14
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM Disusun Untuk Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam Oleh : AVINDA NUR RAHMAWATI 141710101004 TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULATS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER 2014

pai 44 _Avinda nur rahmawati.pdf

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: pai 44 _Avinda nur rahmawati.pdf

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Pendidikan

Agama Islam

Oleh :

AVINDA NUR RAHMAWATI

141710101004

TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

FAKULATS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS JEMBER

2014

Page 2: pai 44 _Avinda nur rahmawati.pdf

1 Menuntut Ilmu dalam Kontek Beragama Islam

Imu adalah istilah yang berasal dari kata yunani “Scientia” yang artinya

ilmu, dalam bahasa arab dari kata “ ilm” yang artinya penegetahuan. Ilmu atau

sains adalah pengkajian sejumlah pernyataan yang terbukti dengan fakta-fakta dan

ditinjau serta disusun secara sistematis sehingga terbentuk menjadi hukum-hukum

umum. Sebagimana perkataan Imam Ahmad bin Hambal yang menyatakan

“Manusia sangat berhajat pada ilmu daripada hajat mereka pada makanan dan

minuman, karena manusia berhajat pada makanan dan minuman sehari sekali atau

dua kali akan tetapi manusia berhajat ada ilmu sebanyak bilangan nafasnya”.

Selain itu Ibnu Munir berkata:”Ilmu adalah syarat benarnya perkataan dan

perbuatan keduanaya tidak akan bernilai kecuali dengan ilmu, maka ilmu harus

ada sebelum perkataan dan perbuatan, karena ilmu merupakan pembenar niat

sedangkan amal tidak akan diterima kecuali dengan niat yang benar”

Dalam penegertian lain ilmu itu modal , tak punya ilmu keuntungan apa

yang bisa didapat ,ilmu adalah kunci untuk membuka pintu kebaikan, kesuksesan,

kunci untuk menjawab pertanyaan dan masalah dunia yang korelasinya berujung

pada akhirat.

Diantaranya manfaat dan keutamaan menuntut ilmu secara umum yaitu;

Pertama menuntut ilmu adalah kewajiban, sehingga setiap muslim dituntut

untuk belajar. Ketika ia telah memahami suatu ilmu maka ia pun wajib pula

mengajarkannya kepada orang-orang yang belum paham. Dengan demikian, kelak

diharapkan takkan ada lagi kaum muslimin yang melakukan amalan sesuatu

namun ketika ia melakukan amalan tersebut ia tidak memiliki ilmu sebagai acuan

dalam mengamalkan perbuatan tersebut, terlebih perbuatan tersebut disandarkan

kedalam ibadah. Sungguh hal demikian yakni seseorang melakukan amalan akan

tetapi tidak memiliki ilmu diatasnya, Allah Ta‟ala mencelanya sebagaimana

dalam firman-Nya dalam surat Al A‟raf ayat 33 yang berbunyi :

Page 3: pai 44 _Avinda nur rahmawati.pdf

Artinya: "Tuhanku Hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak

ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa

alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu

yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-

adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui."

Kedua Allah Ta‟ala akan mengangkat derajat bagi mereka-mereka yang

mau mencari, mengamalkan, mengajarkan, dan bersabar diatas ilmu yang ia miliki

.Seperti firman Allah dalam Al-Qur‟an pada surat Al-Mujadilah ayat 11 yang

berbunyi :

Artinya:”Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-

lapanglah dalam majlis, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi

kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu, maka berdirilah,

niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan

orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha

Mengetahui apa yang kamu kerjakan”

Page 4: pai 44 _Avinda nur rahmawati.pdf

Ke tiga ilmu adalah jalan menuju surga, dan barangsiapa yang dengannya

Allah kehendaki kebaikan maka diantara tandanya tersebut ialah Allah Ta‟ala

mudahkan ia untuk menjadikan baik segala urusannya. Seperti yang Nabi

shalallahu „alaihi wa sallam sabdakan:

ا سا م سا ر را م ر ن ق ا ر م ا ن م ه را ا ر ن را ر ن ق ا م ه م ا م ر ن ق ا م ن م ر س ا م م م م ن

Artinya:“Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah

mudahkan baginya jalan menuju Surga.” (HR. Muslim).

ا سا ر را م ن ق ا س م ق ن سا ر ا لق ن را ا س ر ر م ن

Artinya:“Siapa yang Allah kehendaki kebaikan, Allah akan pahamkan dia

(masalah) dien.” (HR. Bukhari).

Sebagaimana sabda Rasullullah SAW yakni :

طلب العلم فريضة على كل مسلم ومسلمة

Artinya : ”Mencari ilmu itu adalah wajib bagi setiap muslim laki-laki maupun

muslim perempuan”. (HR. Ibnu Abdil Barr)

2 Prinsip-prinsip ajaran Agama Islam

A Aqidah

Secara etimologis, aqidah berarti ikatan, sangkutan,keyakinan. Aqidah secara

teknis juga berarti keyakinan atauiman. Dengan demikian, aqidah merupakan asas

tempat mendirikan seluruh bangunan (ajaran) Islam dan menjadi sangkutan

semua ajaran dalam Islam. Aqidah juga merupakan sistem keyakinan Islam yang

mendasari seluruh aktivitas umat Islam dalam kehidupannya. Aqidah atau sistem

keyakinan Islam dibangun atas dasar enam keyakinan atau yang biasa

disebutdengan rukun iman yang enam.

Adapun kata iman, secara etimologis, berarti percaya atau membenarkan

dengan hati. Sedang menurut istilah syara‟, iman berarti membenarkan dengan

hati, mengucapkan dengan lisan,dan melakukan dengan anggota badan. Dengan

pengertian ini,berarti iman tidak hanya terkait dengan pembenaran dengan hati

Page 5: pai 44 _Avinda nur rahmawati.pdf

atau sekedar meyakini adanya Allah Swt. saja, misalnya. Iman kepada Allah

berarti meyakini bahwa Allah itu ada membuktikannya dengan ikrar syahadat atau

mengucapkan kalimat-kalimat dzikir kepada Allah dan mengamalkan semua

perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya. Inilah makna iman yang

sebenarnya, sehingga orang yang beriman berarti orang yang hatinya mengakui

adanya Allah (dzikir hati), lisannya selalu melafalkan kalimat-kalimat Allah

(dzikir lisan), dan anggota badannya selalu melakukan perintah-perintah Allah

dan menjauhi semua larangan-Nya (dzikir perbuatan).

Dari uraian di atas dapat juga dipahami bahwa iman tidak hanya tertumpu

pada ucapan lidah semata. Kalau iman hanya didasarkan pada ucapan lidah

semata, berarti iman yang setengah-setengah atau imannya orang munafik, seperti

yang ditegaskan al-Quran dalam surat Al-Baqarah (2) ayat 8-9:

8. Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan hari

kemudian," pada hal mereka itu Sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.

9. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka Hanya

menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar.

Iman juga tidak hanya diwujudkan dengan keyakinan hati semata. Dalam hal ini

al-Quran surat al-Naml (27) ayat 14 menegaskan :

14. Dan mereka mengingkarinya Karena kezaliman dan kesombongan (mereka) padahal hati

mereka meyakini (kebenaran)nya. Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang

berbuat kebinasaa

Page 6: pai 44 _Avinda nur rahmawati.pdf

Untuk mengembangkan konsep kajian aqidah ini, para ulama dengan

ijtihadnya menyusun suatu ilmu yang kemudian disebut dengan ilmu tauhid. Ilmu

tentang aqidah ini juga dinamai ilmu Kalam, Ushuluddin, atau Teologi Islam.

Ilmu-ilmu ini membahas lebih jauh konsep-konsep aqidah yang termuat dalam al-

Quran dan Hadis dengan kajian-kajian yang lebih mendalam yang diwarnai

dengan perbedaan pendapat di kalangan mereka

dalam masalah-masalah tertentu.

B Syariah

Pengertian syariah dibedakan atas dua macam yakni secara luas dan sempi, yaitu:

a) secara luas

“Al-syari‟ah” berarti seluruh ajaran Islam yang berupa norma-norma ilahiyah,

baik yang mengatur tingkah laku batin (sistem kepercayaan/doktrinal) maupun

tingkah laku konkrit (legal-formal) yang individual dan kolektif.

b) secara sempit

Al-syari’ah berarti norma-norma yang mengatur sistem tingkah laku individual

maupun tingkah laku kolektif. Seperti ibadah, mua‟amalah, „uqubah dan lain-lain.

C Akhlak

Secara etimologis, kata akhlak berasal dari bahasa Arab akhlaq merupakan bentuk

jamak dari kata khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau

tabiat (Hamzah Ya‟qub, 1988: 11). Sinonim dari kata akhlak ini adalah etika dan

moral. Sedangkan secara terminologis, akhlak berarti keadaan gerak jiwa yang

mendorong ke arah melakukan perbuatan dengan tidak menghajatkan pikiran.

Page 7: pai 44 _Avinda nur rahmawati.pdf

Inilah pendapat yangdikemukakan oleh Ibnu Maskawaih. Sedang al-Ghazali

mendefinisikan akhlak sebagai suatu sifat yang tetap pada jiwa yang daripadanya

timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak membutuhkan kepada

pikiran (Rahmat Djatnika, 1996: 27). Adapun ilmu akhlak oleh Dr. Ahmad Amin

didefinisikan suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa

yang seharusnya dilakukan oleh sebagian manusia kepada sebagian lainnya,

menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka dan

menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat (Hamzah Ya‟qub,

1988: 12).

Dari pengertian di atas jelaslah bahwa kajian akhlak adalah tingkah laku

manusia, atau tepatnya nilai dari tingkah lakunya,yang bisa bernilai baik (mulia)

atau sebaliknya bernilai buruk (tercela). Yang dinilai di sini adalah tingkah laku

manusia dalam berhubungan dengan Tuhan, yakni dalam melakukan

ibadah,dalam berhubungan dengan sesamanya, yakni dalam bermuamalah atau

dalam melakukan hubungan sosial antar manusia, dalam berhubungan dengan

makhluk hidup yang lain seperti binatang dan tumbuhan, serta dalam

berhubungan dengan lingkungan atau benda-benda mati yang juga merupakan

makhluk Tuhan. Secara singkat hubungan akhlak ini terbagi menjadi dua, yaitu

akhlak kepad Khaliq (Allah Sang Pencipta) dan akhlak kepada makhluq (ciptaan-

Nya). Akhlak merupakan konsep kajian terhadap ihsan. Ihsan merupakan ajaran

tentang penghayatan akan hadirnya Tuhan dalam hidup, melalui penghayatan diri

yang sedang menghadap dan berada di depan Tuhan ketika beribadah. Ihsan juga

merupakan suatu pendidikan atau latihan untuk mencapai kesempurnaan Islam

dalam arti sepenuhnya (kaffah), sehingg ihsan merupakan puncak tertinggi dari

keislaman seseorang. Ihsan ini baru tercapai kalau sudah dilalui dua tahapan

sebelumnya, yaitu iman dan islam. Orang yang mencapai predikat ihsan ini

disebut muhsin. Dalam kehidupan sehari-hari ihsan tercermin dalam bentuk

akhlak yang mulia (al-akhlak al-karimah). Inilah yang menjadi misi utama

diutusnya Nabi Saw. ke dunia, seperti yang ditegaskannya dalam sebuah

hadisnya: “Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak

mulia”.Tugas yang amat berat dan sangat mulia itu dapat dilaksanakan dengan

Page 8: pai 44 _Avinda nur rahmawati.pdf

baik oleh Nabi berkat bimbingan langsung dari Allah Swt. dan juga didukung oleh

kepribadian beliau yang sangat agung. Terkait dengan ini Allah Swt. Berfirman

dalam surat al Qalam ayat 4:

.

4. Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.

Untuk memudahkan umat Islam dalam bersikap dan berperilaku sehari-

hari, di samping memberikan aturan yang jelas dalam al-Quran, Allah juga

menunjuk Nabi Muhammad Saw. sebagai teladan baik dalam bersikap,

berperilaku, dan bertutur kata. Dengan dua sumber inilah setiap Muslim dapat

membangun kepribadiannya. Keteladanan Nabi untuk setiap Muslim ini tegaskan

oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:

Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik

bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari

kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”(QS. al-Ahzab (21): 21).

21. Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi

orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut

Allah.

E. Hubungan antara Aqidah, Syariah, dan Akhlak

Aqidah, syariah, dan akhlak mempunyai hubungan yangsangat erat,

bahkan merupakan satu kesatuan yang tidak dapt dipisah-pisahkan. Meskipun

demikian, ketiganya dapat dibedakan satu sama lain. Aqidah sebagai konsep atau

sistemkeyakinan yang bermuatan elemen-elemen dasar iman,menggambarkan

Page 9: pai 44 _Avinda nur rahmawati.pdf

sumber dan hakikat keberadaan agama. Syariah sebagai konsep atau sistem

hukum berisi peraturan yang menggambarkan fungsi agama. Sedangkan akhlak

sebagai sistem nilai etika menggambarkan arah dan tujuan yang hendak dicapai

oleh agama. Oleh karena itu, ketiga kerangka dasar tersebut harus terintegrasi

dalam diri seorang Muslim. Integrasi ketiga komponen tersebut dalam ajaran

Islam ibarat sebuah pohon, akarnya adalah aqidah, sementara batang, dahan, dan

daunya adalah syariah, sedangkan buahnya adalah akhlak.Muslim yang baik

adalah orang yang memiliki aqidah yang lurus dan kuat yang mendorongnya

untuk melaksanakan syariah

yang hanya ditujukan kepada Allah sehingga tergambar akhlak yang mulia dalam

dirinya. Atas dasar hubungan ini pula maka seorang yang melakukan suatu

perbuatan baik, tetapi tidak dilandasi oleh aqidah atau iman, maka ia termasuk ke

dalam kategori kafir. Seorang yang mengaku beriman, tetapi tidak mau

melaksanakan syariah, maka ia disebut orang fasik. Sedangkan orang yang

mengaku beriman dan melaksanakan syariah tetapi tidak dilandasi aqidah atau

iman yang lurus disebut orang munafik. Demikianlah, ketiga konsep atau

kerangka dasar Islam ini memiliki hubungan yang begitu erat dan tidak dapat

dipisahkan. Al-Quran selalu menyebutkan ketiganya dalam waktu yang

bersamaan. Hal ini bisa dilihat dalam berbagai ayat, seperti surat Al-Nur (24): 55:

Dari ayat di atas kerangka dasar Islam itudisebut secara bersamaan, namun dalam

dua istilah, yakni iman dan amal shalih. Iman menunjukkan konsep aqidah,

sedangkan amal shalih menunjukkan adanya konsep syariah dan akhlak.

3. Al-qur’an. Hadist dan Ijtihad

a. Al-Qur‟an

Al-Qur'an dari segi bahasa artinya adalah bacaan, sedangkan secara istilah

al-Qur'an adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada nabi Muhammad Saw

melalui malaikat Jibril As untuk disampaikan kepada manusia sebagai pedoman

Page 10: pai 44 _Avinda nur rahmawati.pdf

hidup, agar mendapatkan kebahagiaan di dunia maupun di akhirat dan bagi yang

membacanya termasuk ibadah.

Al-Qur'an juga disebut Al-Furqan (pembeda), Adz-Dizkra (pengingat), Asy-

Syifa' (obat), Al-Huda (petunjuk) dan Al-Bayan (penjelas).

Kedudukan dan fungsi Al- Qur‟an diantaranya adalah sebagai berikut :

1 Sebagai sumber hukum islam yang pertama dan utama

Sebagai sumber hukum, Al-Qur'an mempunyai tiga komponen dasar hukum, yaitu

sebagai hukum yang berkaitan dengan aqidah atau keimanan, yaitu yang

membicarakan tentang tauhid atau keesaan Allah SWT, sebagai hukum yang

berkaitan dengan syariat, yaitu yang membicarakan aturan atau tata cara

berhubungan secara lahiriyah dengan Allah SWT dan dengan manusia, sabagai

hukum yang berkaitan dengan akhlak, yaitu berhubungan dengan perilaku

manusia dan adab sopan santun dalam bergaul dengan sesama manusia.

Allah Swt senantiasa menjaga kemurnian, kebenaran dan kelestarian Al-

Qur'an. Sebagai sumber hukum, dia akan tetap terjaga kebenaran tulisan, isi dan

kandungannya, sehingga tidak diragukan lagi keautentikannya untuk digunakan

sebagai dasar atau sandaran segala hokum yang ada di muka bumi sebagaimana

firman Allahdalam surat al hijr:9

9. Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya kami

benar-benar memeliharanya[793].

2 Sebagai pedoman dan petunjuk hidup bagi manusia

Al-Qur'an kebenarannya tidak diragukan lagi, baik isi kandungannya,

proses turunnya serta asal turunnya. Segala sesuatu yang berkaitan dengan Al-

Quran adalah haq atau benar. Sebagaimana firman Allah SWT yang berbunyi :

Page 11: pai 44 _Avinda nur rahmawati.pdf

Artinya: “Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka

yang bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah: 2)

3 Sebagai mu'jizat terbesar bagi Nabi Muhammad Saw

Al-Qur'an merupakan mu'jizat Nabi Muhammad Saw yang terbesar.

4 Sebagai penyempurna kitab-kitab sebelumnya

Sebagai penyempurna kitab-kitab sebelumnya, Al-Qur'an mempunyai

kandungan isi dianataranya: mengandung aqidah (keimanan) terhadap rukun iman

yang enam, Mengandung ibadah (hubungan dengan Allah atau hablumminallah),

Mengandung mu'amalah (hubungan antar sesama manusia), mengandung akhlaqul

karimah (akhlak mulia), mengandung ilmu pengetahuan dan teknologi.

5 Sebagai wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw

Allah SWT berkenan memilih diantara para hambanya itu seorang rasul yang

diberi wahyu kepadanya. Nabi Muhammad Saw. adalah salah satu dari hamba-

Nya yang dipilih untuk mendapatkan wahyu Al-Qur'an tersebut. Segala ucapan

dan kata-kata yang keluar dari mulut beliau merupakan sesuatu yang terbimbing

dengan wahyu dari Allah SWT, sebagaimana firman Allah SWT berikut ini:

Artinya: “Dan tidaklah yang dia (Rasulullah) ucapkannya itu (Al-Quran) menurut

kemauan hawa nafsunya, ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang

diwahyukan (kepadanya).”(QS. An-Najm: 3-4)

Page 12: pai 44 _Avinda nur rahmawati.pdf

b. Hadith atau As-Sunnah

Pengertian As-sunnah berarti cara, jalan, kebiasaan, dan tradisi. Kebiasaan

dan tradisi mencangkup yang baik dan buruk. Arti sunnah yang popular adalah

“at-tariqah al-mu‟tadah hasanah kanat am sayyiah”, suatu cara yang berlaku,

baik cara itu bersifat terpuji maupun tercela. Sunnah berarti sesuatu yang

berasal dari Nabi Muhammad SAW yang berupa perkataan, perbuatan,

penetapan, sifat, dan perjalanan hidup beliau baik pada waktu sebelum diutus

menjadi Nabi maupun sesudahnya.

Sunnah merupakan salah satu nama dari dalil – dalil hukum. Apabila suatu

hukum ditetapkan berdasarkan sunnah, maksudnya adalah dasar dari ketetapan

hukum tersebut ialah keterangan dari Nabi Muhammad, baik berupa ucapan

(sunnah qauliyah), perbuatan (sunnahfi‟liyah), maupun ketetapan atau

keizinannya (sunnah taqririyah).

c. Ijtihad

Pengertian Ijtihad dari segi bahasa Ijtihad adalah mengerjakan sesuatu

dengan segala kesungguhan. Sedangkan menurut istilah Ijtihad adalah

mengerahkan segala potensi dan kemampuan untuk menetapkan hukum-hukum

syariat.

Obyek Ijtihad adalah perbuatan yang secara eksplisit tidak terdapat dalam

Alquran dan hadist. Hal ini memberi pengertian bahwa suatu perbuatan yang

hukumnya telah ditunjuk secara jelas, tegas, dan tuntas oleh ayat – ayat

Alquran dan hadist tidak termasuk kategori obyek ijtihad.

IJMA’

Pengertian Ijma’

Page 13: pai 44 _Avinda nur rahmawati.pdf

Ijma‟ ialah kesepakatan mujtahid umat Islam tentang hukum syara‟ dari

peristiwa yang terjadi setelah Rasul wafat.

Macam-macam Ijma‟ Dari segi terjadinya :

1. Ijma‟ Bayani, yaitu mujtahid menyatakan pendapatnya dengan jelas dan tegas,

baik berupa ucapan maupun tulisan.

2. Ijma‟ Sukuti, yaitu para mujtahid seluruh atau sebagian tidak menyatakan

pendapat dengan jelas dan tegas, tetapi mereka berdiam diri saja terhadap suatu

kesatuan hukum yang telah dikemukakan mujtahid.

Dari segi yakin atau tidaknya terjadi suatu Ijma‟ dibagi kepada :

1. Ijma‟ Qathi‟, yaitu hukum yang dihasilkan ijma‟. Diyakini benar terjadinya

tidak ada kemungkinan lain bahwa hukum dengan hasil ijma‟ berbeda.

2. Ijma‟ Dhani, yaitu hukum yang dihasilkan ijma' itu dhanni (masih ada

kemungkinan lain bahwa hukum dari peristiwa atau kejadian yang telah

ditetapkan berbeda dengan hasil ijtihad orang lain atau dengan hasil ijma' yang

dilakukan pada waktu yang lain)iyas (reasoning by analogi), yaitu menerapkan

hukum perbuatan tertentu kepada perbuatan lain yang memiliki kesamaan.

Misalnya Alquran melarang jual beli ketika jum‟at (Al – Jumu‟ah, 62:9) dan

hukum perbuatan selain dagang juga terlarang, karena sama – sama

mengganggu salat jum‟at.

Rukun-rukun qiyas

1. pada fara‟, maka persamaan sifat itu menjadi dasar untuk menetapkan hukum

fara‟ sama dengan hukum ashal.Ashal, yang berarti pokok, yaitu suatu

peristiwa yang telah ditetapkan hukumnya berdasar nash. Ashal disebut juga

maqis „alaih (yang menjadi ukuran) atau musyabbah bih (tempat

menyerupakan), atau mahmul „alaih (tempat membandingkan);

2. Fara‟ yang berarti cabang, yaitu suatu peristiwa yang belum ditetapkan

hukumnya karena tidak ada nash yang dapat dijadikan sebagai dasar. Fara‟

Page 14: pai 44 _Avinda nur rahmawati.pdf

disebut juga maqis (yang diukur) atau musyabbah (yang diserupakan) atau

mahmul (yang dibandingkan);

3. Hukum ashal, yaitu hukum dari ashal yang telah ditetapkan berdasar nash dan

hukum itu pula yang akan ditetapkan pada fara‟ seandainya ada persamaan

„illatnya.

4. „IIIat, yaitu suatu sifat yang ada pada ashal dan sifat itu yang dicari pada fara‟.

Seandainya sifat ada pula

.