Upload
avindha-amnichyetha
View
9
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Pendidikan
Agama Islam
Oleh :
AVINDA NUR RAHMAWATI
141710101004
TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULATS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
1 Menuntut Ilmu dalam Kontek Beragama Islam
Imu adalah istilah yang berasal dari kata yunani “Scientia” yang artinya
ilmu, dalam bahasa arab dari kata “ ilm” yang artinya penegetahuan. Ilmu atau
sains adalah pengkajian sejumlah pernyataan yang terbukti dengan fakta-fakta dan
ditinjau serta disusun secara sistematis sehingga terbentuk menjadi hukum-hukum
umum. Sebagimana perkataan Imam Ahmad bin Hambal yang menyatakan
“Manusia sangat berhajat pada ilmu daripada hajat mereka pada makanan dan
minuman, karena manusia berhajat pada makanan dan minuman sehari sekali atau
dua kali akan tetapi manusia berhajat ada ilmu sebanyak bilangan nafasnya”.
Selain itu Ibnu Munir berkata:”Ilmu adalah syarat benarnya perkataan dan
perbuatan keduanaya tidak akan bernilai kecuali dengan ilmu, maka ilmu harus
ada sebelum perkataan dan perbuatan, karena ilmu merupakan pembenar niat
sedangkan amal tidak akan diterima kecuali dengan niat yang benar”
Dalam penegertian lain ilmu itu modal , tak punya ilmu keuntungan apa
yang bisa didapat ,ilmu adalah kunci untuk membuka pintu kebaikan, kesuksesan,
kunci untuk menjawab pertanyaan dan masalah dunia yang korelasinya berujung
pada akhirat.
Diantaranya manfaat dan keutamaan menuntut ilmu secara umum yaitu;
Pertama menuntut ilmu adalah kewajiban, sehingga setiap muslim dituntut
untuk belajar. Ketika ia telah memahami suatu ilmu maka ia pun wajib pula
mengajarkannya kepada orang-orang yang belum paham. Dengan demikian, kelak
diharapkan takkan ada lagi kaum muslimin yang melakukan amalan sesuatu
namun ketika ia melakukan amalan tersebut ia tidak memiliki ilmu sebagai acuan
dalam mengamalkan perbuatan tersebut, terlebih perbuatan tersebut disandarkan
kedalam ibadah. Sungguh hal demikian yakni seseorang melakukan amalan akan
tetapi tidak memiliki ilmu diatasnya, Allah Ta‟ala mencelanya sebagaimana
dalam firman-Nya dalam surat Al A‟raf ayat 33 yang berbunyi :
Artinya: "Tuhanku Hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak
ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa
alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu
yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-
adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui."
Kedua Allah Ta‟ala akan mengangkat derajat bagi mereka-mereka yang
mau mencari, mengamalkan, mengajarkan, dan bersabar diatas ilmu yang ia miliki
.Seperti firman Allah dalam Al-Qur‟an pada surat Al-Mujadilah ayat 11 yang
berbunyi :
Artinya:”Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-
lapanglah dalam majlis, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi
kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu, maka berdirilah,
niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan”
Ke tiga ilmu adalah jalan menuju surga, dan barangsiapa yang dengannya
Allah kehendaki kebaikan maka diantara tandanya tersebut ialah Allah Ta‟ala
mudahkan ia untuk menjadikan baik segala urusannya. Seperti yang Nabi
shalallahu „alaihi wa sallam sabdakan:
ا سا م سا ر را م ر ن ق ا ر م ا ن م ه را ا ر ن را ر ن ق ا م ه م ا م ر ن ق ا م ن م ر س ا م م م م ن
Artinya:“Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah
mudahkan baginya jalan menuju Surga.” (HR. Muslim).
ا سا ر را م ن ق ا س م ق ن سا ر ا لق ن را ا س ر ر م ن
Artinya:“Siapa yang Allah kehendaki kebaikan, Allah akan pahamkan dia
(masalah) dien.” (HR. Bukhari).
Sebagaimana sabda Rasullullah SAW yakni :
طلب العلم فريضة على كل مسلم ومسلمة
Artinya : ”Mencari ilmu itu adalah wajib bagi setiap muslim laki-laki maupun
muslim perempuan”. (HR. Ibnu Abdil Barr)
2 Prinsip-prinsip ajaran Agama Islam
A Aqidah
Secara etimologis, aqidah berarti ikatan, sangkutan,keyakinan. Aqidah secara
teknis juga berarti keyakinan atauiman. Dengan demikian, aqidah merupakan asas
tempat mendirikan seluruh bangunan (ajaran) Islam dan menjadi sangkutan
semua ajaran dalam Islam. Aqidah juga merupakan sistem keyakinan Islam yang
mendasari seluruh aktivitas umat Islam dalam kehidupannya. Aqidah atau sistem
keyakinan Islam dibangun atas dasar enam keyakinan atau yang biasa
disebutdengan rukun iman yang enam.
Adapun kata iman, secara etimologis, berarti percaya atau membenarkan
dengan hati. Sedang menurut istilah syara‟, iman berarti membenarkan dengan
hati, mengucapkan dengan lisan,dan melakukan dengan anggota badan. Dengan
pengertian ini,berarti iman tidak hanya terkait dengan pembenaran dengan hati
atau sekedar meyakini adanya Allah Swt. saja, misalnya. Iman kepada Allah
berarti meyakini bahwa Allah itu ada membuktikannya dengan ikrar syahadat atau
mengucapkan kalimat-kalimat dzikir kepada Allah dan mengamalkan semua
perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya. Inilah makna iman yang
sebenarnya, sehingga orang yang beriman berarti orang yang hatinya mengakui
adanya Allah (dzikir hati), lisannya selalu melafalkan kalimat-kalimat Allah
(dzikir lisan), dan anggota badannya selalu melakukan perintah-perintah Allah
dan menjauhi semua larangan-Nya (dzikir perbuatan).
Dari uraian di atas dapat juga dipahami bahwa iman tidak hanya tertumpu
pada ucapan lidah semata. Kalau iman hanya didasarkan pada ucapan lidah
semata, berarti iman yang setengah-setengah atau imannya orang munafik, seperti
yang ditegaskan al-Quran dalam surat Al-Baqarah (2) ayat 8-9:
8. Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan hari
kemudian," pada hal mereka itu Sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.
9. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka Hanya
menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar.
Iman juga tidak hanya diwujudkan dengan keyakinan hati semata. Dalam hal ini
al-Quran surat al-Naml (27) ayat 14 menegaskan :
14. Dan mereka mengingkarinya Karena kezaliman dan kesombongan (mereka) padahal hati
mereka meyakini (kebenaran)nya. Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang
berbuat kebinasaa
Untuk mengembangkan konsep kajian aqidah ini, para ulama dengan
ijtihadnya menyusun suatu ilmu yang kemudian disebut dengan ilmu tauhid. Ilmu
tentang aqidah ini juga dinamai ilmu Kalam, Ushuluddin, atau Teologi Islam.
Ilmu-ilmu ini membahas lebih jauh konsep-konsep aqidah yang termuat dalam al-
Quran dan Hadis dengan kajian-kajian yang lebih mendalam yang diwarnai
dengan perbedaan pendapat di kalangan mereka
dalam masalah-masalah tertentu.
B Syariah
Pengertian syariah dibedakan atas dua macam yakni secara luas dan sempi, yaitu:
a) secara luas
“Al-syari‟ah” berarti seluruh ajaran Islam yang berupa norma-norma ilahiyah,
baik yang mengatur tingkah laku batin (sistem kepercayaan/doktrinal) maupun
tingkah laku konkrit (legal-formal) yang individual dan kolektif.
b) secara sempit
Al-syari’ah berarti norma-norma yang mengatur sistem tingkah laku individual
maupun tingkah laku kolektif. Seperti ibadah, mua‟amalah, „uqubah dan lain-lain.
C Akhlak
Secara etimologis, kata akhlak berasal dari bahasa Arab akhlaq merupakan bentuk
jamak dari kata khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau
tabiat (Hamzah Ya‟qub, 1988: 11). Sinonim dari kata akhlak ini adalah etika dan
moral. Sedangkan secara terminologis, akhlak berarti keadaan gerak jiwa yang
mendorong ke arah melakukan perbuatan dengan tidak menghajatkan pikiran.
Inilah pendapat yangdikemukakan oleh Ibnu Maskawaih. Sedang al-Ghazali
mendefinisikan akhlak sebagai suatu sifat yang tetap pada jiwa yang daripadanya
timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak membutuhkan kepada
pikiran (Rahmat Djatnika, 1996: 27). Adapun ilmu akhlak oleh Dr. Ahmad Amin
didefinisikan suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa
yang seharusnya dilakukan oleh sebagian manusia kepada sebagian lainnya,
menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka dan
menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat (Hamzah Ya‟qub,
1988: 12).
Dari pengertian di atas jelaslah bahwa kajian akhlak adalah tingkah laku
manusia, atau tepatnya nilai dari tingkah lakunya,yang bisa bernilai baik (mulia)
atau sebaliknya bernilai buruk (tercela). Yang dinilai di sini adalah tingkah laku
manusia dalam berhubungan dengan Tuhan, yakni dalam melakukan
ibadah,dalam berhubungan dengan sesamanya, yakni dalam bermuamalah atau
dalam melakukan hubungan sosial antar manusia, dalam berhubungan dengan
makhluk hidup yang lain seperti binatang dan tumbuhan, serta dalam
berhubungan dengan lingkungan atau benda-benda mati yang juga merupakan
makhluk Tuhan. Secara singkat hubungan akhlak ini terbagi menjadi dua, yaitu
akhlak kepad Khaliq (Allah Sang Pencipta) dan akhlak kepada makhluq (ciptaan-
Nya). Akhlak merupakan konsep kajian terhadap ihsan. Ihsan merupakan ajaran
tentang penghayatan akan hadirnya Tuhan dalam hidup, melalui penghayatan diri
yang sedang menghadap dan berada di depan Tuhan ketika beribadah. Ihsan juga
merupakan suatu pendidikan atau latihan untuk mencapai kesempurnaan Islam
dalam arti sepenuhnya (kaffah), sehingg ihsan merupakan puncak tertinggi dari
keislaman seseorang. Ihsan ini baru tercapai kalau sudah dilalui dua tahapan
sebelumnya, yaitu iman dan islam. Orang yang mencapai predikat ihsan ini
disebut muhsin. Dalam kehidupan sehari-hari ihsan tercermin dalam bentuk
akhlak yang mulia (al-akhlak al-karimah). Inilah yang menjadi misi utama
diutusnya Nabi Saw. ke dunia, seperti yang ditegaskannya dalam sebuah
hadisnya: “Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak
mulia”.Tugas yang amat berat dan sangat mulia itu dapat dilaksanakan dengan
baik oleh Nabi berkat bimbingan langsung dari Allah Swt. dan juga didukung oleh
kepribadian beliau yang sangat agung. Terkait dengan ini Allah Swt. Berfirman
dalam surat al Qalam ayat 4:
.
4. Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.
Untuk memudahkan umat Islam dalam bersikap dan berperilaku sehari-
hari, di samping memberikan aturan yang jelas dalam al-Quran, Allah juga
menunjuk Nabi Muhammad Saw. sebagai teladan baik dalam bersikap,
berperilaku, dan bertutur kata. Dengan dua sumber inilah setiap Muslim dapat
membangun kepribadiannya. Keteladanan Nabi untuk setiap Muslim ini tegaskan
oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”(QS. al-Ahzab (21): 21).
21. Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut
Allah.
E. Hubungan antara Aqidah, Syariah, dan Akhlak
Aqidah, syariah, dan akhlak mempunyai hubungan yangsangat erat,
bahkan merupakan satu kesatuan yang tidak dapt dipisah-pisahkan. Meskipun
demikian, ketiganya dapat dibedakan satu sama lain. Aqidah sebagai konsep atau
sistemkeyakinan yang bermuatan elemen-elemen dasar iman,menggambarkan
sumber dan hakikat keberadaan agama. Syariah sebagai konsep atau sistem
hukum berisi peraturan yang menggambarkan fungsi agama. Sedangkan akhlak
sebagai sistem nilai etika menggambarkan arah dan tujuan yang hendak dicapai
oleh agama. Oleh karena itu, ketiga kerangka dasar tersebut harus terintegrasi
dalam diri seorang Muslim. Integrasi ketiga komponen tersebut dalam ajaran
Islam ibarat sebuah pohon, akarnya adalah aqidah, sementara batang, dahan, dan
daunya adalah syariah, sedangkan buahnya adalah akhlak.Muslim yang baik
adalah orang yang memiliki aqidah yang lurus dan kuat yang mendorongnya
untuk melaksanakan syariah
yang hanya ditujukan kepada Allah sehingga tergambar akhlak yang mulia dalam
dirinya. Atas dasar hubungan ini pula maka seorang yang melakukan suatu
perbuatan baik, tetapi tidak dilandasi oleh aqidah atau iman, maka ia termasuk ke
dalam kategori kafir. Seorang yang mengaku beriman, tetapi tidak mau
melaksanakan syariah, maka ia disebut orang fasik. Sedangkan orang yang
mengaku beriman dan melaksanakan syariah tetapi tidak dilandasi aqidah atau
iman yang lurus disebut orang munafik. Demikianlah, ketiga konsep atau
kerangka dasar Islam ini memiliki hubungan yang begitu erat dan tidak dapat
dipisahkan. Al-Quran selalu menyebutkan ketiganya dalam waktu yang
bersamaan. Hal ini bisa dilihat dalam berbagai ayat, seperti surat Al-Nur (24): 55:
Dari ayat di atas kerangka dasar Islam itudisebut secara bersamaan, namun dalam
dua istilah, yakni iman dan amal shalih. Iman menunjukkan konsep aqidah,
sedangkan amal shalih menunjukkan adanya konsep syariah dan akhlak.
3. Al-qur’an. Hadist dan Ijtihad
a. Al-Qur‟an
Al-Qur'an dari segi bahasa artinya adalah bacaan, sedangkan secara istilah
al-Qur'an adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada nabi Muhammad Saw
melalui malaikat Jibril As untuk disampaikan kepada manusia sebagai pedoman
hidup, agar mendapatkan kebahagiaan di dunia maupun di akhirat dan bagi yang
membacanya termasuk ibadah.
Al-Qur'an juga disebut Al-Furqan (pembeda), Adz-Dizkra (pengingat), Asy-
Syifa' (obat), Al-Huda (petunjuk) dan Al-Bayan (penjelas).
Kedudukan dan fungsi Al- Qur‟an diantaranya adalah sebagai berikut :
1 Sebagai sumber hukum islam yang pertama dan utama
Sebagai sumber hukum, Al-Qur'an mempunyai tiga komponen dasar hukum, yaitu
sebagai hukum yang berkaitan dengan aqidah atau keimanan, yaitu yang
membicarakan tentang tauhid atau keesaan Allah SWT, sebagai hukum yang
berkaitan dengan syariat, yaitu yang membicarakan aturan atau tata cara
berhubungan secara lahiriyah dengan Allah SWT dan dengan manusia, sabagai
hukum yang berkaitan dengan akhlak, yaitu berhubungan dengan perilaku
manusia dan adab sopan santun dalam bergaul dengan sesama manusia.
Allah Swt senantiasa menjaga kemurnian, kebenaran dan kelestarian Al-
Qur'an. Sebagai sumber hukum, dia akan tetap terjaga kebenaran tulisan, isi dan
kandungannya, sehingga tidak diragukan lagi keautentikannya untuk digunakan
sebagai dasar atau sandaran segala hokum yang ada di muka bumi sebagaimana
firman Allahdalam surat al hijr:9
9. Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya kami
benar-benar memeliharanya[793].
2 Sebagai pedoman dan petunjuk hidup bagi manusia
Al-Qur'an kebenarannya tidak diragukan lagi, baik isi kandungannya,
proses turunnya serta asal turunnya. Segala sesuatu yang berkaitan dengan Al-
Quran adalah haq atau benar. Sebagaimana firman Allah SWT yang berbunyi :
Artinya: “Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka
yang bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah: 2)
3 Sebagai mu'jizat terbesar bagi Nabi Muhammad Saw
Al-Qur'an merupakan mu'jizat Nabi Muhammad Saw yang terbesar.
4 Sebagai penyempurna kitab-kitab sebelumnya
Sebagai penyempurna kitab-kitab sebelumnya, Al-Qur'an mempunyai
kandungan isi dianataranya: mengandung aqidah (keimanan) terhadap rukun iman
yang enam, Mengandung ibadah (hubungan dengan Allah atau hablumminallah),
Mengandung mu'amalah (hubungan antar sesama manusia), mengandung akhlaqul
karimah (akhlak mulia), mengandung ilmu pengetahuan dan teknologi.
5 Sebagai wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw
Allah SWT berkenan memilih diantara para hambanya itu seorang rasul yang
diberi wahyu kepadanya. Nabi Muhammad Saw. adalah salah satu dari hamba-
Nya yang dipilih untuk mendapatkan wahyu Al-Qur'an tersebut. Segala ucapan
dan kata-kata yang keluar dari mulut beliau merupakan sesuatu yang terbimbing
dengan wahyu dari Allah SWT, sebagaimana firman Allah SWT berikut ini:
Artinya: “Dan tidaklah yang dia (Rasulullah) ucapkannya itu (Al-Quran) menurut
kemauan hawa nafsunya, ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang
diwahyukan (kepadanya).”(QS. An-Najm: 3-4)
b. Hadith atau As-Sunnah
Pengertian As-sunnah berarti cara, jalan, kebiasaan, dan tradisi. Kebiasaan
dan tradisi mencangkup yang baik dan buruk. Arti sunnah yang popular adalah
“at-tariqah al-mu‟tadah hasanah kanat am sayyiah”, suatu cara yang berlaku,
baik cara itu bersifat terpuji maupun tercela. Sunnah berarti sesuatu yang
berasal dari Nabi Muhammad SAW yang berupa perkataan, perbuatan,
penetapan, sifat, dan perjalanan hidup beliau baik pada waktu sebelum diutus
menjadi Nabi maupun sesudahnya.
Sunnah merupakan salah satu nama dari dalil – dalil hukum. Apabila suatu
hukum ditetapkan berdasarkan sunnah, maksudnya adalah dasar dari ketetapan
hukum tersebut ialah keterangan dari Nabi Muhammad, baik berupa ucapan
(sunnah qauliyah), perbuatan (sunnahfi‟liyah), maupun ketetapan atau
keizinannya (sunnah taqririyah).
c. Ijtihad
Pengertian Ijtihad dari segi bahasa Ijtihad adalah mengerjakan sesuatu
dengan segala kesungguhan. Sedangkan menurut istilah Ijtihad adalah
mengerahkan segala potensi dan kemampuan untuk menetapkan hukum-hukum
syariat.
Obyek Ijtihad adalah perbuatan yang secara eksplisit tidak terdapat dalam
Alquran dan hadist. Hal ini memberi pengertian bahwa suatu perbuatan yang
hukumnya telah ditunjuk secara jelas, tegas, dan tuntas oleh ayat – ayat
Alquran dan hadist tidak termasuk kategori obyek ijtihad.
IJMA’
Pengertian Ijma’
Ijma‟ ialah kesepakatan mujtahid umat Islam tentang hukum syara‟ dari
peristiwa yang terjadi setelah Rasul wafat.
Macam-macam Ijma‟ Dari segi terjadinya :
1. Ijma‟ Bayani, yaitu mujtahid menyatakan pendapatnya dengan jelas dan tegas,
baik berupa ucapan maupun tulisan.
2. Ijma‟ Sukuti, yaitu para mujtahid seluruh atau sebagian tidak menyatakan
pendapat dengan jelas dan tegas, tetapi mereka berdiam diri saja terhadap suatu
kesatuan hukum yang telah dikemukakan mujtahid.
Dari segi yakin atau tidaknya terjadi suatu Ijma‟ dibagi kepada :
1. Ijma‟ Qathi‟, yaitu hukum yang dihasilkan ijma‟. Diyakini benar terjadinya
tidak ada kemungkinan lain bahwa hukum dengan hasil ijma‟ berbeda.
2. Ijma‟ Dhani, yaitu hukum yang dihasilkan ijma' itu dhanni (masih ada
kemungkinan lain bahwa hukum dari peristiwa atau kejadian yang telah
ditetapkan berbeda dengan hasil ijtihad orang lain atau dengan hasil ijma' yang
dilakukan pada waktu yang lain)iyas (reasoning by analogi), yaitu menerapkan
hukum perbuatan tertentu kepada perbuatan lain yang memiliki kesamaan.
Misalnya Alquran melarang jual beli ketika jum‟at (Al – Jumu‟ah, 62:9) dan
hukum perbuatan selain dagang juga terlarang, karena sama – sama
mengganggu salat jum‟at.
Rukun-rukun qiyas
1. pada fara‟, maka persamaan sifat itu menjadi dasar untuk menetapkan hukum
fara‟ sama dengan hukum ashal.Ashal, yang berarti pokok, yaitu suatu
peristiwa yang telah ditetapkan hukumnya berdasar nash. Ashal disebut juga
maqis „alaih (yang menjadi ukuran) atau musyabbah bih (tempat
menyerupakan), atau mahmul „alaih (tempat membandingkan);
2. Fara‟ yang berarti cabang, yaitu suatu peristiwa yang belum ditetapkan
hukumnya karena tidak ada nash yang dapat dijadikan sebagai dasar. Fara‟
disebut juga maqis (yang diukur) atau musyabbah (yang diserupakan) atau
mahmul (yang dibandingkan);
3. Hukum ashal, yaitu hukum dari ashal yang telah ditetapkan berdasar nash dan
hukum itu pula yang akan ditetapkan pada fara‟ seandainya ada persamaan
„illatnya.
4. „IIIat, yaitu suatu sifat yang ada pada ashal dan sifat itu yang dicari pada fara‟.
Seandainya sifat ada pula
.