31
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Setiap negara di dunia ini mempunyai perbedaan- perbedaan dalam hal sumber daya alam, letak geografis, iklim, sumber daya manusia, serta keadaan struktur ekonomi dan sosial, yang menciptakan adanya perbedaan barang-barang yang dihasilkan, biaya produksi serta mutu barangnya. Atas dasar hal tersebut terciptalah suatu ketergantungan suatu negara terhadap negara lain dalam bentuk transaksi jual beli yang melewati batas negara. Didasarkan pada perbedaan- perbedaan tersebut, dapat dilihat bahwa tidak ada satu negarapun yang mungkin untuk memproduksi sendiri seluruh barang-barang kebutuhannya. Kemustahilan untuk memproduksi sendiri seluruh kebutuhan tersebut mengakibatkan ketergantungan antar negara, khususnya dalam bentuk transaksi jual beli antar negara-negara tersebut. Jual beli yang antar negara-negara, yang melewati batas negara termasuk ke dalam ruang lingkup jual beli internasional. Jual beli internasional terlebih dahulu harus dinilai atau ditelusuri apakah hubungan hukumnya termasuk dalam persoalan Hukum Perdata Internasional atau tidak. Suatu hubungan Hukum Perdata 1

Outline Makalah

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Makalah Tugas Kuliah

Citation preview

Page 1: Outline Makalah

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Permasalahan

Setiap negara di dunia ini mempunyai perbedaan-perbedaan dalam hal sumber

daya alam, letak geografis, iklim, sumber daya manusia, serta keadaan struktur ekonomi

dan sosial, yang menciptakan adanya perbedaan barang-barang yang dihasilkan, biaya

produksi serta mutu barangnya. Atas dasar hal tersebut terciptalah suatu ketergantungan

suatu negara terhadap negara lain dalam bentuk transaksi jual beli yang melewati batas

negara. Didasarkan pada perbedaan-perbedaan tersebut, dapat dilihat bahwa tidak ada

satu negarapun yang mungkin untuk memproduksi sendiri seluruh barang-barang

kebutuhannya.

Kemustahilan untuk memproduksi sendiri seluruh kebutuhan tersebut

mengakibatkan ketergantungan antar negara, khususnya dalam bentuk transaksi jual beli

antar negara-negara tersebut. Jual beli yang antar negara-negara, yang melewati batas

negara termasuk ke dalam ruang lingkup jual beli internasional. Jual beli internasional

terlebih dahulu harus dinilai atau ditelusuri apakah hubungan hukumnya termasuk

dalam persoalan Hukum Perdata Internasional atau tidak. Suatu hubungan Hukum

Perdata Internasional akan lahir bilamana terdapat titik pertalian primer dalam

hubungan hukum tersebut.1 Titik pertalian primer (TPP)2 inilah yang kemudian

menciptakan adanya suatu unsur asing dalam suatu hubungan hukum.

Terdapatnya TPP dalam suatu hubungan hukum jual beli internasional yang

dapat berbentuk dalam hal perbedaan kewarganegaraan, perbedaan domisili, perbedaan

tempat kediaman, perbedaan pilihan hukum asing dalam hubungan hukum intern,

perbedaan tempat kedudukan badan hukum para pihak dalam suatu wilayah negara yang 1 Sudargo Gautama, Hukum Perdata Internasional Indonesia, Buku Kedua, (Bandung: Eresco,

1974), hal. 25.2Titik-titik pertalian primer untuk Hukum Perdata Internasional antara lain adalah

kewarganegaraan para pihak, bendera kapal, domisili dari para pihak, tempat kediaman para pihak, tempat kediaman para pihak, tempat kedudukan badan hukum dari para pihak, dan pilihan hukum dalam hubungan intern. Ibid., hal. 26-27.

1

Page 2: Outline Makalah

berbeda menyebabkan jual beli internasional termasuk ke dalam suatu persoalan Hukum

Perdata Internasional (HPI).

Sudargo Gautama, menyatakan bahwa titik pertalian primer memberikan

petunjuk kepada kita bahwa apakah sedang terjadi suatu permasalahan HPI atau tidak

dalam suatu peristiwa hukum.3 Bila telah terdapat suatu perbedaan-perbedaan yang

termasuk ke dalam titik pertalian primer tersebut, dan suatu permasalahan telah

diidentifikasikan sebagai permasalahan HPI, maka selanjutnya dapat ditentukan hukum

mana yang berlaku atas permasalahan tersebut. Mengenai arti dari istilah

“Internasional” dalam Hukum Perdata Internasional, sebenarnya bukanlah menunjuk

pada sumber hukum HPI yang internasional, istilah “Internasional” hanya menunjuk

pada fakta atau materinya yang bersifat internasional.4 Jadi artinya bahwa istilah

“Internasional” pada Hukum Perdata Internasional Indonesia tidak serta merta berarti

bahwa sumber hukumnya adalah supranasional, melainkan sumber hukumnya adalah

hukum nasional suatu negara belaka. Dengan kata lain bahwa tiap-tiap negara

mempunyai Hukum Perdata Internasional-nya sendiri, yang bersumber pada hukum

nasionalnya masing-masing. Hal ini dapat pula tersirat dalam buku yang ditulis oleh

S.Van Brakel, “Grondslagen en beginselen van Nederlansch internationaal

privaatrecht”, yang menyiratkan hal yang sama yaitu bahwa Hukum Perdata

Internasional bersumber pada hukum nasional masing-masing negara, bukanlah bersifat

supranasional.5

Hal yang sama berlaku bagi jual beli internasional, bahwa sifat “internasional”

pada istilah ini diartikan bahwa pada jual beli yang demikian bukanlah bersifat supra

nasional, melainkan tetap bersumber pada hukum nasional masing-masing negara. Jual

beli yang demikian memiliki unsur(-unsur) asing. Unsur-unsur asing yang demikian

adalah bahwa subyek hukum dari jual beli tersebut adalah berasal dari negara yang

berbeda yang mempunyai yurisdiksi yang berbeda; terdapat pergerakan dari obyek

transaksi yang melintasi batas suatu negara ke negara lain; atau terjadinya kesepakatan

3 Sudargo Gautama, Hukum Perdata Internasional Indonesia, Buku Kedua, (Bandung: Eresco, 1974), hal. 25.

4 Sudargo Gautama, Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia, cet. 5, (Bandung: Binacipta, 1987), hal. 3 s.d 5.

5 S. Van Brakel, Grondslagen en beginselen van Nederlands internationaal privaatrecht, cet. 2. (Zwolle: W.E.J. Tjeenk Willink, 1950)

2

Page 3: Outline Makalah

para pihak untuk menundukan jual beli tersebut kepada suatu sistem hukum tertentu

(Pilihan Hukum dalam hubungan intern). Dalam pelaksaan jual beli internasional,

pertama-tama haruslah dibuat suatu perjanjian atau kontrak, yang dapat berbentuk

tertulis maupun lisan, yang penting haruslah terdapat unsur-unsur asing yang telah

dituliskan secara singkat diatas.

Seiring dengan pesatnya perkembangan jual beli internasional, berakibat kepada

terjadinya suatu perkembangan juga pada Hukum Perdata Internasional. Pentingnya

transaksi jual beli yang bersifat internasional ini menuntut terjadinya kesepakatan antar

Negara dalam bentuk konvensi (perjanjian) internasional yang tujuannya adalah untuk

mempermudah arus transaksi jual beli dari permasalahan hukum yang mungkin terjadi

akibat adanya perbedaan sistem hukum yang digunakan oleh para pihak. Pada dasarnya,

konvensi-konvensi Hukum Perdata Internasional yang mengatur tentang hal mengenai

jual beli internasional adalah

1. Convention on the Law Applicable to International Sales of Goods (Konvensi

tentang Hukum yang Berlaku untuk Jual Beli Internasional Benda-benda

Bergerak), 1955.

2. Uniform Law on the International Sale of Goods (Hukum Uniform Jual Beli

Internasional Benda-benda Bergerak), 1964, dan

3. Convention on Contracts for the International Sale of Goods (Konvensi tentang

Kontrak-kontrak Jual Beli Internasional), 1980.

Sampai saat ini memang belum ada satu dari ketiga konvensi tersebut yang telah

diratifikasi oleh Indonesia, sehingga akibatnya ketiganya bukan merupakan kaedah

hukum bagi Indonesia. Namun, ketiga konvensi tersebut telah memiliki kekuatan

berlaku dan telah digunakan dalam praktek jual beli internasional, sehingga merupakan

keuntungan tersendiri apabila Indonesia ikut menggunakan ketentuan-ketentuan yang

ada di ketiga konvensi tersebut dalam praktek jual beli internasional di Indonesia yang

kemudian dapat mempermudah transaksi jual beli internasional dan membantu

menyelesaikan permasalah yang timbul.

Pada tahun 1986 diadakan konvensi jual beli internasional yang terbaru, yaitu

Convention on the Law Applicable to Contracts for the International Sale of Goods

(Konvensi tentang Hukum yang Berlaku untuk Kontrak-kontrak Jual Beli

3

Page 4: Outline Makalah

Internasional), namun konvensi ini belum mempunyai kekuatan berlaku karena belum

tercukupinya negara-negara yang meratifikasi konvensi ini.

Makalah ini akan meneliti tentang perjanjian mengenai transaksi jual beli yang

melewati batas-batas negara dimana tempat kedudukan para pihak yang melakukan

perjanjian terletak pada wilayah yurisdiksi negara yang berbeda, serta proses

perpindahan obyek perjanjian harus melewati batas negara. Tujuan dari transaksi jual

beli internasional (yang obyek perjanjiannya melintasi batas negara) adalah untuk

mendapatkan keuntungan dari adanya spesialisasi, selain untuk memperoleh barang-

barang kebutuhan yang tidak dapat diproduksi sendiri di dalam negeri akibat

keterbatasan kemampuan yang dimiliki negara tersebut.6 Makalah ini akan menganalisis

apakah perjanjian jual beli alat berat antara Bauer Technologies Far East Pte. Ltd.,

dengan PT Masterpancang Pondasi sudah memenuhi unsur-unsur yang diperlukan

sehingga perjanjian tersebut dikatakan sebagai perjanjian jual beli internasional atau

tidak, dikaitkan dengan konvensi-konvensi jual beli internasional.

1.2. Pokok Permasalahan

Pembahasan dalam makalah individual ini akan dibatasi pada satu perjanjian jual

beli internasional yaitu perjanjian jual beli alat berat antara Bauer Technologies Far East

Pte. Ltd., dengan PT. Masterpancang Pondasi.

Pokok-pokok permasalahan penulisan makalah individual ini adalah sebagai

berikut:

1. Bagaimana prinsip-prinsip pokok HPI yang terdapat dalam ketentuan Konvensi

Jual Beli Internasional 1955, 1964, 1980, dan 1986?

2. Sejauh mana prinsip-prinsip pokok HPI yang terkandung dalam ketentuan

Konvensi Jual Beli Internasional 1955, 1964, 1980 diterapkan dalam perjanjian

jual beli alat berat antara Bauer Technologies Far East Pte. Ltd., dengan PT

Masterpancang Pondasi?

6 Erman Rajagukguk et al., Jual Beli Barang secara Internasional (Jakarta: Elips Project, 1998), hal. 51.

4

Page 5: Outline Makalah

1.3. Tujuan Penulisan

1. Mencari tahu prinsip-prinsip pokok HPI yang terdapat dalam ketentuan

Konvensi Jual Beli Internasional 1955, 1964, 1980, dan 1986.

2. Mencari tahu penerapan prinsip-prinsip pokok HPI yang terkandung dalam

ketentuan Konvensi Jual Beli Internasional 1955, 1964, 1980 dalam perjanjian

jual beli alat berat antara Bauer Technologies Far East Pte. Ltd., dengan PT

Masterpancang Pondasi.

1.4. Kerangka Konsep

Kerangka konsepsional merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan

antara konsep-konsep khusus, yang ingin atau akan ditulis.7 Dalam rangka penulisan

makalah ini, akan digunakan beberapa konsep-konsep khusus. Bagian ini ditujukkan

untuk memberikan penjelasan mengenai konsep-konsep khusus tersebut demi

tercapainya pemahaman yang cukup terhadap penggunaan konsep-konsep ini. Adapun

konsep-konsep yang dimaksud adalah:

1. Jual beli yang “bersifat internasional” adalah jual beli yang dianggap sebagai

kebalikan dari jual beli yang hanya bersifat intern, yakni dimana sama sekali

tidak ada kontak dengan system hukum luar negeri, sama sekali tak ada

“foreign element”, taka da “foreign contact”.8

2. Perdagangan internasional merupakan transaksi jual beli (atau imbal beli)

lintas Negara, yang melibatkan dua pihak yang melakukan jual beli yang

melintasi batasan kenegaraan. Pihak-pihak ini tidaklah harus merupakan

pihak-pihak yang berasal dari Negara yang berbeda atau memiliki

nasionalitas yang berbeda.

7 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet.3, (Jakarta:Universitas Indonesia, 2007), hal. 19.

8 Sudargo Gautama, Hukum Perdata Internasional Indonesia, Buku Kedelapan, (Bandung: Penerbit Alumni, 2002), hal. 53.

5

Page 6: Outline Makalah

3. Perjanjian jual beli adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu

mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang

lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.9

4. Jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikat

dirinya untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang dan pihak yang lain

untuk membayar harga yang telah dijanjikan.10

9 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, cet. 28, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1996), ps. 1457

10 R. Subekti, Hukum Perjanjian, cet. 12, (Jakarta: Intermasa, 1990), hal. 79.

6

Page 7: Outline Makalah

BAB II

ISI

2.1. Tinjauan Umum Perjanjian Jual Beli Internasional

Hukum Perjanjian adalah salah satu bagian penting, bahkan mungkin merupakan

bagian terpenting dari Hukum Perdata Internasional, dimana banyak sekali terdapat

hubungan-hubungan internasional yang terletak dalam bidang hukum perjanjian ini,

terutama dengan tertariknya Indonesia secara langsung dalam pergaulan lalu lintas

perdagangan Indonesia.11 Suatu perjanjian melahirkan hubungan hukum antara dua

orang yang melakukan perjanjian tersebut. Menurut pasal 1457 KUHPerdata, jual beli

adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk

menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah

dijanjikan. Istilah jual beli yang berasal dari istilah koop en verkoop (bahasa Belanda),

menunjukkan adanya perbuatan menjual di satu pihak dan perbuatan membeli di pihak

lain, yang mana istilah ini menunjukkan suatu perbuatan timbal balik. Dalam hal ini, hal

yang harus seorang penjual serahkan kepada seorang pembeli adalah hak milik atas

barang, bukan kekuasaan atas barang tersebut. Sedangkan yang harus diberikan oleh

sang pembeli adalah membayar sejumlah “harga” (sudah semestinya “harga” adalah

dalam bentuk uang) yang telah disepakatinya kepada penjual. Pada saat kedua belah

pihak telah sepakat mengenai barang dan harga, maka perjanjian jual beli lahir.

Perjanjian jual beli internasional yang dibuat oleh para pihak dapat terjadi secara

tertulis, maupun lisan. Perjanjian yang dibuat secara tertulis disebut juga dengan

kontrak.12Masalah jual beli internasional selalu menarik perhatian para sarjana hokum

sejak dahulu, pun halnya dengan para pedagang atau pengusaha industry, badan-badan

ilmiah serta organisasi internasional yang mencita-citakan tercapainya unifikasi

hukum.13 Meskipun memang untuk mencapai kesatuan hokum untuk masalah jual beli

internasional ini tidaklah mudah.

11 Sudargo Gautama, op. cit., hal. 1. 12 J.C.T. Simorangkir, J.T. Prasetyo dan Rudy T. Erwin, Kamus Hukum (Jakarta: Majapahit,

1972), hal. 61. 13 Sudargo Gautama, Indonesia dan Konvensi-konvensi Hukum Perdata Internasional (Bandung:

Alumni, 1978), hal. 138.

7

Page 8: Outline Makalah

Untuk paling tidak sedikit membantu tercapainya unifikasi hokum dalam hal jual

beli internasional ini, telah diadakan beberapa Konvensi HPI yang mengatur tentang

jual beli internasional, yaitu:

A. Convention on the Law Applicable to International Sales of Goods

(Konvensi tentang Hukum yang Berlaku untuk Jual Beli Internasional

Benda-benda Bergerak), 1955.

B. Uniform Law on the International Sale of Goods (Hukum Uniform Jual Beli

Internasional Benda-benda Bergerak), 1964.

C. Convention on Contracts for the International Sale of Goods (Konvensi

tentang Hukum yang Berlaku untuk Kontrak-kontrak Jual Beli

Internasional), 1986.

D. Convention on the Law Applicable to Contracts for the International Sale of

Goods (Konvensi tentang Hukum yang Berlaku untuk Kontrak-kontrak Jual

Beli Internasional), 1986.

A. Konvensi Jual Beli Internasional 1951, 1955

Convention on the Law Applicable to International Sales of Goods (Konvensi

tentang Hukum yang Berlaku untuk Jual Beli Internasional Benda-benda Bergerak)

diterima tahun 1951 dan mulai ditandatangani pertama kali pada tanggal 15 Juni

1955 oleh Belgia. Sehingga, konvensi ini sering disebut sebagai Konvensi Jual Beli

Internasional 1951, 1955.

1. Pengertian dan luas bidang

Konvensi ini berlaku hanya bagi jual beli benda-benda bergerak yang bersifat

internasional, namun tidak diatur secara khusus apa sebenarnya pengertian jual beli

internasional. Jual beli menjadi bersifat internasional apabila terdapat kontak dengan

sistem hukum luar negeri atau terdapat unsur asing, sehingga bidang jual beli

internasional sangat luas menurut konvensi ini. Konvensi ini tidak berlaku untuk jual

beli sekuritas; kapal atau pesawat terbang yang didaftarkan; dan jual beli melalui

pengadilan atau karena pelaksanaan eksekusi.14

14 Konvensi Jual Beli 1951, 1955, ps. 1 alinea 2.

8

Page 9: Outline Makalah

2. Unifikasi hukum

Konvensi ini hendak mengatasi kesulitan-kesulitan di bidang HPI mengenai

hokum yang harus dipergunakan dalam jual beli internasional, sehingga unifikasi

hokum yang dilakukan dalam konvensi ini adalah melalui unifikasi kaedah-kaedah HPI.

Konvensi ini mewajibkan negara-negara peserta untuk memasukkan ketentuan-

ketentuan pokok konvensi (pasal 1 s.d. pasal 6) dalam hukum nasional mereka masing-

masing,15 akan tetapi memperbolehkan ketentuan konvensi ini dikesampingkan apabila

bertentangan dengan ketertiban umum.16

3. Pembentukan kontrak

Ketentuan ini menyatakan bahwa Konvensi Jual Beli 1951, 1955 tidak mengatur

mengenai masalah pembentukan kontrak.17

4. Pilihan hukum

Kebebasan untuk melakukan pilihan hukum diberikan konvensi ini kepada para

pihak. Kebebasan melakukan pilihan hukum disimpulkan dari ketentuan pasal 2 alinea

pertama konvensi ini yang menyatakan bahwa suatu perjanjian diatur oleh hukum

nasional suatu negara yang dipilih para pihak. Pilihan hukum harus dinyatakan secara

tegas atau dapat disimpulkan secara jelas berdasarkan isi perjanjian.18

5. Pilihan forum

Konvensi ini tidak mengatur mengenai masalah pilihan forum.

B. Konvensi Jual Beli Internasional 1964

Konvensi ini dihasilkan di Den Haag pada tanggal 2 s.d. 25 April 1964 dalam

Konferensi Diplomatik itu. Konvensi Jual Beli 1964 diterima pada tanggal 1 Juli

1964.19 Pada tanggal 31 Desember 1965 konvensi ini ditandatangani oleh 11 negara.

15 Ibid, ps. 7. 16 Ibid, ps. 6. 17 Ibid, ps. 5 angka 2. 18 Ibid, ps. 2 ayat (2). 19 Konvensi Jual Beli 1964, ps. 1 ayat (5).

9

Page 10: Outline Makalah

Terdapat berbagai salah tafsir antara Konvensi Jual Beli 1951, 1955 dan Konvensi

Jual Beli 1964 karena tidak terdapat koordinasi antara keduanya.

1. Pengertian dan luas bidang

Pengertian jual beli internasional tidak dirumuskan dalam Konvensi Jual Beli

1964. Konvensi ini berlaku untuk jual beli internasional atas benda bergerak berwujud

yang memenuhi 2 (dua) syarat mutlak, yaitu:

Syarat subyektif

Para pihak mempunyai tempat kediaman di negara yang berbeda pada

saat perjanjian jual beli dilangsungkan.

Syarat obyektif

a) Pada saat perjanjian ditutup, barang-barang obyek perjanjian jual beli

harus diangkut atau akan diangkut dari suatu negara ke negara lain;

atau

b) Perbuatan penawaran dan penerimaan penawaran dilakukan dalam

wilayah negara yang berbeda; atau

c) Negara tempat pengiriman barang dilangsungkan berbeda dengan

negara tenpat dilakukannya penawaran dan penerimaan.

2. Unifikasi hukum

Untuk mencapai unifikasi hukum, konvensi ini menggunakan unifikasi seluruh

system hukum (kaedah-kaedah materiil) negara-negara yang menandatangani konvensi

ini. Negara-negara tersebut wajib untuk menginkorporasikan ketentuan konvensi ke

dalam peraturan perundang-undangan nasional mereka.20

Sehingga tidak perlu lagi adanya pembuktian terhadap konvensi ini, dan dapat

diuji oleh Mahkamah Peradilan tertinggi negara yang bersangkutan apabila timbul

sengketa di kemudian hari.

20 Sudargo Gautama, Hukum Perdata dan Dagang Internasional (Bandung: Alumni, 1980), hal. 234.

10

Page 11: Outline Makalah

3. Pembentukan kontrak

Konvensi ini tidak mengatur mengenai pembentukan kontrak jual beli

internasional.21 Namun, menurut ketentuan Konvensi Jual Beli 1964, tidak ada

persyaratan formal atau formalitas tertentu dalam pembentukan kontrak.22

4. Pilihan hukum

Prinsip pilihan hukum dalam konvensi ini bersifat lebih luas dibandingkan

Konvensi Jual Beli 1951, 1955. Para pihak dapat mengesampingkan sebagian atau

seluruh konvensi ini. Pilihan hukum baik secara tegas atau diam-diam.

5. Pilihan forum

Pilihan forum tidak diatur dalam konvensi ini.

C. Konvensi Jual Beli Internasional 1980

Pada tanggal 10 Maret s.d. 11 April 1980 diadakan konferensi diplomatic PBB

di Vienna yang dihadiri oleh 62 negara. Konferensi PBB ini menghasilkan

penerimasn Convention on Contracts for the International of Goods (Konvensi

tentang Kontrak-kontrak Jual Beli Internasional) yang disebut dengan Konvensi Jual

Beli 1980. Konvensi ini dibuka untuk penandatanganan pada tanggal 11April 1980

dan mulai mempunyai kekuatan berlaku sejak tanggal 1 Januari 1988.

1. Pengertian dan luas bidang

Konvensi Jual Beli 1980 berlaku untuk jual beli bagi para pihak yang

mempunyai tempat usaha di negara yang berbeda:

apabila negara-negara tersebut adalah peserta konvensi, atau

jika kaedah Hukum Perdata Internasional menunjukkan berlakunya

hukum negara peserta.23

21 Konvensi Jual Beli 1964, ps. 8. 22 Ibid, ps. 15. 23 Konvensi Jual Beli 1980, ps. 1 ayat (1).

11

Page 12: Outline Makalah

Keberlakuan konvensi ini tidak memperhatikan kewarganegaraan para pihak,

sifat perdata atau dagang para pihak atau kontrak.24 Pengertian goods dan jual beli

internasional tidak dirumuskan dalam ketentuan konvensi ini. Konvensi ini berlaku bagi

perjanjian penyediaan barang untuk diproduksi apabila pihak penyedia barang

berkewajiban menyediakan bagian terpenting yang diperlukan untuk proses produksi

tersebut akan tetapi penyediaan tenaga kerja atau jasa lainnya tidak menjadi

kewajibannya. Konvensi ini hanya mengatur tentang pembentukan kontrak jual beli

internasional serta hak dan kewajiban para pihak yang timbul dari kontrak.

2. Unifikasi hukum

Konvensi ini merupakan suatu model kontrak yang dapat dipakai atau

dikesampingkan para pihak. UNCITRAL mempergunakan konvensi ini mencapai

harmonisasi kaedah-kaedah hukum dagang internasional.

3. Pilihan hukum

Berdasarkan pada ketentuan pasal 6 konvensi ini, para pihak dapat meniadakan,

menyimpang atau seluruh ketentuan konvensi ini. Hal tersebut berarti para pihak diberi

kebebasan untuk menentukan hukum yang berlaku bagi perjanjian jual beli mereka.

4. Pilihan forum

Pilihan forum tidak diatur dalam konvensi ini.

D. Konvensi Jual Beli Internasional 1986

Konvensi ini belum memiliki kekuatan berlaku karena negara peserta konvensi

belum mencapai lima negara.25

Jika konvensi ini telah memiliki kekuatan berlaku, maka konvensi ini akan

menggantikan Konvensi Jual Beli 1951, 1955.

1. Pengertian dan luas bidang

24 Ibid, ps. 1 ayat (3). 25 Konvensi Jual Beli 1986, ps. 27 ayat (1).

12

Page 13: Outline Makalah

Konvensi ini berlaku untuk jual beli antara para pihak yang mempunyai tempat

usaha dalam wilayah negara yang berbeda atau melakukan pilihan hukum asing untuk

jual beli tersebut. Konvensi ini tidak memberikan definisi dari jual beli internasional.

Konvensi ini berlaku bagi perjanjian berdasarkan dokumen (pasal 2 Konvensi Jual Beli

1986), dan perjanjian penyediaan barang yang akan diproduksi asalkan penyediaan

bagian terpenting untuk proses produksi menjadi kewajiban pihak penyedia barang dan

penyedia barang tidak berkewajiban menyediakan tenaga kerja atau jasa lainnya.

2. Unifikasi hukum

Unifikasi hukum yang dilakukan dalam konvensi ini adalah unifikasi dari

kaedah-kaedah HPI. Konvensi ini hendak mengatasi kesulitan-kesulitan di bidang HPI

tentang masalah hukum yang berlaku untuk kontrak jual beli internasional.

3. Pembentukan kontrak

Ketentuan konvensi ini mengatur bahwa pembentukan kontrak tidak

memerlukan persyaratan formal.

4. Pilihan hukum

Para pihak dapat melakukan pilihan hukum untuk sebagian atau keseluruhan

kontrak, asalkan pilihan hukum tersebut dilakukan secara tegas dan jelas baik dalam

ketentuan kontrak maupun melalui tindakan para pihak. Jika tidak dilakukan pilihan

hukum maka hukum yang berlaku adalah hukum negara dimana penjual mempunyai

tempat usaha.

5. Pilihan forum

Konvensi ini tidak mengatur mengenai masalah pilihan forum.

2.2. Ringkasan mengenai Perjanjian Jual Beli Alat Berat antara Bauer

Technologies Far East Pte. Ltd., dengan PT Masterpancang Pondasi

Dalam penulisan makalah individu ini akan dianalisa satu perjanjian jual beli

internasional dikaitkan dengan segi-segi Hukum Perdata Internasional dan dikaitkan

13

Page 14: Outline Makalah

dengan konvensi-konvensi mengenai jual beli internasional yang ada. Perjanjian yang

akan dianalisa adalah perjanjian jual beli alat berat antara sebuah perusahaan asing,

yaitu Bauer Technologies Far East Pte. Ltd., dengan perusahaan Indonesia, yaitu PT

Masterpancang Pondasi.

Perjanjian jual beli internasional yang akan dianalisa dari segi-segi Hukum

Perdata Internasional dalam bahasan makalah individual ini adalah Sales & Purchase

Agreement KTFAGRSG201010001 antara PT Masterpancang Pondasi, Indonesia, dan

Bauer Technologies Far East Pte. Ltd., Singapura.

2.2.1. Sales & Purchase Agreement KTFAGRSG201010001 (terlampir)

Perjanjian jual beli ini dibuat antara:

Bauer Technologies Far East Pte. Ltd., sebagai penjual, beralamat di 27,

Senoko Road, Singapore 758135; dan

PT Masterpancang Pondasi, sebagai pembeli, beralamat di Jalan A.M. Sangaji

No. 11K, Jakarta Pusat, 10160, Indonesia.

2.2.2. Perihal Perjanjian

a. PT Masterpancang Pondasi mengirimkan suatu penerimaan penawaran kepada

Bauer Technologies Far East Pte. Ltd. melalui mesin faks.

b. Penerimaan penawaran ini perihal keinginan PT Masterpancang Pondasi

membeli alat berat (drilling rig dan kelly bar) dan aksesorisnya dari Bauer Technologies

Far East Pte. Ltd. dengan kondisi-kondisi tertentu seharga € 360.000.00 totalnya.

c. Jangka waktu Bauer Technologies Far East Pte. Ltd. untuk menyetujui

penerimaan penawaran PT Masterpancang Pondasi adalah 7 (tujuh) hari dan cara

penerimaan penawaran dengan menandatangani penawaran dan mengirimkannya

kembali kepada PT Masterpancang Pondasi.

d. Dalam jangka waktu yang disyaratkan, Bauer Technologies Far East Pte. Ltd.

mengirimkan persetujuannya kepada PT Masterpancang Pondasi melalui mesin faks.

e. Lahirlah kontrak jual beli internasional antara Bauer Technologies Far East

Pte. Ltd. dan PT Masterpancang Pondasi.

14

Page 15: Outline Makalah

f. Sampai berakhirnya kontrak jual beli internasional ini, tidak terjadi suatu

masalah hukum antara para pihak, perjanjian jual beli internasional antara para pihak

berjalan dengan baik.

2.3. Analisa Perjanjian

PT Masterpancang Pondasi beralamat di Jalan A.M. Sangaji No. 11K, Jakarta

Pusat 10160, Indonesia. Alamat PT Masterpancang Pondasi ini diasumsikan sebagai

tempat kedudukannya, yang kemudian dengan asumsi ini, PT Masterpancang Pondasi

berkedudukan di Indonesia. Berdasarkan teori tempat kedudukan secara statutair26,

maka hukum yang berlaku bagi PT Masterpancang Pondasi adalah Hukum Indonesia.

Bauer Technologies Far East Pte. Ltd. beralamat di 27, Senoko Road, Singapore

75813. Alamat ini diasumsikan sebagai tempat kedudukannya, sehingga dengan asumsi

ini, Bauer Technologies Far East Pte. Ltd. Berkedudukan di negara Singapura.

Berdasarkan teori tempat kedudukan secara statutair, maka hukum yang berlaku bagi

Bauer Technologies Far East Pte. Ltd. adalah Hukum Singapura.

Dengan demikian dalam perjanjian antara PT Masterpancang Pondasi dan Bauer

Technologies Far East Pte. Ltd. terjadi pertautan dua stelsel hukum yang berbeda. Letak

kedudukan para pihak dalam wilayah negara yang berbeda merupakan titik pertalian

primer yang menyebabkan perjanjian jual beli menjadi bersifat internasional dan

termasuk dalam ruang lingkup persoalan Hukum Perdata Internasional.

Berdasarkan Konvensi Jual Beli 1951, 1955, perjanjian ini termasuk dalam

ruang lingkup perjanjian jual beli internasional karena bersifat internasional dimana

terjadi pertautan dua stelsel hukum yang berbeda. Begitupun halnya dengan Konvensi

Jual Beli 1964, bahwa perjanjian jual beli ini termasuk kedalam perjanjian jual beli

internasional, karena kediaman para pihak di negara yang berbeda dan barang-barang

obyek perjanjian, drilling rig dan kelly bar, diangkut dari Singapura ke Indonesia.

Berdasarkan Konvensi Jual Beli 1980, perjanjian jual beli ini termasuk dalam ruang

26 Teori statutair menyatakan bahwa hukum yang berlaku bagi suatu badan hukum adalah hukum dari tempat dimana badan hukum yang bersangkutan berkedudukan. Lihat Sudargo Gautama, Hukum Perdata Internasional Indonesia, Buku Ketujuh, cet. 1 edisi ke-2, (Bandung: Alumni, 1995), hal. 337.

15

Page 16: Outline Makalah

lingkup perjanjian jual beli internasional karena tempat usaha para pihak di negara

berbeda, serta transaksi jual beli bukan merupakan untuk keperluan pribadi, tidak

melalui lelang dan bukan karena pelaksanaan eksekusi.

Dalam pembuatan kontrak jual beli internasional ini, para pihak, PT

Masterpancang Pondasi dan Bauer Technologies Far East Pte. Ltd. tidak hadir secara

bersamaan di suatu tempat tertentu atau dengan kata lain contracts between absent

persons. Keadaan ini karena para pihak membuat kontrak dengan cara surat-menyurat

menggunakan mesin faks. Menjadi suatu pertanyaan, dimanakah sesungguhnya tempat

pembuatan kontrak (locus contractus). Terjadi perbedaan kwalifikasi untuk menentukan

hal ini. Dari yang telah diuraikan sebelumnya di perihal perjanjian, PT Masterpancang

Pondasi, sebagai pembeli, mengirimkan persetujuannya atas penawaran Bauer

Technologies Far East Pte. Ltd. (penerimaan penawaran) dari negara Indonesia.

Berdasarkan mail-box theory, tempat pembuatan kontraknya adalah di Indonesia.

Sedangkan berdasarkan acceptance theory, teori yang juga dianut Konvensi Jul Beli

198027, maka tempat pembuatan kontraknya adalah di Singapura.

Menurut Konvensi Jual Beli 1980, ketika penerimaan penawaran PT

Masterpancang Pondasi diterima oleh pemberi penawaran Bauer Technologies Far East

Pte. Ltd. maka penerimaan penawaran telah berlaku efektif. Pada saat penerimaan

penawaran berlaku efektif maka pembentukan kontrak dianggap selesai, sehingga

pembentukan perjanjian jual beli internasional ini dianggap selesai pada saat

penerimaan penawaran PT Masterpancang Pondasi diterima oleh Bauer Technologies

Far East Pte. Ltd.

Terdapatnya dua stelses hukum yang berbeda dalam perjanjian jual beli

internasional ini menimbulkan pertanyaan hukum manakah yang berlaku bagi hubungan

hukum antara Bauer Technologies Far East Pte. Ltd. dan PT Masterpancang Pondasi.

Untuk itu, menurut Prof. Sudargo Gautama, dipergunakanlah titik pertalian sekunder28.

Dalam perjanjian jual beli internasional ini tidak ditemukan hukum mana yang dipilih

secara tegas, terlihat bahwa pada dasarnya tidak ada sama sekali kemauan para pihak

27 Konvensi Jual Beli 1980, ps. 18 ayat (2). 28 Titik pertalian sekunder adalah factor-faktor dan keadaan-keadaan yang menentukan hukum

manakah yang harus dipilih daripada stelsel-stelsel hukum yang dipertautkan.Lihat Sudargo Gautama, Hukum Perdata Internasional Indonesia, Buku Kedua (Bandung: Eresco, 1986), hal. 22.

16

Page 17: Outline Makalah

untuk melakukan suatu pilihan hukum dalam kontrak yang mereka buat, sehingga

pilihan hukum29 dari kontrak ini adalah pilihan hukum secara hipotesis. Prof. Sudargo

Gautama mengatakan bahwa hukum yang dipilih para pihak dalam perjanjian jual beli

internasional hanya mengatur mengenai pelaksanaan dan akibat-akibat perjanjian,

bukan mengenai kesahan dan pembentukan perjanjian. Walaupun tidak secara tegas

dipilih hukum mana yang berlaku bagi perjanjian jaul beli internasional ini, masing-

masing pihak tetap harus mentaati ketentuan memaksa masing-masing negara lainnya

yang bersangkutan, berkenaan dengan ekspor atau impor ke luar negeri. Sehingga hal

ini meminimalisasi kemungkinan terjadinya sengketa dikemudian hari.

Berkaitan dengan pilihan forum, pilihan hukum berbeda dengan pilihan forum.

Sehingga meskipun tidak adanya pilihan hukum dalam perjanjian jual beli internasional

ini, bukan berarti tidak ada badan peradilan yang dipilih sebagai badan atau forum yang

berwenang untuk menyelesaikan masalah yang mungkin timbul. Dalam perjanjian jual

beli internasional ini, para pihak melakukan pilihan forum. Para pihak memilih badan

arbitrase di Singapura berdasarkan UNCITRAL Arbitration rules, yaitu Singapore

International Arbitration Centre. Bila terjadi suatu sengketa dikemudian hari, maka

penyelesaian sengketa antara kedua belah pihak diselesaikan sesuai dengan prosedur

arbitrase ini, dan keputusan dari arbitrase ini adalah final dan mengikat bagi para pihak.

Pelaksanaan dari proses arbitrase ini dilakukan dalam bahasa Inggris.

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

29 Lihat Sudargo Gautama, Hukum Perdata Internasional Indonesia, Buku Kelima, cet.2 yang diperbaiki, (Bandung: Alumni, 1992), hal. 28 s.d. 61.

17

Page 18: Outline Makalah

1. Ketidakmampuan negara-negara untuk memenuhi seluruh barang-barang

yang menjadi kebutuhan menimbulkan atau mengakibatkan suatu

ketergantungan antar negara-negara tersebut dalam bentuk transaksi jual beli

internasional yang melewati batas negara tersebut. Dalam hal ini, istilah

“internasional” tersebut tidaklah menunjuk kepada sumber hukumnya, tetapi

menunjuk kepada fakta atau materinya yang bersifat internasional. Sumber

hukumnya tetaplah dari hukum nasional suatu negara yang bersangkutan.

2. Perkembangan jual beli internasional yang sangat pesat melahirkan

konvensi-konvensi dalam bidang jual beli internasional yang memang

membantu meminimalisasi sengketa yang mungkin timbul:

Convention on the Law Applicable to International Sales of Goods

(Konvensi tentang Hukum yang Berlaku untuk Jual Beli

Internasional Benda-benda Bergerak), 1955.

Uniform Law on the International Sale of Goods (Hukum Uniform

Jual Beli Internasional Benda-benda Bergerak), 1964.

Convention on Contracts for the International Sale of Goods

(Konvensi tentang Kontrak-kontrak Jual Beli Internasional), 1980

dan

Convention on the Law Applicable to Contracts for the International

Sale of Goods (Konvensi tentang Hukum yang Berlaku untuk

Kontrak-kontrak Jual Beli Internasional) yang disebut dengan

Konvensi Jual Beli 1986.

3. Konvensi Jual Beli 1955, 1964 dan 1980 telah digunakan dalam praktek jual

beli internasional, sedangkan Konvensi Jual Beli 1986 berkekuatan berlaku.

Saat Konvensi Jual Beli 1986 mempunyai kekuatan berlaku, maka konvensi

ini akan menggantikan Konvensi Jual Beli 1955.

4. Indonesia belum meratifikasi Konvensi Jual Beli 1955, 1964, 1980 dan 1986.

5. Asas pilihan hukum dianut dalam Konvensi Jual Beli 1955, 1964, 1980 dan

1986.

6. Memang Indonesia belum meratifikasi semua Konvensi Jual Beli tersebut,

namun sebagian perjanjian jual beli internasional di Indonesia telah

18

Page 19: Outline Makalah

menerapkan prinsip pokok HPI yang terkandung dalam konvensi-konvensi

jual beli tersebut yaitu melakukan pilihan hukum.

7. Pilihan forum tidak diatur dalam Konvensi Jual Beli 1955, 1964, 1980, 1986.

DAFTAR PUSTAKA

Brakel, S. Van, Grondslagen en beginselen van Nederlands Internationaal

Privaatrecht. Cet. 2. Zwolle: W. E. J. Tjeenk Willink, 1950.

Convention on Contracts for the International Sale of Goods (Konvensi Jual Beli 1980).

19

Page 20: Outline Makalah

Convention on the Law Applicable to Contracts for the International Sale of Goods

(Konvensi Jual Beli 1986).

Convention on the Law Applicable to International Sales of Goods (Konvensi Jual Beli

1955).

Gautama, Sudargo. Hukum Perdata Internasional Indonesia, Buku Kedua. Bandung:

Eresco, 1974.

_______________. Indonesia dan Konvensi-konvensi Hukum Perdata Internasional.

Bandung: Alumni, 1978.

_______________. Hukum Perdata dan Dagang Internasional. Bandung: Alumni,

1980.

_______________. Hukum Perdata Internasional Indonesia, Buku Kelima. Cet. 2 yang

diperbaiki. Bandung: Alumni, 1992.

_______________. Hukum Perdata Internasional Indonesia, Buku Ketujuh. Cet. 1 edisi

ke-2. Bandung: Alumni, 1995.

_______________. Hukum Perdata Internasional Indonesia, Buku Kedepan. Cet. 3.

Bandung: Alumni, 1998.

Indonesia. Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek). Diterjemahkan

oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio. Cet. 28. Jakarta: Pradnya Paramita, 1996.

Rajagukguk, Erman et al. Jual Beli Barang secara Internasional. Jakarta: Elips Project,

1998.

Simorangkir, J. C. T., J. T. Prasetyo dan Rudy T. Erwin. Kamus Hukum. Jakarta:

Majapahit, 1972.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, Cet.3. Jakarta: Universitas

Indonesia, 2007.

20