11
OMPHALOCELE PECAH DAN GASTROSKISIS I. Definisi : Omphalocele : Defek dinding abdomen di daerah tali pusar karena gangguan penutupan secara kongenital pada usia janin 8 minggu dalam kandungan sehingga isi rongga abdomen seperti hepar dan usus halus berada di luar abdomen dengan hanya di tutupi lapisan peritoneum, besar defek berkisar antara 2 – 15 cm. Gastroskisis : Kegagalan penutupan dinding abdomen kongenital di luar umbilikus (umumnya di sebelah kanan umbilikus), sehingga usus halus dan atau sebagian kolon berada di luar rongga abdomen (jarang ditemukan hepar atau lien) tanpa ditutupi oleh peritoneum atau lapisan dinding abdomen lainnya, dengan hepar kurang dari 5 cm. Kelainan yang dapat terjadi atau terjadi bersamaan : 1. Extrophy Cloaca : Omphalocele disertai agenesis hindgut, imperforasi anus, extrophy vesika urinaria, dan vesikointestinal fistula. 2. Pentalogy Cantrell : Omphalocele epigastrium, celah sternum, kelainan jantung kongenital, tidak terbentuknya diafragma sentral dan perikardium. II. Patofisiologi kelainan : A. Pada omphalocele : - Karena organ intra abdomen yang berada di luar rongga abdomen masih di bungkus peritoneum jarang terjadi trauma maupun iritasi langsung oleh cairan amnion. - Jika peritoneum penbungkus pecah akan menyebabkan iritasi cairan amnion terhadap usus, atau terjadi trauma pada organ intra abdomen pada saat persalinan.

Omphalocele Pecah Dan Gastroskisis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

omfalokel

Citation preview

OMPHALOCELE PECAH DAN GASTROSKISIS

OMPHALOCELE PECAH DAN GASTROSKISIS

I. Definisi :

Omphalocele :

Defek dinding abdomen di daerah tali pusar karena gangguan penutupan secara kongenital pada usia janin 8 minggu dalam kandungan sehingga isi rongga abdomen seperti hepar dan usus halus berada di luar abdomen dengan hanya di tutupi lapisan peritoneum, besar defek berkisar antara 2 15 cm.

Gastroskisis :

Kegagalan penutupan dinding abdomen kongenital di luar umbilikus (umumnya di sebelah kanan umbilikus), sehingga usus halus dan atau sebagian kolon berada di luar rongga abdomen (jarang ditemukan hepar atau lien) tanpa ditutupi oleh peritoneum atau lapisan dinding abdomen lainnya, dengan hepar kurang dari 5 cm.

Kelainan yang dapat terjadi atau terjadi bersamaan :

1. Extrophy Cloaca :

Omphalocele disertai agenesis hindgut, imperforasi anus, extrophy vesika urinaria, dan vesikointestinal fistula.

2. Pentalogy Cantrell :

Omphalocele epigastrium, celah sternum, kelainan jantung kongenital, tidak terbentuknya diafragma sentral dan perikardium.

II. Patofisiologi kelainan :

A. Pada omphalocele :

Karena organ intra abdomen yang berada di luar rongga abdomen masih di bungkus peritoneum jarang terjadi trauma maupun iritasi langsung oleh cairan amnion.

Jika peritoneum penbungkus pecah akan menyebabkan iritasi cairan amnion terhadap usus, atau terjadi trauma pada organ intra abdomen pada saat persalinan.

Karena organ abdomen sejak awal berada di luar maka rongga abdomen tidak terbentuk dengan sempurna.

Sering bersamaan dengan kelainan kongenital organ lainnya terutama kelainan saluran pencernaan.

B. Pada ganstroskisis :

Karena dinding abdomen tanpa pembungkus maka organ abdomen terendam dalam cairan amnion dengan segala konsekwensinya

Iritasi usus oleh cairan amnion menyebabkan usus kaku

Tidak terfiksirnya usus memudahkan terjadinya volvulus sehingga usus mengalami gangguan vaskularisasi, edema dan menebal dan usus tampak memendek dari normalnya.

Rongga abdomen tidak terbentuk sempurna sehingga menimbulkan diskrepansi antara isi dan rongga abdomen.

Jarang disertai dengan kelainan organ lain karena umumnya gastroskisis terjadi pada fase akhir kehidupan janin dalam kandungan.

III. Diagnosis :

Ditegakkan secara klinis maupun radiologis dengan ultrasonografi janin dalam kandungan (prenatal diagnosis)

IV. Permasalahannya :

A. Umum

Dapat mengalami hipotermia

Dehidrasi dan hipovolumia

Infeksi organ-organ intra abdomen

B. Khusus

1. Omphalocele :

Dapat disertai kelainan kongenital lain sekitar 50% kasusu seperti :

a. Trisomy 13, 18, 21

b. Bekwith-Wiedeman Sindrome terdiri dari : Omphalocele, macroglossia, facial nervus flammeus, indented ear lobe, microcephally dan hiperplasi dari ginjal, pankreas dan hepar disertai hipoglikemik hebat.

c. Kelainan jantung kongenital

d. Kelainan genitourinarius, neurologis dan skletal

e. Malrotasi usus, diverticulum meckels, Atresia intestinalis dan duplikasi

2. Gastroskisis :

a. Umumnya bayi prematur

b. Sebagian besar mengalami malrotasi intestinalis

c. Terdapat diverticulum Meckels

d. Mengalami atresia intestinalis karena sebelumnya terjadi iskemi usus akibat vovulus intra uterine karena semua usus tidak terfiksir.

e. Usus-usus mengalami pemendekan sehingga menimbulkan malabsorbsi.

V. Pengelolaan :

A. Awal :

1. Resusitasi pasien :

a. Pemberian cairan intravena sesuai kebutuhan

b. Pemasangan nasogastric tube 10-12

c. Pemberian antibiotik spektrum luas sesuai kebutuhan

d. Bungkus isi rongga abdomen yang berada di luar dengan kasa atau bahan steril dan dibasuhi dengan NaCL hangat 9cairan fasiologis)

e. Tempatkan bayi dalam inkubator untuk mempertahankan suhu tubuh bayi optimal

2. Persiapan pembedahan :

a. Pemeriksaan fisik pasien untuk mengetahui terdapatnya kelainan kongenital lainnya.

b. Pemeriksaan laboratorium standar : DL, Faal Hemostasis

c. Pembuatan foto rontgent paru-paru dan abdomen

d. Siapan ruang perawatan intensif pascabedah

e. Siapkan transfusi darah segar

B. Definitif :

Prinsip :

1. Memasukkan seluruh organ abdomen yang berada di luar kedalam abdomen

2. Menutup dinding abdomen secara primer atau skunder

Teknis operatif :

1. Penutupan primer :

Keluarkan seluruh isi saluran pencernaan melalui NGT atau rectum setelah pasien dalam keadaan teranestesi

Renggangkan dinding abdomen secara manual dengan jari tangan

Seluruh organ abdomen yang berada di luar dimasukkan ke dalam rongga abdomen secara hati-hati agar tidak menimbulkan peningkatan tekanan intra abdomen

Defek pada dinding abdomen di tutup lapis demi lapis, jika tidak memungkinkan maka penutupan dilakukan dengan menjahit kulit saja setelah dilakukan counter incisi kulit disebelah kanan dan kiri defek

2. Penutupan bertahap :

Tahap I :

Organ abdomen yang berada di luar dibungkus dengan bahan sintetis steril (mersilk, mesh, silastic, dll) yang dijahitkan pada peritoneum tempat defek dinding abdomen.

Bahan sintetis (mesh) pembungkus tersebut selanjutnya dibuat seperti bentuk silinder yang ujungnya dapat diputar secara perlahan-lahan untuk membuat organ abdomen masuk ke dalam rongga abdomen

Tahap II :

Setelah epitalisasi dan pembentuk kulit lengkap pada seluruh defek bahan sintetis (mesh) dicabut bertahap.

Jika masih terdapat defek kulit dapat dilakukan skin graft

VI. Perawatan pascabedah

1. Ancaman terhadap distress pernafasan sehingga pasien sebaiknya dirawat intensif dengan bantuan pernafasan untuk beberapa hari.

2. Stasis vena cara inverior akibat tekanan organ abdomen dalam rongga abdomen yang sempit menyebabkan udem dan sianosis kedua tungkai bawah dan dapat juga menimbulkan penurunan curah jantung (cardiac output) karena penuruan venous return dengan segal konsekwensinya.

3. Penilaian fungsi saluran cerna seperti defekasi, makanan dan lain-lainnya setelah pasien dirawat beberapa hari pascabedah.

VII. Komplikasi

A. Awal

1. Infeksi bahan sintetis pada kasus dengan penutupan bertahap

2. Obstruksi intestinalis

B. Lanjut

1. Hernia abdomen

2. Malabsorbsi intestinalis

Prognosis :1. Pada omphalocele tergantung pada kelainan kongenital lain yang menyertai

2. Pada gastroskisis sangat ditentukan kondisi saluran cerna dan kemampuan memberikan nutrisi.

APPENDISITIS I. Definisi :Peradangan pada apendiks vermiformis

II. Patofisiologi :

Peradangan yang progresive dari apendiks vermiformis diawali dengan terjadinya obstruksi lumen dan kemungkinan mengalami gangreen dan perforasi.

a. Obstruksi lumen apendiks vermiformis sebagai awal dari proses peradangan (imflammasi) dapat terjadi karena adanya fekolit (feses yang mengeras) dan atau hiperflasi jaringan lomfoid dinding apendiks vermiformis akibat infeksi virus

b. Sekresi yang terus menerus mukosa apendiks menipis menyebabkan terjadinya timbunan cairan dalam lumen sehingga dinding apendiks menipis menyebabkan gangguan vaskularisasi dengan segala konsekwensinya

c. Keradangan apendiks tanpa obstruksi dapat juga terjadi namun dapat menghilang secara spontan tanpa perlu terapi.

d. Invasi bakteri aerob dan anaerob yang normal ada dalam lumen apendiks akan memperberat proses peradangan dan terbentuknya pus. Escheria coli dan bacteriodes merupakan kuman yang didapatkan dalam biakan pus.

e. Selanjutnya mukosa apendiks mengalami ulserasi sehingga masuk ke lapisan serosa membentuk fibrinofurulen exudat. Akibat gangguan vaskularisasi, apendiks mengalami gangreen sampai perforasi.

f. Mikroperforasi apendiks menimbulkan lokal iritasi peritoneum sekitarnya sehingga terjadi peritonitis lokal dan atau pengumpula pus sekitar apendiks (periapendikular abses). Pada anak-anak kemampuan omentum dan usus dalam melokalisir exudat yang keluar dari perforasi dinding apendiks kurang sehingga mempermudah terjadinya peritonitis umum dengan segala manifestasi klinisnya.

III. Gejala klinis

A. Apendisitis akut memberikan gejala yang khas berupa nyeri perut daerah periumbilikus akibat distensi apendiks vermiformis selanjutnya nyeri perut berpindah ke daerah kwadran kanan bawah abdomen (daerah Mc Burney) sebagai manifestasi adanya iritasi lokal peritoneum oleh exudat yang ada pada lapisan serosa dinding apendiks atau karena mikroperforasi yang terjadi.

B. Mual dan muntah terjadi setelah timbul gejala nyeri perut, seringkali sulit dibedakan dengan gejala gastroenteritis, kadang-kadang pada anak lebih besar terdapat gejala anoreksi sehingga semakin menyulitkan diagnosis

C. Pemeriksaan fisik akan mendapatkan anak yang tiba-tiba mengalami sakit, wajah nampak pucat, agak sulit berjalan dan tungkai kanan terlihat flexi pada saat tiduran, bibir terlihat kering, pipi kemerahan anak mengalami demam dengan suhu axilla diatas 38(C, tetapi jika suhu tinggi perlu dibedakan antara apendiditis perforasi dengan kemungkinan penyebab lain.

D. Pemeriksaan palpasi abdomen ditemukan titik nyeri didaerah Mc Burneys terutama pada apendiditis akut. Spasme otot-otot abdomen kwadran kanan bawah terjadi karena iritasi peritonum dibawahnya. Kadang-kadang disertai tanda-tanda Rebound Tendernes Regiditas dinding abdomen muncul jika terjadi perforasi apendiks. Obturator dan Psoas Sign sebagai petunjuk lain terdapat proses keradangan didaerah posterior lokasi apendiks namun jarang ditemukan pada anak-anak. Pemeriksaan rektum dilakukan jika penemuan gejala seperti diatas masih belum dapat membantu diagnosis apendiditis, pada pemeriksaan ini akan ditemukan tendernes kearah kanan dinding rektum, kadangkala dapat diraba adanya massa atau pembentukan abses.

E. Gejala klinis seperti disebutkan diatas hanya ditemukan pada setengah kasus apendisitis akut anak-anak. Beberapa kasus memberikan gejala nyeri perut ringan kemudian menjadi progresif secara lambat, namun seringkali kasus tida sampai menimbulkan perforasi. Nyeri perut kanan bawah seringkali tanpa didahului nyeri periumbilikus sehingga agak sulit menenntukan secara pasti kelainan di apendiks. Tidak jarang anak tanpa memperlihatkan gejala demam, demikian pula appendiditid retrorektal atau pelvinal gejala abdomen minimal sekali dan hanya dengan pepemriksaan rektum dapat diemukan adanya tanda-tanda iritasi peritonum dan pembentukan abses.

F. Beberapa kasus memperlihatkan gejala peritonitis umum yang lebih menonjol akibat terjadinya perforasi danpembentukan abses. Anak terlihat sakit berat, demam tinggi, abdomen distensi dan tegang. Pada pemeriksaan abdomen terdapat nyeri perut menyeluruh dan seluruh dinding abdomen mengalami regiditas, jika abses terlokalisir dalam rongga peritoneum maka gejala klinis yang terlihat dan temukan minimal hanya teraba massa dengan palpasi bimanual dari dinding abdomen dan pemeriksaan rektum.

IV. Pemeriksaan Penunjang A. Pemeriksaan laboratorium :

1. Darah

Umumnya ditemukan leukositosis (11.000 15.000 mm3 ) dengan pergeseran sel ke kiri namun demikian hasil pemeriksaan leukosit normal dapat ditemukan pada anak dengan appendisitis, sedangkan jika hasil pemeriksaan leukosit mencapai 20.000 mm3 dengan gejala klinis minimal untuk apendisitis kemungkinan disebabkan keadaan lain.

2. Urinalisis

Perlu diperiksa jika terdapat gejala klinis yang sulit dibedakan dengan infeksi saluran kencing. Umumnya hasil pemeriksaan urine normal pada appendiditis, namun beberapa kasus apendisitis dapat ditemukan sel darah merah dan sel darah putih pada sidemen urine.

B. Pemeriksaan radiologi atau ultrasound :

Untuk gejala apendisitis tertentu membutuhan pemeriksaan radiologi dan atau ultrasound (USG) seperti :

1. Foto polos abdomen akan memperlihatkan gambaran mass effect akibat hilangnya gambaran gas didaerah abdomen kanan bawah, pada 10% kasus dapat terlihat gambaran fekolit (feses yang mengeras sebagai penyebab sumbaan obstruksi lumen apendiks)

2. Ultrasound /USG dapat terlihat ukuran appendiks lebih besar dari normal disertai gambaran abses periappendikuler atau tumpukan abses didaerah rongga pelvis. Pemeriksaan ini dapat dikerjakan rutin pada anak dengan gejla klinis minimal atau anak yang gemuk.

3. Enema barium perlu dikerjakan pada anak-nak dengan nyeri perut berulang tanpa gejala penyert yang jelas. Tanda-tanda appendisitis akut akan terlihat gambaran barium yang menunjukkan penyempitan lumen appendiks dan tiba-tiba terhenti (cut off) akibat adanya obstruksi.

V. Diagnosis

Setelah diagnosis ditegakkan tindakan pembedahan untuk apendiktomi harus segera dilakukan.

A. Appendisitis akut :

1. Persiapan prabedah segera :

Pasien dipuasakan dan kalau perlu dipasang NGT

Diberikan infus sesuai kebutuhan

Antibiotik dengan spektrum luas untuk profilaksis

2. Tindakan pembedahan :

Dibuat insisi transversal pada titik tengah garis antara umbilikal dengan SIAS

Musculus obliqus internus dan eksternus dibelah sesuai dengan arah seratnya

Setelah peritoneum terbuka dilihat cairan yang keluar untuk menentukan adanya penyebaran infeksi dalam rongga peritoneum

Dilakukan apendiktomi

B. Appendisitis Perforasi :

1. Persiapan prabedah lebih serius untuk memperbaiki keadaan umum pasien dan dehidrasi sehingga siap untuk dilakukan pembedahan

2. Pembedahan dilakukan dengan laparotomi eksplorasi dan insisi dibuat transversal, dibawah umbilikus untuk memudahkan membersihkan cairan peritoneum dan melakukan apendiktomi yang umumnya telah mengalami gangreen

3. Pada penutupan dinding abdomen jika kondisi ronga peritoneum sangat terkontaminir sebaiknya dipasang drain sub fasial dan dinding abdomen dijahit primer longgar, untuk drainase pus yang mungkin terbentuk (delayed primer suture)

VIII. Evaluasi pascabedah

A. Pasca Appendiktomi :

Umumnya kondisi pasien baik dan cepat pulih dari stress pembedahan dan pembiusan sehingga tidak membutuhkan pengenolaan dan perawatan pascabedah.

B. Pasca laparotomi :

1. Pemberian infus diteruskan sampai dehidrasi dan fungsi usus baik, sesuai dengan kebutuhan cairan dengan komposisi untuk replesemen cairan, elektrolit dan nutrisi.

2. Antibiotik diberikan sampai 10 hari pasca bedah

3. Pemasangan NGT diteruskan sampai produksi berkurang dan fungsi usus telah pulih kembali, pascabedah laparotomi oleh karena peritonitis umum biasanya fungsi usus akan berkurang selama beberapa hari bahkan sampai beberapa minggu.

4. Perawatan luka operasi dilakukan secara intensif dengan memberikan antiseptik lokal dan evaluasi terjadinya infeksi luka operasi.

5. Pemeriksaan rektum sebaiknya dikerjakan karena sering terjadi sisa abses didaerah rongga pelvis.

IX. Komplikasi

A. Pembentukan abses intra peritoneal sehingga menibulkan gangguan fungsi usus berkepanjangan disertai demam dan leukositosis serta shift to left pada pemeriksaan darah.

B. Obstruksi intestinalis akibat adesi dan keradangan terutama pada pascabedah appendisitis dengan segala manifestasi klinisnya.