2): 225-250.
Kramarski, Bracha dan Zoldan, Sarit. 2008. Using errors as springboard forenhancing Mathematical Reasoning With Three Metacognitive Approaches.The Journal of Educational Research. 102(2): 137-151.
154
Lestari, Ika. 2013. Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Kompetensi. AkademiaPermata, Padang. 132 hlm.
Liberma. 2013. Pengembangan Bahan Ajar dengan Pendekatan Scientific UntukMeningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis dan Self EfficacySiswa. Universitas Medan, Medan.
Lipman, M. 2003. Thinking in Education. Cambridge University Press,Cambridge. pp. 318.
Marzano, Robert J., et.al. 1988. Dimension Of Thinking. Association forSupervision and Curriculum Development, USA. pp. 178.
Nasution, S. 2013. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar.Bumiaksara, Jakarta. 223 hlm.
NCREL. 1995. Metacognition. Tersedia: http://www.ncrel.org/sdrs/areas/-issues/students/learning/lrlmetn.html. Diakses Desember 2017
Nieveen. 1999. Prototyping to Reach Product Quality, In Alker, Jan Vander.Design Approaches and Tools in Education and Training. KluwerAcademic Publisher, Dordrect.
Noer, Sri Hastuti. 2010. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis, Kreatif, DanReflektif (K2r) Matematis Siswa Smp Melalui Pembelajaran BerbasisMasalah. Disertasi. Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
OECD. 2016. PISA 2015 Assessment and Analytical Framework: Science,Reading, Mathematic and Financial Literacy, PISA, OECD Publishing,Paris. pp. 220. Tersedia: http.//dx.doi.org/10.1787/9789264255425-en.Diakses pada 23 Februari 2018.
O’Neil Jr, H.F. and Brown, R.S. 1997. Differential Effects of Question Formats inMath Assessment on Metacognition and Affect. Applied Measurement inEducation, 11(4) : 331-351, DOI: 10.1207/s15324818ame1104_3.
OLRC News. 2004. Metacognition. Tersedia: ohioeff/resource.doc. Diakses padaJanuari 2018.
Pascarella, E. T., & Terenzini, P. T. 1991. How college affects students. SanJossey-Bass, Francisco. pp. 848.
Prastowo, Andi. 2011. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. DIVAPress, Yogyakarta.
Reichenbach, Bruce. R. 2001. Introduction to critical thinking. pp. 352. Tersedia:http://mhhe.com/socscience/philosophy/reichenbach/m1_chap02studyguide.html
155
Rostina, Sundayana. 2014. Statistika Penelitian Pendidikan. Alfabeta, Bandung.296 hlm.
Rosyada, Dede. 2004. Paradigma Pendidikan Demokratis: sebuah ModelPelibatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan. Prenada Media,Jakarta. 328 hlm.
Riduwan. 2006. Rumus dan Data dalam Aplikasi Statistika. Cetakan I. Alfabeta,Bandung. 304 hlm.
Ruffi, Ruffi. 2015. Developing Module on Constructivist Learning Strategies toPromote Students’ Independence and Performance. International Journal ofEducation, 7(1): 937-943. Tersedia pada: http://www.macrothink.org/journal/index.php/ije/article/view/6675/5745. Diakses pada Februari 2018.
Ruseffendi. 1998. Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. IKIP BandungPress, Bandung.
Schneider, Wolfgang. 2008. The development of metacognitive knowledge inchildren and implications for education. Journal compilation: internationalMind, Brain,and education society and wiley periodicals, 2(3): 114-121.
Shannon, V. Steven. 2008. Using Metacognitive Strategies and Learning Styles toCreate Self-Directed Learners. Institute for Learning Styles ResearchJournal, 1: 14-28.
Schoenfeld, Alan H. 1987. What’s All The Fuss About Metacognition. Tersedia:http://mathforum.org/~sarah/Discussion.Sessions/Schoenfeld.html. NewYork: MacMillan.
Schoenfeld, Alan H. 1992. Learning To Think Mathematically: Problem Solving,Metacognition, And Sense-Making In Mathematics. Handbook for Researchon Mathematics Teaching and Learning (D. Grouws, Ed.). pp. 102.Tersedia: http://myschoolnet.ppk.kpm.my/bcb8.pdf. New York: MacMillan.
Su, Hui Fang Huang "Angie", Frederick A Ricci dan Mamikon Mnatsakanian.2016. Mathematical teaching strategies: Pathways to critical thinking andmetacognition. Journal of Research in Education and Science (IJRES), 2(1): 190-200.
Sudiarta, P. 2007. Penerapan Strategi Pembelajaran Berorientasi PemecahanMasalah dengan Pendekatan Metakognitif untuk Meningkatkan PemahamanKonsep dan Hasil Belajar Mahasiswa pada Mata Kuliah StatistikaMatematikI Tahun 2006/2007. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHASingaraja, 40( 3) : 588-605.
156
Sudijono, Anas. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Raja Grafindo Persada,Jakarta. 276 hlm.
Sumawan, Dani. 2012. Profil Metakognisi Siswa SMP dalam MemecahkanMasalah Matematika Ditinjau dari Kemampuan Matematikanya. Tesis.UNESA, Surabaya.
Sugiyono. 2010. Statistika Untuk Penelitian. Alfabeta, Bandung. 389 hlm.
Susanto, Ahmad. 2011. Perkembangan Anak Usia Dini Pengantar dalamBerbagai. Aspeknya. Kencana Perdana Media Group, Jakarta.
_______________. 2013. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar.Kencana Prenada Media Group, Jakarta.
Sutiarso, Sugeng. 2009. Scaffolding dalam Pembelajaran Matematika. ProsidingSeminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA. FakultasMIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, M527-530.
Susan R, Singer, Natalie R. Nielsen, and Heidi A. Schweingrube. 2012.Discipline-Based Education Research: understanding and improvinglearning in graduate science and engineering. National Academic press,Washington DC. pp. 282.
Sutikno, Sobry. 2014. Metode & Model-Model Pembelajaran. Katalog dalamTerbitan (KDT), Jakarta. 302 hlm.
Suzanne, Donovan dan John D. Bransford. 2005. How Students Learn:History inthe Classroom. National Academies press, Washington DC. pp. 280.
Sweeney, Carly Mara. 2010. The Metacognitive Functioning of Middle SchoolStudents with and without Learning Disabilities During MathematicalProblem Solving. Open Access Dissertations. pp. 433
The Critical Thinking Community (Foundation for Critical Thinking). 2009a.Critical Thinking: Basic Questions & Answers. Tersedia:http://www.criticalthinking.org/aboutCT/CTquestionsAnswers.cfm.
Toit, Stehpan du dan Kotze, Gary. 2009. Metacognitive Strategy in theTeachingand Learning of Mathematics. Jurnal Pythagoras, 70: 56-67.Tersedia: http://www.pythagoras.org.za/index.php/ pythagoras/article/view/39. Diakses Desember 2017
Widoyoko, Eko Putro. 2013. Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
157
Wiyono. 2013. Pembelajaran Matematika Model Concept AttainmentMeningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Materi Segitiga. Journal ofEducational Research and Evaluation, 2, (1): 51-54. [Online]. Tersedia:https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jere