15
87 K A N D A I Volume 10 No. 1, Mei 2014 Halaman 87—101 PAKKIOK BUNTING DALAM ADAT PERKAWINAN SUKU MAKASSAR DI GOWA: KAJIAN NILAI BUDAYA (Pakkiok Bunting in Makassarese Marriage Tradition in Gowa: A Cultural Value Study) Rahmawati Kantor Bahasa Provinsi Sulawesi Tenggara Jalan Haluoleo, Kompleks Bumi Praja Andounohu, Kendari Pos-el: [email protected] (Diterima 17 Januari 2014; Revisi 19 April 2014; Disetujui 25 April 2014) Abstrak The utterance of Pakiok Bunting for welcoming the bride in Makassar marriage tradition in Gowa is rarely applied, so that the lyric of Pakiok Bunting is almost forgotten. This study raises the problems of form and cultural values in Pakiok Bunting. Method used in this study was qualitative. The data was from the native speaker of Pakiok Bunting. The result shows Pakiok Bunting is laden with cultural values which very important to know, understand, and be a role in the household life. Those values consist of the value of responsibility, respect, simplicity, and generosity. Keywords: value, Pakiok Bunting, Makassarese marriage tradition. Abstrak Penuturan syair Pakkiok Bunting dalam penyambutan pengantin adat perkawinan suku Makassar di Kabupaten Gowa semakin jarang dilakukan sehingga syair Pakkiok Bunting nyaris terlupakan. Penelitian ini mengangkat permasalahan bentuk dan nilai budaya yang terdapat dalam syair Pakkiok Bunting dan bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk dan menganalisis nilai- nilai budaya yang terkandung dalam syair Pakkiok Bunting. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif kualitatif. Data penelitian diperoleh dari penutur syair Pakkiok Bunting. Hasil penelitian menunjukkan bahwa syair Pakkiok Bunting sarat dengan nilai-nilai budaya yang sangat penting untuk diketahui, dipahami, dan dijadikan sebagai pegangan dalam kehidupan berumah tangga. Nilai-nilai tersebut meliputi nilai tanggung jawab, saling menghargai, kesederhanaan, dan kedermawanan. Kata-kata kunci: nilai, Pakkiok Bunting, perkawinan adat Makassar PENDAHULUAN Perkawinan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting dalam tahapan kehidupan manusia. Persiapan mental maupun fisik harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya agar biduk rumah tangga senantiasa tentram dan damai. Persiapan ini penting karena sebuah perkawinan tidak hanya menyatukan dua insan tapi menyatukan dua keluarga. Sebagai mana yang dikemukakan oleh Keesing, RM dalam Abdullah (2003: 6) bahwa secara hakiki perkawinan bukanlah suatu keterhubungan antara individu-individu tetapi suatu kontrak antara kelompok (sering antara

PAKKIOK BUNTING DI GOWA: KAJIAN NILAI BUDAYA

  • Upload
    others

  • View
    0

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PAKKIOK BUNTING DI GOWA: KAJIAN NILAI BUDAYA

87

K A N D A IVolume 10 No. 1, Mei 2014 Halaman 87—101

PAKKIOK BUNTING DALAM ADAT PERKAWINAN SUKU MAKASSARDI GOWA: KAJIAN NILAI BUDAYA

(Pakkiok Bunting in Makassarese Marriage Tradition in Gowa:A Cultural Value Study)

RahmawatiKantor Bahasa Provinsi Sulawesi Tenggara

Jalan Haluoleo, Kompleks Bumi Praja Andounohu, KendariPos-el: [email protected]

(Diterima 17 Januari 2014; Revisi 19 April 2014; Disetujui 25 April 2014)

AbstrakThe utterance of Pakiok Bunting for welcoming the bride in Makassar

marriage tradition in Gowa is rarely applied, so that the lyric of Pakiok Buntingis almost forgotten. This study raises the problems of form and cultural values inPakiok Bunting. Method used in this study was qualitative. The data was from thenative speaker of Pakiok Bunting. The result shows Pakiok Bunting is laden withcultural values which very important to know, understand, and be a role in thehousehold life. Those values consist of the value of responsibility, respect,simplicity, and generosity.Keywords: value, Pakiok Bunting, Makassarese marriage tradition.

AbstrakPenuturan syair Pakkiok Bunting dalam penyambutan pengantin adat

perkawinan suku Makassar di Kabupaten Gowa semakin jarang dilakukansehingga syair Pakkiok Bunting nyaris terlupakan. Penelitian ini mengangkatpermasalahan bentuk dan nilai budaya yang terdapat dalam syair PakkiokBunting dan bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk dan menganalisis nilai-nilai budaya yang terkandung dalam syair Pakkiok Bunting. Metode yangdigunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif kualitatif. Data penelitiandiperoleh dari penutur syair Pakkiok Bunting. Hasil penelitian menunjukkanbahwa syair Pakkiok Bunting sarat dengan nilai-nilai budaya yang sangatpenting untuk diketahui, dipahami, dan dijadikan sebagai pegangan dalamkehidupan berumah tangga. Nilai-nilai tersebut meliputi nilai tanggung jawab,saling menghargai, kesederhanaan, dan kedermawanan.Kata-kata kunci: nilai, Pakkiok Bunting, perkawinan adat Makassar

PENDAHULUAN

Perkawinan merupakan suatuperistiwa yang sangat penting dalamtahapan kehidupan manusia. Persiapanmental maupun fisik harusdipersiapkan dengan sebaik-baiknyaagar biduk rumah tangga senantiasatentram dan damai. Persiapan ini

penting karena sebuah perkawinantidak hanya menyatukan dua insan tapimenyatukan dua keluarga. Sebagaimana yang dikemukakan olehKeesing, RM dalam Abdullah (2003:6) bahwa secara hakiki perkawinanbukanlah suatu keterhubungan antaraindividu-individu tetapi suatu kontrakantara kelompok (sering antara

Page 2: PAKKIOK BUNTING DI GOWA: KAJIAN NILAI BUDAYA

Kandai Vol. 10, No. 1, Mei 2014; 87-101

88

keluarga dengan keluarga). Bimbingandan nasehat-nasehat mengenai caramenghadapi seluk beluk kehidupanrumah tangga menjadi modal yangsangat penting. Nasehat itu dapatdiperoleh melalui berbagai cara sepertimelalui bacaan, dari orang-orang tua,keluarga dekat, dan sebagainya.

Perkawinan merupakan suatuperistiwa yang sangat penting dalamtahapan kehidupan manusia. Olehkarena itu, segala sesuatu yangberkaitan dengan perkawinan harusdipersiapkan dengan sebaik-baiknyaagar proses dan rangkaian pernikahandapat berlangsung khidmat dan lancar.Tidak jarang biaya besar digelontorkandemi sukses dan meriahnya sebuahpesta perkawinan. Pelaksanaanperkawinan dengan mengusung adatsuku tertentu menjadi salah satupilihan bagi pihak yang akanmenggelar acara pernikahan. Dalampelaksanaan adat selalu dijumpaiberbagai tahapan perkawinan yangberbeda antara satu suku dengan sukulainnya. Perbedaan tersebutmenunjukkan keunikan dan kekhasanmasing-masing suku yang sekaligusmenjadi keberagaman budaya yangselalu menarik untuk ditelisik lebihdalam.

Salah satu tradisi dalam adatperkawinan suku Makassar di SulawesiSelatan yang menarik adalah prosesipenyambutan pengantin yang disertaipenuturan syair Pakkiok Bunting. FrasaPakkiok Bunting (bahasa Makassar)terdiri atas dua kata yakni pakkiokartinya pemanggil atau penyambutandan bunting berarti pengantin ataumempelai. Syair Pakkiok Buntingmerupakan salah satu sastra lisan sukuMakassar berupa serangkaian larik-larik puitis yang digunakan dalamprosesi penyambutan pengantin. Ketikamempelai pria beserta rombongan tibadi rumah mempelai wanita, seorang

laki-laki tampil menuturkan syairPakkiok Bunting. Penutur syairPakkiok Bunting, yang juga disebutPakkiok Bunting, berdiri di anaktangga paling atas (umumnya rumah-rumah orang Makassar di Gowa adalahrumah panggung sehingga untukmasuk rumah menggunakan tanggadengan jumlah anak tangga sepuluhatau lebih), untuk menuturkanrangkaian syair Pakkiok Bunting.

Syair Pakkiok Bunting menjadisalah satu bentuk interaksi antarakeluarga mempelai wanita yangdiwakili oleh penutur Pakkiok Buntingdengan keluarga mempelai pria.Dalam interaksi tersebut adakomunikasi penyampaian nilai-nilaibudaya yang sangat penting dalammembina rumah tangga. Nilai-nilaitersebut tidak hanya berguna dalampembinaan sikap dan perilaku bagipengantin baru tapi juga pentingdipahami oleh seluruh masyarakatyang hadir dalam acara tersebut. Bagipasangan suami istri yang telah lamamembina rumah tangga, nilai-nilaitersebut dapat menjadi bahanpenyegaran untuk mengingtrospeksidiri. Nilai-nilai tersebut meliputinasehat mengembangkan tanggungjawab, nasehat untuk menjagakesetiaan terhadap pasangan, dananjuran untuk membiasakan hidupsederhana. Dengan demikian,penyambutan pengantin yang sertaidengan syair Pakkiok Bunting selainsebagai hiburan, menambahkemeriahan suasana pesta perkawinanjuga memberi nilai tambah denganpenghayatan terhadap nilai-nilai yangterkandung dalam syair. Kemeriahansuasana tercipta dari balasan atausahut-sahutan yang riuh dari seluruhpendengar syair Pakkiok Bunting yangada di tempat tersebut tatkala pelantunsyair Pakkiok Bunting menyelesaikansetiap kalimatnya. Polesan pelaksanaan

Page 3: PAKKIOK BUNTING DI GOWA: KAJIAN NILAI BUDAYA

Rahmawati: Pakkiok Bunting dalam Adat Perkawinan Suku…

89

adat dalam prosesi penyambutan itupun semakin menambah hikmat acarapenyambutan tersebut. Hal ini sesuaimanfaat sastra lisan sebagaimana yangdikemukakan oleh Amir (2013: 139)bahwa selain dipandang sebagaihiburan, sastra lisan juga dipandangmengandung pesan pendidikan,sebagai alat untuk orang berkumpul,dan sebagai ajang untuk menyatakaneksistensi diri.

Setakat ini, eksistensi syairPakkiok Bunting kian terpinggirkan.Orang yang bisa menjadi penutur syairPakkiok Bunting sangat terbatassehingga masyarakat yang berhajatsering kesulitan untuk menghadirkanseorang Pakkiok Bunting di lokasihajatan. Di Kecamatan Parangloe,Kabupaten Gowa, sebagai lokasipenelitian, orang yang bisa menuturkansyair Pakkiok Bunting hanya empatorang. Keadaan ini sangatmemprihatinkan karena potensihilangnya salah satu kekayaan budayaini semakin besar.

Langkah konkret sebagai upayauntuk melestarikan syair PakkiokBunting mendesak untuk dilakukan.Salah satunya adalah langkahinventarisasi, yakni mengumpulkansyair Pakkiok Bunting yang ada dimasyarakat. Selanjutnya, denganpendokumentasian agar syair-syairtersebut dapat diwariskan secaralengkap kepada generasi yang akandatang. Untuk itu, pengungkapan nilai-nilai budaya yang ada dalam syairPakkiok Bunting perlu dilakukan dalamkegiatan penelitian.

Penelitian ini selain menjadi upayapendokumentasian syair PakkiokBunting juga berupaya menggali nilai-nilai budaya yang terkandung dalamsyair. Berkaitan dengan latar belakangyang telah dipaparkan, ada duamasalah yang akan dikaji dalampenelitian ini yaitu, bagaimanakah

bentuk syair Pakkiok Bunting dannilai-nilai budaya apa yang terkandungdalam syair Pakkiok Bunting. Adapuntujuan penelitian adalahmendeskripsikan syair PakkiokBunting dan mendekspripsikan nilai-nilai budaya yang terkandung dalamsyair Pakkiok Bunting. Pendeskripsiannilai-nilai budaya diharapkan dapatmemperjelas pesan yang ada dalamsyair sehingga dapat dijadikan sebagaipegangan atau tuntunan dalammembina rumah tangga.Pengungkapan nilai-nilai budayatersebut pada akhirnya terkait puladengan upaya meningkatkan apresiasimasyarakat terhadap sastra Makassar.

Penelitian tentang syair PakkiokBunting dalam prosesi adat perkawinantelah dilakukan oleh Abd. Rasyiddengan judul Makna KontekstualUngkapan dalam Perkawinan SukuMakassar yang dimuat dalam BungaRampai Penelitian Balai Bahasa UjungPandang tahun . Penelitian tersebutmengungkapkan makna ungkapanyang digunakan dalam beberapa tahapprosesi adat perkawinan sukuMakassar dari sudut kontekstual ataukonteks situasi mulai dari prosespelamaran sampai ijab Kabul.Meskipun demikian, pengambilan datadilakukan di tempat yang berbeda.Penelitian Rasyid mengambil data padasuku Makassar yang berdiam di daerahTakalar dan Jeneponto. Adapunpenelitian ini mengambil data syairPakkiok Bunting yang ada di daerahKecamatan Parangloe, KabupatenGowa. Sisi lain yang akan dilihatdalam penelitian ini adalah penggalianlebih mendalam mengenai makna danpesan-pesan yang terkandung dalamsyair Pakkiok Bunting untukmenunjukkan kearifan lokal dan polapikir orang-orang Makassar.

Page 4: PAKKIOK BUNTING DI GOWA: KAJIAN NILAI BUDAYA

Kandai Vol. 10, No. 1, Mei 2014; 87-101

90

LANDASAN TEORI

Pilihan-pilihan kata nan indahyang dimanfaatkan dalam syairPakkiok Bunting tidak sekadar menjadipemanis pembicaraan atau pertemuansemata, tapi di dalamnya terkandungnilai-nilai budaya yang sangat berhargadan patut diteladani. Hal ini sejalandengan fungsi sastra yangdikemukakan oleh Horatius, yaknidulce ‘menghibur’ dan utile‘bermanfaat’. Penuturan syair PakkiokBunting membuat suasanapenyambutan pengantin bertambahmeriah. Hadirin mengekspresikankegembiraannya dengan menimpalisyair-syair yang dilontarkan seorangPakkiok Bunting dengan teriakan-teriakan riang yang membuat suasanabertambah meriah. Manfaatnya dapatdilihat dari nilai-nilai yang terkandungdalam syair tersebut. Nilai-nilai dalamsyair akan dianalisis denganmenggunakan teori nilai.

Istilah nilai dalam kamusdidefinisikan sebagai sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagikemanusiaan atau sesuatu yangmenyempurnakan manusia sesuaidengan hakikatnya. Setiap individuatau komunitas memiliki suatu nilaiyang digunakan dalam memandangbaik buruknya suatu tindakan. Baikatau buruk tentang tingkah laku dankepribadian berkaitan dengan nilaietika. Nilai-nilai ditanamkan dalam dirisetiap individu sejak kecil sehinggamenjadi sesuatu yang diyakinikebaikan dan kebenarannya. Prosespenerimaan nilai sejak kecilmenyebabkan nilai-nilai itu sulitberubah. Djajasudarma, et al. (1997: 3)mengemukakan bahwa sistem nilai itubegitu kuat, meresap, dan berakardalam jiwa manusia sehingga sulitdiganti atau diubah dalam waktusingkat.

Gazalba (1978) menjelaskanbahwa nilai itu bersifat ide karenaabstrak dan tidak dapat disentuh olehpanca indra. Yang dapat ditangkapadalah laku perbuatan yangmengandung nilai. Individu yangmelakukan perbuatan yang melanggarnilai yang telah berakar dan diresapi didalam masyarakat akan mendapatkancemoohan atau gunjingan dari individulainnya. Sebaliknya, individu yangtetap setia berada pada jalur nilai-nilaiyang telah disepakati dianggap berhasildan akan mendapatkan penghargaandari masyarakat lainnya. Nilai-nilaitersebut tidak hanya terdapat padasuatu yang berwujud (material).Sesuatu yang tidak berwujud punmemiliki nilai, bahkan nilai yangdimilikinya lebih tinggi dari bendayang berwujud seperti nilai agama(religi) dan nilai filosofis.

Selanjutnya, Koentjaraningrat(1984: 25), menjelaskan bahwa nilaibudaya adalah tingkat pertamakebudayaan ideal atau adat yangberupa konsepsi tentang ide-ide atauhal-hal yang paling bernilai dalamkehidupan masyarakat. Oleh karenaitu, suatu sistem nilai biasanyaberfungsi sebagai pedoman tertinggibagi kelakuan manusia lain yangtingkatnya lebih konkret, sepertiaturan-aturan khusus, hukum, dannorma-norma yang semuanya jugaberpedoman kepada sistem nilaibudaya.

Sementara itu, menurut Rokeachdalam Mulyana (2005: 44) orang yangmemiliki suatu nilai berarti ia memilikikepercayaan yang kekal bahwa suatucara tindakan atau tujuan eksistensisecara personal dan sosial lebih disukaidaripada cara tindakan atau tujuaneksistensi lainnya. Cara tindakan inimisalnya, meliputi kewajiban,keberanian, pengorbanan, kesetiaan,tanggung jawab, kejujuran,

Page 5: PAKKIOK BUNTING DI GOWA: KAJIAN NILAI BUDAYA

Rahmawati: Pakkiok Bunting dalam Adat Perkawinan Suku…

91

persahabatan, dan kesucian, sedangkantujuan eksistensi mencakup keadilan,kesejahteraan, kemakmuran,kemerdekaan, dan keselamatan.

Tarigan (1984: 195) menjelaskantentang berbagai macam nilai dalamkarya sastra, antara lain:a. Nilai hedonik, yakni nilai yang

memberikan hiburan secaralangsung.

b. Nilai artistik, yakni nilai yangmelahirkan seni atau keterampilanseseorang dalam pekerjaan itu.

c. Nilai etis, moral religius ialah nilaiyang memancarkan ajaran etika,moral, dan agama.

d. Nilai praktis, ialah nilai yang dapatdilaksanakan dalam kehidupansehari-hari.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini termasuk jenispenelitian deskriptif kualitatif. SyairPakkiok Bunting merupakan dataprimer diperoleh dengan teknikwawancara, rekam, dan catat.Informan dalam penelitian ini bernamaDaeng Nakku, berusia 47 tahun,menetap di Kelurahan Lanna,Kecamatan Parangloe. Informansering dipanggil untuk membawakansyair pada penyelenggaraanpenyambutan pengantin di KecamatanParangloe, Kabupaten Gowa. Datahasil perekaman selanjutnyaditranskripsikan dan diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia. Langkahterakhir adalah menganalisis syairPakkiok Bunting berdasarkan nilaiyang terkandung di dalamnya.

PEMBAHASAN

Syair Pakkiok Bunting sebagai SalahSatu Sastra Lisan Makassar

Sastra menurut Ram (2013: 167)adalah artefak budaya yang

menyajikan tuntunan hidup (moral,etika, dan spiritualitas), pengetahuan,dan ajang perekat sosial yangmendekatkan hubungan antaranggotamasyarakat. Dua kandungan yangdimiliki artefak budaya ini adalah dayagugah (evokatif) dan daya saran(sugestif) yang bisa dimanfaatkanuntuk mengantar kita ke tarafkesadaran sebagai manusia yangbertanggung jawab dalam membangunkehidupan yang harmonis, serasi danseimbang, sebagaimana yang pernahterjadi dalam masyarakat pada masalalu. Daya gugah dan daya sarantersebut dapat dijumpai berbagai jenissastra lisan Makassar, baik yangbercorak cerita maupun bukan cerita.Sumiani (2009: 23) menjelaskanbahwa sastra Makassar dapatdikelompokkan atas tiga bagian, yakniprosa, prosa liris, dan puisi. ProsaMakassar dibagi lagi menjadi tiga,yaitu: rupama (dongeng), pau-pau(cerita), dan patturioloeng (hikayat dansilsilah nenek moyang). Prosa lirisdibagi menjadi empat, yaitu: royong(lagu mantra), appitoto (ratapan nasib),lelle (nyanyian), dan sinrilik (nyanyianrapsodia). Adapun genre sastra yangtergolong puisi antara lain doangang(mantra), paruntukkana (bidal,pepatah), aru (sumpah setia), pakkiokbunting (syair pemanggil pengantin),rapang, dondo, dan kelong (nyanyian).

Kelong ‘nyanyian’ merupakansastra lisan Makassar berupa pantun.Isinya berupa nasehat maupun sindiranyang digunakan oleh masyarakatuntuk berkomunikasi sambilmembungkus makna yang sebenarnya.Adapun yang dimaksud dengan aruatau angngaru adalah semacam ikraratau ungkapan sumpah setia yangsering disampaikan oleh orang-orangGowa di masa silam, biasanyadiucapkan oleh bawahan kepadaatasannya, abdi kerajaan kepada

Page 6: PAKKIOK BUNTING DI GOWA: KAJIAN NILAI BUDAYA

Kandai Vol. 10, No. 1, Mei 2014; 87-101

92

rajanya, prajurit kepada komandannya,masyarakat kepada pemerintahnya,bahkan juga dapat diucapkan seorangraja terhadap rakyatnya, bahwa apayang telah diungkapkan dalam aru ituakan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, baik untuk kepentinganpemerintahan pada masa damaimaupun pada masa perang. Sastralisan berupa rapang adalah ungkapan-ungkapan yang berisi perumpamaanatau ibarat. Senada dengan kelong,rapang sering digunakan untukmenasehati atau memberi pengajarankepada orang lain denganmenggunakan perumpamaan.Penggunaan perumpamaan diharapkandapat menghasilkan pemahaman yanglebih tepat tetapi tidak menggurui.Pappasang berisi pesan-pesan turiolo(leluhur) untuk meningkatkan akhlakdan budi pekerti dalam kehidupan.Paruntukkana dalam sastra daerahMakassar disamakan denganperibahasa dalam sastra Indonesia.Isinya dapat berupa nasihat, kiasan,sindiran, dan perbandingan. Dondoadalah sejenis puisi yang didendangkanoleh orang dewasa untuk menghiburanak-anak.

Syair Pakkiok Bunting merupakansalah satu sastra lisan Makassar.Sebagaimana yang dikemukakanTeeuw dalam Mihardja (2012: 33),puisi selalu berkaitan dengan nilaibudaya tertentu karena keberadaan dankedudukannya sebagai lambangbudaya membuatnya selalu terlekatinilai budaya dalam konteks dan prosesdialektika budaya tertentu. Syairpakkiok bunting sebagai salah satusastra lisan berbentuk puisimerepresentasikan nilai budayaMakassar sebagai masyarakat yangmenjunjung tinggi penghargaanterhadap orang lain, tanggung jawab,kesetiaan, dan sebagainya.

Sementara itu, Amir (2013: 18),menjelaskan bahwa sastra lisan dapatdimaknai sebagai kegiatan lisan yangbukan percakapan sehari-hari sepertipuisi-puisi rakyat, hidup di tengah-tengah masyarakat tradisional,bentuknya tetap, dan menggunakanungkapan klise. Syair Pakkiok Buntingtermasuk puisi-puisi rakyat yangmemanfaatkan pilihan kata (diksi)berupa bahasa daerah Makassar yangsudah arkhais (jarang digunakan), kata-kata tersebut mengandung nilai estetis,menggunakan ungkapan-ungkapanklise penuh simbol. Fananie (2002:100) menjelaskan bahwa pilihan katamerupakan hal yang esensial dalamstruktur puisi karena kata merupakanwahana ekspresi utama. Setiap kataakan mempunyai fungsi makna, fungsibunyi, maupun fungsi pengungkapannilai estetika bentuk lainnya. Karenaitu, ketepatan pemilihan kata tidakhanya sekadar bagaimana suatu maknabisa diungkapkan, melainkan apakahkata yang dipilih benar-benar mampumengungkapkan suatu ekspresi yangmelahirkan pesan-pesan tertentu tanpameninggalkan aspek estetisnya. Pilihankata yang memiliki nilai estetis terlihatpada penggunaan metafora kata-kataperhiasan seperti naiyya arengnuDaeng Bunting I Gagga DaengMakanang. Niparammata Intang,nibelo-belo suasa, nigaga-galajamarro, bulaeng paeng passikkokna.Rangkaian kata-kata tersebutdigunakan untuk memuji kecantikandan keluhuran budi sang pengantin.Pengantin dipuji dengan memberikannama I Gagga Daeng Makanang yangberarti Si cantik yang menawan danrupawan. Kecantikan dankerupawanannya digambarkan dengankeindahan yang terpancar dalamperhiasan seperti parammata intang(intan), suasa (perak), jamarro(jamrud), dan bulaeng (emas).

Page 7: PAKKIOK BUNTING DI GOWA: KAJIAN NILAI BUDAYA

Rahmawati: Pakkiok Bunting dalam Adat Perkawinan Suku…

93

Prosesi Perkawinan dalam BalutanAdat Suku Makassar

Nama Kerajaan Gowa dalamsejarah terkenal sangat gigih melawanBelanda dibawah pimpinan SultanHasanuddin, yang dijuluki AyamJantan dari Timur. Sebagai sebuahdaerah bekas kerajaan, daerah inimasih menyisakan budaya patriarkatyang masih ada sampai sekarang.Friedericy dalam Wahid (2007: 63)menjelaskan tentang strata masyarakatdi Gowa, yakni: (a) Karaeng(bangsawan): anak karaeng ri Gowa:anak tiknok (anak pattola dan anakmanrapi, anak sipue, anak cerak danbangsawan sala (bangsawan tidakmatang). (b) Tumaradeka (orangmerdeka): tubajik, tusamarak, dan (c)Ata (abdi): ata sossorang (abdi pusakaatau keturunan), ata nibuang (abdiyang dibuang atau diusir darilingkungan keluarganya),tumangnginrang (abdi karena tidakbisa membayar utang) digunakan untukmenyapa orang-orang yang memilikigaris keturunan bangsawan atau garisketurunan pejabat atau pemegangkekuasaan di daerah setempat. Hal inimenunjukkan masih tingginyapenghargaan yang diberikan olehmasyarakat terhadap pemilik stratasosial bangsawan.

Dahulu, perbedaan status sosialdalam masyarakat sangat berpengaruhterhadap pertimbangan mencari jodoh.Prinsip kasiratangngang ataukesepadanan, kesesuaian, dankesejajaran merupakan hal yangpenting dalam perkawinan. Keputusanpemilihan jodoh harusmempertimbangkan kesetaraan statussosial. Perempuan dari status sosialyang lebih tinggi tidak boleh menikahdengan laki-laki dari kelas sosial yanglebih rendah. Pelanggaran terhadapaturan tak tertulis ini menyebabkan sipelanggar akan menjadi bahan

cemoohan bahkan ada yang sampaidikucilkan atau dibuang olehkeluarganya. Dalam pandanganmasyarakat tradisional suku Makassar,perkawinan terbaik adalah perkawinanyang sederajat, lebih bagus lagi jikamasih memiliki hubungankekerabatan. Perkawinan yangdimaksud adalah (1) Perkawinan antarasampo sikali (sepupu satu kali; anakdari saudara ayah/ibu). (2) Perkawinanantara sampo pinruang (sepupu duakali: anak dari sepupu ayah atau ibu).Hubungan ini disebut nipassikaluki(perjodohan yang menautkan). (3)Perkawinan dengan sampopintatallung (sepupu tiga kali; cucudari sepupu kakek/nenek). Hubunganini disebut sebagai nipakambanibellayya (perjodohan yangmendekatkan yang jauh). Namun,seiring dengan perkembangan zaman,konsep perkawinan seperti itu sudahmengalami pergeseran, meskipunmasih ada segelintir orang yang masihmempertahankannya. Pemilihanpasangan tidak lagi terikat pada prinsipkasiratangngang tapi sudah lebihbebas bergantung pada perasaan salingmencintai dan saling mengasihi.

Tahapan perkawinan diawalidengan acara pelamaran resmi. Pihakkeluarga laki-laki mengutus seseorangyang bisa dipercaya untuk memastikanstatus seorang wanita yang akandilamar, apakah masih sendiri atausudah dilamar oleh orang lain. Prosesini dikenal dengan istilah akcinikrorong (tahap penjajakan). Proses initermasuk langkah yang masihdirahasiakan kepada keluarga lainnyasebab jika lamaran yang diajukan tidakditerima harga diri keluarga laki-lakiakan terusik. Sumiani (2009:58)menjelaskan bahwa bagi orangMakassar, masalah sirik memunyaibanyak segi-seginya, sehinggaadakalanya ia diberi isi dan tanggapan

Page 8: PAKKIOK BUNTING DI GOWA: KAJIAN NILAI BUDAYA

Kandai Vol. 10, No. 1, Mei 2014; 87-101

94

sebagai sesuatu yang tidak masuk akal,bisa diberi arti malu dan bisa puladisamakan dengan masalahpelanggaran adat perkawinan, yaknisebuah prinsip yang berkaitan dengankeinginan atau dorongan untukmempertahankan harga diri. Prosesiselanjutnya, adalah ajjangang-jangang-jangang, seorang utusan daripihak laki-laki mendatangi keluargapihak perempuan untuk melakukanpelamaran secara resmi. Beberapatahapan dalam pelamaran antara lainappabattu kana (tahap melamar),appakkuling (mengulangi untukmempertegas), appkajarrek/annyikkok(mempererat/meningkat), appanaikleko’/angngerang-erang (membawabarang hantaran). Pada malam sebelumacara akad nikah digelar diadakanacara akkorontigi. Calon pengantinduduk di pelaminan yang ada di dalamrumah. Selanjutnya, satu persatukeluarga yang hadir mendatangi calonpengantin untuk membubuhi kukucalon pengantin dengan daun-daunpacar (korontigi).pada Tahapberlangsungnya pernikahan adabeberapa, antara lain tahapsimorong/naikmi kalenna (pengantinpria diantar ke rumah pengantinperempuan). Pada tahap inilah syairPakkiok Bunting biasa dilantunkan.Tahapan pernikahan berikutnya adalahakpabattu nikkah, dan akkorontigi.Tahapan terakhir adalah allekkakbunting (pengantaran pengantin laki-laki ke rumah pengantin perempuan).

Syair Pakkiok Bunting dalam AdatPerkawinan Suku Makassar diKabupaten Gowa

Syair Pakkiok Bunting adalahsyair yang dilantunkan oleh seorangPakkiok Bunting pada acarasimorong/naikmi kalenna (pengantinpria diantar ke rumah pengantinperempuan). Calon mempelai pria

datang ke rumah pengantin wanita atauke tempat acara pernikahan yang telahditentukan. Calon mempelai pria darikalangan bangsawan diapait olehempat orang yang berpakaianpengantin juga. Pengantin laki-lakiberjalan menuju kehormatan sepertipayung tinggi, tombak pusaka sambildimeriahkan dengan bunyi-bunyianseperti gendang, gong, dan pui-pui.Pengantin diiringi pula dengan seorangyang membawa yang membawasunrang (mahar) yang disimpan dalamkampu (tempat menyimpan maharyang bungkus kain putih), segenggamberas, seruas kunyit sebagai simbolkesuburan, jahe, pala, kenari, dan kayumanis. Rombongan pengantin laki-lakidisambut oleh rombongan pengantinwanita. Ketika tiba di depan tangga(umumnya rumah orang Makassarberbentuk rumah panggung),rombongan pengantin pria berhenti.Seorang Pakkiok Bunting sebagaiwakil keluarga pengantin wanitamenyambut rombongan pengantin laki-laki dengan menuturkan PakkiokBunting. Ketika penutur selesaimenuturkan satu kalimat, hadirinmenimpali dengan teriakan-teriakanyang menambah semangat dankemeriahan sambil menaburkan beraske arah pengantin. Penaburan berasdimaksudkan agar kedua mempelaidapat memperoleh rezeki yangberlimpah dan dinikmati oleh orangbanyak. Kebiasaan menabur berasdilakukan pula saat proses ijab kabul.Maksudnya agar pengantin yangmengucapkan ijab kabul memilikikekuatan sehingga proses ijab kabulberjalan lancar.

Pemahaman mengenai nilai-nilaibudaya yang ada dalam syair PakkiokBunting akan mengantarkanpemahaman penyampaian nasehat danpesan-pesan yang terkandung dalamsyair. Hal ini sekaligus dapat

Page 9: PAKKIOK BUNTING DI GOWA: KAJIAN NILAI BUDAYA

Rahmawati: Pakkiok Bunting dalam Adat Perkawinan Suku…

95

mengantarkan pemahaman tentangpola-pola pemikiran, pandangan hidup,latar sosial dan pola perilakumasyarakat Makassar. Pemaparannilai-nilai secara lugas juga dapatmeningkatkan apresiasi masyarakatbaik masyarakat Makassar sendirimaupun orang–orang di luar sukuMakassar yang kebetulan berjodohatau terlibat dalam prosesi perkawinanadat suku Makassar untuk bisamemahami makna dan pesan-pesanyang terkandung dalam syair PakkiokBunting. Apresiasi itu timbul karenaterungkap jelas bahwa syair PakkiokBunting bukan hanya sekadar tuturanpenyambutan semata, tapi merupakankomunikasi penyampaian nasehat.Pemahaman nilai tersebut itu dapatmempertebal rasa toleransi denganperbedaan adat–istiadat yang beragam.

Nilai-Nilai Budaya dalam SyairPakkiok BuntingTanggung Jawab

Keputusan untuk melangkah danmembina sebuah kehidupan rumahtangga harus dibarengi dengan itikadyang baik untuk melaksanakan semuatanggung jawab yang terkait denganstatus baru yang disandang. Seorangsuami adalah imam dalam rumahbertanggung jawab yang tidak hanyabertanggung jawab untuk membimbingistri, memenuhi nafkah lahir dan batinistri, serta berbuat baik terhadapseluruh keluarga istri. Demikian halnyadengan seorang istri. Selainbertanggung jawab untuk mengurussuami, juga bertanggung jawab untukberbuat baik terhadap semua keluargasuami. Tanggung jawab suami untukmembimbing istri dalam keimanandapat dilihat dari kutipan berikut.

(1) “Nampako riujung borikku Daengbunting naku ruppaiko jama,kubuntuliko agama sarimanang

anak-anak bidadari kukillainnasunggu ilalang kaisilangnganga.”(Baru engkau di ujung kampungwahai pengantin, saya sudahjemput engkau dengan ibadah,kugandeng engkau dengan anak-anak bidadari dalam keteguhanagama Islam)

Syair ini menggambarkankegembiraan yang dirasakan olehsemua orang dengan bersatunya keduacalon pengantin dalam sebuah ikatanpernikahan sehingga ter. Kegembiraanitu diwujudkan sebagai tanda sukacitadan janji untuk selalu membimbingkedua pengantin dalam keteguhanajaran-ajaran yang sesuai dengansyariat Islam.

(2) “Naku erangki polenai Daengbunting, ripaladang Fatiha,nidego-dego rokko, nijajjarengsami’allah. Naku paonjo’ tommakipole Daeng bunting, dasereknijalling sujju, nialenroi empotahiya. Naku sungkeangki poleDaeng bunting pakkebbunibarisallang. Nuannosomoantama ritimungang puji-pujian.”

(Akan kubawa pula engkau naikwahai pengantin di teras AlFatihah, di bale-bale rukuk, dandisejajarkan dengan I’tidal. Dankulangkahkan pula Daeng buntingdi atas daserek (lantai yang terbuatdari bambu) yang dirajut dengansujud, diiringi tahiyat. Engkauakan saya bukakan pula wahaipengantin pintu keridhaan. Danresmilah Engkau di pintu puji-pujian).

Harapan kebahagiaan dalamrumah tangga diraih dengankesungguhan melaksanakan rukunsalat dengan sebaik-baiknya mulai daritakbiratul ihram sampai dengan salam.

Page 10: PAKKIOK BUNTING DI GOWA: KAJIAN NILAI BUDAYA

Kandai Vol. 10, No. 1, Mei 2014; 87-101

96

Syair Naku erangki polenai Daengbunting, ripaladang Fatihamengandung tekad dan kesungguhanakan memberikan kedudukan yangbaik dan tinggi dalam kehidupanrumah tangga. Kedudukan tersebutdiibaratkan dengan kedudukan surahAl Fatihah sebagai ummul kitab atauummul Alquran. Sebuah surah yangmemiliki kedudukan yang sangatistimewa dalam Al Quran. Dalam salat,bacaan Al Fatihah merupakan salahsatu rukun. Sebagaimana yang disebutdalam hadist “Sesungguhnya tidak sahsalatnya bagi orang yang tidakmembaca Al-Fatihah dalam salatnya”(H.R. Ahmad dan Abu Dawud, At-Tarmidzi dan Ibnu Hibban).

(3) “Appa sahaba ri dallekangnuDaeng Bunting, tujuh awalli ribokonu, malaekat allema-lemaibaju bodo paerangnu, doangangpatampuloa angkallikikalakbirannu.”

(Empat sahabat di hadapanmuwahai pengantin, tujuh orang walidi belakangmu, malaikatmenyertai baju bodo (baju adatBugis-Makassar) pengantarmu,doa empat puluh memagaridirimu)

Appa sahaba ‘empat sahabat’ yangdimaksud adalah empat orang sahabatyang menjadi khalifah sepeninggalNabi Muhammad SAW. Keempatnyadisebut Khaulafaur Rasyidin.Keempatnya adalah sahabat yangselalu setia menjaga dan menyertaiNabi dalam perjuangannyamenegakkan agama Islam.Keempatnya menjadi “perwakilan”atau pengganti Nabi Muhammad SAWuntuk meneruskan dakwah danpenyebaran agama Islam sepeninggalNabi Muhammad. Empat sahabat yangdimaksud adalah Abu Bakar As

Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman binAffan, dan Ali bin Abi Thalib. Dalamkonteks Pakkiok Bunting, tersiratkesunggguhan atau janji untuk selalusetia dan bersama-sama berjuanguntuk menciptakan rumah tanggasakinah mawaddah wa rahmah.Selanjutnya, kalimat malaikat allema-lema baju bodo paerangnumengandung janji memberikan rasaaman dalam rumah tangga. Rasa amantersebut karena adanya malaikat yangmenyertai dan membimbing pengantarpengantin yang semuanya memakaibaju bodo (baju adat suku Makassar).

(4) “Battuko antama kupaempokoritappere gawassa, akpaklunganggau tarattek, numammanjeng ribenteng katarimang, takle-taklelekittannu, angngalepekbarasanjinu.

(Setelah Engkau ada di dalam,saya dudukkan Engkau di tikaryang indah, berhiaskan manik-manik, berbantalkan budi pekerti,bersandar pada tiang penerimaan,memegang kitabmu, dan mengepitbarazanjimu)

Kutipan syair (4) merupakan janjiuntuk mencukupi kebutuhan istri baiksandang, pangan, dan papan. Tikargawassa adalah sebuah tikar yangindah berhiaskan permata. Secaraumum fungsi tikar adalah sebagai alasyang digunakan untuk duduk. Janjiuntuk mendudukkan pasangannya padatappere gawassa bermakna janji untukmenyediakan tempat yang baik dalamrumah tangga. Bukan hanya denganmencukupi kebutuhannya sepertisandang, pangan, dan papan, tapi jugamenempatkannya pada tempat yangsebaik-baiknya. Istri diperlakukandengan penuh kasih saying dandihargai hak-haknya sebagai wanita.

Page 11: PAKKIOK BUNTING DI GOWA: KAJIAN NILAI BUDAYA

Rahmawati: Pakkiok Bunting dalam Adat Perkawinan Suku…

97

Demikian halnya dengan suami yangharus dihargai dan dihormati.

Appaklungang gauk tarattekbermakna tanggung jawab untuk selalumembimbing pasangannya untukmengedepankan perilaku yang baikdalam pergaulan. Angngalepekbarasanjinu bermakna selalu berusahameneladani budi pekerti NabiMuhammad yang sering dilantunkandalam barzanji. Dalam berbagai acarayang digelar oleh Suku Makassar,barzanji termasuk kegiatan rutin yangtidak terlewatkan.

Saling MenghargaiSyair Pakkiok Bunting diawali

dengan sapaan salam dan permohonanizin kepada tokoh adat, tokohmasyarakat, aparat pemerintah, dansegenap hadirin yang ada di tempatpelaksanaan penyambutan pengantin.

(5) “AssalamualaikumWarahmatullahi Wabarakatuh…..“Tabe’ Karaeng, adattumapparentaku, gallarrangpakrasangangku, riempoangmatinggita, ridallekangmalabbiritta. Laku kioki bunting nikarannuana. Kurrusumanga”!

(Saya mohon izin Karaeng,pejabat pemerintah di daerahkuyang terhormat, di hadapankemuliaan Karaeng saya akanmemanggil pengantin yang sudahlama kita nantikan.)

Kutipan syair (5) merupakankalimat pembuka Pakkiok Buntinguntuk memohon izin kepada semuaorang yang hadir dalam acara tersebutkhususnya tokoh adat dan tokohpemerintahan untuk melanjutkanrangkaian acara penyambutanpengantin. Kata ri empoang matinggitadan ridallekang malabbirittamenunjukkan bahwa bangsawan dan

pejabat adalah orang yang harusdihormati karena berada padakedudukan yang tinggi dan mulia.Sapaan karaeng (sapaan untuk kaumbangsawan dalam suku Makassar),adat tumapparentaku, gallarrangpakrasangangku digunakan sebagaibentuk penghormatan dan penghargaanterhadap tokoh-tokoh masyarakat danpemerintah setempat yang hadir dalamacara tersebut. Sebagaimana yang telahdijelaskan sebelumnya bahwa dalamkehidupan sosial masyarakat Gowajejak-jejak feodalisme masih terlihatjelas dalam masyarakat. Rasa hormatdan rasa segan terhadap pemilik stratakaraeng tetap masih ada.Penghormatan itu bisa dilihat dari caramemperlakukannya. Misalnya,seorang bangsawan atau pejabat yangakan diundang untuk menghadirisebuah pesta tidak diundang hanyasekadar memberi undangan tertulissebagaimana dengan masyarakatlainnya, tapi utusan khusus darikeluarga yang berhajat langsungmendatangi kediamannya denganmembawa kue-kue khas Makassarseperti dodoro, bajek, dan lain-lain.

Saling MenerimaSelain terhadap para tamu, sikap

menghargai dan sikap menerima dapatdilihat dari ungkapan sanjunganterhadap pengantin. Pada dasarnya,sebuah perkawinan bukan hanyamenyatukan dua anak manusia, tetapiakan mempersatukan dua keluargabesar. Oleh karena itu, kehadirankedua mempelai dalam keluargamasing-masing harus diterima olehsemua pihak. Penerimaan ini pentingkarena ke depannya kedua mempelaiakan menjadi anggota keluarga yangharus bisa bersosialisasi dengan baik.Jika tidak, akan timbul konflikberkepanjangan dalam dua keluarga,misalnya ketidakcocokan menantu

Page 12: PAKKIOK BUNTING DI GOWA: KAJIAN NILAI BUDAYA

Kandai Vol. 10, No. 1, Mei 2014; 87-101

98

dengan mertua atau istri dengan ipar,dan sebagainya.

(6) “Ia dendek, ia dendek niaktojengminjo mae bunting salloakutayang, salloa kuminasai.Kukanroa rinabbita kupalaka ribataraya.”

(Wahai…wahai..kini datanglahsungguh pengantin yang sudahlama dinanti dan dipinta pada Nabidan Yang Maha Kuasa)

Kalimat deklaratif dalam syair (6)mengandung maksud untukmemberitahukan tentang kedatanganseorang pengantin yang sudah lamadiharapkan oleh semua keluarga,bukan hanya mempelai saja.Penerimaan dari semua pihak sangatpenting karena perkawinan bukanhanya menyatukan kedua orangmempelai tapi sebuah perkawinanmenyatukan dua keluarga.

KesetiaanKesetiaan terhadap pasangan

merupakan salah satu faktor yangmenentukan kelanggengan sebuahrumah tangga. Hal ini pentingdisampaikan kepada mempelai karenakehidupan baru yang akan dijalaninyatidak akan lepas dari godaan. Prinsipsusah senang bersama sebaiknyamenjadi pegangan dalam rumahtangga.

(7) “Kuminasaiki pole Daeng Buntingkimassingtoa. Kissipakloa-loai,sitoja takkang, sipoke pakdengka-dengkang, nakatepokangki sallangDaeng Bunting pallangga anakcucunna, punna rajenjakiappakjeko. Apamo sabak DaengBunting kasiku tarang, napakjekotea tepo.”

(Harapanku padamu wahai keduamempelai, kalian harus selalu

bersama sampai tua, bersamasampai sama-sama pikun, salingmengimbangi tongkat danmenumbuk lesung. Akandipatahkan pula nantinya wahaimempelai sebuah tiang bersamaanak cucu jika rajin mengolah.Apa sebabnya wahai pengantinalat bajak tidak akan patah).

Kimassingtoa “bersama sampaitua”, kissipakloa-loai “sama-samapikun”, sitoja takkang “bersamamengimbangi tongkat”, sipokepakdengka-dengkang “bersama-samamenumbuk lesung”, adalah gambarankeadaan yang akan dihadapi saat usiasudah semakin uzur. Pada masa itu,kekurangan dalam diri manusia akansemakin nampak. Dalam keadaanseperti itu kesetiaan pasangan sangatdiharapkan. Kekurangan yang ada padapasangan tidak boleh dijadikan alasanuntuk meninggalkan satu sama lain.

KesederhanaanKesederhanaan dalam rumah

tangga merupakan salah satu nilaimoral yang terkandung dalam syairPakkiok Bunting. Dalam syair tersebutrumah tangga Ali bin Abi Thalib danFatimah Az-Zahra menjadi contohkehidupan sebuah rumah tangga yangmengedepankan kebersahajaan dankesederhanaan yang diangkat dalamsyair. Hal ini dapat dilihat dalamkutipan berikut.

(8) “Nanakanamo nyamu Daengbunting bone surugama anne.Kugappa tommi lebangaripakmaikku. Nanakanamo polelebangan ripakmaikku. Bositimurung dinging palate sigalagau ri Ali bua’ribarambang,takkara dada sorong.Pangngissengang ri Fatimah,tinro simpappa nanu bua ribarambang, takkara dada sorong

Page 13: PAKKIOK BUNTING DI GOWA: KAJIAN NILAI BUDAYA

Rahmawati: Pakkiok Bunting dalam Adat Perkawinan Suku…

99

lima gaduknu soksorangnurinabbita.”

(Dan berkatalah engkau dalamhatimu wahai pengantin.Engkaulah penghuni surga.Kugapai kebahagiaan dalamhatimu dan berkatalah pula hatikudalam kedinginan dan sepertiperilaku Ali dan ilmunya Fatimah.Tidak ada lagi pemisah antaralaki-laki dan perempuan,semuanya sudah menyatu dan itusudah menjadi warisan dari nabi.)

Kisah rumah tangga Ali bin AbiThalib dan Fatimah merupakan kisahcinta yang sangat istimewa danmengharukan. Rasa kasih sayang yangdilandasi iman dan ketakwaan kepadaTuhan Yang Maha Esa. Meskipunhidup dalam keadaan pas-pasan, rumahtangga keduanya tetap bersahaja. Alimerupakan contoh seorang suami yangtidak segan-segan turun bekerjamenyelesaikan pekerjaan di dapur.Sikap dan cara Ali memperlakukanistrinya secara lemah lembut danpenuh kasih sayang menjadi contohpara suami. Demikian pula dengan diriFatimah, sikap dan kebersahajaanbeliau sebagai istri sangat pentinguntuk diteladani oleh para istri. Secaralogika dengan status sebagai seorangputri Nabi Muhammad SAW, hidupberkecukupan bisa dinikmati olehFatimah. Namun, keadaan itu tidakdimanfaatkannya. Beliau tetapmenghargai hasil jerih payahsuaminya. Dalam sebuah rumahtangga, kesenjangan penghasilan suamidan istri sering menjadi pemicukeributan apabila kedua pihak tidakmengedepankan saling pengertian.

Kedermawanan“Tamanraikko ri Ambongnukoasa. Takalaukko ri Jawanukalumanyang. Tamabbotorokko

numammeta. Assare-sarekosallang ri matoang kasiasi.Appiturunmako pole ri iparakamase-mase. Naik tuannu, sa’la’daserek dalleknukuminasaijakonjo sunggu,kutinjakiko matekne.”

(Meskipun Engkau pergi keAmbon Engkau akan kaya. MeskiEngkau tidak pergi ke Pulau Jawa,Engkau akan kaya. Engkau tidakberjudi pun Engkau akan menang.Rajin-rajinlah engkau berbagi(memberi) dengan mertuamu yangtak berpunya. Dan saling berbagidengan ipar yang sederhana.Naiklah ke tuanmu, sepertibertambahnya rejekimu.Kudoakan engkau selalu dalamkebahagiaan)

Kutipan syair (9) mengingatkankedua mempelai untuk tetap menjagahubungan yang baik dengan anggotakeluarga yang lain seperti mertua danipar. Hubungan baik tersebut bisadijalin dengan kebiasaan untuk selaluberbagi khususnya orang-orangterdekat. Bagaimanapun, seorang ayahatau ibu seringkali tetap mengharapkanpemberian dari seorang anak yangtelah dibesarkannya. Apalagi jikaorang tua termasuk orang yang perludibantu. Ketidakharmonisan hubunganmenantu, ipar dan mertua seringdisebabkan oleh perilaku engganberbagi baik terhadap mertua maupunipar.

(9) “Bunting ta buntingnaiasengmaki mae riballanamatoannu. Matoang sombaiparak karaeng. Allemi maejangang paccerak bangkenna.”

(Semua yang hadir baik yangpengantin maupun bukanpengantin naiklah semuanya di

Page 14: PAKKIOK BUNTING DI GOWA: KAJIAN NILAI BUDAYA

Kandai Vol. 10, No. 1, Mei 2014; 87-101

100

rumah mertuamu. Bawalahseekor ayam kemari untukmengoles darah ayam di kakipengantin).

Kutipan (10) merupakan penutupsyair diakhiri dengan ungkapan yangmempersilakan pengantin dan semuayang hadir untuk masuk atau naik kedalam rumah. Selanjutnya, penuturPakkiok Bunting memanggil seorangperempuan yang membawa seekorayam betina untuk mengoleskan darahayam betina pada kaki pengantin.Maknanya adalah seorang istri harustunduk dan mengabdi kepadasuaminya.

PENUTUP

Syair Pakkiok Bunting yangdituturkan dalam acara penyambutanpengantin dalam adat perkawinan sukuMakassar sarat dengan nilai-nilaibudaya yang penting untuk diketahuidan diamalkan dalam kehidupan. Nilai-nilai tersebut meliputi salingmenghargai, kesetiaan, kesederhanaan,dan kedermawanan, berisi pesan-pesan religius dan pesan-pesan moralyang sangat penting dalampembentukan sikap da budi pekerti.Pesan-pesan religius berkaitan eratdengan ajaran agama Islam sepertipengejawantahan nilai-nilai ibadahsalat dalam kehidupan. Pesan moralberkaitan dengan pentingnyamengembangkan sikap menghargaidan saling menerima. Sikapmenghargai terlihat dari sikap terhadappemerintah dan masyarakat. Sikapmenerima dapat dilihat dalamungkapan berupa sanjungan terhadappengantin. Sanjungan tersebutmerupakan pertanda diterimanya sangpengantin untuk bergabung dalamkeluarga besar istri ataupun besarsuami.

SARAN

Pemerintah dapat mengupayakanpelestarian sastra lisan PakkiokBunting dengan menggelar lombamenuturkan syair Pakkiok Buntingpada peristiwa-peristiwa penting didaerah seperti peringatan hari jadidaerah, peringatan hari ulang tahunkemerdekaan Republik Indonesia, dansebagainya.

DAFTAR PUSTAKAAbdullah, Nurdin. 2004. “Perkawinan

Adat Tolaki: Perapua”.Tidak terbit. Unaaha:Dicetak oleh CV. KaryaBaru Unaaha.

Amir, Adriyetti. 2013. Sastra LisanIndonesia. Yogyakarta:Andi.

Endraswara, Suwardi. 2003.Metodologi PenelitianSastra. Yogyakarta:Pustaka Widayatama.

Fananie, Zainuddin. 2000. TelaahSastra. Surakarta.MuhammadiyahUniversity Press.

Gazalba, Sidi. 1978. Sistem Nilai.Jakarta: Bentang.

Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan,Mentalitas, danPembangunan. Jakarta:Gramedia.

Mihardja, Dimas Arika. 2012.Penelusuran Filosofi danIdentitas Simbol“Karamentang” dalamPuisi Yupnical Saketi.Dalam Abdul Hadi, W.M.Mengangkat BatangTerendam. TelaahPerpuisian MelayuNusantara Mutakhir.Bunga Rampai MakalahPertemuan Penyair

Page 15: PAKKIOK BUNTING DI GOWA: KAJIAN NILAI BUDAYA

Rahmawati: Pakkiok Bunting dalam Adat Perkawinan Suku…

101

Nusantara VI: Jambi:Dewan Kesenian Jambi.

Mulya, Abd. Kadir. 2001. Nilai-nilaiSosial BudayaMasyarakat Makassar.Jurnal Sawerigading No.18. 1-27. Makassar: BalaiBahasa Ujung Pandang.

Mulyana, Deddy. 2005. KomunikasiEfektif. Suatu PendekatanLintasbudaya. Bandung:Remaja Rosdakarya.

Nggawu, La Ode. 2011. Syair Lisanpada Tahap DefenaghoTungguno Kerete dalamPerkawinan MasyarakatMuna di Kota Kendari.Jurnal Kandai 7 (1): 105-115. Kendari: KantorBahasa Provinsi SulawesiTenggara.

Ram, Nunding. 2013. Sastra dalamMasyarakat yangberubah: Catatan tentangPeran dan Fungsi ArtefakBudaya yangTerkerdilkan. JurnalSawerigading 19 (2) :159-169. Makassar: Balai

Bahasa Prov. SulawesiSelatan dan Prov.Sulawesi Barat.

Rasyid, Abd. 1999. Makna UngkapanPerkawinan SukuMakassar. DalamZainuddin Hakim, et al.(Ed.) Bunga Rampai:321-363. Makassar: BalaiBahasa Ujung Pandang.

Tarigan, Henry Guntur. 1984. Prinsip-prinsip Dasar Sastra.Bandung: Angkasa.

Sumiani, et al. 2009. Royong.Senandung Magis dalamSiklus KehidupanMasyarakat Makassar:Upaya Perekaman TradisiLisan diambangKepunahan. LaporanPenelitian ProgramSendratasik Jurusan SeniRupa, Fakultas Seni danDesain UniversitasNegeri Makassar.

Wahid, Sugira. 2007. ManusiaMakassar. Makassar:Pustaka Refleksi.