Upload
adhella-menur-naysilla
View
33
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Inflamasi
Citation preview
LAPORAN BBDM-4
MASALAH 1
PANAS 2 HARI
KELOMPOK 1
Yeni Arnas G2A004182
A.A. Ayu Putri O. G2A008001
Aboesina Sidiek G2A008002
Ade Putra G2A008003
Adhella Menur N. G2A008004
Adilah Afifah G2A008006
Adinda Devi M. G2A008007
Adriani Sekar C. G2A008008
Agnesia Nuarima K. G2A008009
Aini Pramodha W. G2A008010
Alberta Vania H. G2A008011
Aldila Purani P. G2A008012
Ali Zaenal A. G2A008013
Amarilla Riandita G2A008016
Amelia Kusuma W.M. G2A008017
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
2010
MASALAH-1
PANAS 2 HARI
Seorang ibu membawa anaknya 5 tahun ke UGD Puskesmas, dengan keluhan demam 2 hari
ini. Sudah diberi obat penurun panas dari apotek namun demam belum turun. Sebelumnya
anak tersebut jatuh saat belajar naik sepeda. Dokter melakukan pemeriksaan laboratorium
darah dan urin serta meneruskan pemberian obat turun panas sementara menunggu hasil
laboratorium jadi. Selain itu disarankan melakukan kompres dingin dan minum yang banyak.
A. Terminologi
- Demam
[Dorland] Peningkatan suhu tubuh (>370C) dapat karena sebab fisiologis (ovulasi, aktivitas)
atau karena infeksi bakteri atau virus.
Dapat disebabkan karena dehidrasi.
- Kompres dingin
- Pemeriksaan Laboratorium
B. Identifikasi Masalah
1. Apa penyebab demam pada kasus?
2. Mengapa setelah diberi obat panas belum turun?
3. Mengapa dokter menyarankan periksa laboratorium darah dan urine? Pemeriksaan darah
apa saja?
4. Mengapa disarankan kompres dingin dan minum banyak?
5. Bagaimana membedakan infeksi karena virus atau bakteri?
6. Apa hubungan jatuh dan demam? Bagaimana mekanisme demam?
C. Diskusi Masalah
1. Penyebab demam
- Infeksi virus
- Infeksi bakteri
- Fraktur pelvis (lacerasi dan contusio)
Demam dapat dikarenakan pirogren yang dihasilkan oleh bakteri, menggeser set point pada
hipothalamus.
2. Mengapa setelah diberi obat penurun demam panas belum turun?
- Jika diberi antibiotik panas belum turun berarti demam karena infeksi virus
- Kerja antipiretik memiliki lama efek (jika efek hilang maka demam muncul kembali),
tidak menghilangkan penyebab utama demam.
Perlu pemeriksaan lanjutan
3. Pemeriksaan darah dan urine
Untuk menegakkan diagnosa.
Pemeriksaan darah yang perlu
- Jumlah leukosit (jika infeksi bakteri, neutrofil dan limfosit meninggi)
- Hitung CRP dan LED
- Ukur IgG (infeksi kronis) dan IgM (infeksi akut)
Pemeriksaan urine
Untuk mengetahui adanya bakteri atau tidak.
4. -Kompres dingin : untuk menurunkan suhu.
-Minum banyak : untuk mencegah dehidrasi dan menambah volume plasma sehingga
panas dapat terbuang melalui urine
5. Beda infeksi virus dan bakteri
Infeksi virus
- suhu naik dengan cepat
- sifatnya subfebril (37,20C-380C)
Infeksi bakteri
- suhu naik berangsur-angsur
- sifatnya subfebril (380C-420C)
6. Mekanisme demam
Pirogen eksogen
Merangsang monosit, makrofag, endotel
Mengeluarkan sitokin (sebagai pirogen endogen)
Berikatan dengan reseptor di hipothalamus
Pelepasan asam arakhidonat, konversi menjadi PGE2
Perubahan set point termostat hipothalamus
Meningkatkan produksi panas, konversi panas sesuai suhu tubuh yang baru,
Suhu inti dipertahankan pada kisaran suhu normal sehingga penderita menggigil, merasa
kedinginan
Demam
D. Sasaran Belajar
1. Patofisiologi dan patogenesis demam.
2. Bakteri penyebab demam.
3. Pemeriksaan laboratorium; darah dan urine.
4. Farmakologi kerja antipiretik.
E. Pembahasan Sasaran Belajar
1. Patogenesis dan Patofisiologi Demam
Demam dan lekositosis adalah manifestasi klinis yang sering dijadikan acuan para klinisi
untuk menentukan adanya infeksi. Peningkatan netrofil matang dan muda pada infeksi akut
bakteri adalah akibat langsung dari IL1, IL6, IFN-α, dan TNF-α yang dilepaskan oleh
makrofag dan limfosit Th teraktivasi. Netrofilia yang terjadi pada infeksi akut dapat menetap
yang akan menyebabkan infeksi kronik.
Hal ini terjadi akibat pengaruh colony stimulating factors dari makrofag dan limfosit.
Meskipun demikian pada infeksi tertentu seperti demam tifoid, dapat terjadi depresi sumsum
tulang dengan manifestasi leukopenia. Pada infeksi bakteri yang sangat berat, sumsum tulang
tak dapat memenuhi kebutuhan netrofil tersebut dan terjadilah netropenia, suatu tanda
prognostik yang buruk. Terdapat juga keadaan peningkatan lekosit > 25-30 k/μl sampai
sekitar 50 k/µl dalam sirkulasi, yang bersifat nonmalignant dan disebut sebagai reaksi
leukemoid. Peningkatan ini mencerminkan respons yang baik dari sumsum tulang terhadap
infeksi, inflamasi, atau trauma yang persisten.
Demam didefenisikan sebagai peningkatan suhu tubuh >37,20 C pada pukul 00.00-12.00 dan
>37,70 C di antara jam 12.00-00.00. Suhu tubuh yang dianggap normal ialah antara 36,1-
37,70 C.
Patofisiologi Demam
Substansi penyebab demam disebut pirogen. Pirogen eksogen berasal dari luar tubuh, baik
dari produk proses infeksi maupun non infeksi. Lipopolysaccharyde (LPS) pada dinding
bakteri gram negatif atau peptidoglikan dan teichoic acid pada bakteri gram positif,
merupakan pirogen eksogen.
Substansi ini merangsang makrofag, monosit, limfosit, dan endotel untuk melepaskan IL1,
IL6, TNF-α, dan IFN-α, yang bertindak sebagai pirogen endogen. Sitokinsitokin proinflamasi
ini akan berikatan dengan reseptornya di hipotalamus dan mengaktifkan fofsolipase-A2.
Peristiwa ini akan menyebabkan pelepasan asam arakidonat dari membran fosfolipid atas
pengaruh enzim siklooksigenase-2 (COX-2). Asam arakidonat selanjutnya diubah menjadi
prostaglandin E2 (PGE2). Rangsangan PGE2 baik secara langsung maupun melalui adenosin
monofosfat siklik (c-AMP), akan mengubah setting termostat (pengatur suhu tubuh) di
hipotalamus pada nilai yang lebih tinggi.
Selanjutnya terjadi peningkatan produksi dan konservasi panas sesuai setting suhu tubuh
yang baru tersebut. Hal ini dapat dicapai melalui refleks vasokonstriksi pembuluh darah kulit
dan pelepasan epinefrin dari saraf simpatis, yang menyebabkan peningkatan metabolisme
tubuh dan tonus otot. Suhu inti tubuh dipertahankan pada kisaran suhu normal, sehingga
penderita akan merasakan dingin lalu menggigil dan menghasilkan panas.
Reaksi Inflamasi Akut pada Infeksi Bakteri
Infeksi bakteri patogen mencetuskan respons inflamasi akut untuk mengarahkan komponen
sistem imun ke lokasi infeksi. Terjadi juga aktivasi sistem komplemen yang menghasilkan
komponen C3. untuk menyelubungi permukaan bakteri patogen (opsonisasi), sehingga
mudah dikenali oleh antibodi.
Faktor kemotaktik sistem komplemen yaitu C5a, C3a dan C4a akan ”memanggil” netrofil ke
lokasi peradangan dan mengaktifkannya. Substansi biologis yang dilepaskan oleh bakteri
patogen dan oleh kerusakan jaringan akan meningkatkan ekspresi molekul adhesi seperti
vascular adhesion molecules (VCAM). Terjadi interaksi antara netrofil (yang bergerak secara
rolling sepanjang pembuluh darah) dengan VCAM, sehingga gerakan rolling terhenti dan
netrofil melekat pada endotel pembuluh darah di sekitar lokasi peradangan.
Interaksi tersebut dimungkinkan karena adanya molekul L-selectin pada permukaan netrofil
yang mengenali struktur karbohidrat sialyl-Lewis pada VCAM. Netrofil teraktivasi akan
menanggalkan L-selectin dan berikatan dengan kelompok molekul integrins. Ikatan ini
bergabung dengan intercellular adhesion molecule 1 (ICAM-1). Hal tersebut terjadi akibat
pengaruh beberapa mediator proinflamasi seperti lipopolysaccharide (LPS), leucotrienes,
prostaglandin, serta berbagai sitokin dari limfosit T dan makrofag (IL-1, IL6, TNF-α).
Faktor kemotaktik sistem komplemen juga menyebabkan aktivasi dan degranulasi sel mast
untuk melepas histamin. Efek histamin ialah peningkatan aliran darah dan permiabilitas
vaskuler sehingga sel-sel lekosit lebih mudah keluar dari pembuluh darah ke lokasi infeksi.
Netrofil teraktivasi akan keluar dari pembuluh darah menuju ke jaringan tempat terjadinya
infeksi, lalu memakan dan memasukkan bakteri yang telah diselubungi C3b ke dalam
fagosomnya.4 Selanjutnya terjadi pelepasan berbagai spesies oksigen reaktif oleh netrofil
untuk membunuh kuman. Berikutnya terjadi fusi fagosom dan lisosom yang disertai
degranulasi kandungan lisosom. Hasil akhirnya adalah kematian dan degradasi bakteri
patogen tersebut.
Infeksi dan Patogenisitas Bakteri
Syarat untuk terjadinya infeksi selain penurunan daya tahan tubuh, ialah adanya porte
d’entrée, tercapainya jumlah tertentu dari suatu mikroorganisme patogen, dan patogenisitas
atau virulensi mikroorganisme yang tinggi. Pada infeksi bakteri ekstraseluler, patogenisitas
terutama ditentukan oleh komponen dinding selnya, seperti lipopolysaccharyde (LPS) pada
infeksi bakteri gram negatif serta peptidoglikan dan teichoic acid pada bakteri gram positif.
Komponen dinding sel ini kemudian akan menginduksi pelepasan berbagai mediator pada
saat terjadinya terjadinya bakteriemia. Patogenisitas bakteri juga ditentukan oleh faktor
kapsul bakteri, yang menyebabkan bakteri yang telah teropsonisasi gagal dikenali oleh sel
fagosit. Faktor lain yang berperan ialah toksin bakteri yang dapat merusak sel, serta ada
tidaknya adhesions yang meningkatkan daya lekat bakteri pada permukaan sel pejamu.
Infeksi bakteri dapat bersifat ekstraseluler seperti pada infeksi bakteri S. pneumoniae dan N.
meningitidis, maupun intraseluler dalam sel fagosit (terutama dalam makrofag) seperti pada
M. tuberculosis. Infeksi bakteri intraseluler terdiri dari infeksi intraseluler obligat di mana
bakteri tidak dapat hidup diluar sel, misalnya infeksi Rickettsiae dan Chlamydiae, serta
intraseluler fakultatif yang dapat hidup pada sel lain diluar habitat utamanya yaitu pada
fagosit mononuklea. Contohnya adalah Mycobacteriaceae dan Legionellae. Bakteri
intraseluler fakultatif seperti L. monocytogenes yang dapat hidup dalam hepatosit. Sifat
infeksi bakteri intraseluler ialah persistensi infeksi meskipun interaksi dengan sistem imun
terus berlangsung. Infeksi bakteri intraseluler tidak selalu menjadi penyakit. Kerusakan berat
yang diakibatkannya sering terjadi pada tahap lanjut.
Beberapa penyebab demam yang menginisiasi produksi pirogen endogen anatara lain;
1. Infeksi bakteri, virus, dan parasit
2. Reaksi Imun
3. Kerusakan jaringan (trauma, nekrosis lokal, infark, reaksi inflamasi)
4. Inflamasi spesifik
5. Inflamasi intestinum dan inflamasi intraabdominal
6. Proses neoplasia yang melibatkan sistem lymphoendothelial dan hemopoesis, tumor.
7. Kegagalan metabolik akut
8. Kekurangan beberapa jenis obat
9. Dehidrasi
10. Kekurangan protein asing
2. Bakteri Penyebab Demam
Toksigenitas berperan penting dalam virulensi kuman (derajat patogenitas). Ada dua jenis toksin
yang dihasilkan bakteri; endotoksin dan eksotoksin.
Pembeda Endotoksin Eksotoksin
Tempat produksi Bagian intergral dinding sel
bakteri gram (-), dilepaskan saat
mati atau pertumbuhan.
Kuman hidup, konsentrasi dalam
medium cair tinggi.
Struktur kimia Kompleks LPS
(lipopolisakarida). Lipid bagian
A mungkin bertanggng jawab
untuk toksisitas.
Polipeptida (BM= 10.000 –
900.000)
Sifat fisik Relatif stabil, aktivitas toksin
tetap.
Relatif tak stabil (600 C
musnah), aktifitas toksin rendah.
Sifat imunologis -tidak menginduksi terbentuknya
antitoksin
- tidak dapat dibuat toksoid
- sangat antigenik
- dapat dibuat toksoid (untuk
imunisasi)
Toksisitas Cukup toksik Sangat toksik
Reseptor Reseptor khusus tidak pada sel Reseptor khusus pada sel
Gen berpengaruh Sintesis dipengaruhi gen
kromosom
Sering dikendalikan oleh gen
ekstra kromosom (ex: plasmid)
Bakteri Gram negatif Gram positif dan Gram negatif
Reaksi pada tubuh
manusia
Ada reaksi demam karena
pelepasan IL-1 dan mediator lain
Biasanya tidak menyebabkan
demam
- Peptidoglikan bakteri gram (+) yang dilepaskan selama infeksi dapat mempunyai banyak
aktivitas biologik seperti LPS tapi kurang kuat.
- S. aureus pada selaput mukosa dapat membentuk TSST-1 (Toksin Sindroma Syok Toksik-
1) berupa syok, demam tinggi, ruam merah merata (deskuamasi). TSST-1 merupakan
superantigen yang dapat merangsang limfosit, IL-1, TNF. Banyak efek sistemik TSST-1
mirip dengan toksisitas akibat LPS.
- Strain Streptococcus β-haemolyticus grup A memiliki eksotoksin pirogenik yang mirip
eritogenik Streptococcus, menyebabkan demam skarlet yang mirip reaksi TSST-1.
3. Pemeriksaan Laboratorium; Darah dan Urine
a. Pemeriksaan Darah Rutin
- Hemoglobin (Hb)
Untuk diagnosa dan menentukan derajat anemia, serta monitoring terapi pada anemia.
Penurunan nilai Hb : - kehamilan
- hemoglobinopathi
- thalasemia
- anemia defisiensi besi
- perdarahan akut atau kronik
- anemia sideroblastik
- infeksi kronik
- leukimia
Peningkatan nilai Hb : - dehidrasi
- polisitemia
- Jumlah Leukosit
> Neutropeni : - pengobatan
- benigna
- siklikal
- infeksi virus,bakteri
- bagian dari pansitopenia
> Leukositosis neutrofil : - infeksi bakteri
- peradangan dan nekrosis
- penyakit metabolik
- neoplasma
- perdarahan ; hemolisis akut
- terapi kortikosteroid
- mieloploriferatif
Biasanya disertai demam karena pembebasan pirogen dari leukosit.
> Eosinofilia : - alergi
- parasit
- penyakit kulit tertentu
- pemulihan infeksi akut
- sensitivitas terdapat obat
- poliarthritis nodosa
- Hodgkin, tumor
- leukimia eosinofilik
> Basofilia : - kelainan mieloploriferatif
- peningkatan basofil reaktif
> Monositosis : - infeksi bakteri kronik
- penyakit protozoa
- neutropenia kronik
- Hodgkin
- leukimia mielomonositik dan monositik
> Limfopeni : - kegagalan sumsum tulang
- terapi imunosupresor
- Hodgkin
- Penyinaran luas
> Limfositosis : - infeksi akut dan kronik
- tirosikosis
- leukimia limfositik kronik, limfoma
- Hitung Jenis Leukosit
Bentuk abnormal : - hipersegmentasi pada anemia defisiensi besi
- hiposegmentasi
- virosit (LPB pada DHF)
- Sel Downey pada penyakit infeksi
- limfosit atipikal
- toksik granualsi
- vakuolisasi
- Benda Dohle
- Benda Supres
- Benda Auer
- Sel Rieder
- Shift to the left
- Shift to the right
- Laju Endap Darah
Kenaikan pada : - infeksi akut dan kronik
- demam reumatik
- rheumatoid arthritis
- IM
- nefrosis
- hepatitis akut
- Hipertiroidosis dan hipotiroidosis
- menstruasi
Pola demam ditampah pemeriksaan darah dapat menegakkan diagnosis.
Contoh : - Darah malaria (ditemukan Plasmodium sp pada eritrosit) sebagai dx. Malaria
- Trombositopenia dan hemokonsentrasi > 20% sebagai dx. DHF
- Tes widal sebagai dx. Demam tifoid
b. Pemeriksaan Urine
Sebagai penunjang khususnya untuk kelaianan ginjal, traktus urinarius, atau kelainan
metabolik tertentu.
Contoh : - tes darah dan urine kultur (+) gram positif sebagai dx. Pielonefritis
- ditemukan Salmonella typhii pada urine, curiga karier demam tifoid
4. Farmakologi Kerja Antipiretik
Sebagian besar antipiretik berasal dari golongan NSAID (Non Steroid Anti Inflammatory
Drugs).
Contoh : aspirin, paracetamol, ibuprofen, naproxen, heteprofen.
Aspirin (Asam asetilsalisilat)
- Farmakokinetik
Gugus salisilat akan diabsorbsi dengan cepat di lambung dan usus halus bagian atas.
Aspirin diserap dengan cepat, terhidrolisis menjadi asam asetat dan salisilat oleh esterase,
salisilat akan terikat pada albumin dalam jaringan dan darah. Tingkat salisilat plasma
puncak dalam waktu 1-2 jam. Salisilat dapat diekskresi tanpa dirubah tapi sebagian
diubah menjadi konjugasi larut air yang diproses ginjal.
- Farmakodinamik
Efektivitas dengan menghambat enzim COX sehingga mencegah terjadinya demam.
Aspirin menghambat produksi PG dan juga menghambat respon SSP terhadap IL-1
sehingga memungkinkan hipothalamus mengembalikan set point termostat dan
menyebabkan keluarnya panas tubuh.
REFERENSI
Robbins, Cotran, Kumar. 2008. Intisari Patologi. Jakarta: PT Binarupa Aksara.
Bagian Patologi Klinik FK UNDIP. 2010. Diktat Kuliah Patologi Klinik 1 Jilid 1. Semarang:
Bagian Patologi Klinik FK UNDIP.
Staf Pengajar FK UI. 1994. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran Ed. Revisi. Jakarta: PT
Binarupa Aksara.
Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta :
Balai Penerbit FK UI.