Upload
ucuphilmirocks
View
105
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
osteoporosis refratt
Citation preview
Pendahuluan
Osteoporosis adalah kelainan yang khusus ditemukan pada pria maupun wanita
lanjut usia. Secara klinis osteoporosis diidentifikasi melalui kejadian fraktur non/minimal
traumatik yang terjadi pada vertebra, hip, humerus proximal dan femur. Osteoporosis
diderita oleh 75 juta orang di USA,Eropa dan Jepang. Fraktur yang ditimbulkan oleh
Osteoporosis mencapai angka lebih dari 1,3 juta di USA. Wanita menderita 2-3 lebih
banyak dibandingkan pria. Meningkatnya ekonomi dan populasi lanjut usia akan
meningkatkan frekuensi osteoporosis, sehingga menjadi suatu masalah kesehatan yang
besar.
Fraktur panggul mewakili konsekuensi paling berbahaya dari osteoporosis karena .
memerlukan perawatan di rumah sakit dan menyebabkan morbiditas serta mortalitas yang
bermakna. Pada sebagian besar populasi, insidensi fraktur panggul meningkat secara
eksponensial sesuai usia. Sebagian besar fraktur panggul terjadi setelah jatuh dari
kedudukan tinggi.
Usia merupakan faktor penting ,menetukan densitas masa tulang dan berhubungan
erat dengan resiko fraktur akibat osteoporosis.Sampai usia 30 tahun ,densitas tulang akan
meningkat ,kemudian menurun secara kontinyu pada usia 50-60. Wanita akan mengalami
penurunan densitas masa tulang yang sangat cepat setelah menopause. Wanita akan
mengalami kehilangan kortex tulang 30-40 % dan 50 % trabekula sepanjang umurnya
dan laki laki akan kehilangan 15-20 % kortex dan 25-30 % trabekula
Osteoporosis merupakan penyakit tulang yang biasanya asimtomatik dan hanya
memberikan gejala setelah terjadi fraktur. Oleh karena itu diperlukan suatu skrening
untuk mengindentifikasi penyakit ini,terutama pada usia lanjut yang mempunyai resiko
tinggi.Lebih jauh medikasi dan pencegahan dapat menurunkan resiko dari osteoporosis.
Wanita yang telah mengalami menopause serta wanita yang lebih muda tapi mempunyai
faktor resiko harus mendapatkan evaluasi yang cepat serta medikasi yang tepat untuk
mencegah bertambahnya resiko
Definisi
Osteoporosis adalah kelainan yang menyebabkan penurunan massa tulang yang
termineralisasi secara normal akibat ketidakseimbangan antara aktivitas osteoklas dan
aktivitas osteoblas. Osteoporosis merupakan proses amorf akibat ketidakteraturan, proses
degeneratif, sukar dikarakterisasi, berada pada rentang lebar pada mineralisasi tulang.
Perubahan mineralisasi pada tulang ini sangat dipengaruhi oleh sifat atom yang mampu
melakukan substitusi membentuk sebuah komposit. Karakteristik osteoporosis adalah
nilai bone mineral density (BMD) rendah dan degenerasi mikroarsitektur yang
meningkatkan fragilitas dan risiko fraktur. Hal ini mengindikasikan adanya hubungan
antara komposisi atom pada komposit dengan gambaran mikroarsitektur tulang sehingga
menentukan kerentanan untuk mendapat fraktur.
Dalam kehidupan, tulang merupakan organ yang amat penting. Remodeling adalah
proses fisiologis pembangunan ulang tulang kortikal dan trabekuler yang diawali oleh
resorpsi dan diikuti oleh formasi tulang baru pada waktu yang bersamaan dengan
resorpsi. Proses ini terkoordinasi sepanjang hidup dan merupakan proses dominan pada
skeleton dewasa. Apabila resorpsi dan absorbsi secara kuantitatif terjadi sebanding,
maka remodeling akan berlangsung seimbang. Remodeling merupakan proses penting
yang bertujuan menjaga massa tulang, memperbaiki kerusakan mikro pada skeleton,
mencegah akumulasi berlebihan tulang tua, serta homeostasis mineral.
Ketidakseimbangan remodeling menyebabkan kehilangan tulang yang muncul sebagai
osteoporosis atau kelebihan tulang yang disebut osteopetrosis.
Tulang manusia akan mencapai maturitas pada usia 30-35 tahun dan kemudian akan
mengalami perburukan. Kekuatan mekanik tersebut akan menurun dan respon modeling-
remodeling terhadap stimulus mekanik akan terganggu. Sejak kelahiran sampai pada
usia sekitar 35 tahun, tulang manusia akan meningkatkan kandungan mineralnya,
sehingga memicu peningkatan kekuatan dan kekakuan jaringan. Setelah 35 tahun, sifat
elastik dan fraktur dari jaringan tulang akan mengganggu pria dan wanita.
Tulang mengandung komponen organik dan anorganik. Komponen anorganik
tulang membentuk kristal hidroksiapatit sebagai struktur komposit dari berbagai atom.
Atom adalah satuan dasar materi yang terdiri atas atom beserta awan elektron bermuatan
negatif yang mengelilinginya. Sekumpulan atom dapat berikatan satu sama lainnya
membentuk sebuah molekul. Berbagai atom terdapat dalam bahan biologi, tetapi tidak
atau belum semua atom mineral tersebut terbukti essensial, sehingga ada mineral
essensial dan nonessensial. Atom mineral essensial yaitu mineral yang diperlukan dalam
proses fisiologis makhluk hidup untuk membantu kerja enzim atau pembentukan organ.
Atom mineral essensial dalam tubuh terdiri atas dua golongan, yaitu mineral makro dan
mineral mikro. Atom mineral makro diperlukan untuk membentuk komponen organ di
dalam tubuh. Atom mineral mikro yaitu mineral yang diperlukan dalam jumlah sangat
sedikit dan umumnya terdapat dalam jaringan dengan konsentrasi sangat kecil. Atom
mineral nonessensial adalah atom yang perannya dalam tubuh makhluk hidup belum
diketahui dan kandungannya dalam jaringan sangat kecil.
Berbagai atom mineral dapat ditemukan di darah, antara lain Ca, P, K, Na, Cl, S,
Mg, Fe, Cu, Zn, Mn, Co, I, dan Se. Atom mineral yang diperlukan dalam jumlah besar
sebagai mineral makro meliputi Ca, P, K, Na, Cl, S, Mg. Atom mineral yang diperlukan
dalam jumlah sedikit sebagai mineral mikro terdiri atas Fe, Mo, Cu, Zn, Mn, Co, I, dan
Se. Berbagai mineral tersebut juga ditemukan di tulang, meliputi Ca, P, Mg, F, Fe, Na,
Zn, Al, Cd, Sr, Cu, Mn, Si, Pb, B, dan Ga. Atom mineral tersebut pada tulang akan
membentuk pola geometris sebagai matriks yang menentukan gambaran mikrostruktur
tulang.
Hirarki struktur tulang dapat diamati pada berbagai jenjang observasi morfologis,
dimulai dari macroscale, mesoscale, microscale, sub-microscale, sampai dengan
dimensi nanoscale. Masing-masing hirarki teramati dengan cara meningkatkan
pembesaran 10 kali. Pada macroscale terlihat kortek tulang. Pada mesoscale terlihat
jaringan trabekuler. Pada microscale terlihat trabekulae tunggal. Pada sub-microscale
terlihat lamela tunggal. Pada nanoscale terlihat serat kolagen pada kristal apatit. Pada
jenjang nanoscale, material dasar memberikan pengaruh yang sangat kuat karena pada
jenjang ini konfgigurasi dan komposisi atomik sangat menentukan sifat fisika tulang,
berupa duktilitas, kekerasan, resistensi terhadap korosi, dan dinamika respon komponen
abiotik tulang terhadap suhu dan faktor lain di luar dan di dalam tulang.
Komposisi atom mineral tulang merupakan faktor yang menentukan sifat
mekanikal tulang. Pada penelitian Prentice et al (1995) dinyatakan bahwa pada populasi
Gambia yang diet kalsium hariannya rendah ternyata jarang ditemukan osteoporosis.
Hal ini membawa kecurigaan kuat bahwa asupan kalsium yang rendah di beberapa
belahan dunia belum tentu disertai dengan peningkatan prevalensi osteoporosis. Peranan
mineral kalsium terhadap osteoporosis dianggap sangat dominan. Pada populasi Barat
yang mendapatkan kalsium tinggi ditemukan insidensi fraktur panggul yang tinggi.
Sebaliknya pada populasi Asia yang mengalami defisiensi kalsium ditemukan fraktur
panggul yang rendah. Hal tersebut memberikan pandangan lain bahwa konsumsi
kalsium cukup tinggi tetap mempunyai resiko patah tulang yang tinggi, sedangkan di
Afrika dan Asia dengan konsumsi kalsium rendah, insidensi fraktur panggul juga rendah.
Fenomena ini memberikan pandangan bahwa kekuatan dan elastisitas tulang tidak
hanya bergantung kepada kuantitas kepadatan tulang tetapi juga bergantung kepada
kualitas tulang.
Definisi radiographic dari Osteoporis adalah hilangnya trabekular dan penipisan
dari korteks. Keaadan ini memunculkan terminologi Osteopenia dimana dahulu
digunakan untuk mendeskripsikan tulang yang secara x ray lebih hipodens dibandingkan
yang normal,tanpa membedakan Osteoporosis atau Osteomalacia.. Untuk menghindari
hal tersebut ,Osteoporosis didefinisikan dengan mengunakan nilai BMD terendah dari
DEXA spine dan hip.
WHO mendefinisikan osteoporosis sebagai penyakit sistemik yang ditandai dengan
rendahnya masa tulang (T score >-2,5) dan perubahan arsitektur mikro jaringan tulang
sehingga mengakibatkan peningkatan kerapuhan tulang dengan resiko terjadi patah
tulang. Berdasarkan densitas tulang WHO juga memdefinisikan Tulang normal dengan
densitas lebih dari 833 mg/cm2, Osteopenia dengan densitas diantara 833 dan 648 mg/cm2
sedangkan Osteoporosis dengan densitas dibawah 648 mg/cm2 . Osteoporosis severe
apabila telah terjadi kerapuhan tulang.
Klasifikasi
I .Osteoporosis Primer ada 2 tipe:
- Type I Osteoporosis Postmenopause:
Wanita Postmenopause pada 10 tahun berikutnya akan mengalami kehilangan
massa tulang sekitar 3% pertahun dibandingkan sebelum menopause
- Type II Osteoporosis Senilis
15 tahun setelah menopause pada wanita dan pada usia yang sama pada pria
(70-80 tahun ) akan mengalami kehilangan massa tulang yang tetap sekitar
0,5% pertahunnya
II. Osteoporosis Sekunder
Adalah osteoporosis yang disebabkan oleh penyakit lainya
Tabel 1 . Penyebab osteoporosis sekunder
Nutrisi
ScurvyMalnutrisiMalabsorbsi
Malignansi
CarsinomatosisMultiple MyelomaLeukemia
Kelainan Endokrin
HiperparathyroidGonadal insufisiensiCushing’s DisesaseThyrotoxicosis
Non Malignant
Rheumatoid arthritisAnkylosing spondylitisTuberkolosisPenyakit ginjal kronik
Obat
KortikosteroidAlkoholHeparin
Idiopatik
Juvenille osteoporosisPostclimateric Osteoporosis
Etiologi
Riwayat yang meliputi:
Faktor Sosial
-Perokok merupakan factor resiko tinggi osteoporosis. Rokok dapat menyebabkan
2 dihidroxy peridiol meningkat di hati dan hal ini menyebabkan penurunan
estrogen, yang mana diketahui merupakan pencegah reasorbsi tulang di osteoklas.
-Ditemukan adanya korelasi yang positif antara insiden dan riwayat keluarga yang
terkena osteoporosis
Sex
-Wanita Postmenopause ,riwayat histerektomi dan oophorectomi merupakan
resiko tinggi osteoporosis. Hilangnya estrogen merupakan factor terjadinya
penyakit secara dini
-Laki laki dengan hypogonadisme sekunder. Pada Hypogonadism sekunder akan
didapatkan kadar androgen yang rendah . Diduga hormone in mempunyai fungsi
yang sama degan estrogen pada tulang.
Medikasi
- Glukortikoid,heparin,siklosporin,dosis tinggi methotrexat dan
medroxyprogesteron dapat menyebabkan resorpsi tulang. Heparin akan
menyebabkan meningkatnya resorsbsi tulang , formasi tulang menurun.
- Penelitian menemukan adanya hubungan antara kurangnya Vit A dengan
Fraktur
- Individu yang mendapatkan pengobatan steroid sistemik seperti pada
penyakit paru obstrukif kronik (PPOK), Lupus atau rheumatoid arthritis
meningkatkan resiko dari osteoporosis. Penekanan terhadap osteblas akan
meghambat pembentukan tulang baru, baik yang bersifat kolagen maupu non
kolagen . Kortikosteroid menyebabkan peningkatan BMPs (Bone morphogenic
proteins), penurunan CBFA 1 ,peningkatan ekspresi Onkogen (c-fos) dan
kolagenase, serta penurunan ekspresi PGE, Insulin like factor Growth Factor dan
Transforming growth factor. Pada Osteoklas efeknya akan meningkatkan resorpsi
tulang.
- Meningkatnya insidens osteoporosis pada orang yang menerima medikasi
suplemen thyroid atau heparin
Penyakit
- Hyperthiroidsm, hyperparathiroidsm, infeksi usus , cystic fibrosis,
malnutrisi, karsinoma, Diabetes mellitus.
Faktor resiko lainya :
- Ras kaukasia
- Umur 50 atau lebih tua
- Menopause dini atau menarche yang terlambat
- Amenorhea
- Post menopause
- Postur tubuh yang kurus atau kecil
- Body mass index <19
- Menggunakan Obat : Antikonvulsant, Steroid sistemik, supplement
thyroid, heparin, Chemoteraphy, insulin
- Faktor Genetik, riwayat keluarga yang menderita osteoporosis
- Faktor lingkungan:Merokok dan immobilisasi
Struktur tulang
Tulang mempunyai fungsi mekanik:sebagai support dan melindungi jaringan
lunak,menyalurkan beban dan gaya otot dari satu bagian tubuh ke yang lainnya serta
merupakan media gerak .
Jaringan tulang mempunyai peranan yang penting sebagai reservoir dari mineral
dengan cara meregulasi komposisi mineral tersebut terutama konsentrasi dari ion calcium
dan cairan extrasellular. Sebagai satu kesatuan yang solid tulang ,bentuk dan strukturnnya
terus menerus berubah dari waktu ke waktu bersaman dengan fungsi mekanik dan
pertukaran mineralnya. Segala pengaturan untuk komposisi tulang dan strukturnya
dilakukan oleh aktivitas sel,yang diregulasi oleh hormon dan faktor local.Faktor ini
dikontrol oleh perubahan konsentrasi dari ion mineral.
Sifat mekanik dari tulang trabekuler dientukan oleh mikroarsitektur berupa jumlah
trabekuler, ketebalan, dan rongga. Tulang trabekuler mempunyai struktur hirarkis yang
komplek dengan perbedaan geometris akan nampak pada skala panjang tertentu. Skala
ini diklasifikasikan menjadi a) skala nano (fibril dan kristal tunggal), b) skala submikro
(tingkat lamella tunggal), c) skala mikro (kantung trabekula, tingkat trabekula tunggal),
d) skala meso (jaringan acak dari dataran), dan skala makro (tulang secara lengkap).
Gambaran mikrostruktur tulang osteoporosis didapatkan struktur pengurangan
jumlah tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang. Perbesaran 50 kali ditemukan
penipisan, pengurangan, pemecahan serta perforasi sehingga struktur arkus trabekuler
kehilangan integritasnya. Perbesaran 100 kali ditemukan lubang pada trabekuler yang
mendatar dan perbesaran 2000 kali terlihat adanya granul.
Komposisi Tulang
Jaringan tulang tersusun atas dua komponen yaitu komponen sel dan komponen
matriks ekstraselular
Matrix tulang tersusun dari type 1 colagen yang melapisi mucopolysakarida
sebagai dasarnya, sebahagian kecil non collagen protein terutama proteoglikan dan
protein spesifik tulang yaitu osteonectin yang berfungsi dalam mineralisasi tulang serta
osteocalcin yang fungsinya tidak diketahui. Matrix yang tidak
bermineralisasi/berkalsifikasi dikenal sebagai Osteoid. Normalnya hanya terlihat sebagai
lapisan tipis pada permukaaan dimana terdapat pembentukan tulang baru Maturasi
osteoid sampai kalsifikasinya memakan waktu sekitar sepuluh hari . Hampir setengah
dari volume tulang adalah mineral terutama calcium dan phosphate dalam bentuk
crystalline hydroxyapatite yang terletak di dalam osteoid pada lapisan calsifikasi . Pada
tulang yang Matur proporsi dari calcium dan fosfat bersifat konstan
Sel tulang terdiri dari osteoblas,osteosid dan osteoklas. Osteoblas adalah sel
pembentuk tulang yang berperan memproduksi matrix extrasellular . Membran osteoblas
sangat kaya akan fosfatase alkali dan memilik reseptor untuk hormone paratiroid,tetapi
tidak mempunyai reseptor untuk calsitonin. Osteoblas juga memiliki reseptor untuk
estrogen dan vitamin D3 pada nukleusnya. Pada akhir fase sekresinya osteoblas akan
berubah menjadi sel lapisan tipis yang disebut Osteosit. Osteosit ini terletak diantara
ruang ruang kecil yang disebut lacuna osteositik yang jumlahnya mencapai 25.000/m2
tulang .Osteosit memiliki banyak tonjolan tulang yang panjang dan kaya akan
mikrofilamen serta behubungan dengan tonjolan osteosit lain dan osteblas . Tonjolan ini
akan membentuk formasi matriks sebelum terjadi kalsifikasi ,membentuk jaring
kanalikuli yang tipis dalam matriks tulang.
Sesuai perjalananya ,ostesit mengalami perubahan menjadi lebih kecil dan
terletak lebih dalam pada matriks yang telah mengalami kalsifikasi serta dapat juga
membentuk matriks tulang pada permukaan lacuna osteotik yang dilanjutkan dengan
kalsifikasi.
Osteoklas adalah sel lapisan tulang yang berperan pada proses reasorbsi tulang.
Sel ini merupakan sel raksasa berinti banyak ( 40-20 ) selalu didapatkan pada permukan
tulang yang telah terkalsifikasi di dalam suatu lacuna yang disebut lacuna
HOWSHIP ,yang merupakan hasil dari aktivitas resorsinya. Pada umumnya ditemukan 1-
2 osteoklas pada satu tempat reasorpsi tetapi kadang ditemukan sampai 4-5 sel pada satu
lacuna. Membran sel osteoklas mengandung reseptor kalsitonin dan estrogen , tetapi tidak
mengandung reseptor hormone parathyroid dan Vitamin D.
Analisa tulang trabekuler dengan XRF didapatkan atom yang lebih tinggi pada
tulang osteoporosis dibandingkan normal antara lain P, S, Ca, Cu, Re, As, Si, Hf, Ni,
serta Yb. Adapun atom yang lebih tinggi pada tulang normal dibandingkan tulang
osteoporosis adalah Fe, Zn, Cr, Mo, dan Pb.
Fosfor (P) merupakan unsur anorganik kedua yang. melimpah setelah kalsium.
Delapan puluh lima persen akan terakumulasi di tulang. Unsur ini masuk ke dalam tubuh
berasal dari daging, telur, ikan, kacang, minuman cola dan sebagainya. Meskipun
tergolong nutrisi essensial, kelebihan kadar fosfor dapat merugikan tulang. Peningkatan
kadar fosfor di serum akan meningkatkan sekresi hormon paratiroid sehingga memicu
resorpsi tulang.
Atom bersifat toksik pada osteoblas, meliputi nickel (Ni) dan kromium (Cr). Secara
in vitro, nickel dan kromium akan menyebabkan toksisitas terhadap osteoblas (Allen et
al, 1997). Penelitian pada tikus menyatakan bahwa kromium mengganggu remodeling
tulang melalui penurunan aktivitas enzim alkaline fosfatase (ALP) dan tartrate
resistant acid phosphatase (TRAP)
Besi (Fe) berperan penting dalam pembentukan tulang sebagai kofaktor enzim
sintesa kolagen. Di sisi lain, besi juga toksik terhadap sel tulang dan berkontribusi pada
osteoporosis individu dengan gangguan metabolisme besi atau kelebihan besi. Diduga
besi berperan untuk sintesa kolagen pada tulang normal. Hal ini didukung oleh temuan
bahwa kualitas kolagen pada osteoporosis menurun dibandingkan normal.
Copper (Cu) merupakan kofaktor enzim lysil oxidase yang diperlukan dalam cross-
link dengan kolagen dan elastin. Copper berperan sebagai antagonis terhadap zinc (Zn) di
tulang, artinya peningkatan copper akan menurunkan kandungan Zn di tulang.
Peningkatan copper pada osteoporosis diduga berperan dalam hubungan dengan struktur
organik meskipun terjadi penurunan kualitas kolagen.
Zinc merupakan logam yang paling melimpah di tulang sebagai elemen penting
untuk stimulus formasi tulang in vitro dan in vivo Berta efek inhibisi dalam resorpsi
tulang in vivo. Zinc juga mendukung metabolisme dan pertumbuhan tulang, meningkatkan
densitas tulang dan mencegah kehilangan tulang. Persentase zinc lebih tinggi pada tulang
normal dibandingkan pada osteoporosis. Diduga pada osteoporosis ikatan dengan struktur
organik nampaknya lebih diperankan oleh copper. Sebaliknya pada tulang normal lebih
diperankan oleh zinc.
Timbal (Pb) efeknya pada sel osteoblas, akan menghambat ekspresi protein
pengikat kalsium yakni osteonectin/SPARC. Berhubungan fenomena osteoporosis,
timbal akan menghambat aktivasi vitamin D, menghambat absorbsi kalsium dan
mengganggu fungsi sel. Selain itu, peningkatan BMD akibat paparan timbal berkaitan
dengan percepatan maturasi tulang, yang dapat mengacaukan pencapaian puncak massa
ulang dan meningkatkan resiko osteoporosis di kemudian hari.
Silikon (Si) merupakan komponen trace element dengan kadar yang sangat kecil.
Terhadap tulang, silikon diperlukan untuk pembentukan matriks tulang dan untuk
mineralisasi tulang.
Arsen (As) persentase arsen lebih tinggi pada tulang osteoporosis dibandingkan
tulang normal. Terhadap patomekanisme osteoporosis, diduga arsen menyebabkan
depresi sumsum tulang yang dapat mengganggu keseimbangan formasi dan resorpsi
tulang. Untuk tulang normal diduga terjadi substitusi arsen pada fosfor sehingga fosfor
tulang normal menjadi rendah.
Remodeling Tulang
Jaringan tulang bersifat dinamis, dan tulang sehat memerlukan modeling-remodeling dan
modeling yang terusmenerus untuk beradaptasi terhadap peran gandanya sebagai pendukung
kerangka dan regulator homeostasis mineral.
Selama pertumbuhan , tulang tulang baru akan terus menerus terpahat mejadi
bentuk normal. Proses ini dikenal sebagai Bone Modelling, proses ini dikoordinasi oleh
fase resorpsi osteoklas dan formasi osteoblas dari tulang. Pada waktu bersamaan
trabekular akan terpola membentang sepanjang tulang berdasarkan tekanan compresif
dan menjadi lebih tipis dibandingkan dengan yang kurang tekanannya ( Wolf Law).
Remodeling adalah proses fisiologis pembangunan ulang tulang kortikal dan trabekuler
yang diawali oleh resorpsi dan diikuti oleh formasi tulang baru pada waktu yang bersamaan
dengan resorpsi. Proses ini terkoordinasi sepanjang hidup dan merupakan proses dominan
pada skeleton dewasa. Apabila resorpsi dan formasi secara kuantitatif terjadi sebanding, maka
remodeling akan berlangsung seimbang. Remodeling merupakan proses penting yang
bertujuan menjaga massa tulang, memperbaiki kerusakan mikro pada skeleton, mencegah
akumulasi berlebihan tulang tua, serta homeostasis mineral. Ketidakseimbangan remodeling
menyebabkan kehilangan tulang yang muncul sebagai osteoporosis atau kelebihan tulang
yang disebut osteopetrosis.
Beban pada tulang juga berperan penting bagi remodeling: jumlah beban rendah
menyebabkan kehilangan tulang melalui penurunan aktivitas anabolik osteoblas dan
peningkatan resorpsi osteoklas, dan beban yang tinggi menyebabkan peningkatan BMD,
melalui aktivasi anabolik osteoblas.
Proses remodeling tulang merupakan proses yang kompleks dan terkoordinasi yang
terdiri dari atas proses resorbsi dan formasi tulang baru menghasilkan pertumbuhan dan
pergantian tulang. Hasil akhir dari remodeling tulang ini adalah terpeliharanya matriks
tulang yang termineralisasi dan kolagen . Aktivitas sel sel tulang terjadi di sepanjang
permukaan tulang , terutama pada permukaan endosteal. Proses resorbsi dan formasi
tulang , tidak terjadi pada sembarang tempat di sepanjang tulang , tetapi merupakan
proses pergantian tulang lama dengan tulang baru . Pada tulang dewasa , formasi tulang
hanya terjadi bila didahului oleh proses resorbsi tulang . Jadi urutan proses yang terjadi
pada tempat remodeling adalah aktivasi – resorpsi – formasi.
Patofisiologi
Berdasarkan penyebabnya, osteoporosis dibagi menjadi primer dan sekunder.
Osteoporosis primer terjadi pada lanjut usia. Mekanisme yang mendasari kejadian
osteoporosis pada lanjut usia pria dan wanita belum dimengerti seluruhnya. Penurunan
kuantitas hormon seks merupakan salah satu faktor penting penyebab kehilangan tulang.
Meskipun sebagian besar pasien yang menderita osteoporosis adalah wanita
pascamenopause, pria tua juga menderita osteoporosis.
Osteoporosis sekunder dapat ditemukan pada usia muda dan tua sebagai konsekuensi
penyakit atau efek dari terapi. Penyebab dari osteoporosis sekunder adalah hiperkortisolisme,
seringkali sebagai efek terapi akan tetapi juga akibat penyakit Cushing. Penyakit lain
meliputi anoreksia nervosa, atletik amenorrhea, hiperparatiroidisme, tirotoksikosis, fibrosis
kistik, osteogenesis imperfecta, diabetes melitus ripe 1, gastrektomi, inflamatory bowel
disease, artritis reumatoid, imobilisasi, stroke, depresi, dan pasca transplantasi penyakit
tulang
Pada masa usia pertumbuhan sampai dewasa muda anabolic lebih berperan
dibanding katabolic ,sehingga tulang mencapai puncak kepadatan tulang pada decade ke-
3 yang disebut Peak bone mass. Faktor genetic mempunyai peranan yang kuat pada Peak
bone mass dimana hal ini terjadi pada usia 30 -40dan ini sangat berperan dalam pada
masa tulang selanjutnya pada hidup.Nutirisi,terutama Calcium dan asupan Hormon serta
aktivitas akan sangat menentukan pada setelah peak bone mass . Akselerasi dari
penurunan masa tulang akan terjadi pada setelah usia 40 tahun .
Peranan defisiensi estrogen pada menopause dan penipisan tulang akan terlihat,
massa tulang pada wanita tua berkorelasi dengan estrogen level. Mekanisme aksi steroid
seks terhadap skeleton belum dimengerti sepenuhnya. Pada menopause (atau setelah kastrasi
pada pria) kecepatan remodelling tulang akan meningkat sangat terjal. Kehilangan steroid
seks akan memicu upregulasi pembentukan osteoklas dan osteoblas di sumsum melalui up-
regulasi produksi dan aksi sitokin yang bertanggung jawab dalam osteoklastogenesis dan
osteoblastogenesis.
Searah dengan kenyataan bahwa hilangnya steroid seks meningkatkan remodeling
tulang, sebagai tambahan terhadap up-regulasi osteoklastogenesis, kehilangan steroid seks
juga meningkatkan jumlah progenitor di sumsum tulang. Perubahan ini berhubungan dengan
peningkatan formasi tulang dan paralel dengan peningkatan osteoklastogenesis dan resorpsi
tulang.
Disimpulkan bahwa peningkatan remodeling tulang akibat defisiensi estrogen
disebabkan oleh peningkatan produksi osteoblas dan osteoklas, dan ketidakseimbangan
antara resorpsi dan formasi tulang. Hal ini disebabkan oleh perpanjangan daya hidup
osteoklas dan pemendekan daya hidup osteoblas. Selain itu penundaan apoptosis osteoklas
nampaknya bertanggung jawab terhadap dalamnya kavitas resorpsi dan perforasi trabekular
terkait defisiensi estrogen
Tabel 2 .Hubungan Masa tulang dengan Umur
Pada wanita akan terjadi akselerasi penurunan masa tulang yang cepat setelah
posmenopause. Born Turn Over berjalan sesuai dengan usia disebabkan normal proses
dari remodeling, kehilangan lebih banyak dari yang dibentuk. Resorpsi tulang
membutuhkan waktu yang lebih pendek dibandingkan formasinya. Untuk resorpsi tulang
dibutuhkan 2 minggu sedangkan untuk formasinya kembali dibuthkan 3 bulan , oleh
karena itu selalu ada jeda waktu dan ruang yang disebut remodeling space .Apabila
terjadi ketidakseimbangan dari proses ini maka akan terjadi kehilangan tulang yang luas.
Ketidakseimbangan dari pergantian tulang ini menyebabkan resiko terjadinya fraktur.
Tulang terdiri dari 2 bagian yaitu bagian dalam yang terdiri dari tulang trabekula
berbentuk seperti sarang lebah ( spongiosa) dan bagian luar yang padat disebut korteks.
Pada proses penuaan , Trabekula akan berkurang dan tulang korteks pun akan menipis
sebagai akibat dari metabolisme negative (katabolic lebih besar daripada anabolic),
karena pengaruh hormonal. Hal ini jelas tampak pada wanita pasca menopause karena
berkurangnya estrogen.Ada perbedaan proses penuaan pada Pria dan wanita dimana
trabekulasi pada wanita nampak spongiosa berlubang dan jumlahnya berkurang
sedangkan pada pria hanya terdapat penipisan.
Peranan Hormon dan Mineral
Derajat remodeling sangat dipengaruhi oleh faktor sistemik , seprti hormone
estrogen , testoteron, PTH, tiroksin, Calcitonin, Vit D.
Isufisiensi Vitamin D serta hyperparathiriodsm sering terjadi pada usia tua. Faktor
lain yang berperan adalahnya penurunan aktivitas dan defisiensi dari insulin growth
factor. Kemudian dimanifestasikan dengan dengan fraktur pada tulang panggul, corpus
vertebra dan pergelangan tangan
Hormon parathyroid dihasilkan oleh kelenjar paratiroid. Pada tulang PTH
merangsang pelepasan kalsium dan fosfat ,sedangkan di ginjal merangsang reasorbssi
kalsium dan menghambat reasorbsi fosfat. Selain itu juga berperan dalam peningkatan
absorbsi di usus. Hasil dari itu semua aksi PTH adalah peningkatan kadar kalsium di
dalam darah dan penurunan kadar fosfat didalam darah. Hormon ini tidak berperan
langsung dalam reasorpsi tulang karena osteoklas tidak memilik reseptor PTH,efek PTH
diperantarai oleh peningkatan sintesis Insulin-like Growth Factor yang diduga
mempunyai peranan besar pada fungsi PTH yang dapat merangsang resorpsi dan
formasi tulang. Regulator terpenting dari sekresi PTH adalah kadar Kalsium
plasma ,dimana kalsium yang meningkat akan menurunkan produksi dan sekresi PTH .
Pada hipokalsemia kronik degradasi intraselular di dalm sel paratiroid akan
dikurangi ,sedangkan ekspresi gen PTH ditingkatkan ,demikian juga akitivitas proliferasi
sel paratiroid.
Konsentrasi hormon paratiroid akan menurun ketika terjadi peningkatan konsentrasi
kalsium serum. Aksi biologis dari hormon paratiroid melputi
(a) stimulasi resorpsi tulang osteoklastik dan pelepasan kalsium serta fosfat dari tulang,
(b) stimulasi reabsorpsi kalsium dan penghambtan reabsorpsi fosfat dari tubulus renalis,
(c) stimulasi produksi 1,25(OH)2D3 dari renal yang meningkatkan absorpsi intestinal
dari kalsium dan fosfat
Tabel 3 . Skema Ca
Calcitonin mempunyai fungsi yang berlawanan dengan PTH yaitu menekan
resorpsi tulang oleh osteoclas dan meningkatkan ekskresi kalsium di ginjal terutama pada
penyakit Paget , Hormon ini dibentuk oleh C sell thyroid . Produksinya dirangsang oleh
meningkatnya konsentrasi Ca serum diatas 2,25 mmol/l. Sekresinya diatur oleh kadar
kalsium dalam darah dan secara kronik dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin. Kadar
calcitonin pada bayi akan tinggi ,dan pada orangtua rendah kadarnya. Pada wanita kadar
calcitonin lebih rendah dibandingkan laki laki
Meningkatnya reabsorspsi Ca di ginjal
Meningkatnya1-25-DHDD
Meningkatnya aktivitas Osteoclas
Meningkatnya Absorpsi Ca di Usus
Resorpsi Tulang
Ca SerumLAMBAT
Ca serumSEDANG
Sekresi PTH
Ca serumCEPAT
Serum Ca menurun
Hormon steroid gonadal adalah Estrogen ,androgen dan progesterone.Hormon
hormone ini disintesis setelah ada stimulus dari hipotalamus ke hipofisis untuk
menghasilkan Folicle stimulating hormone (FSH) dan Luteinizing hormone. Pada wanita
hormone ini merangsang sintesis estrogen dan progesteron oleh ovarium ,sedangkan pada
laki laki merangsang sintesis Testosteron pada testis. Hormon steroid seks ini juga
memberikan umpan balik negative kepada hipotalamus _hipofisis sebagai pengaturan
keseimbangannya. Hormon ini terutama bekerja pada target organ-organ reproduksi dan
berperan besar pada metabolisme calcium . Pada tulang hormone ini merangsang
absorsbsi calcium dan melindungi tulang dari aksi tidak terkendali dari PTH yaitu
mencegah kehilangan masa tulang melalui penurunan sintesis berbagai Cytokin seperti
Interleukin-6 . IL-6 diketahui banyak terdapat pada lingkungan mikro tulang dan
berperan pada penghambatan formasi tulang. Reseptor estrogen terdapat pada
osteoblas ,tetapi tidak pada osteoklas sehingga pengaruh estrogen terdapat pada
pembentukan tulang baru.Pada Osteoporosis primer type I terjadi penurunan produksi
hormone ini dimana ovarium secara bertahap sudah tidak lagi memproduksi estrogen .
Pada wanita sehat terjadi pada umur 50 tahun . Hal ini menyebabkan turunnya kadar
estrogen dalam darah secara cepat yang berakibat turunnya pula masa tulang secara cepat
. Pada laki laki testeteron di gonad, tulang dan otak akan dirubah menjadi metabolit aktif
yaitu dihidroksitestetoren oleh 5a-reduktase .
Vitamin D terlibat langsung dalam metabolisme calcium,terutama pada absorsi dan
transport(bekerja bersama PTH) pada bone remodeling. Vitamin D tubuh berasal dari 2
sumber yaitu secara langsung dari diet dan tidak langsung dengan aksi ultraviolet pada 7-
dhydrocholesterol pada kulit. Normalnya adalah sekitar 400 IU per hari. Vitamin D yang
terdapat usus hasil pencernaan bukan merupakan bentuk aktif . Dirubah menjadi bentuk
aktiv di hati menjadi 25 hydroxycholecalsiferol (25 –HCC) dan di ginjal dengan mediator
PTH dirubah menjadi 1,25 Dihydroxycholecalciferol (1,25- DHCC). Bentuk ini adalah
bentuk aktif , bekerja pada usus halus meningkatkan Absorspsi Ca . Pada tulang bersama
PTH meningkatkan resorbsi Ca , mentransport Ca melalui membrane sel dan secara tidak
langsung pada mineralisasi Osteoid. Pada osteoporosis senile terjadi penuruna
penyerapan calcium disebakan oleh menurunya kadar Vitamin D aktif. Akibat sintesis
nya oleh ginjal menurun ,jumlahnya di usus turut berkurang ,hal in menyebabkan
turunnya kadar Calcium serum sehingga akan terjadi perangsaangan PTH yang kemudian
akan mengakibatkan resorpsi tulang.
Calcium sangat dibutuhkan untuk fungsi normal sel dan proses fisiologis seperti
pada jaringan syaraf dan kontraksi otot. Tidak terkompensasi kurangnya konsentrasi
kalsium akan menyebabkan tetanus dan jumlahnya yang terlalu besar akan menyebakan
penekanan transmisi neuromuscular. Normal konsentrasinya pada plasma dan cairan
extraselular adalah 2,2 -2,6 mmol/l (8,8-10,4 mg/dl). Asupan kalsium harian yang
disarankan adalah 800-1000 mg dan idealnya meningkat menjadi 1500 mg selama hamil
dan menyusui. Sekitar 50 % dari diet kalsium diserap terutama pada usus halus bagian
atas tapi disekresikan kembali pada usus besar dan hanya 200mg yang memasuki
sirkulasi.Absorpsi calcium dihambat oleh asupan yang besar dari fosfat( biasanya
terdapat pada minuman ringan ) ,oxalate (terdapat pada the dan kopi), phytates ( pada
tepung chapatti) dan lemak ,serta oleh penggunaan obat ( termasuk corticosteroid) dan
kelainan malabsorbsi pada usus besar.
Fosfat dibutuhkan untuk berbagai proses metabolic yang penting. Konsentrasinya
pada plasma ( dalam bentuk ion inorganic fosfat ) adalah 0,9-1,3 mmol/L . Tersedia
berlimpah limpah pada diet dan diabsorpsi pada usus halus ,tetapi jumlahnya dapat
direduksi oleh antacid seperti aluminium hydroxide. PTH berperan dalam homeostasis
fosfat ,akhir akhir ditemukan adanya peran dari hormone lain yaitu Fosfatonin yang
menekan reaabsorsi fosfat dependen PTH. Secara biologis hasil kali fosfat dan calcium
selalu konstan, sehingga peningkatan kadar fosfat di dalam serum akan diikuti dengan
penurunan kadar kalsium serum . Kadar kalsium serum ini akan peningkatan produksi
PTH yang akan menurunkan TmP/GFR sehingga terjadi ekskresi fosfat melalaui urin dan
kadar fosfat di dalam serum akan kembali normal, demikian pula kadar calsium dala
serum.
Magnesium berperan kecil tapi penting pada mineral homeostatis .Terdapat pada
extra dan intra selular tubuh juga terdapat pada tulang .Magnesium penting untuk
efisiensi sekresi dan aktivasi perifer dari PTH. Demikianlah jika hipocalcemia yang
diikuti oleh hypomagnesium tidak bisa dikoreksi penuh tanpa konsentrasi magnesium
yang normal.
Peranan Faktor Lokal
Faktor lokal yang turut berperan mengatur remodeling tulang antara lain Insulin
like-growth factor ( IGF), transforming growth Factor (PDGF), Interleukin
(IL) ,Osteoklas activating factor .
Insulin like growth Factor diproduksi terutama di hepar ,juga diproduksi di osteblas
dibawah pengaruh growth hormone .IGF ini merangsang proliferasi dari osteblas dan
merangangsang osteoblas aktivitas di tulang .
Transforming growth factor diproduksi selama resorpsi tulang .Aktivitasnya dapat
merangsang kerja dari osteoblas.Ini berpengaruh pada keseimbangan dari resorpsi dan
formasi tulang.
IL juga berperan pada remodeling tulang . Ada dua macam Interleukim yang
berperan disini yaitu IL-1 dan IL-6 .IL -1 merupakan derivate dari limfosit dan monosit
mempunyai kekuatan yang besar pada resorpsi tulang, dan bertanggung jawab untuk
osteporosis yang disebabkan oleh proses Inflamasi .
Gambaran klinik
Osteoporosis merupakan silent disesase akibat dari multifaktorial. Untuk dapat
membuat diagnosis secara rasional mengenai osteporosis diperlukan riwayat yang
lengkap tentang status kesehatan ,umur,jenis kelamin ,penyakit dan obat obatan yang
dimakan ,pekerjaan dan factor resiko, pemeriksan fisik serta pemeriksaan penunjang,
baik secara laboratorium maupun pencitraan dan tehnik mengetahui kuantitas kandungan
mineral tulang
Keluhan sakit atau pegal pegal di tulang belakang ,perubahan tinggi serta bentuk
tubuh menjadi bongkok merupakan gejal timbulnyanya osteoporosis. Hal in perlu diikuti
dengan pemeriksaan pencitraaan dan radiographi tulang belakang dan panggul, yang
merupakan cara yang sederhana dan murah. Gambaran radiology tulang belakang akan
menunjukan perubahan bentuk ,baik hanya sisi yang mulai berubah karena desakan
discus maupun kedua sisi sehingga terjadi gambaran biconcave yang menunjukan
adanya kompresi fraktur vertebra . Selain itu gambaran sendi panggul, pada collum
femoris dapat dinilai dengan melihat Singh index atas dasar hilangnya trabekulasi yang
khas serta penipisan dari calcar collum femoris. Singh index ini dibagi menjadi 6 derajat
hilanya trabekulasi , derajat Satu menunjukan bahwa tulang sudah mengalami
Osteoporosis sedangkam derajat 6 masih baik. Namun apabila sudah tampak adanya
perubahan gambaran radiology maka tulang sudah berkurang 30%.
Fraktur Panggul
Fraktur hip mewakili konsekuensi paling berbahaya dari osteoporosis karena memerukan
perawatan di rumah sakit dan menyebabkan morbiditas serta mortalitas yang bermakna. Pada
sebagian besar populasi, insidensi fraktur hip meningkat secara eksponensial sesuai usia.
Sebagian besar fraktur hip terjadi setelah jatuh dari kedudukan tinggi.
Merupakan penyebab hilangnya kebebasan bergerak pada usia lanjut. Banyak
kejadian yang menyebabkan penderita harus mendapatkan perawatan dirumah
dibandingkan dengan yang dapat kembali ke lingkungan semula. Mortalitas setelah 1
Tahun menderita fraktur panggul adalah 12-24 %.
Setengah dari fraktur panggul terdapat adalah intertrochanter dan yang lainya
fracture neck femur. Pada wanita proporsi dari Fraktur trochanter meningkat. Trochcanter
fraktur ini berhubungan dengan densitas tulang, sedangkan fraktur neck femur , mungkin
lebih banyak disebabkan oleh kejadian mekanik.
Mayoritas terbesar mendapatkan Fraktur Panggul disebakan karena jatuh dan
sekitar 5 % terjadi secara spontan, mersakan sesuatu yang patah dan kemudian jatuh.
Angka insidensi fraktur hip bervariasi menurut area geografis dan ras, mungkin bervariasi
datam satu negara maupun satu populasi menurut jenis kelamin dan ras.
Faktor genetik juga berperan dalam etiologi fraktur hip seperti halnya peran dari faktor
lingkungan. Faktor lingkungan yang sejauh ini dipelajari meliputi konsumsi alkohol, merokok,
derajat aktivitas, obesitas dan status migrasi belum mampu menjelaskan arah kecenderungan
yang terjadi.
Fraktur Vertebra
Fraktur ini sering terjadi pada penderita osteoporosis, dan sekitar 60%nya tidak
menyadarinya.. Compresi vertebra terdapat banyak macam derajatnya dari yang baji
ringan sampai compresi yang lengkap. Gejalanya juga bermacam-macam tapi
kesakitannya tidak berhubungan dengan derajat compresinya. Memungkinkan unutuk
seseorang mendapatkan fraktur tanpa rasa sakit. Michel Nevit melakukan penelitian pada
dengan melakukan X-Ray pada 7223 penderita dan mengulanginya 3,7 tahun kemudian.
Selama waktu itu 371 wanita mendapatkan fraktur vertebra yang baru. Rasa sakit pada
pungggung dirasakan pada 22 % yang tidak mendapatkan fraktur yang baru dan 38 %
pada penderita yang mendapatkan fraktur yang baru.
Bukti yang ditemukan ini sama dengan gejala klinisnya , banyak fraktur vertebra
yang ditemukan oleh X-Ray tanpa penderita yang merasakan dan bersikap waspada
terhadap efek yang mungkin ditimbulkannya. Oleh karena hampir tanpa gejala dan
keluhan , direkomendasikan untuk melakukan pemeriksaaan X-Ray secara rutin .
Fraktur WristFraktur bagian distal lengan hampir selalu terjadi sebagai konsekuensi dari jatuh
dengan tangan terjulur. Fraktur ini menunjukkan peningkatan insidensi yang curam pada
periode perimenopausal akan tetapi cenderung mendatar selebihnya. Pada pria tidak terdapat
peningkatan insidensi yang bermakna dari fraktur wrist sesuai umur. Fraktur ini biasa
terjadi pada wanita berusia 50-60 tahun. Osteoporosis tidak menghalangi penyembuhan
dari fraktur ini dan hanya merupakan disabilitas jangka pendek.
Fraktur yang lainAngka insidensi fraktur humerus proksimal, pelvis dan tibial proksimal juga
meningkat curam sesuai usia, dan lebih besar pada wanita dibandingkan pria. Hal ini sering
diistilahkan sebagai fraktur kelemahan yang secara khas terjadi pada wanita kehilangan berat
tanpa sengaja. Selanjutnya, terdapat bukti langsung bahwa fraktur ini berhubungan dengan
rendahnya BMD.
Bentuk tubuh
Khyposis disebabkan karena terjadinya fraktur kompresi .
Bone Mass Density
Pengukuran massa tulang (BMD) berdasarkan pada prinsip sorotan energy
dilemahkan sehingga dapat menembus dan melewati tulang, Derajat dari penipisan itu
berhubungan dengan masa dan mineral yang terkandung dalam tulang. Satuannya adalah
gram per unit area ( unit Volume pada pemeriksaan CT). Pengukuran ini dilakukan secara
spesifik utuk setiap lokasi tulang (Vetrebae Lumbal, Femoral Neck, distal radius dll).
Dual X-ray absorptiometry (DXA)
Secara in vivo, BMD diukur dengan dual X-ray absorptiometry (DXA) untuk
diagnosis osteoporosis, penilaian risiko fraktur, dan monitoring perubahan BMD. Ini
merupakan teknologi baku emas untuk mengukur BMD karena BMD dan kekuatan
tulang berkorelasi sangat kuat, akurasi dan presisinya baik sekali, radiasi rendah,
klasifikasi diagnostik berdasarkan BMD, dan pasien yang mendapatkan perbaikan
akibat terapi pada semua uji klinik diseleksi dengan BMD
Radiographic-Absorpsiometry.
Densitas diukur menggunakan radiograph standard dan nilainya dibandingkan
dengan suatu Referensi aluminium baji. Metoda ini dapat dilakukan hanya pada bagian
Appendicular seperti Tangan atau Calcaneus.
Single energy X-Ray Absorpsiometry .
Ini mengukur dari penipisan dari sinar proton yang menembus tulang , Metoda ini
simple dan murah. Tapi hanya bisa digunakan pada bagian appendicular dan mengukur
bagian tersebut tidak seakurat pada Spine atau leher Femur.
Quantitative computed tomography ,
Cara ini mengukur kandungan mineral per unit volume tulang ,yang merupakan
gambaran sebenarnya dari densitas tulang. Meberikan gambaran tulang dengan
meggunakan paparan radasi tinggi dan cara ini tidak lebih akurat dibandingkan dengan
DEXA.
Indikasi Bone Densitometry
Indikasi utama penggunaan Bone Densitometry adalah:
A. Untuk menilai derajat dan progress dari kehilangan tulang pada pasien dengan
Diagnosa klinis Penyakit tulang Metabolik atau kondisi seperti
Hyperparathyroidsm, Osteoporosis yang dicetuskan oleh Corticosteroid,
Hypogonadsm atau kelainan endokrin.
B. Sebagai prosedur screening untuk wanita perimenopause dengan factor resiko
yang multiple utuk terjadinya fraktur osteoporosis
C. Sebagai Monitor dari perawatan osteoporosis.
T-Score
WHO menggunakan T- Score untuk membedakan Masa tulang normal, Masa tulang
yang rendah ( Osteopenia ) dan Osteoporosis. T-score ini merupakan perbandingan antara
BMD penderita dengan rata rata BMD dari dewasa muda yang berjenis kelamin sama.
dengan menggunakan Standar Deviasi sehingga dapat dinilai kesehatan dari tulang.
Diagram 1
Z- Score
Merupakan perbandingan antara densitas tulang seseorang dengan nilai rata rata dari
orang yang berumur dan berjenis kelamin sama. Nilai Z-Score ( dibawah – 2,0)
merupakan pertanda bahwa seseorang mempunyai masa tulang yang lebih sedikit
daripada yang diharapkan pada orang yang berumur sama.
Singh index
Tulang normal terdiri dari korteks yang merupakan susunan trabekula. Trabekula pada
proximal femur terbentuk dengan pola seperti jaringan (net-like) yang bervariasi
ketipisan dan jumlahnya. Group dari helai trabekula ini terbentang pada garis gaya
utama dari proximal femur mempunyai peranan pada kekuatan femur . Resorpsi dari
trabekula terjadi pada osteoporosis dan berakibat pada kelemahan pada femoral neck
femur. Pola dari penipisan trabekulasi ini telah dikarakteristik oleh Singh dkk, yang
memberikan Skala 1-6 untuk mendeskripsikan kehilangan dari trabekula pada proximal
femur. Setiap derajat dari Index dikarakterisistik berdasarkan fakta dari derajat
kehilangan tulang pada bermacam trabekula grup pada proximal femur. Singh
berpendapat bahwa index ini dapat digunakan untuk mediagnosa osteoporosis pada
spinal, dan memrupakan refleksi dari keadaan dari seluruh tulang. Penelitian terbaru
menunjukan bahwa metoda ini telah ketinggalan dan inferior dibandingkan dengan
Photon absiorpmetry. Tapi Singh index ini dapat memberikan prediksi lebih baik pada
Hip Fraktur dibandingkan dengan BMD. Sigh index ini juga dapat digunakan sebagi
pertimbangan untuk penempatan Screw pada femoral head agar kejadian terputus dapat
dihindari.
Methoda ini untuk menilai pola dari kehilangan dari femur untuk memberikan gambaran
indicator dari keadaan dan kerusakan dari trabekular. Lima anatomic group trabekula
dapat dikenali pada proximal femur
- The Principal compressive group yang membentang dari medial kortex dari
Femur neck menuju bagian atas Head femur.
- The Secondary compressive group yang melengkung menuju bagian atas dan
sedikit lateral dari trochchanter mayor dan bagian atas dari Femoral neck
- The Greater trochcanter group yang berjalan lateral di belakang Trochanter mayor
- The Principle tensil group yang membentuk lengkungan di atas dan medial
menyilangi Femoral neck beakhir pada bagian inferior dari Head femur.
- The Secondary tensil group yang memanjang diatas dan medial dan berakhir
setelah melintasi Femoral neck.
Singh membagi derajat kehilangan menjadi 6 skala:
- Grade VI:
Semua group trabekula terlihat. Bagian teratas femur terlihat seperti terisi oleh
penuh oleh trabekula
- Grade V:
Principal tensile dan principle compressive group tertekan
- Grade IV:
Principal tensile trabekula terlihat berkuran tetapi masih bisa terlihat dari lateral
cortex menuju bagian ats dari Femoral neck
` - Grade III:
Terputusnya kontuinitas dari principle tensile group trabekula yang berlawanan
dengan Trochanter Mayor. Grade ini merupakan indikasi dari osteoporosis.
- Grade II:
Hanya principal compressive dari trabekula yang terlihat jelas.
- Grade I:
Principal compressive trabecula terlihat berkurang dan tidak terlihat begitu jelas
Pemeriksaan Biokimia
- Serum Calcium dan Fosfat
- Serum Alkaline Fosfatase : merupakan indeks dari aktivitas osteoblas
- Osteocalcin (GLA protein) : merupakan pemeriksaan spesifik dari formasi tulang
- Parathyroid Hormon : dapat dilakukan pengukuran dari pengujian dari fragmen
terminal COOH. Pada Gagal ginjal test ini tidak dapat memberikan gambaran
karena terjadi reduksi dari Fragmen COOH clearance
- Vitamin D : Dinilai dengan pengukuran serum konsentrasi 25-HCC . Bukan
merupakan gambaran dari intake Vitamin D tapi menurun pada Penyakit ginjal
Kronis.
- Calium dan fosfat Urin : Gambaran berlawanan yang signifikan ditemukan pada
malabsorpsi, hyperparathyroidism dan berbagai kondisi dengan hypercalcemia.
- Ekskresi dari campuran pyridinum dan telopeptida yang didapatkan dari
persilangan kolagen tulang merupakan indeks sensitive untuk resorpsi tulang.
Sangat berguna untuk memonitor hyperparathyroidism dan tipe lain dari
osteoporosis.
Dengan demikian maka pemeriksaan laboratorium yang diperlukan untuk
osteoporosis adalah melihat Bone Turn Over:
A. Pembentukan tulang : Dilakukan pemeriksaan terhadap serum
- Alkali Fosfatase
- Osteocalcin
B. Resorpsi Tulang : Dilakukan pemerikasaan Urin terhadap :
- Pyridinolin Crosslink
- Deoxypyridinolin Crosslink
Faktor klinis yang meningkatkan risiko fraktur yang tidak bergantung kepada BMD adalah
1) Fraktur fragilitas setelah usia 40 tahun (terutama fraktur kompresi vertebra),
2) Terapi glukokortikoid sistemik dengan durasi >3 bulan.
Keberadaan setiap faktor risiko ini akan meningkatkan risiko fraktur, yakni meningkatkan
kategori risiko pada tingkat selanjutnya dari risiko rendah ke risiko sedang atau dari risiko
sedang ke risiko tinggi. Apabila kedua faktor risiko ini terdapat secara bersamaan, pasien harus
dimasukkan ke dalam risiko tinggi tanpa mempertimbangkan nilai BMD.
Managemen Osteoporosis
Osteoporosis mempunyai respon yang baik terhadap pengobatan. Terdapat
sejumlah terapi yang efektif dan ditoleransi dengan balk serta mampu menurunkan risiko
fraktur. Empat tujuan utama dalam pengobatan osteoporosis meliputi
1. Pencegahan fraktur,
2 Stabilisasi atau pencapaian peningkatan massa tulang,
3. Pengurangan gejala fraktur dan deformitas skeletal, dan
4. Maksimalisasi fungsi fisik.
Sedangkan terapi Osteoporosis dibagi menjadi 2 metode :
1. Pencegahan atau prevensi (Non Pharmateutical)
2. Terapi atau pengobatan (Pharmateutical), meliputi:
- Anti Resorpsive Agent
- Anabolic agent
Non Pharmateutical
Pencegahan osteoporosis adalah pengobatan yang lebih baik karena perubahan
mikroarsitektur tulang berhubungan dengan kehilangan tulang yang bersifat ireversibel.
Perawatan kesehatan skeletal dimulai sebelum lahir melalui nutrisi maternal dan gaya
hidup maternal yang baik. Perawatan ini akan berlanjut sepanjang hidup serta tidak
bergantung kepada densitas tulang atau risiko fraktur. Akibat BMD pada dewasa yang
dinyatakan oleh puncak massa tulang dan kecepatan kehilangan tulang maka setiap usaha
seharusnya ditujukan kepada maksimalisasi puncak massa tulang dan minimalisasi
kehilangan tulang di kemudian hari.
1. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik diperlukan untuk pembentukan dan menjaga massa tulang sepanjang
hidup. Latihan beban terbukti meningkatkan BMD dalam jumlah kecil, akan tetapi tidak
pada semua skeletal. Efek menguntungkan olahraga terhadap osteogenik berasal dari
olahraga yang melibatkan gaya beban tinggi. Regangan biomekanis yang dihasilkan dari
kontraksi otot selama olahraga merupakan kontributor dominan terhadap pertambahan
massa tulang berupa peningkatan BMD. Pada penelitian West dinyatakan bahwa beban
akibat olahraga mempunyai respon terhadap peningkatan OPG.
2. Nutrisi dan Suplementasi Kalsium/Vitamin D
Nutrisi yang bagus dan diet seimbang dengan kalori adekuat sangat penting untuk
pertumbuhan normal. Asupan kalsium yang adekuat dipertimbangan sebagai faktor gaya
hidup yang paling penting untuk mencapai dan menjaga massa tulang yang adekuat.
Vitamin D sangat penting untuk absorpsi kalsium di intestinal. Pada sebagian besar wanita
tua, 25-hidroksivitamin D serum menurun sehingga diperlukan suplementasi. National
Osteoporosis Foundation merekomendasikan asupan vitamin D3 harian sebesar 800-1000
IU.
3. Faktor gaya hidup lain
Gaya hidup dan kebiasaan pasien berhubungan dengan osteoporosis dan menjadi faktor
risiko terjadinya fraktur. Penderita osteoporosis harus menghindari alkohol, kafein, dan
merokok walaupun peran dari masing-masing faktor risiko tersebut sangat sulit ditentukan.
Hal ini disebabkan perokok akan lebih sering mengkonsumsi alkohol dan kafein
dibandingkan bukan perokok. BMD pada perokok lebih rendah dibandingkan bukan perokok
dan seiring pertambahan usia peokok lebih sering mengalami abnormalitas vertebra
dibandingkan bukan perokok
4. Pencegahan jatuh dan Perlindungan tulang
Jatuh mengakibatkan konsekuensi serius pada osteoporosis atau osteopenia, oleh karena
itu upaya pencegahan jatuh yang dapat memicu fraktur merupakan prioritas bagi individu
usia lanjut. Semua pasien osteoporosis atau osteopenia harus dinilai faktor risiko untuk jatuh.
Faktor risiko ini meliputi riwayat jatuh sebelumnya, pingsan atau hilang kesadaran,
kelemahan otot, pusing atau masalah keseimbangan, gangguan penglihatan, dan pemberian
obat tertentu (sedativa, analgesik narkotik, antikolinergik dan antihipertensi).
Pharmacological
Bisphosphonate, selective estrogen receptor modulators (SERMs), kasitonin,
teriparatide, dan estrogen berfungsi menurunkan risiko fraktur. Hal yang penting diingat
bahwa penurunan risiko fraktur oleh agen tersebut sebagai tambahan terhadap penurunan
risiko fraktur yang dihasilkan dari pemberian kalsium dan vitamin D.
Anti Resorpsive Agent
1. Biphosponate
Bisphosphonate merupakan analog stabil dari pirofosfonat yang mempunyai afinitas
kuat terhadap apatit tulang; agen ini dapat menghambat resorpsi tulang melalui pengurangan
rekrutmen dan aktivitas osteoklas dan peningkatan apoptosis. Formasi tulang yang terjadi
akibat pengobatan bisphosphonate secara histologis menunjukkan gambaran normal
Resorpsi tulang adalah fungsi khas dari osteoklas dan pengobatan antiosteoporosis
ditargetkan kepada osteoklas. Lebih dari 20 tahun, bisphosphonate (terutama
bisphosphonate yang mengandung nitrogen) merupakan pengobatan standar osteoporosis.
Bisphosphonate yang mengandung nitrogen menghambat resorpsi yang diperantarai oleh
osteoklas melalui blokade aktivitas enzim pada pathway mevalonate, FPP sintase, dan
akhirnya prenilasi small GTPases untuk mengatur penataan sitoskeletal.
Obat ini dipertimbangkan sebagai pilihan garis pertama dalam pengobatan untuk
pencegahan Postmenopause Osteoporosis . Biphosponate bekerja pada osteoclas dan
mungkin pada osteoblast untuk menghambat resorbsi tulang, walaupun mekanime
spesifiknya dalam mecegah fraktur masih belum diketahui.
Biposphonate oral harus digunakan secara cepat,dengan menggunakan segelas
penuh air , penderita harus berdiri ,dengan lambung yang kosong dan tetap duduk atau
berdiri tanpa makan serta minum untuk 30-60 menit berikutnya .Biposphonate secara
umum dapat ditoleransi dengan baik oleh tubuh tapi dapat menimbulkan efek samping
pada Saluran pencernaan bagian atas terutama apabila dosis regimennya tidak tepat.
Terapi bisphosphonate mempunyai beberapa efek samping, yakni intoleransi
gastrointestinal, hipokalemia, acute-phase reaction, nyeri otot dan tulang kroriikk. Intoleransi
gastrointestinal terjadi bila terapi bisphosphonate diberikan secara oral setiap hari, dalam
kondisi asam, dan sudah terdapat iritasi esophagus sebelumnya. Hipokalemia terjadi
disebabkan bisphosphonate mengurangi efluks kalsium dari tulang dan dapat menyebabkan
penurunan serum kalsium. Sebagi kompensasinya, terjadi peningkatan hormon paratiroid
serum. Oleh sebab itu, pemeriksaan kadar 25-OHVD, kalsium dan kreatinin, sebelum
pemberian terapi bisphosphonate secara intravena. Reaksi face akut ditandai dengan gejala
menyerupai flu, yakni demam yang tidak terlalu tinggi, myalgia, nyeri kepala, artalgia, nyeri
tulang, dan mual. Gejala ini umumnya timbul selama 3 hari setelah pemberian dan berkurang
setelah 7 hingga 14 hari. Gejala ini muncul setelah pemberian bisphosphonate yang
mengandung nitrogen dan pemberian secara intravena
2. Alendronate
Alendronate sodium diindikasikan untuk pencegahan (5 mg harian dan 35 mg
mingguan) dan pengobatan (10 mg harian dan 70 mg mingguan) wanita osteoporosis
pascamenopause. Berdasarkan informasi produk dari pabrik, dinyatakan bahwa
peningkatan massa tulang dan penurunan insidensi fraktur hip dan spine pada pengobatan
osteoporosis yang ada sebelumnya. Untuk pencegahan osteoporosis, alendronate harus
dipertimbangkan pada wanita pascamenopause dengan risiko
osteoporosis dan bagi yang membutuhkan untuk mempertahankan massa tulang dan
penurunan risiko fraktur. Alendronate juga digunakan untuk pengobatan osteoporosis akibat
induksi kortikosteroid dan penyakit Paget tulang pada pria dan wanita.
3. Risedronate
Risedronate sodium (5 mg harian atau 35 mg mingguan) diindikasikan untuk pengobatan
dan pencegahan osteoporosis pada wanita pascamenopause. Untuk pengobatan osteoporosis,
risedronate diindikasikan untuk meningkatkan BMD dan menurunkan insidensi fraktur
vertebra dan gabungan fraktur non vertebra terkait osteoporosis. Untuk pencegahan
osteoporosis, risedronate diindikasikan untuk menjaga massa tulang dan menurunkan risiko
fraktur pada wanita berisiko osteoporosis. Risedronate juga diindikasikan untuk osteoporosis
terinduksi glukokortikoid dan penyakit Paget
4. Ibandronate
Ibandronate sodium (2,5 mg sekali sehari atau 150 mg sekali perbulan) diindikasikan
untuk pengobatan dan pencegahan osteoporosis pada wanita pascamenopause. Pada
pengobatan osteoporosis, ibandronate diindikasikan untuk menurunkan insidensi fraktur
vertebra. Ibandronate juga diindikasikan untuk menjaga massa tulang dan menurunkan risiko
fraktur pada wanita pascamenopause yang berisiko osteoporosis
Formula intravena ibandronate telah dipakai dan disetujui untuk pengobatan
Postmenopause Osteoporosis. Diberikan sebagai injeksi selama 30-60 detik setiap bulan.
5. Strontium ralenate
Pemberian dengan sachet dengan air setiap hari mereduksi fraktur vertebral pada
wanita postmenopause . Efek samping secara umum minimal termasuk diare dan sakit
kepala.Spektrum efek antifraktur yang diberikan membuat obat ini menjadi alternative
dari pengobatan garis pertama bagi allendronate atau risondronate,terutama pada pasien
yang mempunyai kontraindikasi atau intoleransi.
6. SERMs
Raloxifene (60 mg sekali sehari) saat ini merupakan satusatunya SERMs yang disetujui
untuk pencegahan dan pengobatan osteoporosis. Raloxifene berperan sebagai agonis estrogen
untuk metabolisme tulang dan lipid dan sebagai estrogen antagonis pada payudara dan
endometrium. Raloxifene efektif dalam mencegah kehilangan tulang pada wanita
pascamenopause dan penurunan risiko fraktur vertebra 30% pada pasien dengan fraktur
vertebra dan pada pasien sebelumnya fraktur vertebra melebihi 3 tahun sebesar 50%.
Penurunan dalam fraktur nonvertebra belum terungkap
.Ralovixine menurunkan resiko dari fraktur vertebral tapi tidak pada fraktur yang
lain. Meningkatkan densitas tulang tetapi tidak sebaik Biphosponate. Efek samping
termasuk nafas yang panas,cramp kaki dan merupakan pencetus pada trombhoembolis
pada vena
Anabolic agent
1. Parathyroid hormone peptide
Teriparatide adalah formulasi rekombinan 34-N terminal asam amino dari hormon paratiroid
(kombinasi dari 1-34 Parathyroid hormone), yang meningkatkan massa tulang dan
memperbaiki mikrostruktur tulang. Teriparatide diberikan subkutan injeksi 20 µg/hari, ke
dinding abdomen atau paha. Proteotact (1-84 Parathyroid hormone) belakangan ini telah
disetujui diberikan dengan cara yang sama dengan dosis 100 µg. Teriparatide
menyebabkan efek samping berupa nause dan sakit kepala. Hiperkalsemia biasanya ringan
dan sementara. Dosis tinggi teriparatide menyebabkan osteosarkoma pada tikus dan penelitian
klinis jangka panjang belum mengungkapkan peningkatan frekuensi insidensi tumor tulang
atau jaringan lain.
2. Terapi estrogen
Kadar sirkulasi normal dari steroid seks diperlukan untuk homeostasis kalsium normal
dan kesehatan tulang. Estradiol berperan penting dalam pencapaian dan memelihara puncak
massa tulang bagi wanita. Estrogen juga diproduksi pada prig dan wanita dari aromatisasi
androgen di jaringan perifer. Pada kedua jenis kelamin, estrogen berefek antiresorpsi,
berkontribusi terhadap pencapaian puncak massa tulang dan mempertahankan kesehatan
skeletal pada dewasa.
Efek estrogen terhadap risiko fraktur pada wanita osteoporosis belum dievaluasi.
Terapi hormon tidak disetujui untuk pengobatan oleh Food and Drug Agency (US FDA) .
Penggunaan estrogen jangka panjang dengan atau tanpa progestin dapat
menurunkan risiko fraktur pada wanita pascamenopause. Namun, penggunaan estrogen ini
mempunyai efek samping, yakni kanker payudara, penyakit tromboemboli, risiko stroke.
OSTEOPOROSIS: Dasar Patometcamsme dan Peran
3. Kalsitonin
Kalsitonin merupakan hormon polipeptida endogen yang dapat menghambat resorpsi
tulang. Kalsitonin ikan salmon 40 - 50 kali lebih efektif daripada kalsitonin manusia. Untuk
penggunaan klinik, dapat diberikan secara injeksi atau nasal (kalsitonin nasal 200 IU setara
dengan 50 IU kalsitonin injeksi). Kalsitonin dapat meningkatkan densitas mineral tulang
pada vertebra lumbalis dan lengan sehingga dapat menurunkan risiko fraktur
4. Vitamin D dan Calcium
Hasil penelitian berdasarkan evidence based memperlihatkan penggunaan suplemen
ini harus disertai dengan pemberian terapi yang lain untuk mecegah terjadinya
Fraktur.Hal ini disebabkan karena berdasarkan penelitian pada pasien yang hanya
mengkonsumsi suplemen ini menunjukan hasil yang menurun pada pencegahan fraktur.
DAFTAR PUSTAKA
1. Appley AG,Solomon L.: Appleys System of Orthopaedics and Fractures. 8 th Ed.
Oxford. Butterworh-Heinemann. 2001,.105-116
2. Robert B. Salter.. Generalized and disseminate Disorder of bone: Textbook of
Disorders and Injuries of the Musculoskeletal System. 3rd Ed. Baltimore Lippincott
Williams&Wilkins. 1999 ,. 183-193
3. Solaerto Reksoprodjo: Osteoporosis, diagnosis dan terapi : Kumpulan Makalah :
Divisi Orthopaedi dan Traumatology FKUI , Jakarta 234-241
4. Caren G. Solomon : Biphosphonate and Osteoporosis : The New England Medical
Journal of Medicine Vol 346:642.2002
5. Pp Smith, J E Adams , Rw Whitehouse: Application of Computer Textur of
analysis to the Singh index: The British Journal of Radiology, 70 (1997) 242-247
6. Kenneth E S Poole , Juliet E Compston.: Osteoporosis and its management : The
British Medical Journal .233. 2006:1251-1258
7. Duke Orthopaedics : Sigh Et al JBJS : Wheeless Textbook of
Orthopaedics :Journal Surgical orthopaedic
8. Susan Poole : Orthopaedic and Bone Physiologi : www.
Osteoporosisupdate.com
9. Harvard Womens Heath Watch : Update on osteoporosis drugs : Harvard Health
Publication. Harvard Medical School. www.health.harvard.edu.
10. Srinivas R Namalachu: Osteoporosis pimary :www.e medicine.com 2006