38
BAB I PENDAHULUAN Gangguan pendengaran atau tuli sejak lahir akan menyebabkan gangguan perkembangan bicara, bahasa, kognitif dan kemampuan akademik. Bila gangguan pendengaran dan ketulian terlambat diketahui tentu hambatan yang akan dihadapi akan lebih besar lagi. Dampak yang merugikan tersebut harus dicegah atau dibatasi melalui program deteksi dini ketulian. Gangguan pendengaran dan ketulian yang dapat dideteksi lebih awal kemudian mendapat rehabilitasi pendengaran yang memadai akan membuka kesempatan bagi penderita untuk mencapai kemampuan berkomunikasi yang lebih optimal sehingga lebih mudah berinteraksi dengan lingkungan dan diharapkan mampu mengikuti jalur pendidikan biasa. 1 Anak yang terlalu kecil bukan halangan untuk melakukan penilaian definitif gangguan pendengaran terhadap status fungsi telinga tengah dan sensitifitas koklea serta jalur suara. Kecurigaan terhadap adanya gangguan pendengaran pada anak harus dilakukan secara tepat. Jenis-jenis pemeriksaan pendengaran yang direkomendasikan oleh American Academy of Pediatrics adalah pemeriksaan yang disesuaikan dengan umur anak, anak harus 1

otoacoustic emission

Embed Size (px)

DESCRIPTION

referat tht

Citation preview

Page 1: otoacoustic emission

BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan pendengaran atau tuli sejak lahir akan menyebabkan gangguan

perkembangan bicara, bahasa, kognitif dan kemampuan akademik. Bila gangguan

pendengaran dan ketulian terlambat diketahui tentu hambatan yang akan dihadapi

akan lebih besar lagi. Dampak yang merugikan tersebut harus dicegah atau dibatasi

melalui program deteksi dini ketulian. Gangguan pendengaran dan ketulian yang

dapat dideteksi lebih awal kemudian mendapat rehabilitasi pendengaran yang

memadai akan membuka kesempatan bagi penderita untuk mencapai kemampuan

berkomunikasi yang lebih optimal sehingga lebih mudah berinteraksi dengan

lingkungan dan diharapkan mampu mengikuti jalur pendidikan biasa. 1

Anak yang terlalu kecil bukan halangan untuk melakukan penilaian definitif

gangguan pendengaran terhadap status fungsi telinga tengah dan sensitifitas koklea

serta jalur suara. Kecurigaan terhadap adanya gangguan pendengaran pada anak harus

dilakukan secara tepat. Jenis-jenis pemeriksaan pendengaran yang direkomendasikan

oleh American Academy of Pediatrics adalah pemeriksaan yang disesuaikan dengan

umur anak, anak harus merasa nyaman terhadap situasi pemeriksaan, pemeriksaan

harus dilakukan pada tempat yang cukup sunyi dengan gangguan visual dan audio

yang minimal. Salah satu uji pendengaran dalam rangka deteksi dini gangguan

pendengaran yang sudah lazim sesuai rekomendasi JCIH (The Joint Commitee on

Infant Hearing) tahun 2000 adalah dengan pemeriksaan OAE (Otoacoustic

Emission).1

1.1. Epidemiologi Gangguan Pendengaran

Pendengaran memegang peranan yang sangat penting bagi anak dalam

mempelajari bicara dan bahasa, sosialisasi dan perkembangan kognitif. Anak belajar

berbicara berdasarkan pada apa yang dia dengar, sehingga gangguan pendengaran

yang dialami anak sejak lahir akan mengakibatkan keterlambatan berbicara dan

1

Page 2: otoacoustic emission

berbahasa. Suzuki (2004) mengatakan bahwa gangguan pendengaran adalah

kecacatan yang tidak kelihatan. Berlainan dengan cacat kelahiran yang lain, gangguan

pendengaran mempunyai kesulitan dalam pendeteksian. Di Amerika Serikat pada

kasus gangguan pendengaran sedang sampai berat rata-rata dideteksi pada usia 20-24

bulan. Pada kasus gangguan pendengaran yang ringan ditemukan pada usia rata-rata

48 bulan. Bahkan pada kasus gangguan pendengaran yang unilateral baru dapat

diidentifikasi pada usia sekolah. 1

Intervensi dini pada gangguan pendengaran dapat memberikan hasil yang

lebih baik dalam kemampuan untuk berbicara dan berbahasa. Penanganan gangguan

pendengaran yang dini terbaik dilakukan di bawah usia 6 bulan karena akan

memberikan hasil intervensi yang optimal. Gangguan pendengaran adalah kasus

kelainan bawaan tersering dengan angka kejadian berkisar antara 1 sampai 3 kejadian

setiap 1000 kelahiran hidup. Angka tersebut dapat meningkat 10 hingga 50 kali lipat

bila dilakukan survei pada kelompok dengan risiko tinggi. Angka kejadian gangguan

pendengaran pada neonatus yang diobservasi ketat di Neonatal Intensive Care Unit

(NICU) adalah 2,5 setiap 100 bayi risiko tinggi. Suwento (2004) mencatat pada

Survey Kesehatan Mata dan Telinga (1994-1996) di Indonesia didapatkan prevalensi

gangguan pendengaran adalah 16,8%, tuli 0,4% dan tuli kongenital 0.1%. Selanjutnya

data WHO menyebutkan bayi lahir tuli (tuli kongenital) berkisar 0,1-0,2% dengan

risiko gangguan komunikasi dan akan menjadi beban keluarga, masyarakat dan

bangsa. Dengan angka kelahiran di Indonesia sekitar 2,6% maka setiap tahunnya

akan ada 5200 bayi tuli di Indonesia.1

1.2. Prinsip Dasar Pemeriksaan Pendengaran Pada Bayi Dan Anak

Pemeriksaan pendengaran pada bayi dan anak harus dapat menentukan :1

a. Jenis gangguan pendengaran (sensorineural, konduktif, campur)

b. Derajat gangguan pendengaran (ringan sampai sangat berat)

c. Lokasi kelainan (telinga luar, tengah, dalam, koklea, retrokoklea)

d. Ambang pendengaran dengan frekuensi spesifik

2

Page 3: otoacoustic emission

Pada bayi dibawah 6 bulan masih sulit melakukan pemeriksaan behavioral

(Behavioral audiometry, Visual Reinforcement audiometry, play audiometry).

Sehingga dipilih pemeriksaan elektrofisiologik yang lebih obyektif seperti BERA

(Brainstem Evoked Response Audiometry), Otoacoustic Emission (OAE) dan

Impedance Audiometry (timpanometri, refleks akustik). Skrining pendengaran

terhadap kemungkinan gangguan pendengaran/ketulian pada bayi baru lahir, dengan

menggunakan prinsip pemeriksaan elektrofisiologik. Pemeriksaan harus bersifat

obyektif, praktis, cepat otomatis dan non invasif.1

1.3. Faktor Risiko Terhadap Gangguan Pendengaran/ Ketulian

Neonatus yang dirawat inap di NICU untuk waktu lebih dari dua hari

meningkatkan kecenderungan untuk adanya gangguan pendengaran sampai 10 kali

lipat. Program skrining sebaiknya diprioritaskan pada bayi dan anak yang mempunyai

risiko tinggi terhadap gangguan pendengaran. Menurut American Joint Committee on

Infant Hearing Statement (2000) pada bayi usia 0–28 hari beberapa faktor berikut ini

harus dicurigai terhadap kemungkinan gangguan pendengaran :2

a. Kondisi atau penyakit yang memerlukan perawatan NICU (Neonatal ICU)

selama 48 jam atau lebih.

b. Keadaan atau stigmata yang berhubungan dengan sindroma tertentu yang

diketahui mempunyai hubungan dengan tuli sensorineural atau konduktif

c. Riwayat keluarga dengan gangguan pendengaran sensorineural yang menetap

sejak masa anak-anak.

d. Anomali kraniofasial termasuk kelainan morfologi pinna atau liang telinga.

e. lnfeksi intrauterine seperti toksoplasma, rubella, cytomegalo virus, herpes,

sifilis.

3

Page 4: otoacoustic emission

Untuk bayi 29 hari-2 tahun :

a. Kecurigaan orang tua atau pengasuh tentang gangguan pendengaran,

keterlambatan bicara, berbahasa dan atau anak keterlambatan perkembangan.

b. Riwayat keluarga dengan gangguan pendengaran yang menetap sejak masa

anak-anak.

c. Keadaan atau stigmata yang berhubungan dengan yang diketahui mempunyai

hubungan dengan konduktif atau gangguan fungsi tuba eustachius.

d. lnfeksi post-natal yang menyebabkan gangguan pendengan sensorineural

termasuk meningitis bakterialis.

e. lnfeksi intrauterine seperti toksoplasma, rubella, cytomegalo virus herpes,

sifilis.

f. Adanya faktor resiko tertentu pada masa neonatus, terutama

hiperbilirubinemia yang memerlukan transfusi tukar, hipertensi pulmonal

yang membutuhkan ventilator serta kondisi lainnya yang memerlukan

extracorporeal membrane oxygenation (ECMO)

g. Sindroma tertentu yang berhubungan dengan gangguan pendengaran yang

progresif seperti Usher syndrome, neurofibromatosis osteopetrosis.

h. Adanya keluhan neurodegeneratif seperti Hunter syndrome dan kelainan

neuropati sensomotorik misalnya Friederich' ataxia, Charrot Marie Tooth

syndrome.

i. Trauma kapitis.

j. Otitis media yang berulang atau menetap disertai efusi telinga tengah minimal

3 bulan.

4

Page 5: otoacoustic emission

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Telinga

Untuk memahami tentang gangguan pendengaran dan cara pemeriksaan

pendengaran, perlu diketahui anatomi telinga dan fisiologi pendengaran. Anatomi

telinga terbagi menjadi tiga bagian, yaitu : telinga luar, telinga tengah dan telinga

dalam.1

http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:HumanEar.jpg

Gambar 1. Anatomi Telinga.

Telinga Luar

5

Page 6: otoacoustic emission

Telinga luar terdiri dari auricula, meatus akustikus eksternus (MAE). Auricula

merupakan suatu lempengan kartilago yang berlekuk-lekuk ditutupi oleh kulit dan

dipertahankan pada tempatnya oleh otot dan ligamentum. Lekuk auricula yang utama

adalah heliks dan antiheliks, tragus dan antitragus, dan konka. Konka ini merupakan

suatu lekukan menyerupai corong yang menuju meatus. Satu-satunya bagian auricula

yang tidak mengandung kartilago ialah lobulus. Kartilago auricula ini berlanjut

dengan kartilago meatus akustikus eksternus luar.2,4

Meatus akustikus eksternus berbentuk huruf S, dengan rangka kartilago pada

sepertiga bagian luar, di sepertiga bagian luar kulit meatus akustikus eksternus

terdapat banyak kelenjar serumen dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada

seluruh kulit meatus akustikus eksternus. Pada dua pertiga bagian dalam terdiri dari

tulang. Meatus dibatasi oleh kulit dengan sejumlah rambut, kelenjar sebasea, dan

sejenis kelenjar keringat yang telah mengalami modifikasi menjadi kelenjar

seruminosa.2,4

Gambar 2. Telinga Luar. Bagian-bagian Auricula.3

Telinga Tengah

6

Page 7: otoacoustic emission

Telinga tengah berbentuk kubus dengan :2

Batas luar :  Membran timpani

Batas depan  :  Tuba eustachius

Batas bawah  :  Vena jugularis (bulbus jugularis)

Batas belakang :  Aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis.

Batas atas  :  Segmen timpani (meningen / otak )

Batas dalam : Berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semisirkularis

horizontal, kanalis fasialis, fenestra vestibuli(oval window), fenestra rotundum (round

window) dan promontorium.

Gambar 3. Telinga Tengah.3

Tulang Pendengaran

Tulang-tulang pendengaran membentuk suatu sistem pengungkit dan batang

yang meneruskan suatu energi mekanis getar ke cairan periotik. Sistem tersebut

terdiri dari maleus, inkus, dan stapes. Tulang pendengaran di dalam telinga tengah

saling berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus

melekat pada inkus dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap

7

Page 8: otoacoustic emission

lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang

pendengaran merupakan persendian.2,4

Gambar 4.Tulang Pendengaran : Malleus, Incus, Stapes.6

Membran Timpani

Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah meatus

akustikus eksternus dan terlihat oblik terhadap sumbu meatus akustikus eksternus.

Membran timpani tersusun oleh suatu lapisan epidermis di bagian luar, lapisan

fibrosa di bagian tengah dimana tangkai maleus dilekatkan, dan lapisan mukosa

bagian dalam. Pada membran timpani terdapat 2 macam serabut, sirkuler dan radier.

Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya reflek cahaya yang berupa kerucut.

Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran dengan menarik garis searah dengan

prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga

didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan serta bawah belakang,

untuk menyatakan letak perforasi membran timpani.2,7

8

Page 9: otoacoustic emission

Gambar 5. Membran Timpani.8

Tuba Eustachius

Tuba eustachius terbentang dari dinding anterior kavum timpani ke bawah,

depan, dan medial sampai ke nasopharynx. Sepertiga bagian posterior-nya adalah

tulang dan dua pertiga bagian anteriornya adalah kartilago. Tuba berhubungan

dengan nasopharynx melalui pinggir atas m. constrictor pharynges superior. Tuba

berfungsi menyeimbangkan tekanan udara di dalam cavum timpani dengan

nasopharynx.4,7

Gambar 6. Tuba Eustachius.12

9

Page 10: otoacoustic emission

Telinga Dalam

Telinga dalam yang bertulang (selubung labirin) membungkus cairan perilimfa.

Cairan perilimfa dihubungkan dengan rongga subaraknoid oleh duktus perilimfatikus.

Labirin selaput berisi endolimfa, yang diproduksi oleh striavaskularis.3

Telinga dalam terdiri dari koklea (koklea) yang berupa dua setengah lingkaran

dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak

koklea disebut holikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan

skala vestibule oleh tulang lamina spiralis dan duktus koklearis. 2

Gambar 7. Telinga Dalam.9

Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan

membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Sisa ruang di dalam kanalis semisirkularis

diselingi oleh trabekula yang mempunyai arachnoid dan tersebar jarang, dan melalui

trabekula ini bersirkulasi cairan periotik. 2,7

Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani

sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) di antaranya. Skala vestibuli dan

skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Dasar skala

vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (Reissner’s membrane) sedangkan dasar

skala media adalah membran basalis. Terletak di atas membran basalis dari basis ke

apeks adalah organ korti, yang mengandung organel-organel penting untuk

mekanisme saraf perifer pendengaran. 2,7

10

Page 11: otoacoustic emission

Gambar 8. Histologi dari telinga bagian dalam

Organ korti terdiri dari satu baris sel rambut dalam dan tiga baris sel rambut

luar. Sel-sel indera berhubungan dengan membran tektoria. Membran tektoria

disekresi dan disokong oleh suatu panggung yang terletak di medial disebut sebagai

limbus. 3,7

Gambar 9. Alat corti. Sel-sel rambut tergantung pada bagian horizontal dari suatu jungkat-jangkit yang dibentuk oleh lamina retikularis dan sel pillar luar dan dalam.

Bagian vestibulum telinga dalam dibentuk oleh sakulus, utrikulus dan kanalis

semisirkularis. Utrikulus dan sakulus mengandung makula yang diliputi oleh sel-sel

rambut. Sakulus berhubungan dengan utrikulus melalui suatu duktus sempit yang

juga merupakan saluran menuju sakus endolimfatikus. Makula utrikulus terletak pada

bagian yang tegak lurus terhadap makula sakulus. Ketiga kanali semisirkularis

bermuara pada utrikulus. Masing-masing kanalis mempunyai suatu ujung yang

melebar membentuk ampula dan mengandung sel-sel rambut menonjol pada suatu

kupula gelatinosa. 3

2.2 Fisiologi Pendengaran

Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Reseptor-reseptor

khusus untuk suara terletak di telinga dalam yang berisi cairan. Dengan demikian,

gelombang suara hantaran udara harus disalurkan ke arah dan dipindahkan ke telinga

dalam, dan dalam prosesnya melakukan kompensasi terhadap berkurangnya energi

suara yang terjadi secara alamiah sewaktu gelombang suara berpindah dari udara ke

air. Fungsi ini dilakukan oleh telinga luar dan telinga tengah.10

11

Page 12: otoacoustic emission

Auricula mengumpulkan gelombang suara dan menyalurkannya ke saluran

telinga luar. Membran timpani, yang teregang menutupi pintu masuk ke telinga

tengah, bergetar sewaktu terkena gelombang suara. Daerah-daerah gelombang suara

yang bertekanan tinggi dan rendah berselang-seling menyebabkan gendang telinga

yang sangat peka tersebut menekuk keluar-masuk seirama dengan frekuensi

gelombang suara.4 , 10

Telinga tengah memindahkan gerakan bergetar membran timpani ke cairan di

telinga dalam. Pemindahan ini dipermudah oleh adanya rantai yang terdiri dari tiga

tulang yang dapat bergerak atau osikula (maleus, inkus, dan stapes) yang berjalan

melintasi telinga tengah. Tulang pertama : maleus, melekat ke membran timpani, dan

tulang terakhir, stapes, melekat ke venestra vestibula, pintu masuk ke koklea yang

berisi cairan. Ketika membrana timpani bergetar sebagai respons terhadap gelombang

suara, rantai tulang-tulang tersebut juga bergerak dengan frekuensi sama,

memindahkan frekuensi gerakan tersebut dan membran timpani ke fenestra vestibuli.

Setiap getaran yang dihasilkan menimbulkan gerakan seperti gelombang pada cairan

telinga dalam dengan frekuensi yang sama dengan frekuensi gelombang suara

semula. 2,4,7,10

Gerakan stapes yang menyerupai piston terhadap fenestra vestibuli

menyebabkan timbulnya gelombang tekanan. Ketika stapes bergerak mundur dan

menarik fenestra vestibuli ke luar ke arah telinga tengah, perilimfe mengalir dalam

arah berlawanan, mengubah posisi fenestra rotunda ke arah dalam. Jalur ini tidak

menyebabkan timbulnya persepsi suara tetapi hanya menghamburkan tekanan.8 , 1 0

Transmisi gelombang suara melalui gerakan cairan di dalam perilimfe yang

ditimbulkan oleh getaran fenestra vestibule yang mengikuti dua jalur: (1) melalui

skala vestibuli, mengitari helikotrema, dan melalui skala timpani, yang menyebabkan

fenestra rotunda bergetar. (2) skala vestibuli melalui membran basilaris ke skala

timpani. Jalur pertama hanya menyebabkan penghamburan energi suara, tetapi jalur

kedua mencetuskan pengaktifan reseptor untuk suara dengan membengkokkan

12

Page 13: otoacoustic emission

rambut di sel-sel rambut sewaktu organ corti pada bagian atas membrana basilaris

bergetar, mengalami perubahan posisi terhadap membrana tektorial di atasnya. 2 , 7 , 1 0

Organ Corti, yang terletak di atas membran basilaris, di seluruh panjangnya

mengandung sel-sel rambut, yang merupakan reseptor untuk suara. Sel-sel rambut

menghasilkan sinyal saraf, jika rambut di permukaannya secara mekanis mengalami

perubahan bentuk berkaitan dengan gerakan cairan di telinga dalam. Rambut-rambut

ini secara mekanis terbenam di dalam membrana tektorial, suatu tonjolan mirip tenda-

rumah yang menggantung diatas, di sepanjang organ Corti.10

Sel-sel rambut adalah sel reseptor khusus yang berkomunikasi melalui sinaps

kimiawi dengan ujung-ujung serat saraf aferen yang membentuk saraf  auditorius

(koklearis). Depolarisasi sel-sel rambut (sewaktu membran basilaris bergeser ke atas)

meningkatkan kecepatan pengeluaran zat perantara mereka, yang menaikkan

kecepatan potensial aksi di serat-serat aferen. Sebaliknya, kecepatan pembentukan

potensial aksi berkurang ketika sel-sel rambut mengeluarkan sedikit zat perantara

karena mengalami hiperpolarisasi (sewaktu membrana basilaris bergerak ke

bawah).2 , 7 , 1 0

Dengan demikian, telinga mengubah gelombang suara di udara menjadi

gerakan-gerakan berosilasi membrana basilaris yang membengkokkan pergerakan

maju-mundur rambut-rambut di sel reseptor. Perubahan bentuk mekanis rambut-

rambut tersebut menyebabkan pembukaan dan penutupan (secara bergantian) saluran

di sel reseptor, yang menimbulkan perubahan potensial sehingga mengakibatkan

perubahan kecepatan pembentukan potensial aksi yang merambat ke otak. Dengan

cara ini, gelombang suara diterjemahkan menjadi sinyal saraf yang dapat

dipersepsikan oleh otak sebagai sensasi suara.4,8,10

13

Page 14: otoacoustic emission

2.3 Otoacoustic Emission (OAE)

2.3.1 Definisi OAE

Otoacoustic Emission atau OAE pertama kali ditemukan oleh Gold pada

tahun 1948 dan diperkenalkan oleh Kemp pada tahun 1978. OAE merupakan suara

dengan intensitas rendah yang diproduksi oleh koklea baik secara spontan atau

menggunakan stimulus yang disebabkan oleh gerakan sel-sel rambut luar di telinga

bagian dalam. Gerakan-gerakan ini adalah hasil mekanisme sel yang aktif, yang dapat

terjadi baik secara spontan, maupun oleh rangsangan bunyi dari luar.11,12

OAE merupakan skrining pendengaran yang dilakukan untuk mengetahui

fungsi koklea di telinga dalam dan hasilnya merupakan respons koklea yang

dipancarkan dalam bentuk energi akustik, namun tidak dapat memberikan informasi

tentang derajat gangguan pendengaran seorang bayi atau anak. Fungsi koklea selain

menerima suara, juga menghasilkan energi akustik. Energi akustik yang dihasilkan

berupa suara dengan intensitas rendah, dapat timbul secara spontan atau merupakan

respons terhadap rangsangan akustik.12,13

14

Page 15: otoacoustic emission

Gambar 11. Contoh alat OAE.14

OAE adalah suatu teknik pemeriksaan koklea yang relatif baru, berdasarkan

prinsip elektrofisiologik yang obyektif, cepat, mudah, otomatis, non invasif, dengan

sensitivitas mendekati 100%. Pemeriksaan OAE dikatakan objektif karena dapat

langsung mengetahui fungsi koklea. Keuntungan lain OAE tidak terbatas pada umur,

bahkan dapat dilakukan pada neonatus, tidak memerlukan waktu lama, tersedia alat

portable. Kelemahannya dipengaruhi oleh bising lingkungan, kondisi telinga luar dan

tengah, kegagalannya pada 24 jam pertama kelahiran cukup tinggi, serta harga alat

relatif mahal.12,13,15

2.3.2 Tujuan Pemeriksaan OAE

Tujuan utama pemeriksaan OAE adalah guna menilai keadaan koklea,

khususnya fungsi sel rambut. Hasil pemeriksaan dapat berguna untuk:16

a. Skrining pendengaran (khususnya pada neonatus, infant atau individu dengan

gangguan perkembangan)

b. Memperkirakan sensitivitas pendengaran dalam rentang tertentu

c. Membedakan gangguan sensori dan neural pada gangguan pendengaran

sensorineural

15

Page 16: otoacoustic emission

d. Pemeriksaan pada gangguan pendengaran fungsional (berpura-pura).

Pemeriksaan dapat dilakukan pada pasien yang sedang tidur, bahkan pada

keadaan koma, karena hasil pemeriksaan tidak memerlukan respon tingkah

laku.

2.3.3 Syarat-syarat untuk menghasilkan OAE:16

a. meatus akustikus eksternus luar tidak obstruksi

b. menutup rapat-rapat meatus akustikus eksternus dengan probe

c. posisi optimal dari probe

d. tidak ada penyakit telinga tengah

e. sel rambut luar masih berfungsi

f. pasien kooperatif

g. lingkungan sekitar tenang

2.3.4 Cara kerja OAE

OAE bertujuan menilai apakah koklea berfungsi normal, terutama fungsi sel

rambut. Suara yang berasal dari dunia luar diproses oleh koklea menjadi stimulus

listrik, selanjutnya dikirim ke batang otak melalui saraf pendengaran. Sebagian energi

bunyi tidak dikirim ke saraf pendengaran melainkan kembali menuju meatus

akustikus eksternus. Produk sampingan koklea ini kemudian disebut sebagai emisi

otoakustik (Otoaccoustic emission). Koklea tidak hanya menerima dan memproses

bunyi tetapi dapat juga memproduksi energi bunyi dengan intensitas rendah yang

berasal dari sel rambut luar koklea.12,14

OAE merupakan respon akustik nada rendah terhadap stimulus bunyi dari luar

yang tiba di sel sel rambut luar (outer hair cells/ OHC’s ) koklea. Telah diketahui

bahwa koklea berperan sebagai organ sensor bunyi dari dunia luar. Di dalam koklea

bunyi akan dipilah-pilah berdasarkan frekuensi masing-masing, setelah proses ini

maka bunyi akan diteruskan ke sistem saraf pendengaran dan batang otak untuk

selanjutnya dikirim ke otak sehingga bunyi tersebut dapat dipersepsikan.12,14,17

16

Page 17: otoacoustic emission

Kerusakan yang terjadi pada sel-sel rambut luar, misalnya akibat infeksi virus,

obat obat ototoksik, kurangnya aliran darah yang menuju koklea – menyebabkan

OHC’s tidak dapat memproduksi emisi. OAE tidak muncul pada hilangnya

pendengaran lebih dari 30-40 dB.14,16

Pemeriksaan OAE dilakukan dengan cara memasukkan suatu probe ke dalam

meatus akustikus eksternus luar. Dalam probe tersebut terdapat mikrofon dan

pengeras suara (loudspeaker) yang berfungsi memberikan stimulus suara. Mikrofon

berfungsi menangkap suara yang dihasilkan koklea setelah pemberian stimulus.

Sumbat telinga dihubungkan dengan komputer untuk mencatat respon yang timbul

dari koklea.14,16,18

Cara kerja alat ini dengan memberikan stimulus bunyi yang masuk ke meatus

akustikus eksternus melalui insert probe, dengan bagian luarnya dilapisi karet lunak

(probe tip) yang ukurannya dapat dipilih sesuai besar meatus akustikus eksternus,

menggetarkan gendang telinga, selanjutnya melalui telinga tengah akan mencapai

koklea. Saat stimulus bunyi mencapai OHC koklea yang sehat, OHC akan

memberikan respon dengan memancarkan emisi akustik yang akan dipantulkan ke

arah luar (echo) menuju telinga tengah dan meatus akustikus eksternus. Emisi akustik

yang tiba di meatus akustikus eksternus akan direkam oleh mikrofon mini yang juga

berada dalam insert probe, selanjutnya diproses oleh mesin OAE sehingga hasilnya

dapat ditampilkan pada layar monitor mesin OAE.17,18

Analisa gelombang OAE dilakukan berdasarkan perhitungan statistik yang

menggunakan program komputer. Hasil pemeriksaan disajikan berdasarkan ketentuan

pass– refer criteria, maksudnya pass bila terdapat gelombang OAE dan refer bila

tidak ditemukan gelombang OAE. Pemeriksaan OAE dapat dilakukan di ruang biasa

yang cukup tenang sehingga tidak memerlukan ruang kedap suara (sound proof

room). Juga tidak memerlukan obat penenang (sedatif) asalkan bayi/ anak tidak

terlalu banyak bergerak.17,18

17

Page 18: otoacoustic emission

.http://www.mimosaacoustics.com/products/teoae.html

Gambar 12.Transient Evoked OAE (TEOAE).

2.3.5 Analisa dan Interpretasi pemeriksaan OAE

Prinsip pemeriksaan OAE adalah mengukur emisi yang dikeluarkan oleh

telinga saat suara menstimulasi koklea. Teknik ini sensitif untuk mengetahui

kerusakan pada sel rambut luar, dapat pula digunakan untuk memeriksa telinga

tengah dan dalam. Walaupun amplifikasi suara yang diproduksi oleh sel rambut luar

di dalam koklea bisa setinggi 50 dB, namun energi sisa yang mencapai kanal telinga

(OAE) normalnya berkisar 0-15 dB.12

Ada 3 langkah umum dalam menganalisa OAE. Langkah pertama yakni

memverifikasi kondisi pengukuran yang adekuat, khususnya pada level suara yang

rendah (biasanya kurang dari -10dB) untuk dapat menghasilkan deteksi aktivitas

OAE yang meyakinkan dan tingkat intensitas stimulus pada kanal telinga sebaiknya

mendekati level yang ditargetkan. Langkah berikutnya dalam analisa data adalah

mempertimbangkan apakah OAE yang timbul dapat diterima yakni apakah amplitudo

OAE melebihi level suara 6 dB atau lebih pada frekuensi pemeriksaan. Langkah

terakhir, ketika perbedaan antara amplitudo OAE dan tingkat kebisingan ≥ 6 dB, hasil

dianalisa dengan cermat untuk daerah normal yang sesuai dari amplitudo OAE.12

Aplikasi utama dari pemeriksaan OAE yakni skrining pada pasien dengan

resiko gangguan pendengaran. Hasil skrining OAE ini secara umum digambarkan

sebagai pass atau refer. Jika terdapat gelombang OAE (≥ 6 dB di atas tingkat

18

Page 19: otoacoustic emission

kebisingan) untuk frekuensi pemeriksaan yang paling banyak maka bayi dapat

melewati tes OAE (pass), yang berarti bayi tersebut tidak mengalami gangguan

pendengaran. Namun walaupun terdapat OAE tidak selalu menggambarkan sensivitas

pendengaran yang normal, hasil pass mengeliminasi hilangnya pendengaran pada

tingkat yang serius. Jika tidak ditemukan gelombang OAE berarti ada gangguan

pendengaran (refer). Hasil refer perlu dilihat sebagai faktor resiko hilangnya

pendengaran yang dapat mempengaruhi komunikasi, sehingga pasien dengan hasil

pemeriksaan refer dianjurkan untuk dilakukan tes lanjutan.12,17

Pemeriksaan OAE dapat menentukan penilaian klinik telinga perifer/jalur

preneural, namun tidak dapat memeriksa adanya gangguan saraf pendengaran atau

respon otak/jalur neural terhadap suara. OAE dipengaruhi oleh verniks kaseosa,

debris, dan kondisi telinga tengah (cavum tympani). Neonatus usia kurang dari 24 jam

meatus akustikus eksternus terisi verniks kaseosa yang akan keluar dalam 24-48 jam

setelah lahir, sehingga hasil refer 5-20% bila skrining dilakukan 24 jam setelah

lahir.17,18

Angka refer <3% dicapai bila skrining dilakukan usia 24-48 jam karena

perjalanan stimulus bunyi menuju koklea maupun emisi akustik yang dipancarkan

oleh koklea ke meatus akustikus eksternus harus melewati telinga tengah; maka

sebelum pemeriksaan OAE harus dipastikan bahwa telinga tengah dalam kondisi

normal dengan pemeriksaan timpanometri agar dapat dipastikan bahwa hasil tes OAE

akurat atau tidak. Selama hasil timpanometri adalah normal, maka hasil tes OAE

dapat dipercaya. Tetapi jika dari hasil tes timpanometri menunjukkan adanya

gangguan di telinga tengah, maka hasil tes OAE kurang akurat.18,19

Faktor lain yang mempengaruhi hasil tes OAE yaitu ukuran probe (harus

sesuai dengan ukuran meatus akustikus eksternus), posisi penempatan probe (tidak

ada kebocoran atau celah udara dan posisi probe harus lurus ke arah gendang telinga)

serta kebisingan eksternal maupun internal.16,17

19

Page 20: otoacoustic emission

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3631808/

Gambar 13. Contoh Hasil Tes Pemeriksaan OAE.12,14

Pemeriksaan OAE sensitif untuk mengetahui adanya kerusakan pada outer

hair cell di koklea. Pemeriksaan OAE juga cukup efektif sebagai alat skrining karena

selain sensitif juga cukup murah. Minnesota Newborn Hearing Screening Program

memakai OAE sebagai standar pemeriksaan awal, apabila didapatkan abnormalitas

baru diperiksa dengan ABR. OAE merupakan skrining pendengaran secara obyektif,

namun tidak dapat memberikan informasi tentang derajat gangguan pendengaran

seorang bayi atau anak.18,19

2.3.6 Jenis Pemeriksaan OAE

OAE dibagi menjadi 3 (tiga) jenis, yakni:11,14,15

1. Spontaneous OAE (SFOAE)Merupakan respon yang dibangkitkan oleh nada murni yang panjang dan terus

menerus, jenis ini tidak mempunyai arti klinis, dan jarang digunakan. Stimulus ini biasa diukur dalam frekuensi yang sempit ( < 30 Hz) yang diukur dalam saluran telinga eksternal.

20

Page 21: otoacoustic emission

2. Transient Evoked OAE (TEOAE)Untuk memperoleh emisi TEOAE digunakan stimulus bunyi click yang

onsetnya sangat cepat (milidetik) dengan intensitas sekitar 40 dB. Secara otomatis

akan diperiksa 4–6 jenis frekuensi. Spektrum frekuensi yang dapat diperiksa TEOAE

adalah 500-4500 Hz untuk orang dewasa dan 5000–6000 Hz pada bayi. TEOAE tidak

terdeteksi pada ketulian >40 dB. Bila TEOAE pass berarti tidak ada ketulian koklea,

sebaliknya bila TEOAE refer berarti ada ketulian koklea lebih dari 40dB. Umumnya

hanya digunakan untuk skrining pendengaran bayi/anak.

3. Distortion Product OAE (DPOAE)

Mempergunakan 2 buah stimulus bunyi nada murni sekaligus, yang berbeda

frekuensi maupun intensitasnya. Spektrum frekuensi yang dapat diperiksa lebih luas

dibandingkan dengan TEOAE, dapat mencapai frekuensi tinggi (10.000 Hz). DPOAE

(+BERA) digunakan untuk mendiagnosis auditori neuropati, monitoring pemakaian

obat ototoksik dan pemaparan bising, menentukan prognosis tuli mendadak (sudden

deafness) dan gangguan pendengaran lainnya yang disebabkan oleh kelainan koklea.

Gambar 14 Distortion Product OAE11

21

Page 22: otoacoustic emission

2.3.7 Aplikasi klinis pemeriksaan OAE

Aplikasi klinis dari pemeriksaan OAE terfokus untuk identifikasi gangguan

sensorineural perifer, walaupun diketahui bahwa kelainan di telinga luar dan telinga

tengah sangat mempengaruhi transmisi hantaran suara.11,12

Pemeriksaan OAE secara klinis dapat dibagi dalam beberapa kategori

yaitu:11,12

a. Aplikasi klinis pada anak

1) Skrining pendengaran bayi baru lahir

2) Diagnostik audiologi pediatric

3) Monitoring ototoksik

4) Pengukuran gangguan proses auditori

5) Pengukuran kemungkinan tuli fungsional (nonorganic)

b. Aplikasi klinis pada dewasa

1) Deteksi dini dari disfungsi koklear akibat bising

2) Monitoring siklus koklear pada potensial ototoksik

3) Membedakan disfungsi koklear dengan retrokoklear

4) Pengukuran kemungkinan tuli fungsional (nonorganic)

5) Konfirmasi adanya disfungsi koklear pada pasien dengan tinnitus

Gambar 15 Penggunaan OAE.12

22

Page 23: otoacoustic emission

2.3.8 Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi OAE:12

a. Non patologi1) Kesalahan meletakkan probe2) Serumen yang menghalangi probe3) Debris atau benda asing pada meatus akustikus eksternus4) Vernix caseosa pada neonatus5) Pasien yang tidak kooperatif

b. Patologi1) Telinga luar :

a) Stenosisb) Otitis eksternac) Kista

2) Membran timpani : perforasi3) Telinga tengah

a) Tekanan telinga tengah yang abnormalb) Otosklerosisc) Disartikulasi telinga tengahd) Kolesteatomae) Kistaf) Otitis media

4) Kokleaa) Pemaparan obat-obat ototoksik atau pemaparan bisingb) Patologi koklear lainnya

2.3.9. Kondisi-kondisi yang menggambarkan abnormal OAE:11,15

a. Tinnitusb. Paparan bunyi bising yang berlebihanc. Ototoksikd. Kelainan vestibuler

2.3.10. Kondisi-kondisi yang menyebabkan normal OAE:11

a. Kehilangan pendengaran fungsionalb. Autismc. Neuropati pendengarand. Kerusakan pada sel rambut dalam tapi tidak pada sel rambut luar

23

Page 24: otoacoustic emission

BAB III

KESIMPULAN

Gangguan pendengaran dapat terjadi pada semua manusia, terutama di zaman sekarang dengan lingkungan yang mempunyai tingkat kebisingan tinggi dari industri musik, lalu lintas, gaya hidup dan sebagainya. Umumnya gangguan pendengaran terjadi secara perlahan dan tanpa disadari pada awalnya. Antara 30% dan 35% dari individu di atas usia 65 mengalami gangguan pendengaran yang memadai untuk memerlukan alat bantu dengar. 40% dari masyarakat di atas usia 75 mengalami gangguan pendengaran.

Gangguan pendengaran pada masa bayi akan menyebabkan gangguan bicara, berbahasa, kognitif, masalah sosial, dan emosional. Identifikasi gangguan pendengaran secara dinidan intervensi yang sesuai sebelum usia 6 bulan terbukti dapat mencegah segala konsekuensi tersebut. The Joint Committee on Infant Hearing tahun 2000 merekomendasikan skrining pendengaran neonatus harus dilakukan sebelum usia 3 bulan dan intervensi telah diberikan sebelum usia 6 bulan.

Untuk mendeteksi gangguan pendengaran terdapat banyak jenis pemeriksaan salah satunya yang kini berkembang dengan kemajuan teknologi yaitu pemeriksaan pendengaran objektif dengan menggunakan alat yang relatif aman dan mudah digunakan salah satunya alat emisi otoakustik (OAE) yang saat ini merupakan pemeriksaan baku emas terutama bagi anak-anak.

OAE merupakan skrining pendengaran yang dilakukan untuk mengetahui fungsi koklea di telinga dalam dan hasilnya merupakan respons koklea yang dipancarkan dalam bentuk energi akustik, namun tidak dapat memberikan informasi tentang derajat gangguan pendengaran seorang bayi atau anak. Teknik pemeriksaan OAE bersifat obyektif, cepat, mudah,otomatis, non invasif, dengan sensitivitas mendekati 100%. Pemeriksaan OAE dikatakan objektif karena dapat langsung mengetahui fungsi koklea. Dengan demikian, pemeriksaan OAE diharapkan dapat mencegah ketulian ke tingkat yang lebih parah lagi dan rehabilitasi menggunakan alat bantu dengar juga dapat dilakukan sesegera mungkin.

24

Page 25: otoacoustic emission

DAFTAR PUSTAKA

1. Santoso HA; Ekorini, HS; Wiyadi MS. Deteksi Dini Gangguan fungsi Outer hair

Cell Cochlea Berdasarkan pemeriksaan Transient Evoked Otoakustik Emissions

serta Analisis Faktor Risiko Tinggi pada Bayi Pasca Perawatan di Ruang

Intermediet IRNA IKA RSUD dr. Soetomo. SMF Ilmu Kesehatan THT FK

UNAIR. 2009.

2. Boies, adams. Buku Ajar Penyakit THT .Edisi 6. Penerbit : EGC. Jakarta. 1997.

3. Ear: Structure of The Human Ear. In: Encyclopedia Brittanica Online. Available

from: URL: http://www.britannica.com/EBchecked/media/530/Structure-of-the-

human-ear. Acessed: August, 4th 2013.

4. Arsyad Soepardi, Efiaty; Nurbaiti Iskandar, Jenny Bashiruddin, Ratna Dwi

Resuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala &

Leher; Edisi keenam. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2007.

5. Medicalook. Middle Ear Anatomy. Available from

http://www.medicalook.com/human_anatomy/organs/Middle_ear.html. 2007.[Di

akses pada tanggal 8 Maret 2015] ;

6. Rnceus. Middle Ear Anatomy. [Di akses pada tanggal 8 Maret 2015]; Available

from http://www.rnceus.com/otitis/otimid.htm8. 2008.

7. Dorland. Tympanic Membrane. [Di akses pada tanggal 8 Maret 2015];

http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/tympanic+membrane. 2007.

8. Hall, John E. Guyton., Hall .Textbook of Medical Physiology. Publisher: Saunders. 2010.

9. Dorland. Eustachian Tube.[ Di akses pada tanggal 8 Maret 2015]; Available from

http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/eustachian+tube. 2007.

10. Sherwood Laurale.Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2.Penerbit: EGC.

Jakarta . 2006.

11. Trihandani, Okti. Gambaran Hasil Pemeriksaan Emisi Otoakustik sebagai

Skrining Pendengaran Bayi Baru Lahir di RSUP. H.Adam Malik Medan dan

25

Page 26: otoacoustic emission

Balai Pelayanan Kesehatan Dr. Pringadi Medan. Tesis. Program Pendidikan

Dokter Spesialis THT-BKL USU. 2009.

12. Hall, James W. A Guide to Otoacoustic Emissions (OAE) for Otolaryngologists.

Maico. 2009.

13. Rundjan, Lily; dkk. Skrining Gangguan Pendengaran pada Neonatus Risiko

Tinggi. Sari Pediatri, Vol.6, No.4, Maret 2005. P. 149-154.

14. Smith, Steven D. A Guide to Otoacoustic Emissions (OAE) for Physicians.

Maico Diagnostics. Alabama. 2005.

15. Campbell K.C.M. Otoacoustic Emissions. Department of Surgery, Division of

Otolaryngology, Southern Illionis University School of medicine. 2006.

(http://emedicine.medscape.com/article/835943-overview#showall.) Diakses 10

Maret 2015.

16. Sjarifuddin; Bashiruddin, Jenny; Alviandi, Widayat. Tuli Koklea dan tuli

Retrokolea. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung tenggorok kepala

dan leher. Edisi keenam. FKUI. 2007.

17. Suwento, Ronny; Zizlavsky, Semiramis; Hendarmin, Hendarto. Gangguan

Pendengaran pada Bayi dan Anak. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga

Hidung tenggorok kepala dan leher. Edisi keenam. FKUI. 2007.

18. Suwento, Ronny. Deteksi Dini Gangguan Pendengaran / Ketulian.

(http://ketulian.com/v1/web/index.php?to=article&id=7). Diakses: 31 juli 2013.

19. Ghanie, Abla. Aditiawati. Pentingnya Deteksi Dini Pendengaran dan

Intervensinya. In Clinical Approaches and Intervention of Growth and

developmental Disorders in Daily Practise. Naskah Lengkap. Departemen IKA,

FK Universitas Sriwijaya. 2013

26