20
NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETTO Penghasilan netto bagi tiap jenis usaha dihitung dengan cara mengalikan angka presentase Norma Penghitungan Penghasilan Netto dengan peredaran bruto atau penghasilan bruto dari kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dalam satu tahun. Dalam menghitung besarnya PPh yang terutang oleh WPOP, sebelum dilakukan penerapan tarif umum terlebih dahulu dihitung Penghasilan Kena Pajak dengan mengurangkan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dari penghasilan netto. Bagi WPOP yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha atau pekerjaan bebas, penghitungan dilakukan terhadap masing-masing jenis usaha dengan memperhatikan pengelompokkan wilayah. Penghasilan netto mereka ini merupakan penjumlahan penghasilan netto dari masing-masing jenis usaha atau pekerjaan bebas. Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Boleh Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto Berikut ketentuan lama WP OP yang boleh menggunakan norma penghitungan penghasilan neto: 1. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan peredaran bruto sebesar Rp. 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) atau lebih dalam 1 (satu) tahun wajib menyelenggarakan pembukuan. 2. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan peredaran bruto di bawah Rp. 4.800.000.000,00 (satu miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun wajib menyelenggarakan 3

Pajak Paper Fix

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Perpajakan II

Citation preview

Page 1: Pajak Paper Fix

NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETTO

Penghasilan netto bagi tiap jenis usaha dihitung dengan cara mengalikan angka

presentase Norma Penghitungan Penghasilan Netto dengan peredaran bruto atau

penghasilan bruto dari kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dalam satu tahun. Dalam

menghitung besarnya PPh yang terutang oleh WPOP, sebelum dilakukan penerapan

tarif umum terlebih dahulu dihitung Penghasilan Kena Pajak dengan mengurangkan

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dari penghasilan netto.

Bagi WPOP yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha atau pekerjaan bebas,

penghitungan dilakukan terhadap masing-masing jenis usaha dengan memperhatikan

pengelompokkan wilayah. Penghasilan netto mereka ini merupakan penjumlahan

penghasilan netto dari masing-masing jenis usaha atau pekerjaan bebas.

Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Boleh Menggunakan Norma Penghitungan

Penghasilan Neto

Berikut ketentuan lama WP OP yang boleh menggunakan norma penghitungan

penghasilan neto:

1. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan

peredaran bruto sebesar Rp. 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta

rupiah) atau lebih dalam 1 (satu) tahun wajib menyelenggarakan pembukuan.

2. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan

peredaran bruto di bawah Rp. 4.800.000.000,00 (satu miliar delapan ratus juta

rupiah) dalam 1 (satu) tahun wajib menyelenggarakan pencatatan, kecuali Wajib

Pajak yang bersangkutan memilih menyelenggarakan Pembukuan.

3. Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud pada butir (2) yang tidak

memilih untuk menyelenggarakan pembukuan, menghitung penghasilan neto

usaha atau pekerjaan bebasnya dengan menggunakan Norma Penghitungan

Penghasilan Neto.

Besarnya Norma

1. Norma yang digunakan adalah norma berdasarkan kota wilayah usaha

2. Yang dimaksud 10 ibukota propinsi: Medan, Jakarta, Palembang, Bandung,

Semarang, Surabaya, Manado, Makassar, Denpasar, Pontianak.

3. Kota propinsi lainnya adalah ibukota propinsi selain 10 yang disebutkan.

4. Daerah lainnya adalah daerah selain yang dimaksud diatas.

Kewajiban Bagi Pengguna Norma Penghitungan Penghasilan Neto

3

Page 2: Pajak Paper Fix

Berikut ini beberapa kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pengguna norma

penghitungan penghasilan neto:

1. Wajib Pajak yang menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto wajib

memberitahukan mengenai penggunaan Norma Penghitungan kepada Direktur

Jenderal Pajak paling lama 3 (tiga) bulan sejak awal tahun pajak yang

bersangkutan.

2. Wajib Pajak yang tidak memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak sesuai

dengan ketentuan diatas dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan.

Kewajiban wajib pajak yang menggunakan pembukuan adalah sebagai berikut:

1. Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan  yang ternyata tidak atau

tidak sepenuhnya menyeIenggarakan pembukuan, penghasilan netonya dihitung

dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.

2. Wajib Pajak  dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima

puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar dalam tahun

pajak yang bersangkutan.

PENGHASILAN NETTO KARYAWAN YANG TIDAK PUNYA USAHA

Pajak yang dipotong dari penghasilan bulanan para karyawan disebut sebagai

Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPH 21). Adapun Skema dari perhitunganya adalah:

Pengasilan Bruto setahun                                                           —————————

Pengurang Pengasilan bruto                                                      ————————— (-)

Penghasilan netto setahun                                                         —————————

Penghasilan tidak kena pajak/PTKP                                          ————————— (-)

Penghasilan Kena pajak                                                             —————————

PPh 21 = Tarif x Penghasilan Kena pajak

Penjelasan:

Penghasilan bruto setahun

Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai tetap, baik berupa penghasilan

yang bersifat teratur maupun tidak teratur, termasuk pula Jaminan kecelakaan kerja,

jaminan kematian dan jaminan pelayanan kesehatan. Untuk penghasilan bersifat natura

atau kenikmatan lainya dalam nama dan bentuk apapun, yang termasuk dipotong PPH

21 adalah natura yang diberikan oleh:

1. Bukan Wajib pajak;

2. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final; atau

4

Page 3: Pajak Paper Fix

3. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan

khusus (deemed profit).

Sementara itu, berikut ini tidak termasuk. Tidak termasuk dalam pengertian

penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 sehingga tidak perlu dikalkulasi dalam

menghitung penghasilan bruto.

1. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan

dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna,

dan asuransi beasiswa;

2. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun

diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali penghasilan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2);

3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah

disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari

tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara

jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja;

4. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil

zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, atau sumbangan keagamaan

yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima

oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau

disahkan oleh Pemerintah sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha,

pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang

bersangkutan;

5. Beasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf l Undang-Undang

Pajak Penghasilan.

Pengurang penghasilan bruto

1. Biaya jabatan

Sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp

500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) sebulan atau Rp 6.000.000,00 (enam juta

rupiah) setahun. Biaya jabatan dihitung dengan mengalikan 5% dengan jumlah

penghasilan bruto, apabila dalam satu tahun hasil perkalian tersebut melebihi

6.000.000 (atau dalam satu bulan melebihi 500.000 (6.000.000 / 12 bulan)), maka

biaya jabatan yang diperkenankan hanya 6.000.000 atau 500.000. Sehingga nilai

6.000.000/500.000 tersebut dapat dikatakan sebagai nilai maksimal biaya jabatan.

2. Iuran yang terkait dengan Gaji

5

Page 4: Pajak Paper Fix

Iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada dana pensiun

yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau badan

penyelenggara tunjangan hari tua atau jaminan hari tua yang dipersamakan

dengan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

Penghasilan netto

Merupakan angka yang diperoleh dari penghasilan bruto dikurangi dengan pengurang

penghasilan bruto

Penghasilan Tidak Kena Pajak/PTKP

PTKP ini dimaksudkan untuk memberikan keringanan bagi mereka yang memiliki

penghasilan di bawah jumlah tertentu. Kebijakan ini merupakan upaya pemerintah agar

pajak tidak memberatkan masyarakat, khususnya mereka yang berpenghasilan rendah.

Jika penghasilan netto berada di bawah PTKP, tentu saja mereka tidak perlu dilakukan

pemotongan PPH 21 atau dengan kata lain tidak dibebani dengan kewajiban membayar

pajak. Besarnya PTKP per tahun adalah sebagai berikut :

1. Rp 15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah) untuk

diri Wajib Pajak orang pribadi;

2. Rp 1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan untuk

Wajib Pajak yang kawin;

3. Rp 1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan untuk

setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan

lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3

(tiga) orang untuk setiap keluarga.

Terhitung mulai 1 Januari 2013 pemerintah telah menaikkan batas penghasilan tidak

kena pajak menjadi :

1. Rp 24.300.000 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah) untuk diri

Wajib Pajak orang pribadi;

2. Rp 2.025.000 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan untuk Wajib

Pajak yang kawin;

3. Rp 2.025.000 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan untuk setiap

anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta

anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang

untuk setiap keluarga

Tarif Pajak

6

Page 5: Pajak Paper Fix

Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi pajak orang pribadi

dalam negeri adalah sebagai berikut:

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

Sampai dengan Rp50.000.000,00 5%

Rp50.000.000,00 - Rp250.000.000,00 15%

Rp 250.000.000,00 - Rp500.000.000,00 25%

Rp500.000.000,00 ke atas 30%

PAJAK TERUTANG, KREDIT PAJAK PASAL 21, 22, 23, 24 DAN PASAL 25

1. Pajak Terutang

Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa

Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan

dalam Undang-Undang Perpajakan meliputi :

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang KUP (Ketentuan Umum dan

Tata Cara Perpajakan).

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang PPh (Pajak Penghasilan)

2. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang PPN dan PPnBM (Pajak

Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah)

1. Kredit Pajak Pasal 21, 22, 23, 24, dan Pasal 25

Untuk mendapatkan pajak yang masih harus dibayar pada suatu tahun pajak maka

atas pajak yang terhutang perlu dikurangi dengan kredit pajak.

Kredit pajak penghasilan adalah pajak-pajak yang telah dibayar sendiri atau telah

dipotong oleh pihak lain yang berkaitan dengan transaksi antara Wajib Pajak dengan

pihak lain. Yang perlu diperhatikan atas pajak-pajak yang dapat dikreditkan antara lain

seperti berikut ini:

1. PPh yang dapat dikreditkan tersebut berhubingan dengan kegiatan usaha Wajib

Pajak dalam rangkan mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan.

2. Masa bulan perolehan PPh yang dikreditkan berada pada masa tahun PPh yang

terhutang.

Kredit pajak penghasilan dapat dibedakan menjadi seperti berikut ini:

1. Pajak yang dipotong/dipungut pihak lain

2. Pajak yang dibayar sendiri

3. Surat Tagihan Pajak

1. Pajak yang Dipotong atau Dipungut Pihak Lain

7

Page 6: Pajak Paper Fix

Pajak yang dipungut atau dipotong pihak lain dapat berbentuk seperti PPH

pasal 21, PPh pasal 22, PPh pasal 23, dan PPh pasal 24.

PPh Pasal 21

PPh Pasal 21 yang dikreditkan bagi Wajib Pajak adalah PPh pasal 21 yang

dipotong atas penghasilan yang diterima oleh wajib pajak sendiri dari pemberi

kerja atau pihak lain, baik dari hubungan sebagia karyawan maupun dalam rangka

pemberian jasa, dan bukan PPh pasal 21 yang dipotong sendiri atas karyawan dari

wajib pajak bersangkutan.

PPh Pasal 22

Objek penghasilan yang harus dikenakan PPh pasal 22 dapat dibedakan

menjadi 3 macam, seperti berikut ini:

1. PPh Pasal 22 Bendaharawan Pemerintah

Setiap transaksi yang terjadi antara Wajib Pajak dengan

bendaharawan pemerintah yang mengeluarkan dana dari APBN atau

APBD, oleh bendaharawan pemerintah akan dipotong PPh pasal 22 sebesar

1,5%, yang oleh Wajib Pajak Dapat diperlakukan sebagai kredit pajak.

2. PPh Pasal 22 Impor Barang

Atas pengadaan barang yang dilakuakan Wajib Pajak dari luar pabean

atua luar begeri akan dikenakan PPh pasal 22 impor sebesar 2,5% (yang

menggunakan API) dari nilai impornya dengan menggunakan kurs pajak.

3. PPh Pasal Industri Tertentu; seperti industri kertas, baja dan otomotif

1. PPh Industri Kertas: setiap distributor kertas membeli produk kertas

pada industri kertas sebagai pabrikan, distributor akan dipotong PPh

pasal 22 sebesar 0,1% dari DPP. PPN.

2. PPh Industri Baja: pada setiap pembelian industri baja dari pabrikan,

distributor akan dipotong PPh pasal 22 sebesar 0,3% dari DPP. PPN.

3. PPh Industri Otomotif: setiap pembelian produk otomotif dari pabrikan

atau perusahaan sebagai ATPM (Agen Tunggal Pemegang Merk),

APM (Agen Pemegang Merk) serta sebagai importir umum maka

distributor otomotif akan dipotong PPh pasal 22 sebesar 0,45% dari

DPP. PPN.

PPh Pasal 23

PPh pasal 23 terhutang atas berbagai kegiatam pemberian jasa serta sewa seperti

berikut ini:

8

Page 7: Pajak Paper Fix

1. PPh Pasal 23 Jasa Katering: setiap terjadi transaksi yang berkaitan dengan

jasa katering, pihak yang menggunakan jasa akan memotong PPh pasal

23 sebesar 1,5% dari DPP. PPN.

2. PPh Pasal 23 Jasa Kebersihan Lingkungan: setiap terjadi transaksi yang

berkaitan dengan jasa kebersihan lingkungan, pihak yang menggunakan

jasa akan memotong PPh pasal 23 sebesar 3% dari DPP. PPN.

3. PPh Pasal 23 Jasa Pelaksana Kontruksi: setiap terjadi transaksi yang

berkaitan dengan jasa pelaksanaan konstruksi yang nilai kontraknya di atas

Rp 1.000.000.000,00, pihak yang menggunakan jasa akan memotong

PPh pasal 23 sebesar 2% dari DPP PPN.

4. PPh Pasal 23 Jasa Perencana dan Pengawasan Konstruksi: setiap terjadi

transaksi yang berkaitan dengan jasa perencanaan atau pengawasan

konstruksi yang nilai kontruksinya di atas Rp 1.000.000.000,00, pihak

yang menggunakan jasa akan memotong PPh pasal 23 sebesar 4% dari

DPP. PPN.

5. PPh Pasal 23 Jasa Tenaga Ahli: setiap terjadi transaksi dengan jasa tenaga

ahli, pihak yang menggunakan jasa akan memotong PPh pasal 23

sebesar 7,5% dari DPP. PPN. Yang termasuk jasa tenaga ahli diantaranya

adalah jasa dokter, notaris, akuntan, penilai, aktuaris.

6. PPh Pasal 23 Jasa Lainnya: yang termasuk jasa lainnya seperti jasa

manajemen, jasa perancang interior, jasa perancang iklan, perancang mesin,

jasa perawatan mesin, perawatan kendaraan dan sangat banyak jenis jasa

lainnya yang tidak termasuk dalam kategori jasa yang telah dibahaw di atas.

Maka setiap terjadi traksaksi yang berkaitan dengan jasa lainnya tersebut,

pihak yang menggunakan jasa akan memotong PPh pasal 23 sebesar 6%

dari DPP. PPN.

7. PPh Pasal 23 Sewa Angkutan Darat: yang termasuk dalam kriteria sewa

angkutan darat adalah:

1. Sewa kendaraan angkutan umum berupa bus, minibus, taksi yang

disewa atau dicarter untuk jangka waktu tertentu baik secara harian,

mingguan maupun bulanan, berdasarkan suatu perjanjian tertulis atau

tidak tertulis antara pemilik kendaraan angkutan umum dengan WP

badan atau orang pribagi yang ditunjuk sebagai pemotong PPh 23

9

Page 8: Pajak Paper Fix

sehingga mengakibatkan masyarakat umum tidak dapat lagi

menumpang kendaraan umum yang bersangkutan.

2. Sewa kendaraan milik perusahaan persewaan mobil, perusahaan bus

wisata dan milik orang pribadi yang bukan merupakan kendaraan

angkutan umum yang disewakan kepada WP badan atau WP orang

pribadi yang ditunjuk sebagai pemotong PPh pasal 23.

3. Sewa kendaraan berupa truk, mobil derek, taksi milik

perusahaan/orang pribadi yang disewa atau dicarter oleh suatu

perusahaan angkutan untuk keperluan operasi udaha angkutan darat

atau untuk keperluan lain.

Setiap transaksi yang berkaitan dengan sewa angkutan darat, pihak

yang menyewa akan memotong PPh pasal 23 sebesar 3% dari DPP. PPN.

8. PPh Pasal 23 Sewa Penggunaan Harta Lainnya: termasuk sewa penggunaan

harta lainnya misalnya sewa mesin, sewa peralatan, sewa kapal, dan

berbagai jenis sewa barang lainnya. Setiap terjadi transaksi yang berkaitan

dengan sewa harta lainnya tersebut, pihak yang menyewa akan memotong

PPh 23 sebesar 6% dari DPP. PPN.

PPh Pasal 24

PPh pasal 24 adalah PPh yang diakui atas pajak yang telah dikenakan atas

penghasilan di luar negeri yang berkaitan dengan kegiatan perusahaan dalam

menghasilkan, merawat dan menjaga penghasilan di Indonesia.

PPh pasal 24 perhitungan, dihitung sesuai perbandingan antara penghasilan

dair luar negeri dengan total penghasilan total penghasilan yang dikalikan PPh

terhutang atas total penghasilan tersebut.

PPh pasal 24 yang dapat dikreditkan adlah jumlah yang lebih kecil antara

perbandingan antara PPh pasal 24 yang dikenakan/dipotong di luar negeri dengan

PPh pasal 24 perhitungan.

1. Kredit Pajak yang Dibayar Sendiri

Pajak yang dibayar sendiri ileh Wajib Pajak yang dapat dikreditkan adalah PPh

pasal 25 dan Fiskal Luar Negeri.

PPh Pasal 25

PPh pasal 25 adalah uang muka PPh yang akan diperhitungkan atas PPh

yang terhutang di akhir tahun. Besarnya PPh pasal 25 dihitung dengan cara

sebagai berikut:

10

Page 9: Pajak Paper Fix

1. Setelah SPT Tahunan Dilaporkan

Setelah SPT Tahunan dilaporkan maka besarnya PPh pasal 25

dihitung dari PPh yang terhutang dikurangi dengan PPh yang

dipotong/dipungut dibagi 12 (dua belas).

Besarnya PPh yang terhutang didapat dari penghasilan uang teratur

yaitu dari penghasilan pokok perusahaan termasuk penghasilan karena

selisih kurs, sedangkan penghasilan lainnya dianggap bukan penghasilan

teratur.

2. Sebelum SPT Tahunan Dilaporkan

Sebelum SPT Tahunan dilaporkan oleh Wajib Pajak, besarnya PPh

pasal 25 yang harus dibayar adalah sama dengan angsuran PPh pasal 25

tahun sebelumnya.

3. Setelah Diterbitkan Surat Keputusan

Surat keputusan yang mengubah besarnya angsuran PPh pasal 25

antara lain:

1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

2. Surat Ketetapan Pajak Lebiah Bayar (SKPLB)

3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)

4. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar Tambahan (SKPLBT)

5. Surat Keputusan Keberatan/Banding

Fiskal Luar Negeri

Bagi wajib pajak yang akan bepergian ke luar negeri diharuskan membayar

pajak yang lebih dikenal dengan fiskal luar negeri sebesar Rp 1.000.000,00 bagi

yang mempergunakan pesawat dan Rp 500.000,00 bagi yang mempergunakan

kapal laut. Pembayaran pajak Fiskal Luar Negeri dapat dilakuakan oleh:

1. Wajib Pajak Orang Pribadi: orang pribadi yang terdaftar sebagia Wajib

Pajak dapat mengkreditka Fiskal Luar negeri yang telah dibayarnya.

2. Wajib Pajak Pemberi Kerja (Badan atau Prang Pribadi): apabila kepergian

orang pribadi tersebut ditanggung pemberi kerja maka kredit atas Fiskal

Luar Negeri tersebut dpaat dilakukan oleh pemberi kerja dengan cara

mencantumakan NPWP pemberi kerja tersebut pada formulir fiskal luar

negeri.

11

Page 10: Pajak Paper Fix

Fiskal luar negeri dapat dikreditkan apabila tujuan kepergian ke luar negeri

adalah sehubungan dengan kepergian usaha dari Wajib Pajak dan tidka termasuk

keluarganya.

3. Surat Tagihan Pajak (STP)

Surat Tagihan Pajak (STP) diterbitkan oleh fiscus apabila Wajib Pajak tidak

atau kurang melakukan pembayaran angsuran PPh pasal 25. Besarnya STP adalah

sesuai dengan kekurangan besarnya angsuran setiap bulannya ditambah dengan

sanksi 2% per bulan, dihitung sejak bulan mulai terlambat sampai dengan bulan

diterbitkannya STP dan untuk satu tahun pajak STP dapat diterbitkan lebih dari

satu kali STP.

Surat Tagihan Pajak yang dapat dikreditkan adalah sebesar pokok STP, atau

tidak termasuk bunyanya, biak STP tersebut sudah dibayar oleh WP atau belum

dibayar.

4. PPH YANG MASIH HARUS DIBAYAR (PASAL 29/28 A) DAN ANGSURAN

PPH PASAL 25 TAHUN BERJALAN

1. Pelunasan Pajak Penghasilan Pada Akhir Tahun Pajak

Pada akhir tahun pajak, atas seluruh penghasilan yang diterima atau

diperoleh Wajib Pajak selama tahun pajak yang bersangkutan harus dihitung

Pajak Penghasilan yang terutang. Pajak Penghasilan yang harus dilunasi pada

akhir tahun pajak dihitung dengan cara : Pajak Penghasilan yang terutang atas

seluruh penghasilan (yang merupakan objek pajak) selama tahun pajak yang

bersangkutan dikurangi dengan Kredit Pajak yaitu Pajak Penghasilan yang

dilunasi dalam tahun pajak berjalan baik yang dibayar sendiri maupun yang

dipotong atau dipungut oleh pihak lain. Hasil penghitungan Pajak Penghasilan

pada akhir tahun tersebut, dapat mengakibatkan kurang bayar atau lebih bayar,

sebagai berikut :

1. Apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih kecil dari

jumlah kredit pajak (Pajak yang dilunasi dalam tahun berjalan), maka

setelah dilakukan pemeriksaan, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan

setelah diperhitungkan dengan utang pajak berikut sanksi-sanksinya. (Pasal

28 A UU PPh).

2. Apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih besar dari

kredit pajak (Pajak yang dilunasi dalam tahun berjalan), maka kekurangan

pajak yang terutang harus dilunasi selambat-lambatnya pada tanggal 25

12

Page 11: Pajak Paper Fix

bulan ketiga setelah tahun pajak berakhir, sebelum Surat Pemberitahuan

(SPT) Tahunan disampaikan. Apabila tahun buku sama dengan tahun

takwim maka kekurangan pajak tersebut wajib dilunasi selambat-lambatnya

pada tanggal 25 Maret setelah tahun pajak berakhir, sedangkan apabila

tahun buku tidak sama dengan tahun takwim, misalnya mulai tanggal 1 Juli

sampai dengan 30 Juni, maka kekurangan pajak wajib dilunasi selambat-

lambatnya pada tanggal 25 September. (Pasal 29 UU PPh).

3. Cara menghitung besarnya PPh Pasal 25

Angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib

Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut

Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu

dikurangi dengan :

1. Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21

dan pasal 23,serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 22.

2. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh

dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24.

Dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.

1. Hal- Hal Tertentu Untuk Penghitungan Besarnya Angsuran PPh Pasal 25

Direktur Jenderal Pajak diberi wewenang untuk menyesuaikan besarnya angsuran

pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dalam tahun berjalan,apabila :

1. Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian

2. Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur

3. SPT Tahunan PPh tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu

yang ditentukan

4. Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT

Tahunan PPh

5. Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh yang mengakibatkan

angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan

6. Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak

DAFTAR PUSTAKA

Lumbantoruan, Sophar. 2005. Akuntansi Pajak. Jakarta: PT. Gramedia.

13

Page 12: Pajak Paper Fix

Mardiasmo. 2011. Perpajakan Edisi Revisi. Yogyakarta: Penerbit ANDI Yogyakarta.

Muljono, Djoko. 2006. Akuntansi Pajak. Yogyakarta: Penerbit ANDI.

Resmi, Siti. 2009. Perpajakan: Teori dan Kasus, Edisi 5. Jakarta: Salemba Empat.

Sugiono, Arief dan Untung Edy. 2008. Panduan Praktis Dasar Analisa Laporan Keuangan.

Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia (Grasindo).

Waluyo. 2010. Akuntansi Pajak, Edisi 3. Jakarta: Salemba Empat.

http://www.pajakonline.com/engine/learning/view.php?id=131 (diakses tanggal 6 Oktober

2014)

http://www.pajak.go.id/content/norma-penghitungan (diakses tanggal 6 Oktober 2014)

http://www.pajak.go.id/content/seri-pph-norma-perhitungan-penghasilan-netto (diakses

tanggal 6 Oktober 2014)

http://www.wibowopajak.com/2012/02/pengertian-pajak-yang-terutang.html (diakses tanggal

6 Oktober 2014)

14