Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
OPTIMASI PERENDAMAN LARUTAN BIJI PINANG (Areca
catechu L) DENGAN DOSIS BERBEDA TERHADAP
PREVALENSI SERANGAN JAMUR PADA
TELUR IKAN MAS (Cyprinus carpio)
NORMAYANTI
(105 94 00598 11)
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMADIYAH MAKASSAR
2015
ii
OPTIMASI PERENDAMAN LARUTAN BIJI PINANG (Areca
catechu L) DENGAN DOSIS BERBEDA TERHADAP
PREVALENSI SERANGAN JAMUR PADA
TELUR IKAN MAS (Cyprinus carpio)
SKRIPSI
NORMAYANTI
105 94 00598 11
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
Gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi
Budidaya Perairan
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2015
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Proposal : Optimasi Perendaman Larutan Biji Pinang (Areca
catechu L) dengan Dosis yang Berbedah Terhadap
Prevalensi Serangan Jamur pada Telur Ikan Mas
(Cyprinus carpio)
Nama : Normayanti
Nim : 1059400598 11
Jurusan : Budidaya Perairan
Fakultas : Pertanian
Makassar, November 2 015
Telah Diperiksa dan Disetujui
Komisi Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Murni, S.Pi., M.Si Dr. Abdul Haris Sambu, M.Si
NIDN : 0903037306 NIDN: 0021036708
Diketahui,
Dekan Fakultas Pertanian Ketua Program studi
Budidaya Perairan
Ir. H. Saleh Molla, MM Murni, S.Pi., M.Si
NIDN: 0931126103 NIDN : 0903037306
iv
v
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:
Optimasi Perendaman Larutan Biji Pinang (Areca catechu L) dengan
Dosis Berbeda Terhadap Prevalensi Serangan Jamur Pada Telur Ikan Mas
(Cyprinus carpio).
Adalah benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri yang belum
diajukan oleh siapapun, bukan merupakan pengambil alihan tulisan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi
yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan
dari penulis lain telah disebut kedalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka
di bagian akhir skripsi ini.
Makassar, Nopember 2015
Normayanti
Nim: 1059-400-598-11
vi
ABSTAK
NORMAYANTI. 1059-400-598-11. Optimasi Perendaman Larutan Biji
Pinang (Areca catechu L) dengan Dosis Berbeda Terhadap Prevalensi Serangan
Jamur Pada Telur Ikan Mas (Cyprinus carpio). Dibimbing oleh MURNI dan
ABDUL HARIS SAMBU.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan optimasi dosis perendaman
larutan biji buah pinang (Areca catechu L) terhadap prevalensi infeksi jamur pada
telur ikan mas (Cyprinus carpio)..
Metode penelitian yang digunakan adalah telur ikan mas yang diperoleh dari
Balai Benih Ikan (BBI) Limbung yang berasal dari pemijahaan alami. Telur ikan
mas yang digunakan sebanyak 100 butir/wadah penelitian. Jumlah wadah
penelitian sebanyak 12 buah dengan kapasitas masing-masing wadah sebanyak 3
liter air. Wadah penelitian diisi air sebanyak 2 liter. Perlakuan yang dicobakan
adalah perendaman larutan biji pinang dengan dosis berbeda terhadap daya tetas
telur ikan mas. Pada penelitian ini terdapat 4 perlakuan, yaitu dosis 5000 ppm
(perlakuan A), dosis 6000 ppm (perlakuan B) , dosis 7000 ppm (perlakuan C),
tanpa larutan biji pinang (perlakuan D).
Hasil penelitian yang dilakukan selama 1 bulan menunjukkan bahwa
Prevalensi terdapat pada perlakuan A (5000 ppm) yaitu 27% dan daya tetas telur
ikan mas tertinggi yaitu 93%.
Disarankan perlu dilakukan penelitian lanjutan perendaman larutan biji
pinang dengan dosis 5000 ppm. Hal tersebut bertujuan untuk memperoleh
ketetapan dosis yang lebih akurat lagi dalam mencegah dan mengendalikan
serangan jamur pada telur ikan mas. Tetap menjaga kualitas air dalam kondisi
yang layak dalam penetasan telur.
Kata Kunci: Biji Pinang, Intensitas, Prevalensi.
vii
KATA PENGANTAR
Untaian kata syukur tak henti-hentinya saya tuturkan atas hikmah yang
diberikan oleh Allah SWT, Karena atas nikmat, rahmat, hidayah dan petunjuk-
Nyalah sehigga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul Optimasi
Perendaman Larutan Biji Pinang (Areca catechu L) dengan Dosis Berbeda
Terhadap Prevalensi Serangan Jamur Pada Telur Ikan Mas (Cyprinus
carpio). Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini
terdapat banyak kekurangan dan kendala. Namun berkat kesabaran, petunjuk,
saran dan motivasi dari berbagai pihak, akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Ibu Murni, S.Pi., M.Si, selaku pembimbing pertama yang telah
memberikan curahan waktu, bimbingan, dan arahan pada penulisan skripsi
ini.
2. Bapak Dr. Abdul Haris Sambu, M.Si, selaku pembimbing kedua yang
telah memberikan curahan waktu, bimbingan, dan arahan pada penulisan
skripsi ini.
3. Ibu Ir. Andi Khaeriyah., M.Pd, selaku penguji pertama yang telah selaku
penguji pertama yang telah memberikan kritik, dan saran yang bersifat
membangun dalam proses penyusunan skripsi ini.
viii
4. Ibu Andi Chadijah., S.Pi., M.Si, selaku penguji kedua yang telah
memberikan kritik, dan saran yang bersifat membangun dalam proses
penyusunan skripsi ini.
5. Bapak Kamaruddin., S.Pi, selaku Kepala BBI Limbung dan pembimbing
lapangan yang telah memberikan arahan, masukan serta pasilitas dalam
penelitian dan penyusunan skripsi.
6. Terima kasih kepada rekan-rekan jurusan budidaya perairan serta semua
pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu-persatu, yang telah
memberikan dorongan semangat dan bantuannya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Namun penulis juga menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari
kesempurnaan, sehingga penulis dengan segala kerendahan hati memohon kepada
berbagai pihak adanya kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan proposal dan penelitian yang akan dilaksanakan ini. Penulis juga
berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Makassar, Nopember 2015
Normayanti
ix
DAFTAR ISI
Teks Halaman
Sampul i
Halaman Sampul ii
Halaman Pengesahan iii
Halaman Pengesahan Komisi Penguji iv
Pernyataan Mengenai Skripsi Dan Sumber Informasi v
Abstrak vi
Kata Pengantar vii
Daftar Isi ix
Daftar Tabel xi
Daftar Gambar xii
Daftar Lampiran xiii
I. PENDAHULUAN
1.1. LatarBelakang 1
1.2. Tujuan dan Kegunaan 2
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ikan Mas (Cyprinus carpio) 3
2.1.1. Klasifikasi dan Morfologi 3
2.1.3. Proses Penetasan Telur Ikan Mas 4
2.2. Jamur Seprolegnia sp 7
2.3. Buah Pinang (Areca catechu L) 9
2.3.1. Kalsifikasi dan Morfologi Pinang 9
2.3.2. Kandungan dan Struktur Kimia Buah Pinang 10
2.4. Kualitas Air 11
III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat 12
3.2. Alat dan Bahan 12
3.3. Telur Uji 13
3.4. Prosedur Penelitian 13
3.4.1. Persiapan Wadah Perendaman 14
3.4.2. Persiapan Wadah Penetasan 14
3.4.3. Persiapan Air Media 14
3.4.4. Proses Persiapan Larutan Biji Pinang 15
x
3.4.5. Pengujian Larutan Biji Pinang 16
3.4.6. Metode Pengambilan Sampel 16
3.4.7. Perlakuan dan Penempatan Wadah Penelitian 16
3.5. Peubah Yang di Amati 17
3.5.1. Prevalensi 18
3.5.2. Kualitas Air 18
3.6. Analisis Data 18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Prevalensi (P) 19
4.2. Daya Tetas Telur Ikan Mas 22
4.4. Kualitas Air 24
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan 27
5.2. Saran 27
DAFTAR PUSTAKA 28
Riwayat Hidup 37
xi
DAFTAR TABEL
No Teks Halaman
1. Alat dan Kegunaan 12
2. Bahan dan Kegunaan 13
3. Prevalensi jamur pada telur ikan mas dari setiap perlakuan 19
4. Presentase (%) daya tetas telur ikan mas (Cyprinus carpio L) 20
5. Kisaran parameter kualitas air media penetasan telur ikan mas 25
xii
DAFTAR GAMBAR
No Teks Halaman
1. Ikan Mas (Cyprinus carpio) 3
2. Telur ikan Mas 5
3. Jamur Saprolegnia sp 8
4. Biji pinang (Areca catechu L) 9
5. Struktur Kimia Buah Pinang 10
6. Penempatan wadah penelitian 17
7. Rata-rata Prevalensi Serangan Jamur Pada Setiap Perlakuan 20
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
No Teks Halaman
1. Prevalensi jamur pada telur ikan mas 31
2. Tabel ANOVA Prevalensi Telur Ikan Mas 31
3. Tabel uji Lanjut LSD Prevalensi Telur Ikan Mas 32
4. Tabel daya tetas telur ikan mas setelah penelitian 33
8. Tabel ANOVA daya tetas telur ikan mas 33
9. Hasil uji LSD daya tetas telur ikan mas. 34
10. Foto-foto Selama Penelitian 35
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ikan mas (Cyprinus carpio, L) merupakan jenis ikan air tawar yang
mempunyai prospek ekonomi yang cukup menjanjikan karena memiliki cita rasa
yang tinggi, sehingga banyak disukai oleh konsumen. Daging ikan mas yang putih
dan lunak memungkinkan untuk dicerna oleh semua umur. Ikan mas juga dikenal
memiliki tingkat pertumbuhan yang cepat sehingga sangat baik untuk
dibudidayakan (Susanto dan Rochdianto, 2007). Dalam masa pemeliharaan 4
sampai 5 bulan ikan mas bisa mencapai bobot 500-1000 gr/ekor (Alam, 2011).
Ikan mas berkembang biak secara ovivar, yaitu telur berkembangbiak
diluar tubuh induk. Ikan betina bertelur pada tempat tertentu, kemudian dibuahi
oleh ikan jantan (Putranto, 1995). Perkembangbiakan tersebut membuat potensi
jamur menginfeksi telur akan lebih besar. Salah satu jamur yang paling sering
dijumpai pada telur ikan adalah jamur Saprolegnia sp.
Jamur Saprolegnia sp berkoloni pada telur yang telah mati dan akan
berusaha menginfeksi telur yang masih hidup. Menurut Gunadi (2010), telur ikan
mas yang berkualitas rendah berwarna putih atau keputih-putihan, karena terlalu
muda atau terlalu tua. Setelah pembuahan telur masih tampak jernih dan bening,
bererti telur tersebut berkembang cukup baik. Sebaliknya telur berwarna putih,
pucat atau putih keruh berarti telur tidak menetas atau mati. Telur ikan yang
terserang penyakit ini dipenuhi benang-benang putih seperti kapas yang tumbuh
pada permukaan cangkang telur. Jamur Saprolegnia akan mengahalangi
masuknya air yang mengandung oksigen dalam telur, sehingga mengganggu
2
pernapasan telur ikan dan akhirnya mati sebelum menetas menjadi larva
(Wahyuningsih, 2006).
Biji pinang (Areca catechu L) merupakan tanaman yang satu keluarga
dengan kelapa. Salah satu jenis tumbuhan monokotil ini tergolong palem-
paleman. Biji buah pinang mengandung proantosianidin, yaitu suatu tannin
terkondensasi yang termasuk dalam golongan flavonoid. Proantosianidin
mempunyai efek antibakteri, antivirus, antikarsinogenik, anti-inflamasi, anti-
alergi, dan vasodilatasi (Nonaka, 2007).
Hal tersebut yang mendasari perlunya dilakukan penelitian tentang
manfaat biji buah pinang dalam mencegah dan mengobati infeksi jamur pada telur
ikan mas. Penggunaan tanaman herbl sebagai obat memiliki beberapa keuntungan
yaitu bahan alami pengganti antibiotik, ramah terhadap lingkungan, tidak
menyebabkan resistensi pada ikan, mudah diperoleh dan harganya ekonomis.
1.2. Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan optimasi dosis
perendaman larutan biji buah pinang (Areca catechu L) terhadap intensitas dan
prevalensi infeksi jamur pada telur ikan mas (Cyprinus carpio). Sedangkan
kegunaan penelitian ini yaitu untuk dijadikan sebagai pedoman bagi
pengembangan teknik pembenihan ikan mas (Cyprinus carpio), dalam mengatasi
infeksi jamur pada telur ikan mas. Selain itu untuk dijadikan informasi dan
rujukan kepada pembudidaya dalam meningkatkan produksi usaha budidaya
perikanan dengan memanfaatkan biji buah pinang sebagai anti jamur pada
penetasan telur ikan mas.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ikan Mas (Cyprinus carpio)
2.1.1. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Mas
Menurut Putranto (1995), klasifikasi ikan mas adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Division : Chordata
Class : Osteichthyes
Ordo : Cypriniformes
Subordo : Cyprinoidea
Family : Cyprinidae
Genus : Cyprinus
Spesies : Cyprinus carpio Linn
Gambar 1. Morfologi Ikan Mas
Ikan mas merupakan jenis ikan air tawar yang telah lama dibudidayakan
dan terdistribusi secara luas. Ikan mas merupakan jenis ikan yang tahan terhadap
penanganan dan lingkungan yang kurang baik, bersifat Omnivora dan dapat
4
memanfaatkan pakan buatan. Ikan mas juga sangat popular dimasyarakat, dikenal
dengan nama ikan karper ataupun ikan tombro, (Alam, 2011).
Ikan mas mempunyai bentuk badan agak memanjang pipih kesamping
(Commpresed). Mulut (bibir) berada diujung tengah (Terminal) dapat
disembulkan, lunak (elastis). Memiliki kumis (Barbel) 2 pasang (empat buah),
kadang-kadang mempunyai sungut 1 pasang (radimentir) (Putranto, 1995). Selain
itu, tubuh ikan mas juga dilengkapi dengan sirip. Sirip punggung (dorsal)
berukuran relative panjang dengan bagian belakang berjari-jari keras dan sirip
terakhir yaitu sirip ketiga dan keempat bergerigi. Letak permukaan sirip punggung
berseberangan bengan permukaan sirip perut (ventral).
Sirip dubur (anal) yang terakhir bergerigi. Linea lateralis (girat sisik)
terletak dipertengahan tubuh, melintang dari tutup insang ke ujung sampai ke
ujung belakang pangkal ekor. Pharynreal teeth (gigi kerongkongan) terdiri dari 3
bagian yang berbentuk gigi geraham (Suseno, 1983).
2.1.2. Proses Penetasan Telur Ikan Mas
Fertilisasi (pembuahan telur oleh sperma) terjadi apabila sel-sel telur
segera terbuahi oleh sperma. Pembuahan adalah bersatunya telur dengan sperma
sehingga membentuk zigot (Fujaya, 2004). Dalam proses pembuahan,
spermatozoa masuk ke dalam telur melalui lubang microphile yang terdapat pada
chorion. Tiap spermatozoa mempunyai kesempatan yang sama untuk membuahi
satu telur.
Effendi dalam Hidayaturrahman, (2007), menyatakan bahwa kemampuan
spermatozoa hidup secara normal setelah keluar dari testis hanya berkisar antara
5
1-2 menit. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Hartman dan
Motalenti dalam Effendi (1997), telur dan sperma yang baru dikeluarkan dari
tubuh induk, mengeluarkan zat kimia yang berguna dalam proses pembuahan. Zat
yang dikeluarkan oleh telur dan sperma dinamakan Gamone.
Menurut Effendi (1997), apabila telur baru keluar dari tubuh induk dan
bersentuhan dengan air ada dua hal yang akan terjadi. Pertama selaput chorion
akan terlepas dengan selaput vitelline dan membentuk ruang. Ruang ini
dinamakan ruang perivitelline. Masuknya air ke dalam telur disebabkan oleh
perbedaan tekanan osmose dan imbibisi protein yang terdapat pada permukaan
kuning telur.
Gambar 2. Telur Ikan Mas
6
Secara relatif lapisan telur yang sudah di dalam air adalah keras dan tidak
dapat ditembus oleh spermatozoa kecuali melalui micropyl yang bentuknya
seperti corong. Lubang corong yang besar terletak di bagian luar dan lubang yang
kecil di bagian dalam. Lubang itu demikian kecilnya sehingga tidak mungkin
dapat dilalui oleh sperma lebih dari satu dalam satu waktu. Ketika spermatozoa
masuk ke dalam lubang corong, itu merupakan penyumbat bagi yang lainnya dan
setelah kepala spermatozoa itu masuk, bagian ekornya terlepas. Dengan demikian
pembuahan pada ikan umumnya monosperma dimana kalau sudah masuk satu
spermatozoa akan cepat terjadi perubahan pada bagian microphile. Sesaat setelah
terjadi pembuahan, isi telur agak sedikit mengkerut karena pecahnya rongga
alveoli yang terdapat di dalam telur.
Dengan kejadian tersebut rongga perivitelline lebih membesar sehingga
telur yang telah dibuahi dapat mengadakan pergerakan rotasi selama dalam
perkembangannya sampai menetas. Penetasan telur terjadi karena melembutnya
chorion akibat kerja enzim hasil ekskresi ectoderm (Martini, 2005).
Enzim tersebut dihasilkan oleh kelenjar khusus di dalam tubuh dan bersifat
peka terhadap kondisi lingkungan di luar terutama suhu. Jika embrio dalam
chorion mulai menetas, suatu enzim dihasilkan di dalam daerah kepala ventral.
Enzim penetasan ini dilepaskan di dalam ruang previteline dan melemahkan
chorion sampai akhirnya lapisan chorion ini pecah (Mukti, 2001). Lemah dan
pecahnya chorion akan mengakibatkan telur menetas dan embrio keluar dari
cangkangnya menjadi larva.
7
2.2. Jamur Saprolegnia sp
Kalsifikasi jamur Saprolegnia sp Menurut Fardiaz (1992), selengkapnya
adalah sebagai berikut:
Kelas : Phycomycetes
Subklas : Oomycetes
Bangsa : Saprolegniales
Suku : Saprolegniaceae
Marga : Saprolegnia
Jenis : Saprolegnia sp.
Jamur Saprolegnia sp termasuk kedalam Klas Phycomycetes, disebut juga
dengan jamur ganggang sebab sifatnya mirip dengan ganggang hanya tidak
mengandung clorofil. Disusun oleh benang-benang hyfa yang tidak mempunyai
sekat pemisah (septa), tetapi bercabang banyak menjadi misellium. Klas
Phycomycetes ialah klas pertama dari jamur dan dianggap berasal dari algae,
(algae-hijau), dan dalam bahasa Belanda jamur ini disebut ”Wierzwammen”. Klas
ini terdiri dari 300 genera dengan 1200 spesies yang umumnya mempunyai fungsi
untuk menghilangkan partikel organik yang ada dalam air tawar (Fardiaz, 1992).
8
Gambar 3. Jamur Saprolegnia sp
Brown dan Gratzek (1980) dalam Meyer (1991), menyatakan bahwa
infeksi Saprolegnia sp pada telur ikan dapat diminimalisasi dengan mengurangi
bahan organik dalam air dan direndam dalam larutan antifungal. Jamur
Saprolegnia sp adalah jamur air tawar yang hidup di lingkungan air tawar dan
memerlukan air untuk tumbuh dan bereproduksi. Jamur Saprolegnia sp dapat juga
ditemukan di air payau dan air asin. Makanan favorit dari jamur Saprolegnia sp
adalah jaringan organik yang sudah mati. Kita dapat melihat bukti dari jamur
Saprolegnia pada ikan yang mati, telur ikan yang hidup dan yang mati bahkan
pada makanan yang tersisa di air. Jamur akan tumbuh pada telur ikan yang mati
selanjutnya menyebar untuk membunuh telur yang subur. Telur-telur yang
terinfeksi memiliki penutup seperti kapas berbenang halus. Jamur Saprolegnia sp
juga suka makan pada jaringan yang terbuka dan busuk yang disebabkan oleh
infeksi bakteri seperti borok.
Reproduksi jamur dapat berlangsung secara sexual dan asexual. Reproduksi
sexual dapat berlangsung melalui: zygospora, oospora, ascospora atau
9
basidiospora. Reproduksi sexual berlangsung melalui penggabungan inti dari dua
sel (antheridium + antheridial) untuk menghasilan oogonium atau bakal jamur
(Fardiaz, 1992). Reproduksi asexual (somatic vegetatif) dapat berlangsung
melalui dua proses yaitu sporulasi dan mycelia terpotong.
2.3. Buah Pinang (Areca catechu. L)
2.3.1. Klasifikasi dan Morfologi Pinang
Menurut (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991), sistematika tata nama
pinang diuraikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Monokotil
Ordo : Arecales
Famili : Arecaceae
Genus : Areca
Spesies : Areca catechu
Gambar 4. Biji pinang (Areca catechu L)
10
Tanaman pinang (Areca catechu L.) merupakan tanaman famili Arecaceae
yang dapat mencapai tinggi 15-20 m dengan batang tegak lurus bergaris tengah 15
cm. Buahnya berkecambah setelah 1,5 bulan da 4 bulan kemudian mempunyai
jambul daun-daun kecil yang belum terbuka. Pembentukan batang baru terjadi
setelah 2 tahun dan berbuah pada umur 5-8 tahun tergantung keadaan tanah.
Tanaman ini berbunga pada awal dan akhir musim hujan dan memiliki masa
hidup 25-30 tahun. Biji buah berwarna kecoklatan sampai coklat kemerahan, agak
berlekuk-lekuk dengan warna yang lebih muda. Pada bidang irisan biji tampak
perisperm berwarna coklat tua dengan lipatan tidak beraturan menembus
endosperm yang berwarna agak keputihan (Depkes RI, 1989).
2.3.2. Kandungan dan Srtuktur Kimia Buah Pinang
Biji buah pinang mengandung alkaloid, seperti arekolin (C8 H13 NO2),
arekolidine, arekain, guvakolin, guvasine dan isoguvasine, tanin terkondensasi,
tannin terhidrolisis, flavan, senyawa fenolik, asam galat, getah, lignin, minyak
menguap dan tidak menguap, serta garam (Sirait, 2007).
Gambar 5. Struktur Kimia Buah Pinang
11
Nonaka (1989), menyebutkan bahwa biji buah pinang mengandung
proantosianidin, yaitu suatu tannin terkondensasi yang termasuk dalam golongan
flavonoid. Proantosianidin mempunyai efek antibakteri, antivirus,
antikarsinogenik, anti-inflamasi, anti-alergi, dan vasodilatasi (Fine, 2000).
2.5. Kualitas Air
Kualitas air sangat mendukung dalam keberhasilan telur untuk menetas.
Jika kualitas air baik maka proses penetasan akan terjadi antara 24-48 jam.
Martini (2005), menyatakan bahwa faktor lingkungan yang mempengaruhi
perkembangan sel telur sejak pembuahan sampai telur menetas antara lain adalah
kandungan oksigen terlarut, suhu dan pH
Suhu mempengaruhi perkembangan dan daya tetas telur. Perkembangan
dan penetasan telur akan lebih cepat pada suhu air tinggi. Djarijah (2001),
mengemukakan bahwa suhu air selama penetasan telur dipertahankan pada
kisaran suhu 22°C-24°C. Susanto dan Rochdianto (2007), mengemukakan bahwa
pada suhu 23°C-26°C telur ikan mas menetas dalam 2 hari (rata-rata 48 jam).
Alabster dan Lloyd dalam Anha, (1993), mengemukakan bahwa
konsentrasi oksigen terlarut minimal untuk penetasan telur adalah 5 ppm.
Sedangkan pH yang baik bagi perkembangan telur ikan mas adalah pada kondisi
alkalis, pH 6,5 – 9 (Alabster dan Lloyd dalam Anha, 1993).
12
III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan bulan Agustus-September 2015, yang dimulai dari
tahap persiapan sampai telur menetas menjadi larva. Bertempat di Balai Benih
Ikan (BBI) Limbung, Kelurahan Kalebajeng Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Alat yang digunakan pada penelitian
No Nama Alat Kegunaan
1 Toples kaca volume 3 liter Wadah perendaman dan penetasan telur
2 Perlengkapan Aerasi Mensuplai oksigen
3 Blower Mensuplai oksigen
4 Ember Menampung air media
5 Timbangan Menimbang bahan penelitian
6 Kompor Memasak larutan buah pinang
7 Blender Menghaluskan buah pinang
8 Panci Tempat memasak larutan
9 Gelas ukur 1 L Menakar jumlah air media
10 Saringan Menyaring larutan buah pinang
11 DO Meter Mengukur DO
12 pH Meter Mengukur pH dan suhu
13 Spons Membersihkan alat-alat penelitian
13
Bahan yang digunakan pada penelitian disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Bahan yang digunakan pada penelitian
No Bahan Kegunaan
1
Telur ikan mas Telur uji
2 Buah Pinang Antibiotik alami
3 Air tawar Media penelitian
4 Akuades Campuran buah pinang
5 Deterjen Mencuci wadah dan alat penelitian
3.3. Telur Uji
Telur berasal dari pemijahan alami dan telur uji tersebut berasal dari Balai
Benih Ikan (BBI) Limbung. Setelah pemijahan dilakukan, telur yang digunakan
untuk penelitian kemudian diambil dengan cara menggunting tali tempat telur
menempel. Telur ikan mas diambil sebanyak 100 butir/wadah perendaman.
Wadah perendaman larutan biji pinang berjumlah 12 buah dan diisi air sebanyak 1
liter/wadah, dengan konsentrasi larutan yang telah ditentukan. Pada penelitian ini,
perendaman telur berlangsung selama 5 menit pada semua perlakuan.
3.4. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian yang dilakukan selama penelitian meliputi persiapan
wadah perendaman, persiapan wadah penetasan, persiapan air media, proses
persiapan larutan biji pinang, pengujian larutan biji pinang, metode pengambilan
sampel, serta perlakuan dan penempatan wadah penelitian.
14
3.4.1. Persiapan Wadah Perendaman
Wadah perendaman yang digunakan adalah toples kaca dengan kapasitas 3
liter air. Sebelum digunakan sebagai wadah perendaman, maka toples terlebih
dahulu dibersihkan dengan menggunakan deterjen dan dibilas dengan air hingga
bersih. Teples kemudian dijemur hingga kering. Siapnya wadah perendaman
ditandai dengan wadah yang telah bersih dan kering. Setelah wadah siap
kemudian diisi dengan air larutan biji pinang sebanyak 1 liter/wadah perendaman
dengan konsentrasi yang telah ditentukan. Media perendaman yang berisi air
kemudian dipasang perlengkapan aerasi untuk mensuplai oksigen.
3.4.2. Persiapan Wadah Penetasan
Toples kaca yang berkapasitas 3 liter air dicuci dengan air yang telah
dicampur deterjen serta dibilas dengan air hingga bersih. Wadah yang telah siap
diisi air masing-masing sebanyak 2 liter/wadah penetasan. Wadah penetasan juga
dipasang perlengkapan aerasi untuk mensuplai oksigen pada telur yang ditetaskan.
3.4.3. Persiapan Air Media
Air yang digunakan pada penelitian berasal dari sumur bor. Air terlebih
dahulu ditampung dengan menggunakan ember untuk mengendapkan kotoran
yang ikut pada media penelitian. Setelah air diendapkan maka ditakar dengan
menggunakan gelas ukur sebanyak 2 liter kesetiap wadah penetasan. Untuk
mensuplai oksigen kemedia penetasan maka dipasang perlengkapan aerasi untuk
mensuplai oksigen. Perlengkapan aerasi yang telah dihubungkan pada blower
akan dipasang ke masing-masing wadah untuk mensuplai oksigen pada telur uji.
15
3.4.4. Proses Persiapan Larutan Biji Pinang
Buah pinang yang digunakan adalah buah pinang yang sudah tua, dengan
mengupas buah dan mengambil biji pada pinang tersebut. Biji pinang kemudian
dipecah-pecah sebelum diblender untuk memudahkan pada saat penepungkan biji
pinang tersebut. Tepung biji pinang kemudian diayak untuk memperoleh tepung
yang lebih halus lagi.
Tepung yang dihasilkan kemudian ditimbang dengan menggunakan
timbangan elektrik sesuai dosis yang telah ditentukan yaitu 5000 ppm, 6000 ppm,
dan 7000 ppm. Penetuan dosis tersebut terinspirasi penelitian terdahulu yang
menggunakan formalin dengan dosis berbeda. Penelitian tersebut dipeoleh daya
tetas tertinggi yaitu 96% pada dosis 6 ml/liter air perendaman dengan lama
perendaman 5 menit (Wahyuningsih, 2006). Selain itu pada penelitian ini juga
akan melakukan lama perendaman 5 menit. Penelitian tentang pemanfaatan biji
pinang pada penetasan telur ikan belum pernah dilakukan sebelumnya. Sehingga
diharapkan dengan patokan dosis dan lama perendaman penelitin tersebut, dapat
diperoleh daya tetas yang tinggi tanpa menggunakan bahan kimia.
Penggunaan bahan kimia selama ini, selain harga yang mahal juga
berpotensi resistensi terhadap patogen, serta berdampak negatif bagi lingkungan
dan manusia. Hal tersebut yang menginpirasi perlunya dilakukan penelitian
tentang tanaman obat yang mudah dipeoleh, ramah lingkungan, namun tetap
berfungsi sebagai antibakteri dan jamur dalam mencegah dan mengobati infeksi
bakteri dan jamur pada telur ikan mas.
16
3.4.5. Pengujian Larutan Biji Pinang
Bubuk biji pinang yang telah ditimbang dibuat larutan dengan konsentrasi
5000 ppm, 6000 ppm, dan 7000 ppm. Setiap dosis larutan uji dibuat sebanyak 3
kali ulangan atau 3 wadah wadah. Bubuk biji pinang dilarutkan dengan
menggunakan air hangat agar kandungan kimia pada biji pinang dapat kelur dan
tidak mengalami penguapan. Larutan perendaman yang telah siap diisi telur uji
sebanyak 100 butir/wadah. Telur kemudian direndam selama 5 menit untuk semua
perlakuan. Telur uji yang telah direndam pada larutan kemudian dipindahkan
sebanyak 100 butir/wadah. Telur diperiksa pada Laboratorium Penyakit Ikan di
Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Takalar untuk melihat tingkat Prevalensi
bakteri atau jamur pada telur ikan mas setelah perendaman larutan biji pinang.
3.4.6. Metode Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel larva ikan nila gesit pada setiap perlakuan
yaitu dengan cara acak (random) (Mulia, 2006). Menurut Prayitno et al., (2004)
dan Rokhmani et al., (2004), bahwa pengambilan sampel telur minimal 5% dari
jumlah padat tebar dianggap sudah mewakili dari seluruh populasi di kolam
pembenihan. Prevalensi jamur Saprolegnia sp sebelum perendaman yaitu 92,00%.
3.4.7. Perlakuan dan Penempatan Wadah Penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan sehingga berjumlah 12 unit (Gazper,
1991).
17
Adapun perlakuan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Perlakuan A : Perendaman larutan biji pinang 5000 ppm
Perlakuan B : Perendaman larutan biji pinang 6000 ppm
Perlakuan C : Perendaman larutan biji pinang 7000 ppm
Perlakuan D : Tanpa perendaman larutan biji pinang (kontrol)
Gambar 6. Penempatan wadah penelitian
3.5. Peubah Yang di Amati
Peubah yang diamati pada penelitian ini meliputi prevalensi, intensitas
dan kualitas air. Analisis data terhadap jenis parasit pada telur ikan mas, dihitung
berdasarkan nilai prevalensi dengan modifikasi cara (Fernando, et al, 1972 dalam
Hadiroseyani, et al, 2006) sebagai berikut :
A2
B1
D1
D3
B2
C3
C1
A3
D2
B3
A1 C2
18
3.5.1. Prevalensi (P)
Dimana :
Prev = Prevalensi atau insidensi (%)
n = Jumlah sampel yang terinfeksi jamur (butir)
N = Jumlah sampel yang diamati (butir)
3.5.2. Kualitas Air
Pengamatan tidak hanya dilakukan pada prevalensi serangan jamur,
namun pengamatan juga mencakup kualitas air seperti, pH, suhu, dan oksigen
terlarut (DO). Pengukuran kualitas air dilakukan 3 kali dalam sehari, yaitu jam
07.00 pagi, jam 12.00 siang, 05.00 sore.
3.6. Analisis Data
Untuk mengetahui optimasi larutan biji pinang dengan dosis berbeda
terhadap intensitas dan revalensi jamur pada telur ikan, maka akan dianalisis
secara statistik dengan menggunakan uji ANOVA dengan bantuan program SPSS.
Pada penelitian ini menggunakan uji lanjut Least Significant Differences (LSD).
19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Prevalensi (P)
Prevalensi jamur pada telur ikan mas setelah penelitian disajikan pada
Tabel 3.
Tabel 3. Prevalensi jamur pada telur ikan mas dari setiap perlakuan.
Perlakuan Ulangan Prevalensi
(%)
Rata-rata
(%) 1 2 3
A 29 25 27 81 27
B 33 31 35 99 33
C 63 62 61 186 62
D 92 91 93 276 92
Keterangan: Huruf yang tidak sama menunjukkan berbeda nyata antara perlakuan
pada taraf 5% (p < 0,05).
Berdasarkan Tabel 3, terlihat bahwa rata-rata prevalensi jamur pada telur
ikan mas setelah perendaman bervariasi. Prevalensi jamur terendah terdapat pada
perlakuan A (5000 ppm) yaitu 27%, selanjutnya perlakuan B (6000 ppm) yaitu
33%, disusul perlakuan A (7000 ppm) yaitu 62%. Prevalensi tertinggi terdapat
pada perlakuan D (0 ppm) yaitu 92%. Hasil analisis varians (Lampiran 2)
terhadap prevalensi, menujukkan bahwa perlakuan perendaman larutan biji pinang
dengan dosis berbeda, berpengaruh nyata antar perlakuan (p<0,05). Hasil uji
lanjut dengan metode LSD (Lampiran 3), menunjukkan bahwa perlakuan A
berbeda nyata dengan perlakuan B, C, dan D. Perlakuan B berbeda nyata dengan
perlakuan A, C, dan D. Perlakuan C berbeda nyata dengan perlakuan A, B, dan D.
Perlakuan D berbeda nyata dengan perlakuan A, B, dan C. Presentase rata-rata
20
prevalensi serangan jamur pada setiap perlakuan setelah perendaman larutan biji
pinang disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7. Rata-rata Prevalensi Serangan Jamur Pada Setiap Perlakuan.
Gambar 7 terlihat bahwa semakin tinggi dosis yang digunakan maka
semakin tinggi pula tingkat prevalensi yang dihasilkan. Tingginya dosis yang
digunakan membuat kandungan larutan semakin aktif dalam menghambat jamur
pada telur ikan mas. Hasil ini sejalan dengan pendapat Nursal dkk (1998) dalam
Rizkiyanti (2003) yang menyatakan bahwa dengan konsentrasi ekstrak yang
semakin tinggi maka kemampuan antibakterialnya semakin besar, akan tetapi
kekampuan antibakterial ekstrak ini memiliki batas optimum. Pada penelitian ini
5000 ppm merupakan batas optimum menghambat bakteri sedangkan dosis yang
lebih tinggi daya hambat bakterinya menurun.
Nonaka (1989), menyebutkan bahwa biji buah pinang mengandung
proantosianidin, yaitu suatu tannin terkondensasi yang termasuk dalam golongan
27 33
62
92,00
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
A B C D
Pre
va
len
si (%
)
Perlakuan
21
flavonoid. Proantosianidin mempunyai efek antibakteri, antivirus,
antikarsinogenik, anti-inflamasi, anti-alergi, dan vasodilatasi (Fine, 2000). Fraksi
flavonoid (flavonol, antosianin, flavan-3-ol, dan proantosianidin) dari ekstrak biji
pinang mampu menghambat pertumbuhan sel kanker, anti bakteri, jamur, dan
virus (Ferguson et al., 2004).
Masduki (1996), menyatakan bahwa tanin juga mempunyai daya anti
bakteri dengan cara mempresipitasikan protein, karena diduga tanin mempunyai
efek yang sama dengan senyawa fenolat. Flavonoid dapat mendenaturasi protein
sel bakteri dan merusak membran sel bakteri tanpa dapat diperbaiki lagi (Pelczar
dan Chan, 1986).
Secara umum efek anti bakteri tanin antara lain reaksi dengan membran
sel, inaktivasi enzim dan destruksi atau inaktivasi fungsi materi genetik bakteri.
Alkaloid dapat menganggu bakteri dengan cara menganggu terbentuknya
jembatan silang komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga
lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel
tersebut (Robinson, 1995).
Pada perlakuan D (0 ppm) merupakan prevalensi dengan presentase
tertinggi yaitu 92%. Hal tersebut disebabkan tidak adanya senyawa antibakteri
yang mengendalikan serangan jamur pada telur ikan mas, sehingga jamur masih
dapat menempel dan berkembang lebih banyak pada telur ikan.
22
4.2. Daya Tetas Telur Ikan Mas
Daya tetas telur ikan mas setelah penelitian disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Presentase (%) daya tetas telur ikan mas (Cyprinus carpio L) pada setiap
perlakuan.
Perlakuan Ulangan Jumlah
Rata-rata (%)
1 2 3
A 91 95 93 279 93,00
B 92 91 88 271 90,33
C 85 88 89 262 87,33
D 86 89 89 264 88,00
Keterangan: Huruf yang tidak sama menunjukkan berbeda nyata antara perlakuan
pada taraf 5% (p < 0,05).
Pada Tabel 4, dapat dilihat bahwa perlakuan dengan perendaman larutan
biji pinang dengan dosis berbeda, diperoleh rata-rata presentase daya tetas telur
tertinggi pada perlakuan A (5000 ppm) yaitu 93,00%, disusul perlakuan C (6000
ppm) yaitu 90,33%, kemudian perlakuan D (0 ppm) yaitu 88,00%. Perlakuan daya
tetas terendah pada perlakuan C (7000 ppm) yaitu 87,33%.
Hasil analisis varians (Lampiran 5), menujukkan bahwa perlakuan
perendaman larutan biji pinang dengan dosis berbeda, berpengaruh sangat nyata
antar perlakuan (p<0,05). Hasil uji lanjut dengan metode LSD (Lampiran 6),
perlakuan A berbeda nyata terhadap perlakuan C dan D, namun tidak berbeda
nyata terhadap perlakuan B. Perlakuan B tidak berbeda nyata terhadap perlakuan
A, C, dan D. Perlakuan C berbeda nyata terhadap perlakuan A, namun tidak
23
berbeda nyata dengan perlakuan B dan D. Perlakuan D berbeda nyata dengan
perlakuan A, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan B dan C.
Berbagai kandungan antibateri yang dikandung pada biji pinang yang
dapat menghambat dan mengendalikan jamur pada telur ikan mas. Senyawa
antibakteri yang terkandung pada larutan menyebabkan penguraian glukoprotein
lapisan lendir telur meningkat. Meningkatnya penguraian glukoprotein membuat
lapisan lendir semakin menipis sehingga jamur yang menempel ikut berkurang.
Pendapat tersebut sesuai pernyataan (Ghufron, A, 2009), bahwa Lapisan lendir
pada telur yang menipis menyebabkan semakin sedikit cendawan yang menempel,
semakin banyak telur yang hidup, sehingga semakin besar presentase daya tetas
telur ikan mas. Hal tersebut yang membuat perlakuan A (5000 ppm) memperoleh
daya tetas tertinggi diantara semua perlakuan yaitu 93%.
Pada perlakuan B (6000 ppm) dengan presentase daya tetas 90,33%
merupakan perlakuan kedua tertinggi karena tingginya dosis larutan biji pinang
yang membuat lapisan telur mulai menjadi sangat menipis. Tingginya kandungan
senyawa anti bakteri dibandingkan perlakuan A, membuat chorion menjadi bocor
dan berkerut. Bocornya chorion menyebabkan respirasi telur menjadi terganggu
dan akhirnya telur mati sebelum berhasil menjadi larva (Ghufro, A, 2009).
Perlakuan C (7000 ppm) memberikan presentase daya tetas telur terendah
yaitu 70,67%, bahkan lebih rendah dari perlakuan D (0 ppm). Hal ini diduga
bahwa pemberian larutan biji pinang dengan dosis yang tertinggi menyebabkan
telur tidak mampu mentolerir senyawa antibakteri yang terdapat pada larutan.
Konsentarsi larutan yang tinggi menyebabkan tidak adanya keseimbangan
24
ketahanan lapisan telur dengan senyawa antibakteri pada larutan, sehingga
menyebabkan chorion berkerut. Lapisan chorion yang berkerut menjadikan telur
tidak efektif dalam memperoleh oksigen dalam air sehingga menganggu respirasi
telur dan akhirnya menyebabkan kematian telur sebelum menetas menjadi larva
(Ghufro, A, 2009). Martini (2005), menyatakan bahwa salah satu penyebab tidak
efektifnya perendaman antibakteri disebabkan oleh tingginya konsentrasi dan
lama perendaman.
Tingginya konsentrasi larutan menyebabkan kekeruhan pada media
perendaman semakin tinggi. Hardjamulia (1992), menyatakan, kekeruhan yang
berlebihan dapat mengurangi resistensi terhadap penyakit pada telur,
terhambatnya perkembangan telur dan larva, bahkan menyebabkan kematian
karena permukaan telur tertutup oleh partikel tersuspensi. Dosis yang tinggi pada
perendaman mengakibatkan daya osmotik pada telur menjadi tidak seimbang.
Proses tersebut menyebabkan cairan sitoplasma telur terserap keluar membran,
kemudian sel telur akan mengkerut akibat plasmolisis dan akhirnya telur mati
sebelum menetas (Hayyi A., 2012).
4.4. Kualitas Air
Nilai parameter kualitas air media penetasan selama penelitian disajikan
pada Tabel 5.
25
Tabel 5. Kisaran parameter kualitas air media penetasan telur ikan mas (Cyprinus
carpio L) setiap perlakuan selama penelitian.
Parameter Perlakuan
A B C B
Suhu (°C) 23-26 23-26 23-26 23-26
pH 6,75 – 7,85 6.85 – 7,82 6,80 – 7,86 6,70 – 7,98
DO (ppm) 4-6 4-6 4-6 4-6
Faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan sel telur sejak
pembuahan sampai telur menetas antara lain adalah kandungan suhu, pH, dan
oksigen terlarut (Suseno dalam Martini (2005)). Kualitas air sangat mendukung
dalam keberhasilan telur untuk menetas. Jika kualitas air baik maka proses
penetasan telur ikan mas akan terjadi antara 24 – 48 jam.
Pada Tabel 5, terlihat bahwa suhu setiap media penetasan berkisar antara
23-26°C. Djarijah (2007), yang menyatakan bahwa suhu air selama penetasan
telur dipertahankan pada kisaran suhu 22°C-24°C. Pernyataan tersebut
menujukkan bahwa suhu media penetasan tersebut masih dalam kondisi layak
untuk penetasan telur ikan mas. Pernyataan tersebut didukung oleh Susanto dan
Rochdianto (2007), mengemukakan bahwa pada suhu 23-26°C telur ikan mas
menetas dalam 2 hari (rata-rata 48 jam).
Hasil pengukuran pH (Tabel 6) yang berkisar antara 6,7-7,98 pada wadah
penetasan masih dalam kondisi layak. Hasil pengukuran tersebut sesuai
pernyataan Alabster dan Lloyd dalam Anha (1993), yang menyatakan bahwa pH
yang baik bagi perkembangan telur ikan mas adalah pada kondisi alkalis, pH 6,5-
9. Oksigen terlarut (DO) menurut Djariyah (2007), bahwa konsentrasi oksigen
26
terlarut optimal untuk penetasan telur ikan mas adalah 5-6 ppm. Hal ini sesuai
dengan hasil pengukuran kualitas air selama penelitian yaitu 4-6 ppm.
27
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan
bahwa :
1. Prevalensi serangan jamur terendah terdapat pada perlakuan A dengan
prevalensi rata-rata 27%.
2. Daya tetas telur ikan lele tertinggi terdapat pada perlakuan A dengan daya
tetas 93,00%.
5.2. Saran
Dosis yang paling akurat pada penelitian yang saya lakukan untuk
mencegah dan mengendalikan serangan jamur pada telur ikan mas yaitu pada
dosis 500 ppm .
28
DAFTAR PUSTAKA
Adilfiet. 1994. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Binarupa Aksara. Jakarta.
Alam Mahendra, W. 2011. Budidaya Ikan Mas (Cyprinus carpio L). Materi
Penyuluhan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Anha. M, 1993. Pengaruh Betadine Terhadap Keberhasilan Penetasan Telur Ikan
Mas (Cyprinus carpio L). Skripsi. Fakultas Perikanan Universitas
Dharmawangsa. Medan.
Depkes RI, 1989, Materia Medika Indonesia, Jilid V, p. 55-58.
Djarijah. A, S. 2007. Pembenihan Ikan Mas. Kanasius. Yogyakarta.
Effendi, M.I. 1997. Awal Daur Hidup Ikan. Culture Of Fisheries – Budidaya
Perikanan. Ciamis. Jawa Barat.
Fardiaz Srikandi. 1992. Mikrobiologi Pangan I. PT. Gramedi Pustaka Utama.
Jakarta.
Fine, A.M., 2000, Oligomeric Proanthocyanidin Complexes: History, Structure,
and Phytopharmaceutical Applications, Altern Med Rev, 5(2):144-151.
Fujaya.Y, 2004. Fisiologi Ikan. Rineka Cipta. Jakarta.
Gasperz, V., 1991. Metode Perancangan Percobaan untuk Ilmu-Ilmu Pertanian
Teknik dan Biologi. CV Armico. Bandung.
Ghufron, A, M. 2009. Pemanfaatan Getah Papaya (Carica papaya L.) Kering
Sebagai Sumber Enzim Proteolitik Untuk Meningkatkan Derajat
Pembuahan dan Derajat Penetasan Telur Ikan Mas (Cyprinus carpio L.)
Gunadi, B. 2010. Budidaya Ikan Mas Secara Intensif. Agromedia Pustaka.
Jakarta.
Hadiroseyani, Y., Hariyadi, P., dan Nuryanti, S. 2006. Inventarisasi Parasit Lele
Dumbo (Clarias sp) di Daerah Bogor. Akuakulture Indonesia. Departemen
Budidaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Hidayatturahman. 2007. Waktu Motilitas dan Viabilitas Spermatozoa Ikan Mas
(Cyprinus carpio L) Pada Beberapa Konsentrasi Larutan Fruktosa. Skripsi.
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Lambung
Mangkurat. Banjar Baru. Kalimantas Selatan.
Hardjamulia. 1992. Resisten Penyakit Pada Telur Ikan Air Tawar. Departemen
Budidaya Perairan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 80 – 90 hal.
29
Hayyi Abul, A. 2012. Efektivitas Lama Perendaman Telur Lele Sangkuriang
Dalam Ekstrak Daun Jambu Bijiterhadap Serangan Jamur Saprolegnia sp.
Jurnal Perikanan Universitas Padjadjaran.
Martini. A, 2005. Efektivitas Ekstrak Bawang Putih Untuk Mencegah Serangan
Saprolegnia sp Pada Telur Ikan Gurami. Skripsi. Fakultas Pertanian
Jurusan Perikanan Universitas Padjajaran. Bandung.
Masduki, I. (1996). Efek Antibakteri Ekstrak Biji Pinang (Areca catechu)
terhadap S. aureus dan E. coli. Cermin Dunia Kedokteran 109:21-24.
Meyer, FP. 1991. Aquaculture Disiense and Health Mnagement. American
Society of Animal Science. Jurnal of Animal Science. 69: 4201-4208.
Mukti. A, T. 2001. Poliploidisasi Ikan Mas (Cyprinus carpio L). Skripsi . Fakultas
Perikanan Universitas Brawijaya. Malang.
Mulia, D.S. 2006. Tingkat Infeksi ektoparasit Proozoa Pada Benih Ikan Nila
(Oreochromis niloticus) di Balai Benih Ikan (BBI) Pandak dan Sidabowa,
Kabupaten Banyumas. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Purwokerto.
Nonaka, G., 1989, Isolation and structure elucidation of tannins, Pure & Appl.
Chem, 61 (3): 357-360.
Pelczar, M.J. & E.C.S. Chan, 1986, Penterjemah, Ratna Siri Hadioetomo dkk.
Dasar-Dasar Mikrobiologi 1, Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Prayitno, S. B. 2004. Prinsip-prinsip Diagnosa Penyakit Ikan. Skripsi. Fakultas
Perikanan dan Kelautan Uiversitas Diponegoro, Semarang.
Putranto. A, 1995. Budidaya Ikan Produktif. Karya Anda. Surabaya.
Rizkiyanti, I., 2003. Potensi Ekstrak Mangrove Sonneratia alba dan Rhizhopora
mucronata untuk pengendalian Bakteri Vibrio harveyi pada udang windu.
Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi. Edisi
Keenam.Terjemahan: K. Padmawinata. Institut Teknologi Bandung,
Bandung.
Rokhmani. 2004. Beberapa Penyakit Parasiter Pada Budidaya Gurami
(Osphronemus gouramy) di Kabupaten Banyumas. Sains Akuatik 5 (1) hal
21-26.
Sirait, M. 2007. Penuntun Fitokimia dalam Farmasi. Institusi Teknologi Bandung.
Bandung.
30
Susanto. H, dan A. Rochdianto. 2007. Kiat Budidaya Ikan Mas Di Lahan Kritis.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Suseno. 1983. Suatu perbandingan antara pemijahan alami dengan pemijahan
stipping ikan mas (Cyprinus caprio. L) terhadap derajat fertilitas dan
penetasan telurnya. Tesis magister Fakultas Pasca Sarjana Perikanan.
UGM, Yogyakarta.
Syamsuhidayat, S.S., Hutapea, J.R., 1991, Inventaris Tanaman Obat Indonesia,
Balitbang Departemen Kesehatan, Vol I: 64-65.
Wahyuningsih. S. P. A, 2006. Penggunaan Formalin Untuk Pengendalian
Saprolegniasis Pada Telur Ikan Nila Merah (Oreochromis sp). Skripsi.
Fakultas MIPA Jurusan Biologi Universitas Airlangga. Surabaya.
Wang, C.K., and Lee, W.H., 1996, Separation, Characteristics, and Biological
Activities of Phenolics in Areca Fruit, J. Agric. Food Chem., 44(8):2014
-2019.
31
Lampiran Penelitian
Lampiran 1. Prevalensi jamur pada telur ikan mas pada 100 butir telur
Perlakuan Ulangan Prevalensi
(%)
Rata-rata
(%) 1 2 3
A 29 25 27 81 27
B 33 31 35 99 33
C 63 62 61 186 62
D 92 91 93 276 92
Lampiran 2. Tabel ANOVA Prevalensi Telur Ikan Mas
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Prevalensi
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 8031.000a 3 2677.000 1.071E3 .000
Intercept 34347.000 1 34347.000 1.374E4 .000
Perlakuan 8031.000 3 2677.000 1.071E3 .000
Error 20.000 8 2.500
Total 42398.000 12
Corrected Total 8051.000 11
a. R Squared = ,998 (Adjusted R Squared = ,997)
32
Lampiran 3. Tabel uji Lanjut LSD Prevalensi Telur Ikan Mas
Multiple Comparisons
Prevalensi
LSD
(I)
Perlaku
an
(J)
Perlaku
an
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
A B -6.0000* 1.29099 .002 -8.9770 -3.0230
C -35.0000* 1.29099 .000 -37.9770 -32.0230
D -65.0000* 1.29099 .000 -67.9770 -62.0230
B A 6.0000* 1.29099 .002 3.0230 8.9770
C -29.0000* 1.29099 .000 -31.9770 -26.0230
D -59.0000* 1.29099 .000 -61.9770 -56.0230
C A 35.0000* 1.29099 .000 32.0230 37.9770
B 29.0000* 1.29099 .000 26.0230 31.9770
D -30.0000* 1.29099 .000 -32.9770 -27.0230
D A 65.0000* 1.29099 .000 62.0230 67.9770
B 59.0000* 1.29099 .000 56.0230 61.9770
C 30.0000* 1.29099 .000 27.0230 32.9770
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 2,500.
*. The mean difference is significant at the 0,05 level.
33
Lampiran 4. Daya tetas telur ikan mas setelah penelitian
Perlakuan Ulangan Jumlah Telur
(butir)
Jumlah Larva
(ekor)
A
1 100 91
2 100 95
3 100 93
Rata-rata 100 93
B
1 100 92
2 100 91
3 100 88
Rata-rata 100 90,33
C
1 100 85
2 100 88
3 100 89
Rata-rata 100 87,33
D
1 100 86
2 100 89
3 100 89
Rata-rata 100 88
Lampiran 5. Tabel ANOVA daya tetas telur ikan mas.
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:HR
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 59.333a 3 19.778 5.050 .030
Intercept 96481.333 1 96481.333 2.463E4 .000
Perlakuan 59.333 3 19.778 5.050 .030
Error 31.333 8 3.917
Total 96572.000 12
Corrected Total 90.667 11
a. R Squared = ,654 (Adjusted R Squared = ,525)
34
Lampiran 6. Hasil uji LSD daya tetas telur ikan mas.
Multiple Comparisons
HR
LSD
(I)
Perlaku
an
(J)
Perlaku
an
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
A B 2.6667 1.61589 .137 -1.0596 6.3929
C 5.6667* 1.61589 .008 1.9404 9.3929
D 5.0000* 1.61589 .015 1.2737 8.7263
B A -2.6667 1.61589 .137 -6.3929 1.0596
C 3.0000 1.61589 .100 -.7263 6.7263
D 2.3333 1.61589 .187 -1.3929 6.0596
C A -5.6667* 1.61589 .008 -9.3929 -1.9404
B -3.0000 1.61589 .100 -6.7263 .7263
D -.6667 1.61589 .691 -4.3929 3.0596
D A -5.0000* 1.61589 .015 -8.7263 -1.2737
B -2.3333 1.61589 .187 -6.0596 1.3929
C .6667 1.61589 .691 -3.0596 4.3929
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 3,917.
*. The mean difference is significant at the 0,05 level.
35
Lampiran 7. Foto-foto Selama Penelitian
1. Membersihkan wadah 2. Wadah yang telah dibersihkan
3. Menyiapkan air media 4. Media perendaman
5. Penempatan wadah percobaaan 6. Menyiapkan aerasi
36
7. Perendaman teur uji 8. Telur hasil pemijahan
9. Telur Sampel 10. Sampel yang diamati.
37
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Belajen Tanggal 3 Juni 1992
oleh kedua orang tua tercinta ayah Tajang dan Ibu
Muliati, yaitu anak ke 1 dari 4 bersaudara. Adapun
pendidikan yang dilalui yaitu SDN 176 Belajen pada
Tahun 1999 dan Tamat pada Tahun 2005. SMP
Negeri 1 Alla dari Tahun 2005 sampai 2008. Melajutkan pendidikan pada SMA
Muhammadiyah Kalosi Tahun 2008 sampai 2011. Kemudian pada Tahun 2011
penulis melanjutkan kuliah Strata Satu (S1) pada Universitas Muhammadiyah
Makassar (UMM) di Fakultas Pertanian dengan Program Studi Budidaya Perairan
dan selesai pada Tahun 2015 dengan judul skripsi Optimasi Perendaman Larutan
Biji Pinang (Areca catechu L) dengan Dosis Berbeda Terhadap Prevalensi
Serangan Jamur Pada Telur Ikan Mas (Cyprinus carpio).