44
1 STUDI TENTANG PENGGUNAAN LAGU-LAGU POP ROHANI DALAM IBADAH DI JEMAAT GMIT AGAPE Oleh Nuke Angelya Laning 712011028 TUGAS AKHIR Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas Teologi guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Teologi (S.Si Teol) PROGRAM STUDI TEOLOGI FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2016

Oleh Nuke Angelya Laning 712011028 TUGAS AKHIR PROGRAM … · 2017. 3. 24. · 1 STUDI TENTANG PENGGUNAAN LAGU-LAGU POP ROHANI DALAM IBADAH DI JEMAAT GMIT AGAPE Oleh . Nuke Angelya

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 1

    STUDI TENTANG PENGGUNAAN LAGU-LAGU POP ROHANI DALAM IBADAH DI

    JEMAAT GMIT AGAPE

    Oleh

    Nuke Angelya Laning

    712011028

    TUGAS AKHIR

    Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas Teologi

    guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Teologi

    (S.Si Teol)

    PROGRAM STUDI TEOLOGI

    FAKULTAS TEOLOGI

    UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

    SALATIGA

    2016

  • 2

  • 3

  • 4

  • 5

  • 6

    MOTTO

    “Pohon yang bertumbuh tinggi selalu bermula dari tanaman yang kecil

    kalau-kalau ada yang merawat hingga menuju pada puncak ketinggian

    pohon dapat melihat segalanya dari atas tetapi ia tidak boleh lupa bahwa

    dahulu ia hanyalah sepetak tanaman kecil yang dirawat oleh Sang Pencipta.

    Orang dapat mengerti kalau keberhasilan jangan membuat Nuke merasa

    puas dan tinggi hati, orang harus menghargai proses dimana ia dahulu

    memulainya dan bagaimana Sang Pencipta berproses dalam

    keberhasilannya”

    (PAPA)

    “Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan

    kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami

    pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir”

    (Pengkhotbah 3 : 11)

    “Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan tetapi orang bodoh

    menghina hikmat dan didikan”

    (Amsal 1:7)

  • 7

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan rahmatNya yang begitu

    besar sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini tepat pada waktunya dengan judul

    “Studi tentang Penggunaan Lagu-lagu Pop Rohani dalam Ibadah di Jemaat GMIT Agape”

    Tugas akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan

    Program Sarjana Fakultas Teologi di Universitas Kristen Satya Wacana.

    Dalam penyusunan Tugas Akhir ini penulis banyak mendapat saran, dorongan dan bimbingan

    serta keterangan-keterangan dari berbagai pihak berupa pengalaman yang tidak dapat diukur

    secara materi. Oleh karena itu dengan kemurahan dan kebaikan Tuhan Yesus Kristus maka

    penulis dapat menjalani proses dalam penyelesaian tugas akhir ini, untuk itu dengan segala

    hormat dan kerendahan hati maka penulis juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai

    pihak yang telah memberikan fasilitas, membantu, membina dan membimbing penulis dalam

    menyusun tugas akhir ini sampai selesai. untuk itu ucapan terima kasih penulis ditujukan

    kepada :

    1. Ibu pdt Dr. Retnowati selaku dosen pembimbing 1 yang telah meluangkan waktu

    dan tenaga untuk membimbing, memotivasi dan senantiasa mendoakan penulis

    dalam mengerjakan tugas akhir

    2. Bapak Pdt. Dr. Ebenhaizer Nuban Timo selaku pembimbing 2 yang telah

    meluangkan waktu untuk membimbing secara rinci, memotivasi penulis sampai

    pada proses penyelesaian tugas akhir.

    3. Seluruh dosen dan pegawai TU Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya

    Wacana yang telah membantu penulis dengan penuh kesabaran mulai dari awal

    proses perkuliahan sampai pada penyelesaian tugas akhir ini sebagai syarat

    mencapai gelar sarjana pada waktu yang tepat.

    4. Papa, Mama, Mario dan Sally serta seluruh kerabat keluarga besar Laning dan

    Folla yang senantiasa memberi dukungan baik secara materi maupun non-materi

    bagi penulis, memberikan semangat dan juga mendoakan penulis.

    5. Seluruh anggota jemaat GMIT Agape sebagai lokasi penelitian terkhususnya bagi

    pendeta, evangelis dan beberapa perwakilan anggota jemaat dari komisi kaum

    bapak, komisi kaum wanita, komisi pemuda dan komisi remaja yang telah

    membantu menyelesaikan tugas akhir ini sebagai narasumber.

    6. Sahabat-sahabat angkatan 2011 Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya

    Wacana yang selalu memberikan motivasi bagi penulis dalam suka-duka selama

  • 8

    kurang lebih 4 tahun dan menjadi bagian dalam kehidupan penulis sampai pada

    penulisan tugas akhir ini.

    7. Sahabat-sahabat terdekat penulis yakni Clara Latupeirisa, Ina Gorang Mau , Indah

    Sinaga, Vanda Allouw, Ryan Therik, Nirwa Awang, Chicha Mayor, Daud

    Lisnahan, Frisno Matalu dan Jenn Wattimena yang selalu setia mendampingi

    penulis dan memberi semangat bagi penulis untuk menyelesaikan tugas akhir.

    8. Sahabat-sahabat yang berada di Kos Adelphous yang telah memberi dukungan

    serta menjadi penyemangat bagi penulis untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

    Dalam penyusunan tugas akhir ini, penulis menyadari masih terdapat banyak

    kekurangan oleh karena keterbatasan ilmu pengetahuan dan wawasan serta pengalaman yang

    penulis miliki. Untuk itu tidak menutup kemungkinan bagi penulis untuk menerima segala

    saran dan kritikan serta masukan yang bermanfaat. Akhir kata semoga dapat bermanfaat bagi

    penulis sendiri, institusi pendidikan dan masyarakat luas.

    Salatiga_________________

    Nuke Angelya Laning

  • 9

    DAFTAR ISI

    1 PENDAHULUAN ...................................................................................................................... 11

    1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 11

    1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 15

    1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................................... 16

    1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................................. 16

    1.5 Metode Penelitian .................................................................................................... 16

    1.6 Sistematika Penulisan ............................................................................................. 16

    2 TEORI ........................................................................................................................................ 17

    2.1 Pengertian dan Fungsi Ibadah ............................................................................... 17

    2.2 Pengertian Liturgi ................................................................................................... 18

    2.3 Pengertian Musik Gerejawi.................................................................................... 20

    2.4 Pengertian Identitas ................................................................................................ 24

    3 DATA LAPANGAN .................................................................................................................. 27

    3.1 Profil GMIT Agape ................................................................................................. 27

    3.2 Penggunaan Lagu-lagu pop rohani dalam Ibadah di Jemaat GMIT Agape. .... 28

    3.3 Manfaat Positif Lagu-lagu Pop Rohani dalam Pertumbuhan Iman Jemaat

    GMIT Agape ....................................................................................................................... 32

    4 PEMBAHASAN DAN ANALISA ............................................................................................. 34

    4.1 Penggunan Lagu-lagu Pop rohani dalam Ibadah di Jemaat GMIT Agape....... 34

    4.2 Manfaat Lagu-lagu Pop Rohani bagi Pertumbuhan Iman Jemaat GMIT Agape

    39

    5 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................................... 42

    5.1 Kesimpulan .............................................................................................................. 42

    5.2 Saran ......................................................................................................................... 42

    Daftar Pustaka ..................................................................................................................................... 43

  • 10

    STUDI TENTANG PENGGUNAN LAGU-LAGU POP ROHANI DALAM IBADAH DI

    JEMAAT GMIT AGAPE

    Nuke Angelya Laning, 712011028

    ABSTRAK

    Penggunaan nyanyian-nyanyian dalam liturgi ibadah sangat penting. Nyanyian-

    nyanyian yang menjadi pilihan dalam rangkaian tata ibadah menentukan suasana

    berlangsungnya ibadah tersebut baik itu ibadah minggu maupun ibadah harian. Begitu pula

    yang dirasakan oleh Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) dengan berbagai tata aturan dan

    rangkaian tradisi yang dijalankan setiap jemaat GMIT. Tradisi GMIT dalam hal penggunaan

    nyanyian-nyanyian memiliki catatan penting bahwa perlu untuk menyeimbangkan nyanyian-

    nyanyian seperti Kidung Jemaat (KJ), Pelengkap Kidung Jemaat (PKJ) atau Nyanyian

    Kidung Baru (NKB) dan nyanyian-nyanyian yang bernuansa pop rohani. Namun salah satu

    jemaat GMIT yakni gereja GMIT Agape memberi warna berbeda dalam suasana peribadatan

    dalam hal penggunaan lagu-lagu pop rohani yang dominan sehingga penelitian ini

    dilatarbelakangi oleh karena ketidakseimbangan penggunaan nyanyian-nyanyian dalam

    ibadah di jemaat GMIT Agape yang tidak sesuai dengan tradisi GMIT. Penelitian ini

    bertujuan untuk mendeskripsikan alasan mengapa jemaat GMIT Agape menggunakan lagu-

    lagu pop rohani dalam ibadah dan manfaat positif lagu-lagu pop rohani bagi pertumbuhan

    iman jemaat. Metode penelitian yang digunakan ialah deskriptif dengan pendekatan kualitatif.

    Penggunaan nyanyian-nyanyian dalam liturgi ibadah di GMIT Agape membawa manfaat

    positif bagi pertumbuhan iman jemaat namun belum memenuhi rangkaian tradisi GMIT

    untuk penyeimbangan nyanyian-nyanyian tersebut namun disisi lain menjadi suatu

    sumbangan bagi jemaat GMIT yang lain untuk meninjau kembali buku-buku nyanyian demi

    kebutuhan jemaat

    Kata kunci : Ibadah, lagu-lagu pop rohani, GMIT Agape.

  • 11

    STUDI TENTANG PENGGUNAAN LAGU-LAGU POP ROHANI DALAM IBADAH

    DI JEMAAT GMIT AGAPE

    1 PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Gereja Masehi Injili di Timor atau biasa dikenal dengan sebutan GMIT merupakan salah satu

    gereja dari gereja-gereja di Indonesia yang tergabung dalam Persekutuan Gereja-gereja di

    Indonesia (PGI). GMIT yang terletak bagian timur Indonesia lebih tepatnya provinsi Nusa

    Tenggara Timur (NTT) memiliki kurang lebih 2000 jemaat dan 44 klasis. Jemaat GMIT terdiri

    dari jemaat pribumi antara lain suku Timor, Sabu, Rote, Alor, Flores dan lain sebagainya dan

    dari sejumlah GMIT yang ada di kota Kupang, setidaknya ada salah satu jemaat GMIT memiliki

    warna yang berbeda dibandingkan gereja GMIT yang lain yaitu jemaat GMIT Agape karena

    sebagian besar terdiri dari jemaat Tionghoa dan sebagian kecilnya ialah jemaat pribumi

    berdasarkan jumlah anggota jemaat Tionghoa 187 Jiwa dan jemaat Pribumi 105 Jiwa. Ada

    denominasi etnis yang terjadi, perpaduan orang-orang Tionghoa dan orang-orang pribumi

    tentunya telah melalui proses sejarah yang cukup panjang sehingga terbentuknya GMIT Agape.

    Jemaat GMIT Agape awalnya merupakan pecahan dari gereja GMIT Kota Kupang. Kemudian

    orang-orang Tionghoa bergabung dengan jemaat pribumi dan membentuk sebuah vocal group

    bernama Imanuel. Vocal group Imanuel ini berusaha untuk membantu pembangunan gereja

    dengan mencari dana tetapi di mata jemaat pribumi keberadaan orang-orang Tionghoa tidak

    diperhitungkan sehingga timbul ketidaknyamanan di antara jemaat pribumi dan jemaat

    Tionghoa. Pada tahun 1968 orang-orang Tionghoa bertemu dengan seorang pendeta bernama

    Stephen Tong ketika sedang melakukan Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) di Gereja Kota

    Kupang. Tong bertemu dengan orang-orang Tionghoa di jemaat Kota Kupang dan memberi

    dorongan bagi mereka untuk bertumbuh dalam pelayanan.

    Orang-orang Tionghoa suka sekali bernyanyi dan membuat mereka membentuk paduan suara

    yang diberi nama Pelita, namun pelayanan mereka melalui paduan suara yang dibentuk membuat

    orang-orang pribumi semakin tidak menyukai keberadaan orang-orang Tionghoa akan tetapi hal

    itu tidak menyurutkan semangat orang-orang Tionghoa dalam bernyanyi. Bagi orang-orang

    Tionghoa bernyanyi saja tidak cukup. Ada kerinduan untuk melayani sesama Tionghoa dan

    dilayani oleh orang Tionghoa dan dari kerinduan inilah yang membuat mereka mencari pelayan

    orang Tionghoa untuk melayani mereka, pelayan biasa mereka sebut sebagai hamba Tuhan. Pada

    tahun 1969 ada seorang pelayan yang berasal dari SAAT orang Tionghoa pandai berbahasa

  • 12

    mandarin melakukan pelayanan di Gereja Kota Kupang. Orang-orang Tionghoa mulai

    bertumbuh dan memiliki tekad untuk hidup “mandiri”. Tekad itu dimulai dari mencari dana

    untuk membeli sebuah tempat agar dijadikan sebagai Pos Pekabaran Injil (PI). Setelah memiliki

    pos PI, pada saat itu belum dilayani oleh pendeta melainkan penginjil-penginjil dari SAAT dan

    oleh karena pos PI yang telah berjalan dengan baik mengakibatkan jumlah jemaat semakin

    banyak maka jemaat Tionghoa mula-mula tersebut memiliki keinginan untuk membangun gereja

    sendiri dan akhirnya tekad dari orang-orang Tionghoa untuk membangun gereja sendiri dengan

    cara meminta permohonan izin kepada Gubernur NTT namun pada waktu itu ditolak hingga

    sampai pada tingkat pengadilan tapi pada akhirnya atas keputusan dari pihak sinode maka jemaat

    diperbolehkan untuk membangun gereja namun dengan tiga syarat yakni, 1) harus di bawah

    naungan GMIT, 2) harus berbaur dengan jemaat pribumi 3) tidak diperbolehkan membawa

    masuk cunghae chungi ke dalam gereja1.

    Proses sejarah yang cukup panjang dan pada akhirnya GMIT Agape mulai terbentuk dan

    berdiri sendiri sejak tahun 1980 dengan mayoritas jemaat Tionghoa. GMIT Agape membawa

    warna yang berbeda dibandingkan dengan gereja GMIT yang lainnya. Pasalnya, perbedaan itu

    mulai terlihat dari struktur organisasi. Sejak GMIT Agape mulai berdiri, kepemimpinan dalam

    struktur organisasi tidak dipimpin oleh seorang pendeta melainkan dipimpin oleh seorang warga

    jemaat dan hal ini diteruskan sampai periode saat ini (2014-2017). Perbedaan yang lain juga

    terdapat dalam suasana peribadatan, tata ibadah yang digunakan tetap sama dengan tata ibadah

    GMIT namun isinya yang berbeda. Isi yang berbeda itu terdapat pada nyanyian-nyanyian jemaat

    yang digunakan bukanlah nyanyian-nyanyian yang sama dengan gereja GMIT pada umumnya.

    Perbedaan GMIT Agape membuat penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut salah satu

    perbedaan yakni suasana peribadatan GMIT Agape dengan warna tata ibadah yang berbeda. Tata

    ibadah lebih khusus pada unsur tata ibadah yakni nyanyian-nyanyian yang digunakan menjadi

    unsur penting dalam peribadahan karena menyanyi dan memuji Tuhan merupakan pelayanan

    utama di dalam kebaktian gereja karena setelah di surga kelak, nubuat akan berhenti, khotbah

    akan berakhir namun nyanyian dan puji-pujian tidak akan berakhir.2 Kutipan dari Karl Barth

    mengenai hakikat gereja bahwa pada dasarnya “Gereja adalah umat yang bernyanyi, Gereja yang

    tidak bernyanyi bukanlah gereja”3. Gereja tidak terlepas dari nyanyian-nyanyian yang ada

    dalamnya jadi bayangkan apabila gereja tidak memiliki nyanyian-nyanyian jemaat maka ada

    sesuatu yang hilang. Nyanyian ialah suatu perpaduan yang harmonis antara lagu dan syair yang

    1 Hasil wawancara dengan para “Jemaat dan Penginjil mula-mula” 30 juli 2015 pukul 10-12:30 dan

    17:00-20:30. 2 Madrasah Alkitab Asia Tenggara Malang. Puji-Pujian Kristen (Malang, 1976), 1. 3 Ismail, Andar. Selamat Melayani Tuhan.( Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), 19,20.

  • 13

    isinya memiliki arti dan makna tertentu4. Jadi gereja yang tidak bisa terlepas dari nyanyian-

    nyanyian yang memiliki arti dan makna hidup saat umat datang dan menyembah kepada Tuhan

    melalui nyanyian-nyanyian tersebut. Tradisi gereja yang bernyanyi adalah kelanjutan dari agama

    Yahudi yang memberi ruang penting bagi kedudukan nyanyian dalam Ibadah di Bait Allah5.

    Seperti misalnya, Perjanjian Lama telah menguraikan adanya nyanyian-nyanyian umat seperti

    kitab Mazmur yang merupakan kitab nyanyian umat Israel dan doa yang dipanjatkan kepada

    Allah, nyanyian dalam kitab Mazmur itu berupa pujian dan ratapan dari umat Israel kepada Allah

    sebagai rasa ungkapan syukur dan pengalaman-pengalaman iman yang dialami oleh umat Israel,

    sehingga Mazmur memiliki tempat dalam liturgi di ibadah di Sinagoge. Tidak hanya berpatokan

    pada kitab Mazmur ada pula Nyanyian-nyanyian yang ada di dalam Perjanjian Lama, nyanyian

    Musa dan Miryam (Kel 15), nyanyian syukur Hizkia, Nyanyian Debora (Hak 5) Nyanyian Hana

    (1 Sam 2)6. Selain Perjanjian Lama, Perjanjian Baru juga tidak terlepas dengan adanya nyanyian-

    nyanyian, Yesus juga pernah bernyanyi ketika Ia hendak pergi ke bukit Zaitun bersama dengan

    murid-murid (Mat 26 : 30), Surat-surat Paulus khususnya dalam Surat Efesus menguraikan

    nasihat Paulus kepada jemaat untuk saling menguatkan seorang dengan yang lain melalui

    Mazmur, Kidung Puji-pujian dan nyanyian rohani (Ef 5:19)7 Jadi, nyanyian-nyanyian sudah ada

    dan akan terus ada dalam kehidupan bergereja karena nyanyian merupakan bagian dalam

    pergumulan iman jemaat yang di dalamnya terdapat pesan-pesan moral, rasa ungkapan syukur

    dan juga sebagai bentuk pemujaan kepada Tuhan.

    Nyanyian-nyanyian jemaat adalah salah satu unsur di dalam liturgi. Liturgi sangat penting

    dalam berlangsungnya peribadatan di gereja karena menurut Riemer liturgi itu merupakan sarana

    untuk bagaimana supaya dapat menghidupkan kepercayaan jemaat dalam komunitas gereja dan

    memberi pancaran Kristus kepada orang-orang yang belum berada dalam komunitas8 dan oleh

    karena itulah Ibadah ialah suatu kegiatan yang dilakukan oleh komunitas orang-orang yang

    percaya kepada Allah yakni dengan pelayanan kepada Allah9. Jadi, Liturgi yang mampu

    menguatkan kehidupan berjemaat dilihat dari pengaruh unsur-unsur liturgi termasuk nyanyian-

    nyanyian jemaat. Nyanyian-nyanyian di dalam gereja tentunya memiliki peran, fungsi dan

    kedudukan yang penting dalam peribadahan. Nyanyian-nyanyian gereja seharusnya bersifat

    ekumenis, yang dapat diterima secara bersama-sama, hal ini diperlukan karena ada nyanyian-

    nyanyian yang syairnya mengandung dogma gereja yang bersangkutan sehingga nyanyian itu

    4 Mawane, M. Th. Gereja yang Bernyanyi. (Yogyakarta: PBMR ANDI, 2004), 4. 5 Ismail, Andar. Selamat Melayani Tuhan.( Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), 16. 6Olst E.H. Van .Alkitab dan Liturgi. (Jakarta: Gunung Mulia, 2011) 8,9. 7 Mawane, M. Th. Gereja yang Bernyanyi. (Yogyakarta: PBMR ANDI, 2004), 22.

    8 G. Riemer. Cermin Injil. (Jakarta : Litindo, 1995) ,20. 9 Rachman, Rasid. Pembimbing ke dalam Sejarah Liturgi.(Jakarta : Gunung Mulia 2010), 3.

  • 14

    jelas ditolak oleh komunitas gereja yang lain10

    jadi perlu untuk meninjau kembali nyanyian-

    nyanyian gereja berdasarkan persetujuan bersama demi pertumbuhan dan kesatuan iman jemaat.

    Salah satu semangat oikumene dapat dikatakan berhasil juga melalui nyanyian, untuk mengenal

    pemahaman iman dalam satu gereja, buku nyanyian adalah salah satunya yang perlu diperhatikan

    gereja11

    .

    Buku-buku nyanyian tentunya diperhatikan oleh gereja-gereja di Indonesia dengan

    keberadaan Yayasan Musik Gerejawi yang telah menyusun nyanyian-nyanyian berupa Kidung

    Jemaat (1984), Pelengkap Kidung Jemaat (1999), Nyanyikanlah Kidung Baru (1975) kemudian

    ada nyanyian Gita Bakti milik Gereja Protestan Indonesia bagian Barat (GPIB) sedangkan lagu-

    lagu pop rohani telah muncul pada akhir abad ke 18 di Negeri Belanda yang disebut dengan

    nyanyian-nyanyian rohani. Nyanyian-nyanyian rohani tersebut kemudian diperluas dan

    membawa pengaruh sampai ke Indonesia yaitu dengan sejumlah nyanyian-nyanyian Injili dari

    Tahun 1807 dan pada tahun 1825 diterjemahkan oleh Pdt. Le Bruijn di Timor menjadi nyanyian-

    nyanyian yang cocok untuk kebangunan rohani dan bercorak pietis.12

    Lagu-lagu pop rohani tidak

    memiliki kedudukan dan fungsi yang jelas dalam tata liturgi13

    berbeda dengan Kidung Jemaat

    yang memiliki tempat dan fungsi dalam liturgi seperti misalnya nyanyian pembukaan, nyanyian

    pengakuan dosa, nyanyian pemberitaan firman dan nyanyian penutup terdapat lengkap dalam

    Kidung Jemaat sedangkan lagu-lau pop rohani tidak memiliki kedudukan dalam tata liturgi.

    Tradisi GMIT rupanya ada kesepakatan bersama untuk menggunakan nyanyian-nyanyian gereja

    yang dapat diterima bersama yakni berupa Kidung Jemaat (KJ) Pelengkap Kidung Jemaat (PKJ)

    Nyanyikanlah Kidung Baru (NKB) dan juga lagu-lagu pop rohani namun setiap gereja diberi

    catatan untuk supaya ada keseimbangan dalam menggunakan nyanyian jemaat baik itu nyanyian-

    nyanyian secara eukumenis maupun lagu-lagu pop rohani.

    Kesepakatan dari pihak sinode tidak digunakan secara baik oleh jemaat GMIT Agape

    sehingga jemaat seringkali ditegur oleh sinode karena tidak mengikuti aturan yang telah

    ditetapkan. Namun jemaat GMIT Agape sepertinya menikmati dengan aturan yang dibuat oleh

    mereka sendiri salah satunya ialah ketidakseimbangan nyanyian-nyanyian yang digunakan dalam

    ibadah, jemaat lebih dominan menggunakan lagu-lagu pop rohani pada saat ibadah-ibadah

    berlangsung baik itu ibadah umum maupun ibadah kategorial. Lagu-lagu pop rohani dapat

    didefinisikan sebagai kumpulan nyanyian-nyanyian rohani yang berada di luar dari kesepakatan

    10 Mawane, M. Th. Gereja yang Bernyanyi. (Yogyakarta: PBMR ANDI, 2004), 50. 11 Damaputera, Eka. Bergumul dalam Pengharapan (Struggling in Hope) (Jakarta: BPK Gunung Mulia:

    1999), 108-109. 12 De Jonge, Christian. Apa itu Calvinisme? (Jakarta: Gunung Mulia: 2008), 186. 13 Majelis Sinode GPIB, Katekasasi GPIB. (Jakarta:2010) ,204.

  • 15

    nyanyian-nyanyian yang digunakan secara eukumenis dan nyanyian pop rohani ini berkaitan erat

    dengan penghayatan iman pribadi bukan tentang nilai-nilai etis yang terkandung di dalamnya.

    Walaupun pada dasarnya lagu-lagu pop rohani itu tidak memiliki kedudukan dan fungsi seperti

    yang ada dalam kidung jemaat namun jemaat GMIT Agape tetap menggunakan lagu-lagu pop

    rohani tersebut.

    GMIT Agape juga tidak terlepas dengan munculnya pro dan kontra. Pro itu berupa keadaan

    warga jemaat yang sepertinya menikmati perbedaan mereka dalam hidup berjemaat selama itu

    tidak menghambat tugas dan pelayanan mereka untuk mewujudkan gereja yang misioner. Kontra

    juga terjadi bagi jemaat yang bukan dari kalangan GMIT Agape dengan alasan bahwa GMIT

    Agape tidak mengikuti peraturan GMIT dan berbagai keputusan-keputusan yang telah disepakati

    bersama. Salah satu aturan yang tidak menjadi bagian dalam kehidupan berjemaat di GMIT

    Agape ialah struktur organisasi yang terlihat mulai dari ketua majelis jemaat yang bukan seorang

    pendeta melainkan seorang warga jemaat kemudian suasana ibadah yang lebih mengarah pada

    pentakosta. Ada juga konflik yang telah terjadi di GMIT Agape hingga persoalan tersebut

    sampai pada tingkat sinode dan kemudian berakhir di pengadilan. Status GMIT Agape sudah

    menjadi pembahasan serius pada tingkat sinode dikarenakan kontra yang terjadi dan berdasarkan

    notulensi dari sidang sinode, banyak orang mengeluh melihat status GMIT Agape saat ini

    dengan kedudukan dalam GMIT Agape yang rupanya sangat berbeda dengan gereja GMIT yang

    lain sehingga mengundang perhatian baik itu pada di tingkat sinode maupun jemaat non-GMIT

    Agape. Jadi, berbagai nuansa berbeda yang ada di GMIT Agape dan mengundang banyak

    perhatian masyarakat serta berangkat dari pembahasan latar belakang maka penulis memilih

    salah satu perbedaan yang dimiliki GMIT Agape yakni dari suasana peribadatan yang unik

    dilihat dari nyanyian-nyanyian jemaat yang digunakan maka penulis tertarik untuk melakukan

    penelitian lebih jauh dan di dalam tulisan ini judul yang dipilih ialah, “STUDI TENTANG

    PENGGUNAN LAGU-LAGU POP ROHANI DALAM IBADAH DI JEMAAT GMIT

    AGAPE”

    1.2 Rumusan Masalah

    Berdasarkan penelitian maka dipaparkan perumusan masalah dengan dua pertanyaan

    penelitian berupa mengapa Jemaat GMIT Agape memilih menggunakan lagu-lagu pop rohani

    digunakan dalam Ibadah dan apa manfaat positif lagu-lagu pop rohani bagi pertumbuhan Jemaat

    GMIT Agape ?

  • 16

    1.3 Tujuan Penelitian

    Menjelaskan latar belakang mengapa jemaat GMIT Agape memilih menggunakan lagu-

    lagu pop rohani digunakan dalam Ibadah dan apa manfaat positif lagu-lagu pop rohani bagi

    pertumbuhan Jemaat GMIT Agape.

    1.4 Manfaat Penelitian

    Memberikan sumbangan secara teoritis tentang tata liturgi ibadah terkait dengan

    kebutuhan jemaat berdasarkan latar belakang sejarah gereja GMIT.

    1.5 Metode Penelitian

    Metode penelitian yang digunakan ialah deskriptif dengan pendekatan kualitatif

    14dan kemudian teknik pengumpulan data berupa proses observasi dengan melakukan

    pengamatan sistematis dengan gejala yang diteliti dan juga wawancara, proses tanya-

    jawab dari penulis terhadap orang yang diteliti15

    penulis melakukan observasi di GMIT

    Agape dengan melihat kegiatan pelayanan secara rutin yang dilakukan jemaat dan untuk

    selanjutnya, peneliti akan melakukan wawancara secara mendalam terhadap orang-orang

    yang bersangkutan dengan penulisan ini. Pengumpulan data dilakukan dengan proses

    wawancara dan juga Focus Group Discusion (FGD) dimana metode pengumpulan data

    ini dilakukan dengan diskusi secara kelompok agar terarah16

    wawancara dilakukan

    dengan sumber data yakni pendeta atau evangelis dan beberapa jemaat. Kemudian lanjut

    dengan Focus Group Discusion (FGD) berdiskusi secara kelompok untuk memperoleh

    data secara jelas. Lokasi penelitian berada di Kota Kupang lebih tepat di jemaat GMIT

    Agape dengan tinjauan bahwa peneliti telah melakukan observasi sebelumnya.

    1.6 Sistematika Penulisan

    Sistematika penulisan ini terdiri atas lima bagian, yaitu : bagian satu pendahuluan

    yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

    metode penelitian dan sistematika penulisan. Bagian kedua membahas mengenai teori

    tentang ibadah, liturgi dan musik gerejawi. Bagian tiga berisi tentang data lapangan.

    Bagian empat, pembahasan yang berisi deskripsi dan analisa latar belakang jemaat GMIT

    Agape memilih lagu-lagu pop rohani digunakan dalam ibadah. Bagian lima merupakan

    bagian penutup yang berupa kesimpulan dan saran-saran terhadap gereja-gereja.

    14 Usman, Husaini & Akbar, Purnomo Setiady. Metodologi Penelitian Sosial. (Jakarta: Bumi aksara,

    1996), 4. 15

    Ibid. Hal 54-57. 16 Richard A. Krueger, Focus Group: a Practical Guide for Applied Research (Newburg Park Calif:Sage

    Publications, 1998)

  • 17

    2 TEORI

    2.1 Pengertian dan Fungsi Ibadah

    Kata ibadah berasal dari bahasa Ibrani abad yang berarti “melayani” kemudian istilah

    tersebut diperluas menjadi “abadah” yang memliki arti mengabdi, bekerja dan beribadah, Selain

    itu di dalam perjanjian baru mengartikan kata ibadah dengan pengertian yang luas. Hal ini nyata

    dalam penggunaan istilah “latreia”, “doulein” dan “leiturgia”17

    . Istilah doulein memiliki arti

    bekerja melayani sebagai hamba dan istilah latreia memiliki arti bekerja untuk mendapatkan

    upah atau gaji. Istilah ini dipakai untuk pekerja-pekerja yang bekerja bagi seseorang dan itu

    merupakan pekerjaan sukarela sedangkan istilah leiturgia berarti pekerjaan atau pelayanan yang

    dilaksanakan untuk segala bangsa sebagai suatu persekutuan politik.18

    Di satu sisi, leiturgia

    menunjuk pada pertemuan ibadah yang di dalamnya terdapat nyanyian, doa dan pembacaan

    Alkitab serta pelayanan kepada mereka yang belum menerima Kristus. Namun leiturgia juga

    menunjuk pada suatu pertolongan kepada mereka yang berkesusahan dengan memberi harta

    duniawi (arti sosial)19

    . Dalam bahasa Inggris kata ibadah ialah worship dalam bahasa kunonya

    ialah weorthcipe yang terdiri dari dua suku kata yaitu weorth (worthy) yang berarti “layak” dan

    scipe (ship) yang menunjukan pada atribut respek atau hormat kepada seseorang. Jadi ibadah

    merupakan suatu tindakan pemujaan atau pernyataan hormat kepada Tuhan.20

    Malcolm Bronwlee menjelaskan bahwa ibadah adalah salah satu perbuatan Allah untuk

    menyelamatkan dunia. Dalam ibadah kita dapat memasuki perbuatan itu. Jangan kita melihat

    bahwa pekerjaan dan pelayanan kita baru mulai sesudah ibadah selesai. Ibadah adalah

    keikusertaan dalam pelayanan dan pekerjaan Kristus. Sebaliknya jangan kita anggap ibadah kita

    selesai ketika berkat tetapi kehidupan kita sehari-hari harus menjadi ibadah21

    . Kemudian

    pemahaman Hoon mengenai Ibadah secara langsung berorientasi pada peristiwa-peristiwa

    tentang sejarah penyelamatan. Setiap peristiwa ibadah terkait langsung pada waktu dan sejarah

    sambil menjembatani manusia ke dalam kehidupan masa kini. Dengan kata lain ibadah berarti

    Allah sedang bertindak untuk memberikan hidupNya bagi manusia dan membawa manusia

    mengambil bagian dalam kehidupan itu di mana penyataan diri Allah sendiri dalam Yesus

    Kristus dan dalam tanggapan manusia terhadapnya. Brunner menambahkan pemahamannya

    mengenai arti ibadah dengan memanfaatkan ambiguitas yakni berbicara tentang “dualitas‟

    17 Johanes Julius Louis Marcell Hursepuny. Makna Ibadah.2010, 11. 18 J.L. Ch. Abineno. Ibadah Jemaat dalam Perjanjian Baru. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1960), 6. 19 J.L. Ch. Abineno. Apa kata Alkitab (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1983), 16. 20

    Elysabeth Asrit Suyanti Lakapu. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakhadiran jemaat dalam ibadah minggu menurut Majelis Jemaat di GMIT Maranatha Oebufu Kupang. (Skripsi, 2011), 23-24.

    21 Borwnlee, Malcolm. Tugas Manusia dalam Dunia Milik Tuhan, 23.

  • 18

    ibadah yang menjelaskan bahwa ibadah sebagai pelayanan Allah kepada jemaat dan sebagai

    pelayanan jemaat di hadapan Allah22

    . Luther memberi arti ibadah dengan pemahaman bahwa

    tidak ada satu pun yang terjadi di dalamnya kecuali bahwa Tuhan yang pengasih itu berbicara

    kepada manusia baik itu melalui firmanNya yang kudus, doa dan nyanyian pujian23

    . Von Allmen

    menjelaskan ibadah sebagai epifani (penampakan diri) gereja yang karena menyimpulkan sejarah

    keselamatan, memampukan gereja untuk menjadi dirinya sendiri, untuk menjadi sadar akan

    dirinya sendiri dan untuk mengakui apa yang sebenarnya esensial. Florovsky memahami Ibadah

    adalah kegiatan puji-pujian dan penyembahan yang juga mengimplikasikan pengakuan penuh

    syukur atas Kasih Allah yang merangkul manusia dan kebaikan Kasih-Nya yang menebus

    manusia. Nissiotis menekankan ibadah pertama-tama bukanlah inisiatif dari pekerjaan manusia

    melainkan tindakan pendamaian Allah dalam kristus melalui RohNya karena oleh Roh kudus

    gereja sebagai tubuh Kristus dapat menawarkan ibadah yang memberi sukacita24

    . Paus Pius X

    menjelaskan ibadah sebagai sesuatu untuk kemuliaan Allah dan pengudusan serta pembinaan

    orang-orang beriman. Ibadah bermakna sebagai ungkapan syukur umat atas keselamatan Allah

    didalam dan melalui kematian dan kebangkitan Kristus dan kemudian diwujudkan dalam bentu

    pertemuan umat Tuhan baik itu berupa ibadah minggu, ibadah kategorial, ibadah keluarga,

    persekutuan doa maupun badah penyegaran iman kemudian ibadah juga sebagai brntuk

    persembahan hidup umat atas kasihNya yang diwujudkan dalam tindakan nyata25

    .

    2.2 Pengertian Liturgi

    Menurut akar katanya istilah liturgi berasal bahasa yunani “λειτουργία” (leiturgia) yang

    terdiri dari dua kata Yunani yaitu “leitos/laos” yang berarti rakyat, umat dan kata “ergon” yang

    berarti pekerjaan, perbuatan, tugas. Menurut dua kata ini maka “leiturgia” mengandung arti

    melakukan suatu pekerjaan untuk rakyat26

    . Secara umum pada zaman Yunani kuno, kata ini

    dipakai mengacu kepada tugas raja yang berkarya bagi umatnya, untuk perjabat negara, pegawai

    pemerintah27

    dalam bahasa Indonesia kata liturgi sejajar dengan dua kata yang pertama,

    “kebaktian” (bhakti “sansekerta”) yang berarti perbuatan setia dan hormat, memperhambakan

    diri, perbuatan baik yang ditujukan kepada seseorang, negara maupun Tuhan yang dilakukan

    dengan sukarela. Kedua, kata “ibadah” berarti suatu kegiatan manusia kepada Allah. Jadi, ketiga

    kata dalam bahasa Indonesia yakni liturgi, kebaktian dan ibadah secara resmi digunakan secara

    22 White, james F. Pengantar Ibadah Kristen.(Jakarta:Gunung Mulia, 2005),7. 23 White, james F. Pengantar Ibadah Kristen.(Jakarta:Gunung Mulia, 2005),8. 24 White, james F. Pengantar Ibadah Kristen.(Jakarta:Gunung Mulia, 2005), 10. 25 Engel J.D. Liturgika pemahaman dan penghayatan ibadah dalam liturgi gereja (Salatiga: Tisara

    Grafika, 2007),5. 26 G. Riemer. Cermin Injil. (Jakarta : Litindo, 1995) ,9. 27 G. Riemer. Cermin Injil. (Jakarta : Litindo, 1995) ,10.

  • 19

    sama dan sejajar28

    . Di dalam Perjanjian Lama kata liturgi disebutkan 170 kali. Dalam bahasa

    ibrani yang mengandung dua pengertian yakni kata sher’et yang berarti ungkapan perasaan

    dalam pengabdian serta kesetiaan kepada majikan dan kemudian kata abh’ad lebih berarti

    ketaatan kerja seorang hamba29

    Liturgi biasanya hanya dipakai dalam hal persoalan agama yang

    menunjuk pada pelaksanaan tugas imam dan orang Lewi dalam Kemah Suci dan Bait Allah

    dalam hal tugas pelayanan mezbah (Yeh 44:12, 2Raj 15:16). Septuaginta selalu menggunakan

    kata “leiturgia” untuk suatu pekerjaan yang dilaksanakan oleh para imam secara tertib sesuai

    dengan undang-undang upacara ibadah sebagai suatu pelayanan yang berguna untuk seluruh

    jemaat.

    Kata “leiturgia” di dalam Perjanjian Baru disebutkan sebanyak 15 kali dengan makna

    yang berbeda-beda yakni, Menunjuk pada tugas imam (Luk 1:23, Ibr 9:21,Ibr 10:11),

    Menguraikan pekerjaan Kristus sebagai imam (Ibr 8:2, Ibr 8:6), pekerjaan rasul dalam pekabaran

    Injil kepada orang kafir (Rm 15:16), Sebagai kiasan untuk hal percaya (Flp 2:17), pekerjaan

    malaikat-malaikat melayani (Ibr 1:7), pengumpulan persembahan untuk orang miskin (Rm

    15:27, 2 Kor 9:12, Flp 2:25, Flp 2:30) dan perkumpulan orang yang berdoa dan berpuasa (Kis

    13:2)30

    .Istilah kata “leiturgia” dalam Gereja Purba memiliki makna kata yang berbeda yaitu

    untuk menyatakan tugas kultus imam-imam.“Leiturguia” juga menunjuk pada kehidupan orang

    Kristen, tugas malaikat, jabatan penatua dan uskup. Kemudian dipakai juga dalam pelaksanaan

    ibadah yang berhubungan dengan perayaan Perjamuan Kudus. “Leiturgia” memperoleh tempat

    dalam teologi Katolik Roma. Pada masa reformasi, para Reformator sama sekali tidak

    menggunakan istilah liturgi31

    namun liturgi berada dalam masa pemulihan atau pembaruan, tidak

    hanya pembaruan pemahaman reformasi liturgi (liturgia reformata semper reformanda)

    sehingga liturgi berkaitan dengan kesadaran tentang keseluruhan tubuh Kristus yakni gereja dari

    segala abad dan tempat32

    . Gereja masa kini menyebut istilah liturgi sebagai perkumpulan jemaat

    untuk beribadah. Kata ini lebih selaras dengan makna liturgi yang terdapat dalam Perjanjian

    Baru (Kis 13:2) yang berbicara mengenai persekutuan orang Kristen33

    . Abad XIX sampai XX

    seorang abbas Benediktin bernama Prosper Gueranger memahami liturgi sebagai doa Gereja, doa

    yang seluruhnya lahir dari Roh Kudus, Sang Pemberi ilham yang benar dari semua nyanyian

    Mazmur dan para nabi, nyanyian dari Perjanjian Baru sebagai “nyanyian baru” yang

    28 Rachman, Rasid. Pembimbing ke dalam Sejarah Liturgi.(Jakarta: Gunung Mulia,2010), 3,4. 29 O.carm, Bosco Da Cunha. Teologi Liturgi dalam Hidup Gereja.(Malang:Dioma,2004), 16,17. 30 G. Riemer. Cermin Injil. (Jakarta : Litindo, 1995) ,11. 31

    G. Riemer. Cermin Injil. (Jakarta : Litindo, 1995) ,11. 32 Rachman, Rasid. Pembimbing ke dalam Sejarah Liturgi.(Jakarta : Gunung Mulia 2010), 161. 33 G. Riemer. Cermin Injil. (Jakarta : Litindo, 1995) ,12.

  • 20

    dikumandangkan oleh gereja34

    . Lambert Beauduin memahami liturgi sebagai “ibadat gereja”

    dengan perumusan bahwa semua kegiatan-kegiatan ibadah di dalam gereja selalu bersatu dengan

    liturgi sebab berasal dari sifat kodrati gereja yang bersifat sosial, hierarkis universal, merupakan

    kelanjutan dari Kristus35

    . Odo Casel seorang Benediktin Jerman yang merumuskan liturgi

    sebagai tindakan ritual dan karya keselamatan oleh Kristus yang menghadirkan karya ilahi

    penebusan umat manusia itu secara tampak melalui simbol-simbol36

    .

    2.3 Pengertian Musik Gerejawi

    Musik diartikan sebagai cetusan ekspresi isi hati yang diungkapkan dalam bentuk bunyi yang

    bernada dan berirama, khususnya dalam bentuk lagu dan nyanyian. Wilson menjelaskan musik

    gereja ialah segala musik yang terkait dan menjadi bagian dari tata ibadah yang isinya berupa

    nyanyian jemaat, paduan suara dan musik instrumental37

    . Menurut Mawene musik gereja juga

    merupakan cetusan ekspresi isi hati orang Kristen yang diungkapkan dalam bunyi-bunyian yang

    bernada dan berirama secara harmonis dalam bentuk lagu dan nyanyian, musik dibedakan

    menjadi dua bagian yaitu musik instrumental dan musik vokal38

    . Musik intrumental berkaitan

    dengan alat-alat musik yang menghasilkan bunyi seperti alat musik tiup, tabuh petik dan lain-

    lain, sedangkan musik vokal bersumber pada suara manusia. Pembahasan mengenai musik tidak

    terlepas dengan lagu dan nyanyian. Istilah lagu mengandung arti perpaduan yang harmonis

    antara nada dan irama sedangkan nyanyian ialah suatu perpaduan yang harmonis antara lagu dan

    syair dengan arti yang tertentu39

    . Musik menduduki tempat yang penting dalam ibadah dan ada

    pula pertimbangan untuk memilih nyanyian dalam liturgi musik tentunya harus baik secara

    pastoral dan harus memenuhi peran yang ditentukan oleh liturgi40

    . Warisan musik tentunya

    merupakan asal dari teks-teks Alkitab, di dalam Perjanjian Lama terdapat teks kitab mazmur

    yang terdiri dari nyanyian-nyanyian yang berjumlah 150 syair. “Nyanyikanlah bagi Tuhan

    nyanyian baru” (Mzm 33:3, 40:4 96:1, 98:1, 137:4, 144:9,149:1) bentuk musik vokal yang

    menunjuk pada “nyanyian alkitabiah” yang mana syairnya merupakan gubahan langsung dari

    pasal-pasal Alkitab.41

    Paulus ketika menasehati jemaat yang dilayaninya agar saling menguatkan

    seorang dengan yang lain melalui mazmur (psalmois), kidung puji-pujian (humnois) dan

    34 O.carm, Bosco Da Cunha. Teologi Liturgi dalam Hidup Gereja.(Malang:Dioma,2004), 66. 35 O.carm, Bosco Da Cunha. Teologi Liturgi dalam Hidup Gereja, 69. 36 O.carm, Bosco Da Cunha. Teologi Liturgi dalam Hidup Gereja,74. 37 Wilson, John F. An Introduction to Church Music (Chicago: Moody Press, 1965), 7. 38 Mawane, M. Th. Gereja yang Bernyanyi. (Yogyakarta: PBMR ANDI,2004), 1. 39 Mawane, M. Th. Gereja yang Bernyanyi. (Yogyakarta: PBMR ANDI, 2004), 2-3. 40 Dr.J.J.Ch Abineno, Unsur-unsur Liturgi (Jakarta : PT Kinta, 1966), 105. 41 Mawane, M. Th. Gereja yang Bernyanyi. (Yogyakarta: PBMR ANDI, 2004),20-21.

  • 21

    nyanyian rohani (oidais)42

    . Mazmur jelas adalah nyanyian yang diwarisi dari perjanjian lama

    melalui orang-orang Kristen Yahudi, termasuk Paulus. Humnois atau hymnus adalah nyanyian

    pujian yang dikenal dalam kebudayaan Yunani dan digunakan di lingkungan agama-agama kafir

    maupun dalam masyarakat umum. Sedangkan oidais atau oide dalam terjamahan inggris adalah

    nyanyian-nyanyian yang bersumber pada (diciptakan oleh) Roh Kudus. Menurut Mawane

    nyanyian dalam gereja itu merupakan bentuk ekspresi iman dan sebagai unsur liturgi, a)

    Nyanyian sebagai suatu bentuk ekpresi iman Kristen, dimana kehidupan iman Kristen terdapat

    tiga bentuk ekspresi iman yaitu kesaksian, doa dan nyanyian pujian (tiga sakaguru tata ibadah).

    Ketiga bentuk ekspresi iman ini selalu ada dalan kehidupan peribadahan bersama maupun dalam

    kehidupan sehari-hari.43

    b) Nyanyian sebagai unsur liturgi, pada umumnya tata ibadah minggu

    GMIT ada sembilan kali kesempatan untuk jemaat bernyanyi dan dua kali kesempatan untuk

    para biduan bernyanyi (Paduan suara atau kelompok vokalia) untuk itulah nyanyian dalam gereja

    atau secara khusus nyanyian liturgi. Mawane juga menambahkan peran nyanyian gereja di dalam

    tri-panggilan gereja yakni koinonia (Persekutuan), marturia (Kesaksian), dan diakonia

    (pelayanan sosial). Nyanyian Gereja dan Koinonia, aspek koinonia dari nyanyian gereja adalah

    sejumlah kesaksian Alkitab. “Musa bersama-sama dengan” (aspek koinonia) dan orang banyak

    itu menyanyikan nyanyian bagi Tuhan. Kemudian tampilah Miryam untuk menyanyi “tampilah

    semua perempuan mengikutinya... dan menyanyilah Miryam memimpin mereka” bernyanyi

    sebagai ekspresi iman kepada Allah bukanlah ekspresi individu melainkan ekspresi persekutuan

    iman secara bersama-sama. Nyanyian Gereja dan Marturia, pembahasan mengenai kesaksian,

    gereja membedakan dua bagian kesaksian yakni kesaksian ke dalam (pekabaran injil ke dalam)

    kepada orang-orang percaya dan kesaksian ke luar (pekabaran injil ke luar). Pada bagian

    kesaksian ke dalam, berkaitan dengan menumbuhkan, memperkuat dan memberdayakan iman

    warga jemaat agar dapat melaksanakan panggilannya sebagai seorang Kristen yang baik dan

    bertanggungjawab sehingga dengan adanya nyanyian gereja maka peran dan fungsi nyannyian

    dalam pekabaran injil ke dalam maka nyanyian tersebut dapat menyampaikan pesan kemudian

    memperdalam pesan sehingga dapat memperdalam penghayatan warga gereja dan mendorong

    warga gereja untuk bersaksi sehingga terciptalah gereja yang misioner. Pada bagian kesaksian ke

    luar, nyanyian-nyanyian yang bertujuan untuk mengajak orang-orang lain untuk menerima Yesus

    Ksristus dan keselamatan yang ditawarkan.44

    Nyanyian Gereja dan Diakonia. Diakonia

    berhubungan dengan pelayanan sosial gerejawi (pendidikan, kesehatan, gizi, keadilan dan

    hukum, perdamaian, kesetaraan gender dan lain sebagainya) sehingga nyanyian gereja juga turut

    42

    Surat Efesus 5 : 19. 43 Mawane, M. Th. Gereja yang Bernyanyi. (Yogyakarta: PBMR ANDI, 2004), 36. 44 Mawane, M. Th. Gereja yang Bernyanyi. (Yogyakarta: PBMR ANDI, 2004), 60-61.

  • 22

    berperan dalam pelayanan gereja untuk menumbuhkan, memupuk dan mengembangkan

    kesadaran berdiakonia di kalangan jemaat agar jemaat ikut berpartisipasi secara aktif dalam

    pelayanan gereja.45

    Di indonesia usaha mengelolah nyanyian-nyanyian gerejawi diprakarsai oleh Yayasan

    Musik Gereja (YAMUGER) dengan mengumpulkan teks-teks melodi asli kemudian

    membandingkan dan mempelajari teks tersebut dengan mematuhi syarat tertentu sehubungan

    dengan teologi, sastra dan musikologi dengan harapan dapat menolong jemaat mengungkapkan

    imannya melalui nyanyian dan sekaligus merasakan perhubungan oikumenis dengan jemaat-

    jemaat lain yang memakai nyanyian yang sama.46

    Warisan terbesar nyanyian jemaat berasal dari

    zaman reformasi, kontra reformasi, pasca reformasi dan sampai sekarang ini. Aneka ragam

    tematik dan spiritualitas terkumpul dan tercampur dalam warisan itu yakni ajaran dogmatis,

    aspek pastoral, prinsip etika, rasionalisme, individualisme, pietisme, metodisme, revivalisme,

    spiritualisme dan lain-lain maka umat memilih nyanyian-nyanyian yang hendak untuk

    dipertahankan dari warisan tersebut khususnya untuk membina semangat oikumene. Sehubungan

    dengan warisan spiritualisme dari masa-masa yang silam merupakan suatu faktor yang

    diperhatikan juga dalam nyanyian gereja. Pada abad ke 16 pada Konsili Trente menandai adanya

    gerakan Kontra Reformasi yang berakibat pada penggunaan hymne yang diakui resmi untuk

    ibadah Gereja Katolik dengan mengikuti prinsip Calvin yang mengutamakan mazmur untuk

    nyanyian liturgi. Kemudian timbul gerakan „pietis‟ yang menekankan pada kehidupan umat

    kristen yang saleh. Otoritas Allah lebih diutamakan dibandingkan dengan kehidupan sosial

    masyarakat. Oleh sebab hymne-hymne ortodoks ini lebih menitikberatkan pada kemuliaan Allah

    serta misteri trinitas dan aspek pengakuan iman akan trinitas dengan simbol-simbol keesaan

    bahwa nyanyian juga dinyanyikan secara serentak (with one voice). Hymne-hymne lain dari

    gereja lama dan abad pertengahan ada dalam buku kidung jemaat pada waktu itu (KJ

    81,86,136,137,171 dan 229).

    Nyanyian-nyanyian pra-reformasi (KJ 60,89,116,128,161,172,196,199,205,218,228,230

    dan 405) ini menandakan bahwa nyanyian-nyanyian tersebut berpatokan pada historis.

    Oikumene rohani yang paling berhasil di Indonesia juga melalui nyanyian dan diwarnai oleh

    spiritualitas pietistis, metodis, revivalistis dan spiritualistis ataupun kharismatis. Awal abad ke

    20, lagu-lagu dari buku Dua Sahabat Lama lebih disukai daripada mazmur dan nyanyian rohani,

    selain itu buku kidung jemaat diterbitkan oleh YAMUGER untuk merangkul kepelbagaian

    tradisi dan mempertahankan akar-akar historis dari perkembangan nyanyian gerejawi pada

    45

    Mawane, M. Th. Gereja yang Bernyanyi. (Yogyakarta: PBMR ANDI, 2004), 63. 46 Darmaputera, Eka. Bergumul dalam Pengharapan (Struggling in Hope). (Jakarta: BPK Gunung Mulia,

    2004), 103.

  • 23

    umumnya. Perkembangan nyanyian gerejawi terus berlanjut sampai pada upaya Pdt.I.S. Kijne

    menggunakan perbendaharaan nyanyian rohani yang dipengaruhi oleh nyanyian internasional

    asal Belanda yang memuat nyanyian mazmur Jenewa dan ratusan nyanyian rohani. Kijne

    melanjutkan prinsip Hasper di Indonesia dengan tema besar “Nyanyian Rohani dari

    perbehandaraan Gereja Segala Abad” Pilihan nyanyian meliputi kawasan Eropa namun di

    samping itu juga gereja-gereja di dunia non-barat sudah berkembang, berdiri sendiri dan turut

    menghasilkan nyanyian gereja. Segala yang dimaksudkan Kijne bahwa nyanyian rohani adalah

    kumpulan nyanyian yang bersumber pada refleksi iman Kristen atas pergumulan kehidupan atau

    mengenai hubungan dengan Tuhan. Jumlah nyanyian non-barat sekitar 150 dan diseleksi lagi

    sampai 50% menjadi 75 nyanyian. Perlu menjadi catatan tambahan bahwa ada usaha untuk

    menambah jumlah-jumlah nyanyian tersebut karena nyanyian yang bernafaskan spiritual pietistis

    dari abad 19. Jemaat-jemaat dipengaruhi oleh semangat pentakostal dan kharismatik dengan

    memakai lagu-lagu dan cara-cara lebih “modern” denominasi-denominasi adan aliran-aliran

    mengakibatkan degenerasi interen karena kontak dengan kawanan seiman yang tidak sealiran

    dan sebudaya oleh karena itu menjawab kontekstualisasi adalah salah satu jembatan untuk

    menemukan kembali dasar-dasar yang benar-benar mempersatukan47

    . Kontekstualisasi itu

    meliputi banyak aspek yang perlu ditanggapi melalui konteks sosial, ekonomi dan religius.

    Nyanyian tentang keselamatan pribadi, kehidupan rohani individual serta kebahagiaan sorgawi

    tidak salah namun perlu diperhatikan apabila itu tidak mempunyai konsekuensi perhatian serius

    pada sesama manusia dan sesama makhluk pada umumnya yang harus hidup lewat batas-batas

    marginal.48

    Berdasarkan pemahaman tentang perbandingan hymne-hymne dari zaman reformasi

    sampai penambahan puji-pujian yang dihasilkan dari dunia non-barat maka ada dinamika dalam

    kehidupan gereja terutama pada refleksi iman jemaat melalui nyanyian-nyanyian oikumenis yang

    menekankan akan kesatuan umat Allah yang di dalamnya terkandung nilai-nilai etika yang

    berhubungan dengan relasi jemaat dengan Tuhan serta relasi jemaat dengan jemaat yang lain.

    Begitu pula dengan nyanyian-nyanyian yang bukan termasuk semangat oikumene melainkan

    nyanyian-nyanyian yang semata-mata menekankan pada hubungan manusia dengan Allah. James

    Rawlings Sydnor menjelaskan bahwa nyanyian jemaat memiliki nilai tambah di dalam ibadah

    yaitu,

    1) melalui nyanyian jemaat umat kristen mengungkapkan isi hati dan perasaan mereka

    2) melalui nyanyian jemaat umat kristen dapat menceritakan iman mereka kepada dunia

    3) melalui nyanyian jemaat umat kristen dipersatukan dalam satu persekutuan

    47

    Mawane, M. Th. Gereja yang Bernyanyi. (Yogyakarta: PBMR ANDI, 2004), 22-23. 48 Darmaputera, Eka. Bergumul dalam Pengharapan (Struggling in Hope). (Jakarta: BPK Gunung Mulia,

    2004), 111-116.

  • 24

    4) melalui nyanyian jemaat umat kristen belajar mengenai dasar-dasar iman.

    5) melalui nyanyian jemaat umat kristen dikuatkan dalam menghadapi kehidupan mereka

    setiap hari.49

    Kenneth Miliam juga menjelaskan bahwa musik mempunyai peran dan fungsi yaitu

    musik sebagai sarana bagi orang kristen untuk memberi respon terhadap apa yang

    disingkapkan Alkitab tentang Allah dan mengaktifkan ibadah, musik sebagai sarana untuk

    mengekspresikan ucapan terima kasih atas kehidupan yang telah diubah, yaitu kehidupan

    baru yang adalah hasil dari perjumpaan dengan Tuhan, musik sebagai sarana untuk

    mengekspresikan bahwa kita menyetujui jalan dan cara Tuhan bekerja dan musik

    mengajarkan tentang doktrin kristen, kasih allah kepada dunia serta pengakuan bahwa Allah

    berkuasa dalam kehidupan di dunia.50

    2.4 Pengertian Identitas

    Stuart Hall menjelaskan mengenai identitas yang tidak pernah utuh tetapi semakin

    terfragmentasi, tidak pernah tunggal tetapi berbentuk secara bergelombang lintas wacana, praktik

    dan posisi yang berbeda-beda dan ini merupakan produk perkembangan sejarah dan terus

    menerus berproses serta diwarnai perubahan dan transformasi. Identitas terbentuk dalam

    berbagai representasi, alih-alih mencerminkan “siapa kami” atau “dari mana kami berasal”

    identitas lebih baik digambarkan sebagai “bagaimana kami mungkin menjadi” atau “bagaimana

    kami telah dipresentasikan” dan “bagaimana hal itu berkaitan dengan bagaimana kami mungkin

    mempresentasikan diri”51

    . Identitas tidak dikonseptualisasikan sebagai sesuatu yang alami dan

    esensial tetapi dikonseptualisasikan sebagai sesuatu yang senantiasa relasional, berkelanjutan

    dan dalam proses menjadi dalam arti terus menerus sehingga ada proses “identifikasi”52

    . Stuart

    Hall mendefinisikan identitas dilihat dari dua sudut pandang yakni identitas sebagai sebuah

    wujud (identity as being) dan identitas sebagai proses menjadi (identity as becoming)53

    kemudian

    Hall juga membagi tiga konsep subjek dasar identitas yang berbeda yaitu enlightenment subject

    atau subjek pencerahan yang jelas bahwa konsep manusia merupakan subjek yang terpusat,

    individu yang menyatu dan mewarisi apa yang dikatakan sebagai sebuah alasan (reason)

    kesadaran (consciouness) dan aksi (action). Inilah yang disebut sebagai identitas seseorang

    49 Agastya Rama Listya, Pengantar Musik Gereja (Salatiga: Fakultas Teologi UKSW, 1999), 10. 50 Kenneth Milam, Fungsi Musik dalam Ibadah dan pelayanan gereja dalam kumpulan masalah

    simposium dan penyegaran musik gerejawi, (Bandung : Komisi Musik dan Departemen Pendidikan, 1996) 27-28.

    51 Hall, Stuart. “The Question of Cultural Identity”(Stuart Hall/David Held/Don Hubert/Kenneth Thompson, Modernity, Oxford: Blackwell, 1996), 4

    52 Hall, Stuart. “The Question of Cultural Identity”,130. 53 Hall, Stuart. Cultural Identity and Diaspora. (London, 1990), 393.

  • 25

    dengan pemahaman bahwa manusia pada dasarnya memiliki segala kemampuan untuk

    membebaskan diri dan menentukan bagaimana sesungguhnya eksistensi diri manusia sebagai diri

    yang mendapat pencerahan. Sociological subject atau subjek sosiologis merupakan subjek

    (individu) yang diperoleh dari hasil relasi yang terjadi di lingkungan sosial atau yang disebut

    Hall sebagai “significant other” dan the post-modern subject bahwa identitas itu harus

    mengggunakan pendekatan historis oleh karena subjek memiliki identitas yang berbeda dalam

    waktu yang berbeda dan identitas bukanlah apa yang menyatu dalam diri seseorang melainkan

    secara merata terbagi dalam kultural baik itu kelas sosial, gender, seksualitas, etnisitas, ras dan

    nasionalis yang memberikan tempat bagi individu-individu dalam kehidupan sosial54

    . Jenkins

    menjelaskan identitas adalah tentang arti (meaning) yang menuju pada diskonstruksi secara

    sosial daripada tentang perbedaan mendasar antara manusia karena identitas merupakan bagian

    integral dari kehidupan sosial55

    kemudian Cris Barker mengemukakan identitas sebagai

    persamaan dan perbedaan, soal personal dan sosial, soal apa yang individu miliki secara

    bersama-sama dengan beberapa orang dan apa yang membedakan individu dengan orang lain.56

    Francis M. Deng melihat identitas sebagai cara individu atau kelompok mengidentifikasi diri

    dengan orang lain atas dasar ras, etnis, agama bahasa dan budaya.57

    Hasse J mengemukakan pendapat dari Brubaker mengenai isu tentang proses

    pembentukan identitas dan dinamikanya yang pertama, untuk kepentingan analisis. Identitas

    dapat dimaknai sebagai identitas yang “kaku” dan identitas yang “lunak” atau identitas tanpa

    makna tergantung kebutuhan analisis itu karena identitas bersifat ambigu. Seperti contoh aksi

    politik sosial, fenomena kebersamaan, hasil konstruksi kelompok sosial. Pemahaman

    Brubaker bahwa identitas tidak perlu lagi diperdepatkan sebagai sebuah konsep definisi

    melainkan sebagai konsep analisis untuk membantu melihat sebuah fenomena. Identitas

    sangat kompleks karena berkaitan dengan sesuatu yang dimiliki, sesuatu yang menjadi bagian

    dalam anggota sebuah kelompok, sesuatu yang tanpa disadari menjadi bagian terpenting

    dalam sebuah kebersamaan anggota kelompok dan sesuatu yang memberikan makna

    kebersamaan baik dari dalam kelompok maupun dari luar dengan kata lain identitas selalu

    berkaitan dengan manusia secara perorangan, kelompok, hubungan-hubungan antara

    iindividu, perasaan dan rasa keterikatan terhadap sebuah kelompok orang, serta dinamika

    hubungan antar-kelompok. Proses etnisitas sepanjang sejarah manusia di dunia baik disadari

    54Hall, Stuart. “The Question of Cultural Identity”,596-636. 55 Jenkins Richards. Social identity (London: Routledge, 1996),5. 56 Cris Barker. Cultural Studies Teori dan Praktik. (Yogykarta: PT Bentang Pustaka, 2005), 221. 57 Deng, Francis M. War Of Visions : Conict of Identities in the Sudan. (Wasingthon DC, Brooking,

    1995), 1.

  • 26

    maupun tidak. Identitas sudah banyak dipolitisir kedalam isu etnis. Daniel Druckman

    mengusulkan sebuah alternatif bagaimana untuk menempatkan pembahasan identitas dengan

    menganalisa identitas kelompok dalam hal-hal yang berkaitan dengan keterikataan atau

    perasaan memiliki terhadap sebuah kelompok-kelompok, kategori-kategori kelompok,

    organisasi-organisasi kelompok, aktifitas-aktifitas kelompok serta perasaan keetnisannya

    dengan cara menganalisanya secara mendalam isu hubungan antar-kelompok dengan menitik

    beratkan pada kekuatan politik dalam kelompok, ideologi-ideologinya serta kebiasaan-

    kebiasaan yang menggejala dalam kelompok tersebut sehingga perlu sebuah konsep analisis

    dalam melihat fenomena identitas58

    . Kemudian melanjutkan dari pemahaman Jenkins

    mengenai faktor terbentuknya identitas terbagi menjadi dua bagian yaitu faktor internal,

    berkaitan dengan apa yang kita pikirkan mengenai identitas kita dan faktor eksternal

    berkaitan dengan bagaimana orang lain melihat identitas kita. Identitas dibentuk dalam

    sebuah hubungan dialektikal antara faktor eksternal dan internal, suatu komunitas

    berinteraksi kemudian terbentuklah identitas. Aspek mengenai eksternal dan internal

    khususnya dalam indentitas etnis saling berkaitan erat. Aspek eksternal berhubungan dengan

    pertama, berbicara dengan bahasa tertentu. Kedua, melakukan tradisi-tradisi etnik. Ketiga,

    berpartisipasi dalam etnis personal seperti keluarga dan kerabat atau teman. Keempat,

    termasuk dalam institusi etnik seperti gereja-gereja, sekolah, perusahaan dan media. Kelima,

    berpartisipasi dalam asosiasi sukarela yag bersifat etnis seperti klub, masyarakat dan

    organisasi sedangkan faktor internal berkaitan dengan gambaran, ide, sikap dan perasaan dan

    termasuk dalam tiga dimensi yaitu afektif (kepercayaan) kesadaran kognitif dan moral.

    58Hasse J, Irwan Abdullah Wening Udasmoro. Dinamika Masyarakat dan Kebudayaan Kontemporer.

    (Yogyakarta : TICI Publications : 2009), 253-254.

  • 27

    3 DATA LAPANGAN

    3.1 Profil GMIT Agape

    Jemaat GMIT Agape merupakan salah satu gereja di Kota Kupang Nusa Tenggara

    Timur. GMIT Agape merupakan bagian dalam wilayah pelayanan Klasis Kota Kupang.

    Secara geografis GMIT Agape terletak tepat di Jl. Pattimura No 2 daerah Fontein Kota

    Kupang. Sebagian besar warga jemaat awalnya terdiri dari orang-orang Tionghoa namun oleh

    karena keputusan yang ditetapkan oleh pihak sinode ketika hendak membangun gereja GMIT

    Agape maka ada perpaduan antara orang-orang Tionghoa dan orang-orang Pribumi yang

    termasuk di dalamnya suku Timor, Rote, Sabu, Alor dan lain sebagainya. Kehidupan sosial

    jemaat GMIT Agape dalam hubungan dengan kehidupan berjemaat cukup baik karena ada

    hubungan kekerabatan yang baik antara orang-orang Tionghoa dan orang-orang Pribumi ada

    pula kerja sama dengan pihak luar. Pihak yang menjadi target kerja sama ialah sekolah

    Alkitab, rumah sakit, dunia usaha, industri dan pakar profesional serta program “pelayanan

    keluar” yang melibatkan GMIT Agape dengan gereja-gereja di kota Kupang maupun gereja-

    gereja pelosok. Jemaat GMIT Agape yang sebagian besar terdiri dari orang-orang Tionghoa

    masih memeluk budaya Tionghoa mereka sampai saat ini. Ekonomi jemaat GMIT Agape

    cukup baik karena sebagian besar jemaat terdiri pedagang, pebisnis dan pengusaha industri.

    GMIT Agape telah mencapai usia ke 46 tahun dengan begitu banyak tantangan yang dihadapi

    jemaat, awal mula berdirinya GMIT Agape yang hanya terdiri dari beberapa orang kemudian

    mengalami pertumbuhan iman di mana tempat ibadah mulai dijadikan pos Pekabaran Injil

    dan kemudian jemaat yang terus berkembang dan bertambah jumlahnya, berdasarkan data

    jemaat maka sampai periode sekarang ini jumlah jemaat kemudian dibagi menurut rayon

    yang terdiri dari 5 rayon dengan jumlah anggota jemaat seluruhnya 292 jiwa dan menjadi satu

    komunitas gereja yang disebut GMIT Agape.

    Jemaat GMIT Agape terdiri dari 1 gembala jemaat (Pendeta), 19 majelis komisi dan 6

    anggota BP3J.59

    Program-program pelayanan yang dilaksanakan jemaat terbagi dalam 4

    program kerja. Program kerja yang berkaitan dengan penatalayanan ialah program 2 berupa

    ibadah hari minggu, ibadah rumah tangga, perjamuan kudus, ibadah hari raya, perayaan natal

    dan HUT Agape, kebaktian khusus, baptisan, sidi, kebaktian penyegaran iman, christmas

    carol, pengadaan buku dan pelayanan puji-pujian. Program kerja 3 juga berhubungan dengan

    pelayanan pembinaan iman dan pengetahuan gerejawi seperti ibadah atau persekutuan rutin

    komisi, pembesukan rutin komisi, ibadah luar, sekolah minggu, seminar kesehatan dan

    59 Surat Lampiran keputusan No 001/SK/MJ-AGAPE/2014.

  • 28

    kepemimpinan, pendidikan dan pelatihan Evangelism Explotion (EE) dan reatret. Program

    kerja 4 berkaitan dengan pelayanan kasih berupa diakonia, bingkisan, beasiswa, dukungan

    pembangunan gereja, bedah rumah jemaat, pelayanan untuk janda,duda,pendeta dan emeritus,

    pelayanan kesehatan, dukungan peningkatan usaha dan kesejahteraan jemaat. Program

    pelayanan gereja yang rutin dilakukan oleh jemaat GMIT Agape khususnya dalam bidang

    penatalayanan gereja berhubungan dengan kegiatan peribadatan dari setiap komisi. Perbedaan

    GMIT Agape dalam ibadah-ibadah kategorial mereka sebut sebagai “persekutuan” sehingga

    pada ibadah-ibadah kategorial biasanya disebut persekutuan.60

    .

    Hasil observasi dari penulis melihat bahwa liturgi ibadah yang digunakan oleh jemaat

    GMIT Agape dalam kebaktian umum pada hari minggu tidak jauh berbeda dengan liturgi

    yang digunakan oleh jemaat GMIT pada umumnya sesuai dengan panduan himpunan liturgi

    kebaktian GMIT maka GMIT Agape menggunakan tata ibadah minggu model II.61

    Unsur-

    unsur tata ibadah seperti nyanyian-nyanyian yang digunakan tidak seutuhnya diambil dari

    Kidung Jemaat (KJ), Pelengkap Kidung Jemaat (PKJ) dan Nyanyian Kidung Baru (NKB) dan

    lain sebagainya melainkan lebih dominan lagu-lagu pop rohani akan tetapi ada percampuran

    antara lagu-lagu pop rohani dan nyanyian-nyanyian kidung. Kemudian tata ibadah yang

    digunakan pada ibadah kategorial seperti persekutuan kaum bapak, kaum wanita, pemuda dan

    remaja menggunakan tata ibadah yang jauh berbeda dengan GMIT yang lain pasalnya tata

    ibadah yang digunakan selaras dengan persekutuan-persekutuan pada umumnya yang terdiri

    dari doa pembukaan, nyanyian, kesaksian, pemberitaan firman, persembahan, nyanyian

    penutup dan berkat. Nyanyian-nyanyian yang digunakan secara utuh dalam persekutuan ialah

    lagu-lagu pop rohani.

    3.2 Penggunaan Lagu-lagu pop rohani dalam Ibadah di Jemaat GMIT Agape.

    Salah satu warga jemaat A.P perwakilan dari kaum bapak mengatakan bahwa alasan

    lebih memilih menggunakan lagu-lagu pop rohani “ tidak jauh berbeda dengan pergumulan

    kami jemaat dari tahun ke tahun sampai saat ini. Pada awalnya ketika Agape berdiri menjadi

    sebuah gereja yang berada dalam naungan GMIT, sebenarnya kami memiliki buku lagu

    sendiri yaitu “Puji-pujian Kristen”. buku ini diterbitkan oleh SAAT Malang karena dari awal

    kami bekerja sama dengan SAAT Malang dalam hal mengirim evangelis di gereja termasuk

    buku lagu dan bahan ajaran untuk sekolah minggu. Kami menggunakan buku lagu “Puji-

    pujian Kristen” oleh karena pada awal gereja Agape berdiri sendiri Kung dan Poh kami

    60

    Data Program Kerja Pelayanan GMIT Agape Periode 2013-2017 61 Fanggidae, Rio. Himpunan Liturgi Kebaktian Jemaat GMIT Kota Baru. (Kupang : Majelis Jemaat

    GMIT kota baru), 4

  • 29

    belum mengerti bahasa Indonesia dengan benar sehingga dalam tata ibadah, lagu-lagu yang

    dipakai buku “Puji-Pujian Kristen” tersebut terdapat lirik lagu dengan bahasa mandarin

    dan bada bagian bawahnya terdapat terjemahan lirik bahasa mandarin ke dalam bahasa

    Indonesia. Nyanyian dalam buku Puji-pujian Kristen tersebut terdapat beberapa nyanyian

    yang sama dengan kidung jemaat. Oleh karena pergantian tahun dan jemaat semakin dewasa

    dalam pertumbuhan iman mereka akan Tuhan maka perlu adanya sejumlah pembaharuan di

    dalam gereja agar jemaat tetap terus melayani Tuhan. Salah satu pembaharuan tersebut

    ialah membuat suasana ibadah yang lebih kreatif dan inovatif dengan memasukan lagu-lagu

    pop rohani agar ibadah tidak terkesan monoton. Jemaat membaharui nyanyian-nyanyian

    liturgis sesuai dengan kebutuhan jemaat GMIT Agape mulai dari nyanyian berbahasa

    mandarin, buku KJ, PKJ dan NKB hingga penambahan lagu-lagu pop rohani.

    Jemaat A.P juga melihat sisi lain dari penggunaan lagu-lagu pop rohani demi

    kelangsungan pelayanan bagi pemuda-pemudi Agape “Kami para orang tua bukan termasuk

    orang tua yang egois dalam arti bahwa kami ingin merangkul seluruh anggota jemaat.

    Anggota jemaat yang kami maksudkan lebih beroirentasi kepada anak-anak muda baik itu

    anak-anak, remaja dan pemuda-pemudi karena bagi kami tidak selamanya gereja Agape

    akan terus dikelolah oleh kami, harus ada generasi penerus sehingga fokus kami saat ini

    untuk pemuda-pemudi di Agape. Salah satu cara kami untuk membuat mereka terus giat

    dalam pelayanan ialah membuat suasana ibadah semakin hidup dengan adanya lagu-lagu

    yang menjadi kesukaan anak muda zaman sekarang. Oleh karena itu lagu-lagu pop rohani

    menjadi pilihan kami untuk digunakan dalam ibadah-ibadah baik itu saat kebaktian umum

    maupun ibadah-ibadah kategorial. Perbedaannya ialah pada kebaktian umum di dalam

    liturgi kami memberi campuran lagu-lagu pop rohani dan lagu-lagu yang ada di KJ, PKJ

    dan NKB kadang-kadang juga Dua Sahabat Lama akan tetapi ketika di ibadah-ibadah

    kategorial seperti persekutuan kaum bapak, kaum wanita, pemuda dan remaja, di dalam

    rangkaian liturgi, seluruhnya kami menggunakan lagu-lagu pop rohani karena kami lebih

    menikmati lagu-lagu pop rohani dibandingkan nyanyian-nyanyian seperti KJ, PKJ dan NKB

    tetapi bukan berarti kami tidak menggunakan nyanyian-nyanyian tersebut, tetap kami

    gunakan hanya kami menyesuaikan porsinya dan hasrat jemaat ketika bernyanyi”.62

    keberadaan pemuda-pemudi yang menjadi fokus jemaat saat ini merupakan salah satu faktor

    penggunaan lagu-lagu pop rohani dengan begitu jemaat berusaha untuk menjadi satu

    komunitas gereja yang merangkul seluruh anggota-anggotanya.

    62 Hasil wawancara dengan jemaat A.P. 12 Januari 2016 pukul 10.00 WITA.

  • 30

    Salah satu jemaat, Ibu M.A. sekaligus perwakilan dari komisi wanita menambahkan

    bahwa “lagu-lagu pop rohani membuat jemaat lebih menghayati imannya kepada Tuhan

    karena setiap bait yang jemaat nyanyikan memiliki arti yang dalam sesuai dengan

    pergumulan hidup jemaat. Lagu-lagu rohani bagi jemaat mempunyai nilai lebih karena lirik-

    lirik lagu yang sederhana dan mudah di mengerti membuat jemaat memahami apa yang

    menjadi kehendak Tuhan melalui lagu-lagu tersebut oleh karena itu persekutuan-persekutuan

    di tiap-tiap komisi yang ada di Agape mempunyai buku lagu sendiri dan di dalamnya hanya

    berisi lagu-lagu rohani dan komisi kaum wanita lebih senang menggunakan lagu-lagu pop

    rohani karena dengan begitu kami dapat bebas berekspresi”.63

    Bahasa yang sederhana dalam

    sebuah nyanyian memungkinkan jemaat lebih memahami dan memaknai lirik-lirik lagu yang

    dinyanyikan.

    Salah satu perwakilan dari remaja bernama M.N.L mengatakan bahwa alasan

    mengapa jemaat lebih menggunakan lagu-lagu pop rohani digunakan dalam ibadah karena

    “pada awalnya jemaat agape terbentuk dari orang-orang Tionghoa yang melakukan ibadah

    bersama dan pada saat itu para pelayan atau gembala yang melayani berasal dari luar NTT

    (SAAT Malang) dan mereka sering menggunakan lagu-lagu pop rohani dibandingkan dengan

    KJ, NKB, PKJ dan lain sebagainya. Oleh sebab itu jemaat sendiri sudah terbiasa dengan

    memakai lagu-lagu pop rohani tersebut karena lebih mengena di dalam hati jemaat untuk

    masuk dalam hadirat Tuhan khususnya bagi kami remaja menikmati keberadaan kami saat

    ini sebagai sahabat-sahabat di dalam Tuhan melalui lagu-lagu pop rohani, bagi kami lagu-

    lagu pop rohani merupakan kunci bagi kami untuk mempererat kebersamaan di remaja

    Agape oleh karena itu nyanyian bagi kami remaja agape ialah mempererat kekerabatan

    sebagai sahabat-sahabat di dalam Tuhan.64

    Tradisi dalam GMIT Agape juga membuat

    jemaat terbiasa dengan nyanyian-nyanyian yang telah digunakan oleh jemaat mula-mula dan

    kemudian diwariskan oleh generasi-generasi selanjutnya dengan lagu-lagu yang bernuansa

    kharismatik atau lagu-lagu yang tidak termasuk dalam tradisi GMIT pada umumnya.

    Salah satu perwakilah pemuda Agape bernama R.G menjelaskan bahwa “bernyanyi

    itu tidak hanya sekedar asal bernyanyi. Bernyanyi ialah memaknai apa yang dinyanyikan

    dan menyanyikan nyanyian itu secara terus menerus sampai setiap orang benar-benar

    mendengarkan. Ini artinya bahwa setiap orang yang bernyanyi pasti akan mendalami kata

    per kata dari lirik lagu yang dinyanyikannya. Nyanyian bukan hanya suatu bentuk ungkapan

    syukur dan pujian kita kepada Tuhan tetapi lebih dari itu merupakan sebuah amanat bagi

    63 Hasil wawancara dengan jemaat M.A.12 januari 2016 pukul 10.00 WITA 64 Hasil Wawancata dengan jemaat M.N.L 17 Februari 2016 pukul 12.00 WIB

  • 31

    kita untuk melakukan apa yang menjadi kehendak Tuhan. Sebagai contoh lirik lagu pop

    rohani “hatiku percaya” milik Edward Chen :

    Saat ku tak melihat jalanMu, saat ku tak mengerti rencanaMU

    Namun tetap ku pegang janjiMu, Pengharapanku hanya padaMu

    Hatiku percaya, hatiku percaya, hatiku percaya s’lalu ku percaya

    Ini adalah salah satu lagu pop rohani yang disukai oleh jemaat Agape. Lagu ini tidak

    hanya sekedar ketika jemaat bernyanyi dan menyembah Tuhan namun kata-kata di dalam

    lagu tersebut harus diresapi dalam hati dan perbuatan jemaat untuk benar-benar selalu

    percaya kepada Tuhan. Setiap orang pasti memiliki lagu favorit yang terus dinyanyikan

    setiap hari termasuk juga dalam satu komunitas gereja. Lagu-lagu yang digunakan oleh

    gereja dalam ibadah merupakan lagu-lagu yang menjadi kesukaan jemaat tidak hanya

    dinyanyikan pada saat beribadah akan tetapi mendarah daging dalam keseharian jemaat

    khususnya dalam pergumulan masa muda kami. Lagu pop rohani dapat mengingatkan kita

    akan kebaikan Tuhan. Untuk itulah pemuda-pemudi Agape senang apabila lagu-lagu pop

    rohani diterapkan dalam ibadah-ibadah baik itu ibadah hari minggu maupun ibadah

    kategorial lainnya dan kami dari persekutuan pemuda selalu menggunakan lagu-lagu pop

    rohani dalam tata ibadah dan semua yang bertugas melayani maupun dilayani menikmati

    lagu-lagu rohani karena sesuai dengan kebutuhan kami sebagai anak muda, lagu-lagu

    rohani lebih menyentuh hati dan membuat pemuda-pemudi lebih semangat memuji Tuhan,

    kata –kata yang sederhana dan penuh makna.65

    Evangelis E.A. menjadi juga merasakan apa yang menjadi kebutuhan jemaat ketika

    menggunakan lagu-lagu pop rohani saat beribadah, “bernyanyi adalah suatu ungkapan

    seseorang kepada sosok yang layak untuk diberi pujian sebagai sesuatu hal yang patut

    disyukuri, ada banyak cara yang dilakukan umat kristen untuk bersyukur kepada Tuhan

    salah satunya ialah bernyanyi. Jemaat Agape suka sekali bernyanyi dalam segala bentuk

    kegiatan yang jemaat ikuti berkaitan dengan menyanyikan puji-pujian. Secara pribadi saya

    adalah termasuk salah satu orang yang tidak gemar dengan lagu-lagu pop rohani karena

    saya lebih senang menggunakan nyanyian-nyayian KJ, PKJ, NKB dan lain-lain namun oleh

    karena jemaat lebih menyukai lagu-lagu pop rohani, tidak ada salahnya jika dimasukan

    dalam liturgi karena lagu-lagu rohani dapat membangunkan iman jemaat, tidak hanya fokus

    untuk memahami khotbah namun lagu-lagu rohani setidaknya juga dapat memulihkan

    keadaan jemaat yang ada dalam kesusahan, masalah, penderitaan bahkan disaat jemaat

    berbahagia dan mensyukuri anugerah Allah. Oleh karena itu dengan menggunakan lagu-

    65 Hasil Wawancara dengan jemaat (Pemudi) R.G 19 Desember 2015 pukul 20.00 WITA

  • 32

    lagu pop rohani dalam ibadah yang berlangsung justru lebih menyatukan jemaat dan saya

    dapat melihat perbedaan ketika jemaat menyanyikan lagu-lagu rohani dibandingkan dengan

    lagu-lagu seperti KJ, PKJ, dan NKB jemaat lebih menghayati imannya saat menyanyi lagu-

    lagu pop rohani. Nyanyian mempunyai peran penting di dalam ibadah baik itu kebaktian

    umum maupun ibadah kategorial. Nyanyian-nyanyian yang digunakan dan alat musik yang

    dimainkan sangat menentukan bagaimana suasana ibadah. Bagi jemaat lagu-lagu seperti KJ,

    PKJ, NKB dan lain sebagainya merupakan lagu yang liriknya sudah terlalu tua dari era ke

    era dan tentu harus ada perpaduan lagu-lagu lainnya agar membuat suasana beribadah

    lebih bermakna bagi kehidupan jemaat.66

    3.3 Manfaat Positif Lagu-lagu Pop Rohani dalam Pertumbuhan Iman Jemaat

    GMIT Agape

    Jemaat lebih merasakan hadirat Tuhan melalui pujian yang dinyanyikan sehingga suasana

    peribadatan tidak terkesan membosankan.67

    Hal ini dapat dilihat dari hasil observasi yang

    dilakukan penulis melihat bahwa ibadah yang dilaksanakan secara rutin baik itu kebaktian

    umum maupun ibadah kategorial tidak bernuansa „kaku‟ melainkan suasana yang terlihat

    lebih santai dengan nyanyian yang digunakan yakni lagu pop rohani dan sikap jemaat saat

    beribadah begitu ekspresif seperti bertepuk tangan, mengangkat tangan, menari dan lain

    sebagainya. Ibadah yang tidak “kaku” tergantung pada intensitas dari unsur-unsur liturgi

    sebagai sarana bagi jemaat untuk mengekspresikan rasa syukur atas kehidupan baru yang

    dihasilkan dari perjumpaannya dengan Tuhan. Jemaat yang menikmati lagu-lagu pop rohani

    lebih berorientasi pada keberadaan para pemuda dan remaja agar tetap giat dalam segala

    bentuk pelayanan di gereja.68

    Jemaat menggunakan lagu-lagu pop rohani secara keseluruhan

    pada saat ibadah kategorial sehingga dengan salah satu cara tersebut membuat pemuda dan

    remaja di GMIT Agape aktif dalam pelayanan maupun melaksanakan program pelayanan.

    Kemudian jemaat juga dipersatukan melalui iman percaya kepada Tuhan sebagai satu

    persekutuan yang utuh dihadapan Tuhan.69

    Penulis mengamati bahwa setiap tahun GMIT

    Agape mempunyai tema besar untuk menjalankan visi dan misi. Tahun 2015 jemaat memiliki

    tema besar “Aku menyebut kamu sahabat” tema yang ditetapkan harus disertai dengan satu

    lagu rohani yang dinyanyikan sepanjang satu tahun berlangsung. Oleh karena itu lagu yang

    menjadi tema besar tersebut ialah “sahabat sejati” lagu rohani tersebut selalu dinyanyikan

    dalam ibadah umum, ibadah kategorial (persekutuan) dan pertemuan ibadah lainnya

    66 Hasil Wawancara dengan Evangelis E.A pada pukul 12.00 WITA 11 Januari 2016 WITA 67

    Hasil Wawancara dengan M.N.L 17 Februari 2016 pukul 12.00 WIB 68 Hasil Wawancara dengan jemaat (Pemudi) R.G pada pukul 19 Desember 2015 pukul 20.00 WITA 69 Hasil wawancara dengan jemaat M.A.12 januari 2016 pukul 10.00 WITA

  • 33

    kemudian untuk tahun 2016 ini jemaat telah menggunakan tema baru untuk periode satu

    tahun ini berupa “Kristus adalah Raja” dan tentunya jemaat akan memilih salah satu lagu pop

    rohani yang berkaitan dengan tema tersebut. ini berarti bahwa betapa pentingnya lagu-lagu

    pop rohani bagi kehidupan berjemaat di GMIT Agape.

    Manfaat positif lainnya ialah jemaat tidak hanya dipersatukan melainkan bertumbuh

    dalam imannya kepada Tuhan dan berbuah di setiap kehidupan jemaat secara pribadi70

    .

    Orang-orang GMIT dapat mengenal salah satu ciri khas dari GMIT Agape dengan

    penggunaan lagu-lagu pop rohani yang dapat menjadi unsur kesaksian dalam kehidupan

    jemaat. Ciri khas dari jemaat GMIT Agape inilah yang membedakan jemaat tersebut dengan

    jemaat GMIT yang lain.71

    Ciri khas berhubungan dengan identitas mereka sebagai suatu

    kelompok sosial yang berada dalam lingkungan gereja dan juga identitas mereka berdasarkan

    kelompok etnis yaitu etnis Tionghoa oleh karena mayoritas jemaat Tionghoa di GMIT

    Agape. Identitas menurut Barker menekankan adanya persamaan dan perbedaan, personal

    dan sosial, soal apa yang individu miliki secara bersama-sama dengan beberapa orang dan

    apa yang membedakan individu dengan orang lain oleh sebab itu keberadaan jemaat GMIT

    Agape begitu berbeda dengan jemaat GMIT yang lain dari segi identitas mereka sebagian

    besar orang-orang Tionghoa dengan budaya Tionghoa yang masih mereka jalankan,

    hubungan kerja sama dengan pihak lain dan penggunan nyanyian-nyanyian dalam liturgi

    ibadah sehingga penggunaan lagu-lagu pop rohani dapat menjadi salah satu identitas jemaat

    GMIT Agape agar orang dapat mengenal Kristus dan diselamatkan oleh Kristus melalui

    keberadaan GMIT Agape yang berbeda dengan GMIT yang lain dengan nuansa ibadah yang

    berbeda.72

    GMIT Agape merupakan satu-satunya gereja yang lebih dominan menggunakan

    lagu-lagu pop rohani dan jemaat menikmati lagu-lagu tersebut namun bagi jemaat non-GMIT

    Agape menyebut jemaat Agape ialah jemaat kharismatik karena lagu-lagu yang dipakai

    berbeda dengan GMIT pada umumnya oleh karena itulah jemaat mengatakan bahwa inilah

    salah satu ciri khas jemaat Agape.

    70

    Hasil Wawancara dengan M.N.L 17 Februari 2016 pukul 12.00 WIB 71 Hasil wawancara dengan jemaat M.A.12 januari 2016 pukul 10.00 WITA 72 Hasil wawancara dengan jemaat A.P. 12 Januari 2016 pukul 10.00 WITA.

  • 34

    4 PEMBAHASAN DAN ANALISA

    4.1 Penggunan Lagu-lagu Pop rohani dalam Ibadah di Jemaat GMIT Agape

    Jemaat GMIT Agape yang terdiri dari orang-orang Tionghoa telah berdiri sendiri

    sejak tahun 1980 sampai sekarang ini. Misi dari jemaat GMIT Agape ialah “mewartakan

    kabar baik” serta “melakukan kabar baik” mulai terealisasikan melalui program-program

    pelayanan yang dijalankan baik itu penatalayanan berupa ibadah-ibadah rutin dalam gereja

    maupun pelayanan keluar serta adanya dukungan dan kerja sama baik dari pihak sekolah

    teologi, gereja, perusahan industri dan pihak yang lain serta juga pengelolahan organisasi

    gereja yang mendorong jemaat GMIT Agape terus bertumbuh dalam pelayanan. Walaupun

    GMIT Agape dikenal sebagai jemaat GMIT yang berbeda “aliran” oleh karena suasana

    beribadah dan struktur organisasi yang tidak sama seperti gereja GMIT pada umumnya tetap

    bahwa GMIT Agape berada dalam pengawasan satu sinode yaitu sinode GMIT dengan

    seluruh tata aturan dan tradisi-tradisi GMIT. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa di setiap

    gereja memiliki keunikannya masing-masing tetapi tidak keluar dari jalur yang telah

    ditentukan bersama di bawah satu sinode. Jemaat GMIT Agape telah masuk dalam notulensi

    sinode GMIT oleh karena beberapa hal yang dijalankan tidak sesuai dengan tata aturan

    maupun tradisi GMIT dan hal tersebut berupa struktur organisasi dan penatalayanan ibadah

    terkhusus pada unsur-unsur liturgi yaitu penggunaan nyanyian-nyanyian dalam ibadah.

    Ibadah secara rutin yang dilakukan oleh jemaat terkesan berbeda apabila jemaat yang

    baru pertama hadir di GMIT Agape akan merasakan perbedaan tersebut dengan nyanyian-

    nyanyian yang digunakan karena bagi jemaat GMIT Agape nyanyian-nyanyian yang

    digunakan dan didukung oleh alat musik yang dimainkan sangat menentukan bagaimana

    suasana ibadah itu berlangsung73

    oleh karena ibadah menunjuk pada pertemuan ibadah yang

    di dalamnya terdapat nyanyian, doa dan pembacaan Alkitab serta pelayanan kepada mereka

    yang belum menerima kristus74

    dan ibadah juga merupakan suatu tindakan memuji dan

    menyatakan hormat kepada Allah (worship)75

    serta memahami bahwa tidak ada satu pun

    yang terjadi di dalamnya kecuali Tuhan Maha Pengasih yang berbicara kepada manusia baik

    itu melalui firmanNya yang kudus, doa dan nyanyian76

    maka jemaat GMIT Agape

    mempraktekan itu dengan argumen bahwa firman, nyanyian dan doa adalah satu kesatuan

    73 Hasil Wawancara dengan Evangelis E.A pada pukul 12.00 WITA 11 Januari 2016 WITA 74 J.L Ch. Abineno. Ibadah jemaat dalam perjanjian Baru. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1960), 6 75

    Elysabeth Asrit Suyanti Lakapu. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakhadiran jemaat dalam ibadah minggu menurut Majelis Jemaat di GMIT Maranatha Oebufu Kupang. 2011, 23-24.

    76 White, james F. Pengantar Ibadah Kristen.(Jakarta:Gunung Mulia, 2005),8

  • 35

    ibadah yang utuh sehingga tidak ada diantaranya yang memiliki peran lebih melainkan ketiga

    unsur tersebut penting dalam berlangsungnya ibadah sehingga bukan khotbah yang lebih

    unggul atau nyanyian atau doa melainkan ketiganya memiliki peran dan fungsi yang sama

    dalam ibadah guna untuk pertumbuhan iman jemaat. Ibadah menurut jemaat GMIT Agape

    seharusnya menjadi ibadah yang kreatif dan inovatif serta menjawab kebutuhan jemaat agar

    dalam pertemuan ibadah tidak terlihat monoton di mata jemaat maka perlu untuk gereja

    melihat apa yang menjadi kebutuhan jemaat dan kemudian dituangkan dalam suasana

    peribadatan kurang lebih dapat menyenangkan hati jemaat ketika membangun relasi dengan

    Tuhan. Oleh karena itu ibadah yang kreatif dan inovatif tidak menutup kemungkinan bagi

    jemaat untuk terus memperhatikan liturgi ibadah yang dijalankan dan membuat strategi agar

    jemaat nyaman saat beribadah. Menurut Lambert Beauduin liturgi dapat dipahami sebagai

    “ibadat gereja” dengan perumusan bahwa semua kegiatan-kegiatan ibadah di dalam gereja

    selalu bersatu dengan liturgi sebab berasal dari sifat kodrati gereja yang bersifat sosial,

    hierarkis-universal, merupakan kelanjutan dari Kristus77

    oleh karena itu istilah liturgi dan

    ibadah memliki kedudukan yang sama dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Konten daripada

    liturgi secara umum berupa doa, nyanyian dan pemberitaan firman. Liturgi yang bersifat

    sosial dan hierarkis universal juga dapat ditemui dalam unsur-unsur liturgi baik itu melalui

    doa, pemberitaan firman, nyanyian maupun pengakuan dosa oleh sebab itu yang

    dimaksudkan ialah liturgi yang dapat mencakup kehidupan sosial tidak hanya interaksi sosial

    antar jemaat yang terjadi dalam lingkup satu gereja melainkan di setiap gereja-gereja yang

    berada dalam satu sinode. Lagu-lagu pop rohani lebih menekankan pada aspek spiritual.

    Apabila melihat kumpulan lagu-lagu pop rohani dan kemudian meninjau lirik-lirik dari lagu-

    lagu pop rohani tersebut maka bait per bait menceritakan tentang manusia (pribadi) yang

    memuji nama Tuhan, manusia yang mengalami kesulitan dalam menghadapi hidup, manusia

    yang menaikan syukur kepada Tuhan. Kutipan dari lagu-lagu pop rohani selalu menekankan

    akan hubungan satu pribadi dengan Allah sehingga sulit untuk menemukan lagu-lagu pop

    rohani yang bersifat sosial dengan liri-lirik lagu yang menggambarkan kepedulian sosial.

    Unsur nyanyian jemaat dalam liturgi ibadah rupanya begitu penting bagi jemaat

    GMIT Agape oleh karena mulai dari terbentuknya GMIT Agape sampai periode saat ini buku

    nyanyian terus dibaharui sesuai dengan kebutuhan jemaat seperti buku lagu “Puji-Pujian

    Kristen” yang terdapat nyanyian-nyanyian dalam terjemahan bahasa mandarin dan gunakan

    untuk kung dan poh yang belum paham bahasa Indonesia, kemudian menggunakan kidung

    jemaat (KJ), Pelengkap Kidung Jemaat (PKJ), Nyanyian Kidung Baru (NKB), Dua Sahabat

    77 O.carm, Bosco Da Cunha. Teologi Liturgi dalam Hidup Gereja. 69

  • 36

    Lama dan buku nyanyian yang lain hingga sampai saat ini lagu-lagu pop rohani telah

    mendominasi buku-buku nyanyian sebelumnya. Ini menandakan bahwa penggunaan

    nyanyian ditentukan oleh seberapa jauh dunia berkembang lalu kemudian mempengaruhi

    kehidupan gereja-gereja termasuk gereja-gereja dalam naungan GMIT terutama bagi jemaat

    GMIT Agape. Penggunaan nyanyian-nyanyian gereja dalam Tradisi GMIT telah disepakati

    bahwa harus ada keseimbangan antara lagu-lagu pop rohani maupun lagu-lagu kidung jemaat

    (KJ), pelengkap kidung jemaat (PKJ), nyanyian kidung baru (NKB) dan buku lagu lainnya

    yang diakui dalam tradisi GMIT mengingat bahwa kehidupan gereja yang terus dinamis maka

    kebutuhan jemaat perlu diperhatikan gereja. Oleh karena itu hal tersebut dibuat agar gereja

    tidak meninggalkan jejak sejarah mulai dari pasca reformasi perihal sejarah pembentukan

    nyanyian-nyanyian jemaat oleh para pelopor yang kemudian nyanyian-nyanyian tersebut

    menjadi kesepakatan bersama sebagai semangat oikumenis gereja. Nyanyian-nyanyian yang

    telah diprakarsai oleh Yayasan Musik Gereja diakui sebagai salah satu bentuk semangat

    oikumenis karena memakai nyanyian-nyanyian yang sama setidaknya dapat membuat jemaat

    merasakan hubungan oikumenis dengan jemaat-jemaat yang lain78

    berarti bahwa nyanyian-

    nyanyian di luar daripada Yasayasan Musik Gereja bukan termasuk nyanyian yang

    oikumenis. Namun bukan berarti lagu-lagu bernuansa pop rohani tidak merupakan bagian

    dalam semangat oikumenis. Lagu-lagu pop rohani juga merupakan hasil pergumulan dari

    gereja-gereja non-barat dengan semangat oikumenis namun memiliki dimensi yang berbeda

    karena lebih bersifat pentakostal dan kharismatik. Konteks GMIT dalam mewujudnyatakan

    semangat oikumenis dengan mengumpulkan nyanyian-nyanyian yang telah menjadi

    kesepakatan satu institusi sehingga aturan dan tradisi yang dijalankan sehingga nyanyian

    dinyanyikan secara serentak (one voice). GMIT Agape tidak berada dalam tradisi yang sama