34
OPTIMASI PRODUKSI ASAM INDOLASETAT OLEH Rhizobium sp. DALAM MEDIUM SERUM LATEKS Hevea brasiliensis DENGAN SUPLEMENTASI TRIPTOFAN SYEDA ANDANAWARIH PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

OPTIMASI PRODUKSI ASAM INDOLASETAT OLEH Rhizobium sp

  • Upload
    dinhnga

  • View
    266

  • Download
    4

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: OPTIMASI PRODUKSI ASAM INDOLASETAT OLEH Rhizobium sp

OPTIMASI PRODUKSI ASAM INDOLASETAT OLEH Rhizobium sp. DALAM MEDIUM SERUM LATEKS Hevea

brasiliensis DENGAN SUPLEMENTASI TRIPTOFAN

SYEDA ANDANAWARIH

PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2008

Page 2: OPTIMASI PRODUKSI ASAM INDOLASETAT OLEH Rhizobium sp

ABSTRAK

SYEDA ANDANAWARIH. Optimasi Produksi Asam Indolasetat oleh Rhizobium sp. dalam Medium Serum Lateks Hevea brasiliensis dengan Suplementasi Triptofan. Dibimbing oleh MARIA BINTANG dan TRI PANJI.

Limbah lateks pekat yang belum dimanfaatkan dan menjadi sumber pencemaran lingkungan ternyata dapat digunakan sebagai substrat pertumbuhan mikrob. Penelitian bertujuan mengoptimalkan produksi asam indolasetat (IAA) oleh Rhizobium sp. dengan mengoptimalkan asupan triptofan dari pupuk kandang yang dihidrolisis, mengurangi reaksi pencoklatan pada media tumbuh untuk menekan kesalahan pembacaan absorban, dan mengisolasi IAA dari media serum lateks.

Triptofan berasal dari kotoran ayam didapatkan melalui hidrolisis basa. Analisis IAA dilakukan secara spektrofotometri dengan metode Salkowski dan Kromatografi Lapis Tipis (KLT). IAA diekstraksi menggunakan etil asetat dan dimurnikan dengan kromatografi kolom silika gel.

Rhizobium sp. menghasilkan IAA dengan penambahan triptofan yang berasal dari kotoran ayam. Waktu optimum produksi IAA saat 48 jam dengan hasil untuk medium 1 sebesar 14.13 µg/mL, medium 2 sebesar 14.40 µg/mL, dan medium 3 sebesar 0.90 µg/mL. Sebaran IAA dalam medium 1 berada pada fraksi 10, 11, dan 12. Sebaran IAA pada medium 2 berada pada fraksi 13, 14, dan 15. Sebaran IAA pada medium 3 berada pada fraksi 9, 10, 12, dan 13. Uji ANOVA dan uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa hidrolisis langsung dan terpisah tidak memberikan pengaruh yang nyata.

Page 3: OPTIMASI PRODUKSI ASAM INDOLASETAT OLEH Rhizobium sp

ABSTRACT SYEDA ANDNAWARIH. Optimation of Indole Acetic Acid Production by Rhizobium sp. on Media Latex Serum of Hevea brasiliensis Supplemented with Tryptophan. Under the direction of MARIA BINTANG and TRI PANJI.

Concentrate latex effluent not utilized yet and become source of environment pollution. However, the concentrate latex effluent could be used as substrate for growth media of microbes. The aims of this research were optimation of IAA production by Rhizobium sp. by optimizing triptophan supplementation by hydrolysis of chickhen manure, reduce the browning effect, and isolation IAA from latex serum medium.

Triptophan from poultry litter dung got from base hydrolysis. IAA was analysed by spectrophotometric method with Salkowski reagent and Thin Layer Chromatography (TLC). IAA was then extracted by etyl acetate and purificated by silica gel coloum chromatography.

Rhizobium sp. yield IAA with tryptophan supplemented from poultry litter dung. The optimum time of IAA production was 48 hours that results for 1st medium was 14.13 µg/mL, 2nd medium was 14.40 µg/mL, and 3rd medium was 0.90 µg/mL. The IAA distribution in 1st medium was in 10th, 11th, and 12th fraction. The IAA distribution in 2nd medium was in 13th, 14th, and 15th fraction. The IAA distribution in 3rd medium was in 9 th, 10th, 12th, and 13th. Analysis of Variance (ANOVA) and Duncan test conclude that direct hydrolysis and separate hydrolysis not give significant difference.

Page 4: OPTIMASI PRODUKSI ASAM INDOLASETAT OLEH Rhizobium sp

OPTIMASI PRODUKSI ASAM INDOLASETAT OLEH Rhizobium sp. DALAM MEDIUM SERUM LATEKS Hevea

brasiliensis DENGAN SUPLEMENTASI TRIPTOFAN

SYEDA ANDANAWARIH

Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada Program Studi Biokimia

PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2008

Page 5: OPTIMASI PRODUKSI ASAM INDOLASETAT OLEH Rhizobium sp

Judul : Optimasi Produksi Asam Indolasetat oleh Rhizobium sp. dalam Medium Serum Lateks Hevea brasiliensis dengan Suplementasi Triptofan.

Nama : Syeda Andanawarih NIM : G44104035

Disetujui

Prof. Dr. drh. Maria Bintang, M.S Ketua

Dr. Tri Panji, M.S, APU Anggota

Diketahui

Dr. drh. Hasim, DEA Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Tanggal lulus:

Page 6: OPTIMASI PRODUKSI ASAM INDOLASETAT OLEH Rhizobium sp

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya

sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Penelitian dilakukan di Laboratorium Bioproses, Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan dengan judul Optimasi Produksi Asam Indolasetat oleh Rhizobium sp. dalam Media Serum Lateks Hevea brasiliensis dengan Suplementasi Triptofan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof. Dr. drh. Maria Bintang, M.S dan Bapak Dr. Tri Panji M.S, APU yang telah memberikan bimbingan dan saran selama penulisan skripsi ini. Penghargaan penulis sampaikan pada semua staf laboratorium Bioproses yang banyak membantu selama penyusunan skripsi ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Rangkaian terima kasih penulis ucapkan pada teman seperjuanganku Reza, sahabatku Mira Sukmapradita, dan teman-teman Biokimia 41. Penulis juga mengucapkan terima kasih pada Kak Anang Prihantoko yang selalu memberi semangat dan perhatian sepenuh hati.

Bogor, Agustus 2008

Syeda Andanawarih

Page 7: OPTIMASI PRODUKSI ASAM INDOLASETAT OLEH Rhizobium sp

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung, Jawa Barat pada 2 September 1985 dari pasangan Agung Susilo, S.T dan Dra. Susi Pontin. Penulis merupakan anak sulung dari tiga bersaudara.

Tahun 2004 penulis lulus dari SMA Negeri 22 Bandung dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI). Penulis menempuh studi di Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Selama masa perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten Pengantar Biokimia untuk FKH, D3 dan S1 Perikanan tahun ajaran 2007/2008. Tahun 2005/2006 penulis aktif sebagai staf Himpunan profesi CREBs bidang keilmuan Biokimia Medis dan tahun 2006/2007 sebagai staf Biokimia Tumbuhan. Penulis juga aktif dalam Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Pamaung dan tahun 2005/2006 penulis menjabat sebagai Bendahara 2. Penulis juga pernah melakukan Praktek Lapang (PL) di Laboratorium Rekayasa Genetika Mikrob, Bidang Biologi Molekuler, Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI Cibinong dengan judul Identifikasi Basitrasin dari Isolat Bakteri pada Media Limbah Campuran Bir, Air Kelapa, dan Ampas Tahu.

Page 8: OPTIMASI PRODUKSI ASAM INDOLASETAT OLEH Rhizobium sp

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR......................................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………...................... x

PENDAHULUAN…………………………………………............................. 1

TINJAUAN PUSTAKA Lateks……..…………………………………………………………….. 1 Rhizobium sp……………………………………………………………. 1 Triptofan………………………………………………………………… 2 Asam Indolasetat (IAA)………………………………………………… 2

BAHAN DAN METODE PERCOBAAN Bahan dan Alat…………………………………………………………. 3 Metode Percobaan……………………………………………………… 3

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi IAA…………………………………………………………… 5 Optimasi Hidrolisis……………………………………………………... 6 Ekstraksi dan Pemurnian IAA...………………………………………... 6

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan………………………………………………………………... 8 Saran……………………………………………………………………. 8

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………… 8

LAMPIRAN…………………………………………………………………. 11

Page 9: OPTIMASI PRODUKSI ASAM INDOLASETAT OLEH Rhizobium sp

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Simbiosis Rhizobium sp. dan legum............................................................ 2

2 Struktur triptofan......................................................................................... 2

3 Struktur IAA................................................................................................ 2

4 Gambaran jalur sintesis IAA pada

bakteri...................................................

3

5 Grafik konsentrasi IAA dalam medium berbeda......................................... 5

6 Identifikasi IAA........................................................................................... 6

7 Hasil KLT sebelum ekstraksi...................................................................... 6

8 Hasil KLT setelah ekstraksi........................................................................ 7

9 Sebaran IAA pada fraksinasi medium 1...................................................... 7

10 Noda hasil fraksinasi medium 1.................................................................. 7

11 Sebaran IAA pada fraksinasi medium 2...................................................... 7

12 Noda hasil fraksinasi medium 2.................................................................. 7

13 Sebaran IAA pada fraksinasi medium 3...................................................... 8

14 Noda hasil fraksinasi medium 3.................................................................. 8

Page 10: OPTIMASI PRODUKSI ASAM INDOLASETAT OLEH Rhizobium sp

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Tahap penelitian.......................................................................................... 12

2 Urutan proses pemurnian Rhizobium sp. ................................................... 13

3 Urutan proses penambahan triptofan.......................................................... 14

4 Urutan analisis kuantitatif IAA................................................................... 15

5 Urutan identifikasi IAA.............................................................................. 16

6 Urutan proses isolasi IAA........................................................................... 17

7 Urutan proses pemurnian IAA.................................................................... 18

8 Kurva standar penentuan konsentasi

IAA...................................................

19

9 Densitas optik Rhizobium sp. dalam medium YEM................................... 20

10 Data konsentrasi IAA dalam medium berbeda........................................... 20

11 Persentase dan Rf IAA hasil fraksinasi....................................................... 21

12 Perhitungan-perhitungan............................................................................. 21

13 Analisis uji ANOVA dan uji Duncan......................................................... 22

Page 11: OPTIMASI PRODUKSI ASAM INDOLASETAT OLEH Rhizobium sp

PENDAHULUAN

Limbah cair pengolahan lateks pekat yang berupa serum lateks skim mengandung protein, karbohidrat, dan mineral. Limbah cair ini memiliki nilai COD yang tinggi biasanya lebih dari 25.000 ppm dan kandungan nitrogen total lebih dari 4.000 ppm (Bakti & Kadin 1992). Kandungan karbon dan nitrogen yang tinggi dalam limbah cair lateks pekat dapat digunakan oleh mikroba sebagai substrat pertumbuhan. Hal tersebut juga dibuktikan pada penelitian sebelumnya, yaitu serum lateks dapat digunakan sebagai media tumbuh Rhizobium sp. (Gusnaniar 2007).

IAA dihasilkan oleh bakteri tanah dalam medium serum lateks Hevea brasiliensis. Penelitian sebelumnya membuktikan bakteri tanah yang memproduksi IAA terbaik adalah Rhizobium sp. dengan menghasilkan IAA sebesar 51.08 µg/mL (Gusnaniar 2007).

Produksi IAA oleh Rhizobium sp. dalam serum lateks dilakukan dengan menambahkan prekursornya, yaitu asam amino L-triptofan. Sumber triptofan yang dipilih adalah kotoran ayam, karena murah, mudah didapat, dan kandungan triptofannya cukup tinggi. Menurut Arkhipchenco et.al (2006) limbah peternakan kotoran ayam mengandung triptofan sebesar 460.1±5.9 µg/g. Kotoran ayam tersebut tidak dapat digunakan langsung karena masih berbentuk protein sehingga triptofannya rendah, oleh karena itu perlu dioptimalkan dengan dipecah menjadi bentuk asam amino dengan cara hidrolisis.

Produksi IAA yang menggunakan serum lateks dengan suplementasi triptofan dari pupuk kandang belum optimal, disamping itu muncul warna coklat akibat reaksi pencoklatan yang mengganggu pembacaan absorban pada penentuan konsentrasi IAA. Reaksi pencoklatan dapat dikurangi pada media serum lateks dengan cara hidrolisis tidak langsung sehingga kesalahan pembacaan absorban dapat ditekan. IAA dari media serum lateks juga diekstrak untuk mendapat IAA yang relatif murni.

Penelitian bertujuan mengoptimalkan produksi IAA oleh Rhizobium sp. dengan mengoptimalkan asupan triptofan dengan hidrolisis, mengurangi reaksi pencoklatan.pada media tumbuh untuk menekan kesalahan pembacaan absorban, dan mengisolasi IAA dari media serum lateks sebagai media tumbuh. Hipotesis penelitian ini adalah kotoran ayam memberikan asupan triptofan untuk produksi IAA dalam medium

serum lateks oleh Rhizobium sp. dan hidrolisis tidak langsung dapat mengurangi reaksi pencoklatan. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi salah satu pengganti IAA sintetik dan pupuk kimia.

TINJAUAN PUSTAKA

Lateks

Lateks adalah getah susu yang diperoleh dengan menyadap kulit batang karet. Hess (1960) dalam Dalimunthe (2004) menyatakan terdapat 2000 spesies tanaman yang menghasilkan karet tetapi spesies yang bermanfaat hanya beberapa terutama famili Euphobiaceae, Moraceae, Apocynaceae, Asclepiadaceae, dan Compositae. Tanaman yang telah dikembangkan dan mencapai tingkat perekonomian yang penting adalah Hevea brasilliensis Muel. Arg yang berasal dari famili Euphobiaceae.

Komposisi lateks Hevea brasiliensis terlihat setelah disentrifus dengan kecepatan 18.000 rpm yang menghasilkan fraksi lateks, fraksi Frey Wyssling, fraksi serum, dan fraksi dasar (Zuhra 2006). Fraksi lateks sebanyak 37% mengandung karet (isoprene), protein, lipid, dan ion logam. Fraksi Frey Wyssling (1-3 %) mengandung karetonoid, lipid, air, karbohidrat, inositol, protein, dan turunannya. Fraksi serum (48%) mengandung senyawa nitrogen, asam nukleat, nukleotida, senyawa organik, ion anorganik, dan logam. Fraksi dasar (14%) mengandung air, protein, nitrogen, karet, karotenoid, lipid, dan ion logam.

Rhizobium sp.

Rhizobium sp. adalah salah satu bakteri

tanah yang mengikat nitrogen setelah terikat dalam bintil akar dari legum (Heldt 2005). Karakteristik bakteri ini adalah Gram negatif, motil, tidak membentuk spora, aerobik, dan berbentuk batang (Gusnaniar 2007). Spesies pertama yang diidentifikasi adalah R. Leguminosarium tahun 1889 (Wikipedia 2008). Rhizobia terdiri atas 57 spesies yang ditemukan dalam 12 genus. Bradyrhizobium sp. yang diisolasi dari Crotalaria retusal dapat memproduksi IAA dalam jumlah yang tinggi dari penambahan triptofan dalam kultur (Bhattacharyya 1990).

Mekanisme simbiosis Rhizobium sp. dan legum ditunjukkan Gambar 1. Nif dan fix gen untuk fiksasi nitrogen terbungkus dalam nodul

Page 12: OPTIMASI PRODUKSI ASAM INDOLASETAT OLEH Rhizobium sp

yang disebut nod gen. Tumbuhan inang akanmengeluarkan flavonoid sebagai sinyal yang akan mengikat protein bakteri yang dikode oleh nod gen. Protein disintesis sel inang sebagai nodulin. Nodulin awal berperan dalam proses infeksi dan pembentukan nodul. Interaksi akar rambut dengan rhizobia menyebabkan infeksi terkontrol. Rhizobia masuk dalam sel akar melalui jaringan vaskular. Bakteri yang telah masuk dalam sel inang ditutup oleh membran peribacteroid. Rhizobia tumbuh dan berdiferensiasi menjadi bakteroid besar (Heldt 2005).

Gambar 1 Simbiosis Rhizobium sp. dan legum

(Heldt 2005).

Triptofan

Triptofan adalah asam amino aromatik yang mempunyai cincin indol terikat pada gugus metilen dan terdapat tambahan satu atom nitrogen pada rantai samping (Stryer 1995). Gambar 2 menunjukkan struktur triptofan. Triptofan terdapat di dalam tanah dengan konsentrasi rendah yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk membentuk auksin (Lehbuhn et al. 1994 dalam Arkhipchenko 2004).

Konsentrasi triptofan alami yang rendah dapat ditingkatkan dengan penambahan triptofan eksogenus dalam tanah sehingga meningkatkan biosintesis auksin oleh mikroba (Arshad et al. 1995 dalam Arkhipchenko 2004). Pupuk organik adalah salah satu sumber triptofan eksogen dalam tanah.

Gambar 2 Struktur triptofan (Wikipedia

2008).

Asam Indolasetat (IAA)

Fitohormon IAA termasuk dalam golongan auksin alami (Santoso 2001). Gambar 3 menunjukkan struktur IAA. Auksin berasal dari bahasa yunani yang berarti meningkatkan. Auksin menyebabkan pembelahan sel pada lapisan kambium dan akan membentuk lapisan xilem.

Jalur-jalur perubahan IAA antara lain jalur indol-3-asam piruvat (IpyA), jalur indol-3-asetamida (IAM), jalur triptamin (TAM), jalur indol-3-asetonitril (IAN), dan jalur oksidasi rantai samping triptofan (TSO). Jalur-jalur tersebut ditunjukkan pada Gambar 4. Jalur IpyA adalah jalur yang banyak digunakan oleh mikroorganisme. Enzim aminotransferase mengkatalisis triptofan yang diikuti dekarboksilasi menjadi indol-3-asetaldehida (IAAId). Setelah itu IAAId dioksidasi oleh IAAId oksidase menjadi IAA. Sebagai reaksi samping, IpyA direduksi menjadi indol-3-asam laktat (ILA) oleh laktat dehidrogenase yang memerlukan NADH. Indol-3-etanol (TOL) adalah produk dari reaksi samping IAAId (Lee et al. 2004).

Jalur IAM mengubah triptofan menjadi IAM dengan bantuan enzim triptofan-2-monooksigenase lalu IAM diubah menjadi IAA dengan enzim IAM hidrolase. Jalur triptamin mengubah triptofan menjadi triptamin oleh triptofan dekarboksilase lalu TAM diubah menjadi IAAld oleh aminooksidase (Spaepen et al. 2007)

Pembentukan IAN dari triptofan masih dalam perdebatan, salah satu pendapat mengemukakan pembentukan IAN melalui jalur glukosinolat dan melalui indol-3-asetaldoksim. Langkah akhir jalur IAN adalah konversi IAN menjadi IAA oleh nitrilase. Jalur TSO mengubah triptofan langsung menjadi IAAld dengan melepas IpyA yang langsung dioksidasi membentuk IAA (Spaepen et al. 2007).

Jalur triptofan independent prekursornya berasal dari indol-3-gliserolfosfat dan tidak ditemukan enzim yang mengkatalisis. Jalur ini diujikan pada Azospirillum brazilense (Spaepen et al. 2007).

Gambar 3 Struktur IAA (Santoso 2001).

Page 13: OPTIMASI PRODUKSI ASAM INDOLASETAT OLEH Rhizobium sp

Gambar 4 Gambaran jalur sintesis IAA pada bakteri (Spaepen et al. 2007).

BAHAN DAN METODE PERCOBAAN

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan adalah serum lateks pekat Hevea brasiliensis, kotoran ayam (pupuk kandang), Rhizobium sp. isolat R6, NaOH, K2HPO4, MgSO4, NaCl, yeast extract, agar, akuades, glukosa, Cu2+, Zn2+, H2SO4 pekat, FeCl3.6H2O, etil asetat, kloroform, asam format, metanol, HCl, MgSO4, TCA, alum dan pereaksi Salkowski yang mengandung komposisi 3.75 mL FeCl3.6H2O, 125 mL akuades, dan 75 mL H2SO4 pekat.

Alat-alat yang dipakai adalah laminar air flow cabinet, autoklaf, penangas air, magnetic stirrer (Sigma Aldrich), cawan Petri, parafilm, vortex, neraca digital, vial eppendorf, sentrifuse (Eppendorf 5415 C), sentrifuse Beckman Counter Allegra 64R, tabung reaksi, gelas piala, labu Erlenmeyer, chamber KLT, lempeng silika gel 60 F 254, pipet mikro, rotary evaporator,dan corong pisah.

Metode Percobaan

Pemurnian Rhizobium sp. Isolat Rhizobium R6 dikulturkan kembali

dalam media Yeast Extract Mannitol (YEM) agar. Medium YEM-agar dibuat dengan komposisi 0.125 g K2HPO4, 0.05 g MgSO4, 0.025 g NaCl, 0.25 g yeast extract, 5 g agar, 250 mL akuades, dan 2.5 g glukosa. Setelah disterilisasi media YEM lalu dituang secara aseptik pada cawan petri dan tabung reaksi. Tabung reaksi berisi agar YEM diletakkan dalam posisi miring (Rao 1981).

Pemurnian isolat dilakukan dengan teknik koloni tunggal. Sebanyak satu ose kultur padat digoreskan pada permukaan agar YEM lalu diinkubasi pada suhu ruang sampai terjadi pertumbuhan. Koloni yang tumbuh terpisah pada akhir goresan diambil dan dipindahkan pada agar miring sebagai stock culture (Pelczar & Chan 1986). Penambahan Triptofan (AOAC 1999)

Triptofan didapat dari hidrolisis pupuk kandang. Ada 2 perlakuan dalam mendapatkan triptofan tersebut. Pertama ialah

Page 14: OPTIMASI PRODUKSI ASAM INDOLASETAT OLEH Rhizobium sp

sebanyak 37.5 g pupuk kandang dan 40 g NaOH langsung dicampurkan dalam 500 mL serum lateks. Dipanaskan pada suhu 100 °C selama 4 jam lalu disaring. Filtrat digunakan sebagai medium 1 untuk pertumbuhan Rhizobium sp. Kedua, sebanyak 75 g pupuk kandang ditambah 100 mL air dan 8 g NaOH dicampur dan pada suhu 100 °C dipanaskan selama 4 jam lalu disaring, kemudian larutan dibagi dua. Filtrat yang pertama digunakan sebagai medium 2 untuk pertumbuhan Rhizobium sp. dengan dicampurkan 500 mL serum lateks. Filtrat kedua, digunakan untuk medium 3. Filtrat tersebut ditambah alum 0.5% lalu dicampurkankan ke dalam 500 mL serum lateks.

Larutan dari ketiga medium tersebut masing-masing ditambah 0.5 mg Cu2+ dan 0.5 mg Zn2+, diukur pH-nya hingga menunjukkan kisaran 6.3-6.4 dan ditepatkan hingga 1 L dan disterilisasi. Ke dalam ketiga medium tersebut (selanjutnya disebut medium serum lateks) dimasukkan suspensi inokulum sebanyak 5% v/v yang sebelumnya telah diinkubasi selama 3 hari. Medium serum lateks yang berisi inokulum diguncangkan diatas shaker dalam suhu ruang dan diperiksa nilai OD dan produksi IAA-nya secara spektrofotometri selama 24, 48, dan 72 jam. Sebanyak 5 mL sampel masing-masing medium ditambahkan TCA 10%, dibiarkan beberapa menit lalu nilai OD dihitung pada panjang gelombang 660 nm dan konsentrasi IAA pada 530 nm.

Nilai OD diperiksa dengan diambilnya 1 mL sampel setelah penambahan TCA. Masing-masing sampel diencerkan dengan penambahan akuades hingga volume akhirnya 6 mL. Analisis Kuantitatif dan Identifikasi IAA

Analisis IAA dilakukan dengan metode spektrofotometri dan kromatografi lapis tipis (KLT). Analisis spektrofotometri dilakukan dengan metode Salkowski (Fletcher & Saul 1963). Sebanyak 2 mL inokulum dalam medium fermentasi diambil lalu disentrifuse pada 11.000 rpm selama 10 menit. Supernatannya sebanyak 1 mL ditambah 2 mL pereaksi Salkowski. Larutan lalu ditambah akuades hingga volumenya 6 mL, dihomogenkan dengan vortex, didiamkan 30 menit untuk pengembangan warna, kemudian diukur absorbannya pada panjang gelombang 530 nm. Serapan IAA dibaca dengan mengurangi nilai absorban sampel yang ditambah reagen Salkowski dengan nilai OD sebelumnya.

Identifikasi IAA dengan metode KLT dilakukan dengan mentotolkan 10 µL kultur di

atas lempeng silika gel 60 F 254 panjang 20 cm dan lebar 10 cm dengan jarak 1 cm. Setelah dikeringkan pada suhu ruang, lempeng dimasukkan dalam chamber KLT yang telah diisi eluen etil asetat:kloroform:asam format (55:35:10 v/v). Elusi dilakukan hingga eluen mencapai garis batas yang ditentukan. Lempeng dikeringkan pada suhu ruang dan noda dilihat pada sinar UV 366 nm (Gusnaniar 2007). Hasil noda disesuaikan dengan standar IAA. Bila ada Rf noda yang sejajar standar berarti terdapat IAA.

Isolasi IAA

Sebanyak 40 mL medium serum lateks disentrifuse pada 10.000 rpm selama 30 menit. Supernatannya diasamkan dengan HCl 1 N hingga pH akhirnya 2.5-3.0 kemudian diekstraksi dengan etil asetat 2 kali. Lapisan etil asetat tersebut lalu diuapkan dengan rotavapor dengan suhu 40 °C.(Ahmad et al. 2004).

Pemurnian IAA

Fraksi etil asetat hasil isolasi IAA dimasukkan dalam kolom kromatografi padat cair sebanyak 10 mL. Tinggi kolom 20 cm dan diameter 2.5 cm. Fase diamnya adalah silika gel. Sebanyak 8 g silika gel ditimbang dan disuspensikan dengan eluen lalu dituang dengan pipet secara hati-hati agar tidak terbentuk rongga udara. Tinggi fase diam adalah 10 cm. Eluen yang digunakan adalah etil asetat:kloroform:asam format = 7:2:1 (v/v). Setiap 2 mL eluat yang keluar ditampung, setelah sampel habis lalu dilakukan KLT. Eluat dari hasil KLT yang menunjukkan IAA terbaik digunakan. Eluat yang baik lalu ditambah reagen Salkowski dan diukur absorbannya pada panjang gelombang 530 nm. Konsentrasi IAA diperoleh dengan memasukkan nilai absorban pada kurva standar (Rubio et al. 2000). Analisis Statistik

Analisis statistik yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan 2 ulangan dilanjutkan dengan uji ANOVA dan uji lanjut Duncan bila terdapat perbedaan. Y ij = µ + τi + εij Keterangan: i = 1,2,3,.....t dan j = 1,2,3,....r Y ij = pengamatan pada perlakuan ke-i dan

ulangan ke-j µ = rataan umum τi = pengaruh perlakuan ke-i

Page 15: OPTIMASI PRODUKSI ASAM INDOLASETAT OLEH Rhizobium sp

εij = pengaruh acak pada perlakuan ke-i, ulangan ke-

HASIL DAN PEMBAHASAN

Produksi IAA

Produksi IAA oleh Rhizobium sp. terjadi setelah 24 jam masa inkubasi (Sridevi & Mallaiah 2007). IAA merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan saat memasuki fase stasioner atau saat akhir fase logaritmik (Pelczar & Chan 1986). Menurut Gusnaniar (2007) produksi IAA tertinggi terjadi saat 48 jam. Gambar 5 menunjukkan produksi IAA dalam medium yang berbeda.

Saat 24 jam IAA yang dihasilkan pada medium 1 (hidrolisis langsung), sebesar 6.73 µg/mL, medium 2 (hidrolisis terpisah) sebesar 7.42 µg/mL, dan pada medium 3 (pengendapan alum) sebesar 0.39 µg/mL. Produksi IAA saat 48 jam untuk medium 1 sebesar 14.13 µg/mL, medium 2 sebesar 14.40 µg/mL, dan medium 3 sebesar 0.90 µg/mL. Produksi IAA saat 72 jam untuk medium 1 sebesar 2.62 µg/mL, medium 2 sebesar 1.38 µg/mL, dan medium 3 sebesar 0.73 µg/mL. Hasil uji statistik membuktikan antara medium 1 dan 2 tidak berbeda nyata. Hal tersebut menunjukkan bahwa produksi IAA tidak berpengaruh pada hidrolisis langsung atau terpisah. Hasil uji statistik medium 1 dan 2 terhadap medium 3 adalah berbeda nyata. Hal tersebut menunjukkan bahwa penambahan alum berpengaruh terhadap produksi IAA.

Produksi IAA tertinggi berada pada waktu 48 jam. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Gusnaniar (2007) yang menyatakan produksi IAA tertinggi terjadi saat 48 jam. Saat waktu 48 jam Rhizobium sp. R6 memasuki fase akhir logaritmik sehingga IAA yang dihasilkan cukup tinggi. Konsentarsi IAA yang dihasilkan kurang dari 20 µg/mL sehingga dikategorikan konsentrasi rendah. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang menyatakan konsentrasi IAA antara 0.5-20 µg/mL termasuk konsentrasi rendah.

Hasil uji statistik menunjukkan sampel dalam medium 3 dengan masa inkubasi 24, 48, dan 72 jam tidak berbeda nyata. Hal ini mengindikasikan bahwa penambahan alum tidak berpengaruh terhadap produksi IAA. Alum memiliki rumus molekul KAI(SO4)2

12H2O (Wikipedia 2008), dari struktur alum tersebut terkandung garam rangkap. Produksi IAA yang sangat kecil pada medium 3 disebabkan alum memiliki garam rangkap

yang dapat menginhibisi enzim-enzim pada Rhizobium sp. Hasil uji statistik medium 1 dan 2 dengan masa inkubasi 24, 48, dan 72 adalah berbeda nyata. Hal tersebut menyatakan bahwa setiap masa inkubasi saling mempengaruhi. Terbukti saat 24 jam, IAA yang dihasilkan lebih sedikit karena masih berada dalam fase logaritmik dan juga kandungan enzim-enzim untuk mengubah triptofan menjadi IAA masih rendah. Saat 48 jam IAA yang dihasilkan paling banyak karena Rhizobium berada pada fase akhir logaritmik dan kandungan enzim-enzim pengubah triptofan menjadi IAA, seperti triptofan monooksigenase, IAM hidrolase, indolpiruvat dekarboksilase dan IAAld dehidrogenase, dihasilkan cukup banyak. Saat 72 jam Rhizobium telah memasuki fase kematian. Menurut Datta & Basu (2000) dalam Sridevi & Mallailah (2007) menyatakan bahwa penurunan produksi IAA saat 72 jam karena adanya pelepasan enzim pendegradasi IAA seperti IAA oksidase dan peroksidase.

Rhizobium sp. menghasilkan IAA melalui jalur IAM dan IpyA (Spaepen et al. 2007). Jalur IAM mengubah triptofan menjadi IAM dengan enzim triptofan monooksigenase lalu IAM diubah menjadi IAA dengan enzim IAM hidrolase. Jalur IpyA mengubah triptofan menjadi IpyA oleh amino transferase lalu IpyA didekarboksilasi menjadi IAAld oleh IPDC dan IAAld dioksidasi menjadi IAA oleh IAAld dehidrogenase.

0

2

4

6

8

10

12

14

16

0 24 48 72 96

jam ke-

kons

entr

asi I

AA

(µg/

mL

)

medium 1

medium 2

medium 3

Gambar 5 Grafik konsentrasi IAA dalam

medium berbeda.

Page 16: OPTIMASI PRODUKSI ASAM INDOLASETAT OLEH Rhizobium sp

Optimasi Hidrolisis

Sumber triptofan yang ditambahkan, yaitu kotoran ayam belum berupa L-triptofan bebas tapi masih dalam bentuk polipeptidanya sehingga konsentrasi triptofan yang terkandung masih rendah, oleh karena itu, perlu dihidrolisis agar menjadi bentuk sederhananya. Hidrolisis yang digunakan adalah hidrolisis basa. Hidrolisis basa membuat semua asam amino yang dihasilkan rusak kecuali triptofan sehingga hidrolisis ini spesifik untuk triptofan yang dibutuhkan sebagai prekursor IAA (AOAC 1999).

Hidrolisis ini menyebabkan medium menjadi coklat pekat akibat reaksi pencoklatan. Warna coklat tersebut disebabkan oleh beberapa hal antara lain terjadinya reaksi pencoklatan non enzimatik dan warna kotoran ayam tersebut sudah coklat. Reaksi pencoklatan non enzimatik terjadi karena adanya gugus karbonil (Winarno 2002) sedangkan warna coklat dari kotoran ayam disebabkan oleh pigmen empedu (Koolman & Rohm 1994). Akibat reaksi pencoklatan tersebut menyebabkan gangguan dalam pembacaan absorban, oleh sebab itu dilakukan cara hidrolisis yang lain, yaitu hidrolisis terpisah dan salah satu filtrat dari hidrolisis terpisah diendapkan dengan alum. Hal tersebut bertujuan mengurangi reaksi pencoklatan tersebut.

Pembacaan absorban pada ketiga medium cukup sulit akibat reaksi pencoklatan, untuk itu dilakukan penambahan trikloroasetat (TCA). TCA dapat mengendapkan makromolekul seperti protein, DNA, RNA dalam serum lateks. Gambar 6 menunjukkan identifikasi IAA. Medium tanpa penambahan pereaksi Salkowski berwarna kuning muda dan yang ditambah dengan pereaksi Salkowski berwarna merah kecoklatan. Warna merah menunjukkan adanya IAA. Warna merah disebabkan bereaksinya reagen Salkowski dengan IAA. Ion ferri dari Salkowski tersebut menjadi inti kelat pada pH asam (Mayer 1958).

Produksi IAA tertinggi terdapat pada medium 2 sebesar 14.40 µg/mL. Hal tersebut disebabkan dalam hidrolisis terpisah, subsrat untuk pertumbuhan Rhizobium yang berasal dari serum lateks, tidak terpecah-pecah sehingga dapat digunakan secara optimal oleh Rhizobium. Berbeda dengan medium 1 yang langsung mengalami hidrolisis sehingga substrat dari serum lateks tersebut mengalami kerusakan sebelum digunakan oleh Rhizobium.

Gambar 6 Identifikasi IAA (a) penambahan

Salkowski, (b) tanpa Salkowski, (c) kontrol.

Ekstraksi dan Pemurnian IAA

Ekstraksi IAA dalam serum lateks menggunakan pelarut semipolar etil asetat (CH3COOCH2CH3). Etil asetat dipilih karena murah, aman, dan memilki struktur yang mirip dengan IAA, yaitu adanya gugus asetat sehingga dapat melarutkan IAA. Hal terebut sesuai dengan teori larutan like disolve like, larutan yang polar akan suka dengan polar juga dan sebaliknya. Pendeteksian IAA secara kualitatif menggunakan KLT.

Gambar 7 menunjukkan sebelum diekstraksi, IAA belum terdeteksi karena nodanya tidak sejajar dengan standar. Hal tersebut disebabkan medium masih tercampur dengan pengotor yang lain. Gambar 8 menunjukkan setelah diekstraksi, noda pada masing-masing medium yang sejajar dengan standar dengan nilai Rf 0.44. Menurut Kuraishi dan Muir (1963), Rf IAA berada diantara 0.4 hingga 0.5. Residu hasil ekstraksi juga dilakukan KLT untuk mengetahui masih terdapat IAA dalam residu atau tidak. Hasil KLT membuktikan dalam residu tidak terkandung IAA karena tidak terdapat noda (Gambar 8).

Gambar 7 Hasil KLT IAA sebelum ekstraksi

(S) standar, (1.1, 1.2) medium 1, (2.1, 2.2) medium 2, (3.1, 3.2) medium 3.

Page 17: OPTIMASI PRODUKSI ASAM INDOLASETAT OLEH Rhizobium sp

Gambar 8 Hasil KLT IAA setelah ekstraksi

(std) standar, (S1) medium 1, (R1) residu medium 1, (S2) medium 2, (R2) residu medium 2, (S3) medium 3, (R3) residu medium 3.

Pemurnian IAA dilakukan dengan kromatografi kolom silika gel. Laju alir setiap fraksi tidak sama, pada awal fraksinasi laju alirnya adalah 0.40 mL/min dan saat mendekati fraksi-fraksi akhir, laju alirnya melambat menjadi 0.02 mL/min. Laju alir yang cepat pada awal fraksinasi karena zat yang keluar adalah eluen yang tidak membawa material sedangkan pada akhir fraksinasi membawa material, yaitu IAA sehingga laju alirnya menjadi lambat.

Hasil fraksinasi medium 1 diperoleh 12 fraksi yang masing-masing ditampung dalam tabung reaksi kecil sebanyak 2 mL. Pembacaan komponen setiap fraksi dilakukan secara KLT. Sebaran IAA dalam medium 1 berada pada fraksi 10, 11, dan 12 dengan persentase 27.97%, 33.33%, dan 38.70%. Hal tersebut ditunjukkan Gambar 9. Gambar 10 menunjukkan noda hasil fraksinasi yang sejajar dengan standar IAA dengan nilai Rf

0.44 yang sama dengan nilai Rf standar IAA. Hasil fraksinasi medium 2 diperoleh 15

fraksi yang ditampung 2 mL dalam tabung-tabung reaksi kecil. Hasil pembacaan komponen setiap fraksi ditampilkan pada Gambar 11 yang menunjukkan sebaran IAA pada medium 2 berada pada fraksi 13, 14, dan 15 dengan persentase 26.75%, 23.00%, dan 50.25%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada fraksi 15 memiliki kandungan IAA tertinggi.

Gambar 12 menunjukkan noda hasil fraksinasi medium 2. Noda yang dihasilkan berada pada fraksi 13, 14, dan 15 dengan nilai Rf 0.44 yang sama dengan nilai Rf standar IAA . Fraksi 1 hingga 12 tidak memunculkan noda hali ini disebabkan material yang keluar masih berupa eluen.

-5

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

8 9 10 11 12 13 14

fraksi

% IA

A

Gambar 9 Sebaran IAA pada fraksinasi

medium 1.

Gambar 10 Noda hasil fraksinasi medium 1.

-10

0

10

20

30

40

50

60

11 12 13 14 15 16 17

fraksi

% IA

A

Gambar 11 Sebaran IAA pada fraksinasi

medium 2.

Gambar 12 Noda hasil fraksinasi medium 2.

Page 18: OPTIMASI PRODUKSI ASAM INDOLASETAT OLEH Rhizobium sp

Hasil fraksinasi medium 3 diperoleh 13 fraksi yang masing-masing ditampung sebanyak 2 mL dalam tabung reaksi kecil. Hasil pembacaan masing-masing fraksi dengan KLT menunjukkan sebaran IAA dalam medium 3 bervariasi (Gambar 13). Terbentuknya dua puncak disebabkan adanya Difusi Eddy. Difusi Eddy muncul dari penggandaan lintasan untuk suatu aliran gas melalui suatu kolom yang berisi partikel-partikel dengan berbagai ukuran dan bentuk yang tidak beraturan (Day & Underwood 1998). Besarnya kontribusi difusi Eddy dari pelebaran pita bergantung pada ukuran partikel isian, bentuk, dan keseragaman distrubusinya dalam kolom tersebut (Day & Underwood 1998) . Fraksi yang memiliki kandungan IAA berada pada fraksi 9, 10, 12, dan 13. Persentase masing-masing fraksi secara berturut-turut adalah 23.99%, 23.45%, 18.59%, dan 26.16%.

Gambar 14 menunjukkan noda hasil fraksinasi medium 3. Fraksi 9, 10, 12, dan 13 memiliki noda yang sejajar dengan standar IAA dengan nilai Rf 0.44 yang sama dengan

nilai Rf standar IAA.. Fraksi 11 memiliki nilai Rf yang lebih kecil dari standar sebesar 0.1875 yang membuktikan dalam fraksi tersebut tidak terkandung IAA.

0

5

10

15

20

25

30

8 9 10 11 12 13 14 15

fraksi

% IA

A

Gambar 13 Sebaran IAA pada fraksinasi

medium 3.

Gambar 14 Noda hasil fraksinasi medium 3.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Rhizobium sp. menghasilkan IAA dengan penambahan triptofan yang berasal dari kotoran ayam. Waktu optimum produksi IAA saat 48 jam dengan hasil untuk medium 1 sebesar 14.13 µg/mL, medium 2 sebesar 14.40 µg/mL, dan medium 3 sebesar 0.90 µg/mL. Sebaran IAA dalam medium 1 berada pada fraksi 10, 11, dan 12. Sebaran IAA pada medium 2 berada pada fraksi 13, 14, dan 15. Sebaran IAA pada medium 3 berada pada fraksi 9, 10, 12, dan 13. Uji ANOVA dan uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa hidrolisis langsung dan terpisah tidak memberikan pengaruh yang nyata.

Saran

Limbah lain selain lateks pekat perlu

diujikan untuk produksi IAA. Pengukuran standar jumlah mikroba yang dipakai dan konsentrasi triptofan yang digunakan perlu dilakukan. IAA yang dihasilkan skalanya dapat diperbesar untuk produksi, kemudian IAA dapat dipisahkan dengan mengkristalkan IAA yang didapat untuk diaplikasikan dalam kultur jaringan tanaman.

DAFTAR PUSTAKA

[Anonim]. 2008. Rhizobia. [terhubung

berkala]. http://en.wikipwdia.org/wiki/ rhiobia. [2 Feb 2008].

[Anonim]. 2008. Colum chromatography. [terhubung berkala]. http://en.wikipedia.org/wiki/Column_chromatography [31 Apr 2008].

AOAC Official. 1999. Analysis of AOAC International: Food Composition, Additive, Natural Contaminant. Ed ke-16, Vol 2. Maryland: Gaitunsburg. Bab 45, hlm 66.

Ahmad F, Ahmad I, Khan MS. 2004. Indole acetic acid production by the indigenous isolates of Azobacter and fluorescent Pseudomonas in the presence and absence of tryptofan. Turk J Biol 29: 29-34.

Page 19: OPTIMASI PRODUKSI ASAM INDOLASETAT OLEH Rhizobium sp

Arkhipchenko IA, Shaposhnikov AI, Kravcheno LV. 2006. Triptophan concentration of animal waste and organic fertilizers. Elsevier. [terhubung berkala]. http:// www.sciencedirect.com. [5 Feb 2008].

Aslamsyah S. 2002. Peranan hormon tumbuh dalam memacu pertumbuhan alga. [terhubung berkala]. http://tumoutou.net/702_05123/siti_aslamyah.htm. [15 Mar 2008].

Bakti NAK, Kadin MZA. 1992. Growth of Schizosaccharomyces sp. on skim lateks serum. J.Nat.Rubb.Res.Inst.Malaya. 7(4): 275-280.

Bhattacharyya RN, Basu PS. 1990. Studies of

the root nodules of leguminous plants IV: production of indole acetis acid Bradyrhizobium sp from the root nodules of a legominous shrub, crotalaria retusa L. Acta Biotechnologica 11: 439-447.

Dalimunthe A. 2004. Biosintesis lateks. [terhubung berkala]. http://library.usu.ac.id/download/fp/hutan-afifuddin.pdf. [15 Mar 2008].

Day RA, Underwood AL. 1998. Analisis Kimia Kuantitatif ed.ke-6. Sopyan I; penerjemah. Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Quantitative Analysis Sixth Edition.

Fletcher RA, Saul Z. 1963. Quantitative spectrophotometric determination of indol-3-acetic acid. Nature 199: 903-904.

Gusnaniar. 2007. Produksi IAA oleh Rhizobium spp, Pseudomonas spp, dan Azobachter sp dalam medium sintetik dan serum lateks Hevea brasiliensis Muel. Arg dengan suplementasi triptofan [skripsi]. Yogyakarta: Fakultas Biologi, Universitas Gajah Mada.

Heldt HW. 2005. Plant Biochemistry Third Edition. Burlington: Elsevier Academic Press.

Khopkhar SM. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Saptorihardjo A; penerjemah.

Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Basic Concepts of Analytical Chemistry.

Koolman J, Rohm KH. 1994. Atlas Berwarna & Teks Biokimia. Wanadi SI; penerjemah. Sadikin M; editor. Jakarta: Hipokrates. Terjemahan dari: Color Atlas Of Biochemistry.

Kuraishi S, Muir RM. 1963. Paper Chromatograpy Study of Diffusible Auxin. Tokyo: Biological Institute, University of Tokyo.

Kusuge T, Heskett MG, Wilson EE. 1966. Microbial synthesis and degradation of indole 3-acetic acid. Biological Chemistry 241 (16): 3738-3744.

Lee S et.al. 2004. Indole-3-acetic acid biosynthesis is deficient in Gluconacetobacter diazotrophicus strains with mutations in cytochrome c biogenesis genes. Journal of Bacteriology 186 (18): 5384-5391. [terhubung berkala]. http://jb.asm.org/cgi/content/full/186/16/5384. [15 Mar 2008].

Mayer AM. 1958. Determination of IAA by the salkowski reagen. Nature 182: 1670-1671.

Pelczar MJ, Chan ESC. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi Jilid 1. Haditomo RS, Imas T, Tjitrosumo SS, Angka SL; penerjemah. Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Elements of Microbiology.

Putra EDL. 2004. Kromatografi cair kinerja tinggi dalam bidang farmasi. [terhubung berkala].http://library.usu.ac.id/download/

fmipa/farmasi-effendy2.pdf [31 Apr 2008].

Rao NSS. 1981. Biofetilizer in Agriculture. New Delhi: Oxford & IBH Publishing CO.

Rubio MGT, Plata SAV, Castillo JB, Nieto PM. 2000. Isolation of Enterobacteria, Azobacter sp, and Pseudomonas sp, producers of indole-3-acetic acid and siderophores from Colombian Rice Rhizosphere. Revista Latinoamericana de Microbiologia 42:171-176.

Page 20: OPTIMASI PRODUKSI ASAM INDOLASETAT OLEH Rhizobium sp

Santoso U, Nursaidi F. 2001. Kultur Jaringan Tanaman. Malang: UMM pres.

Spaepen S, Jos V, Roseline R. 2007. Indole-3-acetic in microbial and microorganism plant signaling. FEMS Microbiol Rev: 1-24.

Sridevi M, Mallailah KV. 2007. Production of indole-3-acetic acid by Rhizobium isolates from Sesbania species. African Journal of Microbiology Reseach 1(7): 125-128.

Stryer L. 1995. Biokimia Vol.1 Ed ke-4. Tim penerjemah Bagian Biokimia FKUI; penerjemah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Terjemahan dari: Biochemistry.

Swain MR, Naskar SK, Ray RC. 2007. Indole-3-acetic production and effect on sprouting of YAM (Dioscorea rotundata L.) minisetts by Bacillus subtilis isolatd from culturable cowdung microflora. Polish Journal of Microbiology 56 (2): 103-110.

Watanabe J, Fukumoto K, Fukushi E, Sonoyama K, Kawabata J. 2004. Isolation of triptophan as an inhibitor of ovalbumin permeation and analysis of its suppressive on orl sensitization. Biosci Boitechnol Biochem 68 (1): 59-65.

Yurekli F, Geckil H, Topcuoglu F. 2003. The synthesis of indole-3-acetic acid by the industrially important white-rot fungus Lentinus sajor-caju under different culture conditions. Mycological Reseach 107: 305-309.

Zuhra CF. 2006. Karet. [terhubung berkala]. http://library.usu.ac.id/download/ fmipa/ 06008757.pdf . [15 Mar 2008]

Page 21: OPTIMASI PRODUKSI ASAM INDOLASETAT OLEH Rhizobium sp

LAMPIRAN

Page 22: OPTIMASI PRODUKSI ASAM INDOLASETAT OLEH Rhizobium sp

Lampiran 1 Tahap penelitian

Pemurnian Rhizobium

Penambahan Triptofan

Identifikasi IAA

Isolasi IAA

Pemurnian IAA

Page 23: OPTIMASI PRODUKSI ASAM INDOLASETAT OLEH Rhizobium sp

Lampiran 2 Urutan proses pemurnian Rhizobium

Stok Rhizobium

Metode kuadran

Stok kultur Working stock

Agar YEM

Page 24: OPTIMASI PRODUKSI ASAM INDOLASETAT OLEH Rhizobium sp

Lampiran 3 Urutan proses penambahan triptofan

Tambah Cu2+ dan Zn2+

0.25 mg

pH 6.3-6.4

Tepatkan 1L

sterilisasi

Inokulasi Rhizobium λ 530 nm (24,48,72 jam)

pupuk kandang 75 g+ NaOH 8 g + akuades 100mL

Panaskan 4 jam

Saring, bagi 2

Serum lateks 500mL+ pupuk kandang 37.5g + NaOH 40g

Panaskan 4 jam

saring

Filtrat + serum lateks Filtrat 2 + alum

(+) Serum lateks

Medium 2

Medium 1

Medium 3

Page 25: OPTIMASI PRODUKSI ASAM INDOLASETAT OLEH Rhizobium sp

Lampiran 4 Urutan analisis kuantitatif IAA

2 mL kultur disentrifuse 11.000 rpm 10’

1 mL supernatant + 2 mL reagen Salkowski

Ditambah akuades hingga volume akhir 6 mL

vortex

Diamkan 30 menit

λ 530 nm

Page 26: OPTIMASI PRODUKSI ASAM INDOLASETAT OLEH Rhizobium sp

Lampiran 5 Urutan identifikasi IAA

Kromatografi Lapis Tipis

Silika gel 0.25 mm

Eluen etilasetat:kloroform:asam format = 5:3:2

Sinar UV 366 nm

Noda sejajarkan dengan standar

Page 27: OPTIMASI PRODUKSI ASAM INDOLASETAT OLEH Rhizobium sp

Lampiran 6 Urutan isolasi IAA

Medium serum lateks disentrifuse 10.000 rpm 30’

Supernatan ditambah HCl 1 N hingga pH 2.5-3.0

Ekstraksi dengan etil asetat Volume = volume supernatan

Diuapkan dalam rotavapor 40°C

Larutkan dalam 300 mL metanol

Simpan dalam suhu -20 °C

Page 28: OPTIMASI PRODUKSI ASAM INDOLASETAT OLEH Rhizobium sp

Lampiran 7 Urutan pemurnian IAA

Fraksi etil asetat

Kromatografi kolom

Eluen Etil asetat:kloroform:asam

format 7:2:1

Eluat ditambah reagen salkowski

λ 530 nm

Konsentrasi IAA

Page 29: OPTIMASI PRODUKSI ASAM INDOLASETAT OLEH Rhizobium sp

Lampiran 8 Kurva standar penentuan konsentrasi IAA

Data kurva standar IAA

Sampel konsentrasi (µg/mL) A standar 1 0 0.000 standar 2 50 0.241 standar 3 100 0.596 standar 4 150 0.729 standar 5 200 1.011 standar 6 250 1.088

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

0 50 100 150 200 250 300

Konsentrasi IAA (µg/mL)

Abs

orb

an

Persamaan garis: Y = 0.0477x + 4.5046.10-3

r = 98.66%

Page 30: OPTIMASI PRODUKSI ASAM INDOLASETAT OLEH Rhizobium sp

Lampiran 9 Densitas Optik Rhizobium sp. dalam medium YEM

Waktu Sampel OD Rerata OD 72 jam 1.1 0.412

1.2 0.420 0.416 2.1 0.428 2.2 0.410 0.419 3.1 0.440 3.2 0.436 0.438

Lampiran 10 Data konsentrasi IAA dalam medium berbeda

jam ke- Sampel At Ao A IAA [IAA] µg/mL rerata

1.1 0.644 0.500 0.144 5.8490 1.2 0.672 0.486 0.186 7.6100 6.73

2.1 0.738 0.606 0.132 5.3458 24 2.2 0.815 0.584 0.231 9.4968 7.42 3.1 0.256 0.242 0.014 0.3984 3.2 0.257 0.243 0.014 0.3984 0.39 1.1 0.552 0.271 0.281 11.593 1.2 0.820 0.418 0.402 16.666 14.13

2.1 0.602 0.20 0.382 15.828 48 2.2 0.770 0.456 0.314 12.977 14.40 3.1 0.267 0.237 0.03 1.0688 3.2 0.660 0.638 0.022 0.7334 0.90 1.1 0.124 0.047 0.077 3.0396 1.2 0.101 0.044 0.057 2.2010 2.62

2.1 0.074 0.040 0.034 1.2366 72 2.2 0.081 0.040 0.041 1.5302 1.38 3.1 0.062 0.039 0.023 0.7754 3.2 0.064 0.043 0.021 0.0961 0.73

Keterangan: A IAA = At-Ao At = Absorban dengan penambahan reagen Ao = Absorban tanpa penambahan reagen medium 1 = hidrolisis langsung medium 2 = hidrolisis terpisah medium 3 = pengendapan alum

Page 31: OPTIMASI PRODUKSI ASAM INDOLASETAT OLEH Rhizobium sp

Lampiran 11 Persentase dan Rf IAA hasil fraksinasi

Medium Fraksi Rf A [IAA] µg/mL % IAA

1 10 0.44 0.041 1.5302 27.97

11 0.44 0.048 1.8236 33.33

12 0.44 0.055 2.1172 38.40

2 13 0.44 0.033 1.1945 26.75

14 0.44 0.029 1.0270 23.00

15 0.44 0.058 2.2430 50.25

3 9 0.44 0.049 1.8656 23.99

10 0.44 0.048 1.8236 23.45

11 0.44 0.019 0.6076 7.18

12 0.44 0.039 1.4462 18.59

13 0.44 0.053 2.0332 26.16 Lampiran 12 Perhitungan-perhitungan

• Rf standar = Jarak tempuh zat terlarut Jarak tempuh pelarut (eluen) = 3.5 8 = 0.4375 = 0.44 • Pembuatan pereaksi Salkowski M = g/ mr . 1000/mL 0.5 = g/ 270.32 .1000/5 = 0.6758 • Alum yang dipakai 0.5% . 150 mL = 0.75 gram

Page 32: OPTIMASI PRODUKSI ASAM INDOLASETAT OLEH Rhizobium sp

Lampiran 13 Analisis Uji ANOVA dan Uji Duncan

ANOVA Sampel

Sum of Squares df

Mean Square F Sig.

Between Groups

513.717 8 64.215 20.804 .000

Within Groups 27.779 9 3.087 Total 541.496 17

VAR00002 Duncan Sample Jam ke- N Subset for alpha = .05 1 2 3 24.30 2 .3984a 72.30 2 .4358a 48.30 2 .9011a 72.20 2 1.3834a 72.10 2 2.6203a 24.10 2 6.7295b 24.20 2 7.4213b 48.10 2 14.1295c 48.20 2 14.4025c Sig. .271 .703 .880

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. Means Case Processing Summary

Cases Included Excluded Total

N Percent N Percent N Percent [IAA] µg/mL* Sample jam ke-

18 100.0% 0 .0% 18 100.0%

Page 33: OPTIMASI PRODUKSI ASAM INDOLASETAT OLEH Rhizobium sp

Lanjutan lampiran 13 Analisis Uji ANOVA dan Uji Duncan Report Konsentrasi IAA (µg/mL) Sampel jam ke- Mean N

Std. Deviation

24.10 6.7295 2 1.24522 24.20 7.4213 2 2.93520 24.30 .3984 2 .00000 48.10 14.1295 2 3.58715 48.20 14.4025 2 2.01596 48.30 .9011 2 .23716 72.10 2.6203 2 .59298 72.20 1.3834 2 .20761 72.30 .4358 2 .48030 Total 5.3802 18 5.64382

Page 34: OPTIMASI PRODUKSI ASAM INDOLASETAT OLEH Rhizobium sp