49
i OPTIMASI SALINITAS YANG BERBEDA TERHADAP DAYA TETAS TELUR KEPITING BAKAU (Scylla serrata) DARWIS 10594 00659 11 PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2016

OPTIMASI SALINITAS YANG BERBEDA TERHADAP DAYA …

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: OPTIMASI SALINITAS YANG BERBEDA TERHADAP DAYA …

i

OPTIMASI SALINITAS YANG BERBEDA TERHADAP DAYA

TETAS TELUR KEPITING BAKAU (Scylla serrata)

DARWIS

10594 00659 11

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2016

Page 2: OPTIMASI SALINITAS YANG BERBEDA TERHADAP DAYA …

ii

OPTIMASI SALINITAS YANG BERBEDA TERHADAP DAYA

TETAS TELUR KEPITING BAKAU (Scylla serrata)

SKRIPSI

DARWIS

10594 00659 11

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

Gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi

Budidaya Perairan

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2016

Page 3: OPTIMASI SALINITAS YANG BERBEDA TERHADAP DAYA …

iii

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Penelitian : Optimasi Salinitas yang Berbeda Terhadap Daya

Tetas Telur Kepiting Bakau (Scylla serrata).

Nama Mahasiswa : Darwis

Stambuk : 10594 00659 11

Program Studi : Budidaya Perairan (BDP)

Fakultas : Pertanian

Makassar, Juni 2016

Telah Diperiksa dan Disetujui

Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dr.Rahmi, S.Pi., M.Si Ir. Andi Khaeriyah.,M.Pd

NIDN : 0905027904 NIDN: 0926036803

Diketahui,

Dekan Fakultas Pertanian Ketua Program studi

Budidaya Perairan

Ir. H. Saleh Molla, MM Murni, S.Pi., M.Si

NIDN: 0931126113 NIDN : 0903037306

Page 4: OPTIMASI SALINITAS YANG BERBEDA TERHADAP DAYA …

iv

HALAMAN PENGESAHAN KOMISI PENGUJI

Judul Penelitian : Optimasi Salinitas yang Berbeda Terhadap Daya

Tetas Telur Kepiting Bakau (Scylla serrata).

Nama Mahasiswa : Darwis

Stambuk : 10594 00659 11

Program Studi : Budidaya Perairan (BDP)

Fakultas : Pertanian

SUSUNAN KOMISI PENGUJI

Nama Tanda Tangan

1. Dr.Rahmi, S.Pi., M.Si (........................)

Ketua Sidang

2. Ir. Andi Khaeriyah, M. Pd (........................)

Sekretaris

3. Dr. Abdul Haris Sambu, M.Si (.....................)

Anggota

4. H. Burhanuddin, S.Pi., M.P (.....................)

Anggota

Tanggal Lulus …………………………..

Page 5: OPTIMASI SALINITAS YANG BERBEDA TERHADAP DAYA …

v

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:

Optimasi Salinitas yang Berbeda Terhadap Daya Tetas Telur

Kepiting Bakau (Scylla serrata). Adalah benar-benar merupakan hasil karya saya

sendiri yang belum diajukan oleh siapapun, bukan merupakan pengambil alihan

tulisan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber

data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun

tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebut kedalam teks dan dicantumkan

dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Makassar, Juni 2016

Darwis

Nim: 10594 00659 11

Page 6: OPTIMASI SALINITAS YANG BERBEDA TERHADAP DAYA …

vi

ABSTRAK

DARWIS. 10594 00659 11. Optimasi Salinitas yang Berbeda Terhadap

Daya Tetas Telur Kepiting Bakau (Scylla serrata). Dibimbing oleh RAHMI dan

ANDI KHAERIYAH.Tujuan penelitian ini untuk menentukan salinitas optimal

terhadap daya tetas telur kepiting bakau (Scylla serrata), serta mengetahui

permasalahan yang dihadapi dalam pembenihan atau pembudidayaan. Metode

penelitian yang digunakan adalah induk kepiting bakau berat rata-rata 490 gram

dengan tingkat kematangan gonad IV. Setiap wadah penelitian ditebar induk

rajungan sebanyak 1 ekor. Wadah yang digunakan adalah akuarium berukuran

50x40x30 cm3. Jumlah wadah penelitian sebanyak 9 buah untuk media penetasan

telur kepiting bakau. Air media penetasan telur rajungan sebanyak 30 liter/wadah.

Perlakuan yang dicobakan adalah salinitas berbeda terhadap daya tetas telur

kepiting rajungan. Pada penelitian ini terdapat 3 perlakuan dengan 3 kali ulangan,

yaitu salinitas 25 ppt (perlakuan A), 30 ppt (perlakuan B), dan 35 ppt (perlakuan

C).Hasil penelitian yang dilakukan selama ±1 bulan menunjukkan bahwa daya

tetas tertinggi telur kepiting bakau terdapat pada perlakuan 30 ppt yaitu 51.95%.

Disarankan memperhatikan dan menjaga kualitas air terutama salinitas media

penetasan telur kepiting bakau untuk memperoleh hasil penetasan telur yang

optimal. Disarankan pula menguji salinitas 30 ppt dengan penebaran dan volume

air yang lebih banyak untuk mendapatkan hasil yang lebih baik lagi.

Kata Kunci: Telur Kepiting Bakau, Salinitas, Daya Tetas.

Page 7: OPTIMASI SALINITAS YANG BERBEDA TERHADAP DAYA …

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmatnya sehingga

penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan Optimasi Salinitas yang

Berbeda Terhadap Daya Tetas Telur Kepiting Bakau (Scylla serrata), guna

memenuhi salah satu syarat menyelesaikan program study budidaya perairan

jurusan perikanan fakultas pertanian Universitas Muhammadiayah Makassar.

Tidak lupa pula penulis mengirimkan Shalawat kepada Rasulullah Muhammad

SAW pengembang amanah mulia dan guru ilmu pengetahuan yang maha luas bagi

seluruh umat manusia. Penulis mengambil judul penelitian ini karena tingginya

permintaan kepiting bakau baik tingkat benih maupun rajungan konsumsi.

Tingginya permintaan tersebut masih terkendala oleh rendahnya daya tetas telur

menjadi larva yang salah satu penyebabnya adalah belum banyaknya pengetahuan

tentang salinitas optimal air media penetasan telur.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skirpsi ini tidak akan selesai tanpa

bantuan berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis mengucapkan

banyak terima kasih kepada:

1. Ayahanda dan ibunda tercinta yang telah mendidik saya sampai ketahap

ini, yang telah memberikan dorongan semangan dan materi dalam proses

penyelesaian karya ilmiah ini.

Page 8: OPTIMASI SALINITAS YANG BERBEDA TERHADAP DAYA …

viii

2. Ibu Rahmi, S.Pi., M.Si, selaku pembimbing pertama yang telah banyak

membantu dalam bentuk arahan dan masukan baik teknis maupun

nonteknis mulai dari tahap proposal, tahap penelitian, sampai penyusunan

skripsi ini.

3. Ibu Ir. Andi Khaeriyah., M.Pd, selaku pembimbing kedua yang telah

banyak membantu dalam bentuk arahan dan masukan baik teknis maupun

nonteknis mulai dari tahap proposal, tahap penelitian, sampai penyusunan

skripsi ini.

4. Bapak Dr. Abdul Haris Sambu, M.Si, selaku penguji pertama yang telah

banyak memberikan masukan berupa kritik dan saran dalam pembuatan

skripsi ini.

5. Bapak Ir. H. Burhanuddin, M.P, selaku penguji kedua yang telah

memberikan motivasi dan nasehat bagi penulis selama kuliah di Fakultas

Pertanian dan pembuatan skripsi ini.

6. Bapak Ir. H. Saleh Molla., MP, selaku dekan Fakultas Pertanian yang

selalu memberikan motivasi dan nasehat bagi penulis selama kuliah di

Fakultas Pertanian.

7. Bapak dan Ibu dosen beserta staf akademik yang telah memberikan ilmu

yang sangat bermanfaat bagi penulis selama kuliah di Fakultas Pertanian

Universitas Muhammadiyah Makassar.

8. Seluruh pegawai dan staf BPBAP Takalar yang telah memberikan

kesempatan berupa ijin lokasi, bantuan teknis dan nonteknis selama

penelitian.

Page 9: OPTIMASI SALINITAS YANG BERBEDA TERHADAP DAYA …

ix

9. Teman-teman program studi budidaya perairan khususnya angkatan 2011

yang telah memberikan bantuan selama melaksanakan aktifitas kampus

samapai ketahap penulisan skripsi ini.

Penulis sangat menyadari bahwa karya ilmiah ini masih banyak

kekurangan, maka kritikan dan saran dari berbagai pihak yang bersifat

membangun sangat penulis harapkan. Penulis juga berharap agar karya ilmiah ini

dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatu........

Penulis

Darwis.

Page 10: OPTIMASI SALINITAS YANG BERBEDA TERHADAP DAYA …

x

DAFTAR ISI

Sampul i

Halaman Sampul ii

Halaman Pengesahan iii

Halaman Pengesahan Komisi Penguji iv

Pernyataan Mengenai Skripsi Dan Sumber Informasi v

Abstrak vi

Kata Pengantar vii

Daftar Isi x

Daftar Tabel xii

Daftar Gambar xiii

Daftar Lampiran xiv

I. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Tujuan dan Kegunaan 2

II. Tinjauan Pustaka

2.1. Klasifikasi dan Morfologi Kepiting Bakau 3

2.2. Habitat, Penyebaran dan Siklus Hidup 4

2.3. Makanan dan Kebiasaan Makan 6

2.4. Reproduksi 7

2.5. Faktor yang Mempengaruhi Daya Tetas Telur 9

2.5.1. Faktor kimia 9

2.5.2. Faktor Fisika 12

2.5.3. Faktor Biolgi 12

2.6. Penetasan Telur Kepiting Bakau (Scylla Serrta) 13

2.7. Salinitas 14

III. Metode Penelitian

3.1. Waktu dan Tempat 15

3.2. Alat dan Bahan 15

3.3. Prosedur Penelitian 16

3.3.1. Persiapan Induk Kepiting Bakau 16

3.3.2. Persiapan Wadah Penelitian 17

3.3.3. Persiapan Media Penelitian 17

3.3.4. Penentuan Salinitas 18

3.4. Rancanagan Penelitian 18

3.5. Pubah yang Diamati 19

3.5.1 Daya Tetas Telur 19

3.5.2. Analisis Kualitas Air 20

3.8. Analisa Data 20

Page 11: OPTIMASI SALINITAS YANG BERBEDA TERHADAP DAYA …

xi

IV. Hasil dan Pembahasan

4.1. Daya Tetas Telur Kepiting Bakau 21

4.2. Kualitas Air 24

V. Kesimpulan dan Saran

5.1. Kesimpulan 26

5.2. Saran 26

Daftar Pustaka 27

Page 12: OPTIMASI SALINITAS YANG BERBEDA TERHADAP DAYA …

xii

DAFTAR TABEL

No Teks Halaman

1. Alat yang digunakan pada saat penelitian 15

2. Bahan dan kegunaan pada saat penelitian 16

3. Daya tetas telur kepiting bakau pada setiap perlakuan 21

4. Parameter kualitas air media penelitian dari setiap perlakuan 24

Page 13: OPTIMASI SALINITAS YANG BERBEDA TERHADAP DAYA …

xiii

DAFTAR GAMBAR

No Teks Halaman

1. Morfologi kepiting bakau (Scylla serrata) 3

2. Perbedaan Kepiting Bakau Jantan dan Betina 4

3. Siklus hidup kepiting bakau 6

4. Kepiting Matang Gonad 14

5. Rancangan Acak Lengkap 19

6. Rata-rata daya tetas kepiting bakau pada setiap perlakuan 22

Page 14: OPTIMASI SALINITAS YANG BERBEDA TERHADAP DAYA …

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

No Teks Halaman

1. Tabel data berat induk dan gonad kepiting bakau pada penelitian 29

2. Tabel kepadatan larva kepiting bakau pada setiap perlakuan 29

3. Hasil uji anova daya tetas telur kepiting bakau. 30

4. Hasil uji lanjut LSD daya tetas kepiting bakau 30

5. Foto-foto penelitian 31

Page 15: OPTIMASI SALINITAS YANG BERBEDA TERHADAP DAYA …

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu komoditas andalan

perikanan yang tersebar di perairan payau kepulauan Indonesia khususnya

perairan hutan bakau. Dengan sumber daya hutan bakau yang membentang luas

diseluruh kawasan pantai nusantara, maka tidak heran jika Indonesia dikenal

sebagai pengeskpor kepiting yang cukup besar dibanding dengan negara- negara

produsen kepiting lainnya.

Berdasarkan pertimbangan kontinyuitas produksi, maka perlu

dikembangkan budidaya kepiting bakau secara terkontrol, guna menunjang usaha

budidaya kepiting yang efektif, efisien dan menguntungkan secara ekonomis

maka perlu dilakukan pengkajian terhadap sifat-sifat biologis kepiting bakau.

Hal tersebut dimaksudkan agar manipulasi terhadap lingkungan budidaya

memberikan pertumbuhan yang maksimal. Salinitas merupakan masking faktor

bagi organisme akuatik yang dapat memodifikasi peubah fisika dan kimia air

menjadi satu kesatuan pengaruh yang berdampak terhadap organisme. Hal ini

sangat berpengaruh terhadap proses metabolisme kepiting yang dapat berpengaruh

pada tingkat pembelanjaan energi. Oleh sebab itu, perkembangan kepiting yang

maksimum hanya dapat dihasilkan apabila penggunaan energi untuk

metabolisme.Salah satu persoalan pelik yang dihadapi dalam budidaya kepiting

secara umum adalah terkait dengan keseimbangan lingkungan budidaya utamanya

salinitas.

Page 16: OPTIMASI SALINITAS YANG BERBEDA TERHADAP DAYA …

2

Keberhasilan suatu usaha budidaya sangat tergantung pada keberhasilan

menjaga kondisi lingkungan budidaya dan sekitarnya, hal ini sangat terkait

dengan daya dukung, daya tampung dan daya asimilasi dalam lingkungan

tersebut. Menurut (Karim, 2013) salinitas dapat mempengaruhi fisiologi kepiting

bakau. Dalam hubungan dengan salinitas, kepiting bakau termasuk akuatik

euryhaline yaitu mampu hidup pada rentang salinitas yang lebar. Namun (Effendi,

2003), menyatakan bahwa salinitas yang baik untuk pemeliharaan telur dan larva

kepiting bakau berkisar 27-30 ppt.

Salinitas diduga mempengaruhi struktur dan fungsi organ organisme

perairan melalui perubahan tekanan osmotik. Pengaruh negatif salinitas yang

tinggi semakin buruk dengan meningkatnya suhu dan lebih buruk lagi ketika

pergantian air tidak dapat dilakukan akibat pasang rendah. Untuk itu penentuan

teknik budidaya dipandang perlu karena berkaitan dengan strategi pengembangan

sistem usaha yang dapat meningkatkan produktifitas budidaya kepiting ke depan.

1.2. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan salinitas optimal terhadap

daya tetas telur kepiting bakau (Scylla serrata), serta mengetahui permasalahan

yang dihadapi dalam pembenihan atau pembudidayaan. Berdasarkan

pertimbangan kontinyuitas produksi, maka perlu dikembangkan budidaya kepiting

bakau secara terkontrol. Guna menunjang usaha budidaya kepiting yang efektif,

efisien dan menguntungkan secara ekonomis maka perlu dilakukan penelitian.

Page 17: OPTIMASI SALINITAS YANG BERBEDA TERHADAP DAYA …

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi dan Morfologi Kepiting Bakau

Secara taksonomi kepiting bakau diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Phyllum : Arthropoda

Class : Crustacea

Ordo : Decapoda

Familia : Portunidae

Genus : Scylla

Spesies : Scylla sp

Secara Morfologi kepiting bakau tampak seperti gambar berikut:

Gambar. 1 Morfologi kepiting bakau (Scylla serrata)

Kepiting memiliki ukuran (Scylla serrata) lebar karapas lebih besar dari

pada ukuran panjang tubuhnya dan permukaannya agak licin. Pada dahi antara

sepasang matanya terdapat enam buah duri dan disamping kanan serta kirinya

terdapat sembilan buah duri. Kepitng bakau jantan mempunyai sepasang capit

Page 18: OPTIMASI SALINITAS YANG BERBEDA TERHADAP DAYA …

4

yang dapat mencapai panjang hampir dua kali lipat dari pada panjang karapasnya,

sedangkan kepiting bakau betina relatif lebih pendek. Selain itu, kepiting baku

juga memiliki 3 pasang kaki jalan dan sepasang kaki renang. Kepiting bakau

berjenis kelamin jantan ditandai dengan abdoment bagian bawah berbentuk

segitiga meruncing, sedangkan pada betina kepiting bakau melebar (Soim 1994).

Perbedaan morfologi antara kepiting bakau jantan dan betina dapat dilihat pada

Gambar 2.

Gambar.2. Perbedaan Kepiting Bakau Jantan dan Betina.

2.2. Habitat, Penyebaran dan Siklus Hidup

Habitat kepiting bakau adalah daerah perairan payau yang merupakan

muara ataau pertemuan antara air asin dan air tawar. Kepiting bakau menyebar

merata hampir diseluruh perairan hutan bakau atau hutan mangrove yang tersebar

diwilayah pesisir Indonesia. Kepiting bakau juga bisa ditemukan pada daerah-

daerah estuaria, perairan pantai berlumpur dan di daerah tambak-tambak air

payau.

Page 19: OPTIMASI SALINITAS YANG BERBEDA TERHADAP DAYA …

5

Menurut Ghufron dan Kordi, (1997) dalam pertumbuhannya semua jenis

kepiting sering berganti kulit (moulting). Habitat kepiting tergantung dari daur

hidupnya, dalam menjalani hidupnya kepiting beruaya dari perairan pantai

keperairan laut, kemudian induk dan anak-anaknya kembali keperairan pantai,

muara-muara sungai atau hutan bakau. Kepiting yang siap melakukan perkawinan

akan masuk keperairan hutan bakau atau tambak. Setelah melakukan perkawinan

itu, kepiting betina perlahan-lahan meninggalkan pantai ketengah laut untuk

berpijah. Setelah telur menetas maka muncul larva tingkat 1 (Zoea 1) dan terus-

menerus berganti kulit sambil terbawa arus ke perairan pantai.

Kanna (1991), menyatakan bahwa kepiting muda yang baru berganti kulit

dari megalopa yang memasuki muara sungai dapat mentoleransi salinitas air yang

rendah (10-24 ppt) dan suhu diatas 100C. Menurut Ghufron dan Kordi, (1997),

penyebaran kepiting cukup luas mulai dari Selatan dan Timu Afrika, Mozambi,

terus ke Iran, pakistan, India, Srilanka, Bangladesh, Negara ASEAN, Cina,

Vietnam, Kamboja, Jepang, Taiwan, Lautan Pasifik, Hawai, Selandia Baru dan

Australia Selatan.

Secara siklus hidup kepiting bakau menjalani metamorphosis sempurna,

artinya bak larva berlainan sama sekali dengan bentuk dewasanya. Telur kepiting

bakau yang telah dibuahi akan menetas menjadi Zoea, megalopa, kepiting muda

dan akhirnya menjadi kepiting dewasa. Selama masa pertumbuhan, kepiting

bakau menjadi dewasa akan mengalami pergantian kulit antara 17-20 kali

tergantung kondisi lingkungan dan pakan yang dapat mempengaruhi

pertumbuhan.

Page 20: OPTIMASI SALINITAS YANG BERBEDA TERHADAP DAYA …

6

Proses pergantian kulit pada fase Zoea berlangsung relative lebih cepat

sekitar3-4 hari, sedangkan pada Fase megalopa proses dan interval pergantian

kulit relative lama yaitu setiap 15 hari. Setiap ganti kulit tubuh kepiting akan

bertambah besar sekitar 1/3 kulit ukuran dan panjang karapas 5-10 mm pada

kepiting dewasa. Kepiting dewasa umur12 bulan memiliki karapas sepanjang

17cm dan berat sekitar 200 gram.

Gambar 3. Siklus hidup kepiting bakau.

2.3. Makanan dan Kebiasaan Makan

Kanna (1991), mengemukakan bahwa pakan yang diberikan untuk

kepiting berupa potongan-potongan daging ikan, cumi-cumi, maupun daging

udang, dan ukuran pakan juga disesuaikan dengan kemampuan kepiting untuk

mencengkram pakan. Kepiting tergolong pemakan segala (omnivora) dan

pemakan bangkai (scavenger). Sedangkan larva kepiting memakan plankton.

Kepiting tergolong hewan nocturnal, pada saat sianghari kepiting

cendrung membenamkan diri atau bersembunyi didalam lumpur. Kepiting bakau

Page 21: OPTIMASI SALINITAS YANG BERBEDA TERHADAP DAYA …

7

muda dan dewasa bersifat pemakan segala dan pemakan bangkai sedangkan larva

kepiting bakau bersifat pemakan plankton. Jenis makanan yang dimakan larva

kepiting adalah diatom, tetra selmis, clorella, rotifer, larva ekinodermata, larva

berbagai molusca, cacing dan binatang kecil lainnya.

Umumnya pada tempat pembudidayaan pakan yang diberikan ialah ikan

rucah yang harganya murah atau binatang-binatang pengganggu di tambak seperti

ular, belut yang dipotong-potong kecil-kecil. Di Negara lain seperti Malaysia dan

Philippina, dianjurkan untuk memberi pakan kepiting dengan bahan-bahan

buangan dari penyembelihan hewan ( jerohan) ayam, dan ternak lain. Banyaknya

ransum 3-5 % berat biomassa kepiting 2-3 kali sehari. Pemberian yang terlalu

banyak , pakan akan bersisa dan membusuk dalam tambak sehingga kurang baik

akibatnya bagi kepiting. Karena itu petani harus mengamati keadaan mutu air

tambak, sehingga bila terjadi hal yang memburuk, dapat dilakukan pergantian air,

pada waktu terjadi pasang.

2.4. Reproduksi

Kepiting bakau melalui memijah pada umur 12 bulan atau pada ukuran

karapasnya 120 mm. ketika hendak memijah, kepiting bakau melakukan ruaya

yang tidak lebih dari 1 km dari pantai. Pemijahan berlangsung di dasar perairan

yang dalam. Bila kepiting bakau mulai matang gonad yang ditandai dengan

mengandung telur disela-sela bagian dalam kerapasnya maka, akan mencari

tempat yang sunyi, aman dan terlindung dari berbagai gangguan.

Kepiting bakau jantan kemudian membuntuti dan ketika terjadi

kecocokan, maka kepiting jantan naik kekepiting betina dengan posisi perut

Page 22: OPTIMASI SALINITAS YANG BERBEDA TERHADAP DAYA …

8

keduanya menghadap kebawah. Dengan posisi itu kepiting janatan berenang

membawa kepiting betina mencari tempat yang sunyi. Sekitar 7 hari kemudian

induk kepiting bakau betina berganti kulit (moulting) yang disertai dengan

pengeluaran hormon yang menarik kepiting jantan untuk mendekatinya. Kepiting

betina yang masih dalam kondisi lunak tidak tertutup kemungkinan akan hancur

oleh capit-capait kepiting jantan.

Setelah kerapas kepiting betina mulai mengeras, kepiting jantan akan

mulai berlahan-lahan membalikkan tubuh kepiting betina sehingga perut dan alat

kelaminnya saling berhadapan, beberapa jam kemudian terjadilah pembuahan.

Telur yang dibuahi akan dikeluarkan seluruhnya dan berserakan.

Selanjutkan telur-telur tersebut dikumpulkan kembali oleh induk betina

dengan bantuan kaki jalan dan ditata pada poleopod (wadah telur) oleh kedua kaki

renangnya. Telur yang dibuaahi akan menetes 9-15 hari setelh telur dikeluarkan.

Seekor betina dapat mengandung 2 samapai 8 juta butir telur tergantung dari

ukuran kepiting.

Tingkat perkembangan kepiting bakau dibagi dalam 3 fase, yaitu fase

embrio (telur), fase larva dan fase kepiting sempurna. Pada fase larva dikenal

tingkat zoea I, II, III, IV, V dan megalopa. Sedanagkan pada fase kepiting

sempurna dikenal kepiting muda dan kepiting dewasa.

Telur kepiting bakau menetas menjadi larva yang dibagi kedalam zoea I,

II, III, IV, dan V. Pada setiap ganti kulit zoea tumbuh dan berkembang menjadi

lebih besar dan lebih berat, dan pada tingkat megalopa bentuk tubuhnya sudah

mirip kepiting dewasa, kecuali abdomennya masih berbentuk seperti ekor yang

Page 23: OPTIMASI SALINITAS YANG BERBEDA TERHADAP DAYA …

9

relatif panjang. Apabila megalopa berganti kulit untuk menjadi kepiting muda

pertama, abdomen bentuk ekor berubah seperti pada kepiting dewasa.

Pada setiap perkembanagan zoea diperlukan waktu yaitu dari zoea I

sampai zoea V umumnya sekitar 2- 3 hari, sedangkan lamanya metamorfosis kira-

kira antara 17-26 hari. Proses ganti kulit pada tingkat zoea relatif cepat yaitu 3-4

hari, pada megalopa di butuhkan waktu sekitar 7-10 hari, dan ganti kulit pada fase

ini sekitar 11-15 hari.

Pada fese kepiting muda berwal dari megalopa berganti kulit atau umur

kepiting mencapai 30-35 hari setelah penetesan. Sejak hingga dewasa, kepiting

bakau mengalami ganti kulit sebanyak 17-20 kali. Fase terakhir kepiting muda

adalah fase 16 atau 17 dengan panjang kerapas sekitar 100 mm.

2.5. Faktor yang Mempengaruhi Daya Tetas Telur

Keberhasilan dalam proses penetasan telur merupakan salah satu tahapan

terpenting dalam proses pembenihan, baik yang dilakukan secara alami maupun

buatan. Telur yang telah dibuahi oleh sperma akan berkembang hingga menetas

dan menjadi larva yang kemudian siap untuk didederkan. Keberhasilan penetasan

telur dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:

2.5.1. Faktor kimia

Kelarutan oksigen (DO) juga akan mempengaruhi proses penetasan

Oksigen tersebut masuk ke dalam telur secara difusi melalui lapisan permukaan

cangkang telur. Kebutuhan oksigen optimum untuk kegiatan penetasan telur

adalah > 5 mg/L. Selain oksigen, untuk keperluan perkembangan, diperlukan

Page 24: OPTIMASI SALINITAS YANG BERBEDA TERHADAP DAYA …

10

energi yang berasal dari kuning telur (yolk sac) dan kemudian butir minyak (oil

globule). Oleh karena itu, kuning telur terus menyusut sejalan dengan

perkembangan embrio. Energi yang terdapat dalam kuning telur berpindah ke

organ tubuh embrio.

Gas terlarut dalam air juga berpengaruh terhadap penetasan telur, terutama

zat asam arang dan ammonia yang menyebabkan kematian embrio pada masa

pengeraman. Kematian dan pertumbuhan embrio yang jelek serta pigmentasi yang

banyak, dapat berakibat pada terganggunya proses penetasan.

Sementara itu, derajat keasaman (pH) akan mempengaruhi kerja enzim

chorionase. Pada pH 7,1 – 9,6 enzim ini akan bekerja secara optimum. Tekanan

zat asam ini akan mempengaruhi unsur meristik pada jumlah tulang belakang,

dimana apabila jumlah zat asam tinggi maka jumlah ruas tulang belakang

bertambah, sebaliknya jika zat asam rendah maka jumlah ruas tulang belakang

berkurang jumlahnya.

Salinitas merupakan salah satu parameter kualitas air yang sangat

berpengaruh terhadap kelangsungan penetasan telur kepiting bakau. Salinitas

mempengaruhi kemampuan penetasasan yang cepat dan lambat, hal ini diduga

kondisi lingkungan yang dibutuhkan harus sesuai salinitas dengan kondisi habitat

aslinya. Kemampuan penetasan telur dipengaruhi daya dukung lingkungan,

terutama tingkat osmotik media (salinitas).

Karena perbedaan salinitas akan berpengaruh pada pengaturan ion-ion

guna mempertahankan lingkungan internal, yang secara langsung memerlukan

energi yang secara langsung untuk transfor aktif ion-ion guna memperetahankan

Page 25: OPTIMASI SALINITAS YANG BERBEDA TERHADAP DAYA …

11

lingkungan internal, yang sebelumnya telah melakukan penelitian tentang

perbedaan salinitas terhadap daya tetas telur kepiting bakau (Scylla serrata).

Mulyawan dkk, (2010) telah menguji kepiting bakau (Scylla serrata) dengan 3

perlakuan pada salinitas yang berbeda yaitu A (15 ppt), B (25 ppt) bisa memijah,

tetapi kedua perlakuan C (30 ppt). Perlakuan C (30 ppt) memiliki kemampuan

memijah lebih cepat,hal ini diduga kondisi lingkungan yang dibutuhkan sesuai

dengan habitat asli.

Derajat penetasan kepiting bakau (Scylla serrata) yang terjadi pada hari

ke-10 pada perlakuan A (15 ppt) adalah 0 % (tidak terjadi penetasan). Hal ini

disebabkan karena pada salinitas 15 ppt diduga kemampuan kerja osmotik yang

minimal dan memerlukan peradaptasian terhadap salinitas.Perlakuan B jumlah

telur yang ditetaskan adalah 91,8 %, dengan salinitas 25 ppt dan perlakuan C

telur yang menetas adalah 75,8 %, dengan salinitas 30 ppt, rendah daya tetasnya

diduga karena cangkang telur mengeras sehingga menyulitkan larva keluar dari

telur dan dapat menyebabkan cacat bahkan mati pada larva. Dari hasil penelitian

ditemukan salinitas yang optimal pada penetasan telur kepiting bakau terhadap

perbedaan salinitas yaitu terdapat pada perlakuan B 25 ppt.

Hal ini juga akan berpengaruh pada proses fisiologis yang dapat

berakibat pada kerusakan pada telur kepiting pada salinitas yang tidak stabil

mengakibatkan rendahnya daya tetasnya diduga karena cangkang telur mengeras

sehingga menyulitkan larva keluar dari telur dan juga dapat menyebabkan cacat

bahkan mati pada larva (Subyakto dan Cahyaningsih, 2003).

Page 26: OPTIMASI SALINITAS YANG BERBEDA TERHADAP DAYA …

12

2.5.2. Faktor Fisika

Suhu sangat berpengaruh terhadap proses dan lama waktu penetasan telur.

Proses penetasan umumnya berlangsung lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi

karena pada suhu yang tinggi proses metabolisme berjalan lebih cepat sehingga

perkembangan embrio juga akan lebih cepat yang berakibat lanjut pada

pergerakan embrio dalam cangkang yang lebih intensif. Namun demikian, suhu

yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat menghambat proses penetasan,

bahkan suhu yang terlalu ekstrim atau berubah secara mendadak dapat

menyebabkan kematian embrio dan kegagalan penetasan. Juwana dan

Romimohtarto (2000), menyatakan bahwa suhu yang baik untuk pemeliharaan

telur dan larva kepiting bakau berkisar antara 28-31 ºC.

Faktor cahaya juga mempengaruhi masa pengeraman, telur yang

diletakkan pada tempat yang gelap akan menetas lebih lambat dibandingkan

dengan telur yang diletakkan pada tempat yang terang.

2.5.3. Faktor Biolgi

Faktor yang berpengaruh pada penetasan telur salah satunya adalah adalah

bacteria, jamur dan protozoa yang berakibat cacatnya telur, proses penetasannya

semakin lambat dan mengurangi tingkat optimal atau kualitas telur bahkan telur

yang menetas tidak normal dikarenakan melekatnya, terinfeksi oleh bakteri dan

jamur pada telur kepiting bakau.

Page 27: OPTIMASI SALINITAS YANG BERBEDA TERHADAP DAYA …

13

2.6. Penetasan Telur Kepiting Bakau (Scylla Serrta)

Selama proses penetasan telur berlangsung induk kepiting tidak diberi

pakan apapun. Penetasan telur kepiting dapat dilakukan dalam bak fiber gelas

yang berbentuk kerucut dengan volume 300 – 500 liter. Bak di isi air laut yang

disaring dengan fiber bogdan diaerasi secukupnya agar tidak mengganggu induk

yang akan menetaskan telurnya.

Air laut untuk penetasan sebaiknya mempunyai salinitas berkisar 32-35

ppt. Penetasan yang berlangsung pada suhu 29-30ºC dan salinitas 35 ppt

menghasilkan tingkat penetasan telur (hatching rate) kepiting terbesar 93,60 %

dan akan menurun sejalan dengan menurunnya salinitas. Untuk mengetahui

fekunditasnya,satu buah bak penetasan dapat di isi seekor induk kepiting matang

telur.

Induk kepiting yang telah dimasukkan dalam bak penetasan tidak lagi

diberi pakan sampai telur-telurnya menetas perendaman telur dengan larutan

formalin berkadar 10 ppm dengan lama 24 jam di dalam bak penetasan sangat

membantu untuk membersihkan telur dari jamur yang menempel.

Selama perendaman dalam batas waktu tersebut, induk kepiting dan

perkembangan embrio dalam telur tidak berpengaruh. Penetasan berlangsung

selama 1-2 hari setelah induk dimasukkan kedalam bak penetasan. Penetasan

berlangsung pada pagi hari antara pukul 06.30-09.00 selama kurang lebih 1

sampai 2 jam dalam proses penetasan.

Page 28: OPTIMASI SALINITAS YANG BERBEDA TERHADAP DAYA …

14

Gambar 4. Kepiting Matang Gonad.

2.7. Salinitas

Salinitas merupakan parameter penunjuk jumlah bahan terlarut dalam air.

Salinitas pada umumnya dinyatakan sebagai berat jenis (specific gravity), yaitu

rasio antara berat larutan terhadap berat air murni dalam volume yang sama. Rasio

ini dihitung berdasarkan konidisi suhu 15°C.

Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam terlarut dalam air.

Salinitas juga dapat mengacu pada kandungan garam dalam tanah. Kandungan

garam pada sebagian besar danau, sungai, dan saluran air alami sangat kecil

sehingga air di tempat ini dikategorikan sebagai air tawar. Kandungan garam

sebenarnya pada air ini, secara definisi, kurang dari 0,05%.

Jika lebih dari itu, air dikategorikan sebagai air payau atau menjadi saline

bila konsentrasinya 3 sampai 5%. Lebih dari 5%, ia disebut brine. Air laut secara

alami merupakan air saline dengan kandungan garam sekitar 3,5%. Effendi

(2003), salinitas yang optimal untuk larva kepiting berkisar 28–31 ppt.

Page 29: OPTIMASI SALINITAS YANG BERBEDA TERHADAP DAYA …

15

III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Mei sampai Juni 2016 pada Divisi

Pembenihan Kepiting di Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar.

Lokasi penelitian berada di Desa Mappakalompo, Kecamatan Galesong,

Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan.

3.2. Alat dan Bahan

Keberhasilan suatu penelitian sangat ditunjang kelengkapan alat dan

bahan yang digunakan. Alat yang digunakan selama penelitian disajikan pada

Tabel 1.

Tabel 1. Alat yang digunakan pada saat penelitian

No Alat Kegunaan

1 Akuarium ukuran 50x40x30 cm3 Wadah pengamatan/penetasan

2 Bak Menampung air media/induk

3 Perlengkapan Aerasi Mensuplai oksigen

4 Blower Penambah/suplai oksigen

5 Timbangan Menimbang

6 Gelas ukur 1 L Menakar jumlah air media

7 Saringan Menyaring

8 DO Meter Mengukur oksigen terlarut

9 Thermometer Mengukur suhu

10 pH Meter Mengukur derajat keasaman

Page 30: OPTIMASI SALINITAS YANG BERBEDA TERHADAP DAYA …

16

Bahan yang digunakan pada penelitian ini disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Bahan dan kegunaan pada saat penelitian

No Bahan Kegunaan

1 Rajungan bakau gonad Hewan uji

2 Air laut Media penelitian

3 Air tawar Media pengenceran salintas air laut

4 Kaporit Sterilisasi bahan dan air media

5 Natrium thiosulfat Menetralkan air media

6 Deterjen Membersihkan wadah penelitian

3.3. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang dilakukan melipiti persiapan induk kepiting

bakau, persiapan wadah penelitian, persiapan media penelitian, dan penentuan

salinitas.

3.3.1. Persiapan Induk Kepiting Bakau

Untuk melakukan pembenihan kepiting bakau, kepiting bakau betina

yang diperlukan dalam pelitian ini. Tentu kepiting bakau betina yang dipilih

haruslah yang sudah matang gonad. Kematang gonad pada kepiting bakau betina

bisa dilihat dari bagian bawah perut kepiting dengan cara membuka katupnya.

Kepiting bakau betina yang sudah matang gonad dan siap memijah mempunyai

telur berwarna oranye gelap. Jika kepiting bakau betina mempunyai telur yang

belum matang dan ditandai dengan warna yang masih kuning cerah, kepiting

bakau betina ini perlu diablasi di salah satu tangkai matanya.

Page 31: OPTIMASI SALINITAS YANG BERBEDA TERHADAP DAYA …

17

Berat induk kepiting yang digunakan yaitu berat induk kepiting betina

matang gonad dengan TKG IV yaitu 490 gram selain itu kelengkapan tubuh pada

calon induk juga sangat perlu di perhatikan karena kualitas induk yang baik

adalah induk yang tidak memiliki kecacatan organ tubuh (Kanna, 2002).

3.3.2. Persiapan Wadah Penelitian

Penelitian ini menggunakan 9 buah akuarium berkapasitas 50 liter yang

diisi air sebanyak 30 liter serta dilengkapi aerasi untuk mensuplai oksigen pada

media penetasan. Sebelum digunakan wadah penelitian terlebih dahulu dicuci

dengan menggunakan air sabun dan dibilas hingga bersih. Siapnya wadah

penelitian ditandai dengan sudah keringnya wadah tersebut.

3.3.3. Persiapan Media Penelitian

Air yang digunakan dalam penetasan telur kepiting bakau disterilisasi

menggunakan larutan kaporit 20 ppm minimal selama 24 jam. Selama proses

sterilisasi air, aerasi tetap dijalankan dengan posisi keluaran udara maksimal. Air

yang telah steril ditampung pada bak penampungan dan selalu dalam keadaan

tertutup rapat untuk menghindari kontaminan. Air yang telah dikaporit sebelum

digunakan terlebih dahulu dinetralkan dengan natrium thiosulfat 10 ppm. Air

dapat digunakan setelah dilakukan test chlorin yang menunjukkan kandungan

Chlorine sebesar 0 ppm. Air yang telah disterilkan tersebut siap untuk digunakan

sebagai media penelitian.

Page 32: OPTIMASI SALINITAS YANG BERBEDA TERHADAP DAYA …

18

3.3.4. Penentuan Salinitas

Setelah air media telah siap maka tahap selanjutnya yaitu mentukan

salinitas sesuai perlakuan uji. Untuk mendapatkan media perlakuan sesuai dengan

tingkat salinitas yang diinginkan, dilakukan teknik pengenceran menggunakan

rumus:

V1 X N1 = V2 X N2

Dimana :

V1 = volume air laut

N1 = salinitas air laut mula-mula

V2 = volume setelah pengenceran

N2 = salinitas setelah pengenceran.

Setiap perlakuan dibuat sebanyak masing-masing 3 wadah sehingga

jumlah air media yang telah dibuat pengenceranya sebanyak 9 wadah, yang

berasal dari 3 perlakuan dikalikan 3 ulangan. Setiap perlakuan salinitas juga

dibuat air media cadangan untuk persiapan pergantian air pada saat dibutuhkan.

3.4. Rancanagan Penelitian

Salinitas yanga digunakan dalam penelitian ini teridiri atas 3 perlakuan

dan 3 ulangan sehingga terbentuk 9 unit wadah penelitian. Adapun perlakuan

yang diuji adalah sebagai berikut:

Perlakuan A dengan Salinitas = 25ppt

Perlakuan B dengan Salinitas = 30ppt

Perlakuan C dengan Salinitas = 35ppt

Page 33: OPTIMASI SALINITAS YANG BERBEDA TERHADAP DAYA …

19

Penempatan perlakuan dalam wadah percobaan dilakukan secara acak

dengan cara undian Gasperz, (1994). Tata letak percobaan tersebut disajikan pada

Gambar 5.

Gambar 5. Rancangan Acak Lengkap.

3.5. Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati meliputi daya tetas telur kepiting bakau dan analisis

kualitas air.

3.5.1. Daya Tetas Telur

Proses penetasan berlangsung pada pagi hari. Larva yang baru menetas

disebut pre-zoea yang sekitar 30 menit kemudian akan bermetamorfosa menjadi

Zoea-1. Zoea yang baru menetas dan telur yang tidak di buahi dihitung dari

sampel dan derajat penetasan. Jumlah total zoea yang dihasilkan diestimasi dari 5

titik dengan menggunakan aliquot water samples dengan volume 1 ml (Millamena

dan Quinitio, 2000). Zoea yang baru menetas dan telur yang tidak terbuahi

A1

B3

C2

B2

C3

A2

C1

A3

B1

Page 34: OPTIMASI SALINITAS YANG BERBEDA TERHADAP DAYA …

20

dihitung dari sampel dan derajat penetasan dikalkulasi dengan menggunakan

formula sebagai berikut:

HR= HZ

HZ+UFEX100%

Dimana : HR = Derajat penetasan (%)

HZ = Jumlah zoea yang menetas

UFE = Jumlah telur yang tidak dibuahi

3.5.2. Analisis Kualitas Air

Untuk menjaga kualitas air media penelitian, maka sisa-sisa pakan dan

kotoran kepiting uji setiap hari dibuang dengan cara menyipon. Agar kualitas air

media senantiasa berada dalam ambang batas kelayakan penetasan telur kepiting

bakau. Untuk mempertahankan salinitas perlakuan, maka dilakukan pengukuran

salinitas pada setiap pagi, siang dan sore dengan menggunakan hand

refraktometer. Jika terjadi peningkatan salinitas, maka dilakukan penambahan air

tawar sampai salinitas media sesuai dengan perlakuan. Selain salinitas parameter

kualitas air yang diukur meliputi pH, suhu, dan oksigen terlarut. Pengukuran

dilakukan 3 kali sehari hingga telur menetas menjadi larva.

3.6. Analisa Data

Untuk mengetahui pengaruh perlakuan salinitas berbeda terhadap

hatching rate telur kepiting bakau, maka dianalisis sidik ragam (Anova) dengan

bantuan SPSS 16.0. Apabila pengaruh perlakuan berbeda nyata maka dilanjutkan

dengan uji lanjut dengan metode LSD (Least Significant Differences), untuk

mengetahui pengaruh masing-masing perlakuan.

Page 35: OPTIMASI SALINITAS YANG BERBEDA TERHADAP DAYA …

21

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Daya Tetas Telur Kepiting Bakau

Daya tetas telur kepiting bakau setiap perlakuan dengan salinitas berbeda

disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Daya tetas telur kepiting bakau pada setiap perlakuan

Perlakuan Ulangan Jumlah

(%) HR (%)

1 2 3

A 50.00 48.72 48.72 147.44 49.15a

B 52.56 50.72 52.56 155.84 51.95b

C 46.15 44.87 44.38 135,40 45.13c

Keterangan: Huruf yang tidak sama menunjukkan berbeda nyata antara perlakuan

pada taraf 5% (p < 0,05).

Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa daya tetas telur kepiting bakau

terdapat pada perlakuan B (30 ppt) yaitu 51.95%. Disusul perlakuan A (25 ppt)

dengan daya tetas 49.15%. Daya tetas telur kepiting bakau terendah terdapat pada

perlakuan C (35 ppt) yaitu 45.13%. Hasil analisis of Varians (ANOVA)

menujukkan bahwa perlakuan dengan salinitas berbeda terhadap daya tetas telur

kepiting bakau berpengaruh nyata ntara perlakuan (p<0,05). Hasil uji lanjut

dengan metode LSD menujukkan bahwa perlakuan A berbeda nyata dengan

perlakuan B dan C. Perlakuan B berbeda nyata dengan perlakuan A dan C.

Peranan salinitas pada perkembangan telur kepiting rajunga berhubungan

dengan proses osmoregulasi. Osmoregulasi adalah pengaturan tekanan osmotik

cairan tubuh yang layak bagi kehidupan sehingga proses-proses fisiologis

Page 36: OPTIMASI SALINITAS YANG BERBEDA TERHADAP DAYA …

22

tubuhnya berjalan normal (Rahardjo, 1980 dalam Wulandari, 2006). Daya tetas

telur kepiting bakau dengan salinitas berbeda juga disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Rata-rata daya tetas kepiting bakau pada setiap perlakuan.

Ditinjau dari aspek ekofisiologi, organisme akuatik dapat dibagi ke

dalam dua kategori sehubungan dengan mekanisme kemampuan dalam

menghadapi tekanan osmotik media (salinitas), yaitu osmokonformer dan

osmoregulator. Osmokonformer adalah organisme yang secara osmotik labil

karena tidak rnemiliki kemampuan mengatur osmolaritas (kandungan garam dan

air) cairan internalnya. Oleh karena itu, osmolaritas cairan tubuhnya selalu

berubah sesuai dengan kondisi osmolaritas media hidupnya. Osmoregulator

adalah organisme yang mempunyai kemampuan untuk menjaga kemantapan

lingkungan internalnya dengan cara mengatur osmolaritas cairan internalnya

(Mantel dan Farmer, 1983: Nybakken, 1990).

Gambar 6, terlihat bahwa daya tetas telur kepiting bakau tertinggi

terdapat pada perlakuan B (30 ppt) yaitu 51.95%. Hal tersebut merupakan

perlakuan terbaik karen salinitas 30 ppt dianggap paling dapat ditolerir oleh telur

49.15 51.9545.13

0

10

20

30

40

50

60

A B C

Day

a Te

tas

(%)

Perlakuan

Page 37: OPTIMASI SALINITAS YANG BERBEDA TERHADAP DAYA …

23

kepiting bakau untuk dapat menetas menjadi larva. Salinitas 30 ppt juga membuat

telur masih dapat menjaga kemantapan lingkungan internalnya dengan cara

mengatur osmolaritas cairan internalnya. Kanna, (2002) menyatakan bahwa

salinitas sangat penting untuk mengetahui tingkat keberhasilan penetasan telur

kepiting.

Daya tetas telur kepiting bakau tertinggi kedua terdapat pada

perlakuan A (25 ppt) dengan daya tetas 49.15%. Rendahnya daya tetas

dibandingkan perlakuan B disebabkan telur mulai kehilangan keseimbangan

mengatur ion dalam tubuh dengan ion yang ada dalam media. Hal tersebut

disebabkan karena salinitas 25 ppt belum optimal sebagai media penetasan telur

kepiting bakau. Anggoro (1992), bahwa pada tingkat salinitas yang terlalu tinggi

atau rendah dan fluktuasinya yang lebar dapat menyebabkan kematian pada

organisme akuatik. Kematian tersebut disebabkan gejala osmolaritas internal,

yaitu terganggunya keseimbangan osmolaritas cairan dalam tubuh telur kepiting

bakau dengan cairan media. Semakin besar perbedaan osmolaritas antara cairan

tubuh telur dengan media eksternalnya, akan semakin besar pula kebutuhan energi

untuk kerja osmotik.

Perlakuan dengan daya tetas terendah terdapat pada perlakuan C (35 ppt).

Tingginya salinitas air media penetasan membuat telur kepiting sulit

menyeimbangkan ion media dengan ion yang ada dalam telur. Hal tersebut

membuat cangkang telur mengeras sehingga lebih banyak telur gagal menetas

menjadi larva. Subyakto dan Cahyaningsih, (2003) menyatakan bahwa salinitas

yang terlalu tinggi membuat cangkang telur menjadi mengeras sehingga

Page 38: OPTIMASI SALINITAS YANG BERBEDA TERHADAP DAYA …

24

menyulitkan larva keluar dari telur, dan juga dapat menyebabkan cacat bahkan

kematian pada larva.

4.2. Kualitas Air

Selama penelitian dilakukan pula pengukuran kualitas air media

penetasan dari semua perlakuan. Parameter kualitas air media penelitian disajikan

pada Tabel 4.

Tabel 4. Parameter kualitas air media penelitian dari setiap perlakuan.

Parameter Perlakuan

A B C

Suhu (°C) 26-31 26-31 26-31

pH 7,30-8,15 7,30-8,13 7,30-8,05

DO (ppm) 4,55-5,81 4,54-5,80 4,50-5,80

Sumber: Hasil Pengukuran, 2016.

Pada Tabel 4, terlihat bahwa suhu dari semua perlakuan berkisar antara

26-31 ºC. Hasil pengukuran tersebut masih dalam kondisi layak sebagai media

penetasan kepiting bakau. Juwana dan Romimohtarto (2000), menyatakan bahwa

suhu yang baik untuk pemeliharaan telur dan larva kepiting bakau berkisar antara

28-31ºC.

Derajat kesaman (pH) pada semua media penetasan berkisar antara 7,30-

8,15. Hasil pengukuran tersebut juga masih dalam kondisi layak untuk penetasan

telur kepiting bakau hingga menjadi larva. Air payau cukup terbuffer dengan baik

sehingga pH airnya jarang turun mencapai nilai dibawah 6,5 atau meninggkat

hingga mencapai nilai 9 sehingga efek buruk pada telur dan larva kepiting bakau

jarang terjadi (Boyd, 1990 dalam Karim, 2013). Derajat kesaman (pH) yang baik

Page 39: OPTIMASI SALINITAS YANG BERBEDA TERHADAP DAYA …

25

untuk pemeliharaan larva kepiting bakau berkisar 7,0-7,8 (Christensen dkk.,

2005).

Menurut Kasry (1996 dalam Fauzan, 2011) kandungan oksigen terlarut 4

ppm merupakan standar yang tidak boleh kurang untuk kelayakan kehidupan

organisme dalam perairan. Hal ini masih sesuai dengan hasil pengukuran pada

semua media penetasan 4,50-5,81 ppm.

Page 40: OPTIMASI SALINITAS YANG BERBEDA TERHADAP DAYA …

26

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Kualitas air media penetasan terutama salinitas sangat mendukung

daya tetas dan kelangsungan hidup larva kepiting bakau.

2. Daya tetas tertinggi diantara semua perlakuan terdapat pada

perlakuan B (30 ppt) dengan daya tetas rata-rata 51.95% hasil

Analisis of Varians (ANNOVA).

3. Perlakuan dengan salinitas berbeda pada daya tetas telur kepiting

bakau berpengaruh nyata antara perlakuan (p<0,05) dan media

penetasan masih dalam kondisi layak.

5.2. Saran

Disarankan memperhatikan dan menjaga kualitas air terutama salinitas

media penetasan telur kepiting bakau untuk memperoleh hasil penetasan telur

yang optimal. Disarankan pula menguji salinitas 30 ppt dengan penebaran dan

volume air yang lebih banyak untuk mendapatkan hasil yang lebih baik lagi.

Page 41: OPTIMASI SALINITAS YANG BERBEDA TERHADAP DAYA …

27

DAFTAR PUSTAKA

Anggoro, S. 1992. Efek Osmotik Tingkat Salinitas Media Terhadap Daya Tetas

Telur dan Vitalitas Larva Udang Windu, Penaeus monodon Faabricus,

Disertasi. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Christensen, S.M., D.J. Macintosh and N.T. Phuong. 2005. Pond Production of

the mud crab Scylla paramamosain (Estampador) and S. olivacea

(Herbst) in the Mekong Delta, Vietnam, using two different suppele

mentarydies. Aqua Res 35:1013-1024.

Effendie, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumberdaya dan

Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Faudzan, A. 2011. Tingkat Pemberian Pakan Alami Artemia salina terhadap

Pertumbuhan dan Sintasan Larva Rajungan (Portunus pelagicus) Stadia

Megalopa. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

Makassar. Makassar.

Gasperz, V. 1994. Metode Perancangan Percobaan. Armico. Bandung. 472 hal.

Ghufron, M. H. dan Kordi K. 1997. Budidaya kepiting dan Ikan Bandeng di

Tambak Sistem Polikultur. Dahara Prize,Semarang, (1):33-38.

Juwana, S. dan K. Romimohtarto. 2000. Rajungan Perikanan, Cara Budidaya dan

Menu Masakan. Djambatan. Jakarta. 47 hal.

Kanna Iskandar. 1991. Budidaya Kepiting Bakau. Kanisius. Yogyakarta.

Kanna, I. 2002. Budidaya Kepiting Bakau. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Karim. M. Y. 2013. Kepiting Bakau (Bioekologi, Budidaya, dan Pembenihannya).

Penerbit Yarsif Watampone, Jakarta.

Mantel, L.H. and Farmer, L.L. 1983. Osmotic And Ionic Regulation. Dalam

Mantel L.H. (Ed.) The Biology of Crustacea, Vol. 5. Academic Press Inc.,

New York.

Millamena dan Quinitio. 2000. The effects of diet on reproductive performance of

Eyestal kablated andintactmud crab (Scylla serrata). Aquaculture.

Mulyawan, B., H. Triajie, dan Y. Perwitasari. 2010. Uji perbedaan salinitas

terhadap daya tetas telur (hatching rate) kepiting bakau (Scylla

serrata). J. Kelautan, 3(2):152-158.

Page 42: OPTIMASI SALINITAS YANG BERBEDA TERHADAP DAYA …

28

Nybakken, J.W. 1990. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Eidman, HM,

Koesoebiono, Bengen, D.G., Hutomo, M., Sukardjo, S. (Penerjemah).

Terjemahan dari: Marine Biology and Ecological Approach. PT

Gramedia, Jakarta.

Soim, A.,1996. Pembesaran Kepiting. PT Penebar Swadaya. Jakarta.

Subyakto, S dan Cahyaningsih, S. 2003. Pembenihan Ikan Kerapu Skala Rumah

Tangga. Argo Media Pustaka. Jakarta.

Wulandari AR. 2006. Peranan Salinitas terhadap Kelangsungan Hidup dan

Pertumbuhan Benih Ikan Bawal Air Tawar Colossoma macropomum.

Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor,

Bogor.

Page 43: OPTIMASI SALINITAS YANG BERBEDA TERHADAP DAYA …

29

LAMPIRAN PENELITIAN

Lampiran 1. Tabel data berat induk dan gonad kepiting bakau pada penelitian.

Perlakuan Berat awal

(gram)

Berat akhir

(gram)

Berat total

Telur (gram)

Jumlah telur

tiap mg

Jumlah

total telur

A1 490 400 90 26 2.340.000

A2 490 400 90 26 2.340.000

A3 492 402 90 26 3.340.000

B1 490 400 90 26 2.340.000

B2 491 400 91 26 2.366.000

B3 490 400 90 26 2.340.000

C1 492 402 90 26 2.340.000

C2 490 400 90 26 2.340.000

C3 491 400 91 26 2.366.000

Lampiran 2. Tabel kepadatan larva kepiting bakau pada setiap perlakuan

Perlakuan Kepadatan

larva/ml

Jumlah air

media (liter)

Jumlah larva

(ekor)

Jumlah total

telur (butir)

Telur mati

(butir)

A1 39 30 1.170.000 2.340.000 1.170.000

A2 38 30 1.140.000 2.340.000 1.200.000

A3 38 30 1.140.000 2.340.000 1.200.000

B1 41 30 1.230.000 2.340.000 1.110.000

B2 40 30 1.200.000 2.366.000 1.196.000

B3 41 30 1.230.000 2.340.000 1.110.000

C1 36 30 1.080.000 2.340.000 1.260.000

C2 35 30 1.050.000 2.340.000 1.290.000

C3 35 30 1.050.000 2.366.000 1.290.000

Page 44: OPTIMASI SALINITAS YANG BERBEDA TERHADAP DAYA …

30

Lampiran 3. Hasil uji anova daya tetas telur kepiting bakau.

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:HR

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 70.368a 2 35.184 42.054 .000

Intercept 21382.238 1 21382.238 2.556E4 .000

Perlakuan 70.368 2 35.184 42.054 .000

Error 5.020 6 .837

Total 21457.626 9

Corrected Total 75.388 8

a. R Squared = ,933 (Adjusted R Squared = ,911)

Lampiran 4. Hasil uji lanjut LSD daya tetas kepiting bakau.

Multiple Comparisons

HR

LSD

(I)

Perlaku

an

(J)

Perlaku

an

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

A B -2.8000* .74683 .010 -4.6274 -.9726

C 4.0133* .74683 .002 2.1859 5.8408

B A 2.8000* .74683 .010 .9726 4.6274

C 6.8133* .74683 .000 4.9859 8.6408

C A -4.0133* .74683 .002 -5.8408 -2.1859

B -6.8133* .74683 .000 -8.6408 -4.9859

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = ,837.

*. The mean difference is significant at the 0,05 level.

Page 45: OPTIMASI SALINITAS YANG BERBEDA TERHADAP DAYA …

31

Lampiran 5. Foto-foto penelitian

Pakan induk kepiting bakau

Persiapan air media penetasan

Page 46: OPTIMASI SALINITAS YANG BERBEDA TERHADAP DAYA …

32

Penetuan/pengukuran salinitas air media

Gonad kepiting bakau

Page 47: OPTIMASI SALINITAS YANG BERBEDA TERHADAP DAYA …

33

Gonad TKG IV/ sebelum menetas

Induk kepiting setelah penetasan

Page 48: OPTIMASI SALINITAS YANG BERBEDA TERHADAP DAYA …

34

Mengambil sampel kepadatan larva kepiting bakau

Alat ukur parameter kualitas air.

Page 49: OPTIMASI SALINITAS YANG BERBEDA TERHADAP DAYA …

35

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lura Tanggal 07 Maret 1990 oleh kedua

orang tua tercinta ayah Dahlan dan Ibu Ruga, yaitu anak ke 4 dari

6 bersaudara. Adapun pendidikan yang dilalui yaitu SD Negeri

110 Lura pada Tahun 1997 dan Tamat pada Tahun 2005. SMP Negeri 3

Anggeraja dari Tahun 2005 sampai 2008. Melajutkan pendidikan pada SMA

Negeri 1 Anggeraja Tahun 2008 sampai 2011. Kemudian pada Tahun 2011

penulis melanjutkan kuliah Strata Satu (S1) pada Universitas Muhammadiyah

Makassar (UMM) di Fakultas Pertanian dengan Program Studi Budidaya Perairan

dan selesai pada Tahun 2016 dengan judul skripsi Optimasi Salinitas Yang

Berbeda Terhadap Daya Tetas Telur Kepiting Bakau (Scylla serrata).