16
Definisi Bendahara Istilah bendahara secara umum dikenal sebagai orang yang memegang uang baik di perusahaan swasta, sebuah organisasi, maupun di instansi-instansi pemerintah. Bendahara yang dimaksud dalam buku ini adalah bendaharawan pemerintah. Sesuai pasal 1 ayat 14 Undang Undang Nomor 1 tahun 2004, Bendahara adalah setiap orang atau badan yang diberi tugas untuk dan atas nama negara/daerah, menerima, menyimpan dan membayar/menyerahkan uang atau surat berharga atau barang-barang negara/daerah. Sedangkan bendahara pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja negara/daerah dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)/ Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada kantor/satuan kerja kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah. Bendahara pemerintah yang memiliki tugas melakukan pemotongan dan pemungutan pajak meliputi : a. Bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya yang mengeluarkan dana yang berasal dari APBN/APBD b. Bendahara pengeluaran untuk pembayaran yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP);

Pajak Barang Jasa

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Pajak Pemerintah

Citation preview

Definisi Bendahara Istilah bendahara secara umum dikenal sebagai orang yang memegang uang baik di perusahaan swasta, sebuah organisasi, maupun di instansi-instansi pemerintah. Bendahara yang dimaksud dalam buku ini adalah bendaharawan pemerintah. Sesuai pasal 1 ayat 14 Undang Undang Nomor 1 tahun 2004, Bendahara adalah setiap orang atau badan yang diberi tugas untuk dan atas nama negara/daerah, menerima, menyimpan dan membayar/menyerahkan uang atau surat berharga atau barang-barang negara/daerah. Sedangkan bendahara pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja negara/daerah dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)/ Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada kantor/satuan kerja kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah. Bendahara pemerintah yang memiliki tugas melakukan pemotongan dan pemungutan pajak meliputi : a.Bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya yang mengeluarkan dana yang berasal dari APBN/APBD b.Bendahara pengeluaran untuk pembayaran yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP); c.Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar (SPM) yang diberi delegasi oleh KPA, untuk pembayaran kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS)

Kewajiban ber-NPWP Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak. Bendahara Pemerintah adalah Wajib Pajak yang melakukan pemotongan dan pemungutan pajak, maka NPWP bagi bendahara pemerintah merupakan identitas bendahara sebagai Wajib Pajak dalam melaksanakan pemotongan/pemungutan, penyetoran, dan pelaporan Pajak. Bendaharawan pemerintah yang telah memperoleh penunjukan dari menteri/Ketua Lembaga/gubernur/Walikota/Bupati diwajibkan mendaftarkan diri ke Direktorat Jenderal Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Pratama sesuai domisili bendahara untuk mendapatkan NPWP. Penggantian bendahara, tidak perlu dilakukan perubahan NPWP atau pembuatan NPWP baru. Bendahara pengganti tersebut cukup melaporkan secara tertulis tentang penggantiannya dengan melampirkan foto copy Keputusan penggantian bendahara dan foto copy identitas diri. Penghapusan NPWP dapat dilakukan apabila terjadi perubahan organisasi (perubahan organisasi yang mengakibatkan nama unit organisasinya berubah). Bendahara diwajibkan melapor kepada kepala KPP Pratama setempat guna penghapusan NPWP lama yang kemudian diganti dengan NPWP baru, sesuai nama instansi yang baru akibat reorganisasi.

Kewajiban Pemotongan dan Pemungutan Pajak Jenis pajak jika dikelompokan berdasarkan pada siapa yang memungutnya atau mengelolanya dibagi menjadi dua yaitu pajak pusat dan pajak daerah. Pajak pusat dipungut oleh pemerintah pusat sedangkan pajak daerah dipungut oleh pemerintah daerah. Pajak pusat diantaranya adalah Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai/Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Meterai. Sedangkan Pajak daerah diantaranya adalah pajak hiburan, pajak hotel, pajak restoran, pajak parkir serta beberapa jenis pajak daerah lainnya. Yang dimaksud dengan kewajiban perpajakan bendahara adalah berkaitan dengan pemotongan dan pemungutan pajak pusat yaitu Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan barang Mewah. Sistem withholding adalah sistem pemungutan pajak yang memberikan kewenangan kepada pihak ketiga untuk memungut atau memotong pajak. Salah satu contoh dari sistem witholding ini adalah kewajiban pemotongan dan pemungutan pajak para bendahara pemerintah. Setelah melakukan kewajiban pemotongan pajak, bendahara melakukan penyetoran uang pajak ke kas negara dan melakukan pelaporan pajak ke Kantor Pelayanan Pajak menggunakan formulir Surat Pemberitahuan (SPT). Bukti potong PPh juga harus dibuat oleh bendahara pengeluaran atas pajak yang telah dipotongnya. Saat bendaharawan pemerintah melakukan pembayaran atas belanja barang atau jasa sejumlah tertentu kepada para rekanan, saat itulah muncul kewajiban perpajakan yang harus dilakukan yaitu diantaranya : Jenis Pembayaran Jenis Pajak

a. Imbalan kerja (gaji, upah, honor, hadiah) pemotongan PPh pasal 21/26

b. Persewaan tanah dan atau bangunan pemotongan PPh pasal 4(2), pemungutan PPN

c. Persewaan aktiva lainnya (selain tanah dan atau bangunan) pemotongan PPh pasal 23/26, pemungutan PPN

d. Jasa (selain jasa konstruksi) pemotongan PPh pasal 23/26, pemungutan PPN

e. Jasa Konstruksi pemotongan PPh pasal 4(2), pemungutan PPN

f. Belanja Barang Pemungutan PPh pasal 22, PPN dan PPnBM

Pajak Penghasilan pasal 22 atas Belanja Barang oleh bendahara pemerintah

1. Objek Pemungutan PPh pasal 22 oleh Bendahara Pemerintah Bendahara pemerintah memungut Pajak Penghasilan pasal 22 sehubungan dengan pembayaran atas pembelian barang (belanja barang) yang pembayarannya didanai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Daerah (APBN/APBD) . Tidak semua belanja barang yang dilakukan oleh instansi pemerintah dipungut PPh pasal 22. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 mengatur tentang objek yang dikecualikan dari pemungutan PPh pasal 22 yaitu : a) Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 2.000.000, dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;b) Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, pelumas, air minum/PDAM dan benda-benda pos.c) Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS)2. Pemungut PPh pasal 22 atas belanja barang Pemerintah a. Bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang;b. Bendahara pengeluaran untuk pembayaran yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP);c. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh KPA, untuk pembayaran kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS)3. Cara Penghitungan PPh pasal 22 Atas pembelian barang yang pembayarannya didanai APBN/APBD, dipungut Pajak Penghasilan pasal 22 dengan tarif sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian, tarif ini diterapkan terhadap rekanan yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).Besarnya pungutan PPh pasal 22 terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak diterapkan lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak. Maka tarif PPh pasal 22 yang dikenakan terhadap rekanan yang belum ber-NPWP adalah sebesar 3% (tiga persen). 4. Penyetoran dan Pelaporan Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 wajib disetor oleh bendahara ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang telah diisi atas nama rekanan serta ditandatangani oleh pemungut pajak. Selain itu Pemungut PPh pasal 22 wajib melaporkan hasil pemungutannya dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa ke Kantor Pelayanan Pajak 5. Contoh Kasus Contoh 5.1 Bendahara sebuah Satker membeli secara tunai makanan ringan dari sebuah toko kue untuk keperluan rapat seharga Rp. 1.100.000Jawab :Pembelian makanan di toko kue pada dasarnya harus dipungut PPh Pasal 22 akan tetapi karena nilai pembeliannya di bawah Rp2.000.000,00 maka atas pembelian tersebut tidak dipungut PPh Pasal 22. Contoh 5.2 Bendahara sebuah Kantor Pelayanan Pajak Pratama membeli secara tunai alat-alat tulis kantor seharga Rp2.600.000,00 dari toko buku PROSPEK yang dimiliki oleh Tuan Aji (telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak)Jawab :Pembelian alat-alat tulis kantor Rp2.600.000,00, dari toko PROSPEK dipungut PPh Pasal 22 karena total pembelian tersebut telah melebihi nilai Rp2.000.000,00.PPh Pasal 22 ( 1,5% x Rp2.600.000,00 ). Rp39.000,00Contoh 5.3 Bendahara sebuah lembaga Pemerintah - membeli bensin dari SPBU Pertamina untuk keperluan kendaraan dinas seharga Rp 1.500.000,00, - membayar tagihan rekening listrik sebesar Rp1.000.000,00 kepada PLN, - membeli benda-benda pos sebesar Rp 800.000,00 di sebuah kantor pos Jawab : Atas pembelian bahan bakar minyak, listrik, dan benda-benda pos tidak dipungut PPh Pasal 22. Contoh 5.4 Sebuah Sekolah Dasar Negeri membeli secara tunai buku pelajaran umum sebesar Rp2.500.000,00, pengadaan formulir dan kertas untuk ujian sekolah sebesar Rp2.000.000,00 dari sebuah toko pedagang eceran atas nama tuan Rivai yang mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak. Pembelian tersebut dananya bersumber dari Bantuan Operasional Sekolah.Jawab Atas pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah tidak dilakukan pemungutan PPh Pasal 22. Contoh 5.5 Bendahara sebuah Kantor Pelayanan Pajak Pratama membeli secara tunai beberapa accesoris komputer seharga Rp 3.000.000,00 dari gerai komputer MODEMA yang dimiliki oleh Tuan Yogi (tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak)Jawab :Pembelian alat-alat tulis komputer Rp3.000.000,00, dari toko Modema dipungut PPh Pasal 22 karena total pembelian tersebut telah melebihi nilai Rp2.000.000,00. Namun karena tidak memiliki NPWP maka dikenakan tarif PPh pasal 22 sebesar 3%PPh Pasal 22 ( 3% x Rp 3.000.000,00 ). Rp 90.000

Pajak Penghasilan pasal 23 atas Jasa dan Sewa

1. Objek Pemotongan PPh pasal 23 oleh Bendahara Pemerintah Bendahara pemerintah memotong Pajak Penghasilan pasal 23 sehubungan dengan pembayaran atas jasa dan sewa aktiva (selain sewa tanah dan atau bangunan) yang pembayarannya didanai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Daerah (APBN/APBD) . Jenis jasa yang wajib dipotong Pajak Penghasilan pasal 23 adalah jasa teknik, jasa manajemen, Jasa Konsultan serta jasa lain. Jenis jasa lain seperti yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008 adalah :a. Jasa penilai (appraisal); b. Jasa aktuaris; c. Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan; d. Jasa perancang (design); e. Jasa pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas), kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap (BUT); f. Jasa penunjang di bidang penambangan migas; g. Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas; h. Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara; i. Jasa penebangan hutan; j. Jasa pengolahan limbah; k. Jasa penyedia tenaga kerja (outsourcing services) l. Jasa perantara dan/atau keagenan; m. Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga , kecuali yang dilakukan oleh Bursa Efek, KSEI dan KPEI; r. Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi; s. Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, TV kabel, alat transportasi/kendaraan dan/atau bangunan, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;t. Jasa maklon; u. Jasa penyelidikan dan keamanan; v. Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer; w. Jasa pengepakan; x. Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media masa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi; y. Jasa pembasmian hama; z. Jasa kebersihan atau cleaning service; aa. Jasa catering atau tata boga.

Jenis sewa yang wajib dipotong Pajak Penghasilan pasal 23 oleh bendahara pemerintah adalah sewa atas aktiva selain tanah dan atau bangunan. Contoh dari persewaan aktiva ini diantaranya adalah sewa kendaraan, sound system, sewa komputer dan in focus, sewa genset dan aktiva lainnya. Persewaan tanah dan atau bangunan misalnya sewa gedung merupakan objek pemotongan PPh pasal 4(2).Bendahara wajib memperhatikan jenis jasa yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23 sehingga kewajiban pemotongan PPh pasal 23 dapat dilakukan dengan benar dan tepat waktu . Pemotongan PPh pasal 23 tidak memperhatikan batasan jumlah penghasilan yang dibayarkan oleh Bendahara kepada Rekanan, baik sewa aktiva maupun jasa.Sebetulnya selain jasa dan sewa aktiva selain tanah dan atau bangunan, terdapat objek lain yang merupakan objek pemotongan PPh pasal 23, yaitu bunga, deviden, hadiah yang diterima oleh Wajib Pajak Badan, serta Royalti. Namun objek-objek tersebut sangat jarang terjadi dilakukan dalam kegiatan yang dilakukan di dalam organisasi pemerintahan, malah cenderung tidak pernah. Sebagai contoh bendahara pemerintah tidak mungkin membayar bunga atas pinjaman, pembayaran deviden atas kepemilikan saham. Yang masih mungkin dilakukan adalah terjadinya pembayaran hadiah kepada perusahaan tertentu sebagai penghargaan dari sebuah kementerian, atau pembayaran royalti atas penggunaan hak cipta sebagai contoh pembayaran hak cipta atas lagu, buku serta beberapa karya lainnya yang digunakan oleh kantor pemerintah.2. Cara Penghitungan PPh pasal 23 Atas jasa dan sewa aktiva (selain sewa tanah dan atau bangunan) yang pembayarannya didanai APBN/APBD, dipotong Pajak Penghasilan pasal 23 dengan tarif sebesar 2% (dua persen) dari dasar pengenaan pajak (DPP). DPP untuk sewa adalah nilai sewa aktiva, sedangkan DPP untuk jasa adalah penghasilan bruto. Penghasilan bruto menurut Surat Edaran Direktur Jenderal PajakNomor SE - 53/PJ/2009 adalah seluruh jumlah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, tidak termasuk :1. 1. pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa; 2. pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material; 3. pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan kepada pihak ketiga; 4. pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran sebesar jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga. Jumlah bruto seperti yang dimaksud tersebut di atas tidak berlaku atas penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa katering serta dalam hal penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa, telah dikenakan pajak yang bersifat final.Dalam hal Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek pemotongan PPh pasal 23 tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada tarif yang berlaku. Maka pemotongan tarif PPh pasal 23 kepada pihak yang tidak memiliki NPWP adalah 4%.Objek pemotongan PPh pasal 23 atas pembayaran royalti serta pemberian hadiah karena penghargaan kepada Wajib Pajak Badan dikenai PPh pasal 23 dengan tarif sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah penghasilan bruto.