Upload
tranphuc
View
228
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
OPTIMASI PENGADAAN DAN PENDISTRIBUSIAN BERAS DENGAN
MENGGUNAKAN LINEAR PROGRAMMING DAN MEMPERTIMBANGKAN
HASIL PANEN (STUDI KASUS: PERUM BULOG SUB DIVRE I SURABAYA
UTARA)
Sabrina Hudani dan Suparno
Jurusan Teknik Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya
Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111
Email: [email protected] ; [email protected]
Abstrak
Dalam memperkuat ketahanan pangan, dilakukan peningkatan ketersediaan pangan baik melalui proses
produksi dalam negeri maupun impor. Oleh karena itu, pemerintah mendirikan suatu badan tersendiri
yang menangani masalah pangan, yaitu Perum BULOG. Alokasi pengadaan beras pada Perum BULOG
berdasarkan penggunaannya terdiri dari tiga bagian, yaitu Beras Miskin (RASKIN), Cadangan Beras
Pemerintah (CBP), dan Operasi Pasar Murni (OPM). Untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat
Indonesia, BULOG perlu mengoptimalkan persediaan beras dalam gudangnya agar tidak terjadi stock
out. Optimalisasi persediaan ini dapat dilakukan dengan mengaplikasikan salah satu metode optimasi,
yaitu linear programming. Linear programming merupakan salah satu metode untuk menghasilkan solusi
yang optimal. Dalam penelitian ini, linear programming bertujuan untuk memenuhi kebutuhan beras dan
meminimalkan biaya distribusi. Selain itu, penelitian ini juga mempertimbangkan peramalan produksi
padi dan kebutuhan beras di masa mendatang. Teknik peramalan dalam penelitian ini menggunakan
metode regresi linier dan ARIMA. Dari hasil running LINGO didapatkan total biaya distribusi optimal
selama tahun 2011 sebesar Rp 879.823.000.000,00 dimana total biaya ini lebih rendah dibandingkan
dengan pragnosa perusahaan.
Kata Kunci: Optimasi, Pengadaan, Linear Programming, Time Series ARIMA, Regresi.
ABSTRACT
For strengthened of food endurance, we increase food ability by increasing the production process inside
outside. Therefore, the goverment founding an institute that handle of the food problem, that is Perum
BULOG. Allocation of rice procurement in Perum BULOG based on utility consist of three part, there
are Poor Rice (RASKIN), Government Spare Rice (CBP), and pure market operation (OPM). To provide
of Indonesian people food requirement, BULOG need to optimizing rice stock in the warehouse to avoid
stock out. This stock optimalization can be made by aplicating one of optimization method, that is linear
programming. Linear programming is one of many method that provide a optimal solution. In this
research, linear programming method used for fulfillment of demand and minimize distribution cost.
Beside that, this research is also consider about forcasting of rice production and rise demand in the
future. Forcasting technique in this research is use linear regression method and ARIMA. Based on
result of LINGO, the optimal distribution cost in 2011 is Rp 879.823.000.000,00 which it lower than
company’s estimation.
Keyword: Optimization, Procurement, Linear Programming, Time Series ARIMA, Regression.
1. Pendahuluan
Kebutuhan hidup yang terpenting bagi
manusia setelah udara dan air adalah kebutuhan
pangan. Pangan merupakan kebutuhan pokok
bagi manusia untuk bertahan hidup. Untuk bisa
bertahan hidup, manusia perlu usaha untuk
memenuhi segala kebutuhannya, termasuk
kebutuhan pangan. Ketahanan pangan baik bagi
individu, rumah tangga, maupun komunitas
merupakan hak azasi manusia. Dalam ketahanan
pangan terdapat aspek supply yang mencakup
proses produksi dan distribusi. Kebutuhan
pangan yang pokok bagi masyarakat Indonesia
adalah nasi yang berasal dari beras.
Ketersediaan beras erat kaitannya dengan
produksi padi para petani. Jika cuaca
mendukung, maka produksi padi yang
dihasilkan akan baik dan berlimpah. Namun,
jika cuaca tidak mendukung, bisa
mengakibatkan gagal panen sehingga produksi
2
padi tidak maksimal. Jika dilihat pada Gambar
1.1, luas panen tidak menentu setiap tahunnya.
Namun, luas panen total dari tahun 2007 sampai
dengan 2010 cenderung naik sehingga
diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pangan
masyarakat. Dengan demikian, perlu dilakukan
pengendalian terhadap ketersediaan beras.
Untuk meningkatkan ketahanan pangan,
pemerintah mendirikan suatu lembaga, yaitu
Perum BULOG. Perum BULOG merupakan
satu-satunya Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) yang mempunyai wewenang untuk
menangani kebutuhan pangan pokok dalam
negeri untuk pemenuhan hajat hidup orang
banyak. Tujuan didirikannya Perum BULOG
yaitu untuk menyelenggarakan usaha logistik
pangan pokok yang bermutu dan memadai bagi
pemenuhan hajat hidup orang banyak. Inti bisnis
Perum BULOG adalah usaha logistik pangan
pokok, khususnya beras. Dalam menjalankan
aktivitasnya, Perum BULOG harus mampu
memberikan kontribusi dalam peningkatan
efisiensi nasional hingga mengurangi beban
pemerintah dalam pengelolaan pangan nasional.
Tujuan dan tugas Perum BULOG dirancang
mengacu ke konsep ketahanan pangan dan hak
rakyat atas pangan sesuai UU No. 7 Tahun 1996
tentang pangan.
Gambar 1.1 Luas Panen Padi (Ha) Bulanan
Tahun 2007-2010 (Sumber: http://jatim.bps.go.id/wp-
content/uploads/images/BRS-Aram2-2011.pdf)
Visi dari Perum BULOG yaitu
“Menjadi Lembaga Pangan yang Handal untuk
Memantapkan Ketahanan Pangan”. Dengan visi
ini, Perum BULOG harus memiliki keunggulan
daya saing dari segi kualitas komoditas,
pelayanan, tingkat efisiensi, dan efektivitas yang
tinggi dibandingkan institusi lainnya. Perum
BULOG memiliki peran yang cukup penting
dalam upaya mewujudkan dan memantapkan
ketahanan pangan, baik dalam skala rumah
tangga maupun nasional. Sedangkan untuk misi
Perum BULOG yaitu:
Menyelenggarakan tugas pelayanan
publik untuk menunjang keberhasilan
pelaksanaan kebijakan pangan nasional.
Misi ini mengandung makna untuk
meningkatkan kualitas pelayanan
kepada konsumen dan produsen
maupun internal BULOG sendiri.
Menyelenggarakan kegiatan ekonomi di
bidang pangan secara berkelanjutan
serta memberikan manfaat kepada
perekonomian nasional. Dengan misi
ini, BULOG dapat berperan dalam
berbagai kegiatan ekonomi, khususnya
berkaitan dengan bidang pangan yang
dapat memberi manfaat kepada
stakeholders.
Alur pengadaan gabah/beras dimulai
dari petani sebagai produsen beras. Tim
BULOG bagian pengadaan akan membeli gabah
dari petani tersebut yang kemudian akan
disalurkan kembali ke gudang BULOG.
Pengadaan gabah/beras dalam negeri dapat
dilakukan oleh lembaga berikut:
a) Mitra Kerja Pengadaan gabah/beras
dalam negeri
b) Unit Pengelolaan Gabah Beras
(UPGB)
c) Satuan Tugas Operasional Pengadaan
Gabah Dalam Negeri (SATGAS ADA
DN)
Pengadaan gabah dan beras dalam negeri
berawal dari produksi petani. Dengan adanya
harga pembelian pemerintah (HPP), petani
menjadi aman dalam melaksanakan usaha tani
padinya. Pengadaan dalam negeri menjadi
jaminan harga dan sekaligus jaminan pasar atas
hasil produksinya. Salah satu pilar ketahanan
pangan yaitu ketersediaan dapat tercapai.
Dengan adanya HPP, petani mempunyai
perkiraan harga untuk melepas produksinya.
Pilihan pasar yang terbuka antara BULOG dan
pasar umum diharapkan akan memberikan daya
tawar yang lebih baik bagi petani. Dengan HPP
sebagai patokan harga jualnya, petani bisa
memilih untuk menjual ke pasar umum atau ke
BULOG.
Sejak berdiri tahun 1967, BULOG tidak
lepas dari kegiatan pelayanan publik yang harus
dilaksanakan berkenaan dengan ketahanan
pangan. Hal ini melatarbelakangi BULOG untuk
memilih menjadi penjaga ketahanan rumah
tangga dan nasional dengan mottonya Andalan
3
Ketahanan Pangan. Sawit, Djanuardi, dan
Partini (2003) menjelaskan terdapat tiga alokasi
beras yang digunakan, yaitu alokasi beras untuk
RASKIN (Beras Miskin), Cadangan Beras
Pemerintah (CBP), dan Operasi Pasar Murni
(OPM).
RASKIN ditujukan untuk masyarakat
miskin berdasarkan data dari BPS. RASKIN
merupakan alokasi beras yang digunakan
customer yang berada pada tingkat ekonomi
rendah. Pelaksanaan RASKIN bertujuan untuk
memperkuat ketahanan pangan, terutama bagi
rumah tangga miskin. Beberapa kendala dalam
pelaksanaan RASKIN yaitu dalam pencapaian
ketepatan indikator maupun ketersediaan
anggaran. Sampai saat ini, jumlah beras yang
akan disalurkan baru ditetapkan setelah
anggaran tersedia. Hal ini akan menyulitkan
dalam perencanaan pendanaan, penyimpanan
stok, dan perhitungan biaya-biayanya.
Ketepatan harga terkendala dengan hambatan
geografis. Lokasi RTS yang jauh dari titik
distribusi menyebabkan RTS harus membayar
lebih untuk mendekatkan beras ke rumahnya.
Selain itu, ketetapan jumlah RASKIN yang
disediakan tidak selalu dilakukan pada awal
tahun dan sering diadakan perubahan pada
pertengahan tahun yang dikarenakan berbagai
faktor. Hal ini akan menyulitkan dalam
perencanaan persediaan beras dan perencanaan
pendanaan (Divisi Gasar, 2009).
Cadangan Beras Pemerintah (CBP)
yang dikelola BULOG telah dimiliki
Pemerintah sejak tahun 2005. Keberadaan CBP
tang ditujukan untuk situasi darurat dan pasca
bencana serta stabilisasi harga, dan telah
tersebar di seluruh Indonesia memudahkan
Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah
untuk menggunakannya. CBP sudah teruji
kemudahan dalam penggunaannya saat teradi
bencana tsunami, gempa, kekeringan, dan lain-
lain. Kemudahan dan kecepatan akses terhadap
beras CBP untuk kebutuhan darurat dalam
rangka penguatan ketahanan pangan rumah
tangga dan stabilisasi harga beras, menjadi awal
kajian pengembangan CBP selanjutnya bukan
hanya pada saat darurat, namun juga pada saat
terjadi surplus produksi pada era swasembada
(Divisi Gasar,2009).
Selama dua puluh tahun terakhir, jumlah
pengadaan berfluktuasi antara lain disesuaikan
dengan perkembangan harga gabah dan beras di
pasar, produksi padi nasional, dan juga
dipengaruhi oleh jumlah penugasan Pemerintah
untuk kebutuhan penyaluran. Pengadaan dalam
negeri (beras lokal) umumnya kecil saat terjadi
musim kemarau panjang. Pengadaan terkecil
terjadi pada tahun 1998 saat harga beras
melambung tinggi dan produksi turun. Krisis
moneter mengakibatkan daya beli masyarakat
menurun, harga sarana produksi terasa mahal
bagi petani sehingga banyak tanaman padi yang
tidak cukup pupuk dan mengakibatkan
produktivitas menurun. Fluktuasi mengikuti
produksi terus berlangsung sampai penugasan
pengamanan Harga Dasar tidak lagi menjadi
utama. Dengan penugasan yang lebih
ditekankan kepada upaya stabilisasi harga, maka
jumlah pengadaan beras lokal disesuaikan
dengan jumlah penyaluran dengan tetap
mempertimbangkan perkembangan harga gabah
di tingkat produsen. Jumlah pengadaan terus
meningkat sejak tahun 2006 sebagaimana
peningkatan jumlah produksi dan penyaluran.
Jumlah pengadaan tertinggi yang dicapai
BULOG selama lembaga ini berdiri terealisasi
pada tahun 2009. Oleh karena itu, maka
diharapkan pengadaan beras untuk tahun
selanjutnya dipertahankan dan ditingkatkan
(Divisi Gasar).
Usaha yang dilakukan untuk
menanggulangi permasalahan tersebut adalah
menggunakan metode Linear programming
untuk mengetahui persediaan optimal beras
sehingga perusahaan dapat mengurangi adanya
impor beras. Untuk mendukung penggunaan
metode tersebut, diperlukan data historis untuk
melakukan peramalan kebutuhan beras dan
peramalan produksi padi sehingga perusahaan
dapat memperkirakan jumlah beras lokal yang
ada untuk memenuhi seluruh alokasi kebutuhan
beras. Dengan menggunakan metode tersebut,
maka diharapkan perusahaan dapat
mengantisipasi kekurangan stok beras untuk
RASKIN, CBP dan OPM, serta dapat
meminimalkan biaya distribusi.
Adapun tujuan yang ingin dicapai
penulis dari penelitian Tugas Akhir ini adalah
sebagai berikut:
1. Mengetahui sistem eksisting perusahaan
dalam pengadaan dan pendistribusian
beras
2. Meramalkan jumlah produksi padi di
wilayah Surabaya, Gresik, dan Sidoarjo
selama tahun 2011
3. Mengaplikasikan metode Linear
programming untuk pengadaan beras
4
yang optimal di wilayah Surabaya,
Gresik, dan Sidoarjo
4. Memperoleh alternatif kebijakan
pengadaan beras yang meminimumkan
biaya distribusi untuk perusahaan
amatan.
Batasan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah:
1. Penelitian hanya dilakukan di Perum
Bulog Sub Divisi Regional I Surabaya
Utara
2. Objek yang diteliti hanya beras
RASKIN, CBP, dan OPM
3. Wilayah yang diteliti hanya daerah
Surabaya, Gresik, dan Sidoarjo
4. Data yang digunakan dalam penelitian
adalah data produksi padi tahun 2005
sampai 2009 untuk wilayah Gresik dan
Sidoarjo dan data produksi padi tahun
2006 sampai 2010 untuk wilayah
Surabaya.
Asumsi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah:
1. Beras petani yang memenuhi kualitas
beras BULOG sebesar 40% dari hasil
panen di masing-masing wilayah.
2. Perhitungan jarak yang digunakan
dalam penentuan biaya distribusi adalah
jarak total dari titik asal ke titik tujuan.
3. Harga pembelian beras tidak ikut
diperhitungkan dalam pemodelan
matematis karena perusahaan
mempunyai ketentuan harga beli beras
petani berdasarkan Inpres Tahun 2009
tentang Harga Pembelian Pemerintah
(HPP).
4. Biaya yang terdapat di dalam gudang
diabaikan.
Manfaat yang didapatkan dari penelitian
ini adalah :
1. Dapat mengoptimalkan persediaan beras
dengan mempertimbangkan peramalan
produksi padi dan kebutuhan beras di
masa mendatang
2. Memberikan alternatif kebijakan
pengadaan beras untuk perusahaan
dalam mengoptimalkan persediaan
beras lokal
2. Tinjauan Pustaka
2.1 Linear Programming (LP)
Linear Programming (LP) adalah salah
satu cara untuk menyelesaikan persoalan
pengalokasian sumber-sumber yang terbatas di
antara beberapa aktivitas yang berbeda dengan
cara terbaik yang mungkin dapat dilakukan
sehingga diperoleh keuntungan yang maksimum
atau biaya yang minimum (Amalia, 2004).
Keputusan yang diambil dalam program tersebut
diambil dengan memilih dari beberapa alternatif
yang ada.
Suatu masalah LP merupakan suatu
masalah optimasi yang berkaitan dengan
meminimumkan atau memaksimalkan suatu
fungsi linier yang dibatasi oleh konstrain-
konstrain atau kendala-kendala yang berbentuk
baik persamaan ataupun ketidaksamaan
(Bazaraa et al, 2005). Hasil akhir dapat
dikatakan optimal jika hasil tersebut dapat
mencapai tujuan yang terbaik di antara seluruh
alternatif feasible. Permasalahan LP dapat
diformulasikan sebagai berikut.
Minimize:
Z = c1X1 + c2X2 + ... + cnXn (1)
Dengan batasan:
𝑎𝑖𝑗 𝑋𝑗
𝑛
𝑗 =1
≥ 𝑏𝑖
𝑋𝑗 ≥ 0 i = 1,2,3, ... m
j = 1,2,3, ... n
Keterangan:
c1X1 + c2X2 + ... + cnXn adalah fungsi
tujuan yang harus diminimumkan atau
dimaksimalkan dan dinotasikan dengan
Z
Koefisien c1, c2, ... cj adalah koefisien
cost yang diketahui
X1, X2, ... Xj adalah variabel keputusan
yang harus dicari
Pertidaksamaan 𝑎𝑖𝑗 𝑋𝑗𝑛𝑗=1 ≥ 𝑏𝑖adalah
konstrain ke-i
Pertidaksamaan aij untuk
i = 1, 2, ... m
j = 1, 2, ... n adalah parameter
pembatas
Konstrain 𝑋𝑗 ≥ 0adalah konstrain non-
negatif.
Selain model LP seperti yang
diformulasikan di atas, terdapat pula bentuk lain
dari model LP, yaitu:
Fungsi tujuan bukan minimasi,
melainkan maksimasi
5
Beberapa konstrain fungsionalnya
mempunyai bentuk ketidaksamaan
dalam bentuk lebih kecil (≤)
Beberapa konstrain lainnya mempunyai
beberapa bentuk persamaan
Menghilangkan konstrain non-negatif
untuk beberapa variabel keputusan
2.2 Transportation Problem
Permasalahan transportasi dikenal
sebagai permasalahan yang dapat
diformulasikan dan diselesaikan dengan linear
programming berdasarkan struktur jaringan dari
titik dan panah yang dihubungkan (Liu, 2003).
Pada masalah transportasi terdapat m buah titik
asal, dimana asal i mempunyai supply sebanyak
si unit dengan item tertentu. Di samping itu,
terdapat juga n buah titik tujuan, dimana tujuan j
membutuhkan dj unit dari item. Dengan
mengasumsikan bahwa si , dj > 0, maka
menghubungkan masing-masing titik (i, j), dari
asal i ke tujuan j, menimbulkan biaya per unit
Cij untuk transportasi sehingga permasalahan
yang diselesaikan adalah untuk menentukan
sebuah pola pengiriman yang feasible dari titik
asal ke titik tujuan dengan total biaya
transportasi paling minimum, dengan xij
merupakan jumlah unit yang dikirimkan dari
asal i ke tujuan j (Bazaraa et al, 2005).
Selanjutnya dengan menggunakan asumsi
bahwa permasalahan adalah seimbang, maka
total supply sama dengan total demand.
𝑆𝑖 = 𝑑𝑗
𝑛
𝑗=1
𝑚
𝑖=1
Jika total supply melebihi total demand,
maka model tujuan dapat dibuat dengan demand
dn+1 = ∑i si - ∑j dj dan ci, n+1 = 0 untuk i = 1, …,
m. Dengan mengasumsikan bahwa total supply
sama dengan total demand, maka model LP
untuk masalah transportasi adalah sebagai
berikut.
Minimize
c11x11 +…. + c1nx1n + c21x21 + … + c2nx2n +
… + cm1xm1 + … + cmnxmn (2)
Subject to
x11 + … + x1n = s1
x21 + … + x2n = s2
xm1 + … + xmn = sm
x11 + x21 + …. + xm1 = d1
x1n + x2n + …. + xmn = dn
x11, … x1n,… x21,… x2n,… xm1,…
xmn,… ≥ 0
Berdasarkan asumsi bahwa total supply sama
dengan total demand, maka masalah transportasi
selalu mempunyai solusi yang feasible (Bazaraa
et al, 2005).
3. Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian ini berisi
tahapan-tahapan sistematis yang digunakan
dalam melakukan penelitian tugas akhir. Urutan
tahapan-tahapan dalam penelitian ini
3.1 Tahap Persiapan
Sebagai tahap awal dalam penelitian ini
adalah tahap persiapan. Pada tahap persiapan ini
terdiri dari beberapa sub tahapan, yaitu
identifikasi awal dan perumusan masalah, serta
penetapan tujuan.
3.2 Tahap Pengumpulan Data
Pada tahap pengumpulan data terdiri
dari beberapa sub tahapan yang akan dilakukan,
yaitu studi pustaka, studi lapangan, dan
pengumpulan data. Data yang dikumpulkan dari
Perum BULOG Sub Divisi Regional I Surabaya
Utara yaitu: 1. Data kebutuhan Beras Miskin
(RASKIN) untuk wilayah Surabaya,
Gresik, dan Sidoarjo
2. Data kebutuhan Beras Miskin
(RASKIN) selama tahun 2006 sampai
2010
3. Ketentuan jumlah Cadangan Beras
Pemerintah (CBP) di wilayah Surabaya,
Gresik, dan Sidoarjo.
4. Data kebutuhan Cadangan Beras
Pemerintah (CBP) selama tahun 2006
sampai 2010
5. Data kebutuhan Operasi Pasar Murni
(OPM) selama tahun 2006 sampai 2010
6. Data harga beras selama periode Januari
2009 sampai April 2011
7. Kebijakan pengadaan beras pada
BULOG Sub Divisi Regional I
Surabaya Utara
Data yang diperoleh dari BPS Jawa
Timur yaitu data luas panen (dalam satuan Ha)
dan produksi padi (dalam satuan ton) selama
periode Januari 2005 sampai Desember 2009 di
wilayah Gresik. Data yang diperoleh dari Dinas
Pertanian Surabaya yaitu data luas panen (dalam
satuan Ha) dan produksi padi (dalam satuan ton)
6
selama periode Januari 2006 sampai Desember
2010 di wilayah Surabaya.
3.3 Tahap Pengolahan Data
Setelah mendapatkan data ang sesuai
dan dibutuhkan, maka langkah selanjutnya
adalah penglahan data dengan metode-metode
ang relevan dengan permasalaha yang dihadapi
yang nantinya dapat membantu perusahaan
dalam pengadaan beras.
3.4 Tahap Analisis dan Kesimpulan
Tahap analisis dan kesimpulan
merupakan tahap akhir dari penelitian ini. Tahap
ini terdiri dari dua sub tahap, yaitu analisis dan
interpretasi data, serta kesimpulan dan saran.
4. Pengolahan Data
Pada subbab pengolahan data berisi
tahapan-tahapan yang dilalui untuk memproses
data yang telah diperoleh dari perusahaan.
Tahapan tersebut diantaranya adalah peramalan
produksi padi di wilayah Surabaya, Gresik, dan
Sidoarjo, peramalan kebutuhan alokasi beras,
serta formulasi model LP.
4.1 Peramalan Produksi Padi
Peramalan produksi padi dilakukan
dengan menggunakan kombinasi antara metode
regresi dan times series ARIMA. Berikut ini
merupakan hasil peramalan produksi padi di
wilayah Surabaya, Gresik, dan Sidoarjo.
Tabel 4.1 Hasil peramalan Produksi Padi di Surabaya
Tabel 4.2 Hasil peramalan Produksi Padi di Gresik
Tabel 4.3 Hasil peramalan Produksi Padi di Sidoarjo
4.2 Peramalan Alokasi Kebutuhan Beras
Peramalan ini bertujuan untuk
menentukan kebutuhan masing-masing alokasi
beras. Namun, beras RASKIN dan CBP telah
mempunyai ketentuan sehingga hanya
kebutuhan beras OPM yang perlu diramalkan.
7
Tabel 1.4 Kebutuhan Beras Miskin (RASKIN) untuk
Wilayah Surabaya, Gresik, dan Sidoarjo
Kebutuhan beras OPM dipengaruhi oleh gejolak
harga. Untuk menentukan kebutuhan beras
OPM di periode selanjutnya, perlu dilakukan
peramalan harga beras terlebih dahulu agar
harga beras di periode selanjutnya diketahui.
Tabel 4.5 Hasil Peramalan Harga
4.3 Perhitungan Supply Beras
Produksi padi yang telah di-forecast
masih berupa padi sehingga perlu dikonversikan
ke dalam bentuk gabah kering giling (GKG) dan
beras.
Tabel 1.6 Perbandingan Berat Berdasarkan Bentuk
Akhir
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑘𝑜𝑛𝑣𝑒𝑟𝑠𝑖 𝑝𝑎𝑑𝑖 − 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑠 =𝑏𝑒𝑟𝑎𝑠
𝑝𝑎𝑑𝑖=
61,48
158,8= 0,389
Dari masing-masing produksi padi tersebut,
dikonversikan ke dalam bentuk beras dan
diasumsikan hanya 40% dari beras petani di
masing-masing wilayah yang dijual ke BULOG
dan memenuhi standar kualitas BULOG.
Tabel 1.7 Perhitungan Supply Beras BULOG
4.4 Formulasi Model Matematis LP
Setelah diketahui total supply beras
yang ada di gudang BULOG, maka dapat dibuat
formulasi model LP dengan pola pengadaan dan
penggunaan beras.
Gambar 1.1 Pola Pengadaan dan Penggunaan Beras
BULOG
Biaya yang dikeluarkan BULOG untuk
pengadaan beras dapat dilihat pada Tabel 4.8
dan Tabel 4.9.
Tabel 1.8 Biaya Distribusi dari Supplier ke Gudang
BULOG
Pada pendistribusian beras movement,
perusahaan tidak mengeluarkan biaya karena
biaya distribusi tersebut diatnggung oleh Divisi
Regional Jawa Timur. Untuk sisa beras tahun
Beras Petani
Surabaya
(1)
Beras Petani
Sidoarjo
(3)
Beras Petani
Gresik
(2)
Beras
Movement
(4)
Sisa Beras
Tahun Lalu
(5)
RASKIN untuk
Sidoarjo
(3)
RASKIN untuk
Surabaya
(1)
RASKIN untuk
Gresik
(2)
CBP untuk
Sidoarjo
(6)
CBP untuk
Surabaya
(4)
CBP untuk
Gresik
(5)
OPM untuk
Sidoarjo
(9)
OPM untuk
Surabaya
(7)
OPM untuk
Gresik
(8)
Gudang
BULOG I
(1)
Gudang
BULOG II
(2)
Gudang
BULOG III
(3)
i j k
8
lalu tidak dilakukan pendistribusian sehingga
idak ada biaya yang dikeluarkan.
Tabel 1.9 Biaya Distribusi dari Gudang BULOG ke
Titik Distribusi
Fungsi tujuan yang ingin diperoleh
adalah optimasi pengadaan alokasi beras guna
meminimalkan biaya distribusi. Biaya
pengadaan yang dikeluarkan oleh BULOG
meliputi semua biaya variabel dan biaya tetap
yang berhubungan langsung dengan proses
pengadaan beras.
𝑀𝑖𝑛𝑖𝑚𝑖𝑧𝑒 𝑍 = 𝑐𝑖𝑗 𝑋𝑖𝑗
5
𝑖=1
3
𝑗=1
+ 𝑐𝑗𝑘𝑋𝑗𝑘
3
𝑗=1
9
𝑘=1
dimana:
Z = total biaya distribusi beras BULOG
cij = biaya pengangkutan beras dari asal i ke
gudang BULOG j
cjk = biaya penyaluran beras dari gudang
BULOG j ke titik tujuan k
Xij = jumlah beras yang diangkut dari asal i
ke gudang BULOG j
Xjk = jumlah beras yang disalurkan dari
gudang BULOG j titik tujuan k
Fungsi pembatas pada permasalahan optimasi
alokasi pengadaan beras adalah sebagai berikut.
Jumlah beras dari asal i yang dikirim ke
gudang BULOG j <= jumlah supply
beras asal i
𝑋𝑖𝑗 ≤
3
𝑗=1
𝑆𝑖
dengan 𝑖 = 1, 2, 3, 4, 5 Jumlah beras dari asal i yang masuk
gudang BULOG j <= kapasitas gudang
BULOG j
𝑋𝑖𝑗
5
𝑖=1
≤ 𝑏𝑗
dengan 𝑗 = 1, 2, 3 Jumlah beras yang dikirim dari gudang
BULOG j ke titik tujuan k <= jumlah
beras dari asal i yang masuk ke gudang
BULOG j
𝑋𝑗𝑘
9
𝑘=1
≤ 𝑋𝑖𝑗
5
𝑖=1
Jumlah pengiriman beras dari gudang
BULOG j ke titik tujuan k = jumlah
kebutuhan beras di titik tujuan k
𝑋𝑗𝑘
3
𝑗=1
= 𝑑𝑘
dengan 𝑘 = 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9
Penyelesaian model matematis tersebut
dilakukan dengan LINGO. Dari perhitungan
LINGO, akan menghasilkan jumlah beras yang
dikirimkan dari titik asal ke titik tujuan serta
menghasilkan total biaya distribusi yang
optimal.
Tabel 1.1 Hasil LINGO untuk Supply Beras Tahun
2011
9
Tabel 1.11 Hasil LINGO untuk Pengiriman Beras
Tahun 2011
5. Analisis dan Interpretasi Hasil
5.1 Analisis Sistem Pengadaan Eksisting
Perusahaan
Data mengenai sistem pengadaan
eksisting dan struktur organisasi perusahaan
yang dilakukan untuk melakukan pendefinisian
sistem yang ada di perusahaan sehingga dapat
ditentukan dalam penelitian ini sesuai sengan
kondisi eksisting perusahaan. Pada sistem
pengadaan beras yang sekarang dimiliki
perusahaan merupakan sistem pengadaan yang
masih tergolong konvensional, dimana
pengiriman beras tidak memperhitungkan jarak
yang akan ditempuh.
Sistem tersebut juga belum memiliki
sistem manajemen yang cukup membantu
karyawan dalam hal mengetahui jumlah
movement yang lebih ekonomis sehingga
perencanaan yang dilakukan terkadang melebihi
ataupun kekurangan beras dari perencanaan
awal yang telah ditetapkan. Hal ini
mengakibatkan kondisi gudang menjadi
kekurangan persediaan beras. Dengan model
yang dikembangkan berupa optimasi pengadaan
ini, maka akan dapat membantu perusahaan
untuk lebih memiliki rujukan teori yang kuat
dan ilmiah terhadap masalah pengadaaan beras.
Dari hasil running LINGO untuk
pemodelan LP nantinya diharapkan akan
membantu perusahaan dalam mengetahui sistem
pengadaan beras yang lebih baik dimana sistem
tersebut bisa meminimasi biaya pengangkutan
beras dari supplier beras (petani di masing-
masing daerah) ke gudang BULOG dan dari
gudang BULOG ke tempat tujuan (demand).
5.2 Analisis Hasil Peramalan Produksi
Padi
Peramalan produksi padi yang
dilakukan dalam penelitian ini berdasarkan data
historis yang berasal dari berbagai sumber.
Untuk wilayah Surabaya, data historis yang
digunakan berasal dari Dinas Pertanian Kota
Surabaya. Untuk wilayah Gresik dan Sidoarjo,
data yang digunakan berasal dari BPS Jawa
Timur. Dalam peramalan produksi padi pada
penelitian ini, hanya digunakan satu faktor yang
mempengaruhi produksi padi, yaitu luas panen.
Sebenarnya terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi produksi padi seperti faktor
cuaca. Faktor cuaca sangat sulit untuk
diprediksikan karena efek dari global warming
yang menyebabkan perubahan iklim sehingga
periode musim hujan dan musim kemarau tidak
teratur seperti dulu. Oleh karena itu, penelitian
ini hanya menggunakan satu faktor yang
mempunyai pengaruh besar terhadap produksi
padi.
Analisis Peramalan Produksi Padi di
Wilayah Surabaya
Peramalan produksi padi wilayah
Surabaya yang dilakukan dalam penelitian ini
berdasarkan data historis yang berasal dari
Dinas Pertanian Kota Surabaya. Data historis
yang digunakan adalah data luas panen dan
produksi padi selama bulan Januari 2006 sampai
dengan bulan Desember 2010. Metode yang
digunakan untuk meramalkan produksi padi di
wilayah Surabaya adalah metode regresi.
Metode regresi dipilih karena memiliki error
yang paling kecil dibandingkan dengan metode
peramalan lain. Perbandingan error tersebut
ditunjukkan pada Tabel 5.1. Peramalan ini juga
menggunakan bantuan software Minitab 14.
Dari plot data produksi padi dan
produksi padi, dapat dicari korelasinya antara
luas panen dan produksi padi dengan
menggunakan fungsi waktu. Luas panen
merupakan variabel independen, sedangkan
produksi padi merupakan variabel dependen.
Berdasarkan proses trial and error yang telah
dilakukan, variabel yang mempunyai korelasi
terbaik dengan Y(t) adalah variabel X(t-12). Hal
ini dikarenakan P-value dari variabel X(t-12)
lebih kecil dari α. Dalam penelitian ini, α yang
digunakan adalah 0,05. Persamaan regresi yang
dihasilkan adalah Y(t) = 607 + 2,30 X(t-12)
dimana Y(t) adalah produksi padi pada bulan t,
10
sedangkan X(t-12) adalah produksi padi pada
bulan t-12.
Tabel 1.2 Perbandingan Error dari Beberapa Metode
Peramalan Produksi Padi Wilayah Surabaya
Persamaan regresi tersebut digunakan
untuk peramalan produksi padi. Namun, untuk
peramalan tersebut perlu diketahui prediksi luas
panen sehingga dilakukan pula peramalan luas
panen. Peramalan luas panen menggunakan
metode ARIMA. Untuk uji identifikasi ACF dan
PACF menunjukkan adanya lag yang signifikan.
Lag yang signifikan pada PACF menjadi
alternatif nilai AR, sedangkan lag yang
signifikan pada ACF menjadi alternatif nilai
MA. Dari proses trial and error dari model
kombinasi yang dibuat.maka model yang
memenuhi ketentuan ARIMA adalah AR(1)12
dan MA(1)12. AR(1)12 merupakan model AR
dengan seasonal watu 12 periode, sedangkan
MA(1)12 merupakan model MA dengan seasonal
waktu 12 periode. Kedua model tersebut
memenuhi dua parameter ARIMA yaitu
signifikan terhadap model dan white-noise.
Tabel 1.3 Perbandingan Error dari Beberapa Metode
Peramalan Luas Panen Wilayah Surabaya
Dari kedua model tersebut, akan dipilih
satu model yang terbaik. Berdasarkan
perbandingan hasil running Minitab 14, maka
dipilih model AR(1)12 karena mempunyai nilai
error yang lebih kecil dibandingkan model
MA(1)12, yaitu 29.284. Jika dibandingkan
dengan metode time series yang lain, ARIMA
menghasilkan error yang paling kecil seperti
ditunjukkan pada Tabel 5.2.
Analisis Peramalan Produksi Padi di
Wilayah Gresik
Peramalan produksi padi wilayah
Gresik yang dilakukan dalam penelitian ini
berdasarkan data historis yang berasal dari
Badan Pusat Statistik Jawa Timur. Data historis
yang digunakan adalah data luas panen dan
produksi padi selama bulan Januari 2005 sampai
dengan bulan Desember 2009. Metode yang
digunakan untuk meramalkan produksi padi di
wilayah Gresik adalah metode regresi. Metode
regresi dipilih karena mempunyai nilai error
yang terkecil daripada metode yang lain, seperti
yang ditunjukkan pada Tabel 5.3. Peramalan ini
juga menggunakan bantuan software Minitab
14.
Dari plot data produksi padi dan
produksi padi, dapat dicari korelasinya antara
luas panen dan produksi padi dengan
menggunakan fungsi waktu. Luas panen
merupakan variabel independen, sedangkan
produksi padi merupakan variabel dependen.
Berdasarkan proses trial and error yang telah
dilakukan, variabel yang mempunyai korelasi
terbaik dengan Y(t) adalah variabel X(t-12). Hal
ini dikarenakan P-value dari variabel X(t-12)
lebih kecil dari 0,05. Persamaan regresi yang
dihasilkan adalah Y(t) = 8955 + 3,96 X(t-12)
dimana Y(t) adalah produksi padi pada bulan t,
sedangkan X(t-12) adalah produksi padi pada
bulan t-12.
Tabel 1.4 Perbandingan Error dari Beberapa Metode
Peramalan Produksi Padi Wilayah Gresik
Persamaan regresi tersebut digunakan
untuk peramalan produksi padi. Sama halnya
dengan peramalan produksi padi di wilayah
Surabaya, untuk peramalan produksi padi di
wilayah Gresik perlu diketahui prediksi luas
panen sehingga dilakukan pula peramalan luas
panen. Peramalan luas panen menggunakan
metode ARIMA. Dari proses trial and error dari
model kombinasi yang dibuat.maka model yang
memenuhi ketentuan ARIMA adalah dan
MA(2)12. MA(2)12 merupakan model MA
dengan seasonal waktu 24 periode. Kedua
model tersebut memenuhi semua parameter
ARIMA yaitu signifikan terhadap model, white-
noise dan berdistribusi normal, meskipun error
yang dihasilkan besar, yaitu 20.108.475.
Namun, jika dibandingkan dengan metode time
series lainnya, peramalan luas panen
11
mempunyai nilai error terkecil seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 5.4.
Tabel 1.5 Perbandingan Error dari Beberapa Metode
Peramalan Luas Panen Wilayah Gresik
Analisis Peramalan Produksi Padi di
Wilayah Sidoarjo
Peramalan produksi padi wilayah
Sidoarjo yang dilakukan dalam penelitian ini
berdasarkan data historis yang berasal dari
Badan Pusat Statistik Jawa Timur. Data historis
yang digunakan adalah data luas panen dan
produksi padi selama bulan Januari 2005 sampai
dengan bulan Desember 2009. Metode yang
digunakan untuk meramalkan produksi padi di
wilayah Sidoarjo adalah metode regresi. Seperti
yang ditunjukkan Tabel 5.5, metode regresi
mempunyai nilai error terkecil jika
dibandingkan dengan metode lainnya.
Peramalan ini juga menggunakan bantuan
software Minitab 14.
Berdasarkan proses trial and error yang
telah dilakukan, variabel yang mempunyai
korelasi terbaik dengan Y(t) adalah variabel
X(t). Hal ini dikarenakan P-value dari variabel
X(t) lebih kecil dari α. Dalam penelitian ini, α
yang digunakan adalah 0,05. Persamaan yang
dihasilkan adalah Y(t) = 149 + 5,69 X(t) dimana
Y(t) adalah produksi padi pada bulan t dan X(t)
adalah produksi padi pada bulan t. Persamaan
regresi tersebut digunakan untuk peramalan
produksi padi sehingga perlu dilakukan pula
peramalan luas panen.
Tabel 1.6 Perbandingan Error dari Beberapa Metode
Peramalan Produksi Padi Wilayah Sidoarjo
Peramalan luas panen ini menggunakan
metode ARIMA karena mempunyai nilai error
terkecil jika dibandingkan dengan metode time
series lainnya. Perbandingan error ini
ditunjukkan pada Tabel 5.6. Untuk uji
identifikasi ACF dan PACF menunjukkan
adanya lag yang signifikan. Dari lag yang
signifikan tersebut, maka dapat dibuat
kombinasi beberapa model. Dari proses trial
and error dari model kombinasi yang dibuat
tersebut, maka model yang memenuhi ketentuan
adalah ARMA(1,1)12. ARMA(1,1)12 merupakan
gabungan model AR dengan seasonal watu 12
periode dan MA dengan seasonal waktu 12
periode. Model tersebut merupakan model
terbaik daripada kombinasi model lainnya
karena signifikan terhadap parameter, white-
noise, dan berdistribusi normal. Model
dikatakan signifikan terhadap parameter karena
P-Value dari tiap parameter lebih kecil dari α,
yaitu nol. Model dikatakan white-noise karena
P-Value dari lag-lagnya lebih besar dari α,
meskipun tidak pada semua lagnya. Model
berdistribusi normal karena P-value lebih besar
dari α. Dari hasil peramalan luas panen, maka
produksi padi pun dapat diramalkan dengan
bantuan Excel.
Tabel 1.7 Perbandingan Error dari Beberapa Metode
Peramalan Luas Panen Wilayah Sidoarjo
5.3 Analisis Hasil Peramalan Kebutuhan
Alokasi Beras
Pada peramalan kebutuhan alokasi
beras, hanya beras untuk OPM saja yang
diramalkan. Hal ini disebabkan oleh alokasi
beras lain, yaitu RASKIN dan CBP telah
mempunyai ketentuan sendiri dari Perum
BULOG Sub Divisi Regional I Surabaya Utara.
Kebutuhan beras untuk RASKIN ditentukan
berdasarkan pagu dari Pemerintah Daerah yang
berupa data jumlah kepala keluarga (KK) rumah
tangga miskin. Berdasarkan Tabel 4.7, jumlah
KK rumah tangga miskin di Surabaya adalah
110.117 orang, jumlah KK rumah tangga miskin
di Gresik adalah 54.414 orang, dan jumlah KK
rumah tangga miskin di Sidoarjo adalah 61.971
orang. Masing-masing KK mendapatkan jatah
15 kg per bulan sehingga kebutuhan per bulan
untuk RASKIN di Surabaya sebanyak 1.651.755
kg, RASKIN di Gresik sebanyak 816.210 kg,
dan RASKIN di Sidoarjo sebanyak 929.565 kg,
sehingga total kebutuhan RASKIN per bulan
adalah 3.397.530 kg. Untuk mengetahui
kebutuhan RASKIN per tahun di masing-
12
masing wilayah, maka kebutuhan RASKIN per
bulan tersebut dikali 12 sehingga kebutuhan
RASKIN per tahun untuk wilayah Surabaya
adalah 19.821.060 kg, untuk wilayah Gresik
9.794.520 kg, dan untuk wilayah Sidoarjo
11.154.780 kg.
Beras CBP merupakan beras untuk
keperluan darurat seperti bencana alam. Beras
ini dikeluarkan BULOG jika terdapat bencana
alam, sehingga kebutuhan untuk beras tersebut
tidak dapat diramalkan karena bencana alam
tidak dapat diramalkan. Namun, BULOG
mempunyai ketentuan tersendiri berdasarkan
Peraturan Pemerintah. Ketentuan beras CBP
untuk pemerintah provinsi adalah maksimum
200 ton, sedangkan untuk pemerintah
kota/kabupaten adalah maksimum 100 ton.
Dengan demikian, kebutuhan beras untuk CBP
di Surabaya, Gresik, dan Sidoarjo masing-
masing dialokasikan sebanyak 100 ton.
Kebutuhan beras OPM dipengaruhi oleh
harga beras di pasar. Perum BULOG akan
mengeluarkan beras OPM jika terjadi gejolak
harga beras di pasar sehingga untuk menentukan
kebutuhan beras OPM, perlu diketahui harga
beras di pasar. Beras OPM dikeluarkan jika
terdapat selisih harga Rp 600,00 dari periode
atau bulan sebelum ke bulan selanjutnya. Untuk
mengetahui harga beras di pasar pada bulan-
bulan selanjutnya, maka dilakukan peramalan
harga beras. Peramalan dilakukan dengan
beberapa metode melalui proses trial and error.
Dengan perbandingan error dari beberapa
metode yang digunakan, metode ARIMA
memiliki nilai error yang terkecil.
Berdasarkan Gambar 4.26 dan Gambar
4.27, dapat ditentukan kombinasi model
ARIMA untuk peramalan harga beras. Setelah
melakukan trial and error, didapatkan model
AR(1) yang memenuhi ketentuan ARIMA.
Model tersebut memenuhi ketentuan ARIMA
karena signifikan dalam parameter yang
ditunjukkan oleh nilai P-value < 0,05, white-
noise karena P-Value dari lag-lagnya > 0,05,
dan berdistribusi normal karena P-value yang
dihasilkan sebesar 0,112, yang berarti bahwa P-
value > 0,05. Dari hasil peramalan dengan
model AR(1), didapatkan peramalan harga beras
pada bulan Mei samapi Desember 2011 yang
ditunjukkan pada Tabel 4.16.
5.4 Analisis Optimasi Pengadaan Beras
Pada penelitian ini, metode yang
diajukan dalam optimasi pengadaan beras yaitu
menggunakan metode linear programming
dengan mempertimbangkan hasil panen di
masing-masing wilayah yang ditangani oleh
objek amatan. Pada metode ini, optimasi
pengadaan beras termasuk dalam permasalahan
transportasi. Dalam formulasi model
transportasi penelitian ini, terdapat tiga variabel,
yaitu supplier beras, gudang, dan titik tujuan
(demand). Supplier beras dalam hal ini adalah
beras petani di Surabaya, Gresik, dan Sidoarjo,
beras dari sub divisi regional lain (movement),
dan sisa beras tahun lalu. Gudang BULOG yang
digunakan adalah gudang BULOG I yang
terletak di Buduran, gudang BULOG II yang
terletak di Rungkut, dan gudang BULOG III
yang terletak di Sidoarjo.
Pada perhitungan supply beras yang
ditunjukkan Tabel 4.18, jumlah beras petani
yang dipasok ke gudang BULOG adalah 40%
dari total produksi padi di masing-masing
wilayah, yang telah dikonversikan ke dalam
bentuk beras. Hal tersebut dikarenakan Harga
Pembelian Pokok (HPP) untuk beras, yang
ditetapkan BULOG lebih rendah daripada harga
beras di pasaran. Akibatnya petani lebih
memilih untuk menjual berasnya ke pasar
daripada menjual beras ke BULOG. Selain itu,
BULOG juga mempunyai standar kualitas beras.
Persyaratan kualitatif beras BULOG antara lain
adalah bebas hama dan penyakit yang hidup,
bebas bau busuk, bersih dari campuran dedal
dan kabul, serta bebas dari tanda-tanda bahan
kimia yang membahayakan baik secara visual
maupun organoleptik. Untuk persyaratan
kuantitatif merupakan komponen mutu yang
terdiri dari derajat sosoh, kadar air, beras kepala,
butir utuh, butir patah, butir menir butir merah,
butir kuning atau rusak, butir mengapur, benda
asing, butir gabah, dan campuran varietas lain.
5.5 Analisis Pemodelan Matematis Linear
Programming
Pada pemodelan Linear Programming
(LP) ini perlu diketahui kapasitas gudang
BULOG. Gudang BULOG I mampu
menyimpan 70.000 ton beras, gudang BULOG
II mempu menyimpan 31.000 ton beras, dan
gudang BULOG III mampu menyimpan 70.000
ton beras. Demand untuk masing-masing titik
tujuan telah diketahui pada bab sebelumnya,
yaitu kebutuhan beras RASKIN, CBP, dan OPM
di wilayah Surabaya, Gresik, dan Sidoarjo. Pada
pemodelan linear programming dalam penelitian
ini terdapat 5 supplier beras, 3 gudang BULOG,
13
dan 9 titik distribusi. Fungsi tujuan dari
pemodelan ini yaitu meminimumkan biaya
transportasi berdasarkan jarak dari titik asal ke
titik tujuan. Dengan demikian, perlu diketahui
pula jarak dari titik asal ke titik tujuan agar
dapat menentukan biaya distribusi yang
dikeluarkan.
Data mengenai jarak supplier ke gudang
BULOG maupun jarak gudang BULOG ke titik
tujuan (demand) didapatkan dari perusahaan
amatan berdasarkan data dari Dinas
Perhubungan Darat. Dari jarak tersebut, Perum
BULOG dapat menentukan biaya distribusi
yang dikeluarkan per tonnya berdasarkan daftar
tarif angkutan darat barang BULOG untuk Jawa
dan Bali. Pada Tabel 4.19, biaya distribusi dari
supplier ke gudang BULOG berasal dari data
perusahaan. Biaya distribusi tersebut
berdasarkan jarak yang ditempuh. Untuk jarak
dari supply beras petani merupakan jarak rata-
rata antara letak Satgas (Satuan Tugas)
pengadaan di masing-masing wilayah dengan
gudang BULOG dimana letak Satgas pengadaan
dekat dari gudang BULOG. Untuk beras
movement tidak dikenakan biaya distribusi
karena biaya tersebut ditanggung oleh BULOG
Divisi Regional, dalam hal ini Divisi Regional
Jawa Timur. Beras movement tersebut berasal
dari BULOG Sub Divisi Regional lain,
diantaranya Mojokerto, Bojonegoro dan
Banyuwangi. untuk sisa beras tahun lalu juga
tidak dikenakan biaya distribusi karena beras
tersebut terdapat di dalam gudang BULOG.
Data biaya distribusi tersebut ditunjukkan pada
Tabel 4.19.
Perhitungan biaya distribusi dari gudang
BULOG ke titik tujuan (demand), khususnya
RASKIN, terdapat pada lampiran A. Untuk
beras RASKIN, terdapat beberapa kecamatan
sebagai titik distribusi. Oleh karena kebutuhan
RASKIN yang diketahui dalam lingkup kota
atau kabupaten, maka perhitungan jarak
diasumsikan dengan jarak dari masing-masing
gudang BULOG ke titik distribusi dijumlahkan.
Untuk beras CBP, jarak yang digunakan adalah
jarak dari gudang BULOG ke Satuan Pelaksana
Penanggulangan Bencana dan Pengungsi (Satlak
PBP) di masing-masing wilayah. Data mengenai
jarak ini berasal dari perusahaan amatan. Untuk
beras OPM, jarak yang digunakan adalah jarak
dari gudang BULOG ke Pasar Induk di masing-
masing daerah. Data biaya distribusi tersebut
ditunjukkan pada Tabel 4.20. Biaya distribusi
yang telah ditentukan sebelumnya, akan menjadi
koefisien untuk fungsi tujuan dalam pemodelan
ini.
5.6 Analisis Hasil Running Model dengan
LINGO
Berdasarkan hasil running model
dengan menggunakan LINGO, untuk
mendapatkan hasil optimal perlu dilakukan
dengan 11 iterasi. Biaya distribusi optimal yang
dihasilkan adalah Rp 879.823.000.000,00 pada
tahun 2011. Jika dibandingkan dengan pragnosa
yang dilakukan BULOG, biaya distribusi dari
pemodelan LINGO ini lebih kecil daripada
biaya distribusi perkiraan BULOG, yaitu
sebesar Rp 898.765.200.000,00. Dengan
demikian, sistem pengadaan dengan model LP
dalam penelitian ini dapat disimpulkan lebih
baik dari sistem pengadaan eksisting perusahaan
amatan.
Untuk jumlah beras yang
didistribusikan, dapat dilihat pada Tabel 4.21
dan Tabel 4.22. Dari Tabel 4.21, tidak ada beras
yang masuk pada gudang BULOG I. Hal ini
dapat dikarenakan oleh jarak yang ditempuh
lebih jauh dibandingkan gudang BULOG
lainnya dan biaya distribusi lebih tinggi.
Akibatnya utilitas gudang BULOG I adalah 0.
Utilitas gudang BULOG yang paling tinggi
adalah gudang BULOG II yaitu 96 %. Utilitas
gudang BULOG III sebesar 16%. Meskipun
kecil, utilitas gudang BULOG III masih lebih
baik daripada gudang BULOG I. Oleh karena
tidak ada beras yang masuk dalam gudang
BULOG I, maka tidak ada pengiriman beras ke
titik tujuan yang berasal dari gudang BULOG I.
Dari Tabel 4.22, diketahui bahwa total
beras yang dikirimkan dari masing-masing
gudang sama dengan total beras yang
dibutuhkan. Kebutuhan beras RASKIN dipenuhi
oleh gudang BULOG II dan gudang BULOG
III, sedangkan kebutuhan beras CBP hanya
dipenuhi oleh gudang BULOG III. Jumlah
pengiriman beras untuk OPM di masing-masing
wilayah bernilai nol karena berdasarkan hasil
peramalan, tahun ini perusahaan amatan tidak
mengeluarkan beras OPM.
Dari hasil yang diperoleh menunjukkan
bahwa pemodelan LP dengan transportation
problem dapat meminimumkan biaya distribusi,
tetapi di sisi lain apabila model ini digunakan
maka utilitas gudang tidak maksimum. Namun,
pemodelan ini diharapkan dapat memberikan
alternatif kebijakan bagi perusahaan karena
dengan menggunakan pemodelan LP ini,
14
kebutuhan beras di masing-masing wilayah
untuk masing-masing alokasi beras akan
terpenuhi.
6. Kesimpulan dan Saran
Bab ini menjelaskan tentang kesimpulan
yang diambil selama proses penelitian yang
telah dilakukan dan merupakan jawaban dari
tujuan penelitian yang diharapkan. Kemudian
akan diberikan saran-saran perbaikan untuk
penelitian seperti ini dan kepada perusahaan.
6.1 Kesimpulan
Dari pengolahan data dan analisis yang
telah dilakukan sebelumnya, maka dapat
diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Dalam penyaluran beras, perusahaan
amatan tidak terlalu mempertimbangkan
jarak antara letak supplier dengan
gudang BULOG maupun jarak antara
gudang BULOG dengan titik tujuan
(demand).
2. Produksi padi di masing-masing
wilayah dapat diramalkan dengan
metode regresi, dengan luas panen
sebagai independent variable dan
produksi padi sebagai dependent
variable. Luas panen sendiri dapat
diramalkan dengan metode ARIMA,
dengan model yang sesuai dengan
ketentuan ARIMA. Jumlah produksi
padi di masing-masing wilayah pada
tahun 2011 adalah sebagai berikut.
a. Jumlah produksi padi di wilayah
Surabaya sebesar 139.717.900 kg
b. Jumlah produksi padi di wilayah
Gresik sebesar 266.585.076 kg.
c. Jumlah produksi padi di wilayah
Sidoarjo sebesar 187.966.109 kg.
3. Dari hasil running LINGO, tidak ada
beras yang masuk ke gudang BULOG I,
jumlah supply beras yang masuk ke
gudang BULOG II sebesar 9.678,61 ton
dari beras petani Surabaya, 10.000 ton
dari beras movement, dan 9.936,929 ton
dari sisa beras tahun lalu, sedangkan
jumlah supply beras yang masuk ke
gudang BULOG III sebesar 11.454,78
ton dari beras petani Sidoarjo. Gudang
BULOG II memenuhi kebutuhan
RASKIN Surabaya dan RASKIN
Gresik, sedangkan gudang BULOG III
memenuhi kebutuhan RASKIN Sidoarjo
dan kebutuhan OPM di Surabaya,
Gresik, dan Sidoarjo.
4. Pemodelan LP menghasilkan total biaya
distribusi sebesar Rp
879.823.000.000,00. Nilai ini lebih
rendah jika dibandingkan dengan total
biaya distribusi berdasarkan pragnosa
yang dilakukan perusahaan amatan,
yaitu sebesar Rp 898.765.200.000,00.
Dengan pemodelan LP, kebutuhan beras
dapat dipenuhi. Namun, di sisi lain
utilitas gudang BULOG tidak
maksimum.
6.2 Saran Adapun saran dari penelitian ini untuk
penelitian selanjutnya antara lain:
1. Mempertimbangkan waktu pengiriman
dari gudang ke titik tujuan (demand)
2. Mengembangkan penelitian mengenai
optimasi pengadaan untuk multi product
7. Daftar Pustaka
Amalia, Rizka. 2004. Optimasi Komposisi
Kuantum Produksi dengan
Menggunakan Metode Linear
Programming (Studi Kasus: PT.
Petrokimia Gresik). Surabaya: Tugas
Akhir Teknik Industri ITS, Institut
Teknologi Sepuluh Nopember.
Ballou, R. H. 2004. Business Logistic
Management. Prentice hall, Inc. USA.
Bhattacharya, U. K. 2007. A Chance
Constraints Goal programming Model
for The Advertising Planning Problem.
European Journal of Operational
Research vol. 192 pp. 382-395.
Chafid, M., dkk. 2006. Pemodelan Stok
Gabah/Beras di Kabupaten Subang.
Jurusan Statistik Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Divisi Gasar Perum BULOG. 2009. Statistik
Operasional dan Pendukung
Operasional. Jakarta: Perum BULOG.
Hillier, F. S. and Lieberman, G. J. 1990.
Introductions to Operations Research.
McGraw-Hill, Inc. USA.
Liu, Shiang-Tai. 2003. The Total Cost Bounds
of The Transportation Problem with
Varying Demand and Supply. Omega
vol. 31 pp. 247-251.
Pujawan, I N. dan Mahendrawathi, ER. 2010.
Supply Chain Management edisi Kedua.
Surabaya: Guna Widya.
15
Santosa, Budi dan Paul Willy. 2011. Metoda
Metaheuristik Konsep dan
Implementasi. Surabaya: Guna Widya.
Sawit, M. H., Djanuardi, B., dan Pertini, K.
2003. BULOG Baru Menyelaraskan
Kegiatan dan Memantapkan Tugas
Nasional. Jakarta: Perum BULOG.
Tersine, R. J. 1994. Principles of Inventory and
Materials Management. New Jersey:
Prentice Hall, Inc.
Walpole, R. E. and Myers, R. H. 1989. Ilmu
Peluang dan Statistika untuk Insinyur
dan Ilmuwan. Bandung: ITB.
www.bulog.co.id diakses tanggal 23 Mei 2011.
www.jatim.bps.go.id diakses tanggal 15 Mei
2011.
Yun, J. I. 2002. Predicting Regional Rice
Production in South Korea Using
Spatial Data and Crop-growth
Modeling. Agricultural System vol. 77
pp. 23-38.