54
PENDAHULUAN Nyeri Merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang diakibatkan adanya kerusakan jaringan yang sedang atau akan terjadi, atau pengalaman sensorik dan emosional yang merasakan seolah-olah terjadi kerusakan jaringan. Dewasa ini, nyeri merupakan keluhan yang banyak dirasakan oleh pasien. Nyeri sendiri dapat dirasakan ringan sampai berat pada pasien. Keluhan nyeri pada pasien dapat diatasi. Pembuatan referat ini adalah untuk menjelaskan nyeri, dan cara untuk menangani nyeri serta efek samping pada obat-obatan analgetik itu sendiri. DEFINISI Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang diakibatkan adanya kerusakan jaringan yang sedang atau akan terjadi, atau pengalaman sensorik dan emosional yang merasakan seolah-olah terjadi kerusakan jaringan. (International Association for the Study of Pain) Nyeri akut adalah nyeri dengan onset segera dan durasi yang terbatas, memiliki hubungan temporal dan kausal dengan adanya cedera atau penyakit. Nyeri kronik adalah nyeri yang bertahan untuk periode waktu yang lama. Nyeri kronik adalah nyeri yang terus ada meskipun telah terjadi proses penyembuhan dan sering sekali tidak diketahui penyebabnya yang pasti. 1 ASESMEN NYERI 1. Anamnesis a. Riwayat penyakit sekarang i. Onset nyeri: akut atau kronik, traumatik atau non- traumatik. 1

Paint Management

Embed Size (px)

DESCRIPTION

PM

Citation preview

PENDAHULUANNyeri Merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang diakibatkan adanya kerusakan jaringan yang sedang atau akan terjadi, atau pengalaman sensorik dan emosional yang merasakan seolah-olah terjadi kerusakan jaringan. Dewasa ini, nyeri merupakan keluhan yang banyak dirasakan oleh pasien. Nyeri sendiri dapat dirasakan ringan sampai berat pada pasien. Keluhan nyeri pada pasien dapat diatasi. Pembuatan referat ini adalah untuk menjelaskan nyeri, dan cara untuk menangani nyeri serta efek samping pada obat-obatan analgetik itu sendiri.DEFINISINyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang diakibatkan adanya kerusakan jaringan yang sedang atau akan terjadi, atau pengalaman sensorik dan emosional yang merasakan seolah-olah terjadi kerusakan jaringan. (International Association for the Study of Pain)Nyeri akut adalah nyeri dengan onset segera dan durasi yang terbatas, memiliki hubungan temporal dan kausal dengan adanya cedera atau penyakit.Nyeri kronik adalah nyeri yang bertahan untuk periode waktu yang lama. Nyeri kronik adalah nyeri yang terus ada meskipun telah terjadi proses penyembuhan dan sering sekali tidak diketahui penyebabnya yang pasti.1

ASESMEN NYERI1. Anamnesisa. Riwayat penyakit sekarangi. Onset nyeri: akut atau kronik, traumatik atau non-traumatik. ii. Karakter dan derajat keparahan nyeri: nyeri tumpul, nyeri tajam, rasa terbakar, tidak nyaman, kesemutan, neuralgia.iii. Pola penjalaran / penyebaran nyeriiv. Durasi dan lokasi nyeriv. Gejala lain yang menyertai misalnya kelemahan, baal, kesemutan, mual/muntah, atau gangguan keseimbangan / kontrol motorik.vi. Faktor yang memperberat dan memperinganvii. Kronisitasviii. Hasil pemeriksaan dan penanganan nyeri sebelumnya, termasuk respons terapiix. Gangguan / kehilangan fungsi akibat nyeri / lukax. Penggunaan alat bantuxi. Perubahan fungsi mobilitas, kognitif, irama tidur, dan aktivitas hidup dasar (activity of daily living)xii. Singkirkan kemungkinan potensi emergensi pembedahan, seperti adanya fraktur yang tidak stabil, gejala neurologis progresif cepat yang berhubungan dengan sindrom kauda ekuina.

b. Riwayat pembedahan / penyakit dahuluc. Riwayat psiko-sosiali. Riwayat konsumsi alkohol, merokok, atau narkotikaii. Identifikasi pengasuh / perawat utama (primer) pasieniii. Identifikasi kondisi tempat tinggal pasien yang berpotensi menimbulkan eksaserbasi nyeriiv. Pembatasan /restriksi partisipasi pasien dalam aktivitas sosial yang berpotensi menimbulkan stres. Pertimbangkan juga aktivitas penggantinya.v. Masalah psikiatri (misalnya depresi, cemas, ide ingin bunuh diri) dapat menimbulkan pengaruh negatif terhadap motivasi dan kooperasi pasien dengan program penanganan / manajemen nyeri ke depannya. Pada pasien dengan masalah psikiatri, diperlukan dukungan psikoterapi / psikofarmaka.vi. Tidak dapat bekerjanya pasien akibat nyeri dapat menimbulkan stres bagi pasien / keluarga.

d. Riwayat pekerjaani. Pekerjaan yang melibatkan gerakan berulang dan rutin, seperti mengangkat benda berat, membungkuk atau memutar; merupakan pekerjaan tersering yang berhubungan dengan nyeri punggung.

e. Obat-obatan dan alergii. Daftar obat-obatan yang dikonsumsi pasien untuk mengurangi nyeri (suatu studi menunjukkan bahwa 14% populasi di AS mengkonsumsi suplemen / herbal, dan 36% mengkonsumsi vitamin)ii. Cantumkan juga mengenai dosis, tujuan minum obat, durasi, efektifitas, dan efek samping.iii. Direkomendasikan untuk mengurangi atau memberhentikan obat-obatan dengan efek samping kognitif dan fisik.

f. Riwayat keluargai. Evaluasi riwayat medis keluarga terutama penyakit genetik.

g. Asesmen sistem organ yang komprehensifi. Evaluasi gejala kardiovaskular, psikiatri, pulmoner, gastrointestinal, neurologi, reumatologi, genitourinaria, endokrin, dan muskuloskeletal)ii. Gejala konstitusional: penurunan berat badan, nyeri malam hari, keringat malam, dan sebagainya.2

2. Asesmen nyeria. Asesmen nyeri dapat menggunakan Numeric Rating Scalei. Indikasi: digunakan pada pasien dewasa dan anak berusia > 9 tahun yang dapat menggunakan angka untuk melambangkan intensitas nyeri yang dirasakannya.ii. Instruksi: pasien akan ditanya mengenai intensitas nyeri yang dirasakan dan dilambangkan dengan angka antara 0 10. 0 = tidak nyeri 1 3 = nyeri ringan (sedikit mengganggu aktivitas sehari-hari) 4 6 = nyeri sedang (gangguan nyata terhadap aktivitas sehari-hari) 7 10 = nyeri berat (tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari)3

Numeric Rating Scale3

b. Wong Baker FACES Pain Scalei. Indikasi: Pada pasien (dewasa dan anak > 3 tahun) yang tidak dapat menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka, gunakan asesmen ii. Instruksi: pasien diminta untuk menunjuk / memilih gambar mana yang paling sesuai dengan yang ia rasakan. Tanyakan juga lokasi dan durasi nyeri 0 - 1 = sangat bahagia karena tidak merasa nyeri sama sekali 2 3 = sedikit nyeri 4 5 = cukup nyeri 6 7 = lumayan nyeri 8 9 = sangat nyeri 10 = amat sangat nyeri (tak tertahankan)

Wong Baker FACES Pain Scale4

c. COMFORT scalei. Indikasi: pasien bayi, anak, dan dewasa di ruang rawat intensif / kamar operasi / ruang rawat inap yang tidak dapat dinilai menggunakan Numeric Rating Scale Wong-Baker FACES Pain Scale.ii. Instruksi: terdapat 9 kategori dengan setiap kategori memiliki skor 1-5, dengan skor total antara 9 45. Kewaspadaan Ketenangan Distress pernapasan Menangis Pergerakan Tonus otot Tegangan wajah Tekanan darah basal Denyut jantung basal

COMFORT Scale5Kategori Skor Tanggal / waktu

Kewaspadaan 1 tidur pulas / nyenyak2 tidur kurang nyenyak3 gelisah4 sadar sepenuhnya dan waspada5 hiper alert

Ketenangan1 tenang2 agak cemas3 cemas4 sangat cemas5 panik

Distress pernapasan1 tidak ada respirasi spontan dan tidak ada batuk2 respirasi spontan dengan sedikit / tidak ada respons terhadap ventilasi3 kadang-kadang batuk atau terdapat tahanan terhadap ventilasi4 sering batuk, terdapat tahanan / perlawanan terhadap ventilator5 melawan secara aktif terhadap ventilator, batuk terus-menerus / tersedak

Menangis1 bernapas dengan tenang, tidak menangis2 terisak-isak3 meraung4 menangis5 berteriak

Pergerakan 1 tidak ada pergerakan2 kedang-kadang bergerak perlahan3 sering bergerak perlahan4 pergerakan aktif / gelisah5 pergrakan aktif termasuk badan dan kepala

Tonus otot1 otot relaks sepenuhnya, tidak ada tonus otot2 penurunan tonus otot3 tonus otot normal4 peningkatan tonus otot dan fleksi jari tangan dan kaki5 kekakuan otot ekstrim dan fleksi jari tangan dan kaki

Tegangan wajah1 otot wajah relaks sepenuhnya2 tonus otot wajah normal, tidak terlihat tegangan otot wajah yang nyata3 tegangan beberapa otot wajah terlihat nyata4 tegangan hampir di seluruh otot wajah5 seluruh otot wajah tegang, meringis

Tekanan darah basal1 tekanan darah di bawah batas normal2 tekanan darah berada di batas normal secara konsisten3 peningkatan tekanan darah sesekali 15% di atas batas normal (1-3 kali dalam observasi selama 2 menit)4 seringnya peningkatan tekanan darah 15% di atas batas normal (>3 kali dalam observasi selama 2 menit)5 peningkatan tekanan darah terus-menerus 15%

Denyut jantung basal1 denyut jantung di bawah batas normal2 denyut jantung berada di batas normal secara konsisten3 peningkatan denyut jantung sesekali 15% di atas batas normal (1-3 kali dalam observasi selama 2 menit)4 seringnya peningkatan denyut jantung 15% di atas batas normal (>3 kali dalam observasi selama 2 menit)5 peningkatan denyut jantung terus-menerus 15%

Skor total

d. Pada pasien dalam pengaruh obat anestesi atau dalam kondisi sedasi sedang, asesmen dan penanganan nyeri dilakukan saat pasien menunjukkan respon berupa ekspresi tubuh atau verbal akan rasa nyeri.e. Asesmen ulang nyeri: dilakukan pada pasien yang dirawat lebih dari beberapa jam dan menunjukkan adanya rasa nyeri, sebagai berikut:i. Lakukan asesmen nyeri yang komprensif setiap kali melakukan pemeriksaan fisik pada pasienii. Dilakukan pada: pasien yang mengeluh nyeri, 1 jam setelah tatalaksana nyeri, setiap empat jam (pada pasien yang sadar/ bangun), pasien yang menjalani prosedur menyakitkan, sebelum transfer pasien, dan sebelum pasien pulang dari rumah sakit.iii. Pada pasien yang mengalami nyeri kardiak (jantung), lakukan asesmen ulang setiap 5 menit setelah pemberian nitrat atau obat-obat intravenaiv. Pada nyeri akut / kronik, lakukan asesmen ulang tiap 30 menit 1 jam setelah pemberian obat nyeri.6

f. Derajat nyeri yang meningkat hebat secara tiba-tiba, terutama bila sampai menimbulkan perubahan tanda vital, merupakan tanda adanya diagnosis medis atau bedah yang baru (misalnya komplikasi pasca-pembedahan, nyeri neuropatik).

3. Pemeriksaan Fisika. Pemeriksaan umumi. Tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu tubuhii. Ukurlah berat badan dan tinggi badan pasieniii. Periksa apakah terdapat lesi / luka di kulit seperti jaringan parut akibat operasi, hiperpigmentasi, ulserasi, tanda bekas jarum suntikiv. Perhatikan juga adanya ketidaksegarisan tulang (malalignment), atrofi otot, fasikulasi, diskolorasi, dan edema.

b. Status mentali. Nilai orientasi pasienii. Nilai kemampuan mengingat jangka panjang, pendek, dan segera.iii. Nilai kemampuan kognitif iv. Nilai kondisi emosional pasien, termasuk gejala-gejala depresi, tidak ada harapan, atau cemas.

c. Pemeriksaan sendii. Selalu periksa kedua sisi untuk menilai kesimetrisanii. Nilai dan catat pergerakan aktif semua sendi, perhatikan adanya keterbatasan gerak, diskinesis, raut wajah meringis, atau asimetris.iii. Nilai dan catat pergerakan pasif dari sendi yang terlihat abnormal / dikeluhkan oleh pasien (saat menilai pergerakan aktif). Perhatikan adanya limitasi gerak, raut wajah meringis, atau asimetris.iv. Palpasi setiap sendi untuk menilai adanya nyeri v. Pemeriksaan stabilitas sendi untuk mengidentifikasi adanya cedera ligamen.

d. Pemeriksaan motoriki. Nilai dan catat kekuatan motorik pasien dengan menggunakan kriteria di bawah ini.

DerajatDefinisi

5Tidak terdapat keterbatasan gerak, mampu melawan tahanan kuat

4Mampu melawan tahanan ringan

3Mampu bergerak melawan gravitasi

2Mampu bergerak / bergeser ke kiri dan kanan tetapi tidak mampu melawan gravitasi

1Terdapat kontraksi otot (inspeksi / palpasi), tidak menghasilkan pergerakan

0Tidak terdapat kontraksi otot

e. Pemeriksaan sensoriki. Lakukan pemeriksaan: sentuhan ringan, nyeri (tusukan jarum-pin prick), getaran, dan suhu.

f. Pemeriksaan neurologis lainnyai. Evaluasi nervus kranial I XII, terutama jika pasien mengeluh nyeri wajah atau servikal dan sakit kepalaii. Periksa refleks otot, nilai adanya asimetris dan klonus. Untuk mencetuskan klonus membutuhkan kontraksi > 4 otot.

Refleks Segmen spinal

Biseps C5

Brakioradialis C6

TrisepsC7

Tendon patellaL4

Hamstring medialL5

Achilles S1

iii. Nilai adanya refleks Babinski dan Hoffman (hasil positif menunjukkan lesi upper motor neuron)iv. Nilai gaya berjalan pasien dan identifikasi defisit serebelum dengan melakukan tes dismetrik (tes pergerakan jari-ke-hidung, pergerakan tumit-ke-tibia), tes disdiadokokinesia, dan tes keseimbangan (Romberg dan Romberg modifikasi).

g. Pemeriksaan khususi. Terdapat 5 tanda non-organik pada pasien dengan gejala nyeri tetapi tidak ditemukan etiologi secara anatomi. Pada beberapa pasien dengan 5 tanda ini ditemukan mengalami hipokondriasis, histeria, dan depresi.ii. Kelima tanda ini adalah: Distribusi nyeri superfisial atau non-anatomik Gangguan sensorik atau motorik non-anatomik Verbalisasi berlebihan akan nyeri (over-reaktif) Reaksi nyeri yang berlebihan saat menjalani tes / pemeriksaan nyeri. Keluhan akan nyeri yang tidak konsisten (berpindah-pindah) saat gerakan yang sama dilakukan pada posisi yang berbeda (distraksi)

4. Pemeriksaan Elektromiografi (EMG)a. Membantu mencari penyebab nyeri akut / kronik pasienb. Mengidentifikasi area persarafan / cedera otot fokal atau difus yang terkenac. Mengidentifikasi atau menyingkirkan kemungkinan yang berhubungan dengan rehabilitasi, injeksi, pembedahan, atau terapi obat.d. Membantu menegakkan diagnosise. Pemeriksaan serial membantu pemantauan pemulihan pasien dan respons terhadap terapif. Indikasi: kecurigaan saraf terjepit, mono- / poli-neuropati, radikulopati.

5. Pemeriksaan sensorik kuantitatifa. Pemeriksaan sensorik mekanik (tidak nyeri): getaranb. Pemeriksaan sensorik mekanik (nyeri): tusukan jarum, tekananc. Pemeriksaan sensasi suhu (dingin, hangat, panas)d. Pemeriksaan sensasi persepsi

6. Pemeriksaan radiologia. Indikasi:i. pasien nyeri dengan kecurigaan penyakit degeneratif tulang belakangii. pasien dengan kecurigaan adanya neoplasma, infeksi tulang belakang, penyakit inflamatorik, dan penyakit vascular.iii. Pasien dengan defisit neurologis motorik, kolon, kandung kemih, atau ereksi.iv. Pasien dengan riwayat pembedahan tulang belakangv. Gejala nyeri yang menetap > 4 minggub. Pemilihan pemeriksaan radiologi: bergantung pada lokasi dan karakteristik nyeri.i. Foto polos: untuk skrining inisial pada tulang belakang (fraktur, ketidaksegarisan vertebra, spondilolistesis, spondilolisis, neoplasma)ii. MRI: gold standard dalam mengevaluasi tulang belakang (herniasi diskus, stenosis spinal, osteomyelitis, infeksi ruang diskus, keganasan, kompresi tulang belakang, infeksi)iii. CT-scan: evaluasi trauma tulang belakang, herniasi diskus, stenosis spinal.iv. Radionuklida bone-scan: sangat bagus dalam mendeteksi perubahan metabolisme tulang (mendeteksi osteomyelitis dini, fraktur kompresi yang kecil/minimal, keganasan primer, metastasis tulang)

7. Asesmen psikologia. Nilai mood pasien, apakah dalam kondisi cemas, ketakutan, depresi.b. Nilai adanya gangguan tidur, masalah terkait pekerjaanc. Nilai adanya dukungan sosial, interaksi sosial

FARMAKOLOGI OBAT ANALGESIK1. Lidokain tempel (Lidocaine patch) 5%a. Berisi lidokain 5% (700 mg).b. Mekanisme kerja: memblok aktivitas abnormal di kanal natrium neuronal.c. Memberikan efek analgesik yang cukup baik ke jaringan lokal, tanpa adanya efek anestesi (baal), bekrja secara perifer sehingga tidak ada efek samping sistemikd. Indikasi: sangat baik untuk nyeri neuropatik (misalnya neuralgia pasca-herpetik, neuropati diabetik, neuralgia pasca-pembedahan), nyeri punggung bawah, nyeri miofasial, osteoarthritise. Efek samping: iritasi kulit ringan pada tempat menempelnya lidokainf. Dosis dan cara penggunaan: dapat memakai hingga 3 patches di area yang paling nyeri (kulit harus intak, tidak boleh ada luka terbuka), dipakai selama 70 tahun v. Efek kardiovaskular : Tergantung jenis, dosis, dan cara pemberian; status volume intravascular; serta level aktivitas simpatetik Morfin menimbulkan vasodilatasi Petidin menimbulkan takikardi vi. Gastrointestinal: Mual, muntah. Terapi untuk mual dan muntah: hidrasi dan pantau tekanan darah dengan adekuat, hindari pergerakan berlebihan pasca-bedah, atasi kecemasan pasien, obat antiemetic.Perbandingan Obat-Obatan Anti-EmetikKategori Metoklopramid Droperidol, butirofenon Ondansetron Proklorperazin, fenotiazin

Durasi (jam)44-6 (dosis rendah)24 (dosis tinggi)8-246

Efek samping: Ekstrapiramidal Anti-kolinergik sedasi++-+++++---+++

Dosis (mg)100,25-0,5412,5

Frekuensi Tiap 4-6 jamTiap 4-6 jamTiap 12 jamTiap 6-8 jam

Jalur pemberianOral, IV, IMIV, IMOral, IVOral, IM

f. Pemberian Oral: i. sama efektifnya dnegan pemberian parenteral pada dosis yang sesuai.ii. Digunakan segera setelah pasien dapat mentoleransi medikasi oral.g. Injeksi intramuscular: i. merupakan rute parenteral standar yang sering digunakan.ii. Namun, injeksi menimbulkan nyeri dan efektifitas penyerapannya tidak dapat diandalkan.iii. Hindari pemberian via intramuscular sebisa mungkin.h. Injeksi subkutani. Injeksi intravena:i. Pilihan perenteral utama setelah pembedahan major.ii. Dapat digunakan sebagai bolus atau pemberian terus-menerus (melalui infus).iii. Terdapat risiko depresi pernapasan pada pemberian yang tidak sesuai dosis.j. Injeksi supraspinal:i. Lokasi mikroinjeksi terbaik: mesencephalic periaqueductal gray (PAG).ii. Mekanisme kerja: memblok respons nosiseptif di otak. iii. Opioid intraserebroventrikular digunakan sebagai pereda nyeri pada pasien kanker.k. Injeksi spinal (epidural, intratekal):i. Secara selektif mengurangi keluarnya neurotransmitter di neuron kornu dorsalis spinal.ii. Sangat efektif sebagai analgesik.iii. Harus dipantau dengan ketatl. Injeksi Periferi. Pemberian opioid secara langsung ke saraf perifer menimbulkan efek anestesi lokal (pada konsentrasi tinggi). ii. Sering digunakan pada: sendi lutut yang mengalami inflamasi2

MANAJEMEN NYERI AKUT1. Nyeri akut merupakan nyeri yang terjadi < 6 minggu.2. Lakukan asesmen nyeri: mulai dari anamnesis hingga pemeriksaan penunjang.3. Tentukan mekanisme nyeri:a. Nyeri somatik: i. Diakibatkan adanya kerusakan jaringan yang menyebabkan pelepasan zat kima dari sel yang cedera dan memediasi inflamasi dan nyeri melalui nosiseptor kulit.ii. Karakteristik: onset cepat, terlokalisasi dengan baik, dan nyeri bersifat tajam, menusuk, atau seperti ditikam.iii. Contoh: nyeri akibat laserasi, sprain, fraktur, dislokasi.

b. Nyeri visceral: i. Nosiseptor visceral lebih sedikit dibandingkan somatic, sehingga jika terstimulasi akan menimbulkan nyeri yang kurang bisa dilokalisasi, bersifat difus, tumpul, seperti ditekan benda berat.ii. Penyebab: iskemi/nekrosis, inflamasi, peregangan ligament, spasme otot polos, distensi organ berongga / lumen.iii. Biasanya disertai dengan gejala otonom, seperti mual, muntah, hipotensi, bradikardia, berkeringat.

c. Nyeri neuropatik: i. Berasal dari cedera jaringan sarafii. Sifat nyeri: rasa terbakar, nyeri menjalar, kesemutan, alodinia (nyeri saat disentuh), hiperalgesia.iii. Gejala nyeri biasanya dialami pada bagian distal dari tempat cedera (sementara pada nyeri nosiseptif, nyeri dialami pada tempat cederanya)iv. Biasanya diderita oleh pasien dengan diabetes, multiple sclerosis, herniasi diskus, AIDS, pasien yang menjalani kemoterapi / radioterapi.

4. Tatalaksana sesuai mekanisme nyerinya.7a. Farmakologi: gunakan Step-Ladder WHOi. OAINS efektif untuk nyeri ringan-sedang, opioid efektif untuk nyeri sedang-berat.ii. Mulailah dengan pemberian OAINS / opioid lemah (langkah 1 dan 2) dnegan pemberian intermiten (pro re nata-prn) opioid kuat yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien.iii. Jika langkah 1 dan 2 kurang efektif / nyeri menjadi sedang-berat, dapat ditingkatkan menjadi langkah 3 (ganti dengan opioid kuat dan prn analgesik dalam kurun waktu 24 jam setelah langkah 1).iv. Penggunaan opioid harus dititrasi. Opioid standar yang sering digunakan adalah morfin, kodein.v. Jika pasien memiliki kontraindikasi absolut OAINS, dapat diberikan opioid ringan.vi. Jika fase nyeri akut pasien telah terlewati, lakukan pengurangan dosis secara bertahap Intravena: antikonvulsan, ketamine, OAINS, opioid Oral: antikonvulsan, antidepresan, antihistamin, anxiolytic, kortikosteroid, anestesi lokal, OAINS, opioid, tramadol. Rektal (supositoria): parasetamol, aspirin, opioid, fenotiazin Topical: lidokain patch, EMLA Subkutan: opioid, anestesi lokal7

3-Step WHO Analgesic Ladder8*Keterangan: patch fentanyl tidak boleh digunakan untuk nyeri akut karena tidak sesuai indikasi dan onset kerjanya lama. Untuk nyeri kronik: pertimbangkan pemberian terapi analgesik adjuvant (misalnya amitriptilin, gabapentin).*Istilah: NSAID: non-steroidal anti-inflammatory drug S/R: slow release PRN: when required

vii. Berikut adalah algoritma pemberian opioid intermiten (prn) intravena untuk nyeri akut, dengan syarat: Hanya digunakan oleh staf yang telah mendapat instruksi Tidak sesuai untuk pemberian analgesik secara rutin di ruang rawat inap biasa Efek puncak dari dosis intravena dapat terjadi selama 15 menit sehingga semua pasien harus diobservasi dengan ketat selama fase ini.

Algoritma Pemberian Opioid Intermiten Intravena untuk Nyeri Akut8

Apakah pasien nyeri sedang/berat?Observasi rutin tidak

ya

Apakah diresepkan opioid IV?Saat dosis telah diberikan, lakukan monitor setiap 5 menit selama minimal 20 menit.Tunggu hingga 30 menit dari pemberian dosis terakhir sebelum mengulangi siklus.Dokter mungkin perlu untuk meresepkan dosis ulanganMinta untuk diresepkantidak

ATAUTunggu selama 5 menitObservasi rutinNyeri Jika skor nyeri 7-10: berikan 3mlJika skor nyeri 4-6: berikan 2 mlUsia pasien < 70 tahun?Minta saranTekanan darah sistolik 100 mmHg?*Kecepatan pernapasan > 8 kali/menit?Skor sedasi 0 atau 1?Minta saran ke dokter seniorTunda dosis hingga skor sedasi 8 kali/menit.Pertimbangkan nalokson IV (100ug)Gunakan spuit 10mlAmbil 100mg petidin dan campur dengan NaCl 0,9% hingga 10ml (10mg/ml)Berikan label pada spuitGunakan spuit 10mlAmbil 10mg morfin sulfat dan campur dengan NaCl 0,9% hingga 10ml (1mg/ml)Berikan label pada spuit

ya

Siapkan NaCl

Ya, tetapi telah diberikan dosis total

ya

tidak

ya

tidakya

Jika skor nyeri 7-10: berikan 2mlJika skor nyeri 4-6: berikan 1 mltidaktidakyayaya

Keterangan:Skor nyeri:0 = tidak nyeri1-3 = nyeri ringan4-6 = nyeri sedang7-10 = nyeri berat

Skor sedasi:0 = sadar penuh 1 = sedasi ringan, kadang mengantuk, mudah dibangunkan 2 = sedasi sedang, sering secara konstan mengantuk, mudah dibangunkan 3 = sedasi berat, somnolen, sukar dibangunkan S = tidur normal

*Catatan: Jika tekanan darah sistolik < 100mmHg: haruslah dalam rentang 30% tekanan darah sistolik normal pasien (jika diketahui), atau carilah saran/bantuan.

Gunakan tabel obat-obatan antiemetic (jika diperlukan)Teruskan penggunaan OAINS IV jika diresepkan bersama dengan opioid.

viii. Manajemen efek samping: opioid Mual dan muntah: antiemetic Konstipasi: berikan stimulant buang air besar, hindari laksatif yang mengandung serat karena dapat menyebabkan produksi gas-kembung-kram perut. Gatal: pertimbangkan untuk mengganti opioid jenis lain, dapat juga menggunakan antihistamin. Mioklonus: pertimbangkan untuk mengganti opioid, atau berikan benzodiazepine untuk mengatasi mioklonus. Depresi pernapasan akibat opioid: berikan nalokson (campur 0,4mg nalokson dengan NaCl 0,9% sehingga total volume mencapai 10ml). Berikan 0,02 mg (0,5ml) bolus setiap menit hingga kecepatan pernapasan meningkat. Dapat diulang jika pasien mendapat terapi opioid jangka panjang. OAINS: Gangguan gastrointestinal: berikan PPI (proton pump inhibitor) Perdarahan akibat disfungsi platelet: pertimbangkan untuk mengganti OAINS yang tidak memiliki efek terhadap agregasi platelet.

b. Pembedahan: injeksi epidural, supraspinal, infiltrasi anestesi lokal di tempat nyeri.

c. Non-farmakologi:i. Olah ragaii. Imobilisasiiii. Pijativ. Relaksasiv. Stimulasi saraf transkutan elektrik8

5. Follow-up / asesmen ulanga. Asesmen ulang sebaiknya dilakukan dengan interval yang teratur.b. Panduan umum:i. Pemberian parenteral: 30 menitii. Pemberian oral: 60 menitiii. Intervensi non-farmakologi: 30-60 menit.

6. Pencegahan a. Edukasi pasien:i. Berikan informasi mengenai kondisi dan penyakit pasien, serta tatalaksananya.ii. Diskusikan tujuan dari manajemen nyeri dan manfaatnya untuk pasieniii. Beritahukan bahwa pasien dapat mengubungi tim medis jika memiliki pertanyaan / ingin berkonsultasi mengenai kondisinya.iv. Pasien dan keluarga ikut dilibatkan dalam menyusun manajemen nyeri (termasuk penjadwalan medikasi, pemilihan analgesik, dan jadwal control).b. Kepatuhan pasien dalam menjalani manajemen nyeri dengan baik

7. Medikasi saat pasien pulanga. Pasien dipulangkan segera setelah nyeri dapat teratasi dan dapat beraktivitas seperti biasa / normal.b. Pemilihan medikasi analgesik bergantung pada kondisi pasien.

8. Berikut adalah algoritma asesmen dan manajemen nyeri akut:

Algoritma Asesmen Nyeri Akut7

Pasien mengeluh nyeri

Nyeri neuropatikNyeri bersifat menjalar, rasa terbakar, kesemutan, tidak spesifik.Nyeri viseralNyeri bersifat difus, seperti ditekan benda berat, nyeri tumpulNyeri somaticNyeri bersifat tajam, menusuk, terlokalisir, seperti ditikamTentukan mekanisme nyeri (pasien dapat mengalami > 1 jenis nyeri)Apakah nyeri berlangsung > 6 minggu?Lihat manajemen nyeri kronik.Pertimbangkan untuk merujuk ke spesialis yang sesuaiPrioritas utama: identifikasi dan atasi etiologi nyeriApakah etiologi nyeri bersifat reversibel?Asesmen nyeriAnamnesis dan pemeriksaan fisik

ya

tidaktidakyaAlgoritma Manajemen Nyeri Akut7

Nyeri neuropatikAntikonvulsanKortikosteroidBlok neuronOAINSOpioidAntidepresan trisiklik (amitriptilin)Nyeri somaticParasetamolCold packsKortikosteroidAnestesi lokal (topical / infiltrasi)OAINSOpioidStimulasi taktilNyeri viseralKortikosteroidAnestesi lokal intraspinal OAINSOpioid

tidaktidaktidaktidakyayayayaManajemen efek sampingFollow-up / nilai ulangEfek samping pengobatan?Pilih alternatif terapi yang lainnyaKembali ke kotak tentukan mekanisme nyeriLihat manajemen nyeri kronik.Pertimbangkan untuk merujuk ke spesialis yang sesuaiApakah nyeri > 6 minggu?Mekanisme nyeri sesuai?Analgesik adekuat?Pencegahan Edukasi pasienTerapi farmakologiKonsultasi (jika perlu)Prosedur pembedahanNon-farmakologiMANAJEMEN NYERI KRONIK1. Lakukan asesmen nyeri: a. anamnesis dan pemeriksaan fisik (karakteristik nyeri, riwayat manajemen nyeri sebelumnya)b. pemeriksaan penunjang: radiologic. asesmen fungsional: i. nilai aktivitas hidup dasar (ADL), identifikasi kecacatan / disabilitasii. buatlah tujuan fungsional spesifik dan rencana perawatan pasieniii. nilai efektifitas rencana perawatan dan manajemen pengobatan

2. tentukan mekanisme nyeri:a. manajemen bergantung pada jenis / klasifikasi nyerinya.b. Pasien sering mengalami > 1 jenis nyeri.c. Terbagi menjadi 4 jenis:i. Nyeri neuropatik: disebabkan oleh kerusakan / disfungsi sistem somatosensorik. Contoh: neuropati DM, neuralgia trigeminal, neuralgia pasca-herpetik. Karakteristik: nyeri persisten, rasa terbakar, terdapat penjalaran nyeri sesuai dengan persarafannya, baal, kesemutan, alodinia. Fibromyalgia: gatal, kaku, dan nyeri yang difus pada musculoskeletal (bahu, ekstremitas), nyeri berlangsung selama > 3bulan

ii. Nyeri otot: tersering adalah nyeri miofasial mengenai otot leher, bahu, lengan, punggung bawah, panggul, dan ekstremitas bawah. Nyeri dirasakan akibat disfungsi pada 1/lebih jenis otot, berakibat kelemahan, keterbatasan gerak. Biasanya muncul akibat aktivitas pekerjaan yang repetitive. Tatalaksana: mengembalikan fungsi otot dengan fisioterapi, identifikasi dan manajemen faktor yang memperberat (postur, gerakan repetitive, faktor pekerjaan)

iii. Nyeri inflamasi (dikenal juga dengan istilah nyeri nosiseptif): Contoh: artritis, infeksi, cedera jaringan (luka), nyeri pasca-operasi Karakteristik: pembengkakan, kemerahan, panas pada tempat nyeri. Terdapat riwayat cedera / luka. Tatalaksana: manajemen proses inflamasi dengan antibiotic / antirematik, OAINS, kortikosteroid.

iv. Nyeri mekanis / kompresi: Diperberat dengan aktivitas, dan nyeri berkurang dengan istirahat. Contoh: nyeri punggung dan leher (berkaitan dengan strain/sprain ligament/otot), degenerasi diskus, osteoporosis dengan fraktur kompresi, fraktur. Merupakan nyeri nosiseptif Tatalaksana: beberapa memerlukan dekompresi atau stabilisasi.

3. Nyeri kronik: nyeri yang persisten / berlangsung > 6 minggu

4. Asesmen lainnya:a. Asesmen psikologi: nilai apakah pasien mempunyai masalah psikiatri (depresi, cemas, riwayat penyalahgunaan obat-obatan, riwayat penganiayaan secara seksual/fisik.verbal, gangguan tidur)b. Masalah pekerjaan dan disabilitasc. Faktor yang mempengaruhi:i. Kebiasaan akan postur leher dan kepala yang burukii. Penyakit lain yang memperburuk / memicu nyeri kronik pasiend. Hambatan terhadap tatalaksana:i. Hambatan komunikasi / bahasaii. Faktor finansialiii. Rendahnya motivasi dan jarak yang jauh terhadap fasilitas kesehataniv. Kepatuhan pasien yang burukv. Kurangnya dukungan dari keluarga dan teman

5. Manajemen nyeri kronika. Prinsip level 1:i. Buatlah rencana perawatan tertulis secara komprehensif (buat tujuan, perbaiki tidur, tingkatkan aktivitas fisik, manajemen stress, kurangi nyeri).

Berikut adalah formulir rencana perawatan pasien dengan nyeri kronik: Pasien harus berpartisipasi dalam program latihan untuk meningkatkan fungsiii. Dokter dapat mempertimbangkan pendekatan perilaku kognitif dengan restorasi fungsi untuk membantu mengurangi nyeri dan meningkatkan fungsi. Beritahukan kepada pasien bahwa nyeri kronik adalah masalah yang rumit dan kompleks. Tatalaksana sering mencakup manajemen stress, latihan fisik, terapi relaksasi, dan sebagainya Beritahukan pasien bahwa focus dokter adalah manajemen nyerinya Ajaklah pasien untuk berpartisipasi aktif dalam manajemen nyeri Berikan medikasi nyeri yang teratur dan terkontrol Jadwalkan control pasien secara rutin, jangan biarkan penjadwalan untuk control dipengaruhi oleh peningkatan level nyeri pasien. Bekerjasama dengan keluarga untuk memberikan dukungan kepada pasien Bantulah pasien agar dapat kembali bekerja secara bertahap Atasi keengganan pasien untuk bergerak karena takut nyeri.iii. Manajemen psikososial (atasi depresi, kecemasan, ketakutan pasien)

b. Manajemen level 1: menggunakan pendekatan standar dalam penatalaksanaan nyeri kronik termasuk farmakologi, intervensi, non-farmakologi, dan tetapi pelengkap / tambahan.i. Nyeri Neuropatik Atasi penyebab yang mendasari timbulnya nyeri: Control gula darah pada pasien DM Pembedahan, kemoterapi, radioterapi untuk pasien tumor dengan kompresi saraf Control infeksi (antibiotic) Terapi simptomatik: antidepresan trisiklik (amitriptilin) antikonvulsan: gabapentin, karbamazepin obat topical (lidocaine patch 5%, krim anestesi) OAINS, kortikosteroid, opioid anestesi regional: blok simpatik, blok epidural / intratekal, infus epidural / intratekal terapi berbasis-stimulasi: akupuntur, stimulasi spinal, pijat rehabilitasi fisik: bidai, manipulasi, alat bantu, latihan mobilisasi, metode ergonomis prosedur ablasi: kordomiotomi, ablasi saraf dengan radiofrekuensi terapi lainnya: hypnosis, terapi relaksasi (mengurangi tegangan otot dan toleransi terhadap nyeri), terapi perilaku kognitif (mengurangi perasaan terancam atau tidak nyaman karena nyeri kronis)

ii. nyeri otot lakukan skrining terhadap patologi medis yang serius, faktor psikososial yang dapat menghambat pemulihan berikan program latihan secara bertahap, dimulai dari latihan dasar / awal dan ditingkatkan secara bertahap.

Rehabilitasi fisik: Fitness: angkat beban bertahap, kardiovaskular, fleksibilitas, keseimbangan mekanik pijat, terapi akuatik manajemen perilaku: stress / depresi teknik relaksasi perilaku kognitif ketergantungan obat manajemen amarah terapi obat: analgesik dan sedasi antidepressant opioid jarang dibutuhkan

iii. nyeri inflamasi control inflamasi dan atasi penyebabnya obat anti-inflamasi utama: OAINS, kortikosteroid

iv. nyeri mekanis / kompresi penyebab yang sering: tumor / kista yang menimbulkan kompresi pada struktur yang sensitif dengan nyeri, dislokasi, fraktur. Penanganan efektif: dekompresi dengan pembedahan atau stabilisasi, bidai, alat bantu. Medikamentosa kurang efektif. Opioid dapat digunakan untuk mengatasi nyeri saat terapi lain diaplikasikan.

c. Manajemen level 1 lainnyai. OAINS dapat digunakan untuk nyeri ringan-sedang atau nyeri non-neuropatikii. Skor DIRE: digunakan untuk menilai kesesuaian aplikasi terapi opioid jangka panjang untuk nyeri kronik non-kanker.9

Skor DIRE (Diagnosis, Intractibility, Risk, Efficacy)9

SkorFaktorPenjelasan

Diagnosis 1 = kondisi kronik ringan dengan temuan objektif minimal atau tidak adanya diagnosis medis yang pasti. Misalnya: fibromyalgia, migraine, nyeri punggung tidak spesifik.2 = kondisi progresif perlahan dengan nyeri sedang atau kondisi nyeri sedang menetap dengan temuan objektif medium. Misalnya: nyeri punggung dengan perubahan degeneratif medium, nyeri neuropatik.3 = kondisi lanjut dengan nyeri berat dan temuan objektif nyata. Misalnya: penyakit iskemik vascular berat, neuropati lanjut, stenosis spinal berat.

Intractability (keterlibatan)1 = pemberian terapi minimal dan pasien terlibat secara minimal dalam manajemen nyeri2 = beberapa terapi telah dilakukan tetapi pasien tidak sepenuhnya terlibat dalam manajemen nyeri, atau terdapat hambatan (finansial, transportasi, penyakit medis)3 = pasien terlibat sepenuhnya dalam manajemen nyeri tetapi respons terapi tidak adekuat.

Risiko (R)R = jumlah skor P + K + R + D

Psikologi1 = disfungsi kepribadian yang berat atau gangguan jiwa yang mempengaruhi terapi. Misalnya: gangguan kepribadian, gangguan afek berat.2 = gangguan jiwa / kepribadian medium/sedang. Misalnya: depresi, gangguan cemas.3 = komunikasi baik. Tidak ada disfungsi kepribadian atau gangguan jiwa yang signifikan

Kesehatan 1 = penggunaan obat akhir-akhir ini, alkohol berlebihan, penyalahgunaan obat.2 = medikasi untuk mengatasi stress, atau riwayat remisi psikofarmaka3 = tidak ada riwayat penggunaan obat-obatan.

Reliabilitas1 = banyak masalah: penyalahgunaan obat, bolos kerja / jadwal control, komplians buruk2 = terkadang mengalami kesulitan dalam komplians, tetapi secara keseluruhan dapat diandalkan3 = sangat dapat diandalkan (medikasi, jadwal control, dan terapi)

Dukungan sosial1 = hidup kacau, dukungan keluarga minimal, sedikit teman dekat, kehilangan peran dalam kehidupan normal2 = kurangnya hubungan dengan oral dan kurang berperan dalam sosisl3 = keluarga mendukung, hubungan dekat. Terlibat dalam kerja/sekolah, tidak ada isolasi sosial

Efikasi1 = fungsi buruk atau pengurangan nyeri minimal meski dengan penggunaan dosis obat sedang-tinggi2 = fungsi meningkat tetapi kurang efisien (tidak menggunakan opioid dosis sedang-tinggi)3 = perbaikan nyeri signifikan, fungsi dan kualitas hidup tercapai dengan dosis yang stabil.

Skor total= D + I + R + E

Keterangan:Skor 7-13: tidak sesuai untuk menjalani terapi opioid jangka panjangSkor 14-21: sesuai untuk menjalani terapi opioid jangka panjang

iii. Intervensi: injeksi spinal, blok saraf, stimulator spinal, infus intratekal, injeksi intra-sendi, injeksi epiduraliv. Terapi pelengkap / tambahan: akupuntur, herbal

d. Manajemen level 2i. meliputi rujukan ke tim multidisiplin dalam manajemen nyeri dan rehabilitasinya atau pembedahan (sebagai ganti stimulator spinal atau infus intratekal). ii. Indikasi: pasien nyeri kronik yang gagal terapi konservatif / manajemen level 1.iii. Biasanya rujukan dilakukan setelah 4-8 minggu tidak ada perbaikan dengan manajemen level 1. 9

Berikut adalah algoritma asesmen dan manajemen nyeri kronik:

Algoritma Asesmen Nyeri Kronik9

Pasien mengeluh nyeri

Asesmen nyeriAnamnesisPemeriksaan fisik Pemeriksaan fungsi

Pasien dapat mengalami jenis nyeri dan faktor yang mempengaruhi yang beragam

Tentukan mekanisme nyeri

yayatidaktidakAlgoritma Manajemen Nyeri KronikAsesmen lainnyaMasalah pekerjaan dan disabilitasAsesmen psikologi dan spiritualFaktor yang mempengaruhi dan hambatanAtasi etiologi nyeri sesuai indikasiPantau dan observasiApakah etiologinya dapat dikoreksi / diatasi?Apakah nyeri kronik?Nyeri mekanis/kompresiNyeri punggung bawahNyeri leherNyeri musculoskeletal (bahu, siku)Nyeri viseralNyeri neuropatikPerifer (sindrom nyeri regional kompleks, neuropati HIV, gangguan metabolik)Sentral (Parkinson, multiple sclerosis, mielopati, nyeri pasca-stroke, sindrom fibromyalgia)Nyeri inflamasiArtropati inflamasi (rematoid artritis)InfeksiNyeri pasca-oparasiCedera jaringanNyeri ototNyeri miofasialAlgoritma Manajemen Nyeri Kronik9

Prinsip level 1Buatlah rencana dan tetapkan tujuanRehabilitasi fisik dengan tujuan fungsionalManajemen psikososial dengan tujuan fungsional

tidakyayatidakAsesmen hasilRencana perawatan selanjutnya oleh pasienManajemen level 2Rujuk ke tim interdisiplin, atauRujuk ke klinik khusus manajemen nyeriTelah melakukan manajemen level 1 dengan adekuat?Tujuan terpenuhi?FungsiKenyamananhambatanLayanan primer untuk mengukur pencapaian tujuan dan meninjau ulang rencana perawatanManajemen level 1 lainnyaFarmakologi (skor DIRE)IntervensiPelengkap / tambahanManajemen level 1: Nyeri mekanis/kompresiManajemen level 1:Nyeri inflamasiManajemen level 1: Nyeri ototManajemen level 1:Nyeri neuropatik

Laporan Kegiatan Kamar Operasi 25 Mei 2015 sampai 4 Juni 201525 Mei 20151. Sdr. D : Ligasi Hemorrhoid TIVA : Nyeri Ringan2. Sdr. S : Torsio Testis Spinal Anestesi blok : Ringan3. Tn. N : Hernia repair Spinal Anestesi blok : Ringan4. Nn. M : Eksisi lipoma di punggung TIVA : Ringan5. An. D : Dorsumsisi TIVA : Ringan6. Ny. S: FAM TIVA : Ringan7. Ny. M : Insisi dan debridement abses mamae TIVA : Ringan

26 Mei 20151. Ny M : Insisi dan debridement benjolan di leher GA : Ringan2. Tn. D S : Appendicitis SAB : Sedang3. Ny. B :Ganti Selang gastronomy TIVA : Ringan27 Mei 20151. Ny. E : SC SAB : Ringan2. An. D N : Sirkumsisi SAB : Ringan3. Sdr. D : Ekstirpasi Koloid di wajah TIVA : Ringan4. Tn. I S : Ach Bar GA : Ringan5. Sdr. S : Eksisi benjolan di leher GA : Ringan6. Ny. R A : SC SAB : Sedang7. Tn. K K N : Insisi dan debridement abses leher TIVA : Ringan8. Sdr. R S : Debridement femur SAB : Ringan9. Tn. S : Hecting Kornea GA : Ringan10. Ny. L A : KET SAB : Sedang28 Mei 20151. Ny. Y : SC SAB : Ringan2. Ny. Y S :SC SAB : Ringan3. Ny. S : Eksplorasi massa di punggung TIVA : Ringan4. Ny. D Y : FAM TIVA : Ringan5. An. A : Debridement combutio TIVA : Ringan6. Tn. S : Debridement kaki TIVA : Ringan7. Ny. N I : SC SAB : Sedang29 Mei 20151. Ny. R : Total histerektomi SAB : Sedang2. Nn. P Y : Esktirpasi lipoma TIVA : Ringan3. Tn. H : Fisura Ani SAB : Ringan4. Ny. T : Debridement SAB : Ringan30 Mei 2015 1. An. K : Appendektomi SAB : Ringan2. An. A : Debridement luka bakar TIVA : Ringan3. Tn. P : Eksisi benjolan di jari TIVA : Ringan4. Ny. W : Insisi dan debridement celulitis TIVA : Ringan5. Tn. M : Hernia bilateral SAB : Ringan6. Ny. Y D : Kistektomi SAB : Sedang7. Ny. E : SC SAB : Ringan8. An. L : Amputasi jari dan debridement TIVA : Ringan31 Mei 20151. Tn. N S : Appendicitis SAB : Ringan2. Tn. S Y : Debridement jari TIVA : Ringan1 Juni 20151. An. A : Debridement combutio TIVA : Ringan2. Ny. D T A : Eksisi Ganglion TIVA : Ringan3. Tn. S : Cholecystectomy GA : Sedang4. Tn. D S : Debridement post App SAB : Ringan5. Tn. S : Tiroidektomi GA : Ringan6. Sdr. S : Varicocelektomi SAB : Ringan7. Tn. H : Appendicitis SAB : Ringan2 Juni 20151. Ny. S O : Sirklase SAB : Ringan2. Ny. D Y : SC SAB : Ringan3. Ny. L : SC SAB : Ringan4. Tn. J P : Debridement ketiak GA : Ringan5. Tn. S : Insisi dan debridement abses di kaki TIVA : Ringan6. Tn. S : Hecting bibir TIVA : Ringan7. Ny. K : SC SAB : Sedang8. Tn. M : Debridement dan hecting situasi SAB : Sedang3 Juni 20151. Ny. I : SC SAB : Ringan2. Ny. F : SC SAB : Ringan 3. Sdr. S : Debridement combutio TIVA : Ringan4. Tn. B : Hemoroidektomi SAB : Ringan5. An. A : Debridement combutio TIVA : Ringan6. Ny. M : FAM TIVA : Ringan7. Tn. D : TURP SAB : Ringan4 Juni 20151. Ny. E : SC SAB : Sedang2. Tn. C : Appendektomi SAB : Ringan3. Ny. A W : Histerektomi SAB : Ringan4. Ny. K : Insisi dan debridement abses Mama dextra TIVA : Ringan5. Ny. M : Histerektomi SAB : Ringan6. Tn. K : Hernia SAB : Ringan7. Tn. T : Abses scrotalis SAB : Sedang8. Ny. D : Laparoscopy operatif GA : Ringan9. Ny. K : Insisi dan debridement abses TIVA : Ringan10. Sdr. Y w : Eksisi massa di punggung TIVA : Ringan11. An. N : Tiroidektomi GA : Ringan12. Ny. S : FAM TIVA : Ringan13. Tn. M : Appendicitis SAB : Sedang14. Tn. W : Debridement Scrotum SAB : Ringan

KesimpulanNyeri Merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang diakibatkan adanya kerusakan jaringan yang sedang atau akan terjadi, atau pengalaman sensorik dan emosional yang merasakan seolah-olah terjadi kerusakan jaringan. Nyeri dibagi atas dua macam, yaitu nyeri akut dan kronik. Management nyeri akut dapat dilakukan dengan Step ladder WHO sesuai dengan asesmen nyeri yang telah kita buat. Menurut hasil Asesmen pada pasien di RS Imanuel Way Halim, Sebagian pasien mengalami nyeri ringan saja. Tidak terdapat pasien yang mengalami nyeri berat. Daftar Pustaka

1. Joint Commission on accreditation of Healthcare Organizations. Pain: current understanding of assessment, management, and treatments. National Pharmaceutical Council, Inc; 2001.2. Wallace MS, Staats PS. Pain medicine and management: just the facts. McGraw-Hill; 2005.3. National Institute of Health Warren Grant Magnuson Clinical Center. Pain intensity instruments: numeric rating scale; 2003.1. Wong D, Whaley L. Clinical handbook of pediatric nursing. Edisi ke-2. St. Louis: C.V. Mosby Company; 1986. h. 373.2. Ambuel, Hamlett KW, Marx CM, Blumer JL. Assessing distress in pediatric intensive care environments: the COMFORT Scale. J Paed Psych. 1992;17:95-109.3. Pain management. [diakses tanggal 23 Februari 2012]. Diunduh dari: www.hospitalsoup.com4. Institute for Clinical Systems Improvement (ICSI). Health care guideline: assessment and management of acute pain. Edisi ke-6. ICSI; 2008.5. Pain Management Task Group of the Hull & East Riding Clinical Policy Forum. Adult pain management guidelines. NHS; 2006.6. Institute for Clinical Systems Improvement (ICSI). Health care guideline: assessment and management of chronic pain. Edisi ke-5. ICSI; 2011.7. Argoff CE, McCleane G. Pain management secrets: questions you will be asked. Edisi ke-3. Philadelphia: Mosby Elsevier; 2009.

38