Opioids

Embed Size (px)

DESCRIPTION

opioidd

Citation preview

  • 5/27/2018 Opioids

    1/8

    OPIOIDS

    Sejarah

    Opium sudah dikenal di berbagai Negara. Pertama kali diperkenalkan oleh Ebers

    papyrus (1500 Sebelum Masehi) dan ditulis oleh Theophratus (300 sebelum Masehi) dan Galen(tahun 2000an). Di samping itu, opium mentah sudah tersediah di Asia sejak dua millenium yang

    lalu sebelum bidang anestesi modern temukan. Ini digunakan seluruhnya oleh masyarakat separu

    bayah di Eropa sebagai ramuan yang dikenal dengan Laudanum. Opium mentah berwarna

    coklat gelap dan mengandung resin(dammar) yang diperoleh dari kapsul daun ganja (papaver

    somniferum). Terdiri dari dua tipe alkaloida: (i) alkaloida dari derivat phenatrene-morfin (10%),

    codein (5%) thebaine (0,2%) dan (ii) alkaloida dari drivat benzoisoqunolin papaverin (1%)

    noscapin (6%). Papaverin merupakan golongan opiate tanpa aktivitas, tapi akibat relaksasi otot

    halus. Papaveretum dari opium mentah yang mengandung cairan alkaloida dari opium dengan

    50% morfin anhidros dan 50% sisanya campuran dari papaverine, codein dan tebain.

    Di China opium di konsumsi secara social. Sebelum tahun 1840, opium oral merupakan

    andalan anestesi. Langkah awal dari keberhasilan yang diperkenalkan oleh opioid di bidang

    anestesi adalah isolasi morfin dari opium oleh Seturner pada tahun 1803. Dinamakan Morfin

    setelah dewa Yunani memimpikan nama Morpheus. Diberikan pertama kali melalui injeksi,

    digunakan sebagai vaksin pisau bedah pada tahun 1836. Kemudian, perkenalan melaui

    syringe(semprotan) dan jarum lengkung pada praktis klinis oleh Wood tahun 1853 akhirnya

    mengijikan opioid dengan mengontrol dan mengurangi dosis.

    Injeksi morfin sering secara intramuscular sebagai premedikasi atau sebagai suplementasi

    selama pemberian ether (obat bius) dan chloroform pada anestesi atau sebagai analgesi postoperatif. Dan abad 19, dosis tinggi dari morfin ( 3mg/Kg) dengan scopolamine digunakan sebgai

    pelengkap agen anestesi. Setelah itu meskipun teknik ini menarik perhatian, tapi dengan cepat

    tidak disukai dengan peningkatan morbidity dan mortality selama operasi dilakukan. Jadi, 30

    sampai 40 tahun ilmu anestesi tidak menggunakan opioid, setelahnya, perkenalan Thiopenton

    sebagai anestesi intravena dan perkenalan konsep keseimbangan anestesi memperbaharui

    antusias untuk penggunaan opioid selama operasi.

    Diamorfin (heroin) merupakan sintetik pertama opioid dimana disentesis pada tahun 1875

    dan ditandai pertama kali manipulasi kimia dari opioid natural untuk produksi analgetik. Lalu,

    papavertum dipersiapkan di tahun 1909 sebagai standar dari opium mentah. Itu merupakanpertama kali opiate tersedia dalam bentuk ampul.

    Langkah penting selanjutnya dalam sejarah dari opioid adalah perkembangan secara

    lengkap dari opioid sintetik, dinamakan petidin di tahun 1939 (meperidin) di Jerman. Kemudian,

    selama perang dunia II mertadone juga berkembang di Jerman dengan nama asli dolphin yang

    dibiayai oleh Adolf Hitler tahun 1962. Sufentanil mengikuti selanjutnya setelah itu.

  • 5/27/2018 Opioids

    2/8

    Reseptor opioid dimana peptide alami juga ditemukan pertama kali tahun 1979, asal kata

    opioid atau opiate (dimana berasal dari kata opium) di gunakan untuk mendiskripsikan obat atau

    komposisi kimia dengan spesifikasi mengikat berbagai reseptor opioid dan membagi kekayaan

    farmakologi yang sama dari opioid awal. Tapi kata narkotik dimasukkan sebagai komposisi

    opioid juag.

    Terminologi

    Kata opium berasal dari kata opos dari Yunani yang berarti Jus. Jadi, opium berarti

    obat yang berasal dari jus daun ganja. Kata opioid mengikuti selanjutnya untuk semua

    komposisi yang menyangkut dengan opium. Jadi opiate merupakan obat yang berasal dari

    derivate opium. Kata narkotik berasal dari Yunani menyangkut stupor. Kata narkotik

    menyangkut setiap obat yang berefek menidurkan dan kemudian menjadi asosiasi dengan opioid.

    Tapi sekarang sering digunakan secara konteks legal untuk mengacu pada variasi dari substansi

    dimana disalah gunakan atau potensi addiktif.

    Klasifikasi

    Opioid diklasifikasi menjadi dua grup menurut sediaan dan cara kerja

    A. Menurut Sediaan asal1. Secara alami

    Morfin, kodein, papaverin, tebain.

    2. SemisintetikKodein, heroin, dihidromorfon, derivat tebain (etorpin, buprenorfin) produksi

    semisintetik dari opioid diperoleh dari morfin yang mengalami beberapa perubahan :

    i. Esterifikasi dari satu grup hidroksil dari hasil morfin di kodein (metal morfin)ii. Esterifikasi dari duan grup hidroksil dari hasil morfin di heroin

    (diasetilmorfin, terbuat dari morfin oleh asetilasi di posisi 3 dan 6)

    iii. Reduksi dari ikatan ganda cincin benzin dari hasil morfin di hidromorfon.iv. Tebain berbeda dari morfin dimana kedua grup hidroksil mengandung metal

    dan cincin memiliki ikatan ganda. Ini sebagai tanda dari beberapa klinikal

    yang menggunakan campuran seperti oksimorfon, oksikodon, nalokson.

    Etorpfin merupakan derivate tebain, seribu kai lebih potebt di bandingkan

    morfin dan digunakanuntuk imobilisasi dan anestesi pada management pasien

    yang tidak tenang.3. Sintetik

    i. Seri morfinan : Levorfanol, butorfanolii. Seri difenilpropilamin : Methadone.iii. Seri benzomorfinan : Pentazisiniv. Seri fenilpiperidin : meperidin, fentanyl, sulfentanil, alfentanil

  • 5/27/2018 Opioids

    3/8

    v. Banyak dari opioid sintetik digunakan sebagai eksperimen untuk anestesi.Tapi hanya golongan morfinan, benzomorfianan dan fenilpiperidin yang

    digunakandalam klinik dan mengambil peran pentik dalam anestesi.

    B. Menurut aksi kerja pada terhadap reseptor opioidi. Agonist : menghasilkan efek fisikologis pemberian dosis tergantung cara,

    tindakan di semua tipe reseptor opiod dan tidak memblok (antagonist) lagi,

    mislanya morfin, petidin (meperidin), fentanyl dan segolongnya.

    ii. Sebagian atau agonist lemah : tidak bertindak di semua tipe reseptor opioid dantidak memproduksi sprektum luas atau besar dari efek,terlepas dari dosis.

    Misalnya buprenorfin, butofsnol.

    iii. Campuran agonist dan antagonis : bertindak sebagai agonist di satu tipe darireseptor opioid dan di sisi lain sebagai antagonis (blok) di tipe reseptor opioid

    lainnya, seperti pentazosin, nalbufin.

    iv. Antagonis : bertindak kompetitif untuk menggantikan agonis dari reseptor denganmenyertakannya. Ketika bertindak dengan reseptor, tidak menimbulkan atausedikit efek di pemberian dosisi klinis (efek intrinsic) seperti nelson, naltrekson.

    Table 14.10 : Klasifikasi camuran opioid

    Secara natural

    Kodein Morfin Tebain Papaverin

    Semi sintetik Heroin Kodein * Derivate tebain (etofin, buprenorfin) Di-hidromorfon / morfin

    Sintetik

    Golongan morfinan (levorfanol, butorfanol) Golongan fenilpiperidin (meperidin, fentanil, sufentanil, alfentanil,

    remifentanil)

    Golongan benzomorfan (pentazosin) Golongan difenylpropylamin (metadon) Golongan Morfinan ( levorfanol, butorfanol )

    *kodein diperoleh dari duaduanya, alami maupun sintetik.

    Reseptor opioid

    Di tahun 1973, reseptor opioid pertama kali dikonsepkan dari hipotesis dari semua aksi

    kerja opioid di makromolekul pada membrane sel dimana protein alami dan modulasi nyeri,

  • 5/27/2018 Opioids

    4/8

    mood, sikap hedon (dikaitkan) kebiasaan, tingkah laku, pelepasan hormone pituitary, pergerakan

    usus, dll. Tapi, kemudian hipotesis mengkonfirmasi dan makromolekul mendiskripsikan reseptor

    protein.

    Morfin dan opioid lainnya mengembangkan aksi dari interaksi dengan reseptor opioid

    tersebut. Mengikat radio-liganf membagi opioid reseptor menjadi 3 tipe ; (mu), (kappa) dan

    delta. Setiap tipe memiliki spesifikasi profil farmakologi. Bagaimanapun, reseptor tersebut

    memiliki bentuk snstomi yang berbeda yang didistribusi di otak, tulang belakang dan jaringan

    perifer. Setiap subtype dari reseptor memiliki usulan tap tidak ada yang di klonkan (table 14.11)

    Reseptor (Morfin atau Mu)

    Reseptor ini dinamakan setelah obat morfin digunakan di penelitian dari reseptor. Reseptor

    opioid- memiliki hubungan yang kuat dengan morfin, petidin, fentanil dan itu sama. Di

    samping itu, opioid lain seperti peptide opioid memilki -endorfin, ensefalin dan dinorfin yang

    mengikat reseptor tapi dengan hubungan yang rendah. Reseptor berlokasi antara otak dan

    tulang belakang dengan konsentrasi tinggi di region grey periaquaductal, thalamus, nucleustraktus solitarious, nucleus ambiguous, substansia gelatinosa. Stimulasi dari reseptor akibat

    analgetik, depresi pernafasan, euphoria, miosis, penurunan motility GI, ketergantungan fisik, dll.

    Dua subtype dari reseptor di distribusi. Memilki reseptor 1dan 2, antara 1 lebih memiliki

    hubungan dengan morfin. Di mediasi anestesi supraspinal dan blok selektif oleh naloksonazine.

    Dimana reseptor 2memilki hubungan lebih rendah dengan morfin. Hal ini memidiasi anestesi

    spinal, depresi pernafasan dan konstipasi.

    Reseptor (Ketocyclazocine tau Kappa)

    Reseptor ini dinamakan seusai hubungannya yang tinggi dengan obat keto cyclazocine dimana digunakan pada penelitian dengan repseptor tersebut. Aktivasi dari reseptor akibat anestesi ringan

    sampai sedang, depresi pernafasa, disforia, halusinasi, miosis, sedasi, ketergantunga fisik,dll.dua

    subtype dari reseptor seperti 1dan 3memiliki fungsi penting. Analgesi akibat agonist di

    awali di spinal dan bekerja di reseptor 1. Meskipun 3 anelgesi supraspinal media dan memilki

    efek ceiling.

    Reseptor (Delta)

    Reseptor ini memilki hubungan tinggi dengan enkephalins dan hadir antara tulang

    belakang (dorsal horn) dan otak (area limbic). Aktivasi dari reseptor ini akibatanalgesi, depresi pernafasan, perilaku affektif, penurunan motility GI, dll. Reseptor

    di mediasi analgesi terutama spinal ( sebagai reseptor hadir di dornal horn dari

    tulang belakang). Tapi campuran aktifasi dari analgesi supraspinal muncul untuk

    melibatkan reseptor yang hadir di area limbic. Aktifasi prokonvulsant lebih

    menonjol di reseptor agonist. Pleksus myenterik neuron lebih tinggi densitas

    reseptor untuk mengurangi motilitas usus.

  • 5/27/2018 Opioids

    5/8

    Reseptor(Sigma)

    Sekarang, tidak lama mempertimbangkan reseptor , karena tidak ada aktifasi dari

    morfin, atau blok naloksin. Bagaimanapun, opioid tertentu seperti pentazoine,

    butorfanol, dll. Terikat dengan reseptor . Efek tertentu ssperti disforia, aktifasi

    psikotomi, takikardi, midriasis,dll akibat pentazocine seperti obat yang dipercayaidimediasi ole reseptordan dilepaskan ole nalokson.( Tabel 14.13)

    Mekanisme Seluler dari aktifasi reseptor.

    Semua 3 tipe dari reseptor opioid (,,) memiliki kesamaan dan memilki

    fungsi ekstensif dari penelitian. Semua reseptor memiliki pasangan G-protein

    reseptor. Pada grup ini konstitusi reseptor sekitar 80% dari semua G-protein yang kita

    ketahui di dalam tubuh termakdsud muskarini, adrenergic, GABA, dan reseptor

    somatostatin. Asam amino dari reseptor opioid tersebut sangat mirip dengan reseptor

    somatostatin dibandingkan reseptor lain. Reseptor opioid memilki 3 bagian ekstraseluler, transmembran, dan intraseluler. Rangkaian Asam amino dari tiga

    reseptor opioid (,,) sekitar 60% indentik dan sangat mirip antara transmembran

    dan intraseluler. Bagaimanapun, spesifikasi rangkain asam amino di ekstraseluler

    merupaka kunci dari reseptor opioid yang bekerja sebagai factor ligasi-spesifik agent.

    Opioid memodulasi transmisi sinaptik melalui reseptor opioid antara presinap

    (tidak langsung) dan post sinaps(langsung) fasilitasi dan menginhibis aktifas. Aktifasi

    inhibisi di mediasi oleh protein Gi/Go dan efek eksitasi di mediasi oleh protein Gs.

    Pasangan reseptor G-protein memilki situasi sering di prejungsion neuron. Secara

    menyeluruh memodulasi inhibisi oleh pengurangan pelepasan dari transmisi

    jungsional. Variasi monoadrenergik (NA,DA,5HT), GABA, dan jalur glutamate

    (NMDA) juga dengan sulit melibatkan aksi dari opioid.

    Opioid system efektor G-protein reseptor-aktif dapat dibagi menjadi dua

    kategori efek system kerja singkat melalui chanel K+ dan Ca2+ dan kerja lama

    bekerja melaui cAMP dan system adenylcylase. Semua reseptor opioid menginhibisi

    terbuknya channel Ca2+dan antara reseptor dan selalu diaktifasioleh channel K+.

    selanjutnya, penurunan di intaseluler Ca2+ dapat masuk dan menginhibisi mobilisasi

    neurotransmitter dengan melepaskan dan menjadi komponen dari mekanisme opioid

    yang berimbas di anestesi. Channel K+ menghasilkan efek hiperpolarisasi dari

    membrane neuron dan penurunan sinaps

    Table 14.11: lokasi reseptor , , dan

    Reseptor Reseptor Reseptor

    Korteks (lamina I,IV) Korteks (Lamina II,III,V) Korteks (Lamina IV)

    http://en.wiktionary.org/wiki/%CF%83http://en.wiktionary.org/wiki/%CF%83http://en.wiktionary.org/wiki/%CF%83http://en.wiktionary.org/wiki/%CF%83http://en.wiktionary.org/wiki/%CF%83http://en.wiktionary.org/wiki/%CF%83http://en.wiktionary.org/wiki/%CF%83http://en.wiktionary.org/wiki/%CF%83http://en.wiktionary.org/wiki/%CF%83http://en.wiktionary.org/wiki/%CF%83http://en.wiktionary.org/wiki/%CF%83http://en.wiktionary.org/wiki/%CF%83http://en.wiktionary.org/wiki/%CF%83http://en.wiktionary.org/wiki/%CF%83
  • 5/27/2018 Opioids

    6/8

    Thalamus

    Hipotalamus

    Korpus striatum

    Periaquaductasl grey mater

    Hippocampus

    Colliculus (Sup dan Inf)

    Nucleus Interpendikular

    Midbrain

    Amygdale

    Tuberkel olfactorius

    Corpus striatum

    Nuklues accubens

    Nucleus Ponds

    Nukleus ambiguous

    Nukleus traktus solitaries

    Fibre Vagal

    Nukleus trigeminal

    Substansia gelatin dari

    tulang belakang.

    Table. 14.12: interaksi alami dari ikatan opioid di tiga tipe mayor dari reseptor opioid

    Opioid (mu) (kappa) (delta)

    Morfin

    Meperidin

    Pentazocine

    Buprenorfin

    Butorfanol

    Nalorfin

    Nalbufin

    Nalokson

    Naltrekson

    Enkefalin

    -endorfin

    Ago (St)

    Ago (St)

    P. ago, Anta (w)

    P. ago

    P.ago

    Anta (St)

    Anta (M)

    Anta (St)

    Anta (St)

    Ago (M)

    Ago (St)

    Ago(W)

    Ago(W)

    Ago(M)

    Anta (M)

    Ago(St)

    Ago (M)

    Ago(M)

    Anta (M)

    Anta (St.)

    -

    Ago(W)

    Ago(W)

    P.Ago

    P.Ago

    Ago(?)

    (?)

    Ago(?)

    Anta (W)

    Anta (W)

    Ago (St)

    Ago (St)

  • 5/27/2018 Opioids

    7/8

    Levofanol

    Fentanyl

    Sufentanyl

    Ago (St)

    Ago (St)

    Ago (St)

    -

    -

    -

    -

    -

    Ago (W)

    P.Ago = Parsial Agonis, Anta = Antagonist, St = Strong Action, M = Moderat Action,

    W = Weak Action. Ago = Agonist

    Table 14.13 : Aksi dari tipe berbeda dari reseptor opioid

    (reseptor mu ) (reseptor kappa) (reseptor delta)

    Analgesia

    -1 supraspinal

    -2 Spinal

    Depresi pernafasan (2)

    Euphoria

    Miosis

    Penurunan motilitas usus

    Seadasi

    Ketergantungan fisik

    Analgesia

    -3-supraspinal

    -1-spinal

    Depresi pernafasan

    Disforia, halusinasi

    Miosis

    Sedasi

    Kergantungan fisik

    Analgesia

    Depresi pernafasan

    Kebiasan afektif

    Penurunan motilitas Usus

    Tabel 14.14 : Subtipe reseptor dan variasi aksi opioid

    Subtipe dari reseptorAksi

    Agonist Antagonis

    Analgesia

    SupraspinalSpinal

    Depresi pernafasan

    Traktus GI

    ,,

    ,,

    ,

    AnalgesiAnalgesi

    Penurunan

    Penurunan motilitas

    Tidak berefekTidak berefek

    Tidak berefek

    Tidak berefek

  • 5/27/2018 Opioids

    8/8

    Psikotomimesis

    SedasiDiuresis

    Regulasi hormone

    Prolactin

    Growth HormonPelepasan

    neutransmitterAsetilkolin

    Dopamine

    ,

    dan/atau

    ,

    Peningkatan

    PeningkatanPeningkatan

    Peningkatan

    Peningkatan

    Inhibisi

    Inhibisi

    Tidak berefek

    Tidak berefek

    Peningkatan

    Peningkatan