168

PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara
Page 2: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

DALAM PERSPEKTIF OTONOMI

DI INDONESIA

ABDUL KADIR

Page 3: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

i

KATA SAMBUTAN

Page 4: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

ii

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas rahmat

dan karuniaNYA penulis dapat menyelesaikan buku yang berjudul “Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perpektif Otonomi di Indonesia” dalam

rangka menambah khazanah ilmu pengetahuan di bidang perpajakan

di Indonesia.

Sudah banyak buku mengenai perpajakan seperti ini diterbitkan dan

beredar di tengah-tengah masyarakat, dan ini tentunya merupakan salah satu

faktor pendorong bagi kalangan akademisi, mahasiswa dan masyarakat untuk

mengenal lebih dekat tentang pajak daerah dan retribusi daerah dalam kaitan

penyelenggaraan otonomi di Indonesia.

Buku “Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi

di Indonesia”, ini disusun melalui pendekatan filosofi perpajakan dari berbagai

aspek tentang pajak daerah dan retribusi daerah di Indonesia, pengertian

pajak daerah dan retribusi daerah, sistem pemungutan pajak daerah dan

retribusi daerah terkait dalam penyelenggaraan pemerintahan, tugas

pelayanan melalui pendekatan peningkatan pembangunan di era otonomi

daerah.

Secara komprehensif buku ini membahas aspek-aspek pajak daerah

dan retribusi daerah dalam perspektif otonomi yang ditopang adanya

kebijakan nasional di Indonesia. Dengan demikian, para pembaca baik

kalangan akademisi, mahasiswa maupun khalayak umum akan lebih

memudahkan dalam memahami peran penting dari perpajakan dan retribusi

Page 5: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

iii

daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah baik di Provinsi maupun

di Kabupaten/Kota serta pelaksanaan pembangunan dalam kerangka Negara

Kesatuan Republik Indonesia.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan masukan dan saran yang bersifat

konstruktif dari para pembaca demi terwujudnya tulisan yang berkualitas dan

sempurna di masa mendatang.

Akhirnya, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Prof. Dr.

M. Arif Nasution, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik USU atas

semua bantuannya dan kepada semua pihak yang tidak dapat penulis

sebutkan satu yang telah membantu penulis untuk terwujudnya buku ini.

Wassalam, Medan, Juni 2009 Penulis

Page 6: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

iv

DAFTAR ISI

KATA SAMBUTAN ....................................................................................... i

KATA PENGANTAR..................................................................................... ii

DAFTAR ISI................................................................................................... iv

BAB I : PENDAHULUAN........................................................................ 1

1.1. Sejarah Perpajakan...........................................................

1.2. Pengertian Pajak..............................................................

1.3. Fungsi Pajak.....................................................................

1.4. Tatacara Pemungutan Pajak............................................

1.5. Timbul dan Hapusnya Utang Pajak...................................

1.6. Hambatan Pemungutan Pajak..........................................

1.7. Tarif Pajak.........................................................................

5

7

16

20

26

27

27

BAB II : PAJAK DAERAH....................................................................... 30

2.1. Pengertian Pajak Daerah..................................................

2.2. Kriteria Pajak Daerah........................................................

2.3. Jenis Pajak Daerah...........................................................

2.4. Dasar Hukum Pajak Daerah..............................................

2.5. Tatacara Pelaksanaan Pemungutan Pajak Daerah..........

2.6. Kadaluwarsa Penagihan Pajak dan Penghapusan

Piutang Pajak..............................................................

2.7. Ketentuan Pidana dan Penyidikan....................................

30

32

39

57

58

60

63

Page 7: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

v

BAB III : RETRIBUSI DAERAH............................................................... 68

3.1. Retribusi Daerah................................................................

3.2. Objek Retribusi Daerah.....................................................

3.3. Dasar Hukum Retribusi Daerah.........................................

3.4. Tatacara Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Daerah.....

3.5. Ketentuan Pidana dan Penyidikan....................................

68

69

84

88

96

BAB IV : OTONOMI DAERAH.................................................................. 100

4.1. Pengertian Otonomi Daerah..............................................

4.2. Kedudukan Otonomi Daerah.............................................

4.3. Kewenangan Pemerintah Daerah.....................................

4.4. Otonomi Daerah : Pelaksanaan dan Percepatan.............

4.5. Strategi Penyelenggaraan Otonomi Daerah.....................

4.6. Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah.........

100

104

112

117

121

130

BAB V : PERANAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH.....

5.1. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Sebagai Sumber

Penerimaan Daerah.........................................................

5.2. Peranan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ..................

133

133

136

BAB VI : INTENSIFIKASI DAN EKSTENSIFIKASI PAJAK DAERAH

DAN RETRIBUSI DAERAH......................................................

142

6.1. Intensifikasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.............

6.2. Ekstensifikasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah...........

143

152

BAB VII : PENUTUP.................................................................................. 154

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 156

Page 8: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pendahuluan….. 1

BAB I

PENDAHULUAN

engawali pemahaman terhadap peran dan keberadaan pajak daerah dan retribusi daerah dalam perspektif

otonomi daerah di Indonesia erat kaitannya dengan hubungan kewenangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Hal ini dapat terlihat dari berbagai aspek dan faktor-faktor dalam mendukung penyelenggaraan pemerintahan secara nasional dan regional yang pada hakekatnya adalah tonggak fundamental kegiatan penyelenggaraan pemerintahan, tugas pelayanan kepada masyarakat melalui pembangunan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan rakyat.

Pembiayaan pemerintahan daerah dalam melaksanakan tugas

pemerintahan dan pembangunan senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang dapat diandalkan. Kebutuhan ini semakin dirasakan oleh daerah terutama sejak diberlakukannya implementasi otonomi daerah di Indonesia, yaitu mulai tanggal 1 Januari 2001. Adanya otonomi daerah diharapkan dapat memacu daerah untuk dapat berkreasi mencari sumber penerimaan daerah yang dapat mendukung pembiayaan pengeluarannya. Dari berbagai alternatif sumber penerimaan yang mungkin dipungut oleh daerah, maka dalam Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah menetapkan pajak daerah dan retribusi daerah menjadi salah satu sumber penerimaan yang berasal dari dalam daerah dan dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi dan potensi masing-masing daerah.

Dalam sejarah pemerintahan daerah di Indonesia, sejak

Indonesia merdeka sampai saat ini pajak daerah dan retribusi daerah telah menjadi sumber penerimaan yang dapat diandalkan bagi daerah. Sejak tahun 1948 berbagai Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah dan Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah telah

M

Page 9: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pendahuluan….. 2

menempatkan pajak daerah dan retribusi daerah sebagai sumber penerimaan daerah, bahkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974, pajak daerah dan retribusi daerah dimasukkan menjadi pendapatan asli daerah1.

Otonomi daerah dan desentralisasi, memberi peluang kepada

daerah untuk menyelenggarakan perekonomian secara otonom dalam penyelenggaraan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab, diperlukan kewenangan dan kemampuan menggali sumber keuangannya sendiri, yang didukung oleh perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah serta antara Provinsi dan Kabupaten/Kota yang mempunyai prasyarat dalam pemerintahan2.

Untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah, pemerintah

dan DPR sejak lama telah mengeluarkan undang-undang sebagai dasar hukum yang kuat. Selain itu, peraturan yang dikeluarkan pada masa pemerintahan penjajah Belanda masih ada yang tetap digunakan sampai dengan tahun 1997. Hal ini terjadi karena ketentuan peralihan Undang-Undang Dasar 1945 memungkinkan penerapan peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru. Hanya saja, mengingat perkembangan kondisi sosial, ekonomi, dan politik yang semakin membaik semua peraturan ini dipandang tidak sesuai lagi. Reformasi dalam peraturan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah di Indonesia perlu dilakukan agar memiliki dasar hukum yang lebih kuat dan hasilnya dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran Pemerintah Daerah.

Latar belakang reformasi pemungutan pajak daerah dan retribusi

daerah di Indonesia dewasa ini tidak terlepas dari pemberlakuan Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yaitu Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 dan Undang-Undang Nomor 34 Tahun

1 Marihot P Siahaan. 2005. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. PT. Raja Grafindo

Persada, Jakarta, hal. 1-2. 2 Abdul Kadir, 2007, Kebijakan Penetapan Nilai Jual Objek Pajak Bumi dan Bangunan

Sektor Perkebunan: dalam Pelaksanaan Otonomi dan Peningkatan Sumber Pendapatan Daerah, Pustaka Bangsa Press, Medan, hal. 1.

Page 10: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pendahuluan….. 3

2000. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 lahir sebagai upaya untuk mengubah sistem pajak daerah dan retribusi daerah yang berlangsung di Indonesia, yang banyak menimbulkan kendala, baik dalam penetapan maupun pemungutannya. Adanya ketidakjelasan dalam penetapan objek pajak daerah maupun objek retribusi serta kemungkinan timbulnya pengenaan berganda telah mengakibatkan proses pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kondisi ekonomi dan dinamika masyarakat. Oleh karena itu, lahirnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 telah membawa perubahan dalam pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah. Dalam perkembangan penerapan undang-undang tersebut, pemerintah dan DPR merasa perlu melakukan perubahan dan penyempurnaan seiring dengan perkembangan situasi perekonomian secara makro serta perubahan kondisi sosial politik, yang ditandai dengan semangat otonomi daerah yang semakin besar. Dengan demikian, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 lahir sebagai penyempurnaan terhadap Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997.

Pemberlakuan pajak daerah dan retribusi daerah sebagai sumber

penerimaan daerah pada dasarnya tidak hanya menjadi urusan Pemerintah Daerah sebagai pihak yang menetapkan dan memungut pajak daerah dan retribusi daerah, tetapi juga berkaitan dengan masyarakat pada umumnya. Sebagai anggota masyarakat yang menjadi bagian dari daerah, setiap orang atau badan-badan yang memenuhi ketentuan yang diatur dalam peraturan pajak daerah maupun yang menikmati jasa yang diberikan oleh Pemerintah Daerah harus membayar pajak daerah atau retribusi daerah yang terutang. Hal ini menunjukkan pada akhirnya proses pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah akan memberikan beban kepada masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat perlu memahami ketentuan pajak daerah dan retribusi daerah dengan jelas agar mau memenuhi kewajibannya dengan penuh tanggung jawab3.

Sumber keuangan merupakan faktor utama dalam pelaksanaan

otonomi daerah, karena tanpa adanya dana yang cukup, kemampuan dalam mengatur urusan rumah tangganya akan terganggu.

3 Marihot P Siahaan. 2005. Op.Cit. hal. 3.

Page 11: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pendahuluan….. 4

Pada dasarnya kewenangan dalam pengelolaan sumber keuangan dan jenis penerimaannya adalah tidak sama dengan objek penerimaan Pemerinta Pusat dan Pemerintah Daerah. Hal ini terwujud dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai jenis pungutan pajak pusat dan pajak daerah. Kewenangan pengelolaan pungutan tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara yang tercantum dalam APBN dan komponen struktur penerimaan daerah yang tercantum dalam APBD baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota.

Dalam perkembangannya pada saat ini, pajak daerah terdiri dari

berbagai jenis pajak yang terkait dengan berbagai sendi kehidupan masyarakat, demikian pula dengan retribusi daerah. Masing-masing jenis pajak daerah dan retribusi daerah memiliki objek, subjek, tarif, dan berbagai ketentuan pengenaan tersendiri, yang mungkin berbeda dengan jenis pajak daerah atau retribusi daerah lainnya. Di sisi lain, semangat otonomi daerah yang diberlakukan di Indonesia memungkinkan setiap daerah Provinsi atau Kabupaten/Kota mengatur daerahnya sendiri, termasuk dalam bidang pajak daerah dan retribusi daerah. Konsekuensinya adalah mungkin saja satu jenis pajak daerah atau retribusi daerah dipungut pada suatu daerah tetapi tidak dipungut di daerah lainnya, selain itu kalaupun dipungut pada berbagai daerah, ternyata aturan yang diberlakukan tidaklah sama.

Segala kondisi di atas memang dimungkinkan dalam

pengenaan dan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah. Agar tidak membingungkan dan merugikan masyarakat, peraturan tentang pajak daerah dan retribusi daerah harus disosialisasikan kepada masyarakat sehingga dapat dipahami dengan jelas. Buku ini disusun dengan tujuan memberikan gambaran bagaimana pajak daerah dan retribusi daerah dapat menopang pembangunan di era otonomi di Indonesia.

Dengan adanya sumber keuangan tersebut yang dalam

praktiknya disebut sebagai sumber pendapatan daerah yang merupakan bagian dari pos sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD), tentu Pemerintah Daerah diharapkan agar mampu mengelolanya

Page 12: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pendahuluan….. 5

dengan baik sesuai dengan potensi yang ada. Bahwa pendapatan daerah sebagai sumber pembiayaan bagi Daerah, maka Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat berfungsi sebagai sokoguru kelestarian otonomi daerah dan berfungsi sebagai tulang punggung pembangunan daerah.

1.1. Sejarah Perpajakan

Pajak pada mulanya merupakan suatu upeti (pemberian secara

cuma-cuma) namun sifatnya merupakan suatu kewajiban yang dapat dipaksakan yang harus dilaksanakan oleh rakyat (masyarakat) kepada seorang raja atau penguasa. Rakyat ketika itu memberikan upetinya kepada raja atau penguasa berbentuk natura berupa padi, ternak atau hasil tanaman lainnya seperti pisang, kelapa dan lain-lain. Pemberian yang dilakukan rakyat saat itu digunakan untuk keperluan atau kepentingan raja atau penguasa setempat, sedangkan imbalan atau prestasi yang dikembalikan kepada rakyat tidak ada oleh karena memang sifatnya hanya untuk kepentingan sepihak dan seolah-olah ada tekanan secara psikologis karena kedudukan raja yang lebih tinggi status sosialnya dibandingkan rakyat4.

Namun, dalam perkembangannya, kemudian sifat upeti yang

diberikan oleh rakyat tidak lagi hanya untuk kepentingan raja saja, tetapi sudah mengarah kepada kepentingan rakyat itu sendiri. Artinya pemberian yang dilakukan rakyat kepada raja atau penguasa digunakan untuk kepentingan umum seperti untuk menjaga keamanan rakyat, memelihara jalan, membangun saluran air untuk pengairan sawah, membangun sarana sosial lainnya seperti taman, serta kepentingan umum lainnya5.

Bahwa setiap pembayaran dan kewajiban masyarakat kepada

pemerintah adalah ibarat darah yang mengalir di urat nadi dalam tubuh manusia, yang menjadi sumber kehidupan. Hal ini tentu dalam

4 Richard Burton dan Wirawan B. Ilyas, 2001, Hukum Pajak, Penerbit Salemba

Empat, Jakarta, hal. 1. 5 Ibid.

Page 13: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pendahuluan….. 6

penyelenggaraan pemerintahan erat kaitannya dengan sumber dana yang diperoleh dari rakyat, yang dipungut berupa pajak daerah dan retribusi daerah. Oleh karena itu, sangat signifikan dan sinergi bahwa tanpa adanya sumber dana atau keuangan bagi pemerintah tentu tidak ada program pembangunan yang dapat dilakukan.

Dengan adanya perkembangan suatu masyarakat, maka sifat upeti

(pemberian) yang semula dilakukan cuma-cuma dan sifatnya memaksa tersebut, selanjutnya dibuat suatu aturan-aturan yang lebih baik agar sifatnya yang memaksa tetap ada, namun unsur keadilan lebih diperhatikan. Guna memenuhi unsur keadilan inilah maka rakyat diikutsertakan dalam membuat aturan-aturan dalam pemungutan pajak, yang nantinya akan dikembalikan juga hasilnya untuk kepentingan rakyat itu sendiri.

Adanya perkembangan masyarakat yang akhirnya membentuk

suatu negara dan dengan dilandasi unsur keadilan dalam pemungutan pajak, maka dibuatlah suatu ketentuan berupa undang-undang yang mengatur mengenai bagaimana tata cara pemungutan pajak, jenis-jenis pajak apa saja yang dapat dipungut, harus membayar pajak, serta berapa besarnya pajak yang harus dibayar6.

Terlalu banyaknya undang-undang yang dikeluarkan

mengakibatkan masyarakat mengalami kesulitan dalam pelaksanaan sehari-hari. Selain itu, undang-undang di atas ternyata dalam perkembangannya tidak memenuhi rasa keadilan, lebih dari itu falsafah undang-undang dimaksud masih dibuat oleh dan untuk kepentingan penjajah Belanda7.

Menyadari kondisi di atas, maka pada tahun 1983 pemerintah

bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat sepakat melakukan reformasi undang-undang perpajakan yang ada dengan mencabut semua undang-undang yang ada dan mengundangkan 5 (lima) paket undang-undang perpajakan yang sifatnya lebih mudah dipelajari dan

6 Ibid. hal. 2-3. 7 Ibid.

Page 14: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pendahuluan….. 7

dipraktikkan serta tidak menimbulkan duplikasi dalam hal pemungutan pajaknya dan unsur keadilan menjadi lebih diutamakan, bahkan sistem perpajakan yang semula official assessment system8 dirubah menjadi self assessment system9. 1.2. Pengertian Pajak

Istilah pajak baru muncul pada abad ke XIX di Pulau Jawa, yaitu

pada saat Pulau Jawa dijajah oleh pemerintahan Kolonial Inggris tahun 1811-1816. Pada waktu itu diadakan pungutan landrente yang diciptakan oleh Thomas Stafford Raffles, Letnan Gubernur yang diangkat oleh Lord Minto Gubernur Jenderal Inggris di India. Pada tahun 1813 dikeluarkan Peraturan Landrente Stelsel bahwa jumlah uang yang harus dibayar oleh pemilik tanah itu tiap tahunnya hampir sama besarnya10.

Istilah pajak berasal dari bahasa Jawa, yaitu “ajeg”, yang berarti

pungutan teratur pada waktu tertentu. Pa-ajeg berarti pungutan teratur terhadap hasil bumi sebesar 40 persen dari yang dihasilkan petani untuk diserahkan kepada raja dan pengurus desa. Besar kecilnya bagian yang diserahkan tersebut hanyalah berdasarkan adat kebiasaan semata yang berkembang pada saat itu11.

Penduduk menamakan pembayaran landrente itu pajeg atau duwit

pajeg yang berasal dari bahasa Jawa ”ajeg”, artinya tetap. Jadi, duwit pajeg atau pajeg diartikan sebagai jumlah uang tetap yang harus dibayar dalam jumlah yang sama pada tiap tahunnya12.

8 Assessment system adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang

kepada Pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.

9 Self assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.

10 Tunggul Anshari Setia Negara, 2006, Pengantar Hukum Pajak, Bayu Media Publishing, Malang, hal. 3.

11 Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu, 2006, Perpajakan: Konsep, Teori dan Isu, Cetakan Pertama, Penerbit Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hal. 21.

12 Tunggul Anshari Setia Negara, 2006, Op.Cit, hal. 3.

Page 15: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pendahuluan….. 8

Pada saat sekarang, istilah pajak digunakan untuk menerjemahkan istilah kata-kata asing, yaitu belasting, fiscal (Belanda), tax, fiscal (Inggris), dan steuer (Jerman). Dalam literatur Indonesia sekarang, “fiskal” telah menjadi istilah popular untuk sebutan pajak, walaupun sebenarnya antara kata fiskal dengan pajak terdapat perbedaan pengertian yang luas13.

Istilah fiskal berasal dari bahasa Latin, yaitu fiscus, yang berarti

keranjang yang berisi uang atau kantong uang. Pada zaman Kerajaan Romawi masih berkuasa, kata fiscus dimaksudkan untuk “kantong raja”14.

Fiskal (dalam arti luas) mengandung pengertian segala sesuatu yang

ada sangkut-pautnya dengan keuangan negara termasuk pajak, sedangkan fiskal dalam pengertian sempit itulah yang disamakan dengan pajak15.

Beberapa pengertian tentang pajak yang diberikan para ahli

di bidang keuangan negara, ekonomi, maupun hukum untuk menjadi bahan perbandingan antara lain:

1. Dr. Soeparman Soemohamijaya mengatakan pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum16.

2. Prof. Dr. Djajadiningrat bahwa pajak sebagai suatu kewajiban untuk menyerahkan sebagian kekayaan negara karena suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu. Pungutan tersebut bukan sebagai hukuman, tetapi menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan. Untuk itu, tidak ada jasa balik negara secara langsung, misalnya untuk memelihara kesejahteraan umum17.

3. Prof. Dr. J.J.A. Adriani bahwa pajak ialah pungutan oleh pemerintah dengan paksaan yuridis untuk mendapatkan alat-alat penutup bagi

13 Ibid. 14 Ibid. hal. 4. 15 Ibid. 16 Ibid. hal. 5. 17 Ibid.

Page 16: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pendahuluan….. 9

pengeluaran-pengeluaran umum (anggaran belanja) tanpa adanya jasa timbal khusus terhadapnya18.

4. Dr. M.H.J. Smeets mengatakan bahwa pajak-pajak adalah prestasi-prestasi kepada pemerintahan yang berutang melalui norma-norma umum yang ditetapkannya dan dapat dipaksakan tanpa adanya ditunjukkan dalam hal-hal yang khusus (individual), dimaksudkan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran negara19.

5. Edwin Robert Anderson Seligman, dalam Essay on Taxation (New York, 1925), menyatakan bahwa, “Tax is a compulsory contribution from the person, to the government to defray the expenses incurred in the common interest of all without reference to special benefits conferred”. Banyak yang berkeberatan atas “without reference” karena bagaimanapun juga uang-uang pajak tersebut digunakan untuk produksi barang dan jasa, jadi “benefit” diberikan kepada masyarakat, hanya tidak mudah ditunjukkan apalagi secara perorangan20.

6. Leroy Beaulieu, dalam Traite de la Scienci des Finances tahun 1906, menyatakan bahwa, “L’impot et la contribution, soit dissimulee, que la puissance publique exige des habitants ou des biens pur subvenir aux depenses du government”. Pajak adalah bantuan, baik secara langsung maupun tidak yang dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang, untuk menutupi belanja pemerintah21.

7. C. F. Bastable menyatakan, “Tax is a compulsory contribution of the wealth of a person or body of persons for the service of the public powers,” dalam bukunya Public Finance22.

8. H. C. Adams dalam buku The Science of Finance merumuskan pajak sebagai “a contribution from the citizen to the public powers”23.

9. Ray M. Sommerfeld, Hershel M. Anderson, dan Horace R. Brock menyebutkan pajak sebagai, “Any nonpenal yet compulsory transfer

18 Ibid. hal. 6. 19 Ibid. 20 R. Santoso Brotodihardjo, 2003. 21 Ibid. 22 Safri Nurmantu, 2005. 23 Ibid.

Page 17: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pendahuluan….. 10

of resources from the private to the public sector, levied on the basis of predetermined criteria and without receipt of a specific benefit of equal value, in order to accomplish some of a nation’s economic and social objectives24.”

10. Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan25.

11. Prof. Dr. P.J.A. Andriani merumuskan: Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintahan26.

12. Prof. Dr. Rochmat Soemitro S.H. dalam Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan merumuskan: Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari sektor partikulir ke sektor pemerintahan) berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (tegen prestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum27. Beberapa definisi di atas menyebutkan pajak sebagai contribution

dan nonpenal transfer of resources diartikan sebagai iuran dan pungutan28.

Beberapa unsur yang dapat disimpulkan dari beberapa definisi pajak tersebut adalah29:

24 Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu, 2006, Op.Cit. hal. 22. 25 Moh. Zain, 2005. 26 R. Santoso Brotodihardjo, 2003. 27 Rochmat Soemitro, 1991. 28 Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu, 2006, Op.Cit. hal. 23. 29 Ibid. hal. 23. Bandingkan dengan unsur-unsur yang dikemukakan oleh Mardiasmo

tentang definisi pajak, yaitu:

Page 18: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pendahuluan….. 11

1. A compulsory, merupakan suatu kewajiban yang dikenakan pada rakyat yaitu kewajiban perpajakan. Jika tidak melaksanakan kewajibannya tersebut, maka dapat dikenakan tindakan hukum berdasarkan undang-undang. Dapat dikatakan bahwa kewajiban ini dapat dipaksakan oleh pemerintah.

2. Contribution, diartikan sebagai iuran yang diberikan oleh rakyat yang memenuhi kewajiban perpajakan kepada pemerintah dalam satuan moneter.

3. By individual or organizational, iuran yang dapat dipaksakan tersebut dibayar oleh perorangan atau badan yang memenuhi kewajiban perpajakan.

4. Received by the government, iuran yang diberikan tersebut dibayarkan kepada pemerintahan selaku penyelenggara pemerintahan suatu negara.

5. For public purposes, iuran yang diberikan dari rakyat yang dapat dipaksakan yang merupakan penerimaan bagi pemerintah dijadikan sebagai dana untuk pemenuhan tujuan kesejahteraan rakyat banyak. Pendapat lain mengatakan ciri-ciri atau unsur pokok yang lain dari

pengertian pajak, adalah:30 1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang

Merupakan hal yang sangat mendasar, dalam pemungutan pajak harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan. Pada hakikatnya yang memikul beban pajak adalah rakyat, masalah tax base harus melalui persetujuan rakyat yang diwakili oleh lembaga perwakilan rakyat. Hasil

1. Iuran dari rakyat kepada negara.

Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang. 2. Berdasarkan undang-undang.

Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.

3. Tanpa jasa timbal balik atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.

4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas. (Mardiasmo, 2005, Perpajakan, Penerbit Andi Offset, Yogyakarta, hal. 1).

30 Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu, 2006, Op.Cit. hal. 23-24.

Page 19: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pendahuluan….. 12

persetujuan tersebut dituangkan dalam suatu undang-undang yang harus dipatuhi oleh setiap pihak yang dikenakan kewajiban perpajakan.

2. Pajak dapat dipaksakan

Jika tidak dipenuhinya kewajiban perpajakan maka wajib pajak dapat dikenakan tindakan hukum oleh pemerintah berdasarkan undang-undang. Fiskus selaku pemungut pajak dapat memaksakan wajib pajak untuk mematuhi dan melaksanakan kewajiban perpajakannya.

Tindakan hukum atas pelanggaran peraturan perundang-undangan

dapat dikenakan sanksi administrasi maupun sanksi pidana fiskal (UU No. 16 Tahun 2000). Sanksi administrasi merupakan sanksi yang ditujukan bagi wajib pajak yang terlambat atau tak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa maupun Tahunan.

Tindak pidana fiskal merupakan tindak pidana atau perbuatan yang

dilakukan wajib pajak yang oleh undang-undang diancam pidana, karena melawan atau bertentangan dengan hukum, yang dapat merugikan masyarakat dan negara dilakukan di bidang perpajakan31.

Dinyatakan tindak pidana fiskal yang melawan atau bertentangan

dengan hukum, apabila: 1. Alpa tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT dengan

tidak benar. 2. Sengaja tidak memenuhi kewajiban perpajakan yang berakibat

merugikan negara. 3. Pengulangan tindak pidana.

Sanksi yang dapat dijatuhkan adalah hukuman pidana penjara

Wewenang fiskus untuk memaksa juga dapat dalam bentuk

penyitaan dan pelelangan harta wajib pajak (UU No. 19 Tahun 2000). Jika sampai dengan batas waktu tertentu penagihan pajak berdasarkan surat ketetapan pajak dan surat tagihan pajak, wajib pajak tidak memenuhi

31 Rochmat Soemitro, 1991.

Page 20: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pendahuluan….. 13

kewajibannya, fiskus memiliki wewenang untuk melakukan penyitaan. Sampai dengan batas waktu pengumuman lelang wajib pajak yang disita hartanya tidak memenuhi kewajibannya, maka harta tersebut dilakukan pelelangan untuk dapat membayar kewajiban perpajakan wajib pajak pada negara32.

Fiskus juga berwenang untuk melakukan tindakan pencegahan dan

penyanderaan (UU No. 19 Tahun 2000). Yang dimaksud pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap penanggung pajak tertentu untuk keluar dari wilayah Republik Indonesia berdasarkan alasan tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan, yang dimaksud dengan penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan penanggung pajak dengan menempatkannya di tempat tertentu33.

3. Diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah

Pemerintahan dalam menjalankan fungsinya, seperti melaksanakan ketertiban, mengusahakan kesejahteraan, melaksanakan fungsi pertahanan, dan fungsi penegakan keadilan, membutuhkan dana untuk pembiayaannya. Dana yang diperoleh dari rakyat dalam bentuk pajak digunakan untuk memenuhi biaya atas fungsi-fungsi yang harus dilakukan pemerintah tersebut34.

4. Tidak dapat ditunjukkannya kontraprestasi secara langsung

Wajib pajak tidak mendapatkan imbalan secara langsung dengan apa yang telah dibayarkannya kepada pemerintah. Pemerintah tidak memberikan nilai atau penghargaan atau keuntungan kepada wajib pajak secara langsung. Apa yang telah dibayarkan oleh wajib pajak kepada pemerintah digunakan untuk keperluan umum pemerintah.

Wajib pajak hanya dapat merasakan secara tidak langsung bentuk-

bentuk kontraprestasi dari pemerintah. Seperti melihat banyak dibangunnya fasilitas umum dan prasarana yang dibiayai dari APBN atau APBD. Merasakan keamanan dan stabilitas negara karena aparatur negara maupun

32 Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu, 2006, Op.Cit. hal. 24. 33 Ibid. 34 Ibid. hal. 25.

Page 21: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pendahuluan….. 14

sarana dan prasarana pertahanan dan keamanan negara telah dibiayai dengan pajak.

5. Berfungsi sebagai budgetair (anggaran) dan regulerend

Fungsi budgetair (anggaran) yaitu pajak berfungsi mengisi kas negara atau anggaran pendapatan negara yang digunakan untuk keperluan pembiayaan umum pemerintahan baik rutin maupun untuk pembangunan. Fungsi regulerend adalah pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau alat untuk melaksanakan kebijakan yang ditetapkan negara dalam bidang ekonomi sosial untuk mencapai tujuan tertentu35.

Di Indonesia, dewasa ini dikenal berbagai jenis pajak dan

diberlakukan meliputi berbagai aspek kehidupan masyarakat. Banyak ahli pajak yang memberikan/membuat pembagian pajak, yang memiliki perbedaan antara satu ahli dengan ahli lainnya. Pembagian pajak yang berbeda tersebut dikaitkan dengan sudut pandang masing-masing ahli terhadap pajak tersebut. Salah satu pembagian yang umumnya dilakukan adalah berdasarkan lembaga pemungut pajak36.

Ditinjau dari lembaga pemungutnya, pajak dibedakan menjadi dua,

yaitu pajak pusat (disebut juga pajak negara) dan pajak daerah. Pembagian jenis pajak ini di Indonesia terkait dengan hierarki pemerintahan yang berwenang menjalankan pemerintahan dan memungut sumber pendapatan negara, khususnya pada masa otonomi daerah dewasa ini. Secara garis besar, hierarki pemerintahan di Indonesia dibagi menjadi dua, yaitu Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Kemudian, Pemerintah Daerah dibagi lagi menjadi dua, yaitu Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Dengan demikian, pembagian jenis pajak menurut lembaga pemungutnya di Indonesia dibagi menjadi dua, yaitu pajak pusat dan pajak daerah (yang terbagi menjadi pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota). Setiap tingkatan, pemerintah hanya dapat memungut pajak yang ditetapkan menjadi kewenangannya, dan tidak boleh memungut pajak yang bukan kewenangannya. Hal ini dimaksudkan

35 Ibid. 36 Marihot P Siahaan. 2005. Op.Cit. hal. 8-9.

Page 22: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pendahuluan….. 15

untuk menghindari adanya tumpang tindih (perebutan kewenangan) dalam pemungutan pajak terhadap masyarakat. Dalam buku ini penulis lebih merinci tentang bagaimana pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah dalam menyokong pembangunan di daerah, tetapi secara eksplisit ada juga menjelaskan tentang pengertian pajak pusat.

Pajak pusat adalah pajak yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat

melalui undang-undang, yang wewenang pemungutannya ada pada Pemerintah Pusat dan hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran Pemerintah Pusat dan pembangunan. Pajak pusat dipungut oleh Pemerintah Pusat yang penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Departemen Keuangan Republik Indonesia dan hasilnya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga negara pada umumnya. Pajak yang termasuk pajak pusat di Indonesia saat ini, yaitu: 37

1. Pajak Penghasilan (PPh), 2. Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa (PPN), 3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), 4. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), 5. Bea Meterai, 6. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), 7. Bea Masuk, 8. Bea Keluar (Pajak Ekspor) dan Cukai (yang dikelola oleh

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Departemen Keuangan). Sedangkan pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh

daerah kepada orang pribadi atau badan tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan Pemerintah Daerah dan pembangunan daerah38. Dengan demikian, pajak daerah merupakan pajak yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah dengan Peraturan Daerah (Perda), yang wewenang pemungutannya dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dan hasilnya

37 Ibid. hal. 9-10. 38 Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Page 23: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pendahuluan….. 16

digunakan untuk membiayai pengeluaran Pemerintah Daerah dalam melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah. Karena Pemerintah Daerah di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota, yang diberi kewenangan untuk melaksanakan otonomi daerah, pajak daerah di Indonesia dewasa ini juga dibagi menjadi dua, yaitu pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota39.

1.3. Fungsi Pajak

Pengertian “fungsi” dalam fungsi pajak adalah pengertian fungsi

sebagai kegunaan suatu hal. Maka fungsi pajak adalah kegunaan pokok, manfaat pokok pajak. Sebagai alat untuk menentukan politik perekonomian, pajak memiliki kegunaan dan manfaat pokok dalam meningkatkan kesejahteraan umum, suatu negara tidak akan mungkin menghendaki merosotnya kehidupan ekonomi masyarakatnya. Umumnya dikenal dengan dua macam fungsi pajak, yaitu fungsi budgetair dan fungsi regulerend40.

1.3.1. Fungsi Budgetair Pajak berfungsi untuk menutup biaya yang harus dikeluarkan

pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahannya, oleh karena itu pengenaan pajak dipandang dari sudut ekonomi harus diatur seadil-adilnya dan sekali-kali tidak boleh dibelokkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang menyimpang. Fenomena historis yang selalu hadir adalah bahwa upaya suatu negara dalam menghimpun dana keuangannya merupakan sarana bagi sumber pembiayaan semua tujuannya.

39 Marihot P Siahaan. 2005. Op.Cit. hal. 10. 40 Mardiasmo juga membagi fungsi pajak kepada dua jenis yaitu:

1. Fungsi budgetair Pajak sebagai sumber dana bagi Pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran.

2. Fungsi mengatur (regulerend) Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi (Mardiasmo, 2005, Perpajakan, Penerbit Andi Offset, Yogyakarta, hal. 1).

Page 24: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pendahuluan….. 17

Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara diperlukan biaya. Demikian juga dalam rangka melaksanakan pembangunan nasional. Dalam menjalankan fungsinya pemerintah membutuhkan pengeluaran yang akan dibiayai dengan penerimaan pajak. Pajak berfungsi sebagai alat untuk memasukkan uang dari sektor swasta (rakyat) ke dalam kas negara atau anggaran negara berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Fungsi budgetair ini merupakan fungsi utama pajak, atau fungsi fiskal

(fiscal function), yaitu suatu fungsi di mana pajak digunakan sebagai alat untuk memasukkan dana secara optimal ke kas negara berdasarkan Undang-Undang Perpajakan yang berlaku. Disebut sebagai fungsi utama, karena fungsi inilah yang secara historis pertama kali muncul. Pajak digunakan sebagai alat untuk menghimpun dana dari masyarakat tanpa ada kontraprestasi secara langsung dari zaman sebelum masehi sudah dilakukan. Berdasarkan fungsi ini, pemerintah sebagai pihak yang membutuhkan dana untuk membiayai berbagai kepentingan dengan cara memungut pajak dari penduduknya41.

Memasukkan dana secara optimal bukan berarti memasukkan dana

secara maksimal, atau sebesar-besarnya, tetapi usaha memasukkan dana jangan sampai ada yang terlewatkan, baik wajib pajak maupun objek pajaknya. Diharapkan jumlah pajak yang memang seharusnya diterima kas negara benar-benar masuk semua dan tidak ada yang luput dari pengamatan fiskus mengenai objek pajak.

Faktor-faktor yang berperan penting dalam mempengaruhi dan

menentukan optimalisasi pemasukan dana ke kas negara melalui pemungutan pajak kepada warga negara antara lain adalah:

1. Kejelasan dan kepastian peraturan perundang-undangan perpajakan Undang-undang yang jelas, sederhana, mudah dimengerti akan

memberi penafsiran yang sama bagi wajib pajak dan fiskus. Tidak ada salah interpretasi, akan menimbulkan motivasi pemenuhan kewajiban perpajakan sebagaimana mestinya, hal ini akan memperlancar penerimaan negara dari sektor pajak. Kesadaran dan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan

41 Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu, 2006, Op.Cit. hal. 26.

Page 25: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pendahuluan….. 18

akan terbentuk dengan peraturan yang tidak berbelit-belit. Prosedur yang tidak rumit, dengan formulir yang mudah dimengerti pengisiannya, serta lokasi kantor penerima pajak yang mudah dicapai akan mengurangi beban pajak bagi wajib pajak42.

2. Tingkat intelektual masyarakat

Dengan tingkat intelektual yang cukup baik, secara umum maka akan makin mudah bagi wajib pajak untuk memahami peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Wajib pajak yang memiliki tingkat pendidikan yang cukup tentunya akan dapat melaksanakan administrasi perpajakan, seperti menghitung pajak terutang atau mengisi surat pemberitahuan. Dengan pengetahuan yang cukup yang diperoleh karena memiliki tingkat pendidikan yang tinggi tentunya juga akan dapat memahami bahwa dengan tidak memenuhi peraturan maka akan menerima sanksi baik sanksi administrasi maupun pidana fiskal. Maka, akan diwujudkan masyarakat yang sadar pajak dan mau memenuhi kewajiban perpajakannya43.

3. Kualitas petugas pajak (intelektual, keterampilan, integritas, moral

tinggi) Kualitas petugas pajak sangat menentukan efektivitas undang-

undang dan peraturan perpajakan. Petugas pajak memiliki reputasi yang baik sepanjang yang menyangkut kecakapan teknis, efisien, dan efektif dalam hal kecepatan, tepat dan keputusan yang adil.

Petugas pajak yang berhubungan dengan masyarakat pembayar

pajak harus memiliki intelektualitas tinggi, terlatih baik, digaji baik, dan bermoral tinggi. Petugas pajak hendaknya menyadari bahwa semua tindakan yang dilakukan serta sikap terhadap wajib pajak dalam rangka pelaksanaan tugasnya mempunyai pengaruh langsung terhadap kepercayaan masyarakat akan sistem perpajakan secara keseluruhan.

42 Ibid. hal. 27. 43 Ibid.

Page 26: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pendahuluan….. 19

Petugas pajak harus berkompeten di bidangnya, dapat menggali objek-objek pajak yang menurut undang-undang harus dikenakan pajak, tidak begitu saja mempercayai keterangan dan laporan keuangan wajib pajak44.

4. Sistem administrasi perpajakan yang tepat

Administrasi perpajakan hendaklah merupakan prioritas tertinggi karena kemampuan pemerintah untuk menjalankan fungsinya secara efektif bergantung kepada jumlah uang yang dapat diperoleh melalui pemungutan pajak. Sistem administrasi memegang peran penting. Unit-unit penting sebagai kunci strategis dalam organisasi pengadministrasi (Kantor Pelayanan Pajak) sebagai operating arms dari pemerintah harus memiliki sistem administrasi pajak yang tepat. Sistem informasi pajak yang terintegrasi dengan menggunakan internet akan lebih memudahkan konfirmasi antar unit, kunci strategis dan juga untuk memudahkan wajib pajak yang melakukan restitusi dalam hal penerimaan jawaban konfirmasi45.

1.3.2. Fungsi Regulerend Fungsi regulerend disebut juga fungsi mengatur, yaitu pajak

merupakan alat kebijakan pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu. Merupakan fungsi lain dari pajak sebagai fungsi budgetair. Di samping usaha untuk memasukkan uang untuk kegunaan kas negara, pajak dimaksudkan pula sebagai usaha pemerintah untuk ikut andil dalam hal mengatur dan bilamana perlu mengubah susunan pendapatan dan kekayaan dalam sektor swasta. Fungsi regulerend juga disebut fungsi tambahan, karena fungsi regulerend ini hanya sebagai tambahan atas fungsi utama pajak, yaitu fungsi budgetair.

Salah satu prinsip yang harus dipegang teguh di dalam Undang-

Undang Perpajakan adalah diberlakukan dan diterapkannya perlakuan yang sama terhadap semua wajib pajak atau terhadap kasus-kasus dalam bidang perpajakan yang pada hakikatnya sama dengan berpegang teguh pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Karena itu, setiap kemudahan dalam bidang perpajakan jika benar-benar diperlukan harus mengacu pada

44 Ibid. 45 Ibid. hal. 28.

Page 27: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pendahuluan….. 20

kaidah di atas dan perlu dijaga agar di dalam penerapannya tidak menyimpang dari maksud dan tujuan diberikannya kemudahan tersebut46.

Tujuan dan maksud diberikannya kemudahan pada hakikatnya untuk

memberikan fasilitas perpajakan yang benar-benar diperlukan terutama untuk berhasilnya sektor-sektor kegiatan ekonomi yang berprioritas tinggi dalam skala nasional, mendorong perkembangan dunia usaha dan meningkatkan daya saing, mendukung pertahanan nasional, serta memperlancar pembangunan nasional47.

1.4. Tatacara Pemungutan Pajak

1.4.1. Tatacara Pelaksanaan Pemungutan Pajak Dalam hukum pajak dikenal 3 (tiga) macam cara pemungutan pajak

atas suatu penghasilan atau kekayaan, yaitu yang dinamakan sistem nyata, sistem fiktif, dan sistem campuran. Sistem tersebut harus dengan nyata-nyata disebutkan dalam setiap Undang-Undang Perpajakan. Fiskus dan wajib pajak harus menaatinya dan tidak dibenarkan memilih cara yang menyimpang.

a. Sistem Fiktif

Sistem fiktif bekerja dengan suatu anggapan. Diterapkan pada Ordonansi Pajak Pendapatan 1920. Peningkatan atau penurunan pendapatan selama tahun takwim tidak dijadikan sebagai patokan. Memiliki asumsi bahwa pendapatan yang diterima pada tanggal 1 Januari adalah benar-benar merupakan pendapatan yang diterima. Akibatnya banyak wajib pajak yang dinilai berdasarkan pendapatan fiktif atau dinilai berdasarkan pendapatan yang salah. Walaupun kesalahan-keslahan seperti itu bisa dikoreksi kembali atau dinilai kembali pada tahun berikutnya. Penilaian pajak tahunan dihitung menurut sistem fiktif. Pendapatan secara total yang diperoleh dari berbagai sumber sejak tanggal 1 Januari setiap tahun digunakan sebagai jumlah pendapatan yang dikenakan pajak, jumlah ini dapat membedakan dari

46 Ibid. hal. 30. 47 Ibid.

Page 28: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pendahuluan….. 21

pendapatan yang nyata apabila wajib pajak tidak mempunyai sumber pendapatan regular48.

b. Sistem Nyata (Riil)

Sistem nyata mendasarkan pengenaan pajak pada penghasilan yang sungguh-sungguh diperoleh dalam setiap tahun pajak. Berupa besarnya penghasilan sesungguhnya akan diketahui pada akhir tahun. Maka, pengenaan pajak dengan cara ini merupakan suatu pungutan kemudian baru dikenakan setelah lampau tahun yang bersangkutan. Jumlah pendapatan pada akhir tahun menjadi dasar penilaian untuk pengenaan pajak. Pendapatan adalah dasar pengenaan pajak dan bukan jumlah yang diperkirakan49.

c. Sistem Campuran

Umumnya mendasarkan pengenaan pajaknya atas kedua stelsel di atas, yaitu nyata dan fiktif. Mula-mula mendasarkan pengenaan pajak atas suatu anggapan bahwa penghasilan seseorang dalam tahun pajak dianggap sama besarnya dengan penghasilan sesungguhnya dalam tahun yang lalu. Kemudian setelah tahun pajak berakhir, maka anggapan yang semula dipakai fiskus disesuaikan dengan kenyataannya dengan jalan mengadakan pembetulan-pembetulan, sehingga dengan demikian beralihnya pemungut pajak dari sistem nyata. Fiskus dapat menaikkan atau menurunkan pajak yang semula telah dihitung berdasarkan sistem anggapan itu50.

Mardiasmo menggunakan kata stelsel pajak dalam pemungutan

pajak dan membaginya kepada 3 (tiga) stelsel, yaitu:51 a. Stelsel nyata (riel stelsel)

Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Stelsel nyata mempunyai kelebihan atau kebaikan dan kekurangan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis.

48 Ibid. hal. 40. 49 Ibid. 50 Ibid. 51 Mardiasmo, 2005, Op.Cit. hal. 6-7.

Page 29: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pendahuluan….. 22

Sedangkan kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui).

b. Stelsel anggapan (fictieve stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang. Misalnya, penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir tahun. Sedangkan kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya.

c. Stelsel campuran Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Bila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar dari pada pajak menurut anggapan, maka wajib pajak harus menambah. Sebaliknya, jika lebih kecil kelebihannya dapat diminta kembali. 1.4.2. Asas Pemungutan Pajak Ada 3 (tiga) asas dalam pemungutan pajak, yaitu:52

1. Asas domisili (asas tempat tinggal) Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri. Asas ini berlaku untuk wajib pajak dalam negeri.

2. Asas sumber Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak.

3. Asas kebangsaan Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara. Misalnya pajak bangsa asing di Indonesia dikenakan pada setiap

52 Ibid. hal. 7.

Page 30: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pendahuluan….. 23

orang yang bukan berkebangsaan Indonesia yang bertempat tinggal di Indonesia. Asas ini berlaku untuk wajib pajak luar negeri. 1.4.3. Syarat Pemungutan Pajak Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau

perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut:53

1. Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan) Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedang adil dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak.

2. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (Syarat Yuridis) Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 Pasal 23 ayat (2), hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun warganya.

3. Tidak mengganggu perekonomian (Syarat Ekonomis) Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.

4. Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansial) Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.

5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang-undang perpajakan yang baru.

53 Ibid. hal. 2.

Page 31: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pendahuluan….. 24

1.4.4. Teori-Teori yang Mendukung Pemungutan Pajak Atas dasar apakah negara mempunyai hak untuk memungut pajak?

Terdapat beberapa teori yang menjelaskan atau memberikan justifikasi pemberian hak kepada negara untuk memungut pajak. Teori-teori tersebut antara lain adalah:54

1. Teori Asuransi Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak rakyatnya. Oleh karena itu, rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut.

2. Teori Kepentingan Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan (misalnya perlindungan) masing-masing orang. Semakin besar kepentingan seseorang terhadap negara, makin tinggi pajak yang harus dibayar.

3. Teori Daya Pikul Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang. Untuk mengukur daya pikul dapat digunakan 2 (dua) pendekatan yaitu:

• Unsur objektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki oleh seseorang.

• Unsur subjektif, dengan memperhatikan besarnya kebutuhan materiil yang harus dipenuhi. Contoh: Tuan A Tuan B Penghasilan/bulan Rp 2 juta Rp 2 juta Status menikah bujangan dengan 3 anak

Secara objektif PPh untuk tuan A sama besarnya dengan tuan B, karena mempunyai penghasilan yang sama besarnya. Secara subjektif PPh untuk tuan A lebih kecil dari pada tuan B, karena kebutuhan materiil yang harus dipenuhi tuan A lebih besar.

54 Ibid. hal. 3-4.

Page 32: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pendahuluan….. 25

4. Teori Bakti Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dengan negara. Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai suatu kewajiban.

5. Teori Asas Daya Beli Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya memungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara. Selanjutnya negara akan menyalurkannya kembali ke masyarakat dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian kepentingan seluruh masyarakat lebih diutamakan.

1.4.5. Sistem Pemungutan Pajak Ada 3 (tiga) sistem pemungutan pajak, yaitu:55

a. Official Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya:

1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus.

2) Wajib Pajak bersifat pasif. 3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh

fiskus. b. Self Assessment System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-cirinya:

1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri.

55 Ibid. hal. 7-8.

Page 33: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pendahuluan….. 26

2) Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.

3) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

c. With Holding System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya: wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan wajib pajak.

1.5. Timbul dan Hapusnya Utang Pajak Ada 2 (dua) ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak:56

1. Ajaran Formil Utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus. Ajaran ini diterapkan pada official assessment system.

2. Ajaran Materiil Utang pajak timbul karena berlakunya undang-undang. Seseorang dikenai pajak karena suatu keadaan dan perbuatan. Ajaran ini diterapkan pada self assessment system. Hapusnya utang pajak dapat disebabkan beberapa hal:57

1. Pembayaran, 2. Kompensasi, 3. Daluwarsa, 4. Pembebasan dan penghapusan.

56 Ibid. hal. 8. 57 Ibid.

Page 34: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pendahuluan….. 27

1.6. Hambatan Pemungutan Pajak Hambatan terhadap pemungutan pajak dapat dikelompokkan

menjadi:58 1. Perlawanan pasif

Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat disebabkan antara lain: a. Perkembangan intelektual dan moral masyarakat. b. Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat. c. Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan

baik. 2. Perlawanan aktif

Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak. Bentuknya antara lain: a. Tax avidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak

melanggar undang-undang; b. Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara

melanggar undang-undang (menggelapkan pajak). 1.7. Tarif Pajak

Ada 4 (empat) macam tarif pajak, yaitu:59

1. Tarif sebanding/proporsional Tarif berupa persentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak. Contoh: Untuk penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10%.

2. Tarif tetap

58 Ibid. hal. 8-9. 59 Ibid. hal. 9-10.

Page 35: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pendahuluan….. 28

Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap. Contoh: Besarnya tarif Bea Materai untuk cek dan bilyet giro dengan nilai nominal berapapun adalah Rp 1.000,00.

3. Tarif progresif Persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.

4. Tarif degresif Persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.

Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah telah menetapkan tarif jenis pajak maksimal, sebagai berikut:60

a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air 5% (lima persen);

b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air 10% (sepuluh persen);

c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 5% (lima persen); d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air

Permukaan 20% (dua puluh persen); e. Pajak Hotel 10% (sepuluh persen); f. Pajak Restoran 10% (sepuluh persen); g. Pajak Hiburan 35% (tiga puluh lima persen); h. Pajak Reklame 25 % (dua puluh lima persen); i. Pajak Penerangan Jalan 10% (sepuluh persen); j. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C 20% (dua puluh

persen); k. Pajak Parkir 20% (dua puluh persen).

Tarif Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air, Pajak

Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air, Pajak

60 Pasal 3 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang-

Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Page 36: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pendahuluan….. 29

Bahan Bakar Kendaraan Bermotor dan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan ditetapkan secara seragam di seluruh Indonesia dan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Sedangkan tarif Pajak Hotel, Pajak Restoran 10%, Pajak Hiburan,

Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C dan Pajak Parkir ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Page 37: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pajak Daerah….. 30

BAB II

PAJAK DAERAH

2.1. Pengertian Pajak Daerah

ecara umum pajak adalah pungutan dari masyarakat oleh negara (pemerintah) berdasarkan undang-undang yang bersifat dapat dipaksakan dan terutang oleh yang wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali (kontra prestasi/balas jasa) secara langsung, yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran negara dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Hal ini menunjukkan bahwa pajak adalah pembayaran wajib yang dikenakan berdasarkan undang-undang yang tidak dapat dihindari bagi yang berkewajiban dan bagi mereka yang tidak mau membayar pajak dapat dilakukan paksaan. Dengan demikian, akan terjamin bahwa kas negara selalu berisi uang pajak. Selain itu, pengenaan pajak berdasarkan undang-undang akan menjamin adanya keadilan dan kepastian hukum bagi pembayar pajak sehingga pemerintah tidak dapat sewenang-wenang menetapkan besarnya pajak61.

Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan dibedakan menjadi dua yaitu Pajak Daerah Pemerintah Provinsi dan Pajak Daerah Pemerintah Kabupaten/Kota.

Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh daerah

kepada orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah62. Dengan demikian, pajak daerah merupakan pajak yang ditetapkan oleh

61 Marihot P Siahaan. 2005. Op.Cit. hal. 8. 62 Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Page 38: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pajak Daerah….. 31

Pemerintah Daerah dengan Peraturan Daerah (Perda), yang wewenang pemungutannya dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dan hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran Pemerintah Daerah dalam melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah. Karena Pemerintah Daerah di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota, yang diberi kewenangan untuk melaksanakan otonomi daerah, pajak daerah di Indonesia dewasa ini juga dibagi menjadi dua, yaitu Pajak Provinsi dan Pajak Kabupaten/Kota63.

Berdasarkan definisi pajak, dapat ditarik kesimpulan tentang ciri-

ciri yang melekat pada pengertian pajak, yaitu sebagai berikut:64 a. Pajak dipungut oleh negara, baik oleh Pemerintah Pusat maupun

Pemerintah Daerah, berdasarkan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.

b. Pembayaran pajak harus masuk kepada kas negara, yaitu kas Pemerintah Pusat atau kas Pemerintah Daerah (sesuai dengan jenis pajak yang dipungut).

c. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontra prestasi individu oleh pemerintah (tidak ada imbalan langsung yang diperoleh si pembayar pajak). Dengan kata lain, tidak ada hubungan langsung antara jumlah pembayaran pajak dengan kontra prestasi secara individu.

d. Penyelenggaraan pemerintahan secara umum merupakan manifestasi kontra prestasi dari negara kepada para pembayar pajak.

e. Pajak dipungut karena adanya suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang menurut peraturan perundang-undangan pajak dikenakan pajak.

f. Pajak memiliki sifat dapat dipaksakan. Artinya wajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban pembayaran pajak, dapat dikenakan

63 Marihot P Siahaan. 2005. Op.Cit. hal. 10. 64 Amin Widjaya Tunggal. 1991. Pelaksanaan Pajak Penghasilan Perseorangan.

Rineka Cipta. Jakarta. hal. 15.

Page 39: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pajak Daerah….. 32

sanksi, baik sanksi pidana maupun denda sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

2.2. Kriteria Pajak Daerah

Untuk menilai potensi dan kinerja suatu jenis pungutan,

diperlukan seperangkat kriteria. Secara umum kriteria-kriteria ini dapat digolongkan ke dalam enam butir, yakni kecukupan dan elastisitas; keadilan; kelayakan/kemampuan administratif; kesepakatan politis; efisiensi ekonomi; kecocokan sebagai pungutan daerah 65.

1. Kecukupan dan Elastisitas

Persyaratan yang pertama dari suatu sumber penerimaan tentu saja adalah kecukupan dari perolehan sumber tersebut terutama apabila dikaitkan dengan biaya pelayanan yang harus diberikan. Akan tetapi tidak dilupakan bahwa berbagai biaya cenderung tidak stabil karena berbagai sebab, seperti inflasi, pertumbuhan penduduk (khususnya di daerah perkotaan), naiknya standar hidup yang menuntut standar pelayanan yang lebih tinggi, dan karena perencanaan pembangunan nasional memang menetapkan pelayanan untuk diperbaiki dan dikembangkan. Oleh karena itu, sumber-sumber penerimaan seyogyanya cukup elastis, yakni kapasitas untuk meningkatkan pendapatan cukup besar sebagai respons terhadap tekanan meningkatnya permintaan belanja publik. Basis pajak juga seyogyanya meningkat seiring meningkatnya harga, bertambahnya jumlah penduduk, dan ekspansi ekonomi.

2. Keadilan

Persyaratan atau kriteria utama yang kedua adalah keadilan (pemerataan), yakni bahwa beban untuk belanja publik seyogyanya ditanggung oleh masyarakat secara proporsional dengan kekayaan mereka. Dengan demikian, sistem perpajakan akan baik apabila progresif,

65 Kenneth Davey, Pembiayaan Pemerintahan Daerah, UI-Press, Jakarta 1988, hal.

40 – 59, dalam Tjip Ismail, 2005, Pengaturan Pajak Daerah di Indonesia, Penerbit Departemen Keuangan Republik Indonesia Badan Pengkajian Ekonomi Keuangan dan Kerjasama Internasional Pusat Evaluasi Pajak dan Retribusi Daerah, Jakarta, hal. 197 – 202.

Page 40: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pajak Daerah….. 33

yaitu apabila persentase pendapatan seseorang yang dibayarkan sebagai pajak meningkat seiring dengan peningkatan pendapatan. Sistem tersebut cukup memadai apabila proporsional, yakni persentase pendapatan yang dipajaki sama untuk setiap tingkat pendapatan. Akan tetapi, sistem ini buruk apabila regresif, yaitu jika persentase pendapatan yang dipajaki menurun seiring dengan meningkatnya pendapatan.

Dalam hal pajak daerah, persoalan keadilan ini harus dilihat dari

tiga dimensi. Pertama, beban pajak harus seimbang antara kelompok masyarakat yang berada di tingkat pendapatan yang berbeda (masalah keadilan vertikal). Kedua, beban harus seimbang antara kelompok dan sumber pendapatan yang berbeda; orang yang menerima pendapatan tetap (gaji) seyogyanya tidak diberi beban lebih jika dibandingkan dengan mereka yang punya pendapatan sama tetapi dari usaha sendiri misalnya dari sektor pertanian (masalah keadilan horizontal). Ketiga. beban pajak juga seyogyanya tidak boleh berbeda hanya karena seseorang tinggal di daerah yang berbeda (keadilan secara geografis). Yang terakhir ini sangat mungkin terjadi untuk mereka yang tinggal di perbatasan daerah (kota) satu dengan yang lain.

Keadilan juga seharusnya dinilai dengan melihat kaitan antara

penerimaan dan belanja. Adalah cukup adil apabila pajak yang lebih tinggi dikenakan kepada mereka yang tinggal di daerah dengan kualitas pelayanan pemerintah yang sangat baik. Sementara itu, tidak adil apabila orang secara relatif dikenakan pajak yang lebih berat padahal mereka hanya menikmati pelayanan di bawah standar.

Oleh karena itu, dengan alasan keadilan, maka struktur pajak

yang progresif sangat diinginkan. Artinya, masyarakat yang berada pada kelompok pendapatan terbawah harusnya menanggung beban pajak yang sangat ringan atau dibebaskan sama sekali. Namun, pengaturan serupa itu lebih mudah dilakukan di negara -negara maju/industri. Di negara-negara sedang berkembang, yang sebagian besar masyarakat berada pada kelompok pendapatan bawah, besar kemungkinan basis pajak yang dari kelompok pendapatan menengah

Page 41: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pajak Daerah….. 34

atas relatif terlalu kecil untuk bisa menanggung semua (atau, sebagian besar) belanja publik.

3. Kapasitas Administratif

Tuntutan kemampuan administrasi dalam hal keahlian, integritas, dan determinasi sangat bervariasi (berbeda-beda) untuk berbagai sumber penerimaan. Variasi yang sangat besar juga terjadi dalam hal waktu dan uang yang digunakan dalam rangka pengumpulan hasilnya. Di banyak negara berkembang mayoritas penduduk bekerja di sektor informal dengan kecenderungan bekerja sendiri, yang pendapatan atau penghasilannya sulit untuk diperkirakan. Biaya administrasi untuk menilai dan menghimpun pajak langsung (pajak pendapatan atau pajak kekayaan) dari masyarakat yang punya karakteristik demikian cenderung sangat tinggi, walaupun perolehan rata-ratanya sangat mungkin rendah.

Di sisi lain, perolehan sangat signifikan bisa diperoleh lewat pajak

atas bahan bakar, misalnya dengan biaya administrasi yang relatif rendah. Dalam perekonomian serupa itu ada kecenderungan kuat (atas dasar kemudahan administrasi) untuk banyak bergantung pada pajak-pajak tidak langsung, yang pembebanan bisa dilakukan secara formal atas transaksi -transaksi komersial kepada importir, pabrikan, distributor, pemilik toko, dan lain-lain. Ini tentu saja belum tentu konsisten dengan pertimbangan pemerataan beban pajak.

4. Kesepakatan Politis

Tidak ada satu pajak pun yang populer. Orang punya kecenderungan untuk menghindari membayar pajak apabila ada peluang untuk itu. Oleh karena itulah membayar pajak merupakan kewajiban bagi masyarakat dengan konsekuensi hukum bagi pelanggarnya. Namun, antara satu pajak dengan lainnya tidak memiliki kadar popularitas yang sama. Dengan demikian, terutama sekali untuk pajak-pajak yang tidak populer, dibutuhkan kemauan politis untuk menerapkannya.

Sering sensitivitas politik menyebabkan terbawanya fokus

pembahasan kepada isu-isu spesifik seperti apakah tanah harus

Page 42: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pajak Daerah….. 35

dikenakan pajak atau apakah air bersih harus dikenakan pungutan, atau fokus juga bisa terbawa kepada kepentingan kelompok-kelompok tertentu, seperti pemilik tanah, pegawai negeri, dan pengusaha. Secara umum, pajak-pajak akan kurang sensitif secara politis apabila dikenakan secara tidak langsung, dan tidak terlalu melibatkan banyak pihak.

Pada akhirnya, keputusan pembebanan pajak sangat bergantung

pada kepekaan masyarakat, pandangan masyarakat secara umum tentang pajak dan nilai-nilai yang berlaku pada masyarakat di suatu daerah. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu kesepakatan bersama bila dirasakan perlu dalam pengambilan keputusan perpajakan.

5. Efisiensi Ekonomi

Perpajakan pada dasarnya memiliki dua tujuan, yaitu untuk menyediakan dana bagi kepentingan publik dan mempengaruhi perilaku ekonomi. Pajak jelas sekali amat mempengaruhi keputusan-keputusan individual. Misalnya pajak tanah dan bangunan sangat mempengaruhi keuntungan dalam membangun dan menyewakan rumah; pajak penjualan sangat mempengaruhi harga pembelian pakaian; pajak hiburan sangat mempengaruhi ongkos untuk menonton film di bioskop, dan seterusnya. Oleh karena itu, penilaian atas suatu pajak juga harus dilihat dari pengaruhnya atas keputusan wajib pajak, keinginannya untuk bekerja, mengkonsumsi produk, menabung dan berinvestasi.

Kriteria efisiensi ekonomi ini secara umum lebih bermanfaat

untuk digunakan dalam menilai pajak pusat daripada pajak daerah. Ada 2 (dua) alasan yang mendasari hal ini. Pertama, Pemerintah Pusat yang bertanggung jawab akan manajemen perekonomian secara keseluruhan (makro) dan yang bisa menggunakan pajak untuk mempengaruhi perilaku ekonomi. Kedua, skala dari pajak -pajak daerah pada umumnya tidak mencukupi untuk mengubah pilihan-pilihan masyarakat. Namun, apakah pajak daerah akan mempunyai dampak yang buruk atau tidak terhadap perekonomian daerah, haruslah menjadi perhatian yang serius.

Page 43: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pajak Daerah….. 36

6. Kesesuaian Sebagai Pajak Daerah Administrasi perpajakan oleh daerah memunculkan berbagai

pertanyaan yang terkait dengan persoalan layak atau tidak. Beberapa isu yang menyangkut kemampuan administratif telah disinggung. Beberapa hal lain akan disebut berikut ini:

Pertama, terkait dengan persoalan apakah sudah cukup jelas kepada Pemerintah Daerah mana kewajiban pajak harus dibayarkan. Kedua, terkait dengan persoalan pertama itu, apakah tempat pengumpulan pajak yang feasible adalah juga tempat pembayaran secara efektif dilakukan. Ketiga, menyangkut kemungkinan variasi dalam penerapan tarif pajak atau aturan-aturan penilaian pajak. Idealnya, Pemerintah Daerah punya kewenangan dalam menentukan tarif, membuat keputusan akan berbagai tingkatan pajak, serta menentukan pelayanan yang diberikannya.66

Adapun kriteria pajak menurut UU No. 34 Tahun 2000, sebagai

berikut:67 1. Bersifat pajak dan bukan retribusi

Penetapan suatu jenis pajak daerah harus disesuaikan dengan definisi pajak daerah, yaitu iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah. Jika suatu iuran hanya dibayar oleh orang pribadi atau badan yang menggunakan atau memanfaatkan suatu pelayanan/perizinan yang disediakan oleh daerah, maka iuran tersebut bukan pajak daerah melainkan retribusi daerah.

66 Keenam butir kriteria pajak daerah menurut Kenneth Davey tersebut pada

intinya hampir sama dengan pendapat Nick Devas mengenai tolok ukur untuk menilai pajak daerah. Nick Devas menggunakan empat tolok ukur dalam melakukan penilaian mengenai kelayakan suatu jenis pajak daerah, yaitu Hasil, Keadilan, Daya Guna Ekonomi, Kemampuan Melaksanakan dan Kecocokan sebagai Sumber Penerimaan Daerah. Nick Devas, Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia, UI Press, Jakarta, 1989, hal. 61.

67 Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, 2008. Pedoman Nasional Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Jakarta. hal. 18-21.

Page 44: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pajak Daerah….. 37

2. Objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan umum Yang dimaksud dengan kriteria ini adalah bahwa suatu jenis pajak daerah ditujukan untuk kepentingan bersama yang lebih luas antar pemerintah dan masyarakat dengan memperhatikan aspek ketentraman dan kestabilan politik, ekonomi, sosial, budaya, serta pertahanan dan keamanan.

3. Objek pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dan mempunyai mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. Yang dimaksud dengan mobilitas rendah adalah objek pajak sulit untuk dipindahkan, seperti pajak hotel, pajak restoran, pajak atas pengambilan sarang burung walet. Sedangkan yang dimaksud dengan hanya melayani masyarakat di wilayah tertentu adalah bahwa beban pajak hanya ditanggung oleh masyarakat lokal, seperti pajak penerangan jalan. Contoh jenis pajak yang tidak memenuhi kriteria ini: a. pajak atas barang yang diekspor atau diimpor (lalu lintas barang)

di pelabuhan atau bandara atau di tempat lain; b. pajak atas siaran radio; c. pajak atas reklame dalam surat kabar dan media elektronik. Jenis

pajak dengan obyek-obyek tersebut pada umumnya melayani masyarakat luas di luar wilayah daerah yang bersangkutan.

4. Potensi pajak memadai Hasil penerimaan pajak pada dasarnya dapat diperkirakan dan bersifat elastis yaitu sedapat mungkin bertambah secara otomatis sesuai dengan inflasi, pertumbuhan penduduk dan kenaikan permintaan, serta biaya pemungutannya harus kecil atau sekurang-kurangnya biaya pemungutannya harus lebih kecil dari penerimaan pajak.

5. Objek pajak bukan merupakan objek pajak provinsi dan/atau objek pajak pusat Untuk menghindari beban masyarakat yang berlebihan untuk memikul pajak, perlu dihindarkan terjadinya pajak ganda (double tax). Pajak ganda adalah pajak dengan objek dan/atau dasar pengenaan yang tumpang tindih dengan objek dan/atau dasar pengenaan pajak lain yang sebagian atau seluruh hasilnya diterima oleh daerah. Contoh pajak ganda:

Page 45: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pajak Daerah….. 38

a. pajak perusahaan dengan dasar pengenaan luas tanah dan/atau bangunan dan/atau nilai atau daya guna mesin dan peralatan lain yang digunakan oleh perusahaan yang dikonstruksi secara melekat dan permanen karena dasar pengenaan tersebut tumpang tindih dengan dasar pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB);

b. pajak atas produksi rokok dan pajak atas produksi minuman keras karena kedua objek pajak tersebut merupakan objek cukai yang lebih layak dipungut oleh Pemerintah Pusat karena dampak dari pungutan ini tidak dapat dilokalisir.

6. Tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif Pemungutan pajak daerah tidak boleh meningkatkan inefisiensi alokasi sumber-sumber ekonomi dan/atau merintangi arus lalu lintas orang, barang dan jasa, antar daerah maupun kegiatan ekspor-impor. Contoh jenis pajak yang tidak memenuhi kriteria ini: a. ekonomis atau sosial yang kuat, seperti pajak atas lalu lintas

barang/pengangkutan barang atau hewan, pajak atas produksi garam dan pajak atas hasil perkebunan, pajak atas produksi semen dan pajak atas lalu lintas barang.

b. pajak atas transportasi barang atau hewan, seperti pajak angkutan barang di jalan raya dan pajak dispensasi jalan umum.

7. Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat Penetapan obyek dan subyek pajak daerah yang terkait dengan tarifnya dilakukan dengan memperhatikan keadaan dan kemampuan wajib pajak.

8. Menjaga kelestarian lingkungan Pajak harus bersifat netral terhadap lingkungan, yang berarti bahwa pengenaan pajak tidak memberikan peluang kepada Pemerintah Daerah atau Pemerintah Pusat atau masyarakat luas untuk merusak lingkungan. Contoh jenis pajak yang tidak memenuhi kriteria ini adalah pajak atas pengambilan hasil hutan lindung.

Secara yuridis, daerah hanya dapat memungut atau mengadakan

jenis pajak yang memenuhi seluruh kriteria tersebut di atas. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 menyatakan secara tegas bahwa Pemerintah Pusat akan membatalkan pajak-pajak yang dianggap tidak memenuhi kriteria dimaksud.

Page 46: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pajak Daerah….. 39

2.3. Jenis Pajak Daerah Dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 dibedakan antara

jenis pajak daerah yang dipungut oleh provinsi dan jenis pajak yang dipungut oleh kabupaten/kota. Penjelasan secara rinci mengenai deskripsi umum, cakupan obyek, subyek, wajib pajak dan pengecualian dari obyek serta tarif dari pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota adalah sebagai berikut:

Jenis pajak provinsi terdiri dari: 68

1. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air; 2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air; 3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; dan 4. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air

Permukaan. ad.1. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air

a. Pajak Kendaraan Bermotor Obyek Pajak Kendaraan Bermotor adalah kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor, dengan penjelasan sebagai berikut: 1) Yang dimaksud dengan kendaraan bermotor adalah “semua

kendaraan beroda dua atau lebih beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat, dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang bergerak”;

2) Pengertian mengenai alat-alat berat dan alat-alat besar yang bergerak adalah alat-alat yang dapat bergerak/berpindah tempat dan tidak melekat secara permanent;

3) Cakupan obyek Pajak Kendaraan Bermotor meliputi kendaraan bermotor yang digunakan di semua jenis jalan darat, antara lain:

68 Pasal 2 ayat (1), UU No. 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang-Undang

Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Page 47: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pajak Daerah….. 40

di kawasan bandara, pelabuhan laut, perkebunan, kehutanan, pertanian, pertambangan, industri, perdagangan, dan sarana olah raga dan rekreasi;

4) Termasuk dalam obyek Pajak Kendaraan Bermotor adalah kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor oleh BUMN dan BUMD.

Dikecualikan dari obyek Pajak Kendaraan Bermotor adalah

kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor oleh:69 1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; 2) Kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing, dan perwakilan

lembaga-lembaga internasional dengan asas timbal balik; dan 3) Subyek pajak lainnya, seperti pemilikan atau penguasaan

kendaraan bermotor yang digunakan untuk keperluan pengolahan lahan pertanian rakyat dan BUMN yang memiliki atau menguasai kendaraan bermotor yang digunakan untuk keperluan keselamatan.

Subyek Pajak Kendaraan Bermotor adalah orang pribadi atau badan

yang memiliki dan/atau menguasai kendaraan bermotor. Wajib Pajak Kendaraan Bermotor adalah orang pribadi atau badan yang memiliki dan/atau menguasai kendaraan bermotor. Dalam hal wajib pajak badan, kewajiban perpajakannya diwakili oleh pengurus atau kuasa badan tersebut.70

Tarif Pajak Kendaraan Bermotor adalah sebagai berikut:71 1) Kendaran bermotor bukan umum sebesar 1,5%; 2) Kendaraan bermotor umum sebesar 1,0%; 3) Kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar sebesar

0,5%. Dasar pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dihitung sebagai

perkalian dari 2 (dua) unsur pokok, yaitu:72

69 Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perimbangan

Keuangan, 2008. Pedoman Nasional Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. hal. 22. 70 Ibid. hal. 23. 71 Ibid.

Page 48: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pajak Daerah….. 41

1) Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB), yang didasarkan atas harga pasaran umum suatu kendaraan bermotor. Yang dimaksud dengan harga pasaran umum adalah harga rata-rata yang diperoleh dari sumber data, antara lain agen tunggal pemegang merek dan/atau asosiasi penjual kendaraan bermotor. Harga pasaran umum yang dipakai sebagai dasar penetapan NJKB adalah harga pasaran umum minggu pertama bulan Desember tahun pajak sebelumnya. Dalam hal harga pasaran umum tidak diketahui, dapat didasarkan pada faktor-faktor lain seperti: isi silinder dan/atau satuan daya, penggunaan, jenis, merek, tahun pembuatan berat total, banyak penumpang, atau dokumen impor kendaraan bermotor.

2) Bobot, yang mencerminkan secara relatif kadar kerusakan jalan dan pencemaran lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor. Bobot kadar kerusakan jalan dan pencemaran lingkungan dapat dihitung berdasarkan faktor-faktor: tekanan gandar, jenis bahan bakar, jenis penggunaan, tahun pembuatan, atau ciri-ciri mesin dari kendaraan bermotor. Bobot dinyatakan sebagai koefisien tertentu. Koefisien sama dengan 1, berarti kerusakan jalan dan pencemaran lingkungan oleh kendaraan bermotor tersebut dianggap masih dalam batas toleransi. Koefisien lebih besar dari 1, berarti kendaraan bermotor tersebut membawa pengaruh buruk terhadap kerusakan jalan dan pencemaran lingkungan. Contoh menghitung dasar pengenaan pajak : - NJKB merek dan tahun tertentu adalah sebesar .... : Rp 100 juta. - Koefisien bobot ditentukan sebesar .........................: 1,2 - Dasar pengenaan pajak dari kendaraan

bermotor tersebut adalah Rp 100 juta x 1,2............. : Rp 120 juta.

Dasar pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri dengan pertimbangan Menteri Keuangan dan ditinjau setiap tahun. Besarnya pokok Pajak Kendaraan Bermotor yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor.

72 Ibid.

Page 49: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pajak Daerah….. 42

b. Pajak Kendaraan di Atas Air Obyek Pajak Kendaraan di Atas Air adalah kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan di atas air. Yang dimaksud dengan kendaraan di atas air adalah semua kendaraan yang digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan yang digunakan di atas air. Obyek pajak ini meliputi kendaraan di atas air yang digunakan untuk kepentingan penangkapan ikan dengan mesin berkekuatan lebih besar dari 2 PK, dengan ukuran isi kotor kurang dari 20 M3 atau kurang dari 7 GT atau yang digunakan untuk kepentingan pesiar perseorangan (meliputi yacht/pleasure ship/sporty ship) dan untuk kepentingan angkutan perairan daratan. Termasuk dalam obyek Pajak Kendaraan di Atas Air adalah kendaraan di atas air milik BUMN dan BUMD. Dikecualikan dari obyek Pajak Kendaraan di Atas Air adalah

kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan di atas air oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing, dan perwakilan lembaga-lembaga internasional dengan asas timbal balik, dan orang pribadi atau badan atas kendaraan di atas air printis (kapal yang digunakan untuk pelayanan angkutan perintis), serta subyek pajak lain antara lain BUMN yang memiliki atau menguasai kendaraan di atas air yang digunakan untuk keperluan keselamatan seperti kapal pandu dan kapal tunda. Sedangkan kendaraan di atas air milik BUMN dan BUMD tidak dikecualikan sebagai obyek pajak kendaraan di atas air.73

Subyek Pajak Kendaraan di Atas Air adalah orang pribadi atau badan

yang memiliki dan/atau menguasai kendaraan di atas air. Wajib Pajak Kendaraan di Atas Air adalah orang pribadi atau badan

yang memiliki kendaraan di atas air. Dalam hal wajib pajak badan, kewajiban

73 Ibid. hal. 25.

Page 50: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pajak Daerah….. 43

perpajakannya diwakili oleh pengurus atau kuasa badan tersebut. Sedangkan Tarif Pajak Kendaraan di Atas Air adalah 1,5%.74

Dasar pengenaan Pajak Kendaraan di Atas Air dihitung berdasarkan

Nilai Jual Kendaraan di Atas Air (NJKAA), yang didasarkan atas harga pasaran umum suatu kendaraan di atas air. Yang dimaksud dengan harga pasaran umum adalah harga rata-rata yang diperoleh dari sumber data, antara lain dari tempat penjualan kendaraan di atas air. Harga pasaran umum yang dipakai sebagai dasar penetapan NJKAA adalah harga pasaran umum minggu pertama bulan Desember tahun pajak sebelumnya. Dalam hal harga pasaran umum tidak diketahui, dapat didasarkan pada faktor-faktor lain seperti penggunaan, jenis, merek, tahun pembuatan atau renovasi, isi kotor, banyak penumpang atau berat muatan maksimum yang diizinkan, dokumen impor kendaraan di atas air.75

Dasar pengenaan Pajak Kendaraan di Atas Air ditetapkan oleh

Menteri Dalam Negeri dengan pertimbangan Menteri Keuangan dan ditinjau setiap tahun.

Besarnya pokok Pajak Kendaraan di Atas Air yang terutang dihitung

dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan Pajak Kendaraan di Atas Air dan pemungutannya merupakan satu kesatuan dengan pengurusan administrasi kendaraan bermotor lainnya. Khusus pemungutan pajak kendaraan bermotor untuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang bergerak dilakukan hanya oleh Pemerintah Daerah.

Ad.2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air

(BBNKB & KAA) a. Balik Nama Kendaraan Bermotor

Obyek Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah penyerahan kendaraan bermotor. Yang dimaksud dengan kendaraan bermotor adalah semua kendaraan beroda dua atau lebih beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat, dan

74 Ibid. hal. 26. 75 Ibid.

Page 51: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pajak Daerah….. 44

digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang bergerak. Termasuk dalam obyek bea balik nama kendaraan bermotor adalah penyerahan kendaraan bermotor kepada BUMN dan BUMD dan pemasukan kendaraan bermotor dari luar negeri untuk dipakai secara tetap di Indonesia. Dikecualikan dari obyek Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah penyerahan kendaraan bermotor kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, kedutaan, konsulat, perwakilan asing dan lembaga-lembaga internasional dengan asas timbal balik, dan subyek pajak lain yang ditetapkan dengan peraturan daerah. Termasuk dalam pengecualian obyek bea ini adalah pemasukan kendaraan bermotor dari luar negeri untuk dipakai sendiri oleh orang pribadi yang bersangkutan, diperdagangkan, dikeluarkan kembali dari wilayah pabean Indonesia (maksimum selama 3 tahun berturut-turut), serta digunakan untuk pameran, penelitian, contoh, dan kegiatan olah raga bertaraf internasional. Subyek Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah orang pribadi

atau badan yang dapat menerima penyerahan kendaraan bermotor. Wajib Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah orang pribadi atau badan yang menerima penyerahan kendaraan bermotor.76

Tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah sebagai berikut:77

1) Penyerahan pertama sebesar: a) 10% untuk kendaraan bermotor bukan umum; b) 10% untuk kendaran bermotor umum; c) 3% untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar.

2) Penyerahan kedua dan selanjutnya sebesar: a) 1,0% untuk kendaraan bermotor bukan umum; b) 1,0% untuk kendaran bermotor umum;

76 Ibid, hal. 28. 77 Ibid.

Page 52: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pajak Daerah….. 45

c) 0,3% untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat- alat besar. 3) Penyerahan karena warisan sebesar:

a) 0,10% untuk kendaraan bermotor bukan umum; b) 0,10% untuk kendaran bermotor umum; c) 0,03% untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar.

Dasar pengenaan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah Nilai

Jual Kendaraan Bermotor (NJKB), yang didasarkan atas harga pasaran umum suatu kendaraan bermotor. Dalam hal harga pasaran umum tidak diketahui, dapat didasarkan pada faktor-faktor lain seperti isi silinder dan/atau satuan daya, penggunaan, jenis, merek, tahun pembuatan, berat total, banyak penumpang, atau dokumen impor kendaraan bermotor. Dasar pengenaan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri dengan pertimbangan Menteri Keuangan dan ditinjau setiap tahun.

Besarnya pokok Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor yang terutang

dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan bea balik nama kendaraan bermotor.

c. Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air

Obyek Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air adalah penyerahan kendaraan di atas air. Yang dimaksud dengan kendaraan di atas air adalah semua kendaraan yang digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan yang digunakan di atas air. Obyek bea ini meliputi kendaraan di atas air yang digunakan untuk kepentingan penangkapan ikan dengan mesin berkekuatan lebih besar dari 2 PK, dengan ukuran isi kotor kurang dari 20 M3 atau kurang dari 7 GT atau yang digunakan untuk kepentingan pesiar perseorangan (meliputi yachtlpleasure ship/sporty ship) dan untuk kepentingan angkutan perairan daratan. Dikecualikan dari obyek Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air

adalah penyerahan kendaraan di atas air kepada Pemerintah Pusat,

Page 53: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pajak Daerah….. 46

Pemerintah Daerah, kedutaan, konsulat, perwakilan asing dan lembaga-lembaga internasional dengan asas timbal balik, dan subyek pajak lain yang ditetapkan dengan peraturan daerah. Termasuk dalam pengecualian obyek bea ini adalah pemasukan kendaraan di atas air dari luar negeri untuk dipakai sendiri oleh orang pribadi yang bersangkutan, diperdagangkan, dikeluarkan kembali dari wilayah pabean Indonesia (maksimum selama 3 tahun berturut-turut), serta digunakan untuk pameran, penelitian, contoh, dan kegiatan olah raga bertaraf internasional.78

Subyek Pajak Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air adalah orang

pribadi atau badan yang dapat menerima penyerahan kendaraan di atas air. Wajib Pajak Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air adalah orang pribadi atau badan yang menerima penyerahan kendaraan di atas air.

Tarif Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air adalah sebagai berikut:

a) Penyerahan pertama sebesar 5%; b) Penyerahan kedua dan selanjutnya sebesar 1%; c) Penyerahan karena warisan sebesar 0,1%.

Dasar pengenaan Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air dihitung

berdasarkan Nilai Jual Kendaraan di Atas Air (NJKAA), yang didasarkan atas harga pasaran umum suatu kendaraan di atas air. Dalam hal harga pasaran umum tidak diketahui, dapat didasarkan pada faktor-faktor lain seperti penggunaan, jenis, merek, tahun pembuatan atau renovasi, isi kotor, banyak penumpang atau berat muatan maksimum yang diizinkan, dokumen impor kendaraan di atas air. Dasar pengenaan Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri dengan pertimbangan Menteri Keuangan dan ditinjau setiap tahun.

Besarnya pokok Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air yang

terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air.

78 Ibid, hal. 29-30.

Page 54: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pajak Daerah….. 47

Ad.3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBB-KB) Obyek Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah bahan bakar kendaraan bermotor (bensin, solar, dan bahan bakar gas) yang disediakan atau dianggap digunakan untuk kendaraan bermotor, termasuk bahan bakar yang digunakan untuk kendaraan di atas air.

Subyek Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah konsumen

bahan bakar kendaraan bermotor. Wajib Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan bahan bakar kendaraan bermotor.79

Tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah 5%. Dalam

harga eceran bahan bakar kendaraan bermotor sudah termasuk Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.

Dasar pengenaan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah

nilai jual bahan bakar kendaraan bermotor, yaitu harga jual sebelum dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

Besarnya pokok Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor yang

terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.

Ad.4. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air

Permukaan (P3ABT&AP) Obyek Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan

Air Permukaan adalah: pengambilan atau pemanfaatan, atau pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan/atau air permukaan, tidak termasuk air laut.

Dikecualikan dari obyek Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air

Bawah Tanah dan Air Permukaan adalah pengambilan, pemanfaatan, atau pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan/atau air permukaan:80

79 Ibid, hal. 31. 80 Ibid, hal. 32.

Page 55: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pajak Daerah….. 48

a. Oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan BUMN/ BUMD yang khusus didirikan untuk eksploitasi dan pemeliharaan pengairan serta mengusahakan air dan sumber-sumber air;

b. Yang digunakan untuk kepentingan pengairan pertanian rakyat, keperluan dasar rumah tangga;

c. Lainnya yang diatur dengan peraturan daerah. Subyek Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah

dan Air Permukaan adalah orang pribadi atau badan yang mengambil atau memanfaatkan, atau mengambil dan memanfaatkan air bawah tanah dan/atau air permukaan.

Wajib Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan

Air Permukaan adalah orang pribadi atau badan yang mengambil atau memanfaatkan, atau mengambil dan memanfaatkan air bawah tanah dan/atau air permukaan.

Tarif Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan

Air Permukaan adalah: a. Air bawah tanah sebesar 20%; dan b. Air permukaan sebesar 10%.

Dasar pengenaan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah

Tanah dan Air Permukaan adalah nilai perolehan air, yang dihitung menurut sebagian atau seluruh faktor-faktor:

a. Jenis sumber air; b. Lokasi sumber air; c. Tujuan pengambilan dan/atau pemanfaatan air; d. Volume air yang diambil, atau dimanfaatkan, atau diambil dan

dimanfaatkan; e. Kualitas air; f. Luas areal tempat pengambilan dan/atau pemanfaatan air; g. Musim pengambilan, atau pemanfaatan, atau pengambilan dan

pemanfaatan air; h. Tingkat kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pengambilan,

pemanfaatan atau pengambilan dan pemanfaatan air.

Page 56: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pajak Daerah….. 49

Besarnya nilai perolehan air, sepanjang digunakan untuk kegiatan BUMN, BUMD yang memberikan pelayanan publik, pertambangan minyak dan gas alam ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri dengan pertimbangan Menteri Keuangan.

Besarnya pokok Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah

Tanah dan Air Permukaan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.

Sedangkan jenis pajak kabupaten/kota terdiri dari:81

1. Pajak Hotel; 2. Pajak Restoran; 3. Pajak Hiburan; 4. Pajak Reklame; 5. Pajak Penerangan Jalan; 6. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C; dan 7. Pajak Parkir.

Ad.1. Pajak Hotel

Obyek Pajak Hotel adalah pelayanan yang disediakan hotel dengan pembayaran, termasuk: a. Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek; b. Dalam pengertian rumah penginapan termasuk rumah kos

dengan jumlah kamar 10 (sepuluh) atau lebih yang menyediakan fasilitas seperti rumah penginapan. Sedangkan yang dimaksud dengan fasilitas penginapan/fasilitas tinggal jangka pendek, antara lain: gubuk pariwisata (cottage), motel, wisma pariwisata, pesanggrahan (hostel), losmen, dan rumah penginapan;

c. Pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan atau tinggal jangka pendek yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan, antara lain: telepon,

81 Pasal 2 ayat (2), UU No. 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang-Undang

Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Page 57: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pajak Daerah….. 50

faksimil, teleks, fotokopi, pelayanan cuci, setrika, taksi dan pengangkutan lainnya, yang disediakan atau dikelola hotel;

d. Fasilitas olah raga dan hiburan yang disediakan khusus untuk tamu hotel, bukan untuk umum;

e. Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel.

Dikecualikan dari obyek Pajak Hotel adalah:82

a. Penyewaan rumah atau kamar, apartemen dan/atau fasilitas tempat tinggal lainnya yang tidak menyatu dengan hotel;

b. Pelayanan tinggal di asrama dan pondok pesantren; c. Fasilitas olah raga dan hiburan yang disediakan di hotel yang

dipergunakan oleh bukan tamu hotel dengan pembayaran; pertokoan, perkantoran, perbankan, salon yang dipergunakan oleh umum di hotel;

d. Pelayanan perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh hotel dan dapat dimanfaatkan oleh umum. Subyek Pajak Hotel adalah orang pribadi atau badan yang

melakukan pembayaran kepada hotel. Wajib Pajak Hotel adalah pengusaha hotel.83

Tarif Pajak Hotel paling tinggi 10%. Daerah dapat menetapkan

sendiri tarif Pajak Hotel sesuai kebijakan daerah sepanjang tidak melebihi 10% dan ditetapkan dalam peraturan daerah. Dasar pengenaan Pajak Hotel adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada hotel. Besarnya pokok Pajak Hotel yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan Pajak Hotel.84

Ad.2. Pajak Restoran

Obyek Pajak Restoran adalah pelayanan yang disediakan restoran dengan pembayaran. Termasuk dalam obyek Pajak Restoran adalah rumah

82 Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perimbangan

Keuangan, Op.Cit. hal. 34-35. 83 Ibid, hal. 35. 84 Ibid.

Page 58: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pajak Daerah….. 51

makan, cafe, bar, dan sejenisnya. Pelayanan di restoran/rumah makan meliputi penjualan makanan dan/atau minuman di restoran/rumah makan, termasuk penyediaan penjualan makanan/ minuman yang diantar/dibawa pulang.

Dikecualikan dari obyek Pajak Restoran adalah:85

a. Pelayanan usaha jasa boga/katering; b. Pelayanan yang disediakan oleh restoran atau rumah makan yang

peredarannya tidak melebihi batas tertentu yang ditetapkan dengan peraturan daerah. Subyek Pajak Restoran adalah orang pribadi atau badan yang

melakukan pembayaran kepada restoran. Wajib Pajak Restoran adalah pengusaha restoran. Tarif Pajak Restoran paling tinggi 10%. Daerah dapat menetapkan sendiri tarif Pajak Restoran sesuai kebijakan daerah sepanjang tidak melebihi 10% dan ditetapkan dalam peraturan daerah.86

Dasar pengenaan Pajak Restoran adalah jumlah pembayaran yang

dilakukan kepada restoran. Besarnya pokok Pajak Restoran yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan Pajak Restoran.

Ad.3. Pajak Hiburan

Obyek Pajak Hiburan adalah penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran. Yang dimaksud dengan hiburan, antara lain berupa tontonan film, kesenian, pagelaran musik dan tari, diskotik, karaoke, klab malam, permainan bilyar, permainan ketangkasan, panti pijat, mandi uap, dan pertandingan olahraga.

Dikecualikan dari obyek Pajak Hiburan adalah penyelenggaraan

hiburan yang tidak dipungut bayaran, seperti hiburan yang diselenggarakan dalam rangka pernikahan, upacara adat, kegiatan keagamaan.87

85 Ibid, hal. 36. 86 Ibid. 87 Ibid, hal. 36-37.

Page 59: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pajak Daerah….. 52

Subyek Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menonton dan/atau menikmati hiburan. Wajib Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan hiburan. Tarif Pajak Hiburan paling tinggi sebesar 35%. Daerah dapat menetapkan sendiri tarif Pajak Hiburan sesuai kebijakan daerah sepanjang tidak melebihi 35% dan ditetapkan dalam peraturan daerah. Khusus untuk hiburan tradisional, tarif pajak ditetapkan lebih rendah dari tarif terendah untuk hiburan lainnya.

Dasar pengenaan Pajak Hiburan adalah jumlah pembayaran atau

yang seharusnya dibayar untuk menonton dan/atau menikmati hiburan. Besarnya pokok Pajak Hiburan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan Pajak Hiburan.

Ad.4. Pajak Reklame

Obyek Pajak Reklame adalah semua penyelenggaraan reklame, antara lain berupa:

a. reklame papan/billboard/videotron/megatron; b. reklame kain; c. reklame melekat (stiker); d. reklame selebaran; e. reklame berjalan, termasuk pada kendaraan; f. reklame udara; g. reklame suara; h. reklame film/slide; i. reklame peragaan.

Dikecualikan dari obyek Pajak Reklame adalah penyelenggaraan

reklame melalui internet, televisi, radio, warta harian, warta mingguan, warta bulanan, dan sejenisnya, serta penyelenggaraan reklame lainnya yang ditetapkan dengan peraturan daerah.

Subyek Pajak Reklame adalah orang pribadi atau badan yang

menyelenggarakan atau memesan reklame. Wajib Pajak Reklame adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame. Dalam hal reklame diselenggarakan langsung oleh orang pribadi atau badan yang memanfaatkan reklame untuk kepentingan sendiri, maka wajib Pajak

Page 60: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pajak Daerah….. 53

Reklame adalah orang pribadi atau badan tersebut. Apabila penyelenggaraan reklame dilaksanakan melalui pihak ketiga, misalnya perusahaan jasa periklanan, maka pihak ketiga tersebut menjadi Pajak Reklame.88

Tarif Pajak Reklame paling tinggi sebesar 25%. Daerah dapat

menetapkan sendiri tarif Pajak Reklame sesuai kebijakan daerah sepanjang tidak melebihi 25% dan ditetapkan dalam peraturan daerah. Dasar pengenaan Pajak Reklame adalah nilai sewa reklame, yang diperhitungkan dengan memperhatikan lokasi penempatan, jenis, jangka waktu penyelenggaraan, dan ukuran media reklame. Besarnya pokok pajak reklame yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan Pajak Reklame.

Ad.5. Pajak Penerangan Jalan

Obyek Pajak Penerangan Jalan adalah penggunaan tenaga listrik, di wilayah daerah yang tersedia penerangan jalan yang rekeningnya dibayar oleh Pemerintah Daerah. Yang dimaksud dengan penggunaan tenaga listrik adalah penggunaan tenaga listrik baik yang disalurkan dari PLN maupun bukan PLN.

Dikecualikan dari obyek Pajak Penerangan Jalan adalah penggunaan

tenaga listrik: a. Oleh instansi pemerintah pusat dan pemerintah daerah; b. Pada tempat-tempat tertentu yang digunakan kedutaan, konsulat,

perwakilan asing, dan lembaga-lembaga internasional dengan asas timbal balik sebagaimana berlaku untuk pajak negara;

c. Yang berasal dari bukan PLN dengan kapasitas tertentu yang tidak memerlukan izin dari instansi teknis terkait;

d. Lainnya yang diatur dengan peraturan daerah. Subyek Pajak Penerangan Jalan adalah orang pribadi atau badan

yang menggunakan tenaga listrik. Wajib Pajak Penerangan Jalan adalah

88 Ibid, hal. 38.

Page 61: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pajak Daerah….. 54

orang pribadi atau badan yang menjadi pelanggan listrik dan/atau pengguna tenaga listrik.

Tarif Pajak Penerangan Jalan paling tinggi sebesar 10%. Daerah

dapat menetapkan sendiri tarif Pajak Penerangan Jalan sesuai kebijakan daerah sepanjang tidak melebihi 10% dan ditetapkan dalam peraturan daerah.

Dasar pengenaan Pajak Penerangan Jalan adalah Nilai Jual Jual

Tenaga Listrik (NJTL), dengan ketentuan sebagai berikut: a. Dalam hal tenaga listrik berasal dari PLN dengan pembayaran, NJTL

adalah jumlah tagihan biaya beban ditambah dengan biaya pemakaian kwh yang ditetapkan dalam rekening listrik;

b. Dalam hal tenaga listrik berasal dari bukan PLN dengan tidak dipungut bayaran, NJTL dihitung berdasarkan kapasitas tersedia, penggunaan listrik atau taksiran penggunaan listrik, dan harga satuan listrik yang berlaku di wilayah daerah yang bersangkutan;

c. Khusus untuk kegiatan industri, pertambangan minyak bumi dan gas alam, dasar pengenaan pajak ditetapkan sebesar 30% dari NJTL. Besarnya pokok Pajak Penerangan Jalan yang terutang dihitung

dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan Pajak Penerangan Jalan. Ad.6. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C

Obyek Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C adalah kegiatan pengambilan bahan galian golongan C, yang meliputi: asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata, bentonit, dolomit, feldspar, garam batu (halite), grafit, granit/andesit, gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, phospat, talk, tanah serap (fullers earth), tanah diatome, tanah liat, tawas (alum), tras, yarosif, zeolit, basal, trakkit. Yang dimaksud dengan pengambilan bahan galian golongan C adalah pengambilan bahan galian golongan C dari sumber alam di dalam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan.

Page 62: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pajak Daerah….. 55

Dikecualikan dari obyek Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C adalah kegiatan pengambilan bahan galian golongan C yang nyata-nyata tidak dimaksudkan untuk mengambil bahan galian golongan C tersebut dan tidak dimanfaatkan secara ekonomis dan pengambilan bahan galian golongan C lainnya yang ditetapkan dalam peraturan daerah.

Subyek Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C adalah orang

pribadi atau badan yang mengambil bahan galian golongan C. Wajib Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan pengambilan bahan galian golongan C.

Tarif Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C paling tinggi

sebesar 20%. Daerah dapat menetapkan sendiri tarif Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C sesuai kebijakan daerah sepanjang tidak melebihi 20% dan ditetapkan dalam peraturan daerah.

Dasar pengenaan Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C

adalah nilai jual hasil pengambilan bahan galian golongan C. Besarnya pokok Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C. Ad.7. Pajak Parkir

Obyek Pajak Parkir adalah penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor yang memungut bayaran.

Dikecualikan dari obyek Pajak Parkir adalah penyelenggaraan

tempat parkir oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, kedutaan, konsulat, perwakilan asing, dan perwakilan lembaga-lembaga internasional dengan asas timbal balik sebagaimana berlaku untuk pajak negara, serta tempat parkir lainnya yang diatur dengan peraturan daerah.

Page 63: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pajak Daerah….. 56

Subyek Pajak Parkir adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas tempat parkir. Wajib Pajak Parkir adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan tempat parkir.

Tarif Pajak Parkir paling tinggi sebesar 20%. Daerah dapat

menetapkan sendiri tarif Pajak Parkir sesuai kebijakan daerah sepanjang tidak melebihi 20% dan ditetapkan dalam peraturan daerah.

Dasar pengenaan parkir adalah jumlah pembayaran atau yang

seharusnya dibayar untuk pemakaian tempat parkir. Besarnya pokok pajak parkir yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan Pajak Parkir.

Dengan Peraturan Daerah dapat ditetapkan jenis pajak

kabupaten/kota selain yang tersebut di atas, dengan memenuhi kriteria sebagai berikut:89

1. Bersifat pajak dan bukan retribusi; 2. Objek pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah kabupaten/kota

yang bersangkutan dan mempunyai mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan;

3. Objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan umum;

4. Objek pajak bukan merupakan objek pajak provinsi dan/atau objek pajak pusat;

5. Potensinya memadai; 6. Tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif; 7. Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat; dan 8. Menjaga kelestarian lingkungan.

89 Pasal 2 ayat (4), UU Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang-Undang

Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah..

Page 64: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pajak Daerah….. 57

2.4. Dasar Hukum Pajak Daerah Pajak daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah, Peraturan

Daerah tersebut tidak dapat berlaku surut dan sekurang-kurangnya mengatur ketentuan mengenai:90

1. Nama, objek dan subjek pajak; 2. Dasar pengenaan, tarif dan cara penghitungan pajak; 3. Wilayah pemungutan; 4. Masa pajak; 5. Penetapan; 6. Tatacara pembayaran dan penagihan; 7. Kadaluwarsa; 8. Sanksi administrasi; dan 9. tanggal mulai berlakunya.

Peraturan Daerah tentang pajak daerah dapat mengatur

ketentuan mengenai:91 1. Pemberian pengurangan, keringanan, dan pembebasan dalam

hal-hal tertentu atas pokok pajak dan/atau sanksinya; 2. Tatacara penghapusan piutang pajak yang kadaluwarsa; dan 3. Asas timbal balik.

Peraturan Daerah tersebut harus terlebih dahulu disosialisasikan

dengan masyarakat sebelum ditetapkan. Setiap jenis pajak daerah yang diberlakukan di Indonesia harus berdasarkan atas dasar hukum yang kuat untuk menjamin kelancaran pengenaan dan pemungutannya. Dewasa ini yang menjadi dasar hukum pemungutan Pajak Daerah di Indonesia adalah sebagaimana di bawah ini:

1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang diundangkan di Jakarta dan mulai berlaku pada tanggal 23 Mei 1997;

2. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan

90 Pasal 4 ayat (1-3), Ibid. 91 Pasal 4 ayat (4), Ibid.

Page 65: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pajak Daerah….. 58

Retribusi Daerah, yang diundangkan di Jakarta dan mulai berlaku pada tanggal 20 Desember 2000;

3. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah, yang diundangkan di Jakarta dan mulai berlaku pada tanggal 4 Juli 1997;

4. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah, yang diundangkan di Jakarta dan mulai berlaku pada tanggal 13 September 2001;

5. Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Dalam Negeri, Keputusan Menteri Keuangan, Peraturan Daerah Provinsi, dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota di bidang pajak daerah.

2.5. Tatacara Pelaksanaan Pemungutan Pajak Daerah

Tatacara perpajakan Indonesia dengan jelas menentukan bahwa

sistem perpajakan Indonesia adalah sistem self assessment. Hal ini telah diberlakukan sejak reformasi perpajakan di Indonesia tahun 1983. Penetapan sistem self assessment juga dianut dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 dan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000. Karena karakteristik setiap jenis pajak daerah tidak sama, sistem ini tidak dapat diberlakukan untuk semua jenis pajak daerah. Pemungutan pajak daerah saat ini menggunakan tiga sistem pemungutan pajak, yaitu:92

1. Dibayar sendiri oleh wajib pajak. Sistem ini merupakan perwujudan dari sistem self assessment, yaitu sistem pengenaan pajak yang memberi kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang dengan menggunakan SPTPD;

2. Ditetapkan oleh kepala daerah. Sistem ini merupakan perwujudan dari sistem official assessment, yaitu sistem pengenaan pajak yang dibayar oleh wajib pajak setelah terlebih dahulu ditetapkan oleh kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk melalui surat ketetapan pajak daerah atau dokumen lain yang dipersamakan;

3. Dipungut oleh pemungut pajak. Sistem ini merupakan perwujudan dari sistem with holding, yaitu sistem pengenaan pajak yang

92 Marihot P Siahaan, Op.Cit. hal. 68.

Page 66: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pajak Daerah….. 59

dipungut oleh pemungut pajak pada sumbernya, antara lain Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang telah ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah, sebagai pemungut Pajak Penerangan Jalan atas penggunaan tenaga listrik yang disediakan oleh PLN.

Secara umum, sistem yang digunakan dalam pemungutan pajak

daerah adalah sistem self assessment dan official assessment. Hal ini dapat dilihat pada ketentuan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 Pasal 7 yang menentukan bahwa pajak dipungut berdasarkan penetapan kepala daerah atau dibayar sendiri oleh wajib pajak. Pada cara pertama pajak dibayar oleh wajib pajak setelah terlebih dahulu ditetapkan oleh kepala daerah melalui Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) atau dokumen lain yang dipersamakan. Dokumen lain yang dipersamakan antara lain berupa karcis dan nota perhitungan. Pada cara kedua, yaitu pajak dibayar sendiri oleh wajib pajak, wajib pajak memenuhi kewajiban pajak yang dibayar sendiri dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD), Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD), Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB), dan atau Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT)93.

Wajib pajak yang memenuhi kewajibannya dengan cara

membayar sendiri, diwajibkan melaporkan pajak yang terutang dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD). Apabila wajib pajak yang diberi kepercayaan menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang tidak memenuhi kewajibannya kepadanya dapat diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB) dan atau Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT) yang menjadi sarana penagihan pajak94.

Dalam melaksanakan sistem pemungutan pajak yang akan

diterapkan pada suatu jenis pajak daerah, kepala daerah (gubernur atau bupati/walikota) menetapkan jenis pajak yang dibayar sendiri oleh wajib

93 Ibid. hal. 69-70. 94 Ibid. hal. 70.

Page 67: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pajak Daerah….. 60

pajak, ditetapkan oleh kepala daerah atau dipungut oleh pemungut pajak. Hal ini dimaksudkan untuk memberi kepastian dalam pemungutan suatu jenis pajak daerah di setiap daerah yang memberlakukannya95.

Dalam pelaksanaannya, pemungutan pajak daerah tidak dapat

diborongkan. Artinya, seluruh proses kegiatan pemungutan pajak tidak dapat diserahkan kepada pihak ketiga. Walaupun demikian, dimungkinkan adanya kerja sama dengan pihak ketiga dalam proses pemungutan pajak, antara lain pencetakan formulir perpajakan, pengiriman surat-surat kepada wajib pajak atau penghimpunan data objek pajak dan subjek pajak. Kegiatan yang tidak dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga adalah kegiatan penghitungan besarnya pajak yang terutang, pengawasan penyetoran pajak, dan penagihan pajak96.

Terhadap wajib pajak, baik yang membayar pajak sesuai dengan

ketetapan kepala daerah maupun yang dibayar sendiri oleh wajib pajak, dapat diterbitkan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD), Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding sebagai dasar pemungutan dan penyetoran pajak. Tatacara penerbitan SKPD atau dokumen lain yang dipersamakan, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, dan Surat Keputusan Keberatan diatur dengan keputusan kepala daerah. Tatacara pengisian dan penyampaian SPTPD, penerbitan SKBKB, atau SKBKBT diatur dengan keputusan kepala daerah97. 2.6. Kadaluwarsa Penagihan Pajak dan Penghapusan Piutang Pajak

2.6.1. Kadaluwarsa Penagihan Pajak Pasal 31 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 menentukan

bahwa hak untuk melakukan penagihan pajak kadaluwarsa setelah melampaui jangka waktu lima tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak, kecuali wajib pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan daerah. Saat kadaluwarsa penagihan pajak ini perlu ditetapkan untuk memberi

95 Ibid. 96 Ibid. hal. 70-71. 97 Ibid. hal. 71.

Page 68: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pajak Daerah….. 61

kepastian hukum kapan utang pajak tersebut tidak dapat ditagih lagi. Walaupun demikian, dalam hal tertentu mungkin saja terjadi penangguhan kadaluwarsa penagihan pajak. Kadaluwarsa penagihan pajak tertangguh apabila terpenuhi keadaan di antaranya:

a. Diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa, dan b. Ada pengakuan utang pajak dari wajib pajak baik langsung maupun

tidak langsung.

Jika diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa, kadaluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal penyampaian Surat Paksa tersebut. Pengakuan utang pajak secara langsung maksudnya adalah wajib pajak dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang pajak dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah. Selanjutnya, pengakuan utang pajak secara tidak langsung adalah wajib pajak tidak secara nyata-nyata langsung menyatakan masih mempunyai utang pajak dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah. Karena wajib pajak melakukan upaya hukum yang diatur dalam undang-undang dan peraturan daerah tentang pajak daerah, sebenarnya wajib pajak telah mengakui memiliki utang pajak. Misalnya, wajib pajak mengajukan permohonan angsuran/penundaan pembayaran atau wajib pajak mengajukan permohonan keberatan98.

Pengajuan permohonan ini hanya dapat dilakukan oleh wajib pajak

yang memiliki utang pajak. Dengan pengajuan permohonan tersebut, wajib pajak telah terlebih dahulu mengakui adanya utang pajak walaupun tidak secara langsung menyatakan bahwa ia masih memiliki utang pajak99.

2.6.2. Penghapusan Piutang Pajak Daerah Piutang Pajak Daerah yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak

untuk melakukan penagihan pajak sudah kadaluwarsa dapat dihapuskan. Pedoman tata cara penghapusan piutang Pajak Daerah yang kadaluwarsa diatur dengan Peraturan Pemerintah, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001. Hal tersebut diatur pada Pasal 74, yang menyatakan bahwa:

98 Ibid. 99 Ibid. hal. 114.

Page 69: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pajak Daerah….. 62

a. Gubernur menetapkan keputusan penghapusan piutang pajak provinsi yang sudah kadaluwarsa.

b. Bupati atau walikota menetapkan keputusan penghapusan piutang pajak kabupaten atau kota yang sudah kadaluwarsa.

c. Tata cara penghapusan piutang pajak yang sudah kadaluwarsa diatur dengan peraturan daerah.

Penghapusan piutang Pajak Daerah dilakukan oleh kepala daerah

berdasarkan permohonan penghapusan piutang pajak dari Kepala Dinas Pendapatan Daerah. Permohonan penghapusan piutang pajak memuat100:

a. Nama dan alamat wajib pajak atau penanggung pajak; b. Jumlah piutang pajak; c. Tahun pajak; dan d. Jenis pajak. Permohonan penghapusan piutang pajak dilampiri dengan

beberapa dokumen pendukung, yaitu101: a. Bukti salinan/tindasan SKPD, SKPDKB, dan SKPDKBT; b. Surat keterangan dari Kepala Dinas Pendapatan Daerah

bahwa piutang pajak tersebut tidak dapat ditagih lagi; dan c. Daftar piutang pajak yang tidak tertagih. Berdasarkan permohonan penghapusan piutang pajak daerah

yang diajukan oleh Kepala Dinas Pendapatan Daerah, kepala daerah menetapkan penghapusan piutang pajak dengan terlebih dahulu mendapat pertimbangan dari tim yang dibentuk oleh kepala daerah. Pelaksanaan lebih lanjut tentang penghapusan piutang pajak daerah ditetapkan oleh kepala daerah102.

Piutang pajak yang tidak dapat ditagih lagi, tetapi belum

kadaluwarsa, dimasukkan ke dalam daftar piutang pajak yang akan

100 Ibid. 101 Ibid, hal. 115. 102 Ibid.

Page 70: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pajak Daerah….. 63

menghapuskan. Piutang pajak yang tidak dapat ditagih lagi dapat disebabkan oleh hal-hal di bawah ini103: 1. Wajib pajak meninggal dunia dan tidak meninggalkan harta

kekayaan/warisan yang dibuktikan Surat Keterangan Kematian dari lurah dan laporan hasil pemeriksaan petugas Dinas Pendapatan Daerah;

2. Wajib pajak tidak mempunyai harta kekayaan lagi, yang dibuktikan berdasarkan hasil pemeriksaan petugas Dinas Pendapatan Daerah yang menyatakan bahwa wajib pajak benar-benar tidak mempunyai harta kekayaan lagi;

3. Wajib pajak dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan, dan dari hasil penjualan hartanya tidak mencukupi untuk melunasi utang pajaknya;

4. Wajib pajak yang tidak ditemukan. 2.7. Ketentuan Pidana dan Penyidikan

2.7.1. Ketentuan Pidana Pemungutan pajak daerah dapat berlangsung dengan baik

apabila wajib pajak dengan penuh tanggung jawab melaksanakan semua kewajiban perpajakannya dengan benar. Hanya saja kondisi ini ini tidak sepenuhnya dapat tercapai, apabila wajib pajak karena kealpaan atau kesengajaannya tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana mestinya. Untuk mencegah agar hal ini tidak terjadi, dalam proses pengenaan dan pemungutan pajak daerah perlu diatur ketentuan pidana yang akan memberikan sanksi pidana bagi wajib pajak yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perpajakan daerah104.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997, Pasal 37 menentukan

bahwa wajib pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu tahun dan atau denda

103 Ibid. 104 Ibid, hal. 131-132.

Page 71: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pajak Daerah….. 64

paling banyak dua kali jumlah pajak yang terutang. Dengan adanya sanksi pidana, diharapkan timbulnya kesadaran wajib pajak untuk memenuhi kewajibannya. Pengertian kealpaan adalah tidak sengaja, lalai, tidak hati-hati, atau kurang mengindahkan kewajibannya sehingga perbuatan tersebut menimbulkan kerugian keuangan daerah105.

Selanjutnya, apabila wajib pajak dengan sengaja tidak

menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan daerah, dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak empat kali jumlah pajak yang terutang. Perbuatan atau tindakan yang dilakukan dengan sengaja, dikenakan sanksi yang lebih berat daripada kealpaan, mengingat pentingnya penerimaan pajak bagi daerah106.

Denda yang dikenakan kepada wajib pajak yang dikenakan sanksi

karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan daerah merupakan penerimaan negara. Tindak pidana di bidang perpajakan daerah tidak dituntut setelah melampaui jangka waktu sepuluh tahun sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak atau berakhirnya bagian tahun pajak atau berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan. Hal ini diatur dalam Pasal 39. Ketentuan ini dimaksudkan guna memberikan suatu kepastian hukum bagi wajib pajak, penuntut umum, dan hakim bahwa apabila setelah sepuluh tahun ternyata tindak pidana yang dilakukan oleh wajib pajak baik karena kealpaan atau kesengajaannya tidak diproses secara hukum kesalahan tersebut tidak dapat dituntut lagi.107

Selain terhadap wajib pajak, untuk menjaga keseimbangan

terhadap kewajiban antara wajib pajak dan pejabat pajak, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 juga menetapkan ketentuan pidana terhadap pejabat yang tidak mematuhi ketentuan peraturan pajak. Pada Pasal 40 ditentukan bahwa pejabat yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban

105 Pasal 37 ayat 1 UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah. 106 Pasal 37 ayat 2, Ibid. 107 Ibid.

Page 72: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pajak Daerah….. 65

merahasiakan keterangan pembayaran, wajib pajak yang disampaikan kepadanya, dipidana dengan pidana kurungan paling lama enam bulan atau denda paling banyak Rp. 2.000.000,00. Ketentuan ini untuk menjamin bahwa kerahasiaan mengenai perpajakan daerah tidak akan diberitahukan kepada pihak lain dan juga agar wajib pajak memberikan data dan keterangan kepada pejabat mengenai perpajakan daerah dengan tidak ragu-ragu108.

Pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau

seseorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabat untuk merahasiakan keterangan tentang wajib pajak yang disampaikan kepadanya, dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp. 5.000.000,00. Perbuatan atau tindakan yang dilakukan dengan sengaja, dikenakan sanksi yang lebih berat.

Penuntutan terhadap tindak pidana di atas dilakukan atas

pengaduan orang yang kerahasiaannya dilanggar. Tuntutan pidana di atas, sesuai sifatnya, adalah menyangkut kepentingan pribadi seseorang atau badan selaku wajib pajak sehingga dijadikan tindak pidana pengaduan. Besarnya denda maksimal terhadap pejabat, yang karena kealpaan maupun dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya memegang rahasia tentang keterangan yang disampaikan wajib pajak kepadanya, dapat ditinjau kembali dengan peraturan Pemerintah. Denda yang dikenakan kepada pejabat yang dikenakan sanksi karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan daerah merupakan penerimaan negara.

2.7.2. Penyidikan Pelaksanaan pengenaan dan pemungutan pajak daerah sangat

mungkin terjadi tindak pidana di bidang perpajakan daerah. Hanya saja terjadinya tindak pidana tersebut tidak akan begitu saja diketahui, melainkan harus diselidiki oleh pejabat yang berwenang. Oleh karena itu. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 secara tegas memasukkan penyidikan sebagai salah satu pasal yang harus dilaksanakan.

108 Pasal 40 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang-

Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah..

Page 73: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pajak Daerah….. 66

Pasal 42 menentukan bahwa pejabat pajak Pegawai Negeri Sipil (PNS) tertentu di lingkungan Pemerintah daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku. Penyidik di bidang perpajakan daerah adalah pejabat PNS tertentu di lingkungan Pemerintah daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah dilaksanakan menurut ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku109.

Dalam melaksanakan tugasnya penyidik memiliki wewenang untuk

melakukan berbagai tindakan yang dipandang perlu untuk menemukan tindak pidana di bidang perpajakan daerah, yaitu: 1. Menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau

laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang pajak daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;

2. Meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana perpajakan daerah;

3. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah;

4. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah;

5. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;

6. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah;

7. Menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada angka 5;

109 Pasal 42, Ibid.

Page 74: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Pajak Daerah….. 67

8. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana pajak daerah;

9. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

10. Menghentikan penyidikan; dan 11. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak

pidana di bidang perpajakan daerah menurut hukum yang bertanggung jawab.

Penyidik memberitahukan dimulainya penyidikan dan

menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum melalui penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia (penyidik Polri), sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku. Hal ini perlu diatur karena dalam hukum Indonesia penyidik PNS bertanggung jawab kepada penyidik Polri yang akan memproses lebih lanjut hasil penyidikan yang dilakukan oleh penyidik PNS sampai pada tahap menyerahkan kepada pihak kejaksaan yang akan melakukan penuntutan pada sidang pengadilan.

Page 75: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Retribusi Daerah….. 68

BAB III

RETRIBUSI DAERAH

3.1. Retribusi Daerah etribusi adalah pembayaran wajib dari penduduk kepada negara karena adanya jasa tertentu yang diberikan oleh

negara bagi penduduknya secara perorangan. Jasa tersebut dapat dikatakan bersifat langsung, yaitu hanya yang membayar retribusi yang menikmati balas jasa dari negara. Salah satu contoh retribusi adalah retribusi pelayanan kesehatan pada rumah sakit yang dikelola oleh pemerintah. Setiap orang yang ingin mendapatkan pelayanan kesehatan di rumah sakit pemerintah harus membayar retribusi yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai pembayaran atas jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit pemerintah. Akan tetapi, tidak memilih pelayanan kesehatan yang diinginkannya110.

Pada retribusi pelayanan kesehatan ini yang ada hanyalah

paksaan secara ekonomis, yaitu hanya pasien yang membayar retribusi yang ditetapkan saja yang berhak mendapat pelayanan kesehatan di rumah sakit pemerintah. Bila tidak membayar, dia tidak akan mendapatkan pelayanan kesehatan pada rumah sakit pemerintah tersebut. Hal ini berarti hak mendapat jasa dari pemerintah didasarkan pada pembayaran retribusi yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah dan dipenuhi oleh orang yang menginginkan jasa tersebut111.

Sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di Indonesia saat

ini penarikan retribusi hanya dapat dipungut oleh Pemerintah Daerah. Jadi, retribusi yang dipungut di Indonesia dewasa ini adalah retribusi daerah. Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau

110 Marihot P Siahaan. 2005. Op.Cit. hal. 5-6. 111 Ibid. hal. 6.

R

Page 76: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Retribusi Daerah….. 69

badan112. Jasa adalah kegiatan Pemerintah Daerah berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya, dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Sama halnya dengan penjelasan di atas, bila seseorang ingin menikmati jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah, ia harus membayar retribusi yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku113.

Beberapa ciri yang melekat pada retribusi daerah yang saat ini

dipungut di Indonesia adalah sebagai berikut114: a. Retribusi merupakan pungutan yang dipungut berdasarkan

undang-undang dan peraturan daerah yang berkenaan. b. Hasil penerimaan retribusi masuk ke kas Pemerintah Daerah. c. Pihak yang membayar retribusi mendapatkan kontra prestasi

(balas jasa) secara langsung dari Pemerintah Daerah atas pembayaran yang dilakukannya.

d. Retribusi terutang apabila ada jasa yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah yang dinikmati oleh orang atau badan.

e. Sanksi yang dikenakan pada retribusi adalah sanksi secara ekonomis, yaitu jika tidak membayar retribusi, tidak akan memperoleh jasa yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah.

3.2. Objek Retribusi Daerah

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 menetapkan retribusi

daerah ke dalam tiga golongan, yaitu retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu. Penggolongan ini didasarkan pada jasa yang diberikan oleh Pemerintah Daerah yang menjadi objek retribusi. Meskipun tidak semua jasa yang diberikan oleh Pemerintah Daerah dapat dipungut retribusinya, tetapi hanya jenis-jenis jasa tertentu yang menurut pertimbangan sosial ekonomi layak untuk dijadikan objek retribusi 115.

112 Pasal 1 angka 26, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 113 Marihot P Siahaan. 2005. Op.Cit. hal. 6. 114 Ibid. hal. 7. 115 Ibid. hal. 48.

Page 77: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Retribusi Daerah….. 70

Sedangkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Pasal 18 ayat (1) menentukan bahwa objek retribusi adalah berbagai jenis jasa tertentu yang disediakan oleh Pemerintah Daerah. Tidak semua jasa yang diberikan oleh Pemerintah Daerah dapat dipungut retribusinya, tetapi hanya jenis-jenis jasa tertentu yang menurut pertimbangan sosial-ekonomi layak dijadikan sebagai objek retribusi. Jasa tertentu tersebut dikelompokkan ke dalam tiga golongan, yaitu jasa umum, jasa usaha, dan perizinan tertentu (sama dengan objek retribusi menurut UU No. 18 Tahun 1997).

Hal ini membuat objek retribusi terdiri dari 3 (tiga) kelompok jasa

sebagaimana disebut di bawah ini116: a. Jasa umum, yaitu jasa yang disediakan atau diberikan oleh

Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Jasa umum antara lain meliputi pelayanan kesehatan dan pelayanan persampahan. Jasa yang tidak termasuk jasa umum adalah jasa urusan umum pemerintahan.

b. Jasa usaha, yaitu jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. Jasa usaha antara lain meliputi penyewaan aset yang dimiliki/dikuasai oleh Pemerintah Daerah, penyediaan tempat penginapan, usaha bengkel kendaraan, tempat pencucian mobil, dan penjualan bibit.

c. Perizinan tertentu, yaitu kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Mengingat bahwa fungsi perizinan dimaksudkan untuk mengadakan pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan, pada dasarnya pemberian izin oleh Pemerintah Daerah tidak harus dipungut retribusi. Akan

116 Ibid. hal. 434-435.

Page 78: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Retribusi Daerah….. 71

tetapi, dalam melaksanakan fungsi tersebut, Pemerintah Daerah mungkin masih mengalami kekurangan biaya yang tidak selalu dapat dicukupi dari sumber-sumber penerimaan daerah yang telah ditentukan sehingga perizinan tertentu masih dipungut retribusi.

3.2.1. Golongan Retribusi Daerah Berdasarkan kelompok jasa yang menjadi objek retribusi daerah

dapat dilakukan penggolongan retribusi daerah. Penggolongan jenis retribusi dimaksudkan guna menetapkan kebijakan umum tentang prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi daerah. Sesuai Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Pasal 18 ayat (2) retribusi daerah dibagi atas 3 (tiga) golongan, sebagaimana disebut di bawah ini.

1. Retribusi jasa umum, yaitu retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

2. Retribusi jasa usaha, yaitu retribusi atas jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.

3. Retribusi perizinan tertentu, yaitu retribusi atas kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Golongan atau jenis-jenis retribusi jasa umum, retribusi jasa

usaha, dan retribusi perizinan tertentu ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah berdasarkan kriteria tertentu. Penetapan jenis-jenis retribusi jasa umum dan retribusi jasa usaha dengan peraturan Pemerintah dimaksudkan agar tercipta ketertiban dalam penerapannya sehingga dapat memberikan kepastian bagi masyarakat dan disesuaikan dengan kebutuhan nyata daerah yang bersangkutan. Penetapan jenis-jenis retribusi perizinan tertentu dengan Peraturan Pemerintah dilakukan karena perizinan tersebut, walaupun merupakan kewenangan Pemerintah

Page 79: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Retribusi Daerah….. 72

Daerah, tetap memerlukan koordinasi dengan instansi-instansi teknis terkait117.

Ad.1) Retribusi Jasa Umum

Retribusi jasa umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah, untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Objek retribusi jasa umum adalah pelayanan yang disediakan atau diberikan Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan118.

a. Kriteria Retribusi Jasa Umum Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Pasal 18

ayat (3) huruf a, retribusi jasa umum ditentukan berdasarkan kriteria sebagai berikut:

1. Retribusi jasa umum bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa usaha atau retribusi perizinan tertentu.

2. Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi.

3. Jasa tersebut memberikan manfaat khusus bagi orang pribadi atau badan yang diharuskan membayar retribusi, di samping untuk melayani kepentingan dan kemanfaatan umum.

4. Jasa tersebut layak untuk dikenakan retribusi. 5. Retribusi tersebut tidak bertentangan dengan kebijakan nasional

mengenai penyelenggaraannya. 6. Retribusi tersebut dapat dipungut secara efektif dan efisien serta

merupakan satu sumber pendapatan daerah yang potensial. 7. Pemungutan retribusi memungkinkan penyediaan jasa tersebut

dengan tingkat dan atau kualitas pelayanan yang lebih baik.

b. Jenis Retribusi Jasa Umum Jenis-jenis retribusi jasa umum diatur dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 66 Tahun 2001 Pasal 2 ayat (2), yaitu:

117 Ibid. hal. 436. 118 Ibid. hal. 438.

Page 80: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Retribusi Daerah….. 73

1. Retribusi Pelayanan Kesehatan Pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan di Puskesmas, balai pengobatan, dan Rumah Sakit Umum Daerah. Retribusi Pelayanan Kesehatan ini tidak termasuk pelayanan pendaftaran.

2. Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan Pelayanan persampahan/kebersihan meliputi pengambilan, pengangkutan, dan pembuangan serta penyediaan lokasi pembuangan/pemusnahan sampah rumah tangga, industri, dan perdagangan; tidak termasuk pelayanan kebersihan jalan umum dan taman.

3. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil Akta Catatan Sipil meliputi Akta Kelahiran, Akta Perkawinan, Akta Perceraian, Akta Pengesahan dan Pengakuan Anak, Akta Ganti Nama bagi Warga Negara Asing, dan Akta Kematian.

4. Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat Pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat meliputi pelayanan penguburan/pemakaman termasuk penggalian dan pengerukan, pembakaran/pengabuan mayat, dan sewa tempat pemakaman atau pembakaran/pengabuan mayat yang dimiliki atau dikelola Pemerintah Daerah.

5. Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum Pelayanan parkir di tepi jalan umum adalah penyediaan pelayanan parkir di tepi jalan umum yang ditentukan Pemerintah Daerah. Karena jalan menyangkut kepentingan umum, penetapan jalan umum sebagai tempat parkir mengacu kepada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

6. Retribusi Pelayanan Pasar Pelayanan pasar adalah fasilitas pasar tradisional/sederhana berupa pelataran dan los yang dikelola oleh Pemerintah Daerah dan khusus disediakan untuk pedagang; tidak termasuk yang dikelola oleh BUMN, BUMD, dan pihak swasta.

7. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor Pelayanan pengujian kendaraan bermotor adalah pelayanan pengujian kendaraan bermotor sesuai dengan peraturan

Page 81: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Retribusi Daerah….. 74

perundang-undangan yang berlaku, yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah.

8. Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran Pelayanan pemeriksaan alat pemadam kebakaran adalah pelayanan pemeriksaan dan atau perizinan oleh Pemerintah Daerah terhadap alat-alat pemadam kebakaran yang dimiliki dan atau dipergunakan oleh masyarakat.

9. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta Peta adalah peta yang dibuat oleh Pemerintah Daerah, seperti peta dasar (peta garis), peta foto, peta digital, peta tematik, dan peta teknis (peta struktur).

10. Retribusi Pengujian Kapal Perikanan Pelayanan pengujian kapal perikanan adalah pengujian terhadap kapal penangkap ikan yang menjadi kewenangan daerah.

c. Subjek dan Wajib Retribusi Jasa Umum

Subjek retribusi jasa umum adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati pelayanan jasa umum yang bersangkutan. Subjek retribusi jasa umum dapat ditetapkan menjadi wajib retribusi jasa umum, yaitu orang pribadi atau badan yang diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi jasa umum119. Ad.2) Retribusi Jasa Usaha

Retribusi jasa usaha adalah retribusi atas jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. Objek retribusi jasa usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial. Pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial meliputi:

1. Pelayanan dengan menggunakan/memanfaatkan kekayaan daerah yang belum dimanfaatkan secara optimal; dan

2. Pelayanan oleh Pemerintah Daerah sepanjang belum memadai disediakan oleh pihak swasta.

119 Ibid. hal. 440.

Page 82: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Retribusi Daerah….. 75

a. Kriteria Retribusi Jasa Usaha Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Pasal 18

ayat (3) huruf b, retribusi jasa usaha ditentukan berdasarkan kriteria berikut ini:

1. Retribusi jasa usaha bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa umum atau retribusi perizinan tertentu.

2. Jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersial yang seyogyanya disediakan oleh sektor swasta, tetapi belum memadai atau terdapatnya harta yang dimiliki/dikuasai daerah yang belum dimanfaatkan secara penuh oleh Pemerintah Daerah. Pengertian harta adalah semua harta bergerak dan tidak bergerak, tidak termasuk uang kas, surat-surat berharga, dan harta lainnya yang bersifat lancar (current asset).

b. Jenis Retribusi Jasa Usaha

Jenis-jenis retribusi jasa usaha diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 Pasal 3 ayat (2), sebagaimana di bawah ini.

1. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah Pelayanan pemakaian kekayaan daerah, antara lain pemakaian tanah dan bangunan, pemakaian ruangan untuk pesta, pemakaian kendaraan/alat-alat berat/alat-alat besar milik daerah. Tidak termasuk dalam pengertian pelayanan pemakaian kekayaan daerah adalah penggunaan tanah yang tidak mengubah fungsi dari tanah tersebut, seperti pemancangan tiang listrik/telepon maupun penanaman/pembentangan kabel listrik/telepon di pinggir jalan umum.

2. Retribusi Pasar Grosir dan atau Pertokoan adalah pasar grosir berbagai jenis barang dan fasilitas pasar/ pertokoan yang dikontrakkan, yang disediakan/diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah, tidak termasuk yang disediakan oleh BUMD dan pihak swasta.

3. Retribusi Tempat Pelelangan adalah tempat yang secara khusus disediakan oleh Pemerintah Daerah untuk melakukan pelelangan ikan, ternak, hasil bumi, dan hasil hutan termasuk jasa fasilitas lainnya yang disediakan di tempat pelelangan. Termasuk dalam pengertian tempat

Page 83: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Retribusi Daerah….. 76

pelelangan adalah tempat yang dikontrak oleh Pemerintah Daerah dari pihak lain untuk dijadikan sebagai tempat pelelangan.

4. Retribusi Terminal adalah pelayanan penyediaan tempat parkir untuk kendaraan penumpang dan bus umum, tempat kegiatan usaha, dan fasilitas lainnya di lingkungan terminal, yang dimiliki dan atau dikelola oleh Pemerintah Daerah. Dengan ketentuan ini, pelayanan peron tidak dipungut retribusi.

5. Retribusi Tempat Khusus Parkir adalah pelayanan penyediaan tempat parkir yang khusus disediakan, dimiliki, dan atau dikelola oleh Pemerintah Daerah, tidak termasuk yang disediakan dan dikelola oleh BUMD dan pihak swasta.

6. Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa adalah pelayanan penyediaan tempat penginapan/ pesanggrahan/ villa yang dimiliki dan atau yang dikelola oleh Pemerintah Daerah, tidak termasuk yang dikelola oleh BUMD dan pihak swasta.

7. Retribusi Penyedotan Kakus adalah pelayanan penyedotan kakus/jamban yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah, tidak termasuk yang dikelola oleh BUMD dan pihak swasta.

8. Retribusi Rumah Potong Hewan adalah penyediaan fasilitas rumah pemotongan hewan ternak termasuk pelayanan pemeriksaan kesehatan hewan sebelum dan sesudah dipotong, yang dimiliki dan atau dikelola oleh Pemerintah Daerah.

9. Retribusi Pelayanan Pelabuhan Kapal adalah pelayanan pada pelabuhan kapal perikanan dan atau bukan kapal perikanan, termasuk fasilitas lainnya di lingkungan pelabuhan kapal yang dimiliki dan atau dikelola oleh Pemerintah Daerah, tidak termasuk yang dikelola oleh BUMN, BUMD, dan pihak swasta.

10. Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga adalah tempat rekreasi, pariwisata, dan olahraga yang dimiliki dan atau dikelola oleh Pemerintah Daerah.

Page 84: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Retribusi Daerah….. 77

11. Retribusi Penyeberangan di Atas Air adalah pelayanan penyeberangan orang atau barang dengan menggunakan kendaraan di atas air yang dimiliki dan atau dikelola oleh Pemerintah Daerah, tidak termasuk yang dikelola oleh BUMD dan pihak swasta.

12. Retribusi Pengolahan Limbah Cair adalah pelayanan pengolahan limbah cair rumah tangga, perkantoran, dan industri yang dikelola dan atau dimiliki oleh Pemerintah Daerah, tidak termasuk yang dikelola oleh BUMD dan pihak swasta.

13. Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah adalah penjualan hasil produksi usaha Pemerintah Daerah antara lain, bibit/benih tanaman, bibit ternak, dan bibit ikan, tidak termasuk penjualan produksi usaha BUMN, BUMD, dan pihak swasta.

c. Subjek dan Wajib Retribusi Jasa Usaha

Subjek retribusi jasa usaha adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati pelayanan jasa usaha yang bersangkutan. Subjek retribusi jasa usaha merupakan wajib retribusi jasa usaha, yaitu orang pribadi atau badan yang diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi jasa usaha120.

Ad.3) Retribusi Perizinan Tertentu

Retribusi perizinan tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Objek retribusi perizinan tertentu adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang,

120 Ibid. hal. 444.

Page 85: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Retribusi Daerah….. 78

penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan121.

Mengingat fungsi utama jasa perizinan dimaksudkan untuk

mengadakan pembinaan, pengaturan, dan pengendalian dan pengawasan, pada dasarnya pemberian izin oleh Pemerintah Daerah adalah untuk melindungi kepentingan dan ketertiban umum dan tidak harus dipungut retribusi. Karena dalam melaksanakan fungsi tersebut Pemerintah Daerah memerlukan biaya yang tidak selalu dapat dicukupi dari sumber-sumber penerimaan daerah yang sifatnya umum, maka terhadap perizinan tertentu dapat dipungut retribusi untuk menutupi seluruh atau sebagian biaya pemberian izin tersebut. Perizinan tertentu yang dapat dipungut retribusi, antara lain adalah Izin Mendirikan Bangunan dan Izin Peruntukan Penggunaan Tanah. Pengajuan izin tertentu oleh BUMN atau BUMD tetap dikenakan retribusi karena badan-badan tersebut merupakan kekayaan negara atau kekayaan daerah yang telah dipisahkan. Pengajuan izin oleh pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, tidak dikenakan retribusi perizinan tertentu122.

a. Kriteria Retribusi Perizinan Tertentu Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Pasal 18

ayat 3 huruf c, retribusi perizinan tertentu ditentukan berdasarkan kriteria sebagai berikut:

1. Perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah dalam rangka asas desentralisasi.

2. Perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi kepentingan umum.

3. Biaya yang menjadi beban daerah dalam penyelenggaraan izin tersebut dan biaya untuk menanggulangi dampak negatif dari pemberian izin tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai dari retribusi perizinan.

121 Ibid. hal. 445. 122 Ibid. hal. 445-446.

Page 86: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Retribusi Daerah….. 79

b. Jenis Retribusi Perizinan Tertentu Jenis-jenis retribusi perizinan tertentu diatur dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 Pasal 4 ayat (2), adalah sebagaimana di bawah ini:

1. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Izin mendirikan bangunan adalah pemberian izin untuk mendirikan satu bangunan. Termasuk dalam pemberian izin ini adalah kegiatan peninjauan desain dan pemantauan pelaksanaan pembangunannya, agar tetap sesuai dengan rencana teknis bangunan dan rencana tata ruang yang berlaku, dengan tetap memperhatikan Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Luas Bangunan (KLB), Koefisien Ketinggian Bangunan (KKB), dan pengawasan penggunaan bangunan yang meliputi pemeriksaan dalam rangka memenuhi syarat-syarat keselamatan bagi yang menempati bangunan tersebut.

2. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol Izin tempat penjualan minuman beralkohol adalah pemberian izin untuk melakukan penjualan minuman beralkohol di suatu tempat tertentu.

3. Retribusi Izin Gangguan Izin gangguan adalah pemberian izin tempat usaha/kegiatan kepada orang pribadi atau badan di lokasi tertentu yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian, dan gangguan; tidak termasuk tempat usaha/kegiatan yang telah ditentukan oleh Pemerintah Daerah.

4. Retribusi Izin Trayek Izin trayek adalah pemberian izin kepada orang pribadi atau badan untuk menyediakan pelayanan angkutan penumpang umum pada suatu atau beberapa trayek tertentu. Pemberian izin oleh Pemerintah Daerah dilaksanakan sesuai dengan kewenangan masing-masing daerah.

c. Subjek dan Wajib Retribusi Perizinan Tertentu

Subjek retribusi perizinan tertentu adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh izin tertentu dari Pemerintah Daerah. Subjek retribusi perizinan tertentu dapat merupakan wajib retribusi jasa perizinan

Page 87: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Retribusi Daerah….. 80

tertentu, yaitu orang pribadi atau badan yang diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi perizinan tertentu123.

3.2.2. Retribusi Lain-lain Selain jenis-jenis Retribusi Daerah yang ditetapkan dalam

Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, yaitu retribusi jasa umum, jasa usaha, dan perizinan tertentu, kepada daerah diberikan kewenangan untuk menetapkan jenis Retribusi Daerah lainnya yang dipandang sesuai untuk daerahnya. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Pasal 18 ayat (4) menentukan bahwa dengan peraturan daerah dapat ditetapkan jenis Retribusi Daerah lainnya sesuai dengan kewenangan otonominya dan memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam mengantisipasi situasi dan kondisi serta perkembangan perekonomian daerah pada masa mendatang yang mengakibatkan meningkatnya kebutuhan masyarakat atas pelayanan Pemerintah Daerah, tetapi tetap memperhatikan kesederhanaan jenis retribusi daerah dan aspirasi masyarakat serta memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Retribusi lainnya antara lain penerimaan negara bukan retribusi yang telah diserahkan kepada daerah124.

3.2.3. Penetapan Jenis Retribusi Daerah Sesuai dengan Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun

2001 tentang Retribusi Daerah, penetapan jenis retribusi jasa umum dan retribusi perizinan tertentu untuk daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota ditetapkan sesuai dengan kewenangan masing-masing daerah sebagaimana diatur dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal yang sama juga berlaku untuk penetapan jenis retribusi jasa usaha untuk daerah provinsi dan kabupaten/kota, yang dilakukan sesuai dengan jasa/pelayanan yang diberikan oleh masingmasing daerah. Rincian dan masing-masing jenis retribusi diatur dalam peraturan daerah yang bersangkutan125.

123 Ibid. hal. 447. 124 Ibid. hal. 448. 125 Ibid. hal. 436-437.

Page 88: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Retribusi Daerah….. 81

3.2.4. Bukan Objek Retribusi Daerah Jasa yang menjadi objek retribusi hanyalah jasa yang

diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah secara langsung. Apabila ada jasa yang diselenggarakan oleh perangkat Pemerintah Daerah, tetapi tidak secara langsung, misalnya oleh BUMD, jasa tersebut tidak dikenakan retribusi. Sesuai Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 Pasal 19, jasa yang diselenggarakan oleh BUMD bukan merupakan objek retribusi. Jasa yang telah dikelola secara khusus oleh suatu BUMD tidak merupakan objek retribusi, tetapi sebagai penerimaan BUMD sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pada dasarnya BUMD merupakan badan usaha yang dimiliki oleh daerah, tetapi dalam melaksanakan kegiatannya berdiri secara mandiri dan terlepas dari Pemerintah Daerah. Oleh karena itu, jasa yang diberikan oleh BUMD bukanlah jasa yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah. Apabila BUMD memanfaatkan jasa atau perizinan tertentu yang diberikan oleh Pemerintah Daerah, BUMD wajib membayar retribusi daerah126.

3.2.5. Penghitungan Retribusi Daerah Besarnya retribusi yang terutang oleh orang pribadi atau badan

yang menggunakan jasa atau perizinan tertentu dihitung dengan cara mengalikan tarif retribusi dengan tingkat penggunaan jasa. Dengan demikian, besarnya retribusi yang terutang dihitung berdasarkan tarif retribusi dan tingkat penggunaan jasa127.

1. Tingkat Penggunaan Jasa

Tingkat penggunaan jasa dapat dinyatakan sebagai kuantitas penggunaan jasa sebagai dasar alokasi beban biaya yang dipikul daerah untuk penyelenggaraan jasa yang bersangkutan, misalnya berapa kali masuk tempat rekreasi, berapa kali/berapa jam parkir kendaraan, dan sebagainya. Akan tetapi, ada pula penggunaan jasa yang tidak dapat dengan mudah diukur. Dalam hal ini tingkat penggunaan jasa mungkin perlu ditaksir berdasarkan rumus tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah. Misalnya mengenai izin bangunan, tingkat penggunaan jasa dapat

126 Ibid. hal. 437. 127 Ibid. hal. 448.

Page 89: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Retribusi Daerah….. 82

ditaksir dengan rumus yang didasarkan atas luas tanah, luas lantai bangunan, jumlah tingkat bangunan, dan rencana penggunaan bangunan128.

2. Tarif Retribusi Daerah

Tarif retribusi adalah nilai rupiah atau persentase tertentu yang ditetapkan untuk menghitung besarnya retribusi daerah yang terutang. Tarif dapat ditentukan seragam atau dapat diadakan pembedaan mengenai golongan tarif sesuai dengan prinsip dan sasaran tarif tertentu, misalnya pembedaan retribusi tempat rekreasi antara anak dan dewasa, Retribusi Parkir antara sepeda motor dan mobil, Retribusi Pasar antara kios dan los, dan Retribusi Sampah antara rumah tangga dan industri. Besarnya tarif dapat dinyatakan dalam rupiah per unit tingkat pengunaan jasa129.

Tarif retribusi ditinjau kembali secara berkala dengan

memperhatikan prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi. Kewenangan daerah untuk meninjau kembali tarif retribusi secara berkala dan jangka waktu penerapan tarif tersebut, dimaksudkan untuk mengantisipasi perkembangan perekonomian daerah berkaitan dengan objek retribusi yang bersangkutan. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 ditetapkan bahwa tarif retribusi ditinjau kembali paling lama lima tahun sekali130.

3. Prinsip dan Sasaran Penetapan Tarif Retribusi Daerah

Tarif Retribusi Daerah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah dengan memperhatikan prinsip dan sasaran penetapan tarif yang berbeda antargolongan Retribusi Daerah. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Pasal 21 dan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001, Pasal 8 s/d 10 prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi daerah ditentukan sebagai berikut:

a. Tarif retribusi jasa umum ditetapkan berdasarkan kebijakan daerah dengan mempertimbangkan biaya penyediaan jasa yang

128 Ibid. hal. 448-449. 129 Ibid. hal. 449. 130 Ibid.

Page 90: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Retribusi Daerah….. 83

bersangkutan, kemampuan masyarakat, dan aspek keadilan. Penetapan tarif retribusi jasa umum pada dasarnya disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai jenis-jenis retribusi yang berhubungan dengan kepentingan nasional. Di samping itu, tetap memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat. Dengan ketentuan ini, daerah mempunyai kewenangan untuk menetapkan prinsip dan sasaran yang dicapai dalam menetapkan tarif retribusi jasa umum, seperti untuk menutup sebagian atau sama dengan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan dan membantu golongan masyarakat kurang mampu sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan. Dengan demikian, prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi jasa umum dapat berbeda menurut jenis pelayanan dalam jasa yang bersangkutan dan golongan pengguna jasa. Sebagai contoh dapat dilihat berikut ini: 1. Tarif Retribusi Persampahan untuk golongan masyarakat mampu

dapat ditetapkan sedemikian rupa sehingga dapat menutupi biaya pengumpulan, transportasi, dan pembuangan sampah. Sedangkan, untuk golongan masyarakat yang kurang mampu tarif ditetapkan lebih rendah.

2. Tarif rawat inap kelas tinggi bagi Retribusi Pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah dapat ditetapkan lebih besar daripada biaya pelayanannya sehingga memungkinkan adanya subsidi silang bagi tarif rawat inap kelas yang lebih rendah.

3. Tarif Retribusi Parkir di tepi jalan umum yang rawan kemacetan dapat ditetapkan lebih tinggi daripada di tepi jalan umum yang kurang rawan kemacetan dengan sasaran mengendalikan tingkat penggunaan jasa parkir sehingga tidak menghalangi kelancaran lalu lintas.

b. Tarif retribusi jasa usaha ditetapkan berdasarkan pada tujuan utama untuk memperoleh keuntungan yang layak, seperti keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis yang beroperasi secara efisien dan berorientasi pada harga pasar. Tarif retribusi jasa usaha ditetapkan oleh Pemerintah Daerah sehingga dapat tercapai keuntungan yang layak, yaitu keuntungan yang dapat dianggap memadai jika jasa yang bersangkutan diselenggarakan oleh swasta.

Page 91: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Retribusi Daerah….. 84

c. Tarif retribusi perizinan tertentu ditetapkan berdasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan. Tarif retribusi perizinan tertentu ditetapkan sedemikian rupa sehingga hasil retribusi dapat menutup sebagian atau seluruh perkiraan biaya yang diperlukan untuk menyediakan jasa yang bersangkutan. Biaya penyelenggaran izin yang bersangkutan meliputi penerbitan dokumen izin, pengawasan di lapangan, penegakan hukum, penatausahaan, dan biaya dampak negatif dari pemberian izin tersebut. Untuk pemberian izin bangunan, misalnya, dapat diperhitungkan biaya pengecekan dan pengukuran lokasi, biaya pemetaan, dan biaya pengawasan. Besarnya Retribusi Daerah yang harus dibayar oleh orang pribadi

atau badan yang menggunakan jasa yang bersangkutan dihitung dari perkalian antara tarif retribusi dan tingkat penggunaan jasa dengan rumus sebagai berikut: 3.3. Dasar Hukum Retribusi Daerah

Setiap jenis retribusi daerah yang diberlakukan

di Indonesia harus berdasarkan dasar hukum yang kuat untuk menjamin kelancaran pengenaan dan pemungutannya. Dewasa ini yang menjadi dasar hukum pemungutan retribusi daerah di Indonesia adalah sebagaimana di bawah ini131:

1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang diundangkan di Jakarta dan mulai berlaku pada tanggal diundangkan, yaitu 23 Mei 1997.

2. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang diundangkan di Jakarta dan mulai berlaku pada tanggal diundangkan, yaitu 20 Desember 2000.

131 Ibid. hal. 40-41.

Retribusi Terutang = Tarif Retribusi X Tingkat Penggunaan Jasa

Page 92: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Retribusi Daerah….. 85

3. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1997 tentang Retribusi Daerah, yang diundangkan di Jakarta dan mulai berlaku pada tanggal diundangkan, yaitu 4 Juli 1997.

4. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah, yang diundangkan di Jakarta dan mulai berlaku pada tanggal diundangkan, yaitu 13 September 2001.

5. Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Dalam Negeri, Keputusan Menteri Keuangan, Peraturan Daerah Provinsi, dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota di bidang retribusi daerah.

3.3.1. Peraturan Daerah tentang Retribusi Daerah Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 mengatur dengan jelas

bahwa untuk dapat dipungut pada suatu daerah, setiap jenis retribusi daerah harus ditetapkan dengan peraturan daerah. Hal ini berarti untuk dapat diterapkan dan dipungut pada suatu daerah provinsi, kabupaten, atau kota, harus terlebih dahulu ditetapkan peraturan daerah tentang retribusi daerah tersebut. Peraturan daerah tentang suatu retribusi daerah diundangkan dalam lembaran daerah yang bersangkutan. Peraturan daerah tentang suatu retribusi daerah tidak dapat berlaku surut dan tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi132.

3.3.2. Isi Peraturan Daerah tentang Retribusi Daerah Peraturan daerah tentang retribusi daerah sekurang-kurangnya

mengatur ketentuan mengenai hal berikut ini133: a. Nama, objek, dan subjek retribusi. b. Golongan retribusi. c. Cara mengukur tingkat penggunaan jasa yang bersangkutan. d. Prinsip yang dianut dalam penetapan struktur dan besarnya tarif

retribusi. Ketentuan ini ditujukan agar Pemerintah Daerah menyatakan kebijakan yang dianut dalam menetapkan tarif retribusi sehingga kebijakan tersebut dapat diketahui oleh masyarakat. Untuk jenis-jenis retribusi yang termasuk dalam

132 Ibid. hal. 452. 133 Ibid. hal. 452-453.

Page 93: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Retribusi Daerah….. 86

golongan retribusi jasa usaha dan retribusi perizinan tertentu yang prinsip tarifnya telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan, peraturan daerah mencantumkan prinsip tersebut. Untuk jenis-jenis retribusi yang termasuk dalam golongan retribusi jasa umum, peraturan daerah harus mencantumkan prinsip penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi sesuai dengan kebijakan daerah.

e. Struktur dan besarnya tarif retribusi. f. Wilayah pemungutan. g. Tata cara pemungutan. Ketentuan ini termasuk mengatur

penentuan cara pembayaran, tempat pembayaran, angsuran, dan penundaan pembayaran.

h. Sanksi administrasi. i. Tata cara penagihan retribusi. j. Tanggal mulai berlakunya retribusi.

Selain ketentuan pokok di atas, peraturan daerah tentang suatu

retribusi daerah dapat mengatur ketentuan mengenai beberapa hal lainnya, sebagaimana di bawah ini134:

a. Masa retribusi. b. Pemberian keringanan, pengurangan, dan pembebasan dalam hal-

hal tertentu atas pokok retribusi dan atau sanksinya. Pengurangan dan keringanan dikaitkan dengan kemampuan wajib retribusi membayar retribusi yang dikenakan kepadanya. Misalnya dalam Retribusi Tempat Rekreasi, pengurangan dan keringanan diberikan untuk orang jompo, orang cacat, dan anak sekolah. Pembebasan retribusi juga dikaitkan dengan fungsi objek retribusi, misalnya pelayanan kesehatan bagi korban bencana alam.

c. Tata cara penghapusan piutang retribusi yang kadaluwarsa.

3.3.3. Sosialisasi Peraturan Daerah tentang Retribusi Daerah Peraturan daerah untuk jenis-jenis retribusi yang tergolong dalam

retribusi perizinan tertentu harus terlebih dahulu disosialisasikan kepada masyarakat sebelum ditetapkan. Ketentuan ini dimaksudkan untuk

134 Ibid. hal. 453.

Page 94: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Retribusi Daerah….. 87

menciptakan pemerintahan yang partisipatif, akuntabel, dan transparan. Pengertian masyarakat, antara lain asosiasi-asosiasi di daerah, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan perguruan tinggi. Ketentuan mengenai tata cara dan mekanisme pelaksanaan sosialisasi peraturan daerah ditetapkan oleh kepala daerah135.

3.3.4. Pengawasan Peraturan Daerah tentang Retribusi Daerah

Dalam rangka pengawasan peraturan daerah yang menetapkan pemungutan retribusi pada suatu daerah, baik jenis retribusi sesuai dengan yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 maupun jenis retribusi lainnya, disampaikan kepada pemerintah (dalam hal ini kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan) paling lama lima belas hari setelah ditetapkan. Penetapan jangka waktu lima belas hari ini telah mempertimbangkan administrasi pengiriman peraturan daerah dari daerah yang tergolong jauh dari Jakarta136.

Jika suatu peraturan daerah tentang retribusi daerah bertentangan

dengan kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, pemerintah (dalam hal ini Menteri Dalam Negeri dengan pertimbangan Menteri Keuangan) dapat membatalkan peraturan daerah dimaksud. Pembatalan peraturan daerah tentang retribusi daerah, dilakukan paling lama satu bulan sejak diterimanya peraturan daerah dimaksud. Penetapan jangka waktu satu bulan ini dilakukan dengan pertimbangan untuk mengurangi dampak negatif dari pembatalan peraturan daerah dimaksud. Ketentuan pengawasan dan pembatalan peraturan daerah tentang retribusi daerah dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku137.

Pembatalan peraturan daerah tersebut berlaku sejak tanggal

ditetapkan. Walaupun pada akhirnya dibatalkan, tetapi terlihat ada jangka waktu pemberlakuan peraturan daerah tersebut (sejak ditetapkan sampai

135 Ibid. hal. 454. 136 Ibid. 137 Ibid. hal. 454-455.

Page 95: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Retribusi Daerah….. 88

dengan diajukan kepada Menteri Dalam Negeri, diperiksa, dan dibatalkan), yang berarti terjadi pemberlakuan pemungutan retribusi daerah yang diatur dalam peraturan daerah tersebut pada daerah bersangkutan. Hal ini berakibat pada saat diberlakukan tentunya akan ada wajib retribusi yang terutang retribusi sehingga harus membayar retribusi yang terutang. Jika wajib retribusi telah membayar retribusi terutang sebelum peraturan daerah dimaksud dibatalkan, ia tidak dapat mengajukan restitusi kepada Pemerintah Daerah yang bersangkutan. Ketentuan ini tampaknya akan merugikan wajib retribusi. Oleh karena itu, sebaiknya untuk menetapkan retribusi daerah, Pemerintah Daerah bersama mengkaji secara cermat dasar pengenaan retribusi dimaksud 138. 3.4. Tatacara Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Daerah

Sesuai Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 Pasal 26

pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan. Artinya seluruh proses kegiatan pemungutan retribusi tidak dapat diserahkan kepada pihak ketiga. Namun, dalam pengertian ini bukan berarti bahwa Pemerintah Daerah tidak boleh bekerja sama dengan pihak ketiga. Dengan sangat selektif dalam proses pemungutan retribusi, Pemerintah Daerah dapat mengajak bekerja sama badan-badan tertentu yang karena profesionalismenya layak dipercaya untuk ikut melaksanakan sebagian tugas pemungutan jenis retribusi tertentu secara lebih efisien. Kegiatan pemungutan retribusi yang tidak dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga adalah kegiatan perhitungan besarnya retribusi yang terutang, pengawasan penyetoran retribusi, dan penagihan retribusi139.

Retribusi dipungut dengan menggunakan Surat Ketetapan

Retribusi Daerah (SKRD) atau dokumen lain yang dipersamakan. SKRD adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan besarnya pokok retribusi. Dokumen lain yang dipersamakan, antara lain, berupa karcis masuk, kupon, dan kartu langganan. Jika wajib retribusi tertentu tidak membayar retribusi tepat pada waktunya atau kurang membayar, ia

138 Ibid. hal. 455. 139 Ibid. hal. 455-456.

Page 96: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Retribusi Daerah….. 89

dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar dua persen setiap bulan dari retribusi terutang yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan Surat Tagihan Retribusi Daerah (STRD). STRD merupakan surat untuk melakukan tagihan retribusi dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda. Tata cara pelaksanaan pemungutan retribusi daerah ditetapkan oleh kepala daerah140.

Pada penjelasan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997,

pungutan retribusi daerah yang berkembang selama ini didasarkan pada Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1957 tentang Peraturan Umum Retribusi Daerah ternyata menunjukkan beberapa kelemahan. Kelemahannya antara lain141:

1. Hasilnya kurang memadai jika dibandingkan dengan biaya penyediaan jasa oleh daerah;

2. Biaya pemungutannya relatif tinggi; 3. Kurang kuatnya prinsip dasar retribusi terutama dalam hal

pengenaan, penetapan, struktur, dan besarnya tarif retribusi; 4. Adanya beberapa jenis retribusi yang pada hakikatnya bersifat

pajak karena pemungutannya tidak dikaitkan secara langsung dengan pelayanan Pemerintah Daerah kepada pembayar retribusi;

5. Adanya jenis retribusi perizinan yang tidak efektif dalam usaha untuk melindungi kepentingan umum dan kelestarian lingkungan; dan

6. Adanya jenis retribusi yang mempunyai dasar pengenaan atau objek yang sama. Hal ini membuat jenis-jenis retribusi perlu diklasifikasikan dengan

kriteria tertentu agar memudahkan penerapan prinsip dasar retribusi sehingga mencerminkan hubungan yang jelas antara tarif retribusi dengan pelayanan yang diberikan Pemerintah Daerah. Dalam rangka penyederhanaan jenis retribusi, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 menetapkan secara tegas golongan/jenis Retribusi Daerah yang dapat dipungut oleh daerah. Penyederhanaan tersebut diharapkan dapat

140 Ibid. hal. 456. 141 Ibid. hal. 47-48.

Page 97: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Retribusi Daerah….. 90

meningkatkan penerimaan daerah dari sumber Retribusi Daerah mengingat penetapan retribusi yang dapat dipungut daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 didasarkan, antara lain pada potensinya yang cukup besar142.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 menetapkan retribusi

daerah ke dalam tiga golongan, yaitu retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu. Penggolongan ini didasarkan pada jasa yang diberikan oleh Pemerintah Daerah yang menjadi objek retribusi. Meskipun tidak semua jasa yang diberikan oleh Pemerintah Daerah dapat dipungut retribusinya, tetapi hanya jenis-jenis jasa tertentu yang menurut pertimbangan sosial ekonomi layak untuk dijadikan objek retribusi 143.

Untuk menjamin hak wajib retribusi dalam mempertahankan

haknya, wajib retribusi diberi hak untuk mengajukan keberatan atas penetapan retribusi yang dilakukan oleh kepala daerah. Selain itu, wajib retribusi diberikan hak untuk mendapatkan pengembalian apabila ternyata terdapat kelebihan pembayaran retribusi. Hal ini adalah hak yang semula tidak diatur dalam Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1957144.

Di sisi lain diatur pula kewenangan kepala daerah untuk

melakukan pemeriksaan terhadap wajib retribusi dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan retribusi daerah. Hal ini dimaksudkan agar kepala daerah mengetahui apakah wajib retribusi telah memenuhi kewajiban dengan benar. Selain itu, juga diatur ketentuan pidana terhadap wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan daerah. Untuk mengetahui ada tidaknya tindak pidana di bidang retribusi daerah, kepala daerah dapat menunjuk pejabat tertentu untuk melakukan penyidikan terhadap wajib retribusi. Ketiga hal ini semula tidak diatur dalam Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1957145.

142 Ibid. hal. 48. 143 Ibid. 144 Ibid. 145 Ibid. hal. 49.

Page 98: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Retribusi Daerah….. 91

Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tidak banyak mengubah ketentuan tentang retribusi daerah dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997. Beberapa hal yang diubah antara lain mempertegas kriteria penetapan jenis/golongan retribusi, pemberian kewenangan kepada daerah untuk menentukan jenis retribusi selain yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, dan memberikan sebagian hasil retribusi tertentu daerah kabupaten kepada desa. Hal lainnya adalah penegasan tentang tata cara pengesahan peraturan daerah tentang retribusi daerah yang dibuat oleh suatu daerah provinsi atau kabupaten/kota. Dengan demikian, sebagian besar ketentuan retribusi daerah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tetap diberlakukan dalam pengenaan dan pemungutan retribusi daerah.

3.4.1. Keberatan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997, Pasal 28 menentukan

bahwa wajib retribusi tertentu dapat mengajukan keberatan hanya kepada kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk atas SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama dua bulan sejak tanggal SKRD diterbitkan, kecuali wajib retribusi tertentu dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya. Keadaan diluar kekuasaannya adalah suatu keadaan yang terjadi diluar kehendak/kekuasaan wajib retribusi, misalnya karena wajib retribusi sakit atau terkena musibah bencana alam.

Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar

retribusi dan pelaksanaan penagihan retribusi. Kepala daerah dalam jangka waktu paling lama enam bulan sejak tanggal surat keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan. Hal ini mencerminkan adanya kepastian hukum bagi wajib retribusi, bahwa keberatan yang diajukan harus diberi keputusan oleh kepala daerah dalam jangka waktu paling lama enam bulan sejak surat keberatan diterima. Keputusan kepala daerah atas keberatan dapat berupa

Page 99: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Retribusi Daerah….. 92

menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya retribusi yang terutang146.

Apabila jangka waktu yang ditentukan telah lewat dan kepala

daerah tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan. Hal ini memberi suatu kepastian hukum kepada wajib retribusi bahwa dalam jangka waktu paling lama enam bulan sejak surat keberatan diterima harus sudah ada keputusan. Di sisi lain, kepada kepala daerah diberi semacam "hukuman" apabila tidak menyelesaikan tugasnya dalam batas waktu yang ditentukan147.

3.4.2. Pengembalian Kelebihan Pembayaran Proses pengenaan dan pemungutan retribusi daerah

memungkinkan terjadi kelebihan pembayaran retribusi daerah, apabila ternyata wajib retribusi membayar retribusi tetapi sebenarnya tidak ada retribusi yang terutang, dikabulkannya permohonan keberatan wajib retribusi sementara wajib retribusi telah melunasi retribusi tersebut, ataupun sebab lainnya. Dalam hal demikian, kelebihan pembayaran retribusi daerah yang telah dilakukan oleh wajib retribusi tidak hilang, melainkan tetap menjadi hak wajib retribusi. Apabila diinginkan, wajib retribusi dapat meminta kelebihan pembayaran retribusi tersebut dikembalikan kepadanya.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997, Pasal 30 mengatur bahwa

atas kelebihan pembayaran suatu retribusi daerah, wajib retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada kepala daerah. Kepala daerah dalam jangka waktu paling lama enam bulan sejak diterimanya permohonan kelebihan pembayaran retribusi harus memberikan keputusan. Sebelum memberikan keputusan dalam hal kelebihan pembayaran retribusi kepala daerah harus melakukan pemeriksaan terlebih dahulu. Apabila jangka waktu pemberian keputusan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi telah dilampaui dan kepala daerah tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian pembayaran retribusi dianggap

146 Ibid. hal. 457. 147 Ibid.

Page 100: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Retribusi Daerah….. 93

dikabulkan dan Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar (SKRDLB) harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama satu bulan148.

Jika wajib retribusi mempunyai utang retribusi lainnya, kelebihan

pembayaran retribusi langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang retribusi tersebut. Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi dilakukan dalam jangka waktu paling lama dua bulan sejak diterbitkannya Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar (SKRDLB), yaitu surat ketetapan retribusi yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar daripada retribusi yang terutang atau seharusnya terutang. Apabila pengembalian kelebihan pembayaran retribusi dilakukan setelah lewat jangka waktu dua bulan, kepala daerah memberikan imbalan bunga sebesar dua persen sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran retribusi. Besarnya imbalan bunga atas keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi dihitung dari batas waktu dua bulan sejak diterbitkannya SKRDLB sampai dengan saat dilakukannya pembayaran kelebihan pembayaran retribusi. Tatacara pengembalian pembayaran retribusi diatur dengan peraturan daerah149.

3.4.3. Kadaluwarsa Penagihan Retribusi Daerah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997, Pasal 32 menentukan

bahwa hak untuk melakukan penagihan retribusi kadaluwarsa setelah melampui jangka waktu tiga tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali wajib retribusi melakukan tindak pidana di bidang retribusi. Saat kadaluwarsa penagihan retribusi ini perlu ditetapkan untuk memberi kepastian hukum kapan utang retribusi tersebut tidak dapat ditagih lagi. Walaupun demikian, dalam hal tertentu mungkin saja terjadi penangguhan kadaluwarsa penagihan retribusi. Kadaluwarsa penagihan retribusi tertangguh apabila terpenuhi keadaan di bawah ini: 150

a. Diterbitkan surat teguran. Dalam hal diterbitkan surat teguran, kadaluwarsa penagihan retribusi dihitung sejak tanggal penyampaian surat teguran tersebut.

148 Ibid. hal. 458. 149 Ibid. 150 Ibid. hal. 459.

Page 101: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Retribusi Daerah….. 94

b. Ada pengakuan utang retribusi dari wajib retribusi baik langsung maupun tidak langsung. Pengakuan utang retribusi secara langsung maksudnya adalah wajib retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang retribusi dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah. Sedangkan itu, pengakuan utang retribusi secara tidak langsung adalah wajib retribusi tidak secara nyata-nyata langsung menyatakan, bahwa ia mengakui mempunyai utang retribusi kepada Pemerintah Daerah. Hanya saja, karena wajib retribusi melakukan upaya hukum yang diatur dalam undang-undang dan peraturan daerah tentang retribusi daerah, sebenarnya wajib retribusi telah mengakui memiliki utang retribusi. Misalnya wajib retribusi mengajukan permohonan angsuran/penundaan pembayaran atau wajib retribusi mengajukan permohonan keberatan. Pengajuan permohonan ini hanya dapat dilakukan oleh wajib retribusi yang memiliki utang retribusi, karenanya dengan pengajuan permohonan tersebut wajib retribusi telah terlebih dahulu mengakui adanya utang retribusi, walaupun tidak secara langsung menyatakan bahwa ia masih memiliki utang retribusi.

3.4.4. Penghapusan Piutang Retribusi Daerah Piutang Retribusi Daerah yang tidak mungkin ditagih lagi karena

hak untuk melakukan penagihan retribusi sudah kadaluwarsa dapat dihapuskan. Pedoman tata cara penghapusan piutang retribusi daerah yang kadaluwarsa diatur dengan Peraturan Pemerintah, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 Pasal 14. Tata cara penghapusan piutang retribusi daerah yang ditetapkan dalam peraturan Pemerintah tersebut adalah sebagaimana tertera di bawah ini:

a. Piutang retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kadaluwarsa dapat dihapuskan.

b. Gubernur menetapkan keputusan penghapusan piutang retribusi daerah provinsi yang sudah kadaluwarsa.

c. Bupati/walikota menetapkan keputusan penghapusan piutang Retribusi Daerah kabupaten/kota yang sudah kedaluwarsa.

d. Tata cara penghapusan piutang retribusi yang sudah kedaluwarsa diatur dengan peraturan daerah.

Page 102: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Retribusi Daerah….. 95

3.4.5. Pemeriksaan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997, Pasal 35 menetapkan

bahwa kepala daerah berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan retribusi daerah. Pemeriksaan retribusi daerah adalah suatu proses yang diperlukan dalam pemungutan retribusi untuk membuktikan kebenaran pelaksanaan kewajiban retribusi yang diatur oleh undang-undang. Pemeriksaan dilakukan dalam rangka pengawasan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi daerah atau tujuan lain dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan retribusi daerah 151.

Pemeriksaan retribusi daerah menghendaki kerja sama yang baik

dari wajib retribusi yang diperiksa. Oleh karena itu, wajib retribusi yang diperiksa wajib152:

1. Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengan objek retribusi yang terutang;

2. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dianggap perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan, termasuk memberikan kesempatan kepada petugas untuk melakukan pemeriksaan kas; dan

3. Memberikan keterangan yang diperlukan. Apabila wajib retribusi tidak dapat memenuhi kewajibannya yang

berkaitan dengan pemeriksaan retribusi, dikenakan penetapan secara jabatan. Hal ini diatur untuk memberikan kepastian kepada fiskus, untuk melaksanakan tugasnya dan menghindarkan wajib retribusi dari keinginan untuk menghalangi jalannya pemeriksaan153.

151 Ibid. hal. 460-461. 152 Ibid. hal. 461. 153 Ibid.

Page 103: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Retribusi Daerah….. 96

3.4.6. Pembagian Hasil Retribusi Daerah Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, Pasal 18 ayat (5 dan 6)

menentukan bahwa hasil penerimaan jenis retribusi tertentu daerah kabupaten sebagian diperuntukkan kepada desa. Ketentuan ini mengatur bahwa hanya jenis retribusi ketentuan daerah kabupaten, sebagian diperuntukkan kepada desa yang terlibat langsung dalam pemberian pelayanan, seperti Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Retribusi Akta Catatan Sipil. Bagian desa ditetapkan lebih lanjut dengan peraturan daerah kabupaten dengan memperhatikan aspek keterlibatan desa dalam penyediaan layanan tersebut. Penggunaan bagian desa ditetapkan sepenuhnya oleh desa. Mengingat penyediaan jasa yang dikenakan retribusi membutuhkan biaya penyelenggaraan, maka sebagian penerimaan dari retribusi digunakan untuk membiayai kegiatan yang berkaitan dengan retribusi tersebut oleh instansi yang bersangkutan. Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan penerimaan retribusi untuk membiayai kegiatan yang berkaitan dengan retribusi tersebut ditetapkan dengan peraturan daerah154. 3.5. Ketentuan Pidana dan Penyidikan

3.5.1. Ketentuan Pidana Pemungutan retribusi daerah dapat berlangsung dengan baik

apabila wajib retribusi dengan penuh tanggung jawab melaksanakan semua kewajibannya di bidang retribusi daerah dengan benar. Hanya saja kondisi ideal ini tidak sepenuhnya dapat tercapai apabila wajib retribusi karena kealpaan atau kesengajaannya tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana mestinya. Untuk mencegah agar hal ini tidak terjadi, maka dalam proses pengenaan dan pemungutan retribusi daerah perlu diatur ketentuan pidana yang akan memberikan sanksi pidana bagi wajib retribusi yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan peraturan retribusi daerah155.

154 Ibid. hal. 461-462. 155 Ibid. hal. 462.

Page 104: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Retribusi Daerah….. 97

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 Pasal 39 menentukan bahwa wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajiban sehingga merugikan keuangan daerah diancam pidana kurungan paling lama enam bulan atau denda paling banyak empat kali jumlah retribusi yang terutang. Pengajuan tuntutan ke pengadilan pidana terhadap wajib retribusi dilakukan dengan penuh kearifan serta memperhatikan kemampuan wajib retribusi dan besarnya retribusi daerah terutang yang mengakibatkan kerugian keuangan daerah156.

Paksaan dalam retribusi daerah tetap merupakan paksaan eko-

nomis, yaitu siapa yang ingin menggunakan jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah, harus membayar retribusi sesuai dengan ketentuan. Hal ini membuat pengajuan tuntutan ke pengadilan pidana terhadap wajib retribusi yang melakukan tindak pidana di bidang retribusi daerah dilakukan dengan penuh kearifan. Ketentuan pidana ini sebenarnya dibuat untuk mengantisipasi perkembangan pemungutan retribusi daerah yang berlangsung pada suatu provinsi, kabupaten, atau kota, di mana apabila ternyata retribusi yang terutang relatif besar jumlahnya dan wajib retribusi berusaha melakukan tindak pidana untuk memperkecil retribusi atau bahkan menghindarkan diri dari kewajiban untuk membayar retribusi tersebut157.

3.5.2. Penyidikan Dalam pelaksanaan pengenaan dan pemungutan retribusi daerah

sangat mungkin terjadi tindak pidana di bidang retribusi daerah. Hanya saja terjadinya tindak pidana tersebut tidak akan begitu saja diketahui, melainkan harus diselidiki oleh pejabat yang berwenang. Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 secara tegas memasukkan penyidikan sebagai salah satu pasal yang harus dilaksanakan158.

Pasal 42 menentukan bahwa pejabat pegawai negeri sipil tertentu

di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai

156 Ibid. hal. 462-463. 157 Ibid. hal. 463. 158 Ibid. hal. 464.

Page 105: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Retribusi Daerah….. 98

penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku. Penyidik di bidang retribusi daerah adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penyidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah dilaksanakan menurut ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.

Dalam melaksanakan tugasnya, penyidik memiliki wewenang

untuk melakukan berbagai tindakan yang dipandang perlu untuk menemukan tindak pidana di bidang retribusi daerah, yaitu159:

1. Menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang retribusi daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;

2. Meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana retribusi daerah;

3. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah;

4. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang retribusi daerah;

5. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;

6. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah;

7. Menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang serta atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada angka 5;

159 Ibid. hal. 464-465.

Page 106: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Retribusi Daerah….. 99

8. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana retribusi daerah;

9. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

10. Menghentikan penyidikan; dan 11. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran

penyidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah menurut hukum yang bertanggung jawab.

Penyidik memberitahukan dimulainya penyidikan dan me-

nyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum melalui penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia (penyidik POLRI), sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku. Hal ini perlu diatur karena dalam hukum Indonesia penyidik PNS bertanggung jawab kepada penyidik POLRI yang akan memproses lebih lanjut hasil penyidikan yang dilakukan oleh penyidik PNS sampai pada tahap menyerahkan kepada pihak kejaksaan yang akan melakukan penuntutan pada sidang pengadilan160.

160 Ibid. hal. 465-466.

Page 107: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Otonomi Daerah….. 100

BAB IV

OTONOMI DAERAH 4.1. Pengertian Otonomi Daerah

enerapan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia adalah melalui pembentukan daerah-daerah otonom. Istilah otonomi sendiri berasal dari dua kata bahasa Yunani, yaitu autos (sendiri), dan nomos (peraturan) atau ‘undang-undang’. Oleh karena itu, otonomi berarti peraturan sendiri atau undang-undang sendiri, yang selanjutnya berkembang menjadi pemerintahan sendiri161.

Dalam terminologi ilmu pemerintahan dan hukum administrasi

negara, kata otonomi ini sering dihubungkan dengan otonomi daerah dan daerah otonom. Oleh karena itu, akan dibahas pengertian otonomi, otonomi daerah dan daerah otonom.

Otonomi diartikan sebagai pemerintahan sendiri162, dan diartikan

sebagai kebebasan atas kemandirian, bukan kemerdekaan163, sedangkan otonomi daerah sendiri memiliki beberapa pengertian, yaitu:

1. Kebebasan untuk memelihara dan memajukan kepentingan khusus sedaerah dengan keuangan sendiri, menentukan hukum sendiri, dan pemerintahan sendiri164;

2. Pendewasaan politik rakyat lokal dan proses mensejahterakan rakyat165;

161 Dharma Setyawan Salam, 2004, Otonomi Daerah dalam Perspektif Lingkungan,

Nilai dan Sumber Daya, Cetakan Keempat, Penerbit Djambatan, Jakarta, hal. 88. 162 Mushnun, 1978: 16 dalam Dharma Setyawan Salam, 2004, Ibid. 163 Ateng Syafrudin, 1985, Pasang Surut Otonomi Daerah, Binacipta, Bandung, hal.

23. 164 UU No. 5 Tahun 1974. 165 J. Wajong, 1975, Administrasi Keuangan Daerah, Ichtiar, Jakarta, hal. 74-87.

Page 108: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Otonomi Daerah….. 101

3. Adanya pemerintahan lebih atas memberikan atau menyerahkan sebagian urusan rumah tangganya kepada pemerintah bawahannya. Sebaliknya pemerintah bawahan yang menerima sebagian urusan tersebut telah mampu melaksanakan urusan tersebut166;

4. Pemberian hak, wewenang, dan kewajiban kepada daerah memungkinkan daerah tersebut dapat mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan167. Demikian juga daerah otonom memiliki beberapa pengertian,

sebagai berikut: 1. Daerah yang mempunyai kehidupan sendiri yang tidak bergantung

pada satuan organisasi lain168; 2. Daerah yang mengemban misi tertentu, yaitu dalam rangka

meningkatkan keefektifan dan efisiensi penyelenggaraan pemerintah di daerah di mana untuk melaksanakan tugas dan kewajiban itu daerah diberi hak dan wewenang tertentu169;

3. Daerah yang memiliki atribut, mempunyai urusan tertentu (urusan rumah tangga daerah) yang diserahkan oleh Pemerintah Pusat; urusan rumah tangga itu diatur dan diurus atas inisiatif dan kebijakan daerah itu sendiri; memiliki aparat sendiri yang terpisah dari Pemerintah Pusat; memiliki sumber keuangan sendiri170.

166 Thoha, 1985, hal 27 dalam Dharma Setyawan Salam, 2004, Op.Cit, hal. 89. 167 Johanes Fernandez, 1992, Mencari Bentuk Otonomi Daerah dan Upaya Memacu

Pembangunan Regional di Masa Depan, dalam Jurnal Ilmu-ilmu Sosial (JIIS), No. 2, Kerjasama PAU-ISUI dengan PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal. 27.

168 The Liang Gie, 1968, Pertumbuhan Pemerintahan Daerah di Negara Republik Indonesia, Jilid II. Liberty. Yogyakarta, hal. 58.

169 Josef Riwu Kaho, 1982, Analisa Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia, Bina Aksara, Jakarta, hal. 7.

170 Sujamto, 1991, hal. 88, dalam Dharma Setyawan Salam, 2004, Op.Cit, hal. 89.

Page 109: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Otonomi Daerah….. 102

Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat, sesuai dengan peraturan perundang-undangan171.

Sedangkan daerah otonom, adalah kesatuan masyarakat hukum

yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia172.

Pemerintah Daerah dengan otonomi adalah proses peralihan dari

sistem dekonsentrasi ke sistem desentralisasi. Otonomi adalah penye-rahan urusan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah yang bersifat operasional dalam rangka sistem birokrasi pemerintahan. Tujuan otonomi adalah mencapai efisiensi dan efektivitas dalam pelayanan kepada masyarakat173.

Dari beberapa pengertian tentang otonomi, otonomi daerah, dan

daerah otonom di atas, disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:174 1. Tujuan yang hendak dicapai dalam pemberian otonomi kepada

daerah adalah meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan, di mana pelimpahan kewenangan oleh Pemerintah Pusat kepada daerah mengandung konsekuensi yang berupa hak, wewenang, dan kewajiban bagi rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal ini daerah benar-benar dituntut agar mandiri dalam arti dapat menunjukkan kemampuannya sehingga secara berangsur-angsur semakin kecil ketergantungannya kepada Pemerintah Pusat;

171 HAW Widjaja, 2002, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, PT. RajaGrafindo

Persada, Jakarta, hal. 76. 172 Ibid. 173 Ibid. 174 Dharma Setyawan Salam, 2004, Op.Cit, hal. 89-90.

Page 110: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Otonomi Daerah….. 103

2. Dalam penyerahan otonomi kepada daerah, harus dilihat kemampuan riil daerah tersebut atau dengan kata lain setiap penambahan urusan kepada daerah (pengembangan otonomi daerah secara horizontal) harus mampu memperhitungkan sumber-sumber pembiayaan atau kemampuan riil daerah;

3. Bahwa dalam mengatur dan menyelenggarakan urusan rumah tangga daerah, pada prinsipnya daerah harus mampu membiayai sendiri kebutuhannya dengan mengandalkan kemampuan sendiri atau mengurangi ketergantungan kepada Pemerintah Pusat;

4. Pada dasarnya otonomi daerah adalah urusan-urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah untuk diselenggarakan menjadi urusan rumah tangga daerah;

5. Bahwa desentralisasi merupakan suatu sistem pemerintahan di mana urusan-urusan Pemerintah Pusat diserahkan penyelenggaraannya kepada satuan-satuan organisasi pemerintahan di daerah-daerah yang disebut daerah otonom. Tujuan yang hendak dicapai dalam penyerahan urusan ini adalah

antara lain; menumbuhkembangkan daerah dalam berbagai bidang, meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, menumbuhkan kemandirian daerah dan meningkatkan daya saing daerah dalam proses pertumbuhan. Sejalan dengan penyerahan urusan, apabila urusan tersebut akan menjadi beban daerah, maka akan dilaksanakan melalui asas medebewind atau asas pembantuan. Proses dari sentralisasi ke desentralisasi ini pada dasarnya tidak semata-mata desentralisasi administratif, tetapi juga bidang politik dan sosial budaya175.

Dengan demikian dampak pemberian otonomi ini tidak hanya

terjadi pada organisasi/administratif lembaga pemerintahan daerah s aja, akan tetapi berlaku juga pada masyarakat (publik), badan atau lembaga swasta dalam berbagai bidang. Dengan otonomi ini terbuka kesempatan bagi Pemerintah Daerah secara langsung membangun kemitraan dengan

175 HAW Widjaja, 2002, Op.Cit, hal. 76.

Page 111: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Otonomi Daerah….. 104

publik dan pihak swasta daerah yang bersangkutan dalam berbagai bidang pula176. 4.2. Kedudukan Otonomi Daerah

Sejarah perkembangan pemerintahan di Indonesia tidak terlepas

dari sejarah berdirinya Republik Indonesia. Belanda yang menjajah Indonesia telah banyak mempengaruhi budaya, sistem hukum, sistem politik, dan sistem ketatanegaraan Indonesia. Sedangkan Belanda sendiri mendapat pengaruh kuat dari sistem politik, sistem hukum dan sistem ketatanegaraan Prancis karena bangsa Prancis dalam beberapa tahun telah menjajah bangsa Belanda177.

Alderfer menyatakan bahwa Pemerintah Daerah di Indonesia

berdasarkan sistem tradisional yang sangat dipengaruhi oleh sistem Prancis, akibat terlalu lama dijajah Belanda, yang dahulunya merupakan wilayah bagian kekaisaran Prancis, terutama di bawah penguasaan Gubernur Jenderal Daendels178.

Salah satu persamaan sistem feodalisme di Prancis dan

di Pulau Jawa (Indonesia pada umumnya) adalah sistem apanage yang memberikan kewajiban-kewajiban tertentu para pejabat lokal kepada raja, atau para petani penggarap kepada para pejabat lokal. Oleh karena itu, dalam sistem feodalisme di daerah-daerah Indonesia dikenal istilah tanah lungguh, tanah bengkok, tanah garapan179.

Keterikatan pejabat-pejabat lokal kepada tanah lungguh atau

apanage menyebabkan kesetiaan mutlak para pejabat lokal harus diserahkan kepada raja atau sultan karena raja (pemilik tanah-tanah itu) menggaji para pejabat lokal dengan tanah-tanah apanage tersebut. Karena pejabat lokal, umumnya kerabat raja, tidak dapat menggarap tanah-tanah

176 Ibid, hal. 76-77. 177 Dharma Setyawan Salam, 2004, Op.Cit, hal. 90-91. 178 Harold F Alderfer, 1964, Local Government in Developing Countries, Mc Graw-

Hill Book Company. New York, hal 83-84. 179 Dharma Setyawan Salam, 2004, Op.Cit, hal. 91.

Page 112: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Otonomi Daerah….. 105

apanage, maka mereka menyerahkan tanah itu kepada rakyat untuk digarap dengan imbalan menyerahkan sebagian hasil panen dan kewajiban kerja rodi (panen). Sistem ini disebarluaskan dan dilembagakan Belanda di luar Jawa180.

Dengan demikian sejarah Pemerintah Daerah di Indonesia selalu

terikat pada kepentingan Pemerintah Pusat (raja). Pemerintah Daerah di Indonesia tidak mengenal budaya legislatif. Segala sesuatu terpusat pada raja. Oleh karena itu, sejarah pemerintahan di Indonesia dan daerah (khususnya) membuktikan bahwa terjadinya penyelewengan, penyalahgunaan kekuasaan, kepincangan-kepincangan diakibatkan oleh terlalu dominannya eksekutif (kekuasaan raja, Pemerintah Pusat). Salah satu cara menghindari penyelewengan, penyalahgunaan kekuasaan, dan kepincangan-kepincangan dalam penyelenggaraan negara adalah pemberian otonomi kepada daerah181.

Ada beberapa implikasi dari kedudukan Pemerintah Daerah sebagai

daerah otonom dan daerah administratif, yaitu:182 1. Pemerintah Daerah sebagai pembantu dan perpanjangan tangan

dari Pemerintah Pusat. 2. Hubungan antara Pemerintah Pusat dan daerah bersifat subordinal,

bukan kemitraan. 3. Peranan dan posisi Pemerintah Daerah kabupaten/kota menjadi

lemah karena terjadi tarik-menarik kekuasaan, terutama dalam menghimpun sumber daya yang maksimal. Tiga implikasi dari kedudukan pemerintah di atas menyebabkan hal-

hal berikut183: 1. Pengertian otonomi daerah lebih merupakan kewajiban daripada

hak. Hal ini tentu tidak lazim dan tidak tepat dalam konteks makna dan tujuan pemberian otonomi kepada daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi teritorial. Pemberian otonomi kepada daerah

180 Ibid, hal. 91. 181 Ibid, hal. 91-92. 182 Ibid, hal. 93-94. 183 Ibid, hal. 94.

Page 113: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Otonomi Daerah….. 106

tidak hanya mengandung unsur administrasi birokrasi, tetapi juga mengandung unsur politik.

2. Pengertian kewajiban sebagai manifestasi pengertian pemberian otonomi daerah sebagai hak dan wewenang yang diberikan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya dengan konsekuensi Pemerintah Daerah berkewajiban untuk mempertanggungjawabkannya. Apabila persepsi tentang makna otonomi daerah sebagai kewajiban dipandang tepat, maka kedudukan Pemerintah Daerah hanya sebagai penerima kewajiban yang berhak memperoleh imbalan. Pemerintah Daerah akan selalu bergantung terus kepada Pemerintah Pusat.

3. Hambatan utama terlaksananya pemberian otonomi daerah terkesan sangat kuat oleh kecenderungan sikap ego sentralistik dari para pelaku birokrasi dan elit yang mempunyai akses lebih dominan terhadap sumber daya dibanding penentu kebijakan baik di tingkat pusat maupun di daerah propinsi. Prinsip kedua, berdasarkan ketentuan UUD 1945 Pasal 18 yang

mengatur Pemerintah Daerah, daerah Indonesia tidak bersifat staat; Wilayah Indonesia dibagi dalam bentuk daerah yang dapat berupa daerah otonom dan atau bersifat administratif.

Dalam Pasal 18 maupun penjelasannya tidak secara tegas

ditentukan jumlah daerah otonom sehingga memberi keleluasaan kepada pembuat undang-undang untuk merumuskan, menentukan, dan memutuskan hal-hal berikut:184

1. Banyaknya tingkat daerah otonom yang akan dibentuk dan disusun; 2. Prinsip otonomi daerah yang akan dianut; 3. Titik berat otonomi daerah akan diletakkan; 4. Imbangan kedudukan antara asas desentralisasi dan asas

dekonsentrasi; 5. Tata cara penyerahan urusan pemerintahan dari pemerintah atau

daerah tingkat atasnya kepada daerah bawahannya menjadi urusan rumah tangga sendiri.

184 Ibid, hal. 95.

Page 114: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Otonomi Daerah….. 107

Apabila pemahaman Pasal 1 ayat (1)185 digabungkan dengan Pasal 18 beserta penjelasannya, maka dapat dikatakan bahwa Republik Indonesia adalah negara kesatuan yang didesentralisasikan. Dalam negara kesatuan yang didesentralisasikan, Pemerintah Pusat tetap mempunyai hak untuk mengawasi daerah-daerah otonom.

Lubis mengatakan, "yang memegang kekuasaan tertinggi atas

segenap urusan negara ialah Pemerintah Pusat (central government) tanpa adanya gangguan oleh suatu delegasi atau pelimpahan kekuasaan kepada Pemerintah Daerah"186.

Dalam perjalanan penyelenggaraan di Indonesia, ada beberapa

peraturan perundang-undangan sebagai pelaksanaan Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945, yaitu:187

1. Undang-Undang No. 1 Tahun 1945 tentang Kedudukan Komite Nasional Daerah diletakkan pada keresidenan, kota berotonomi, kabupaten, dan daerah-daerah lain yang dianggap perlu oleh Menteri Dalam Negeri. Akibatnya terdapat kesan bahwa keresidenan dianggap lebih tinggi dibanding kabupaten;

2. Undang-Undang No. 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah hanya mengatur tentang pelaksanaan asas desentralisasi, sedangkan daerah-daerah administratif akan dihapus. Prinsip otonomi yang dianut adalah otonomi yang seluas-luasnya dengan tingkat daerah otonom yaitu provinsi, kabupaten (kota besar), dan desa (kota kecil) seperti nagari, marga dan sebagainya yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri;

3. Undang-Undang No. 1 Tahun 1957 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah yang berdasarkan UUD Sementara RI, hanya mengatur pelaksanaan asas desentralisasi. Prinsip otonomi yang dianut adalah otonomi riil dan seluas-luasnya dengan tiga tingkat daerah otonom, yaitu Daerah Tingkat Ke-I termasuk Kota Raya

185 Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik. 186 Lubis, 1975, hal. 16-17 dalam Dharma Setyawan Salam, 2004, Op.Cit. hal. 94. 187 Dharma Seryawan Salam, 2004, Op.Cit. hal. 95-98.

Page 115: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Otonomi Daerah….. 108

Jakarta Raya, Daerah Tingkat Ke-II termasuk Kotapraja, dan Daerah Tingkat ke-III.

Untuk menyempurnakan undang-undang (di antaranya

untuk menyesuaikan Undang-Undang Dasar 1945) ini dikeluarkan beberapa peraturan perundang-undangan lain, yaitu:

a. Undang-Undang No. 4 Tahun 1957 menyebutkan bahwa Pemerintah Daerah terdiri dari Kepala Daerah dan DPRD. Kepala Daerah juga menjadi Ketua DPRD. Ada tiga tingkatan daerah otonom, yaitu Daerah Propinsi, Daerah Tingkat II, dan Daerah Tingkat III;

b. Penpres No. 6 Tahun 1959 mempertegas bahwa Kepala Daerah adalah alat daerah dan pusat. Kepala Daerah tidak bertanggung jawab kepada DPRD dan Kepala Daerah dibantu oleh Badan Pemeriksa Harian (BPH);

c. Penpres No. 5 Tahun 1960, berisi perumusan bahwa DPRD menjadi DPRD-Gotong Royong. Daerah yang belum punya DPRD-GR segera akan diangkat. Kepala Daerahnya sekaligus juga Ketua DPRD-GR. Sekretaris Daerah dipilih dan diangkat oleh DPRD-GR.

4. Undang-Undang No. 18 Tahun 1965 berisi tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah. Undang-undang ini sesuai dengan ketetapan MPRS No. II/MPRS/1960 karena pada waktu itu pemerintah pamong praja telah dihapus berdasarkan Undang-Undang No. 6 Tahun 1959 Jo. Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 1964 disesuaikan pula dengan kegotong-royongan demokrasi terpimpin yang mencakup segala pokok-pokok serta unsur-unsur progresif dari UU No. 22 Tahun 1948, Penpres No. 5 Tahun 1960 Jo. Penpres No. 7 Tahun 1965 dan mewujudkan daerah-daerah yang dapat berswadaya dan berswasembada. Undang-undang ini hanya mengatur pelaksanaan asas desentralisasi dengan tiga tingkatan daerah otonom, propinsi dan atau kotaraya sebagai daerah propinsi, kabupaten dan atas kotamadya sebagai Daerah Tingkat II, dan kecamatan dan atau kotapraja sebagai Daerah Tingkat III;

5. Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, dengan tujuan melancarkan

Page 116: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Otonomi Daerah….. 109

pembangunan dan stabilitas politik serta kesatuan bangsa dan mengatur hubungan yang serasi antara pusat dan daerah atas dasar negara kesatuan. Daerah otonom ada dua, yaitu Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II. Pemerintah Daerah terdiri dari kepala daerah dan DPRD. Fungsi yang telah diserahkan kepada daerah dilaksanakan oleh dinas-dinas, sedangkan fungsi Pemerintah Pusat di daerah dilaksanakan oleh instansi vertikal di Tingkat I maupun di Tingkat II. Penyerahan urusan baik pangkal maupun tambahan ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Penambahan penyerahan urusan disertai dengan perangkat, alat, perlengkapan, dan sumber pembiayaannya. Di samping kelima perundang-undangan di atas, ada sejumlah

peraturan yang berkaitan juga dengan pemerintahan daerah. MPRS melalui TAP MPRS No. XXI/MPRS/1966 mengenai pemberian otonomi seluas-luasnya kepada daerah menugaskan pemerintah dan DPR Gotong Royong untuk meninjau kembali UU No. 18 Tahun 1965. Hasilnya adalah dikeluarkannya UU No. 6 Tahun 1969 tentang Pernyataan Tidak Berlakunya Berbagai Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang, antara lain UU No. 18 Tahun 1965. Setelah TAP MPR No. V/MPR/1973 ditetapkan TAP MPRS No. XXI/MPRS/1966 tentang pemberian otonomi seluas-luasnya tidak berlaku lagi karena materinya sudah terdapat dalam GBHN.

Prinsip ketiga, otonomi yang nyata, dinamis dan bertanggung jawab

dengan pelaksanaan asas desentralisasi dilakukan bersama-sama dengan asas dekonsentrasi. Prinsip yang dikehendaki Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 merupakan koreksi atas prinsip-prinsip sebelumnya terutama yang menyangkut otonomi yang seluas-luasnya karena dianggap dapat membahayakan keutuhan negara kesatuan.

Ada tiga esensi dasar otonomi yang nyata, dinamis, dan bertanggung

jawab menurut UU No. 5 Tahun 1974, yaitu: 1. Otonomi tersebut harus menjamin kestabilan politik dan kesatuan

nasional;

Page 117: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Otonomi Daerah….. 110

2. Harus dapat menjaga hubungan yang harmonis antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah;

3. Harus menjamin pembangunan daerah. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Daerah yang telah dirubah menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 telah meletakkan prinsip-prinsip baru agar penyelenggaraan otonomi daerah lebih sesuai dengan prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan berdasarkan potensi dan keanekaragaman daerah. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 ini memaknai otonomi daerah sebagai pemberian kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah. Kalau dahulu prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab lebih berkonotasi kewajiban daripada hak, maka dalam undang-undang yang baru ini pemberian kewenangan otonomi kepada daerah kabupaten dan daerah kota didasarkan atas desentralisasi dalam mewujudkan otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab.

Otonomi luas berarti daerah memiliki kewenangan untuk

menyelenggarakan semua bidang pemerintahan, kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lainnya yang akan ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Otonomi luas juga diartikan sebagai keleluasaan dalam penyelenggaraan pemerintahan secara utuh dan bulat mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, sampai evaluasi188.

Otonomi nyata diartikan sebagai keleluasaan daerah untuk

menyelenggarakan kewenangan pemerintahan di bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta tumbuh, hidup dan berkembang di daerah. Sedangkan otonomi yang bertanggung jawab berarti perwujudan pertanggungjawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan

188 Ibid.

Page 118: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Otonomi Daerah….. 111

kepada daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi, berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan, dan pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antardaerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia189.

Untuk daerah propinsi sendiri, otonomi diberikan secara terbatas

yang meliputi kewenangan lintas kabupaten dan kota, dan kewenangan yang tidak atau belum dilaksanakan oleh daerah kabupaten dan daerah kota, serta kewenangan bidang pemerintahan tertentu lainnya190.

Prinsip-prinsip pemberian otonomi daerah yang dijadikan pedoman

dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah sebagai berikut: 1. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan

memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman daerah;

2. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab;

3. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan daerah kota, sedangkan otonomi daerah propinsi merupakan otonomi yang terbatas;

4. Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antardaerah;

5. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom, dan karenanya dalam daerah kabupaten dan daerah kota tidak ada lagi wilayah administrasi; Demikian pula di kawasan-kawasan khusus yang dibina oleh pemerintah atau pihak lain, seperti badan otorita, kawasan pelabuhan, kawasan perumahan, kawasan industri, kawasan perkebunan, kawasan pertambangan, kawasan kehutanan,

189 Ibid, hal. 99-100. 190 Ibid, hal. 100.

Page 119: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Otonomi Daerah….. 112

kawasan perkotaan baru, kawasan pariwisata, dan semacamnya berlaku ketentuan peraturan daerah otonom;

6. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah, baik sebagai fungsi legislasi, fungsi pengawas maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan pemerintahan daerah;

7. Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah provinsi dalam kedudukannya sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintahan tertentu yang dilimpahkan kepada gubernur sebagai wakil pemerintah;

8. Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari pemerintah kepada daerah, tetapi juga dari pemerintah dan daerah kepada desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggungjawabkan kepada yang menugasinya.

4.3. Kewenangan Pemerintah Daerah Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang

menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Pasal 10 ayat (3) ditentukan menjadi urusan pemerintah.

Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi

kewenangan daerah, pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan191.

Sebelum kita mengetahui kewenangan yang dimiliki oleh Pemerintah

Daerah, terlebih dahulu kita akan membahas tentang kewenangan atau yang menjadi urusan Pemerintah Pusat.

191 Tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau

desa dari pemerintah provinsi kepada Kabupaten/Kota dan/atau desa serta dari Pemerintah Kabupaten/Kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu, lihat Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Page 120: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Otonomi Daerah….. 113

Urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah Pusat, meliputi:192

a. politik luar negeri; b. pertahanan; c. keamanan; d. yustisi; e. moneter dan fiskal nasional; dan f. agama.

Urusan politik luar negeri di sini dimaksudkan yaitu untuk

mengangkat pejabat diplomatik dan menunjuk warga negara untuk duduk dalam jabatan lembaga internasional, menetapkan kebijakan luar negeri, melakukan perjanjian dengan negara lain, menetapkan kebijakan perdagangan luar negeri, dan sebagainya. Sedangkan urusan pertahanan misalnya mendirikan dan membentuk angkatan bersenjata, menyatakan damai dan perang, menyatakan negara atau sebagian wilayah negara dalam keadaan bahaya, membangun dan mengembangkan sistem pertahanan negara dan persenjataan, menetapkan kebijakan untuk wajib militer, bela negara bagi setiap warga negara dan sebagainya.

Urusan keamanan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat

misalnya mendirikan dan membentuk kepolisian negara Republik Indonesia, menetapkan kebijakan keamanan nasional, menindak setiap orang, kelompok atau organisasi yang kegiatannya mengganggu keamanan negara dan sebagainya. Urusan yustisi yang menjadi kewenangannya, misalnya mendirikan lembaga peradilan, mengangkat hakim dan jaksa, mendirikan lembaga pemasyarakatan, menetapkan kebijakan kehakiman dan keimigrasian, memberikan grasi, amnesti, abolisi, membentuk undang-undang, peraturan pemerintah pengganti undang-undang, peraturan pemerintah, dan peraturan lain yang berskala nasional.

Kewenangan dalam hal urusan moneter dan fiskal nasional adalah

kebijakan makro ekonomi, misalnya mencetak uang dan menentukan nilai

192 Lihat Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah.

Page 121: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Otonomi Daerah….. 114

mata uang, menetapkan kebijakan moneter, mengendalikan peredaran uang dan sebagainya, dan yang terakhir adalah urusan agama, misalnya menetapkan hari libur keagamaan yang berlaku secara nasional, memberikan pengakuan terhadap keberadaan suatu agama, menetapkan kebijakan dalam penyelenggaraan kehidupan keagamaan dan sebagainya. Bagian tertentu urusan pemerintah lainnya yang berskala nasional, tidak diserahkan kepada daerah. Khusus di bidang keagamaan sebagian kegiatannya dapat ditugaskan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah sebagai upaya meningkatkan keikutsertaan Pemerintah Daerah dalam menumbuh-kembangkan kehidupan beragama.

Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, Pemerintah Pusat

menyelenggarakan sendiri atau dapat melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada perangkat Pemerintah Pusat atau wakilnya di daerah atau dapat menugaskan kepada pemerintahan daerah dan/atau pemerintahan desa untuk melaksanakan urusannya.

Dalam urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah

di luar urusan pemerintahan yang telah disebutkan di atas, Pemerintah Pusat dapat:

a. Menyelenggarakan sendiri sebagian urusan pemerintahan; b. Melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada Gubernur

selaku wakil Pemerintah; atau c. Menugaskan sebagian urusan kepada pemerintahan daerah

dan/atau pemerintahan desa berdasarkan asas tugas pembantuan. Pemerintah Pusat dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan

dibagi berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar susunan pemerintahan.

Penyelenggaraan urusan pemerintahan tersebut merupakan

pelaksanaan hubungan kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota atau antarpemerintahan daerah yang saling terkait, tergantung, dan sinergis sebagai satu sistem pemerintahan.

Page 122: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Otonomi Daerah….. 115

Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah, yang diselenggarakan berdasarkan kriteria tersebut, terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib yang berpedoman pada standar pelayanan minimal dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh pemerintah.

Urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah disertai

dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan.

Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah

provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi:193 a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan; b. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; c. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; d. Penyediaan sarana dan prasarana umum; e. Penanganan bidang kesehatan; f. Penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia

potensial; g. Penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota; h. Pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota; i. Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah

termasuk lintas kabupaten/kota; j. Pengendalian lingkungan hidup; k. Pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota; l. Pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; m. Pelayanan administrasi umum pemerintahan; n. Pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas

kabupaten/kota; o. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat

dilaksanakan oleh kabupaten/kota; dan p. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-

undangan.

193 Lihat Pasal 13 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah.

Page 123: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Otonomi Daerah….. 116

Sedangkan urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.

Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk

kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi:194 a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan; b. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; c. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; d. Penyediaan sarana dan prasarana umum; e. Penanganan bidang kesehatan; f. Penyelenggaraan pendidikan; g. Penanggulangan masalah sosial; h. Pelayanan bidang ketenagakerjaan; i. Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah; j. Pengendalian lingkungan hidup; k. Pelayanan pertanahan; l. Pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; m. Pelayanan administrasi umum pemerintahan; n. Pelayanan administrasi penanaman modal; o. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan p. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-

undangan.

Sedangkan yang menjadi urusan pemerintahan kabupaten/kota yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.

194 Lihat Pasal 14, Ibid.

Page 124: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Otonomi Daerah….. 117

4.4. Otonomi Daerah : Pelaksanaan dan Percepatan Proses peralihan dari sistem dekonsentrasi ke sistem desentralisasi

disebut Pemerintah Daerah dengan otonomi. Otonomi adalah penyerahan urusan pemerintah kepada Pemerintah Daerah yang bersifat operasional dalam rangka sistem birokrasi pemerintahan. Tujuan otonomi adalah mencapai efektivitas dan efisiensi dalam pelayanan kepada masyarakat195.

Tujuan yang hendak dicapai dalam penyerahan urusan ini adalah

antara lain menumbuhkembangkan daerah dalam berbagai bidang, meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, menumbuhkan kemandirian daerah dan meningkatkan daya saing daerah dalam proses pertumbuhan. Sejalan dengan penyerahan urusan, apabila urusan tersebut akan menjadi beban daerah, maka akan dilaksanakan melalui asas medebewind atau asas pembantuan. Proses sentralisasi pada dasarnya tidak semata-mata desentralisasi administratif tetapi juga bidang ekonomi dan sosial budaya. Dengan demikian, dampak pemberian otonomi ini tidak hanya terjadi pada organisasi/administratif pemerintahan daerah saja, akan tetapi berlaku pula pada masyarakat (publik) dan badan atau lembaga swasta dalam berbagai bidang. Demikian pula dengan otonomi ini terbuka kesempatan bagi Pemerintah Daerah secara langsung membangun kemitraan dengan publik dan pihak swasta daerah yang bersangkutan dalam berbagai bidang pula196.

Desentralisasi telah lama dianut dalam negara Indonesia. Secara

historis asas desentralisasi itu telah dilaksanakan di zaman Hindia Belanda dengan adanya Undang-Undang Desentralisasi (Decentrakisatie Wet) tahun 1903. Secara empiris asas tersebut selalu diselenggarakan bersama asas sentralisasi. Kedua asas tersebut tidak bersifat dikotomi akan tetapi bersifat kontinum. Dalam penyelenggaraan pemerintahan selama ini terjadi kecenderungan ke arah sentralisasi. Sementara

195 HAW Widjaja, 2002, Op.Cit, hal. 21-22. 196 Ibid, hal. 22.

Page 125: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Otonomi Daerah….. 118

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 berusaha agar terjadi tendensi ke arah desentralisasi.

Berdasarkan pengalaman empiris, desentralisasi mengandung

dua unsur pokok. Unsur yang pertama adalah terbentuknya daerah otonom dan otonomi daerah. Unsur yang kedua adalah penyerahan sejumlah fungsi pemerintahan kepada daerah otonom. Dalam negara kesatuan seperti Indonesia, kedua unsur tersebut dilakukan oleh Pemerintah melalui produk hukum, konstitusi dan melembaga197.

Pembentukan daerah otonom yang secara serentak (simultan)

merupakan kelahiran status otonomi yang didasarkan atas aspirasi dan kondisi obyektif dari masyarakat di daerah/wilayah tertentu sebagai bagian dari bangsa dan wilayah nasional Indonesia. Aspirasi tersebut terwujud dengan diselenggarakannya desentralisasi menjelma menjadi daerah otonom. Oleh karena itu, otonomi daerah adalah sebagai kesatuan masyarakat hukum yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Dengan demikian desentralisasi sebenarnya menjelma otonomi masyarakat setempat untuk memecahkan berbagai masalah dan pemberian layanan yang bersifat lokalitas (daerah setempat) demi kesejahteraan masyarakat yang bersangkutan198.

4.4.1. Pelaksanaan dan Percepatan Otonomi Daerah Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari

pembangunan nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Sebagai daerah otonom, daerah mempunyai kewenangan dan tanggung jawab menyelenggarakan kepentingan masyarakat berdasarkan prinsip keterbukaan, partisipasi masyarakat dan pertanggungjawaban kepada masyarakat.

Upaya untuk melaksanakan otonomi daerah yang telah

digulirkan 1 Januari 2001, yaitu tahun fiskal 2001 adalah merupakan

197 Ibid, hal. 22-23. 198 Ibid, hal. 23.

Page 126: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Otonomi Daerah….. 119

tekad bersama baik aparat yang di Pusat maupun yang di Daerah. Tentu dalam hal ini harus dilaksanakan dengan hati-hati, seksama namun tidak mengurangi jangka waktu yang telah ditetapkan agar mencapai hasil yang maksimal dalam pelaksanaan otonomi daerah199.

a. Konsep Pelaksanaan

Inti dari konsep pelaksanaan otonomi daerah, adalah upaya memaksimalkan pelaksanaan daerah dimulai tahun 2001. Memaksimalkan hasil yang akan dicapai dan sekaligus menghindari kerumitan dan hal-hal yang dapat menghambat pelaksanaan otonomi daerah. Dengan demikian, tuntutan masyarakat dapat terjawab secara nyata dengan penerapan otonomi daerah yang luas dan kelangsungan pelayanan umum tidak diabaikan200. b. Kebijaksanaan dan Strategi Otonomi Daerah

Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Sebagai daerah otonom, daerah mempunyai kewenangan dan tanggung jawab menyelenggarakan kepentingan masyarakat berdasarkan prinsip keterbukaan partisipasi masyarakat dan pertanggungjawaban kepada masyarakat. Untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah diperlukan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab di daerah secara proporsional dan berkeadilan, jauh dari praktek-praktek korupsi, kolusi dan nepotisme serta adanya perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah201.

Upaya untuk melaksanakan otonomi daerah yang telah

dicanangkan pada tanggal 1 Januari 2001, yaitu tahun fiskal 2001 adalah merupakan tekad kita bersama, baik aparat yang di pusat maupun di daerah, tentu dalam hal ini harus dilaksanakan dengan seksama dan hati-hati namun tetap tidak mengurangi

199 Ibid, hal. 8. 200 Ibid, hal. 100. 201 Ibid, hal. 100.

Page 127: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Otonomi Daerah….. 120

pencanangan otonomi daerah, agar mencapai hasil maksimal dalam pelaksanaan otonomi daerah202. c. Percepatan Otonomi Daerah

Percepatan pelaksanaan otonomi daerah sebagai implementasi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah sedang bergulir di daerah. Banyak harapan yang dimungkinkan dari penerapan otonomi daerah, seiring dengan itu tidak sedikit pula masalah, tantangan dan kendala yang dihadapi.

Otonomi daerah sekarang merupakan "fenomena politis" yang

sangat dibutuhkan dalam era globalisasi dan demokratisasi, apalagi jika dikaitkan dengan tantangan masa depan memasuki era perdagangan bebas yang antara lain ditandai dengan tumbuhnya berbagai bentuk kerjasama regional, perubahan pola/sistem informasi global.

Melalui otonomi diharapkan daerah akan lebih mandiri dalam me-

nentukan seluruh kegiatannya dan Pemerintah Pusat diharapkan tidak terlalu aktif mengatur Daerah. Pemerintah Daerah diharap mampu memainkan peranannya dalam membuka peluang memajukan Daerah dengan melakukan identifikasi potensi sumber-sumber pendapatannya dan mampu menetapkan belanja Daerah secara ekonomi wajar, efisien dan efektif termasuk perangkat Daerah meningkatkan kinerja, mempertanggungjawabkan kepada pemerintah atasannya maupun kepada publik.

Perkembangan situasi yang terjadi, perubahan sistem

pemerintahan berupa penerapan otonomi daerah yang telah dimulai 1 Januari 2001, serta organisasi institusi pemerintahan, mengharuskan Pemerintah menyelaraskan semua kegiatan pemerintah sesuai dengan perkembangan di lapangan dengan memperhatikan kapasitas darah

202 Ibid, hal. 100-101.

Page 128: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Otonomi Daerah….. 121

meliputi kapasitas individu, kelembagaan dan sistem yang dimiliki oleh Daerah. 4.5. Strategi Penyelenggaraan Otonomi Daerah

4.5.1. Definisi Strategi Strategi dikatakan sebagai karakteristik yang paling mendasar dan

terpadu dari apa yang ingin dicapai organisasi terhadap nilai-nilai dan sumber daya yang ada dari lingkungannya. Guth mengatakan bahwa strategi mencakup beberapa hal pokok, yaitu:203

1. Prakiraan mengenai kondisi lingkungan serta identifikasi ancaman dan peluang;

2. Perhitungan mengenai kekuatan dan kelemahan organisasi dan wilayah pemasaran produk tertentu;

3. Identifikasi tujuan, sasaran, serta nilai-nilai organisasi yang hendak dicapai;

4. Syarat-syarat untuk memilih suatu strategi tertentu yang dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif. Strategi memiliki beberapa pengertian dan definisi baik secara

harfiah maupun dalam kaitannya dengan bidang-bidang kajian tertentu, misalnya politik, ekonomi, psikologi dan militer. Untuk itu ada beberapa pendapat mengenai pengertian dan definisi strategi.204

Dalam bidang kemiliteran, strategi diartikan sebagai ilmu dan seni

menggunakan kekuatan politik, ekonomi, psikologi, dan militer suatu bangsa atau kelompok bangsa sebagai upaya mendapatkan dukungan maksimal, baik dalam masa perang maupun masa damai.205

Ditinjau dari manajemen strategis, strategi merupakan metode untuk

mencapai tujuan organisasi. Dalam proses manajemen strategis, termasuk langkah-langkah strategi adalah identifikasi, penggunaan alternatif strategis

203 J. Salusu, 1996, Pengambilan Keputusan Strategik untuk Organisasi Publik dan

Organisasi Nonprofit, Penerbit Gramedia, Jakarta, hal. 96. 204 Dharma Setyawan Salam, 2004, Op.Cit, hal. 111. 205 Webster’s Ninth New Collegiate Dictionary, 1990, hal. 1165.

Page 129: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Otonomi Daerah….. 122

dengan kriteria tertentu, dan pemilihan alternatif dan atau kelompok alternatif yang harus menjadi strategi organisasi.206

Strategi juga dipandang sebagai proses menempatkan organisasi

dalam lingkungan kompetitif dan mengimplementasikan tindakan untuk bersaing secara berhasil. Mengembangkan strategi berarti manajer senior memilih sistem tujuan yang mereka yakini untuk mencapai keberhasilan organisasi, mulai dari misi, memilih target untuk lingkungan khusus dan memutuskan bagaimana organisasi itu dapat bersaing.207

Strategi merupakan aktivitas untuk menentukan suatu karakteristik

yang paling mendasar dan bagaimana menemukan keterpaduan dari apa yang dicapai organisasi terhadap nilai-nilai dan sumber daya yang ada di lingkungannya.208

Suatu organisasi seperti halnya organisasi pemerintahan

di daerah kabupaten/kota haruslah berusaha mengembangkan keunggulan komparatif dalam setiap pelayanan terhadap publiknya. Oleh karena itu, proses-proses sehubungan dalam pengkajian dan penerapan strategi-strategi akan sangat bergantung pada siapa yang menjadi pimpinan daerahnya serta kultur dari daerah tersebut. Perubahan di dalam strategi juga akan memerlukan perubahan dalam kultur suatu organisasi serta akan memberikan pengaruh terhadap perubahan-perubahan secara keseluruhan.209

Menurut beberapa pengalaman organisasi-organisasi tertentu, dapat

ditarik pelajaran bahwa tak ada suatu cara pun yang terbaik dalam menggunakan strategi, tidak ada perangkat tujuan yang paling ideal, serta tidak ada kiat atau resep yang dijamin pasti dan terbukti paling efektif dalam menjalankan roda suatu organisasi. Namun, aspek yang penting bagi semua organisasi adalah adanya kesadaran strategis di mana pimpinan organisasi

206 Glenn Bosemann and Arvind Phatak, 1989, Strategy Management: Text and

Cases. Second Ed. John Wiley & Sons, Inc, New York, hal. 11. 207 Dharma Setyawan Salam, 2004, Op.Cit, hal. 111. 208 Ibid, hal. 58. 209 Ibid, hal. 53-54.

Page 130: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Otonomi Daerah….. 123

memahami betul sampai seberapa baiknya sesuatu telah dilakukan oleh organisasi tersebut, mengapa itu harus dilaksanakan serta di mana kita harus mencari peluang dan mengatasi tantangan yang ada. Pimpinan harus pula menghayati dan merasakan bahwa tugas-tugasnya telah dilaksanakan dengan baik.210

Keunggulan komparatif yang dimiliki oleh seorang pimpinan baik

berupa kualitas yang unggul, kekuatan berupa kekuasaan, gaya dan ambisi serta kultur dari organisasi sangat berpengaruh dalam setiap pelaksanaan manajemen strategis. Untuk organisasi sektor publik seperti halnya organisasi pemerintahan daerah kabupaten/kota, ukuran-ukuran kinerja yang efektif merupakan hal yang paling urgen dan relevan saat ini.211

4.5.2. Efektivitas Strategi Penyelenggaraan Otonomi Daerah Dalam mencapai efektivitas penyelenggaraan pemerintahan tidak

hanya tergantung kepada satu strategi tetapi harus tetap mencari strategi-strategi alternatif. Dalam situasi-situasi tertentu, semuanya dapat terbukti efektif, namun dalam situasi-situasi lainnya mungkin saja tidak tepat. Untuk hal tersebut, ada beberapa aspek kunci sehubungan dengan kemampuan organisasi di dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan, nilai-nilai dan sumber daya yang ada.212

Bila dihubungkan dengan konsep Puno dan Farolan213 maka untuk

mendapatkan suatu model organisasi pemerintahan yang efektif dalam menyelenggarakan pelaksanaan otonomi daerah perlu dijelaskan lebih rinci tentang hubungan antara lingkungan, nilai dan sumber daya, yang berpotensi memacu keefektifan organisasi.

Suatu hal yang penting dalam setiap penelitian tentang keefektifan

organisasi adalah tindakan memerinci sifat hubungan antara beberapa rangkaian variabel pokok yang secara bersama-sama mempengaruhi hasil

210 Ibid, hal. 54. 211 Ibid. 212 Ibid, hal. 54-55. 213 Carlito J. Puno and Atty Farolan, 1995, The Corporate Heartbeat Strategy Via EVR

Congruence. Philippine Christian University, Manila, hal. 1.

Page 131: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Otonomi Daerah….. 124

yang diinginkan. Dalam model sistem terbuka, kriteria yang banyak dipakai dalam penentuan keefektifan organisasi adalah lebih menekankan pada dimensi perolehan sumber daya dan kemampuan mengadaptasikan diri terhadap lingkungannya.214

Sedangkan menurut Katz dan Khan215 keefektifan organisasi

bergantung pada sampai seberapa jauh organisasi tersebut dapat memperoleh sumber daya yang diperlukan bagi perkembangan organisasi tersebut dari lingkungannya, dan sampai seberapa jauh barang dan jasa yang dihasilkan diperlukan oleh lingkungannya. Dengan kata lain, keefektifan organisasi bergantung pada sampai seberapa jauh organisasi yang bersangkutan mampu mengelola lingkungan untuk kepentingannya. Sehubungan dengan hal tersebut lebih lanjut Katz dan Khan menyatakan:216

“The most important long-range outcomes of efficiency-generated surpluses are therefore organizational growth and increments in the survival power of the organization. The storage or energy permits the organization to survive its own mistakes and the exigencies of its environment...” Karena itu keefektifan organisasi ditentukan oleh kemampuan

organisasi dalam mengelola dan mendayagunakan lingkungannya terutama dalam hal mengatasi kelangkaan sumber daya dan memberikan nilai tambah kepada sumber daya yang dikelola itu untuk kelanjutan proses organisasi.217

Efektivitas organisasi juga ditentukan oleh struktur organisasi. Itulah

setidaknya yang ingin diungkapkan oleh Lawrence dan Lorsch, organisasi yang kurang efektif disebabkan oleh karakteristik struktural yang tidak sesuai dengan cara melaksanakan tugas-tugas dan lingkungan secara respektif.218

214 Ibid, hal. 2. 215 Daniel Katz and Robert L. Khan, 1966, The Social Psychology of Organizations,

Second Ed. Jhon Wiley & Sons, Inc. New York, hal. 233-240. 216 Ibid, hal. 236. 217 Dharma Setyawan Salam, 2004, Op.Cit, hal. 56. 218 Kenneth N Wexley and Gary A. Yukl, 1984, Organizational Behavior and

Personnel Psychology. Revised Ed. Richard D. Irvin, Inc, Home Wood, Illionois, hal. 289.

Page 132: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Otonomi Daerah….. 125

Efektivitas organisasi juga ditentukan bagaimana kemampuan pimpinan organisasi dalam menggunakan pendekatan-pendekatan dalam manajemen sumber daya. Karena itu menurut Jones organisasi akan efektif apabila memenuhi unsur-unsur berikut ini, yaitu:219

1. Pimpinan organisasi mampu menjamin pasokan sumberdaya yang langka ke dalam organisasi dan mampu memberikan nilai tambah terhadap keterampilan sumber daya dan luar organisasi (pendekatan sumber daya eksternal);

2. Pimpinan organisasi secara kreatif mampu mengkoordinasikan sumber daya dengan keterampilan pegawai sehingga dapat menghasilkan produk-produk inovatif dan mampu beradaptasi dengan perubahan kebutuhan pelanggan (pendekatan sistem internal);

3. Pimpinan organisasi mampu mengubah keahlian dan sumber daya secara efisien ke dalam barang dan layanan akhir (pendekatan teknikal). Efektifitas organisasi juga tergantung kepada strategi yang digunakan

dalam mencapai tujuan organisasi, terutama dalam menghadapi pesaing sehingga produk dan layanan organisasi memiliki nilai kompetitif. Pentingnya strategi ini dikarenakan strategi merupakan prakiraan mengenai kondisi lingkungan serta identifikasi ancaman dan peluang, kekuatan dan kelemahan organisasi serta wilayah pemasaran produk tertentu.220

Karena itu strategi suatu organisasi pada dasarnya adalah

bagaimana kemampuan organisasi mengelola sumber daya yang dimiliki dalam menghadapi lingkungan dengan memandang dan memperhatikan kelemahan dan kekuatannya (nilai).221

Dengan kata lain, strategi merupakan titik singgung dalam

menyatukan/memadukan organisasi dengan lingkungan, nilai dan mengatur sumber daya untuk mendukung keefektifan penyelenggaraan suatu

219 Gareth R. Jones, 1995, Organizational Theory: Text and Cases, Addison-Wesley

Publishing Company, Inc, hal. 12. 220 Dharma Setyawan Salam, 2004, Op.Cit, hal. 56-57. 221 Ibid, hal. 57.

Page 133: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Otonomi Daerah….. 126

organisasi. Dalam hal ini strategi mengabstraksikan hubungan lingkungan, nilai dan sumber daya yang efektif dalam penyelenggaraan otonomi daerah yang terurai pada mutu, keeratan, dan arah hubungan, serta pengaruh masing-masing dari variabel lingkungan, nilai dan sumber daya222.

Apabila dikaitkan dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah

maka keefektifan itu merujuk kepada sejauhmana Pemerintah Daerah mampu memberikan pelayanan yang terbaik dan optimal, prima kepada masyarakat. Suatu Pemerintah Daerah yang efektif adalah Pemerintah Daerah yang mampu memberikan pelayanan yang responsif sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat223.

Oleh karena itu, menurut Epstein paling tidak ada empat kriteria

untuk mengukur keefektifan suatu Pemerintah Daerah, yaitu:224 1. Kebutuhan masyarakat secara implisit dapat dikontrol; 2. Adanya program layanan khusus yang dapat memenuhi kebutuhan

masyarakat; 3. Mengukur kualitas layanan Pemerintah Daerah terutama dengan

ukuran kepuasan dan persepsi masyarakat; 4. Pemberian pelayanan harus dapat menyesuaikan diri dengan

masalah-masalah yang ada di masyarakat. Organisasi dipandang efektif dari sudut tujuan apabila organisasi itu

berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, pencapaian tujuan dengan pemanfaatan sumber daya dan sarana yang langka dan berharga sebaiknya tanpa merusak cara dan sumber daya itu sendiri.225

Oleh karena itu, keefektifan organisasi tidak hanya dipandang dari

tujuannya saja tetapi juga dapat dipandang dari cara atau mekanisme

222 Ibid. 223 Ibid, hal. 112. 224 Paul D. Epstein, 1988, Using Performance Measurement in Local Government. A

Guide to Improving Decisions, Performance and Accountability, National Civic Leaque Press, New York, hal. 1.

225 Ibid, hal. 112-113.

Page 134: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Otonomi Daerah….. 127

organisasi tersebut dalam mempertahankan diri dan mencapai sasarannya. Walaupun demikian, Etzioni mengatakan bahwa pemahaman keefektifan organisasi mempunyai kelemahan dalam meneliti maupun menyusun suatu evaluasi tentang organisasi karena model tujuannya hanya mensyaratkan agar peneliti menentukan tujuan yang sedang dikejar oleh organisasi.226

Apalagi kalau yang diukur itu adalah tujuan Pemerintah Daerah, yang

memiliki kompleksitas tujuan dan tidak hanya menghasilkan produk tangible dan tunggal tetapi pelayanan yang bersifat intangible (bahkan kadang kala abstrak). Hal ini tentu akan berbeda dengan mengukur efektifitas yang menghasilkan suatu produk semacam barang atau pelayanan saja. Pemerintah dapat memberikan pelayanan dalam bidang kebijakan, memberikan layanan kesehatan dan pendidikan dan pada waktu yang sama juga harus membangun proyek-proyek fisik seperti pembangunan jalan raya atau jembatan atau irigasi.227

Lebih parah lagi, kadang kala orang sukar untuk mengukur suatu

keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya, yaitu:228 1. Orang akan mengalami kesulitan dalam mengukur keluaran

organisasi yang bersifat intangible; 2. Tujuan suatu organisasi biasanya tidak tunggal tetapi multi tujuan,

karena itu bisa saja untuk mencapai satu tujuan sudah akan menguras energi, sumber daya dan talenta yang dimiliki sehingga otomatis akan mengurangi efektivitas organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan lain;

3. Pencapaian tujuan khusus memerlukan komitmen dari seluruh anggota organisasi, baik dari top manajemen, midle manajemen, maupun manajemen tingkat bawah dan pegawai lini depan. Hal ini biasanya memerlukan kerja ekstra keras karena konflik

kepentingan dapat saja terjadi di mana saja baik antara pimpinan dengan pimpinan, pimpinan dengan bawahan atau bawahan dengan bawahan.

226 Amitai Etzioni, 1964, Modern Organization, Prentice Hall, Inc, Englewood Cliffs,

New Jersey, hal. 16-17. 227 Dharma Setyawan Salam, 2004, Op.Cit, hal. 113. 228 Ibid.

Page 135: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Otonomi Daerah….. 128

Akibat kelemahan-kelemahan yang melekat kepada pendekatan tujuan di atas, orang mulai berpaling kepada pendekatan sistem dalam mengukur keefektifan organisasi Pemerintah Daerah. Dalam pendekatan sistem ini, keefektifan organisasi tidak hanya dilihat dari keluaran (atau tujuan saja) tetapi juga dari input dan prosesnya, yang dalam bahasa Georgopolous dan Tannenbaum sebagai total organisasi229.

Pendapat tersebut dilandasi alasan teoritis yang menyatakan bahwa

keefektifan organisasi dapat dikonsepsikan sebagai tingkat sejauh organisasi itu sebagai suatu sistem sosial dengan sumber daya dan sarana tertentu mampu memenuhi sasarannya tanpa memperhatikan cara dan sumber daya itu, juga tanpa memberikan tekanan yang tidak wajar terhadap anggotanya230.

Bersumber dari konsep-konsep keefektifan organisasi dan model-

model pendekatannya, dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap organisasi mempunyai kriteria dan faktor penentunya sendiri dalam mencapai keefektifan. Untuk mengukur keefektifan organisasi, terdapat beberapa kriteria dan indikatornya. Ada beberapa pakar yang mengidentifikasikan kriteria dan indikator dalam rangka mengukur keefektifan organisasi. Bahkan pendapat pakar itu sudah menjadi model untuk mengukur keefektifan organisasi lebih lanjut dikemukakan antara lain sebagai berikut:

Georgopolous dan Tannenbaum memandang konsep keefektifan

organisasi dari tiga kriteria:231 1. Organizational productivitiy (produktivitas organisasi); 2. Organizational flexibility (fleksibilitas organisasi), dalam bentuk

keberhasilannya menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan di dalam dan di luar organisasi;

3. Absence of inter organizational strain, orientation and of conflict between organizational subgroups (tidak terdapatnya ketegangan atau hambatan dan konflik di dalam organisasi, tentunya pada bagian-bagian organisasi).

229 Amitai Etzioni, 1969, Reading on Modern Organization, Prentice Hall, Inc,

Englewood Cliffs, New Jersey, hal, 81. 230 Ibid. 231 Ibid, hal. 28.

Page 136: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Otonomi Daerah….. 129

Gibson et. al menyatakan bahwa konsep keefektifan organisasi mempunyai tiga kriteria, yaitu:232

1. Untuk jangka panjang (long – run) adalah kemampuan mempertahankan hidup;

2. Untuk jangka menengah (intermediate) adalah adaptiveness and development;

3. Untuk jangka pendek adalah production, development and satisfaction. Price maupun Mott melihat konsep keefektifan organisasi dari lima

kriteria, yaitu: 233 1. Produktivitas; 2. Moral; 3. Konformitas; 4. Daya Adaptasi; 5. Pelembagaan.

Sedangkan Steers memandang konsep keefektifan organisasi juga

dari lima kriteria, yaitu:234 1. Kemampuan menyesuaikan diri (keluwesan); 2. Produktivitas; 3. Kepuasan Kerja; 4. Kemampuan Berlaba; dan 5. Pencarian Sumber Daya.

Syamsi menekankan keefektifan pada efeknya dan hasil gunanya

dan tanpa atau kurang mempedulikan pengorbanan yang perlu diberikan

232 James L. Gibson, John. M. Ivancevich, and James H. Donnelly, 1994,

Organizations: Behavior, Structure, Processes, 8th Ed. Richard D. Irwin, Inc, New York, hal. 60.

233 Andreas Juvintarto, 1988, Efektivitas Pelaksanaan Titik Berat Otonomi Daerah Tingkat II di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Propinsi Jawa Tengah, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 30-31.

234 Steers, 1985, hal. 192.

Page 137: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Otonomi Daerah….. 130

untuk memperoleh hasil tersebut235. Sementara Indrawijaya memandang konsep keefektifan organisasi dari lima kriteria, yaitu:236

1. Efisiensi; 2. Adaptabilitas; 3. Kepuasan; 4. Fleksibilitas; 5. Produktivitas.

4.6. Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah

Untuk memperoleh sekedar informasi makna mengenai

perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang merupakan bagian terpenting dalam komponen sumber pendapatan daerah, dapat kemukakan mengenai karakter dan ketentuan yang terkait dan sistem penyaluran serta pemanfaatan dalam APBD baik untuk Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Kabupaten/Kota dalam mendukung sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.

Perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah adalah suatu

sistem pembiayaan penyelenggaraan pemerintah dalam kerangka Negara Kesatuan yang mencakup pembagian keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah serta pemerataan antar daerah secara proporsional, demokratis, kondisi dan kebutuhan daerah sejalan dengan kewajiban dan pembagian kewenangan serta tata cara penyelenggaraan kewenangan tersebut, termasuk pengelolaan dan pengawasan keuangan237.

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (selanjutnya disebut UU No. 33 Tahun 2004) mengatur hal-hal yang berkenaan dengan keuangan negara dan daerah utamanya bagi hasil penerimaan

235 Syamsi, 1988, hal. 2. 236 Adam Ibrahim Indrawijaya, 1986, Perilaku Organisasi, Sinar Baru, Bandung, hal.

215. 237 HAW Widjaja, 2002, Op.Cit, hal. 41-42.

Page 138: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Otonomi Daerah….. 131

negara dan transfer dana dari Pemerintah Pusat (APBN) kepada Pemerintah Daerah (APBD).

Dana perimbangan terdiri dari: 238

a. Dana Bagi Hasil; b. Dana Alokasi Umum; dan c. Dana Alokasi Khusus.

Jumlah dana perimbangan ditetapkan setiap tahun anggaran

dalam APBN. Penerapan pembagian dana perimbangan tersebut akan

menimbulkan dampak yang sangat signifikan baik dari segi jumlah dana maupun dari segi mekanisme pengalokasian dan pertanggungjawaban dana yang dialokasikan ke daerah melalui APBN.

Transfer dana ke daerah melalui dana perimbangan diperkirakan

akan menyebabkan peranan pengelolaan fiskal Pemerintah Pusat dalam pengelolaan fiskal pemerintah secara umum akan semakin berkurang. Sebaliknya proporsi total pengeluaran Pemerintah Daerah melalui APBD akan meningkat tajam. Perubahan ini akan tampak apabila dibandingkan dengan alokasi dana ke daerah pada tahun 2000 yang meliputi dana rutin dan dana pembangunan.

Perubahan ini secara langsung maupun tidak langsung akan turut

berpengaruh terhadap manajemen kebijakan fiskal. Semakin besar dana yang ditransfer ke Daerah, semakin terbatas jumlah dana yang dapat dialokasikan bagi kegiatan Pemerintah Pusat Selanjutnya, Pemerintah Daerah akan memperoleh ruang gerak yang lebih luas untuk berperan dalam menentukan formulasi yang diperoleh dari hak otonomi dan desentralisasi239.

238 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Pasal 10. 239 Ibid.

Page 139: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Otonomi Daerah….. 132

Pergeseran penggunaan dana yang lebih besar untuk Daerah, pada umumnya akan berdampak pada peningkatan peranan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan fungsi pemerintahan secara umum, utamanya yang berkaitan dengan fungsi alokasi, kecuali atas dana yang bersumber dari DAK, Pemerintah Daerah memiliki kewenangan penuh atas pengalokasian dan penggunaan dana perimbangan tersebut. Hal ini tentu saja membuka peluang bagi Pemerintah Daerah untuk meningkatkan efektivitas pencapaian kesejahteraan masyarakat dan pemerataan pembangunan240.

Luasnya kewenangan yang dimiliki dalam pengalokasian dana akan

selalu dapat disesuaikan dengan prioritas dan preferensi masing-masing daerah. Dengan perkataan lain, pengeluaran-pengeluaran yang bukan merupakan kebutuhan utama atau kurang bermanfaat bagi masyarakat secara umum dapat dihindari. Akuntabilitas penggunaan dana juga akan dapat ditingkatkan, karena mekanisme pengawasan dan pertanggung-jawaban penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan oleh Pemerintah Daerah kepada masyarakat melalui DPRD akan lebih mendorong peningkatan efisiensi penggunaan dana.

Sementara bagi Pemerintah Pusat sebagai implikasi dari

pergeseran dana dan perubahan mekanisme pengelolaan dan pertanggungjawaban dana APBN, pelaksanaan fungsi koordinasi dan monitoring yang akan dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat berkaitan dengan pemeliharaan stabilitas ekonomi makro dan pencapaian target pertumbuhan ekonomi nasional akan semakin berat dan kompleks241.

240 Ibid. 241 Ibid, hal. 42-43.

Page 140: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Peranan Pajak dan Retribusi Daerah ….. 133

BAB V

PERANAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

5.1. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Sebagai Sumber Penerimaan Daerah

ajak dan retribusi daerah sebagai sumber penerimaan daerah telah dipungut di Indonesia sejak awal kemerdekaan Indonesia. Sumber penerimaan ini terus dipertahankan sampai dengan era otonomi daerah dewasa ini. Penetapan pajak dan retribusi daerah sebagai sumber penerimaan daerah ditetapkan dengan dasar hukum yang kuat, yaitu dengan undang-undang, khususnya undang-undang tentang pemerintahan daerah maupun tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah242.

Penetapan pajak dan retribusi daerah sebagai sumber penerimaan

daerah dari awal kemerdekaan Indonesia sampai saat ini dapat dilihat pada berbagai undang-undang di bawah ini, yaitu:243

1. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah menetapkan yang menjadi pendapatan daerah adalah: a. pajak daerah, termasuk juga retribusi; b. hasil perusahaan daerah; c. pajak negara yang diserahkan kepada daerah; dan d. pendapatan lain-lain, meliputi pinjaman, subsidi (sokongan),

macam-macam penjualan barang-barang milik daerah penyewaan barang milik daerah, dan lain-lain.

2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1956 tentang Perimbangan Keuangan antara Negara dengan Daerah-daerah yang Berhak

242 Marihot P Siahaan. 2005. Op.Cit. hal. 12. 243 Ibid. hal. 12-15.

Page 141: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Peranan Pajak dan Retribusi Daerah ….. 134

Mengurus Rumah Tangganya Sendiri menetapkan yang menjadi pendapatan pokok dari daerah ada lima kelompok, yaitu: a. pajak daerah; b. retribusi daerah; c. pendapatan yang diserahkan kepada daerah; d. hasil perusahaan daerah; dan e. dalam hal-hal tertentu kepada daerah dapat diberikan ganjaran,

subsidi, dan sumbangan. 3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-pokok

Pemerintahan Daerah menetapkan bahwa sumber keuangan daerah adalah: a. hasil perusahaan daerah dan sebagian hasil perusahaan

negara; b. pajak daerah; c. retribusi daerah; d. pajak negara yang diserahkan kepada daerah; e. bagian dari hasil pajak pemerintah pusat; f. pinjaman; dan g. lain-lain hasil usaha yang sesuai dengan kepribadian nasional.

4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah menetapkan bahwa sumber keuangan daerah adalah: a. Pendapatan asli daerah, yang terdiri dari:

1) hasil pajak daerah; 2) hasil retribusi daerah; 3) hasil perusahaan daerah; dan 4) lain-lain hasil usaha daerah yang sah.

b. Pendapatan yang berasal dari pemberian pemerintah, yang terdiri dari: 1) sumbangan dari pemerintah; 2) sumbangan-sumbangan lain, yang diatur dengan

peraturan perundang-undangan; dan 3) Lain-lain pendapatan yang sah.

5. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah

Page 142: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Peranan Pajak dan Retribusi Daerah ….. 135

menetapkan bahwa untuk melaksanakan otonomi daerah, khususnya asas desentralisasi, pemerintah daerah memiliki sumber penerimaan dari empat kelompok sebagaimana di bawah ini. a. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yaitu penerimaan yang

diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, meliputi: 1) hasil pajak daerah; 2) hasil retribusi daerah; 3) hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan

kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan, antara lain bagian laba, dividen, dan penjualan saham milik daerah; serta

4) lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, antara lain hasil penjualan aset tetap daerah dan jasa giro.

b. Dana perimbangan, yaitu dana yang bersumber dari penerimaan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi;

c. Pinjaman daerah, yaitu semua transaksi yang mengakibatkan daerah menerima sejumlah uang atau manfaat bernilai uang dari pihak lain sehingga daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali, tidak termasuk kredit jangka pendek yang lazim terjadi dalam perdagangan;

d. Lain-lain penerimaan yang sah, antara lain hibah atau penerimaan dari daerah provinsi atau daerah kabupaten/ kota lainnya, dana darurat, dan penerimaan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah menetapkan bahwa penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri atas pendapatan daerah dan pembiayaan. Pendapatan daerah bersumber dari tiga kelompok, yaitu:

Page 143: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Peranan Pajak dan Retribusi Daerah ….. 136

a. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yaitu pendapatan yang diperoleh daerah dan dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, meliputi: 1) pajak daerah; 2) retribusi daerah, termasuk hasil dari pelayanan badan

layanan umum (BLU) daerah; 3) hasil pengelolaan kekayaan pisahkan, antara lain bagian

laba dari BUMD, hasil kerja sama dengan pihak ketiga; dan

4) lain-lain PAD yang sah. b. Dana perimbangan, yaitu dana yang bersumber dari

pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi;

c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah. Sumber penerimaan daerah yang kedua, yaitu pembiayaan yang

bersumber dari244: 1) sisa lebih perhitungan anggaran daerah; 2) penerimaan pinjaman daerah; 3) dana cadangan daerah; dan 4) hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan.

5.2. Peranan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Peranan pajak daerah dan retribusi daerah pada dasarnya sangat

mendukung sumber pembiayaan dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah untuk Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota, di mana dalam aplikasinya sumber penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah dalam struktur APBD termasuk dalam kelompok Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang rinciannya dicantumkan pada kode rekening pendapatan dengan merinci dari masing-masing jenis pajak daerah dan retribusi daerah sesuai

244 Ibid. hal. 16.

Page 144: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Peranan Pajak dan Retribusi Daerah ….. 137

ketentuan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Keuangan Daerah.

Rencana penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah merupakan

bagian dari anggaran pendapatan yang harus dapat direalisasikan oleh satuan kerja perangkat daerah atau instansi yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya melakukan pemungutan dari masing-masing jenis pajak daerah dan retribusi daerah dimaksud. Dengan demikian, keberadaan dan peranan penerimaan kedua jenis pungutan tersebut adalah sebagai penopang sumber pembiayaan anggaran belanja daerah untuk membiayai penyelenggaraan urusan wajib dan urusan pilihan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

Penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana

secara optimal apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup kepada daerah, dengan mengacu kepada Undang-Undang tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, di mana besarnya disesuaikan dan diselaraskan dengan pembagian kewenangan antara Pusat dan Daerah. Semua sumber keuangan yang melekat pada setiap urusan pemerintah yang diserahkan kepada daerah menjadi sumber keuangan daerah.

Daerah diberikan hak untuk mendapatkan sumber keuangan yang

antara lain berupa: kepastian tersedianya pendanaan dari pemerintah sesuai dengan urusan pemerintah yang diserahkan; kewenangan memungut dan mendayagunakan pajak dan retribusi daerah dan hak untuk mendapatkan bagi hasil dari sumber-sumber daya nasional yang berada di daerah dan dana perimbangan lainnya; hak untuk mengelola kekayaan Daerah dan mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah serta sumber-sumber pembiayaan. Dengan pengaturan tersebut, dalam hal ini pada dasarnya pemerintah menerapkan prinsip “uang mengikuti fungsi”.

Dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagaimana diamanatkan

dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Page 145: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Peranan Pajak dan Retribusi Daerah ….. 138

pada ayat (1) Pasal 155 menyebutkan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah didanai dari dan atas beban anggaran pendapatan dan belanja daerah.

Adapun sumber pendapatan daerah sesuai dengan Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 157, terdiri dari: a. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu:

1. Hasil Pajak Daerah; 2. Hasil Retribusi Daerah; 3. Hasil Pengelolaan Kekayaan daerah yang dipisahkan; 4. Lain-lain PAD yang sah.

b. Dana Perimbangan; c. Lain-Lain Pendapatan Daerah yang sah.

Melihat komponen penerimaan PAD tersebut, tentu dalam pelaksanaannya perlu dicermati bahwa peranan pajak daerah dan Retribusi Daerah cukup besar dalam PAD baik untuk APBD Provinsi maupun untuk APBD Kabupaten/Kota. Dalam Pasal 158 ayat (1) UU tersebut menyebutkan bahwa pajak daerah dan retribusi daerah ditetapkan dengan undang-undang yang pelaksanaannya di daerah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah, dan pada ayat (2) menyebutkan Pemerintah Daerah dilarang melakukan pungutan atau dengan sebutan lain di luar yang telah ditetapkan undang-undang. Untuk Pemerintah Provinsi di Indonesia dari berbagai jenis Pajak Daerah yang sangat signifikan kontribusi penerimaannya dalam APBD adalah yang bersumber dari pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, sedangkan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan, kontribusinya masih relatif kecil jika dibandingkan dengan ketiga jenis pungutan pajak di atas, demikian pula penerimaan atas Pajak Kendaraan di Atas Air dan Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air. Hal ini disebabkan pengenaan obyek pajaknya terbatas pada Kendaraan di Atas Air dengan ukuran isi kotor kurang dari 20 m3 atau kurang dari GT.7 dan Kendaraan di Atas Air yang digunakan untuk kepentingan penangkapan ikan

Page 146: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Peranan Pajak dan Retribusi Daerah ….. 139

dengan mesin berkekuatan lebih dari 2 PK sebagaimana diatur dalam dalam PP No. 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah. Bahwa peran Pajak Provinsi tersebut di samping mendukung sumber Pendapatan Provinsi juga sebagian realisasinya diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota sebagaimana diatur pada Pasal 77 Peraturan Pemerintah tersebut, yaitu:

1. Hasil penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air diserahkan kepada Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi yang bersangkutan paling sedikit 30% (tiga puluh persen);

2. Hasil Penerimaan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor dan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan diserahkan kepada Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi yang bersangkutan paling sedikit 70% (tujuh puluh persen);

3. Bagian Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan lebih lanjut dengan peraturan daerah provinsi dengan memperhatikan aspek pemerataan dan potensi antar daerah kabupaten/kota. Untuk Kabupaten/Kota dalam komponen pendapatan asli daerah

selain yang bersumber dari pajak daerah juga yang bersumber dari penerimaan retribusi daerah, di mana sesuai potensinya tidak sama besarnya antar kabupaten/kota di Indonesia seperti Pajak Hotel; Pajak Restoran, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C, Pajak Parkir di mana sesuai ketentuan Pasal 73 peraturan pemerintah tersebut disebutkan adanya pajak lain-lain yang menyebutkan bahwa selain jenis pajak kabupaten/kota yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah tersebut, dengan peraturan daerah dapat ditetapkan jenis pajak lainnya sesuai kriteria yang ditetapkan dalam undang-undang.

Dalam hal ini terdapat perbedaan kewenangan untuk menetapkan

pajak baru hanya kepada Kabupaten/Kota, sedangkan untuk provinsi, jenis pajaknya sudah dibatasi sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undnag Nomor 34 Tahun 2000.

Page 147: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Peranan Pajak dan Retribusi Daerah ….. 140

Dengan demikian bahwa upaya untuk meningkatkan sumber penerimaan PAD baik yang bersumber dari pajak daerah maupun retribusi daerah mutlak dilakukan dalam mendukung sumber dana daerah untuk membiayai kegiatan pelaksanaan otonomi daerah terutama penyelenggaraan tugas-tugas pemerintah otonom, pelaksanaan pembangunan daerah dan pemberian pelayanan kepada masyarakat di berbagai bidang terutama kesejahteraan rakyat. Kondisi ini tentu dituntut adanya inovasi dan kreasi dari daerah dalam pelaksanaan tugas-tugas otonom yang terkait dengan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah. Semakin meningkat penerimaan PAD (seperti Pajak Daerah Provinsi) pada setiap tahun maka mempunyai korelasi meningkatnya penerimaan bagi hasil pajak provinsi kepada masing-masing kabupaten/kota yang dihitung dengan memperhatikan aspek potensi dan aspek pemerataan. Hal yang sama juga telah diatur bagi hasil pajak kabupaten kepada desa yaitu tecantum pada Pasal 78 Peraturan Pemerintah tersebut sebagai berikut:

1. Hasil Penerimaan Pajak Kabupaten diperuntukkan paling sedikit 10% (sepuluh persen) bagi Desa di wilayah Daerah Kabupaten yang bersangkutan;

2. Bagian Desa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten dengan memperhatikan aspek pemerataan dan potensi antar desa;

3. Penggunaan bagian Desa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan sepenuhnya oleh Desa yang bersangkutan.

Potensi pungutan pajak daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota

dapat dikelola secara optimal oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) atau Instansi terkait yang didukung dengan sumber daya manusia (SDM) petugas yang profesional dan terampil, dan ditopang oleh sarana dan prasarana operasional tentu obyek potensi pungutan pajak daerah yang ada dapat diperoleh secara maksimal.

Oleh karenanya di samping upaya terhadap peningkatan potensi

pajak daerah tersebut juga terhadap jenis-jenis retribusi daerah dapat dilaksanakan upaya penggaliannya melalui pemetaan obyek retribusi daerah

Page 148: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Peranan Pajak dan Retribusi Daerah ….. 141

yang dikelola oleh masing-masing SKPD sesuai kewenangannya, diharapkan dengan adanya peningkatan pelayanan kepada masyarakat (pemberian jasa) sesuai dengan filosofis dan azas pemungutan retribusi daerah. Hal ini tentu akan mendukung keberhasilan daerah untuk meningkatkan realisasi dari sektor retribusi yang secara keseluruhan (bruto) disetor ke kas daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota sesuai jenis penerimaan dan kewenangan masing-masing.

Page 149: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah…..

142

BAB VI

INTENSIFIKASI DAN EKSTENSIFIKASI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

enurut Soekarwo (2003), peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat dilaksanakan melalui beberapa hal,

yaitu:245 1. Intensifikasi; 2. Ekstensifikasi; 3. Peningkatan pelayanan kepada masyarakat.

Intensifikasi adalah kegiatan yang dilakukan mengefektifkan

perbaikan dan pembaharuan seluruh data yang berkaitan penerimaan daerah, pembaharuan data dilaksanakan secara berkala, serta dengan menerapkan pengecekan ulang secara acak pada sebahagian sumber pendapatan asli daerah, kegiatan-kegiatan tersebut dapat dilakukan melalui: (a) Pendataan dan peremajaan obyek dan subyek pajak dan retribusi

daerah sehingga seluruh sumber-sumber pendapatan asli daerah dapat digali dan disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan;

(b) Mempelajari dan menelaah kembali pajak-pajak daerah yang dipangkas (dicabut kembali) guna mencari kemungkinan untuk dialihkan menjadi retribusi daerah;

(c) Mengintensifikasi penerimaan retribusi daerah; (d) Memperbaiki prasarana dan sarana pungutan yang belum memadai,

sehingga seluruh pungutan merupakan pembiayaan berdasarkan sarana dan prasarana yang baik dan benar.

Ekstensifikasi yaitu suatu kegiatan yang dilakukan melalui penggalian

sumber penerimaan baru dengan pemanfaatan potensi daerah yang mampu memberikan keuntungan ekonomis kepada pemerintahan dan masyarakat luas lainnya.

245 Soekarwo. 2003. Berbagai Permasalahan Keuangan Daerah. Penerbit

Airlangga University Press. Surabaya, dalam Abdul Kadir, 2007, hal. 68-69.

M

Page 150: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah…..

143

Penggalian sumber-sumber pendapatan asli daerah ditujukan untuk dapat membiayai pembangunan daerah, bukan semata-mata untuk mengumpulkan dana sebanyak-banyaknya sehingga akan dapat menghambat iklim investasi bahkan merusak/mematikan usaha yang telah berkembang sebelum pungutan tersebut dilakukan.

6.1. Intensifikasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah246

6.1.1. Peningkatan Pendapatan Daerah Bahwa dalam rangka menunjang keberhasilan pembangunan daerah

perlu ditingkatkan pendapatan daerah sesuai dengan kemampuan daerah, peningkatan pandapatan daerah ini dapat dicapai dengan melakukan pemungutan yang lebih tertib dan intensif terhadap sumber-sumber yang ada dan dengan mengusahakan penggalian sumber-sumber baru, di samping kewajiban memelihara pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat.

Mengenai tertib pemungutan di dalam peningkatan pendapatan

daerah ini realisasinya memerlukan penertiban di bidang dasar hukum pemungutan, pelaksanaan pemungutan, aparat pemungut serta kesadaran dan partisipasi dari masyarakat. Untuk itu semua pemungutan pajak dan pendapatan daerah lainnya harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik di dalam pelaksanaan penetapan besarnya pajak, penagihan maupun penerimaan pembayarannya, sementara itu terhadap kepribadian para aparat pemungut pendapatan daerah harus selalu dikembangkan untuk mendukung terlaksananya tertib pemungutan dimaksud.

Untuk dapat melangkah ke dalam usaha intensifikasi perlu diterapkan

suatu cara kerja yang tidak saja lebih keras daripada yang sudah-sudah, melainkan juga harus disertai cara kerja yang lebih tertib, yang mencakup 5 (lima) dimensi, yaitu:

- Tertib Program;

246 R. Dyatmiko Soemodihardjo, 1980, Pajak Daerah Tingkat I & Ketatalaksanaan

Pemungutannya, Bahan Kuliah pada Latihan Bagi Para Pegawai Baru dalam Lingkungan Dinas Pendapatan Daerah Seluruh Indonesia.

Page 151: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah…..

144

- Tertib Anggaran;

- Tertib Administrasi;

- Tertib Pelaksanaan; dan

- Tertib Pengawasan. a. Dengan Tertib Program, yang dimaksud ialah bahwa setiap tindakan

kebijaksanaan, hendaknya didukung oleh suatu program yang konkrit, menyeluruh, terarah dan terpadu. Cara menyusun program pungutan pajak daerah hendaknya lebih diutamakan data-data dikolektif, dianalisa, diolah dan dituang menjadi berbagai alternatif saran dan usul. Di sini diperlukan kadar ketinggian kemampuan staf perencana dan penyusun program. Kwalifikasi staf harus diperhatikan, terutama bagi yang berada ditingkat pimpinan hendaknya mengutamakan bekerja berdasarkan managerial skiil dan human relations, sedangkan semakin ke bawah lebih bersifat kebiasaan bekerja berdasar prinsip technical skiil, dalam arti lebih banyak melakukan tindakan pelaksana. Dalam tertib program hendaknya lebih diarahkan agar setiap unsur staf dan unsur pelaksana bekerja berdasarkan “orientasi kepada program”;

b. Dengan “Tertib Anggaran” yang dimaksud ialah adanya keseimbangan antara “target income” yang diperkirakan dengan “realisasi income” pada akhir tahun anggaran. Anggaran pendapatan yang baik, ialah anggaran yang realisasinya agak lebih tinggi sedikit dari target yang ditetapkan. Selain itu juga faktor saling ketergantungan antar daerah, turut memberikan corak penetapan target income bagi suatu daerah, sehingga akan nampak timpang manakala target income suatu daerah yang surplus diterapkan berada di bawah “target income” daerah yang kurang surplus. Tertib anggaran juga menyangkut penjadwalan cara pemasukan pendapatan, baik secara bulanan, kwartalan, ataupun dalam tiap semester;

c. Dengan Tertib Administrasi yang dituju ialah penerapan cara kerja yang selalu berpegang pada segi dukungan administrasi yang efisien dan efektif, selain senantiasa berpijak pada landasan hukum yang kokoh. Mekanisme tertib administrasi, menghendaki kebersamaan dan keikutsertaan Dinas Pendapatan dan dinas-dinas teknis yang

Page 152: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah…..

145

bersangkutan, pada setiap proses penyusunan atau penyempurnaan peraturan daerah yang menyangkut pajak dan retribusi daerah. Proses penyusunan atau pembuatan peraturan daerah bukan hanya merupakan tugas pokok bagian hukum, melainkan juga merupakan tanggung jawab bersama antara bagian hukum dan dinas-dinas teknis yang bersangkutan, karena pada implementasinya, dinas-dinas itulah yang akan bertanggung jawab sepenuhnya;

d. Sedangkan Tertib Pelaksanaan mengandung maksud untuk menegakkan wibawa dan derajad kemampuan sifat keotonomian sesuatu daerah, karena keberhasilan sesuatu pemerintah sangat tergantung dari semangat para penyelenggara Pemerintah Daerah itu. Unsur “semangat” ini perlu dinafasi oleh faktor-faktor disiplin dalam bertugas, loyalitas setiap pegawai, dedikasi yang tinggi dan bermental luhur. Dengan demikian akan dicapai kedayagunaan aparatur secara optimal, sehingga bukan saja dapat dicegah terjadinya setiap kebocoran, melainkan juga dapat dicapai target income pajak dan retribusi daerah yang cukup tinggi membanggakan;

e. Adapun “Tertib Pengawasan” mengandung dua elemen pokok, yakni “Built in Control” dan “Audit Actifities”. Melalui Built in Control, hendaknya setiap atasan secara kontiniu melakukan pengendalian dan pengawasan terhadap bawahannya, baik dengan memonitor kegiatan bawahan, maupun melakukan langkah-langkah korektif dan penglurusan, sedangkan “aktifitas pengawasan” terdiri atas tiga kriteria, yaitu:

- Pra audit, yakni pengawasan sejak dari pembuatan program dan sebelum aktifitas operasional dikerjakan;

- Operational audit yang kadang kala sejajar dengan kegiatan sedang berlangsung di lapangan; serta

- Post audit, yang lebih bersifat pengawasan avaluatif, dalam arti menilai hasil kerja sesuatu program yang sudah dilaksanakan yang akan memberikan output baik sebagai penilaian bagi karya seseorang, maupun merupakan feedback information sebagai input bagi penentuan policy pada masa berikutnya.

Page 153: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah…..

146

Demikian garis kebijaksanaan pelaksanaan pemungutan pajak daerah dalam rangka intensifikasi pendapatan daerah.

Dengan adanya usaha-usaha penertiban di bidang pemungutan ini

diharapkan dapat menimbulkan gairah masyarakat khususnya para pembayar pajak/retribusi/pendapatan daerah lainnya untuk dengan senang hati memenuhi kewajibannya, bahkan secara positif akan membantu usaha-usaha peningkatan pendapatan daerah, karena merasakan adanya peningkatan pelayanan baik dari segi kecepatan pelayanan dan tepatnya penetapan dalam arti imbang dengan daya pikulnya serta tertib dalam tata penyetorannya.

Selanjutnya dengan modal tertib pemungutan ini, Pemerintah Daerah

harus dapat melakukan usaha-usaha yang intensif untuk peningkatan pendapatan daerah dari sumber-sumber pendapatan yang sekarang sudang dipungut. Dalam kegiatan intensifikasi di bidang pemungutan ini harus dilakukan dalam batas-batas yang wajar dalam arti tidak melampaui batas kemampuan daerah serta kewenangan yang ada pada daerah, sehingga tidak akan menimbulkan akibat yang merugikan masyarakat.

Dalam hubungan ini di dalam usaha meningkatkan pendapatan

daerah seyogyanya tidak selalu cenderung kepada langkah untuk menaikkan tarif, melainkan lebih mengutamakan objek pemungutannya, sehingga akan dapat dicapai pemerataan bahan pungutan terhadap masyarakat.

Kemudian perlu disadari bahwa untuk dapat melaksanakan

intensifikasi memang diperlukan semangat, disiplin dan ketekunan kerja serta dilengkapi dengan program kegiatan yang didukung oleh biaya operasional yang memadai.

6.1.2. Sasaran Intensifikasi Bahwa dalam rangka melaksanakan intensifikasi pemungutan ini,

perlu ditegaskan mengenai sasaran daripada intensifikasi dan upaya tekhnis untuk mencapai sasaran tersebut.

Page 154: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah…..

147

Sasaran intensifikasi dimaksud meliputi:

- Peningkatan pelaksanaan pungutan;

- Peningkatan pelaksana/personil;

- Peningkatan sarana pungutan;

- Peningkatan pelayanan kepada masyarakat; dan

- Peningkatan kesadaran membayar pajak. Mengenai peningkatan pelaksanaan pemungutan, dapat dicapai

dengan cara : a. Agar dapat menjangkau semua objek pemungutan yang sudah ada,

sehingga diharapkan tidak ada objek yang lolos, dapat ditangani dengan:

- Membagi wilayah pemungutan menjadi wilayah-wilayah kerja, yaitu mendekatkan jarak antara fiskus dengan wajib pajak;

- Mengadakan pengkhususan/spesialisasi pelayanan sesuai dengan jenis pungutan yang ditangani;

- Mengadakan pemungutan pelayanan dalam arti bahwa pemungutan-pemungutan atas satu objek pajak yang semula ditangani oleh beberapa kesatuan kerja bersama-sama dengan jenis pungutan yang lain, kemudian pelaksanaan pemungutannya dipusatkan pada satu tempat pelayanan/satu kesatuan kerja.

b. Agar dapat menjangkau secara cepat dan tepat waktunya menangani objek baru, dapat ditempuh dengan cara:

- Mempersempit antara kemampuan mengamati dengan wilayah kewenangannya, dengan membatasi jangkauan pengamatan ini bersamaan dengan pembebanan target yang relatif berat, akan mendorong si pegawai untuk berusaha mencapai setiap objek pemungutan dan dengan demikian diharapkan akan dapat menghasilkan penerimaan yang maksimal, untuk ini perlu memecah kewenangan wilayah pemungutan;

- Meningkatkan tugas-tugas lapangan dengan jalan meningkatkan pemberian penjelasan dan penerangan kepada masyarakat tentang pemungutan pajak daerah, melaksanakan pendapatan objek pajak yang baru mengadakan penelitian setempat secara terus mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh wajib pajak,

Page 155: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah…..

148

meningkatkan pemeriksaan dan berusaha memperoleh tambahan informasi tentang wajib pajak serta meningkatkan usaha-usaha yang berhubungan dengan tugas-tugas lapangan lainnya;

- Menerapkan sanksi yang berat dan tekanan-tekanan lainnya agar wajib pajak memenuhi kewajibannya;

- Memperhatikan saat-saat tingkat kemampuan ekonomis masyarakat (terutama dalam menghadapi wajib bayar baru), dalam arti bahwa pemungutan/penagihan pajak daerah hendaknya dilaksanakan pada saat-saat wajib pajak memegang uang yang banyak, sebagai misal pada waktu bulan-bulan panen.

c. Untuk memperoleh petunjuk dalam rangka memelihara kesepadanan tarif dengan daya pikul masyarakat, dapat diperoleh dengan melaksanakan:

- Secara terus menerus memperhatikan dan mengikuti perubahan nilai mata uang;

- Selalu memperhatikan kekuatan tagih pada Bagian Penagihan, dalam arti bahwa apabila banyak terjadi tunggakan-tunggakan dan ternyata mengalami kesukaran dalam usaha mendorong/menekan pelunasan pembayarannya, maka salah satu kesimpulannya, bahwa mungkin tarif pajak yang berlaku berada di atas daya pikul masyarakat, sehingga perlu peninjauan kembali dan disesuaikan dengan daya pikul masyarakat yang sebenarnya;

- Selalu memperhatikan biaya pemungutan/administrasi, agar diusahakan seminim mungkin, sehingga penjumlahannya dengan pokok pungutannya tidak memberatkan wajib pajak.

d. Mengenai usaha-usaha mempercepat pemindahan uang dari sektor swasta ke kas daerah ini merupakan kegiatan tersendiri yang perlu dilaksanakan untuk mendukung usaha-usaha intensifikasi dimaksud dan dapat dilaksanakan dengan jalan:

- Mendekatkan jarak hubungan antara fiskus/alat pemungutan dan wajib pajak dengan cara menempatkan unit-unit pelayanan yang sedikit mungkin dan mudah dicapai oleh wajib pajak;

- Mendekatkan jarak hubungan wajib pajak dengan kas daerah dengan membentuk bendaharawan-bendaharawan khusus

Page 156: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah…..

149

penerima dan unit-unit pelayanan Dinas Pendapatan Daerah setempat; hendaknya menjadi perhatian, bahwa pembentukan bendaharawan-bendaharawan khusus penerima ini tidak boleh mengurangi prinsip dalam administrasi keuangan, bahwa harus ada pemisahan tegas antara fiskus, kas daerah dan aparat yang mengelola keuangan.

Peningkatan pelaksana/petugas pemungut harus dilaksanakan

antara lain dengan cara: a. Diadakan pembinaan mental dan disiplin secara terus menerus

sehingga menghasilkan kualitas petugas yang mendahulukan kepentingan dinas daripada kepentingan pribadi;

b. Dilaksanakan peningkatan tertib kerja sehingga setiap gerak dari petugas akan mampu menghasilkan percepatan dan peningkatan pemasukan uang dari sektor swasta ke sektor pemerintah;

c. Selalu dilakukan usaha peningkatan pengetahuan dan kecakapan kerja bagi para petugas sesuai dengan bidang dan perkembangan tugasnya masing-masing;

d. Pendayagunaan personil semaksimal mungkin dengan menyesuaikan tugas yang diberikan dengan keahlian dan tingkat kepangkatannya;

e. Mengusahakan keseimbangan antara tugas, sarana kerja dan potensi personil yang ada. Mengenai sarana pemungutan dalam rangka pelaksanaan

intensifikasi perlu mendapatkan perhatian agar sarana yang ada sesuai dengan keperluan teknis dan administratif pemungutan pajak daerah.

Peningkatan dan penyempurnaan sarana pemungutan ini antara lain

meliputi: a. Penyediaan gedung untuk melayani wajib pajak yang memenuhi

syarat-syarat lokasi maupun tata ruangnya; b. Penyediaan peralatan/perlengkapan kantor yang memadai dan

sesuai dengan tuntutan kemajuan teknologi, misalnya penyediaan mesin cash register, penggunaan komputer dan sebagainya;

Page 157: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah…..

150

c. Penyediaan formulir-formulir perpajakan yang disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan yang tertib dan cepat dan sebagainya;

d. Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat; e. Menyederhanakan dan seksama di dalam pelayanan, sehingga

diperoleh pelayanan yang cepat, tepat dan dipertanggungjawabkan,

- Cepat, sebagai misalnya: pelayanan yang singkat, wajib pajak tidak menunggu lama;

- Tepat, misalnya: penerapan tarif tidak melampaui daya pikul masyarakat, penetapan-penetapan dilaksanakan sebagaimana mestinya;

- Dapat dipertanggungjawabkan, dalam arti: dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku dan tidak terjadi pemalsuan-pemalsuan/penyimpangan-penyimpangan lainnya.

Penyederhanaan dan keseksamaan pelayanan ini harus didukung

oleh ketertiban di dalam pelayanan. Ketertiban di dalam pelayanan hanya dapat terwujud apabila segala

pelaksanaan tugas didasarkan dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku baik pada aspek administrasi persiapan penetapan, aspek administrasi perencanaan penerimaan, aspek administrasi realisasi penerimaan maupun pada aspek administrasi tagihan.

Selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah bahwa didalam

mewujudkan kecepatan, jangan sampai mengabaikan faktor-faktor pengamanan, yang apabila hal ini tidak diperhatikan, proses yang cepat ini akan membuka peluang-peluang adanya penyimpangan-penyimpangan.

a. Memperluas pelayanan dengan tujuan untuk mendekatkan jarak hubungan antara aparat pemungutan dengan wajib pajak/wajib pajak, sehingga penyelesaian pajak dan pembayarannya dapat dilakukan lebih mudah dan cepat;

b. Mengadakan pengkhususan dalam pelayanan terhadap penyelesaian dan pembayaran pajak;

c. Sehubungan dengan masalah pelayanan ini kiranya perlu disadari bersama bahwa penyelenggaraan pelayanan yang baik akan mempengaruhi peningkatan dan kecepatan pemasukan

Page 158: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah…..

151

income/penerimaan pemerintah daerah, sehingga dengan demikian Dinas Pendapatan Daerah tidak dapat hanya mengusahakan peningkatan income daerah saja tanpa memperhatikan pelayanan yang harus diberikan kepada wajib pajak. Jadi dua hal yang penting bagi Dinas Pendapatan Daerah adalah: 1. Bagaimana meningkatkan dan memasukkan income yang

sebesar-besarnya bagi pemerintah daerah; dan 2. Bagaimana dapat memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya

kepada wajib pajak/masyarakat. Kemudian hal yang perlu diusahakan pula dalam rangka intensifikasi

adalah: a. Bagaimana meningkatkan kesadaran membayar pajak (tax

mindedness) kepada para wajib pajak/masyarakat. Usaha ini memerlukan waktu yang lama dan harus dilaksanakan secara terus menerus baik dengan cara informatif, persuasif dan edukatif serta diperlukan adanya langkah-langkah dan tindakan-tindakan yang positif baik oleh para petugas/aparat pemungut maupun pemerintah daerah.

b. Di samping dilaksanakannya panca tertib dan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada wajib pajak/masyarakat, penting sekali diusahakan agar wajib pajak/masyarakat mengetahui dan mengerti:

- Mengapa harus membayar pajak;

- Untuk apa mereka membayar pajak;

- Bagaimana dan kemana uang hasil pemungutan pajak tersebut dipergunakan oleh pemerintah;

- Apakah pemerintah menggunakannya untuk pembiayaan proyek-proyek pembangunan yang bermanfaat bagi masyarakat.

Demikian masalah-masalah yang perlu diperhatikan dalam rangka

usaha intensifikasi pajak daerah dan pendapatan daerah pada umumnya.

Page 159: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah…..

152

6.2. Ekstensifikasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Dalam upaya memberhasilkan pengelolaan sumber penerimaan

Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari pungutan pajak daerah dan retribusi daerah, antara lain dilakukan sebagai berikut: 1. Dalam penyusunan Peraturan Daerah harus memperhatikan kriteria yang

diatur UU No. 18 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta peraturan pelaksanaannya dalam Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah;

2. Perluasan atau pengembangan obyek/subyek pungutan daerah/ retribusi daerah untuk dicermati ruang lingkup kewenangan dari masing-masing provinsi dan kabupaten/kota, dengan terlebih dahulu menganalisa potensi dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi serta tidak menimbulkan ekonomi biaya tinggi;

3. Obyek pajak provinsi jenisnya terbatas, sedangkan pajak kabupaten/ kota masih dapat dibenarkan untuk ditetapkan oleh daerah yang bersangkutan untuk memungut jenis pajak baru selain dari yang ditetapkan dalam peraturan perundangan, maka kabupaten/kota harus dapat memanfaatkan peluang tersebut dengan menganalisis potensi obyek pendapatan Daerah tersebut;

4. Mengenai retribusi daerah, yang masih dimungkinkan bagi provinsi dan kabupaten/kota untuk memungut jenis retribusi baru seperti penerimaan yang berasal dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang telah diserahkan kepada Daerah, dan sesuai dengan jasa yang diberikan oleh Daerah, maka selain itu pemberian pelayanan berpeluang untuk memungut Retribusi, tetapi harus memperhatikan kriteria yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah. Kesemua pengaturan pemungutan retribusi harus pula dilihat obyek/subyek retribusi tersebut dari aspek potensi dan ditetapkan dalam Peraturan Daerah (Perda).

Selanjutnya dalam upaya untuk meningkatkan penerimaan pajak dan

retribusi daerah di masa mendatang yang secara keseluruhan menjadi sumber pendapatan dalam APBD baik provinsi maupun kabupaten/kota, adanya masukan sebagai bahan pertimbangan antara lain sebagai berikut:

Page 160: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah…..

153

1. Melakukan revisi atau perubahan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang No. 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terutama terhadap obyek dan jenis pajak daerah, agar untuk provinsi dapat juga diberikan kewenangan untuk memungut pajak baru selain yang telah ditetapkan dalam ketentuan perundangan sebagaimana halnya diperbolehkan kepada kabupaten/ kota yaitu sesuai dengan potensi daerah masing-masing;

2. Dalam hal peningkatan Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi, maka untuk obyek Pajak Kenderaan di Atas Air dan Bea Balik Nama Kenderaan di Atas Air, kriteria obyeknya dapat ditingkatkan yaitu lebih dari 2 PK dan di atas 7GT Kapal Kenderaan di Atas Air (angkutan umum/barang dan perikanan), di mana hasil dari penerimaan pajak tersebut adalah dibagi hasilkan juga kepada kabupaten/kota. Obyek pungutan terdapat di beberapa wilayah provinsi di Indonesia yang memiliki potensi obyek pajak tersebut;

3. Obyek pajak daerah yang dinilai tidak potensial di daerah kabupaten/kota lebih baik dihapuskan dari jenis pajak dan lebih baik diprioritaskan terhadap obyek pajak yang potensial dan tidak membebani masyarakat dengan tetapi memperhatikan filsofi dan fungsi-fungsi pajak yaitu sebagai regulasi dan budgetair;

4. Obyek jenis Retribusi Daerah, agar tidak duplikasi dan dapat menimbulkan biaya tinggi dan atau dapat mengganggu kelancaran ekonomi secara nasional atau regional, perlu adanya ditetapkan keseragaman jenis-jenis pungutan retribusi berupa daftar (list) jenis retribusi provinsi dan kabupaten/kota, guna dijadikan pedoman dalam penetapan peraturan daerah sesuai kewenangan dari masing-masing Daerah.

Page 161: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Penutup….. 154

BAB VII

P E N U T U P

anyak hal yang dapat dicermati dan dipahami dalam buku ini tentang pajak daerah dan retribusi daerah dalam perspektif

otonomi daerah di Indonesia yang pada hakekatnya memiliki korelasi dalam upaya Pemerintah Daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi terhadap pengelolaan pungutan pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu dapat mengetahui secara umum tentang bagaimana hubungan antara pajak daerah dan retribusi daerah dengan adanya perpajakan pusat yang dikaitkan dengan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi dan Kabupaten/Kota yang berhubungan dengan penyelenggaraan otonomi daerah. Bahkan lebih dari itu dapat diketahui juga hubungan Perimbangan Keuangan antar Provinsi dengan Kabupaten/Kota yaitu berupa Bagi Hasil Pajak Provinsi kepada Kabupaten/Kota yang bertujuan untuk memperkuat sumber keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota. Dengan adanya korelasi antara kebijakan fiskal dari Pemerintah Pusat dalam kaitan evaluasi Peraturan Daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah adalah dalam rangka menjaga dan mencegah adanya pengaturan yang dapat mengganggu perekonomian masyarakat dan bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Namun diakui bahwa hakekat dari pelaksanaan tersebut adalah dalam rangka menjaga kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Makna otonomi daerah yang dinamis dan bertanggung jawab, tentu keberadaan pajak daerah dan retribusi daerah sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 adalah sebagai konsekuensi kebutuhan sumber dana

B

Page 162: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Penutup….. 155

bagi Daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan tugas pelayanan kepada masyarakat, sesuai dengan jiwa yang terkandung dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Dengan demikian, peran kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah dalam sumber pendapatan daerah selain berfungsi sebagai tulang punggung pembangunan juga sebagai sokoguru kelestarian otonomi daerah.

Page 163: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

BIBLIOGRAFI PENULIS

Abdul Kadir, lahir di Pangkalan Brandan, 05 Desember 1957. Menyelesaikan pendidikan Fakultas Hukum di Universitas Sumatera Utara tahun 1987, pada tahun 2003 menyelesaikan S2 pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan tahun 2007 menyelesaikan Program Doktor (S3) Ilmu Perencanaan Wilayah pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Pendidikan tambahan yang pernah diikuti yaitu Diklat Perencanaan Instansi Teknis Tingkat Provinsi Sumatera Utara di Medan tahun 1990, Diklat SPAMA di Medan tahun 1997, Diklat Reinventing Goverment di Medan tahun 2000, Workshop Analisis Kelayakan Pengenaan Retribusi atas Fungsi Pelayanan dan Perizinan di Jakarta tahun 2003, Diklat PIM II LAN RI di Medan dan Diklat Kewidyaiswaraan berjenjang Tk Pertama LAN RI di Medan tahun 2004. Pekerjaan dimulai pada tahun 1987-1996 sebagai Kepala Seksi Penelitian dan Perencanaan pada Dinas Pendapatan Provinsi Sumatera Utara, tahun 1996-2002 sebagai Kepala Seksi Hukum dan Perundang-undangan pada Dinas Pendapatan Provinsi Sumatera Utara, tahun 2002-2006 sebagai Kepala Sub Dinas Bina Program pada Dinas Pendapatan Provinsi Sumatera Utara dan 2006 sampai dengan sekarang sebagai Kepala Bagian Tata Usaha pada Dinas Pendapatan Provinsi Sumatera Utara. Dan juga Dipercayakan oleh Depdagri sebagai wakil ketua Tim Teknis Penyusun Draft Materi RUU tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Mulai tahun 2008 sebagai Dosen Luar Biasa pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik serta Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, selain itu juga aktif mengajar pada Program Studi Ilmu Pemerintahan Pascasarjana Universitas Darma Agung - Medan. Kegiatan penelitian yang pernah diikuti yaitu, Studi Penyusunan Pedoman Bantuan Keuangan Provinsi kepada Kabupaten/Kota se-Provinsi Sumatera Utara, sebagai anggota (kerja sama Pemprovsu dengan LPPM-USU) di Medan tahun 2006. Dan ditahun yang sama juga mengadakan penelitian Analisis dan Perumusan Potensi Perkebunan dalam Rangka Ekstensifikasi Sumber Pendapatan Daerah di Sumatera Utara, sebagai anggota (kerja sama Pemprovsu dengan LPPM-USU) di Medan. Aktif mengikuti seminar dan lokakarya antara lain: Seminar Administrasi Dalam Negeri (Kerjasama antara Pemerintah RI dan Jepang) di Jakarta tahun 2000. Seminar Nasional Lingkungan Perkotaan di Indonesia oleh FALT Universitas Trisakti, Jakarta tahun 2005 dan Fourth Regional IMT-GT UNINET Conference 2002 “Future Scenario in Biological Research Insights and Co-operation” di Penang, Malaysia. Aktif sebagai pemakalah dan nara sumber pada berbagai seminar, diklat struktural dan diklat teknis pada Badan Diklat Provinsi Sumatera Utara. Dan juga aktif menulis pada beberapa jurnal seperti Wahana Hijau Program Doktor Ilmu Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana USU. Telah menulis buku berjudul: “Kebijakan Penetapan Nilai Jual Obyek Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkebunan dalam Pelaksanaan Otonomi dan Peningkatan Sumber Pendapatan Daerah, Penerbit Pustaka Bangsa Press, Medan, 2007”.

Page 164: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Daftar Pustaka….. 156

DAFTAR PUSTAKA Buku-buku Alderfer, Harold F. 1964. Local Government in Developing Countries. Mc

Graw-Hill Book Company. New York. Bosemann, Glenn and Arvind Phatak. 1989. Strategy Management: Text and

Cases. Second Ed. John Wiley & Sons, Inc. New York. Brotodihardjo, R. Santoso. 1993. Pengantar Ilmu Hukum Pajak. PT

Eresco. Bandung. Burton, Richard dan Wirawan B. Ilyas. 2001. Hukum Pajak. Penerbit Salemba

Empat. Jakarta. Davey, Kenneth. 1988. Pembiayaan Pemerintahan Daerah. UI-Press.

Jakarta. Departemen Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan

Keungan. 2008. Pedoman Nasional Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Jakarta.

Devano, Sony dan Siti Kurnia Rahayu. 2006. Perpajakan: Konsep, Teori dan

Isu. Cetakan Pertama. Penerbit Kencana Prenada Media Group. Jakarta.

Devas, Nick. 1989. Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia. UI Press.

Jakarta. Epstein, Paul D. 1988. Using Performance Measurement in Local

Government. A Guide to Improving Decisions, Performance and Accountability. National Civic Leaque Press. New York.

Page 165: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Daftar Pustaka….. 157

Etzioni, Amitai. 1964. Modern Organization. Prentice Hall, Inc. Englewood Cliffs. New Jersey.

_______. 1969. Reading on Modern Organization. Prentice Hall, Inc.

Englewood Cliffs. New Jersey. Fernandez, Johanes. 1992. Mencari Bentuk Otonomi Daerah dan Upaya

Memacu Pembangunan Regional di Masa Depan, dalam Jurnal Ilmu-ilmu Sosial (JIIS). No. 2. Kerjasama PAU-ISUI dengan PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Gibson, James L. John. M. Ivancevich, and James H. Donnelly. 1994.

Organizations: Behavior, Structure, Processes, 8th Ed. Richard D. Irwin, Inc. New York.

Gie, The Liang. 1968. Pertumbuhan Pemerintahan Daerah di Negara

Republik Indonesia. Jilid II. Liberty. Yogyakarta. Indrawijaya, Adam Ibrahim. 1986. Perilaku Organisasi. Sinar Baru. Bandung. Ismail, Tjip. 2005. Pengaturan Pajak Daerah di Indonesia. Penerbit

Departemen Keuangan Republik Indonesia Badan Pengkajian Ekonomi Keuangan dan Kerjasama Internasional Pusat Evaluasi Pajak dan Retribusi Daerah. Jakarta.

Jones, Gareth R. 1995. Organizational Theory: Text and Cases. Addison-

Wesley Publishing Company, Inc. Juvintarto, Andreas. 1988. Efektivitas Pelaksanaan Titik Berat Otonomi

Daerah Tingkat II di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Propinsi Jawa Tengah. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Kadir, Abdul. 2007. Kebijakan Penetapan Nilai Jual Objek Pajak Bumi dan

Baungunan Sektor Perkebunan: dalam Pelaksanaan Otonomi dan Peningkatan Sumber Pendapatan Daerah. Pustaka Bangsa Press. Medan.

Page 166: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Daftar Pustaka….. 158

Kaho, Jose Riwu. 1982. Analisa Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia. Bina Aksara. Jakarta.

Katz. Daniel and Robert L. Khan. 1966. The Social Psychology of

Organizations. Second Ed. Jhon Wiley & Sons, Inc. New York. Mardiasmo. 2005. Perpajakan. Penerbit Andi Offset. Yogyakarta. Negara, Tunggul Anshari Setia. 2006. Pengantar Hukum Pajak. Bayu Media

Publishing. Malang. Puno, Carlito J. and Atty Farolan. 1995. The Corporate Heartbeat Strategy

Via EVR Congruence. Philippine Christian University. Manila. Salam, Dharma Sertyawan. 2004, Otonomi Daerah dalam Perspektif

Lingkungan, Nilai dan Sumber Daya. Cetakan Keempat. Penerbit Djambatan. Jakarta.

Salusu, J. 1996. Pengambilan Keputusan Strategik untuk Organisasi Publik

dan Organisasi Nonprofit. Penerbit Gramedia. Jakarta. Siahaan, Marihot P. 2005. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta. Soemodihardjo, R. Dyatmiko. 1980. Pajak Daerah Tingkat I &

Ketatalaksanaan Pemungutannya, Bahan Kuliah pada Latihan Bagi Para Pegawai Baru dalam Lingkungan Dinas Pendapatan Daerah Seluruh Indonesia.

Soekarwo. 2003. Berbagai Permasalahan Keuangan Daerah. Penerbit

Airlangga University Press, Surabaya. Syafrudin, Ateng. 1985. Pasang Surut Otonomi Daerah. Binacipta.

Bandung.

Page 167: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Daftar Pustaka….. 159

Tunggal, Amin Widjaya. 1991. Pelaksanaan Pajak Penghasilan Perseorangan. Rineka Cipta. Jakarta.

Wajong, J. 1975. Administrasi Keuangan Daerah. Ichtiar. Jakarta. Webster’s Ninth New Collegiate Dictionary. 1990. Wexley. Kenneth N and Gary A. Yukl. 1984. Organizational Behavior and

Personnel Psychology. Revised Ed. Richard D. Irvin, Inc, Home Wood. Illionois.

Widjaja, HAW. 2002. Otonomi Daerah dan Daerah Otonom.

PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta. Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang-

Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

antara Pemerintah Pusat dan PemerintahDaerah. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan

Pemerintahan antara Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

Page 168: PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/... · 2020. 8. 3. · tersebut diatur secara tegas dalam komponen struktur penerimaan negara

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Perspektif Otonomi di Indonesia

Daftar Pustaka….. 160

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.