3
Orang Mandar Orang Pancasilais 1 Mabrur S.Th.I Mahasiswa Program Magister UIN Jakarta (Alumni Pon-Pes Nuhiyah Pambusuang 2009) Pancasila sebagai ideologi negara adalah aktualisasi dalam bernegara untuk menjunjung nilai-nilai kemanusiaan yaitu konsep kebebasan, keadilan dan kesetaraan. Maka logis kiranya kenapa pancasila dijadikan sebagai ideologi negara karena diyakini mampu mengakomodir berbagai elemen masyarakat dibalik keberagaman agama, budaya, suku dan ras, bukan asas agama yang dijadikan sebagai legitimasi hukum negara. Secara sederhana bangsa ini hidup dalam bingkai multikultural khususnya berbagai agama. Para pejuang kemerdekaan mendirikan bangsa ini bukan untuk memonopoli kepentingan agama tertentu, melainkan merangkul dan mengandengkan tangan untuk menciptakan harmonisasi dan semangat menghargai perbedaan. Untuk itu, rumusan dan lahirnya pancasila yang tepatnya pada tanggal 1 Juni menjadi momentum untuk kembali mengembalikan ruh dan spirit pancasila dalam realitas kehidupan masyarakat ditengah krisis keteladanan, dekadensi moral, hiruk pikuk politik yang semakin memperlihatkan adigdaya kekuasaannya. Spirit dan filosofis dalam pancasila sebagai ideologi negara penulis menganalisis dalam realitas masyarakat Mandar dengan tiba pada sebuah hipotesa bahwa eksistensi orang Mandar secara konsep kebudayaan adalah masyarakat yang sadar akan pesan-pesan pancasila, pecinta dan pengamal prinsip-prinsip yang tertuang dalam Pancasila. Setelah pada opini sebelumnya tepatnya pada perayaan hari Kartini penulis juga memberikan statemen bahwa “Kartini” juga ada dibumi Mandar. Maka unik dan menarik ketika diskusi tentang sosio-kultur masyarakat Mandar dengan dikaitkan filosofis bangsa kita ini. Lalu apa indikasi bahwa orang Mandar adalah masyarakat yang sangat pancasilais? Maka ada tiga poin yang menjadi indikasi demikian. Pertama, pada sila pertama pancasila menegaskan ketuhanan yang Maha Esa. Pada prinsip inilah pancasila hadir dalam lingkup masyarakat untuk memberikan ruang gerak yang bebas bagi masyarakat untuk memilih, menentukan dan menjalankan ajaran dan keyakinannya masing-masing. Untuk itu, negara menjamin setiap individu untuk memeluk, meyakini dan menjalankan ajaran-ajaran setiap agama yang mereka anut. Prinsip ini secara sosiologis sejalan dengan realitas masyarakat Mandar sebagai masyarakat penganut ajaran dan keyakinan monoteis bahkan mayoritas Muslim, meskipun sebagian masyarakatnya masih percaya kuat akan kekuatan mistik. Keyakinan monoestik tesebut, berdampak pada tingkat kesadaran dan ketaatan cara beragama masyarakat Mandar yang cukup intens dan kuat. Ketaatan dalam konteks ini adalah ketaatan beragama pada persoalan hari-hari besar Islam yang dianggap sakral bagi umat Islam. Karena perayaan itu adalah ekpresi kecintaan, kepatuhan dan ketundukan manusia pada agamanya. Bentuk ketaatan itu terwujud dalam antusiasme perayaan hari-hari besar Islam. Sebut misalnya perayaan Maulid Nabi saw, bagi sebagian kalangan Muslim perayaan maulid Nabi saw merupakan kesadaran dan refleksi keagamaan dengan kecintaan dan penghormatan kepada Nabi saw. Bentuk kecintaan dan perayaan ini bukan hanya sebatas simbolik belaka, melainkan dasar teologis dan keyakinan kuat bahwa dengan perayaan maulid memberikan dampak secara psikologis (ketenangan, ketentraman dan kebahagiaan), hingga persoalan material. Seolah perayaan tesebut mewakili 1 Edisi 16 senin tanggal 08-juli-2015

Orang Mandar Orang Pancasialis01

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Di tulis oleh Mabroer Mahasiswa Magister Fakultas Ushuluddin Uin Syarif Hidayatullah Jakarta

Citation preview

Page 1: Orang Mandar Orang Pancasialis01

Orang Mandar Orang Pancasilais1

Mabrur S.Th.IMahasiswa Program Magister UIN Jakarta

(Alumni Pon-Pes Nuhiyah Pambusuang 2009)

Pancasila sebagai ideologi negara adalah aktualisasi dalam bernegara untukmenjunjung nilai-nilai kemanusiaan yaitu konsep kebebasan, keadilan dan kesetaraan. Makalogis kiranya kenapa pancasila dijadikan sebagai ideologi negara karena diyakini mampumengakomodir berbagai elemen masyarakat dibalik keberagaman agama, budaya, suku danras, bukan asas agama yang dijadikan sebagai legitimasi hukum negara. Secara sederhanabangsa ini hidup dalam bingkai multikultural khususnya berbagai agama. Para pejuangkemerdekaan mendirikan bangsa ini bukan untuk memonopoli kepentingan agama tertentu,melainkan merangkul dan mengandengkan tangan untuk menciptakan harmonisasi dansemangat menghargai perbedaan. Untuk itu, rumusan dan lahirnya pancasila yang tepatnyapada tanggal 1 Juni menjadi momentum untuk kembali mengembalikan ruh dan spiritpancasila dalam realitas kehidupan masyarakat ditengah krisis keteladanan, dekadensi moral,hiruk pikuk politik yang semakin memperlihatkan adigdaya kekuasaannya.

Spirit dan filosofis dalam pancasila sebagai ideologi negara penulis menganalisisdalam realitas masyarakat Mandar dengan tiba pada sebuah hipotesa bahwa eksistensi orangMandar secara konsep kebudayaan adalah masyarakat yang sadar akan pesan-pesanpancasila, pecinta dan pengamal prinsip-prinsip yang tertuang dalam Pancasila. Setelah padaopini sebelumnya tepatnya pada perayaan hari Kartini penulis juga memberikan statemenbahwa “Kartini” juga ada dibumi Mandar. Maka unik dan menarik ketika diskusi tentangsosio-kultur masyarakat Mandar dengan dikaitkan filosofis bangsa kita ini. Lalu apa indikasibahwa orang Mandar adalah masyarakat yang sangat pancasilais? Maka ada tiga poin yangmenjadi indikasi demikian.

Pertama, pada sila pertama pancasila menegaskan ketuhanan yang Maha Esa. Padaprinsip inilah pancasila hadir dalam lingkup masyarakat untuk memberikan ruang gerak yangbebas bagi masyarakat untuk memilih, menentukan dan menjalankan ajaran dankeyakinannya masing-masing. Untuk itu, negara menjamin setiap individu untuk memeluk,meyakini dan menjalankan ajaran-ajaran setiap agama yang mereka anut. Prinsip ini secarasosiologis sejalan dengan realitas masyarakat Mandar sebagai masyarakat penganut ajarandan keyakinan monoteis bahkan mayoritas Muslim, meskipun sebagian masyarakatnyamasih percaya kuat akan kekuatan mistik. Keyakinan monoestik tesebut, berdampak padatingkat kesadaran dan ketaatan cara beragama masyarakat Mandar yang cukup intens dankuat. Ketaatan dalam konteks ini adalah ketaatan beragama pada persoalan hari-hari besarIslam yang dianggap sakral bagi umat Islam. Karena perayaan itu adalah ekpresi kecintaan,kepatuhan dan ketundukan manusia pada agamanya. Bentuk ketaatan itu terwujud dalamantusiasme perayaan hari-hari besar Islam. Sebut misalnya perayaan Maulid Nabi saw, bagisebagian kalangan Muslim perayaan maulid Nabi saw merupakan kesadaran dan refleksikeagamaan dengan kecintaan dan penghormatan kepada Nabi saw. Bentuk kecintaan danperayaan ini bukan hanya sebatas simbolik belaka, melainkan dasar teologis dan keyakinankuat bahwa dengan perayaan maulid memberikan dampak secara psikologis (ketenangan,ketentraman dan kebahagiaan), hingga persoalan material. Seolah perayaan tesebut mewakili

1 Edisi 16 senin tanggal 08-juli-2015

Page 2: Orang Mandar Orang Pancasialis01

cara beragama dan berkeyakinan mereka yang sesunguhnya dengan suguhan nilai-nilaibudaya di dalamnya.

Kedua, pada sila kedua menegaskan bahwa kemanusiaan yang adil dan beradab.Nilai-nilai kemanusiaan yang adil juga beradab menjadi penegasan karena bangsa ini tidakmengharapkan adanya ketidak adilan dan sifat yang tidak mencerminkan aspek moral danadab dibalik keberagaman. Bangsa ini mengutuk adanya diskriminasi karena perbedaan suku,agama bahkan ras. Namun pluralitas itu diharapkan bisa menciptakan keadilan, asas normadan etika. Nampaknya prinsip-prinsip masyarakat beradab jikalau disoroti dalam dinamikakehidupan masyarakat Mandar tertuang dalam konsep yang diistilahkan dengan (makkeadaq)yang berarti berbudi pekerti. Di mana konsep (makkeadaq) adalah bagian dari kesadarankesalehan sosial untuk saling menghargai dan menghormati antar sesama. Misalnya, tradisipermisi ketika lewat di depan orang lain itu adalah bagian dari ekspresi dan tingkah beradabseseorang terhadap orang lain yang mencerminkan sikap menghargai dan menghormati, didalam istilah Mandar disebut dengan (mitaweq). Salah satu yang menjadi cerminan dengankonsep (mitaweq) adalah dengan menundukkan kepala sembari meluruskan tangan kanan kebawah sebagai simbol permisi untuk menghargai dan menghormati orang lain. Aspek yanglain yang diajarkan di dalam budaya Mandar adalah bertutur kata yang baik sebagai bentukpenghormatan terhadap orang lain yang diistilahkan (mi puang), dan dianggap tidak beradab“kurang ajar” kalau berkomunikasi dengan orang yang lebih tua dengan tidak memakaipuang. Konsep budaya seperti ini sesungguhnya mencerminkan bahwa kita sebagaimasyarakat yang berwibawa dan masyarakat yang akan sadar akan prinsip etika sosial.

Ketiga, di dalam pancasila dirumuskan dengan persatuan Indonesia. Dasar persatuanmenjadi sangat logis, sebab kemerdekaan dapat dicapai bukan perjuangan yang semudamembalikkan tangan melainkan perjuangan yang sampai meneteskan darah hanya untukmemerdekakan masyarakat Indonesia dari segala bentuk perbudakan dan penindasan.Problemnya adalah masih kah kemerdekaan yang secara subtansial dewasa ini kita rasakan?ataukah kemerdekaan hanya sebatas peninggalan sejarah yang pernah dilakukan oleh parapejuang bangsa ini? Pertanyaan itu menjadi renungan bersama. Namun, semangat persatuanyang ditekankan dalam Pancasila dapat dimaknai sebagai persatuan untuk mempertahankanhak-hak kemerdekaan bangsa, atau persatuan untuk saling menumbuhkan kesadaran entitasbersama untuk saling membantu dan tolong menolong antar sesama. Dalam sosiologikehidupan masyarakat Mandar sangat mengedepankan sikap solidaritas, saling tolongmenolong sebagai wujud kesalehan sosial. Secara konkrit dapat dilihat antusiasme wargaketika masyarakat mendirikan rumah baru dengan berbondong-bondong datang untukmembantu, dan kedatangan mereka karena panggilan nurani bukan karena di mintaipertolongan, bahkan dengan secara suka rela dan ikhlas mereka memberikan bantuansifatnya materi (beras, gula pasir dan lain-lain). Hemat saya ini sebuah tradisi yang perludipertahankan untuk menumbuhkan semangat persatuan dan kebersamaan. Lalu kenapasemangat solidaritas dan tingkat kepedulian masyarakat tinggi khususnya di Mandar, karenasecara sosiologis masyarakat Mandar hidup secara kultur sifatnya homogen dengan kata lainhidup dan berdiam dengan suku, nenek moyang dan budaya yang sama, sehingga secarapsikologis ada kedekatan emosional yang menyebabkan sikap solidaritas dan saling tolongmenolong untuk bersatu lebih mudah. Berbeda dengan sosiologi kehidupan di kota yang lebihmengedepankan egoisme dan kepentingan pribadi, karena sosiologi kehidupan di kotasifatnya heterogen dengan berbagai macam budaya dan suku yang berbeda-beda, sehinggadampak secara psikologis merasa bukan bagian dari orang lain.

Page 3: Orang Mandar Orang Pancasialis01

Tentu sebagai masyarakat yang berbudaya, nilai-nilai kemanusiaan perludipertahankan sebagai wujud bahkan kita adalah masyarakat yang sadar akan budaya dankearifan lokal sendiri. Tidak hanya pada batas itu, wujud dari itu adalah citra sebagai wargamasyarakat yang patuh dan tunduk terhadap ideologi bangsanya.